14
52 TUTURAN DEKLARATIF DAN INTEROGATIF BAHASA INDONESIA OLEH MAHASISWA BIPA UNIVERSITAS INDONESIA (KAJIAN PROSODI DENGAN PENDEKATAN FONETIK EKSPERIMENTAL) DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN LANGUAGE BY INDONESIA UNIVERSITY BIPA STUDENTS (PROSODIC STUDIES WITH EXPERIMENTAL PHONETIC APPROACH) Dendi Wijaya Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu Kompleks LPMP Provinsi Bengkulu, Jalan Zainul Arifin No. 2, Timur Indah, Singaran Pati, Bengkulu, Indonesia Pos-el: [email protected] Naskah diterima: 20 Januari 2021; direvisi: 8 Juni 2021; disetujui: 23 Juli 2021 Abstract This research is a qualitative descriptive study with a focus on prosody studies through an experimental phonetic approach. This study aims to describe the prosody, in this case the melodic structure and temporal structure pronounced by Japanese and Australian speakers (students of BIPA Program at Universitas Indonesia) when speaking in Indonesian. The object of this research is declarative and interrogative utterances spoken by students of the Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) at the Faculty of Humanities, Universitas Indonesia. In this study, the researcher describes what the melodic structure (tone and pressure) and temporal structure look like in declarative and interrogative speech by Japanese and Australian speakers. The results of this study indicate that there are differences in melodic structure and temporal structure between declarative and interrogative speech by Australian and Japanese speakers. In terms of intonation, Japanese speakers are closer to the intonation pattern of Indonesian declarative sentences, compared to speakers from Australia. Meanwhile, the intonation in speaking interrogative sentences, both speakers from Japan and from Australia has not been able to approach the intonation pattern of Indonesian interrogative sentences. In terms of duration, it can be said that Australian speakers have a longer duration when speaking interrogative sentences compared to speakers from Japan. Keywords: speech, declarative, interrogative, prosody, experimental phonetics Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan fokus kajian prosodi melalui pendekatan fonetik eksperimental. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prosodi dalam hal ini struktur melodik dan struktur temporal yang dilafalkan oleh penutur Jepang dan Australia ketika berbicara dalam bahasa Indonesia serta menemukan formula pengajaran pengucapan bahasa Indonesia untuk penutur asing. Objek dalam penelitian ini adalah ujaran deklaratif dan interogatif yang dituturkan oleh mahasiswa program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Dalam kajian ini, peneliti, mendeskripsikan seperti apa struktur melodik (nada dan tekanan) dan struktur temporal dalam ujaran deklaratif dan interogatif oleh penutur Jepang dan Australia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan struktur melodik dan struktur temporal antara ujaran deklaratif dan interogatif oleh penutur Asutralia dan Jepang. Penutur Jepang dalam hal intonasi lebih mendekati dengan pola intonasi kalimat deklaratif bahasa Indonesia, dibandingkan dengan penutur dari Australia. Sementara itu, intonasi dalam menuturkan kalimat interogatif, baik penutur dari Jepang maupun dari Australia belum bisa mendekati pola intonasi kalimat interogatif bahasa Indonesia. Dalam hal durasi, dapat dikatakan bahwa penutur Australia memiliki durasi yang lebih panjang ketika menuturkan kalimat interogatif dibandingkan dengan penutur dari Jepang. Kata kunci: tuturan, deklaratif, interogatif, prosodi, fonetik eksperimental PENDAHULUAN Bahasa Indonesia saat ini menjadi salah satu bahasa yang cukup banyak dipelajari oleh negara lain terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti: Jepang, China, Korea, Thailand, dan Australia. Berbagai alasan

DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

52

TUTURAN DEKLARATIF DAN INTEROGATIF BAHASA INDONESIA

OLEH MAHASISWA BIPA UNIVERSITAS INDONESIA

(KAJIAN PROSODI DENGAN PENDEKATAN FONETIK EKSPERIMENTAL)

DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN LANGUAGE BY

INDONESIA UNIVERSITY BIPA STUDENTS

(PROSODIC STUDIES WITH EXPERIMENTAL PHONETIC APPROACH)

Dendi Wijaya

Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu

Kompleks LPMP Provinsi Bengkulu,

Jalan Zainul Arifin No. 2, Timur Indah, Singaran Pati, Bengkulu, Indonesia

Pos-el: [email protected]

Naskah diterima: 20 Januari 2021; direvisi: 8 Juni 2021; disetujui: 23 Juli 2021

Abstract

This research is a qualitative descriptive study with a focus on prosody studies through an experimental phonetic

approach. This study aims to describe the prosody, in this case the melodic structure and temporal structure

pronounced by Japanese and Australian speakers (students of BIPA Program at Universitas Indonesia) when

speaking in Indonesian. The object of this research is declarative and interrogative utterances spoken by students

of the Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) at the Faculty of Humanities, Universitas Indonesia. In this

study, the researcher describes what the melodic structure (tone and pressure) and temporal structure look like in

declarative and interrogative speech by Japanese and Australian speakers. The results of this study indicate that

there are differences in melodic structure and temporal structure between declarative and interrogative speech

by Australian and Japanese speakers. In terms of intonation, Japanese speakers are closer to the intonation

pattern of Indonesian declarative sentences, compared to speakers from Australia. Meanwhile, the intonation in

speaking interrogative sentences, both speakers from Japan and from Australia has not been able to approach the

intonation pattern of Indonesian interrogative sentences. In terms of duration, it can be said that Australian

speakers have a longer duration when speaking interrogative sentences compared to speakers from Japan.

