134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i REGISTER ANAK JALANAN KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : MEMET SUDARYANTO K1209042 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

  • Upload
    dongoc

  • View
    230

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

REGISTER ANAK JALANAN KOTA SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh :

MEMET SUDARYANTO

K1209042

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari 2013

Page 2: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

REGISTER ANAK JALANAN KOTA SURAKARTA

Oleh:

MEMET SUDARYANTO

K1209042

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 4: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

Page 6: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) karakteristik penggunaan register anak jalanan Kota Surakarta; dan (2) tujuan penggunaan register anak jalanan di Kota Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data adalah peristiwa tutur anak jalanan dan informan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi langsung, wawancara, dan pencatatan dialog anak jalanan. Uji validitas data yang digunakan adalah triangulasi metode dan triangulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan.

Karakteristik register anak jalanan adalah (1) umumnya menggunakan bahasa jawa, (2) ada pergeseran dan perubahan makna, (3) menggunakan kata-kata bentuk ringkas, (4) menggunakan kata bermakna kasar, (5) ada peristiwa alih kode dan campur kode, (6) menggunakan ragam intim. Tujuan penggunaan register anak jalanan adalah untuk : (1) membedakan dengan kelompok anak jalanan yang lain, (2) menunjukkan penghormatan atau kekuasaan, (3) menunjukkan keakraban, (4) menegaskan emosi, dan (5) menyembunyikan makna komunikasi dari masyarakat.

Simpulan peneletian ini adalah karakteristik dan tujuan khusus register anak jalanan berbeda dengan karakteristik dan tujuan masyarakat atau kelompok komunitas lain.

Kata kunci: register, anak jalanan, komunikasi, ragam bahasa

Page 7: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Semua tidak akan selesai jika tidak diawali dengan satu langkah, yang disebut perubahan

(Penulis)

Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu (Dee : Jembatan Zaman)

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau.. berbeda

(Dee : Salju Gurun)

Pada akhirnya aku percaya, aku sendiri yang harus bertanggung jawab atas hidupku

(Oka Rusmini : Akar Pule)

Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari

biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas (Donny Dhirgantoro : 5cm)

Jadi orang yang bisa membuat napas orang lain menjadi sedikit lebih lega karena kehadiran kita di situ..

(Donny Dhirgantoro : 5cm)

Saya Ian.. saya bangga bisa berada di sini bersama kalian semua. Saya akan mencintai tanah ini seumur hidup saya, saya akan menjaganya, dengan apa pun yang saya punya, saya akan menjaga kehormatannya seperti saya menjaga diri saya sendiri. Seperti saya akan selalu menjaga mimipi-mimpi saya terus hidup

bersama tanah air tercinta ini. (Donny Dhirgantoro : 5cm)

Page 8: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini dengan tulus dan ikhlas kupersembahkan kepada :

1. Mamak (Suratminingsih) dan Bapak (Sukir) : terima kasih

sudah membuatku menjadi ada, kalian adalah yang terhebat;

2. Mbak Titi dan Dik Dyah tersayang, aku selalu merindukan

kebersamaan kita;

3. Anak jalanan di kota Surakarta yang telah memberi senyum

di pagiku dan pelukan di malamku;

4. yang telah menyeparokan otaknya demi penulisan

skripsi ini;

5. Sahabat sejatiku: Lili Haryanti, Imroatun Sholihah, Santi

Harnani, Muhammad Nur Kholis, Auditya, Ningtias yang

telah mendukungku dan menjadikan prosesku selama ini

sukses besar;

6. Semua penghuni kos Klampis Ireng yang bahagia di atas

sedihku, dan sedih di atas bahagiaku;

7. Teman-teman seperjuangan Bastind angkatan 2009 yang

telah memberikan pengalaman yang luar biasa dan tidak

terlupakan;

8. Teman-teman PPL SMAN 1 Surakarta yang baik hatinya;

dan

9. Seseorang yang dipertemukan oleh hujan, dan mungkin

dipisahkan oleh hujan pula.

Page 9: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak dapat bekerja

seorang diri, melainkan bekerja sama dengan berbagai pihak. Atas

terselesaikannya skripsi ini, penulis meyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatullah,M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Dr.Muhammad Rohmadi,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr.Kundharu Saddhono,S.S.,M.Hum., Ketua Program Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi

ini.

4. Dra.Sumarwati,M.Pd. dan Drs.Edy Suryanto,M.Pd., sebagai pembimbing

skripsi I dan II yang senantiasa dengan sabar dan perhatian membimbing

penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Ibu dan Bapak Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah memberikan bekal ilmu kepada penulis, terima kasih.

6. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra

Indonesia.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

Page 10: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................ ii

PERSETUJUAN ......................................................................................... iii

PENGESAHAN .......................................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................. v

MOTTO ....................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 7 A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan ............................ 7

1. Hakikat Bahasa .......................................................................... 6

2. Hakikat Register ........................................................................ 14

3. Hakikat Anak Jalanan ................................................................ 22

B. Kerangka Berpikir ........................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 30

A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 30

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................................ 32

C. Data dan Sumber Data .................................................................... 33

D. Teknik Sampling...... ....................................................................... 34

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 35

Page 11: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

F. Validitas Data .................................................................................. 36

G. Teknik Analisis Data ....................................................................... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 41

A. Deskripsi Lokasi ............................................................................. 41

B. Karakteristik Subjek Penelitian ...................................................... 48

C. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................... 52

D. Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................... 100

1. Karakteristik Register Anak Jalanan. ........................................... 101

2. Tujuan Pemakaian Register......................................................... 111

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 114

A. Simpulan ......................................................................................... 114

B. Saran ............................................................................................... 119

Daftar Pustaka ........................................................................................... 121

Lampiran ............................................................................................... 124

Page 12: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Berpikir ......................................................................... 29

2. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian .............................. 32

3. Model Analisis Mengalir............................................................... 40

Page 13: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Contoh Bahasa yang Digunakan Sesama Pengemis ............................... 27

2. Contoh Bahasa yang Digunakan Pengemis dengan Calon Dermawan ... 27

3. Karakteristik Register Bentuk Ringkas ................................................... 106

4. Karakteristik Register Penggunaan Kata Kasar ................................................. 109

Page 14: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Temuan Register Anak Jalanan Kota Surakarta. ............ 124

2. Transkripsi Data Konfirmasi...................................................... 130

3. Transkripsi Data Observasi Lapangan......................................... 134

4. Dokumentasi Keberadaan Anak Jalanan..................................... 141

Page 15: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian besar anak jalanan bergelut dengan kompleksitas kehidupan

yang terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Surakarta, dan

kota-kota lainnya. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) jumlah anak

jalanan yang meningkat menjadikan mereka sebagai mata rantai dari premanisme.

Seperti inilah kondisi penduduk negeri ini, banyak anak jalanan yang

menghabiskan masa mudanya untuk mengadu nasib getir kehidupan jalan. Anak

jalanan memiliki mobilitas tinggi dibandingkan anak pada umumnya. Menurut

Sudarsono (dalam Zakarya, 2011) anak jalanan tidak mempunyai tempat tinggal

yang tetap, yang secara yuridis tidak berdomisili autentik. Mereka berpindah dari

satu kota ke kota lain, tanpa kurun waktu lama. Termasuk salah satu tujuan

mobilisasi anak jalanan juga terjadi di Kota Surakarta. Meski Surakarta digembar-

gemborkan sebagai kota layak anak, nyatanya masih banyak anak jalanan yang

menghiasi tiap sudut kota. Ini dapat dengan mudah ditemukan di Pasar Ledoksari

yang dihuni puluhan anak jalanan, Terminal Tirtonadi, dan beberapa tempat

lainnya. Jumlah anak jalanan dimungkinkan akan terus bertambah tanpa mengenal

masa. Hal ini dipicu oleh keadaan masyarakat Indonesia yang mempermudah alur

transmigrasi atau perpindahan penduduk. Selain itu, juga keadaan ekonomi di

kalangan masyarakat kecil masih kurang.

Ketidakpercayaan diri anak jalanan terhadap kondisi kecerdasan

intelektualnya yang belum baik, mendorong mereka untuk mengisolasi diri dari

masyarakat secara umum. Seperti pada penelitian Kuswarno (2009) bahwa anak

jalanan memiliki kepasrahan nasib yang cukup tinggi, jadi mereka akan sangat

sulit untuk keluar dari kepengemisannya. Hal ini pula yang menandakan bahwa

mereka bangga dan betah dalam waktu lama untuk menjadi pengemis. Selain itu,

melonjaknya keberadaan anak jalanan mendorong mereka untuk membuat

komunitas tersendiri dan lebih memperketat isolasi diri, untuk jauh dari

masyarakat ilmiah. Dalam arti, kebanyakan dari anak jalanan tidak bersekolah,

Page 16: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

maupun putus sekolah. Hal ini membuat komunitas anak jalanan makin kuat dan

meluas.

Jumlah anak jalanan ternyata sampai sekarang tidak bisa dipastikan angka

pastinya, sebab jumlah tersebut akan bertambah ataupun berkurang dalam kurun

waktu yang tidak dapat ditentukan. Berdasarkan data Departemen Sosial Republik

Indonesia (dalam Suhartanto, 2008) ditemukan bahwa beberapa tahun terakhir

jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan cukup pesat. Menurut

data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS),

tercatat sebanyak 648 anak yang terdiri dari anak terlantar, anak nakal, dan anak

jalanan tersebar di Solo (Arum, 2010). Meningkatnya jumlah anak jalanan

tersebut dipicu oleh beberapa faktor salah satunya anak yang drop out dari

sekolah. Berdasarkan data dari Kemendiknas (Jatmika, 2010) menyatakan bahwa

sekitar 1,7 persen dari 30 juta anak sekolah dasar, terutama kelas 1-4 mengalami

drop out karena berbagai alasan, sehingga berpotensi untuk meningkatnya buta

aksara di Indonesia, dengan kata lain mampu meningkatkan pula jumlah anak

jalanan di Surakarta.

Meskipun sudah disadari sebagai anggota masyarakat, keberadaan anak

jalanan sebagai anggota masyarakat kadang kala tidak diakui oleh sebagian orang.

Hal ini dikarenakan keadaan psikis mereka yang berbeda dengan masyarakat

(anak) pada umumnya. Selain itu, salah satu penyebab ketidakberterimaan anak

jalanan adalah keadaan bahasanya yang terkesan kasar dan tidak beratur.

Sebenarnya kondisi tersebut bukan kesalahan anak jalanan. Namun, keadaan itu

sebagai akibat mereka kurang mengerti sistem komunikasi yang baik dan benar.

Bahkan keadaan memaksa mereka untuk menciptakan sistem maupun alat

komunikasi baru yang lebih fleksibel dan nyaman untuk digunakan dalam

komunitas tersebut. Meskipun begitu anak jalanan termasuk dalam masyarakat

bahasa, mereka menggunakan bahasa dalam bersosialisasi maupun bekerja.

Jelasnya, mereka mengemis dengan bahasa, meronta dengan bahasa, mereka

berkenalan dengan komunitas baru dengan bahasa. Dengan komunitas yang makin

luas, sebagian anak jalanan menciptakan bahasa komunitas sebagai media

berkomunikasi antaranak jalanan. Bahasa dalam komunitas tersebut menggunakan

Page 17: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

lambang-lambang yang hanya bisa dimengerti oleh komunitas di dalamnya.

Meskipun kadang kala penggunaan diksi yang dianggap kasar dan berbeda dengan

anak pada umumnya, anak jalanan tetaplah berbahasa dan anak jalanan tetaplah

temasuk dalam masyarakat bahasa. Oleh karena itu, dalam setiap bahasa yang

dipakai termasuk ke dalam kajian kebahasaan/linguistik yang bisa untuk diteliti.

Dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, kelompok anak jalanan juga

tidak terlepas dari kegiatan kebahasaan. Bahasa tersebut belum tentu dipahami

oleh masyarakat di luar anak jalanan. Dalam kebahasaan, istilah bahasa komunitas

tertentu disebut register. Masyarakat mengangggap anak jalanan memiliki bahasa

yang kasar. Namun sebenarnya mereka tidak mengetahui apa yang dikatakannya.

Hal ini dikarenakan interaksi mereka dengan kelompok anak jalanan yang juga

sepola, membuat anak jalanan tidak membuka paradigma tentang bahasa yang

mereka pakai.

Tidak urung, banyak kata tidak senonoh dilontarkan. Padahal, mereka

sendiri tidak paham, mengapa kata-kata yang dianggap oleh masyarakat itu salah

atau buruk. Dengan tekanan keras dari masyarakat, memaksa anak jalanan

membentuk komunitas kecil maupun besar untuk menampung aksi dan

keluhannya. Dalam komunitas itulah mereka berkesempatan untuk berkreasi dan

saling memaksimalkan interaksi. Oleh karena itu, muncul register di tengah-

tengah anak jalanan. Mereka menggunakan bahasa mereka sendiri agar

masyarakat tidak mengerti. Hal ini dapat dikemukakan contoh berikut ini.

Kartu data di atas, digunakan untuk menjelaskan contoh dari temuan

kili anak jalanan. Dari

contoh kalimat di atas, ditemukan dua register, yakni pengki dan munggah. Dilihat

dari konteksnya, pengki memiliki makna anak jalanan yang memiliki tingkatan di

X : ora ngapa-ngapa kok. Pengkimu nangdi -apa.

Y : embuh mau Mas. Lagi munggah paling

X : munggah ki apa tho Y : yo golek det neng dhuwur bis

Page 18: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

bawah bos; sedangkan munggah, memiliki arti berpindah dari satu bis ke bis yang

lain untuk mengamen atau mencari nafkah. Kedua register tersebut

memungkinkan hanya dimengerti penutur dan mitra tutur, dalam hal ini anak

jalanan yang bersangkutan. Selain contoh kalimat di atas, juga ditemukan register

pada kalimat berikut.

Dalam kartu data di atas, juga ditemukan register kata ngalor. Ngalor

berasal dari kata lor atau makna harfiahnya adalah utara. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) utara memiliki arti arah utara. Namun secara

kontekstual, ngalor memiliki perbedaan makna dengan harfiahnya. Ngalor dalam

hal ini adalah pergi ke warung makan yang berada di arah barat. Anak jalanan

menggunakan arah warung makan sebagai interpretasi lor. Hal ini menunjukkan

penggunaan register sebagai bentuk perubahan atau pergeseran makna.

Penggunaan register pada anak jalanan di Kota Surakarta dapat pula dilihat dari

contoh di bawah ini.

Medhun dalam konteks di atas memiliki arti turun dari bis dan standby di

jalanan untuk mencari nafkah. Standby dalam konteks ini berarti kesiagaan, atau

bersiaga. Ketiga contoh tersebut adalah contoh register anak jalanan yang makna

dan artinya hanya diketahui oleh mereka.

Makna lain yang juga tersirat adalah linguistik sebagai sebuah disiplin

ilmu memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat ilmiah untuk

mengkaji bahasa yang meliputi unsur-unsur pertanyaan (apa, siapa, kapan,

mengapa, di mana, bagaimana) seputar bahasa yang muncul atau dimunculkan.

Pemakaian bahasa sehari-hari terbukti kerap menunjukkan identitas diri dari

penutur bahasa tersebut dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu, penggunaan

X1 : Wis ngalor urung ndes X2 : urung bos, iki arep mangkat X1 : sisan sebungkus ndes. Kaya biasane

jalanan 1 dan partisipan. Anak jalanan 1 berjalan menjauh menuju arah barat, yakni arah Hotel Asia)

Aku arep medhun, golek dhit sik. Aku mau turun, cari uang

Page 19: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

bahasa anak jalanan dalam keseharian memiliki kekuatan yang menarik untuk

diteliti. Pada penelitian ini, bahasa yang dikaji adalah register pada anak jalanan

yang dapat dijadikan sebagai wacana ilmu bahasa, terkhusus register anak jalanan

kelompok profesi di Surakarta dan memaparkan pola interaksi verbal atau

karakteristik pemakaian bahasa yang digunakan mereka dalam kegiatan di jalan

dan berkomunikasi sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik

untuk mengkaji register anak jalanan. Dari register tersebut akan dianalisis

karakteristik dari register dan tujuan penggunaanya. Analisis penggunaan register

pada anak jalanan diharapkan nantinya mampu mendeksripsikan dan

dimanfaatkan sebagai satu kajian ilmu linguistik demi mencerdaskan kehidupan

bangsa.

Materi berkenaan dengan register anak jalanan di Surakarta merupakan

materi beragam dan menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut. Selain peneliti

harus terjun ke lapangan, penelitian ini juga membutuhkan semangat dalam

berinteraksi dengan anak jalanan. Berdasar pada latar belakang di atas, peneliti

ingin mengkaji lebih mendalam berkenaan penggunaan register. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberi wawasan baru dalam kajian linguistik, utamanya

dalam sosiolinguistik.

B. Rumusan Masalah

Melalui latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik penggunaan register pada anak jalanan Kota

Surakarta?

2. Apa sajakah tujuan penggunaan register pada anak jalanan Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan:

1. Karakteristik penggunaan register pada anak jalanan Kota Surakarta;

2. Tujuan penggunaan register pada anak jalanan Kota Surakarta

Page 20: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan

kebahasaan, terutama dalam penggunaan register pada anak jalanan Kota

Surakarta. Kaitannya dengan keberagaman dan tujuan dari penggunaan

register yang berkembang di Kota Surakarta.

Selain memperkaya ilmu pengetahuan di bidang kebahasaan, dalam

penelitian ini diharapkan mampu memperluas kesepahaman bahasa yang ada

di masyarakat Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

1) Sebagai bentuk pemaparan bahasa yang berkembang di tengah

masyarakat modern, mengingat anak jalanan juga merupakan bagian

dari masyarakat.

2) Peluasan penggunaan kosakata baru yang efektif dan tepat makna

bagi masyarakat tertentu. Dalam hal ini penggunaan kosakata bagi

masyarakat yang memiliki intensitas bertemu lebih banyak dengan

anak jalanan.

3) Sebagai bentuk pengeksploran penggunaan register pada anak

jalanan Kota Surakarta yang beragam dan makin luas untuk

dipahami bersama.

b. Bagi Mahasiswa dan Dosen

1) Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian disiplin

ilmu sosiolinguistik dan memperkaya kosakata baru dalam

berbahasa.

2) Menemukan sebuah register pada anak jalanan Kota Surakarta

untuk memacu motivasi melakukan penelitian-penelitian kajian

berbahasa lainnya.

3) Dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Page 21: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Hakikat Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi utama bagi manusia. Kehidupan

sehari hari manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk berinteraksi

antara satu dengan yang lain. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

kebutuhannya sebagai makhluk sosial dengan bekerja sama untuk menyatakan

pikiran dan pendapatnya. Tidak hanya itu, peran bahasa sebagai alat

komunikasi pada akhirnya akan membentuk pola-pola baru yang lebih unik dan

berbeda, baik dilihat dari media, kondisi dan situasi, dan komunikan.

Bahasa memiliki ciri-ciri yang spesifik, seperti konvensional, oral,

simbolis, berkembang dan dinamis, beragam, dan arbitrer. Oral, yakni

diucapkan dan dilafalkan serta ada rangsangan di otak untuk menanggapi bunyi

tersebut. Simbolis, yakni sebuah bahasa juga merupakan lambang dan simbol

bahasa, seperti huruf, angka, lambang bahasa, dan berbagai bentuk lambang

atau simbol lainnya. Bahasa juga memiliki sifat berkembang dan dinamis,

yakni bahasa akan terus berkembang dari satu masa ke masa yang lain.

Perubahan tersebut berkenaan dengan sistem atau mungkin munculnya

kosakata baru dan perlambangan bunyi yang baru. Bahasa juga memiliki

ragam, seperti ragam baku, ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab.

Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

masyarakat untuk berhubungan dan kerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1993:21). Arbitrer, artinya bahasa

memiliki sifat manasuka dan bebas, tidak ada aturan bahwa kursi harus disebut

sebagai tempat duduk, mungkin saja di tempat lain kursi merupakan doa-doa

dalam agama Islam.

Kaitannya dengan penggunaan interaksi, kerjasama, dan berhubungan,

maka bahasa sangat mungkin menggunakan keabriterannya. Oleh karena itu,

Page 22: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

sering ditemukan penggunaan bahasa dan kosakata tertentu yang hanya

dimengerti dan pemaknaannya hanya komunitas tertentu yang tahu. Tidak

hanya itu, ternyata kearbitreran bahasa turut dirasakan pula oleh remaja masa

kini. Remaja sering menggunakan angka dan simbol dalam berkalimat secara

tertulis. Contohnya, me7 lokasi, 7an penulis, sudah dit4, aku=dia. Apabila

dideskripsikan secara singkat, menuju lokasi, tujuan penulis, sudah di tempat,

aku sama dengan dia. Ini menunjukkan, masyarakat bahasa pun mencoba

menggunakan akal dan kekreativannya untuk mengembangan bahasa dalam

berkomunikasi satu sama dengan yang lainnya.

b. Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting

dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk

menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan dan pengalamannya kepada

orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi maupun

berinteraksi antara individu maupun kelompok. Dengan demikian manusia

tidak dapat terlepas dari bahasa. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat

Samsuri (1987:4) bahwa manusia tidak akan lepas dari pemakaian bahasa,

karena bahasa adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan,

keinginan dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk mempengaruhi

dan dipengaruhi.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahasa adalah tanda yang jelas dari

kepribadian, yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas dari keluarga dan

bangsa; tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Dari pembicaraan seseorang

tidak saja keinginannya yang dapat diungkap, tetapi juga motif keinginannya,

latar belakang pendidikannya, pergaulannya, adat istiadatnya, dan lain

sebagainya (Samsuri, 1987:4). Secara umum, apabila dicermati penggunaan

bahasa di masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai pekerja keras di

daerah pinggiran akan memiliki bahasa yang lebih kasar dibandingkan

keluarga kraton yang merupakan keluarga bangsawan. Bahasa nyatanya juga

memiliki penanda identitas yang jelas. Dalam sebuah konteks, masyarakat

Banyumas ketika berkomunikasi dengan masyarakat Jawa pada umumnya akan

Page 23: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

memiliki sistem dan perbedaan yang cukup jelas. Salah satunya adalah tanda

glotal yang dipakai untuk mengakhiri sebuah kata berhuruf terakhir vokal. Jika

dibandingkan dengan bahasa Jawa pada umumnya akan ditemukan perbedaan

lain yang cukup signifikan. Ini menunjukkan, bahasa memiliki penanda

identitas yang menjadi ciri khas dari satu daerah.

Sebagai alat komunikasi, bahasa harus mampu menampung perasaan

dan pikiran penutur, serta mampu menimbulkan adanya saling mengerti

antarpenutur atau penulis dengan pendengar atau pembaca. Seseorang dapat

berkomunikasi dengan baik dalam suatu bahasa, bila orang tersebut menguasai

sistem bahasa itu. Sempurna atau tidaknya bahasa sebagai alat komunikasi

umum, sangat ditentukan oleh kesempurnaan sistem atau aturan bahasa dari

masyarakat pemakainya (Santoso, 1990:1).

Nababan (1993:40) mengemukakan bahwa bahasa memiliki fungsi

kemasyarakatan dalam arti memiliki peranan khusus suatu bahasa di dalam

kehidupan masayarakat. Klasifikasi bahasa berdasarkan fungsi kemasyarakatan

dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan ruang lingkup dan berdasarkan bidang

pemakaian. Berdasarkan ruang lingkup, berarti bahasa digunakan oleh manusia

dalam lingkup nasional atau lingkup kelompok. Di dalam lingkup nasional

masyarakat menggunakaan bahasa Indonesia, sedangkan pada lingkup

kelompok lebih fleksibel. Bahasa nasional tentu saja di Indonesia adalah

bahasa Indonesia, yakni bahasa yang dipakai oleh seluruh rakyat Indonesia.

Bahasa Indonesia pun diatur dalam undang-undang kebahasaan dan lambang

negara. Di negara lain pun semestinya juga memiliki bahasa nasional, karena

posisi bahasa Nasional yang begitu penting. Itulah alasannya setiap negara

menggunakan satu bahasa yang digunakan sebagai identitas bangsa.

Jika bahasa nasional dipakai oleh satu kelompok bangsa, tentu saja

bahasa kelompok tidak demikian. Meski sama-sama digunakan satu kelompok

masyarakat, lingkup penggunaanya tetap berbeda. Bahasa nasional hanya

digunakan oleh sebangsa dalam satu negara saja, sedangkan bahasa kelompok

tidak. Bahasa kelompok mungkin saja digunakan sekelompok masyarakat dari

ragam negara yang berbeda dengan lingkup yang lebih sempit.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Bahasa atau linguistik memiliki cabang kajian ilmu yang luas. Salah

satu cabang ilmu bahasa adalah sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah ilmu

yang mengaitkan bahasa dan struktur sosial (Ibrahim, 1995:40). Di dalam

sosiolinguistik dikaji mengenai bahasa kaitan dengan ilmu sosial, yaitu : umur,

jenis kelamin, kelas sosioekonomi, pengelompkan regionalnya, status, dan

lainnya. Jadi, di dalam sosiolinguistik dibahas kajian penggunaan bahasa

kaitannya dengan sosial.

c. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik mengkaji penggunaan bahasa pada kesosialan

masyarakat tertentu yang kondisinya pasti berbeda dengan kondisi sosial

daerah lainnya. Tingkat sosial yang dimaksud memiliki pengertian yang sangat

luas, sesuai yang dijelaskan Ibrahim di atas, salah satunya adalah umur

pengguna bahasa. Contoh konkretnya adalah adanya penambahan,

pengurangan, penggantian suku kata, dan berbagai bentuk lainnya. Jika

dibandingkan dengan bahasa masyarakat lain dengan beda umur akan terlihat

perbedaannya. Inilah yang disebut sebagian masyarakat saat ini disebut alay

atau yang sebelumnya disebut lebay. Dalam berbagai konteks, kedua kata

tersebut memiliki arti berlebihan atau hiperbolis.

Selain umur, tentu saja kekhasan sosiolinguistik juga timbul dalam jenis

kelamin penutur, berbagai kosakata mungkin saja digunakan kaum lelaki yang

tidak disadari oleh kaum wanita, begitu pula sebaliknya. Contoh nyata dalam

masyarakat bahasa saat ini adalah kata roti Jepang. Roti Jepang memang satu

istilah yang mungkin bermakna roti atau kue dari Jepang. Beberapa kaum hawa

menafsirkan bahwa roti Jepang adalah pembalut. Selain kedua contoh tersebut,

berbagai konteks sosial juga berpengaruh pada penggunaan kata dan kalimat.

Kridalaksana (1993:181) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah

cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan saling pengaruh antara

perilaku bahasa dan perilaku sosial. Dalam kajian linguistik, terutama

sosiolinguistik seperti yang dijelaskan Kridalaksana, ilmu ini akan

menjabarkan segala sesuatu bekenaan dengan perilaku bahasa dan perilaku

sosial. sebagai contoh, seorang yang tingkat sosialnya tinggi menggunakan

Page 25: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

bahasa dengan kekhasan yang berbeda dengan tingkat sosial lain. Secara

terinci, dalam sosiolinguistik dibahas variasi bahasa, variasi tuturan, seperti

dialek, gaya bahasa dan ragam bahasa, tindak tutur, idiom, serta rahasia yang

terkandung dalam bahasa.

Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa yang timbul dari akibat

adanya sarana, situasi, dan bidang pemakaian yang berbeda-beda (Mustakim,

1994:218). Penggunaan bahasa dalam sarana yang berbeda, memungkinkan

seseorang menggunakan ragam yang berbeda dengan sarana yang lainnya.

Semisal, seorang yang sedang berkomunikasi dengan pihak lainnya

menggunakan telepon dan menggunakan email akan berbeda, apalagi

penggunaan telegram yang lebih singkat. Penggunaan ragam bahasa bisa

berbeda antara situasi tertentu. Pada konteks pertemuan seorang abdi dalem

keraton dengan pembantu secara umum akan berbeda. Abdi dalem akan

menggunakan bahasa yang lebih halus dengan atasannya, pembantu rumahan

akan menggunakan bahasa yang relatif lugas dan sesuai konteksnya.

Mustakim (1994:218) menjelaskan bahwa penggunaan bahasa dan

pemakaiannya pun makin beragam. Seorang dapat dengan mudah

berkomunikasi dengan keberagaman yang ada. Di sisi lain, sebagian dari

mereka perlu menggunakan pakem dan menjunjung kebiasaan sebagai satu

penggunaan kekhasan. Menurut penelitian Fajarwati (2007:23), kekhasan

ragam bahasa bisa dijumpai pada pemakaian kata, pemakaian partikel,

interjeksi, penggunaan idiom, munculnya plesetan.

Ragam bahasa khususnya di Indonesia dewasa ini berkembang dengan

cukup pesat. Adanya slogan, sleng, register, akronim, plesetan dan berbagai

bentuk lainnya turut mewarnai penggunaan bahasa Indonesia. Kesemuanya

dikaji dalam linguistik, terkhusus sosiolinguistik. Hal ini berkaitan dengan

penelitian Fatturokhman (2000) yang menjelaskan bahwa komunikasi dengan

menggunakan lambang verbal (komunikasi verbal) terjadi ketika partisipan

komunikasi menggunakan kata-kata, baik itu lisan ataupun tulisan. Jadi, oleh

Faturrokhman dipaparkan bahwa komunikasi tidak memandang itu dilisankan

atau ditulis. Asalkan terjadi interaksi dari dua pihak, itulah komunikasi. Di sisi

Page 26: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

lain, Faturrokhman kembali menemukan, bahwa di dalam masyarakat kini,

tidak hanya komunikasi verbal saja, namun juga komunikasi nonverbal, yakni

sebuah komunikasi ketika partisipan komunikasi menggunakan simbol selain

kata-kata seperti nada bicara, intonasi, sorotan mata, bentuk bibir, dan ekspresi

wajah.

Dengan adanya perkembangan yang beragam, membuat komunikasi

antarmasyarakat lebih mudah, terutama dalam satu komunitas dan kelompok

tertentu. Perannya pun makin beragam dan unik, tidak terlepas dari situasi dan

kondisi penutur, tetapi juga keinginan penutur turut terkover.

d. Analisis Makna

Analisis makna yang digunakan di dalam penelitian ini berdasar pada

teori milik Hymes (dalam Bell, 1976:79) menyatakan bahwa di dalam

analisis bahasa perlu adanya delapan elemen yang diakronimkan dengan kata

speaking. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam berkomunikasi

yaitu (1) setting and scene, (2) participants, (3) ends, (4) act, (5) key,

(6) instrumentalities, (7) norms,dan (8) genres.

1) Setting and Scene, mengacu pada keadaan sekitar yang bersifat fisik

secara umum. Dalam komunikasi diambil tempat, terutama waktu dan

situasi budaya/keadaan sekitar. Hal ini berfungsi untuk

mendeskripsikan situasi, tempat, dan waktu dari sebuah perbincangan.

2) Participants, merupakan pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan

penerima pesan. Dalam hal ini, pihak yang dimaksudkan adalah anak

jalanan yang sedang berkomunikasi dengan sesama anak jalanan

maupun ketika anak jalanan berkomunikasi dengan pihak luar.

3) Ends merujuk pada hasil tuturan, maksud dan tujuan pertuturan. Setiap

pertuturan memiliki tujuan dalam penuturannya, begitu juga dengan

anak jalanan. Ketika anak jalanan berkomunikasi dengan sesama anak

jalanan maupun pihak di luar anak jalanan, mereka memiliki tujuan dan

maksud dari tuturannya.

Page 27: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

4) Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran, berkenaan

dengan kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan

hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik.

