17
7. Alat Restorasi Sementara Semipermanen Jika restorasi akhirnya ditunda, restorasi sementaranya harus bisa bertahan selama mungkin (sampai satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara semipermanen untuk gigi posterior yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah lemah, sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya kerapatan yang adekuat. Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.

case3

  • Upload
    zahra

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lallaal

Citation preview

7. Alat Restorasi Sementara Semipermanen

Jika restorasi akhirnya ditunda, restorasi sementaranya harus bisa bertahan selama mungkin (sampai satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara semipermanen untuk gigi posterior yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah lemah, sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya kerapatan yang adekuat. Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.

Prinsip dan KonsepAda tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan bertahan lama, yakni:1. Mempertahankan struktur gigi. Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah tidak baik sehingga pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan. Sebaliknya, cusp mungkin perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping). Tindakan, secara rutin membuang mahkota dan kemudian membangunnya kembali pada gigi yang telah dirawat saluran akarnya merupakan cara yang sudah tidak layak lagi.

2. RetensiRestorasi korona memperoleh retensinya dari inti dan sisa dentin yang masih ada. Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan adalah sistem saluran akarnya yang memakai pasak. Namun pasak ini akan melemahkan dan mungkin menyebabkan perforasi sehingga hendaknya dipakai hanya jika diperlukan untuk retensi inti.

3. Proteksi sisa struktur gigiPada gigi posterior, hal ini diaplikasikan untuk memproteksi cusp yang tidak terdukung supaya bias menghindari terjadinya fleksur dan fraktur. Restorasi didesain sedemikian rupa sehingga beban fungsional dapat ditransmisikan melalui gigi ke jaringan penyangga.

8. Penanggulangan Trauma pada gigi sulung

Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba

Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan beberapa kelainan pada gigi tetap, antara lain hipoplasia email, hipokalsifikasi, dan dilaserasi. Beberapa reaksi yang terjadi pada jaringan pulpa setelah gigi mengalami trauma adalah hiperemi pulpa, diskolorisasi, resorpsi internal, resorpsi eksternal, metamorfosis kalsifikasi pulpa gigi, dan nekrosis pulpa.

Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas & proses penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya. Langkah-langkah penanganan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut :

I. Penanganan Umum

1. Pemeriksaan Klinis dan penunjang

2. Perawatan darurat3. İmunisasi tetanus

1. Pemeriksaan klinis dan penunjang• Anamnesis : kapan terjadinya

trauma? bagaimana trauma bisa terjadi? apakah ada luka di bagian tubuh lain? perawatan apa yang telah dilakukan? apakah pernah terjadi trauma gigi pada masa lalu? dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak ?

• Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada bagian- bagian wajah sekitar.

2. Perawatan daruratPertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama.

3. Imunisasi Tetanus. Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing, dan eksisi jaringan nekrotik. Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok

II. Penangan Gigi dan Jaringan Sekitar

Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan. Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta anamnesa yang lengkap.

1. Perawatan segera pada trauma gigi sulung• 1.1 Fraktur Email dan Email-Dentin

Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam, namun bila anak kooperatif daapt dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer.

• 1.2 Fraktur Mahkota LengkapPencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bilapasien

kooperatif maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan penambalan.

• 1.3 Fraktur Mahkota-AkarPerawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pupla akan

terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.

• 1.4 Fraktur AkarApabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya. Pada beberapa kasus terlihat bila bagian mahkota menjadi nekrosis namun pada bagian akar tetap vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh gigi tetap dapat terjadi dan pertumbuhannya tidak terganggu.

• 1.5 ConcussionConcussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1-2 minggu.

• 1.6 Subluksasi Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka danmemberikan makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan

berkurang dalam 1-2 minggu.

• 1.7 Extrusive luxation Perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi yang mengalami trauma. • 1.8 Lateral luxation Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya. Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena tekanan lidah. Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal perawatan terbaik adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah ke palatal sehingga mengganggu benih gigi tetap di bawahnya. Gambar 4. (a). Luksasi mahkota ke arah palatal(b). Posisi gigi kembali normal setelah 2 bulan

9. Macam-macam Alat Stabilisasi untuk Fraktur Dentoalveolar

Splinting propertiesRigiditas dari splint dapat digambarkan sebagai berikut :1. Flexible dan semi-rigid : optimal untuk pulpa dan periodontal healing

a. Lebih mobility daripada gigi non-injuredb. Sama dengan mobilitas normal gigi

2. Rigid : dapat digunakan pada cervical root fracture dan replantasi gigi setelah PDL removal dan perawatan fluoride.a. Kurang dari mobilitas normal gigiSplint yang optimal dapat memenuhi mayoritas dari seluruh persyaratan dibawah ini :• Aplikasi direct intraoral• Mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental• Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries• Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral• Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi• Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint• Mudah dikembalikan dan berakibat minimal • Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic• Hygiene dan estetik

Tipe-tipe splinting1. Suture splint• uture splint merupakan jenis yang cukup praktis (Andreasen, 2007).