Keywords: speech, declarative, interrogative, prosody, experimental phonetics

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan fokus kajian prosodi melalui pendekatan fonetik

eksperimental. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prosodi dalam hal ini struktur melodik dan struktur

temporal yang dilafalkan oleh penutur Jepang dan Australia ketika berbicara dalam bahasa Indonesia serta

menemukan formula pengajaran pengucapan bahasa Indonesia untuk penutur asing. Objek dalam penelitian ini

adalah ujaran deklaratif dan interogatif yang dituturkan oleh mahasiswa program Bahasa Indonesia bagi Penutur

Asing (BIPA) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Dalam kajian ini, peneliti, mendeskripsikan seperti

apa struktur melodik (nada dan tekanan) dan struktur temporal dalam ujaran deklaratif dan interogatif oleh penutur

Jepang dan Australia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan struktur melodik dan

struktur temporal antara ujaran deklaratif dan interogatif oleh penutur Asutralia dan Jepang. Penutur Jepang dalam

hal intonasi lebih mendekati dengan pola intonasi kalimat deklaratif bahasa Indonesia, dibandingkan dengan

penutur dari Australia. Sementara itu, intonasi dalam menuturkan kalimat interogatif, baik penutur dari Jepang

maupun dari Australia belum bisa mendekati pola intonasi kalimat interogatif bahasa Indonesia. Dalam hal durasi,

dapat dikatakan bahwa penutur Australia memiliki durasi yang lebih panjang ketika menuturkan kalimat

interogatif dibandingkan dengan penutur dari Jepang.

Kata kunci: tuturan, deklaratif, interogatif, prosodi, fonetik eksperimental

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia saat ini menjadi salah

satu bahasa yang cukup banyak dipelajari oleh

negara lain terutama negara-negara di kawasan

Asia Pasifik, seperti: Jepang, China, Korea,

Thailand, dan Australia. Berbagai alasan

Page 2: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

53

mengapa bahasa Indonesia banyak dipelajari.

Perekonomian Indonesia yang diprediksi akan

menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia

menjadi salah satu faktor banyaknya pemelajar

asing dalam mempelajari bahasa Indonesia.

Tidak hanya itu, alasan sumber daya alam dan

aspek wisata juga menjadi daya tarik utama

dalam mengundang minat para wisatawan yang

tertarik untuk mengeksplorasi keindahan alam

Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran jika

berbagai perguruan tinggi di negara-negara

kawasan Asia, Eropa, dan Australia membuka

program pembelajaran bahasa Indonesia.

Bahkan, pemerintah Indonesia juga turun tangan

dalam membuka peluang pemelajar asing untuk

datang ke Indoneisa melalui program dalam

hubungan diplomatik antarnegara. Hal ini tentu

menjadi cerminan positif bagi pemerintah

Indonesia dalam menginternasionalisasikan

bahasa Indonesia

Salah satu aspek penting yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana tuturan bahasa

Indonesia itu dapat diadaptasi oleh penutur asing

meskipun dalam kenyataannya aksen atau ciri

khas yang dibawa oleh bahasa ibu mereka tetap

melekat. Oleh karena itu, kajian fonetik

eksperimental sangatlah penting dilakukan untuk

melihat bagaimana penutur asing bertutur dalam

bahasa Indonesia. Kajian ini berkembang pada

1940-an saat ditemukannya spektograf.

Identifikasi dan analisis terhadap objek bunyi

yang dikaji didasarkan sepenuhnya pada

kemampuan indra pendengaran, penglihatan, dan

kesadaran akan aktivitas organ tutur ketika

sebuah bunyi diujarkan.

Hayward, (2013, hlm.1) menyatakan

bahwa fonetik eksperimental meliputi hal-hal

yang dikaji tentang tuturan melalui alat atau

instrumen yang bertujuan untuk menggambarkan

hal-hal dalam tuturan tersebut, sebagai contoh,

sebuah tape recorder yang dihubungkan dengan

komputer dan dapat digunakan dalam analisis

akustik. Terkadang, fonetik eksperimental

seringkali disebut fonetik instrumental karena

penggunaan instrumen dalam analisisnya. Dalam

kajian ini penulis mencoba untuk mengivestigasi

ciri prosodi tuturan bahasa Indonesia oleh

pemelajar BIPA berkewarganegaraan Jepang

dan Australia di Universitas Indonesia yang

sedang menempuh pendidikan di kelas BIPA .

Informan yang terlibat dalam kajian ini

berjumlah dua orang yang berasal dari Jepang

dan Australia.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

merumuskan dua batasan masalah yaitu,

(a) Struktur melodik yang meliputi nada dan

tekanan seperti apa yang diucapkan penutur

Jepang dan Australia ketika melafalkan bahasa

Indonesia? (b) Struktur temporal seperti apa

yang diucapkan penutur Jepang dan Australia

ketika menuturkan kalimat deklaratif dan

interogatif dalam bahasa Indonesia? Penelitian

ini bertujuan untuk (a) mengkaji struktur

melodik penutur Jepang dan Australia ketika

berbicara bahasa Indonesia, (b) mengkaji

struktur temporal penutur Jepang dan Australia

ketika menuturkan kalimat deklaratif dan

interogatif dalam bahasa Indonesia.