5) Key bertolok pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan, contohnya dengan senang hati, dengan serius, dengan

singkat, dan dengan sombong. Dalam key, setiap anak jalanan dapat

dicermati bagaimana nada ketika berkomunikasi dengan mitra tutur,

demikian dapat menjadi patokan perbincangan.

6) Instrumentalities merupakan elemen analasis yang mengacu pada jalur

yang dipakai, seperti jalur lisan, tertulis, telegram. Anak jalanan di

Kota Surakarta sebagian besar menggunakan bahasa lisan dalam

bercakap, baik ke sesama anak jalanan maupun dengan luar pihak. Di

lain sisi, tidak semua anak jalanan cakap berbahasa tulis, fakta ini

mendorong penggunaan bahasa lisan yang lebih dominan.

7) Norms mengacu pada norma atau aturan bertingkah laku dalam

berinteraksi dengan mitra tutur. Interaksi ini akan berkolaborasi dengan

tingkah laku maupun gerak-gerik dari anak jalanan yang dapat

diinterpretasikan sebagai satu kesatuan berkomunikasi.

8) Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Penutur maupun

mitra tutur dalam berkomunikasi menggunakan sajian lisan langsung

atau tidak langsung. Dalam hal ini juga dipertimbangkan, ketika ada

pihak lain yang memengaruhi pertuturan.

Dalam teori Hymes di atas dapat diidentifikasi bahwa sebuah

percakapan baru dapat dikatakan sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi

syarat setting dan scene, participants, ends, act sequance, key,

instrumentalities, norms, dan genres.

Page 28: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2. Hakikat Register

a. Pengertian Register

Konsep register berdasarkan perspektif sosiolinguistik pada mulanya,

register dipakai oleh kelompok profesi tertentu. Bermula dari adanya usaha

orang-orang yang terlibat dalam komunikasi secara cepat, tepat, dan efisien di

dalam suatu kelompok kemudian mereka menciptakan ungkapan khusus yang

dipakai oleh kelompok mereka sendiri.

Setiap anggota kelompok itu beranggapan sudah dapat saling

mengetahui karena mereka sama-sama memiliki pengetahuan, pengalaman,

dan kepentingan yang sama. Selain karena pengetahuan, pengalaman, dan

kepentingan yang sama, juga karena masa pertemuan yang cukup rutin

membuat sekelompok orang memiliki objek pembicaraan yang terkadang

sama. Dengan kekerapan pertemuan setiap anggota masyarakat bahasa,

membuat masyarakat menggunakan dan mengaplikasikan sistem bahasa yang

sama. Sistem bahasa tersebutlah yang disebut dengan register. Jadi, dapat

dikatakan bahwa intensitas pertemuan mampu mengubah komunikasi lebih

intim dan komunikasi tersebut dapat menjadi satu aspek perubahan tuturan

yang ada antara satu dengan yang lainnya.

Akibat dari interaksi semacam itu, akhirnya bentuk tuturan

(kebahasaannya) akan menunjukkan ciri-ciri tertentu. Semisal, pengurangan

struktur sintaksis dan pembalikan urutan kata yang normal dalam kalimat

(Holmes, 1992:27-282). Oleh karenanya, ciri-ciri tuturan (kebahasaan)

mereka selain akan mencerminkan identitas kelompok tertentu, juga dapat

menggambarkan keadaan apa yang sedang dilakukan oleh kelompok tersebut.

Konsep register telah banyak diutarakan oleh para sosiolinguis dengan

pemahaman yang berbeda-beda.

Dalam penelitian Lewandowski (2010) dinyatakan bahwa register

didefinisikan sebagai variasi bahasa berdasarkan pada situasi dan kondisi

penutur. Ditambahkan pula, bahwa register akan semakin kuat apabila

hubungan tiap anggota tuturan tidak dalam bermasalah. Selain itu, dijelaskan

bahwa register akan menjadi satu media perbincangan antaranggota

Page 29: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

kelompok untuk saling mengerti hal tersebut. Hal ini didukung dari pendapat

Holmes (1992:276) memahami register dengan konsep yang lebih umum

karena disejajarkan dengan konsep ragam (style). Style juga berarti gaya, gaya

penggunaan bahasa. Jadi, menurut Holmes (1992), mungkin saja satu

komunitas tertentu memiliki ragam dan gaya yang sama, namun ketika

dibandingkan dengan gaya atau ragam yang dimiliki komunitas lainnya akan

cukup berbeda, dan bahkan berbeda sama sekali. Setiap detail ciri dan

kekhasan dari ragam dipaparkan Holmes (1992) juga merupakan ciri dan

kekhasan register.

Selain pendapat dari Holmes, beberapa sosiolinguis menjelaskan

konsep register secara lebih sempit, yakni hanya mengacu pada pemakaian

kosakata khusus yang berkaitan dengan kelompok pekerjaan yang berbeda.

Karena perbedaan ragam dan register tidak begitu penting maka kebanyakan

para sosiolinguis tidak begitu mempermasalahkannya.

Selain dikaitkan dengan ragam seperti yang dijelaskan di atas, register

pun turut dikaitkan dengan dialek. Dalam pembicaraan tentang register pada

umumnya, Chaer (2004) menambahkan, apabila dialek berkenaan dengan

masalah bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register

berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.

Seseorang dalam kehidupannya mungkin saja hanya memiliki satu

dialek, misalnya masyarakat di daerah Kebumen akan menggunakan

dialeknya dalam kehidupannya sehari-hari. Namun, masyarakat tersebut pasti

tidak hidup hanya dengan satu register saja. Sebab, dalam kehidupannya

sebagai anggota masyarakat, bidang kegiatan yang harus dilakukan pasti lebih

dari satu kegiatan.

Semisal, seorang ahli bedah yang juga seorang relawan dalam sebuah

perang, ia akan terus berkomunikasi dan berinteraksi dengan para ahli bedah

lain dengan bahasa dokter. Ketika ahli bedah berkumpul dengan para relawan

perang di medan laga, maka ia akan menggunakan bahasa dan kode tertentu

dalam berkomunikasi. Ini menunjukkan bahwa ketika si ahli bedah berasal

Page 30: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dari daerah Madura, meski ia memiliki dan menggunakan logat Madura,

dalam berkomunikasi kerja ia tetap memiliki register lebih dari satu bahasa.

Variasi bahasa yang berkenaan dengan penggunaanya, pemakaianya,

atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan, 1991), ragam, atau register.

Secara tidak langsung, Nababan memaparkan bahwa register juga merupakan

satu variasi bahasa berdasarkan pada fungsinya. Pendapat tersebut diperkuat

dengan pendapat Chaer (2004:69), bahwa variasi bahasa berdasarkan fungsi

lazim disebut register. Variasi bahasa pada umumnya dibicarakan berdasarkan

bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan.

Wardhaugh (dalam Purnanto, 2002:12), register merupakan variasi

bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok tertentu atau di dalam suatu

komunitas tertentu. Jadi, bertumpu pada pendapat Wardhaugh, pemakaian

bahasa oleh sekelompok orang yang ditandai oleh adanya pemilihan kosakata-

kosakata tertentu sesuai dengan kelompok-kelompok profesi atau sosial

tertentu dinamakan sebagai register. Secara tersirat, Wardhaugh memaparkan

penggunaan register berada di setiap elemen kelompok masyarakat seperti

penggunaan bahasa dalam pasukan pengaman presiden, tentara, polisi,

penjahat jalanan, mahasiswa, dosen, ilmuwan dan berbagai golongan

masyarakat bahasa, termasuk anak jalanan.

Hymes (dalam Purnanto, 2002:19) menyatakan bahwa pemilihan

pemakaian register tidak hanya karena adanya situasi tertentu yang menuntut

penggunaan register, tetapi pemilihan register juga turut menentukan situasi

pemakaiannya. Jika dijabarkan, Hymes menjelaskan peran register mampu

menentukan situasi pemakaiannya. Dalam situasi tertentu, register mampu

menentukan situasi yang berbeda, tergantung pada tujuan penggunaan dan

makna yang terkandung di dalamnya.

Di samping ragam, dalam variasi tutur juga terdapat tingkat tutur,

variasi bahasa, dan register (Poedjosoedarmo, 2001). Secara umum, register

dapat digunakan oleh siapa saja dan dalam bidang yang tidak terbatas. Semisal

di bidang jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian,

perdagangan bahkan komunitas kecil seperti anak jalanan dalam satu lingkup

Page 31: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

tertentu. Menurut Chaer (2004), variasi bahasa atau register akan sangat

tampak pada bidang kosakata. Setiap bidang tertentu mestinya memiliki

kosakata khusus dan hanya tertentu saja diketahui.

Register secara sederhana dapat dikatakan sebagai variasi bahasa

berdasarkan fungsi penggunaannya. Di dalam konsep ini, register tidak

terbatas pada pilihan kata saja, tetapi juga termasuk pada pilihan penggunaan

struktur teks. Register meliputi seluruh pilihan aspek kebahasaan atau

linguistik dan banyak linguis menyebut register sebagai style atau gaya

bahasa. Variasi pilihan register tergantung pada konteks dan situasi, antara

lain terdiri dari 3 variabel yaitu: field (medan), tenor (pelibat), dan mode

(sarana). Ketiganya selalu bekerja secara simultan untuk membentuk

konfigurasi makna.

Konsep register berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena

munculnya variasi bahasa sangat dimungkinkan oleh berbagai faktor yang

mempengaruhinya. Dalam kaitan ini, Hymes menyatakan bahwa pemilihan

pemakaian register tidak hanya karena adanya situasi tertentu yang menuntut

penggunaan register, tetapi pemilihan register juga turut menentukan situasi

pemakaiannya. Konsep Hymes setidaknya mengandung dua arah

pemahaman, yaitu: (1) munculnya variasi bahasa karena dipengaruhi oleh

faktor situasi tertentu dan (2) pemakaian variasi bahasa menyatakan situasi

tertentu. Hudson (1996:24) menyatakan bahwa register as varieties according

to user

sejalan dengan pendapat Spolsky (1998:33) bahwa, register is variety

associated with a specific function, register adalah variasi bahasa yang

dihubungkan dengan fungsi khusus.

Halliday (1978:35) menjelaskan bahwa register adalah bentuk variasi

bahasa berdasarkan pada penggunaan bahasa tersebut. Ia juga menjelaskan,

yang sedang dilakukan (keadaan alami aktivitas) dan bentuk pengekspresian

yang berbeda pada proses sosial. Jadi, register adalah cara mengungkapkan

hal berbeda dan memiliki makna yang berbeda. Halliday juga memberikan

Page 32: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

sebuah contoh ekstrim, yakni bahasa yang terbatas dan penggunaan bahasa

yang khusus untuk tujuan yang khusus pula.

Ibrahim (1995:45) menyatakan bahwa register merupakan salah satu

kajian ilmu bahasa kaitannya dengan sosiologi dengan adanya variable status

keakraban, peralian keluarga, sikap, dan tujuan tiap anggota kelompok.

Register digunakan oleh komunitas tertentu sebagai bentuk keakraban,

simbol, dan sikap penggunanya. Penggunaan bahasa cenderung memberikan

dampak yang berbeda bagi pendengarnya.

Register ini sering digunakan pada suatu komunitas tertentu seperti

komunitas penyiar, tukang becak, pedagang, banci bahkan pada komunitas

terdidik seperti siswa maupun mahasiswa. Anak jalanan yang biasanya

tergabung di dalam suatu komunitas juga menggunakan register di dalam

keseharianya. Register tidak hanya digunakan sebagai komunikasi dengan

orang satu komunitas tetapi juga di luar komunitas (kelompok anak jalanan

lain dan masyarakat umum).

Parera (1993:133) mendefinisikan register adalah variasi dalam tutur

yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu dengan profesi dan perhatian

yang sama. Satu register yang khusus dapat dibedakan dengan register yang

lain. Register ditentukan oleh pelibat bicara, medan makna yang dicocokkan

dengan profesi dan perhatian serta sarana yang digunakan. Dengan kata lain,

Parera menjelaskan bahwa register satu kelompok/komunitas akan memiliki

pemaknaan, fungsi penggunaan yang berbeda dengan register dari

kelompok/komunitas serupa lainnya. Dalam satu komunitas serupa pun

memiliki perbedaan, apalagi jika dibandingkan dengan lain profesi dalam

komunitas yang berbeda pula.

Di lain pihak Ferguson (1994:20) memaparkan bahwa variasi register

adalah situasi komunikasi yang terjadi secara teratur dalam masyarakat

(dalam hal partisipan, setting, fungsi komunikasi), akan cenderung

memunculkan ciri struktur dan penggunaan bahasa yang berbeda dari situasi

komunikasi yang lain. Orang yang terlibat dalam stuasi komunikasi secara

langsung akan cenderung mengembangkan kosakata, ciri-ciri intonasi yang

Page 33: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

sama, dan potongan-potongan kalimat serta fonologi yang mereka gunakan

dalam situasi tertentu. Ciri-ciri register yang demikian itu, akan memudahkan

komunikasi yang cepat sementara ciri yang lain dapat membina perasaan

yang erat (Ferguson dalam Purnanto, 2002:21).

Atmahardianto (2012) menyimpulkan dalam skripsinya, bahwa

register merupakan ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya, yaitu bahasa

yang digunakan tergantung pada apa yang sedang dikerjakan dan sifat

kegiatannya. Register mencerminkan aspek lain dari tingkat sosial, yaitu

proses sosial yang merupakan macam-macam kegiatan sosial yang biasanya

melibatkan orang. Register merupakan bentuk makna yang khususnya

dihubungkan dengan konteks sosial tertentu, yang di dalamnya banyak

kegiatan dan sedikit percakapan, yang kadang-kadang disebut sebagai bahasa

tindakan.

b. Kajian Bahasa Register

Register terdiri dari beberapa macam. Dipandang dari berbagai sudut

pandang yang berbeda, dalam Pateda (1990:65) membagi register menjadi

lima macam, yaitu :

1) Oratorical atau frozen yang digunakan oleh pembicara yang profesional

sehingga seseorang tertarik dengan pembicaraannya. Register pada jenis

oratorical pada umumnya digunakan oleh seorang ahli yang memiliki

pendidikan keilmuan. Seperti ahli bedah, dokter, redaktur, manajer,

akuntan, politikus, jaksa, dan ahli bidang keilmuan lainnya. Pembicaraan

dalam jenis register ini dianggap menarik, karena keilmuan yang

diperbincangkan memiliki bobot tersendiri.

2) Deliberate atau formal, ditujukan kepada pendengar untuk memperluas

pembicaraan yang disengaja. Pada register formal, setiap perbincangan

mengarah pada keadaan yang resmi. Dalam situasi dan keadaan resmi pun

beberapa komunikan tetap menggunakan register dalam percakapan situasi

resmi. Berbagai motif penggunaan register yang hanya dimengerti sebagian

Page 34: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

kecil ini tidak menjadi masalah, asalkan komunikan merasa lebih nyaman

ketika berbincang dengan register.

3) Konsultatif, terdapat dalam transaksi perdagangan ditempat terjadi dialog

karena ia membutuhkan persetujuan. Konsultatif adalah register yang

cukup berbeda dengan yang lainnya. Register jenis ini lebih bersifat tidak

resmi, namun tidak terlalu santai. Akrab dan mengena, namun tidak saling

intim. Secara implisit, Pateda memaparkan bahwa dalam perdagangan, ada

banyak sekali penggunaan register untuk berbagai keperluan terutama

dalam transaksi perdagangan.

4) Casual, untuk menghilangkan rintang-rintangan antara dua orang yang

berkomunikasi. Casual dalam hal ini adalah santai dan tidak ada bentuk

tertekan karena kebutuhan, atau karena profesi. Namun, jenis register

casual ini lebih umum dan dalam kondisi santai. Kondisi antarpenutur tidak

terikat pada situasi yang formal maupun ada penghalang. Kondisi santai

tidak mengikat tujuan perbincangan yang kukuh.

5) Intimate, digunakan dalam situasi dan suasana kekeluargaan. Pada register

jenis ini, register lebih bersifat pada penggunaan intim. Jenis penggunaan

register ini lebih intim dan tidak ada penghalang antarkomunikan. Jenis

situasi atau kondisi antara lain, kekeluargaan, persahabatan karib, geng

karib, dan berbagai bentuk hubungan intim lainnya. Dalam kondisi ini

antarpenutur sudah sangat dekat dan tanpa ada halangan.

Ada tiga komponen pokok dalam analisis register, yaitu: (1) analisis

ciri-ciri linguistik register, (2) analisis ciri-ciri situasional, dan (3) analisis

fungsional dan konvensional atau gabungan ciri-ciri linguistik dan situasional

(Biber dalam Purnanto, 2002:24)

1) Analisis ciri-ciri linguistik register

Ada dua tipe penandaan dalam ciri linguistik register, yaitu penanda

register dan ciri linguistik inti (Purnanto, 2002:24). Penanda register

merupakan ciri-ciri yang membedakan dan hanya dapat ditemukan dalam

register-register tertentu, misalnya dalam kata combo yang artinya

bermain musik bersama-sama dalam satu tim secara lengkap

Page 35: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

2) Analisis ciri-ciri situasional register

Dalam membentuk ciri situasional register, dalam bahasa komunikasi

anak jalanan dilakukan dengan mengacu pada pembentuk makna register

yaitu berupa kosakata ataupun ungkapan yang bertumpu pada faktor-

faktor utama dan faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya register

tersebut, dalam konteks situasi yang melatarbelakanginya

3) Analisis fungsional dan konvensional untuk ciri-ciri linguistik situasional.

Untuk mendapatkan analisis fungsi dan konvensional, dilakukan

pendekatan secara multidimensional. Pemakaian register oleh anak

jalanan di Kota Surakarta sangat berkaitan dengan situasi tutur

masyarakat. Seperti juga yang banyak terjadi di bidang-bidang yang lain,

pemilihan kosakata dalam percakapan komunitas anak jalanan sedikit

banyak dipengaruhi oleh faktor sosial, situasional, dan kultural. Bertolak

dari hal tersebut maka penggunaan kosakatanya pun akan terpengaruhi

atau beralih menjadi bahasa Jawa, sebab masayarakat Surakarta juga

merupakan masyarakat diglosik, yang tidak hanya mengggunakan satu

bahasa dalam berkomunikasi.

Meski penggunaan register terbatas pada lingkup dan komunitas

tertentu saja, namun secara garis besar kajian berkenaan dengan register

dibahas dalam sosiolinguistik. Sosiolinguistik yang hakekatnya adalah kajian

yang berhubungan antara keadaan masyarakat dan kebahasaan yang

terkandung di dalamnya. Masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat bahasa,

yakni seluruh masyarakat yang di dalamnya menggunakan bahasa sebagai

alat komunikasi dan interaksi antarindividu dalam kelompok.

Suwito (1982) menyatakan bahwa masyarakat bahasa (speech

community) adalah suatu masyarakat atau sekelompok orang yang

mempunyai verbal repertoire relatif sama dan mempunyai penilaian sama

terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang dipergunakan dalam

masyarakat itu. Anwar (1990:30) menjelaskan, bahwa yang dimaksud

masyarakat bahasa ialah suatu masyarakat yang didasarkan kepada

Page 36: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

penggunaan bahasa tertentu yang menjadi ukuran untuk menunjuk kepada

masyarakat itu ialah bahasa yang digunakan oleh para anggota masyarakat

itu dalam kehidupan mereka. Masyarakat bahasa bukan hanya kelompok

orang yang menggunakan bahasa sama, tetapi sekelompok orang yang juga

mempunyai norma sama dalam memakai bentuk-bentuk bahasa.

Oleh karena itu, setiap kelompok dalam masyarakat yang karena

tempat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya, menggunakan bahasa

sama serta mempunyai penilaian sama terhadap norma-norma pemakaian

bahasanya dapat membentuk masyarakat tutur atau masyarakat bahasa.

Dalam masyarakat bahasa, memungkinkan munculnya komunitas bahasa dan

penggunaan bahasa yang hanya dipahami dan dimengerti golongan komunitas

tertentu saja. Dengan adanya komunitas yang memahami bahasa tertentu,

akan muncul variasi bahasa yang akan menyatukan setiap bahasa dalam

komunitas tersebut.

Masyarakat bahasa tidak memiliki lingkup yang terbatas, namun

bersifat sangat luas dan universal. Tidak melulu pada situasi baku, formal,

santai, ataupun intim. Penggunaan bahasa dalam masyarakat bahasa tidak

terpaku pada keadaan, situasi, jenis percakapan, namun secara umum. Contoh

masyarakat bahasa adalah masyarakat atau komunitas kedokteran, keguruan,

kepolitikan, kehukuman dan berbagai bentuk masyarakat yang lainnya.

3. Hakikat Anak Jalanan

Anak jalanan digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan

tingkat stratifikasi sosial rendah atau merupakan golongan bawah grassroots

dengan status sosial serta posisi kekuasaan/wewenang (power/autority) yang

tidak jelas. Tidak memiliki banyak akses ke sumber daya serta tidak memiliki

kemampuan untuk menjadi subjek (Ritzer dan Godman, 2004).

Pernyataan di atas didukung pula oleh pendapat Brick (2001) yang

menyatakan bahwa anak jalanan pada intinya adalah anak yang tidak

memiliki tempat tinggal yang tetap. Brick menambahkan bahwa situasi

Page 37: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

kehidupan anak jalanan adalah tempat-tempat umum yang jauh dari suasana

kekeluargaan pada umumnya.

Jumlah anak jalanan di Indonesia ternyata cukup fantastis. Meskipun

tersebar di berbagai daerah dengan kuota masing-masing, data yang tercatat

pun masih melejit. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial Republik

Indonesia (2009) jumlah anak terlantar sebanyak 3.488.309, Balita terlantar

sebanyak 1.178.824, anak rawan terlantar sebanyak 10.322.674, sementara

anak nakal sebanyak 193.155 anak, dan anak cacat sebanyak 367.520 anak.

Hal tersebut diperkuat dengan survei mahasiswa dari Unika Atmajaya Jakarta

di 12 Kota Besar di Indonesia pada tahun 1999, menyebutkan jumlahnya

39.861 anak (Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2009).

Berdasarkan data di atas, ternyata jumlah anak jalanan meningkat

drastis dibanding tahun 2002. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) yang diselenggarakan dengan kerjasama Badan Pusat Statistik

(BPS) dan Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos)

pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sebanyak 94.674 anak (Kementerian

Sosial Republik Indonesia, 2009).

Menurut data Badan Pemberdayaan Masyarakat Perlindungan

Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PP, PA

dan KB) Kota Surakarta serta data-data Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) jumlah anak jalanan di Surakarta tak kurang dari ratusan anak.

DINSOSNAKERTRANS (Arum, 2010) mencatat jumlah anak jalanan di

Kota Surakarta mencapai 648 anak yang terdiri dari anak terlantar, anak

nakal, dan anak jalanan tersebar di Solo. Jumlah ini diperkirakan semakin

meningkat pada beberapa tahun mendatang. Memang tak sedikit pihak yang

melakukan upaya penanganan. Namun sebagian besar upaya tersebut masih

bersifat sementara dan insidental.

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang berusia di bawah 21

tahun dan belum menikah. Lain halnya dengan Undang-Undang No. 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikemukakan bahwa anak adalah

Page 38: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Dalam penelitian register anak jalanan ini, anak didefinisikan

sebagai seorang manusia yang masih kecil, berkisar antara 6 16 tahun yang

mempunyai ciri-ciri fisik yang masih berkembang dan masih memerlukan

dukungan dari lingkungannya. Seperti manusia pada umumnya, anak juga

mempunyai berbagai kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial.

Bermula dan besar di jalanan, anak pun berinteraksi dengan kehidupan

jalanan. Pada umumnya, berdasarkan observasi di beberapa titik di Kota

Surakarta, anak jalanan ditemani oleh orangtuanya. Pada akhirnya, apabila

diawasi saja. Dari

pernyataan tersebut, maka anak jalanan didefinisikan sebagai anak yang

berumur 4-18 tahun dan memiliki kehidupan di jalanan. Pernyataan tersebut

dikuatkan oleh pendapat Kuswarno (2009) bahwa kata jalan menunjukkan

suatu tempat di mana mereka melakukan aktivitas kehidupannya dan

maknanya positif atau paling tidak netral.

Tidak sedikit dari anak jalanan bermula dengan perilaku sederhana dan

melakukan tindakan-tindakan yang salah, akhirnya menyebar ke dalam segi

kehidupan yang lainnya. Mereka yang pada mulanya hanya untuk mencari

uang, kemudian menjadi satu mata pencaharian dan hobi bersama. Hal ini

didukung dari penelitian Saludung (2002) yang menyatakan bahwa mereka

yang mengemis karena sangat miskin, dorongan kebutuhan makanan dan

biaya pendidikan anak.

Dari penelitian Saludung, tergambar betapa mirisnya kehidupan anak

jalanan, karena keadaan ekonomi keluarga yang mendorong mereka untuk

berada di jalan sedangkan itu bukan pilihan bagi mereka. Dengan keberadaan

mereka di jalan, anak jalanan akan semakin rusak oleh lingkungan yang

membentuk mereka, hal ini seperti yang dinyatakan Izzudin (dalam

Kuswarno 2009:98) berhasil mengungkap bahwa anak jalanan jarang

tersentuh oleh peraturan, baik peraturan adat maupun peraturan pemerintah.

Semakin anak jalanan tidak tersentuh peraturan adat maupun

pemerintah, mereka akan semakin liar dan mengisolasi diri sendiri.

Page 39: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Pernyataan ini didukung pendapat dari Faturrokhman (2000) yang berhasil

mengungkapkan karakteristik dari anak jalanan di alun-alun Kota Bandung.

Salah satunya adalah, anak jalanan itu tidak tersentuh oleh norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat sehingga menjadikan mereka subetnis dalam

masyarakat. Oleh karena itu mereka dapat mengembangkan bahasa mereka

sendiri.

Pengertian children on the street (anak jalanan) menurut Suhartanto

(2008) adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang

masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan

dalam kategori ini. Pertama, anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya

dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari. Kedua, anak yang melakukan

kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan

hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan

jadwal yang tidak rutin. Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan

seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan

atau memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.

Anak yang seharusnya bermain dan bersekolah terpaksa harus bekerja

keras mencari rizki di jalanan. Kehidupan jalanan yang begitu keras

berpengaruh besar terhadap perkembangan mereka baik perkembangan fisik,

sosial maupun psikologis. Kehidupan mereka begitu rentan terhadap

kekerasan, eksploitasi, pelecehan seksual, bahkan kriminalitas. Selaras dengan

pernyataan Kuswarno (2009), kehidupan di jalanan adalah kehidupan yang

keras dan mereka bertahan dan berjuang pada kehidupan kerasnya jalanan,

bahkan sebagian dari mereka menyebutkan bahwa tindakan mereka adalah

bekerja.

Suhartanto (2008) menjelaskan bahwa anak jalanan dengan keunikan

kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak

yang normal. Komunikasi intrabudaya anak jalanan dapat menjelaskan

tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan oleh mereka.

Aspek-aspek tersebut tampak manakala berkomunikasi dengan sesama,

Page 40: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan

lembaga pemerintah.

Anak jalanan yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan

berbeda dalam hal ini salah satunya adalah penggunaan bahasa. Perilaku

komunikasi dengan bahasa tertentu biasanya berlangsung secara dominan

dengan orang-orang di sekitar jalanan. Keadaan yang memaksa anak jalanan

untuk tidak bersekolah sangatlah merugikan bagi anak jalanan itu sendiri.

Selain gagal bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas, anak jalanan

terkesan mengisolasi diri dan lebih tertutup.

Dengan keadaan yang memaksa mereka melakukan penyendirian, maka

tidak ayal mereka akan memiliki kecirian dan kekhasan yang tidak ditemui

pada motorik halus anak seusianya. Termasuk dalam kekhasan yang dimiliki

anak jalanan adalah bahasa yang dimilikinya. Bahasa anak jalanan terkesan

keras dan kasar jika diperdengarkan pada anak umumnya. Hal ini merupakan

sebuah sistem yang sudah terintegrasi pada diri anak jalanan.

Anak jalanan tidak mengerti bahasa maupun intonasinya yang kasar

atau lebih tepatnya dianggap kasar oleh masyarakat. Menurut kelompok ini,

bahasa yang mereka gunakan sah-sah saja dan tidak ada kekeliruan di

dalamnya. Selain penggunaan bahasa dan intonasi berbeda, mereka kadang

kala menciptkan bahasa sendiri. Bahasa yang hanya dimengerti oleh satu

komunitas saja dan diterapkan pula oleh satu komunitas tersebut, inilah yang

disebut register.

Dari hasil kajian pustaka berkenaan dengan anak jalanan, dapat

dikomparasikan dengan penelitian Kuswarno (2009) yang menyebutkan

bahwa sisi perilaku pengemis dapa diketahui bahwa pada umumnya

komunikasi sesama pengemis menggunakan bahasa daerah asal mereka.

Kuswarno menambahkan dalam hasil kajian temuannya, ketika anak jalanan

berada di tempat

tinggal mereka, hampir semua hidup berkelompok dengan sesama mereka

yang berasal dari daerahnya.

Page 41: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Tabel 1. Contoh bahasa yang digunakan sesama pengemis (Kuswarno, 2009)

Ngobrol dengan sesama Frekuensi Persentase

a. Bahasa Indonesia 8 33,3

b. Bahasa Daerah masing-masing 16 66,7

Jumlah 24 100

Dari tabel di atas, terlihat dari 24 anak jalanan, menggunakan bahasa

daerah disaat mengobrol dengan sesama anak jalanan. Frekuensi dari

penggunaan bahasa Jawa adalah dua per tiga dari keseluruhan sampel

penelitian.

Tabel 2. Contoh bahasa yang digunakan pengemis dengan calon

dermawan (Kuswarno, 2009)

Frekuensi Persentase

a. Bahasa Indonesia 16 66,7

b. Bahasa Daerah masing-masing 6 25,0

c. 2 8,3

Jumlah 24 100

Dari kedua tabel di atas, terlihat perbedaan penggunaan bahasa oleh

anak jalanan. Ketika anak jalanan berada dalam komunitasnya, mereka lebih

nyaman menggunakan bahasa daerah, karena dengan penggunaan bahasa

daerah, calon dermawan belum pasti memahami percakapan tersebut.

Sedangkan, untuk mendapatkan perhatian dari calon dermawannya, mereka

menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa tersebut dianggap lebih universal.

Dengan begitu, terlihat jelas fungsi bahasa telah dipahami sebagai tujuan dan

penggunaannya oleh anak jalanan. Semakin terlihat, bahwa anak jalanan

merupakan anggota masyarakat bahasa yang penting untuk diteliti.

Page 42: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

B. Kerangka Berpikir

Register merupakan bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang yang

bahasanya memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Keunikan dan kekhasan itu

terlihat pada penggunaan kosakata, kalimat pada situasi, dan kondisi mereka.

Setiap kelompok atau komunitas memiliki register sendiri seperti pada anak

jalanan dan tentunya penggunaan register tersebut juga memiliki tujuan atau

maksud tertentu. Register yang nampak di komunitas anak jalanan di Kota

Surakarta akan dipetakan melalui penelitian ini. Setiap register yang muncul akan

didata dan dianalisis.

Berdasarkan pada kerangka berpikir yang dirancang, menunjukkan bahwa

setiap register yang muncul dalam pergaulan anak jalanan sangat beragam dan di

antaranya karena kedekatan antaranak jalanan dalam komunitas. Kemungkinan

munculnya register dalam komunitas anak jalanan sebagai masyarakat bahasa

adalah kesamaan dan frekuensi kesibukan bersama. Dengan frekuensi yang tinggi,

maka register yang diciptakan akan semakin kuat sehingga bahasa tersebut hanya

dimengerti komunitas itu saja. Dengan pola yang demikian nantinya akan dibuat

analisis hasil penelitian tetang register yang dipakai oleh anak jalanan di Kota

Surakarta.

