Click here to load reader
Upload
vuxuyen
View
213
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
ANALISISKETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL
KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH
Asropi
Abstract
The dissimilarity of authority between echelon II in central government and local government makes an implication on the difference of their leadership competencies. But, there is no different treatment for them in the program “diklatpim tingkat II” activity, especially in its training and education contents. Biases of training and education result potentially occur, that’s why we put research focus on the echelon II of local government. This research leads to explore the relationship between the contents of the program and the leadership competencies that actually needed by local government. The research result shows that all of training and education contents have a link with local government’s leadership competencies. Furthermore, each of them can develop many kinds of local government’s leadership competencies.
Key words: leadership, competencies, training, education
Pendahuluan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa sasaran diklat adalah terwujudnya Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-
masing. Adapun kompetensi, dalam hal ini didefiniskan sebagai kemampuan yang harus
dimiliki oleh seorang PNS yang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian, semua penyelenggaraan diklat
PNS diorientasikan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku PNS
agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan mereka, baik dalam jalur
struktural maupun fungsional.
Berbagai diklat bagi PNS kemudian diselenggarakan untuk dapat memenuhi tuntutan
kebutuhan kompetensi jabatan-jabatan tersebut. Adapun langkah awal dalam proses
pengembangan kompetensi PNS ini adalah melalui penyelenggaraan diklat prajabatan, yaitu
diklat yang diberikan pada mereka yang masih berstatus sebagai Calon PNS (CPNS).
Peneliti pada Pusat Kajian Manajemen Kebijakan LAN-RI
1
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Selanjutnya, Diklat dalam jabatan diberikan pada pegawai setelah mereka resmi memiliki
status sebagai PNS. Dalam hal ini, mereka akan mendapatkan berbagi diklat, baik yang
berupa diklat kepemimpinan (diklatpim), diklat teknis, maupun diklat fungsional, tergantung
pada jabatan yang mereka pangku setelah resmi sebagai PNS. Bagi para pemangku jabatan
fungsional, kompetensi mereka akan dikembangkan melalui berbagai diklat fungsional dan
teknis sesuai dengan prasyarat kompetensi pada jabatan terebut. Sedangkan untuk pemangku
jabatan struktural, selain menerima diklat teknis mereka juga akan menerima diklatpim.
Salah satu program diklat yang dikembangkan bagi peningkatan kompetensi pemangku
jabatan structural adalah program diklat kepemimpinan (diklatpim) tingkat II. Sebagaimana
dinyatakan dalam PP No. 101 pasal 10, program ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kompetensi kepemimpinan para pejabat struktural calon pemangku atau yang telah
memangku jabatan struktural eselon II baik di pusat maupun daerah. Realita yang demikian
ini menjadi sangat menarik jika didekati dari sisi struktur kelembagaan dalam sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi. Karena Eselon II di daerah adalah top manager di
daerah mereka masing-masing, sehingga mereka memiliki kewenangan dan tanggung jawab
yang relatif lebih mirip dengan top manager di instansi pemerintah pusat, yaitu mereka yang
memangku jabatan eselon I. Sementara pejabat eselon II di pusat adalah midle manager
yang setara dengan Pejabat eselon III di daerah.
Perbedaan kewenangan antara pejabat eselon II pemerintah pusat dan pemerintah daerah
tersebut berimplikasi pada perbedaan kompetensi diantara keduanya. Oleh karena itu,
penyelenggaraan diklatpim dalam satu program untuk pejabat eselon II baik yang berasal dari
pusat maupun daerah dapat mengakibatkan bias pengembangan kompetensi kepemimpinan
baik untuk salah satau kelompok tersebut atau untuk kedua-duanya.
Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan dalam rangka melihat
kesesuai penyelenggaraan diklatpim, khususnya materi diklatpim tingkat II dengan kebutuhan
pengembangan kompetensi kepemimpinan pejabat eselon II. Namun demikian, penelitian
dibatasi hanya pada pejabat eselon II pemerintah daerah. Sehingga dalam penelitian ini, arah
penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan: apakah materi diklat yang dikembangkan
dalam diklatpim tingkat II memiliki keterkaitan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh
para pemangku jabatan eselon II di pemerintah daerah?
2
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penggalian data dan informasi dilakukan terhadap 100
orang pejabat eselon II pemerintah daerah peserta diklatpim tingkat II angkatan VII yang
diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara. Data dan informasi tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran yang obyektif tentang keterkaitan materi diklat struktural dengan kebutuhan
pengembangan kompetensi kepemimpinan para pemangku jabatan eselon II pemerintah
daerah.
