Upload
jatmika-nurhadi
View
128
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
MENGINTERNASIONALKAN BAHASA
INDONESIA
Erlan Aditya Ardiansyah
1.1 Pemerolehan Bahasa
Proses bagi individu dalam meningkatkan pengetahuannya
terhadap bahasa umumnya disebut pemerolehan, atau yang lebih populer
dengan istilah pemerolehan bahasa. O’Grady (1997: 464) menuturkan
“...language acquisition is a major intellectual achievement. In recent
decades, an increasingly large amount of linguistic research has focused
on the question of how children the world over are able to master the
complexities og human language in the space of a few short years”.
Dengan demikian, pemerolehan bahasa adalah pengayaan intelektual
yang dimiliki manusiadalam berbahasa.
Upaya mempelajari bahasa ini melibatkan aspek-aspek internal dan
eksternal kebahasaan, baik pada bahasa ibu atau bahasa asing sebagai
bahasa kedua. Oleh karena hampir sebagian besar masyarakat bahasa
menemukan bahasa ibu sudah tidak memiliki tantangan, maka mulailah
bahasa itu ditinggalkan dan beranjak mempelajari bahasa asing.
Pemerolehan terhadap bahasa asing termasuk ke dalam tataran linguistik,
seperti yang diungkapkan O’Grady (1997: 503) bahwa “The field of the
second language acquisition (SLA) research investigates how people
attain proficiency in a language which is not their mother tongue”.
Pemerolehan diterapkan untuk memaparkan bagaimana masyarakat
5
mempelajari ketentuan dan aturan suatu bahasa dan juga bagaimana
bahasa itu dipakai dalam komunitas sosial.
1.2 Pemerolehan Bahasa Indonesia di Dunia
Bahasa dalam kehidupan sosial merupakan objek menarik yang
memberikan gambaran yang luas mengenai karakteristik suatu komunitas
sosial, khususnya bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah salah satu
dari sedikit negara yang mempunyai bahasa kesatuan. Bahasa yang
disepakati dari banyaknya bahasa-bahasa daerah dan inilah yang
membuat banyak negara di dunia tertarik kepada Indonesia.
Pemerolehan bahasa Indonesia di berbagai negara asing tidak
hanya sebagai upaya melestarikan bahasa itu sendiri, tetapi juga menjadi
stimulus guna mengintroduksi kondisi sosial-budaya bangsa Indonesia.
Seorang individu yang mempelajari bahasa asing bukan semata ingin
mencapai prestise saja, tidak menutup kemungkinan individu tersebut
memiliki maksud dan motivasi yang hendak dicapai seperti yang
diungkapkan Holmes (2001: 73), ”Over half the world’s population is
bilingual and many people are multilingual. They acquire a number of
languages because they need them for different purpoeses in their
everyday interactions”.
Menurut data yang diperoleh Kementerian Luar Negeri Indonesia,
bahasa Indonesia telah diajarkan lebih dari 40 negara di dunia, seperti
Kanada, Amerika, Belanda, Vietnam, Australia, dan masih banyak lagi
negara lain. Akan tetapi, Australia berperan aktif mendistribusikan bahasa
Indonesia hingga dikembangkan menjadi kurikulum bahasa asing wajib di
sekolah-sekolah mulai tingkat SD sampai tingkat SMA.
1.3 Pemerolehan Bahasa Indonesia di Vietnam
Beberapa tahun lalu, otoritas pemerintah Vietnam mengumumkan
bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua atau bahasa resmi kenegaraan
yang terlebih dahulu dipusatkan di daerah Ho Chi Minh City. Bahasa
Indonesia kedudukannya saat ini setara dengan beberapa bahasa asing
yang dipakain sebagai bahasa pengantar di Vietnam. Vietnam adalah
salah satu negara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa barat, tetapi
pengaruh reformasi komunis sangat kuat di masa lampau. Oleh karena
gejolak politik yang cukup memanas, maka negara-negara yang
membawa bendera PBB mulai masuk dan proses penyebaran bahasa pun
tidak dapat dicegah lagi. Berdasarkan temuan tersebut, Vietnam tumbuh
menjadi negara multilingual yang menguasai lebih dari tiga bahasa asing.
Tercatat, bahasa Inggris, Prancis dan Jepang sebagai bahasa kedua yang
diprioritaskan.
Pemerintah Indonesia memberi apresiasi terhadap Vietnam dengan
memfasilitasi masyarakat yang bersedia mempelajari bahasa Indonesia
dengan berbagai upaya sarana dan prasarana yang disumbangkan baik di
tingkat sekolah atau universitas. Sarana yang disediakan adalah berupa
perangkat komputer, alat peraga, serta distribusi tenaga pengajar ahli
dan bantuan keuangan bagi setiap kegiatan yang berkaitan dengan upaya
promosi Bahasa Indonesia di wilayah kerja universitas masing-masing.
Bentuk keseriusan Vietnam dalam mempelajari bahasa Indonesia
diperlihatkan dengan membangun pusat studi Bahasa Indonesia oleh
beberapa universitas, yaitu Universitas Hong Bang, Universitas Nasional
HCMC dan Universitas Sosial dan Humaniora. Selain itu, perguruan tinggi
terkemuka di Vietnam itu mengagendakan lomba debat dan pidato dalam
Bahasa Indonesia, lomba esai mengenai Indonesia dan pameran
kebudayaan.
Saat itu, jumlah mahasiswa yang terdaftar sampai November 2008
sebanyak 63 pelajar. Berdasarkan survei yang dikembangkan oleh
universitas di atas, para pelajar sangat berantusias dalam mempelajari
Bahasa Indonesia dan bahkan kemungkinan besar jumlah calon pelajar
akan terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan paparan di atas,
kebijakan yang ditempuh pemerintah Vietnam dalam upaya
“menasionalkan” bahasa Indonesia bagi masyarakatnya tercermin dari
faktor berikut:
1. Masyarakat Vietnam, khususnya kaum muda beranalogi pada
semakin intensnya hubungan bilateral dengan pemerintah Indonesia.
2. Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipergunakan sebagian besar
negara ASEAN, tetapi faktanya bahasa tersebut mulai ditinggalkan
dan beralih pada bahasa Indonesia. Oleh karena itu, adanya indikasi
bahasa Indonesia menjadi lingua franca di kawasan ini selain bahasa
Inggris.
3. Vietnam adalah negara berkembang, maka membutuhkan negara
lain yang memadai dari segi sospolkom sebagai komparasi.
1.4 Pemerolehan Bahasa Indonesia di Australia
Merupakan kabar menggembirakan bahwa bahasa Indonesia dikenal
di seluruh dunia, terlebih lagi apabila dipelajari dan diajarkan dalam
sekolah formal seperti halnya di Australia. Faktanya, sekolah setingkat SD
atau primary school di Australia telah mengajarkan bahasa Indonesia
sebagai mata pelajaran wajib. Sebagai bentuk pengenalan, bahasa
Indonesia mulai diajarkan satu kali seminggu per kelas, mulai kelas 3 SD
hingga kelas 6. Bahkan, ada beberapa yang sudah mengenalkan bahasa
Indonesia sejak TK (preschool). Sebagai contoh, Chapman Primary School,
sekolah tingkat dasar yang berada di Canberra, Australia Capital Territory
(ACT) mengajaran bahasa Indonesia di kelas year 4 dan 5 (setingkat kelas
4 dan 5 SD). Dalam kelas bahasa Indonesia, sebagai upaya menarik minat
murid adalah:
1. Memperkenalkan kosakata yang mudah dipahami anak-anak,
biasanya meliputi alam sekitar, benda-benda, alat tulis, dll. Materi
mengenai perbendaharaan kata dengan tema activitas pun menjadi
menarik, karena dapat melatih kepiawaian alat pendengaran.
2. Metode penyampaian materi mengenai penulisan kalimat
sederhana, seperti kalimat bertema Posisi. Misalnya penggunaan
kata di samping, di atas, di bawah, di depan, di belakang.
3. Setelah membuat kalimat, saatnya untuk pencapaian pengalaman
belajar, di mana siswa akan bermain untuk menerapkan apa yang
mereka tulis. Semua siswa berdiri dan dibagi dalam beberapa
kelompok, dan pada saat diucapkan kalimat posisi, misalnya ‘di atas
meja’ maka mereka adu cepat dengan kelompok lain untuk
meletakkan sesuatu – benda apapun – ke atas meja.
4. Upaya yang tepat dan sangat positif untuk diterapkan di pengajaran
bahasa Indonesia adalah metode yang kaya akan pengetahuan dan
variatif sehingga membuat siswa tertarik dan menyukai pelajaran
bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Metode dan materi bahasa
seharusnya disediakan secara online dan dapat diakses oleh murid.
Oleh karena memiliki perbedaan dalam konteks sosiobudaya, tetapi
seorang guru yang bijak dituntut untuk mampu menjembatani perbedaan
itu sesuai dengan kebutuhan pengajaran. Di sisi lain, kurangnya jumlah
guru bahasa Indonesia dan fasilitas yang kurang memadai mengakibatkan
proses belajar mengajar menjadi terhambat, sementara permintaan untuk
penambahan guru bahasa Indonesia bagi tingkat sekolah dasar semakin
meningkat. Ternyata, sistem perektrutan yang tidak sesuai dengan
prosedur pun menjadi faktor utama terhambatnya pendistribusian tenaga
pengajar. Selain itu, kesulitan penyediaan guru bahasa Indonesia juga
dipengaruhi oleh peraturan pemerintah setempat yang menetapkan
bahwa untuk menjadi guru utama, termasuk guru bahasa Indonesia harus
memenuhi kriteria tertentu, seperti harus lulus uji sertifikasi layak
mengajar dan syarat-syarat lainnya.
Berdasarkan paparan di atas, kebijakan yang ditempuh pemerintah
Australia mendistribusikan bahasa Indonesia bagi masyarakatnya
kemungkinan besar dipengaruhi oleh kondisi berikut:
1. Australia menjalankan politik tertutup selama beberapa dekade lalu
karena memertahankan statusnya sebagai negara barat. Oleh
karena merasa terkungkung dan tidak nyaman dengan kondisi ini,
maka Australia mulai membuka hubungan dengan negara-negara di
Asia, khususnya Indonesia.
2. Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipergunakan sebagian besar
negara ASEAN, maka bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar
yang digunakan untuk berkomunikasi mengingat tidak seluruh
masyarakat ASEAN memahami bahasa Inggris.
3. Letak geografis Indonsia dan Australia sangat berdekatan, dengan
demikian muncullah analogi pada semakin intensnya hubungan
bilateral bagi kedua negara.
4. Indonesia memiliki objek wisata yang eksotik, maka masyarakat
Australia tentunya memilih perjalanan yang murah untuk menikmati
liburan. Banyak di antaranya yang memutuskan untuk menetap dan
tinggal di Indonesia.
1.5 Bahasa Indonesia di Indonesia
Setelah mengulas kondisi bahasa Indonesia di dunia, muncul
pertanyaan bagaimana keadaannya di dalam negeri. Walaupun digunakan
dari Sabang sampai Merauke, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak
menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang ditetapkan.
Faktanya, pelajaran bahasa Indonesia kurang diminati para siswa
dibandingkan bahasa Inggris.
Berdasarkan survei yang dikembangkan oleh Kemendikbud, hasil
Ujian Nasional selalu menunjukkan nilai ujian bahasa Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai ujian bahasa Indonesia. Para siswa
mengungkapkan bahwa dari 6 mata pelajaran yang diujikan, soal ujian
bahasa Indonesia sangat sulit dijawab oleh dikarenakan banyak istilah
yang tidak dipahami.
Bahasa bagi dunia pendidikan tidak menjadi prioritas utama, bukti
konkrit atas pernyataan ini tercermin dari kurangnya minat siswa
mempelajari bahasa Indonesia. Selain itu, guru bahasa pun menunjukan
kekecewaannya karena selama ini pendidikan bahasa Indonesia di
sekolah hanya menjadi “pelengkap” di antara pelajaran lainnya.
Berdasarkan fakta ini, ditarik simpulan bahwa:
1. Siswa tidak memahami secara mendalam tata cara dalam
berbahasa yang sesungguhnya. Padahal bahasa terbina dengan
baik apabila sejak dini dilatih dan dibina secara serius. Idealnya
para siswa harus dibiasakan membaca koran, karya-karya sastra,
menulis esei dan menganalisa tulisan serta menonton siaran
berita televisi.
2. Media massa, khususnya media televisi dalam menyampaikan
informasi atau hiburan tidak memelihara bahasa dalam konteks
baku dan kosakata maupun istilah yang digunakan sering kali
tidak seragam. Gejala inilah yang menjadi faktor pendukung
merusaknya bahasa Indonesia.
3. Pemerintah Daerah pun umumnya kurang perduli terhadap
penggunaan bahasa Indonesia. Ketidaktertiban dalam berbahasa
banyak sekali ditemukan di ruang publik.
1.6 Bahasa Indonesia di Dunia Kini
Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar yang sempat akan
disahkan menjadi bahasa resmi kedua di Australia dekade lalu. Saat itu,
banyak sekolah formal mengajarkan bahasa Indonesia hingga permintaan
tenaga kerja pun kian meningkat. Akan tetapi, atensi pelajar Australia
terhadap bahasa Indonesia tidak sebesar seperti tahun-tahun
sebelumnya. Bahasa Indonesia kini berada di bawah bahasa Jepang dan
Cina.
Sebagai tambahan, jumlah institusi yang mengajarkan bahasa
Indonesia kurang lebih 20 lembaga pendidikan tinggi. Namun, terdapat
penurunan jumlah mahasiswa sekitar 12 persen dalam kurun waktu dari
tahun 2001 hingga 2007. Di lain pihak, terjadi peningkatan jumlah
mahasiswa program bahasa Arab di lima perguruan tinggi sebesar 78
persen, bahasa Cina yang diajarkan di 26 institusi tumbuh 30 persen,
Korea meningkat sekitar 15,3 persen, dan Jepang meningkat 1,5 persen.
Sayangnya, jumlah universitas dan sekolah lanjutan yang
mengajarkan bahasa satu per satu menutup departemen bahasa
Indonesia. Kondisi ini meresahkan guru dan dosen bahasa Indonesia
karena selain harus merelakan pekerjaannya, tapi juga tidak dapat lagi
menjadi penyambung diplomasi Republik Indonesia dan Australia.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Indonesia tidak lagi
menarik untuk dipelajari bagi masyarakat Australia, di antaranya:
1. Parlemen Australia telah berubah haluan arah politik selama
pemerintahan John Howard, seperti pelarangan masyarakatnya
untuk mengunjungi Indonesia dengan memberlakukan
peringatan perjalanan (travel advisory) setelah peristiwa bom
Bali. Keadaan ini menghambat warga Australia yang ingin
mengunjungi Indonesia dalam rangka belajar bahasa Indonesia.
2. Sistem birokrasi dan beratnya sejumlah persyaratan dari
pemerintah Australia yang wajib dipenuhi guru atau dosen
sebelum diangkat sebagai tenaga pengajarsehingga pemerintah
Indonesia pun tidak memenuhi permintaan penambahan tenaga
pengajar bahasa Indonesia. Akibatnya, kekurangan tenaga
pengajar bahasa Indonesia di sekolah lanjutan banyak diisi oleh
warga Malaysia.
Kepopuleran bahasa Indonesia di dunia kemudian tidak berumur
panjang, seperti halnya yang diungkapkan Okawa. Seiichi Okawa,
koresponden salah satu stasiun TV Indonesia di Tokyo, menuturkan bahwa
minat masyarakat Jepang mempelajari bahasa Indonesia terus menurun
sejak tahun 2003. Menurut survei yang dilakukan stasion televisi itu,
masyarakat Jepang mulai tertarik belajar bahasa Cina dan Korea.
Penyebab beralihnya proses pemerolehan bahasa ini disebabkan kondisi
berikut:
1. Bangkitnya perekonomian Cina sehingga Jepang tidak ingin
tertinggal dan berusaha terus untuk lebih unggul dari berbagai
segi.
2. Tingginya pengaruh sosio budaya yang disusupi dalam film Korea
yang banyak diputar di Jepang membuat orang Jepang lebih suka
belajar bahasa Cina atau Korea.
3. Faktor prestise, di mana mahasiswa yang belajar bahasa
Indonesia umumnya bukan karena ingin belajar bahasa Indonesia
tapi karena tidak diterima di jurusan bahasa Inggris, Perancis dan
bahasa lainnya.