Setiap bahasa yang ada dalam anak jalanan perlu untuk dianalisis, karena

nyatanya register yang ada dalam pergaulan mereka memiliki kandungan makna

yang berbeda dengan penggunaan keseharian masyarakat pada umumnya. Analisis

data penggunaan register anak jalanan menggunakan teori speaking milik Hymes

(dalam Bell, 1976:79).

Penemuan yang ada dalam penelitian ini tidak berhenti pada analisis

speaking saja, namun akan ada pembahasan pada dua rumusan masalah yang

dipaparkan sebelumnya. Pertama membahas mengenai karakteristik bahasa

register anak jalanan Kota Surakarta. Pada pembahasan ini, akan ditemukan

beberapa karakteristik yang sama dari setiap fenomena munculnya register anak

jalanan di Kota Surakarta.

Di samping mengutarakan adanya karakteristik dari setiap bahasa yang

muncul dari kalangan anak jalanan, juga perlu ditemukan adanya tujuan dari

Page 43: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

penggunaan register di kalangan anak jalanan di Kota Surakarta. Setiap register

yang dipakai anak jalanan akan dipaparkan keberfungsiannya dan tujuan

dipakainya register tersebut.

Dalam penelitian ini akan dipaparkan pula makna yang tersirat dari

register tersebut serta penutur, keadaan situasi dan kondisi percakapan, serta

berbagai aspek lain. Lebih jelasnya, alur/kerangka berpikir penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Karakteristik bahasa register anak jalanan Kota

Surakarta

Tujuan penggunaan bahasa register pada anak jalanan

Anak Jalanan Kota Surakarta

Sosiolinguistik : Register

Kesibukan bersama yang tidak berkaitan dengan

Profesi

Timbul karena aktivitas dan profesi sosial yang sama

Bahasa register anak jalanan di Kota Surakarta

Page 44: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Register anak jalanan Kota Surakarta dikaji dengan sosiolinguistik.

Menurut Holmes (1992) sosiolinguistik mempelajari hubungan antara bahasa dan

keadaan sosial. Holmes juga berpendapat, bahwa sosiolingustik mempelajari

alasan masyarakat bahasa yang berbicara dengan cara yang berbeda. Kajian

sosiolinguistik membantu penyimak bahasa untuk memahami suatu bahasa

dengan konteks sosial yang menyelimutinya. Tingkatan sosial seseorang yang

berbeda mempersulit mitranya untuk memahami suatu interaksi, sedangkan

lapisan masyarakat di Indonesia sangat beragam. Bertumpu dari alasan tersebut,

perlu adanya kajian sosiolinguistik untuk membantu penyelesaian masalah

interaksi antaranggota masyarakat.

Dijelaskan pula oleh Kridalaksana (1993:181) yang menyatakan bahwa

sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan saling

pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Pemaknaan yang lebih luas

adalah linguistik mampu memengaruhi keadaan sosial suatu masyarakat.

Sedangkan ada timbal balik, bahwa keadaan sosial masyarakat juga memengaruhi

bahasa yang digunakan. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

akan mengkaji keilmuan di bidang bahasa masyarakat anak jalanan kota

Ssurakarta. Setiap bahasa anak jalanan akan digali informasi penggunaan

registernya.

Konsep anak jalanan adalah setiap anak yang berada di jalanan untuk

berbagai kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan anak jalanan tidak terpusat pada

kegiatan ekonomi saja, namun juga kegiatan sosial seperti nongkrong. Anak

jalanan tidak dipilah menurut profesinya, namun dipilah berdasar pada keberadaan

anak jalanan di lingkungan masyarakat Surakarta. Didukung pula dari penelitian

Brick (2001) yang menyatakan bahwa anak jalanan pada intinya adalah anak yang

tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Brick menambahkan bahwa situasi

Page 45: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kehidupan anak jalanan adalah tempat-tempat umum yang jauh dari suasana

kekeluargaan pada umumnya.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan register anak jalanan

sebagai kajian utamanya, sehingga penelitian ini perlu menggunakan tempat

khusus dalam penelitiannya. Selain observasi di sepanjang jalan, penelitian ini

juga melakukan wawancara dengan narasumber atau informan yang dibutuhkan

dalam mendukung penelitian. Bahan observasi atau objek kajian ini adalah

register pada anak jalanan. Tempat penelitian di Kota Surakarta yang meliputi

Kecamatan Jebres, Kecamatan Serengan, dan Kecamatan Banjarsari. Dengan

lokasi yang rinci, yakni: (1) Pasar Ledoksari, (2) Teras Panggung Motor Yamaha,

(3) Pusat Pembinaan Anak Jalanan dan Orang Pinggiran (PPAP) Seroja,

(4) Stasiun Kereta Api Jebres, (5) Lampu Lalu Lintas Perempatan Bank Indonesia,

(6) Terminal Tirtonadi, (7) Perempatan Jimbaran Radio, (8) Stasiun Kereta Api

Balapan, (9) Kecamatan Serengan.

Pada setiap titik lokasi penelitian tidak dibatasi waktu penelitian. Secara

umum, kegiatan penelitian terdiri dari survei dan observasi lokasi penelitian dan

keberadaan anak jalanan. Survei meliputi pemilihan tempat yang dituju dan

peninjauan jumlah anak jalanan, sedangkan observasi meliputi pengambilan data

tentang anak jalanan seperti tempat tinggal, usia, jenis kelamin, dan status

pernikahan. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan pendekatan komunikatif

dengan anak jalanan maupun komunitasnya. Agar berterima di lokasi penelitian

dan tidak dianggap pengganggu, maka perlu adanya pendekatan khusus untuk

berteman dengan mereka. Setelah adanya hubungan interpersonal antara peneliti

dan anak jalanan, maka selanjutnya adalah persiapan sarana dan prasarana yang

dibutuhkan.

Anak jalanan diberikan ruang gerak untuk mengembangkan bahasa yang

dimilikinya untuk bercakap-cakap dengan lingkungan sekitarnya tanpa

terpengaruh keadaan dan kondisi peneliti. Seluruh sarana dan prasrana yang

disiapkan, akan menjadi fasilitas dalam pengumpulan data, analisis data, verifikasi

data, dan penulisan laporan penelitian. Dari serangkaian kegiatan penelitian

tersebut, diharapkan mampu terselesaikan dalam kurun waktu satu tahun.

Page 46: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2012 Desember 2012. Sesuai dengan

karakter penelitian kualitatif, waktu dan kegiatan penelitian bersifat fleksibel.

Adapun rincian waktu kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. di bawah

ini.

Gambar 2. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

No Waktu Kegiatan Penelitian

Juli Agustus September Oktober November Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan Proposal

X X

2. Survei dan observasi awal

X X X X

3. Identifikasi Lokasi Penelitian

X X X

4. Identifikasi Informan

X X

5. Persiapan dan penyusunan Instrumen

X X

6. Pengumpulan data

X X X X X X X X

7. Reduksi data X X X X X

8. Display data X X X

9. Verivikasi data X X X

10. Penarikan Simpulan

X X X X X

11. Penulisan Laporan Penelitian

X X X X X X X X

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif. Hal ini disesuaikan dengan

rumusan masalah penelitian yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini

Page 47: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

informasi yang bersifat kualitatif dideskripsikan secara teliti dan analitis.

Pendeskripsian meliputi mencatat dan meneliti register anak jalanan.

Stategi penelitian yakni studi kasus. Studi kasus adalah sebuah metode

penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat

dalam konteks kehidupan nyata. Studi kasus dilakukan melalui observasi, peneliti

menjadi partisipan pasif dan sebisa mungkin tidak diketahui keberadaannya oleh

anak jalanan. Hal ini disebabkan, kondisi anak jalanan yang lebih sensitif dan

agresif. Oleh karena itu, data diperlukan seobjektif mungkin dengan keadaan

natural anak jalanan. Kemudian melakukan wawancara dengan dengan teknik

sadap, teknik simak (baik dengan teknik simak libat cakap maupun teknik simak

bebas libat cakap), teknik rekam dan teknik catat. Wawancara yang dilakukan

meliputi wawancara individual, wawancara kelompok, dan wawancara kepada

informan utama baik anak jalanan, masyarakat terdekat maupun pakar bahasa.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data atau informasi penting yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian

ini berupa data kualitatif. Data penelitian ini diperoleh melalui hasil menyimak

percakapan dan wawancara register anak jalanan. Data ini bersifat kualitatif dan

akan disajikan dengan kata-kata dan kalimat. Dalam penelitian ini, informasi yang

bersifat evaluatif kualitatif dideskripsikan secara teliti dan analitis. Pendeskripsian

meliputi mencatat dan meneliti hasil observasi dan wawancara. Register yang

ditemukan dalam percakapan antaranak jalanan maupun anak jalanan ketika

ditanya berkenaan dengan kosakata yang dipakai dalam kesehariannya.

Data berupa kata maupun frasa yang merupakan register. Data ini

dianalisis dan didiskripsikan dalam bentuk kalimat maupun deskripsi singkat.

Peneliti juga menggambarkan bentuk percakapan, situasi, dan atribut informasi

dalam pengambilan data.

Page 48: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah :

a. Peristiwa

Sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah peristiwa tutur anak

jalanan berada di jalan, saat sedang mengamen, saat sedang mengobrol

dengan sesama anak jalanan, saat anak jalanan diwawancarai. Secara

umum, kegiatan mereka berpusat di Pasar Ledoksari, perempatan

Panggung, Stasiun Jebres, Pasar Jebres, dan Terminal Tertonadi.

b. Informan

Anak jalanan di Surakarta dengan rentang usia 4-18 tahun. Masyararakat

anak jalanan di Surakarta, meliputi pengamen, pengemis, penjual koran,

dan anak-anak jalanan lainnya yang pekerjaannya hanya nongkrong di

pinggir jalan ataupun beraktivitas lainnya.

D. Teknik Sampling

Populasi dari penelitian ini adalah anak jalanan di Kota Surakarta. Kota

Surakarta membawahi lima kecamatan, antara lain Kecamatan Serengan,

Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Pasar Kliwon, dan

Kecamatan Laweyan. Dalam penelitian register anak jalanan di Kota Surakarta

dilakukan pengambilan sampling dengan purposive sampling. Teknik

pengambilan sampling dengan metode ini adalah pengambilan cuplikan data

dengan maksud dan tujuan tertentu.

Pengambilan sample anak jalanan tertuju pada anak jalanan wilayah

Kecamatan Serengan, Kecamatan Banjarsari, dan Kecamatan Jebres. Ketiga

kecamatan tersebut dipilih karena tujuan tertentu. Tujuan yang pertama adalah

keberanekaragaman dari anak jalanan di tiga wilayah tersebut. Selain itu,

Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari adalah wilayah yang strategis untuk

dilewati kendaraan umum. Selain itu tujuan pengambilan sample di tiga wilayah

tersebut adalah moblitas anak jalanan yang sama di tiga wilayah tersebut.

Dari hasil pengamatan penelitian, anak jalanan di satu kecamatan selalu

berpindah dari satu kecamatan ke kecamatan yang lain. Jadi, pengambilan sample

di tiga wilayah tersebut diharapkan mampu mewakili populasi.

Page 49: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

E. Teknik Pengumpulan Data

Keadaaan anak jalanan yang sebagian dari mereka tidak memiliki rumah

permanen dan psikomotor yang sensitif dan agresif memerlukan teknik tersendiri

untuk mengumpulkan data. Teknik yang dilakukan dalam mengumpulkan data

meliputi beberapa teknik, antara lain :

1. Observasi Langsung

Observasi adalah catatan lapangan, hasil pengamantan visual, yang

menjelaskan momen-momen dan nilai-nilai rutinitas dan problematik

kehidupan setiap individu yang terlibat di dalam penelitian. Lebih sering

menjadi pelengkap metode lain, tidak berdiri sendiri. Kegiatan observasi

harus dicatat serinci mungkin, secara deskriptif, bukan interpretatif. Dengan

teknik observasi ini, peneliti ikut terjun langsung melihat kegiatan anak

jalanan. Terjun ke lapangan dengan melihat kondisi dan situasi keadaan

masyarakat. Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan sosial, tempat,

pelaku, dan kejadian/peristiwa.

2. Wawancara

Menurut Stokkink (1997), wawancara bertujuan memberikan fakta,

alasan, atau opini untuk sebuah topik tertentu dengan menggunakan kata-kata

narasumber sehingga pendengar dapat membuat satu kesimpulan atau

keabsahan data. Selain itu, wawancara merupakan tanya jawab dengan

seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya

mengenai suatu hal untuk dimuat dalam surat kabar (KBBI). Wawancara

dilakukan dengan teknik sadap, teknik simak (baik dengan teknik simak libat

cakap maupun teknik simak bebas libat cakap), teknik rekam dan teknik catat.

Wawancara ini meliputi wawancara individual, wawancara kelompok, dan

wawancara kepada informan utama maupun seluruh anak jalanan.

3. Pencatatan

Pencatatan dilakukan sambil memberi tanda pada kalimat-kalimat atau

kata-kata dalam percakapan yang mengandung register. Selain itu, pencatatan

tidak serta merta mencatat di antara anak jalanan. Mengingat psikis anak

jalanan yang berbeda dengan anak pada umumnya, tentu memerlukan

Page 50: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

pendekatan ekstra pula. Tidak semudah ketika bertemu dengan anak pada

umumnya. Pada pencatatan, setiap data perlu dicatat di media ala kadarnya.

Pada kenyataannya, peneliti pernah menulis data di kulit tangan ataupun kulit

kaki. Hal itu dilakukan untuk tidak mengurangi kepercayaan anak jalanan dan

membuat agar serangkaian percakapan tetap berjalan natural.

Selain mencatat di lokasi penelitian, peneliti juga menulis dan mencatat

kembali di rekam data peneliti. Hasil catatan tersebut dikomparasikan dengan

ingatan dan diperbaiki apabila ada kesalahan. Pencatatan setelah sudah

direvisi, diketik dan dimasukkan dalam data penelitian. Pencatatan data

penelitian tidak saja pada register saja, namun seluruh penggunaan bahasa

pada masyarakat bahasa, khususnya anak jalanan di Surakarta.

F. Validitas Data

Data yang terkumpul diperiksa keabsahannya. Oleh karena itu, untuk

mengusahakan terjadinya validitas data yang diperoleh dilakukan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang dimanfaatkan sesuatu

yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu.

Dalam penelitian ini digunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber.

Triangulasi metode adalah mengecek kebenaran data dari beberapa sumber yang

berbeda dengan menggunakan beberapa metode. Triangulasi metode merupakan

proses penyokongan dan penguatan bukti terhadap temuan, analisis, dan

interpretasi data yang telah dilakukan peneliti. Pada triangulasi data jenis ini

digunakan metode ganda untuk mengkaji masalah atau program tunggal, seperti

wawancara, pengamatan, daftar wawancara terstruktur, dan dokumen.

Triangulasi sumber adalah proses penguatan dan pembuktian temuan

dengan melakukan klarifikasi dengan berbagai sumber yang berbeda dalam satu

komunitas yang sama. Temuan dalam penelitian ini dicek pada anak jalanan lain,

sehingga temuan tersebut memiliki makna yang sama dari setiap anak jalanan .

Peneliti bisa memperoleh data dari narasumber (manusia) yang berbeda posisinya

dengan teknik wawancara yang mendalam sehingga informasi dari narasumber

Page 51: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

yang satu bisa dibandingkan dengan narasumber lainnya. Triangulasi metode

mengecek kebenaran data berdasarkan perspektif metode yang berbeda. Dari

beberapa perspektif tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak

hanya sepihak sehingga bisa dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan

menyeluruh.

Dalam triangulasi data penelitian analisis register anak jalanan di Kota

Surakarta, narasumber merupakan anak jalanan. Untuk mencapai hal tersebut,

metode yang dipergunakan adalah metode triangulasi, yaitu metode yang

menggunakan beberapa sumber data untuk mencapai konvergensi data sehingga

mencapai data yang valid (Golafshani, 2003). Triangulasi yang dilakukan pada

penelitian ini adalah wawancara dan observasi.

Penggunaan metode wawancara pada pengambilan data ini adalah

wawancara dengan anak jalanan, selain itu juga wawancara dengan keluarga anak

jalanan, wawancara dengan pihak-pihak yang sering bertemu dengan anak jalanan

seperti guru luar sekolah. Metode observasi dilakukan ketika peneliti ingin

mendapatkan hasil yang natural dan tidak ada unsur yang didesain sebelumnya,

baik dari pihak anak jalanan maupun dari peneliti.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis interaktif (interactive model of analysis). Analisis model interaktif ini

merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data (display data), dan penarikan simpulan (verifikasi). Dari hasil

analisis tersebut ditemukan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan bentuk-bentuk

register dan karakteristik bahasa anak jalanan. Adapun langkah-langkah analisis

interaktif adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari data register melalui

wawancara anak jalanan kemudian mencatatnya. Selain melakukan wawancara

dengan anak jalanan, juga dilakukan observasi di lokasi penelitian. Selain itu, juga

bertanya pada beberapa pihak yang memahami keadaan dan kondisi anak jalanan.

Page 52: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Pengumpulan data juga merekam hasil wawancara dengan nara sumber lain yaitu

pakar bahasa.

Selain itu, juga dilakukan observasi (partisipan pasif). Peneliti dalam

penelitian ini berada di sekitar anak jalanan yang kemudian ditulis dan dicatat

apabila terdapat kalimat dan kata baru, yang sekiranya hanya dimiliki oleh

sebagian anak jalanan tersebut. Keberadaan peneliti di lingkungan penelitian tidak

mempengaruhi keadaan dan situasi dari anak jalanan, hal ini dilakukan untuk

tidak mengurangi keabsahan data yang dikumpulkan.

2. Reduksi Data

Teknik ini mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang

diperoleh dari hasil observasi. Dalam pencatatan tersebut dilakukan seleksi,

pemfokusan dan penyederhanaan data, data mana yang akan diambil. Proses ini

berlangsung sampai laporan ini selesai ditulis. Seluruh data yang didapatkan di

lapangan, ditranskripsikan dalam bentuk teks. Setelah semua data

ditranskripsikan, maka setiap percakapan yang tidak mengandung register akan

dihapus dan dijadikan lampiran saja. Data yang merupakan kata-kata register akan

dipakai akan dihitamkan dalam kartu data yang digunakan.

Reduksi data, pada intinya melihat dan mencermati transkrip pecakapan

maupun pembicaraan anak jalanan. Setelah dicermati dengan seksama, setiap

kosakata yang tidak memiliki perbedaan arti dalam kamus akan dikurangi dan

tidak dipakai. Pada percakapan yang dimaksudkan dilanjutkan dengan mencermati

kosakata yang dipakai.

3. Penyajian Data

Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokkan dalam

beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya mudah dilihat dan

dimengerti, sehingga mudah dianalisis. Dalam penyajian data, dibuat kartu

informasi atau sering pula disebut kartu data. Dalam setiap kartu terdapat kata

kunci dari percakapan. Kata kunci, yakni register yang menjadi data utama.

Selanjutnya dikonfirmasikan pada pihak terkait.

Setelah seluruh kata sudah masuk dalam konteks dan kalimat percakapan,

maka data segera diurutkan berdasarkan pengambilan data awal sampai terakhir.

Page 53: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Dimasukkan pula, identitas anak jalanan yang mengutarakan kalimat tersebut,

spesifikasi umur, tempat pengambilan rekaman, waktu pengambilan data, serta

deskripsi lokasi pengambilan data. Ini merupakan langkah untuk mengurangi

subjektivitas, pengurangan kesalahan deskripsi dan analisis data. Setiap kata atau

frasa mendapatkan satu bagian analisis dan kartu data. Dari setiap kartu data,

dilanjutkan dengan pencermatan dan satu register dideskripsikan dalam satu poin

yang kemudian dijabarkan secara luas.

Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan mengelompokkan

menurut kelompoknya masing-masing. Pertama, data ditulis dalam bentuk

transkrip dialog maupun monolog. Setelah data tersaji dalam bentuk dialog,

peneliti menandai kata yang masuk dalam register. Selanjutnya, peneliti

menganalisis kata atau frasa tersebut dengan teori dari Hymes (dalam Bell,

1976:79) dengan teori speaking (setting and scene, participants, ends, act, key,

instrumentalities, norms, dan genres.) Teori Hymes merupakan satu teori yang

lebih kompleks dibandingkan teori lainnya. Salah satunya teori dari Conrad dan

Biber (2000: 47). Biber dan Conrad menganalisis register berdasarkan tiga

langkah, yaitu: (1) mendeskripsikan situasi penggunaan register; (2) menganalisis

karakteristik linguistik dari register tersebut; dan (3) mengidentifikasi fungsi dan

tujuan untuk membantu menjelaskan penggunaan bahasa tersebut. Setelah data

tersebut dianalisis, maka ditarik simpulan dalam setiap kata tersebut dan

dikonsultasikan pada pakar bahasa yang memahami dan mengerti pemaknaan

dalam bahasa tersebut. Data yang sudah terkumpul pada akhirnya akan ditarik

simpulan berkenaan dengan kepemilikan makna karakter yang baik dari

dalamnya.

4. Penarikan Simpulan

Proses ini merupakan penarikan simpulan dari data yang sudah diperoleh

sejak awal penelitian. Penelitian di sini masih bersifat terbuka jadi simpulannya

masih bersifat sementara dan tidak menutup kemungkinan akan muncul

kesimpulan berikutnya secara eksplisit dan berlandaskan kuat.

Simpulan dalam penelitian ini menunjukkan hasil dari analisis register

pada anak jalanan di Kota Surakarta. Setiap hasil penelitian, dijabarkan dalam

Page 54: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

deskripsi singkat untuk menunjukkan penggunaan dan tujuan register. Namun

tentu saja, tidak semua bahasa yang dimiliki dapat terkover dalam bentuk

deskripsi lengkap. Dalam penelitian ini, belum semua register anak jalanan di

Kota Surakarta dapat terangkum. Keempat komponen di atas saling menjalin dan

dilakukan secara terus-menerus di dalam proses mengumpulkan data. Adapun

visualisasi proses analisis tersebut dapat dilihat pada Gambar. 3 di bawah ini.

Gambar 3. Analisis Interaktif (Miles & Huberman, 1992:23)

Pengumpulan Data

Penarikan simpulan

Reduksi Data Display Data

Page 55: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi

Lokasi penelitian register anak jalanan ini adalah Kota Surakarta yang

memiliki jumlah anak jalanan yang relatif tinggi. DINASKERTRANS mencatat

jumlah anak jalanan di Kota Surakarta mencapai 648 anak yang terdiri dari anak

terlantar, anak nakal, dan anak jalanan tersebar di Surakarta. Kota Surakarta terdiri

dari lima kecamatan yakni Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan

Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan, dan Kecamatan Laweyan. Secara spesifik

lokasi pengambilan data diambil di tiga titik penelitian, yakni Kecamatan Jebres,

Kecamatan Banjarsari, dan Kecamatan Serengan. Pengambilan lokasi penelitian

tersebut dikarenakan intensitas mobilitas anak jalanan di daerah tersebut yang

tinggi, keterjangkauan wilayah penelitian, dan kondisi sosial anak jalanan di tiga

kecamatan tersebut beraneka ragam.

Ketiga faktor utama di atas dianggap mampu mewakili keberagaman utama

anak jalanan di Kota Surakarta yang terdiri dari lima kecamatan di Kota Surakarta.

Kota Surakarta yang dikenal sebagai Kota Solo, juga merupakan sebuah dataran

rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan pegunungan

Merapi dengan ketinggian sekitar 92 m di atas permukaan air laut. Dengan luas

sekitar 44 Km2, Kota Surakarta terletak di

oleh 3 (tiga) buah sungai besar, yaitu : sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, dan Kali

Pepe. Kota Surakarta terbagi dalam lima wilayah kecamatan yang meliputi 51

kelurahan. Batas wilayah Kota Surakarta sebelah utara adalah Kabupaten

Karanganyar dan Kabupaten Boyolali. Batas wilayah sebelah timur adalah

Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, batas wilayah sebelah barat

adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sedangkan batas

wilayah sebelah selatan adalah Kabupaten Sukoharjo.

Kota Surakarta merupakan pusat Karesidenan Surakarta. Disamping itu,

Kota Surakarta merupakan kota yang terkenal dengan kota dagang. Sebagai kota

Page 56: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dagang, perekonomian di Kota Surakarta tergolong baik, dilihat dari kondisi

masyarakat, keramaian jalanan, dan mobilitas masyarakatnya. Sebagai pusat

karesidenan, Kota Surakarta memiliki dua stasiun kereta api, terminal bus yang

besar, dan beberapa pasar tradisional. Beberapa pasar tersebut antara lain : Pasar

Gedhe, Pasar Klewer, Pasar Slompretan, Pasar Legi, Pasar Kliwon, Pasar

Ledoksari, Pusat Grosir Solo, dan pasar modern seperti mall, market, perbelanjaan,

pengembangan usaha batik, dan toko-toko besar.

Pernyataan di atas ditegaskan dalam pernyataan Samroni, dkk (2010)

bahwa sampai saat ini, kehidupan ekonomi masyarakat Surakarta dapat dikatakan

lancar dan maju. Termasuk sebagai komoditas utama masyarakat Surakarta adalah

berdagang. Salah satu ciri dagang yang paling menonjol dari kegiatan masyarakat

Surakarta adalah banyaknya pasar di kota ini. Pasar yang paling penting dan paling

besar di Kota Solo adalah Pasar Gedhe. Dijelaskan pula, bahwa Pasar Gedhe

berada ditengah-tengah kampung Pecinan, atau kampung orang-orang keturunan

Cina.

Selain Kota Surakarta yang terkenal dengan kota dagang, kota ini juga

memiliki banyak tempat wisata yang tergolong menjanjikan untuk menjadi lokasi

anak jalanan untuk mencari nafkah. Lokasi-lokasi tersebut seperti kompleks

Sriwedari, kompleks Stadion Manahan, kompleks Taman Balekambang, Alun-alun

Keraton, dan Pasar Klewer. Lokasi tersebut di atas menjadi daya tarik untuk anak

jalanan karena ramai dikunjungi warga. Kompleks Sriwedari terdiri dari taman

hiburan rakyat, selain itu di pinggiran Sriwedari juga dijadikan wisata pejalan kaki.

Setiap trotoar dihiasi tumbuhan menjalar yang meneduhkan jalan. Selain itu juga

disediakan kursi untuk duduk-duduk santai, sehingga tidak urung banyak yang

singgah di lokasi tersebut.

Seperti halnya kompleks Sriwedari, kompleks Manahan pun juga dipenuhi

oleh tumbuhan peneduh, banyak pula kursi-kursi yang disediakan untuk yang

hendak singgah. Lokasi tersebut menjadi satu lokasi yang memungkinkan dipakai

anak jalanan untuk mencari nafkah, karena lokasi ini pula menjadi tempat anak

muda di Kota Surakarta untuk jalan-jalan santai, olah raga ringan, olah raga berat,

dan berbagai kegiatan lainnya. Sedangkan Alun-alun Keraton Solo juga

Page 57: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

merupakan satu lokasi yang ramai dikunjungi oleh warga, lokasi ini menjadi satu

daya tarik untuk anak jalanan.

Dari gambaran umum Kota Surakarta di atas, dijelaskan secara terinci

lokasi penelitian dari pengambilan data register anak jalanan di Kota Surakarta.

Pengambilan data terkhusus diadakan di Kecamatan Jebres, Kecamatam

Banjarsari, dan Kecamatan Serengan. Masing-masing kecamatan memiliki titik

perkumpulan anak jalanan yang paling ramai. Dalam penelitian ini titik

perkumpulannya antara lain, Pasar Ledoksari, Hotel Asia Panggung, PPAP Seroja,

Stasiun Jebres, Perempatan Bank Indonesia, dan Perempatan Panggung Motor.

Dari setiap lokasi tersebut dijabarkan di bawah ini.

1. Kecamatan Jebres

Kecamatan Jebres merupakan satu kecamatan di Kota Surakarta yang

di sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar.

Kecamatan Jebres sebagai daerah perbatasan yang tingkat penduduk

marginalnya cukup tinggi, dapat dijadikan salah satu objek penelitian

sosiolinguistik yang tepat. Selain itu, di beberapa lokasi sering terlihat anak

jalanan yang berlalu-lalang.

Kecamatan Jebres memiliki jangkauan yang cukup merata dan luas.

Spesifikasi lokasi penelitian yaitu sekitar Pasar Ledoksari, lampu lalu lintas

Perempatan Panggung, Teras Panggung Motor Yamaha, sekitar Hotel Asia

Panggung, PPAP Seroja, Stasiun Kereta Api Jebres, dan lampu lalu lintas

Perempatan Bank Indonesia.

a. Pasar Ledoksari

Pasar Ledoksari berada di 30 meter arah selatan dari Stasiun Kereta Api

Jebres, Surakarta. Berdasarkan survei, lokasi tersebut menjadi satu wilayah

yang cukup strategis sebagai tempat tinggal anak jalanan, berupa teras kios

pasar. Beberapa anak jalanan tinggal bersama orangtuanya dan beberapa

yang lain tinggal sendiri. Kondisi dan situasi di Pasar Ledoksari cukup

sesuai dengan kondisi psikologis anak jalanan yang bebas. Oleh karena itu,

Pasar Ledoksari menjadi salah satu lokasi penelitian.

Page 58: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Pasar Ledoksari, selain menjadi tempat tinggal anak jalanan juga tidak

menggeser fungsi utama pasar sebagai tempat transaksi jual beli. Hasil

survei di lapangan, ketika pasar sudah mulai aktif, kegiatan anak jalanan

pun berubah. Pada pagi hari anak jalanan mulai beraktivitas di jalanan dan

meninggalkan Pasar Ledoksari.

b. Lampu Lalu Lintas Perempatan Panggung

Lampu lalu lintas (traffic light) daerah Panggung Motor (Yamaha)

menjadi satu lokasi penelitian, karena di lokasi tersebut sering ditemui anak

jalanan yang cukup banyak. Anak jalanan yang berada di daerah ini

usianya sangat bervariatif. Lokasi tersebut menjadi tempat beroperasi anak

jalanan untuk mengamen, menjual koran, mengemis, dan sebagian hanya

lontang-lantung di sepanjang trotoar.

Jumlah anak jalanan yang cukup banyak di daerah tersebut menjadi

alasan pengambilan lokasi penelitian. Dengan tingginya intensitas

bertemunya anak jalanan satu dengan yang lainnya, maka semakin tinggi

pula interaksi komunikasi anak jalanan. Komunikasi tersebutlah yang

menjadi sumber penelitian sosiolinguistik, dengan pengambilan lokasi

tersebut kajian sumber penelitian akan semakin luas.

Lokasi ini menjadi lokasi pencarian nafkah bagi anak jalanan, sebagian

besar dari mereka bekerja (mengamen, jual koran, dan meminta-minta),

naik bus, mengelap kaca ketika hujan, dan lainnya. Sebagian anak jalanan

sewaktu lampu sedang berwarna hijau, mereka berinteraksi, berkomunikasi

seperti halnya teman akrab.

c. Teras Panggung Motor Yamaha

Teras Panggung Motor (Yamaha) merupakan sebuah tempat penjualan

motor (showroom) yang di depannya terdapat teras yang cukup luas untuk

peristirahatan dan duduk santai, terutama untuk anak jalanan. Panggung

Motor berada di selatan jalan utama, perempatan lampu lalu lintas

perempatan Panggung.

