27
Introduction Carpal tunnel syndrome (CTS), or median neuropathy, is a pathologic condition in which the median nerve is compressed at the wrist, leading to pain, paresthesia, numbness, and weakness in the median nerve distribution of the hand (Figure 1). CTS is a common peripheral nerve entrapment syndrome that has received a lot of attention because of its association with work-related disability. PENDAHULUAN Carpal Tunnel Syndrome (CTS), atau neuropati nervus mediana, merupakan kondisi patologis dimana nervus mediana mengalami penekanan pada bagian pergelangan tangan dan menyebabkan rasa nyeri, parestesia, serta kebas, adn kelemahan di bagian sekitar distribusi nervus medianus pada lengan (Gambar 1).. CTS merupakan sindrom penjepitan saraf (entrapment nerve syndrome) yang menjadi perhatian banyak orang karena hubungannya dalam gangguan terhadap pekerjaan. Epidemiology CTS is one of the most common hand disorders and entrapment neuropathies. The highest incidence is among middle-aged and elderly women.4,5 The CTS incidence rate in the US has been estimated at 1–3 per 1000 persons per year.6 The prevalence is approximately 50 cases per 1000 subjects in the general population. The large prevalence of CTS is an important issue in the workplace because it is directly related to waning

CTS Nolita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

carpal tunnel sindrom, saraf terjepit,

Citation preview

IntroductionCarpal tunnel syndrome (CTS), or median neuropathy, is a pathologic condition in which the median nerve is compressed at the wrist, leading to pain, paresthesia, numbness, and weakness in the median nerve distribution of the hand (Figure 1). CTS is a common peripheral nerve entrapment syndrome that has received a lot of attention because of its association with work-related disability.

PENDAHULUANCarpal Tunnel Syndrome (CTS), atau neuropati nervus mediana, merupakan kondisi patologis dimana nervus mediana mengalami penekanan pada bagian pergelangan tangan dan menyebabkan rasa nyeri, parestesia, serta kebas, adn kelemahan di bagian sekitar distribusi nervus medianus pada lengan (Gambar 1).. CTS merupakan sindrom penjepitan saraf (entrapment nerve syndrome) yang menjadi perhatian banyak orang karena hubungannya dalam gangguan terhadap pekerjaan.

EpidemiologyCTS is one of the most common hand disorders and entrapment neuropathies. The highest incidence is among middle-aged and elderly women.4,5 The CTS incidence rate in the US has been estimated at 13 per 1000 persons per year.6 The prevalence is approximately 50 cases per 1000 subjects in the general population. The large prevalence of CTS is an important issue in the workplace because it is directly related to waning productivity resulting from work disability13 and is associated with high-cost treatment.8 According to a 2008 report from the Bureau of Labor Statistics, CTS is associated with the second longest average time away from work (28 days) out of the major disabling diseases and illnesses in all private industries. 9 Also, according to the National Institutes of Health, the average lifetime cost of CTS, including medical bills and loss time from work, is approximately $30,000 for each affected worker.10 As a result, choosing the proper treatment for CTS is crucial in improving patient quality of life and containing medical costs to a reasonable level.

EPIDEMIOLOGICTS merupakan salah satu gangguan dan neurpathy entrapment yang paling sering mengenai lengan. Insiden paling tinggi terjadi pada orang berusia paruh baya atau wanita tua. Tingkat kejadian CTS di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 1-3 kasus setiap 1000 orang dalam 1 tahun. Prevalensi diperkirakan mencapai 50 kasus dari 1000 subjek pada populasi umum. Prevalensi yang besar dari CTS menjadi masalah yang penting pada lapangan kerja karena penyakit ini secara langsung menyebabkan penurunan produktifitas kerja akibat disabilitas, dan dikaitkan dengan jumlah pengobatan yang terbilang mahal. Berdasarkan laporan tahun 2008, dari Bureau of Labor Statistics, CTS merupakan penyakit kedua trbanyak yang menyebabkan pekerja meminta izin lebih lama (28 hari) dan merupakan penyakit yang terjadi di semua lapangan kerja. Selain itu, berdasarkan Natiotal Institutes of Health, waktu serta pembiayaan untuk CTS, termasuk biaya pengobatan dan absen dari pekerjaan, diperkirakan mencapai $30.000 pada setiap pekerja. Akibat hal ini, pemilihan dalam pengobatan yang tepat untuk CTS sangat penting dalam meningkatkan quality of life (kualitas hidup) dan pengurangan biaya pengobatan pada pasien.