1.7 Simpulan
Peran budaya daerah terhadap bahasa Indonesia dalam diplomasi
sangat krusial, tingginya minat orang asing belajar bahasa dan budaya
Indonesia harus disambut positif, baiknya lagi jika Indonesia menambah
Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara guna membangun untuk
saling pengertian dan memperbaiki citra.
Berdasarkan paparan sebelumnya, bahasa Indonesia “hampir”
gagal menjadi bahasa yang dipakai di dunia berhulu pada bentuk promosi
yang menekankan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang mudah.
Hal ini memberi dampak yang negatif terhadap bahasa Indonesia. Dengan
demikian, bahasa Indonesia memiliki citra yang kurang bagus dan
dianggap tidak penting untuk dipelajari. Seperti di Jepang, mahasiswa-
mahasiswa yang dianggap kurang pandai selalu diarahkan untuk
mengambil bahasa Indonesia. Akhirnya bahasa Indonesia berkesan
sebagai bahasa yang hanya cocok dipelajari oleh orang-orang yang bodoh
saja. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa Indonesia di dunia hanya
bersifat sementara.
Dengan demikian, muncul analogi mengenai beberapa faktor
bahasa Indonesia dipelajari berbagai negara, di antaranya:
1. Kebiasaan konsumtif masyarakat Indonesia membuat produsen
peralatan rumah tangga, elektronik, kendaraan bermotor berlomba-
lomba memasarkan produknya karena menganggap Indonesia
adalah pasar potensial.
2. Budaya daerah yang unik dan objek wisata yang eksotik menarik
minat wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia, bahkan
banyak di antaranya menetap dan menjadi WNI. Oleh karena dua
unsur tadi, maka calon wisatawan asing akan tertarik mempelajari
bahasa Indonesia sebelum memutuskan untuk berkunjung.
3. Faktor esospolbudhankam, negara-negara Asia ataupun dari bagian
benua lain melihat adanya peluang bahasa Indonesia menjadi lingua
franca yang digunakan di kawasan ASEAN dalam upaya membuka
hubungan bilateral atau pun multilateral.
DAFTAR BACAAN
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik-Perkenalan Awal.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Findlay, M. Shaw. 1998. Language and Communication. America: ABC-CLIO.
Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Longman.
O’Grady, William et al. 1997. Contemporary Linguistics. London and New
York: Longman.
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Syafyahya, Leni dan Aslinda. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung:
Refika Aditama.
DAFTAR SITUS
http://www.infodiknas.com/menginternasionalkan-bahasa-indonesia/
(diunduh tanggal 26 Maret 2012)
http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=61999 (diunduh
tanggal 26 Maret 2012)
http://oase.kompas.com/read/2009/10/29/01380419/
bahasa.indonesia.siapa.yang.seharusnya.belajar (diunduh tanggal 26
Maret 2012)
http://www.rajaalihaji.com/id/opinion.php?a=RkpML3c%3D= (diunduh
tanggal 29 Maret 2012)
http://www.whooila.com/2010/12/bahasa-indonesia-telah-dipelajari-
oleh.html#ixzz1uEk8YqTH (diunduh tanggal 29 Maret 2012)
http://www.whooila.com/2010/12/wow-bahasa-indonesia-resmi-
sebagai.html#ixzz1uEkh0V8F (diunduh tanggal 29 Maret 2012)
PERENCANAAN BAHASA DI ZIMBABWE:
KONSERVASI DAN PENGELOLAAN ADAT
SEBAGAI
BAHASA HERITAGE BERWUJUD
Sariah
Pengantar
Ketika berkenalan dengan seorang dari Zambia, Afrika, karena
mengetahui saya dari Indonesia, ia kemudian bertanya, “Do you speak
Dutch?” “No, why should I speak Dutch” saya jawab. “I speak Bahasa,”
saya tambahkan lagi. Loh, kan Indonesia dijajah Belanda ratusan tahun,
kok Bahasa Belanda tidak menjadi Bahasa nasional. “Itulah hebatnya
Indonesia,” saya berbangga. “Sisa-sisa kolonialisme sudah kami buang
semua. Kami tak ingin punya keterikatan dengan bangsa yang pernah
menjajah kami,” tegas saya (Yansen, 2008).
Memang persoalan bahasa seperti ini jadi 'agak' aneh di Benua
Afrika. Sejarah kolonialisme masih meninggalkan bekas, paling tidak
bahasa. Banyak negara jajahan Inggris, semisal Afrika Selatan, Zimbabwe
dan Zambia, menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa resmi. Jajahan
3
Perancis, semacam Pantai Gading dan Mali, menjadikan Bahasa Perancis
sebagai bahasa kenegaraan. Atau Mozambique yang berbahasa Portugis.
Sebagian lagi di Afrika bagian utara berbahasa Arab sebagai imbas dari
perluasan kekhalifahan Islam abad pertengahan.
Ketika merdeka, Timor Leste juga mengalami masalah bahasa yang
pelik. Ketika mereka menjadikan Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi,
masalah tak selesai begitu saja. Waktu menjadi bagian dari Indonesia,
sebagian besar generasi muda mereka tak mengenal lagi Bahasa Portugis
yang dikuasai oleh orang-orang seangkatan Ramos Horta. Alhasil,
dokumen resmi di Timor Leste, saat ini dibuat dalam 4 bahasa: Tetum,
Indonesia, Portugis, dan Inggris.
Ada dua teori tentang asal-usul kata "Zimbabwe": Berbagai sumber
berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari "mabwe dzimba--dza",
diterjemahkan dari Karanga dialek Shona sebagai "rumah besar dari batu"
(dzimba = jamak dari imba, "rumah"; mabwe = jamak dari BWE, "batu").
Arkeolog Peter Garlake mengklaim bahwa "Zimbabwe" adalah bentuk
dikontrak dzimba-Hwe yang berarti "rumah dihormati" dalam dialek
Zezuru dari Shona, dan biasanya diterapkan untuk rumah kepala suku.
Negara ini terkenal dengan Negara Apartheid (Negara yang di
dalamnya sangat membedakan ras / suku).
Zimbabwe adalah sebuah negara tanpa lautan, dikelilingi oleh Afrika
Selatan di selatan, Botswana di barat, Zambia di barat daya, dan
Mozambique di timur dan timur laut.
Inyangani adalah gunung tertinggi di Zimbabwe dengan ketinggian
2.592 meter. Perbatasan barat-laut ditandai oleh Sungai Zambezi. Air
terjun Victoria adalah tujuan turis populer di Zambezi. Di selatan,
Zimbabwe dipisahkan dengan Afrika Selatan oleh Sungai Limpopo.
Zimbabwe juga berbatasan dengan Namibia di barat melalui sebuah jalur
sempit.
Pendahuluan
Generasi kita telah mewarisi kekayaan yang nyata dan berwujud
budaya sumber daya yang mewujudkan kolektivitas memori dari
masyarakat di seluruh dunia dan penopang arti identitas rakyat. Bahasa
sebagai sumber daya seperti halnya sumber daya nasional lainnya yang
perlu direncanakan. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan
situasi bahasa di Zimbabwe. Mengapa bahasa Inggris menjadi lingua
franca di Zimbabwe? Itu merupakan agenda yang mendasari misi
peradaban kolonialisme untuk mempersiapkan tanah eksploitasi ekonomi,
adat budaya, termasuk bahasa. Misionaris memainkan peran penting di
sini karena mereka agresif dan mengutuk Afrika nilai budaya sebagai
barbar dan berdosa. Bahasa Afrika yang dipandang rendah sebagai
inferior ke Bahasa Inggris dan ini dimaksudkan untuk menghancurkan
persatuan dan kemanusiaan dari orang Afrika. Ini membuat orang tidak
nyaman. Cabral (1983) menyatakan bahwa: kekaisaran dan pemerintahan
kolonial harus berusaha untuk melenyapkan identitas budaya orang-orang
terjajah. Ini adalah salah satu tujuan tersembunyi ideologi kolonial
asimilasi (Chabal, 1983: 183).
Sumber daya ini pada dasarnya tidak terbarukan. Kesadaran akan
besarnya tanggung jawab untuk ini memiliki kekayaan mengkristal
terutama di sekitar lingkungan bangunan sejarah, seperti: monumen dan
situs. Budaya Afrika Tradisional tahu bahwa berbagai lapisan realitas dari
material ke pesawat rohani datang secara bersamaan. Pengurus
berwenang, dalam mendefinisikan tren kebijakan budaya, seperti:
membuat sebuah piagam budaya nasional yang menjamin hormat,
martabat, persamaan dan peningkatan dari bahasa dan budaya dari
semua komunitas etnis mereka, dan menentukan bagaimana prinsip-
prinsip akan diterapkan (Sow dkk, 1979: 26). Memisahkan kitab suci dari
dunia nyata adalah jiwa distorsi. Ada rasa tanggung jawab paralel untuk
pembangunan museum dan dipersepsikan bersama sikap dan predisposisi
yang memungkinkan orang untuk mengatur pengalaman dengan cara
tertentu. Ini merupakan pusat interpretasi Afro-sentris terhadap realitas
sosial budaya.
Kerangka Teoritis Budaya
Selama kolonialisme, Barat membuat kesalahan pedih dengan
meremehkan kekuatan budaya masyarakat Afrika. Munculnya gerakan
berdasarkan budaya di pertengahan 1930-an, Gerakan Negritude
terkenal, ditandai dengan upaya yang paling intens, yakni melawan teori-
teori palsu yang dikemukakan oleh kolonial sosial Darwinisme untuk
membenarkan eksploitasi yang dari ras kulit hitam. Itu juga membantu
membentuk identitas sosial-budaya hitam orang menjadi senjata untuk
mencapai emansipasi dan program budaya kelahiran kembali. Ini ditolak
akulturasi, asimilasi dan alienasi dengan menghadirkan dirinya sebagai
reaksi emosional dieksploitasi dan pria kulit hitam terhina. (Sow dkk, ibid:
13). Ini berusaha untuk mengembalikan kebanggaan nasional rakyat dan
membantu menghubungkan mereka dengan sejarah, tradisi budaya
mereka dan bahasa mereka. Ini adalah kekuatan ideologis yayasan, isi
dan sejarah perkembangan Negritude Gerakan yang membentuk analisis
saya dari konservasi dan pengelolaan bahasa pribumi sebagai warisan tak
berwujud yang akan dinilai dalam konteks kelahiran kembali budaya
masyarakat hitam. Ini teoritis kerangka kerja diperlukan di sini karena titik
awal yang sangat tepat dalam analisis budaya dan sastra respon dari
Afrika ke Eropa kolonialisme. (Ngara, 1990: 22).
Apa yang mengejutkan hari ini adalah bahwa perdebatan tentang
pemikiran budaya Afrika tradisional yang dilakukan oleh non-Afrika.
Festival Pan-Afrika pertama Aljazair memiliki Manifes Kebudayaan yang
mendefinisikan dirinya sebagai alternatif untuk Negritude.
Sub-tema C: Pelestarian dan pengelolaan warisan tak berwujud
Idenya adalah pada dasarnya untuk memberi kesempatan kepada
masyarakat kulit hitam di seluruh dunia untuk berkonsultasi bersama dan
merevitalisasi budaya serta kreativitas mereka sehingga untuk
menyeimbangkan dan memperluas. Setelah periode panjang dari
dominasi kolonial berlangsung di mana nilai-nilai warisan budaya ditolak,
mencemooh dan terdistorsi, Kulit Hitam Afrika bekerja keras menegaskan
hak untuk berbeda dengan menolak Barat.
Budaya imperialisme dan memunculkan dorongan untuk kembali
pada sumber asli dalam sejarahnya. Ini menghasilkan sebuah budaya
renaisans Afrika yang memberikan kesempatan untuk kembali
Peningkatan budaya, menjadi ide utama untuk menginspirasi gerakan dan
teori kontemporer renaisans Afrika.
Situasi Bahasa Pascakolonial di Zimbabwe
Zimbabwe telah mencapai kemerdekaan lebih dari dua dekade yang
lalu tetapi tidak ada kebijakan bahasa yang jelas. Di sana belum ada
perdebatan perencanaan bahasa, yang ada hanya mewarisi kebijakan
bahasa Inggris yang berasal dari kebijakan kolonial, "tegas yang terpisah
pembangunan untuk berbagai ras" (Mkanganwi, 1992:9) Bahasa Inggris
terus mendominasi sosial kita, ekonomi dan politik.
Hampir semua negara independen lain Afrika Selatan sudah melalui
proses seleksi bahasa kecuali Zimbabwe. Bahasa nasional dan bahasa
resmi sering dibingungkan. Bahasa Resmi: bahasa yang digunakan untuk
pemerintah, bisnis dan keperluan resmi lainnya dalam suatu negara,
apakah ini merupakan bahasa internasional seperti Perancis, Inggris atau
Portugis, atau bahasa Afrika seperti Kiswahili
Bahasa Nasional:
(a) seorang Afrika yang berbahasa yang juga merupakan bahasa resmi,
atau
(b) bahasa yang telah ditetapkan menjadi bahasa nasional suatu negara
(Mkanganwi, Ibid:10).
Afrika Selatan, negara yang mendapat kemerdekaan kemarin, telah
mendapat kebijakan bahasa. Dalam negara kami, Inggris terus
mendominasi, tidak hanya sebagai bahasa bisnis, administrasi, politik dan
media, tetapi juga sebagai bahasa pengantar di seluruh sistem
pendidikan, "sementara bahasa Afrika terus menjadi diturunkan di
sekolah-sekolah dan di luar vernacularised di komunitas yang lebih luas".
(Chimhundu, 1993: 57).
Zimbabwe adalah negara multibahasa dengan Shona dan Ndebele
yang jelas bahasa yang dominan dalam mereka daerah masing-masing.
McNamara dikutip dalam Chiwome dan Thondhlana (1989) mengamati
dalam studinya tentang bilingualisme bahwa belajar bahasa asing akan
memakan waktu lebih lama dari dalam bahasa ibu. Argumennya
menyiratkan bahwa kita bahasa pribumi, Shona dan inklusif Ndebele,
adalah media yang tepat dari instruksi yang memastikan pemahaman dan
transfer pengetahuan. (Chiwome dan Thondhlana, 1989:160). Shona
adalah jauh kelompok bahasa terbesar dan secara teknis yang paling
layak pilihan untuk bahasa nasional jika pilihan itu harus dikurangi
menjadi satu (Chimhundu dkk, 1998:2). Melalui bahasa, yang merupakan
aset budaya, kami mengirimkan pengetahuan dan informasi, kita
mengartikulasikan nilai-nilai, keyakinan, dan tradisi dan bahkan prestasi
masa lalu.
Selain itu, ada delapan kelompok bahasa lainnya yang lebih kecil,
yaitu Sotho, Chikenda, Sena, Xhosa, Tonga (Mudzi), Barwe, Hwesa, dan
Tshawo (satu-satunya bahasa non-Afrika yang dipakai di Zimbabwe),
semua populasi masing-masing kurang dari 1%. Prioritas itu harus
diberikan untuk mengembangkan bahasa pribumi, bahasa minoritas
inklusif karena mereka bekerja lebih rapuh dengan nilai budaya, seperti
tradisi lisan. Semua bahasa asli kami harus diselamatkan dari kelalaian
dan anonimitas. Setiap bahasa mencerminkan pandangan yang unik dari
dunia, pola pikir, dan budaya. Minoritas bahasa di Zimbabwe berada
dalam bahaya (menghilang). Bahasa tersebut harus digunakan di
akademisi, media, dan masyarakat secara keseluruhan.
Marginalisasi bahasa dan budaya minoritas di negeri ini kembali ke
periode awal kolonialisme dan situasi tidak berubah bahkan lebih dari dua
dekade setelah Zimbabwe meraih kemerdekaan politik. Setiap bahasa
menggambarkan cara khusus untuk melihat pengalaman manusia dan
dunia itu sendiri. Perencanaan dan kebijakan bahasa harus menjadi faktor
penghalang dalam mencegah hilangnya bahasa pribumi dalam perjalanan
sejarah manusia. Pengakuan potensi bahasa sepenuhnya bergantung
pada kesempatan yang diberikan.Sebuah bahasa rakyat lisan dan tulisan
yang mungkin paling penting adalah atribut budaya kebijakan bahasa,
seperti kebijakan lainnya telah digunakan sebagai instumen dominasi,
fragmentasidan reintegrasi ke dalam struktur politik yang berkuasa.