Perempatan Panggung Motor berada di jalur bus utama menuju

Terminal Tirtonadi, dari arah Surabaya, Tawangmangu (Kabupaten

Page 59: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Karanganyar), Sragen, Madiun, dan Ngawi. Oleh karena itu, perempatan

Panggung menjadi kawasan fleksibel bagi anak jalanan untuk mengamen

dari bus ke bus, sebagai tempat transisi anak jalanan dari bus satu ke bus

yang lainnya. Maka dari itu, lokasi Panggung Motor memiliki anak jalanan

terbanyak dari pada lokasi lainnya.

Beberapa anak jalanan memanfaatkan teras panggung motor Yamaha

sebagai tempat transisi pada pagi, siang, dan sore hari. Karena lokasi

tersebut milik Panggung Motor, sehingga pada pagi, siang dan sore hari,

anak jalanan tidak beraktivitas di sana. Pada malam hari, teras panggung

motor dimanfaatkan oleh anak jalanan untuk bersinggah, tidur, duduk

santai, dan beberapa kegiatan lain, terlepas dari mengamen di tugu lampu

lalu lintas. Lebih dari 15 anak jalanan berinteraksi di daerah tersebut pada

waktu maghrib sampai dini hari. Dengan interaksi yang cukup lama dalam

satu waktu, maka dapat didapatkan data kajian yang berkualitas.

d. PPAP Seroja

Pusat Pembinaan anak jalanan dan Orang Pinggiran Seroja (PPAP)

Seroja, yang bertempat di Jalan Petoran, Belakang Asia Motor, Jebres

Surakarta. Di PPAP Seroja anak jalanan dibelajarkan mengenai membaca,

menulis, berhitung, dan berkarya. Beberapa anak jalanan yang mengikuti

program ini rata-rata berusia setara SD dan SMP. Di sana, anak jalanan

berinteraksi dengan anak jalanan lainnya dan kaum marginal di daerah

Surakarta. Di lokasi ini dapat ditemukan lebih dari 20 anak jalanan

berbagai usia dan berbagai karakter yang bersedia belajar bersama.

PPAP Seroja adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Lembaga pendidikan bagi

anak jalanan dan masyarakat marginal yang dalamnya terdapat guru yang

alim dan bermoral. Dengan ajaran dan pembelajaran dari seorang yang

alim, anak jalanan diharapkan memiliki karakter yang lebih baik. Kegiatan

pembelajaran diadakan di sebuah rumah singgah di Jalan Pentoran dan

mendapatkan pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung,

pembelajaran moral, dan keagamaan.

Page 60: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

e. Stasiun Kereta Api Jebres

Stasiun kereta api Jebres berada di Kecamatan Jebres, Surakarta.

Stasiun Jebres sering kali menjadi tempat berkumpulnya anak jalanan

untuk mengamen. Selain itu, tempat ini menjadi tempat transisi anak

jalanan untuk mengamen di dalam kereta.

Lokasi penelitian ini lebih didominasi anak jalanan yang berusia

dewasa dan sebagian besar dari luar kota. Lokasi ini tidak menjadi salah

satu lokasi penelitian, karena anak jalanan berjaga jarak dengan masyarakat

sekitar serta aktivitasnya lebih sering bernyanyi, menghafalkan lirik lagu

dan bermusik.

f. Lampu Lalu Lintas Perempatan Bank Indonesia

Perempatan lampu lalu lintas di selatan Balaikota Surakarta menjadi

satu objek penelitian karena di lokasi tersebut sering kali ditemukan anak

jalanan yang sering berlalu-lalang mengamen dan menjual koran. Lokasi

lampu lalu lintas perempatan Bank Indonesia hanya memiliki trotoar yang

menjadi lokasi tempat duduk dan istirahat anak jalanan di daerah tersebut.

Di tempat ini aktivitas sebagian anak jalanan adalah mengamen,

menjual koran, mengemis, dan lontang lantung. Beberapa anak jalanan

berinteraksi ketika lampu lalu lintas sedang berwarna hijau. Mereka

berbicara satu dengan yang lainnya, bercanda dan sering kali membahas

mengenai topik yang menjadi hobi anak jalanan.

Lokasi penelitian ini dianggap strategis karena lebih dari enam anak

jalanan berinteraksi dan berkomunikasi di tempat ini. Lokasi ini ramai saat

siang hari dan sore hari, namun pada malam hari tidak, karena lokasi

tersebut tidak memiliki tempat beristirahat.

2. Kecamatan Banjarsari

Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang luas, dari Terminal

Tirtonadi, Stasiun Kereta Api Balapan, dan perempatan Jimbaran Radio.

a. Terminal Tirtonadi

Terminal Tirtonadi merupakan terminal terbesar di Kota Surakarta.

Terminal Tirtonadi terletak di Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

Page 61: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Terminal Tirtonadi menjadi tempat pertemuan dan berkumpulnya anak

jalanan di salah satu sudut Kota Surakarta dan Manahan.

Di lokasi penelitian ini, sering kali anak jalanan turun dan berpindah

dari bus satu ke bus yang lain. Kondisi lokasi penelitian ini cukup ramai

dan semrawut, sesuai dengan kondisi psikis anak jalanan. Oleh karena itu,

lokasi ini menjadi lokasi penelitian, namun intensitasnya tidak begitu

tinggi, karena anak jalanan bersikap agresif dan berani.

Dengan pola mobilitas yang tinggi dan bebas, anak jalanan sering

berkumpul dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Di terminal

Tirtonadi dapat ditemui anak jalanan dari berbagai usia. Mobilitas yang

tinggi dapat dilihat dari anak jalanan yang dengan bebas menaiki bus untuk

mengamen. Anak jalanan dibebaskan biaya transportasi oleh supir.

Aktivitas lain dari anak jalanan juga tampak di kawasan ini seperti duduk

dan beristirahat di depan terminal, di kursi depan terminal, taman depan

terminal, atau bahkan sering duduk di trotoar depan terminal.

b. Stasiun Kereta Api Balapan

Stasiun Kereta Api Balapan berada di Kecamatan Banjarsari, Kota

Surakarta. Letak Stasiun Kereta Api berada di 100 meter barat RRI

Surakarta. Stasiun ini merupakan stasiun terbesar di Kota Surakarta.

Mobilitas anak jalanan di sini sangat singkat, karena kebanyakan dari

mereka tidak diperkenankan masuk kereta. Dalam stasiun Kereta Api

Balapan, anak jalanan dan anak pinggiran biasanya duduk di teras stasiun,

di tempat parkir dan di rel kereta yang sepi.

Anak jalanan memiliki jam operasi yang singkat di lokasi ini, oleh

karenanya lokasi ini tidak menjadi lokasi utama pengambilan data. Anak

jalanan di lokasi ini hanya melakukan transisi dari satu kereta ke kereta

lain, atau bahkan seringkali tidur di kereta api yang tidak beroperasi.

c. Perempatan Jimbaran Radio

Lampu lalu lintas (traffic light) daerah Jimbaran Radio menjadi satu

lokasi penelitian, karena di lokasi tersebut sering ditemui anak jalanan yang

cukup banyak. Lokasi tersebut menjadi tempat beroperasi anak jalanan

Page 62: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

seperti mengamen, menjual koran, mengemis, dan beberapa hanya lontang-

lantung di sepanjang trotoar.

Jimbaran Radio berada 100 meter sebelum Stasiun Kereta Api Balapan.

Jumlah anak jalanan mencapai 5-6 anak jalanan, hal tersebut menjadi

alasan pengambilan lokasi penelitian. Dengan bertemunya anak jalanan,

komunikasi tersebutlah yang menjadi sumber penelitian sosiolinguistik.

Pengambilan lokasi perempatan radio Jimbaran tersebut menjadi kajian

sumber penelitian.

3. Kecamatan Serengan

Kecamatan Serengan berada di pusat kota, sebagian anak jalanan

merupakan komunitas punk yang berada di jalanan dan menghabiskan

waktunya di jalan. Perempatan Jalan Slamet Riyadi. Anak jalanan di lokasi ini

hanya menjual koran dan ketika hujan mengelap kaca mobil. Mereka terbiasa

nongkrong dan duduk di tepi jalanan tanpa beraktivitas yang lainnya. Lokasi

ini berada di 50 meter timur Hotel Diamond, Perempatan Jalan Slamet Riyadi

satu arah. Jumlah anak jalanan yang beroperasi di daerah ini berkisar 3 atau 4

anak jalanan.

Berdasarkan deskripsi tempat di atas dapat diketahui bahwa anak jalanan

memilih tempat yang strategis untuk mengamen, mengemis, menjual koran atau

hanya sekedar lontang-lantung di jalan. Tempat strategis di sini adalah tempat-

tempat yang dikunjungi atau tempat yang menjadi pusat aktivitas masyarakat,

seperti pasar, terminal, stasiun, dan lampu merah.

B. Karakteristik Subjek Penelitian

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan banyak waktunya di jalan.

Kehidupan jalanan yang keras dan bebas akan membentuk karakteristik pada

dirinya. Anak jalanan di daerah Surakarta memiliki ciri yang hampir sama di setiap

daerahnya. Hal ini dipertegas dari penelitian Saludung (2002), bahwa anak jalanan

tidak bekerja, sakit, dan cacat. Mengemis setiap hari dari pagi sampai sore dan

Page 63: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

malam di berbagai tempat di Makassar, caranya duduk, jalan, berpindah-pindah,

menggunakan bayi, mendatangi mobil di lampu merah.

1. Anak Jalanan Daerah Kecamatan Jebres

a. Dalam pergaulan dan berkehidupan sehari-hari anak jalanan sebagian besar

menggunakan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit dalam bahasa

Inggris (stop, you, fuck, swear).

b. Anak jalanan di daerah Kecamatan Jebres memiliki keanekaragaman usia,

karakteristik alat musik, dan beberapa ciri fisik seperti menggunakan tindik

di telinga, baju kumal, celana setinggi 3/4, dan rambut yang tidak tertata

atau bahkan di tata berantakan. Namun, secara umum tidak ditemukan satu

gaya sama yang dimiliki anak jalanan.

c. Anak jalanan di kecamatan ini tersebar di Perempatan Panggung,

Perempatan Balaikota, Teras Panggung Motor, Pasar Ledoksari, dan di

Stasiun Jebres Surakarta.

d. Sebagian besar anak jalanan menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi

formal, seperti bersekolah di PPAP Seroja, namun dalam pergaulan sehari-

hari tidak. Mereka cenderung menggunakan ragam santai, ragam akrab,

atau ragam intim.

e. Usia anak jalanan sangat variatif. Beberapa anak jalanan berkisar 4 tahun.

Anak jalanan berusia 4 tahun masih bersama orangtuanya ketika

berkegiatan di jalanan. Namun orang tua anak jalanan hanya mengawasi

dari kejauhan.

f. Anak jalanan berusia 10 tahun biasanya berkumpul dengan anak jalanan

seusianya, mereka lebih sering terlihat bercanda dan tertawa satu dengan

yang lainnya. Anak jalanan dalam usia 10 tahun, tidak lagi di antar orang

tuanya

g. Anak jalanan yang berusia berkisar dari 15 tahun ke atas sering kali terlihat

menggerombol dan berkumpul dengan seusianya. Anak jalanan seusia ini

tidak mudah bersosialisasi dengan masyarakat umum. Mereka terkesan

mengisolasi diri dan tidak peduli terhadap masyarakat. Namun, ketika

Page 64: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

masyarakat mulai melakukan hal yang mencurigakan, mereka akan

mengawasi dengan seksama.

h. Anak jalanan di Jebres, Surakarta paling variatif dari kecamatan lain.

Mereka tidur dan menganggap Pasar Ledoksai sebagai tempat tinggal dan

pulang. Sebagian tidur di teras toko, dan berkegiatan di jalanan.

i. Anak jalanan di Kecamatan Jebres tidak bersekolah di sekolah formal,

namun sebagian kecil anak jalanan bersekolah di pendidikan informal yang

dikelola oleh LSM PPAP Seroja.

2. Anak Jalanan Daerah Kecamatan Banjarsari

a. Anak jalanan di wilayah Banjarsari memiliki gaya yang sama, namun ada

pula yang memiliki karakter berbeda. Karakter tersebut dapat dilihat dari

cara berpakaian dan alat musik yang dimainkan. Cara berpakaian yang

paling menonjol berbeda adalah anak jalananan yang sudah mulai

mengenakan kacamata fantasi, rantai yang mengalung di dompet, dan

mengenakan sepatu (tidak lagi sandal).

b. Alat musik yang dimainkan di daerah ini seperti halnya di daerah lain,

namun cenderung satu dengan yang lainnya sama, dalam memainkan alat

musik, anak jalanan di kecamatan ini menggunakan alat yang sama.

c. Anak jalanan di Kecamatan Banjarsari berada di daerah Terminal Tirtonadi

dan Perempatan Radio Jimbaran. Jika dispesifikkan, anak jalanan di daerah

Terminal Tirtonadi berada di kawasan belakang terminal, di taman depan

terminal, dan di perkampungan di sekitar Terminal Tirtonadi.

d. Anak jalanan tidur di tempat yang ia sebut rumah dan ia merasa nyaman

berada di tempat tersebut. Seperti emper toko, taman depan Terminal

Tirtonadi, dan kursi kosong di beberapa daerah sedekatnya.

e. Anak jalanan di daerah ini menggunakan bahasa Jawa sebagai komunikasi

utamanya. Penggunaan bahasa Jawa dipakai sebagai sarana berbincang satu

dengan yang lainnya, namun ketika anak jalanan mengamen di bus,

menggunakan lagu berbahasa Indonesia.

f. Tidak ada spesifikasi perbedaan model percakapan antara satu orang

dengan yang lainnya. Antara yang lebih muda dan yang lebih tua, tidak

Page 65: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

memiliki perbedaan pemilihan diksi yang aneh atau menarik. Selain tidak

ada diksi yang spesial dipakai, tidak ada gradasi penggunaan bahasa ketika

dengan orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda.

g. Rerata usia anak jalanan di daerah kecamatan Banjarsari, berkisar antara 14

sampai 20 tahun, dan keseluruhan anak jalanan bercampur dalam satu

wilayah yang sama, tidak saling memisah. Namun, dalam keseharian satu

sama lain, saling menjaga diri dalam bergaul.

h. Anak jalanan di daerah ini, nantinya akan berpindah dari satu bis ke bis

yang lain, jadi dimungkinkan interaksi sangat sedikit. Selain itu, secara

umum anak jalanan yang berpindah dari satu bis ke bis yang lain tampak

lebih rapi, karena sebagian besar lahan pekerjaan mereka di dalam bis.

3. Anak Jalanan Daerah Kecamatan Serengan

a. Kawasan Kecamatan Serengan lebih tepatnya berada di Barat Solo Grand

Mall, Jalan Slamet Riyadi, Surakarta.

b. Anak jalanan menggunakan bahasa Jawa sebagai komunikasi utamanya,

dan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan orang yang lalu lalang.

c. Penggunaan bahasa Jawa relatif lebih tinggi daripada penggunaan bahasa

Indonesia atau bahasa lainnya. Anak jalanan sering bersuara dengan

lantang dan tanpa beban. Bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa

ngoko tanpa mengindahkan norma dan peraturan dalam bahasa Jawa.

d. Tidak ada yang merasa terganggu dengan sikap satu dengan yang lainnya,

kegiatan berjalan kompak dan bekerja sama dalam mencari uang.

e. Setiap anak jalanan tidur di tempat yang dirasa nyaman, seperti halte dan

teras sekolah, namun ketika di pagi hari, mereka berpindah.

f. Pada siang hari beberapa anak jalanan menjual koran, mengamen dan

meminta-minta di daerah Kecamatan Serengan.

g. Usia anak jalanan relatif sama, berkisar antara 16-18 tahun dan karakter

yang hampir sama.

h. Karakter anak jalanan hampir sama, menggunakan sepatu yang serupa,

gelap. Anak jalanan juga menggunakan model rambut yang serupa, punk.

Page 66: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Beberapa anak jalanan menggunakan tindik yang sama, dan pada tempat

yang hampir sama, khususnya di bagian telinga

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak

jalanan di Kota Surakarta sebagian besar menggunakan bahasa Jawa sebagai

bahasa komunikasi sehari-hari. Usia anak jalanan bervariasi. Namun, dapat

dikatakan bahwa anak jalanan yang umur balita dan anak-anak masih didampingi

orang tua sedangkan usia remaja dan dewasa lebih sering sendiri dalam melakukan

aktivitasnya. Anak jalanan memiliki karakteristik fisik yang lusuh, tidak terawat,

dan acak-acakan. Gaya hidup yang miliki dapat dikatakan bebas seperti tidur di

jalan atau pasar.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Register merupakan bahasa yang digunakan oleh komunitas masyarakat

tertentu. Bahasa yang hanya dapat dipahami oleh komunitas di dalamnya, seperti

register anak jalanan di Kota Surakarta. Berikut ini akan dipaparkan temuan

register pada anak jalanan di kota Surakarta.

1. Deskripsi Register Anak Jalanan di Kota Surakarta

Analisis makna dilakukan untuk mengetahui makna kata atau kalimat

sesuai dengan konteksnya. Analisis pada peristiwa tutur anak jalanan di Kota

Surakarta didasarkan pada (a) setting and scene (keadaan), (b) participants (pihak

yang terlibat dalam pertuturan), (c) ends (maksud dan tujuan pertuturan), (d) act

(nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan), (e) key (bentuk

ujaran dan isi ujaran), (f) instrumentalities (pada jalur yang dipakai), (g) norms

(norma atau aturan dalam berinteraksi), dan (h) genres (jenis bentuk

penyampaian).

a. Kata klimis berantakan

Kata klimis arti sesuai dengan kamus adalah rapi dan mengilap,

sedangkan dalam register kata klimis memiliki arti antonimnya yakni

Page 67: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

berantakan dan tidak rapi. Kata klimis dapat ditemukan pada perbincangan

anak jalanan seperti pada kutipan di bawah ini.

Peristiwa tutur ini terjadi pada Sabtu, 27 Oktober 2012; pukul 20.00

WIB, tugu traffic-light Panggung dekat Asia Motor, Jebres, Surakarta.

Keadaan sekitar sangat ramai oleh anak jalanan yang sedang bermain gitar

dan bernyanyi. Beberapa mobil berlalu-lalang, dan keadaan jalan sangat

ramai kendaraan. Ketika anak jalanan saling mengejek, anak jalanan 1

tertawa terbahak-bahak. Dalam peristiwa tersebut terdapat empat anak

jalanan yang masing-masing terlihat memiliki jenjang usia yang berbeda-

beda.

Empat anak jalanan tersebut antara lain anak jalanan 1 dan 4 dengan

usia ± 10 tahun; anak jalanan 2 dan 3 berusia ± 7 tahun. Partisipan pada

peristiwa tutur ini adalah dua anak jalanan aktif sebagai pembicara aktif,

dan dua anak jalanan sebagai partisipan pasif. Dua anak sebagai partisipan

pasif hanya tertawa terbahak-bahak. Dengan adanya dua partisipan pasif,

membuktikan bahwa dua anak jalanan tersebut paham dengan komunikasi

antara satu dengan yang lainnya. Register yang ada di dalamnya

merupakan bukti, bahwa antaranak jalanan ada saling kesepahaman makna

bahasa yang diutarakan satu dengan yang lainnya.

Anak jalanan 1 : Arep mblayang nangdi kowe Le? Mau pergi kemana kamu?

Anak jalanan 2 : Ngapa! melainkan penegasan)

Anak jalanan 1 :Arep mblayang nangdi kowe ki? Nganti ujudmu Klimis1, kaya bar disetlika wae! Mau pergi kemana kamu? Sampai-sampai kelihatan rapi banget, seperti habis disetlika saja

(Anak jalanan 1 bermaksud untuk menyindir penampilan anak jalanan 2 yang kusut dan tidak rapi)

Anak jalanan 2 : diancuk! Ki arep ngalor kono golek pangan! Titip po? Whomau ke warung makan, cari makanan! Mau titip?

Anak jalanan 1 : Ra duwe det aku. Tidak punya uang aku! Anak jalanan 2 : Oke, aku dhisik ya! aku duluan ya

Page 68: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Selain kesepahaman makna, ternyata perbedaan umur anak jalanan

tidak berpengaruh pada ragam bahasa yang dipakai oleh anak jalanan.

Anak jalanan tidak mengenal adanya gradasi diksi dengan siapa mereka

berbicara dan tidak ada perilaku yang berbeda ketika berbicara dengan

orang yang lebih tua. Setelah diamati lebih lanjut, dan ditanyakan pada ibu

salah satu anak jalanan, ternyata anak jalanan sejak kecil tidak diajarkan

cara bertutur dengan orang yang lebih tua, bagaimana mengaplikasikan

undha-usuk basa dengan lawan tutur. Dari konteks di atas, dapat ditarik

simpulan berkenaan dengan tujuan percakapan dengan penggunaan register

klimis adalah untuk menunjukkan muka yang rapi seperti baju. Klimis

dalam bahasa jawa berarti alus sarta gilap , atau halus dan mengkilap .

Penggunaan register dalam konteks di atas, menyatakan bahwa

orang tersebut berpenampilan menarik. Tujuan penggunaan kata klimis

untuk mengejek anak jalanan 2, bahwa anak jalanan 2 berpenampilan

sangat kucel dan tidak rapi. Dengan demikian topik pembicaraan dalam

konteks ini adalah penampilan seorang anak jalanan yang kumal dan

kurang terawatt yang akan pergi ke suatu tempat. Anak jalanan tersebut

berbicara tentang penampilan yang seharusnya bisa lebih rapi. Anak

jalanan 1 mengejek dan menertawakan anak jalanan 2.

Setelah dilakukan perbandingan makna kata klimis pada anak

jalanan dengan komunitas di luar itu, terjadi pergeseran makna. Kata klimis

dalam penelitian ini berarti berantakan, sedangkan bagi mahasiswa UNS,

kata klimis digunakan untuk barang-barang seperti rambut, baju, atau

sepatu. Barang-barang yang klimis tersebut berarti barang-barang tersebut

berada dalam kondisi yang baik, rapi, dan indah. Sedangkan klimis pada

anak anak jalanan berarti berantakan, tidak rapi, dan tidak sedap dipandang

mata.

Bertumpu dari hasil analisis di atas, ternyata anak jalanan pun juga

menggunakan perlawanan makna untuk mengejek dan mengingatkan

seseorang. Secara tidak langsung, anak jalanan dalam percakapan ini

menggunakan gaya bahasa sindiran, atau sering disebut majas ironi. Dalam

Page 69: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

majas ironi, seseorang dikatakan baik kadang kala, fakta adalah hal yang

antonim, yakni berantakan dan tidak rapi. Jadi diisyarakatkan oleh salah

satu anak jalanan, bahwa lawan tuturnya tidak rapi atau berantakan.

Nada bicara pada anak jalanan 1 ketika menyebutkan penampilan

anak jalanan 2 dengan nada mengejek. Sambil tertawa terbahak-bahak dan

melirik anak jalanan 2. Nada bicara anak jalanan 2 ketika menanggapi

anak jalanan 1 dengan nada memelas dan sedikit marah bercanda. Tapi dari

pembicaran tidak ada kesan marah dan nilai rasa kasar. Keduanya terkesan

berada di ragam akrab dan intim dalam bertutur, jadi benar-benar

mengurangi esensi rasa marahnya.

Peristiwa tutur yang terjadi pada anak jalanan tersebut terkesan

ragam santai dan akrab. Seakan satu dengan yang lain saling bersahabat

dekat. Percakapan tersebut terjadi di tugu traffic-light di perempatan

Panggung, dan percakapan terjadi secara langsung antara pembicara ssatu

dengan yang lain. Percakapan tersebut tanpa menggunakan media tulis

ataupun media yang lainnya. Meskipun anak jalanan berada di pinggir

traffic light, di antara mereka seakan-akan tidak bising dengan lalu lalang

mobil dan motor di sekitar mereka.

Dengan lokasi di pinggir jalan utama, tentunya partisipan

percakapan tersebut adalah semuanya anak jalanan. Tidak ada partisipan

dari luar anak jalanan. Oleh karena itu, peristiwa tutur tersebut tidak

menggunakan norma ataupun aturan percakapan baik secara normatif

maupun secara peradaban. Antara satu anak jalanan dengan yang lain,

berbicara dengan apa adanya tanpa beban dan aturan yang membakukan

percakapan. Ketika salah satu anak jalanan mengucapkan kata diancuk

sebagai bentuk umpatan, tidak ada anak jalanan lain yang mengingatkan

Anak jalanan 1 : Arep mblayang nangdi kowe Le? Mau pergi kemana kamu?

(nada bertanya dengan mimik garang)? (

Page 70: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

atau menegur, hal ini berarti ucapan dan percakapan tiap anak jalanan tidak

memiliki aturan norma yang merangkulnya. Hal tersebut membuktikan

bahwa komunikasi anak jalanan berjalan dengan santai dan akrab, tanpa

ada aturan yang mengikat. Jenis bentuk penyampaian percakapan dengan

narasi dan saling mengejek satu dengan yang lain, tanpa adanya kalimat

yang memiliki ciri penyampaian seperti pantun, puisi, dan lainnya tidak

ada.

Dari analisis di atas, maka kata klimis masuk ke dalam kriteria

register. Selain itu setelah dilakukan komparasi penggunaan register klimis

pada anak jalanan dan pada masyarakat secara umum yang diwakili oleh

mahasiswa di Surakarta, ditemukan perbedaan makna. Klimis menurut

sesama anak jalanan berarti berantakan dan tidak rapi, sedangkan menurut

masyarakat secara umum berarti rapi dan enak dipandang mata.

b. Kata ngalor pergi ke warung makan

Kata berikutnya yang ditemukan pada percakapan anak jalanan

adalah kata ngalor. Ngalor dengan kata dasar lor yang artinya utara

memiliki arti yang berbeda dalam register anak jalanan. Dalam konteks ini,

ngalor memiliki arti pergi ke warung makan, dapat dilihat dari konteks di

bawah ini. Sedangkan ngalor dalam percakapan umum masyarakat bahasa

berarti pergi ke arah utara dari posisi awal.

Peristiwa tutur ini terjadi pada Sabtu, 27 Oktober 2012; pukul 20.00

WIB, tugu traffic-light Panggung dekat Asia Motor, Jebres, Surakarta.

Keadaan sekitar sangat ramai oleh anak jalanan yang sedang bermain gitar

dan bernyanyi. Beberapa mobil berlalu-lalang, dan keadaan jalan sangat

Anak jalanan 1:Arep mblayang nangdi kowe ki? Nganti ujudmu Klimis, kaya bar disetlika wae! Mau pergi kemana kamu? Sampai-sampai kelihatan rapi banget, seperti habis disetlika saja

Anak jalanan 2: Ngalor kono golek pangan! Titip po? Whoke warung makan, cari makanan! Kamu mau nitip?

Anak jalanan 1: Ra duwe det aku. ak punya uang aku! Anak jalanan 2 : Oke, aku dhisik ya! aku duluan ya

Page 71: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

ramai kendaraan. Ketika anak jalanan saling mengejek, anak jalanan 1

tertawa terbahak-bahak. Kata register yang kedua (ngalor) diambil ketika

satu anak jalanan berjalan menjauh dari komunitas dan pergi ke satu arah,

dan anak yang lain bertanya. Dalam keseharian masyarakat, apabila

mengucapkan kata ngalor yang di benak pertama kali adalah pergi ke suatu

tempat di arah utara, namun ketika melihat gerak-gerik anak jalanan yang

menuju ke arah barat, pernyataan tadi ditangguhkan.

Seperti halnya pada register yang pertama, terdapat dua partisipan

aktif dan dua partisipan pasif. Partisipan aktif yaitu anak jalanan 1 dan anak

jalanan 2, sedangkan partisipan pasif dua anak jalanan 3, dan 4. Anak

jalanan 1 dan 2 sebagai pemain utama yang saling berbincang satu dengan

yang lain, sedangkan anak jalanan 3 sebagai pendukung, penyemangat dan

tertawa sebagai partisipan pasif.

Dari empat partisipan di atas, setiap anak jalanan meski memiliki

umur yang tidak sama ternyata juga tidak menerapkan undha usuk basa

maupun mengubah ragam bahasanya. Anak jalanan dalam peristiwa tutur

ini tidak menggunakan ragam bahasa khusus maupun menggunakan status

sosial sebagai penggunaan ragam kebahasaannya. Namun, ragam bahasa

yang digunakan adalah ragam bahasa santai atau intim dan bahasa Jawa

yang dominan digunakan adalah bahasa Jawa Ngoko. Tujuan dan maksud

peristiwa tutur terutama pada percakapan ketika seorang anak jalanan pergi

menjauh dan menggunakan kata (ngalor) adalah sebagai jawaban dari

pertanyaan anak jalanan 1 kepada anak jalanan 2. Jadi tujuan penggunaan

kata register ngalor sekadar bentuk jawaban pertanyaan.

Anak jalanan 1 bertanya pada anak jalanan 2, anak jalanan 2 hendak

pergi ke mana ia. Kemudian anak jalanan 2 menjawab ngalor yang artinya

menuju kiblat arah utara (lor) atau menuju ke arah utara. Sedangkan ketika

diamati, anak jalanan itu pergi ke warung makan, seperti pada percakapan

berikutnya anak jalanan 2 bertanya pada anak jalanan titip po?

ikut pesan sesuatu, yang menunjukkan kepergiannya ke warung makan.

Ketika diamati, setelah anak itu pergi, ia pergi arah barat (menuju SMP

Page 72: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Kristen 4 Surakarta). Penggunaan kata-kata seperti kepergiannya,

kemudian setiap pertanyaan dijawab sesuai dengan pertanyaannya, sesuai

dengan proporsi kebahasaan. Dalam percakapan dan konteks di atas, yang

menjadi titik poin adalah kata ngalor yang berarti pergi ke warung makan,

sehingga pemilihan topik pembicaraannya adalah kepergian seorang anak

jalanan dari tempat berkumpulnya dan makan malam (mencari makanan)

ke arah barat (SMP Kristen 4 Surakarta). Setelah dilakukan triangulasi data

pada anak jalanan yang berbeda, ternyata munculnya kata register ngalor

dari lokasi tempat makan yang ada di utara Panggung Motor, tetapi

sekarang sudah digusur.

Penggunaan kata register ngalor juga ditriangulasikan pada anak-

anak secara umum di Kota Surakarta. Ketika responden berjalan ke warung

arep ngalor koe Tidak, saya

makna antara penggunaan kata ngalor untuk anak jalanan dan kata ngalor

untuk anak SD yang berdomisili di Kota Surakarta.

Uraian di atas menunjukkan pergeseran makna ngalor. Menurut

kajian register dalam penelitian ini, ngalor memiliki makna pergi ke

warung makan. Meskipun secara harfiah ngalor berarti ke arah utara dan

hal ini pun sudah dikomparasikan dengan anak pada umumnya. Secara

umum, dapat ditarik simpulan bahwa makna ngalor terjadi pergeseran

makna.

Pada peristiwa tutur anak jalanan, berkenaan dengan kata ngalor

mereka menggunakan nada tanya (naik) seperti halnya pengguna bahasa

pada umumnya. Anak jalanan (anak jalanan (2) tersenyum datar dan

menanggapi dengan bertanya dan adanya keselarasan antara pertanyaan

dan jawaban. Tidak ada nada tinggi yang serius yang disampaikan anak

jalanan satu dengan yang lainnya. Cara menyampaikannya dengan datar

dan rileks, dengan ragam santai. Jalur bahasa yang digunakan untuk

bercakap satu dengan yang lainnya, ketika anak jalanan bercakap dengan

anak jalanan lain, mereka berada di tugu traffic-light dengan jalur lisan.

Page 73: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Jalur lisan di konteks ini berarti anak jalanan tidak menggunakan alat

peraga lain. Percakapan tersebut dalam bentuk tuturan lisan. Penggunaan

bahasa Jawa pada konteks tuturan di atas adalah bahasa Jawa ngoko.

