Upload
keysara-nur-annisa
View
284
Download
3
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
resume mata kuliah hukum penyelesaian sengketa internasional
Citation preview
HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA
INTERNASIONAL
Dosen :
1. Shinta Dewi, S.H., LL.M.
2. Danrivanto S.H., LL.M.
PENDAHULUAN
• Pengertian sengketa :
“Dispute is a conflict or controversy, a conflict or claims or right, an assestion or a
right, claim or demand on one side met by contrary claims or allegations on the other."
(Henry Black)
• Sengketa (dispute) pada hakekatnya terjadi karena ada perbedaan, dan perbedaan pada
prinsipnya adalah suatu sengketa.
• Tidak semua sengketa merupakan sengketa hukum.
• Ada 2 jenis sengketa, yaitu :
1. Sengketa politik,
Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan
non-yuridis (dasar politik atau kepentingan nasional).
Dalam sengketa antar individu dan sengketa organisasi internasional tidak ada
arahan pada politik karena kedua subjek ini tidak berada dalam lingkup politik/
kepentingan politik, adapun negaralah yang selalu memiliki kepentingan politik.
2. Sengketa hukum,
Adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas ketentuan-
ketentuan yang terdapat. dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh Hukum
Internasional.
Lihat pasal 38 ayat 1 Piagam PBB.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
1
• Penyelesaian sengketa yang dipelajari dalam Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional lebih ke aspek internasionalnya.
• Pada praktek, sengketa publik kadang ditarik dahulu menjadi sengketa politis, misal;
dalam sengketa humaniter, HAM, dsb.
• International settlement of disputes merupakan suatu cara penyelesaian sengketa, bukan
jenis daripada penyelesaian sengketa.
• International settlement of disputes tidak hanya meliputi sengketa antar negara saja,
melainkan juga individu dan masyarakat internasional. Untuk mengetahui masuk atau
tidaknya suatu sengketa sebagai suatu sengketa internasional maka :
1. Kita dapat melihatnya pada fakta, ada tidaknya subjek Hukum Internasional,
2. Jika terdapat subjek didalamnya, kita lihat ada tidaknya perbuatan hukum (yang
berkaitan dengan Hukum Internasional),
3. Jika ada perbuatan hukumnya, kita lihat ada tidaknya akibat hukum yang
ditimbulkan berkaitan dengan Hukum Internasional,
4. Selanjutnya kita lihat metode/forum penyelesaian sengketanya.
• Misal kasus :
Tuduhan pencemaran nama baik RI oleh Lee Kwan Yu (Indonesia sebagai sarang
teroris);
1. Lee Kwan Yu berbicara atas nama dirinya sendiri atau atas nama negara Singapura.
Jika ia berbicara atas nama Singapura (sebagai pejabat senior Singapura) maka ia
adalah sebagai subjek Hukum Internasional.
2. Perbuatan hukum yang dilakukan olehnya adalah melontarkan tuduhan bahwa
Indonesia sebagai sarang teroris/pencemaran nama baik.
3. Akibat hukumnya adalah terjadi gangguan keamanan dan ketertiban akibat gejolak
yang terjadi di masyarakat Indonesia.
4. Kalau merupakan sengketa hukum maka bentuk penyelesaiannya adalah bisa;
a. win win solution,
b. satu pihak kena sanksi.
• Penyelesaian sengketa Internasional ada 4 cara :
1. Antar negara,
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
2
Negosiasi (perundingan secara langsung antar pihak yang bersengketa tanpa
kehadiran pihak ketiga). Di sini dituntut kemampuan negosiasi, yaitu kemampuan
pemaksaan dengan baik (dengan alat bahasa).
2. Perundingan jalur diplomatik,
a. Bilateral, multilateral, regional,
b. Mediasi dan good offices
Negosiator dan mediator memiliki kesamaan untuk mencapai kesepakatan,
sedangkan good offices hanya membantu tanpa ikut campur secara langsung/
hanya memfasilitasi. Dalam mediasi dan good offices sama-sama terdapat
intervensi.
c. Sekjen PBB,
d. Angket,
e. Konsiliasi,
Suatu bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dibuat sebelum dan sesudah
terjadi sengketa oleh para pihak.
3. Melalui organisasi regional,
Semua organisasi regional biasanya memiliki forum regional masing-masing.
4. Melalui organisasi PBB,
Hampir semua sengketa yang masuk ke organisasi PBB, akan diselesaikan oleh
organisasi PBB dengan cara damai.
• Dalam praktek maka WTO bisa memaksakan/ mengintervensi hukum nasional.
INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE (ICJ)
Subjek Hukum
• Yang boleh membawa sengketa internasional ke ICJ adalah :
1. Negara anggota PBB,
Secara ipso facto (secara kenyataan) maka setiap negara anggota PBB boleh
membawa sengketa internasionalnya ke ICJ.