Keberagaman bahasa demikian merupakan aset berharga manusia dan
hilangnya bahasa apapun berarti pemiskinan reservoir pengetahuan dan
alat untuk intrabudaya dan antarbudaya (perez de Cuellar, 1994:179).
Beberapa tanaman obat yang hanya diketahui orang dalam budaya
tradisional dengan nama khusus. Hilangnya suatu budaya dan bahasa
berarti pengetahuan tentang tanaman dan penyembuhan jua hilang.
Sebuah bahasa dikatakan terancam ketika tidak dipelajari oleh anak-anak
lagi. Bahasa juga berfungsi sebagai sarana ampuh untuk mengidentifikasi
suatu kelompok. Di bidang hukum bahasa Inggris adalah bertolak dari
referensi untuk persyaratan bahasa artikel 82 dan bahasa konstitusi 87.
Supaya memenuhi persyaratan diangkat mernjadi hakim tinggi
pengadilan atau Makamah Agung atau janji ke pengadilan, seorang
praktisi hukum harus memenuhi syarat setidaknya tujuh tahun dan
berlatih di negara di mana hukum umum adalah Romawi-Belanda atau
Inggris dan Inggris adalah bahasa resmi (Chimhundu dkk. Ibid:25).
Mengapa bahasa Inggris? Kita tertarik untuk bertanya. Sebaliknya, meski
berprofesi di bidang hukum, kedokteran, dan lain-lain, mereka harus tetap
menguasai bahasa pribumi sebagai kualifikasi mereka. Ia adalah orang
Afrika asli yang akan mewakili di pengadilan hukum dan kepada siapa
dokter akan mengelola obat-obatan. Shona dan Ndebele adalah bahasa
resmi dan bahasa nasional Zimbabwe dalam arti yang sebenarnya.
Bahasa kami adalah suara dan identitas sosial-budaya, jantung, dan isi
bahasa pertama anak Afrika. Jika pembangunan sosial-ekonomi Jepang
berakar pada bahasa dan budaya, mengapa Zimbabwe tidak bisa menjadi
Jepang (dalam persoalan membangun bahasa dan budayanya) dalam arti
menjadikan orang Afrika percaya diri dan memiliki etika pekerjaan yang
dapat ditingkatkan melalui identitas budaya?
Pentingnya Bahasa Budaya
Promosi bahasa pribumi akan memberikan kontribusi signifikan
terhadap budaya rakyat. Peran budaya dalam pemecahan masalah dalam
masyarakat tidak dapat terjadi tanpa mengacu pada bahasa mereka.
Bahasa adat merupakan pencarian kebenaran dalam Afro-sentris
perusahaan. Mereka ada dalam komunitas orang yang menggunakan
seperakat simbol yang disepakati untuk mengekspresikan konsep, ide,
dan kebutuhan psikologis. Pembangunan situs hidup seperti Great
Zimbabwe adalah proses berdasarkan kristalisasi dari tindakan dan
keyakinan manusia dalam ruang dan waktu, hasil dari investasi imajinasi
kreatif, interaksi sosial melalui media bahasa ibu mereka. Itulah sebabnya
mengapa bahasa tidak hanya dilihat sebagai sarana komunikasi, tetapi
juga sebagai pembawa budaya.
Komunitas hitam bertekad untuk meningkatkan warisan budaya
karena saya berkeyakinan bahwa Afrika secara keseluruhan merupakan
keluarga budaya tunggal dan bahwa tidak ada kebutuhan untuk membuat
dikotomi yang akan menjadi kendala bagi persatuan Afrika (Sow dkk.,
Ibid:16). Orang Afrika tidak hanya berbagi budaya warisan umum yang
kaya, tetapi juga dihubungkan oleh rasa solidaritas yang dibentuk oleh
pengalaman perjuangan antikolonial dan mereka memiliki tekad bersama
untuk bersatu melawan ancaman imperialisme yang selalu ada. Melalui
bahasa kehadiran terus-menerus kekuatan kreatif harus mengakui bahwa
masa lalu tetap hidup, sedangkan benih masa depan berkecambah.
Ketakutannya adalah bahwa warisan budaya kita dapat ditelan dan
digantikan oleh Barat atau yang lainnya.
Masalah besar pertama memodernkan Afrika adalah mengenali
budaya tradisional diri mereka untuk mengambil stok itu dan sebagainya
untuk menentukan sifat dan nilai penting. Masalah berikutnya adalah
untuk menciptakan suatu bahasa yang dimengerti sehingga budaya ini
bisa dibawa dalam jangkauan orang yang memiliki kesalahan dan praktik
hermenetis menjadi satu pusat inisiasi.
Setiap upaya serius untuk mengindentifikasikan budaya harus
mengikuti indeks budaya material, hubungan-hubungan sosial, dan aspek
komunikasi, komponen ideologis, dan komponen estetika sekelompok
orang. Ngara itu dalam seminar tentang “Kesadaran Budaya” (1991).
Evers menjelaskan bahwa budaya material yang berarti alat kerja
masyarakat, pakaian, tempat tinggal mereka, dan yang terkait
karakteristik oleh hubungan sosial dan komunikasi. Hal ini berarti struktur
kelas masyarakat dan interak sisosial berbagai kelompok dalam
masyarakat itu oleh ideologi pandangan masyarakat dunia dan termasuk
filsafat, agama, dan akhirnya estetika. Unsur kebudayaan dalam tradisi
artistik masyarakat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti
sastra, musik, tari, patung, lukisan, kerajinan seperti ukiran, tenun, dan
tembikar.
Analisis indeks ini ini dalam kaitannya dengan bahasa asli Afrika
merupakan kesatuan organik yang menunjukkan bahwa budaya adalah
ekspresi kegiatan sosial orang-orang dalam kaitannya dengan daya juang,
lingkungan, dan unsur-unsur kekuatan manusia yang mengancam
kelangsungan hidup atau cara hidup mereka. Budaya lahir dalam
perjuangan bertahan hidup dan menaklukan alam, dan belenggu manusia
(Ngara, 1991:2). Atas pertimbangan akan kebenaran ubtuk menyimpulkan
bahwa setiap kelompok orang memiliki budaya pada setiap titik waktu
dan buadaya tidak statis, tetapi mengalami transformasi yang kontiniu
bersama perubahan kekuatan produksi.
Adat pengetahuan yang tertanam dalam budaya disampaikan
melalui bahasa masyarakat asli yang memiliki pengetahuan tersebut.
sebuah masyarakat budaya ditentukan dengan cara interaksi dengan
lingkungannya. Setiap kelompok orang yang terlibat dalam perjuangan
untuk bertahan hidup dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun manusia. Fakta ini bertentangan dengan fungsi kolonialis: asumsi
bahwa sebelum mereka datang untuk ”Memberadabkan Afrika”, Afrika
tidak memiliki budaya “malam paling gelap kemanusiaan berbaring di
atas prakolonial sejarah Afrika” (Fanon 1986:170). Ini menunjukkan
kecurangan dan kemunafikan mereka (kolonial) untuk “Membudayakan
Misi” untuk Afrika, pernyataan palsu, yang di atasnya didasarkan untaian
berbagai ideologi kolonial. Mungkin aspek yang paling merusak
pengalaman kolonial seluruh Afrika adalah penolakan upaya rakyat Afrika
melestarikan warisan budayanya, di mana atribusi dari Great Zimbabwe
terhadap pengaruh luar tanpa sedikitpun bukti, harus menjadi klasik,
misalnya menghilangkan keraguan tentang keberadaan pribumi asal
Afrika.
Model-model kolonial diperkenalkan kepada kami tidak bertujuan
untuk memperbaiki dan mempromisikan yayasan yang ada dalam budaya
Afrika, tetapi ditujukan untuk menghancurkan mereka. Langkah pertama
menunju pembangunan di Zimbabwe adalah mengembangkan dan
mempromosikan bahasa ibu sebagai bahasa masyarakat dan bahasa
nasional. Tujuan makalah ini adalah untuk membangun pandangan
nasional dan kesatuan dalam keragaman dan juga mengambil bahasa
inggris dari dominasi. Dengan demikian, tujuan tersebut untuk
meningkatkan penggunaan bahasa asli kami. Chimhundu mengamati
bahwa “seperti di tempat lain di dunia pascakolonial, Zimbabwe
mengalami situasi dwibudaya dan bilingual yang tidak seimbang di mana
H (high) bahasa berstatus tinggi adalah bahasa resmi dari peninggalan
kekuasaan kolonial, sedangkan bahasa pribumi adalah L (low) atau status
bahasa rendah.
Chimhundu (1993:58) menegaskan bahwa bahasa Afrika yang
dipandang rendah kurang penting secara sosial dan budaya. Hal ini
adalah akibat dari kurangnya perhatian yang diberikan kepada pendudk
asli yang berbahasa ibu. Kondisi ini mendorong pemikiran bahwa semua
bahasa Afrika adalah bahasa daerah... (dan harus terus) di-downgrade,
dalam sistem pendidikan dan dalam kehidupan publik (ibid: 59).
Di negara-negara Afrika, bahasa Eropa digunakan sebagai bahasa
resmi. Alasan utama adalah kesulitan dalam memilih bahasa pribumi yang
ditakutkan tidak berterima untuk sebagian masyarakat. Pemilihan bahasa
Eropa adalah keputusan perencanaan bahasa. Pemilihan bahasa oleh
pemerintah untuk tujuan resmi harus mempertimbangkan isu-isu
kesetiaan bahasa dan pemberdayaan. Di samping itu juga pilihan bahasa
membawa konsepsi pembangunan bangsa dan upaya untuk menempa
persatuan nasional dan integrasi nasional. Hal ini akan membuka jalan
untuk akses ke sumber daya yang langka dan layanan pemerintah yang
ditawarkan kepada masyarakat di sektor-sektor, seperti kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, posisi, fasilitas, dan lain-lain. Hal ini akan
memungkinkan mayoritas populasi yang pernah diturunkan ke
masyarakat pinggiran untuk dapat berpartisipasi, tidak hanya dalam
ekonomi pembangunan negara, tetapi juga dalam diri mereka sendiri.
inilah sebabnya mengapa kita Fafunwa (1990) yang dikutip dalam Roy-
Compbell dan Gwete (1997) yang meyakinkan ketika ia mengatakan
bahwa kami memberikan pengetahuan dan keterampilan hampir secara
eksklusif dalam bahasa asing, sedangkan mayoritas kami adalah petani,
pengrajin, melakukan tugas sehari-hari mereka di Yoruba, Hausa, Ga,
Igbo, bambara, Kiswahili, dan lain-lain. Pertanyaannya aalah mengapa
tidak membantu mereka untuk menigkatkan sosial, ekonomi, dan
kegiatan politik melalui bahasa ibu? Mengapa mereka besikeras belajar
bahasa Inggris atau Perancis terlebih dahulu sebelum teknologi modern
bisa diperkenalkan kepada mereka?. Di kebanyakan negara berkembang
sebuah kota dan beberapa kota berkomunikasi dengan bahasa Inggris,
Perancis, dan lain-lain sementara penduduk desa dan dusun
berkomunikasi dengan bahasa ibu (Roy-Compbell dan Gwete, 1970:107).
Bahasa ibu adalah bahasa yang memberikan keunikan untuk
berbagai bentuk seni dan humanisme. Kita bisa meminjam gagasan dan
konsep, tetapi apersepsi yang mengatur perumusan konsep dalam
budaya tersebut dan analisis budaya yang memperkerjakan tidak bisa
dialihkan. Itu adalah bahasa yang mencirikan manusia dan membuatnya
berbeda (asli).
BIBLIOGRAFI
Asante, M.K. (2003) Internet Pasal
Chabal, P. (1983) Amilcar Cabral: Kepemimpinan Revolusionerdan Perang
Rakyat. Cambridge: Cambridge University
Chimhundu, H. (1993) "Status Bahasa Afrika di Zimbabwe "di SAPEM.
Sastra Seri: Harare
Cooper, RL (1989) Bahasa Perencanaan dan Perubahan Sosial. Cambridge;
Cambridge University Press
Chiwome, E dan Thondhlana, J (1989) "Pengajaran dari Shona melalui
Media Shona dan Bahasa Inggris di SMA dan di University of
Zimbabwe "dalam Zambezia, 1989 xvi (ii).
Fanon, F. (1963) The Wretched of the Earth, Jakarta: Penguin Books.
Mkanganwi, K. (1992) "Bahasa Perencanaan di Southern Afrika ".
Perspektif Internasional tentang Perencanaan Bahasa: Proyek
Nasional Bahasa.
PERUBAHAN BAHASA DAN
PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN
BAHASA
Jatmika Nurhadi
2
Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan faktor-faktor kompleks yang
memengaruhi perubahan bahasa masyarakat. Dengan demikian, para ahli
dapat menentukan keputusan seperti apa yang harus dibuat untuk
melakukan perencanaan dan kebijakan bahasa.
Kata kunci: perubahan bahasa, perencanaan bahasa, kebijakan bahasa
1. Perubahan Bahasa
1.1 Definisi Perubahan Bahasa
Perubahan bahasa adalah fenomena di mana fitur fonetik,
morfologi, semantik, sintaksis, dan fitur bahasa lain bervariasi dari waktu
ke waktu. Efek perubahan bahasa dari waktu ke waktu dikenal sebagai
perubahan diakronis. Dua disiplin linguistik yang khusus mempelajari
perubahan bahasa ini, yakni: linguistik historis dan sosiolinguistik.
Linguistik historis mengkaji bagaimana bahasa yang digunakan orang-
orang pada masa lalu dan selanjutnya berusaha menentukan bagaimana
bahasa berasal dari yang sebelumnya dan berhubungan satu sama lain.
Sosiolinguistik mempelajari asal-usul perubahan bahasa dan menjelaskan
bagaimana masyarakat berubah dan pengaruh perubahan tersebut
terhadap bahasa.
1.2 Penyebab Perubahan Bahasa
Perubahan bahasa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
1) Faktor ekonomis: penutur cenderung membuat ucapan-ucapan
mereka menjadi seefisien dan seefektif mungkin untuk mencapai
tujuan komunikatif. Hal seperti ini disebut prinsip usaha minimal:
penutur yang menggunakan prinsip ekonomi dalam artikulasi
mereka, cenderung menghasilkan pengurangan fonetik bentuk ujar,
seperti: pengurangan vokal, pengurangan klaster, dan penghilangan
bunyi dalam percakapan. Semakin lama perubahan tersebut bisa
berterima secara luas (menjadi perubahan suara biasa) dan
mungkin berakhir dengan diperlakukan sebagai standar.
2) Analogi: mengurangi bentuk kata demi menyamakan berbagai
bentuk kata ke akar.
3) Bahasa kontak: peminjaman kata-kata dari bahasa asing.
4) Media komunikasi: saluran yang digunakan untuk berinteraksi.
Sebagai contoh: penggunaan singkatan yang nonbaku pada sms.
5) Lingkungan budaya: Kelompok penutur akan mencerminkan
realitas, situasi, dan objek sesuai dengan lingkungan yang mereka
hadapi.
1.3 Tipe Perubahan Bahasa
Semua bahasa berubah terus-menerus dengan berbagai cara dan
variasi. Tipe-tipe perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Perubahan leksikal, contoh:
Masuknya kata-kata baru dalam bahasa Inggris menjadi lapangan
yang kaya untuk penyelidikan perubahan bahasa, meskipun para
ahli kesulitan mendefinisikan dengan tepat dan akurat kosakata
yang tersedia untuk bahasa Inggris. Sepanjang sejarahnya Inggris
tidak hanya meminjam kata dari bahasa lain tetapi mendaur ulang
dan mengombinasikan kosakata tersebut untuk menciptakan makna
baru, sementara di saat yang sama bahasa Inggris kehilangan
beberapa kata tua.
2) Perubahan Fonetik dan fonologi, contoh:
William Labov mencatat perubahan pengucapan dalam waktu yang
relatif singkat di sebuah resor Vineyard Martha, Amerika dan
menunjukkan bagaimana ini dihasilkan dari ketegangan dan proses
sosial. Bahkan dalam waktu yang relatif singkat media penyiaran
mengamati perbedaan antara pengucapan pembaca berita dari
1940-an dan 1950-an dengan pengucapan saat ini.
3) Perubahan ejaan, contoh:
Era pra-cetak memiliki orang-orang melek lebih sedikit: bahasa
tidak memiliki sistem ortografi tetap, dan naskah-naskah tulisan
tangan yang bertahan hidup sering menampilkan kata-kata yang
dieja menurut pengucapan regional dan preferensi pribadi. Namun,
hal ini berbeda dengan masa sekarang. Bahasa bersistem dan
memiliki ortografi yang tetap sehingga memudahkan
penggunananya untuk berbahasa.
