39
ABSTRACT Assessment needs to be done because there are many educational needs of service recipients who do not meet expectations, such graduates are less qualified, human resources who do not meet quality standards, and the means of infrastructure is not adequate , commu rakat who can not play an active role in order to keep an eye on Sustainable Forest laan education in schools . Teams of researchers - tian aims to describe how the management of the education system from centralization to decentralization of the authority and independence of the autonomous region (district / city ) including the management of basic education authority become the responsibility of District / city . This study used a descriptive method with qualitative approach . Data was collected through interviews, observation , and documentation. Subject of this research is the head of education, heads of primary and secondary education, the head of the religion department, section heads Mapenda, a school / madrasah and the school committee . The results showed that the basic education needs of regional autonomy in Pidie district in general has not been fulfilled to the maximum, which is not the fulfillment of students' welfare equally. Infrastructure needs not maximal, which formed the organizational structure has not shown that management accountable. In terms of the resources are sufficient in number, but the quality and professionalism has but rather refers to the desire of stake - holders. Menyang - kut priorities of basic education in the district Pidie oriented to quality improvement, system improvement , guarantees the welfare of teachers and students as well as the provision of adequate funding, because all the elements are part of the educational needs of autonomy . ABSTRAK Asesmen perlu dilakukan karna masih banyak kebutuhan penerima layanan pendidikan yang belum memenuhi harapan, seperti lulusan yang kurang bermutu, sumberdaya manusia yang belum memenuhi standar kualitas, sarana dan prasa- rana yang belum memadai, masya rakat yang belum bisa berperan aktif dalam rangka mengawasi pengelo laan pendidikan di sekolah. Penelitian ini bertujuan men- deskripsikan bagaimana pengelolaan sistim pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi yaitu kewenangan dan kemandirian daerah otonom (Kabupaten/ Kota) termasuk otoritas pengelolaan pendidikan dasar menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/ kota. Penelitian ini gunakan metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian ini 1 ASESMEN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DASAR ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN PIDIE Yusmadi Abdullah STIT Al-Hilal Sigli Jl. Lingkar Keuniree Sigli Kabupaten Pidie Provinsi Aceh

D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

  • Upload
    buitu

  • View
    219

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

1

ABSTRACT

Assessment needs to be done because there are many educational needs of service recipients who do not meet expectations, such graduates are less qualified, human resources who do not meet quality standards, and the means of infrastructure is not adequate , commu rakat who can not play an active role in order to keep an eye on Sustainable Forest laan education in schools . Teams of researchers - tian aims to describe how the management of the education system from centralization to decentralization of the authority and independence of the autonomous region (district / city ) including the management of basic education authority become the responsibility of District / city . This study used a descriptive method with qualitative approach . Data was collected through interviews, observation , and documentation. Subject of this research is the head of education, heads of primary and secondary education, the head of the religion department, section heads Mapenda, a school / madrasah and the school committee . The results showed that the basic education needs of regional autonomy in Pidie district in general has not been fulfilled to the maximum, which is not the fulfillment of students' welfare equally. Infrastructure needs not maximal, which formed the organizational structure has not shown that management accountable. In terms of the resources are sufficient in number, but the quality and professionalism has not met the requirements , with the role and contribution is not based on need , but rather refers to the desire of stake - holders. Menyang - kut priorities of basic education in the district Pidie oriented to quality improvement, system improvement , guarantees the welfare of teachers and students as well as the provision of adequate funding, because all the elements are part of the educational needs of autonomy .

ABSTRAKAsesmen perlu dilakukan karna masih banyak kebutuhan penerima layanan pendidikan yang belum memenuhi harapan, seperti lulusan yang kurang bermutu, sumberdaya manusia yang belum memenuhi standar kualitas, sarana dan prasa- rana yang belum memadai, masya rakat yang belum bisa berperan aktif dalam rangka mengawasi pengelo laan pendidikan di sekolah. Penelitian ini bertujuan men-deskripsikan bagaimana pengelolaan sistim pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi yaitu kewenangan dan kemandirian daerah otonom (Kabupaten/ Kota) termasuk otoritas pengelolaan pendidikan dasar menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/ kota. Penelitian ini gunakan metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah kepala dinas pendidikan, kepala bidang pendidikan dasar dan menengah, kepala kantor departemen agama, kepala seksi mapenda, kepala sekolah/ madrasah serta komite sekolah. Hasil penelitian menun- jukkan bahwa kebutuhan pendidikan dasar era otonomi daerah di Kabupaten Pidie se-cara umum belum terpenuhi secara maksimal, yaitu belum terpenuhinya ke-sejahteraan siswa secara merata. Kebutuhan sarana dan prasarana belum maksimal, struktur organisasi yang terbentuk belum menunjukkan pengelolaan yang akuntable. Ditinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per-syaratan, peran penyandang dan kontribusi-nya bukan berdasarkan kebutuhan, me-lainkan mengacu pada keinginan stake-holders. Menyangkut prioritas pendidikan dasar di Kabupaten Pidie berorientasi pada peningkatan mutu, pembenahan sistem, jaminan kesejahteraan guru dan siswa serta penyediaan dana yang cukup, karena semua

1

ASESMEN KEBUTUHAN PENDIDIKAN DASAR ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN PIDIE

Yusmadi AbdullahSTIT Al-Hilal Sigli

Jl. Lingkar Keuniree Sigli Kabupaten Pidie Provinsi AcehEmail: [email protected]

Page 2: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

2

unsur tersebut bagian dari kebutuhan otonomi pendidikan.

Kata kunci: otonomi dan pendidikan dasar

I. PENDAHULUAN

Penyelenggaraan otonomi daerah

berkisar tentang Penyelenggaraan

Otonomi Daerah, pengaturan, pembagian

dan pemanfaatan sumber daya nasional

yang berkeadilan, serta perimbangan

pusat dan daerah, harus dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal-hal yang berkaitan dengan otonomi

daerah tersebut lebih lanjut diwujudkan

dalam Undang-undang Nomor 22 tahun

1999 yang menitikberatkan pada prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pe-

merataan dan keadilan serta memper-

hatikan potensi dan ke-anekaragaman

daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999, Tentang Otonomi Daerah

Bab I, Pasal 1.i, daerah otonom yang

selanjutnya disebut daerah, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang batas

daerah tertentu berwenang mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat se-

tempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam

ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Supaya kewenangan mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat

dapat terwujud dengan baik maka

pemerintah pusat sudah seharusnya

memberikan kewenangan yang luas

kepada pemerintah daerah secara nyata.

Khusus bagi Provinsi Daerah Aceh,

Pemerintah telah mensahkan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus sebagai Provinsi

Provinsi Aceh yang mempunyai we-

wenang dalam rangka pelaksanaan

otonomi khusus di mana salah satu

aspeknya adalah otonomisasi sektor pen-

didikan. Hal ini sangat dimungkinkan

dengan alokasi dana dari sektor pen-

didikan sebesar 30 persen dari dana per-

imbangan. selanjutnya juga di kuatkan

dengan UUPA No. 11 tahun 2006 sebagai

kelanjutan dari penjabaran yang lebih

terarah dalam mendukung penjaminan

mutu pendidikan di daerah.