2. Negara non anggota PBB,
Bisa membawa sengketa internasionalnya ke ICJ dengan syarat bahwa ia tunduk
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
3
pada semua ketentuan dan hasil ICJ.
3. Organisasi internasional,
Bisa membawa sengketa internasionalnya ke ICJ apabila dalam Anggaran Dasarnya
dimuat klausul bahwa bagi negara-negara anggota organisasi tersebut jika terjadi
sengketa maka akan diselesaikan di ICJ.
• Dulunya hanya negara sebagai subjek hukumnya namun dalam perkembangannya tidak
hanya negara tetapi orang dan badan hukum.
Jurisdiksi
• Jurisdiksi ICJ terhadap kasus sengketa hukum (berkenaan dengan):
1. Penafsiran terhadap suatu perjanjian internasional, dibawa ke ICJ karena belum
tentu semua negara yang bersengketa mengikuti pembuatan perjanjian internasional
tersebut dari awal.
2. Semua masalah berkaitan dengan Hukum Internasional.
3. Segala peristiwa yang mengakibatkan dilanggarnya kewajiban-kewajiban
internasional.
4. Segala akibat dari dilanggarnya kewajiban internasional yang melahirkan tanggung
jawab.
• Dasar hukum bagi Hakim yang akan memutuskan 1 s/d 4 di atas adalah pasal 36 (2)
Statuta Mahkamah Internasional, di luar itu tidak dapat dimasukkan ke ICJ.
• Tidak ada perwakilan resmi di ICJ tctapi sengketa disampaikan ke register melalui
Dubes negara tersebut.
Application
• Application sifatnya formal, terdiri dari :
1. Statement of fact,
2. Relating laws,
3. The jurisdiction of ICJ,
4. Claim.
• Prosedural dalam mengajukan kasus sengketa internasional ke ICJ, meliputi 2 cara
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
4
yaitu:
1. Apabila dalam suatu perjanjian internasional dicantumkan klausul yang
menyatakan apabila terjadi sengketa antar anggota, maka sepakat untuk diajukan ke
ICJ.
2. Melalui pengajuan gugatan (an application) dengan berdasarkan bahwa kasus
tersebut diajukan oleh Mahkamah.
• Sebuah application bisa diajukan oleh Menlu dari negara yang bersangkutan atau
melalui Duta Besarnya di Belanda.
• Selanjutnya Application diajukan ke panitera untuk dicatat dalam daftar agenda di ICJ.
• Dalam application dimuat:
1. Statement of fact (berisi keterangan mengenai fakta yang berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan : who, when, where, why, how.
2. Pernyataan bahwa negara yang mengajukan application tunduk pada ICJ (ICJ
memiliki jurisdiksi) sebagaimana yang termuat dalam pasal 36 (1) Statuta
Mahkamah Intemasiooal dan pasal-pasal lain yang menunjuk pada pasal terscbut.
3. Gugatan (claim).
4. Putusan Hakim yang dimintakan (biasanya merupakan jawaban dari claim
tersebut).
• Pihak yang mengajukan application (gugatan) disebut applicant, sedangkan yang
menjadi pihak tergugat disebut responden.
Procedural
• Secara umum prosedural ICJ tidak sama dengan pengadilan biasa, adapun
prosoduralnya adalah sebagai berikut :
1. Setiap pihak mengajukan application,
2. Tanggapan, berkenaan dengan apakah suatu saat perlu diadakan oral prosedural
atau tidak.
3. Oral prosedural (apabila diperlukan).
Adapun secara umum dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu :
1. Tahap I;
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
5
a. Memorial,
b. Kontra Memorial.
2. Tahap II,
a. Replay,
b. Rejoinder.
• Dimungkinkan juga diadakan sidang in absentia. Sidang seperti ini tidak menjadi
masalah.
• Pihak ke-3 boleh masuk kalau kedua belah pihak sepakat dan/atau Hakim ICJ
membolehkan.
• Saksi boleh saja untuk dihadirkan.
Putusan
• Dimungkinkan diputus suatu putusan sela yang disebut “order”.
• Kcputusan diambil dengan suara terbanyak. Jika berimbang maka ketua/wakil akan
memutuskan. Dimungkinkan adanya beda pendapat salah satu Hakim, dimuat dalam
surat keputusan.
• Putusan bersifat final and binding dan para pihak harus segera melaksanakan putusan.
• Kalau ada yang tidak mau melaksanakan putusan maka dapat diajukan ke Dewan
Keamanan PBB untuk memberikan tindakan-tindakan agar putusan tersebut dapat
dilaksanakan.