Selanjutnya, tulisan ini disajikan dalam beberapa bagian, meliputi pendahuluan yang memuat
latar belakang masalah, pokok permasalahan, dan tujuan penelitian; Bagian konsep dan
pengertian yang berisi sub bagian kompetensi kepemimpinan dan kompetensi kepemimpinan
pejabat eselon II pemerintah daerah; bagian data dan analsis yang meliputi sub bagian materi
diklatpim tingkat II dan sub bagian Keterkaitan Antara Materi Diklatpim Tingkat II dengan
Kompetensi Kepemimpinan Pejabat Eselon II Pemerintah Daerah; dan ditutup dengan
kesimpulan dan rekomendasi.
Konsep dan Pengertian
Kompetensi Kepemimpinan
Konsep kompetensi dalam penelitian ini mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh
Spencer & Spencer (1993) dan Zwell (2000). Dalam hal ini, Spencer & Spencer (1993, p. 9)
mendefinisikan kompetensi sebagai:
…an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in a job or situation.
Sedangkan Zwell (2000, p. 18) menyebutkan:
Competencies can be defined as the enduring traits and characteristics that determine performance. Examples of competencies are initiative, influence, teamwork, innovation, and strategic thinking.
Dari kedua definisi kompetensi tersebut, maka kompetensi dapat dinyatakan sebagai bagian
dari kepribadian individual yang bersifat permanen yang dapat menentukan atau memprediksi
kinerja seseorang. Adapun karakteristik dari kompetensi, selain berupa traits (Zwell, 2000, p.
8; Spencer & Spencer, 1993, p. 9), juga berupa motives, dan self concept (Spencer & Spencer,
3
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
1993, p. 9) serta knowledge dan skill (Spencer & Spencer, 1993, p. 9; Rothwell & Kazanas,
1993, p. 68).
Traits, merujuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik (physical characteristics) dan
tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat
mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi
ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang
memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Armstrong, 1990, h. 68).
Self concept, yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki sesorang tentang dirinya sendiri.
Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Apakah ia
seorang pemarah ataukah orang yang sabar dan mampu mengendalikan diri. Demikian
pula, apakah ia seorang yang cerdas ataukah yang selalu mengalami kesulitan dalam
memahami sesuatu.
Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu.
Skill merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat “intent” dalam
diri individu, skill merupakan karakteristik kompetensi yang berupa “action”. Skill
mewujud sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motives, traits, self concept dan
knowledge (Spencer & Spencer, 1993, p. 9).
Kompetensi yang dimiliki aparatur pemerintah menjadi sangat penting, karena peran yang
mereka miliki dalam proses pencapaian tujuan organisasi. Dengan peran yang berbeda antara
pegawai biasa (staff) dan para pimpinan, maka kompetensi yang diperlukan antara mereka
juga berbeda. Kompetensi untuk pegawai biasa akan selaras dengan fungsinya sebagai
pelaksana dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan para pimpinan. Sedangkan kompetensi
untuk para pimpinan akan sesuai dengan fungsinya dalam kedudukan sebagai pemimpin
dalam organisasi.
Fungsi kepemimpinan ini sangat beragam dan kompleks, yang dalam kondisi tertentu kadar
penerapannya dipengaruhi oleh jenjang dalam jabatan struktural, jenis pekerjaan, atau pun
wilayah kerja yang dibagi dalam “pusat” dan “daerah”. Akan tetapi secara umum, fungsi-
4
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
fungsi tersebut dilaksanakan oleh semua orang yang menempati posisi jabatan pimpinan
dalam organisasi. Berkaitan dengan fungsi kepemimpinan ini, Zwell (2000, p. 88)
menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 15 fungsi yang umum dilaksanakan oleh
pemimpin, meliputi: modeling the corporate culture, developing the corporate philosophy,
establishing and maintaining standards, understanding the business, determining strategic
direction, managing change, being a good follower: aligning with superior, inspiring and
motivating, establishing alignment, establishing focus, holding ultimate responsibility,
dealing with authority issues, determining successors, managing ambiguity, dan optimizing
organizational structure and process. Dengan fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut,
pemimpin dalam posisi apapun -baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah/lokal- dituntut
untuk memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka dapat melaksankaan fungsinya
dengan baik.
Adapun jenis atau macam kompetensi yang diperlukan atau harus dimiliki oleh para
pimpinan, telah disebutkan oleh banyak pakar. Tiap dari mereka menguraikan kompetensi
yang relatif berbeda dari yang lain. Akan tetapi, secara substansial fokus mereka sama yakni
karakteristik individu yang penting dimiliki oleh para pemimpin dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Zwell (2000, p. 25-49) menyebutkan kompetensi pemimpin dapat
dikelompokkan kedalam lima katagori, yang meliputi:
1. Task achievement, yakni kompetensi-kompetensi yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerja secara baik, tentang apa yang perlu dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan, dengan cara apa, dan bagaimana melakukannya. Kompetensi-kompetensi ini
meliputi: result orientations, managing performance, influence, initiative, production
efficiency, flexibility, innovation, concern for quality, continuous improvement, dan
technical expertise.