Adapun tujuan pemerintah pusat

memberikan wewenang kepada pe-

merintah daerah adalah dalam rangka

pemanfaatan sumber daya nasional se-

bagaimana disebutkan Greenberg dan

Baron (1995 : 134) yaitu “untuk me-

ningkatkan efisiensi manajemen dan ke-

puasan kerja, serta untuk meningkatkan

mutu pendidikan bagi seluruh

masyarakat.” Sehingga pengelolaan

pendidikan di daerah tersebut dapat lebih

efektif, efisien dan aspiratif, dan secara

makro dapat memberikan kontribusi bagi 2

Page 3: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

3

pembangunan bangsa dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Sistem

sentralisitik dalam bidang pendidikan

harus ditinggalkan. Menurut Sidi (2001 :

30) Suatu sistem pengelolaan sistem pen-

didikan nasional yang sentralistik tidak

memungkinkan lahirnya suatu

masyarakat yang terbuka dan demokratis,

atau terwujudnya masyarakat madani di

mana setiap manusia mempunyai ke-

sempatan untuk mengembangkan

potensinya dan menyumbangkannya

untuk sebesar-besarnya bagi ke-

sejahteraan masyarakat.

Pemerintah pusat dalam Undang-

Undang Nomor 22 tahun 1999, bab I,

Pasal 1.a dimaksudkan sebagai perangkat

Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang terdiri dari Presiden dan para

Menteri. Sedangkan pemerintah daerah di

dalam penyelenggaraan pemerintah

daerah otonom oleh pemerintah daerah

dan DPR menurut asas desentralisasi.

Kewenangan pelaksanaan otonomi

daerah tidak mencakup kewenangan di

bidang politik, ekonomi, luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan,

moneter, fiskal, agama serta kewenangan

lain. (Undang-Undang No. 25 tahun

1999).

Kewenangan daerah menurut

Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun

1999 meliputi: pertanahan, pertanian,

kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,

tenaga kerja, koperasi, pekerjaan umum,

perhubungan, penanaman modal,

industri, perdagangan, lingkungan hidup,

pengolahan sumber daya nasional yang

tersedia di wilayah masing-masing dan

bertanggung jawab memelihara ke-

lestarian lingkungan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan pentingnya

otonomi di bidang pendidikan di daerah/

kabupaten, maka ia berhubungan erat

dengan arahan-arahan perencanaan

strategi yang meliputi (Hamijoyo, 1999:

4):

1. Pemerataan kesempatan Belajar

sesuai dengan kemampuan

intelektual, mental, dan sosial.

2. Peningkatan mutu dan pemerataan

semua unit pendidikan sesuai

persyaratan dan standar nasional

dan global.

3. Peningkatan jumlah variasi jenis

dan tingkat pendidikan sesuai

dengan relevansi dan per-

kembangan iptek, pembangunan,

potensi individu, keuntungan

ekonomis (rate of economic

return) dan persyaratan kebutuhan

tenaga kerja (man power

requirement), dan

4. Efisiensi dan efektivitas pe-

ngelolaan dan pemanfaatan 3

Page 4: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

4

sumber-sumber yang terbatas

demi kepuasan pelanggan dan

masyarakat.

Perubahan pengelolaan sistem

pendidikan dari sentralisasi ke

desentralisasi dipandang perlu

berdasarkan tujuan yang meliputi.

Pertama, tuntutan orang tua murid,

kelompok masyarakat, para legislator,

bisnis dan perhimpunan guru untuk turut

mengontrol sekolah dan penilaian

terhadap kualitas sekolah. Kedua,

struktur sekolah yang sentralistik tidak

dapat bekerja dengan baik dalam

meningkatkan partisipasi siswa sekolah.

Ketiga, ketidakmampuan birokrasi yang

ada dalam merespon kebutuhan sekolah

setempat dan masyarakat yang heterogen.

Keempat, penampilan fisik sekolah

dinilai tidak memenuhi tuntutan

masyarakat. dan Kelima, tumbuhnya

persaingan dalam memperoleh bantuan

pendanaan dan privatisasi (NCREL`S

Policy Briefs: 1995, report 1)

Faktor pemicu lainnya atas

perubahan pengelolaan pendidikan dari

sentralisasi yang berkewenangan pe-

merintah pusat beralih ke arah

desentralisasi juga dipengaruhi (Soetopo,

1999: 6), antara lain yang terkait dengan:

Pertama, terjadinya tuntutan

reformasi di segala bidang di

Indonesia termasuk bidang

manajemen pendidikan kedua,

kurangnya persaingan antar daerah

dalam memajukan pendidikan

karena tuntutan nasional yang

seragam ketiga, tuntutan

masyarakat untuk mandiri sesuai

dengan kemampuan daerah untuk

menyelenggarakan dan memajukan

pendidikan keempat, terjadinya

ketidak-sesuaian antara tuntutan

nasional dengan potensi sumber

daya daerah kelima, ketergantungan

daerah kepada pemerintah pusat

tentang pendanaan, kurikulum,

fasilitas dan sumber daya manusia

dalam menyelenggarakan

pendidikan keenam, kurangnya

kreatifitas daerah, sekolah, personal

penyelenggaraan dan pelaksanaan

pendidikan dan adanya rasa takut

dari pihak bawahan untuk melanggar

aturan dari pihak atasan dan

kurangnya kemandirian lembaga

pengelola pelaksanaan pendidikan,

karena besarnya ketergantungan

kepada pemerintah.

Pengelolaan pendidikan yang

sentralistik sementara ini sangat me-

mungkinkan untuk terjadinya pem-

bangunan di seluruh tanah air yang

kurang aspiratif atau sentimen aspirasi 4

Page 5: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

5

lokal, kurang partisipatif dan birokrasi

yang terlalu panjang sehingga mem-

berikan peluang bagi terjadinya pem-

borosan dan “kebocoran anggaran” akibat

dari manajemen pendidikan nasional kita

yang amat sangat sentralistik sehingga

menimbulkan berbagai masalah

manajerial yang menjadi bias pada

pemasungan partisipasi masyarakat

bahkan sampai kepada pemasungan

otonomi keilmuan, dimana guru, siswa,

dan pengelola pendidikan tak lebih hanya

sebagai pelaksana instruksi, penyampaian

materi tanpa merespon apakah sudah

efektif atau belum. Sehingga proses

belajar mengajar berjalan layaknya

sistem organisasi yang oleh Freire

menyebutnya dengan istilah “Banking

System atau gaya bank dimana guru

berfungsi sebagai penabung sedangkan

siswa sebagai celengan” (Samani, 1999:

1). Atau dengan kata lain hubungan guru

siswa, antar siswa, dan antar guru

menjadi formalitas dan mekanistis

sehingga banyak sekolah dan lembaga

pendidikan telah kehilangan rohnya.

Padahal sekolah bukanlah sebuah

lembaga yang hanya bertugas sebagai

tempat bongkar pasang ilmu pe-

ngetahuan.

Pengelolaan pendidikan yang me-

ngabaikan faktor heterogenitas dalam

masyarakat berdampak pada peluang ter-

jadinya “kebocoran dana, berbelitnya

birokrasi, dan membutuhkan organisasi

besar padahal untuk merespon dinamika

masyarakat yang berkembang cepat yang

sering tidak dapat diprediksi membutuh-

kan kepada unit-unit organisasi yang

lebih kecil” (Bafadhal, 2004 : 67). Di

antara unit-unit organisasi yang lebih

kecil tersebut adalah sekolah, ia dipahami

sebagai unit layanan bukan kepanjangan

tangan dari birokrasi pemerintah.

Otonomi pengelolaan pendidikan

juga sudah berlaku di Kabupaten Pidie,

salah satu kabupaten di Provinsi Aceh.

Khusus pendidikan tingkat dasar,

otonomi pengelolaan pendidikan di

kabupaten Pidie diharapkan dapat

mewujudkan fungsi pendidikan dan

fungsi kemasyarakatan yang senantiasa

saling berhubungan sesuai dengan

konteks masyarakat dan daerah tersebut.

Sehingga tujuan utama pengelolaan

pendidikan di Kabupaten Pidie dapat

terwujud.