ObjectivesThe aim of this article is to provide an evidence-based review of the most current treatment options and trends for CTS, including both conservative and surgical treatments.

TUJUANTujuan dari artikel ini adalah untuk menyediakan tinjauah berbasis bukti (evidance based) untuk pilihan penanganan terkini pada CTS, termasuk pengobatan konservatif dan pembedahan.

In 2008, a systematic review and practice guideline entitled Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome was undertaken by the American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS), the summary of which was published in 2009.11 This guideline consists of nine specific recommendations and is useful for evidence-based clinical practice. The literature search undertaken in creating this guideline included articles from 1966 through April 6, 2007. Almost three years have passed since this search and many new articles with high evidence-based analysis have been published.

Pada tahun 2008, sebuah tinjauan sistematik dan panduan praktik dengan judul Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome dikeluarkan oleh American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS), ringkasan dari penelitian ini dipublikasikan pada tahun 200. Panduan ini terdiri dari 9 saran spesifik dan penggunaannya berdasarkan praktik klinis berbasis bukti (evidancae-based). Literatur ini dibuat berdasarkan artikel dan penelitian dari tahun 1966 hingga 6 April 2007. Sudah 3 tahun waktu berlalu sejak penelitian ini dan banyak artikel lain dengan analisis berbasis bukti yang lebih tinggi sudah dipublikasikan.

For clinicians to adhere to the most current evidence-based recommendations, it is important that we update the literature on treatment options and outcomes on a routine basis. In order to improve health care efficiency and effectiveness, treatments should provide disease improvement or resolution at a reasonable cost. For common conditions like CTS, preferentially allocating resources to a more effective treatment may have a large impact on reducing the overall national costs of treatment. Furthermore, the practice of patient-centered care by considering patients needs and activity levels are essential considerations in disease management.

Berdasarkan rekomendasi evidance-based untuk dokter, pembaharuan literatur terkait pilihan penanganan dan hasil terhadap pekerjaan sehari-hari sangat penting. Untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas kesehatan, pengobatan harus menunjukkan perbaikan atau pemulihan terhadap penyakit dengan biaya yang wajar. Pada kondisi umum seperti CTS, pencarian biaya untuk penanganan efektif pada penyakit ini dapat menimbulkan dampak besar dimana terjadi pengurangan biaya nasional untuk pengobatan. Selain itu, praktik berbasis pelayanan terhadap pasien dengan mempertimbangkan kebutuhan dan tingkat aktifitas pasien sangat penting dalam pertimbanganan untuk penanganan pada pasien.

Material and methodsLiterature identificationThe aim of our review is to provide optimal treatment recommendations based on the evidence available in the literature. We conducted a literature search using MedLine and the Cochrane Library to identify all citations of original research studies related to treatment in CTS. Details of the search strategy are given in Table 1.

Materi dan MetodeIdentifikasi LiteraturTujuan dari tinjauan ini adalah untuk menyediakan rekomendasi penanganan yang optimal berbasis bukti yang ada pada literatur. Peneliti melakukan pencarian literatur menggunakan MedLine dan Cochrae Libary untuk melihat semua kutipan dari penelitian original terkait penanganan pada CTS. Ditail dari rencana penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Selection of studiesBased on title and abstract, two reviewers independently selected the trials to be included in this review. All articles selected by at least one of the reviewers were retrieved for examination. Articles fulfilling all the following inclusion criteria were included in the final review: (1) type of article (meta-analysis, practice guideline, randomized controlled trial or systematic review), (2) publication in English language, (3) published between April 7, 2007 and May 28, 2010, (4) study sample consisting of patients with clinically and or electrophysiologically conrmed CTS, and (5) evaluation of the efcacy of one or more treatment options. Reference lists of all relevant studies from the electronic search were manually searched to identify additional eligible studies.

