Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
29
BAB III
ANALISIS CULINARY DIPLOMACY DALAM MEMBENTUK SOFT
POWER INDONESIA
Pada bab ini penulis akan menjabarkan analisis mengenai culinary
diplomacy dalam membentuk soft power Indonesia dengan menggunakan teori
soft power oleh Reynolds. Setelah pada bab sebelumnya menjelaskan mengenai
upaya culinary diplomacy Indonesia, selanjutnya disini akan menjelaskan
mengenai dampak atau bentuk soft power seperti apakah yang telah dihasilkan
culinary diplomacy Indonesia menggunakan teori dari Reynolds. Dalam teorinya,
Reynolds menjelaskan mengenai beberapa tingkatan atau level untuk mengukur
bentuk soft power dari culinary diplomacy yang di terapkan atau dipakai oleh
suatu negara.
3.1 Dampak atau Bentuk dari Soft Power Indonesia yang Dihasilkan melalui
Culinary Diplomacy
Untuk menjawab atau menganalisis seberapa besar dampak yang telah
dilakukan oleh Indonesia melalui culinary diplomacy dan bentuk soft power
seperti apa yang didapatkan Indonesia dengan culinary diplomacy, dengan itu bisa
dianalis menggunakan teori dari Reynolds. Adapun Reynolds menyebutkan untuk
mengukur kekuatan soft power suatu negara bisa diukur menggunakan tiga level.
Level yang pertama adalah cultural propaganda, yang kedua adalah democratic
change, dan yang terakhir adalah level systemic change. Tiga level tersebut akan
30
dibahas satu persatu dibawah ini. Dalam sub-bab dibawah ini nantinya akan
dianalis berdasarkan data yang ditemukan dan akhirnya akan ditarik kesimpulan.
3.1.1 Cultural Propaganda
Cultural propaganda sederhananya bisa diartikan sebagai tindakan
mengkonsumsi suatu budaya dari negara lain dimana dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah makanan atau kuliner dari negara lain (Reynolds C. J., 2012,
hal. 49). Dalam hal ini apabila suatu kuliner dari sebuah negara telah dikonsumsi
oleh negara lain, maka keberadaan dari negara tersebut telah diakui. Untuk
mencapai level cultural propaganda ini harus melalui beberapa proses yakni suatu
negara harus „menjual‟ suatu ideologi atau suatu budaya dimana dalam hal ini
adalah makanan atau kuliner ke negara lain. Sehingga negara lain menyadari akan
adanya suatu budaya dalam hal ini makanan yang berasal dari negara asal, namun
tak lantas membuat masyarakat lokal asing untuk langsung mengikuti ideologi,
budaya, serta nilai moral negara tersebut. Untuk menentukan sebuah negara
berada dalam level ini, sebuah negara harus melalui dua tahap.
Tahap pertama adalah appereance of new food from an exotic ‘other’
culture. Maksud dari tahap ini adalah tahap dimana terdapat adanya (namun
bervarian) bahan baku suatu makanan atau masakan, buku yang memuat resep-
resep makanan, atau terdapat restaurant yang berada di luar negeri. Tahap kedua
dari level ini adalah tahap ketika terdapat populasi lokal asing yang sudah mulai
mengkonsumsi makanan atau masakan. Seiring berjalannya waktu, norma dan
pesan yang terdapat di makanan yang sedang berada di luar wilayah akan berbaur
dengan budaya lokal dan menciptakan kepercayaan oleh aktor lain di wilayah
31
tersebut (Reynolds C. J., 2012, hal. 50). Indonesia untuk bisa mencapai level
ini harus melalui dua tahapan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Untuk tahap pertama, Indonesia dianggap telah melalui tahapan ini. Hal ini
dibuktikan dengan adanya ketersediaan bumbu rempah masakan Indonesia di luar
negeri, walaupun menurut para pemilik rumah makan yang berada di luar negeri
jumlahnya terbatas (Nursalikah, 2018). Bahan baku masakan seperti bumbu
rempah masakan Indonesia yang berada di luar negeri dibagi menjadi dua macam
yakni bumbu orisinil dan bumbu siap saji (dalam bentuk pasta atau powder).