Untuk mewujudkan fungsi

pendidikan dan fungsi kemasyarakatan

tersebut harus memperhatikan berbagai

kelebihan dan kekurangan yang terkait

dengan masalah pendidikan agar mencari

solusi terbaik untuk memecahkan

masalah tersebut. Solusi tersebut dengan

cara melakukan Asesmen kebutuhan

5

Page 6: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

6

yang terkait dengan otonomi daerah

bidang pendidikan.

Asesmen adalah identifikasi, pe-

ngumpulan informasi, analisis informasi,

menetapkan prioritas dan skala prioritas

tentang kebutuhan, baik kebutuhan

sekarang maupun kebutuhan yang

seharusnya. Sedangkan kebutuhan

adalah kesenjangan antara kebutuhan

yang seharusnya (What should be) dan

kebutuhan sekarang yang sudah tersedia

(what is) (Sarojo, 1998 : 7).

Asesmen ini perlu dilakukan karena

keberhasilan otonomi pengelolaan

pendidikan dasar di Kabupaten Pidie

ditentukan oleh berbagai hal yang terkait

dengan prestasi belajar siswa, struktur

organisasi sekolah, potensi sumber daya

manusia, kebutuhan dana, kebutuhan

sarana dan prasarana, infrastruktur, peran

penting penyandang dana (stake holders),

faktor pendukung dan faktor penghambat.

Mengapa Kabupaten Pidie dipilih

menjadi lokasi asesmen, karena daerah

ini memiliki keunikan dan kelebihan

dibandingkan dengan daerah lain di

Provinsi Aceh Keunikan dan kelebihan

tersebut setidaknya tergambar dalam

beberapa aspek antara lain dari jumlah

penduduknya 462.850 jiwa, terdapat

108.155 jiwa atau 23,3 % tercatat sebagai

siswa yang sedang menyelesaikan pen-

didikan dasarnya.

Di samping sejumlah lembaga

pendidikan formal lainnya, di Kabupaten

Pidie juga terdapat 95 unit madrasah

diniyah dengan jumlah santri 9.068

orang. Kemudian daerah ini juga

memiliki dayah (pondok pesantern

tradisional/salafiyah) yang tergolong

banyak yaitu 188 unit, dengan jumlah

santri yang menetap dan tidak menetap

sejumlah 47.313 orang.

Dengan banyak dan bervariasinya

lembaga kabupaten di Pidie sebagaimana

gambaran di atas, di samping akan

memperkaya khazanah pendidikan,

sekaligus menjadi kendala pelaksanaan

otonomi pengelolaan pendidikan.

Disebutkan kendala, karena stuktur

organisasi sekolah yang tidak efektif,

kurangnya guru, terbatasnya sarana dan

prasarana, rendahnya prestasi siswa,

apalagi banyaknya sekolah yang terbakar,

maka semakin kompleks pula per-

masalahan-permasalahan yang dihadapi.

Untuk itu dalam upaya mencapai target

pendidikan dipandang perlu dan

mendesak untuk diadakan penelitian.

Penelitian dimaksud adalah melalui

asesmen yang terkait dengan otonomi

daerah bidang pendidikan.

Sementara itu menurut Undang-

undang Nomor 22 tahun 1999, pasal 11,

ayat (2) dinyatakan bahwa otonomi

pendidikan termasuk bidang yang wajib 6

Page 7: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

7

dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota.

Sedangkan Undang-undang yang sama

bab XV, pasal 125 ayat (2) dinyatakan

bahwa selambat-lambatnya dua tahun

setelah tanggal berlakunya (2 Mei tahun

2001), otonomi terebut harus sudah

dilaksanakan, sehingga konsekuwensinya

dalam waktu yang mendesak kontrol

pendidikan berpindah dari pusat ke

kabupaten (Pidie). Sesuai dengan latar

belakang, pertimbangan dan landasan

pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian tentang Asesmen Kebutuhan

Pendidikan Dasar Era Otonomi Daerah di

Kbupaten Pidie.

I. LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Kebijakan Pendidikan

Kebijakan adalah aturan tertulis

yang merupakan keputusan formal

organisasi, yang bersifat mengikat, yang

mengatur prilaku dengan tujuan untuk

menciptakan tata nilai baru dalam

masyarakat. Kebijakan akan menjadi

rujukan utama para anggota organisasi

atau anggota masyarakat dalam

berprilaku (Dunn, 2003). Kebijakan pada

umumnya bersifat problem solving dan

proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law)

dan Peraturan (Regulation), kebijakan

lebih adaptif dan interpratatif, meskipun

kebijakan juga mengatur “apa yang

boleh, dan apa yang tidak boleh”.

Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat

umum tetapi tanpa menghilangkan ciri

lokal yang spesifik. Kebijakan harus

memberi peluang diinterpretasikan sesuai

kondisi spesifik yang ada.

Sehubungan dengan Kebijakan

(policy) secara etimologi (asal kata)

diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu

“Polis” yang artinya kota (city). Dalam

hal ini, kebijakan berkenaan dengan

gagasan pengaturan organisasi dan me-

rupakan pola formal yang sama-sama

diterima pemerintah/lembaga sehingga

dengan hal itu mereka berusaha mengejar

tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin,

2008:75). Selanjutnya Abidin (2006:17)

menjelaskan kebijakan adalah keputusan

pemerintah yang bersifat umum dan ber-

laku untuk seluruh anggota masyarakat.

Masih banyak kesalahan pe-

mahaman maupun kesalahan konsepsi

tentang kebijakan. Beberapa orang me-

nyebut policy dalam sebutan ke-

bijaksanaan, yang maknanya sangat ber-

beda dengan kebijakan. Istilah ke-

bijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki

oleh seseorang, sedangkan kebijakan

adalah aturan tertulis hasil keputusan

formal organisasi. Contoh kebijakan

adalah: (1) Undang-Undang, (2)

Peraturan Pemerintah, (3) Keppres, (4)

Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan

Bupati, dan (7) Keputusan Direktur. 7

Page 8: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

8

Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini

adalah bersifat mengikat dan wajib

dilaksanakan oleh objek kebijakan.

Contoh ini juga memberi pengetahuan

pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan

dapat bersifat makro, meso, dan mikro.

Imron, (1995: 45) Analisis

Kebijakan Pendidikan menjelaskan

bahwa kebijakan pendidikan adalah salah

satu kebijakan Negara. Selanjutnya

Carter V Good (1959) memberikan pe-

ngertian kebijakan pendidikan

(educational policy) sebagai suatu per-

timbangan yang didasarkan atas system

nilai dan beberapa penilaian atas factor-

faktor yang bersifat situasional, per-

timbangan tersebut dijadikan sebagai

dasar untuk mengopersikan pendidikan

yang bersifat melembaga. Pertimbangan

tersebut merupakan perencanaan yang

dijadikan sebagai pedoman untuk

mengambil keputusan, agar tujuan yang

bersifat melembaga bisa tercapai.

Kebijakan pendidikan sangat erat

hubungannya dengan kebijakan yang ada

dalam lingkup kebijakan publik, misalnya

kebijakan ekonomi, politik, luar negeri,

keagamaan dan lain-lain. Konsekuensi-

nya kebijakan pendidikan di Indonesia

tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada

perubahan kebijakan publik maka

kebijakan pendidikan bisa berubah.

Ketika kebijakan politik dalam dan

luar negeri, kebijakan pendidikan biasa-

nya akan mengikuti alur kebijakan yang

lebih luas. Bahkan pergantian menteri

dapat pula mengganti kebijakan yang

telah mapan pada jamannya. Bukan hal

yang aneh,ganti menteri berganti

kebijakan. Masih ingat dibenak kita ada

pelajaran PSPB yang secara prinsipil

tidak jauh berbeda dengan IPS sejarah

dan lucunya materi itu pun di pelajari di

PMP (sekarang PKN/PPKN).