Page 3: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

54

Penelitian ini merupakan penelitian dalam

bidang linguistik, khususnya analisis prosodi

dengan pendekatan fonetik eksperimental.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan

mendeskripsikan prosodi yang dilafalkan oleh

penutur Jepang dan Australia ketika berbicara

dalam bahasa Indonesia serta menemukan

formula pengajaran pengucapan bahasa

Indonesia untuk penutur asing. Dengan

demikian, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi

linguistik pada umumnya dan kajian prosodi

pada khususnya termasuk ancangan dalam

pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing

serta menjadi rujukan bagi penelitian lebih lanjut

terkait dengan permasalahan dan objek serupa.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

sumbangan dalam tata bahasa Indonesia.

LANDASAN TEORI

Prosodi

Yustanto dalam (Gunawan, 2019, hlm. 144)

prosodi adalah unsur suprasegmental yang

berupa nada, tempo, dan jeda yang terdapat

dalam sebuah ujaran. Sementara itu, Laksman

dan Hauven dalam (Goedemans & van Zanten,

2007) mengatakan bahwa prosodi merupakan

seperangkat properti melodi, temporal, dan

dinamis bahasa dan tuturan. Hauven dan

Laksman juga menyatakan bahwa komponen

fonetik prosodi, antara lain variasi nada yang

ditentukan oleh tingkat pengulangan dari getaran

pita suara, variasi dalam kenyaringan yang

ditentukan oleh intensitas suara dan

keseimbangan spektral karena perbedaan dalam

vokal, variasi dalam kualitas (timbre) karena

artikulasi presisi, serta variasi waktu karena

percepatan dan perlambatan. Perbedaan

linguistik yang bergantung pada parameter ini,

antara lain, nada, intonasi, aksen, stress, dan

irama.

Struktur Melodik

Sugiyono, (2007, hlm. 1) menyatakan bagaimana

teknik dan komponen dalam penelitian fonetik.

Beberapa di antara teori yang ia kemukana di

dalam bukunya antara lain, struktur melodik dan

struktur temporal. Struktur melodik menurut

Sugiyono adalah sebuah manifestasi akustik dari

intonasi. Maksudnya adalah bahwa gelombang

bunyi kompleks sebagai bagian komponen dari

intonasi memiliki frekuensi fundamental dan

frekuensi harmoni-harmoninya dengan ukuran

satuan hertz atau semiton. Satuan-satuan ini

kemudian diistilahkan dengan alir nada atau

pitch movement yang dapat diamati ciri

akustiknya, seperti arah perubahan nada, ukuran

nada, derajat perubahan nada, bahkan posisinya

dalam silabel. Dengan kata lain, intonasi itu

sendiri adalah alir nada yang memiliki nada-nada

fungsional yang tidak dapat disederhanakan atau

dihilangkan.

Struktur melodik itu sendiri bisa

dirumuskan dalam satuan terkecil alirnada.

Seperti yang disampaikan oleh ‘t Hart, Collier,

dan Cohen (1990) dalam Sugiyono, (2003, hlm.

29) yang menyebutkan bahwa persepsi

pendengar peka terhadap perubahan F0 yang

Page 4: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

55

cukup terbatas dan alirnada menjadi satuan

terkecil dalam analisis perseptual, sehingga

perlunya penyederhanaan variasi nada dan

perumusan kontur intonasi menjadi gabuangan

alirnada. Walaupun demikian, variabel deskripsi

intonasi yang baik memiliki ciri akustik yang

meliputi: nada dasar, julat nada, nada final,

hingga puncak nada.

Struktur Temporal

Struktur temporal merupakan seperangkat

kaidah dalam melihat durasi bunyi dan jeda suatu

tuturan di dalam sebuah bahasa. Berbeda halnya

dengan ritme, struktur temporal merupakan pola

tekanan dalam suatu tuturan yang ditonjolkan.

Dengan kata lain, penekanan tersebut dapat

melalui aspek nada, durasi, serta intensitas.

Halim, (1981, hlm. 35) menyatakan bahwa

ketiga hal tersebut saling berkaitan secara

kompleks. Akan tetapi, aspek intensitas

seringkali tidak dilibatkan, sehingga apa yang

disebut dengan ritme tidak lain adalah struktur

temporal itu sendiri. Senada dengan pandangan

di atas, kajian yang pernah dilakukan oleh

Halim, (1981, hlm. 35) tentang tekanan dalam

bahasa Indonesia, menyatakan bahwa intensitas

tidak memberikan pengaruh pada tekanan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode deskriptif analisis. Metode ini

memberikan gambaran data secara sistematis

dan akurat. Pengambilan data dilakukan dengan

menitikberatkan pada korpus berupa kalimat

deklaratif dan interogatif yang dituturkan oleh

pemelajar Jepang dan Australia. Kalimat yang

diucapkan merupakan kalimat sederhana yang

sama yang dituturkan oleh pemelajar dengan

latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda

(Jepang dan Australia). Dalam pengambilan

data, dilakukan perekaman menggunakan Sony

IC Recorder. Selanjutnya. Data dianalisis

dengan menggunakan program Praat untuk

melihat nada, tekanan, intonasi, dan jeda dari

kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang

diucapkan oleh penutur Jepang dan Australia

tersebut. Sumber data diambil dari mahasiswa

Jepang dan Australia yang sedang belajar bahasa

Indonesia di Universitas Indonesia.

Penganalisisan data dilakukan dalam beberapa

tahap. Tahap pertama, memindahkan data

rekaman dalam format digital sound wave, lalu

disegmentasi menjadi beberapa segmen data.