• Biasanya persidangan berlangsung selama 3 s/d 6 bulan.
• Bentuk putusan :
- Biasanya sama dengan application;
- Berbahasa Inggris dan Perancis;
- Biasanya hanya sekitar 50 lembar halaman;
- Ditandatangani oleh Hakim ICJ;
- Diberi cap resmi ICJ;
- Pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. An introduction,
Memuat nama Hakim, nama para pihak, ringkasan (summary) tentang proses
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
6
pembuatan putusan.
2. Dasar pertimbangan mengapa Hakim memberikan putusan tersebut.
3. Keputusan Majelis itu sendiri.
• ICJ dapat memberikan judgement dan juga berbentuk advisory.
• Untuk judgement yang dapat mengajukan gugatan hanya oleh negara anggota PBB dan
non anggota PBB yang tunduk pada ketentuan PBB, dan orang/badan hukum dengan
diwakili oleh negara.
• Untuk advisory yang dapat mengajukan gugatan adalah organ-organ PBB atau negara-
negara melalui organ PBB.
• Advisory bersifat legal question, tidak mengikat pada para pihak kecuali berkenaan
dengan hal-hal yang sangat materiil yang disebut dalam advisory tersebut, advisory
juga lebih memberikan kontribusi pada pengembangan Hukum Internasional.
• International Criminal Court belum memenuhi jumlah ratifikasi (yang seharusnya
mencapai jumlah ratifikasi 60 negara).
ARBITRASE DAGANG INTERNASIONAL/ ARBITRASE KOMERSIAL
Penyelesaian Sengketa (umum)
• Penyelesaian sengketa dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Court dispute/litigasi,
2. Non litigasi (ADR),
a. Publik; good offices.
b. Privat; negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase
(Bisa juga penyelesaian sengketa secara non litigasi dibagi menjadi 2, yaitu ADR
dan arbitrase).
• Dalam ADR yang ingin dicapai adalah win win solution, sedangkan dalam arbitrase
adalah win and lose.
• Dalam good offices ada fact finding commission (mencari fakta di lapangan).
• Dalam ADR diserahkan pada suatu panel yang terdiri dari wasit/arbiter (selalu
berjumlah ganjil, yaitu bertujuan untuk mengatasi apabila terjadi deadlock),
menghasilkan putusan yang bukan merupakan judgement melainkan award. Perbedaan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
7
yang mendasar antara ADR dan arbitrase, adalah :
1. Putusan ADR semata-mata atas kemauan kedua belah pihak (win-win solution),
sedangkan dalam arbitrase salah satu pihak ada yang dimenangkan (win and lose).
2. Dalam ADR maka masih ada kontrol dari para pihak, sedangkan dalam arbitrase
kontrol dari para pihak tidak ada karena sengketa diserahkan kepada arbiter.
• Lembaga-lembaga yang menyelesaikan sengketa-sengketa dagang internasional
diantaranya :
1. Untuk sengketa dagang internasional yang bersifat privat ICSID (dalam penanaman
modal asing), UNCITRAL (dalam masalah-masalah perdagangan dan pembangun-
an internasional), ICC (sebagai kamar dagang internasional).
2. Untuk sengketa dagang internasional yang bersifat publik; WTO.
• Lembaga-lembaga tersebut juga bisa dikategorikan dari sifatnya :
1. Yang bersifat ad hoc, yaitu; UNCITRAL, dll.,
2. Yang bersifat permanen, yaitu; ICC, ICSID, termasuk BANI, dll.
• Arbitrase Dagang Internasional menyangkut penyelesaian sengketa secara perdata.
Untuk menyetujui penyelesaian secara arbitrase, pedagang menyetujui untuk
melepaskan hak-haknya untuk mengajukan perkara ke pengadilan nasional. Pihak asing
lebih menyukai penyelesaian melalui arbitrase karena:
1. Arbitrase lebih cepat, lebih non formal, lebih murah, lebih mudah penyelesaiannya
dan lebih rahasia daripada berperkara di pengadilan.
2. Putusan arbitrase dapat lebih mudah dilaksanakan daripada putusan pengadilan.
Istilah
• Istilah-istilah khusus dalam arbitrase dagang internasional :
- Lex mercantoria, suatu rangkaian prinsip-prinsip umum dan aturan kebiasaan yang
secara spontan merujuk atau diuraikan dalam kerangka perdagangan internasional
tanpa menunjuk kepada suatu sistem hukum nasional tertentu (B. Goldman).
Arbitrase merupakan salah satu contoh dari lex mercantoria.
- Aimable compositeur bertarget; kekuatan bertindak sebagai aimable compositeur
adalah kekuatan menyelesaikan sengketa tanpa merujuk pada ketentuan hukum
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
8
substantif dan berdasarkan kebiasaan dan keadilan dalam perdagangan internasional
yang wajar (M. Ball).