PILIHAN PENELITIANBerdasarkan judul dan abstrak, dua peneliti secara tidak langsung memilih uji-coba untuk dimasukkan dalam tinjauan ini. Semua artikel dipilih setidaknya oleh satu orang peneliti yang memeriksa artikel tersebut. Artikel yang memenuhi semua kriteria inklusi dimasukkan dalam tinjauan akhir: (1) tipe dari artikel (meta-analisis, panduan, uji coba randomisasi dengan kontrol atau tinjauan sistematik), (2) dipublikasikan menggunakan bahasa Inggris, (3) dipublikasikan antara 7 April 2007 hingga 28 Mei 2010, ($) sampel dari penelitian memasukkan pasien yang secara klinis atau elektrofisiologis mengalami CTS, dan (5) Evaluasi dari efisiensi pada pilihan salah satu atau lebih penanganan terhadap CTS. Daftar referensi dari semua penelitian terkait berasal dari pencarian menggunakan pencarian elektronik dipastikan kembali secara manual untuk megindentifikasi penelitian lain yang tersedia untuk kasus ini.

Quality assessmentWe considered the quality of the available evidence. Quality was determined using a levels of evidence approach, comprising five levels (Table 2). The higher the level of evidence, the greater the ability to draw causal inferences from the results of a study and, hence, the greater the quality of that study. This quality assessment is the same as that used for formulation of the AAOS Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome, available from http://www.aaos.org/Research/Committee/Evidence/loetable1.pdf.

PENILAIAN KUALITASPeneliti mempertimbangkan kualitas dari bukti yang ada. Kualitas ditentukan dengan menggunakan pendekatan level of evidence, dan terdiri dari 5 tingkatan (Tabel 2). Semakin tinggi tingkat dari evidance tersebut, maka semakin bagus kemampuan evidance ini untuk menarik kesimpulan berdsarkan hasil dari penelitian, dan semakin tinggi pula kualitas dari penelitian tersebut. Penilaian kualitas penelitian ini juga digunakan untuk formulasi Panduan AAOS terhadap penanganan Carpal Tunnel Syndrome, tersedia dari http://www.aaos.org/Research/Committee/Evidence/loetable1.pdf.

Data extraction and synthesisThe selected studies were gathered on the basis of kind of intervention, ie, surgical procedure, nonsurgical procedure, and postoperative treatment. The following data were extracted independently by two reviewers: characteristics of study design, population (size, age, gender, and duration of disease), intervention (details about surgical procedure), length of follow-up, outcome evaluation, and overall clinical results. Conclusions of our search were compared with existing evidence or added as new knowledge. We discussed differences in recommendations based on outcomes and costeffectiveness based on the evidence in the CTS literature andthe AAOS guidelines.

Ekstraksi Data dan SintesisPenelitian yang terpilih dikumpulkan berdasarkan jenis intervensi, cth, prosedur bedah, prosedur non-bedah, dan penanganan post-operatif. Data yang tersedia diekstraksi secara terpisah oleh 2 pemeriksa berdasarkan : karakterisik dari rancangan penelitian, populasi (ukuran, usia, jenis kelamin, dan durasi penyakit), intervensi (ditail tentang prosedur pembedahan), lamanya pemantauan, evaluasi outcome (hasil), dan hasil klinis secara keseluruhan. Kesimpulan dari penelitian ini dibandingkan dengan bukti yang ada atau ditambahkan sebagai pengetahuan baru. Peneliti membahas perbedaan antara rekomendasi penanganan pada hasil (outcome) dan biaya dengan dasar ltieratur CTS dan panduan AAOS.

Results and discussionTwenty-five studies met our inclusion criteria. Thirteen randomized controlled trials and 12 systematic reviews, including three Cochrane database systematic reviews, were retrieved.

Hasil dan Pembahasan25 penelitian memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan 13 peneltian dengan uji randomisasi dengan kontrol dan 12 tinjauan sistematis, termasuk 3 tinjauan sistematik dari Cochrane.

Surgical versus nonsurgical treatmentOptimal treatment of CTS should be patient-oriented to provide patients with relief of symptoms, and as noninvasively, permanently, and inexpensively as possible. The treatment options for CTS are divided into two major groups, ie, nonsurgical and surgical. In 1993, the American Academy of Neurologys official practice guidelines recommended treating CTS with noninvasive options first and considering surgery only if noninvasive treatment proved ineffective.12 In recent years, however, initial surgical management has gained support, due to more accurate diagnostic techniques and the increased number of trained hand surgeons in the community.13 However, there is still controversy over whether surgical or nonsurgical treatment should be chosen as the initial treatment of CTS.

