Upload
lodiakristinmanipada
View
218
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bahan ujian pak aziz.docx
Citation preview
Penyebab kematian
1. Penyakit.
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mamae).
b. CVD (cerebrovascular disaese).
c. CRF (chronic renal failure (gagal ginjal) ).
d. Diabetes melitus (gangguan endokrin).
e. MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) ).
f. COPD (chronic obstruction pulmonary disaese)
2. Kecelakaan (hematoma epidural).
2.2.3 Ciri atau tanda klien lanjut usia menjelang kematian
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur. Biasanya
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki
2. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung
hidungnya
3. Kulit tampak pucat
4. Denyut nadi mulai tak teratur
5. Tekanan darah menurun
6. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
7. Pernafasan cepat dangkal dan tidak teratur.
Tanda –tanda meninggal secara klinis.
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968,
World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
2.2.4 Tahap Kematian
1. Tahap Pertama ( Penolakan )
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu
ditandai dengan komentar “saya?tidak, itu tidak mungkin”.
2. Tahap kedua (marah)
tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien
lanjut usia itu berkata “mengapa saya? ” sering kali klien lanjut usia akan
selalu mencela setiap orang dalam segala hal.
3. Tahap ketiga (tawar – menawar )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya,
benar aku, tapi...” kemarahan biasnya mereda dan klien lanjut usia
biasanya dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang
sedang terjadi pada dirinya.
4. Tahap keempat (sedih/ depresi )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya,
benar aku” hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena
lanjut usia sedang dalam suaana berkabung.
5. Tahap kelima (menerima/ asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini,
klien lanjut usia telah membereskan segala urusan ysng belum selesesai
dan mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala
sesuatunya.
2.2.5 Pengaruh Kematian
1. Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia :
a. Bersikap kritis terhadap cara perawatan.
b. Keluarga dapat menerima kondisinya.
c. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.
d. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan
tidak dapat mengatasi rasa sedih.
e. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
f. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat
memperbesar beban emosi keluarga.
g. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.
2. Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman :
a. Simpati dan dukungan moril.
b. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan
2.2.6 Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian :
a. Kebutuhan jasmaniah.
Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang.
Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia
( mis., sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan
sebagainya ).
b. Kebutuhan fisisologis.
a) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri
sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut,
badan dan sebagainya.
b) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien
dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian
obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien.
c) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik
dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar,
posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari
mulut dan pemberian oksigen.
d) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk
mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus
otot sudah menurun.
e) Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea
dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan
cair atau Intra Vena atau Invus.
f) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan
untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat
diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang
diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet,
harus diberikan salep.
g) Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya
menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat
terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau
mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas
dan tidak berbisik-bisik.
c. Kebutuhan emosi.
Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut
usiadalam menghadapi kematian.
a) Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat
( ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak
mampu mencegah kematian ).
b) Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya.
Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan
di masa lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut
berkenaan, luangkan waktu sejenak.
c) Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.
d. Kebutuhan sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk
bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya,
misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya
dan perlu diisolasi.
c) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan
klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi
dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi
klien apabila klien mampu membacanya.
e. Kebutuhan spiritual
a) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
c) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
2.1.1 Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang
digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang
penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya.
2.1.2 Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan lansia.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat
dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan
komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
2.1.3 Sasaran Posyandu Lansia
1. Sasaran langsung:
- Pra usia lanjut (pra senilis) 45-59 tahun
- Usia lanjut 60-69 tahun
- Usia lanjut risiko tinggi: usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut
berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
2. Sasaran tidak langsung:
- Keluarga dimana usia lanjut berada
- Masyarakat di lingkungan usia lanjut
- Organisasi sosial yg peduli
- Petugas kesehatan
- Masyarakat luas
2.1.4 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja,
pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung
pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan disuatu wilayah
kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan
posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya
menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai
berikut :
a. Meja I : Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat
badan dan atau tinggi badan.
b. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks
massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan
sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
c. Meja III : Melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini
juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.
2.1.5 Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan
posyandu antara lain :
1. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh
dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan
menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan
penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala
keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka.
2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit
dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah
menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau
kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik
tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi
lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan
atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong
minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari
terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.
3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun
mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat
atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.
Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu
menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke
posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan
berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama
lansia.
4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas
merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut,
lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang
diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap
seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
5. Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi
pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat
dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk
mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau
ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut
di Posyandu Lansia seperti:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan
sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan
dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman
metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa
tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan
stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau
cuprisulfat.
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit gula (diabetes mellitus).