- Kewenangan wasit untuk memutuskan berdasarkan kebiasaan dan fairness
(keadilan).
- Impartiality, tidak memihak.
- Keputusannya bersifat ex aequo et bono; suatu putusan yang berdasar pada keadilan
dan itikad baik-Pilihan forum dan pilihan hukum;
- Pilihan forum yaitu forum apa yang akan digunakan apakah arbitrase atau lainnya;
forum hukum yaitu hukum mana yang akan digunakan.
- Pihak-pihak yang setuju untuk menyelesaikan secara arbitrase dapat memilih:
a. Jenis sengketa yang akan diarbitrasekan.
b. Metode dalam memilih arbitratornya.
c. Ketentuan-ketentuan prosedural ataupun ketentuan-ketentuan arbitrase yang
akan dianut dalam arbitrase.
d. Tempat arbitrase dilaksanakan.
e. Hukum substantif yang dapat diberlakukan terhadap sengketa tersebut.
- Lex arbitri; adalah hukum yang berkaitan dengan arbitrase dan negara tempat suatu
arbitrase diselenggarakan.
Lex arbitri dapat menentukan ;
a. Apakah suatu perjanjian arbitrase sah atau tidak, dan
b. Apakah suatu sengketa tertentu dapat diarbitrasekan atau tidak.
- Suatu pengadilan akan memberi upaya hukum yang bersifat sementara.
- Harus ada suatu keputusan yang beralasan.
- Putusan arbitrase dapat ditinjau kembali secara judicial (judicial review), namun
dalam praktek sekarang ini maka pada umumnya memiliki kekuatan independent.
- Lex arbitri memberikan aturan-aturan yang dapat menjembatani kekosongan
hukum.
Peran Pengadilan
• Peranan pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase:
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
9
1. Apabila salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase.
2. Eksekusi; arbitrase tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakan eksekusi tetapi
yang mengikatnya hanya berdasarkan pada itikad baik.
3. Mencari bukti-bukti dan dokumen yang diperlukan.
• Provisional measure (tindakan sementara); biasanya berhubungan dengan pengumpulan
barang bukti.
1. Pembekuan rekening bank.
2. Penyitaan kapal/pesawat udara.
3. Pengangkatan seorang likuidator.
• Peranan pengadilan di Indonesia (pasal 13 UU No. 30 Tahun 1999):
1. Pemilihan arbiter,
Bila tidak ada yang setuju atau bila diduga ada wasit tak adil maka pengadilan
memberikan bantuannya.
2. Impartiality,
Wasit harus netral.
3. Tempat pendaftaran putusan arbitrase. Pasal 11 :
a. Perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
b. Pengadilan wajib menolak.
• Eksekusi bagi putusan arbitrase asing (Konvensi New York Tahun 1958 dan Keppres
RI No. 34 Tahun 1981 dan UU No. 30 Tahun 1999).
Yang berwenang menangani eksekusi adalah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Agreement
• The agreement is not valid (tidak sah/dapat dibatalkan), apabila:
- Proper notice tidak diberikan kepada salah satu pihak.
- Dispute falls outside the submission to arbitration (diluar kewenangan panel).
- Komposisi arbiter tidak sesuai dengan agreement.
- Dispute tidak termasuk dalam ruang lingkup arbitrase.
- Pulusan bertentangan dengan state public policy (bertentangan dengan kebijakan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
10
umum suatu negara).
Putusan
• Syarat-syarat putusan arbitrase asing dapat dilakukan di Indonesia:
- Asas resiprositas, Berarti keduanya harus merupakan peserta dari Konvensi New
York 1958.
- Dalam ruang lingkup perdagangan; perniagaan, perbankan, keuangan, dsb.
- Ketertiban umum,
- Mendapat eksekuator (pengesahan) dari Ketua PN Jakarta Pusat.
- Bila menyangkut negara RI maka memerlukan eksekutor dari MA yang selanjutnya
dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat.
• Pengertian ketertiban umum (dapat kita lihat dalam):
Kasus E.D. % F. Man (Sugar) Vs. Yani Haryanto Tahun 1991.
Bertentangan dengan Keppres No. 43 tahun 1997 tanggal 14 Juli 1971.
Kasus Denis Cookkey Ltd. (Inggens) v Ste' Michael Peverdy (Francis) Tahun 1981.
Tentang jual beli gandum.
• Kasus Gula :
Kasus Posisi :
- Pengusaha Indonesia (Yani Haryanto) pada tahun 1982 mengimpor gula pasir dari
pengusaha gula di London (E.D. dan F. Man) melalui contract for white sugar,
Februari dan Maret 1982.