Penanganan Operatif vs non-OperatifPenanganan optimal untuk CTS harus berorientasi pada pasien untuk meredakan gejala pada pasien, secara non0invasif, permanen, dan jika memungkinkan tidak terlalu mahal. Pilihan pengobatan untuk CTS dibagi menjadi dua kelompok besar, cth: operatif dan non-operatif. Di tahun 1993, panduan resmi dari American Academy of Neurology menyarankan untuk memberikan penanganan secara non-invasif pada tahap awal dan pertimbangan operasi hanya dilakukan jika pengoabtan secara non-invasif terbukti tidak efektif. Pada beberapa tahun terakhir, penanganan operatif lebih mendapat dukungan karena teknik diagnosis yang lebih akurat dan peningkatan jumlah ahli bedah yang terlatih. Namun, masih terdapat kontroversi terkait pilihan penanganan operatif dan non-operatif pada penaganan tahap awal dari CTS.

The AAOS guideline for the treatment of CTS14,15 recommends both nonsurgical and surgical treatments for early CTS without denervation of the median nerve, although they also recommend an initial course of nonoperative treatment. Surgery can then be considered if there is clinical evidence of median nerve denervation or if the patient would prefer surgery over conservative management.14 In fact, the recent literature demonstrates a trend towards recommending early surgery with or without median nerve denervation.13

Panduan AAOS terhadap penanganan CTS menyarankan penanganan secara non-operatif dan operatif untuk CTS tahap awal tanpa denervasi pada nervus medianus, walaupun AAOS juga menyarankan jalur penanganan nonoperatif. Pemebdahan harus dipertimbangkan bila terjadi denervasi atau jika pasien lebih memilih pengobatan operatif dibandingkan konservatif. Literatur sebelumnya menyatakan bahwa pembedahan pada tahap awal lebih baik dilakukan tanpa atau bila terjadi denervasi pada nervus medianus.

In 2009, a study of 116 patients with CTS compared the treatment outcomes between an experimental group of 57 patients who received surgical management and a control group of 59 patients who received a nonsurgical treatment regimen of hand therapy and ultrasound. The results showed that the surgical group achieved modestly better outcomes in terms of hand function and symptoms at both three months and one year when compared with the control group (Level I).

Pada tahun 2009, penelitian dari 116 pasien dengan CTS untuk membandingkan hasil pengobatan antara kelompok eksperimen pada 57 pasien yang menjalani operasi dengan kelompok kontrol berjumlah 59 pasien yang menjalani pengobatan non-operatif dengan pengobatan terapi lengan serta ultrasound. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok operatif menunjukkan hasil yang lebih baik untuk fungsi lengan dan pengurangan gejala dala waktu 3 bulan dan 1 tahun bila dibandingkan pada kelompok kontrol (Level 1).

Another meta-analysis concluded that surgical treatment relieves symptoms better than splinting, but the evidence or surgical treatment being superior to steroid injections is unclear (Level I).16 Therefore, more research is needed to determine the best treatment for patients with mild to moderate symptoms, as well as to identify which patients should forego conservative management and undergo surgery as the initial treatment.

Beberapa meta analisis menyatakan bahwa pembedahan lebih baik dalam mengurangi gejala CTS dibandingkan dengan pembidaian (splinting), namun bukti terkait pembedahan lebih baik daripada pemberian injeksi steroid masih belum ada (Level I). Karena hal ini, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan pengoabtan terbaik pada pasien yang mengalami gejala ringan hingga sedang, dan mengidentifikasi pilihan penanganan konservatif atau pembedahan pada pasien CTS.Moreover, several economic analyses suggest that surgery should be considered as the initial form of treatment when the diagnosis of CTS is confirmed by nerve conduction studies, because the surgical treatment option has the most favorable cost-utility ratio

Selain itu, beberapa analisis ekonomik menyimpulkan bahwa tindakan operatif lebih baik dilakukan secepat mungkin setelah diagnosis CTS dipastikan oleh berdasrkan penelitian saraf, karena pilihan operatif lebih tergolong murah.

Nonsurgical treatmentsOnly three conservative treatments are supported by a substantial body of experimental evidence: splinting, steroids, and ultrasound.19 The AAOS recommends that when initial conservative treatment fails to resolve a patients symptoms within 27 weeks, physicians should move on to anothernonoperative treatment or surgery.