Suture • splint dapat bermanfaat untuk fiksasi yang bersifat temporer atau

bisa dilepas. Alat stabilisasi ini diindikasikan untuk stabilisasi fraktur tulang pada rahang yang tidak bergigi atau sudah banyak kerusakan gigi dan atau pada gigi yang kurang melekat dengan gigi sebelahnya (Syamsudin dan Kasim, 2003). Alat ini hanya bertahan beberapa hari saja. Jahitan dilakukan di labial dan lingual hingga gigi tidak bergerak dari soketnya. Sedikit jumlah resin dapat diaplikasikan untuk memastikan retensi jahitan.

Gambar 9.a Pemasangan suture splint pada gigi incisive 1 regio 2

2. Arch barBeberapa decade yang lalu, rigid splinting dari gigi luxasi dianggap perlu, dan jenis splint yang digunakan adalah arch bar atau cap splint. Splint ini menyebabkan kerusakan pada gigi yang terluka, dikarenakan reposisi tidak akurat, yang dapat menekan jaringan longgar gigi terhadap dinding soket. Selanjutnya, terdapat resiko invasi bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak splint dan wire terhadap margin gingival.

Gambar 9.b Penggunaan Arch Bar yang mengiritasi jaringan periodontal disekitar tempat pemasangan.

3. Orthodontic splintTeknik ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu dengan menempatkan braket dengan metode adhesif, kawat ortho diligasi di braket tersebut. Ada kekurangan pada teknik ini yaitu mengiritasi bibir, membuat ketidaknyamanan saat berbicara, dan sulit dalam menjaga kebersihan mulut. Perlu adanya perhatian pada teknik ini untuk tidak mengaplikasikan tekanan orthodonti pada gigi yang distabilisasi. Keuntungan yang didapatkan dari alat ini adalah lebih akurat untuk proses reduksi dengan tekanannya yang cukup lembut (Welbury, 2005).

• Wire compositeAlat stabilisasi ini dapat dimodifikasi menjadi rigid dengan menambah dimensi kawat atau dapat juga dengan penambahan komposit di celah interdental di aspek labialnya. Teknik ini menggunakan wire lembut yang beradaptasi dengan lengkung gigi. Wire terfiksasi di gigi dengan komposit yang adhesif. Ketebalan wire harus berfungsi secara pasif ketika beradaptasi dengan gigi untuk mencegah tekanan ortodonti yang diberikan oleh alat stabilisasi. Kekurangan teknik ini dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan email karena perlekatan komposit, namun teknik ini tidak membahayakan mukosa oral dan mudah untuk menjaga kebersihan mulut (Andreasen, 2007).

Titanium Trauma Splint (TTS)TTS atau Titanium Trauma Splint merupakan alat stabilisasi baru yang lebih nyaman. Desain rhomboid dari TTS memudahkan saat adaptasi sesuai dengan panjangnya (Andreasen, 2007). Alat stabilisasi sepenuhnya diadaptasi dengan tangan, menjaga mobilitas fisiologi gigi, namun tetap adekuat untuk memfiksasi gigi selama periode alat stabilisasiing. Saat penggunaan dan pelepasan alat stabilisasi pun mudah karena hanya membutuhkan sedikit komposit untuk fiksasi (spot etching and bonding). Alat ini dapat diindikasikan pada kasus fraktur akar, baik di apikal maupun di tengah akar. Rigiditas yang lebih kaku pada pemasangan TTS dapat diindikasikan pada fraktur prosesus alveolaris TTS cukup efektif dan mudah digunakan (Ingimarsson, 2002).

• Resin SplintTeknik ini menggunakan resin sepenuhnya untuk alat stabilisasi. Alat stabilisasi resin menjembatani seluruh celah interdental dan cukup tidak nyaman jika dibandingkan dengan teknik lain. Kelebihan teknik ini adalah lebih mengurangi mobilitas gigi jika dibandingkan dengan alat stabilisasi wire- komposit di beberapa penelitian (Von Arx, 2001). Alat stabilisasi ini cukup kaku maka dari itu tidak cocok untuk semua kasus. Pelepasan alat stabilisasi ini dapat mengakibatkan kerusakan pada permukaan enamel sehingga pemakaian alat stabilisasi resin komposit sebaiknya hanya melibatkan sedikit gigi saja.