Termasuk kata register pada konteks ini termasuk dalam bahasa

Jawa ngoko pula, yakni ngalor apabila bahasa yang lebih halus adalah

ngaler (ler) yang memiliki sama arti yakni pergi ke arah utara. Dalam

konteks di atas, percakapan anak jalanan sama sekali tidak ada penaikkan

nada bicara. Meskipun dengan nada datar tanpa ada menaikkan nada tinggi,

dalam tengah percakapan ternyata ada sisipan penggunaan istilah diancuk

oleh anak jalanan 2. Meskipun begitu istilah/kata diancuk menunjukkan

bahwa setiap anak jalanan tidak memiliki norma yang mengatur

percakapannya. Setiap penyimak anak jalanan pun tidak ada itikad untuk

membenarkan ataupun mengkritisi kesalahan norma berbahasa pada lawan

bicaranya. Anak jalanan dalam konteks tuturan di atas tidak memiliki

norma atau aturan yang membatasinya percakapannya.

Jenis percakapan tersebut adalah narasi dan menjelaskan atau

menjawab pertanyaan dari apa yang telah diajukan oleh temannya. Anak

jalanan satu dengan yang lain tidak ada tanda adanya jenis percakapan

lainnya. pada percakapan ini masih terkesan datar dan tidak memiliki

intonasi maupun ciri tertentu. Dengan demikian kata register ngalor dapat

dikatagorikan sebagai register karena kepemilikan makna yang berbeda

dengan makna pada kamus dan tujuan penggunaan kata tersebut agar tidak

bersifat umum atau diketahui publik.

c. Kata ahai dengan makna sesuatu (versi Syahrini)

Ahai merupakan sebuah ungkapan yang memiliki makna sempurna.

Seorang anak jalanan mengungkapkan betapa sempurnanya Dardi (nama

anak jalanan) dan menggunakan kata ahai untuk mengungkapkan

kegembiraannya tersebut. Kata ahai tidak terdapat dalam kamus, namun

apabila disesuaikan dengan konteks yang ada, maka kata tersebut

Page 74: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

mendekati kepemilikan makna sempurna. Kata ahai ditemukan pada

percakapan di kartu data berikut.

Teras panggung motor (Yamaha), Jebres, Surakarta sebelah utara,

berdampingan dengan jalan utama Panggung. Jumat, 28 Oktober 2012;

pukul 16.00 WIB. Anak jalanan dalam ragam santai, situasi tuturan tidak

ada masalah, hanya percakapan keseharian saja yang terlihat. Kondisi di

pinggiran jalan banyak pejalanan kaki, dan sebagian besar yang lain para

pekerja yang pulang dari kantor sedang menunggu bis atau sedang

berpindah dari bis satu ke bis yang lain.

Kondisi jalan utama ramai oleh kendaraan, beberapa anak jalanan

sedang mengamen dan meminta-minta di jalanan, namun ada dua anak

jalanan perempuan dan satu anak jalanan laki-laki yang sedang mengobrol

di depan/teras Panggung Motor Yamaha, Jebres, Surakarta.

(1) Anak Jalanan Perempuan; (2) Anak Jalanan perempuan; (3)

Anak Jalanan laki-laki. Ada tiga anak jalanan sedang bermain gitar saling

bercakap-cakap, dua anak jalanan perempuan diantaranya sedang

berbincang akrab. Anak jalanan pertama menyebutkan dia (sebagai kata

Anak jalanan 1 : ndhredheg aku mben ketemu dheke orangnya itu nggak nahan banget.. Berdebar aku kalau di dekatnya

Anak jalanan 2 : Kowe ijik ngesir manungsa kae ta? Opo ta apikke dheke ki? Kamu masih suka sama manusia yang satu itu? Apa sih bagusnya dia sampai kamu tergila-gila padanya

Anak jalanan 1 : dheke ki ahai3 banget lho, nggantheng, pinter golek det, kerep njajakake aku barang, kurang opo ta Len! Dia itu sesuatu banget lho, tampan, pintar cari uang, sering traktir aku juga! Kurangnya apa sih?

Anak jalanan 2 ih ahai3 Dardi noh Len! Pinter banget sisan! Halah, lebih sesuatu Dardi ku dong! Pintar sekali juga!

Anak jalanan 2 : halah, cangkemmu! halah, omonganmu itu lho

Page 75: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

ganti orang ketiga) yang ditanggapi oleh anak jalanan 2 yang menyebut

secara terang-terangan namanya Dardi. Disamping kedua anak tersebut

terdapat satu anak jalanan yang menjadi pemirsa pasif, dan tidak mengikuti

perbincangan. Kedua anak jalanan tersebut memiliki rentang umur yang

hampir sama, dan memiliki kedekatan yang akrab, dilihat dari penyebutan

kata ganti orang ketiga, dan ditanggapi orang tersebut adalah Dardi.

Ketiga anak jalanan terlihat sangat akrab, selain itu ketiganya pula

memiliki reverensi sama dalam pemaknaan tuturannya. Dengan pemaknaan

yang sama itulah, tujuan dari peristiwa tutur tersebut adalah sebagai

interaksi dua anak jalanaan ketika salah seorang mengucapkan ahai dalam

konteks tersebut ternyata memiliki makna yang belum tentu dapat

diketahui referensinya bila berdiri sendiri. Tujuan secara umum percakapan

tersebut adalah interaksi anak jalanan 1 yang menceritakan pujaannya

(Dardi) kepada anak jalanan 2, namun anak jalanan 2 tidak

memerdulikannya dan terlihat mengejeknya. Namun tujuan dari peristiwa

tutur itu tersampaikan.

Ketika kata ahai mencoba ditriangulasikan dengan masyarakat di

luar anak jalanan, ada perbedaan makna dan kebutaan informasi.

Perubahan penafsiran tersebut menilik pada kebingungan dan

ketidakpahaman dari makna kata ahai. Karena ketika kata tersebut

diungkapan dalam suatu Koe ki ahai tenan kok bro

seluruh responden dari kalangan mahasiswa menjawab dengan pertayaan

ahai

merupakan register, karena penggunaannya menimbulkan efek yang

berbeda ketika diterapkan pada anak jalanan dan ketika diterapkan pada

mahasiswa, sebagai anggota komunitas di luar anak jalanan.

Bentuk ujaran yang digunakan oleh anak jalanan 1 terlihat lebih

ekspresif dan menggunakan kata-kata yang lugas, tanpa adanya sindirian.

Sedangkan anak jalanan 2 terkesan mengejek dengan menjelek-jelekkan

sosok Dardi, di depan anak jalanan 1, namun anak jalanan 1 tidak sakit

hati, karena paham dengan sikap anak jalanan 2 yang hanya bercanda.

Page 76: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Kedua belah pihak telah mengetahui konteks pembicaraan, jadi tidak ada

pihak yang sakit hati atau tidak terima. Dengan adanya pembicaraan

mengenai Dardi dan ejekan-ejekan kecil mengenainya, maka konteks di

atas ditarik simpulan topik pembicaraan tersebut adalah seorang lelaki yang

dikagumi anak jalanan 1, namanya Dardi. Kedua anak jalanan tersebut

menyampaikan positif dan negatifnya Dardi kemudian saling meledek.

Penggunaan ragam pada peristiwa tutur diatas terdengar akrab dan santai.

Tidak ada hentakan tanda marah, meskipun diantara mereka saling

mengejek. Intonasi biasa saja, tidak ada intonasi tinggi, namun layaknya

sahabat bersenda-gurau.

Dengan intonasi yang santai dan akrab, hal tersebut menunjukkan

ketika anak jalanan 2 menyebutkan kejelekan dari Dardi, anak jalanan 1

mencubit anak jalanan 2 dan saling tertawa. Hal ini membuktikan bahwa

kedua anak jalanan saling akrab dan tidak ada beban atau rasa marah,

kecewa dan benci satu dengan lainnya. Namun pada ujaran cangkemmu

terdapat sedikit nada naik dan menghentak. Pada ujaran dheke ki ahai3

banget lho, nggantheng, pinter golek det, kerep njajakake aku barang

terdapat nada mendayu dan manja.

Peristiwa tutur ini terjadi di teras sebuah toko di perempatan jalan,

meskipun perbincangan mereka dirasa cukup rahasisa, namun keduanya

biasa saja, dan menggunakan jalur lisan dalam berkomunikasi satu dengan

lainnya. Pada percakapan ini ditemukan register untuk kata ahai, kata ini

meruapakan ekspresi yang memiliki perannya sebagai kata. Kata ini untuk

menunjukkan betapa luar biasanya Dardi, lelaki yang diperbincangkan oleh

anak jalanan 1. Register tersebut merupakan penggunaan bahasa untuk

menunjukkan ungkapan yang menandakan sifat-sifat yang dimiliki oleh

Dardi.

Dengan tuturan yang dipaparkan sesuai dengan konteks di atas,

tidak ditemukan satu aturan atau norma tertentu. Oleh karena itu, dalam

peristiwa tutur ini tidak adanya norma yang mengatur percakapan antara

anak jalanan dan mengikat cara berinteraksi anak jalanan. Dibaca dari kata

Page 77: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

ganti yang dipakai untuk mengungkapkan Dardi dengan manungsa kae

atau manusia itu. Selain itu, hal yang cukup ironis, ketika salah satu anak

jalanan (perempuan di Kota Surakarta (Solo) yang terkenal santun dan

ramah) mengatakan cangkemmu atau mulutmu dengan nada menghentak

dan keras.

Jenis bentuk penyampaian dengan cerita narasi, tanpa adanya

ungkapan estetis. Bentuk ini didukung dengan medekripsikan seseorang,

kemudian melanjutkan cerita satu ke cerita yang lain, ketika seorang

perempuan menyukai seorang lelaki, kemudian teman yang lain menimpali

bahwa Dardi lebih baik segalanya daripada orang yang dikagumi anak

jalanan 1. Jenis cerita deskriptif juga merupakan serangkaian dengan cerita

narasi dalam cuplikan konteks di atas.

Analisis data di atas membuktikan bahwa ahai merupakan bagian

dari register anak jalanan. Selain bertumpu dari analisis speaking, juga

berdasar pada komparasi yang telah dilakukan pada masyarakat umum di

luar anak jalanan. Dari komparasi tersebut didapatkan simpulan yang

menunjukkan bahwa munculnya makna baru dari kata ahai yang digunakan

oleh anak jalanan, sedangkan kata tersebut tidak dipahami oleh masyarakat

bahasa secara umum.

d. Kata suwak bodoh

Suwak merupakan kata yang termasuk register anak jalanan dan

digunakan dalam percakapan sesama komunitas. Kata ini memiliki

perbedaan arti dengan kamus. Sesuai dengan kamus, suwak berarti sobek

atau robek. Apabila disesuaikan dengan konteks di bawah ini, suwak

berarti bodoh atau tidak berotak. Dalam konteks di bawah ini pula akan

ditemui pergeseran makna dan munculnya makna baru dari kata tersebut.

Hakikatnya, register tidak hanya memunculkan makna baru, namun juga

perbedaan penerimaan kata tersebut oleh lawan tutur. Data tersebut dapat

dilihat di kartu data di bawah ini.

Page 78: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Percakapan tersebut bertempat di Teras Panggung Motor (Yamaha),

Jebres, Surakarta pada sebelah utara, berdampingan dengan jalan utama

Panggung. Setting waktu, pada hari Minggu, 28 Oktober 2012; pukul 16.00

WIB. Anak jalanan dalam ragam santai, situasi tuturan tidak ada masalah

yang terlihat. Kondisi sekitar teras Panggung Motor jalan utama masih

ramai oleh kendaraan, beberapa anak jalanan lalu-lalang, di depan/teras

Panggung Motor Yamaha, Jebres, Surakarta juga masih ada tiga anak

jalanan dan masih berbicara hal yang sama.

(1) Anak Jalanan Perempuan; (2) Anak Jalanan perempuan; (3)

Anak Jalanan laki-laki. Ada tiga anak jalanan sedang bercakap-cakap, dua

anak jalanan perempuan, dan satu anak jalanan laki-laki. Terdapat dua anak

jalanan perempuan yang memiliki usia hampir sama 11 tahun. Kedua anak

jalanan tersebut menjadi partisipan aktif, sedangkan satu anak jalanan laki-

laki menjadi partisipan pasif. Ada dua orang lagi yang terlibat dalam

percakapan tersebut, yaitu seseorang yang dipanggil dia dan Dardi, dua

laki-laki yang menjadi pujaan hati kedua anak jalanan itu.

Dalam konteks di atas, terdapat tujuan pemakaian kata suwak untuk

mengungkapkan rasa gemas terhadap temannya karena masih

mencintai/menyukai Dardi. Anak jalanan 2 merasa anak jalanan 1 selalu

Anak jalanan 1 : dheke ki ahai3 banget lho, nggantheng, pinter golek det, kerep njajakake aku barang, kurang opo ta Len! Dia itu sesuatu banget lho, tampan, pintar cari uang, sering traktir aku juga! Kurangnya apa sih?

Anak jalanan 2 : ahai3 Dardi noh Len! Pinter banget sisan! Halah, lebih sesuatu Dardi ku dong! Pintar sekali juga!

Anak jalanan 1 : Promosi! Promosi! Dardi elek ngono we pamer!! Suwak4 tenan kowe wi! romosi! Promosi! Dardi jelek seperti itu aja sombong! Songong banget kamu ya

Anak jalanan 1 : Cinta itu nggak bisa berbohong Len! Yen

hahahaha cinta itu nggak bisa bohong ya! Sekali

Page 79: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

disakiti atau mungkin tidak disukai Dardi. Tujuan itu tercapai dari

tanggapan selanjutnya yang dijawab oleh anak jalanan 1 dengan pola

interaksi yang sama.

Kata suwak masuk ke dalam register, karena kata tersebut

mengalami perbedaan reseptif arti dan pemaknaan. Ketika diterapkan pada

koe

ki suwak tenan kok

merasa tersinggung dengan ucapan tersebut. Sedangkan apabila diterapkan

pada sesama anak jalanan kata tersebut tidak mengalami perubahan arti dan

makna. Kata tersebut tetap berarti normal dan netral, tidak ada rasa marah

atau tersinggung dengan kondisi tersebut.

Ujaran tersebut memiliki paduan kata yang masih umum dan tidak

ada spesifikasi yang mendalam. Penggunaan kata sebagian besar masih

berupa kata umum. Namun, beberapa kata menunjukkan dan

mengidentifikasikan kehidupan anak jalanan, sepeti cangkem; manungsa

kae. Pengungkapan penggunaan kata-kata yang kasar menunjukkan kondisi

anak jalanan yang keras. Meskipun dengan menggunakan pengungkapan

kata yang keras, topik yang dibicarakan masih sama. Penggunaan register

suwak sebagai bentuk ejekan dan candaan antara anak jalanan 1 dan anak

jalanan 2. Topik yang dibicarakan secara umum masih sama dengan

analisis sebelumnya berkenaan dengan seorang laki-laki pujaan.

Nada yang digunakan pada pengucapan kata suwak dengan nada

menghentak, tetapi disampaikan sambil bercanda. Selain itu, juga sedikit

gerak tubuh menghantam lengan anak jalanan 1 yang tidak serius. Intonasi

dan nada yang digunakan secara umum menunjukkan kedua orang tersebut

merupakan sahabat akrab yang saling memahami permasalahan satu

dengan yang lainnya. Penggunaan ujaran dalam konteks di atas, digunaan

ujaran tersebut secara lisan dan dengan sedikit isyarat seperti melotot dan

mencubit lawan bicara. Seperti pada ujaran tersebut sebagian besar

menggunakan jalur lisan dan percakapan langsung tanpa media yang

lainnya. Lisan dalam hal ini ternyata mampu mengurangi esendi dari

Page 80: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

makna suwak. Meskipun kata ini bernilai bahasa kasar, kata register ini

secara umum memiliki kesamaan arti dalam bahasa lainnya.

Kata suwak merupakan istilah dalam register yang hampir memiliki

kesamaan arti dengan songong. Kata itu digunakan untuk mengungkapkan

perasaan sebal dan gemas pada lawan bicara. Namun apabila dibandingkan

dengan kata tersebut berdiri sendiri dan dilafalkan oleh orang secara umum

akan menimbulkan sakit hati. Kata ini memiliki nilai kasar dalam

pelafalannya. Oleh karena itu benar jika dinyatakan bahwa percakapan ini

tidak menggunakan aturan percakapan yang sesuai dengan prinsip kerja

sama masyarakat orang Jawa. Penggunaan norma dalam percakapan ini

masih belum dan atau sama sekali tidak terlihat, bahkan istilah yang

digunakan kata suwak terkesan kasar dan tidak beretika. Kata suwak adalah

jenis kata yang kasar dan tidak normal dalam pergaulan. Secara istilah, kata

suwak digunakan untuk mempertegas ejekkan yang diberikan pada lawan

tutur. Akan tetapi dalam konteks ini, anak jalanan terkesan akrab dan

dekat. Tidak ada konflik antara satu anak dengan anak yang lainnya.

Dalam pernyataan konteks di atas tidak ada maslah/konflik yang

terlihat, sekaligus bentuk penyampaian ini menggunakan narasi dan cerita

deskripsi yang di dalamnya terdapat analogi, pembandingan antara anak

jalanan 1 dan anak jalanan 2. Cerita narasi tersebut meliputi seorang

perempuan yang disakiti masih saja mencintai orang yang sama, akhirnya

keluarlah kata suwak untuk mengungkapkan perasaannya. Dari penjabaran

di atas, kata suwak masuk ke dalam kata register, karena pemaknaannya

berbeda antara konteks di atas dengan makna dalam kamus.

Kata suwak ketika dikomparasikan penggunaannya oleh sesama

anak jalanan dengan penggunaan oleh masyarakat secara umum

menemukan pergeseran penerimaan. Secara umum, masyarakat akan sakit

hati mendengar ucapan tersebut, sedangkan pada anak jalanan kata tersebut

memiliki kekuatan untuk pengakraban. Komparasi yang dilakukan bersama

dengan siswa sekolah menengah atas, ditemukan rasa tersinggung ketika

penutur mengatakan kata tersebut.

Page 81: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

e. Kata pengki anak buah

Kata pengki muncul dua kali pada peristiwa tutur hari Selasa,

30 Oktober 2012, pukul 11.00 WIB di Pasar Ledoksari, Jebres, Surakarta.

Lingkungan percakapan dalam keadaaan ramai, baik situasi pasar maupun

situasi stasiun, di stasiun juga masih terlihat banyak orang yang datang dan

pergi.

Kata pengki termasuk ke dalam register. Selain karena maknanya

berbeda dengan makna dalam kamus, kata ini hanya dimengerti dalam satu

komunitas anak jalanan saja. Pengki memiliki makna anak buah, atau

seseorang yang berada di bawah kekuasaan bos.

Di Pasar Ledoksari, anak jalanan yang disebut oleh responden lain

Bos, sedang kehausan dan menginginkan es teh. Datang seorang anak

jalanan, dan kemudian anak jalanan tersebut disuruh untuk membelikan es

teh ataupun mencari pengki-nya. (1) Anak Jalanan laki-laki berumur ± 18

tahun; (2) Anak Jalanan laki-laki berumur ± 15; (3) Anak Jalanan laki-laki

berumur ± 10 tahun.

Anak jalanan 1 : Bocah-bocah mau padha nyangdi to nyuk(munyuk), babarblas ra ketok wudel5 sitok- anak-anak tadi kemana saja ta? Sama sekali tidak kelihatan satu pun

Anak jalanan 2 : lha mbuh ya.. lha pengki5mu nengdi? Mbok kon nggolekki siji-siji, angger manut karo ujudmu dhaan! tahu.. Lha Pesuruh/anak buah/bawahan di mana? Disuruh mencari satu per satu, karena mereka tundhuk sama kamu

Anak jalanan 1 : Asu, mbokya golekana kon tuku es teh 1 ndhes7! Opo kowe dadi pengki5 ku wae nyuk? Tukua es teh 1 wae ndhes7! Anjing, paling enggak kamu itu mencarikan, suruh dia beli es teh 1! Atau kamu menjadi suruhan saya saja! Belikan aku es teh 1 saja

Page 82: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Terdapat satu anak jalanan yang terlihat paling tua. Menghampiri

satu anak jalanan yang memiliki usia di bawahnya. Anak jalanan yang

ketiga disebut pengki, anak jalanan yang pertama disebut bos oleh anak

jalanan 2. Anak jalanan 1 terkesan garang dan keras; sedangkan responden

2 berada di bawah anak jalanan 1, dan anak jalanan 3 adalah yang paling

kecil dan takut.

Penggunaan kata pengki dalam konteks ini sebagai bentuk kata

ganti orang yang disuruh dan diminta untuk membelikan es teh. Tujuannya

untuk menyuruh seseorang sesuai dengan gradasi/strata sosial anggota anak

jalanan. Tujuan secara tersirat adalah untuk menunjukkan kekuasaan

seseorang untuk meminta/menyuruh orang lain yang telah dia kuasai atau

di bawah kekuasaannya.

Bentuk ujaran adalah percakapan keras dengan beberapa pemilihan

kata yang kasar dan tidak sopan. Bentuk ucapan yang ada seperti nyok atau

nyet untuk monyet, kemudian asu atau anjing untuk mengungkapkan

elspresi marah dan garang. Dengan mengetahui bentuk ujaran serta tujuan

percakapan, diambil topik yang diangkat adalah menyuruh pengki untuk

membeli es teh, dan semula tidak ada pengki yang ada untuk

membelikannya minuman tersebut. Nada yang digunakan adalah nada

tinggi dan dengan pelafalan yang garang. Mimik muka terlihat ingin

menampakkan kemarahannya dan ingin menunjukkan siapa dia. Ada

penekanan di banyak kata, yang menimmbulkan ekspresi lebih jahat dan

garang. Beberapa kali anak jalanan 2 melirik dan melotot kepada anak

jalanan 3. Anak jalanan 1 juga sempat melirik dan mimik garang pada

beberapa kesempatan. Satu kali anak jalanan 2 mengusir anak jalanan 1

agar pergi membelikannya minuman.

Menggunakan percakapan normal dan lusan. Tanpa adanya jalur

lainnya, seperti jalur tertulis, sms, dll. Karena percakapan langsung maka

seluruh percakapan yang terrekam menggunakan jalur lisan. Register yang

digunakan adalah pengki yang disinyalir memiliki arti orang suruhan, yang

mau disuruh dan diperintah. Tidak terdapat norma yang jelas dalam

Page 83: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

mengatur percakapan antara anak jalanan 1, 2 dan 3. Terlihat dari

penggunaan kata yang tidak baik, seperti nyuk, asu, wudhel, dan lainnya.

Selain itu, ketika anak jalanan 2 dan 3 berbicara dengan anak

jalanan 1 menunjukkan kepekaannya terhadap norma yang diatur sendiri

dan ditaati sendiri. Dengan sedikit peraturan intern yang membuat anak

jalanan 2 dan 3 hormat kepada yang paling tua, dimungkinkan karena takut

dan merasa hormat.

Jenis bentuk penyampaiannya menggunakan jalur lisan tanpa

adanya interaksi dengan jalur lainnya. jalur lisan antara tiga orang anak

jalanan yang satu dengan yang lainnya tidak terlihat adanya penggunakan

bahasa nonlisan. Namun beberapa bahasa nonverbal diutarakan seperti

mengepalkan tangan, gerakkan tangan mengusir, dan lainnya.

Konteks tersebut merupakan bentuk secara umum dan digunakan

beberapa kali pada ujaran langsung. Jalur lisan adalah yang paling sering

digunakan. Dengan konteks yang baik, jenis yang baik, amak pesan atau

tujuan yang ingin dicapai dapat sampai di tempat tujuan dengan baik,

karena satu komunikasi dan yang lainnya berpengaruh. Dengan analisis

data di atas ditemukan pemaknaan kata pengki merupakan register anak

jalanan. Hal ini dikarenakan ditemukannya pergeseran makna antara

penggunaan register pada anak jalanan dengan penggunaan pengki pada ibu

rumah tangga, mereka menangkap pengki adalah alat kebersihan.

f. Kata ndhes memiliki persamaan makna dengan cah

Peristiwa tutur ini terjadi pada, Selasa, 30 Oktober 2012. Pukul

11.00 WIB. Pasar Ledoksari, Jebres, Surakarta. ± 300 meter selatan Stasiun

Kereta Api, Jebres, Surakarta. Masih dengan keadaan yang sama dengan

analisis sebelumnya keadaaan jalanan ramai, baik situasi pasar maupun

situasi stasiun, dari stasiun juga masih terlihat banyak yang datang dan

pergi.

Page 84: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Kata ndhes tidak ada dalam kamus Bahasa Jawa, namun jika

disesuaikan dengan konteks di bawah ini, ndhes memiliki makna sama

dengan cah.

Situasi anak jalanan sedikit sepi, anak jalanan tidak berlalu lalang di

depan pasar, kebanyakan anak jalanan terlihat di jalanan, tidak ada

kegiatan interaksi. Beberapa partisipan yang aktif, antara lain tiga anak

jalanan, (1) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 18 tahun; (2) Anak Jalanan

laki-laki berumur ± 15; (3) Anak Jalanan laki-laki dengan kisaran usia ± 10

tahun.

Terdapat satu anak jalanan yang terlihat paling tua yaitu 18 tahun,

menghampiri satu anak jalanan yang memiliki usia dibawahnya sekitar 15

tahun. Anak jalanan yang ketiga disebut pengki (anak jalanan yang berusia

10 tahun), anak jalanan yang pertama disebut bos oleh anak jalanan 2.

Secara mimik muka, anak jalanan 1 terkesan garang dan keras. Sedangkan

anak jalanan 2 berada di bawah anak jalanan 1, dan anak jalanan 3 adalah

yang paling kecil dan penakut.

Kata ndhes termasuk dalam register karena penerapannya akan

berbeda jika diterapkan pada anak jalanan dan diterapkan pada kelompok

lain. Kelompok anak jalanan sama sekali tidak ada dampak penggunaan

Anak jalanan 2 : lha mbuh ya.. lha pengkimu nengdi? Mbok kon nggolekki siji-siji, angger manut karo ujudmu dhaan! tau saya.. Lha Pesuruh/anak buah/bawahan di mana? Disuruh mencari satu per satu, karena mereka tunduk sama kamu

Anak jalanan 1 : Asu, mbokya golekana kon tuku es teh 1 ndhes6! Opo kowe dadi pengkiku wae nyuk? Tukua es teh 1 wae ndhes! Anjing, paling enggak kamu itu mencarikan, suruh dia beli es teh !Atau kamu menjadi suruhan saya saja! Belikan aku es teh 1 saja

Anak jalanan 2 : Jon (Jono : nama orang) tukokno bos8mu iki es teh Jon, belikan bosmu ini es teh

Page 85: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

kata tersebut. Sedangkan dari kelompok anak pada umumnya merasa

tersinggung dan tidak terima dengan pengucapannya. Kata tersebut

bermakna kasar dan tidak sopan, sedangkan dalam penerapan anak jalanan,

kata tersebut sah-sah saja, dan tidak ada efek yang berpengaruh.

Tujuan dari konteks penggunaan register ndhes adalah untuk

memanggil salah seorang dari anak jalanan atau anak jalanan lainnya.

Sebagai bentuk kata ganti orang dan menjelaskan kedekatan seseorang

dengan yang lainnya. Karena tidak mungkin seseorang yang baru kenal

menyebut orang lain dengan sebutan tersebut. Selain itu, untuk tujuan jera

juga dimungkinkan anak jalanan yang menjadi anak jalanan 1 memanggil

dengan sebutan ndhes untuk menimbulkan efek agar anak jalanan 3 takut.

Ujaran yang dipakai dalam konteks ini bersifat kasar, namun

percakapan antara orang satu dengan orang yang lain tetap terjaga benang

merahnya. Ujaran menggunakan register ndhes sebagai bentuk singkatan

dari sebuah kata yang telah dipaparkan sebelumnya. Topik pembicaraan

secara umum masih sama dengan analisis sebelumnya, yakni mengenai

permintaan/menyuruh anak jalanan lain untuk membelikannya minuman

dingin. Namun, tidak ada yang ada untuk membelikannya.

Nada yang digunakan adalah nada tinggi dan dengan pelafalan yang

garang. Mimik muka terlihat ingin menampakkan kemarahannya dan ingin

menunjukkan siapa dia. Ada penekanan di banyak kata, yang menimbulkan

ekspresi lebih jahat dan garang.

Beberapa kali anak jalanan 2 melirik dan melotot kepada anak

jalanan 3. Anak jalanan 1 juga sempat melirik dan mimik garang pada

beberapa kesempatan. Satu kali anak jalanan 2 mengusir anak jalanan 1

agar pergi membelikannya minuman

Peristiwa ini berjalan secara berurutan, yang pertama anak jalanan 1

mencari anak jalanan, yang kedua anak jalanan 1 bertemu dengan anak

jalanan 2 dan yang terakhir anak jalanan 2 memanggil anak jalanan 3.

Keseluruhan menggunakan percakapan normal dan lisan. Karena

percakapan langsung maka seluruh percakapan menggunakan jalur lisan.

Page 86: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Jalur bahasa yang lainnya tidak ditemukan dalam konteks ini, karena anak

jalanan terkesan sederhana dan yang dikenakan simpel.

Register yang digunakan adalah Ndhes atau gondhes merupakan

kata ganti orang kedua yang memiliki arti sama dengan bocah, atau Nak

untuk anak. Dalam percakapan ini tidak ada norma yang mengatur, karena

masih bayak kata-kata kasar yang masih diucapkan, terutama dalam

percakapan antara yang muda dan yang tua. Seperti register ini sendiri

merupakan kata yang kasar. Ndhes apabila diucapkan data situasi umum

bersifat kasar dan tidak beretika.

Ketika berinteraksi antara yang lebih muda kepada yang lebih tua

sedikit ada kekhasan gaya untuk sopan, tunduk, sedangkan yang tua kepada

yang muda, tidak ada rasa hormat, bahkan tidak ada sikap mengayomi.

Percakapan ini menggunakan jenis bentuk penyampaian dengan narasi dan

perintah, karena sikap satu anak jalanan kepada anak jalanan yang lain

tidak memiliki latar yang luang, jadi terkesan padat dan jelas.

Dalam upaya mendapatkan keabsahan data, kata ndhes pun

dikomparasikan penggunaannya dengan masyarakat bahasa di luar anak

jalanan. Ditemukan perbedaan dan pergeseran penerimaan makna anak

jalanan dengan di luar anak jalanan, dilihat dari konteks di atas, yang

menyatakan bahwa makna di luar anak jalanan akan bersifat negatif,

sedangkan ketika dipakai oleh anak jalanan makna tersebut bersifat netral.

g. Kata bos ang yang

memilki makna

Kata bos ditemukan pada percakapan hari Selasa, 30 Oktober 2012,

pukul 11.00 WIB. Pasar Ledoksari, Jebres, Surakarta. ± 300 meter selatan

Stasiun Kereta Api, Jebres. Keadaan Stasiun Kereta Api Jebres cukup

ramai mengingat hari minggu, banyak penumpang turun dan berdatangan.

Keadaan masih sama, tidak ada perbedaan situasi yang mendadak ketika

register ini diucapkan.

Page 87: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Situasi keadaan di daerah tersebut panas dan beberapa kali anak

jalanan berkumpul ketika suasana renggang dan tidak ada pekerjaan.

Sesekali lewat petugas satpam Pasar, namun tidak merespons dengan

keberadaan anak jalanan di sana. Secara umum, untuk partisipan tidak ada

perubahan, yakni responden 1 datang paling awal, anak jalanan 2 kemudian

mengikuti dan yang terakhir anak jalanan 3 datang paling akhir.

