Upload
karina-ayu
View
681
Download
51
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Infosys
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
CORPORATE ETHICAL GOVERNANCE & ACCOUNTABILITY
ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT
GROUP 6
Chitarani Kartikadewi - 1406524682
Desi Susanti - 1406524695
Karina Ayu Ditriani - 1406524713
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAKSI-PPAK
OKTOBER 2014
BAB 5
TATA KELOLA ETIS PERUSAHAAN DAN AKUNTABILITAS
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap
bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin
kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai
melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang
besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan
serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku
kepentingan lainnya.
Kerangka Tata Kelola dan Akuntabilitas Modern untuk Pemegang Saham dan Para
Pemangku Kepentingan Lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola
perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan
hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan
suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata
kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan
kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX)
yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata
kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni
2
tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan
lainnya.
Perusahaan bertanggung jawab secara hukum kepada pemegang saham dan secara strategis
kepada pemangku kepentingan tambahan yang dapat secara signifikan mempengaruhi
pencapaian objektifnya. Dalam proses tata kelola berorientasi pada akuntabilitas-pemangku
kepentingan (Stakeholder-Accountability Oriented Governance Process (SAOG), Dewan Direksi
harus mempertimbangkan semua kepentingan stakeholder. Dewan Direksi memastikan bahwa
tindakan perusahaan berpedoman pada visi perusahaan, misi, strategi, kebijakan, kode etik,
praktik, sesuai mekanisme, dan pengaturan umpan balik. Jika tidak, perusahaan dapat kehilangan
dukungan dari satu atau lebih stakeholder. Pedoman yang tepat diperkuat oleh mekanisme
umpan balik harus diberikan kepada manajemen dan diperkuat oleh budaya perusahaan yang
etis. Jika tidak, manajemen dapat bertindak seenaknya karena tidak ada pedoman yang
membatasi serta umpan balik.
Umpan balik dari perusahaan contohnya :
Dewan Direksi mungkin akan diperingatkan oleh beberapa agen jika muncul perilaku
manajemen yang dipertanyakan
Pemegang saham biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat ahli
tentang apakah lapkeu yang disiapkan manajemen telah menyajikan secara wajar dan
sesuai dengan IFRS/GAAP
Auditor eksternal diminta untuk bertemu dengan Komite Audit dari dewan dan
mendiskusikan lapkeu dan internal kontrol perusahaan
3
Auditor internal berperan untuk menilai apakah kebijakan perusahaan telah bersifat
komprehensif dan terus ditaati
Pengacara perusahaan akan diharapkan untuk membuat dewan direksi menyadari
masalah jika manajemen tidak merespons dengan tepat ketika menceritakan kejanggalan
yang ada
Ethics Officer harus melapor kepada Dewan Komite Audit dan menjadi saluran yang
dilalui oleh whistle-blowers
4
Ancaman Bagi Tata Kelola dan Akuntabilitas yang Baik
Dalam menanggapi ancaman-ancaman yang terkait dengan tata kelola dan akuntabilitas
yang baik, maka suatu pedoman yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Tiga ancaman yang signifikan meliputi:
- Salah mengartikan tujuan dan kewajiban fidusia.
Personel dapat salah memahami tujuan perusahaan adalah menjadi yang paling
menguntungkan, sehingga mengambil tindakan yang membawa keuntungan jangka
pendek. Hal tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya bimbingan yang tepat dan/atau
kurangnya mekanisme kepatuhan.
Misalnya pada kasus Enron, banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan
perusahaan terpenuhi dengan baik oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan
jangka pendek, sehingga perusahaan melakukan manipulasi untuk memperoleh
keuntungan tersebut yang ternyata berujung pada kehancuran perusahan tersebut.
- Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko etika.
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat pada
kepentingan dan operasi perusahaan, maka risiko harus dapat diidentifikasi, dinilai, dan
dikelola dengan hati-hati. Prinsipnya yaitu, risiko etika terjadi ketika terdapat
kemungkinan harapan stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan dan memperbaikinya
adalah sangat penting untuk menghindari krisis atau kehilangan dukungan dari para
pemangku kepentingan. Hal itu dapat dilakukan dengan menetapkan tanggung jawab,
mengembangkan proses tahunan, dan tinjauan dari dewan organisasi.
5
- Konflik Kepentingan
Seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari
konflik kepentingan. Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang
menjadi goyah, atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan
kepentingan terbaik lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut. Hal ini bisa saja
terjadi karena karyawan dan pimpinan perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung memiliki kepentingan pribadi dalam mengambil suatu keputusan yang
seharusnya diambil secara objektif, bebas dari keragu-raguan, dan demi kepentingan
terbaik dari perusahaan. Konflik kepentingan ini lebih dari sekedar bias, dimana dapat
diukur dan disesuaikan. Jadi karena ketidakjelasan sifat dan besarnya pegaruh, perhatian
harus benar-benar diberikan pada setiap kecenderungan yang menuju kepada bias.