B. Proses Kebijaksanaan

Kebijaksanaan dalam menentukan

perubahan, pengembangan, atau

restrukturisasi organisasi adalah

terlaksananya kebijakan organisasi

sehingga dapat dirasakan bahwa

kebijaksanaan tersebut benar-benar

berfungsi dengan baik. Hakikat

kebijaksanaan ialah berupa keputusan

yang substansinya adalah tujuan, prinsip

dan aturan-aturan. Format kebijaksanaan

biasanya dicatat dan dituliskan sebagai

pedoman oleh pimpinan, staf, dan

personel organisasi, serta interaksinya

dengan lingkungan eksternal.

Kebijaksanaan diperoleh melalui

suatu proses pembuatan kebijakan.

Pembuatan kebijakan (policy making)

adalah terlihat sebagai sejumlah proses

dari semua bagian dan berhubungan 8

Page 9: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

9

kepada sistem sosial dalam membuat

sasaran sistem. Proses pembuatan

keputusan memperhatikan faktor

lingkungan eksternal, input (masukan),

proses (transformasi), output (keluaran),

dan feedback (umpan balik) dari

lingkungan kepada pembuat kebijakan.

Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan

dipandang sebagai: (1) pedoman untuk

bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3)

bantuan bagi pengambil keputusan

(Pongtuluran, 1995:7).

Berdasarkan penegasan di atas

dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan

dibuat untuk menjadi petunjuk dan

pedoman dalam melaksanakan program

kegiatan yang sifatnya khusus, untuk

melakukan tindakan tersebut perlu

mengarahkan visi organisasi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan kata lain, kebijakan merupakan

pedoman umum untuk bertindak bagi

pengambilan keputusan pada semua

jenjang organisasi.

C. Otonomi Daerah

Masalah otonomi daerah menjadi

topik pembahasan penting akhir-akhir ini.

Hal itu bukan hanya karena otonomi

daerah itu merupakan isu politik dan

sistem pemerintahan, tetapi merupakan

isu kebijaksanaan pembangunan di segala

bidang, termasuk bidang pendidikan.

Perubahan penataan manajemen pe-

merintahan tentu berakibat pula pada

penataan manajemen pendidikan. Dasar

perubahannya adalah diberlakukan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah.

Sehubungan dengan itu perlu

dipaparkan dampak pemberlakuan UU

tersebut yang meliputi Otonomi Daerah

Otonomi pengelolaan pendidikan,

Pendidikan Dasar, Peran Sumber Daya

dalam Otonomi Daerah Beberapa

perubahan dan hambatan terhadap

perubahan dan Asesmen kebutuhan.

Otonomi Daerah merupakan daerah

otonom yang diberi wewenang mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri,

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai

dengan perundang-undangan. Ia

merupakan proses ketika tingkat-tingkat

hierarki di bawahnya diberi wewenang

oleh badan yang lebih tinggi untuk

mengambil keputusan tentang

penggunaan sumber daya organisasi.

Berdasaran Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

1999 wewenang dimaksud mencakup

semua bidang pemerintahan yakni

pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan

dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,

industri dan perdagangan penanaman

modal, lingkungan hidup, pertanahan, 9

Page 10: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

10

koperasi serta tenaga kerja. Sedangkan

dalam bidang politik luar negeri,

pertahanan dan keamanan, peradilan,

moneter dan Fiskal, agama dan

perencanaan nasional serta pengendalian

nasional secara makro tetap bersifat

sentralistik.

D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan

Dasar

Asesmen adalah identifikasi,

pengumpulan informasi, analisis

informasi, menetapkan prioritas dan skala

prioritas tentang kebutuhan yang

seharusnya. Sedangkan kebutuhan adalah

kesenjangan antara kebutuhan yang

seharusnya (What should be) dan

kebutuhan sekarang yang sudah tersedia

(What is).

Secara umum, assesmen secara

lughawi berarti proses penilaian untuk

kepentingan perpajakan (Good, 1959 :

42). Menurut Hargrove dan Poteet dalam

(Abdurrahman, 1999 : 46) bahwa :

assesmen merupakan salah satu dari tiga

aktivitas evaluasi pendidikan, meliputi:

diagnostik dan preskriptif.” Assesmen

dilakukan untuk menegakkan diagnosis

dan berdasarkan diagnosis tersebut

dibuatlah preskripsi. Preskripsi ini dalam

bentuk aktualnya merupakan program

pendidikan yang diindividualkan. Be-

berapa langkah dalam pelaksanaan

assesmen yang dianggap penting adalah:

pertama: mengidentifikasi kriteria objek

yang diasses kedua: mengembangkan

prosedur ketiga: mengidentifikasi

informasi-informasi yang relevan

keempat: mengembangkan skala prioritas

kelima: menentukan arah dan kegunaan

keenam: mengevaluasi dalam bentuk

memonitor ketujuh: mengembangkan

penggunaan prosedur kedelapan: meng-

gunakan pendekatan kesembilan: me-

ngembangkan peran kesepuluh: meng-

gunakan data untuk keperluan assesmen.

Laughlin (1998: 4) lebih jauh

menjelaskan rangkaian kegiatan asesmen

yang bermula dari proses identifikasi

selanjutnya menyusun program sesuai

dengan alokasi sumber dana.

Kebutuhan yang dimaksud di sini

adalah kesenjangan antara ke-

butuhan, mengumpulkan data ke-

butuhan, menyusun prioritas ke-

butuhan dan kebutuhan yang se-

harusnya (what should be) dan ke-

butuhan yang sudah ada (what is)

atau kesenjangan (discrepancy)

antara kondisi yang ada dengan

kondisi yang diinginkan. Need

assessment ini dapat diterapkan

pada individu, kelompok, ataupun

lembaga (institusi).

10

Page 11: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

11

Ada dua hal yang dapat dihubungan

dengan kesenjangan dua kebutuhan

dimaksud, yaitu: Ukuran objektif yang

membandingkan antara tingkat pe-

nampilan hasil pengukuran dengan

tingkat penampilan yang dipertimbang-

kan untuk diterima.

Perbedaan antara kedua ukuran

tersebut tidak nampak tegas dan memang

sukar sekali ditarik garis pemisah antara

keduanya. Ukuran objektif dalam need

assessment biasanya melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi wilayah tujuan yang

dipandang penting dalam system

pendidikan (sekolah, kelas, program

latihan dan lain-lain).

2. Memilih atau menentukan ukuran

atau indikator untuk wilayah tujuan

tersebut.

3. Menentukan tingkat ukuran

4. Mengadministrasikan pengukuran

5. Membandingkan tingkat yang di-

peroleh dengan tingkat yang diterima

sebagai ketentuan. (Laughlin, 1998:

47).

Apabila ada kesenjangan antara

tingkat yang diperoleh dan pengukuran

dengan ukuran yang diterima sebagai

ketentuan, maka terlihat adanya

kebutuhan.

Ukuran subjektif dalam need

assessment biasanya berisi sejumlah

langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tujuan yang

dipandang penting dalam sistem

pendidikan.

2. Mempertimbangkan pilihan: me-

milih atau mengembangkan

ukuran untuk wilayah tujuan dan

mengadministrasikannya.

Langkah ini berguna untuk

mempertimbangkan pilihan ke-

butuhan.

3. Menyusun rating scale untuk

mempertimbangkan tingkatan pe-

nampilan yang ada dari setiap

tujuan yang ditentukan. Langkah-

langkah ini dapat dilakukan

dengan:

a. Memberikan nomor urutan

untuk setiap wilayah tujuan

yang menunjuk pada urutan

keperluan.

b. Memberikan nilai secara

terpisah untuk setiap wilayah

tujuan.