4) Perubahan semantik, contoh:
- peyorasi, di mana nilai rasa suatu istilah memperoleh hubungan
negatif
- ameliorasi, di mana nilai rasa suatu istilah memperoleh
hubungan positif
- perluasan, di mana suatu istilah membutuhkan arti yang lebih
luas
- penyempitan, di mana suatu istilah membutuhkan arti sempit
1.4 Sosiolinguistik dan Perubahan Bahasa
Coates (1993: 228), menjelaskan bahwa perubahan linguistik terjadi
dalam konteks heterogenitas linguistik. Dia menjelaskan bahwa
"perubahan linguistik dapat dikatakan telah terjadi ketika bentuk linguistik
baru digunakan oleh beberapa sub-kelompok dalam masyarakat tutur,
diadopsi oleh anggota lain dari komunitas itu dan diterima sebagai
norma."
2. Perencanaan dan Kebijakan Bahasa
Dengan adanya perubahan bahasa, hal ini menyebabkan terjadinya
perencanaan dan kebijakan bahasa. Mengenai perencanaan dan kebijakan
bahasa dideskripsikan sebagai berikut.
2.1 Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk memengaruhi
fungsi, struktur, atau penyerapan satu bahasa atau jenisnya di dalam
sebuah pembicaraan masyarakat. Hal ini sering dikaitkan dengan
perencanaan pemerintah, tapi juga digunakan oleh berbagai organisasi
non-pemerintah, seperti organisasi perintis dan bahkan perorangan.
Tujuan perencanaan bahasa bergantung pada bangsa atau organisasi,
tapi umumnya meliputi membuat keputusan perencanaan dan perubahan
yang mungkin demi efektivitas komunikasi. Merencanakan atau
memperbarui komunikasi yang efektif juga bisa membawa kepada
perubahan sosial lainnya seperti perpindahan bahasa atau asimilasi, dan
memberikan motivasi lain untuk merencanakan struktur, fungsi dan
penyerapan bahasa.
2.2 Kebijakan Bahasa
2.2.1Kebijakan Bahasa Tipe A
Menurut Ibrahim (1995: 265) bila kelompok elite telah
berkesimpulan tidak ada tradisi besar yang dapat diambil guna
menyatukan bangsa, maka politik bahasa cenderung diarahkan kepada
pembentukan negara eksoglosik, dengan mengambil bahasa bekas
penjajahnya sebagai bahasa nasional; sebuah orientasi yang berimplikasi
pada pencapaian efisiensi operasional – nasionalisme – yang lebih besar
daripada otentisitas etnis – nasionalisme.
2.2.2Kebijakan Bahasa Tipe B
Ibrahim (1995: 266) menyatakan bahwa bila kelompok elite dan
seluruh populasi masyarakat dalam beberapa hal sepakat akan adanya
tradisi besar dengan sebuah bahasa. Persetujuan yang banyak
berimplikasi pada kesatuan sosiokultural dan politik yang akhirnya
membuat bahasa diambil dari tradisi besar sebagai bahasa nasional.
2.2.3Kebijakan Bahasa Tipe C
Kebijakan tipe C dinyatakan Ibrahim (1995: 266) sebagai kebijakan
yang timbul dari pengakuan adanya beberapa tradisi besar yang saling
berkompetisi, masing-masing dengan tradisi sosial, agamanya sendiri
atau dengan dasar geografis linguistiknya.
2.3 Parameter Pembentukan Politik Bahasa
Terdapat empat parameter kunci yang digunakan untuk
menentukan politik bahasa, yakni: (a) tipe bahasa; (b) status; (c) ratio,
dan (d) fungsi.
2.3.1Tipe Bahasa
Terdapat dua tipe bahasa, yakni: standar dan artifisial.
2.3.2Status Bahasa
Terdapat enam status bahasa yang disimbolkan sebagai berikut.
SO : Bahasa resmi mutlak, seperti bahasa Perancis di Perancis.
JO : Bahasa resmi daerah federasi-gabungan, seperti bahasa Inggris
dan Perancis di
Kamerun.
RO : Bahasa resmi regional, seperti bahasa Ibo di Nigeria Timur.
PL : Bahasa yang sedang dipromosikan statusnya, seperti bahasa
Inggris pidgin di Afrika
Barat.
TL : Bahasa yang mendapat toleransi, seperti bahasa imigran
pendatang di Kerajaan
Inggris.
DL : Bahasa yang dilarang penggunaannya dalam hal tertentu, seperti
Perancis
Normandia di Jerman.
2.3.3Ratio Bahasa
Terdapat enam tingkat ratio kebahasaan dengan persentase
sebagai berikut.
100 – 90 : bahasa Inggris di Australia, Kerajaan Inggris dan USA.
89 – 70 : bahasa Inggris di Kanada.
69 – 40 : bahasa Belanda dan Perancis di Belgia.
39 – 20 : bahasa Perancis di Kanada, bahasa Amphari di Ethiopia.
19 – 3 : bahasa Afrikan di Afrika Selatan.
<3 : bahasa Gaelic Irlandia di Eire.
2.3.4Fungsi Bahasa
Terdapat delapan fungsi penggunaan bahasa, yakni:
WE : bahasa yang berfungsi komunikasi secara luas, seperti bahasa
Inggris di India.
WI : bahasa komunikasi luas internal, seperti bahasa Hindi di India dan
Pakistan.
MO : bahasa yang diajarkan secara luas, seperti bahasa Latin di
Kerajaan Inggris.
M1 : bahasa pengantar di sekolah, seperti bahasa Inggris di Sierra
Leone bagian barat.
M2 : bahasa pengantar di tingkat SMP, bahasa Inggris di Ghana.
M3 : bahasa pengantar di tingkat SMA.
M4 : bahasa pengantar di tingkat PT.
R : bahasa yang dipakai dalam kegiatan peribadatan, seperti di Roma,
Italia.
2.4 Politik Bahasa
Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana pembentukan politik
bahasa di tiga negara kawasan, yakni: Afrika Barat, India, dan Eropa.
2.4.1Afrika Barat
Dalam setiap masalah dan sebagai akibat dari adanya heterogenitas
linguistik maupun tidak adanya tradisi besar yang disepakati, masing-
masing negara yang tergabung di Afrika Barat (Kamerun, Gambia,Ghana,
Liberia, Nigeria, dan Sierra Leon), keenam negara tersebut telah
menetapkan politik eksoglosik sehubungan dengan bahasa. Pemecahan
masalah yang paling lazim dilakukan adalah pemaksaan bahasa Inggris
sebagai BNR mutlak dan pengambilan bahasa-bahasa mayor yang asli
sebagai BRD di daerah tertentu, seperti di Nigeria, bahasa Inggris dipakai
sebagai bahasa federal; dan bahasa Ibo, Yoruba, dan Hausa dipakai
sebagai BRD di bagian timur, barat dan utara Kamerun, karena
penjajahnya dahulu, berdiri sebagai satu-satunya negara yang
mempunyai dua BNR – Bahasa Inggris dan Perancis – yang berlaku
sebagai sarana nasionisme biarpun tanpa usaha-usaha harmonisasi yang
kuat pembentukannya, yang oleh elite bilingual dapat bersifat menentang
tujuan nasionalisme.
Singkatnya, politik bahasa di Afrika Barat tetap eksoglosik, tidak ada
bahasa lokal yang diberi kesempatan untuk menjadi BN atau BR; inilah
situasi yang sangat berbeda dengan yang ada di daerah Asia
Persemakmuran.
2.4.2 India
Dihadapkan pada tuntutan mengatasi nasionalisme lokal dalam
menunjang nasionalisme seluruh India, pemerintah India dalam
institusinya memutuskan untuk meningkatkan status bahasa Hindi pada
status BNR. – bahasa federal – dan memberikan status BRD pada lebih
dari selusin bahasa asli di tingkat negara bagian. Namun, politik semacam
itu berakibat justru memperkuat nasionalisme di India utara yang telah
ada serta memprovokasikan India selatan untuk bereaksi. Selain itu,
dalam bentuk yang murni, akan membiarkan kesatuan India tanpa sarana
komunikasi eksternal. Dalam formulasi finalnya bahasa Hindi adalah BNR
tapi bahasa Inggris sebagai bekas penjajahnya dipertahankan menjadi
BNR pembantu sampai semua negara bagian mutlak menerima bahasa
Hindi sebagai BNR.
2.4.3Eropa
Banyak orang yang mungkin keliru yang beranggapan bahwa
perencanaan bahasa adalah satu masalah unik bahkan spesifik bagi
negara berkembang. Sebenarnya perencanaan bahasa adalah masalah
penting bagi kawasan MEE (Eropa). Dengan empat bahasa utama di
kawasan MEE (bahasa Jerman, Inggris, Perancis, dan Italia) jelas tidak ada
kemungkinan dipilihnya satu dari empat itu yang menjadi BR. Masing-
masing negara memiliki BNR sendiri, setiap negara anggota adalah
negara endoglosik dan menggunakan kebijakan politik tipe B. Di dalam
organisasi MEE terdapat 7 bahasa resmi lain yang juga diakui. Hal ini
mengakibatkan MEE memiliki kebijakan empat BR dan tujuh BRD,
minoritas linguistik tetap ada dan hak-haknya masih perlu diformulasikan
dan diamankansehingga kemungkinan besar negara-negara tersebut
tetap menggunakan pola kebijakan bahasa tersebut.
3. Simpulan
Perubahan bahasa merupakan hal yang senantiasa terjadi dalam
kehidupan berbahasa. Perubahan bahasa merupakan hal normal. Hal
yang perlu diperhatikan adalah ke arah mana perubahan itu menuju, baik
atau buruk. Jika perubahan itu menuju ke arah baik tentunya perencanaan
bahasa dan kebijakan bahasa hanya dilakukan sebatas pemertahanan
efektivitas komunikasi. Namun, jika perubahan berlangsung ke arah yang
buruk, tentu perencanaan bahasa dan kebijakan bahasa harus dilakukan
secara menyeluruh dan terpadu, yang berdasarkan paramater-parameter,
seperti: tipe bahasa, status bahasa, ratio bahasa, dan fungsi bahasa yang
akan dikembangkan.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: Rineka Cipta.
PERAN BAHASA ASLI PRIBUMI ‘INDIGENOUS LANGUAGE’
DALAM PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN BAHASA SUATU NEGARA
Asri Soraya Afsari
Abstrak
Makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana suatu negara
menentukan peran sebuah bahasa asli pribumi dalam perencanaan
4
bahasa di negaranya. Bagi Negara multilingual, multikultural, dan
multirasial tentu tidak mudah untuk merealisasikan kebijakan bahasa
yang telah ditetapkan. Berbagai faktor luar bahasa, seperti sejarah,
kekuasaan, politik, ekonomi, dan agama turut pula menjadi kendala
dalam mewujudkan sinergisitas antara perencanaan bahasa dan
pelaksanaannya.
Kata kunci: bahasa pribumi asli, perencanaan bahasa, kebijakan bahasa
1. Pengantar
Permasalahan bahasa yang cukup serius sering kali dialami oleh
negara-negara yang memiliki lebih dari satu bahasa yang digunakan
sebagai alat komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat di negara itu.
Permasalahan ini terkait dengan penetapan status bahasa resmi dan
nasional. Penerimaan dan pengembangan sebuah bahasa sebagai bahasa
nasional dan resmi terkait pula dengan peranan nasionalisme dalam
sebuah negara. Fishman (1970) mengemukakan perbedaan antara
nasionalisme dan nationisme. Nationalisme terlihat umpamanya pada
penggunaan lambang seperti bendera dan beberapa kelembagaan.
Bahasa merupakan perwujudan dari sebuah nasionalisme, sebab bahasa
dianggap bukan hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai
lambang kesatuan bangsa dan martabat bangsa. Usaha yang berkaitan
dengan masalah solidaritas, efisiensi di bidang pemerintahan, kesehatan,
pendidikan memainkan peranan penting pada nasionalisme. Istilah
bahasa dan resmi dan bahasa nasional seing dianggap mempunyai
persamaan arti. Namun mengingat perbedaan pengertian antara
nasioanlisme dan nationalism, istilah bahasa resmi dapat dibedakan dari
bahasa nasional. Menurut KBBI (2008) definisi bahasa Nasional adalah
bahasa yang menjadi bahasa standar atau bahasa perhubungan ‘lingua
franca’ di negara yang mempunyai banyak bahasa karena perkembangan
sejarah, kesepakatan bangsa, atau ketetapan perundang-undangan,
sedangkan bahasa resmi adalah bahasa yang digunakan dalam
komunikasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat
resmi.
Fishman (1970) memberi batasan mengenai pengertian bahasa
nasional sebagai bahasa yang digunakan terutama sebagai alat
komunikasi untuk mencapai tujuan nasionalisme, yaitu solidaritas, sedang
bahasa resmi mempunyai tujuan utama untuk mewujudkan efisiensi
pemerintah dan yang berkaitan dengan nationalisme.
Bagi negara yang memiliki lebih dari satu bahasa yang dipakai oleh
warganya tentu saja tidak mudah dalam penentuan status itu (baca:
bahasa resmi dan bahasa standar). Karena itulah, diperlukan perencanaan
bahasa untuk menentukan kelangsungan hidup bahasa-bahasa yang
tumbuh itu. Chaer (2004) mengemukakan bahwa untuk menjamin
kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan
bahasa (Inggris: language planning) yang dimulai dengan kebijakan
bahasa (Inggris: language policy). Perencanaan dan kebijakan bahasa ini
dilakukan pada bahasa yang bukan saja multilingual, tapi juga multirasial,
dan multikultural. Sebuah negara dikatakan multilingual jika dalam
negara tersebut terdapat banyak bahasa yang digunakan dengan
berbagai ragamnya di dalam wilayah negara itu secara berdampingan.
Dikatakan multirasial, jika di suatu negara terdapat etnis yang berbeda,
yang biasanya dapat dikenali dari ciri-ciri fisik tertentu/ dari bahasa dan
budaya yang melekat pada etnis tersebut, dan jika di dalam suatu negara
terdapat berbagai budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda dari
penduduk yang mendiami negara tersebut, maka negara tersebut
dikatakan sebagai negara yang multikultural.
Negara kita, Indonesia termasuk ke dalam negara yang multilingual,
multirasial, dan multikultural. Negara Asia lainnya yang juga termasuk
negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural adalah Malaysia,
Filipina, Singapura, dan India.
Dalam negara-negara yang memiliki situasi multilingual, misalnya di
negara-negara Asean, terdapat dua kondisi situasi kebahasaan yang
berbeda. Kelompok pertama, disebut kelompok heterogen yang
tumpang tindih, dikatakan tumpang tidih karena negara tersebut
menggunakan bahasa-bahasa yang sangat terkait erat satu sama lain
secara genetis; sama halnya dengan kebudayaan yang mirip satu sama
lain. Dari aspek etnografis masing-masing negara itu homogen. Negara
yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Indonesia dan Filipina.
Kelompok kedua, disebut kelompok heterogen tanpa tumpang-tindih,
dikatakan demikian karena mayoritas penduduk di negara tersebut
menggunakan bahasa-bahasa yang tidak memiliki hubungan genetis. Dari
sisi etnografis maupun kebahasaan pun benr-benar heterogen. Negara-
negara di Asean yang termasuk dalam kelompok ini adalah Singapura dan
Malaysia (periksa Ohoiwutun, 2007:63). Jadi, dalam kelompok pertama
terjalin keterkaitan antara bahasa-bahasa yang dituturkan sedang dalam
kelompok kedua tidak ada hubungan keterkaitan.
Makalah ini akan memaparkan sekilas bagaimana peran sebuah
bahasa asli pribumi ‘indigeneous language’ dalam negara yang
multilingual, multirasial, dan multikultural, seperti Indonesia, Filipina,
Singapura, India dan Zimbabwe dalam kaitannya dengan perencanaan
bahasa dan kebijakan bahasa yang ditetapkan di negara-negara tersebut.