Penaganan Non-OperatifHanya terdapat 3 penanganan non-operatif yang didukung oleh bukti dari penelitian yaitu : pembiadaian (splinting), steroid, dan ultrasound. AAOS menyatakan bila terjadi kegagalan dalam pengoabtan konservatif terkait gejala pasien dalam waktu 2-7 minggu, dokter harus mempertimbangkan pilihan terpai non-operatif lainnya atau dilakukan pembedahan pada pasient tersebut.

SplintingFor patients with mild CTS symptoms, the simplest treatment is a night splint. Splinting has the advantage of being inexpensive and is associated with a minimal complication rate. The immobilization may decrease the pressure around the soft tissue in the carpal tunnel, which enhances blood circulation and relieves pressure on the median nerve. For this reason, splinting provides many patients with relief from the numbness and tingling sensation experienced at night or during extended periods of rest.

PembidaianUntuk pasien yang mengalami gejala CTS ringan, pengobatan yang paling sederhana adalah night splint (pembiadaian saat malam hari). Pembidaian (Splinting) menunjukkan keuntungan karena tergolong murah dan tingkat komplikasi yang minimal. Imobilisasi dari lengan dapat mengurangi tekanan disekitar jaringan lunak pada carpal tunnel, dan memperlancar sirkulasi darah serta melepaskan tekanan dari nervus medianus. Berdasarkan hal ini, pembiadaian dilakukan pada pasien yang mengalami rasa kebas atau kesemutan saat malah hari atau saat jam istirahat

For some patients, wearing a splint may also be necessary during the day. The AAOS recommends that splinting be considered before surgery when treating CTS. Recent evidence-based studies (Level II)19,20 also support this suggestion. Specifically, research suggests that a splint that maintains the wrist in the neutral position may be more effective than a wrist cock-up splint (Level II).21 We can conclude that splinting for CTS is useful for relief of some symptoms in the early stages of CTS, and has the benefits of being cost-effective and without serious adverse effects It should be considered as an initial treatment option before considering surgery, especially in mild or moderate cases.

Pada beberapa pasien, penggunaan bidai juga perlu dilakukan pada siang hari. AAOS menyarankan bahwa penanganan CTS dengan menggunakan bidai harus dipertimbangkan sebelum dilakukan operasi. Penelitian evidance base terkini (Level II) juga mendukung hal ini. Berdasarkan penelitian, pemakaian bidai pada posisi netral dapat lebih efektif dibandingkan pembiadaian wrist cock-up (Level II). Peneliti menyimpulkan bahwa pembiadaian pada CTS berguna untuk mengurangi beberapa gejala pada tahap awal CTS, dan mempunyai keuntungan terkait pembiayaan dan minimnya efek samping. Pembidaian harus dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan awal sebelum pertimbangan operasi, terutama pada kasus dengan gejala ringan atau sedang.

SteroidsThe AAOS recommends local steroid injection when treating CTS before surgery is considered, and oral steroids as a secondary option. Their report also concluded that steroids are more effective than nonsteroidal anti-inflammatory drugs and diuretics, but also have the potential for more serious side effects. This conclusion is supported by a recent study by Marshall et al who concluded that local steroid injections are more effective than oral steroids for up to three months (Level II)

SteroidAAOS menyarankan pemberian injeksi lokal steroid untuk pengobatan CTS sebelum dipertimbangkan untuk mengambil tindakan operatif, pemberian steroid secara oral dapat menjadi pilihan kedua untuk terapi ini. Laporan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pemberian steroid lebih efektif dibandingkan obat anti-inflammasi non-steroid dan diuretik, namun obat ini juga dapat menimbulkan efek samping serius. Kesimpulan dari penelitian ini didukung oleh Marshall et al yang menyimpulkan bahwa pemberian injeksi teroid lokal lebih efektif dibandingkan steroid oral selama 3 bulan pengobatan (Level II).

On the other hand, another recent study indicated that local steroid injection and nonsteroidal anti-inflammatory drugs with concomitant use of wrist splints might offer patients with CTS variable and effective treatment options for the management of functional scores and nerve conduction parameters (Level II).23 Moreover, a further study revealed that corticosteroid iontophoresis was not effective in the treatment of mild to moderate CTS (Level II).

Di lain sisi, penelitian lain menyarankan pemberian injeksi lokal steroid dan obat anti inflammasi non steroid dengan penggunaan berkala pada pasien yang dilakukan pembidaian dapat dijadikan pilihan efektif untuk manajemen berdsarkan skor fungsional dan parameter konduksi saraf (Level II). Selain itu, penelitian lain juga menunjukkan bahwa kortikosteroid iontophoresis tbukanlah pengobatan yang efektif untuk CTS ringan atau sedang.