Jika langkah ke-2 pada waktu

penentuan ukuran sudah

dilanjutkan sampai penerapannya

untuk memberikankan penilaian

terhadap masing-masing wilayah

tujuan maka pada langkah ke-3 ini

11

Page 12: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

12

tinggal menentukan pertimbangan

saja.

4. Memperoleh hasil akhir dari

urutan ranking setiap tujuan atau

mengambil rata-rata nilai untuk

masing-masing tujuan tersebut.

Dengan demikian dapatlah di-

pahami bahwa assesment kebutuhan

merupakan usaha yang sangat penting

dilakukan sebagai upaya mencoba

menganalisis persoalan-persoalan yang

melingkupi dunia pendidikan sejak dari

proses pendidikan itu bermula serta

faktor apa saja yang sangat berperan

dalam rangka meningkatkan mutu pen-

didikan yang sudah begitu lama terpuruk

di negeri tercinta ini, melalui aktivitas ini

pula akhirnya dapat ditentukan langkah-

langkah apa yang perlu diambil oleh

Pemerintah Daerah dalam upaya

mendongkrak mutu pendidikan, terutama

pada sekolah dasar keagamaan (madrasah

dasar) yang sampai kini belum termasuk

dalam kebijakan desentralisasi.

E. Pengelolaan Pendidikan Dasar

Menurut Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional, bahwa

pendidikan dasar merupakan jenjang

pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan Dasar

berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk

lain yang sederajat serta sekolah

menengah pertama (SMP) dan madrasah

tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang

sederajat.

Penjelasan yang sama terdapat di

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 1990 tentang pemerintahan daerah

disebutkan bahwa pendidikan dasar

merupakan pendidikan sembilan tahun,

terdiri atas program pendidikan enam

tahun di sekolah dasar dan program

pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan

tingkat pertama (SLTP), dengan

demikian sekolah dasar merupakan salah

satu bentuk satuan pendidikan pada

jenjang pendidikan dasar, begitu juga

dengan sekolah lanjutan pertama atau

madrasah tsanawiyah.

Pendidikan dasar diselenggarakan

untuk mengembangkan sikap dan

kemampuan serta memberikan

pengetahuan dan ketrampilan dasar yang

diperlukan untuk hidup dalam

masyarakat serta mempersiapkan peserta

didik yang memenuhi persyaratan untuk

mengikuti pendidikan menengah.

Pendidikan dimaksud

diselenggarakan dengan memberikan

pendidikan yang meliputi antara lain

penumbuhan keimanan dan ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, pem-

12

Page 13: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

13

bangunan watak dan kepribadian serta

ketrampilan dasar.

Hakikat daripada pendidikan dasar

adalah memberikan kesanggupan kepada

peserta didik bagi perkembangan ke-

hidupannya, baik untuk pribadi maupun

untuk masyarakat, karena itu setiap

warga negara harus diberikan

kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memperoleh pendidikan dasar.

Program pendidikan dasar itu dapat

diberikan melalui pendidikan di sekolah

termasuk yang merupakan pendidikan

diluar sekolah. Menurut Sidi (1999: 69-

70), sebagai pribadi, pengembangan

kehidupan peserta didik sekurang-

kurangnya mencakup upaya untuk:

1. Memperkuat dasar keimanan dan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Membiasakan diri siswa untuk

berprilaku baik

3. Memberikan pengetahuan dan

ketrampilan dasar

4. Memelihara kesehatan jasmani dan

rohani

5. Memberikan kemampuan untuk

belajar, dan

6. Membentuk kepribadian yang mantap

dan mandiri.

Pengembangan kehidupan peserta

didik sebagai anggota masyarakat se-

kurang-kurangnya mencakup upaya

untuk:

1. Memperkuat kesadaran hidup

beragama dalam masyarakat

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab

dalam lingkugan hidup, dan

3. Memberikan pengetahuan dan

ketrampilan dasar yang diperlukan

untuk berperan serta dalam kehidupan

bermasyarakat.

Pengembangan kehidupan peserta

didik sebagai warga negara sekurang-

kurangnya mencakup upaya untuk:

Mengembangkan perhatian dan

pengetahuan tentang hak dan kewajiban

sebagai warga Negara Republik

Indonesia, menanamkan rasa ikut

bertanggung jawab terhadap kemajuan

bangsa dan negara dan memberikan

pengetahuan dan ketrampilan dasar yang

diperlukan untuk berperan serta dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengembangan kehidupan peserta

didik sebagai anggota umat manusia

mencakup upaya untuk:

1. Meningkatkan harga diri sebagai

bangsa yang merdeka dan berdaulat

2. Memberikan pengertian tentang

pentingnya ketertiban dunia ; dan

3. Meningkatkan kesadaran tentang

pentingnya persahabatan antar

bangsa.

13

Page 14: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

14

Oleh karena itu menitik beratkan

perhatian pada pendidikan dasar me-

rupakan hal yang semestinya, dan setiap

warga negara yang berusia tujuh sampai

lima belas tahun wajib mengikuti

pendidikan dasar. Begitu juga orang tua

dari anak usia wajib belajar berkewajiban

memberikan pendidikan dasar bagi

anaknya. Hal ini disebabkan pendidikan

dasar merupakan basis dari pembangunan

manusia, karena itu merupakan suatu

yang mutlak apabila pengelolaannya

menjadi tanggungjawab dari masyarakat

di daerah dan bukan menjadi tanggung

jawab birokrasi yang ada di daerah.

Keberhasilan seorang anak didik

mengikuti pendidikan di sekolah

menengah dan perguruan tinggi sangat

ditentukan oleh keberhasilannya dalam

mengikuti pendidikan di sekolah dasar.

Adapun bentuk satuan pendidikan

dasar yang menyelenggarakan pen-

didikan program enam tahun terdiri

atas :Sekolah dasar (SD), dan Sekolah

Dasar Luar Biasa (SDLB)

Sedangkan satuan pendidikan dasar

yang menyelenggarakan pendidikan

program tiga tahun terdiri atas:

1. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP) dan

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Luar Biasa (SLTPLB).

Sementara itu sekolah dasar dan

sekolah lanjutan tingkat pertama yang

berciri khas Agama Islam yang di-

selenggarakan oleh Departemen Agama

masing-masing disebut Madrasah

Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah.

E. Peran Sumber Daya dalam Otonomi

Pengelolaan Pendidikan

Salah satu unsur penting dalam

otonomi pengelolaan pendidikan adalah

pemberdayaan daerah dalam berbagai

sektor yang bermuara pada peningkatan

mutu pendidikan. Otonomi diberikan agar

sekolah dapat leluasa mengelola sumber

daya dengan mengalokasikannya sesuai

prioritas kebutuhan serta tanggap ter-

hadap kebutuhan masyarakat setempat.

rtinya setiap daerah bertanggung jawab

langsung terhadap pengembangan mutu

sumber daya manusia yang ada di

daerahnya.

Ada beberapa sumber daya yang

langsung berhubungan dengan sasaran

yang ingin dicapai dan ini seringkali

diabaikan oleh institusi yang bertugas

mengurus atau mengelola pendidikan

yaitu sumber daya manusia, sumber daya

keuangan dan sumber daya alam

kabupaten/kota tempat dimana pe-

limpahan wewenang mengelola pen-

didikan sebagaimana diatur oleh

14

Page 15: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

15

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 1999.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Hal ini mengacu pada rumusan masalah

penelitian yang mengharuskan peneliti

melaksanakan eksplorasi dalam

memahami dan menjelaskan fokus

masalah yang diteliti yaitu masalah

asesmen kebutuhan otonomi daerah

bidang pendidikan dasar di kabupaten

Pidie

Penelitian ini dilaksanakan di

lembaga pendidikan tingkat dasar baik

sekolah umum maupun madrasah di

Kabupaten Pidie. Lembaga pendidikan di

wilayah Barat terdiri dari MIN Kota

Sigli, SD Percontohan dan SMPN 4 Sigli,

MtsN I Sigli dan SMPN I Sigli. Untuk

wilayah tengah masing–masing di-

observasi MIN Beureunuen, MTsN, SD

Mutiara dan SMPN 1 Mutiara.