Akan ada perbedaan makna kata bos jika diterapkan pada anak

jalanan dan diterapkan pada masyarakat pada umumnya. Ketika ditanya

berkenaan dengan persepsi mereka terhadap bos pada anak jalanan, mereka

mengganggap bos adalah orang yang selalu meminta uang anak jalanan,

sedangkan bos dalam register anak jalanan ini berarti panutan, guru, dan

seseorang yang dituakan, atau tetua.

Sesuai gradasi umur, anak jalanan 1 lebih tua daripada anak jalanan

2, dan anak jalanan 2 lebih tua daripada anak jalanan 3. (1) Anak Jalanan

laki-laki berumur ± 18 tahun; (2) Anak Jalanan laki-laki berumur ± 15

tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki dengan usia ± 10 tahun. Pertama-tama

anak jalanan yang terlihat paling tua mendatangi anak jalanan 2, terlihat

hubungan antara anak jalanan 1 dan anak jalanan 2 tidak terdapat hubungan

yang hormat-menghormati. Ketiganya seorang lelaki yang duduk di dekat

kereta api yang sedang dimatikan.

Tujuan pemberian julukan bos pada anak jalanan 1 oleh anak

jalanan 2 diidentifikasikan untuk menghormati dan menuakan-(tua) anak

Anak jalanan 1 : Asu, mbokya golekana kon tuku es teh 1 ndhes7! Opo kowe dadi pengki6ku wae nyuk? Tukua es teh 1 wae ndhes7! Anjing, paling enggak kamu itu mencarikan, suruh dia beli es teh 1! Atau kamu menjadi suruhan saya saja! Belikan aku es teh 1 saja

Anak jalanan 2 : Jon(Jono : nama orang) tukokno bos8mu iki es teh Jon, belikan bosmu ini es teh

Anak jalanan 3 : pira mas? berapa mas? Anak jalanan 2 : siji wae ndhes7! Cepet! atu saja! Cepat! Anak jalanan 3 : iyo neh! iya-iya!

Page 88: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

jalanan 1. Dimungkinkan selain karena usia yang relatif lebih tua, juga

karena mimiknya paling garang.

Tujuan percakapan tersebut adalah ungkapan marah dan kesal

ketika seorang bos meminta seseorang untuk membeli es teh namun tidak

ada yang disuruh. Disusul dengan kata perintah dan deksripsi anak jalanan

seperti penyebutan nama Jon. Tujuannya untuk menjalin interaksi satu

dengan yang lain, supaya anak jalanan 2 membelikannya es teh.

Ujaran terkesan kasar dan tertekan, dari setiap anak jalanan

memiliki kekhasan ujarannya masing-masing, seperti pada anak jalanan 1

seorang yang ganas, berbicara garang dan kasar. Dilihat dari percakapan

(konteks) yang berbicara dengan kasar hanya anak jalanan 1, salah satu

alasannya karena ditakuti anak jalanan yang lain. Anak jalanan 2, takut tapi

kadang berani pada yang lebih kecil, dilihat dari percakapan. Perubahan

emosi yang dari awal takut, kemudian berani pada anak jalanan 3. Anak

jalanan 3 di lihat dari percakapan adalah yang paling kecil dan penakut.

Secara spesifik, penggunaan nada pada setipa anak jalanan adalah;

anak jalanan 1, nada tinggi, intonasi garang dan menggunakan tekanan

yang berat; anak jalanan 2, menggunakan nada semi-takut dan berlagak

berani ketika berbincang dengan anak jalanan 3; sedangkan anak jalanan 3,

dengan nada rendah, lirih dan tanpa tenakan.

Semangat untuk berujar, pada anak jalanan 1 dan anak jalanan 2

tinggi, sedangkan pada anak jalanan 3 rendah. Tidak ada penggunaan jalur

tulis, hanya menggunakan jalur lisan saja. Jalur bahasa yang lainnya tidak

ada yang digunakan karena situasi yang kurang tepat, dan paling tepat

hanyalah jalur lisan.

Register yang dipakai adalah ndhes menunjukan penggunaan

bahasa yang kasar dan keras, menunjukkan kata gondhes. Istilah tersebut

lazim digunakan oleh anak jalanan, namun jika diujarkan pada situasi

umum terdengar kasar.

Anak jalanan merasa bebas dan tidak ada yang aturan, bahkan pada

percakapan ini digunakan register ndhes yang menunjukkan kondisi dan

Page 89: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

situasi yang tidak sopan. Istilah yang kasar dipakai oleh suatu komunitas

dan tidak ada yang menegur, akan semakin merusak norma bahasa pada

anak jalanan.

Beberapa kata yang lain yang tidak sopan secara umum juga ada,

namun lebih kental pada ekspresi yang ada. Seperti geram, galak, melotot

dan lainnya. Bentuk percakapannya adalah narasi dan lebih tepatnya

kalimat perintah untuk menekankan maksud dan tujuan percakapan. Narasi

dalam konteks tersebut ada ketika Anak jalanan 2 menjelaskan

ketidakberadaan anak jalanan yang lainnya. Anak jalana menceritakan

detail percakapan dengan situasi demi situasi, anak jalanan berbicara satu

dengan yang lain menunjukkan keakraban dan kedekatan meskipun

terkesan tidak hormat-menghormati.

h. Kata kawasan wilayah kerja

Dalam kehidupan sehari-hari kadang masyarakat bahasa pada

umumnya menggunakan kata kawasan sebagai bentuk perwilayahan

dengan tanpa maksud dan tujuan tertentu. Ternyata, kata kawasan juga

ditemukan pada bahasa anak jalanan dengan makna yang berbeda.

Rabu, 31 Oktober 2012; pukul 14.00 WIB. Depan showroom motor,

Yamaha Motor, Panggung motor, berdampingan dengan jalan raya. Situasi

jalanan ramai dengan kendaraan bermotor, suara gaduh anak jalanan yang

terbahak-bahak saat bersenda-gurau.

Sedang ada konflik, ketika anak jalanan 2 dan anak jalanan 3

berkelahi tanpa diketahui penyebabnya. Kedua anak itu hanya memukul

satu sama lain, tanpa adu mulut. Keadaan memanas ketika orang yang

paling tua dan dituakan merasa terganggu dan berusaha melerai. Kemudian

keduanya pun berhenti. (1) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 20 tahun; (2)

Anak Jalanan laki-laki berusia ± 13 tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki

berkisar ± 13 tahun.

Partisipan pada peristiwa tutur tersebut terdiri dari 3 orang anak

jalanan, dua diantaranya berusia kisaran 13 tahun dan yang paling tua dan

Page 90: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

disegani berusia 20 tahun. Selain itu beberapa anak jalanan yang lain

menyorak anak jalanan yang berkelahi. Namun tidak menjadi partisipan

aktif, karena ketidakberhubungannya antara pembicaraan dan konteks

kalimat. Namun dari seluruh partisipan yang ada, hanya Anak jalanan 1

yang peduli dan ikut melerai.

Tujuan mengatakan register kawasan untuk menunjukkan bahwa

lokasi tersebut meruapakan satu wilayah untuk kekuasaan dan agar kedua

anak jalanan yang berkelahi terssebut segera tenang dan tidak membuat

kegaduhan. Tujuan pengungkapan kata register tersebut juga sebagai

bentuk pengungkapan bahwa anak jalanan 1 perlu dihormati sebagai

pemilik kawasan.

Tujuan secara umum adalah untuk melerai perkelahian antar anak

jalanan yaitu anak jalanan 2 dan anak jalanan 3 oleh Anak jalanan 1.

Dengan adanya peristiwa tutur ini setidaknya dua anak jalanan itu akirnya

berpisah tidak lagi berkelahi.

Bentuk ujaran yang digunakan seperti pemilihan kata yang kasar

dan digunakan untuk menenangkan anak jalanan 2 dan anak jalanan 3.

Setidaknya pemilihan ujaran yang cukup kasar mampu menenangkan dua

anak jalanan yang sedang berkelahi, selain menimbulkan efek jera juga

sebagai alat untuk menenangkan dua anak jalanan tersebut.

Nada yang digunakan ketika mengucapkan ujaran yang di

dalamnya terdapat register kawasan dengan nada kesal, dan marah karena

ketenangannya terusik dan terganggu. Selain dengan nada kesal dan marah,

beberapakali hentakan juga dipakai untuk menimbulkan efek marah dan

geram. Selain adanya nada dan tekanan, ekspresi yang timbul juga mampu

mengidentifikasikan ekspresi yang sedang dirasakan (megucapkan

kawasan) seperti marah dengan melotot, dan sedikit mengepalkan tangan.

Kawasan dalam register anak jalanan ditemukan ploting makna

kawasan tersebut, antara lain kawasan satu untuk manggung, kawasan dua

untuk masar, kawasan tiga untuk nyepur, kawasan empat digunakan untuk

Page 91: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

ngleseh, dan jenis kata lainnya. Hal ini berbeda-beda dan ada banyak

ragam dari kata kawasan ini.

Peristiwa tutur dalam konteks kalimat yang mengandung kara

kawasan menggunakan jalur lisan. Kawasan bagian kota atau daerah

tertentu yg mempunyai sifat-sifat yg khas: industri; pertokoaan. Dalam

kamus besar bahasa Indonesia, kata kawasan secara umum adalah daerah

yang memiliki ciri khas yang sama, sedangkan bagi anak jalanan, makna

kata kawasan adalah lokasi dan wilayah dalam satu kekuasaan, semacam

tempat dari raja itu memerintah.

Secara norma kebahasaan, konteks yang dipakai menggunakan

bahasa yang tidak baik, namun di sisi lain secara luas, konteks tersebut

mengandung norma sosial yang cukup baik. dinyatakan dengan efek yang

timbul setelah anak jalanan 1 geram dengan perilaku yang ditimbulkan

anak jalanan 2 dan anak jalanan 3.

Kalimat di atas merupakan contoh yang tidak mengandung norma yang

baik untuk masyarakat berbahasa. Jenis dan bentuk penyampain peristiwa

tutur ini dengan bentuk tuturan narasi, dengan tegas anak jalanan 1

menyatakan hal yang sedikit kasar. Dalam peristiwa tutur ini tidak ada nilai

estetik yang perlu dijaga.

i. Kata munggah , nyepur , medhun , ngampung

, manggung , masar , ngleseh

Kata munggah, nyepur, medhun, ngampung, manggung, masar,

ngleseh digunakan dalam konteks situasi yang sama. Cukup berbeda

dengan makna umumnya, munggah memiliki makna naik bus dan

melakukan kegiatan mencari uang, sedangkan nyepur adalah mencari uang

Aja dha padu wae to Su

Page 92: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

di atas kereta api, medhun memiliki makna kamus turun, namun dalam

register berarti turun ke jalan untuk mencari uang.

Sedangkan ngampung memiliiki makna dalam register yakni pergi

ke pemukiman penduduk untuk mencari uang, manggung memiliki makna

pergi ke daerah Panggung untuk mencari uang, sedangkan masar bermakna

pergi pasar, begitu pula dengan ngleseh bermakna pergi ke tempat-tempat

lesehan untuk mencari uang.

Partisipan 1 : Bu, lha Tutik meniko wonten pundi kok mboten ketingal?

Anak jalanan 2 : Munggah10 Partisipan 1 : Munggah10 pundi Bu? Anak jalanan 2 : Munggah10 Bis mas, ngamen.

Partisipan 1 : istilah lain malih napa bu?

Anak jalanan 2 : Nyepur11, iku ngamen neng cedhak stasiun neng

daerah sepuran Medhun12, iku

biasane nik nggone lampu merah digunakan untuk nongkrong di lampu meNgampung13, muter neng kampung-kampung, neng omah-omah ngono mas makna berkeliling ke kampung-kampung dan rumah- . Manggung14, iku nang Panggung, daerah Panggung.

Masar15, iku neng pasar mas, ngamen ing pasar. Iku aku ngerti ya saka bajaku kok mas! Saiki bajaku ra enek. mengamen di sekitar pasar, saya mengetahuinya dari

Anak jalanan 3 : Ulat16mu kui lho mas le ngematke aku! Mbok biasa

wae! Rasah ngulat16ke!

Partisipan 1 : ora lho Nov! biasa wae kok!

Anak jalanan 1 : Ngleseh17 mas, iku neng Lesehan!

Page 93: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Wawancara ini dilakukan pada Sabtu, 3 November 2012; pukul

19.00 WIB. Teras Panggung Motor, Jebres, Surakarta, tepatnya

Perempatan Panggung motor, disamping Jalan utama.

Situasi jalan utama depan Panggung Motor, sangat ramai dalam

keadaan malam hari. Beberapa kendaraan lalu lalang, baik itu roda dua,

mobil ataupun bus. Beberapa anak jalanan menggerombol dan sedang

bermain gitar. Tetapi ada pula satu ibu anak jalanan dan anak jalanan yang

sedang duduk menunggu anaknya yang lain sedang mengamen.

Di Teras Panggung, keadaan terlihat lebih sepi daripada hari

biasanya yang ramai kendaraan lalu lalang. Tidak ada konflik antara satu

anak jalanan dengan anak jalanan lain. Di perempatan jalan tidak terlihat

adanya anak jalanan yang saling berkonflik dan masalah.

(1) Ibu dari anak Jalanan (Imam) ± 45 tahun; (2) Anak Jalanan

laki-laki (Imam) ± 7 tahun. Ibu dari anak jalanan yang bernama Imam

sedang duduk menunggu hujan reda, sebagai anak jalanan utama. Beberapa

anak jalanan sedang bermain alat musik dan bernyanyi, tanpa

berkomunikasi yang berhubungan dengan anak jalanan yang lainnya.

Tujuan wawancara ini untuk menggali informasi yang lebih luas

berkaitan dengan kondisi anak jalanan saat ini, kondisi jalan yang mulai

sepi dan tidak begitu ramai. Kemudian sedikit mendapatkan informasi

mengenai istilah anak jalanan yang sering digunakan.

Tujuan secara umum penggunaan register tersebut merupakan

untuk medekripsikan bahasa anak jalanan tersebut. Bentuk ujaran yang

digunakan berupa jawaban dari pertanyaan yang ada. Partisispan memberi

pertanyaan yang sekiranya tidak mencurigakan. Topik pembicaraan adalah

kegiatan mobilitas anak jalanan di Kota Surakarta, khususnya di daerah

Jebres.

Nada pembicaraan datar tanpa ada ekspresi yang bersifat emotif,

nada bicara tidak ada tekanan yang berarti. Anak jalanan satu dengan yang

lain tidak saling memengaruhi, dan kondisi yang datar membuat situasi

tidak emotif.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Dalam wawancara yang dibuat seperti perbincangan tidak ada cara

ataupun semangat yang khusus dalam menunjukkan pertanyaan maupun

jawaban. Dalam peristiwa tutur ini menggunakan jalur lisan, karena

dilakukan dengan wawancara langsung.

Register

1) Munggah

Berarti munggah/naik, naik dalam hal ini bukan naik tangga, naik

tingkat. Naik dalam hal ini khusus untuk mengamen di bis. Bekerja di

dalam bis, dengan istilah yang lebih mudah dan sederhana. Ketika

diaplikasikan dalam masyarakat luas (khususnya masyarakat Jawa),

masyarakat tidak begitu paham dan mengerti maksud dari bahasa

tersebut. sekilas, memang sederhana, namun penggunaan bahasa

tersebut bersifat khusus.

2) Nyepur

Nyepur adalah kegiatan di atas Sepur (Kereta Api), berarti anak

jalanan sedang mencari uang di atas kereta api. Penggunaan istilah ini

mempermudah interaksi dengan anak jalanan lainnya. istilah ini

menunjukkan keberadaan anak jalanan. Namun belum tentu orang

awam paham, seperti halnya telah dilakukan uji coba pada salah

seorang mahasiswa yang kadang kala pulang kampung dengan kereta

api, ia tidak paham istilah nyepur.

3) Medhun

Medhun dalam bahasa Indonesia berarti turun, bukan turun pangkat,

bukan turun tangga, maupun gajinya turun. Namun sebagai ungkapan

khusus anak jalanan, medhun berarti turun dari bis, setelah berkegiatan

di atas bis, entah itu mengamen, mengemis, maupun kegiatan lainnya.

4) Ngampung

Ngampung yaitu berkegiatan di kampung, dari pintu ke pintu, istilah

ini untuk memudahkan anak jalanan dalam berinteraksi ketika mereka

berada/mengamen di kampung, masyarakat. Ngampung berarti di

berbagai daerah yang bisa dipakai tempat mengamen.

Page 95: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Ternyata kata ngampung dari penelitian ini turut ditemukan dalam

penelitian Lestari (2011). Dalam pemaparannya, Lestari menjelaskan

bahwa kata ngampung merupakan pembagian wilayah kerja dari

seorang anak jalanan yang bertugas mengitari kampung-kampung.

Dari sini, kedua penelitian ini dapat ditarik kesamaan makna

penggunaan kata register dalam konteks yang sama.

5) Manggung

Manggung tidak bisa diartikan sebagai kegiatan di stage-panggung.

Namun, satu istilah ketika anak jalanan berkegiatan di daerah

Panggung Motor, entah mereka mengamen, mengemis, meminta-

minta maupun kegiatan lainnya. bagi sebagaian orang mungkin

berpikir manggung berarti kegiatan di atas panggung, bernyanyi,

konser atau sejenisnya.

6) Masar

Masar berarti berkegiatan di pasar, dalam kata masar memiliki dua

makna yang bisa berbeda arti.

a) Masar : mengamen di pasar, pasar yang dimaksudkan adalah pasar

yang berskala besar, seperti Pasar Gedhe, Pasar Klewer, dan pasar

lainnya. biasanya mereka mengamen, meminta-minta dan lainnya

b) Masar : pulang ke rumah dan tidur. Masar dalam hal ini spesifik

berarti Pasar Ledoksari. Pasar Ledoksari menjadi tempat tinggal

bagi anak jalanan yang bagi mereka paling nyaman dan menarik

untuk mereka. Mereka akan tinggal di Pasar Ledoksari dan tidur

untuk menunggu pagi.

7) Ngleseh

Ngleseh berarti mengamen di lesehan-lesehan tempat makan

masyarakat. Ngleseh berarti mereka akan berkegiatan di Lesehan baik

kota maupun di pinggiran.

Norma dalam percakapan ini cukup terjaga, dilihat dari tanggapan ibu

anak jalanan ketika partisipan berbicara dnegan bahasa kromo alus, dia

paham dengan begitu bahasa kromo alus berterima. Namun merek abelum

Page 96: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

tentu menggunakannya dalam berkehidupan sehari-hari. Dalam peristiwa

tutur ini mengacu pada penyampaian melalui narasi dan menjawab

pertanyaan yang disediakan. Anak jalanan terpacu dan bukan pada

kesadaran pribadi dalam menjawab pertanyaan.

j. Kata colut memiliki makna berpindah dari satu tempat ke tempat lain

Kata colut tidak memiliki pemaknaan dalam kamus bahasa Jawa.

Kata ini adalah register yang digunakan anak jalanan yang memiliki arti

berpindah tempat. Hal tersebut terlihat dari data yang diambil pada hari

Senin, 5 November 2012; Pukul 14.00WIB di Tugu perempatan Jimbaran

Radio, Surakarta, 50 meter sebelum Stasiun Balapan dari arah timur. (1)

Anak Jalanan laki-laki berusia kisaran 15 tahun; (2) Anak Jalanan laki-laki

berusia kisaran 12 tahun. Situasi yang dideskripsikan, kondisi yang panas,

siang hari. Perempatan tampak lebih sepi dari sebelumnya, dan kegiatan

mengamen menjadi kurang begitu ramai dan emndapatkan banyak

pemasukan.

Anak jalanan yang berusia 15 tahun, ketika sudah mulai bosan

berkegiatan dan hendak pindah ke terminal/stasiun lain, ada pula anak

jalanan berusian kisaran 12 tahun yang diajak untuk berpindah namun tidak

bersedia. Tidak ada anak jalanan di sekitar daerah tersebut, hanya

kendaraan yang lalu lalang dan beberapa motor tidak memberikan uang

untuk anak jalanan yang mengamen.

Menunjukan arah tujuan kepergiannya, anak jalanan 1 berusaha

memberikan sedikit ajakan, persuasi kepada anak jalanan 2 untuk

berpindah tempat ke stasiun balapan, namun anak jalanan 2 meskipun

Anak jalanan 1 : Melu ra? ikut tidak Anak jalanan 2 : Nengdi? kemana Anak jalanan 1 : Colut18, Tirtonadi! indah ke Tirtonadi Anak jalanan 2 : Ora om! Tidak Om

Page 97: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

paham dengan percakapan, tidak bersedia berpindah ke stasiun, tanpa

alasan.

Isi ujaran terkesa singkat dan padat, yaitu ajakan berpindah tempat

seorang anak jalanan kepada anak jalanan lainnya. Kata colut memiliki arti

keluar dan pergi, biasanya dipakai oleh mahasiswa yang akan membolos,

namun bagi anak jalanan memiliki arti berpindah dari objek tempat satu ke

tempat yang lainnya.

Nada yang digunakan adalah nada ajakan, persuasi. Di lain pihak

anak jalanan 2 menjawab dengan nada datar. Anak jalanan satu mengajak

dengan sangat semangat, namun anak jalanan 2 menjawab dengan

sederhana.

Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur bahasa lisan, tanpa media

apapun,. Obrolan biasa dua anak jalanan. Register yang digunakan adalah

colut yang artinya berpindah dari satu tempat ke tempat lain, seperti pada

konteks yang jelas, berpindah dari perempatan Radio Jimbaran ke Stasiun

Kereta Api.

Tidak terlihat adanya pelanggaran norma, maupun tindakan yang

senonoh dan tidak sopan. Dengan begitu datarnya percakapan, belum

mampu dilakukan identifikasi yang mendalam, namun secara garis besar

ungkapan yang digunakan masih datar. Jenis dan bentuk penyampaian

ujaran dengan persuasi, bukan narasi maupun deskripsi. Anak jalanan 1

mengajak anak jalanan 2 untuk berpindah tempat.

k. Kata bolo pasukan dalam tim

Kata bolo yang dalam keseharian masyarakat bahasa menyatakan

artinya adalah teman, sedangkan dalam konteks anak jalanan, bolo

memiliki makna pasukan atau pasukan dalam satu tempat kerja. Ditemukan

penggunaan kata bolo dalam percakapan anak jalanan pada hari Sabtu,1

Desember 2012. Pukul 15.00 WIB. Kompleks Balaikota Surakarta,

Surakarta. ± 300 meter selatan Pasar Gedhe, Surakarta Kondisi jalanan

tampak sangat ramai memuncak, jalanan sedikit lebih macet. Beberapa

Page 98: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

anak jalanan sedang bercanda guari satu dengan lainnya. namun beberapa

yang lain tampak serius.

Kondisi cuaca cerah, namun beberapan percakapan sering tidak

berkaitan karena jumlah anak jalanan cukup banyak. Ada anak jalanan

kecil yang mengikuti perbincangan.

(1)Anak Jalanan laki-laki berusia ± 18 tahun; (2) Anak Jalanan laki-

laki berusia ± 15 tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 10 tahun; (4)

Anak Jalanan laki-laki berusia kisaran 15 tahun; (5) Anak Jalanan laki-laki

berusia kisaran 4 tahun. Usia anak jalanan yang paling kecil adalah adik

dari anak jalanan yang lainnya.

Beberapa anak jalanan yang lainnya tidak termonitori karena

aktivitasnya yang tidak begitu mendukung. Beberapa anak jalanan sedang

asik bermain musik, beberapa anak jalanan sedang makan dan beberapa

lainnya sedang mengamen.

Tujuan dari percakapan dan penggunaan kata register bolo untuk

menunjukkan anak jalanan memiliki teman, bahwa teman-temannya telah

pergi mendahuluinya. Percakapan ini terjadi tanpa ada tujuan khusus untuk

menunjukkan situasi maupun kondisi tertentu yang diidentifikasikan.

Tujuan penggunaan register lebih tertuju untuk efisiensi pemakaian dan

pemaknaan kata yang dipakai satu orang dengan yang lainnya.

Bentuk ujaran berupa kata, kalimat dan beberapa ujaran yang

lainnya. kalimat yang berisi register lainnya, apabila dipahami perkata oleh

orang awam akan cukup sulit, namun anak jalanan akan paham dengan

rangkaian kata yang telah dipakai.

anak jalanan 5 : baksoku peken baksoku buat kamu aja anak jalanan 1 : aku nanging terminal kok arep munggah,

arep munggah kene balaku wis do rampung aku mau naik di terminal saja, mau naik di sini

teman-temanku sudah selesai

Page 99: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Topik pembicaraan adalah kehidupan sehari-hari, bukan sebuah

konflik yang ada di masyarakat. Namun sebuah peristiwa tutur anak

jalanan pada hari biasa. Nada, tekanan, cara dan semangat penyampaian

terkesan datar dan tanpa ada gejala yang memungkinkan ada konflik

maupun beberapa nada yang dibuat dengan sengaja, nada mengejek.

Digunakan nada mengejek, namun masih terkesan datar dan tanpa ada

gejolak yang berarti. Tekanan masih bersifat datar.

Peristiwa tutur ini berjalan secara langsung dengan jalur lisan.

Register yang dipakai meliputi kata bolo yang menunjukkan sekawanan

rekan mengamen, bukan berarti sahabat. Namun sekumpulan komunitas

mengamen yang satu dan yang lain akan bekerja sama untuk mencari uang.

Pada kasus umum, kata bolo bermaksud untuk menjelaskan makna sahabat,

kawan dekat atau teman sepemikiran, namun pada konteks ini, maksud dari

kata bolo rekan satu grup untuk mencari uang.

Norma tidak begitu menonjol atau berpengaruh, bersifat biasa dan

datar. Tidak ada penyelewengan yang berarti, namun satu anak jalanan

dengan yang lain saling menghormati dan saling berbicara sopan. Tidak

menutup kemungkinan, ketika berbicara mengenai hal yang mengandung

konflik mungkin saja berpengaruh berbeda. Bentuk penyampaiannya

menggunakan penyampaian narasi. Dengan bercerita dari satu aspek ke

aspek yang lainnya, dan menceritakan secara runtut tanpa jeda, satu anak

jalanan ke anak jalanan lainnya.

l. Kata rampung pulang selesai kerja

Makna secara umum untuk kata rampung adalah selesai, namun

dalam konteks di bawah ini, kata rampung memiliki makna usai bekerja

dan hendak pulang. Ditemukan penggunaan kata rampung pada percakapan

anak jalanan. Percakapan yang dilakukan pada hari Sabtu, 1 Desember

*matamu, matamu, matamu!! *iki kok gambare kok kayak ngene? hahaha.. mengko di cekel polisi

Page 100: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

2012, pukul 15.00 WIB. Komplek Balaikota Surakarta, Surakarta. ± 300

meter selatan Pasar Gedhe, Surakarta. (1) Anak Jalanan laki-laki berusia

kisaran ± 18 tahun; (2) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 15 tahun; (3) Anak

Jalanan laki-laki ± 10 tahun; dan (4) Anak Jalanan laki-laki berusia kisaran

15 tahun. Selain anak jalanan ini, masih banyak anak jalanan yang hadir,

namun tidak berbincang.

Kondisi sosial masyarakat cenderung datar dan tidak ada konflik.

Sebagai perbincangan normalnya masyarakat, tidak ada konflik yang

menjadi tolok utama satu dengan yang lainnya. Kondisi jalannya ramai dan

beberapa motor lalu lalang. Beberapa kendaraan besar menyebabkan

macet, sekitar kanan dan kiri jalanan, anak jalanan sedang berbincang satu

dengan yang lainnya.

Percakapan ini tidak memiliki tujuan yang spesifik, hanya saja

beberapa kata digunakan untuk mempersingkat pembicaraan, termasuk

register rampung yang berarti selesai. Selesai bukan berarti menyelesaikan

tugas, atau menyelesaikan pekerjaan, namun untuk menunjukkan telah

pulang.

anak jalanan 1 : aku ing terminal kok arep munggah, arep munggah kene balaku wis do rampung aku mau naik di terminal saja, mau naik di sini teman-temanku sudah selesai

anak jalanan 3 : la iki kok gambare kok kayak lha

ini kok gambarnya semacam ini? Hahaha.. ntar ditangkap polisi lho!

anak jalanan 3 : dheke neng Tegal, ora mudeng neng kene

kapan, mbolang kok kon mulih-mulih dia di Tegal, saya tidak mengetahui dia ke sini kapan! Mbolang kok disuruh pulang!

anak jalanan 4 : nak ora enek sms wae. kalau tidak ada sms saja

Page 101: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Bentuk ujaran berupa kata, kalimat dan beberapa kalimat umpatan.

Bentuk ujaran itu seperti,

Selain itu, beberapa pemilihan diksi untuk memperkjelas kalimat

dan mengaitkan antar anak jalanan, termasuk di dalamnya menggunakan

register lainnya. Nada, cara penyampaiannya, dan semangat dalam

mengucapkan dan berbincang satu anak jalanan dengan anak jalanan lain

terkesan datar, tidak ada penekanana yang berarti maupun memengaruhi

makna kata ataupun kalimat yang diucapkan.

Peristiwa tutur ini menggunakan jalur percakapan secara lisan. Pada

jalur ini banyak yang berbicara, namun yang diambil yang memiliki

keterkaitan dengan tema dan anak jalanan yang berpengaruh saja,

beberapa audien yang tidak memengaruhi makna dan kosakata dari anak

jalanan lainnya, tidak digunakan. Tidak ada pelanggaran norma yang

terlihat secara nyata, maupun tersirat. Karena percakapan bersifat kejadian

datar tanpa konflik, maka anak jalanan satu dengan yang lain tidak ada

kegiatan atau peristiwa yang mengganggu. Anak jalanan satu dengan yang

lainnya hormat-menghormati. Jenis atau bentuk penyampaiannya

merupakan dialog realis, yang di dalamnya hanya narasi tanpa ada konflik

yang mendasari. Jadi genres percakapan ini termasuk ke dalam narasi.

m. Kata Nggurke liki makna ditinggalkan sendirian

Nggurke, dalam bahasa masyarakat secara umum berarti

dianggurkan, seperti halnya benda. Berbeda dengan makna register anak

jalanan untuk kata nggurke, adalah istri yang ditinggalkan di rumah

sendirian.

Percakapan ini terjadi pada Senin, 3 Desember 2012. Pukul 17.00

WIB di komplek Perempatan Panggung Motor, depan Yamaha Motor

panggung Jebres terjadi perbincangan anak jalanan yang ditemukannya

penggunaan register yaitu penggunaan kata nggurke.

Page 102: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Keadaan lingkungan sekitar ada beberapa anak jalanan yang sedang

duduk santai dan bercerita dengan lapang satu sama lainnya. keadaan

sore yang sedikit renggang dimanfaatkan anak jalanan untuk saling

mengejek dan bermain alat musik.

(1) Anak Jalanan laki-laki berusia kisaran ± 15 tahun; (2) Anak

Jalanan laki-laki berusia kisaran ± 17 tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki

berumur ± 10 tahun. Beberapa anak jalanan lainnya tidak diidentifikasi

karena tidak memengaruhi kegiatan perbincangan satu dengan yang

lainnya. anak jalana saling berbicara hangat tanpa ada beban yang

dibawanya.

Anak jalanan di luar anak jalanan berkegiatan yang berbeda,

beberapa diantaranya masih bermain alat musik, bermain dengan

temannya, ada pula yang tidur. Tujuan pengambilan register nggurke,

pada sebagian besar orang menganggap barang saja yang bisa

dianggurkan, tanpa berkegiatan, namun dalam hal ini untuk memudahkan

anak jalanan lain, dalam berkomunikasi istilah ini keluar sebagai kata

register.