Setelah selesai mengolah data, dilakukan

pengukuran intensitas, durasi, dan frekuensi.

Pengukuran ciri akustik tersebut dilakukan

dengan mengadaptasi teori IPO (Instituute voor

Perceptie Onderzoek).

Beberapa penelitian yang sebelumnya

dilakkan berkiatan dengan topik struktur

melodik di antaranya kajian tentang struktur

melodik bahasa Indonesia oleh Sugiyono, (2007,

hlm. 1) dengan melakukan dua eksperimen yaitu

eksperimen produktif dan perseptif. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa teori

hipo-hiper Lindbom menjelaskan bahwa

hubungan antara produksi ujaran dan persepsi

dalam komunikasi, tidak sepenuhnya dapat

Page 5: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

56

diterima.

Kajian prosodi dengan pendekatan fonetik

eksperimental juga pernah dilakukan oleh Yani

Suryani & Nani Darmayanti, (2012, hlm.1) yang

melihat kemahiran penutur Korea dalam

berbahasa Indonesia. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa struktur melodik penutur

Korea lebih banyak tekanannya dibanding

penutur Indonesia, sedangkan struktur temporal

durasi pengucapan per suku kata lebih lama

dibandingkan penutur Indonesia. Penelitian

terkait kontras intonasi kalimat dekaratif dan

interogatif dalam bahasa Bima pernah dilakukan

oleh Yanita, dan Siti Hana Sekarwati, (2015,

hlm. 151) yang menunjukkan adanya perbedaan

intonasi pada modus deklaratif dan interogatif

dalam bahasa Bima. Sementara itu, Irawan,

(2011, hlm. 81) melakukan penelitian kontras

deklaratif dan interogatif dalam bahasa Sunda.

Dari beberapa penelitian yang pernah

dilakukan tersebut umumnya merupakan kajian

fonetik eksperimental dengan objek penelitian

yang berbeda. Akan tetapi, penelitian dengan dua

objek yang berasal dari subjek dari negara yang

berbeda berbeda belum pernah dilakukan.

PEMBAHASAN

Struktur Melodik Kalimat Deklaratif dan

Interogatif

Pengukuran dan pendeskripsian tuturan

dilakukan dengan mengadopsi tahapan dalam

ancangan IPO (Instituut voor Perceptie

Onderzook). IPO adalah sebuah badan kerja

sama yang didirikan oleh Eindhoven University

of Technology dan Philips Research

Laboratories pada 1957 di Endhoven, Belanda.

Pada 1959, IPO sudah mulai melakukan

penelitian fonetik. Namun, baru pada tahun

1961, IPO mulai sedikit demi sedikit mulai

melakukan penelitian terhadap persepsi nada

dalam tuturan dalam rangka memadukan

aktivitas fonetik dengan institusi psikoakustik

yang telah ada di badan itu. Kini ancangan IPO,

ada yang menyebutnya teori IPO, berkembang

pesat di Eropa terutama dalam kajian fonetik

eksperimental.

Ancangan inilah yang kemudian dikenal

luas sebagai the dutch school of intonation.

Seluruh proses dalam IPO dimulai dari tuturan

kemudian dilakukan pengukuran frekuensi

fundamental (F0) untuk memperoleh kurva

tuturan. Misalnya, pada kalimat yang diambil

menjadi data berikut.

“Ali suka main bola.”

Gambar 1. Segmentasi kalimat deklaratif

“Di mana kamu membeli bola itu?”

Gambar 2. Segmentasi kalimat interogatif

Page 6: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

57

Berpatokan pada kesamaan perseptual

(perceptual equity)–baik persepsi peneliti

maupun penutur- kurva F0 hasil pengukuran itu

disederhanakan untuk membuat salinan serupa

(close copy). Pada tahap ini, yang dilakukan

sebenarnya adalah penyederhanaan atau stilisasi

dengan menghilangkan detail F0 yang

sebenarnya tidak relevan. Dengan demikian,

salinan-serupa akan memuat semua alirnada

yang relevan saja. Hal itu tampak pada gambar

di bawah ini. Berikut adalah gelombang bunyi

yang dituturkan oleh penutur asing

berkebangsaan Australia.

Gambar 3. Gelombang suara kalimat deklaratif

oleh penutur Australia

Gambar 4. Gelombang suara kalimat interogatif

oleh penutur Australia

Sementara gelombang bunyi di bawah ini

merupakan gelombang bunyi yang dituturkan

oleh penutur asing berkebangsaan Jepang.

Gambar 5. Gelombang suara kalimat deklaratif

oleh penutur Jepang

Gambar 6. Gelombang suara kalimat interogatif

oleh penutur Jepang

Selanjutnya dari gelombang bunyi yang

sudah disegmentasi maka akan dilihat titik-titik

nada dengan frekuensi fundamental yang belum

disederhanakan dan frekuensi fundamental yang

sudah disederhanakan. Penyederhanaan

frekuensi fundamental dengan menghilangkan

titik-titik nada yang tidak relevan yaitu dengan

menggunakan 2 semiton. Pitch range yang

digunakan adalah 50 hingga 400 Hz. Dari sana,

diperoleh F0 yang hanya memuat alirnada yang

relevan. Setelah itu, alirnada tersebut diubah

ke dalam pitch tier untuk mengetahui titik-titik

nada dan struktur melodik tuturan tersebut.