- Pelaksanaan perjanjian gagal, karena impor gula pasir adalah kewenangan Bulog,
sedangkan oleh perorangan tidak dibenarkan.
- Yani berusaha membatalkan perjanjian;
- E.D. menuntut ganti kerugian. Dalam perjanjian disebutkan bahwa sengketa yang
timbul akan diselesaikan oleh suatu Badan Arbitrase Gula (Council of The Refined
Sugar Association).
- E.D. menyerahkan sengketa ke arbitrase ini.
- Yani divonis arbitrase untuk membayar ganti kerugian sebesar US$ 22 juta. E.D.
mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi sesuai dengan PerMA No. 1 tahun
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
11
1990, dikabulkan lewat penetapan MA RI No. l/Pen/Ex'r/Arb Int/Pdt/1991 tanggal l
Maret 1991.
- Proses pengadilan Indonesia telah sampai pada tingkat kasasi di MA, MA menolak
penetapan, exequator tidak dapat dilaksanakan karena irrelevan.
Analisis dan komentar :
- Putusan arbitrase asing yang bertentangan dengan kepentingan umum tidak dapat
dilaksanakan di Indonesia.
- Dasar hukum PerMA No. 1 Tahun 1990, UNCITRAL MODEL LAW on
International Commercial Arbitration pasal 36 ayat 1 (b), bagian II Konvensi New
York Tahun 1958 pasal V ayat 2 (b).
• Kekuatan mengikat putusan arbitrase.
Upaya Hukum
• Ada upaya perlawanan apabila memenuhi syarat-syarat scbagai berikut :
1. Surat/dokumen palsu,
2. Novum yang disembunyikan pihak lawan,
3. Adanya unsur kekurangan.
• Ada koreksi kalau terjadi kesalahan administrasi.
• Hak para pihak untuk mengajukan pembetulan-pembetulan terhadap suatu putusan
arbitrase;
1. Jangka waktu 14 hari setelah putusan diterima,
2. Kekeliruan administratif dalam putusan arbitrase.
Kontrak Arbitrase
• Kontrak Arbitrase;
1. Pactum de compromitendo, adalah kesepakatan pemilihan arbitrase sebelum
terjadinya sengketa.
2. Kesepakatan setelah terjadinya sengketa;
- harus tertulis,
- ditandatangani oleh para pihak,
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
12
- akta Notaris.
• Kekuatan berlakunya kontrak arbitrase :
1. Klausul arbitrase bukan publik policy,
2. Pacta sunt servanda.
• Pacta sunt servanda; dalam kasus Ahju Forestry Company Limited.
• Asas severability, menyatakan bahwa suatu kontrak arbitrase merupakan suatu
perjanjian yang tersendiri terlepas dari kontrak induk, sehingga memiliki konsekuensi
hukum dimana apabila kontrak induk batal maka kontrak arbitrase tidak batal.
ICSID
• ICSID atau Konvensi Washington;
- Menciptakan pusat penyelesaian sengketa investasi internasional.
- Tujuannya adalah untuk memberikan fasilitas konsiliasi dan arbitrase sengketa
investasi di antara negara-negara penandatangan Konvensi dan warga negara
negara-negara penandatangan Konvensi lainnya.
- Secara internasional memberikan kedudukan istimewa bagi individu untuk menjadi
subjek hukum ekonomi internasional.
- Bersifat institusional karena terwujud dalam suatu kelembagaan.
• Syarat-syarat suatu sengketa dapat diajukan ke ICSID :
1. Para pihak harus sepakat untuk mengajukan sengketa mereka kepada ICSID.
2. Sengketa haruslah terjadi antara negara penandatangan Konvensi atau organ-organ
negara tersebut dan warga negara penandatangan konvensi.
3. Sengketa timbul karena suatu investasi.
• Arbitrase ICSID (mengenai kesepakatan);
- Ratifikasi suatu negara penandatangan konvensi tidak serta merta menyebabkan
terjadinya kesepakatan untuk menyelesaikan secara arbitrase ICSID.
- Suatu negara penandatangan konvensi wajib untuk menyelesaikan sengketa ini
secara arbitrase di ICSID hanya apabila negara itu secara khusus setuju untuk
membawa suatu sengketa tertentu atau jenis-jenis sengketa tertentu ke ICSID.
- Suatu negara bisa menentukan dalam menyelesaikan suatu sengketanya dengan non
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
13
arbitrase klausul terhadap bidang-bidang investasi tertentu untuk tidak terikat
ICSID (pasal 25 ayat (4) Konvensi), contohnya; Arab Saudi, Papua New Guinea,
dan Guyana.