Kata register tersebut untuk megatakan bahwa istri seseorang tidak

ia bawa kemana-mana, hanya tinggal di rumah saja, ia istilahkan sebagai

dianggurkan. Dalam hal ini penggunaan bahasa terkesan kasar dan egois,

anak jalanan 1 : bojomu ing omah gur mbok nggurke, opo ra mesakake? manten istrimu di rumah hanya disia-siakan, apa tidak

kasihan? Pengantin baru. Hahahahhaha

anak jalanan 3 : aku dak melu urun, dak tuku. wani pira? aku ikut menyumbang dong, saya beli. Berani berapa?

anak jalanan 2 : 2.000. gaya mu! 2.000! gaya mu! anak jalanan 3 : Hey! Koe ki ngapa bar umbah2? hey! Kamu

habis nyuci?

Page 103: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

seorang suami yang menganggurkan isterinya karena alasan yang tidak

logis.

Bentuk ujaran yang dipakai adalah akkulturasi bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa, kata anggur dalam bahasa Indonesia. Anggur,

menganggur tidak memiliki kegiatan apa-apa yg dapat menghasilkan

uang; tidak melakukan apa-apa; tidak bekerja.

Namun dalam register mampu muncul istilah nggurke yang

bemakna dianggurkan. Nada, cara dan semangat yang ada hanya nada

mengejek, ataupun bentuk bercanda ataupun gurauan yang tidak begitu

jelas.

Pada dua contoh kalimat di atas, termasuk ke dalam nada mengejek.

Percakapan ini terjadi dengan jalur lisan, tanpa jalur lainnya. dengan

register nggurke yang memiliki makna dianggurkan atau dalam bahasa

Jawa dianggurke. Termasuk ke dalam register, karena dianggurke

memiliki makna tidak diajak berhubungan suami-isteri.

Norma yang kurang tegas, menjelaskan bahwa tidak ada pihak yang

melarang ataupun mengingatkan ketika seorang suami mengatakan hal

setega itu kepada isterinya. Namun beberapa teman lainnya hanya

tertawa terbahak-bahak mendengar kaimat tersebut. Hal tersebut

seharusnya menjadi norma dan point tersendiri dalam bergaul, terutama

sudah berumah tangga. Terkesan memalukan ketika didengar oleh orang

lain.

Jenis bentuk penyampain adalah narasi dan deksripsi, yaitu

menarasikan kegiatan seorang anak jalanan kemudian mendeskripsikan

dan mencocokan dengan kehidupan nyata. Seperti mengatakan tentang

sudah menikah, tetapi isterinya didiamkan saja di rumah.

Anak jalanan 1 :aku dak melu urun, dak tuku.

Anak jalanan 2 : wani pira? Anak jalanan 1 : 2.000 gayamu

Page 104: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

n. Kata manten pasangan muda-mudi

Kata manten atau temanten memiliki arti kamus mempelai pria dan

wanita secara sah baik oleh hukum maupun agama. Pada konteks anak

jalanan, kata manten memiliki perbedaan makna, yakni pasangan muda-

mudi yang sedang berpacaran, asalkan sudah melakukan hubungan suami-

istri sudah dapat dikatakan manten.

Percakapan ini terjadi pada Senin, 3 Desember 2012. Pukul 17.00

WIB di perempatan Panggung Motor, depan Yamaha Motor panggung,

Jebres. Terjadi percakapan antaranak jalanan. Keadaan sosial daerah

tersebut cukup ramai oleh kendaraan, selain itu juga beberapa orang lalu-

lalang karena cuaca yang cerah dan nyaman untuk berjalan-jalan. Beberapa

anak jalanan duduk santai dan bercerit satu dengan yang lainnya. satu anak

jalanan dengan yang lain terkesan ramah dan akrab. Namun beberapa kali

terkesan saling tertawa dan dorong-mendorong, hal tersebut ketika

pembicaraan pada ujung.

(1) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 15 tahun; (2) Anak Jalanan

laki-laki berusia ± 17 tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki dengan usia ± 10

tahun. Selain itu beberapa anak jalanan juga duduk di sekitar lokasi

tersebutm namun tidak berperan aktif dalam perbincangan yang sesuai

dengan yang lainnya.

Percakapan tersebut dengan register manten, yang dalam bahasa

Jawa berarti temanten atau mempelai pria dan wanita. Dalam percakapan

ini bertujuan untuk mengasingkan dua orang yang belum menikah secara

hukum, tetapi sudah dikatakan mempelai. Hal tersebut diidentifikasikan

dari jari tangannya yang tidak mengenakan cincin dan usia yang relatif

masih muda. Ketika diminta klarifikasi dari orang yang bersangkutan,

juga mengaku belum menikah.

Ujaran yang digunakan bersifat terbuka dan beberapa register yang

digunakan masih bersifat umum. Topik pembicaraan mengenai

ketidakharmonisan hubungan dua orang yang sedang memadu kasih,

tanpa pernikahan secara hukum, namun mungkin sudah secara agama.

Page 105: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Tidak ada nada yang terlihat secara jelas, namun beberapa nada

mengejek, tertawa, seperti pada

Mengacu pada jalur lisan percakapan tersebut, karena diliihat dari

kejadian nyata yang ada di masyarakat. Bentuk ujaran yang lainnya juga

beberapa kata yang kasar dan semantiknya tidak masuk katagori kata yang

halus. Beberapa pemaknaan kata cukup dalam, seperti halnya wanita yang

berstatus pasangan, namun ditinggalkan karena bawel. Beberpa hal lain,

seperti wanita yang dianggurkan,, dan diceritakan kepada kawan yang

seyogyanya merupakan aib pribadi. Jenis dan bentuk penyampaiannya

secara narasi dan deskripsi cerita. Karena mengandung alur cerita setiap

anak jalanan, baik anak jalanan 1, anak jalanan 2 maupun yang lainnya.

o. Kata rabi bersetubuh

Kata rabi memiliki perbedaan makna antara makna dalam kamus

dan register anak jalanan. Rabi yang berkembang di masyarakat secara luas

berarti pernikahan. Sedangkan dalam konteks di bawah ini, rrabi memiliki

makna persetubuhan antara sepasang kekasih. Ditemukan penggunaan kata

rabi pada percakapan di bawah ini.

Anak jalanan 1 : Bajamu ing omah gur mbok nggurke, opo ra mesakake? Manten . istrimu di rumah hanya disia-siakan, apa

tidak kasihan? Pengantin baru. Hahahahhaha

Anak jalanan 2 : Oalah Mbang, Mbang, bajane pengen rabi malah ditinggal liyane adhem-adhem bajane dikeloni. Oallah mbang, mbang! Istri inginnya bersetubuh kok dibiarkan, yang lain saja dingin-dingin dipeluk

Anak jalanan 3 : Aku dak melu urun, dak tuku. Wani pira? aku ikut menyumbang dong, saya beli.

Berani berapa?

opo ra mesakake? manten

Anak jalanan lain: hahahaahhahahaha

Page 106: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Percakapan terjadi pada hari Senin, 3 Desember 2012, pukul 17.00

WIB. Kompleks Perempatan Panggung Motor, depan Yamaha Motor

panggung, Jebres, Surakarta. ± 300 meter sebelah utara Pasar Gedhe,

Surakarta. Kondisi ramai oleh motor yang berlalu-lalang dengan keadaan

kota yang mulai sore, anak jalanan saling menggerombol dan bercerita. (1)

Anak Jalanan laki-laki dengan usia ± 15 tahun; (2) Anak Jalanan laki-laki

dengan usia ± 17 tahun; (3) Anak Jalanan laki-laki berumur ± 10 tahun.

Beberapa anak jalanan sedang bercerita satu dengan yang lainnya. Salah

satu anak jalanan menjadi objek perbincangan, yang menceritakan tentang

isterinya yang hanya di rumah saja.

Penggunaan register rabi digunakan anak jalanan untuk

menunjukan kata kerja, yaitu bersetubuh antara suami-isteri. Tujuan

secara umum, adalah ajang berceita secara pribadi anak jalanan satu yang

menceritakan banyak hal tentang kehidupan pribadinya. Tujuan tersebut

melebar hingga ia menceritakan hal yang tidak ia sukai dari isterinya,

padahal itu tidak baik.

Bentuk ujaran dalam konteks ini adalah kata perkata yang telah

disingkat dan dipadatkan serta ujaran tersebut hanya dipahami segolongan

anak jalanan saja. Seperti nggurke dan lainnya, namun beberapa istilah

ada di masyarkat, namun pemaknaan dari anak jalanan pun berbeda.

Nada, cara dan semangat sama dengan analisis sebelumnya

menggunakan nada yang mengejek namun santai, jadi tidak ada konflik

antar satu anak jalanan dengan anak jalanan lainnya. beberapa kali

ditunjukkan ekspresi sedih dan tidak puas akan sesuatu.

Jalur bahasa yang digunakan untuk bercakap satu dengan yang

lainnya, ketika anak jalanan bercakap dengan anak jalanan lain, mereka

Anak jalanan : aku dak melu urun, dak tuku. wani pira? iuran ya? Saya beli, berani berapa?

Anak jalanan : Hey! Koe ki ngapa bar umbah2? selesai mencuci ya?

Page 107: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

berada di tugu traffic-light dengan jalur lisan. Tidak ada instrument atau

jalur lainnya.

Penggunaan kata rabi pada anak jalanan berbeda dengan konsep

rabi masyarakat umum, rabi untuk masyarakat umum adalah menikah

secara hukum dan agama. Sedangkan menurut anak jalanan, istilah rabi

bermaksudkan bersetubuh antar pria dan wanita, seperti pasangan suami-

isteri.

Penggunaan istilah rabi oleh anak jalanan 2 menunjukkan bahwa

setiap anak jalanan tidak memiliki norma yang mengatur percakapannya.

Tidak ada sikap yang baik untuk membenarkan ataupun mengkritisi

kesalahan norma berbahasa pada lawan bicaranya. Anak jalanan tidak

memiliki norma atau aturan yang mampu membatasinya dalam

berkomunikasi satu dengan yang lainnya.

Jenis bentuk penyampaian adalah narasi dan deksripsi, yaitu

menarasikan kegiatan seorang anak jalanan. Seperti mengatakan tentang

sudah menikah, tetapi isterinya didiamkan saja di rumah. Selain itu

penyelewengan arti dan semantik dari kata rabi yang berubah.

p. Kata kerja mengamen, mengemis, dan melakukan

berbagai hal dalam bentuk apapun untuk mendapatkan uang

Kata kerja untuk sebagian orang bermakna mencari uang di suatu

tempat secara rutin. Sedangkan makna untuk register kerja anak jalanan

adalah mengamen, mengemis, dan melakukan berbagai hal dalam bentuk

apapun untuk mendapatkan uang.

Penggunaan kata kerja ditemukan pada perbincangan anak jalanan

pada hari Rabu, 5 Desember 2012, pukul 20.00 WIB di Tugu perempatan

Jimbaran Radio, Surakarta. Situasi percakapan pada malam hari dengan

kondisi yang ramai, dan kondisi jalanan padat. Saat itu ada beberapa anak

jalanan yang mengamen dan mengemis di beberapa tugu traffic-light.

Page 108: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

(1) Anak Jalanan laki-laki berusia ± 10 tahun, anak tersebut

bernama Marsono. Beberapa anak jalan lainnya dari kejauhan mengamati

dan melihat percakapan antara partisipan dan anak jalanan, namun tidak

bertindak aktif. Register yang digunakan adalah kata kerja atau dalam

bahasa Indonesia disebut kerja. Dalam situasi ini, anak jalanan

menganggap kegiatannya adalah sebuah pekerjaan yang harus diselesaikan

dan mendapatkan uang baik itu laba, upah sebagai pengganti jerih-

payahnya. Menurut asumsi publik, kegiatan yang dilakukan anak jalanan

saat ini masih sebatas mengamen dan meminta-minta.

Bentuk ujaran yang digunakan adalah kata, kalimat dan kalimat

tanya. Seperti menanyakan keberadaan anak jalanan, serta mampu

mnejawab pertanyaan yang dilontarkan oleh anak jalanan, dan mampu

menjawab dengan benar.

Nada, cara dan semangat dalam menjawab pertanyaan bersifat

reseptif, dan sedikit ada semangat. Pada saat bertanya, sudah menggunakan

tekanan ketika bertanya, nada naik dengan benar. Kegiatan anak jalanan

ketika ditanyai sesuatu, tidak bisa berdiam diri. Ia melakukan kegiatan

ekstra seperti memetik gitar, sambil jalan-jalan tanpa arah, dan kegiatan

lainnya.

Kegiatan dan peristiwa tutur ini berjalan dengan baik dengan jalur

lisan sebagai cara pengambilan datanya. Register yang ada adalah kerja

yang memiliki arti bekerja, dalam hal ini identifikasi kata bekerja pada

anak jalanan dan pada lingkungan masyarakat adalah berbeda. Jadi,

anak jalanan 1 : kowe ki ngapa neng kene ? Aku ki lagi kerja. kamu ngapain disini? Aku baru kerja

partisipan 1 : Ora opo-opo. Ora masar opo piye? idak apa-apa! Tidak ke pasar atau gimana?

anak jalanan 1 : Ora lha wong adhem tenan kok! idak, ini dingin sekali kok

partisipan 1 : Gek kono kerjao aku tak neng kene. udah, ke sana saja, aku di sini

anak jalanan 1 : wegah tidak mau partisipan 1 : Yowis aku tak lunga! ya sudah aku pergi

Page 109: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

masyarakat belum tentu mampu menerima istilah anak jalanan sebagai

bekerja.

Secara normatif, tidak ada pelanggaran norma yang terjadi.

Dikarenakan anak jalanan masih menggunakan bahasa yang wajar dalam

bergaul dan berinteraksi. Namun adakalanya, jika dipermasalahkan, anak

jalanan yang menggunakan bahasa sehari-hari dan berbicara dengan yang

lebih tua tidak menggunakan bahasa yang baik kepada yang lebih tua.

Jenis peristiwa tutur ini adalah wawancara secara relaistis dari

pertanyaan dan klarifikasi register yang dipakai dalam keseharian anak

jalanan.

Meskipun klarifikasi bersifat singkat, namun setidaknya anak

jalanan paham dan mengerti makna yang disampaikan oleg partisipan

dalam konteks tersebut. selain itu juga sebagai bentuk klarifikasi

penggunaan bahasa pada anak jalanan yang satu dan anak jalanan yang

lainnya apakah juga mengerti dan paham dengan tutuan anak jalanan yang

lainnya.

q. Kata kawasan pembagian lokasi kerja dan bos

penguasa pemimpin

Ditemukan penggunaan kata kawasan dan bos pada perbincangan

anak jalanan yang terjadi pada hari Sabtu, 8 Desember 2012. Pukul 15.00

WIB. Kompleks Teras Panggung Motor (Yamaha), Jebres, Surakarta pada

sebelah utara, berdampingan dengan jalan utama Panggung. (1) Anak

Jalanan laki-laki dengan usia ± 10 tahun bernama Slamet Irianjaya

Pertanyaannya : Ora masar opo piye?

Dan jawabannya : Ora lha wong adhem tenan kok!

Page 110: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Tujuan dari peristiwa tutur tersebut untuk menggali informasi

mengenai register yang dipakai oleh anak jalanan lain. Namun di sisi lain,

anak jalanan tidak mengerti bahwa anak tersebut ditanya mengenai

penggunaan bahasa anak jalanan lainnya. Tujuan penggunaan register

pada kata kawasan adalah untuk mengetahui batasan kawasan beroperasi

anak jalanan dalam satu daerah.

Dari peristiwa tutur ini di dapatkan, batasan wilayah untuk daerah

Panggung dan Pasar Ledoksari, Kecamatan Jebres, Surakarta. Dengan

diketahuinya batasan penggunaan baik dari anak jalanan (Slamet Irianjaya)

dan anak jalanan lainnya, maka diketahui bahwa pemaknaan istilah

kawasan serupa dengan pemaknaan kata daerah kekuasaan. Selain itu,

penggunaan kata kawaan pada anak jalanan satu dengan yang lainnya

memiliki persamaan persepsi.

Penggunaan kata bos, merupakan orang yang telah membimbing

anak jalanan berada di jalanan. Anak jalanan tidak beroperasi sendirian,

namun mereka dimonitori oleh seorang bos. Meskipun dalam peristiwa

tutur ini tidak mampu digali siapa bos di kawasan Panggung, namun

setidaknya pengertian bos untuk anak jalanan memiliki persepsi yang

berbeda dengan masyarakat secara umum.

Bentuk ujaran berupa kalimat dan jawaban atas pertanyaan. Kalimat

seperti, anak jalanan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

partisipan.

partisipan 1 : Pasar, Panggung, kawasan ngono kui batase opo ta? Pasar, Panggung, Kawasan seperti itu batasannya apa ta?

anak jalanan 1 : Ya, kui rel kreta! Gek cedhak pasar, perempatan ngono kui jenenge wis beda mas! Ya, ada rel kereta! Kalau enggak, dekat pasar! Di dekat perempatan! Namanya sudah beda!

partisipan 1 : Bos ki opo ta? bos itu artinya apa ta? anak jalanan 1 : Bos ki sing mbimbing bos itu

pembimbing!

Page 111: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Topik pembicaraan adalah klarifikasi dari register anak jalanan

yang diklarifikasikan di tempat yang berbeda. Topik secara eksplisit

menceritakan tentang kawasan tempat anak jalanan beroperasi dan

pengertian dari kata bos. Anak jalanan bersikap responsif dan menanggapi

dengan baik pertanyaan dan tuturan dari partisipan.

Jalur digunakan peristiwa tutur ini adalah jalur lisan, karena bentuk

interaksi ini wawancara semu. Anak jalanan ditemui ketika sedang

beroperasi dan diajak berinteraksi untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan. Register yang dipakai adalah kata kawasan dan bos. Kawasan

memiliki makna yang sempit, yaitu daerah kekuasaan dan lokasi

beroperasi anak jalanan, sedangkan bos memiliki arti seorang pembimbing

yang memonitori kegiatan anak jalanan di jalan.

Norma pembicaraan antara anak jalanan dan partisipan adalah

pembicaraan antar generasi yang berbeda. Namun tidak ada pembedaan

diksi dan kalimat ketika anak jalanan berinteraksi dengan seseorang yang

lebih tua. Norma tersebut adalah gambaran kecil anak jalanan di satu

kawasan.

Bentuk peristiwa tuturan pada konteks ini adalah eksplorasi dan

narasi. Anak jalanan menjawab pertanyaan dan menceritakan apa yang

diketahuinya tanpa mengetahui adanya wawancara dan menggali

informasi.

r. Kata mulih tidur

Makna kata mulih yang secara umum dipahami oleh masayrakat

adalah pulang ke rumah, sedangkan dalam register anak jalanan, mulih

berarti tidur. Entah dimana dan kapan waktunya, asalkan ia bisa tidur dan

beristirahat itu dinamakan mulih.

Ditemukan penggunaan kata mulih pada percakapan anak jalanan

pada hari Senin, 10 Desember 2012. Pukul 15.00 WIB di teras Panggung

Motor (Yamaha), Jebres. Situasi di sekitar teras Panggung Motor (Yamaha)

partisipan 1 :Bos ki opo ta? bos itu artinya apa ta? anak jalanan 1 :Bos ki sing mbimbing bos itu pembimbing!

Page 112: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

ramai dan bising oleh kendaraan bermotor sedangkan cuaca cerah.

Beberapa anak jalanan masih berlalu lalang di jalanan. Kegiatan anak

jalanan adalah mengamen, meminta-minta dan menjual koran.

(1) Anak Jalanan laki-laki denga usia ± 8 tahun; (2) Anak Jalanan

perempuan (bernama Tugi) dengan usia kisaran ± 10 tahun. Ketika

peristiwa tutur berlangsung anak jalanan tersebut sendirian, namun selang

beberapa waktu, datang Tugi (anak jalanan (2) yang mengikuti jalannya

peristiwa tutur yang sedang berlangsung. Ada dua anak jalanan yang

menjadi nara sumber dan objek penelitian, namun selain itu ada pula anak

jalanan yang duduk-duduk dan bernyanyi, namun tidak sebagi objek

penelitian.

Tujuan dari penggunaan register mulih untuk mengidentifikasikan

bahwa anak jalanan pulang ketika dia tidur saja, dan tempat pulang bagi

anak jalanan tersebut adalah tempat tidur yang ia pakai untuk istirahat.

Anak jalanan mengidentifikasikan dirinya ingin pulang ke tempat tidur dan

istirahat.

Penggunaan register mulih atau pulang menunjukkan aktivitas anak

jalanan ketika dia pulang hanya tidur saja. Dilihat dari kondisi anak jalanan

ketika pulang saat dia sudah merasa kantuk, dan akan tidur ketika sampai

di rumah. Bentuk tuturan anak jalanan tersebut adalah beberapa kata,

kalimat pernyataan, dan kalimat tanya. Contohnya,

Mlaku? Mulih nengdi? alan kaki? Kemana? anak jalanan 1 Turu tidur!

partisipan 1 : Kerja kono lho. kerja sana lho! anak jalanan 1 : Lha aku bar iki mulih lho Lha saya setelah ini pulang

lho! partisipan 1 : Mlaku? Mulih nengdi? jalan kaki? Kemana? anak jalanan 1 : Turu tidur!

partisipan 2 : Ora tau sekolah meneh? tidak pernah sekolah lagi?

Page 113: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Variasi penggunaan bahasa pada anak jalanan, serta anak jalanan

mengerti penggunaan kalimat tertentu untuk maksud tertentu. Contohnya

kalimat perintah dengan tujuan untuk memerintah, kalimat tanya untuk

bertanya, kata berdiri sendiri untuk menjawab pertanyaan.

Penggunaan nada juga terlihat pada beberapa konteks kalimat yang

dipakai oleh anak jalanan, seperti ketika itu ada beberapa anak jalanan

yang lebih dewasa menghampiri anak jalanan ini, dan anak tersebut terlihat

takut.

Jalur yang digunakan dalam peristiwa tutur ini adalah jalur lisan,

karena penggunaan dan pemakaian bahasa lisan sebagai sarana utama

perbincangan. Selain itu penggunaan register terdengar ketika anak jalanan

mulih

ke Pasar Ledoksari untuk beristirahat (tidur).

Bentuk peristiwa tutur pada konteks ini mengacu pada eksplorasi

dan narasi. Percakapan terjadi secara natural, ketika anak jalanan bertemu

dengan anak jalanan lainnya. Eksplorasi, karena anak jalanan ketika

ditanya perihal nama anak perempuan tersebut, ia menjawab pertanyaannya

Ora tau sekolah meneh? (tidak pernah sekolah lagi?) oleh anak jalanan

dijawab seperti pada kartu data di bawah ini.

Takut :

anak jalanan 1 : Kae lho sing neng kono mengko dha rhene nak kowe neng kene, dikira bosku! itu lho, yang di sana, nanti mereka ke sini kalau kamu di sini! Nanti kamu dikira bos saya!

anak jalanan 1 : Kowe mulih wae yo? kamu pulang aja ya? Kata : anak jalanan 2 : eko Kalimat pernyataan : anak jalanan 1 : Lha aku bar iki mulih lho Lha saya setelah

ini pulang lho! Kalimat perintah : anak jalanan 1 : heh, ini buat

kakakmu

Page 114: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Berdasarkan kajian di atas ternyata dalam bahasa anak jalanan

dapat ditemukan register seperti munggah, klimis, masar, pengki, bos,

kawasan, rabi dan sebagainya. beberapa kata tersebut, memiliki makna

leksikal yang sama dengan kamus. Namun, beberapa yang lain merupakan

kata baru, seperti pengki, munggah, masar, dan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan

register pada anak jalanan tergantung pada konteks. Register yang mereka

gunakan mengandung makna yang hanya dapat dipahami oleh komunitas

mereka seperti kata munggah, klimis, suwak, dan kata lainnya.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian analisis register anak jalanan di Kota Surakarta dengan rumusan

masalah yang pertama berkaitan dengan pendeskripsian karakteristik penggunaan

register pada anak jalanan di Kota Surakarta. Temuan yang didapatkan akan

dianalisis melalui teori Hymes (dalam Bell, 1976:79), yakni analisis SPEAKING.

Kesamaan ciri khusus yang menjurus ke karakateristik register tersebut akan

dikelompokkan. Setelah temuan berkenaan dengan karakteristik register

dipaparkan, pembahasan berikutnya akan berkutat dengan tujuan dari penggunaan

register anak jalanan. Dimungkinkan anak jalanan memiliki tujuan tertentu dalam

menggunakan register tersebut. Setiap temuan yang didapatkan akan digeneralisasi

menjadi beberapa tujuan penggunaan register saja.

Hal semacam ini juga pernah dibahas oleh Fajarwati (2007) yang

memaparkan bahwa di dalam Radio Expose (sebuah acara radio di Solo Radio) ada

karakteristik bahasa, yakni pemakaian kosakata Jawa, pemakaian kosakata bahasa

Inggris, pemakaian kata gaul, singkatan, akronim, dan slang, serta ditemukan pula

pelesapan dan penambahan fonem atau suku kata, dan yang terakhir adalah

pemakaian afiks dialek Jakarta.

bak! sudah selesai liburan m keti Sapa iki jenenge yang ini namannya siapa?

ketika anak jala Ora sekolah de tidak sekolah dek?

Seko

Page 115: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Jika penelitian ini dikaitkan dengan temuan Fajarwati (2007) maka ditarik

benang merah, bahwa keduanya didominasi oleh bahasa Jawa. Selain itu, adanya

pelesapan dan penambahan fonem atau terkenal dengan istilah aferesis, sinkope,

dan apokope. Namun sayang, Fajarwati tidak mengungkapkan nilai rasa bahasa

yang ada dalam acara radio tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibahas

beberapa temuan dari karakteristik dan tujuan penggunaan register anak jalanan di

Kota Surakarta yakni sebagai berikut.

1. Karakteristik Register Anak Jalanan

Dalam menjawab rumusan masalah penelitian register anak jalanan di

Kota Surakarta ini, akan dibahas bentuk dan karakteristik register yang

berkembang dalam komunitas anak jalanan Kota Surakarta. Karakteristik yang

dimiliki oleh bahasa anak jalanan ternyata didukung pula oleh penelitian

Kuswarno (2009:90) yang menyatakan bahwa bahasa verbal dan nonverbal

yang digunakan oleh anak jalanan diduga memiliki karakteristik yang khas.

Kuswarno menambahkan pula, bahwa hakikat komunitas anak jalanan pada

umumnya, dunia pengemis memiliki budaya yang mereka ciptakan sendiri

yang meliputi seluruh perangkat tata nilai dan perilaku mereka yang unik.

Konsep utama register dalam Parera (1993:133) adalah variasi dalam

tutur yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu dengan profesi dan

perhatian yang sama. Sekelompok yang dimaksud dari teori ini adalah

kelompok anak jalanan di Kota Surakarta. Sedangkan variasi tersebut hanya

diketahui komunitas atau kelompok itu saja. Dalam bagian penutup penelitian

Lestari (2011) jelas dipaparkan, bahwa karakteristik pemakaian bahasa

pengamen tidak terlepas dari wujud interaksinya dengan orang lain. Ditemukan

pula, pilihan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bahasa Jawa,

bahasa Indonesia, bahasa campuran Jawa-Indonesia, terkadang ada pula

campuran dengan bahasa Inggris.

Keberagaman penggunaan bahasa dan temuan dalam penelitian ini

mampu membentuk beberapa pola dari hasil temuan penelitian. Dari pola

tersebut dibuatlah beberapa simpulan berkenaan dengan hasil temuan

penelitian. Karakteristik register adalah satu bentukan kesamaan dari beberapa

Page 116: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

temuan. Kekhasan dalam bahasa anak jalanan ini pun dibahasa dalam

penelitian Faturrokhman (2000) yang menyatakan bahwa anak jalanan

mempunyai perilaku komunikasi yang berbeda dengan masyarakat pada

umumnya. Pola komunikasi verbal mereka cenderung lebih lugas, dan banyak

terdiri dari istilah-istilah yang dibuat oleh kelompok sebagai penegas identitas

kelompoknya sedangkan untuk pola komunikasi nonverbal, anak jalanan lebih

ekspresif dalam mengungkapankan perasaannya.

Karakteristik yang ditemukan dari analisis ini dominasi penggunaan

bahasa Jawa, terjadi pergeseran dan perubahan makna kata, menggunakan

kata--kata bentuk ringkas, penggunaan kata-kata bermakna kasar, dalam

percakapan antaranak jalanan, juga ditemukan lagi dua karakteristik bahasa

anak jalanan di Kota Surakarta, yakni adanya pengalihan kode dan

pencampuran kode, serta ragam bahasa yang dipakai oleh anak jalanan ketika

berkoomunikasi satu dengan yang lainnya adalah ragam intim. Fenomena

penggunaan alih kode secara umum menggunakan bahasa tujuan yakni bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris. Sedangkan pemilihan ragam bahasa yang dipilih

adalah ragam bahasa intim atau akrab. Hal ini mengingat mereka memiliki

profesi yang sama dan kebersamaan dalam profesi tersebut.

a. Umumnya menggunakan bahasa Jawa

Penggunaan bahasa Jawa dominan di kalangan anak jalanan kota

Surakarta. Meskipun dalam beberapa konteks ada pula penggunaan bahasa

dari bahasa asing. Alasan utama dominasi penggunaan bahasa Jawa karena

sebagian anak jalanan berasal dari daerah sekitar Kota Surakarta. Hal ini

jika dikaitkan dengan daerah asal yang pada umumnya berasal dari Jawa

Tengah dan sekitanya akan memiliki pemahaman bahasa yang sama.

Bahasa jawa yang dominan tentu saja bukan bahasa Jawa yang sesuai

dengan unggah-ungguh dalam bahasa Jawa.

Karakteristik register anak jalanan yang kedua ini senada dengan

temuan dari penelitian Purnanto (2002) yang ditulis menjadi sebuah buku,

yang menyebutkan bahwa di dalam berinteraksi secara lisan dipilih bahasa

Jawa dengan tingkat tutur ngoko antarsesama pialang, ataupun yang lebih

Page 117: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

tua. Bertumpu dari pendapat Purnanto, bahwa kaitannya dengan register

dalam masyarakat Surakarta, pada umumnya ada dominasi penggunaan

bahasa Jawa dalam keseharian maupun dalam register tersebut.

Di sisi lain, penggunaan bahasa Jawa yang notabene selalu digunakan

sehari-hari merupakan bahasa ibu sebagian besar anak jalanan di Kota

Surakarta. Sebagai contohnya kata Ngalor yang memiliki makna dalam

kamus pergi ke arah utara, namun pada penggunaan register anak jalanan

memiliki makna berbeda, yakni pergi ke warung makan. Selain itu juga

kata suwak yang memiliki arti bodoh, sedangkan kata manggung bukan

lagi berarti naik ke atas panggung dan bernyanyi, namun makna manggung

adalah pergi ke daerah Panggung untuk mencari nafkah. Selain kedua kata

tersebut, ada pula kata munggah, medhun, mulih, rampung, rabi, dan

contoh lainnya. Dari beberapa kata di atas mampu mewakili data utama,

bahwa anak jalanan memiliki dominasi penggunaan bahasa adalah bahasa

Jawa.

Karena bahasa Jawa sebagai bahasa yang dominan, tentu saja ada pula

penggunaan bahasa lain yang juga dipakai oleh anak jalanan. Contoh lain

pemahaman bahasa anak jalanan di luar bahasa jawa adalah bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris yang lebih jelasnya akan dijelaskan pada alih

kode dan campur kode.

b. Ada Perubahan dan Pergeseran Makna Harfiah

Makna harfiah sebuah kata dapat dilihat berdasarkan kamus bahasa

tersebut. Berbeda halnya dengan register yang memiliki pemaknaan

berbeda dengan makna harfiah tersebut. Register memiliki pemaknaan

yang hanya diketahui oleh komunitas tertentu. Karakteristik yang pertama

dari kajian register anak jalanan Kota Surakarta adalah adanya pergeseran

atau perubahan makna.