2. Peran Bahasa Asli Pribumi ‘Indigenous Langugae’ di
Indonesia, Filipina, Singapura, India dan Zimbabwe
Berdasarkan sumber bahasa yang akan dijadikan sebagai bahasa
resmi dan akan digunakan dalam suatu negara, terdapat 2 istilah untuk
membedakannya, yaitu: endoglosik ‘endoglossic’ dan eksoglosik
‘exoglossic’. Perbedaan ini terutama didasarkan pada pemilihan, yang
dilakukan dengan mengdatangkan atau mengimpor bahasa dari luar dan
yang tidak berbuat begitu, yaitu memilih satu atau lebih dari bahasa yang
ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Kloss menggunakan istilah
endoglosik untuk pemilihan yang dilakukan di dalam sedang istilah
eksoglosik untuk pemilihan yang didatangkan dari luar (Anwar, 1990: 79).
Di Indonesia, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi kenegaraan. Dengan demikian, dalam hal penetapan
sebuah bahasa asli sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi, Indonesia
termasuk ke dalam negara tipe endoglosik. Bagi negara seperti Filipina,
Singapura, India, dan Zimbabwe, yang memiliki bahasa nasional dan
bahasa resmi yang berbeda, maka keadaan tersebut dinamakan dengan
tipe eksoglosik. Berikut tabel yang memperlihatkan pemilihan bahasa asli
pribumi yang ditetapkan sebagai bahasa nasional dan resmi oleh
Indonesia, Filipina, India, Singapura, dan Zimbabwe.
NO
.
NEGARA BAHASA
NASIONAL
BAHASA RESMI
KENEGARAN
1 Indonesia Indonesia Indonesia
2 Filipina Pilipino Pilipino, Inggris,
Spanyol
3 India Hindi Hindi, Inggris
4 Singapura Melayu Melayu, Mandarin,
Tamil, Inggris
5 Zimbabwe Shona,
Ndebele
Inggris
Gambar 1. Tabel Negara Tipe Endoglosik dan Endoglosik-
Eksoglosik
(Sumber: Holmes, 2000:116, Chaer, 2004: 180)
Indonesia
Situasi kebahasaan
Indonesia merupakan Negara yang beruntung dalam hal penentuan
bahasa yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan standar. Hal ini
disebabkan meski banyak faktor yang mungkin menimbulkan persoalan
kebahasaan, tetapi ada faktor yang menguntungkan, yakni telah
diberlakukannya bahasa Indonesia sebagai bahasa ‘lingua franca’
sebelum orang Eropa datang ke Indonesiasehingga ketika orang-orang
Eropa (Belanda) datang ke Indonesia, mereka justru memanfaatkan
bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang pribumi (periksa
Nababan, 1984:59).
Bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai nasional sekarang ini awalnya
berasal dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu memang sudah dijadikan
sebagai bahasa perhubungan ‘lingua franca’, bukan saja di sekitar
kepulauan Nusantara, melainkan digunakan pula di pesisisr-pesisir Asia
Tenggara. Salah satu yang menjadi faktor dianggkatnya bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia karena ketika diangkat sebagai bahasa
Indonesia dalam sumpah pemuda tahun 1928, bahasa Melayu secara
substansial sudah merupakan bahasa penuh ‘fullfledged language’ dan
menjadi bahasa ibu masyarakat yang tinggal di wilayah Sumatera sebelah
timur, Riau, dan Kalimantan (Hwia, 2010: 37).
Perencanaan Bahasa
Halim (1981) mengemukakan bahwa salah satu fungsi politik
bahasa Indonesia adalah memberikan pengarahan bagi perencanaan dan
pengembangan bahasa nasional. Lahirnya sumpah pemuda 1928 yang
salah satu butirnya berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa nasional, merupakan langkah awal yang menentukan di dalam
perumusan garis kebijaksanaan mengenai bahasa nasional Indoneia. UUD
1945, Bab XV, pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia” mmberikan dasar yang kuat dan resmi bagi pemakaian
bahasa Indonesia, bukan saja sebagai bahasa perhubungan pada tingkat
nasional tetapi juga sebagai bahasa resmi kenegaraan.
Dalam praktiknya, perencanaan bahasa di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 aspek sebagaimana disampaikan oleh J.V.
Neustupny (1974), yaitu perencanaan status dan perencanaan bahan.
Perencanaan korpus adalah perencanaan yang terkait dengan usaha
peningkatan status bahasa Indonesia. Misalnya, pemberian status bahasa
persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Setelah
itu, ditingkatkan lagi statusnya sebagai bahasa pengantar pendidikan di
lembaga-lembaga pendidikan, bahasa pengetahuan, bahkan sebagai
bahasa budaya bangsa Indonesia. Perencanaan bahan adalah
perencanaan yang terkait dengan aktivitas penyusunan ejaan,
pembakuan ucapan, pembentukan istilah, penyusunan tata bahasa,
penyusunan kamus, dan sebagainya (Muslich, 2010:21).
Selanjutnya, Muslich mengatakan bahwa upaya perencanaan
bahasa di Indonesia, baik dalam bentuk pembinaan maupun
pengembangan sudah lama dilakukan, seiring dengan perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari isu-isu yang muncul
dalam setiap Kongres Bahasa Indonesia sejak tahun 1938 (kongres I)
sampai sekarang. Serangkaian kegiatan pusat bahasa pun (kini berubah
menjadi Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) mencerminkan
betapa perhatian pemerintah terhadap bahasa Indonesia.
Filipina
Situasi Kebahasaan
Holmes (2001) mengemukakan bahwa Filipina dan Indonesia adalah
dua buah negara yang memiliki penutur dengan jumlah ratusan
perbedaan vernakular. Sebuah bahasa nasional tidak hanya digunakan
sebagai bahasa perhubungan ‘lingua franca’ dan bahasa resmi, tapi juga
merupakan sebuah fungsi dari simbol kesatuan nasional. Masalah yang
dihadapi oleh Filipina berkaitan dengan penetapan bahasa nasional dan
resmi tampaknya lebih rumit dari Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
begitu membekasnya bahasa Spanyol dan Inggris, sebagai bahasa bekas
penjajah di Filipina.
Perencanaan Bahasa
Dalam negara multilingual, arti kekuasaan politik dalam pemilihan
bahasa nasional sangat jelas. Terdapat lebih dari seratus penutur
vernakular bahasa di Filipina. Ketika Filipina mendapatkan kemerdekaan
tahun 1946. Pilipino diumumkan sebagai bahasa nasional. Bahasa ini
berasal dari bahasa Tagalog. Betapa pun Pilipino adalah bahasa etnik dari
satu kelompok tertentu, tetapi tidak pernah diterima sepenuhnya. Jumlah
penutur bahasa Tagalong 20 juta, Cebuana, sebagai contoh berpenutur
lima juta, dan Ilokano, bahasa asli pribumi lainnya berpenutur lebih dari
lima juta. Pemilihan bahasa Tagalog menggambarkan kekuasaan politik
dan ekonomi dari penuturnya yang berfokus pada wilayah ibu kota,
Manila. Perubahan nama Pilipino adalah usaha untuk membantu
mendapatkan penerimaan secara lebih luas, tapi kekesalan dari
keuntungan yang diberikan kepada kelompok etnik tertentu masih
dirasakan tajam (Holmes, 2001: 101).
Apa yang dikemukakan oleh Holmes berkaitan dengan penggantian
nama Pilipino itu terjadi pada tahun 1973 (lihat Chaer, 2004: 178, periksa
pula Nababan, 1984:57). Ketika itu majelis konstituante Filipina
mengganti nama Pilipino dengan nama Filipino dengan janji bahwa
bahasa baru ini akan didasarkan pada semua bahasa daerah yang ada di
Filipina. Meskipun begitu, kenyataannya sekarang ini masyarakat Filipina
masih menggunakan bahasa Inggris untuk komunikasi kenegaraan dan
komunikasi antarsuku. Alasan lainya adalah dengan menggunakan bahasa
Inggris mereka dapat melakukan komunikasi intrabangsa dan
antarbangsa.
Singapura
Situasi Kebahasaan
Singapura merupakan negara yang masyarakatnya multilingual,
multietnis, dan multirasial. Berkaitan dengan masalah kebahasaan,
Singapura tentu menghadapi masalah yang rumit pula dalam menetapkan
bahasa nasional dan bahasa resmi di negaranya. Singapura menetapkan
bahasa Melayu yang merupakan bahasa asli pribumi sebagai satu-satunya
bahasa nasional. Namun karena Singapura dihadapkan pada masyarakat
yang heterogen, maka di Singapura diberlakukan empat bahasa resmi,
yaitu Melayu, Mandarin, Tamil, dan Inggrissehingga negara ini masuk ke
dalam kelompok heterogen tanpa tumpang tindih karena kondisi
sosiokultural juga tidak menampakkan kesinambungan linear dari
hubungan-hubungan di masa silam, dari Proto-Melayu. Menilik sumber
asal bahasa yang digunakan, Singapura termasuk ke dalam tipe
endoglosik-eksoglosik, karena Singapura memanfaatkan bahasa asli
pribumi dan bahasa luar sebagai sarana komunikasi antarmasyarakatnya.
Perencanaan Bahasa
Dalam menghadapi permasalahan bahasa yang terjadi di
negaranya, pemerintah Singapura mengambil langkah kebijakan bahasa.
Hal ini penting, sebab kebijakan bahasa merupakan salah satu faktor yang
berperan sangat besar dalam menentukan kelangsungan hidup suatu
bahasa (Wijana, 2006: 29). Selain itu, Kebijakan bahasa juga merupakan
usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan
dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di
negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat
berlangsung dengan baik (Chaer, 2004:182).
Apa yang dilakukan oleh pemerintah Singapura terkait langkah yang
diambil dalam penentuan kebijakan bahasanya dapat dikatakan berhasil,
sebab mereka terlebih dahulu melakuakan pemisahan dua hal, yakni
fungsi bahasa dan penggunaan bahasa. Dalam hal fungsi, pemerintah
Singapura menetapkan bahasa Melayu, sebagai kenasionalan, seperti
dalam lagu kebangsaan, aba-aba kemiliteran, dan slogan-slogan lainnya.
Dalam hal penggunaan bahasa, Pemerintah Singapura mengakui adanya
empat buah bahasa resmi, yaitu (1) bahasa Melayu, (2) bahasa Mandarin
(bahasa-bahasa Cina), (3) bahasa Tamil (termasuk bahasa India lainnya),
(4) bahasa Inggris (Chaer, 2004:179, periksa Nababan, 1984: 57).
Secara emosional berdasarkan urutannya, bahasa Melayu adalah
bahasa yang paling terhormat di Singapura, tetapi penggunanya relatif
kecil. Hal sebaliknya justru terjadi pada bahasa Inggris. Bahasa yang
dianggap kedudukannya paling rendah ini justru frekuensi penggunaanya
paling tinggi. Hal senada diungkapkan oleh Ohoiwutun (2007), ia
mengungkapkan bahwa di Singapura, bahasa Inggris semakin hari
semakin membuktikan diri sebagai alat komunikasi bagi seluruh
masyarakat negara pulau itu. Hal ini tentu tidak terjadi secara kebetulan
saja. Tampaknya banyak fakor luar bahasa yang turut pula memengaruhi
sehingga bahasa Inggris begitu diminati oleh masyarakat Singapura
sebagai alat komunikasi. Salah satu faktor yang paling menonjol adalah
letak geografis negara Singapura yang merupakan kawasan perlintasan
dunia, ditambah Singapura mempunyai bandara Internasional yang
memungkinkan setiap orang harus bisa menguasai bahasa Inggris sebagai
bahasa Internasional. Selain itu, faktor ekonomi kiranya juga mendukung
ke arah tingginya intensitas penggunaan bahasa Inggris di negara
tersebut.
Secara umum, faktanya bahasa Inggris ternyata telah menjadi
bahasa ibu atau bahasa pertama lebih 45% penduduk 10 buah negara di
dunia seperti United Kingdom, Irlandia, Australia, New Zealand, Barbados,
Jamaika, Trinidad, Amerika Syarikat, Kanada dan Guyana (Fishman et al.,
1977), dan menjadi bahasa rasmi atau bahasa kedua di Botswana,
Cameroon, Fiji, Gambia, Ghana, India, Lesotho, Liberia, Malawai, Malta,
Mauritius, Namibia, Nauru, Nigeria, Filipina, Zimbabwe, Sierra Leone,
Singapura, Afrika Selatan, Swaziland, Tanzania, Tonga, Uganda, Saomoa
Barat dan Zambia (Richards, 1991). Dengan kedudukannya sebagai
bahasa dunia yang dominan dan kini dipercaya antara bahasa dunia yang
berperan besar dalam proses globalisasi, perbincangan tentang
pengajaran bahasa Inggris kepada penutur asing menjadi tema yang
mendapat perhatian besar sehingga perbincangan tentang pengajaran
bahasa Melayu kepada penutur asing mungkin dianggap oleh sebagian
orang sebagai hal yang kurang relevan (Sariyan, 2010:2)
India
Situasi Kebahasaan
India merupakan salah satu bangsa yang bahasanya paling
heterogen di dunia. Bahasa yang digunakan di sana kurang lebih
berjumlah 800. Akan semakin bertambah lagi jika dijumlahkan dengan
sebagian dialek-dialek yang terdapat di sana. Terdapat 4 bahasa tutur
berupa rumpun bahasa di India, yakni Indo-Aryan, Dravida, Austro-Asiatik,
dan Tibeto Burma (Appel dan Muysken, 1988: 46). Dalam hal penetapan
bahasa nasional dan bahasa resmi, bangsa India menetapkan satu bahasa
nasional yang diambil dari salah satu bahasa asli pribumi mereka, yaitu
bahasa Hindi, sedang untuk bahasa resmi kenegaraan, mereka
menetapkan dua bahasa resmi, yaitu bahasa Hindi dan Inggris (periksa
Chaer,2004: 179).
Alasan mengapa bahasa Inggris kemudian dijadikan sebagai bahasa
resmi menurut Appel dan Muysken adalah karena di daerah India Selatan,
hampir seluruh masyarakatnya menyambut bahasa Inggris untuk
dilanjutkan sebagai bahasa resmi. Mengkuti apa yang diungkapkan oleh
Apte (1976) kiranya terdapat tuntutan bahwa perkembangan bahasa
Hindi tidak sebaik perkembangan bahasa India lainnya, terutama
dibandingkan dengan Tamil dan Bengali yang mempunyai sejarah
kesusatraan yang panjang.
Perencanaan Bahasa
Appel dan Muysken (1988) mengemukakan bahwa perencanaan
bahasa di India dilakukan setelah mereka mendapat kemerdekaan pada
tahun 1947. Pemerintahan federal membuat kebijakan bahasa. Bahasa
Inggris harus diganti oleh bahasa Hindi sebagai bahasa resmi federasi.
Hindi adalah satu dari bahasa yang penggunaannya terluas terutama di
India utara. Lebih lanjut, bahasa daerah harus digunakan sebagai bahasa
resmi kenegaraan India. Namun faktanya, pemerintah kurang lebih
mengenal garis bahasa di India. Karana itu dilakukan berbagai upaya
untuk mendorong perluasan bahasa Hindi dengan cara menstransliterasi
buku, kamus, dan ensiklopedia ke dalam bahasa Hindi, keyboards untuk
mesin tik, dan teleprinter pun distandardisasikan. Berikutnya, pemerintah
banyak membayar sedapat mungkin perhatian kepada pengembangan
bahasa-bahasa besar masing-masing. Terutama dalam hal komite
tertentu untuk merencanakan teknik baru, legal, dan tata bahasa
pemerintahan.
Dua kebijakan bahasa yang rangkap di India mengalami kegagalan
disebabkan masalah politik, agama, dan adanya dorongan praktik dari
oposisi Hindi. Hasilnya tahun 1967, bahasa Inggrs kembali diadopsi
sebagai bahasa resmi kedua. Akibatnya, pada bidang pendidikan anak-
anak harus belajar dua bahasa (Inggris dan Hindi) sebagai bahasa ibu
mereka di sekolah. Anak lainnya, berbicara bahasa minoritas tidak
resmisehingga terdapat 3 pengajaran bahasa, yaitu Inggris, Hindi, dan
bahasa resmi kenegaraan lainnya yang hidup di India.
Perumusan bahasa resmi menjadi sangat penting di India, ketika
terjadi masalah pemilihan bahasa nasional. Seperti dalam bahasa India
yang multilingual, usaha untuk menjadikan bahasa Hindi satu-satunya
bahasa dengan status bahasa resmi tidak berhasil. Empat belas wilayah di
India mengenal bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di samping bahasa
Hindi secara luas, ditambah perbedaan bahasa resmi yang dimiliki oleh
masing-masing negara bagian (Holmes, 2000:97, lihat pula Moeliono,
1985). Chaer (2004) menambahkan bahwa bahasa Inggris, sebagai
bahasa bekas pejajah sejak dahulu memang sudah menjadi bahasa
perhubungan ‘lingua franca’ di India.