As a result, steroid treatment for CTS, particularly local injection, is effective for temporary relief of symptoms in many patients. However, the efficacy and duration of symptom relief with the steroid injections are still unknown. Further investigation is needed to determine the long-term outcomes of local steroid injection and how many times and how frequently the steroid injections should be repeated.

Sebagai hasilnya, pengobatan steroid pada CTS, yang diberikan dalam bentuk injeksi, terbilang efektif untuk mengurangi gejala pada kebanyakan pasien. Namun efisiensi dan durasi dari tingkat pengurangan gejala dengan pemberian injeksi steroid masih belum diketahui. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan outcome jangka panjang pada pemberian injeksi lokal steroid dan berapa kali serta berapa lama pemberian ini harus diulangi

UltrasoundUltrasound treatment consists of directing high-frequency sound waves at the inflamed area. The sound waves are converted into heat in the deep tissues of the hand, and re presumed to open the blood vessels, allowing oxygen to be delivered to the injured tissue. As a result, it is suggested that ultrasound therapy may accelerate the healing process in damaged tissues.24 It is often prescribed along with nerveand tendon exercises. The AAOS guideline recommends ultrasound treatment of CTS. However, this recommendation was based on the results of only two studies, hence the low evidence level of this recommendation.24,25 To increase the evidence level of ultrasound treatment for CTS, we need further studies comparing an ultrasound group against a placebo group. There was no updated information in this regard.

UltrasoundPengobatan ultrasound dilakukan dengan cara memberikan suara frekuensi tinggi secar langsung pada derah yang mengalami inflammasi. Gelombang suara akan berubah menjadi panas pada jaringan profunda pada lengan, dan akan membuka aliran darah, dan menyediakan oksigen ke jaringan yang rusak. Sebagai hasilnya terapi ulstrasound dapat membantu proses penyembuhan pada jaringan yang rusak. Hal ini bisa dipercepat bila dilakukan bersama dengan latihan saraf dantendon. Panduan AAOS menyarankan pengobatan ultrasound pada CTS. Namun rekomendasi ini hanya berbasis pada 2 penelitian saja, dimana kurangnya bukti dari rekomendasi ini menyebabkan aplikasinya kurang memadai. Untuk meningkatkan bukti terkait pengobatan ultrasound pada pasien CTS, peneliti membutuhkan penelitian lain yang membandingkan kelompok ultrasound dan placebo. Tida ada pembaharuaan terkait pengoabtan ini.Surgical treatmentsCarpal tunnel release (CTR) is the most common hand and wrist surgery performed in the US, with an estimated 400,000 operations performed per year.26 CTR as an effective treatment for CTS is supported by high quality evidence. 14 There are several variations of CTR surgery. The two major types are open carpal tunnel release (OCTR) and endoscopic carpal tunnel release (ECTR). OCTR can be further classified into full-open and mini-open with a one inch incision. Regardless of selection of these treatment options, the most important thing is complete division of the flexor retinaculum

Pengobatan OperatifCarpal Tunnel Release (CTR) merupakan pembedahan lengan dan pergelangan tangan yang dilakukan di Amerika, dan diperirakan sekitar 400.000 operasi ini dilakukan setiap tahunnya. CTR merupakan penanganan yang efektif terhadap CTS dan didukung dengan bukti klinis yang nyata. Ada beberapa variasi dari pembedahan CTR. Dua tipe mayor itu adalah Open Carpal Tunnel Release (OCTR) dan Endoscopic Carpal Tunnel Release (ECTR). OCTR dapat diklassifikan lebih lanjut menjadi full-open dan mini-open dengan insisi sepanjang 1 inchi. Berkaitan dengan pemilihan jenis pengobatan ini, hal yang paling penting untuk diingat adalah abgaimana cara untuk memisahkan flexor retinaculum secara sempurna.

Open carpal tunnel releaseTraditionally, OCTR was done through a relatively large 45 cm longitudinal incision extending from Kaplans cardinal line distally to beyond the wrist crease proximally (Figure 2). Over time, the size of this incision has gradually decreased, and most hand surgeons today perform primary OCTR through a 24 cm incision, which ends approximately 2 cm distal to the wrist crease. OCTR has been shown to be an effective and relatively safe procedure, and is established as the standard surgical treatment for CTS.27,28 It has produced uniformly excellent results, with high patient satisfaction and a low complication rate.29,30 The outcome of this procedure can be complicated by scar tenderness, grip and pinch weakness, and pillar pain, which are all related to the incision.