- Arbitrase ICSID mempunyai jurisdiksi yang eksklusif, diberlakukan dengan
mengenyampingkan pengadilan-pengadilan negeri dari kewenangannya terhadap
sengketa investasi yang diajukan ke ICSID.
- Tidak ada upaya hukum untuk penetapan sementara.
- Tidak ada peninjauan kembali atas isi putusan.
• Exhausted of Local Remedies (penyelesaian sengketa setempat).
Putusan
• Putusan ICSID;
- Adalah mengikat dan tidak dapat ditinjau kembali oleh pengadilan.
- Suatu negara penandatangan konvensi harus mengakui dan melaksanakan putusan
ICSID sebagaimana melaksanakan suatu putusan akhir Hakim suatu pengadilan di
negara tersebut.
- Pada tahun 1978 terdapat additional protocol dimana berdasarkan additional
protocol ini maka ICSID bisa digunakan bagi negara non anggota dan bukan hanya
masalah investasi tapi juga masalah perdagangan internasional.
- ICSID bersifat fleksibel, artinya para pihak bebas menentukan hukum mana yang
dianut.
• Pilihan Hukum;
- Para pihak bebas untuk menunjuk peraturan hukum mana yang akan diikuti oleh
pengadilan tersebut.
- Apabila tidak ada kesepakatan, pengadilan akan memakai hukum dari negara
penandatangan konvensi bagi sengketa tersebut (termasuk aturan-aturan Hukum
Antar Tata Hukum) dan aturan-aturan Hukum Internasional serupa yang dapat
diterapkan.
• Dalam ICSID ada 2 mekanisme, yaitu :
1. Correction
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
14
Apabila terdapat kesalahan dalam administrasi.
2. Annulment (pembatalan),
Suatu pihak dapat meminta pembatalan atas suatu putusan dengan alasan bahwa ;
- Pengadilan (panel arbitrase) tersebut tidak terbentuk secara wajar.
- Pengadilan tersebut jelas-jelas bertindak melebihi wewenang yang dimiliki.
- Seorang anggota pengadilan korup.
- Ada penyimpangan yang serius dari ketentuan prosedur yang mendasar.
- Putusan tersebut tidak menjelaskan alasan-alasannya.
UNCITRAL
• Tujuan; harmonisasi di bidang penyelesaian sengketa komersial internasional.
• Menghasilkan peraturan arbitrase dan konsiliasi, adapun produknya adalah:
1. Conciliation Rules,
Pasal 1: Application ofthe rules,
a. Contractual or other legal relationship amicable (damai), agree that these rules
will apply.
b. Agree to exclude or vary (boleh dimodifikasi/ aturan domestik boleh dipakai/
fleksibel).
c. Domestic rules shall apply in conflict.
Pasal 2: Proses pengajuan,
a. Written invitation,
b. Confirming in writing (ada jangka waktu).
c. Reject... will be no conciliation.
2. Arbitration Rules,
- Ruang lingkup:
1. Berlaku hanya berdasarkan prrjanjian tertulis/contract -arbitration clause.
2. Sengketa dagang/international trade.
3. Modification rules.
Dalam hal ini yaitu terhadap; pihak yang mengangkat arbiter, tempat, jumlah,
dan bahasa.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
15
Berkenaan dengan jumlah arbiter maka bila belum ada ... dipilih 3 orang (oleh
Appointing Authority)
- Peraturan substantif; para pihak dapat memilih hukum mana yang
dipergunakan.
- Sistem hukum tunggal dari suatu negara.
- Dapat pula memutuskan berdasarkan “amiable compositeur” atau “ex auquo et
bono”.
- Memakai ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kebiasaan dalam perdagangan
internasional/trade usage.
3. Model Law, yaitu aturan-aturan tentang arbitrase yang nantinya bisa dimasukkan ke
dalam hukum nasional negara-negara tanpa harus diratifikasi terlebih dahulu.
• Keputusan :
1. Suara mayoritas dari para arbitrator,
2. Suara mayoritas hanya terjadi bila terdapat tiga arbitrator,
3. Ketua arbitrator berwenang untuk memutuskan.
• Penghentian sidang dapat dilakukan scbelum keluar award/ sebelum terminations.
• Appointing Authority:
- Adminitrasi arbitrase,
- Mengangkat arbiter,
- Mereview sanggahan,
- Menentukan fee.
• Prosedur :
- Surat gugatan/statement of claims,
- Statement of defence (jawaban),
- Provisionil measure/interem award.
• Hukum yang berlaku:
a. Hukum Materiil;
- Kesepakatan para pihak, jika tidak maka;
- Hukum Perdata Internasional diberlakukan.
b. Hukum Formil;
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
16
- Hukum tempat dimana arbitrase akan dilakukan.
- Bila in conflict dengan Hukum nasional maka hukum nasional yang
diberlakukan.