2. Relationship. Katagori kompetensi ini berkaitan dengan komunikasi dan bekerja
secara baik dengan orang lain serta memuaskan kebutuhan mereka. Relationship meliputi:
team work, service orientation, interpersonal awareness, organizational savvy,
relationship building, conflict resolution, attention to communication, dan cross-cultural
sensitivity.
5
25
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
3. Personal attributes, yakni kompetensi-kompetensi yang secara intrinsik dimiliki
individu dan berhubungan dengan apa yang mereka percaya, bagaimana mereka berfikir,
merasa, belajar, dan membangun. Personal attributes meliputi kompetensi-kompetensi
sebagai berikut: integrity and truth, self-development, decisiveness, decision quality,
stress management, analytical thinking, dan conceptual thinking.
4. Managerial, yakni kompetensi yang secara khusus berhubungan dengan pengaturan,
pengawasan, dan pengembangan pegawai. Katagori kompetensi managerial meliputi:
attention to communication, influence, decisiveness, decision quality, integrity and truth,
building teamwork, motivating others, empowering others dan developing others.
5. Leadership, yakni kompetensi yang berkaitan dengan aktivitas memimpin organisasi
dan orang-orang yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan, visi, dan sasaran, yang
telah ditetapkan. Kompetensi kepemimpinan ini meliputi seluruh kompetensi yang
termasuk dalam managerial competencies, ditambah lagi dengan kompetensi-kompetensi
sebagai berilkut: visionary leadership, strategic thinking, entrepreneurial orientation,
change management, building organizational commitment, dan establishing focus,
purpose, principles and values.
Sedangkan Spencer & Spencer (1993, p. 25-78) dengan cara yang berbeda mengelompokkan
kompetensi kepemimpinan kedalam enam katagori yang disebutnya sebagai cluster. Cluster
tersebut meliputi:
1. Achievement and action. Cluster ini meliputi empat jenis kompetensi, yaitu: achievement
orientation, concerning for order, quality and accuracy, initiative, dan information
seeking.
2. Helping and human service, meliputi: interpersonal understanding dan customer service
orientation.
3. The impact and influence. Terdiri atas kompetensi impact and influence, organizational
awareness, dan relationship building.
4. Managerial competencies yang melputi developing others, directiveness, team work and
cooperation dan team leadership.
6
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
5. The cognitive competencies yang meliputi analytical thinking, conceptual thinking, dan
technical/personal/managerial expertise.
6. The personal effectiveness competencies yang terdiri dari empat kompetensi meliputi; self
control, self-confidence, flexibility, dan organizational commitment.
Selain kompetensi-kompetensi tersebut, Spencer & Spencer (1993, p. 343) juga
menambahkan beberapa kompetensi lain yang disebutnya sebagai kompetensi yang penting
bagi organisasi masa depan. Kompetensi-kompetesnsi dimaksud merupakan kompetensi
untuk eksekutif dan manager. Kompetensi eksekutif meliputi: strategic thinking, change
leadership dan relationship management. Sedangkan untuk manager meliputi: flexibility,
change implementation, entrepreneurial innovation, interpersonal understanding,
empowering, team facilitation, dan portability.
Kompetensi Kepemimpinan Pejabat Eselon II Pemerintah Daerah
Berkaitan dengan kompetensi kepemimpinan yang spesifik diperuntukkan bagi pejabat eselon
II pemerintah daerah, Asropi (2003) menguraikan sejumlah kompetensi yang minimal harus
dimiliki oleh pejabat eselon II pemerintah daerah. Kompetensi-kompetensi tersebut terdiri
dari 18 jenis dan membentuk suatu model kompetensi kepemimpinan pejabatan eselon II
pemerintah daerah. Adapun kompetensi dimaksud meliputi:
Entrepreneurial orientation
Dengan kompetensi ini, pemimpin memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi pemenang
(champion) dalam produk baru, pelayanan, dan proses produksi. Lemah dalam kompetensi
ini, pemimpin organisasi akan sulit mengembangkan bahkan mempertahankan keberlanjutan
hidup organisasi, karena mereka akan kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan
organisasi-organisasi sejenis yang lain. Dalam konteks birokrasi pemerintah, kompetensi ini
mendorong para pejabat untuk memberikan yang terbaik pada orang-orang yang dilayani dan
mendorong mereka untuk mengarahkan organisasinya pada pencapaian produk yang
berkualitas tinggi. Selain itu, orientasi kinerja juga diarahkan bukan hanya untuk mengejar
target anggaran yang harus dibelanjakan dalam periode waktu tertentu, tetapi terdapat
perhitungan efektivitas dan efisiensi.
