Upload
jhw
View
67
Download
4
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sistem respiratorius blok 18
Citation preview
DIFTERIA TONSIL FARING
Grace Wonnae Elitae (102009003)
Enrico Esbianto (102011216)Marcella Oscar (102012003)
Sri Handawati (102012055)
Vifin Rotuahdo (102012232)
Hilary (102012249)
Christy (102012322)
Mohamad Soleh (102012442)
Brenda Tjoanda (102012470)
ANAMESIS
Nama Usia Alamat Keluhan utama RPS RPD RPK Keadaan sosial ekonomi
PEMERIKSAAN FISIK
TTV Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium : apusan tenggorok terdapat kuman
Cornybacterium difteri. Pemeriksaan darah:
Hb, albumin, eritrosit Leukositosis
Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bawah
membrane lalu dibiak dalam Loeffner, Tellurite dan media blood
Schick tes menentukan ada/tidaknya antibody terhadap
toksin difteri (antitoksin)
DIFTERI
Penyakit infeksi menular, disebabkan oleh Coryneabacterium diphteria
Masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas
Penyebaran melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah
Masa inkubasi : 2-5 hari
ETIOLOGI
Batang gram positif Pleomorfik Tersusun berpasangan (palisade) Gerak : - Spora (kapsul): - Aerobic Eksotoksin
EPIDEMILOGI
Terutama di negara miskin Pemukiman padat penduduk Hygiene dan sanitasi jelek Fasilitas kesehatan yang kurang Faktor resiko:
Tidak mendapatkan imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap
Immunocopromised Tinggal pada tempat – tempat yang padat, seperti :
rumah tahanan (penjara), tempat penampungan Sedang melakukan perjalanan (travel) ke daerah –
daerah yang sebelumnya merupakan daerah endemic difteri.
MANIFESTASI KLINIS
Lesu Sakit menelan Anoreksia Demam yang tidak begitu tinggi Pasien keliatan toksik Terbentuk membrane yang berwarna putih
kebiruan dan menyebar sampai ke daerah tonsil dan menutupi hampir seluruh palatum mole
Pucat Nadi cepat Stupor Bias meninggal dalam waktu 6 – 10 hari Bullnect appearance
PATOFISIOLOGI
Terjadi infeksi di lapisan mukosa pernafasan bagian atas
Kuman berkembang biak padamukosa pernapasan lalu menginduksi reaksi radang local
Eksotoksin diuraikan, menyebabkan nekrosis pada jaringan sekitarnya
Toksin tersebut menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan local.
Respons dari peradangan membentuk suatu pseudomembran berwarna keabuan yang terletak diposterior faring
Pseudomembran terdiri dari bakteri, sel-sel epitel yang mengalami nekrotik, sel-sel fagosit, dan fibrin
Imunitas tergantung pada adanya antitoksin dalam tubuh
Antitoksin ini dibentuk sebagai respon terhadap infeksi baik klinik maupun subklinik, atau sebagai akibat imunisasi aktif buatan
Dapat dipindahkan secara alamiah, misalnya secara transplasental dalam uterus, atau secara buatan seperti pada transfuse.
Kekebalan seseorang terhadap toksin difteria dapat diketahui dengan melakukan reaksi Schick test
MEDIKAMENTOSA
Serum Anti Difteri (SAD) Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane
dan beratnya penyakit. a) 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas
membran menutupi sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral.
b) 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.
c) 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus lanjut.
Antibiotik a. Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10
hari. Maksimal 3 gram/hari· b. Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara
oral 3-4 kali/hari selama 10 hari.
Kortikosteroid a. Indikasi : Difteri berat dan sangat berat
(membran luas, komplikasi bull neck) b. Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu. c. Dexamethazon 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV
(terutama untuk toksemia)
NON MEDIKAMENTOSA
Pasien diisolasi untuk menghindari kontak dengan orang sehat.
Bedrest minimal 2 – 3 minggu. Makanan lunak dan cair Kebersihan jalan napas dan penghisapan
lendir. Control EKG secara serial 2 – 3 kali seminggu
selama 4 – 6 minggu untuk mendeteksi miokarditis secara dini.
KOMPLIKASI
Kegagalan napas Berkembang dengan cepat Menimbulkan kesulitan bernapas karena
terjadi sumbatan/hambatan jalan masuknya udara
Terjadi karena oedem pada faring, laring, trakea, maupun bronkus oleh adanya inflamasi pada area tersebut
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesulitan bernapas, takikardi, dan pucat
Miokardiopati toksik Terjadi pada sekitar 10-25% penderita dengan
difteri Terjadi pada minggu ke-2 dan ke-3 sakit ketika
penyakit faring membaik Pemanjangan interval PR dan perubahan pada
gelombang ST pada EKG Neuropati toksik Secara akut atau 2-3 minggu sesudah mulai
radang orofaring Sering terjadi hipestesia dan paralisis local
palatum molle sukar menelan
PENCEGAHAN
Isolasi penderita Pencegahan terhadap kontak Imunisasi
DIFFERENT DIAGNOSA
Abses Retrofaringeal Penimbunan nanah di dalam jaringan tenggorokan
bagian belakang Disebabkan oleh infeksi streptokokus Kadang cedera pada tenggorokan bagian
belakang akibat tertusuk duri ikan juga bisa menyebabkan abses retrofaringeal
Biasanya menyerang anak yang berumur kurang dari 5 tahun
ABSES PERITONSILER
Penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada bagian kepala dan leher
Paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun Jarang terjadi pada anak kecuali pada mereka yang
menurun sistem immunnya Infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang
signifikan pada anak-anak
Pria : wanita = 1:1 Predisposisi : tonsilitis kronik atau percobaan multipel
penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut Bakteri aerob menyebabkan abses peritonsiler :
Streptococcus pyogenes Staphylococcus aureus Haemophilus influenzae
Bakteri anaerob: Fusobacterium , Prevotella , Peptostreptococcus spp
Diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik
PROGNOSIS
Tergantung pada virulensi organism, umur, status imunisasi, tempat infeksi, dan kecepatan pemberian antitoksin
Bila terjadi komplikasi, angka morbiditas meningkat
Mortalitas hampir 10% untuk difteri saluran pernapasan
KESIMPULAN
Pasien anak laki-laki 3 tahun tahun benar menderita difteri tonsil faring
Hipotesa diterima