Manajemen untuk Menghindari dan Meminimalkan Konsekuensi
1. Penghindaran
Pendekatan yang dianjurkan jika konflik kepentingan tampak dapat dihindari
Memastikan bahwa semua karyawan menyadari keberadaan dan konsekuensi
mereka melalui kode etik dan pelatihan terkait
2. Pengungkapan atas para stakeholder yang mengandalkan keputusan
Menurut teori agensi, shareholder berharap dan ingin para manajer dan karyawan
nonmanajerial berperilaku sesuai dengan tujuan yang ditetapkan untuk perusahaan
3. Manajemen konflik atas stakeholder
6
Elemen Kunci dari Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas
Mengembangkan, Menerapkan, dan Mengelola Budaya Perusahaan Secara Etis
Direksi, pemilik, manajemen senior, dan karyawan semuanya harus memahami bahwa
suatu organisasi akan lebih bernilai jika mempertimbangkan kepentingan seluruh
pemangku kepentingannya, tidak hanya pemegang saham, dan dalam membuat keputusan
mempertimbangkan nilai-nilai etika yang tepat. Direksi dan para eksekutif harus cermat
dalam mengatur bisnis dan risiko etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa
budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengembangan kode etik sehingga dapat menciptakan pemahaman yang tepat mengenai
perilaku-perilaku etis, memperkuat perilaku-perilaku tersebut, dan memastikan bahwa
nilai-nilai yang mendasarinya melekat pada strategi dan operasi perusahaan. Hal-hal
seperti konflik kepentingan, pelecehan seksual, dan hal-hal serupa lainnya harus segera
diatasi dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan tetap
sejalan dengan harapan saat ini.
7
Kode Etik Perusahaan
Kode etik dalam tingkah laku bisnis di perusahaan merupakan implementasi salah satu
prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Kode etik dapat didefinisikan sebagai
mekanisme struktural perusahaan yang digunakan sebagai tanda komitmen mereka
terhadap prinsip-prinsip etika. Mekanisme tersebut dipandang sebagai suatu cara yang
efektif untuk mendukung kebiasaan etika dalam menjalankan bisnis. Kode etik menuntut
karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etika bisnis terbaik
dalam semua hal yang dilakukan atas nama perusahaan. Jika prinsip tersebut telah
mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan pimpinan
perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi mana yang boleh dan
mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran kode
etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Etika Kepemimpinan
Salah satu unsur penting dari tata kelola dan akuntabilitas perusahaan adalah “tone at the
top” dan peran pimpinan dalam membangun, membina, melaksanakan, dan memantau
budaya perusahaan yang diharapkan. Jika para pemimpin senior atau junior hanya
bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka
karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut
diperhatikan. Meskipun budaya formal organisasi menetapkan nilai tersebut, namun jika
tidak didukung oleh budaya informal maka hal tersebut hanya akan diangap sebagai suatu
ocehan atau istilah lainnya “window dressing”.
8
Kewajiban Direksi dan Pekerja
Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang bagus,
namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan meneliti efektivitas
sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. CEO, CFO, dan auditor
harus melaporkan dan menyatakan efektivitas tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem
pengendalian internal menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya
melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut,
kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen
menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang
meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan
terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan
(monitoring).
Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan pengendalian
lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang efektif yang berorientasi
pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang dihasilkan. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat menentukan “tone at the top”, kode etik, kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh
tujuan yang tidak realistis, kesediaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan
dalam penilaian kinerja, pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program
“whistle-blowing”, dan tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.
9
Tolak Ukur Akuntabilitas Publik
Salah satu perkembangan terkini yang perlu dipertimbangkan oleh dewan direksi dan
manajemen ketika mengembangkan nilai-nilai, kebijakan, dan prinsip-prinsip yang mendasari
budaya perusahaan dan tindakan karyawan mereka adalah gelombang baru dalam pengawasan
pemangku kepentingan dan kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas publik. Jika direksi
mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka di era baru dimana akan berhadapan
dengan akuntabilitas para pemangku kepentingan yang efektif dan juga sistem tata kelola yang
beretika, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tapi juga akan menghasilkan keuntungan
kompetitif dari perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan para stakeholder lainnya yang
tentunya menarik bagi pemegang saham. Intinya, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional
harus fokus sepenuhnya terhadap pengembangan dan pemeliharaan budaya integritas jika mereka
ingin memuaskan harapan seluruh pemangku kepentingannya.
10
STUDI KASUS:
INFOSYS TECHNOLOGIES, LTD.
Pendahuluan
Infosys didirikan pada tahun 1981 oleh tujuh orang insinyur dengan modal awal sebesar US$250.