Strategic thinking
7
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Adalah kemampuan untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan organisasi yang
cepat, peluang pasar, ancaman kompetisi, dan kekuatan serta kelemahan organisasi itu
sendiri. Dengan kompetensi ini, pemimpin dapat menciptakan dan menjalankan strategi
organisasi. Kelemahan akan strategic thinking pada beberapa pemimpin dalam organisasi
mengakibatkan pandangan yang sempit (shortsighted perspective) yang pada gilirannya akan
menyulitkan organisasi dalam jangka pajang.
Flexibility
Adalah kemampuan untuk beradaptasi dan menanggapi perubahan lingkungan secara cepat
dan efektif. Dalam lingkungan organisasi pemerintah, flexibility sangat diperlukan untuk
merespon berbagai perubahan yang sangat kompleks dalam masyarakat, perkembangan
tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan ataupun tuntutan lain seperti demokratisasi,
transparansi dan partisipasi dalam proses pembangunan. Kompetensi ini juga diperlukan
untuk menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat global yang secara langsung
atau pun tidak langsung dapat mempengaruhi atmosfir kehidupan bermasyarakat di tingkat
nasional dan lokal.
Relationship building
Adalah usaha untuk membangun atau menjaga pertalian (relationship) atau jejaring
(networks) hubungan dengan mereka yang mungkin suatu saat akan bermanfaat bagi
pencapaian tujuan-tujuan kerja (work-related goals). Kompetensi ini sangat penting, karena
sebagian besar pencapaian tujuan berbagai pekerjaan ditentukan oleh kemampuan bekerja
sama para pelaku yang terkait dengan pekerjaan tersebut.
Analytical thinking
Adalah memahami sesuatu melalui pemecahan atau pemilahan persoalan kedalam bagian-
bagian yang lebih kecil, atau mengenali implikasi dari sesuatu melalui tahap demi tahap dari
jalur sebab musabab (step by step causal way). Kompetensi ini melibatkan penggunaan
logika, pemikiran yang sistematik untuk memahami, menganalisis dan menyelesaikan
masalah. Mereka yang memiliki kompetensi ini mampu mengidentifikasi dan mengevaluasi
beberapa penyebab yang mungkin dari suatu masalah, dan selanjutnya membangun serta
melaksanakan rencana untuk mengatasi masalah.
8
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Building organizational commitment
Kemampuan pemimpin untuk membangun loyalitas dan komitmen pekerja akan
mempengaruhi semua aspek kinerja organisasi yang berhubungan dengan moral, loyalitas
dan motivasi pekerja. Dengan demikian pemimpin harus mampu menciptakan kesearahan
akan tindakan dan tujuan pekerja terhadap aktivitas, tujuan, misi dan visi organisasi.
Team work
Adalah kemampuan untuk berfungsi secara efektif sebagai bagian dari kelompok orang-orang
yang melakukan kerja sama. Team work ini lebih dari sekedar aktivitas memainkan peran dan
mempertahankan tujuan masing-masing, tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan
kinerja anggota lain dalam tim. Dalam hal ini, meskipun tim seringkali beranggotakan orang-
orang yang memiliki kontribusi berbeda-beda, namun demikian akan lebih baik jika tim
memiliki anggota dengan kemampuan-kemampuan yang baik untuk hal-hal penting dari
suatu proyek atau kegiatan.
Result orientation
Kompetensi ini meliputi kegiatan penetapan tujuan (goal setting), upaya keras untuk
mencapai tujuan yang menantang, pengukuran kinerja, perbaikan effisiensi atau efektivitas,
dan kalkulasi untung (benefit) dan rugi (cost) bagi bawahan mereka atau tim sebaik untuk
pribadi mereka sendiri. Result orientation oleh Spencer & Spencer (1993, p. 25) disebut juga
dengan achievement orientation.
Initiative
Yakni preferensi untuk melakukan suatu tindakan. Orang yang memiliki inisiatif tidak akan
tergantung pada perintah-perintah atau petunjuk dari atasan untuk melakukan suatu
pekerjaan. Oleh karenanya, kompetensi inisiatif ini sangat penting bagi keberhasilan suatu
organisasi.
