Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL
PEMBERITAAN TENTANG ISU DEPARPOLISASI PILGUB DKI
JAKARTA DI MEDIA CETAK
(Analisis Framing Pemberitaan tentang isu Deparpolisasi Teman Ahok
dalam Pilgub DKI Jakarta Tahun 2017 pada Harian
Media Indonesia Periode Maret 2016)
Oleh :
Firdha Trisliana
D0212043
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
PEMBERITAAN TENTANG ISU DEPARPOLISASI PILGUB DKI
JAKARTA DI MEDIA CETAK
(Analisis Framing Pemberitaan tentang isu Deparpolisasi Teman Ahok
dalam Pilgub DKI Jakarta Tahun 2017 pada Harian
Media Indonesia Periode Maret 2016)
Firdha Trisliana
Mursito
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
The mass media has a very vital role in political life in the present and can be a driving factor for political change, because it has the power to shape the culture and political discourse. One of them is news about the elections of Jakarta Regional Head (Pilkada) in 2017, namely the issue of deparpolization of the advancement of Basuki Tjahja Purnama (Ahok) who chose individual path or independent path. Deparpolization is seen as a deliberate or unintentional attempt to reduce, or even eliminate the role of political parties in democracy. Researchers chose to analyze the news on Media Indonesia Daily because of its tendency in reporting about deparpolization issue of “Teman Ahok” in DKI Jakarta Gubernatorial in 2017 influenced the role of Media Indonesia's daily shareholder who also served as Chairman of Partai Nasional Demokrat (NasDem). This study aims to find out how the construction of the reality of events or framing the news on Daily Media Indonsesia related news coverage deparpolization “Teman Ahok” in Pilgub DKI Jakarta in 2017.
This research is a type of qualitative research that is text analysis with framing method. The data analysis used in this research is using Robert N. Entman model, which uses four elements, define problem, diagnose causes, make moral judgment, and treatment recommendation.
The research concludes that: Media Indonesia constructs that the nomination independently has no effect on deparpolization.
Keywords: Framing, Construction of Media Reality, Mass Media, Print Media.
1
Pendahuluan
Media massa memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan politik
di masa sekaran. Media bukan saja sebagai sumber informasi politik, melainkan
juga kerap menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan politik, karena media
massa memiliki kekuatan untuk membentuk budaya dan wacana politik. Salah
satunya yaitu pemberitaan mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sejak
ini pula di daerah seluruh Nusantara, Pilkada mulai diwarnai calon Kepala Daerah
dari jalur perseorangan. Persyaratan calon perseorangan dilakukan dengan
dukungan persetujuan dan KTP masyarakat yang mendukung. Walaupun
demikian, dalam perkembangannya selama lebih dari lima tahun tercatat hanya
sedikit calon perseorangan yang dapat memenangi pilkada. Namun, calon-calon
melalui jalur perseorangan telah menorehkan warna baru dalam alam demokrasi
untuk mewujudkan Indonesia baru yang lebih baik.
Belakangan ini di Ibukota juga sedang ramai perihal pemberitaan
mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017. Hal yang
membuat pemberitaan lebih menarik mengenai Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
adalah isu majunya Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang memilih jalur
perseorangan atau jalur independen ketimbang maju melalui partai politik. Ahok
selaku Gubernur DKI Jakarta seringkali diberitakan karena gaya kepemimpinan
yang kontroversial. Terakhir kali ia diberitakan akan maju sebagai cagub dalam
Pilgub 2017 melalui jalur independen dengan dukungan relawan Teman Ahok.
Walaupun akhirnya pada tanggal 27 Juli 2016, ia memutuskan untuk maju melalui
jalur partai politik setelah didukung oleh tiga partai tanpa syarat, yaitu Partai
Nasional Demokrat (Nasdem), Hanura, dan Golkar.
Majunya Ahok melalui jalur perseorangan pada Pilkada tahun 2017,
menarik perhatian masyarakat Jakarta khususnya untuk membuat suatu komunitas
bernama “Teman Ahok”. “Teman Ahok” adalah komunitas atau sekumupulan
relawan yang ingin mendukung Ahok melalui jalur independen dan menjadi
fasilitator untuk mencari dukungan bagi Ahok dengan cara mengumpulkan kartu
tanda penduduk (KTP).