Bumbu rempah orisinil masakan Indonesia yang terdapat di luar negeri dimana
bumbu-bumbu ini adalah bumbu rempah yang khas selalu ditambahkan didalam
memasak masakan Indonesia yakni seperti; cengkeh, jahe, kencur, kapulaga, kayu
manis, kemiri, kemukus, pala, vanili, lada, serai, andaliman, kayu secang, mesoyi,
pulosari, ketumbar dan lain-lain (Nugroho, 2019).
Tabel 3.1 Statistik data ekspor rempah Indonesia tahun 2014-2018
Sumber: Kementerian Perdangan Republik Indonesia,
https://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/growth-of-
non-oil-and-gas-export-sectoral , diakses 20 Juli 2019
Tabel diatas menunjukan bukti bahwasanya Indonesia menjadi negara yang
dipercaya oleh beberapa negara diluar sana untuk mengekspor komoditi bumbu
32
rempah-rempah, dimana bumbu tersebut salah satu gunanya adalah digunakan
untuk melengkapi membuat makanan atau masakan khas Indonesia. Rempah-
rempah menduduki posisi nomor 2 sektor non-migas terbanyak yang di ekspor
setelah ikan dan udang. Selain tersedianya bumbu rempah masakan Indonesia
yang orisinil, terdapat juga bumbu rempah praktis untuk membuat masakan
Indonesia dalam bentuk pasta atau powder. Bumbu rempah siap saji untuk
membuat masakan Indonesia sudah banyak beredar di luar negeri dan mudah
ditemui di berbagai toko atau swalayan. Hal ini dibuktikan bahwa bisnis bumbu
instan untuk mengolah masakan Indonesia kian ramai dan tak sedikit diantaranya
mengirim bumbu tersebut ke luar negeri (Dori, 2013). Jenis bumbu saji tersebut
kebanyakan langsung menghidangkan suatu masakan secara praktis. Seperti merk
indofood, bumbu desa dan sasa yang menyediakan bumbu siap saji untuk
hidangan rawon, rendang, soto, berbagai jenis sayur, hingga olahan ayam (Cahya,
2018).
Selain bumbu rempah untuk memasak masakan Indonesia yang sudah
tersedia di luar negeri, terdapat pula tutorial cara memasak masakan khas
nusantara yang terdapat di banyak sekali platform social media dan adapula di
kemas dalam bentuk buku dan sudah beredar di toko buku di luar negeri serta
pameran buku di luar negeri. Hal ini dibuktikan ketika terdapat pameran buku
„Frankfrut‟ 2015 yaitu pameran buku terbesar di dunia yang berlangsung di
Jerman dimana Indonesia menjadi salah satu tamu kehormatan dengan
menampilkan karya 75 pengarang asal Indonesia dan diantaranya terdapat buku
masakan khas Indonesia (Oktavianus, 2015). Adanya buku memasak adalah salah
33
satu cara untuk menambah pengetahuan masyarakat asing tentang bagaimana cara
memasak makanan khas nusantara dengan teknik yang otentik dan benar.
Selain adanya pameran buku terbesar di dunia, tersebarnya buku resep
masakan khas Indonesia semakin dibuktikan dengan masuknya tiga buku kuliner
Indonesia kedalam nominasi penghargaan internasional. Adapun judul buku yang
masuk kedalam nominasi internasional adalah yang pertama buku yang berjudul
“Selamat Makan – Let’s Cook Indonesian Food”, yang kedua berjudul “30
Indonesian Traditional Culinary Icons”, dan buku yang ketiga berjudul “Trailing
the Taste of Gorontalo” (Safira, 2016). Buku yang berjudul “Selamat Makan-
Let’s Cook Indonesian Food” masuk dalam nominasi “Best Culinary Travel
Book” pada tahun 2016 di ajang Gourmand World Cookbook Awards 2016. Buku
itu merupakan buku yang diterbitkan oleh kemenpar Indonesia. Pada kesempatan
kali itu, buku masakan Indonesia selain masuk kedalam nominasi juga dibagikan
kepada 1.100 pelajar yang semuanya berasal dari Eropa yang sedang datang
berkunjung. Kemudian buku yang kedua yang ditulis oleh Bondan Winarno yang
merupakan seorang pakar kuliner kebanggaan Indonesia dimana buku tersebut
dalam proses penerbitannya didukung oleh kemenpar Indonesia. Buku tersebut
masuk dalam nominasi “Special Awards”. Sedangkan buku ketiga yang
merupakan tulisan dari Omar Niode seorang traveler dan photographer asal
Indonesia masuk kedalam dua nominasi yakni ”Best Asian Cuisine Book” dan
”Best Charity and Fund Raising Cookbook” pada acara yang berlangsung di
China pada tahun 2016 lalu.