Concern for quality
Concern for quality atau yang disebut juga dengan monitoring adalah kompetensi yang
diperlukan untuk menjamin bahwa output dari setiap kegiatan memiliki akurasi yang tinggi
dan dapat memenuhi kebutuhan banyak pihak baik internal customers maupun external
9
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
customers. Kompetensi ini merefleksikan arahan mendasar untuk mengurangi ketidakpastian
dalam lingkungan sekitar.
Conceptual thinking
Adalah memahami sesuatu atau masalah dengan cara meletakkan secara bersama bagian-
bagian yang terpisah (putting the pieces together) dan melihat gambaran secara utuh (seeing
the large picture). Kompetensi ini melibatkan penggunaan konsep-konsep dan abstraksi
untuk menemukan persamaan, dan untuk meletakkan gagasan-gagasan secara bersama dalam
upaya meningkatkan pemahaman, penyelesaian masalah, hasil dalam inovasi, dan
keuntungan lain. Bagi organisasi, orang dengan kompetensi conceptual thinking yang tinggi
dapat dengan cepat menangkap konsep-konsep kunci dan isu-isu sentral. Mereka kemudian
dapat memanfaatkan pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh dari situasi yang sama
untuk menciptakan pendekatan atau penyelesaian yang sama.
Empowering others
Melalui kompetensi ini pemimpin dapat membantu orang lain dalam membangun tanggung
jawab dan kompetensi mereka. Empowering others dapat dilakukan melalui sharing
informasi, menumbuhkembangkan berbagai gagasan dari para pekerja, mengembangkan
pekerja, pendelegasian wewenang, memberikan feed back atas hasil kerja pekerja,
menunjukkan harapan positif pada berbagai persoalan, dan penghargaan atas perbaikan
kinerja pekerja.
Service orientation
Service orientation merupakan kompetensi yang mendasari semua usaha (business) dari
organisasi. Pemuasan kebutuhan pelanggan (customer needs) adalah tujuan akhir dari seluruh
organisasi. Adapun komitmen untuk melayani dan memuaskan kebutuhan orang lain adalah
kunci dari kompetensi ini. Kompetensi ini berlaku untuk semua hubungan, bukan hanya
external customers. Pada tingkatan yang paling dasar, kompetensi ini melibatkan penyediaan
pelayanan baik yang secara eksplisit maupun implisit dikontrakkan dalam suatu hubungan
(relationship). Bentuk kontrak yang implisit adalah dalam hubungan antarsesama pekerja,
seperti adanya perlakuan saling menghormati dan adanya komitmen bahwa seseorang akan
melakukan apa yang telah diucapkannya. Pada tingkat yang lebih tinggi, meliputi perhatian
10
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
serius atas feed back dari pelanggan untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan
memonitor kepuasan mereka. Sedangkan pada tingkat yang paling tinggi, service orientation
meliputi komitmen pada kepentingan terbaik jangka panjang dari orang lain.
Interpersonal awareness
Adalah kemampuan untuk mendengarkan secara akurat dan memahami pemikiran yang tidak
terucapkan atau yang hanya merupakan bagian kecil yang diekspresikan, perasaan, dan
perhatian orang lain. Adapun komponen kunci dari kompetensi ini adalah kemampuan untuk
mendengarkan secara efektif dan memiliki empathy atas perasaan orang lain.
Developing others
Kompetensi ini penting untuk menciptakan organisasi pembelajar (learning organization)
yang mendorong pekerja untuk menjadi yang terbaik. Inti dari kompetensi ini adalah
developmental intent and effect daripada peran formal. Pengiriman orang pada program
pelatihan rutin untuk memenuhi tuntutan organisasi (corporate requirement), tidak
menunjukkan adanya intent untuk membangun orang lain. Karena itu, hal ini tidak termasuk
sebagai bagian dari kompetensi developing others. Developing others biasanya diekspresikan
dalam bentuk harapan positif pada orang lain, percaya bahwa orang lain ingin dan akan
belajar, memberi arahan atau petunjuk, identifikasi kebutuhan pelatihan atau pengembangan,
dan mendesain program untuk keperluan tersebut.
Cross-cultural sensitivity
Pada masa sekarang, hubungan antar individu dalam dunia usaha tidak lagi dapat dibatasi
oleh pilihan yang bersifat primordial, berdasarkan ikatan kesukuan atau keagamaan.