OCTR dimulai dengan insisi longitudinal berukuran 4-5 cm yang melebar dari Garis Kaplan cardinal ke arah distal di bawah pergelengan tangan proksimal (Gambar 2). Sekarang, ukuran insisi relatif lbih kecil, dan kebanyakan ahli bedah melalukan OCTR memalui insisi 2-4 cm, yang berakhir sekitar 2 cm dari pergelangan tangan. OCTR terbukti sebagai prosedur yang aman dan efektif, dan dinyatakan sebagai pengobatan operatif standar untuk CTR. Operasi ini menunjukkan hasil yang baik, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan tingkat komplikasi yang rendah. Outcome dari prosedur ini dapat menjadi komplikasi seperti scar ternderness, kelemahan genggaman, dan nyeri, yang dikaitkan dengan insisi pada lengan.

There are two recent publications concerning OCTR. The Cochrane database of systematic reviews concluded that there was no strong evidence supporting the need for replacement of standard OCTR by alternative surgical Procedures for the treatment of CTR (Level I).31 In contrast, the other study Compared conventional OCTR with the double-incision technique and showed that the limited open technique using the double incision was advantageous compared with the standard technique in tackling scar- related morbidities in terms of decreasing pillar pain and scar sensitivity (Level II)

Endoscopic carpal tunnel releaseECTR refers to a method of performing CTR using an endoscope or arthroscopic device33 (Figure 3). This entails a less invasive procedure than standard OCTR. ECTR was invented to address the potential complications of OCTR by using smaller incisions placed away from the middle of the palm.34,35 It is assumed that preservation of the superficial fascia and adipose tissue over the flexor Retinaculum allows faster recovery of grip strength, less scar tenderness and pillar pain, and earlier return to work

Endoskopik Carpal Tunnel ReleaseECTR merujuk sebagai metode CTR yang dilakukan dengan menggunakan peralatan endoskop atau arthroskop.(Gambar 3). Metode ini merupakam metode dengan tingkat invasif yang lebih rendah dibandingkan OCTR standar. Metode ini dikembangkan terkait seringnya terjadi kompikasi dari OCTR dengan menggunakan insisi yang lebih kecil pada bagian tengah dari telapak tangan. Diperkirakan bahwa pendekatan melalui fascia superficial dan jaringan adiposa di sekitar flexor Retinaculum dapat mempercepat tingkat pemulihan dalam hal kekuatan menggenggam, scar tenderness yang lebih minimal, dan nyeri, serta pasien bisa bekerja lebih cepat.

According to the AAOS guideline,14 endoscopic release offers better outcomes than OTCR at 12 weeks after surgery in terms of pain relief, time until return to work, and wound-related complications. In recent studies comparing OCTR and two- portal ECTR, Atroshi et al37 reported that the outcomes were equivalent, other than ECTR offering a shorter recovery period.

Berdasarkan panduan AOS, pelepasan nervus medianus dengan metode endoskopik menunjukkan outcome yang lebih baik bila dibandingkan OCTR dilihat dari pengurangan rasa nyeri, waktu hingga kembali kerja, dan komplikasi terkait luka setelah 12 minggu operasi. Pada penelitian sebelumnya yang membandingkan OCTR dengan ECTR dengan dua jalur, Atroshi et al melaporkan bahwa terdapat outcome yang serupa pada kedua metode tersebuh, namun ECTR menunjukkan waktu pemulihan yang lebih cepat

However, critics of ECTR report higher complication rates3840 due to the technical difficultyof the procedure, as well as greater cost when compared with OCTR.35,41 However, experienced surgeons can successfully complete the operation without too many complications.42 Therefore, the decision to perform ECTR is influenced by the surgeons experience and patient factors, including occupation, socioeconomic status, and preference. This evidence is also supported by the recent Cochrane database systematic review. They concluded that the decision to perform ECTR instead of OCTR seems to be guided by the surgeons and patients preferences (Level I)

Namun, beberapa laporan menyatakan ECTR mempunyai tingkat komplikasi yang lebih tinggi, karna sulitnya pelaksanaan prosedur ini disertai jumlah biaya yang lebih besar. Karenya, keputusan untuk dilakukanya ECTR diambil berdasarkan kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta faktor pasien, termasuk pekerjaan pasien, status sosioekonomik, dan kemampuannya. Bukti ini juga didukung oleh tinjauan database Cochrane. Data ini menyimpulkan bahwa keputusan untuk melakukan ECTR dibandingkan OCTR masih tergantung dari kondisi ahli bedah dan pasien (Level I).

