7

Brahmantia, he feels art and music is one of the passions ... · Komunikasi Visual di Universitas Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung ini sudah pernah beberapa kali mengikuti pameran

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • This Balinese man, whose full name is I Gusti Ngurah Bagus Brahmantia, he feels art and music is one of the passions that until now has become an active activity that fills Gung Wah’s daily life beyond completing his obligations as a student majoring in law at Udayana University, Denpasar.

    Since 2012, Gung Wah has joined a group band called Rollfast, which has shown several times through creative processes and involves many artists to collaborate. Then in 2014, Gung Wah began to be involved in Pavana Collective, an art community that is actively involved in art / creative events in Denpasar.

    Laki-laki asli Bali yang bernama lengkap I Gusti Ngurah Bagus Brahmantia ini merasa bahwa dunia seni rupa dan musik merupakan salah satu passion yang hingga saat ini menjadi salah satu kegiatan aktif yang mengisi keseharian Gung Wah diluar menuntaskan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa jurusan hukum di Universitas Udayana, Denpasar.

    Sejak tahun 2012, Gung Wah tergabung dalam sebuah kelompok band bernama Rollfast yang dalam beberapa kali pertunjukkannya selalu melalui proses-proses kreatif dan melibatkan banyak seniman untuk berkolaborasi. Kemudian di tahun 2014, Gung Wah mulai terlibat di Pavana Collective, sebuah komunitas seni yang aktif terlibat di acara seni/kreatif di Denpasar.

    Kevin Aditya, who is still studying Visual Communication Design at National University of Technology (ITENAS) Bandung, has participated in several exhibitions and art activities held in Bandung, Yogyakarta & Jakarta. His so friendly and love to meet new people turned out to be quite influential on his works, he liked to try to make experimental works that often involved community interaction.

    Kevin Aditya yang masih mengenyam pendidikan jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung ini sudah pernah beberapa kali mengikuti pameran dan kegiatan seni yang diadakan di Bandung, Yogyakarta & Jakarta. Karakternya yang ramah dan suka bertemu dengan orang baru ternyata cukup berpengaruh besar terhadap karya-karyanya, ia suka mencoba membuat karya experimental yang seringkali melibatkan interaksi masyarakat.

  • Kuncir Sathya Viku is a Balinese graphic artist / illustrator / painter / muralist. After completing his undergraduate study in Visual Communication Design at ISI Denpasar in 2013 and worked as a graphic designer at the Ubud Writers and Readers Festival for 3 years and finally chose to start his own path.

    During the exploration process, Kuncir was interested with spiritual and magical, which were taboo to be discussed by Balinese people. Kuncir’s research on sacred Balinese manuscripts is a source of inspiration which is then combined with cheesy jokes are familiar in the community.

    Kuncir Sathya Viku adalah seorang seniman grafis/ilustrator/pelukis/muralis asli Bali. Setelah menyelesaikan studi S1nya di Desain Komunikasi Visual di ISI Denpasar tahun 2013 dan bekerja sebagai graphic designer di Ubud Writers and Readers Festival selama 3 tahun dan akhirnya memilih untuk memulai jalannya sendiri.

    Selama proses eksplorasi, Kuncir tertarik pada hal-hal yang berbau spiritual dan magis, dimana hal tersebut merupakan hal yang tabu untuk diperbincangkan masyarakat Bali. Penelitian Kuncir tentang naskah Bali yang sakral menjadi sumber inspirasi yang kemudian dikombinasikan dengan lelucon murahan yang familiar di lingkungan masyarakat.

    His daily life as a student of the Architecture Landscape at Udayana University and actively working in the theater performance makes Komang Tress accustomed to making various installations to respond the performance space. Long served as chairman of Orok Theater in Udayana University and a member of Teater Kalangan, Tress began to know artists from various backgrounds to collaborate. Excited to learn about art makes Tress happy to meet, discuss and learn from the artists, until finally he trying to make artwork on his own behalf.