Mobilisasi manusia sudah sangat tinggi, sehingga orang-orang dengan latar belakang budaya
ataupun ras yang berbeda dapat saling berinteraksi dengan intensitas yang tinggi. Seorang
pemimpin kelompok dalam suatu kegiatan dapat memiliki anggota yang berasal dari suku
bangsa yang berbeda. Demikian pula halnya dalam hubungan antara customers yang dilayani
dengan mereka yang memberi pelayanan, kondisi yang terjadi menuntut orang-orang yang
melaksanakan fungsi pelayanan untuk memiliki kemampuan khusus dalam memahami orang
lain dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Memiliki sensitifitas dan pemahaman
yang baik akan budaya orang lain, memungkinkan orang dapat mengambil sikap dan
11
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
tindakan yang lebih tepat dalam menanggapi tindakan dari orang-orang yang memiliki nilai-
nilai dan budaya yang berbeda. Demikian pula mereka relatif akan lebih mudah untuk
dipindah-pindahkan lokasi atau daerah kerjanya, dari satu lokasi ke lokasi kerja lain untuk
kepentingan organisasi.
Influence
Merupakan kompetensi untuk memberikan pengaruh pada orang lain dalam rangka untuk
mendapatkan dukungan atau sekedar memberikan efek tertentu pada mereka. Bagi
perkembangan karir seseoranag, influence ini sangat penting. Hal ini karena influence akan
memberikan impact pada organisasi yang merupakan kunci dari promosi dan peningkatan
karir.
Technical expertise
Kompetensi ini meliputi dua hal sekaligus yakni penguasaan akan substansi pengetahuan
yang berhubungan dengan pekerjaan (a body of job-related knowledge) dan motivasi untuk
memperluas, menggunakan dan mendistribusikan pengetahuan yang berhubungan dengan
kerja (work-related knowledge) kepada orang lain.
Materi Diklatpim Tingkat II
Materi diklatpim tingkat II disusun oleh LAN sebagai institusi yang memiliki kewenangan
untuk menyusun materi diklat tersebut. Adapun struktur kurikulum diklatpim tingkat II
terdiri dari Kajian Paradigma, Kajian Manajemen Stratejik, Kajian Kebijakan Publik, dan
Aktualisasi. Tiap kurikulum terdiri dari sejumlah materi yang secara rinci ditunjukkan dalam
tabel 1.
Tabel 1. Materi Diklatpim Tingkat II
Kurikulum Materi
Kajian Paradigma Paradigma Pembangunan; Paradigma Belajar (Building Learning Commitment); Paradigma Organisasi Pembelajar (Learning Organization);
12
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Kepemerintahan yang Baik (Good Governance); Paradigma Pembangunan Sumber daya Manusia; Paradigma Pemberdayaan Rakyat; dan Paradigma Peningkatan Daya Saing.
Kajian Manajemen Stratejik
Konsep dan Aplikasi Manajemen Stratejik; Perumusan Visi, Misi dan Nilai-nilai; Analisis Lingkungan Stratejik; Analisis Faktro-faktor Stratejik dan Kunci Keberhasilan; Rencana Stratejik (Tujuan, Sasaran, Kebijakan, Program dan
Kegiatan); Pengukuran Kinerja; Sistem Pelaksanaan, Pemantauan dan Pengawasan; dan Sistem Pertanggungjawaban.
Kajian Kebijakan Publik
Manajemen Kebijakan: Sistem, Proses dan Stratifikasi; Dinamika Proses Kebijakan Publik (Dimensi Sosial Politik); Formulasi Kebijakan; Pelaksanaan Kebijakan; Evaluasi Kinerja Kebijakan.
Aktualisasi Berisikan penerapan pelbagai materi yang sudah diperoleh dalam pelatihan terhadap: isu-isu aktual; studi kasus dalam rangka pendalaman meteri pelatihan; penyusunan Kertas Kerja Kelas dan Karya Tulis Prestasi Perorangan; dan Observasi Lapangan.
Sumber: Lembaga Administrasi Negara, 2001
Keterkaitan Materi Diklatpim Tingkat II dengan Model Kompetensi Kepemimpinan
Pejabat Eselon II Pemerintah Daerah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi kepemimpinan pejabat eselon II pemerintah
daerah dapat dipilahkan kedalam “memiliki keterkaitan” dan “tidak ada keterkaitan” dengan
materi diklat. Namun demikian, dari sisi materi diklat, semua materi memiliki keterkaitan
dengan kompetensi yang diperlukan oleh pejabat eselon II pemerintah daerah. Bahkan tiap
materi memiliki keterkaitan dengan beragam jenis kompetensi tersebut. Gambaran
keterkaitan tersebut diuraikan dalam tabel 2. berikut:
Tabel 2. Keterkaitan Materi Diklatpim Tingkat II dengan Jenis Kompetensi Kepemimpinan Pejabat Eselon II pemerintah Daerah
Materi Diklat Jenis KompetensiMemiliki Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan
Paradigma Pembangunan
flexibility, result orientation, initiative, service orientation, cross-cultural sensitivity, team work,
concern for quality, interpersonal awareness, relationship building, strategic thinking, dan developing
13
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Materi Diklat Jenis KompetensiMemiliki Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan
influence, analytical thinking, conceptual thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others
others
Paradigma Belajar initiative, flexibility, cross-cultural sensitivity, analytical thinking,. result orientation, team work, influence, conceptual thinking, interpersonal awareness, strategic thinking, entrepreneurial orientation, dan empowering others.
concern for quality, service orientation, relationship building, building organizational commitment, dan developing others.