Penentuan lokasi menempuh model

areal random sampling karena secara

geogarfis keberadaan sekolah berbeda-

beda tempatnya. Seperti daerah Pidie

bagian tengah dengan variasi dua

kecamatan yang berada di daerah

pegunungan yaitu Kecamatan Tangse dan

Kecamatan Geumpang serta daerah Pidie

sebelah Barat. Sementara penggunaan

random dipergunakan karena setiap

populasi sekolah terletak dalam satu area

yang dianggap homogen.

Penelitian ini berlangsung selama

enam minggu yang dimulai sejak 15

Februari 2010 sampai dengan 30 Maret

2010. Penelitian ini memusatkan

perhatian untuk mengidentifikasi

kebutuhan primer yang terdiri dari,

kebutuhan kedisiplinan siswa, dan

kebutuhan kesejahteraan siswa serta

mengidentifikasi kebutuhan sekunder

meliputi: kebutuhan struktur organisasi,

kebutuhan sumber daya manusia, dana,

sarana, prasarana, infrastruktur sekolah

dan faktor-faktor menghambat otonomi

daerah bidang pendidikan dasar di

Kabupaten Pidie. Tentu saja tal bisa

diabaikan adalah mengungkap cara

menentukan prioritas dan skala prioritas

kebutuhan.

Dengan demikian, subjek utama

sebagai sumber data adalah Kepala dinas

Pendidikan, Kepala Bidang Pendidikan

Dasar, Kepala Bidang Pendidikan

lanjutan dan menengah pada Dinas

Pendidikan Kabupaten Pidie dan Kepala

Kantor Kementrian Agama, Kepala Seksi

Mapenda serta kepala sekolah dan kepala

madrasah, guru, ketua komite madrasah

dan sekolah, sejumlah siswa dari

Madrasah Ibtidaiyah Negeri, Sekolah

Dasar Negeri dan Sekolah Lanjutan 15

Page 16: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

16

Tingkat Pertama, baik SMP maupun

MTS Negeri. Untuk memperlengkapi

data diperoleh dari pejabat eselon II, III

dan IV yang terkait pengelolaan

pendidikan di lingkungan Dinas

Pendidikan Nasional dan Departemen

Agama Kabupaten Pidie.

Dengan demikian penetapan subjek

penelitian dilakukan dengan teknik

purposive sampling, yaitu didasarkan

pada pertimbangan tertentu (Patton dalam

Luth, 1998: 82). Pertimbangan yang

dipilih adalah “mereka yang dianggap

mampu memberikan informasi seluas

mungkin mengenai fenomena yang

terjadi sesuai masalah peneitian.”

(Moleong, 1993:165-166). Teknik ter-

sebut digunakan untuk menentukan

subjek dari tenaga-tenaga kependidikan

di lapangan sebanyak yang dibutuhkan.

Perlu dijelaskan bahwa dalam

penelitian dengan pendekatan kualitatif,

jumlah narasumber dan informan tidak

bisa ditetapkan sebelumnya, hal itu

sangat tergantung kepada kondisi

lapangan serta volume dan jenis data

yang dibutuhkan. Identitas subjek

penelitian baru dapat terungkap pasca

pelaksanaan pengumpulan data.

Seperti sudah disebutkan bahwa

dalam penelitian ini, peneliti berfungsi

sebagai instrumen penelitian. Nasution

(1992:9) menyatakan bahwa peneliti

adalah “key instrument” atau alat

penelitian utama. Ia yang mengadakan

sendiri pengamatan atau wawancara tak

terstruktur. Di sini tidak digunakan

instrumen lain seperti tes atau angket

yang lazim digunakan dalam penelitian

kuantitatif.

Selaku instrumen, peneliti dapat

memaknai interaksi antar manusia,

membaca gerak muka, menyelami

perasaan, dan nilai yang terkandung

dalam ucapan atau perbuatan subjek

berdasarkan pandangan subjek yang

diteliti tersebut.. Walaupun digunakan

alat perekam atau kamera, peneliti tetap

memegang peranan utama sebagai

instrumen penelitian. Dalam konteks ini,

pengumpulan data dan informasi

dilakukan melalui kontak langsung

dengan subjek dengan cara mendeskripsi-

kan upaya-upaya yang dilakukan dalam

aktivitas asesmen.

Meskipun instrumen penelitian di

lapangan adalah diri peneliti sendiri,

namun teknik –teknik pengumpulan data

tetap harus terjaga validitas reabilitasnya.

Atas dasar itu proses penelitian tetap

mengggunakan interview guide dalam

bentuk item-item permasalahan yangh

digali (free and depth interview).

Teknik peliputan data di atas

didukung pula dengan teknik Personal

Appraisal System (PAS) yang meng-16

Page 17: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

17

gunakan format-format instrumen

checklist yang dikerjakan pada saat

onservasi lapangan. Teknik PAS ini me-

rupakan satu model identifikasi terhadap

kinerja tenaga kependidikan yang

dikembangkan Castater (1986: 343).

Model ini khusus dipakai untuk

mengidentifikasi pola kebutuhan guru,

siswa dan sekolah pada umumnya dalam

pelaksanaan proses kegiatan yang mereka

lakukan selama ini.

Adapun teknik wawancara dilancar-

kan terhadap guru-guru, kepala sekolah,

siswa dan pejabat-pejabat teknis ke-

pendidikan dengan teknik free and depth

interview, dalam arti menggunakan poin-

poin permasalahan sebagai interview

guide, agar terbuka peluang seluas-

luasnya untuk menggali jawaban dari

subjek.

Tahap pengumpulan data didahului

dengan tahap ujicoba instrumen, guna

mendapatkan validitas dan reliabilitas

menyempurnakan alat pengumpulan data

Untuk melengkapi data penelitian ini,

dihimpun data sekunder dengan me-

nelusuri catatan tertulis, dokumen, dan

arsip-arsip, yang diperoleh dari kantor

sekolah/madrasah, Dinas Pendidikan dan

Kantor Departemen Agama Kabupaten

Pidie.

Data yang terkumpul melalui

observasi, wawancara dan studi

dokumentasi diolah dengan pola analisis

kualitatif, proses mengorganisasi dan

mengurutkan data dalam pola, kategori

dan satuan uraian dasar, sehingga di-

rumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data. Berikut ini akan

dijelaskan tahapan dalam mengolah dan

menginterpretasikan data, dilakukan

melalui tiga tahap yaitu: Tahap reduksi,

tahap ini hal yang dilakukan adalah

menelaah seluruh data yang telah

terhimpun dari lapangan, sehingga dapat

ditemukan hal-hal pokok dari obyek yang

diteliti. Kegiatan ini dilakukan untuk

mengumpulkan data atau informasi dari

catatan dari hasil wawancara, observasi

dan studi dokumentasi untuk mencari inti

atau pokok-pokok yang dianggap penting

dari setiap aspek yang diteliti.Tahap

display Tahap ini dilakukan adalah untuk

merangkul data temuan dalam penelitian

ini yang disusun secara sistematis untuk

mengetahui tentang pola asesmen

penyelenggaraan pendidikan pada

sekolah/madrasah yang diteliti, sehingga

melalui display data, dapat memudahkan

bagi peneliti untuk menginterprestasi

terhadap data yang terkumpul. Dilanjut-

kan dengan tahap verifikasi. Tahap ini

dilakukan untuk mengadakan pengkajian

terhadap kesimpulan yang telah diambil

dengan data pembanding dari teori yang

relevan. Pengujian ini dimaksudkan 17

Page 18: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

18

untuk melihat kebenaran hasil analisa,

sehingga melahirkan kesimpulan yang

dapat dipercaya.

III. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Kabupaten Pidie yang secara

geografis luasnya 4.160.55 Km2 bila

ditinjau dari sudut perkembangan pen-

didikan dasarnya secara keseluruhan pada

23 Kecamatan setelah pemekaran dengan

Kabupaten Pidie Jaya memiliki sekolah

dasar negeri (SDN) sejumlah 276 unit

dan sekolah dasar swasta 2 unit. Adapun

jumlah SMP Negeri berjumlah 49 unit,

ditambah SMP swasta sebanyak 4 unit.

(Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie,

Rangkuman Data Pendidikan Kabupaten

Pidie tahun 2010/2011).

Ditinjau dari ruang belajarnya baik

yang layak pakai, rusak ringan dan rusak

berat terdapat 1.668 ruang kelas.

Sementara jumlah siswa sebanyak 39.078

orang baik perempuan dan laki-laki.

Pada 278 unit sekolah dasar

negeri dan swasta tersebut dipimpin oleh

sejumlah 278 kepala sekolah dengan

kualifikasi ijazah 15 orang setingkat

SLTA, 3 orang D1, 115 orang D2, 4

orang Sarjana Muda, sisanya sebanyak

140 orang S1 (Sarjana Lengkap). pada

278 unit sekolah tersebut bernaung

sejumlah 3.947 guru dengan perincian

829 orang atau 21 persen laki-laki dan

3.118 atau 79 persen perempuan.

Untuk tingkat SLTP negeri dan

swasta yang jumlahnya 53 unit terdiri

dari 49 unit Negeri dan 4 unit swasta,

dengan perincian sebagaimana tersebut di

atas terdapat 750 ruang kelas dengan

rincian 456 baik, 229 rusak ringan dan 65

rusak berat, dan menampung sejumlah

15.620 Siswa dengan perincian 8.089

siswa laki-laki dan 7.531 siswi, se-

dangkan guru yang ada pada 53 unit

sekolah menengah pertama baik negeri

maupun swasta tersebut berjumlah 1.750

orang, dengan perincian 570 atau 32,6

persen laki-laki dan 1.180 orang atau

67,4 persen perempuan, maka dengan

demikian baik di sekolah dasar maupun

sekolah lanjutan tingkat pertama di

dominasi oleh guru wanita dengan

perimbangan 73,2 persen guru

perempuan dan 26,8 persen guru laki-

laki.

18

Page 19: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

19

Adapun di lingkungan Kementrian

Agama jumlah madrasah ibtidaiyah

negeri sebanyak 76 Unit, ditambah 7 unit

madrasah ibtidaiyah swasta. Pada 83 unit

madrasah ibtidaiyah baik negeri maupun

swasta tersebut belajar sejumlah 16.597

siswa dengan perincian 2.645 orang

dengan usia di bawah 6 tahun, 12.303

orang siswi usia 7 sampai dengan 12

tahun dan sisanya 213 orang berusia di

atas 13 tahun, adapun guru yang bertugas

pada 83 madrasah tersebut sebanyak

1.503 orang guru dengan perincian 345

orang atau 23 persen laki-laki dan 1.158

orang atau 77 persen perempuan.

Untuk tingkat Madrasah

Tsanawiyah berjumlah 35 unit dengan

perincian 16 unit negeri dan 19 unit

swasta. Pada 35 unit Madrasah

Tsanawiyah belajar sejumlah 10.269

siswa dengan perincian 4.056 orang

siswa laki-laki atau 39 persen dan 6.213

orang siswi perempuan atau 61 persen,

sedangkan guru yang bertugas pada 35

unit Madrasah Tsanawiyah tersebut

berjumlah 1.052 orang, dengan perincian

351 orang atau 33 persen laki-laki

sedangkan sisanya 701 orang atau 67

persen perempuan.

Secara keseluruhan di Kabupaten

Pidie terdapat sejumlah 361 unit Sekolah

Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, baik

negeri maupun swasta sedangkan untuk

tingkat SMP/MTS berjumlah 85 unit.

Pada dua tingkat tersebut, baik SD/MI

dan SMP/MTS atau yang dikenal dengan

wajib belajar pendidikan dasar

(wajardikdas), belajar sejumlah 79.482

orang siswa, atau 25,5 persen dari total

jumlah Penduduk Kabupaten Pidie yang

secara keseluruhan berjumlah 462.850

orang. Oleh karena itu maka anak usia

pendidikan dasar merupakan komunitas

masyarakat yang sangat strategis dan

menjadi sangat penting untuk dilakukan

penelitian.

Apa yang penulis temukan melalui

penelitian ini sesungguhnya merupakan

cermin dari sebuah penyelenggaraan

pendidikan yang sudah menyimpang dari

konsep desentralisasi pendidikan dan

konsep otonomi daerah. Kemungkinan

besar gejala-gejala semacam ini terjadi

juga di wilayah-wilayah lain baik di

Provinsi Aceh maupun di luar Aceh.

Dalam sebuah situs pendidikan,

yaitu Pendidikan Net mengadakan

sebuah polling terhadap 614 responden

terhadap isu dan prioritas pendidikan,

dimana salah satu pertanyaannya adalah

apa hal yang paling penting sekarang ini?

Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah

pertama : 213 responden atau 34,69

persen adalah Mutu Pendidikan, kedua:

145 responden atau 23,62 persen Sistem

Pendidikan, ketiga: 126 responden atau 19

Page 20: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

20

20,52 persen menjawab Kesejahteraan

Guru, keempat:71 responden atau 11,56

persen menjawab Biaya Pendidikan

sedangkan kelima: 44 responden atau

7,17 persen menjawab Memberantas

Korupsi

Dari hasil polling di atas dapat

dilihat bahwa salah satu persoalan utama

dalam system pengelolaan yang

sentralistik adalah rendahnya mutu

pendidikan pada setiap jenjang dan

satuan pendidikan (khususnya pendidikan

dasar), walaupun berbagai upaya telah

pernah dilaksanakan seperti me-

nyelenggarakan berbagai pelatihan

pengembangan keilmuan guru, perbaikan

sarana dan prasarana, pengadaan alat

pengajaran, buku, brosur dan pe-

nyelenggaraan sistem ujian yang terpusat

semacam UN dan UASBN.

Akan tetapi sepertinya usaha

tersebut belum menunjukkan peningkatan

mutu lulusan yang berkualitas atau

dengan bahasa lain telah mengalami

kegagalan. Sebagai ilustrasinya adalah

perolehan NEM rata-rata SLTP se

Indonesia dengan kategari baik sekali

adalah 0,7 persen, baik 8,3 persen,

sedang 28,9 persen, kurang 45,5 persen

dan kurang sekali 16,5 persen.

Untuk konteks Kabupaten Pidie,

perolehan nilai rata-rata UAS sekolah

dasar dan madrasah ibtidaiyah tahun

2009/2010 dan 2010/2011 hanya

mengalami peningkatan sebesar 0,002

poin, atau dalam kesimpulan dari pada

korelasi product moment dari Pearson

dapat dianggap tidak ada peningkatan

(diabaikan), begitu juga untuk tingkat

sekolah lanjutan tingkat pertama dan

atau madrasah tsanawiyah pun hanya

mengalami peningkatan sebesar 0,0086

poin, juga peningkatan yang dapat

diabaikan.

