Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 5 - Artikel
87
dan Amerika Serikat adalah negara dengan
kenaikan kasus tertinggi. Sejumlah negara
pun meniru langkah Tiongkok menerapkan
lockdown untuk mencegah penyebaran virus.
Sumber: Bloomberg
Grafik 1 Jumlah Kasus Covid-19 Global (per 19 Maret)
Jurisdictions with cases confirmed as of March 8, 2020, 10:25 AM GMT+7
1-9 10-99 100-999 1.000-9.999 10.000 or more
Penyebaran Covid-19 dan
kebijakan restriksi ketat telah memukul
kinerja ekonomi Tiongkok. Kebijakan
restriksi ini menyebabkan aktivitas masyarakat
turun tajam, dan aktivitas produksi perusahaan
terhenti sementara. Kondisi tersebut menekan
sektor jasa yang memiliki kontribusi dominan
Sinyal awal pemulihan ekonomi
global pada akhir 2019 tertahan akibat
wabah Coronavirus (Covid-19). Wabah
Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan
(Tiongkok) dan telah menginfeksi lebih
dari 200.000 orang di 176 negara (19
Maret’20). Sekitar 86.000 orang (43%)
telah pulih, namun 9.000 orang lainnya
(4,5%) meninggal. Pemerintah Tiongkok
telah menerapkan restriksi yang ketat untuk
memutus rantai penyebaran virus. Sejumlah
provinsi diisolasi (lockdown) dan pasien yang
terinfeksi dipantau secara ketat. Langkah
Tiongkok membuahkan hasil. Kurang dari
tiga bulan, wabah Covid-19 dapat diatasi.
Namun, penyebaran Covid-19 justru meluas
ke berbagai negara. Jumlah orang yang
terinfeksi di luar Tiongkok mencapai sekitar
140.000 (63%). Italia, Iran, Spanyol, Jerman,
Dampak Coronavirus Terhadap Ekonomi GlobalOleh: Michael Christian dan Firman Hidayat1
Artikel 1
BAB
5
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Penelitian dan Asesmen Internasional
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
88
stabilitas keuangan. Kebijakan juga ditempuh
pemerintah Tiongkok untuk mengurangi
dampak Covid-19 terhadap sektor pariwisata,
UMKM, dan perdagangan. Sejalan dengan
itu, ekonomi Tiongkok diprakirakan pulih
secara gradual. OECD memprakirakan
ekonomi Tiongkok pada 2020 tumbuh 4,9%
yoy, turun dari 6,1% yoy pada 2019. Prospek
pertumbuhan tersebut berpotensi lebih
rendah karena penyebaran Covid-19 telah
meluas dan berbagai negara menempuh
kebijakan restriksi yang ketat sehingga akan
menurunkan permintaan global.
Sumber: Bloomberg
Grafik 3 Beberapa Indikator Ekonomi Tiongkok
20 20
15
10
5
0
-5
-10
-15
10
0
-10
-20
20072008 2009 20102011 2012 201320142015 2016 20172018 2019
China Fixed Asset Investment, YTD -24,50China Retail Sales, YTD -20,50China Industrial Production, YTD -13,50
Penyebaran wabah Covid-19
dan penurunan ekonomi Tiongkok
akan berdampak signifikan terhadap
ekonomi global. Tiongkok memiliki peranan
penting karena merupakan salah satu
motor pertumbuhan PDB dunia. Kontribusi
ekonomi Tiongkok terhadap ekonomi dunia
mencapai sekitar 17% pada 2019. Share
tersebut jauh lebih besar dibandingkan
share pada 2002 yang hanya sebesar 6%.
Tiongkok juga menjadi salah satu kontributor
terbesar sektor pariwisata global. Kontribusi
Tiongkok terhadap sektor pariwisata global
pada PDB Tiongkok (share 54%). Share sektor
jasa yang dominan—di tengah kontribusi
ekspor yang turun—mengakibatkan dampak
Covid-19 makin signifikan terhadap ekonomi
Tiongkok. Dampak Covid-19 bahkan lebih
besar dari SARS mengingat pada 2003 share
sektor jasa terhadap ekonomi tidak terlalu
signifikan (40%) dan kontribusi ekspor
terhadap perekonomian Tiongkok masih baik.