    Kesehariannya sebagai mahasiswa Arsitektur Lansekap Universitas Udayana dan aktif berkarya di bidang pementasan teater membuat Komang Tress telah terbiasa membuat berbagai macam instalasi yang merespon ruang pertunjukan. Lama menjabat sebagai ketua Teater Orok Universitas Udayana dan anggota Teater Kalangan, Tress mulai banyak mengenal seniman dari berbagai latar belakang untuk berkolaborasi. Haus akan ilmu tentang dunia seni membuat Tress sering berdiskusi dan belajar dari seniman-seniman yang ditemuinya, hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuat karya atas nama dirinya sendiri.

  • After 6 months choosing to settle in Bali, Mia Diwasasri, who graduated from fine arts at ITB Bandung, has been known as an active person in holding ceramics / drawing in ceramics workshops and some of Mia’s ceramic products have been sell at creative shops in Bali.

    Before choosing to move to Bali, Mia had a lot of experience in participating in various exhibitions in Indonesia, and often participated in art projects related to social or humanitarian activities.

    Baru 6 bulan memilih untuk menetap di Bali, Mia Diwasasri yang lulus dari seni murni di ITB Bandung ini sudah dikenal sebagai seorang yang aktif mengadakan workshop keramik/menggambar di keramik dan beberapa produk keramik karya Mia telah banyak dijual di creative shop di Bali.

    Sebelum memilih hijrah ke Bali, Mia banyak memiliki pengalaman dalam mengikuti berbagai pameran di Indonesia, serta seringkali ikut serta dalam proyek-proyek seni yang berhubungan dengan kegiatan sosial ataupun kemanusiaan.

    Born and raised in West Sulawesi, Putra Wali Aco is currently living in Bali because he still has to complete his studies in Fine Arts Education at the University of Education Ganesha, Singaraja. Since 2015 until now Putra Wali is still actively participating in exhibitions along with the characteristics of his work which often raise cultural themes and Putra Wali is known as one of the young artists who work using filter printing techniques.

    Lahir dan besar di Sulawesi Barat, Putra Wali Aco kini sementara menetap di Bali karena masih harus menyelesaikan studinya di ilmu Pendidikan Seni Rupa di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Sejak tahun 2015 hingga saat ini Putra Wali masih aktif mengikuti pameran bersama dengan ciri khas karyanya yang seringkali mengangkat tema budaya dan Putra Wali dikenal sebagai salah satu seniman muda yang berkarya menggunakan teknik cetak saring.melibatkan interaksi masyarakat.

  • Focusing on the art since studied at SMSR (Fine Arts High School), Dewa Gede Suyudana Sudewa is now continuing his studies in Fine Arts Department at ISI Yogyakarta. Most of Suyu’s work depicts human expressions and tells about human life in the world. Suyu has been involved in many exhibitions with artists in Yogyakarta and in Bali, and often even works with senior artists.

    Mulai fokus pada dunia seni sejak bersekolah di SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) Bali, Dewa Gede Suyudana Sudewa kini melanjutkan studinya di jurusan Seni Murni ISI Yogyakarta. Sebagian besar karya Suyu menggambarkan ekspresi wajah manusia dan bercerita tentang segala lika-liku kehidupan manusia di dunia. Suyu telah banyak terlibat pameran bersama para perupa di Yogyakarta maupun di Bali, bahkan seringkali karyanya bersanding dengan para perupa senior.

    A muralist/street artist, Vendy Methodos is domiciled and actively works in Yogyakarta. In street art, Vendy is one of the most productive in working on walls and public objects as a way to interact with society. Through his work inspired by anxiety, swearing, politics, cynicism, and social skepticism that are packaged in a sarcastic and satirical manner, Vendy hopes to invite people to reflect on a life that sometimes escapes human consciousness itself. Often collaborating with many street artists, making his name increasingly known not only in Indonesia, but also among international street artists.

    KSeorang muralis/seniman jalanan yang lebih dikenal dengan sebutan Vendy Methodos ini berdomisili dan aktif berkarya di Yogyakarta. Dalam dunia seni jalanan, Vendy merupakan salah satu yang paling produktif dalam berkarya di dinding maupun benda-benda publik sebagai salah satu cara untuk berinteraksi dengan masyarakat. Melalui karyanya yang terinspirasi dari kecemasan, umpatan, politik, sinisme, dan skeptisme sosial yang dikemas secara sarkas dan satir, Vendy berharap bisa mengajak orang-orang untuk merefleksikan kehidupan yang terkadang luput dari kesadaran manusia itu sendiri. Sering melakukan kolaborasi dengan banyak seniman jalanan, membuat namanya semakin dikenal bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di kalangan seniman jalanan internasional. melibatkan interaksi masyarakat.