Mengutip apa yang dikatakan Sakri (1993) dalam Lauder (2005),
bahwa bahasa alami memiliki kemampuan untuk berkembang ke segala
arah dan menyesuaikan dengan tuntunan komunikasi. Begitu pula kiranya
kenyataan yang terjadi dengan penggunaan bahasa Inggris yang ada di
negara India.
Zimbabwe
Situasi Kebahasaan
Zimbabwe adalah suatu negara di Afrika bagian selatan, yang
dahulu diketahui sebagai Rhodesia Selatan, dan kemudian Rhodesia.
Zimbabwe memiliki kekayaan alam yang memungkinkan produksi gula,
buah-buahan, jagung, tembakau, serta berbagai ternak. Populasi
Zimbabwe terbagi ke dalam 2 induk bahasa dan kelompok etnik : Shona
dan Ndebele. Shona terbagi dalam beberapa sub-etnik, seperti Tavara,
Korekore, dan Manyika, dan secara tradisional dibedakan oleh wilayah dan
dialek Shona. Sekitar 62% dari populasi menganut agama Kristen atau
kepercayaan Sinkretisme (akulturasi kepercayaan Kristen dan indigenous)
(http://www.indowebster.web.id).
Bahasa Shona (atau ChiShona) adalah bahasa asli dari negara
Zimbabwe dan daerah sebelah selatan Zambia. Kata "Shona" berasal dari
kata Ndebele yang berarti itshonlanga (di mana matahari terbenam).
Shona adalah Bahasa Resmi dari Zimbabwe, di samping bahasa Ndebele
dan bahasa Inggris. Pengguna bahasa Shona terdiri dari 80% penduduk
Zimbabwe. Bahasa Shona juga digunakan di beberapa tempat di
Mozambik. Negara lain di mana bahasa Shona digunkan adalah Zambia
dan Botswana. Jumlah keseluruhan pengguna bahasa Shona sekurang-
kurangnya ada 7.000.000 orang. Zimbabwe terletak di antara Sungai
Zambezi dan Limpopo. Negara ini menggunakan bahasa Inggris dan
Bantu. Tadinya Zimbabwe adalah koloni Inggris Raya. Robert Mugabe
(yang sekarang masih menjadi presiden) adalah pemimpin rakyat
Zimbabwe yang merebut kemerdekaan negara tersebut pada tahun 1980.
Asal nama Zimbabwe adalah dari bahasa Bantu "dzimba dza mabwe"
yang berarti rumah dari batu (http://upload.wikimedia.org).
Seperti halnya Filipina India, dan Singapura, bahasa yang digunakan
oleh masyarakat Zimbabwe juga termasuk dalam tipe endoglosik-
eksoglosik, karena negara tersebut menetapkan bahasa asli pribumi, yaitu
bahasa Shona dan Ndebele sebagai bahasa nasional dan bahasa Inggris
sebagai bahasa resmi. Viriri mengungkapkan meski bahasa Inggris
ditetapkan sebagai bahasa resmi, pemerintah Zimbabwe berupaya
mendukung bahasa asli pribumi ‘indigeneous language’ terkait
kepentingan bahasa sebagai sarana kebudayaan. Masalah yang sangat
penting dalam perencanaan bahasa dan kebijakan di negara Afrika adalah
sebuah pengertian dari peran bahasa asli yang berhubungan dengan
bahasa asing.
Perencanaan Bahasa
Fishman (1974) mendefinisikan perencanaan bahasa sebagai
“Pengejaran teorganisasi dari pemecahan untuk masalah sebuah bahasa”.
Perencanaan bahasa dalam negara ini dimulai sejak tahun 1960 sebagai
sebuah kegiatan sadar yang dibuat khusus oleh misionaris yang memulai
dengan mentransliterasi alkitab ke dalam bahasa Afrika. Status resmi
bahasa di Zimbabwe ditetapkan tahun 1987 sebagai tindakan pendidikan,
yang menyatakan bahwa “bahasa Inggris sebagai bahasa resmi, dan
Shona dan Ndebele adalah bahasa nasional yang digunakan terbatas
secara resmi.” (Roy-Campbell and Gwete, 1983:208 dalam Viriri).
Viriri juga menjelaskan setelah pemilihan terhadap bahasa
dilakukan, mereka melakukan pada perencanaan bahasa yang lebih
formal dengan mengembangkan ortografi bahasa. Tujuannya untuk
memperkenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing kepada mereka,
dan menjadi bagian dari proses perencanaan bahasa selama
berlangsungnya era kolonial. Pemerintahan kolonial, bagaimanapun,
memperkenalkan bahasa mereka sebagai alat bahasa dari pemerintahan
dan kekuasaan. Bahasa Afrika dianggap tidak memadai untuk tujuan
pemerintahan. Sebuah kelompok elit di Afrika membuat perilaku sebagai
perantara antara pemerintahan kolonial dengan orang Afrika. Jadi
kebijakan bahasa Inggris mempunyai 2 cabang: sebuah kebijakan dari
bahasa asli untuk massa/rakyat dan bahasa Inggris untuk kalangan
tertentu yang terpilih. Dalam hal ini harus memberikan peningkatan yang
diperlukan untuk perencanaan bahasa kita sebagai konservasi dan ukuran
pengelolaan.
Lebih dalam Viriri menyatakan bahwa telah dilakukan berbagai
upaya untuk keperluan strategi pengembangan dan memecahkan
permasalahan bahasa. Beberapa masalah ini adalah sebuah pemilihan
medium bahasa, pengembangan atau pembaruan sistem penulisan,
perluasan kosakata, kompilasi kamus, penulisan tata bahasa,
mempersiapkan buku-buku teks. Lingkup lebih besar dari kegiatan
perencanaan bahasa dapat dikelompokkan ke dalam 2 tipe tujuan: status
bahasa (posisi sebuah bahasa dalam masyarakat) dan korpus bahasa
(tubuh bahasa, seperti alfabetis, kata-kata, bunyi, ejahan, tata bahasa).
Di Zimbabwe, pemerintah harus mengalokasikan sumber finansial
penting untuk mempromosikan bahasa asli pribumi. Mereka harus
bergerak lebih satu tahap dalam menyediakan tenaga kerja untuk
memfasilitasi implementasi dari tujuan ini, seperti menerbitkan buku-buku
dan kamus untuk membuat orang sadar akan anjuran perubahan bahasa
asli pribumi.
3. Simpulan
Setiap bangsa atau negara memerlukan sebuah bahasa untuk
dijadikan sebagai bahasa nasional yang menjadi identitas bangsanya.
Bahasa asli pribumi ‘indigenous language’ merupakan sarana
transformasi budaya. Bahasa asli pribumi ‘indigenous language’ akan
menyediakan latar pemahaman nasionalime dan kesatuan nasional.
Bahasa asli pribumi merupakan sebuah aspek kunci komunikasi
yang membantu dalam membentuk pandangan dunia kita. Kebudayaan
berasimilasi melalui bahasa. Bahasa asli pribumi membuka makna dan
warisan kebudayaan setiap bangsa, baik Indonesia, Filipina, India,
Singapura termasuk Zimbabwe (Afrika). Melalui bahasa asli pribumi, kita
menyadap pengetahuan yang tersimpan dalam kebudayaan kita sebagai
bagian dari warisan tak berwujud yang memerlukan pelindungan dan
pengaturan sehingga kita dapat menyampaikan nilai berharga itu pada
generasi berikutnya.
Meskipun perencanaan bahasa adalah sebuah proses yang rumit,
hal tersebut hanya bisa bermanfaat bagi mereka yang berusaha untuk
menjalankannya melalui sebuah pendekatan yang beragam. Perencanaan
bahasa di suatu negara bisa mantap apabila status bahasa itu telah
tercantum dalam undang-undang Negara tersebut, baik sebagai bahasa
resmi maupun sebagai bahasa nasional. Perencanaan bahasa akan lebih
lancar dan terprogram apabila melibatkan pihak pemerintah (atau
departemen terkait), masyarakat bahasa, pihak swasta, ahli bahasa, dan
partisan individu (Muslich, 2010: 16).
Keputusan pilihan politis digunakan untuk mengatur pemakaian
bahasa itu dengan tujuan tertentu. Karena itu pula, suatu ‘kebjakan
bahasa’ secara eksplisit dibuat berdasarkan latar belakang keanekaan
bahasa yang hidup dalam suatu pemerintahan dan bertujuan untuk
mengatur beragam fungsi pemakaian bahasa itu (Hwia, 2010:35). Namun
demikian, kenyataannya pemilihan politis tentang bahasa ternyata tidak
bisa lepas dari adanya motivasi beragam kepentingan dan dibuat dalam
berbagai format.
PUSTAKA ACUAN
Anwar, Khaidir
1990 Fungsi dan Peran Bahasa: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Appel, Rene and Pieter Muysken
1988 Language Contact and Bilingualism. London: Edward Arnold.
Apte, M.L.
1976 Multilingualism in India and Sosiopolitical implications: An Overview
in O’Barr and O’Barr 1976, 141-64.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina
2004 Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Kedua). Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional
2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fishman, J.
1970 Sosiolinguistics: A Brief Introduction. Rowly-Massachusett: Newbury
House.
Fishman, J.
1974 Advances in Language Planning. Mouton & Co. The Hague.
Halim, Amran
1981 Fungsi Politik Bahasa Nasional dalam Politik Bahasa Nasional.
Dihimpun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Depdikbud. Jakarta: Balai Pustaka.
Holmes, Janet
2001 An Introduction to Sosiolinguistics: Second Edition. London:
Longman Group.
Hwia, Ganjar
2010 Perencanaan Bahasa di Indonesia dan Rancangan Undang-Undang
Kebahasaan: Tuntutan Komunikasi dan Implikasinya dalam Geliat
Bahasa Zaman: Perubahan Bahasa-Bahasa di Indonesia Pasca-Orde
Baru, Ed. Mikihiro Moriyama dan Manneke Budiman. Jakarta: KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia).
Lauder, Allan F dan Multamia RMT Lauder
2005 Berbagai Kajian Linguistik dalam Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Penyunting Kushartanti dkk. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Moeliono, A.M.
1985 Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di
dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka
2010 Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Nababan, P.W.J
1984 Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Ohoiwutun, Paul
2007 Sosiolinguistik: Memahami Bahasa Konteks Masyarakat dan
Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sariyan, Awang
2010 Pembuanaan Bahasa Melayu Di Luar Nusantara (Makalah).
Penyandang Kursi Pengajian Melayu Malaysia-China: Kementerian
Pengajian Tinggi Malaysia-Beijing Foreign Studies University
Wijana, I Dewa Putu
2006 Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sumber Internet:
(http://www.indowebster.web.id).
(http://upload.wikimedia.org).
Language Planning in Zimbabwe.pdf. (Language Planning in Zimbabwe:
The Conservation And Management Ofindigenous Languages As Intangible
Heritage.Advice Viriri*, Zimbabwe)
BAHASA DAERAH DI INDONESIA
Megaria
1.PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia tergolong ke dalam bangsa yang multietnis,
multibudaya, dan multibahasa. Hal ini menandakan bahwa masyarakat
6
Indonesia adalah masyarakat yang heterogen. Bahasa daerah adalah
kekayaan yang diturunkan oleh nenek moyang yang harus kita lestarikan.
Bahasa daerah sering juga disebut dengan istilah bahasa ibu, bahasa
yang harusnya merupakan bahasa pertama yang digunakan oleh anak-
anak sebelum bahasa Indonesia. Pemertahanan budaya dan bahasa
daerah merupakan tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia saat ini.
Arus informasi dan teknologi yang semakin hari semakin canggih tidak
mustahil akan menggerus bahasa daerah yang ada di tanah air saat ini.
Perkembangan teknologi yang semakin hari semakin canggih dan
semakin mudah diperoleh baik di desa maupun perkotaan. Hal inilah yang
menjadi tantangan bagi bangsa yang sedang berkembang khususnya
Indonesia. Arus informasi jika tidak disaring secara selektif maka semakin
lama akan memudarkan bahasa daerah. Gendre bahasa baru pun menjadi
tantangan dalam pemerthanan bahasa, seperti munculnya bahasa
prokem, bahasa alay, bahasa banci, dan bahasa gaul lainnya.
Menurut KBBI (116: 2011) bahasa daerah adalah bahasa yang lazim
dipakai disuatu daerah ; bahasa suku bangsa seperti, Batak, Jawa, Sunda.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Alwi (5: 2011) bahasa daerah
adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan bahasa
intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia dan
dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya atau masyarakat
etnik di wilayah Republik Indonesia. Bahasa- bahasa daerah merupakan
bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.
Menurut Mackey dalam Alwi (2011: 225) ada tiga faktor yang
menentukan kekuatan suatu bahasa, yaitu faktor kekuasaan bahasa
(language power), faktor daya tarik bahasa (language attaraction), dan
faktor daya tekan bahasa (language pressure). Kekuasaan bahasa
berkaitan dengan masalah demografi, penyebaran, mobilitas, ekonomi,
ideologi, dan kebudayaan. Daya tarik bahasa berkaitan dengan status,
teritorial, dan interlingual. Ciri perilaku (behaviorial traits) dan akulturasi
konsep (concept acculturation) merupakan kriteria untuk mengetahui
seberapa jauh daya tekan yang dimilki suatu bangsa.
Berkaitan dengan perencanaan bahasa hal yang tidak bisa kita
hindari adalah perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, seperti
semakin meningkatnya arus globalisasi. Arus globalisasi ini ditandai
dengan semakin meningkatnya penggunaan teknologi-teknologi canggih
yang menjadikan arus informasi dari negara asing semakin mudah
dikonsumsi oleh masyarakat. Arus globalisasi ini nyatanya tidak hanya
marak di perkotaan, tetapi dahsyatnya arus informasi dan teknologi sudah
merambah ke daerah-daerah terpencil. Kecanggihan teknologi, seperti
televisi, internet, telepon genggam, semakin memudahkan masyarakat
untuk mendapatkan informasi dari luar dan mendapatkan kosakata asing.
Setiap hari masyarakat kita (Indonesia) disuguhi oleh beranekaragam
istilah-istilah asing sehingga perlu penerjemahan dan pengistilahan di
bidang informasi dan teknologi.
Fakta di masyarakat saat ini, tidak sedikit remaja Indonesia yang
menganggap dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing
menjadi sebuah pritise dan bahasa yang bergengsi. Dalam hal ini, bahasa
daerah menjadi inferior (tidak dominan) dan bahasa Indonesia atau
bahasa asing memiliki kecenderungan menjadi superior (dominan)
dibandingkan bahasa daerah terutama oleh kaum remaja khususnya yang
berdomisili di daerah perkotaan.
Sebagai contoh, fakta tentang penggunaan bahasa Lampung
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achril Zalmansyah (2009)
dalam artikelnya yang berjudul “Pemertahanan Bahasa Lampung oleh
Remaja Lampung di Kabupaten Lampung Selatan”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa 72,5 % responden yang menggunakan bahasa
Lampung di lingkungan keluarga dan hanya 45, 4% responden yang
menggunakan bahasa Lampung di lingkungan kalangan masyarakat.
Fenomena ini merupakan kenyataan pahit yang amat jelas terlihat dalam
kehidupan sehari-hari. Masyarakat Lampung terutama yang tinggal di
daerah perkotaan khususnya anak muda atau remaja Lampung akan
merasa “pe-de” (percaya diri) jika menggunakan bahasa Indonesia
dengan logat Betawi (lu-gue) daripada menggunakan bahasa Lampung
sebagai bahasa pertamanya.
Faktor lain yang tidak kalah memprihatinkan adalah kurangnya rasa
bangga menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa ibu. Kaum muda
merasa tidak “pe-de” jika harus menggunakan bahasa ibu mereka untuk
berkomunikasi walaupun dengan teman sesama suku. Hal ini, tentu
bertolak belakang dengan keinginan dan program pemerintah daerah
Lampung, melalui dinas pendidikan untuk menjadikan bahasa Lampung
sebagai bahan ajar muatan lokal (mulok) baik di tingkat sekolah dasar
amupun di tingkat menengah. Menghadapi tantangan semacam ini
diperlukan sebuah perencanaan bahasa yang berfungsi untuk mengatur
dan mempertahankan kelestarian bahasa nusantara. Menurut Riani (2010)
perencanaan bahasa dapat memengaruhi perubahan sosial yang
diinginkan dalam masyarakat, misalnya undang-undang kebahasaan yang
dibuat supaya masyarakat semakin menghargai, mencintai, dan bangga
menggunakan bahasa Indonesia dalam kehiduapan sehari-hari.
2. FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA DAERAH
Bahasa daerah merupakan alat komunikasi yang sangat alami bagi
anak dan merupakan pengalaman batiniah. Pemakain bahasa ini untuk
mewariskan nilai-nilai dan pengalaman yang sifatnya tidak formal,
misalnya sopan santun berbicara, berpakaian, dan bergaul dalam norma-
norma daerah.
Sesuai dengan pasal 36 UUD 1945, bahasa-bahasa di Indonesia
seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Batak berkedudukan
sebagai bahasa daerah dan merupakan unsur kebudayaan nasional.
Bahasa daerah memilki fungsi sebagai (1) lambang kebanggan daerah,
(2) lambang identitas daerah, (3) dan alat perhubungan di dalam keluarga
dan masyrakat daerah. Bahasa daerah dalam hubungannya dengan fungsi
bahasa Indonesia, berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2)
bahasa pengantar di sekolah dasar tertentu pada tingkat permulaan
untuk memperlancar pengajaran bahaasa Indonesia dan mata pelajaran
lainnya, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan
daerah.
Bahasa Daerah dan bahasa Indonesia memiliki hubungan sebagai
berikut.
a. Bahasa Daerah sebagai Pendukung Bahasa Nasional
Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2)
menegaskan bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa
daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Hal ini, sesuai dengan
perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, bahwa
bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional merupakan sumber
pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada
bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia
mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik
antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam
perkembangannya.
b. Bahasa Daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar
Bahasa daerah menjadi bahasa pengantar di daerah tertentu untuk
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan atau pelajaran lain di
daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan
tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
c. Bahasa Daerah sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa
Indonesia
Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah belum muncul di
bahasa Indonesia sehingga bahasa indonesia memasukkannya istilah
tersebut, contohnya getuk (penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya
yang direbus, kemudian dicampur gula dan kelapa {ditumbuk
bersama}) karena di bahasa Indonesia istilah tersebut belum ada, maka
istilah getuk juga diresmikan di bahasa Indonesia sebagai istilah dari “
penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian
dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama) “.
d. Bahasa Daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia di dalam
penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah
Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah, bahasa daerah
menjadi penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan
masyarakat yang kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu
sehingga dari pemerintah harus menguasai bahasa daerah tersebut
yang kemudian bisa dijadikan pelengkap di dalam penyelenggaraan
pemerintah pada tingkat daerah tersebut.
3. JUMLAH BAHASA-BAHASA DI INDONESIA
Indonesia adalah negara yang mengenal banyak bahasa, pada
tahun 2010 jumlah bahasa yang ada di Indonesia 726 bahasa daerah,
seperti dikutip dari laman (http:/www.etnologue.com). Bahasa-bahasa
tersebut tesebar di seluruh provinsi di Indonesia. Berikut bahasa menurut
pembagian per daerah.
1. Pulau Sumatera terdapat sekitar 35 ragam bahasa
2. Pulau Jawa –Bali terdapat 13 ragam bahasa
3. Pulau Nusa Tenggara dan Maluku Barat Daya terdapat 74 ragam
bahasa
4. Pulau Maluku
- Maluku Tengah terdapat 54 ragam bahasa
- Maluku Utara terdapat 25 ragam bahasa
- Maluku Selatan 46 ragam bahasa
5. Pulau Kalimantan terdapat 74 ragam bahasa
6. Pulau Sulawesi terdapat 114 ragam bahasa
7. Pulau Papua
- Papua Barat Laut terdapat 62 ragam bahasa
- Papua Timur 272 ragam bahasa
Berdasarkan rincian tersebut ragam bahasa daerah yang ada di
Indonesia berjumlah 726 bahasa, terdiri dari 719 bahasa lokal/daerah
(masih aktif digunakan sampai sekarang), 2 bahasa sekunder tanpa
penutur asli, dan 5 bahasa tanpa diketahui penuturnya. Akan tetapi, hasil
penelitian terbaru (2011) menunjukkan jumlah bahasa yang terdapat di
Indonesia meningkat menjadi 746 bahasa yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Daerah-daerah yang memiliki sistem aksara hanya
sembilan yakni, Aceh, Batak, Lampung, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Sunda,
dan Sasak.
4. KEPUNAHAN BAHASA DAERAH
Teori evolusi tentang seleksi alam rupanya berlaku juga pada bahasa,
sejumlah bahasa daerah disinyalir nyaris punah atau bahkan sudah
punah. Punahnya sebuah bahasa dapat bersifat wajar atau alami karena
penuturnya tidak ada lagi yang hidup atau penuturnya sudah
meninggalkan bahasa pertamanya dan pindah ke bahasa lain sebagai alat
komunikasi sehari-hari. Kepunahan bahasa dapat terjadi juga karena
peristiwa yang tidak wajar, seperti yang dialami oleh penduduk Tasmania
pada akhir abad ke-19 oleh pemerintah Australia atau penduduk Banda.
Apa pun alasannya kemungkinan punahnya bahasa menimbulkan
keprihatinan UNESCO.
Menurut perkiraan UNESCO, ada sekitar 6700 bahasa di dunia dan
50% di antaranya tersebar di Papua Nugini, Indonesia, Nigeria, India,
Meksiko, Kamerun, Australia, dan Brazil terancam punah. Keadaan ini
menjadi keprihatinan UNESCO karena bahasa tidak hanya dipakai sebagai
alat komunikasi untuk menyampaikan pesan dan pengetahuan. Bahasa
juga dipakai untuk mempererat hubungan sosial dan mengalihkan praktik
sosial dan budaya, di samping untuk mengungkapkan emosi, keinginan,
dan nilai-nilai (Rachmat, dalam Suhardi: 2009).
Berdasarkan jumlah seluruh bahasa yang ada di dunia lebih
dari10% ada di Indonesia. Bahasa –bahasa yang ada di Indonesia
beragam; ada yang didukung oleh jumlah penutur yang besar, yakni Jawa,
Sunda, dan Madura, misalnya masing-masing 75.200.000 orang, 27.
000.000 orang, dan 13.694.000 orang. Ada juga jumlah penutur bahasa
yang kecil jumlah penuturnya, seperti bahasa Kayan Wahau (di
Kalimantan), bahasa Benggoi (di Maluku), dan bahasa Baras (di Sulawesi
Selatan). Masing-masing dengan jumlah penutur 500 orang, 350 orang,
dan 250 orang (http:/www.etnologue.com).
Secara umum kelangsungan bahasa tergolong menjadi bahasa yang
aman, bahasa yang terancam punah, dan bahasa yang punah. Crystal
(2002:21) mengikuti Wurm, menggolongkan bahasa-bahasa yang lemah
kedudukannya menjadi sebagai berikut.
1. Bahasa yang berpeluang terancam punah: bahasa yang secara
sosial ekonomis kurang beruntung karena berada di bawah tekanan
bahasa yang lebih besar; bahasa ini mulai ditinggalkan oleh penutur
anak-anak.
2. Bahasa yang terancam punah: bahasa yang penutur termudanya
adalah pemuda adalah mereka yang beranjak dewasa; tidak ada
atau hanya sedikit yang belajar bahasa yang bersangkutan.
3. Bahasa yang benar-benar terancam punah: bahasa yang penutur
termudanya adalah mereka yang berusia 50 tahun atau bahkan
lebih tua.
4. Bahasa yang sekarat atau mati suri: bahasa yang jumlah
penuturnya sangat sedikit; sebagian besar di antara mereka sudah
beranjak tua.
5. Bahasa yang sudah punah: bahasa yang sudah tidak ada
penuturnya lagi.
Punahnya bahasa daerah disebabkan oleh kecenderungan
penggunaan bahasa Indonesia atau bahasa asing sebagai bahasa
pertama (bahasa ibu) yang diajarkan oleh orang tua kepada anak-anak
yang disebabkan oleh perkawinan antaretnis dan lingkungan sosial yang
heterogen atau multietnis. Kehadiran bahasa Indonesia ternyata memiliki
kontribusi ikut mendesak punahnya bahasa daerah. Kini di Indonesia
terdapat 746 bahasa ibu, tetapi dari tahun ke tahun jumlahnya berkurang.
Di Papua, ada 273 bahasa daerah dan kini menjadi 271 bahasa. Di
Sumatera jumlah bahasa daerah berkurang dari 52 bahasa menjadi 49
bahasa. Di Sulawesi bahasa daerah berkurang dari 116 bahasa menjadi
114 bahasa. Menurut hasil penelitian UNESCO, kepunahan bahasa ibu
terbanyak terjadi di Indonesia
Menurut Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Sugiyono, mengatakan,
"Dari 746 bahasa daerah di Indonesia kemungkinan akan tinggal 75 saja.
Dalam teorinya ada karena peperangan, bencana alam tetapi penyebab
yang paling utama sekarang ini akibat urbanisasi dan perkawinan antar
etnis. Jika dua orang dari daerah berpindah ke Ibu kota atau ke kota besar
maka mereka akan berinteraksi dengan etnis lain, lalu bahasa etnisnya
sendiri akan ditinggalkan. Mereka akan memilih bahasa Indonesia sebagai
penghubung antar etnik satu dengan etnik yang lain,
(http://www.analisadaily.com/news/read/2012/04/15/45711/).
1. PERENCANAAN BAHASA DAERAH DI INDONESIA
Istilah perencanaan bahasa (language planning) pertama kali
diperkenalkan oleh Haugen (1959), menurutnya perencanaan bahasa
tidak semata-mata meramalkan masa berdasarkan apa yang diketahui di
masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah
untuk mempengaruhi masa depan. Sebagai contoh, usaha perencanaan
itu pembuatan tata ejaan yang normatif, penyusunana tata bahasa dan
kamus yang akan dijadikan pedoman bagi penutur dalam masyarakat
yang heterogen.
Perencanaan bahasa yang dimaksud adalah kegiatan yang
dilakukan oleh negara mengenai pengaturan pemakaian bahasa untuk
memperlancar komunikasi di bidang administrasi pemerintahan dan
bidang kehidupan lain di bidang yang bersangkutan. Di Indonesia
kehidupan bahasa didasarkan pada Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “ bahasa negara adalah bahasa Indonesia” dan
penjelasannya yang menyatakan bahwa bahasa daerah dipelihara oleh
negara.
Keprihatinan UNESCO terhadap masalah kepunahan bahasa
diwujudkan antara lain dengan meluncurkan proyek yang disebut “the
Red Book of Languages in Danger of Dissappearing” tujuannya untuk
mengumpulkan informasi-informasi tentang bahasa-bahasa yang
terancam punah. Fisman (2001) menggagas usaha membalik arah
kedudukan bahasa dari kedudukan “bergeser” menjadi “bertahan”. Usaha
itu dimulai dari tahap yang paling rumit, yakni merekonstruksi bahasa dan
mengusahakan agar orang-orang dewasa memakai bahasa yang dulu
dipakai oleh orang tua mereka sampai tahap yang paling mudah yakni
mengusahakan agar bahasa itu dipakai di ranah pendidikan, pekerjaan,
media massa, dan pemerintahan.
Berkaitannya dengan perencanaan bahasa, pihak Pusat Bahasa
menggalakkan gerakan untuk mencintai bahasa daerah dan tentu tidak
hanya peran dari pihak ini saja melainkan perlu adanya kerja sama dan
kepedulian dari seluruh lapisan masyarakat khususnya di Indonesia untuk
bersama-sama melestarikan bahasa daerah. Undang-undang nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memungkinkan pemakaian
bahasa daerah seluas-luasnya. Hal yang tak kalah penting untuk
diperhatikan adalah harus ada pembagian alokasi pemakaian antara
bahasa daerah dan bahasa nasional.
Menurut Sugiyono dalam (http://www.analisadaily.com/news/read
/2012/04/15/45711) pihak Kementerian Pendidikan Nasional saat ini terus
melakukan pengumpulan kosa kata dan merekamnya serta melakukan
revitalisasi untuk menghidupkan kembali bahasa daerah dengan
menggelar berbagai festival seni di daerah-daerah. Bahasa yang bertahan
umunya punya sistem tulis artinya bahasanya sendiri mempunyai faslitas
untuk merekam bahasa itu dalam media selain lisan, ini lebih banyak
bertahan. Implikasinya bahasa yang punya sistem tulis itu pasti
berkembang, seperti Jawa, Sunda, Madura dan semua Melayu.
Pengamat Bahasa dari Universitas Atmajaya Jakarta Bambang Kaswanti
Purwo menganjurkan agar setiap orang tua terbiasa menggunakan
bahasa daerah dirumahnya. Selain itu, Kementerian Pendidikan Nasional
harus mulai mewajibkan setiap murid menguasai setidaknya satu bahasa
daerah. Hal ini dilakukan agar bahasa daerah tidak punah.
Salah satu upaya yang kongkret yang berupaya mempertahankan
keberadaan bahasa daerah berupa penggalakan penerbitan buku-buku
dalam bahasa daerah yang berkaitan dengan karya sastra seperti novel,
kumpulan cerita pendek. Usaha lain yang dapat dilakukan dapat berupa
penghargaan dari pemerintah (dalam hal ini pusat bahasa). Kepada tokoh
yang dinilai berjasa dalam pemeliharaan kegiatan pemeliharaan budaya
dan bahasa daerah. Pihak swasta telah memprakarsai usaha ini seperti
yang diwujudkan dalam pemberian hadiah Rancage yang diberikan
kepada mereka yang berjasa membina kebudayaan Sunda atau
kebudayaan daerah lainnya. Melalui usaha-usaha kongkret itu diharapkan
bahasa daerah tetap terjaga eksisitensinya dan terpelihara
kelestariannya.
Sebagai contoh untuk mendukung keberadaan dan pengembangan
bahasa Lampung, Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Lampung melalui Surat Keputusannya tanggal 5
Maret 1990, Nomor: 10229/II2.L1/J/1990, mengharuskan semua sekolah
(mulai dari SD, SLTP, SLTA/kejuruan/keguruan negeri dan swasta) yang
ada di wilayah Propinsi Lampung mengajarkan bahasa dan aksara
Lampung untuk mengisi program muatan lokal. Dalam surat keputusan
tersebut, juga ditetapkan bahwa kedudukan nilai pembelajaran bahasa
Lampung di dalam rapor ikut menentukan naik atau tidak naik kelas
seorang siswa dan ikut menunjang nilai Surat Tanda Tamat Belajar/STTB
(Sanusi, 1996:3).
SIMPULAN
Masa depan bahasa daerah tidak hanya menjadi perhatian besar
pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pusat bahasa untuk tetap
mengembangkan dan melestarikan bahasa-bahasa daerah. Akan tetapi,
generasi muda sebagai generasi penerus bangsa memiliki tanggung
jawab untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa daerah.
Peran teknologi yang semakin canggih pun harus dimanfaatkan
untuk meningkatkan pemertahanan bahasa daerah, misalnya melalu
jejaring sosial seperti sms, facebook, twitter atau melalui blog.
Pemanfaatan jejaring sosial ini dapat menyambung komunikasi dengan
komunitas atau grup orang-orang yang memiliki bahasa daerah yang
sama. Antar suku yang sama dapat menggunakan bahasa daerah mereka
untuk berkomunikasi atau membuat komunitas bahasa yang sama
antarsuku.
Pemertahanan bahasa daerah dari kelompok yang paling kecil,
misalnya dalam pernikahan yang beda etnis. Dalam hal ini orang tua
tetap mengajarkan kepada anak untuk tetap menggunakan bahasa
daerah. Jika orang bapaknya bahasa Jawa, ibunya bahasa Sunda hal ini
justru akan memperkaya bahasa anak.
Pemertahanan bahasa daerah dapat juga dilakukan melalui
pelestarian sastra daerah, melalui penerbitan karya sastra seperti cerpen,
puisi, dongeng, surat kabar yang menggunakan bahasa daerah. Dengan
demikian, diharapkan bahasa daerah dapat dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa BnadungAlwi, Hasan. 2011. Butir-Butir Perencanaan Bahasa (Kumpulan Makalah).