Gambar 7. Titik nada yang belum

disederhanakan untuk kalimat deklaratif oleh

penutur Australia

Gambar 8. Titik nada setelah distilisasi untuk

kalimat deklaratif oleh penutur Australia

Gambar 9. Titik nada yang belum

disederhanakan untuk kalimat interogatif oleh

penutur Australia

Page 7: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

58

Gambar 10. Titik nada setelah distilisasi untuk

kalimat interogatif oleh penutur Australia

Sementara untuk titik-titik nada baik yang

belum ataupun yang telah disederhanakan untuk

tuturan deklaratif dan interogatif oleh penutur

Jepang dapat dilihat dari gambar berikut.

Gambar 11. Titik nada yang telah

disederhanakan untuk kalimat deklaratif oleh

penutur Jepang

Gambar 12. Titik nada yang belum

disederhanakan untuk kalimat interogatif oleh

penutur Jepang

Gambar 13. Titik nada yang telah

disederhanakan untuk kalimat interogatif oleh

penutur Jepang

Setelah dilakukan penyederhanaan

frekuensi fundamental dengan menggunakan 2

semiton sehingga menghasilkan titik-titik nada

yang relevan/fungsional saja, maka akan

didapatkan informasi titik-titik nada berupa nilai

frekuensi di masing-masing titik nada dengan

waktu yang sesuai dengan titik nada dalam

tuturan. Perbandingan frekuensi fundamental

dari kedua penutur asing yang berbeda

kebangsaan secara lengkap dapat dilihat dalam

pitch tier sebagai berikut.

Untuk tuturan deklaratif “Ali suka main

bola” maka diperoleh informasi sebagai berikut

Penutur Australia

File type = "ooTextFile"

Object class = "PitchTier"

xmin = 0

xmax = 2.0926757369614513

points: size = 4

points [1]:

number = 0.3513378684807256

value = 133.6339341986788

points [2]:

number = 0.8313378684807257

value = 151.9817981067193

points [3]:

number = 1.2013378684807257

value = 118.65637839400587

points [4]:

number = 1.628866745664901

value = 133.87686391602136

Penutur Jepang

File type = "ooTextFile"

Object class = "PitchTier"

xmin = 0

xmax = 1.7753514739229026

points: size = 6

points [1]:

number = 0.2126757369614513

value = 117.32968774104522 points [2]:

number = 0.30267573696145134

value = 138.878038389958

points [3]:

number = 0.42267573696145133

value = 115.85876890202204

points [4]:

number = 0.7726757369614513

Page 8: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

59

value = 141.17802474738832

points [5]:

number = 0.8848400714420779

value = 101.28023987630121

points [6]:

number = 1.5311127679383685

value = 91.37005766832306

Informasi di atas menunjukkan bahwa alir

nada dalam tuturan kalimat deklaratif oleh

penutur Australia setelah disederhanakan

menyisakan 4 titik nada. Nada pertama

berfrekuensi 133.634 Hz berposisi pada 0.351

detik. Nada kedua berfrekuensi pada 151.982 Hz

berposisi pada 0.831 detik, nada ketiga

berfrekuensi pada 118.656 Hz beposisi pada

1.201 detik, dan nada keempat berfrekuensi pada

133.877 Hz berposisi pada 1.628 Hz. Sementara

alir nada dalam tuturan deklaratif oleh penutur

Jepang setelah disederhanakan menyisakan 6

titik nada. Titik nada pertama berfrekuensi

117.329 Hz yang berposisis pada 0,212 detik.

Titik nada kedua berfrekuensi 138.88 Hz pada

posisi 0.302 detik. Titik nada ketiga berfrekuensi

115.858 Hz berposisi pada 0.422. titik nada

keempat berfrekuensi 141.178 Hz dan berposisi

di 0.772 detik. Titik nada kelima points

berfrekuensi 101.280 Hz dengan posisi di 0.884

detik. Dan titik nada keenam berfrekuensi 91.370

Hz berposisi di 1.531 detik.

Dari informasi tersebut dapat dikatakan

bahwa pada penutur Australia memiliki

frekuensi awal di 151. 982 Hz dan frekuensi pada

titik nada terakhir adalah 133.877 Hz. Hal ini

menunjukkan adanya kenaikan frekuensi titik

nada dalam alir nada tuturan deklaratif yang

dituturkan oleh penutur dari Australia. Kenaikan

tersebut tidak terlalu signifikan. Sementara itu,

frekuensi awal dan akhir pada kalimat deklaratif

yang dituturkan oleh penutur dari Jepang

menunjukkan adanya penurunan frekuensi yaitu

117.329 Hz di titik nada awal menjadi 91.370 Hz

di titik nada akhir.

Jika merujuk pada pendapat yang

disampaikan oleh Ramlan (1981:12) yang

menyatakan bahwa kalimat deklaratif memiliki

intonasi dengan nada akhir turun, maka dapat

dikatakan bahwa penutur Jepang lebih

mendekati pola intonasi kalimat deklaratif yang

dituturkan oleh penutur asli bahasa Indonesia

sedangkan penutur dari Australia belum terlalu

mendekati pola intonasi kalimat deklaratif yang

dituturkan oleh penutur bahasa Indonesia.