2
“Teman Ahok” adalah fenomena baru dari demokrasi saat ini. Mereka
yang umumnya anak-anak muda dari berbagai latar belakang menginisiasi
kepentingan politik, dalam hal ini Ahok sebagai subjek dari sebuah ruang
demokratis. Namun apa yang dilakukan “Teman Ahok” itu mengundang kontra
bagi sebagaian partai politik, seperti munculnya isu mengenai deparpolisasi. Isu
mengenai deparpolisasi kerap sekali disangkutpautkan dengan pemberitaan
mengenai majunya Ahok melalui jalur independen atau perseorangan.
Deparpolisasi adalah upaya disengaja atau tidak disengaja mengurangi, atau
bahkan menihilkan peran partai politik dalam demokrasi
(https://m.tempo.co/read/news/2016/03/12/078753011/apa-itu-deparpolisasi-ini-
penjelasannya. diakses pada 09 Agustus 2016).
Surat Kabar harian Media Indonesia merupakan contoh media yang
memberitakan mengenai isu deparpolisasi. Dalam melakukan pemberitaan
tersebut, suatu media mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan media
lainnya. Dengan kata lain, pemberitaan yang polemik mengenai isu deparpolisasi
berbeda antara satu media dengan media lainnya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya perbedaan pemberitaan tersebut antara lain, yaitu: sudut
pandang, visi, misi, tujuan, ideologi, dan kepentingan lainnya.
Media Indonesia mendukung apa pun keputusan yang diambil oleh Ahok.
Media Indonesia adalah surat kabar yang dimiliki oleh ketua umum partai Nasdem
yaitu Surya Paloh. Surya Paloh mengatakan bahwa partainya, yaitu Nasdem, akan
mendukung apa pun keputusan yang diambil oleh Ahok, baik maju melalui jalur
perseorangan atau jalur partai politik. Surya Paloh juga mengatakan bahwa
Nasdem mendukung Ahok tanpa syarat. Sedangkan keputusan Ahok untuk maju
melalui jalur perseorangan atau jalur independen mengundang kontra bagi
sebagaian partai politik, karena akan menimbulkan upaya deparpolisasi politik.
Ada perbedaan pandangan antara partai Nasdem yang mendukung Ahok maju
melalui jalur perseorangan dengan partai politik yang tidak setuju dengan
keputusan Ahok untuk maju melalui jalur perseorangan. Isu pemberitaan
deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 pada harian
3
Media Indonesia menjadi menarik untuk diteliti karena menjadi pro dan kontra di
antara partai politik.
Kecenderungan media massa dalam memberitakan berita isu deparpolisasi
Teman Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 juga menjadi pertimbangan
penting kenapa peneliti memilih berita ini sebagai bahan penelitian.
Kecenderungan media dalam memberitakan apakah media tersebut terkesan pro
atau kontra menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
”Bagaimana surat kabar harian Media Indonesia mengkonstruksi realitas peristiwa
atau membingkai (mem-frame) pemberitaan mengenai isu deparpolisasi Teman
Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017?”
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi realitas
peristiwa atau pembingkaian berita pada surat kabar harian Media Indonesia
terkait pemberitaan isu deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta
tahun 2017.
Tinjauan Pustaka
1. Pers dan Media Massa
Everett M. Rogers dikutip dalam Effendy (2003: 80) menyatakan
bahwa media massa terdiri dari media massa modern dan media massa
tradisional. Media massa modern terdiri dari surat kabar, radio, televisi, dan
bioskop, sementara media massa tradisional terdiri dari teater pantun dan
sebagainya.
Media massa mempunyai enam karakteristik khusus yang bersifat
umum. Pertama, penyampaian pesan (melalui media massa) ditujukan ke
khalayak luas, heterogen, anonim, tersebar, sertatak, serta tidak mengenal
4
batas geografis-kultural. Kedua, bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan
bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Ketiga, pola penyampaiannya
cenderung berjalan satu arah. Keempat, komunikasi massa dilakukan secara
terencana, terjadwal, dan terorganisir dengan manajemen modern. Kelima,
penyampaian pesan dilakukan secara berkala, tidak bersifat temporer.
