Upload
bhisma-margijanto
View
102
Download
6
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kkkkk
Citation preview
Pendahuluan
Cedera otak merupakan hal yang cukup kita temukan dalam kondisi emergensi.
Cedera otak ini dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan pada jaringan otak perdarahan, fraktur tengkorak, dan diffuse axonal injury.
Pada Diffuse Axonal Injury, terjadi kerusakan akson yang meluas di jaringan otak karena efek dari benturan yang terjadi.
Traumatic Brain Injury (TBI) Kerusakan yang timbul pada TBI dapat
mengakibatkan efek yang langsung atau tidak langsung.
Efek yang langsung berarti bahwa kerusakan pada otak yang disebabkan oleh trauma itu langsung muncul (contohnya pada perdarahan intraserebri)
Efek tidak langsung berarti efek yang terlambat (delayed) muncul sejak terjadinya trauma dan terus berkembang secara progresif DAI
Prinsip mekanisme utama dari Traumatic Brain Injury diklasifikasikan sebagai berikut: Kerusakan otak fokal yang disebabkan
oleh trauma kontak yang menimbulkan terjadinya kontusi, laserasi dan perdarahan intrakranial
Kerusakan otak yang difus karena akselerasi atau deselerasi yang menyebabkan terjadinya DAI atau pembengkakan otak.
Struktur neuron
DendritDendrit berfungsi untuk menerima impuls dari neuron lain dan mengirimkan impulsnya kepada badan sel
Badan selPada bagian ini terdapat nukleus dimana terjadi sintesis protein. Badan sel berfungsi untuk menerima impuls dari dendrit dan mengirimkan impuls di sempanjang akson
AksonAkson berfungsi untuk mengirimkan impuls ke neuron lain.
Diffuse Axonal Injury (DAI) DAI terjadi karena akson mengalami tarikan atau robekan
pada daerah perbatasan antara white matter dengan gray matter dari otak pada saat otak mengalami akselerasi, deselerasi, atau rotasi.
Korteks serebri tersusun oleh lapisan-lapisan gray dan white matter (gray cortical mantel, subcortical white matter, deep gray matter nuclei dari basal ganglia, dan white matter dari kapsula interna).
Lapisan ini memiliki kepadatan jaringan yang berbeda dan juga bermanifestasi secara berbeda pada saat terjadi trauma pada kepala.
Perbatasan pada gray dan white matter ini biasanya menjadi tempat terjadinya injury sebab dua lapisan tersebut ber akselerasi dan berdeselerasi secara berbeda tergantung dari kepadatan jaringan nya.
Daerah otak yang mengalami lesi paling parah pada DAI biasanya pada daerah yang secara anatomis paling mendapat tarikan baik rotasi atau akselerasi deselerasi yang paling hebat, yaitu daerah midline dari otak. Bagian-bagian itu adalah:
Dorsolateral dari midbrain dan pons (paling sering)
Posterior corpus callosum Parasagital dari white matter Periventricular region Kapsula interna
Patogenesis dari DAI
Stage 1 : axonal membran injury dan alterasi dari ion flux.
Tarikan kecil pada akson dapat menyebabkan perubahan ion flux yang menyebabkan kegagalan dari pembentukan dan penyebaran potensial aksi.
Perubahan yang paling signifikan adalah peningkatan intraseluar Ca.
Gangguan ion ini disebabkan oleh mechanoporation yaitu terjadinya celah atau pori-pori pada membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion, terutama Ca.
Stage 2 : reversible sitoskeletal damage
Terjadi gangguan ion flux dapat terjadi pembengkakan dari akson dan gangguan pada transport axon. Hal ini menyebabkan terjadinya axonal varicosities.
Stage 3 : secondary axotomy Pada tarikan akson yang hebat pada awalnya akan
terjadi gangguan ion flux yang parah. Mula-mula gangguan influx ion terutama Ca
mengaktifkan protease (calpains) dan fosfolipase. Calpains merupakan protein yang bertanggung jawab
dalam degradasi dari sitokeleton. Sehingga terjadi degradasi dari protein sitoskeletal seperti spectrin, neurofilamen dan microtubulus.
Fosfolipase menyerang membran sel sehingga mengaktifkan berbagai mediator inflamasi. Akhirnya hal ini menyebabkan axonotmesis yang pada 24 sampai 72 jam yang akan datang berujung pada axotomy atau pemotongan axon.