• Correction of The Award:
- Error in computation,
- Any Clerical or typographical error.
• Putusan :
1. Amiable compositeur atau ex aequo et bono (harus tertulis).
2. Term in contract (termasuk trade usage)
KASUS AMCO CORP. Vs REPUBLIK INDONESIA
Kasus Posisi
• Tahun 1964, PT. Bluntas memulai pembangunan konstruksi Hotel Kartika Plaza.
• Tahun 1965, Pembangunan terhenti karena macet. PT. Bluntas berganti nama menjadi
PT. Wisma Kartika (di bawah pengawasan PT. INKOPAD).
• Tahun 1968, PT. Wisma Kartika mengadakan perjanjian dengan AMCO Corp. dalam
penyelesaian pembangunan hotel melalui lease and management agreement (Profit -
sharing). Dimuat klausul arbitrase, yaitu arbitrase ICSID.
• Tahun 1972, pembangunan hotel selesai.
• Tahun 1980, muncul sengketa, yaitu berkenaan dengan :
- Pelaksanaan management Hotel Kartika Plaza,
- Saham (PT. Wisma Kartika tidak mendapat bagian saham).
• PT. Wisma Kartika memutuskan keikutsertaan management Amco Corp.
• Izin penanaman modal dicabut oleh Ketua BKPM pada tanggal 9 Juli 1980.
• Penyelesaian secara damai gagal.
Tahap I :
• Tanggal 15 Januari 1981, AMCO Corp. mengajukan sengketa ke ICSID.
• Composition of Tribunal :
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
17
President : Berhold Goldman (French)
Arbitrators : Isl Foighel (Danish), Edward W. Rubin (Canadian)
• RI dianggap melakukan pelanggaran hukum.
• RI berprndapat ICSID tidak berwenang (dengan penafsiran sempitnya).
• AMCO Corp. berpendapat tidak ada dalam prinsip Hukum Internasional yang
mengharuskan dilakukan penafsiran secara sempit terhadap klausul arbitrase, sehingga
bahwa perusahaan dalam klausul arbitrase harus ditafsirkan sebagai perusahaan
penanam modal, tidak hanya PT. AMCO sebagai pelaksana utama tapi juga perusahaan
yang menguasai saham-saham dan modalnya, yaitu AMCO Asia.
• Dewan Arbitrase menolak prisip penafsiran seperti yang dilakukan Indonesia.
• Tanggal 21 November 1984, Keputusan Pertama arbitrase ICSID memenangkan
AMCO Corp.
• Tahap pertama Indonesia harus membayar US$ 4.200.000,- dari jumlah yang
dituntutkan oleh AMCO sebesar US$ 12.000.000.
Tahap II :
• Tanggal 18 Maret 1985, berdasarkan pasal 52 Konvensi ICSID, maka RI mengajukan
permohonan pembatalan keputusan (annulment), dengan alasan :
- ICSID telah melampaui wewenangnya (manifestly exceeded its powers).
- ICSID telah melanggar suatu kaidah prosedural yang asasi.
- ICSID tidak dapat menyatakan dasar-dasar dan alasan-alasan keputusannya.
• RI dianggap melanggar hukum tapi AMCO sendiri juga wanprestasi.
• Tanggal 16 Mei 1986, Dewan Arbitrase Ad Hoc ICSID dibentuk.
• Composition of Tribunal :
President : Ignaz Seidl-Hohenveldern (Austrian)
Arbitrators : Florentio P. Feliciano (Philippine), Andrea Giardina (Canadian)
• Terhadap keputusan pertama :
- sebagian keputusan dibatalkan,
- sebagian keputusan diperiksa.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
18
• Adapun yang dianggap keliru terhadap Dewan Arbitrase pertama adalah bahwa panitia
pertama telah secara keliru langsung mempergunakan hukum internasional dan
perasaan keadilan mereka sendiri, sedangkan menurut ketentuan ICSID sendiri
seharusnya menggunakan Law of The Host State.
• Berdasarkan fakta baru, Indonesia tidak mengetahui jika perusahaan AMCO yang
didaftarkan di negara bagian Delaware AS telah dilebur dalam sebuah perusahaan baru
pada saat sebulan setelah keputusan Dewan Arbitrase tahap 1 keluar, dan berdasarkan
pasal 42 (1) Konvensi, maka hukum Indonesia-lah yang berlaku, sehingga kalau
dilebur akan mengakibatkan perusahaan tersebut terhenti untuk melakukan perbuatan
hukum apapun termasuk dalam berarbitrase.
• Dewan tidak setuju, berpendapat bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di negara
peleburan itu terjadi, sehingga yang berlaku adalah hukum negara bagian Delaware itu
sendiri (Section 278 Delaware general Corporation Law).