Keenam, isi pesan yang disampaikan mencakup berbagai aspek kehidupan,
baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun hiburan (Mursito, 2006: 13-
15).
Pers berasal dari bahas Belanda, pers yang artinya menekan atau
mengepres. Kata itu merupakan padan kata press dalam baha inggris.
Sedangkan secara harfiah, pers atau perss mengacu pada komunikasi yang
dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi pers atau perss
sesungguhnya digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama
kegiatan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun
cetak (Kusumaningrat, 2005: 27-29).
2. Berita Surat Kabar sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Komunikasi massa secara singkat dapat dikatakan sebagai komunikasi
melalui media massa. Media massa yang dimaksud adalah TV, koran, dan
radio. Bahkan saat ini dikenal juga dengan new media yang disebut sebagai
media baru atau internet.
Little John dalam Pawito menyatakan bahwa komunikasi massa
merupakan proses dimana organisai-organisasi media memproduksi dan
menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luasn dan proses di mana
pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipenuhi oleh khalayak
(Pawito, 2009: 16).
Surat kabar merupakan salah satu bentuk komunkasi massa. Hal yang
tidak dapat dipisahkan oleh surat kabar adalah berita. Berita adalah salah satu
produk jurnalistik, selain ada opini, tajuk rencana, dan lain-lain. Berita pada
dasarnya adalah laporan dari suatu peristiwa, bukan peristiwa itu sendiri.
Berita biasanya merupakan sebuah fakta yang menarik dan penting untuk
5
diketahui masyarakat yang biasanya di sampaikan melalui sebuah media.
Menurut Charnley dalam Wonohito (1977: 12) berita adalah laporan yang
hangat, padat, dan cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadian itu sendiri
(Mursito, 1999: 37).
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam melihat konsep berita.
Pertama, berita dipandang sebagai hasil konstruksi realitas dari suatu proses
manajemen produksi institusi media. Pandangan ini meyakini bahwa berita
merupakan cermin dari realitas (mirror of reality). Karenanya, berita harus
sama dan sebangun dengan fakta. Sedangkan pandangan yang kedua
menyatakan bahwa berita adalah hasil rekonstruksi realitas yang akan
melibatkan produksi dan pertukaran makna. Berita yang notabene adalah
hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional ternyata
tidak selalu menghasilkan makna yang sama seperti yang diharapkan oleh
wartawan dalam diri pembacanya. Berita bisa saja berbeda dengan realitas
sosialnya. Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang sibjektif dari
proses kerja wartawan.
Dalam salah satu bukunya yang sangat berpengaruh, Making News,
Tuchman mengatakan bahwa berita adalah jendela dunia. Melalui berita kita
dapat mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia lain. Tetapi apa yang kita
lihat, apa yang kita ketahui, dan apa yang kita rasakan mengenai dunia itu
tergantung pada jendela yang kita pakai. Dalam berita, jendela itu yang kita
sebuat dengan frame (bingkai) (Eriyanto, 2001: 4). Frame inilah yang
nantinya membedakan sebuah media massa memberitakan sebuah peristiwa
yang sama namun dengan penyajian yang bisa jadi berbeda. Jadi, sebuah
berita merupakan hasil realitas yang diciptakan dengan sudut pandang dan
konstruksi tertentu yang disajikan oleh seorang wartawan dalam pemberitaan
di media massa.
3. Berita di Media Cetak
Bentuk lain dari media cetak adalah surat kabar/ koran. Koran
merupakan media cetak paling tua dibandingkan dengan media cetak lainnya
6
seperti majalah, tabloid, dan buku. Menurut Mursito (2013: 81) berita adalah
realitas simbolik, realitas yang terdiri kata-kata yang membentuk sebuah
kalimat, yang tersusun secara sistematis dan terstruktur.
Dalam penulisan berita, terdapat dua, pendekatan, yaitu penulisan
berita objektif dan penulisan berita interpretatif. Pendekatan objektif beralasan
bahwa berita harus sepenuhnya berasal dari fakta di lapangan. Tidak ada
interpretasi, dan tidak ada tambahan fakta lain. Sedangkan berita interpretatif
adalah berita yang bahannya dari lapangan tetapi ditlengkapi dengan fakta
atau data lain untuk memperjelas berita, baik berupa data-data dari
dokumentasi tertulis maupun peristiwa di tempat-tempat lain dan di masa
lalu, bukan interpretasi dalam menafsirkan peristiwa berdasarkan
subyektivitas wartawan dengan memasukan opininya (Mursito, 2013: 98-99).