Tabel 3.2 Jumlah Restaurant Indonesia yang berada di luar negeri
34
No Negara Jumlah Nama Restaurant ( Contoh )
1 United Arab States 4 Bandung Restaurant, Dapoer Kita, Betawi
Restaurant
2 Australia 40 Pondok Daun, Asian Food Mart, Sari Sara
3 Belgium 1 Kopi Corner
4 Brunei Darussalam 2 Pondok Sri Wangi, Sate House
5 Canada 5 Bali Resto, Satay Sate, Ayo Eat.
6 Switzerland 1 Sindang Reret
7 Chile 1 Juni‟s Berkah
8 China 4 Lombok Indonesian Restaurant, Bali
Laguna, Bali Bistro
9 Germany 6 Jawa Restaurant, Nusantara, Borobudur
Restaurant
10 Denmark 1 Dini‟s Restaurant
11 Spain 4 Betawi, Sabor Nusantara
12 Finland 2 Bali Bagus, Bali Brunch
13 France 2 Djakarta Bali Restaurant
14 United Kingdom 4 Warung Tempeh, Bali-Bali Restaurant
15 Hong Kong 3 Indonesian Restaurant 1968
16 Italy 1 Bali Bar and Restaurant
17 Japan 3 Bulan Bali
18 Cambodia 1 Sumatra Restaurant
19 Republic od Korea 3 Bali Bistro, Warung Kita
20 Morocco 1 Exotic Bali
21 Malaysia 12 Bumbu Desa, Warung Nasi Kuning
Lumbung Padi
22 Nigeria 1 Sky Restaurant
23 Netherlands 4 Indrapura
24 Philippines 1 Warung Kopitolyo
25 Saudi Arabia 1 Batavia Restaurant
35
26 Sweden 2 Restaurant Jakarta
27 Singapore 18 Indo Padang, Bayang
28 Turkey 2 Warung Nusantara
29 Taiwan 2 Sate House
30 United States 10 Simpang Asia Indonesian Cafe, Upi Jaya
31 Viet Nam 1 Dapur Bali
32 South Africa 1 Wok Asia
Jumlah Restaurant 144
Sumber: Kementerian Pariwisata Indonesia,
https://www.wonderfulindonesiarestaurant.com/ , diakses pada 20 juli 2019
Tabel diatas menjelaskan mengenai pembahasan selanjutnya mengenai
tersebarnya restaurant yang dimiliki oleh Indonesia bekerjasama dengan para
diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Setelah kemenpar menetapkan lima
masakan nasional, kemenpar beserta jajarannya menjalankan program co-
branding restaurant Indonesia yang berada di luar negeri yang disebut dengan
program diaspora restaurant (Putri, 2018). Pada program tersebut, kemenpar
menandatangani MoU dengan 10 restaurant Indonesia di luar negeri yang
pemiliknya adalah orang Indonesia. Sepuluh restaurant tersebut tersebar di 4
benua yaitu Amerika, Eropa, Australia, serta Asia. Setelah selesai urusan dengan
sepuluh restaurant itu, selanjutnya pemerintah mendata ada kurang lebih 100
restaurant milik diaspora Indonesia yang akan bergabung di program ini
selanjutnya. Restaurant yang bergabung dalam program ini harus
memperkenalkan dan menyajikan makanan khas Indonesia khususnya lima
masakan nasional Indonesia.