Perbandingan alirnada kedua penutur dapat

dilihat pada diagram berikut ini,

Gambar 14. Perbandingan kontur nada kalimat

deklaratif oleh penutur Australia dan Jepang

Dari grafik di atas alirnada yang berupa

garis lurus merupakan alir nada penutur dari

Australia sementara alir nada dengan garis putus-

putus adalah alir nada tuturan deklaratif oleh

penutur dari Jepang. Jika diperhatikan, ferkeunsi

pada titik nada awal kedua penutur tidak jauh

a li su ka ma in bo la

ali suka main bola

ali suka main bola

Time (s)0 2.093

Time (s)0 2.093

0

500

Fre

qu

ency

(H

z)

Page 9: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

60

berbeda. Peralihan dari suku kata a ke suku kata

li pada penutur Jepang menurun sementara

alirnada penutur Australia tidak. Pada peralihan

suku kata ka ke suku kata ma alirnada kedua

penutur bertemu namun menurun di suku kata

ma untuk penutur Jepang dan suku kata in pada

alirnada penutur Australia.

Sementara informasi perbandingan

frekuensi fundamental untuk tuturan interogatif

“Di mana kamu membeli bola itu?” oleh penutur

Australia dan Jepang adalah sebagai berikut

Penutur Australia

File type = "ooTextFile"

Object class = "PitchTier"

xmin = 0.3465100283822138

xmax = 2.594263307473983

points: size = 6

points [1]:

number = 0.43038548752834466

value = 137.10961497851864

points [2]:

number = 0.8503854875283446

value = 160.12705835688035

points [3]:

number = 0.9503854875283447

value = 139.02864269882056

points [4]:

number = 2.0703854875283447

value = 119.6856012865575

points [5]:

number = 2.1403854875283446

value = 140.70648850369068

points [6]:

number = 2.5103854875283447

value = 118.39235282033808

Penutur Jepang

File type = "ooTextFile"

Object class = "PitchTier"

xmin = 0

xmax = 2.276235827664399

points: size = 6

points [1]:

number = 0.29311791383219943

value = 108.59455007284943

points [2]:

number = 0.4631179138321994

value = 143.4199748161805

points [3]:

number = 0.8331179138321995

value = 105.10581676139255

points [4]:

number = 1.5731179138321993

value = 101.2841649134949

points [5]:

number = 1.7131179138321992

value = 86.31632814847735

points [6]:

number = 1.8931179138321994

value = 93.88677126106278

Dari informasi frekuensi fundamental

tuturan interogatif oleh penutur dari Australia

menunjukkan bahwa alirnada setelah

disederhanakan menyisakan 6 titik nada. Nada

pertama berfrekuensi 137,109 Hz berposisi pada

0,430 detik. Nada kedua berfrekuensi pada

160,127 Hz berposisi pada 0,850 detik, nada

ketiga berfrekuensi pada 139,028 Hz beposisi

pada 0,950 detik, dan nada keempat berfrekuensi

pada 119,686 Hz berposisi pada 2,070 Hz. Untuk

titik nada kelima berfrekuensi pada 140,706 Hz

berposisi pada 2,140 detik, dan nada keenam

berfrekuensi pada 118,392 Hz berposisi pada

2,520 detik.

Sementara itu, frekuensi fundamental

dalam tuturan interogatif oleh penutur dari

Jepang setelah disederhanakan juga menyisakan

6 titik nada. Titik nada pertama berfrekuensi

108.594 Hz yang berposisi pada 0.293. titik nada

kedua berfrekuensi 143.419 Hz pada posisi 0.463

detik. Titik nada ketiga berfrekuensi 105.105 Hz

Page 10: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

61

pada posisi 0.833 detik. Titik nada keempat

berfrekuensi 101.284 Hz pada posisi 1.573 detik.

Titik nada kelima berfrekuensi 86.316 Hz

berposisi pada 1.713 Detik. Dan titik nada

terakhir berfrekuensi 93.886 Hz yang berposisi

pada 1.893 detik.

Dengan kata lain, untuk kalimat

interogatif, frekuensi dasar awal dan akhir oleh

penutur Australia menurun, yaitu 137,109 Hz di

titik awal dan 118,392 Hz di titik nada akhir. Hal

yang sama terjadi pada frekuensi dasar tuturan

interogatif oleh penutur dari Jepang dengan

frekuensi titik nada awal 108.594 Hz dan titik

nada akhir pada frekuensi 93.886 Hz. Jika

merujuk pada pernyataan Ramlan (1981) yang

mengatakan bahwa intonasi kalimat interogatif

dalam bahasa indonesia di titik nada akhir yang

naik maka kedua penutur baik penutur dari

Australia maupun Jepang belum dapat dikatakan

mendekati tuturan interogatif bahasa indonesia

karena kedua penutur memiliki intonasi tuturan

dengan nada menurun. Perbandingan alir nada

kedua penutur dapat dilihat pada grafik berikut

ini.

Gambar 15. Perbandingan kontur nada kalimat

interogatif oleh penutur Australia dan Jepang

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa alir

nada tuturan interogatif yang ditutrkan oleh

kedua penutur baik penutur dari Australia

maupun Jepang hampir memiliki kontur nada

yang sama, hanya perbedaannya pada peralihan

suku kata dari suku kata la ke suku kata i. Untuk

penutur Australia, pada suku kata tersebut

mengalami kenaikan pola kontur nada yang

cukup signifikan dibandingkan kontur nada oleh

penutur Jepang.

Struktur Temporal Kalimat Deklaratif

Proses mendeskripsikan ciri temporal,

tidak ditangani oleh IPO. Proses ini dilakukan

dengan cara yang lebih sederhana. Proses

diawali dengan segmentasi tuturan atas segmen-

segmen pembentuk tuturan dengan domain

silabe. Hal itu tampak pada gambar berikut.