  • Windee Winata, born in Bali but had studied and worked in Germany from 1993-2004, then returned to Bali and settled until now and active as a photographer. Windee interested in the unseen, he often uses motion and focus blur by adjusting the lens’s slope to build a feeling of dreaming so as to be able to invite the audience to build their own interpretations.

    Windee Winata, lahir di Bali namun sempat menempuh pendidikan dan bekerja di Jerman sejak tahun 1993-2004, kemudian kembali ke Bali dan menetap hingga saat ini dan aktif sebagai fotografer. Windee yang tertarik dengan hal-hal yang gaib ini seringkali menggunakan gerakan serta mengaburkan objek dengan mengatur kemiringan lensa untuk membangun perasaan bermimpi sehingga mampu mengajak para penikmat karyanya untuk membangun interpretasi sendiri

    I Made Surya Subratha, who is currently still active as a student Fine Arts at ISI Yogyakarta, is a Balinese man who was born and raised in a city with very strong artistic elements, Gianyar. Altough lived in Yogyakarta for 4 years, Surya never missed the development of art in Bali by continuing to communication and continue to build relations with Balinese artists. Surya have been involved in many actors in Indonesia in a period of 5 years.

    I Made Surya Subratha yang saat ini masih aktif sebagai mahasiswa jurusan Seni Murni di ISI Yogyakarta ini adalah laki-laki asli Bali yang lahir dan besar di kota yang unsur seninya sangat kental, yaitu Gianyar. Meskipun telah menetap di Yogyakarta selama 4 tahun, Surya tidak pernah melewatkan perkembangan seni di Bali dengan terus menjalin komunikasi dan tetap membangun relasi pertemanan dengan para seniman Bali. Surya telah terlibat dalam banyak pemeran di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun.

  • Born in 1959 in Hong Kong, Renee M. Thorpe is a writer who has been familiar with the art since childhood because his father, Jim Melchert was an artist. Renee, who has an educational background in English Literature and Fine Arts, now lives in Karangasem, Bali and is still actively working and writing for several international media. The focus on writing about topics related to art and culture because she love art and literature that she has practiced since studied at University of Hong Kong.

    Lahir tahun 1959 di Hong Kong, Renee M. Thorpe adalah seorang penulis yang telah familiar dengan dunia seni sejak kecil karena sang ayah, Jim Melchert merupakan seorang seniman. Renee yang berlatar belakang pendidikan Seni Murni dan Sastra Inggris, kini menetap di Karangasem, Bali dan masih sangat aktif berkarya dan menulis untuk beberapa media internasional. Fokus menulis tentang topik-topik yang berhubungan dengan seni dan budaya merupakan salah satu bukti kecintaannya terhadap seni dan sastra yang telah ditekuninya sejak mengenyam pendidikan di University of Hong Kong.

    At the beginning of his college in California, this 42-year-old woman learned a lot about fine art, but her knowledge and technical skill come from friends, environment, books, nature, internet and the figures she admires.

    This woman who likes watching Indian movies and reading history & natural science books has long worked as a graphic designer and art director, but now Mariskha chooses to work part-time as a purchaser so that half of her time can be used to pursue her dream as a full-time artist.

    Di awal-awal masa kuliahnya di California, perempuan 42 tahun bernama lengkap Mariskha Maria ini belajar banyak tentang seni murni, namun pengetahuan dan kemampuan teknis dalam berkarya cenderung berasal dari teman, lingkungan, buku, alam, internet dan figur yang dikaguminya.

    Perempuan yang gemar menonton film India dan membaca buku sejarah & natural science ini sempat lama bekerja sebagai seorang graphic designer dan art director, namun kini Mariskha memilih untuk bekerja part-time sebagai purchaser agar separuh waktunya bisa digunakan untuk mengejar mimpinya sebagai seniman full-time.