36
Tahapan kedua dari level cultural propaganda dimana Indonesia sudah
memenuhi kualifikasi tahap pertama dan untuk tahapan selanjutnya yaitu tahapan
dimana terdapat atau di identifikasinya masyarakat asing yang berada di luar
negeri telah mengkonsumsi makanan atau masakan Indonesia. Chef Vindex
tengker beserta mantan Menteri Pariwisata Maria Elka membuka restaurant di Los
Angeles yang diberi nama Resto Kasih. Menurut chef Vindex, restaurant yang
sudah dibuka sejak tahun 2018 lalu itu ramai didatangi oleh pengunjung yang tiap
harinya berjumlah 100 hingga 120 orang. Yang menjadi perhatian adalah rata-rata
pengunjung restaurant tersebut merupakan warga setempat dan hanya sedikit yang
bersasal dari Indonesia (Putri, 2018). Selain itu pada pagelaran gala dinner serta
festival budaya Indonesia yang diselenggarakan di New Orleans yang
menyediakan berbagai macam makanan Indonesia dimana para pengunjung yang
datang menyebutkan bahwa ia menyukai menu Indonesia yang pernah menjadi
The best food itu yakni rendang (Widyastuti, Umar, & Iman Santoso, 2016).
Berpindah ke benua Eropa yakni Inggris dimana menjadi suatu kebanggaan ketika
Jamie oliver seorang chef terkenal di Inggris yang pernah mengunggah di akun
sosial medianya bahwasanya dia tengah selesai membuat masakan Indonesia yang
masuk kedalam lima masakan nasional yakni gado-gado (BBC, 2018). Selain itu
media asal Amerika yakni ‘The New York Times’ baru-baru ini telah meliput serta
mengulas dua restoran Indonesia yang berada di Amerika yakni restoran Warung
Selasa dan Kedai Kopi Kopi yang terletak di Greenwich Village. Restoran
Warung Selasa adalah hanya restoran kecil, namun kepopulerannya membawa
pada media „The New York Times’ untuk datang dan mengulas makanannya yang
ia pesan yakni soto. Kepopuleran restoran ini datang dari informasi mulut ke
37
mulut. Diketahui selain masyarakat Indonesia yang datang, lebih sering
masyarakat lokal yang datang kesana. Selain itu di Kedai Kopi Kopi, media „The
New York Times’ mengulas bahwasanya kedai tersebut mengelola restoran dengan
ada improve di bagian makanan yang harus mengikuti lidah masyarakat lokal
Amerika (Lehrman, 2017). Selain itu pada tahun 2017 lalu terdapat festival yang
diselenggarakan oleh pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Texas, yakni
festivalnya „Indonesian Culinary Festival 2017’. Festival ini bertujuan untuk
mempromosikan budaya Indonesia melalui makanan dimana terdapat banyak
sekali makanan asal Indonesia yang dapat ditemui disana seperti rendang dan sate
ayam. Festival ini dikunjungi kurang lebih 2000 tamu mancanegara termasuk
tamu-tamu pejabat dari Konsulat Jenderal negara lain di Houstan (Prameswari,
2017).
Adanya bahan baku, resep masakan (didalam buku atau media sosial),
rumah makan hingga pola konsumsi masyarakat asing terhadap masakan
Indonesia merupakan contoh dari tercapainya level pertama dalam soft power
yakni cultural propaganda. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat asing
dengan cara mengkonsumsi makanan Indonesia menjadi salah satu awal mula
proses pengenalan masyarakat luar terhadap Indonesia, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan perubahan pada ketertarikan ideologis (Reynolds C. , 2014, hal. 5-
6). Perubahan melalui konsumsi saja dinilai tidak cukup untuk menandakan
bahwa soft power suatu negara telah berhasil memaksa aktor dari negara lain
untuk mengubah perilaku mereka (Groot, 2006, hal. 54). Hanya karena suatu
negara telah memakan masakan dari Indonesia, tidak berarti Indonesia memiliki
38
kendali atas negara tersebut. Namun yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah,
negara lain itu telah menganggap atau telah tertarik dengan negara Indonesia.
Suatu makanan atau masakan yang hanya dikonsumsi tanpa adanya ideologi
yang di ikuti, hanyalah sebuah cultural propaganda, dimana suatu negara
memberikan pengetahuan ke negara lain dan langkah ini adalah langkah pertama
agar soft power menjadi lebih efektif. Dalam hal ini makanan atau masakan dari
budaya adalah bentuk dari adanya kekuatan soft power, meskipun kecil. Adanya
kekuatan tersebut bukan karena paksaan dari salah satu pihak, tetapi adanya
penerimaan dan pengakuan dari negara lain dengan tindakan mengkonsumsi suatu
makanan atau masakan. Selanjutnya apabila suatu negara mempertahankan
cultural propaganda, maka levelnya akan bergerak ke tingkat yang kedua yakni
democratic change.