Perusahaan didirikan dengan prinsip membangun dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran besar yang mendorong kemajuan klien dan memperpanjang kehidupan melalui solusi
perusahaan. Dalam waktu tiga dekade, Infosys telah berfokus pada hal tersebut.
Kami menyadari pentingnya memelihara hubungan yang mencerminkan budaya etika yang teguh
dan saling menghormati. Itu akan datang tidak mengejutkan begitu, bahwa 98.1 persen (per
September 30, 2014) dari pendapatan kami berasal dari klien yang sudah ada.
Infosys memiliki keberadaan global tumbuh dengan lebih dari 165,000+ karyawan. Secara
global, kami memiliki 73 kantor penjualan dan pemasaran, dan 93 pusat pengembangan pada
tanggal 31 Maret 2014.
Di Infosys, kami percaya tanggung jawab kita melampaui bisnis. Itulah sebabnya kami
mendirikan Infosys Yayasan - untuk memberikan bantuan kepada beberapa yang lebih sosial dan
ekonomi tertekan sektor masyarakat di mana kita bekerja. Dan itulah mengapa kita berperilaku
etis dan jujur dalam semua interaksi kita - dengan klien kami, mitra kami dan karyawan kami
(www.infosys.com).
11
Tantangan yang dihadapi Infosys Technologies, Ltd.
Dalam mewujudkan visi perusahaan yaitu menjadi perusahaan yang paling dihormati di India,
N.R. Narayana Murthy, salah satu pendiri Infosys yang sekarang ini ditunjuk menjadi Eksekutif
Ketua Dewan (Executive Chairman of the Board) dari Infosys. Menurut beliau, ada beberapa
tantangan yang signifikan membuat perusahaan ini harus bekerja keras dalam mewujudkan
perusahaan yang berbasis nilai (values-based company).
1. Infosys memilih membayar pemerintah sesuai ketentuan daripada memberikan suap kepada
petugas pemerintah. Di India, suap sangat memberikan pengaruh signifikan untuk
kesuksesan suatu bisnis. Sesuatu yang tidak normal di India jika terdapat perusahaan yang
dapat memenangkan tender tanpa memberikan sogokan kepada calon klien mereka.
2. Infosys tidak mampu bersaing dengan rival mereka karena mereka banyak menggunakan
taktik bisnis untuk merendahkan ongkos produksi dan pajak.
3. Berhubungan dengan para senior eksekutif di Negara berkembang sangat memerlukan pelicin
baik berupa materiil maupun non materiil.
4. Infosys pernah berhenti mendistribusikan piranti lunak yang menyedot banyak tambahan
biaya (extra-cost) dikarenakan harus mengimpor barang tersebut yang bea masuknya sangat
tinggi pada akhir tahun 1980.
5. Tidak setiap manager Infosys mematuhi nilai-nilai perusahaan.
Mantan kepala penjualan di seluruh dunia Infosys ini, asisten eksekutif yang di
AS menuduhnya melakukan pelecehan seksual. Dia harus mengundurkan diri, dan
Infosys dan asuransi yang dibayar lebih dari $ 3 milInfosys baru-baru ini. 12
6. Dengan dikenal sebagai perusahaan yang berbasis nilai membuat tekanan pada Infosys untuk
melakukan yang lebih lagi di bidang-bidang lain (other areas).
7. Isu terakhir mengenai Infosys, bahwa perusahaan dituduh melanggar hukum AS visa dengan
menyediakan pekerja penuh waktu dengan visa dimaksudkan hanya untuk pengunjung
(business-trip visa yang diberikan dengan tujuan untuk seminar dan traininig)
Tindakan Infosys Technologies, Ltd.
Infosys menyikapi penyuapan dengan tidak mengindahkan permintaan petugas pemerintah
dan berbuat hanya yang sesuai dengan aturan. Dengan kebenaran yang coba disampaikan Infosys
kepada pegawainya, pegawai merekapun menjadi bersemangat untuk bertidak sesuai aturan,
meski pegawai lain melakukan hal sebaliknya. Pegawai Infoys menjadi rasa antusias yang tinggi,
semakin berkomitmen, dan semakin produktif.
Dalam hal memenangkan tender, Infosys berani menolak memberikan mobil untuk
kenyamanan pribadi. Sehingga tanpa memberikan sebuah mobilpun, Infosys mampu
memenangkan tender tersebut. Perusahaan juga berani menutup produk yang tinggi ongkos
distribusinya dikarenakan bea masuk yang tinggi (hal ini terjadi karena Infosys tidak ingin
melibatkan penyuapan dalam transaksi tersebut).
Ada beberapa kasus pegawai Infosys yang tidak mematuhi nilai-nilai yang dianut perusahaan.