Sumber: CNBC
Grafik 2. Struktur Ekonomi Tiongkok pada 2003 vs 2019
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Services
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2013
2014
2011
2012
2015
2016
2017
2018
2019
Industries Agriculture
Dampak Covid-19 terhadap
ekonomi Tiongkok telah terlihat pada
awal 2020. Sejumlah indiktor turun tajam
pada Januari dan Februari 2020. Penjualan
ritel, produksi perusahaan, dan kegiatan
investasi menurun signifikan. Kondisi ini
akan menyebabkan ekonomi Tiongkok
turun tajam pada TW1-20. Merespons hal
itu, sejumlah langkah kebijakan ditempuh
pemerintah dan bank sentral Tiongkok. PBOC
menurunkan suku bunga kebijakan dan
menerapkan berbagai stimulus lainnya untuk
menjaga confident, kecukupan likuiditas, dan
2. https://www.bloomberg.com/graphics/2020-wuhan-novel-coronavirus-outbreak/
20192
Bab 5 - Artikel
89
tumbuh 3-4%. Penurunan ini setara dengan
penurunan international tourism receipts senilai
30-50 miliar dolar AS.
Wilayah Asia Pasifik diperkirakan
paling terdampak atas penurunan
pariwisata akibat Covid-19. UNWTO
memperkirakan kedatangan wisatawan
internasional ke Asia Pasifik akan turun 9%
hingga 12% yoy pada 2020–terutama karena
Tiongkok telah menghentikan semua tur
kelompok domestik dan internasional untuk
menahan penyebaran Covid-19. Industri di
sektor pariwisata (transportasi dan perhotelan)
mengalami penurunan kinerja, sementara
penjualan ritel dan pengeluaran bisnis juga
telah terdampak. Sektor pariwisata Hong Kong
dan Thailand diprakirakan terdampak paling
signifikan, diikuti Vietnam, Singapura dan
Malaysia. Potensi dampak terhadap Indonesia
relatif lebih rendah dibandingkan negara lain.
Sementara itu, dampak bagi Jepang akan jauh
lebih signifikan jika pelaksanaan Olimpiade di
Tokyo pada 24 Juli 2020 dibatalkan.
Sumber: UNWTO
Grafik 5 International Tourist Arrivals, World Growth
12%yoy
1110
987654321
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
(e) (e)
2020
-1 +0,1-0,4
-0,4
4,83,8
7,2
5,6
3,8
-1,0
-3,0
-2-3-4-5
0
2020 (estimate)COVID-19 outbreak
-1% to -3%
2009Global
economic crisis
2003SARS
epidemic
2001Sept, 11attacks
mencapai 9%. Peranan Tiongkok yang tidak
kalah penting adalah kontribusi terhadap
perdagangan dunia dan investasi dunia.
Kontribusi Tiongkok terhadap perdagangan
dan investasi global masing-masing mencapai
11% dan 7%.
Sumber: OECD
Grafik 4 Share Ekonomi Tiongkok terhadap Global
18%
Global GDP Global FDIGlobal trade
2002 2019
Global tourists
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Covid-19 akan memengaruhi per-
ekonomian global melalui beberapa jalur,
yaitu pariwisata, perdagangan dan supply
chain, serta pasar keuangan. Pariwisata
adalah salah satu sektor yang paling terpukul
oleh wabah Covid-19, baik dari sisi supply
maupun demand. Kebijakan travel restrictions
dan pembatalan serta pengurangan frekuensi
penerbangan telah menurunkan supply jasa
pariwisata (domestik maupun internasional).
Sementara demand pariwisata terus menurun,
terutama dari wisatawan Tiongkok–menempati
posisi teratas dari aspek pengeluaran (outbound
spending).4 The UN World Tourism Organization
(UNWTO) memperkirakan perjalanan wisata-
wan internasional akan turun 1% hingga 3%
yoy pada 2020, dari proyeksi awal Januari
Global3
Growth5
3 OECD, Economic Outlook, Interim Report March 20204 Share wisman Tiongkok dalam belanja pariwisata
global hanya 3% pada 2003, lalu meningkat drastis menjadi 20% pada 2019.
5 https://webunwto.s3.eu-west-1.amazonaws.com/s3fs-public/2020-03/UNWTO-Impact-Assessment-COVID19.pdf.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
90
juga signifikan. Sekitar 20% dari impor
intermediate manufactured goods global
berasal dari Tiongkok (naik signifikan dari
4% pada 2002). Bagi Asia, ketergantungan
terhadap supply chain Tiongkok bahkan
lebih tinggi. Sekitar 40% impor intermediate
goods yang dikonsumsi di Kamboja,
Vietnam, Korea Selatan, dan Jepang berasal
dari Tiongkok pada 2015.7 Berdasarkan
sektornya, UNCTAD memperkirakan disrupsi Sumber: Continuum Economics
Tourism Receipt % GDP
Grafik 6 Eksposur Negara Asia Pasifik Terhadap Penurunan Pariwisata Asal Tiongkok
South Korea Vietnam
Singapore
Malaysia
PhilippinesThailand
Hong Kong
India
0,0%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 10,0% 12,0% 14,0% 16,0%
Indonesia
JapanAustralia
Di jalur perdagangan, penghentian
sementara aktivitas produksi perusahaan
di Tiongkok telah mengganggu
perdagangan global. Kuatnya peranan
Tiongkok dalam perdagangan dunia
mengakibatkan beberapa negara utama
memiliki ketergantungan tinggi terhadap
ekspor dan impor dari Tiongkok. Beberapa
negara itu diantaranya AS, Hong Kong,
dan Jepang. AS merupakan tujuan ekspor
terbesar Tiongkok (16,8% pada 2019), diikuti
Hong Kong (11,2%) dan Jepang (5,7%).