3.1.2 Democratic Change
Level democratic change artinya adalah ketika kepercayaan yang
dihasilkan oleh level sebelumnya yakni cultural propaganda mulai mengubah
norma-norma host country beserta nilai-nilainya. Adanya perubahan tersebut
menghasilkan daya tarik yang mengarah pada perubahan demokratis atau
democratic change (Reynolds C. J., 2012). Pada level ini fokusnya kepada
arahan perubahan kebijakan negara yang dipengaruhi oleh pola konsumsi
masyarakat setempat terhadap makanan dari luar. Didalam suatu makanan atau
masakan terdapat sebuah simbolisme, norma hingga pesan dimana ketika
makanan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat asing, hal tersebut akan
39
tertanam dibenak mereka. Dan makanan tersebut mulai digunakan oleh
penduduk lokal secara terus menerus, karena adanya kebiasaaan
mengkonsumsi makanan tersebut maka langkah selanjutnya diteruskan kepada
pemerintah untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan
terhadap makanan. Hal ini terjadi tanpa adanya paksaan dan murni akibat
kepercayaan yang sudah tertanam lewat cultural propaganda. Sederhananya
level ini terjadi ketika sebuah negara sudah sangar terpengaruh untuk
mengkonsumsi makanan suatu negara.
Adapun penerapan yang dilakukan oleh Indonesia dalam level ini bisa
dilihat pada popularitasnya merek mie instan asal Indonesia yakni „Indomie‟ di
negara Afrika Selatan dan sekitarnya. Pada tahun 2017 lalu, indomie berada di
peringkat teratas dalam kategori Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang
menobatkan indomie menjadi produk yang paling banyak dipilih di Afrika
(Setiawan, 2017). Di Afrika Selatan, indomie merupakan salah satu makanan
pokok yang sering disajikan dan dikonsumsi secara terus menurus oleh
masyarakat lokal dari mulai anak-anak hingga orang dewasa. Di Afrika Selatan
indomie merupakan produk makanan populer yang dikonsumsi warga negara
Nigeria dengan status sosial ekonomi yang beragam. Masyarakat Nigeria
menyukai indomie karena harganya yang terjangkau, keunikan aroma, daya
beli dan ketersediaan menu yang beragam yang menarik perhatian masyarakat
untuk membelinya dan mencobanya. Yang menjadi perhatian adalah pada
tahun 2018 lalu pemerintah Nigeria bekerjasama dengan United Nations
Children’s Fund (UNICEF), memberikan iming-iming berupa paket indomie
untuk meningkatkan jumlah partisipasi imunisasi polio pada anak belita di
40
Nigeria. Iming-iming tersebut berhasil dengan dibuktikannya bahwa anak-anak
yang datang untuk vaksin melebihi target yaitu berjumlah 58.813 anak
(Syafina, 2018).
Apa yang sudah dijelaskan mengenai democratic change beserta
penerapan pada level tersebut, bisa dikatakan bahwa Indonesia belum masuk
kedalam level ini. Hal ini dibuktikan bahwasanya walaupun indomie sudah
sangat populer dan dikonsumsi secara terus menerus di Afrika bahkan sampai
digunakan oleh pemerintah Nigeria yang bekerjasama dengan UNICEF untuk
mendongkrak jumlah anak balita agar mau divaksin, tak lantas indomie
kemudian dijadikan acuan bagi pemerintah Nigeria dalam membuat kebijakan
terhadap makanan. Ataupun tidak ada ditemukan bahwasanya pemerintah
Nigeria menjadikan atau menetapkan bahwa indomie merupakan makanan
yang harus disediakan atau dibagikan dalam setiap kegiatan vaksin di Nigeria.
Indonesia harus lebih serius dalam mempertahankan dulu level sebelum ini dan
membuat culinary diplomacy Indonesian semakin bekembang dan maju
sehingga kemungkinan untuk mencapai level ini bisa digapai. Barulah apabila
level ini bisa di capai dan dikendalikan, bentu dari soft power selanjutnya
berada pada level tertinggi dan terakhir yakni systemic change.