Stage 4 : primary axotomy Primary axotomy merupakan
bentuk paling parah dari DAI. Axotomy ini terjadi karena tarikan mekanis yang berlebihan sehingga terjadi pemotongan pada akson.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari DAI ini sangat bervariasi, tergantung dari tingkat keparahannya. Salah satu caranya adalah dengan melihat kesadaran dari pasien.
Apabila terjadi perubahan kesadaran (dapat berupa kebingungan atau kehilangan kesadaran) yang kurang dari 6 jam. Maka dapat disimpulkan yang terjadi adalah konkusi otak. Pada konkusi otak biasanya kesadaran berangsur pulih dengan cepat dapat dalam hitungan menit sampai jam.
Apabila terjadi koma yang lebih dari 6 jam. Maka dapat disimpulkan yang terjadi adalah DAI. Kehilangan kesadaran 6 – 24 jam: Mild DAI Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam :
Moderate / Severe DAI Pada kasus Severe DAI biasanya terdapat gejala
berupa ekstensi abnormal dari ekstremitas dan disfungsi autonomik seperti bradikardi, hipertensi, hiperhidrosis, demam. Hal ini disebabkan karena adanya lesi pada daerah hipotalamus dan brain stem.
Secara makroskopis, pada gambaran CT kepala DAI terlihat sebagai lesi multiple yang hiperintense yang tersebar pada perbatasan antara gray dan white matter.
Sedangkan pada MRI selain terlihat lesi hiperintens pada perbatasan antara gray dan white matter, dapat juga terlihat robekan jaringan. Selain itu, seiringnya berjalan waktu degenerasi Wallerian dapat menyebabkan terjadinya atrofi. Dan atrofi itu kadang terlihat sebagai dilatasi ventrikel (ex vacuo hydrocephalus).
Secara mikroskopis, biasanya akan terlihat axonal retraction bulb (ARB) pada white matter pada otak. ARB merupakan sebuah eosinophilic bulb yang terbentuk karena terjadinya retraksi pada akson.
DAI juga dapat dikelompokan berdasarkan gambaran histologisnya.
Pada grade 1, terlihat secara histologis kerusakan axon pada daerah white matter di hemisfer serebri, batang otak, atau serebelum. Walaupun tanpa adanya gambaran makroskopis atau histologis klasik dari DAI berupa perdarahan dan nekrosis pada korpus kalosum atau pada pedunkulus serebri superior.
Pada grade 2, terlihat kerusakan secara makroskopis atau mikroskopis pada korpus kalosum.
Pada grade 3, terlihat secara makroskopis atau histologis lesi di daerah korpus kalosum dan dorsolateral dari brainstem.
Terapi Diffuse Axonal Injury Magnesium
Pada DAI terjadi penurunan konsentrasi Mg sampai 1 minggu setelah injury.
Mg dapat memberikan efek neuroproteksi pada injury dari akson pemberian < 24 jam pascatrauma
Mg memiliki fungsi untuk menghasilkan ATP dari fosforilasi, Mg juga memiliki kemampuan untuk mengaktifkan Na K ATP pump dan bloking pada channel NMDA yang mengatur influks Ca
HipotermiaHipotermia memiliki efek perbaikan sitoskeleton akson pada DAI. Hal ini dibuktikan pada sebuah penelitian yang mengatakan bahwa hipotermia sedang (32 derajat) dapat mengurangi kehilangan mikrotubule dan neurofilamen terutama pada 4 jam setelah injury.
Cyclosporin A
Influx Ca ke dalam mitokondria yang dapat menyebabkan terjadinya terjadinya kegagalan mitokondria yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya secondary axotomy. Cyclosporin ini berfungsi untuk menghambat influx Ca ke dalam mitokondria.
KESIMPULAN
DAI disebabkan oleh trauma pada otak yang menyebabkan tarikan antara gray matter dengan white matter otak.
Hal itu dapat menyebabkan tertariknya akson ataupun bahkan dapat menyebabkan axotomy.
Hal ini menyebabkan manifestasi klinis pada DAI dapat langsung timbul akibat primary axotomy atau timbul progresif akibat secondary axotomy.
Patofisiologi dari DAI sendiri sangatlah kompleks, penyebab terjadinya secondary axotomy disebabkan oleh banyak hal seperti gangguan permeabilitas akson, influx Ca, dan kerusakan pada sitoskeleton.
Pengobatan yang dilakukan untuk mencegah hal ini terjadi dilakukan dengan menggunakan Mg, hipotermia, dan Siklosporin.