Paradigma Organisasi Pembelajar
cross-cultural sensitivity, flexibility, influence, team work, resulut orientation, initiative, empowering others, analytical thinking, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, concern for quality, entrepreneurial orientation, developing others, dan conceptual thinking
strategic thinking dan building organizational commitment.
Kepemerintahan yang Baik
service orientation, result orientation, flexibility, initiative, team work, analytical thinking, conceptual thinking, entrepreneurial orientation, concern for quality, interpersonal awareness, relationship building, developing others, building organizational commitment, dan cross-cultural sensitivity.
strategic thinking dan empowering others
Paradigma Pembangunan Sumberdaya Manusia
Initiative, empowering others, influence, flexibility, resulut orientation, team work, relationship building, analytical thinking, strategic thinking, empowering others, entrepreneurial orientation,cross-cultural sensitivity, service orientation, developing others dan interpersonal awareness.
concern for quality dan building organizational commitment.
Paradigma Pemberdayaan Rakyat
developing others, flexibility, result orientation, influence, initiative, strategic thinking, service orientation, interpersonal awareness, conceptual thinking, team work, empowering others, relationship building, cross-cultural sensitivity, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan concern for quality.
analytical thinking
14
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Materi Diklat Jenis KompetensiMemiliki Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan
Paradigma Peningkatan Daya Saing
Flexibility, developing others, result orientation, influence, initiative, strategic thinking, interpersonal awareness, conceptual thinking, team work, relationship building, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan analytical thinking
concern for quality, service orientation, cross-cultural sensitivity, dan empowering others
Konsep dan Aplikasi Manajemen Stratejik
result orientation, entrepreneurial orientation flexibility, developing others, influence, initiative, service orientation, conceptual thinking, team work, empowering others, relationship building, cross-cultural sensitivity, building organizational commitment, analytical thinking, dan concern for quality.
interpersonal awareness dan strategic thinking.
Perumusan Visi, Misi, dan Nilai-nilai
result orientation, conceptual thinking, flexibility, developing others, influence,initiative, service orientation, nterpersonal awareness, team work, empowering others, relationship building, cross-cultural sensitivity, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dananalytical thinking.
concern for quality dan strategic thinking
Analisis Lingkungan Stratejik
flexibility, entrepreneurial orientation, analytical thinking, developing others, result orientation, influence, initiative,strategic thinking, service orientation, interpersonal awareness, conceptual thinking, team work, empowering others, relationship building, cross-cultural sensitivity, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan concern for quality
-
Analisis Faktor-faktor Stratejik dan Kunci Keberhasilan
entrepreneurial orientation, result orientation, initiative, building organizational commitment, analytical thinking, conceptual thinking, concern for quality, cross-cultural sensitivity, empowering
strategic thinking dan developing others
15
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Materi Diklat Jenis KompetensiMemiliki Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan
others, flexibility,
influence, interpersonal awareness, relationship building,service orientation, dan team work.
Rencana Stratejik building organizational commitment, result orientation, entrepreneurial orientation, initiative, analytical thinking, conceptual thinking, concern for quality, flexibility, influence, relationship building, service orientation, strategic thinking, dan team work.
interpersonal awareness, cross-cultural sensitivity, empowering others, dan developing others
Pengukuran Kinerja result orientation, building organizational commitment, analytical thinking, concern for quality, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, empowering others,flexibility, interpersonal awareness, relationship building,strategic thinking, team work, dan initiative.
influence, conceptual thinking, dan service orientation
Sistem Pelaksanaan, Pemantauan, dan Pengawasan
concern for quality, result orientation, analytical thinking, building organizational commitment, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, flexibility, influence, initiative, relationship building, dan service orientation.
conceptual thinking, team work, interpersonal awareness, strategic thinking, dan empowering others
Sistem Pertanggungjawaban
result orientation, concern for quality, building organizational commitment, analytical thinking, conceptual thinking, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, empowering others, flexibility, influence, initiative, interpersonal awareness, relationship building, dan service orientation.
team work dan strategic thinking
Manajemen Kebijakan flexibility, influence, initiative, analytical thinking, building organizational commitment, conceptual thinking, cross-cultural sensitivity, developing others,
concern for quality
16
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Materi Diklat Jenis KompetensiMemiliki Keterkaitan Tidak Ada Keterkaitan
entrepreneurial orientation, empowering others, interpersonal awareness, relationship building,result orientation, service orientation, strategic thinking, dan team work,
Dinamika Proses Kebijakan Publik
flexibility, initiative, analytical thinking, building organizational commitment, conceptual thinking, concern for quality, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, empowering others, influence, interpersonal awareness, relationship building, result orientation, service orientation, strategic thinking, dan team work.