3.1.3 Systemic Change
Pada level systemic change ini mudahnya kita memahami ketika terdapat
sebuah fenomena pada sebuah individu atau sekelompok masyarakat yang
lifestyle mereka sudah berubah mengikuti suatu negara. Perubahan sistemik
41
tersebut berhasil ketika nilai atau norma orang lain telah tertanam begitu dalam
di diri aktor, yang berarti bahwa kepentingan aktor tersebut menjadi sama
dengan yang lainnya. Adanya attraction atau daya tarik bukan hanya daya tarik
di bidang budaya makanan atau simbolisme, tetapi kesamaan para aktor (Nye,
2004, hal. 56, 61). Dalam istilah soft food-power berarti bahwa, eating styles,
kebiasaan diet (apa yang dilihat sebagai makanan baik) dan simbolisme
makanan telah berubah menjadi terserap ke semua tingkatan (dari tingkat
individu hingga tingkat pemerintah) dari masyarakat host country.
Di level systemic change ini sudah tidak lagi berbicara mengenai
pemerintah. Contoh yang bisa diambil dalam level ini adalah boomingnya
rumah makan fast food yang berasal dari US di Indonesia seperti McDonalds,
KFC dan lain sebaginya. Sebenarnya banyak sekali jenis makanan yang
menyerupai rumah makan fast food yang asli milik Indonesia seperti Olive
chicken misalkan, namun dalam benak kita apabila kita ingin memakan fried
chicken maka yang terjadi adalah kita datang ke rumah makan KFC atau
sejenisnya. Yang terjadi adalah adanya perubahan pada habit atau pola
konsumsi sebuah individu atau kelompok masyarakat tertentu yang sudah
terganti dimana rumah makan fast food tersebut sudah menjadi iconic yang
menggambarkan suatu makanan tertentu.
Sayangnya lagi-lagi yang menjadi contoh merupakan dari negara super
power seperti US. Indonesia hanya sebagai negara yang menjadi tempat
dimana sebuah negara membuka perusahaannya dan mengembangkan
bisnisnya. Sebelum mencapai pada level ini, sebaiknya Indonesia harus
mempersiapkan dan meningkatkan upaya culinary diplomacynya agar dapat
42
menempuh level democratic change terlebih dahulu dan akhirnya bisa
mencapai pada level yang ketiga ini.
Tabel 3.3 Grafik penjelasan singkat level cultural propaganda, democratic
change, dan systemic change.
Level Indikator Kata Kunci
Cultural
propaganda
- Tahap pertama
terdapatnya bahan
makanan, buku
masakan, dan rumah
makan pada suatu
negara.
- Tahap kedua adalah
ketika sudah diketahaui
masyarakat lokal
mengkonsumsi
makanan dari suatu
negara.
Soft power yang
dimiliki oleh Indonesia
melalui culinary
diplomacy sudah
mencapai level ini.
Systemic change - Adanya pengaruh
perubahan kebijakan
terhadap suatu
makanan di suatu
negara yang
diakibatkan masyarakat
Soft power yang
dihasilkan melalui
culinary diplomacy
Negara Indonesia belum
sampai pada level ini.
Indonesia harus
43
lokal sudah
mempercayai nilai dari
makanan tersebut
dianggap baik.
- Tidak adanya paksaan
dalam proses
mempengaruhi
kebijakan.
mempertahankan level
sebelumnya dulu lalu
mempertahankannya
agar bisa berusaha
mencapai level ini.
Democratic
change
- Telah tertanamnya
norma dan nilai yang
mendalam di unsur
pemerintahan dan
masyarakat kemudian
memperngaruhi
keputusan politik suatu
negara.
- Terdapat perubahan
eating lifestyle pada
masyarakat lokal
sehingga.
- Terdapat perubahan
habit pada masyarakat
Soft power yang
dihasilkan melalui
culinary diplomacy
Negara Indonesia belum
sampai pada level ini.
Indonesia harus
mempertahankan level
sebelumnya dulu lalu
mempertahankannya
agar bisa berusaha
mencapai level ini.