Gambar 16. Text grid kalimat deklaratif

Dari gambar di atas dapat diperoleh

informasi bahwa durasi dalam mengucapkan

tuturan “Ali suka main bola” oleh penutur dari

Australia adalah selama 1,1760 detik. Untuk

bunyi [a] pada suku kata a dalam tuturan

diucapkan selama 0,101 detik sementara bunyi

[li] pada suku kata li berdurasi 0,145 detik. Pada

bunyi [su] untuk suku kata su berdurasi 0,179

detik dan bunyi [ka] pada suku kata ka berdurasi

di ma na ka mu mem be li bo la i tu

di mana kamu membeli bola itu

di mana kamu membeli bola itu?

Time (s)0 2.723

Time (s)0.3465 2.594

0

500

Fre

qu

ency

(H

z)

Page 11: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

62

0,122 detik. Selanjutnya kata main terdiri dari

dua suku kata yaitu ma dan in. Bunyi [ma] pada

suku kata ma berdurasi 0,125 detik sementara

bunyi [in] pada suku kata in dituturkan selama

0,185 detik. Kata terakhir dalam kalimat yang

dituturkan adalah kata ‘bola’. Pada kata ‘bola’,

bunyi [bo] memiliki durasi 0,152 detik dan bunyi

[la] pada suku kata la berdurasi 0,167 detik.

Sementara itu, penutur dari Jepang

mengucapkan kalimat deklaratif dalam durasi

1,775351 detik. Untuk bunyi [a] pada suku kata

a dalam tuturan diucapkan selama 0,139 detik

sementara bunyi [li] pada sukukata li berdurasi

0,122 detik. Pada bunyi [su] untuk suku kata su

berdurasi 0,239 detik dan bunyi [ka] pada suku

kata ka berdurasi 0,238 detik. Selanjutnya kata

main terdiri dari dua suku kata yaitu ma dan in.

Bunyi [ma] pada suku kata ma berdurasi 0,165

detik sementara bunyi [in] pada suku kata in

dituturkan selama 0,205. Kata terakhir dalam

kalimat yang dituturkan adalah kata ‘bola’. Pada

kata ‘bola’, bunyi [bo] memiliki durasi 0,124

detik dan bunyi [la] pada suku kata la berdurasi

0,149 detik.

Jika diperhatikan perbandingan keduanya

dari segi temporal maka dapat dikatakan bahwa

penutur dari Jepang memiliki durasi yang lebih

panjang dibandingkan dengan penutur dari

Australia dalam menuturkan kalimat deklaratif.

Beberapa suku kata yang cukup signifikan

perbedaanya dalam hal durasi yaitu pada suku

kata su, ka, dan in. Ketiga suku kata tersebut

dituturkan oleh penutur dari Jepang dengan

durasi rata-rata 0,2 detik sementara pada penutur

Australia durasi rata-rata pada suku kata tersebut

adalah 0,1 detik.

Struktur Temporal Kalimat Interogatif

Gambar 17. Text grid kalimat interogatif

Sementara untuk gambar di atas

merupakan tuturan interogatif dapat diperoleh

informasi bahwa durasi dalam mengucapkan

tuturan “Di mana kamu membeli bola itu?” oleh

penutur dari Australia adalah selama 2,1068

detik. Untuk bunyi [di] pada suku kata di dalam

tuturan diucapkan selama 0,113 detik sementara

bunyi [ma] pada sukukata ma berdurasi 0,139

detik. Pada bunyi [na] untuk suku kata na

berdurasi 0,091 detik dan bunyi [ka] pada suku

kata ka berdurasi 0,199 detik. Selanjutnya bunyi

[mu] pada suku kata mu berdurasi 0,256 detik

sementara bunyi [mem] pada suku kata mem

dituturkan selama 0,266..pada bunyi [be]

memiliki durasi 0,106 detik dan bunyi [li] pada

suku kata li berdurasi 0,149. Sementara bunyi

[bo] berdurasi 0,205, bunyi [la] berdurasi 0,137

detik, bunyi [i] berdurasi 0,149 detik, dan

terkahir bunyi [tu] padauku kata tu berdurasi

0,287 detik.

Untuk tuturan interogatif yang dituturkan

oleh penutur dari Jepang dapat diperoleh

informasi bahwa durasi dalam mengucapkan

Page 12: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

63

tuturan “Di mana kamu membeli bola itu?” oleh

penutur dari Jepang adalah selama 1,823004

detik. Untuk bunyi [di] pada suku kata di dalam

tuturan diucapkan selama 0,100 detik sementara

bunyi [ma] pada sukukata ma berdurasi 0,140

detik. Pada bunyi [na] untuk suku kata na

berdurasi 0,175 detik dan bunyi [ka] pada suku

kata ka berdurasi 0,166 detik. Selanjutnya bunyi

[mu] pada suku kata mu berdurasi 0,141 detik

sementara bunyi [mem] pada suku kata mem

dituturkan selama 0,197. Pada bunyi [be]

memiliki durasi 0,169 detik dan bunyi [li] pada

suku kata li berdurasi 0,150. Sementara bunyi

[bo] berdurasi 0,191, bunyi [la] berdurasi 0,137

detik, bunyi [i] berdurasi 0,141 detik, dan

terkahir bunyi [tu] padauku kata tu berdurasi

0,16 detik.