Dalam proses belajar mengajar

terjadi kesenjangan disebabkan

banyaknya guru yang belum mampu

menunjukkan profesionalitasnya sesuai

dengan bidang keahlian atau ‘salah

kamar’ bahkan mismet , penggunaan

dana BOS yang begitu ketat,tingkat

pendistribusian guru yang belum

sepenuhnya sesuai harapan.

Demikian juga masih dijumpai

sejumlah 0,1 persen anak sekolah dasar

dan atau madrasah ibtidaiyah yang tidak

lulus ujian, sedangkan untuk tingkat

sekolah lanjutan tingkat pertama terdapat

sejumlah 0,9 persen yang tidak lulus

ujian serta pada madrasah tsanawiyah

terdapat sebesar 0,7 persen siswanya

yang tidak lulus ujian. Begitu pula masih

ditemukan siswa yang droup out

walaupun masih dalam katagori

persentase rendah yaitu 0,65 persen.

20

Page 21: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

21

Menyangkut kesejahteraan siswa

secara berurutan dibutuhkan kepastian

bahwa anak didik mendapatkan layanan

kebersihan dan sanitasi lingkungan yang

bersih serta cukup sinar matahari,

pelayanan kesehatan yang prima,

lingkungan madrasah atau sekolah yang

sehat, adanya koperasi sekolah yang

memenuhi syarat.

Itu makanya, di kabupaten Pidie

belum ada satupun sekolah untuk tingkat

Pendidikan dasar yang dapat dijadikan

model bagi sekolah lain dalam hal

pelayanan kesehatan yang dilakukan

secara terlatih semisal kegiatan pramuka

sehingga secara kontinue Sekolah atau

Madrasah tersebut menjadi terbiasa

dengan model pelayanan kesehatan

sekolah.

IV. PENUTUP

A. Simpulan

1. Kebutuhan terhadap kesejahteraan

siswa seperti layanan kebersihan

dan sanitasi lingkungan, layanan

kesehatan,keberadaan koperasi

sekolah, musalla, pustaka dan

tempat olah raga belum mengalami

peningkatan, sedangkan pe-

ningkatan kesejahteraan siswa

sangat erat kaitannya dengan

kondisi di atas.

2. Salah satu kendala utama me-

nyangkut dengan kebutuhan sarana

dan prasarana yang selanjutnya

disebut kebutuhan sekunder adalah

belum maksimalnya persedian

sarana yang diikuti sesuai dengan

perkembangan zaman dan belum

jelasnya keterlibatan masyarakat

dalam pengelolaan pendidikan

secara resmi, padahal sesuai

dengan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 fungsi Community

Control dan Community

Participation merupakan hal yang

paling prinsipil dalam

desentralisasi pendidikan di

Kabupaten Pidie

3. Bentuk serta sistem organisasi

mempunyai peran yang sangat

dominan dalam mengorganisir

tupoksi masing-masing satker pada

pendidikan dasar, agar dalam

melaksanakan otonomi sekolah

dapat melakukan pengololaan

secara akuntable.

4. Ketersediaan tenaga pengajaran

dari segi jumlah sudah memadai,

akan tetapi dari segi kualitas,

profesionalitas berhubungan

dengan jenjang pendidikan serta

pelatihan yang pernah di diikuti-

masih belum memenuhi

persyaratan.21

Page 22: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

22

5. Perioritas Pendidikan Dasar di

Kabupaten yang harus dibenahi

secara berturut-turut peningkatan

mutu, pembenahan sistem,

jaminan kesejahteraan guru dan

siswa serta penyediaan dana yang

cukup, karena semua unsur

tersebut bagian dari kebutuhan

otonomi pendidikan.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah Daerah perlu mem-

berikan perhatian yang sungguh-

sungguh dengan menjadikan pem-

bangunan pendidikan pada

berbagai tingkat satuan,

khususnya pendidikan dasar

sebagai isu strategis dan menjadi

landasan pembangunan

Kabupaten Pidie ke depan

2. Menjadikan agenda utama

pemerintah daerah dalam

membangun sarana dan

prasarana pendidikan yang masih

mengalami kekurangan seperti

pustaka, laboratorium musalla,

serta merehabilitasi semua

sekolah yang mengalami

kerusakan berat.

3. Menstimulan angka partisipasi

guru dalam meningkatkan

profesionalitasnya sebagai se-

orang guru dengan memfasilitasi

melalui alokasi dana yang

signifikan dan terukur untuk ber-

bagai pelatihan peningkatan

kualitas personal guru dan mem-

berikan apresiasi yang sungguh-

sungguh terhadap guru yang

berprestasi.

4. Mengadakan asesmen menjelang

penerimaan guru untuk menutupi

kebutuhan Serta peningkatan

mutu pendidikan di Kabupaten

Pidie serta memperkecil angka

mistmatc dalam dunia pendidikan,

khususnya pendidikan dasar di

kabupaten Pidie.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas

Azyumardi (2002), Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekontruksi dan Demokratisasi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Bafadal, Ibrahim (2003), Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi, Jakarta: Bumi Aksara.

Castater, William B., (1986). The Personal Function in Education Admi-nistration, 4th Edition, USA: Prentice Hall Corp.

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam (2003), Sistem Perencanaan, Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

22

Page 23: D. Asesmen Kebutuhan Pendidikan Dasar · Web viewDitinjau dari sumber daya sudah memadai menurut jumlah, akan tetapi kualitas dan profesionalitas belum memenuhi per

23

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada University Press

Good, Carter V. (1959), Dictionary of Education, New York: Mc Graw Hill Book Company.

Greenberg dan Baron, RA, (1995), Behavior in Organization, London : Engle-wood Cliffs,N.J Pren-Hall, Inc.

Hamijoyo SS, (1998), Pola Otonomi Daerah yang efektif da Efesien untuk diimpli mentasikan dalam Bidang Pendidikan, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Formula Manajemen Pendidkan dalam Kerangka Otonomi Daerah Bidang Pendidikan pada tanggal 23 Agustus 1999, Malang: Universitas Negeri Malang.

Hamijoyo, SS. (1999), Pola Otonomi Daerah Yang Efektif Dan Efisien Untuk Diimple-mentasikan Dalam Bidang Pendidikan, Malang: Universitas Ne-geri Malang.

Idochi Anwar, Moch. (2003), Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan, Teori, Konsep dan Isu, Bandung: Alfabeta.

Loughlin, James A.MC dan Renal B Lewis {1986}, Assesing Special Student, Ohio: Charles Emarril Publishing Company.

Moleong, J. Lexi. (2003), Metodologi Penelitian Kuali- tatif, Bandung: Remaja Rodaskarya.

Murniati AR & Nasir Usman (2009), Implimentasi Manajemen Stratejik Dalam Pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan, Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Naisbitt (1994), Global Paradox, Alih Bahasa oleh Budi Janto, Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Nasution, S. (1992), Metode Penelitian Naturalistik Kualita- tif, Bandung: Tarsito.

Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta. LPMP.

Samani, A. (1999), School Based Manajemen: Strategi Pemberd- yaan Sekolah Dalam Kerangka Desentralisasi Pendidikan, Menuju Pendidikan Yang Berkualitas, Malang: Universitas Negeri Malang.

Sarojo, R.J. (1998), Asesmen Kebutuhan Pendidikan, Malang; IKIP Negeri Malang.

Siagian, Sondang P, (1998), Manajeman Stratejik, Jakarta: Bumi Aksara.

Sidi, Indra Jati (2001), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Soetopo, H.(1999) Desentralisasin Manajemen Pendidikan Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Malang, Kalimasahada Press.

23