• Dewan melakukan accounting khusus sehingga dicapai jumlah US$ 2.472.290, dan
dewan berpendapat bahwa kekurangan sekitar US$ 600.000 tidak merupakan kriteria
yang materiil untuk dapat melakukan pencabutan izin penanaman modal.
• Pembatalan keputusan Panitia Ad Hoc telah dilakukan dengan modifikasi tertentu with
qualifications. Adapun yang dipertahankan adalah bahwa Indonesia bertanggung jawab
secara internasional terhadap kurangnya pemberian perlindungan terhadap pihak
investor, yakni bahwa pihak Kepolisian RI dan TNI telah hadir pada saat secara de
facto dan fisik mengambil alih gedung dan manajemen hotel. Tindakan ini dianggap
identik dengan main Hakim sendiri (illegal selfhelp).
Tahap III :
• Tanggal 12 Mei 1987, AMCO Corp. mengajukan tuntutannya kembali.
• Tanggal 12 Descmber 1987, Arbitrase baru dibentuk dan menetapkan bagian mana
yang dibatalkan dan bagian mana yang tetap berlaku.
• Composition of Tribunal :
President : Sompong Sucharitkul (Thai)
Arbitrators : Arghyrio A. Fatouros (Greek), Dietrich (Swiss).
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
19
• Tahun 1992, RI dinyatakan kalah, dan diharuskan membayar ganti kerugian sebesar
US$ 2.600.000.
KASUS PT. PLN Vs. PT. PAITON
Kasus Posisi
• Tahun 1991 dibuat kontrak jual beli daya (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT.
PLN dan PT. Paiton, yang ditandatangani tahun 1992.
• Tahun 1999 PT. PLN merasa bahwa kontrak tersebut telah merugikan PT. PLN karena
harga jual listrik yang ditetapkan Paiton terlalu tinggi yaitu sebesar US$ 5,4 sen per
KWH.
• PT. PLN mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat guna pembatalan kontrak (PT. PLN
berpendapat bahwa kontrak tersebut dibuat didasarkan atas suatu paksaan).
• PN Jakarta Pusat menyatakan berwenang dan berhak mengadili dan menolak eksepsi
PT. Paiton yang berpendapat bahwa sengketa harus diajukan ke arbitrase UNCITRAL.
• PT. Paiton mengajukan note of dispute kepada PT. PLN dan mengajukannya ke
arbitrase internasional (UNCITRAL).
• Export Credit Agency (sebagai perusahaan asuransi PT. Paiton) memberikan reaksi
keras atas putusan PN Jakarta Pusat, karena dalam PPA dicantumkan tentang
mekanisme penyelesaian sengketa yaitu dalam pasal 18.1. tentang mutual discussion
apabila terjadi sengketa dengan waktu yang diberikan untuk perundingan yaitu 30 hari
dan apabila dalam waktu 30 hari tersebut tidak dapat diselesaikan maka harus dibawa
ke UNCITRAL, yang berada di Stockholm Swedia (Kerugian PT. Paiton sebenarnya
sudah dibayar oleh Export Credit Agency).
• Renegosiasi dilakukan untuk penurunan harga dari US$ 5,4 sen/KWH menjadi US$ 4,6
- 4,7 sen/KWH oleh PLN, dengan demikian hutang PLN menjadi US$ 88,1 juta tetapi
PLN tetap tidak dapat membayar.
• Akhirnya di UNCITRAL, maka PLN dinyatakan kalah dan harus membayar ganti
kerugian yang dimintakan oleh PT. Paiton.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
20
Komentar
• Memang benar bahwa suatu kontrak yang dibuat atas suatu paksaan dapat dibatalkan,
tetapi bcrkaitan dengan kontrak yang terdapat kontrak arbitrasenya maka kita mengenal
asas severability, dimana meskipun kontrak induk batal apabila ada sengketa maka
tidak membatalkan kontrak arbitrasenya dengan kata lain bahwa kontrak arbitrasenya
harus tetap dilaksanakan.
• Dalam perkara tersebut PN Jakarta Pusat tidak memiliki kompetensi untuk mengadili
karena sebagaimana termuat dalam kontrak arbitrase itu sendiri maka apabila terjadi
sengketa maka akan diselesaikan di UNCITRAL, demikian juga apabila kita melihat
UU No. 30 Tahun 1999 maka apabila dalam kontrak arbitrase telah ditetapkan dimana
sengketa akan diselesaikan apabila terjadi sengketa maka Pengadilan harus
menolaknya.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
21
REFERENSI
• Arbitrase Komersial, oleh Huala Adolf, S.H,
• Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, oleh Prof. M. Dr.
Sudargo Gautama, S.H.,
• Dll.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 Campus in Compact – Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
22