Jika diperbandingankan durasi kedua

tuturan tersebut maka dapat dikatakan bahwa

penutur Australia memiliki durasi yang lebih

panjang ketika menuturkan kalimat interogatif

dibandingkan dengan penutur dari Jepang. Dari

semua silabe, hanya ada dua silabe yang

memperlihatkan perbedaan durasi yang cukup

signifikan di antara kedua penutur yaitu pada

suku kata mu dan suku kata tu penutur Australia

menuturkan kedua suku kata tersebut lebih

panjang yaitu dengan durasi rata-rata 0,2 detik,

sementara penutur dari Jepang hanya

menuturkan kedua suku kata tersebut dengan

durasi rata-rata 0,1 detik.

PENUTUP

Dari hasil penelitian di atas dapat

disimpulkan bahwa penutur Australia memiliki

frekuensi awal di 151. 982 Hz dan frekuensi pada

titik nada terakhir adalah 133.877 Hz, sedangkan

frekuensi awal dan akhir pada kalimat deklaratif

yang dituturkan oleh penutur dari Jepang adalah

117.329 Hz di titik nada awal dan 91.370 Hz di

titik nada akhir. Dengan kata lain, penutur

Jepang lebih mendekati pola intonasi kalimat

deklaratif yang dituturkan oleh penutur

Indonesia, sedangkan penutur dari Australia

belum terlalu mendekati pola intonasi kalimat

deklaratif yang dituturkan oleh penutur

Indonesia.

Sementara itu, Frekuensi dasar awal dan

akhir kalimat interogatif yang dituturkan oleh

penutur Australia menurun yaitu 137,109 Hz di

titik awal dan 118,392 Hz di titik nada akhir. Hal

yang sama terjadi pada frekuensi dasar tuturan

interogatif oleh penutur Jepang dengan frekuensi

titik nada awal 108.594 Hz dan titik nada akhir

pada frekuensi 93.886 Hz. Hal ini menunjukkan

bahwa baik penutur Australia maupun Jepang

belum dapat dikatakan mendekati tuturan

interogatif bahasa Indonesia karena kedua

penutur memiliki intonasi tuturan dengan nada

menurun.

Dalam hal durasi, pengucapan kalimat

deklaratif “Andi suka main bola” oleh penutur

Australia adalah selama 1,1760 detik, sedangkan

Page 13: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Multilingual, Vol. 20, No. 1, Juni 2021

64

penutur Jepang adalah 1,775351 detik. Jika

diperhatikan perbandingan keduanya dari segi

temporal maka dapat dikatakan bahwa penutur

Jepang memiliki durasi yang lebih panjang

dibandingkan dengan penutur Australia dalam

menuturkan kalimat deklaratif. Sementara itu,

Durasi dalam mengucapkan tuturan “Di mana

kamu membeli bola itu?” oleh penutur Australia

adalah selama 2,1068 detik, sedangkan penutur

Jepang adalah selama 1,823004 detik. Hal ini

menunjukkan bahwa penutur Australia memiliki

durasi yang lebih panjang ketika menuturkan

kalimat interogatif dibandingkan dengan penutur

Jepang.

SARAN

Kajian tentang fonetik eksperimental terkait

dengan bahasa Indonesia, khususnya bagi

penutur asing masih sedikit, sehingga penelitian

ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk

penelitian lebih lanjut. Penelitian tentang

struktur melodik dan struktur temporal bahasa

Indonesia penting, terutama bagi pengajar

bahasa Indonesia untuk penutur asing, sehingga

dapat membantu penutur asing dalam

menuturkan bahasa Indonesia dengan intonasi

yang tepat dan berterima.

DAFTAR PUSTAKA

Goedemans, R., & van Zanten, E. (2007). Stress and accent in Indonesian: In Prosody in Indonesian

languages. Netherlands: LOT.

Gunawan, F. (2019). Sistem Prosidi Suara Mahasiswa Multietnis di Surakarta. Ranah: Jurnal Kajian

Bahasa, 8 (2), 143. https://doi.org/10.26499/rnh.v8i2.1123.

Halim, A. (1981). Intonation in relation to syntax in Indonesian. 36, 15. https://doi.org/10.15144/PL-

D36.cover.

Hayward, K. (2013). Experimental Phonetics (2nd ed.). New York: Routledge.

Irawan, Y. (2011). Kontras Intonasi Deklaratif-Interogatif dalam Bahasa Sunda. Depok: Universitas

Indonesia (Tesis).

Ramlan, M. (1981). Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono.

Sugiyono. (2003). Pedoman Penelitian Bahasa Lisan: Fonetik. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen

Pendidikan Nasional.

Sugiyono. (2007). "Struktur Melodik Bahasa Indonesia". Kajian Linguistik dan Sastra, Volume 19,

1–13.

Yani Suryani, & Nani Darmayanti. (2012). Kemahiran Berbahasa Indonesia Penutur Korea : Kajian

Prosodi Dengan Pendekatan Fonetik the Skill of Korean Speakers in Indonesian Language :

Prosody Study Using an Experimental Phonetics Approach. SIGMA-Mu, September 2012,

52–63.

Page 14: DECLARATION AND INTEROGATIVE SPEAKING IN INDONESIAN

Dendi Wijaya: Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Indonesia

oleh Mahasiswa BIPA Universitas Indonesia

65

Yanita, S. R. dan S. H. S. (2015). Kontras Intonasi Kalimat Deklaratif dan Interogatif dalam Bahasa

Bima. Sirok Bastra, 3 (2), 151--156.