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Alwi, et al. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi
Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik (Perkenalan
Awal). Jakarta: Rineka Cipta. Suhardi, Basuki. 2009. Pedoman Penelitian Sosiolinguisttik. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
ElektronikHubungan fungsi bahasa daerah dan bahasa Indonesia di laman
http://wakuadratn.wordpress.com/2011/08/05/hubungan-fungsi-bahasa-daerah-dengan-bahasa-indonesia/ diunduh pada 11 April 2012
Ancaman kepunahan bahasa di laman http://surabaya.tribunnews.com/2012/01/31/169-bahasa-daerah-di-indonesia-terancam-punah diunduh pada 11 April 2012
Hubungan fungsi bahasa daerah dan bahasa Indonesia di laman http://wakuadratn.wordpress.com/2011/08/05/hubungan-fungsi-bahasa-daerah-dengan-bahasa-indonesia/ diunduh pada 11 April 2012
Lewis, M.Paul (ed), 2009. Ethnolugue: Language of the word, sixteenth edition. Dallas, text: SIL International Online version http:/www.etnologue.com/ http:/www.etnologue.com melalui blog Andi Yasa di laman blogandiyasa. Blogspot.com/2010/07/Jumat/Jumlah bahasa-bahasa di Indonesia/) diunduh pada 11 April 2012
KEBIJAKAN PERENCANAAN BAHASA
Richardus Nikolaus
PENDAHULUAN
Istilah perencanaan bahasa seringkali diidentikkan dengan konteks
dunia ketiga sebagai alat untuk menciptakan bahasa nasional standar
yang merupakan bagian dari proses modernisasi dan nation building.
Padahal sebenarnya perencanaan bahasa tidak hanya terjadi pada dunia
ketiga dan bukan semata-mata hanya merupakan alat untuk menciptakan
bahasa nasional standar. Perencanaan bahasa mencakup sesuatu yang
lebih luas daripada hanya sekadar menciptakan bahasa nasional standar.
Perencanaan bahasa tidak hanya dapat dikerjakan dalam suatu level
nasional. Hal ini juga dapat dilakukan oleh suatu etnik, agama, atau
kelompok yang terdiri dari orang orang yang memiliki suatu profesi
tertentu. Perencanaan bahasa ini juga bisa dilakukan dengan melibatkan
lebih dari satu negara (dalam tingkat pemerintahan maupun
nonpemerintahan) atau dalam suatu organisasi atau konferensi
internasional maupun regional.
1
Dalam tingkat pemerintahan, perencanaan bahasa akan mengambil
bentuk sebagai suatu kebijakan bahasa. Dalam tingkat non-pemerintahan,
perencanaan bahasa akan dilakukan oleh suatu organisasi, seperti SIL
International yang melakukan aktivitas untuk beberapa perencanaan
bahasa di beberapa tempat di dunia, khususnya untuk daerah yang belum
mengenal bahasa tulis.
Istilah perencanaan bahasa atau language planning pertama kali
diperkenalkan oleh Haugen (1959). Dalam artikelnya, Haugen
mengemukakan bahwa perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk
membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para
perencana. Usaha-usaha tersebut misalnya menyiapkan ortografi,
penyusunan tatabahasa dan kamus yang normatif sebagai panduan untuk
penulis dan pembicara dalam suatu komunitas bahasa yang tidak
homogen (Cooper, 1989:29,Moeliono, 1981:5).
Perencanaan bahasa tersebut sangat diperlukan untuk
memecahkan berbagai masalah kebahasaan. Neustupny (1970) (dalam
Moeliono 1981:6) mengungkapkan masalah bahasa timbul akibat adanya
ketakpadanan atau ketakadakekuatan dalam bahasa. Ketakpadanan yang
pertama menyangkut ragam bahasa tertentu di dalam masyarakat,
sedangkan ketakpadanan kedua bertalian dengan penggunaan bahasa
orang perorang.
Untuk menangani kedua macam masalah kebahasaan tersebut
diusulkan dengan dua cara,yaitu:
(1) Ancangan garis haluan (policy approach)
Hal ini menangani masalah seperti pemilihan bahasa kebangsaan,
pembakuan bahasa, keberaksaan (literacy), tata ejaan, dan
pelapisan bahasa yang beragam.
(2) Ancangan pembinaan (cultivation approach).
Ancangan ini dicirikan oleh perhatian utama pada masalah
ketepatan dan
keefisienan dalam pemakaian bahasa, langgam bahasa (style), dan
kendala
(constraint) dalam berkomunikasi.
Neustupny (1968) (dalam Moeliono 1981: 6-7) mengingatkan bahwa
ada tiga hal yang perlu diperhatikan jika kita akan melakukan
perencanaan suatu bahasa, yaitu:
(1)Tata hubungan antara kode bahasa dan ujaran;
(2)Tata hubungan antara kode bahasa dan pola perilaku
kemasyarakatan yang lain, dan
(3)Hubungan antara komunikasi verbal dan yang bukan verbal.
Selain itu, perencanaan bahasa juga harus dilakukan dari berbagai
sudut pandang sosiolinguistik, sosiologi, sosial psikologi, ilmu politik, dan
ekonomi karena perencanaan bahasa tidak dapat dilakukan terpisah dari
perencanaan sosial (Rubin & Jernudd, 1975).
MENGAPA PERENCANAAN BAHASA DIPERLUKAN?
Perencanaan bahasa muncul sebagai kebijakan dan keputusan atau
sebagai respon terhadap kebutuhan sosial politik. Perencanaan bahasa
diperlukan, misalnya, di mana sejumlah kelompok linguistik bersaing
untuk dapat akses dalam kehidup sehari hari, atau kelompok minoritas
linguistik tertentu yang tidak dapat mengakses mekanisme tersebut.
Sebagai contoh: Pengadilan Interpreter Act, yang menyediakan juru
bahasa untuk setiap korban, saksi, atau terdakwa yang bahasa ibunya
bukan bahasa Inggris, dan Voting Rights Act of 1975, yang menyediakan
untuk surat suara dua bahasa di daerah di mana lebih dari 5% dari
populasi berbicara bahasa lain selain bahasa Inggris. Kedua lembaga
pemerintah dan sosial harus efektif dan setara memenuhi kebutuhan
penduduk sehingga kelompok-kelompok bervariasi dalam repertoar
bahasa memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan mereka dan untuk menerima layanan dari pemerintah
mereka.
Keputusan perencanaan bahasa biasanya berusaha untuk
memenuhi kebutuhan, dengan mengurangi keanekaragaman bahasa,
seperti dalam kasus di mana satu bahasa dinyatakan bahasa nasional di
negara multibahasa (seperti bahasa Indonesia di Indonesia),atau di mana
berbagai bahasa tunggal dinyatakan "standar "untuk mempromosikan
persatuan linguistik di negara yang terdapat dialek yang berbeda beda itu
ada. Sebagai contoh meskipun banyak dialek Cina, namun promosi
sebagai bahasa nasional memberikan kontribusi untuk rasa persatuan
nasional.
APA SAJA YANG MERUPAKAN LANGKAH LANGKAH PERENCANAAN
BAHASA?
Upaya perencanaan bahasa biasanya meliputi beberapa tahap,
yaitu:
Tahap Analisis kebutuhan, yang melibatkan analisis sosial politik
dari pola komunikasi dalam masyarakat. Tahap selanjutnya dalam proses
perencanaan bahasa melibatkan pemilihan bahasa atau ragam bahasa
untuk tujuan perencanaan. Tahap ini kadang-kadang disebut sebagai
"perencanaan status" yang meliputi: Kodifikasi. Karakteristik atau kriteria
bahasa yang "baik" yang didirikan
Standardisasi.
Berbagai kesatuan bahasa dibuat, jika perlu. "Fine-tuning" bahasa
yang dipilih atau ragam bahasa ini disebut sebagai "perencanaan korpus"
dan termasuk tahap-tahap berikut: Elaborasi. Setiap dari berbagai
perkembangan, termasuk perluasan kosa kata, perluasan repertoar gaya,
dan penciptaan fon, memungkinkan bahasa untuk berfungsi dalam
rentang yang lebih besar. Budidaya. Pembentukan arbiter, seperti kamus
atau akademi bahasa, memelihara dan kemajuan status bahasa. Selain
pembentukan dan pelaksanaan perubahan melalui status dan
perencanaan korpus, evaluasi dan umpan balik menyediakan mekanisme
untuk menentukan seberapa baik upaya perencanaan bahasa yang maju.
UPAYA PERENCANAAN BAHASA INDONESIA
Menurut (Sugono, 2005) upaya perencanaan bahas Indonesia meliputi:
1. Peningkatan mutu bahasa (Penyempurnaan EYD)
2. Pemantapan sistem bahasa.
3. Penelitian berbagai aspek tataran linguistik.
4. Peningkatan mutu peningkatan pengunaan bahasa.
5. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap bahas.
6. Pengadaan sarana kebahasaan buku acuan,panduanan dan sarana
informasi kebahasaan.
7. Peningkatan mutu tenaga kebahasaan.
8. Kelembagaan.
9. Perencanaan bahasa memerlukan kelembagaan yang handal.
APA YANG DILAKUAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA YANG
SPESIFIK DAN MEMPENGARUHI?
Perencanaan bahasa dapat mempengaruhi semua bidang
penggunaan bahasa tetapi biasanya berkonsentrasi pada yang lebih
diamati. Menulis. Bentuk tertulis dari bahasa mungkin harus
dikembangkan, dimodifikasi atau standar. Contoh: Di Turki dalam menulis
selama berabad-abad dengan huruf Arab yang tidak mewakili vokal. Sejak
Turki memiliki delapan vokal, menulis dengan huruf Arab itu sangat sulit.
Pada tahun 1920 Ataturk menanggapi masalah ini dengan mewajibkan
bahwa Turki dalam menulis menggunakan abjad Romawi.
Leksikon. Kosakata dari suatu bahasa perlu untuk memperluas
untuk mengikuti perkembangan teknologi yang meningkat, sebagai
contoh: fungsi utama dari lembaga seperti Pusat bahasa di Swedia Teknis
Terminologi adalah untuk mengkoordinasikan bentuk lisan dan tulisan
standar serta untuk mempublikasikan istilah baru di media, pemerintah,
dan industri.
Sintaksis. Suatu bahasa perlu untuk memperluas bahasa dan fungsi
bahasa nasional. Tok Pisin dimulai sebagai sebuah pidgin di Papua Nugini.
Namun, seperti Tok Pisin menjadi lingua franca untuk daerah New Guinea,
kosakata yang kecil, sintaksis yang terbatas, dan kurangnya tanda-tanda.
Perkembangan sintaksis yang diperlukan dari pidgin untuk
mengakomodasi penggunaan yang lebih luas dari bahasa dalam dokumen
hukum dan pemerintah persidangan.
BAGAIMANA SISTEM PENDIDIKAN MERESPON TERHADAP UNDANG-
UNDANG PERENCANAAN BAHASA
Respon sistem pendidikan untuk Peraturan Pemerintah baik
Perencanaan bahasa dapat meningkatkan atau mengurangi
keanekaragaman bahasa. Tanggapan yang mengurangi keanekaragaman
bahasa meliputi instruksi satu bahasa dalam bahasa target. Pendidikan
bilingual transisi, seperti dalam bahasa ibu mengasu anak secara
bertahap dikurangi.
Tanggapan yang mempromosikan keberagaman bahasa meliputi:
program pemeliharaan bahasa yang menekankan sama bahasa asli
anak,bahasa target dan budaya. Peran dan program seperti St Lambert
program di Quebec di mana berbahasa Inggris anak-anak diajarkan dalam
lingkungan yang sama sekali berbahasa Perancis (Lambert & Tucker,
1972).
Bahasa Indonesia Telah di atur oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional),
merupakan lembaga tertinggi yang bertugas dalam perencanaan bahasa.
Kegiatan-kegiatan perencanaan bahasa di Indonesia tidak disebut
‘perencanaan’ tetapi Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia,
yang bisa diberitugas sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pengembangan kurikulum dan silabus.
2. Perencanaan dan pengembangan buku pelajaran, buku
pegangan guru, buku bacaan, alat bantu pelajaran audiovisual,
dan lain-lain.
3. Koordinasi pelaksanaan dan pengawasan.
4. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam
materi,metode dan teknik dalam KBM.
5. Evaluasi perencanaan dan pelaksanaan.
6. Perencanaan dan pengembangan pusat pengujian bahasa.
7. Mengadakan penyelidikan terus-menerus terhadap bahasa dalam
meningkatkan hasil dan mutu.
8. Penerbitan berkala profesi dan penerbitan lain sehubungan
dengan bidang-bidang tugasnya masing-masing.
9. Bidang lain yang berhubungan dengan pengajaran bahasa.
SIAPA YANG TERLIBAT DALAM UPAYA PERENCANAAN BAHASA?
Karena perencanaan bahasa biasanya merespon masalah sosial
politik di alam sosiolog atau ilmuwan politik pertama dapat
mengidentifikasi dan menilai kebutuhan untuk semacam tindakan. Ahli
bahasa dapat berpartisipasi dalam tahap penilaian kebutuhan untuk
menentukan apakah bahasa atau dialek yang dipilih secara memadai
menangani masalah tersebut. Ahli bahasa dapat menyarankan cara di
mana sintaksis atau morfologi yang standar, atau mungkin membantu
dalam memperluas kosakata secara teknis. Pendidik menggabungkan
undang-undang perencanaan ke dalam tindakan dan mengembangkan
program-program untuk memenuhi kebutuhan identifikasi.
Seorang penulis mengikuti tradisi menulis dalam berbahasa atau
dalam sebuah karya tulis yang lengkap dalam bahasa yang sebelumnya.
Ekspansi gaya memungkinkan perumusan dokumen pemerintah dalam
bahasa yang direncanakan.
Bahasa Nasional pada lembaga akademi dapat mengawasi satu atau lebih
tahapan proses perencanaan bahasa.
Lembaga pendidikan memegagang peranan penting dalam
Perencanaan bahas karena lewat lembaga pendidikan orang akan
mengetahui berbahasa yang baik dan benar. Contoh: Francaise Acadamie
bekerja untuk budidaya lanjutan dari bahasa Perancis terutama melalui
upaya pemurnian. Masyarakat Linguistik Turki mengejar kodifikasi
lanjutan dan standarisasi Turki melalui penghapusan pengaruh bahasa
Arab dan Persia.
Di Indonesia pembelajaran bahasa Indonesia diatur dalam undang
undang dan menjadi bahasa Negara,bahasa persatuan dan bahasa
pengantar dalam tingkat Pendidikan.
APA YANG MERUPAKAN STATUS PERENCANAAN BAHASA DI
AMERIKA SERIKAT?
Bahasa Nasional secara de facto di Amerika Serikat adalah bahasa
Inggris. Namun imigran meningkat telah menghasilkan komunitas yang
besar dan layak di Amerika Serikat,yang bahasa ibunya bukan bahasa
Inggris.
Komposisi perubahan linguistik dari populasi telah mengakibatkan
tindakan legislatif, seperti Undang-Undang Pendidikan Bilingual (Bab VII)
tahun 1968 dan penyediaan surat suara dua bahasa yang bertujuan untuk
memastikan bahwa non-bahasa Inggris memiliki akses yang sama untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan dan masyarakat.
Undang-undang lain seperti Amandemen yang diusulkan Bahasa
Inggris untuk Konstitusi AS dan 1986 Proposisi California 63, ditujukan
untuk membatasi penggunaan resmi bahasa lain selain bahasa Inggris
dan mempromosikan status resmi bahasa Inggris saja.
APA TANTANGAN MASA DEPAN UNTUK AMERIKA SERIKAT?
Seperti perkembangan terakhir dari upaya untuk mengatur masalah
perbedaan bahasa membuktikan bahwa perencanaan bahasa menjadi
lebih penting dalam masyarakat yang semakin multibahasa.
Sebuah respon legislatif koheren atau berhubungan dan informasi
atas pertanyaan-pertanyaan sosial dan politik yang diajukan oleh
komposisi perubahan populasi diperlukan agar legislator dan pendidik
dapat membuat pilihan informasi tentang kebijakan bahasa di berbagai
bidang seperti kebijakan pendidikan dan akses terhadap layanan dasar.
Tantangan masa depan Amerika antara lain :
(1)Bahasa dan budaya imigran menjadi berkembang
(2)Kehilangan identitas kebahasaan
(3)Kurangnya minat dan sikap masyarakat untuk mempertahankan
bahasa.
(4)Lemahnya sistem perundang–undangan yang mengatur tentang
kebahasaan.