4. Deparpolisasi dan Calon Independen
Efek yang ditimbulkan akibat munculnya calon independen akan
menyebabkan deparpolisasi. Deparpolisasi adalah gejala psikologis yang
menghilangkan kepercayaan publik atas peran partai politik dalam demokrasi.
Calon perseorangan atau calon independen muncul karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap partai politik. Dengan demikian, partai politik harus bisa
untuk segera menyelamatkan partai dari krisis deparpolisasi, partai politik
juga harus segera berbenah diri untuk melakukan suatu perubahan yang
signifikan agar mampu merubah opini publik terhadap kinerja buruk yang
ditampilkan oleh partai politik.
Sesuai dengan pasal 56 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 2008
disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasal ayat 2 disebutkan
bahwa pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh
sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam
Undang-undang ini (UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah).
7
5. Karekteristik Liputan Politik
Dalam bukunya An Introduction to Political Communication, Brian
McNair menyatakan bahwa di era mediasi tersebut, dalam komunikasi politik
media massa berfungsi sebagai penyampai (transmitters) pesan-pesan politik,
sekaligus pengirim (senders) pesan politik yang dibuat oleh wartawan
(constructed) kepada audiens (McNair, 1955: 2-15). Jadi, bagi aktor politik
media massa dipakai untuk menyampaikan pesan politik mereka, agar
mendapat simpati masyarakat, sementara untuk wartawan, media massa
merupakan ruang untuk memproduksi pesan-pesan politik, karena hal-hal
yang terkait tentang politik memiliki nilai berita.
Liputan politik memiliki dimensi pembentukan opini publik. Dalam
komunikasi politik, aspek pembentukan opini memang menjadi tujuan utama
untuk memperoleh pencapaian-pencapaian politik para aktor politik. Nimmo
menjelaskan hubungan antara komunikasi politik dan opini politik, dengan
meminjam formula Harold Laswell (Nimo, 1978: 1- 20) :
Elemen who (siapa) yang dimaksudkan adalah komunikator politik; says what (mengatakan apa) adalah pesan simbol-simbol politik; in which channel (saluran) media penghubung, salah satunya adalah media massa; to whom (kepada siapa) adalah publik atau khalayak; dan with what effect (akibat apa) adalah dampak dari opini publik ini adalah mempengaruhi sosialisasi, partisipasi politik, dan juga kebijakan pejabat dalam mengambil keputusan.
Wartawan disarankan untuk lebih cermat dalam memahami peta
kekuatan dan kemudian meningkatkan profesionalisme, terutama berkenaan
dengan pertanyaan-pertanyaan seputar: partai besar apa, dengan platform
politik apa, angle liputan apa, dan harus ditulis bagaimana ketika perbedaan-
perbedaan begitu tajam, posisi-posisi di mana (misalnya aktor politik yang
netral, aktor politik yang terlibat, atau sekedar melapor) yang harus diambil
oleh pers ketika terjadi konflik fisik para pendukung parpol dan kasus
pelanggaran, sementara etika profesional kewartawanaan menekankan
perlunya kejujuran, akurasi, dan prinsip keberimbangan. Tujuan utama
liputan politik sendiri adalah menyediakan informasi yang akurat dan
terpercaya kepada masyarakat.
8
6. Pandangan Konstruksionisme
Konsep mengenai kontruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog
interpretatif, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman dalam buku The
Sosial Construction of Reality; A Threatise in the Sociological of Knowledge
(Sobur, 2009: 91). Mereka telah banyak menulis tentang konstruksi sosial
atas realitas. Teori konstruksi dapat dikatakan berada diantara teori fakta
sosial dan definisi sosial (Eriyanto, 2002: 15). Berger menyampaikan bahwa
manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural
secara terus menerus.
Bagi Berger, realitas terbentuk tidak secara alami, namun realitas
merupakan fakta yang sengaja dibentuk dan dikonstruksikan oleh masing-
masing orang. Dengan kata lain setiap individu mempunyai konstruksi yang
berbeda-beda mengenai suatu realitas (Eriyanto, 2002: 18).