Perusahaan menjalankan praktek (zero tolerance policy) sehingga pegawai tersebut tidak
dipekerjakan kembali. Infosys bertindak cepat menyelesaikan kasus-kasus tersebut sehingga
kasus yang ada tidak menjadi bertambah besar. Sebaliknya, perusahaan juga menyediakan
penghargaan tahunan untuk pegawai yang mematuhi nilai-nilai perusahaan mereka.
13
Untuk memenuhi tanggung jawab kepada pemangku kepentingan (stakeholders) mereka,
Infosys lebih menyukai mengungkapkan kerugian mereka kepada para pemangku kepentingan
(stakeholders), Infosys mengutamakan transparansi atas pengungkapan pada laporan keuangan
sehingga stakeholders pun tidak menghukum mereka malah semakin mendukung Infosys.
Infosys memiliki nilai-nilai yang tidak tercatat sampai pada tahun 1998 berhasil
didokumentasikan. Nilai-nilai tersebut diberitahukan, dilatih dan disosialisasikan kepada
pegawai-pegawai baru. Cara-cara yang dilakukan dalam hal sosialisasi sistem nilai perusahaan
adalah:
a. Menyebarkan nilai-nilai perusahaan menggunakan Infy TV dan Infy Radio
b.Membuat titik temu (points of contact) untuk memecahkan dilema etika.
c. Pemimpin perusahaan yang tersebar sebanyak 700 orang terus-menerus memperkuat nilai-
nilai kami. Mereka banyak menghabiskan istirahat makan siang mereka dengan karyawan
muda, mendiskusikan nilai-nilai kami.
Untuk mendukung visi dari perusahaan, maka Infosys membuat suatu sistem nilai di Perusahaan.
Berikut ini sistem nilai yang dibuat perusahaan, dinamakan C-LIFE yaitu sebagai berikut:
1. Kepuasan pelanggan (Customer delight):
- Sebuah komitmen untuk melebihi harapan pelanggan kami.
2. Kepemimpinan dengan contoh (Leadership by Example):
- Komitmen untuk menetapkan standar dalam bisnis dan transaksi kami dan menjadi
contoh bagi industri dan tim kita sendiri.
3. Integritas dan transparansi (Integrity and Transparency): 14
- Komitmen untuk menjadi etis, tulus dan terbuka dalam hubungan kita.
4. Keadilan (Fairness):
- Komitmen untuk bersikap objektif dan berorientasi transaksi, sehingga mendapatkan
kepercayaan dan rasa hormat.
5. Pencapaian terbaik (Pursuit of Excellence):
- Komitmen untuk berusaha tanpa henti, untuk terus meningkatkan Diri kita sendiri, tim
kami, layanan kami dan produk sehingga menjadi yang terbaik.
Filosofi dalam perusahaan yang terangkum ke dalam prinsip-prinsip:
Satisfying the spirit of the law and not just the letter of the law (Memuaskan semangat
hukum, bukan hanya surat hukum)
Going beyond the law in upholding corporate governance standards (Melampaui hukum
dalam menegakkan standar tata kelola perusahaan)
Maintaining transparency and a high degree of disclosure levels (Menjaga transparansi dan
tingkat tinggi tingkat pengungkapan)
Making a clear distinction between personal convenience and corporate resources
(Membuat perbedaan yang jelas antara kenyamanan pribadi dan sumber daya perusahaan)
Communicating externally in a truthful manner about how the company is run internally
(Berkomunikasi secara eksternal dengan cara jujur tentang bagaimana perusahaan
dijalankan secara internal)
15
Complying with the laws in all the countries in which the company operates (Mematuhi
hukum di semua negara di mana perusahaan beroperasi )
Having a simple and transparent corporate structure driven solely by business needs
(Memiliki struktur perusahaan sederhana dan transparan semata-mata didorong oleh
kebutuhan bisnis)
Embracing a trusteeship model in which the management is the trustee of the shareholders'
capital and not the owner (Merangkul model wali amanat di mana manajemen adalah
wali dari modal pemegang saham, bukan pemilik)
Driving business based on the belief, ‘when in doubt, disclose’ (Mengemudi bisnis
didasarkan pada keyakinan, 'bila ragu, ungkapkan')
Kesimpulan Kasus
Hasil dari peninjauan terhadap kasus Infosys, menurut kelompok kami, Infosys merupakan
perusahaan yang memang terbukti telah membangun perusahaan mereka dengan nilai-nilai etika
sebagai pondasinya. Bukan profit yang mereka kejar, tapi dengan mengedepankan tata kelola
yang beretika maka perusahaan dapat mengejar ketinggalannya dalam segi profit.
Infosys juga telah merancang dan mengimplementasikan program etika, sistem nilai yang disebut
oleh Brooks, cultural values dalam perusahaan. N. R. Narayana Murthy dan enam orang insinyur
pendiri Infosys berhasil menciptakan struktur korporasi yang beretika sejak tahun 1981.
16