-
Formulasi Kebijakan Initiative, analytical thinking, building organizational commitment, flexibility conceptual thinking, concern for quality, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, empowering others, influence, relationship building, result orientation, service orientation, strategic thinking, danteam work.
interpersonal awareness
Pelaksanaan Kebijakan result orientation, Influence, analytical thinking, building organizational commitment, conceptual thinking, cross-cultural sensitivity, developing others, entrepreneurial orientation, empowering others, flexibility, initiative, interpersonal awareness, relationship building, service orientation, dan team work.
concern for quality dan strategic thinking
Evaluasi Kinerja Kebijakan
concern for quality, result orientation, analytical thinking, building organizational commitment, conceptual thinking,developing others, entrepreneurial orientation, empowering others, flexibility, influence, initiative, interpersonal awareness, relationship building, service orientation, strategic thinking, danteam work.
cross-cultural sensitivity
17
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
Sumber: diolah dari data penelitian
Dari penelitian juga diperoleh gambaran bahwa kompetensi-kompetensi yang dikembangkan
dalam diklat memiliki bobot yang berbeda-beda. Kompetensi yang secara nyata
dikembangkan dalam diklat, berdasarkan bobot dari yang terbesar adalah sebagai berikut:
result orientation, flexibility, initiative, building organizational commitment, entrepreneurial
orientation, analytical thinking, influence, concern for quality, service orientation,
developing others, cross-cultural sensitivity, conceptual thinking, team work, relationship
building, empowering others, strategic thinking, dan interpersonal awareness.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa semua materi yang disampaikan dalam diklatpim
tingkat II dapat meningkatkan pelbagai kompetensi yang dibutuhkan oleh para pejabat eselon
II pemerintah daerah. Tiap-tiap materi tersebut memberikan peningkatan tidak hanya pada
satu jenis kompetensi, akan tetapi pada pelbagai jenis kompetensi. Dari kedua puluh materi
yang disampaikan dalam diklat tersebut, materi “Analisis Lingkungan Stratejik” dan materi
“Dinamika Proses Kebijakan Publik” merupakan materi-materi yang paling banyak
mengembangkan jumlah kompetensi yang diperlukan oleh para pemangku jabatan eselon II
di daerah. Kedua materi tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kedelapan belas
kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta diklatpim tingkat II. Sedangkan materi yang
memiliki keterkaitan relatif paling sedikit dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh
pejabat eselon II pemerintah daerah adalah materi “Paradigma Pembangunan” dan materi
“Sistem Pelaksanaan, Pemantauan, dan Pengawasan”. Kedua materi tersebut memiliki
keterkaitan dengan pengembangan tiga belas jenis kompetensi pejabat eselon II pemerintah
daerah.
Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa arah pengembangan kompetensi dalam
penyelenggaraan diklat, tidak sejalan dengan model kompetensi kepemimpinan pejabat
eselon II pemerintah daerah. Pada model kompetensi kepemimpinan pejabat eselon II
pemerintah daerah, kompetensi entrepreneurial orientation dan strategic thinking adalah
yang paling utama. Sedangkan pada penyelenggaraan diklat, kompetensi result orientation
18
Widyariset. Volume 8, Nomor I, Tahun 2005, hal. 282-303ANALISIS KETERKAITAN MATERI DIKLATPIM TINGKAT II DENGAN MODEL KOMPETENSI KEPEMIMPINAN PEJABAT ESELON II PEMERINTAH DAERAH Asropi
dan flex sibility lebih dikembangkan dibandingkan jenis kompetensi kepemimpinan yang
lain.
Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka dalam rangka peningkatan kualitas
penyelenggaraan diklatpim tingkat II adalah sangat penting bagi penyelenggara diklat untuk
lebih memfokuskan arah pengembangan kompetensi kepemimpinan dari masing-masing
materi diklat. Demikian pula, perlu diadakan pemilahan penyelenggaraan diklatpim untuk
peserta yang berasal dari pemerintah pusat dan daerah. Perbedaan kompetensi kepemimpinan
akan menuntut perbedaan materi yang diberikan terhadap peserta diklat baik yang berasal
dari pemangku jabatan eselon II pemerintah pusat maupun daerah.
19