Pendekatan konstruksionis menjelaskan bagaimana seorang
komunikator (pengirim pesan) membentuk dan menampilkan suatu informasi,
sementara komunikan (penerima pesan) akan dipaksa menerima pesan apa
adanya. Seorang komunikator akan menampilkan fakta dengan realitas yang
ada kepada publik, memberikan pemaknaan sesuai pengalaman dan
pengetahuannya sendiri.
7. Konstruksi dalam Media Massa
Media massa merupakan sarana penyampaian pesan dari komunikator
kepada komunikan. Atau bisa dikatakan media massa sendiri lah yang
bertindak sebagai komunikator. Hal ini tak lain karena sumber informasi yang
disampaikan berasal dari reporter atau wartawan yang terikat dalam institusi
sebuah media massa. Komunikator dalam media massa sifatnya melembaga
dan bukan perorangan. Wartawan atau reporter merupakan bagian dalam
lembaga tersebut. Jadi, sikap dan perilaku wartawan telah diatur dan
diwajibkan patuh terhadap aturan yang diterapkan pada sistem yang telah
diciptakan dalam saluran komunikasi massa tersebut (Nurudin, 2003: 17).
9
Dapat dikatakan media bukan merupakan saluran bebas, media
mengonstruksi realitas sesuai dengan pandangan tertentu, bias, dan unsur
pemihakkan. Pandangan konstruksionis memandang media sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas (Eriyanto, 2002: 26). Dengan
kata lain pandangan ini berseberangan dengan pandangan lain yang menyebut
media sebagai saluran bebas yang bersifat netral.
Namun saat ini konstruksi media massa bukan hanya dipengaruhi
oleh wartawan dan redaktur. Menurut Fishman berita bukanlah refleksi
atau distorsi dari realitas yang ada (Eriyanto, 2002: 116). Konstruksi
sebuah berita pada dasarnya telah melewati berbagai pandangan dan
kepentingan. Dalam proses seleksi berita, wartawan sebagai pencari berita
akan memilih peristiwa apa yang akan diberitakan dan mana yang
dianggap penting. Setelah itu berita masuk ke bagian redaktur, dimana
redaktur akan memilih berita sesuai pandangannya. Setiap bagian, baik
wartawan atau redaktur pada dasarnya membentuk konstruksi dan
realitasnya masing-masing (Eriyanto, 2002: 118).
Konstruksi realitas media ini sejalan dengan Teori isi berita oleh
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, dalam Mediating The
Message: Theories of Influences on Mass Media Content. Teori ini
menjelaskan pengaruh internal dan eksternal dalam pemberitaan media.
Pamela dan Reese membagi 5 leve pengaruh isi media yaitu, pengaruh
individu pekerja media (individual level), pengaruh dari rutinitas media
(media routines level), pengaruh dari organisasi media (organizational
level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan yang terakhir
adalah pengaruh ideologi.
8. Analisis Framing
Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam
literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan
penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Artinya analisis ini
untuk membedah ideologi suatu media dalam mengkonstruksikan fakta.
10
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke
dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih
diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya (Sobur,
2009: 162).
Framing merupakan pendekatan untuk melihat bagaimana realitas
dibentuk dan dikonstruksi oleh media (Eriyanto, 2002: 76). Proses itu
kemudian memunculkan adanya bagian yang lebih menonjol dalam sebuah
pemberitaan. Karena itulah khalayak lebih mudah mengingat aspek yang
ditonjolkan media dan melupakan aspek yang tidak ditonjolkan. Meski begitu
setiap media berbeda-beda dalam mengkonstruksi aspek yang akan
ditonjolkan.
Ada dua aspek penting dalam analisis framing, yaitu memilih fakta atau
realitas dan menuliskan fakta. Proses memilih fakta didasarkan pada asumsi,
wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tampak perspektif. Dalam memilih
fakta ini terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa
yang dibuang (excluded).
Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di
hadapan khalayak atau pembaca. Framing dapat mengakibatkan suatu
peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda
apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat satu
peristiwa (Eriyanto, 2002: 97). Hal ini ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman pribadi dari wartawan.