Sementara itu, negara pengimpor terbesar
Tiongkok adalah Korsel (8,4%), diikuti Jepang
dan Taiwan (8,3%). Beberapa negara lainnya
memiliki keterkaitan perdagangan yang
relatif tidak terlalu besar dengan Tiongkok.
Negara tersebut diantaranya Italia dan Iran
–dua negara non-Asia dengan kasus infeksi
tertinggi.
Peranan Tiongkok sebagai
pengekspor intermediate products
6 https://continuumeconomics.com/2020/02/24/asiapacific/asia-assessing-the-economic-fallout-from-covid.
Tiongkok6
7 Ketergantungan AS terhadap impor intermediate goods dari Tiongkok sekitar 30%, sementara Eropa hanya 10%.
8 BOC-Global-spread-of-virus-posts_19 GLOBAL INSIGHT Virus to Drag C
Sumber: BOCI
Grafik 7 Negara dengan Hubungan Perdagangan Erat dengan Tiongkok Daratan (2019)
18%
US
Weights in China’s exports Weights in China’s imports
ChinaHK
Japan SouthKorea
ChinaTaiwan
Italy Iran
1616,8
5,9
11,2
0,4 0,4 0,6
5,7
8,3 8,3
1,3 1,0
4,4
8,4
2,2
14
12
10
8
6
4
2
0
Sumber: Bloomberg
Grafik 8 Share Impor Intermediate Goods dari Tiongkok
10
None
15 20 25 30 35%
(2019)8
Tiongkok9
Bab 5 - Artikel
91
Sumber: IIF
Grafik 10 Non-Resident Portfolio Flows to EM
75Miliar USD
EM Debt FlowsEM Equity FlowsTotal EM Portofolio Flows
50
25
-253 6 9 12
2017 2018 2019 20203 6 9 12 3 26 9 12
0
Perekonomian Indonesia tidak
terlepas dari dampak Covid-19. Pariwisata
dan perdagangan merupakan sektor yang
mengalami penurunan kinerja. Total wisman
yang berkunjung ke Indonesia mencapai 16,1
juta pengunjung pada 2019 (naik 1,88%
yoy dari 15,8 juta pada 2018). Share wisman
asal Tiongkok pada 2019 sebesar 12,9%
(2,07 juta), terbanyak kedua setelah Malaysia
(18,5% atau 3 juta). Setelah Covid-19
merebak, jumlah kunjungan wisman ke
Indonesia turun 7,62% mtm pada Januari
2020. Covid-19 juga berdampak terhadap
sektor perdagangan Indonesia. Ekspor
Indonesia ke Tiongkok turun -12,07% mtm
menjadi USD2,24 miliar pada Januari 2020,
terutama ekspor migas yang kontraksi 41%
mtm dan nonmigas yang turun 9,15% mtm
(Sumber: BPS).
Pemerintah Indonesia dan Bank
Indonesia menerapkan kebijakan
guna mengatasi dampak Covid-19.
Pemerintah Indonesia telah menempuh
rantai suplai terparah—akibat gangguan
pasokan Tiongkok—akan dialami oleh sektor
instrumen presisi, permesinan, dan otomotif.
Dari jalur keuangan, Covid-19
telah memicu ketidakpastian yang
sangat tinggi sehingga menekan kinerja
pasar keuangan global. Pasar global
telah memasuki periode uncertainty yang
meningkat tajam sehingga mengakibatkan
penurunan signifikan pada pasar saham,
komoditas, dan mendorong peningkatan
aliran modal keluar dari EMs. Kinerja saham
diberbagai negara utama turun signifikan,
antara lain di Italia, Denmark, Jepang, dan
AS. Kekhawatiran investor juga memicu
aliran modal keluar dari negara emerging.
IIF memperkirakan net foreign inflow ke
pasar saham dan obligasi EMs hanya sebesar
USD3,4 miliar pada Februari, jauh di bawah
nilai Januari sebesar USD28,9 miliar. Debt
inflow turun tajam menjadi USD13,2 miliar,
turun 60% mtm dari USD29,7 miliar. Di sisi
ekuitas, tren equity outflow berlanjut menjadi
-USD9,7 miliar pada Februari (dari -USD0,7
miliar pada Januari).