Pergeseran makna yang dimaksudkan di atas adalah perbedaan makna

register dengan makna harfiahnya. Namun makna tersebut hanya bergeser,

tidak berubah secara drastis. Hal ini tampak pada kata register ndhes, bos,

Page 118: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

kawasan, suwak, rampung, nggurke, dan kerja. Kata-kata tersebut tidak

mengalami perubahan makna, hanya saja kata tersebut tidak memiliki

makna yang sejajar dengan makna harfiahnya.

Selain pergeseran makna, dalam register anak jalanan, ada pula kata

register yang mengalami perubahan makna. Perubahan makna tersebut

antara lain, klimis, ahai, ngalor, pengki, munggah, nyepur, medhun,

ngampung, manggung, masar, ngleseh, colut, bolo, manten, rabi, kerja, dan

mulih. Dari kata yang disebutkan sebelumnya, kata-kata tersebut

mengalami perubahan makna. Contohnya adalah kata pengki yang makna

sebenarnya adalah keranjang sampah bergeser menjadi anak buah. Selain

itu, pada kata manggung, ngampung, masar, ngleseh, nyepur, medhun juga

mengalami perubahan makna menjadi makna baru.

Pada hakikatnya karakteristik register yang paling utama adalah adanya

pergeseran dan perubahan makna harfiah sebuah kata menjadi kata yang

memiliki makna baru dan hanya diketahui oleh komunitas itu saja.

Perubahan makna tersebut menjadikan register anak jalanan tidak dimiliki

dalam komunitas lainnya. Hal ini selaras dengan pendapat Wardaugh

(dalam Purnanto, 2002) bahwa sebuah register hakikatnya sebagai

pemakaian kosakata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun

kelompok tertentu.

c. Menggunakan kata-kata bentuk ringkas

Ada pula penggunaan bentuk ringkas dalam komunikasi antaranak

jalanan. Penggunaan bentuk ringkas tersebut tidak hanya pada susunan kata

berimbuhan saja, namun juga dua kata atau lebih yag terwakili oleh satu

kata dalam register. Bentuk ringkas dirasa lebih praktis dan nyaman

digunakan daripada menggunakan bentuk lengkap yang memiliki arti sama.

Sebagian anak jalanan merasa pentingnya komunikasi terletak pada

kesesuaian pemahaman terhadap satu bahasa. Bentukan ringkas yang

dipakai oleh anak jalanan terlihat praktis dan lebih aplikatif bagi mereka.

Page 119: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Dalam Sutardjo (2008:50) terdapat pengkajian berkenaan dengan

pengurangan atau penanggalan suku kata awal dalam sebuah kata. Sutardjo

menjelaskan, pengurangan suku kata adalah sebuah bentuk peringkasan

yang tidak mengubah makna kata tersebut. Dalam bukunya, Sutardjo

membagi pengurangan suku kata menjadi tiga yakni aferesis, sinkope, dan

apokope.

Selaras dengan penelitian ini, Purnanto (2002) dalam peneletiannya

juga menemukan salah satu karakteristik register dalam pialang kendaraan

bermotor adalah pembentukkan kata antara lain ditemukan adanya

penyingkatan kata, bentuk pemendekan atau kontraksi sebagai salah satu

pembentukan kata dalam bahasa. Jika ditarik benang merah antara

penelitian ini dan temuan dari Purnanto, keduanya saling berkaitan pada

penggunaan bentuk ringkas. Dalam komunikasi antaranggota kelompok,

anggota kelompok akan menggunakan bahasa yang lebih ringkas dan lebih

mudah dicerna antaranggota kelompok tersebut.

Aferesis adalah pengurangan suku kata di awal kata, dicontohkan

kakang menjadi kang, bapak menjadi pak, simbah menjadi mbah.

Sedangkan sinkope, merupakan pengurangan suku kata di tengah-tengah

kata, dicontohkan, dhuwit menjadi dhit, sethithik menjadi sithik, dan njaluk

menjadi njuk. Apokop adalah pengurangan suku kata pada akhir kata.

Dhimas menjadi dhi, kakang menjadi kak, dan mbakyu menjadi mbak.

Contoh penggunaan bentuk ringkas antara lain nggurke, dalam bahasa

masyarakat secara umum berarti dianggurkan, namun dalam analisis

register berarti istri yang ditinggalkan sendiri di rumah. Selain kata

nggurke, adapula kata thole, menyang endi, ora, iki, akon, munyuk, embuh,

asu, ora usah, dinggurke, dhuwit, sethithik, dan mbakyu. Bentuk ringkas ini

seharusnya sama sekali tidak merubah makna dalam kalimat tersebut.

Bentuk ringkas dalam percakapan anak jalanan dapat diklasifikasikan

dalam tiga bentuk yakni aferesis, sinkope, dan apokope. Dari ketiga jenis

tersebut, paling banyak ditemui di aferesis.

Page 120: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Tabel 3. Karakteristik register bentuk ringkas

Jenis

Pengurangan

Suku Kata

Kata Asal Kata

Bentukan

Aferesis Thole le

menyang

endi

nyangdi/

nangdi/

nengdi

ora/iki/akon ra/ki/kon

Munyuk nyuk

Embuh mbuh

Asu su

ora usah orasah

Dianggurkak

e

dinggurke

Sinkope Dhuwit dhit/

det

Sethithik sithik

Apokope Mbakyu mbak

d. Menggunakan kata bermakna kasar

Penggunaan bahasa Jawa yang diterapkan anak jalanan adalah bahasa

ngoko kasar. Dalam undha usuk basa Jawa, terdapat Basa Jawa Ngoko dan

Basa Jawa Krama. Pada masyarakat umumnya, ketika berinteraksi dengan

yang lebih tua, maka menggunakan krama, sedangkan dengan sejawat

menggunakan ngoko.

Penggunaan bahasa Jawa Krama dalam register anak jalanan ternyata

disependapati oleh penelitian dari Lestari (2011). Bertumpu dari temuan

dan simpulan Lestari, yang menyatakan bahwa pola interaksi verbal

pengamen menggunakan bahasa Jawa. Tampak dari data yang

disajikannya, bahwa bahasa yang dipergunakan antarpengamen adalah

Page 121: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

bahasa Jawa ngoko. Fenomena dalam anak jalanan, sebagian besar mereka

menggunakan ngoko dengan setiap lawan bicara. Hal ini karena mereka

merupakan kaum tidak berpendidikan dan mereka tidak memiliki

pengetahuan tentang norma lingkungannya.

Fenomena dalam anak jalanan, sebagian besar mereka menggunakan

ngoko pada setiap lawan bicara. Hal ini karena mereka merupakan kaum

tidak berpendidikan. Selain itu, lingkungan mendukung adanya

penyelewengan dan ketidakpedulian terhadap satu sikap yang salah. Ini

selaras dengan penemuan Faturrokhman (2000) bahwa hal yang paling

menonjol dalam kajian anak jalanannya adalah, perilaku komunikasi anak

jalanan sama sekali tidak mengindahkan norma, aturan, ataupun tata krama

yang berlaku di masyarakat. Hal yang terpenting bagi mereka adalah

mempertahankan identitas kelompok, sebagai sikap pembenaran dari

masyarakat yang mengucilkan anak jalanan.

Penyelewengan dan ketidakpedulian tersebut mampu merangsang anak

jalanan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dari

maksud dan tujuan pelafalan. Namun, beberapa kata menunjukkan dan

mengidentifikasikan kehidupan anak jalanan, sepeti cangkem; manungsa

kae. Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Pateda ada empat hal,

yaitu :

1) Pengertian (sense) pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian

ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau

antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang

digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Pateda, 2001:92)

mengatakan bahwa pengertian (sense) adalah sistem hubungan-

hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.

2) Nilai rasa (feeling) Aspek makna yang berhubungan dengan nilai

rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang

dibicarakan. Dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan

makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik

yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap

Page 122: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan

setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.

3) Nada (tone) Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap

pembicara terhadap kawan bicara ( dalam Pateda, 2001:94). Aspek

nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa.

Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar

akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang

digunakan.

4) Maksud (intention)

Aspek maksud menurut Shipley (dalam Pateda, 2001: 95)

merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras

yang dilaksanakan.

Pengungkapan penggunaan kata-kata yang kasar menunjukkan

kondisi anak jalanan yang keras, suwak sebagai bentuk ejekan.

Selain itu ada pula kata rabi yang lebih memperhalus makna dari

bersetubuh.

Tabel 4. Karakteristik register Penggunaan Kata Kasar

No. Kata register Nilai rasa

1. suwak Nilai rasa untuk kata suwak kasar, memaknai

lawan bicara yang lebih dari sekadar bodoh.

2. klimis Kata klimis yang sejatinya memiliki arti rapi,

berubah arti menjadi bentuk yang berantakan,

tidak teratur, dan tidak sedap dipandang mata.

3. ndhes Ndhes merupakan kata gantian untuk cah.

Kata ini memiliki nilai rasa yang kasar, karena

pada umumnya digunakan untuk preman

(bahasa preman).

4. rabi Rabi untuk memaknai persetubuhan lebih

lembut. Pada biasanya, penggunaan kata

untuk persetubuhan adalah kawin. Kata kawin

jauh lebih kasar dibandingkan rabi.

Page 123: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

5. pengki Berarti bawahan, atau anak buah. Pengki

memiliki makna yang lebih halus daripada

bawahan, atau suruhan. Oleh karena itu, kata

ini memiliki perluasan makna yang lebih

halus.

Dari sekian kata di atas, masih ada banyak kata lain dalam

percakapan anak jalanan yang memiliki makna kasar ataupun

makna kata halus.

e. Ada peristiwa alih kode dan campur kode

Menilik pada hasil penelitian ini, ditemukan adanya fenomena alih

kode dan campur kode. Alih kode dan campur kode merupakan peristiwa

pergantian bahasa yang digunakan dalam keseharian. Perubahan ragam

santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke raham santai disebut

dengan istilah alih kode. Sedangkan, menurut Appel (dalam Chaer, 2004)

menyatakan bahwa gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan

situasi inilah yang disebut dengan alih kode. Sedangkan pengertian dari

campur kode tidak jauh berbeda dengan alih kode, pembedanya adalah

campur kode cukup memiliki kata atau klausa yang mengandung bahasa

lain. Jadi pengertian dari alih koden jelas lebih luas dibandingkan dengan

campur kode.

Jika dikaitkan dengan penelitian milik Letari (2011) ditemukan pula

simpulan yang menyatakan bahwa ditemukan alih kode dan campur kode

dari penelitiannya. Alih kode memang tidak begitu menonjol ketika anak

jalanan berada di antara anak jalanan lainnya, sedangkan alih kode terlihat

begitu jelas ketika anak berada di PPAP Seroja, atau di lembaga

kependidikan yang resmi lainnya.

Berbeda halnya dengan campur kode yang sering sekali muncul dalam

dialog anak jalanan. Anak jalanan menggunakan beberapa istilah dalam

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk menegaskan makna

Page 124: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

pembicaraannya. Contoh penggunaan kata yang merupakan campur kode

adalah kata swear, fuck, stop, you, oke, cinta itu nggak bisa berbohong,

bos, dan kawasan. Dari sekian contoh kata atau kalimat yang mengandung

alih kode adalah penggunaan bahasa tujuan bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia. Bahasa Inggris meliputi swear, fuck, stop, you, oke. Sedangkan

penggunaan dalam bahasa Indonesia adalah cinta itu nggak bisa

berbohong, bos, dan kawasan. Ini merupakan beberapa contoh saja, dalam

percakapan deskripsi data dapat ditemukan lebih banyak lagi fenomena alih

kode dan campur kode.

Satu lagi penelitian yang membahas adanya penggunaan campur kode

dan alih kode dalam register adalah penelitian Purnanto (2002) yang

menyebutkan bahwa ciri khas pemakaian bahasa pialang juga ditandai oleh

adanya penciptaan kata sebagai kosakata khusus yang diserap dari bahasa

lain. Gejala semacam ini lazim dikosakatakan sebagai campur kode. Dari

pembahasan di atas, maka dapat diambil satu temuan baru bahwa adanya

alih kode dan campur kode dari percakapan antaranak jalanan. Oleh karena

itu, alih kode dan campur kode menjadi satu contoh karakteristik bahasa

anak jalanan di Kota Surakarta.

f. Menggunakan ragam intim

Berdasarkan pada tingkat keformalannya, Chaer (2004) membagi

ragam bahasa menjadi ragam beku, ragam resmi, ragam konsultatif, ragam

santai, dan ragam intim. Setiap ragam bahasa tersebut tentunya memiliki

tingkat formalitas yang berbeda, dan susunan di atas adalah susunan ragam

bahasa jika diurutkan dari yang paling formal menuju paling tidak formal.

Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa salah satu karakteristik

penggunaan register anak jalanan adalah ragam intim.

Ragam intim menurut Chaer (2004) adalah salah satu bentuk ragam

bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah

akrab, seperti antaranggora keluarga, antarteman yang sudah karib,

antaranggota komunitas, dan kedekatan lainnya. Ragam jenis ini menurut

Page 125: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Chaer memiliki ciri yang paling khusus adalah penggunaan kata yang tidak

lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang kadang tidak jelas.

Selaras dengan temuan Lestari (2011) yang menyatakan bahwa anak

jalanan di Kota Surakarta menggunakan ragam bahasa informal. Ragam

bahasa ini dapat ditunjukkan dengan adanya gejala bahasa aferesis dan

sinkope.

Temuan Lestari dapat dilengkapi dengan penelitian ini yang

menyebutkan adanya penggunaan ragam bahasa informal dalam keseharian

anak jalanan Surakarta. Ini menunjukkan keadaan yang dekat dan intim

antaranak jalanan. Kedekataan tersebut membuat mereka leluasa dalam

menggunakan ragam informal dan intim dalam keseharian mereka. Salah

satu contoh nyatanya adalah penggunaan kata ndhes dalam keseharian

antaranak jalanan adalah bentuk ragam intim. Apabila kata ndhes bukan

register, maka antaranak jalanan akan tersinggung.

2. Tujuan Pemakaian Register

Tujuan pemakaian register dipilih sebagai rumusan masalah yang

kedua, karena tujuan pengunaan register merupakan kunci pokok penelitian.

Bahasa mampu menunjukkan keinginan pengucapan, motif keinginan

pengucapan, latar belakang pendidikan, pergaulan, adat istiadat, dan lainnya,

hal ini senada dengan teori Samsuri (1987:4) bahwa dari pembicaraan

seseorang tidak saja keinginannya yang dapat diungkap, tetapi juga motif

keinginannya, latar belakang pendidikannya, pergaulannya, adat istiadatnya,

dan lain sebagainya. Begitu pentingnya peran bahasa dalam kehidupan sehari-

hari sehingga penggunaannya mampu menunjukkan sikap dan kebiasaan

seseorang.

a. Membedakan dengan Kelompok Anak Jalanan Lain

Tujuan utama dari keberadaan anak jalanan adalah untuk membuat

sebuah sistem komunikasi yang tidak dimengerti oleh kelompok lain. Hal

ini adalah tujuan register yang paling utama. Dengan menyembunyikan

Page 126: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

makna suatu sistem bahasa agar tidak dimengerti oleh kelompok lain, maka

hakikat register pun terpenuhi. Register anak jalanan Kota Surakarta pun

sama dengan dengan register pada umumnya. Register ini memiliki tujuan

utama untuk menyembunyikan identitas makna yang merupakan register.

Meskipun begitu, adakalanya makna dari sebuah register diketahui oleh

komunitas lain. Meskipun penggunaannya kadangkala sudah dipahami

masyarakat secara umum, esensi dari register tersebut tidak berubah. Ada

beberapa register yang belum tentu diketahui oleh komunitas lainnya,

seperti pengki, mudhun, munggah, colut, mulih, rabi, dan manggung.

b. Menunjukkan Keakraban Anggota Komunitas

Selain fungsi utamanya adalah menyembunyikan makna register dari

luar komunitas, register juga memiliki fungsi pengakraban. Pengakraban

berasal dari kata akrab yang juga berarti intim. Antaranak jalanan memiliki

keintiman dalam berkomunikasi. Berikut juga tujuan penggunaan bahasa

tersebut. Register tertentu yang memiliki nilai rasa kasar ternyata memiliki

kehalusan makna apabila digunakan pada sesama anak jalanan. Didukung

temuan dari Dviri dan Aviad (1995) yang menyatakan bahwa anak jalanan

selalu melakukan ritual dengan memberikan sebatang rokok untuk

pengemis lain. Ditambahkan, setiap pengemis selalu menyisihkan sebagian

besar batang rokoknya kepada sesama anak jalanan untuk mendapatkan

pengakuan dalam ikatan kekerabatan.

Hal ini terbukti dari percakapan tertentu, lawan tutur tidak marah atau

ikut membalas dengan kata kasar. Pada konteks di bawah ini, kata suwak

yang memiliki makna kata kasar, namun ketika diucapkan antaranak

jalanan memiliki makna pengakraban. Penutur dan lawan tutur tidak ada

rasa marah sedikitpun.

c. Menunjukkan Kekuasaan/Penghormatan

Selain bentuk pengakraban, register juga mampu menumbuhkan jarak

antara penutur dan lawan tutur. Ini dilakukan untuk memberikan jarak

Page 127: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

antaranak jalanan, agar ada rasa hormat kepada penutur atau memberikan

efek pemberian penghormatan kepada lawan tutur. Salah satu konteks di

bawah ini merupakan bentuk nyata pengadaan jarak antara penutur dan

lawan tutur menggunakan register. Ketika penutur anak jalanan 1

menggunakan kata cangkem, lawan tutur langsung takut dan merasa tidak

enak hati dengan penutur, sehingga dengan kata Ora mas dia meniadakan

amarahnya.

Register juga mampu menunjukkan fenomena sosial kekuasaan

seseorang. Hal ini terlihat dari kata register pengki yang memiliki arti anak

buah. Bos yang memiliki arti pendidik. Ini merupakan dua contoh konkret

adanya fenomena sosial dalam masyarakat anak jalanan di Kota Surakarta.

Pengki merupakan register untuk anak buah, atau orang yang sering

disuruh-suruh, sedangkan bos adalah anak jalanan yang sudah dewasa yang

memberikan pengajaran bagi anak jalanan yang masih baru. Sesuai konteks

di bawah ini, anak jalanan yang disebut sebagai pengki merupakan anak

jalanan yang selalu menuruti semua yang diinginkan oleh bosnya.

Page 128: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di Bab IV

tentang analisis karakteristik dan tujuan dari register anak jalanan kota Surakarta.

Ditemukan penggunaan register anak jalanan dapat ditarik simpulan sebagai

berikut.

1. Karakteristik Penggunaan Register pada Anak Jalanan di Kota Surakarta

Keberagaman penggunaan bahasa dan temuan dalam penelitian ini

mampu membentuk beberapa pola dari hasil temuan penelitian. Pola

komunikasi verbal mereka cenderung lebih lugas, dan banyak terdiri dari

istilah-istilah yang dibuat oleh kelompok sebagai penegas identitas

kelompoknya sedangkan untuk pola komunikasi nonverbal, anak jalanan lebih

ekspresif dalam mengungkapankan perasaannya.

Karakteristik yang ditemukan dari analisis ini yakni terjadi pergeseran

dan perubahan makna kata, dominasi penggunaan bahasa Jawa, memiliki

bentuk ringkas, dan penggunaan kata-kata kasar, selain itu, dalam percakapan

antaranak jalanan, juga ditemukan lagi dua karakteristik bahasa anak jalanan di

Kota Surakarta, yakni adanya pengalihan kode dan pencampuran kode, serta

ragam bahasa yang dipakai oleh anak jalanan ketika berkoomunikasi satu

dengan yang lainnya adalah ragam intim. Fenomena penggunaan alih kode

secara umum menggunakan bahasa tujuan yakni bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris. Sedangkan pemilihan ragam bahasa yang dipilih adalah ragam bahasa

intim atau akrab. Hal ini mengingat mereka memiliki profesi yang sama dan

kebersamaan dalam profesi tersebut.

a. Perubahan dan Pergeseran Makna Harfiah

Selain pergeseran makna, dalam register anak jalanan, ada pula kata

register yang mengalami perubahan makna. Perubahan makna tersebut

antara lain, klimis, ahai, ngalor, pengki, munggah, nyepur, medhun,

ngampung, manggung, masar, ngleseh, colut, bolo, manten, rabi, kerja,

Page 129: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

dan mulih. Dari kata yang disebutkan sebelumnya, kata-kata tersebut

mengalami perubahan makna. Contohnya adalah kata pengki yang makna

sebenarnya adalah keranjang sampah bergeser menjadi anak buah. Selain

itu, pada kata manggung, ngampung, masar, ngleseh, nyepur, medhun juga

mengalami perubahan makna menjadi makna baru.

b. Dominasi Penggunaan Bahasa Jawa

Penggunaan bahasa Jawa dominan di kalangan anak jalanan kota

Surakarta. Meskipun dalam beberapa konteks ada pula penggunaan bahasa

dari bahasa asing. Alasan utama dominasi penggunaan bahasa Jawa karena

sebagian anak jalanan berasal dari daerah sekitar Kota Surakarta. Hal ini

jika dikaitkan dengan daerah asal yang pada umumnya berasal dari Jawa

Tengah dan sekitanya akan memiliki pemahaman bahasa yang sama.

Bahasa jawa yang dominan tentu saja bukan bahasa Jawa yang sesuai

dengan unggah-ungguh dalam bahasa Jawa.

Karena bahasa Jawa sebagai bahasa yang dominan, tentu saja ada pula

penggunaan bahasa lain yang juga dipakai oleh anak jalanan. Contoh lain

pemahaman bahasa anak jalanan di luar bahasa jawa adalah bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris yang lebih jelasnya akan dijelaskan pada alih

kode dan campur kode.

c. Ragam Bahasa Informal

Setiap ragam bahasa tersebut tentunya memiliki tingkat formalitas yang

berbeda, dan susunan di atas adalah susunan ragam bahasa jika diurutkan

dari yang paling formal menuju paling tidak formal. Dalam penelitian ini,

disimpulkan bahwa salah satu karakteristik penggunaan register anak

jalanan adalah ragam intim.

Adanya penggunaan ragam bahasa informal dalam keseharian anak

jalanan Surakarta. Ini menunjukkan keadaan yang dekat dan intim

antaranak jalanan. Kedekataan tersebut membuat mereka leluasa dalam

menggunakan ragam informal dan intim dalam keseharian mereka. Salah

satu contoh nyatanya adalah penggunaan kata ndhes dalam keseharian

Page 130: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

antaranak jalanan adalah bentuk ragam intim. Apabila kata ndhes bukan

register, maka antaranak jalanan akan tersinggung.

d. Bentuk Ringkas

Ada pula penggunaan bentuk ringkas dalam komunikasi antaranak

jalanan. Penggunaan bentuk ringkas tersebut tidak hanya pada susunan kata

berimbuhan saja, namun juga dua kata atau lebih yag terwakili oleh satu

kata dalam register. Bentuk ringkas dirasa lebih praktis dan nyaman

digunakan daripada menggunakan bentuk lengkap yang memiliki arti sama.

Sebagian anak jalanan merasa pentingnya komunikasi terletak pada

kesesuaian pemahaman terhadap satu bahasa. Bentukan ringkas yang

dipakai oleh anak jalanan terlihat praktis dan lebih aplikatif bagi mereka.

Contoh penggunaan bentuk ringkas antara lain nggurke, dalam bahasa

masyarakat secara umum berarti dianggurkan, namun dalam analisis

register berarti istri yang ditinggalkan sendiri di rumah. Selain kata

nggurke, adapula kata thole, menyang endi, ora, iki, akon, munyuk, embuh,

asu, ora usah, dinggurke, dhuwit, sethithik, dan mbakyu. Bentuk ringkas ini

seharusnya sama sekali tidak merubah makna dalam kalimat tersebut.

Bentuk ringkas dalam percakapan anak jalanan dapat diklasifikasikan

dalam tiga bentuk yakni aferesis, sinkope, dan apokope. Dari ketiga jenis

tersebut, paling banyak ditemui di aferesis.

e. Penggunaan Kata yang Kasar

Penggunaan bahasa Jawa yang diterapkan anak jalanan adalah bahasa

ngoko kasar. Dalam undha usuk basa Jawa, terdapat Basa Jawa Ngoko dan

Basa Jawa Krama. Pada masyarakat umumnya, ketika berinteraksi dengan

yang lebih tua, maka menggunakan krama, sedangkan dengan sejawat

menggunakan ngoko. Tampak dari data yang disajikannya, bahwa bahasa

yang dipergunakan antarpengamen adalah bahasa Jawa ngoko. Fenomena

dalam anak jalanan, sebagian besar mereka menggunakan ngoko dengan

setiap lawan bicara. Hal ini karena mereka merupakan kaum tidak

Page 131: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

berpendidikan dan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang norma

lingkungannya.

Fenomena dalam anak jalanan, sebagian besar mereka menggunakan

ngoko pada setiap lawan bicara. Hal ini karena mereka merupakan kaum

tidak berpendidikan. Selain itu, lingkungan mendukung adanya

penyelewengan dan ketidakpedulian terhadap satu sikap yang salah. Hal

yang terpenting bagi mereka adalah mempertahankan identitas kelompok,

sebagai sikap pembenaran dari masyarakat yang mengucilkan anak jalanan.

Penyelewengan dan ketidakpedulian tersebut mampu merangsang anak

jalanan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dari

maksud dan tujuan pelafalan.

f. Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode

Menilik pada hasil penelitian ini, ditemukan adanya fenomena alih

kode dan campur kode. Alih kode dan campur kode merupakan peristiwa

pergantian bahasa yang digunakan dalam keseharian. Perubahan ragam

santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke raham santai disebut

dengan istilah alih kode.

Contoh penggunaan kata yang merupakan campur kode adalah kata

swear, fuck, stop, you, oke, cinta itu nggak bisa berbohong, bos, dan

kawasan. Dari sekian contoh kata atau kalimat yang mengandung alih kode

adalah penggunaan bahasa tujuan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Bahasa Inggris meliputi swear, fuck, stop, you, oke. Sedangkan

penggunaan dalam bahasa Indonesia adalah cinta itu nggak bisa

berbohong, bos, dan kawasan. Ini merupakan beberapa contoh saja, dalam

percakapan deskripsi data dapat ditemukan lebih banyak lagi fenomena alih

kode dan campur kode.

2. Tujuan Pemakaian Register

Tujuan pemakaian register dipilih sebagai rumusan masalah yang

kedua, karena tujuan pengunaan register merupakan kunci pokok penelitian.

Dari pembicaraan seseorang tidak saja keinginannya yang dapat diungkap,

Page 132: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

tetapi juga motif keinginannya, latar belakang pendidikannya, pergaulannya,

adat istiadatnya, dan lain sebagainya. Begitu pentingnya peran bahasa dalam

kehidupan sehari-hari sehingga penggunaannya mampu menunjukkan sikap

dan kebiasaan seseorang.

a. Merahasiakan dari Kelompok Bahasa Lain

Tujuan utama dari keberadaan anak jalanan adalah untuk membuat

sebuah sistem komunikasi yang tidak dimengerti oleh kelompok lain. Hal

ini adalah tujuan register yang paling utama. Dengan menyembunyikan

makna suatu sistem bahasa agar tidak dimengerti oleh kelompok lain, maka

hakikat register pun terpenuhi. Register anak jalanan Kota Surakarta pun

sama dengan dengan register pada umumnya. Register ini memiliki tujuan

utama untuk menyembunyikan identitas makna yang merupakan register.

b. Untuk Mengakrabkan Anggota Komunitas

Selain fungsi utamanya adalah menyembunyikan makna register dari

luar komunitas, register juga memiliki fungsi pengakraban. Pengakraban

berasal dari kata akrab yang juga berarti intim. Antaranak jalanan memiliki

keintiman dalam berkomunikasi. Berikut juga tujuan penggunaan bahasa

tersebut. Register tertentu yang memiliki nilai rasa kasar ternyata memiliki

kehalusan makna apabila digunakan pada sesama anak jalanan. Hal ini

terbukti dari percakapan tertentu, lawan tutur tidak marah atau ikut

membalas dengan kata kasar. Pada konteks di bawah ini, kata suwak yang

memiliki makna kata kasar, namun ketika diucapkan antaranak jalanan

memiliki makna pengakraban. Penutur dan lawan tutur tidak ada rasa

marah sedikitpun.

c. Menunjukkan Kekuasaan

Selain bentuk pengakraban, register juga mampu menumbuhkan jarak

antara penutur dan lawan tutur. Ini dilakukan untuk memberikan jarak

antaranak jalanan, agar ada rasa hormat kepada penutur atau memberikan

efek pemberian penghormatan kepada lawan tutur. Salah satu konteks di

bawah ini merupakan bentuk nyata pengadaan jarak antara penutur dan

lawan tutur menggunakan register. Pengki merupakan register untuk anak

Page 133: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

buah, atau orang yang sering disuruh-suruh, sedangkan bos adalah anak

jalanan yang sudah dewasa yang memberikan pengajaran bagi anak jalanan

yang masih baru.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

a. Dengan membaca hasil penelitian register ini dapat menambah atau

memperkaya wawasan masyarakat mengenai penggunaan bahasa

yang digunakan anak jalanan.

b. Bertumpu dari penelitian ini, masyarakat seharusnya memahami,

setiap bahasa yang dipakai oleh anak jalanan bukan bermaksud

kasar. Namun memang kurangnya pengetahuan mereka akan norma

dan peraturan, mereka mengatakan hal semacam itu.

c. Masyarakat semakin mengetahui tujuan penggunaan register anak

jalanan Kota Surakarta yang selama ini belum mereka ketahui oleh

umum.

d. Masyarakat mengetahui adanya karakteristik dari setiap register

yang kadang kala tidak dimengerti oleh masyarakat pada umumnya.

2. Bagi Mahasiswa dan Dosen

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan contoh dalam pengkajian

disiplin ilmu sosiolinguistik bidang ilmu register.

b. Dengan adanya penelitian di bidang sosiolinguistik ini, diharapkan

mahasiswa dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mampu

membuka cakrawala akan bidang kajian penelitian skripsi lainnya,

tidak hanya melulu di bidang pengajaran bahasa Indonesia.

c. Dosen memberikan peluang kepada mahasiswa untuk sejenak

keluar dari bidang kajian pendidikan, perlu sesekali memberikan

bimbingan mahasiswa di bidang linguistik terapan, salah satunya

bidang kajian sosiolinguistik.

Page 134: digilib.uns.ac.id/Register... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user vi ABSTRAK Memet Sudaryanto. K1209042. Register Anak Jalanan Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

d. Analisis register anak jalanan di Kota Surakarta dapat digunakan

oleh dosen sebagai materi pembelajaran sosiolinguistik di kelas

mata kuliah sosiolinguistik.

3. Bagi Peneliti Lain

a. Hasil penelitian ini bisa dijadikan dasar atau pembuka wawasan bagi

peneliti lain bahwa ternyata register anak jalanan bervariasi sehingga

mereka bisa mengembangkan penelitian selanjutnya.

b. Memberikan lahan baru bagi para peneliti untuk terus mengkaji kota

Surakarta yang salah satu titik poin pentingnya adalah anak jalanan.

c. Berbagi wawasan keilmuan sosiolinguistik yang ada di masyarakat

Surakarta dalam bentuk hasil penelitian dan deskripsi analisis hasil

penelitiannya.