Metodologi
Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian kualitatif yaitu
analisis teks dengan metode framing. Dalam perspektif komunikasi, analisis
framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat
mengkonstruksi fakta (Sobur, 2012; 1620. Data dikumpulkan bukan dalam bentuk
angka namun dengan studi dokumen, catatan, dan observasi pengamatan.
Penelitian Kualitatif bertujuan untuk memberikan gambaran atau pemahaman
bagaimana suatu gejala dapat terjadi. Penelitia kualitatif tidak bermaksud untuk
11
memberikan penjelasan (explanation), mengontrol gejala komunikasi,
mengemukakan prediksi, atau menguji teori apapun, tetapi lebih untuk
mengemukakan gambaran atau realitas komunikasi yang terjadi (Pawito, 2007:
35).
Objek penelitan adalah fokus masalah yang nantinya akan dianalisis untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu yang menjadi objek
penelitian ini adalah berita-berita mengenai isu deparpolisasi Teman Ahok dalam
Pilgub DKI Jakarta tahun 2017.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data utama dalam sebuah
penelitian, data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh
penyelidik untuk tujuan yang khusus. Data primer dalam penelitian ini yaitu:
Surat Kabar Harian Media Indonesia periode Maret 2016. Dalam penelitian ini
didapati kesulitan bahwa sumber tambahan yaitu wawancara dari pihak Media
Indonesia tidak bisa dipenuhi. Sumber data sekunder diperoleh untuk membantu
atau mendukung data primer. Pada penelitian ini data sekunder merupakan data
yang diperoleh melalui studi literatur dari artikel, buku, karya ilmiah, internet,
jurnal, atau dokumen yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan memilih berita
tentang isu deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017
periode Maret 2016 dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia.
Sajian dan Analisis Data
Analisis Framing merupakan analisis dengan pandangan konstruksionis,
dimana suatu realitas/ peristiwa di konstruksi oleh media yang kemudian disusun
sehingga menjadi sebuah berita yang bermakna. Dalam pandangan konstruksionis,
media bukan hanya sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang
mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihaknnya. Di
sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan suatu
realitas (Eriyanto, 2002: 23). Realitas media adalah realitas sebatas yang “dapat
dijangkau” oleh wartawan, dan berdasarkan perspektif tertentu (Mursito BM,
2012: 15).
12
Salah satu peristiwa yang dikonstruksi melalui pemberitaan di media
massa adalah isu deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta tahun
2017. Tujuan utama yang ingin diraih dalam analisis ini adalah untuk melihat
bagaimana media massa nasional seperti Media Indonesia membingkai peristiwa
tentang isu deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017.
Berita yang diteliti adalah berita yang terbit mulai tanggal 1 Maret – 31 Maret
2016. Periode tersebut adalah periode dimana peristiwa tersebut tengah menjadi
wacana di dalam masyarakat dan banyak media massa di Indonesia. Berikut daftar
berita yang akan diteliti.
Framing dalam surat kabar harian Media Indonesia:
1. Define Problem
Dalam pemberitaan di Media Indonesia permasalahan yang muncul
adalah jalur independen yang akan diambil oleh Ahok tidak menyebabkan
terjadinya deparpolisasi. Sesuai dengan ideologi Media Indonesia, dimana
ideologi tersebut dipengaruhi oleh kedekatan politik antara Surya Paloh
selaku pimpinan dari Media Indonesia dengan Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok). Selain itu, Surya Paloh yang juga menjabat sebagai Ketua Umum
Partai Nasdem mengambil sikap memberi dukungan tanpa syarat dan
mendukung apapun keputusan yang nantinya akan dipilih oleh Ahok. Hal
ini menegaskan adanya keterkaitan antara sikap partai Nasdem dengan
pemberitaan yang ada di Media Indonesia, oleh karena itu Media
Indonesia didalam pemberitaannya menyatakan bahwa jalur independen
yang akan diambil oleh Ahok tidak akan menjatuhkan peran parpol atau
upaya pengurangan peran parpol (deparpolisasi).