Mini-open carpal tunnel release43,44In recent years, many surgeons have adopted the mini OCTR, also called the short-incision procedure. The idea behind the mini procedure is to combine the simplicity and safety of OCTR with the reduced tissue trauma and postoperative morbidity of ECTR by using a short-incision, open technique. The incision begins just distal to the distal wrist crease and extends no further than Kaplans cardinal line, which extends along the distal border of the outstretched thumb obliquely toward the pisiform (Figure 4).

According to the AAOS guideline, when minimal incision release was compared with open release in Level I studies, minimal incision release offered superior outcomes in terms of symptom relief, functional status, and scar tenderness. When compared with endoscopic release, minimal incision was favored when pain at two or four weeks was the outcome measure.14,42 On the other hand, Cellocco et al45 prospectively compared the safety and effectiveness of mini-incision (less than 2 cm), and a limited open technique (34 cm)for CTR in 185 consecutive patients, with a five-year minimum follow-up.

Berdasarkan panduan dari AAOS, ketika dilakukan pelepasan nervus medianus dengan insisi minimal dibandingka dengan pelepasan dengan metode open (Terbuka) pada penelitian Level I, insisi yang lebih kecil menunjukkan outcome yang lebih baik terkait pemulihan gejala, status fungsional, dan scar tenderness. Jika dibandingkan dengan pelepasan nervus menggunakan endoskopi, insisi minimal dianjurkan ketika pasien merasakan nyeri pada minggu 2-4. Di lain sisi, Cellocco et al, secara prospektif membandingkan tingkat keamanan dan efektifitas dari insisi minimal (kurang dari 2 cm), dan keterbatasan pada open technique/teknik terbuka (3-4 cm) untuk CTR pada 185 pasien yang dipantau selama 5 tahun.

Patient status was evaluated with a modified version of the Boston Carpal Tunnel questionnaire, Administered preoperatively and at 19, 30, and 60 months postoperatively. Mini-incision CTR had superior outcomes over the standard technique in terms of recovery time, pillar pain, and recurrence rate (Level II).

Status pasien dipantau dengan kuesioner modifikasi dari versi Boston Carpal Tunnel. Kuesioner ini dilakukan sebelum operatif, dan pada saat 19, 30, dan 60 bulan setelah operatif. Insisi minimal pada CTR lebih menunjukkan ouctome yang lebih baik bila dibandingkan teknik standar terkait waktu pemulihan, nyeri, dan rekurensi (Level II).

ConclusionIn order to improve health care efficiency and effectiveness, treatments should provide disease improvement or resolution at reasonable cost. Furthermore, we should always think about patient-centered care in determining the best treatment for each patients condition. When considering the treatment options for CTS, only four treatments are supported by some evidence: splinting, steroids, ultrasound, and surgery. Splintingand steroids are useful as initial treatment for improving symptoms, but their effects are temporary. The evidence level for ultrasound treatment is poor and further investigations are needed. Moreover, early treatment using mini-OCTR appears to be the preferred treatment approach.

KesimpulanUntuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, pengobatan harus berdasarkan perbaikan penyakit dengan pembiayaan yang wajar. Selain itu, peneliti harus memikirkan tentang perawatan berbasis pasien untuk menentukan pengobatan terbaik terhadap kondisi setiap pasien. Jika pilihan penanganan untuk CTS dipertimbangkan, terdapat 4 pengobatan yang didukung oleh evidance yaitu: splinting (pembidaian, steroid, ultrasound dan pemebedahan. Pembidaian dan steroid terbukti berguna sebagai penanganan awal untuk mengatasi gejala, namun efeknya hanya sementara. Tingkat evidance untuk pengobatan menggunakan ultrasound masih minimal dan penelitian lainnya masih dibutuhkan. Sebagai kesimpulan, pengoabtan awal dengan menggunakan insisi mini-OCTR tampaknya dapat dijadikan pilihan untuk pendekatan penanganan terhadap CTS.