Hal inilah yang membuat partai politik khawatir atau merasa
terancam dengan keputusan Ahok untuk maju melalui jalur independen
atau perseorangan. Dalam pemberitannya Media Indonesia mengatakan
bahwa parpol tidak perlu khawatir dengan keputusan Ahok untuk maju
melalui jalur independen dan independen bukanlah penyebab terjadinya
deparpolisasi. Keputusan yang diambil oleh Ahok adalah hak setiap calon
13
kepala daerah yang ingin maju dalam Pilkada, baik maju melalui jalur
independen ataupun jalur parpol. Seperti dalam kutipan berikut ini:
“Itu merupakan hak politik warga negara yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).”
Selain kutipan dari berita diatas keputusan Ahok untuk maju
melalui jalur independen tentu bukan asal-asalan tetapi dibuat dengan
pertimbangan yang matang, salah satunya yaitu:
“Undang-undang menjamin hak warga Negara yang ingin maju di pilkada melalui jalur independen, selain melalui jalur parpol.”
2. Diagnose causes
Media Indonesia melihat sumber permasalahan dalam pemberitaan
ini adalah banyaknya hambatan yang ditemui jika mencalonkan diri
melalui jalur partai politik (parpol).
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto
Wijaya bahwa keberanian Ahok untuk maju melalui jalur independen
dapat ditiru, karena hal ini bisa menjadi pendidikan politik bahwa kandidat
dan parpol menjadi sederajat. Salah satu contoh hambatan jika
mencalonkan diri melalui parpol, dapat dilihat pada berita “Jalur
Independen Terobos Hambatan Parpol”. Tidak ada kandidat dan parpol
yang bertetangan sehingga memunculkan mahar dan bagi-bagi jabatan.
Hal ini ditulis oleh Media Indonesia dalam kutipan berikut ini:
“Selain rentan memunculkan praktik politik transaksional, kebiasaan semacam itu sesungguhnya hanya mengakomodasi kepentingan parpol. Tidak mengherankan bila banyak calon yang menempuh jalur perseorangan (independen) karena pencalonan melalui parpol atau gabungan parpol harus melewati banyak hambatan.”
Selain kutipan tersebut, contoh hambatan lain yang diberitakan
oleh Media Indonesia adalah adanya kekumuhan politik yang didominasi
14
parpol. Kekumuhuan inilah yang membuat masyarakat tidak lagi percaya
kepada parpol. Seperti dalam kutipan berikut ini:
”Kini, saatnya politikus melawan kekumuhan politik dan berbenah diri agar berpihak kepada kepentingan rakyat ketimbang golongan. Bias jadi Negara kita gagal kalau politikus enggak mau naik menjadi negarawan. Pemimpin dari jalur independen itu salah satu (celah).”
3. Make moral judgement
Keputusan moral yang diambil Media Indonesia pada pemberitaan
ini adalah calon independen menunjukan langkah keberanian seorang
pemimpin. Sikapnya yang berani dan yakin itulah yang membuat Ahok
menjadi optimis untuk maju melalui jalur independen. Langkah
keberanian yang diambil oleh calon bertujuan untuk keluar dari
keniscayaan didikte parpol dan suatu upaya untuk menjaga hak demokrasi.
Hal ini disampaikana oleh Media Indonesia dalam beritanya sebagai
berikut:
“Bukan deparpolisasi. Ini Cuma soal entry. Pilkada serentak kan diperbolehkan jalur independen. Tidak perlu terlalu reaktif. Ini justru bagian dari kritik terhadap eksistensi parpol yang dalam proses candidacy sering kali menunggu injury time untuk cari yang terbaik”.
4. Treatment recommendation
Rekomendasi penyelesaiaan pada pemberitaan ini menurut Media
Indonesia adalah jalur independen dapat menjadi alternatif dalam pilkada.
Media Indonesia melihat permasalahan pencalonan melalui jalur
independen tidak menyebabkan terjadinya deparpolisasi dan tidak juga
bertentangan dengan konstitusi. Hal ini disampaikan oleh Media Indonesia
dalam beritanya sebagai berikut:
“Jalur independen dalam pemilihan kepala daerah tidak akan memunculkan deparpolisasi. Itu juga tidak bertentangan dengan konstitusi. Calon pasangan kepala daerah independen konstitusional selama dukungan itu diberikan kepada pasangan calon, bukan persoalan.”
15
Selain kutipan tersebut, pernyataan yang dikutip oleh Media
Indonesia dalam memberikan rekomendasi penyelesaian adalah
pernyataan Kepala Pusat Penelitian Politik, Syamsuddin Haris:
“Jalur independen tidak diartikan sebagai upaya untuk membatasi kehadiran parpol, tetapi sebagai koreksi agar kelak partai menjadi lebih baik dalam sistem pengaderan.”
Siapapun calon kandidat yang ingin maju dalam pemilu bisa
berasal dari mana saja, baik dari parpol maupun independen. Hal ini
dikarenakan sudah ditentukan dan disahkan dalam undang-undang. Seperti
dalam kutipan berita berikut ini:
“Pasal 6 huruf a dan Pasal 22 huruf e UUD 1945 menyatakan pemilihan umum bisa diikuti pasangan calon yang diusung partai politik ataupun secara perorangan atau independen.”
Berdasarkan pada ideologi yang ada dalam Media Indonesia, dapat kita
lihat bagaimana Framing yang dilakukan oleh Media Indonesia. Jika dilihat dari
hasil analisis menggunakan empat elemen dari Robert N. Entman, berita yang ada
dalam surat kabar harian Media Indonesia mengenai Isu deparpolisasi Teman
Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 mengedepankan sebuah ideologi,
yaitu ideologi politik. Dapat dilihat dri visi dan misi yang dimiliki oleh Media
Indonesia, bahwa adanya sikap independen yang ditunjukan dengan tidak adanya
keterikatan dengan partai politik dan bersikap netral tetapi berpengaruh kepada
masyarakat.
Kesimpulan
Dari hasil analisis menggunakan teknik analisis framing model Robert N.
Entman terhadap pemberitaan isu Deparpolisasi Teman Ahok dalam Pilgub DKI
Jakarta Tahun 2017 pada Harian Media Indonesia, dapat disimpulkan hasil
analisis sebagai beriukut:
Media Indonesia mengkonstruksi bahwa pencalonan secara independen
tidak berpengaruh pada deparpolisasi dan Media Indonesia mengambil sikap
16
memberi dukungan tanpa syarat serta mendukung apapun keputusan yang
nantinya akan dipilih oleh Ahok. Dukungan yang diberikan Media Indonesia
kepada Ahok dapat dilihat dari pemberiaan judul pada setiap berita yang berkaitan
dengan isu deparpolisasi dan pencalonan secara independen.
a. Define problem, Media Indonesia mendefinisikan berita mengenai Ahok
yang ingin maju secara independen dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017
tidak menyebabkan terjadinya deparpolisasi.
b. Diagnose causes, Banyaknya hambatan yang ditemui jika mencalonkan
diri melalui jalur partai politik (parpol).
c. Make moral judgement, Calon independen menunjukan langkah
keberanian seorang pemimpin.
d. Treatment recommendation, Jalur independen dapat menjadi alternatif
dalam pilkada.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, peneliti memberikan beberapa
saran yang ditujukan untuk surat kabar harian Media Indonesia sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu media saja yaitu
surat kabar harian Media Indonesia. Perbandingan dengan media lain
dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya guna melihat
pembingkaian berita dan macam-macam ideologi yang digunakan oleh
berbagai media massa.
2. Media Indonesia diharapkan dapat memberikan bacaan yang objektif
agar dapat memberikan informasi fakta-fakta terkait peristiwa yang
terjadi.
17
Daftar Pustaka
Alex Sobur, (2009), Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Burhan Bungin, (2006), Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group.
Dan D. Nimo, (1978), Political Communication and Public Opinion in America, Santa Monica: Goodyear Publishing.
Eriyanto, (2002), Analisis framing: Konstruksi, ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: Lkis.
Hikmat, Kusumaningrat, (2005), Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mursito, B.M., (2006), Memahami Institusi Media Sebuah Pengantar, Surakarta: Lindu Pustaka.
Mursito, B.M., (1999), Penulisan Jurnalistik: Konsep dan Teknik Penulisan Berita. Surakarta: SPIKOM.
Mursito, B.M., (2012), Realitas Media, Surakarta: SPIKOM.
Nurudin, (2003), Komunikasi Massa, Malang: Cespur.
Pawito, (2009), Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pilihan, Yogyakarta: Jalasutra.
18