Sumber: BIS
Grafik 9 Performa Pasar Saham AS, Italia, Jerman, Jepang (21 Februari - 3 Maret)
-8
Per cent
-16
-24
-32
US IT DE JP
TotalTravel & leisureAutomobiles and partsBasic resourcesConsumer services
10 https://www.iif.com/Portals/0/Files/content/IIF_Capital%20Flows%20Tracker_March.pdf
EM10
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
92
Prospek pertumbuhan ekonomi
dunia dan Indonesia 2020 tersebut
berpotensi lebih rendah apabila wabah
Covid-19 makin menyebar sehingga
memicu penerapan kebijakan restriksi
atau social distancing yang lebih ketat
oleh berbagai negara, dan tekanan
pasar keuangan global berlanjut akibat
ketidakpastian yang tinggi. Prospek
ekonomi ke depan akan dipengaruhi
oleh upaya berbagai negara dalam
mengatasi penyebaran Covid-19. Respons
kebijakan setidaknya dapat diarahkan untuk
memitigasi risiko pada empat aspek, yaitu
manusia, perusahaan, dan ekonomi serta
sistem keuangan. Terkait aspek manusia,
kebijakan yang dapat ditempuh adalah
dengan memperkuat sumber daya di sektor
kesehatan, dan memberikan bantuan tunai
kepada masyarakat yang terdampak. Pada
aspek perusahaan, kebijakan perlu diarahkan
untuk mengurangi tekanan keuangan yang
dialami oleh perusahaan, yaitu dengan
mengurangi atau menunda pembayaran pajak
dari sektor ekonomi yang terdampak, dan
meningkatkan ketersediaan likuiditas serta
kredit kepada perusahaan yang terdampak.
Terkait ekonomi dan sistem keuangan,
kebijakan perlu diarahkan untuk menjaga
stabilitas melaui penyediaan likuiditas kepada
perbankan, menempuh kebijakan moneter
yang optimal guna merespons tekanan pasar
keuangan, dan menerapkan kebijakan untuk
mendorong investasi publik.
sejumlah langkah pencegahan penyebaran
Covid-19 dan memberikan stimulus fiskal
untuk memitigasi dampak Covid-19. Bank
Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan
BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps
menjadi 4,50% pada Maret 2020. Bank
Indonesia juga memperkuat bauran kebijakan
antara lain dengan memperkuat intensitas
kebijakan triple intervention untuk menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan
fundamental dan mekanisme pasar. Ke
depan, Bank Indonesia akan terus memantau
perkembangan Covid-19 dan potensi
dampaknya terhadap ekonomi Indonesia,
serta memperkuat koordinasi kebijakan
dengan pemerintah, OJK, maupun otoritas
terkait lainya guna menjaga kestabilan
makroekonomi dan sistem keuangan, serta
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Berbagai dampak negatif yang
dipicu oleh Covid-19 akan menurunkan
kinerja ekonomi dunia pada 2020. Bank
Indonesia memprakirakan pertumbuhan
ekonomi dunia pada 2020 sebesar 2,5%
yoy, turun dibandingkan pertumbuhan 2019
sebesar 2,9% yoy. Ekonomi dunia diprakirakan
tumbuh membaik pada 2021 menjadi 3,7%,
seiring prakiraan teratasinya penyebaran
Covid-19. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia
merevisi outlook pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada 2020 dan 2021 masing-
masing menjadi 4,2% - 4,6% yoy dan 5,2-
5,6%.
Bab 5 - Artikel
93
RISIKO PERUBAHAN IKLIM TERHADAP STABILITAS SISTEM KEUANGANOleh: Shinta Fitrianti, Aldy Perdana, Rizal Bintang Rahani dan Sheila Silalahi1
Memerhatikan tren historis, para ilmuwan
memperkirakan akan terjadi kenaikan
temperatur hingga 1,5°C dalam rentang
tahun 2030 - 2052. Pemanasan global
tersebut dapat memicu perubahan iklim yang
diyakini menjadi salah satu ancaman terbesar
bagi masa depan dunia yang berkelanjutan.
Grafik 1 Rata-rata Temperatur Global
-0,6
-0,4
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1880 1890 1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 20102019
°C
Sebagai upaya global untuk
mengendalikan perubahan iklim, negara-
negara di dunia telah menyepakati Paris
Pendahuluan
Ekonomi dan keuangan global
menghadapi berbagai tantangan yang
tidak ringan ke depan. Salah satu sumber
tantangan adalah perubahan iklim global
yang berpotensi memengaruhi stabilitas
sistem keuangan dunia. Isu perubahan iklim
global ini telah menjadi perhatian otoritas
dan organisasi internasional, salah satunya
adalah Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC). IPCC menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi dan populasi dunia
telah berkontribusi pada peningkatan
konsentrasi gas rumah kaca (GRK) hingga ke
level tertinggi dalam 800 ribu tahun terakhir.
Kemampuan GRK untuk ‘menjebak’ panas
menjadi salah satu penyebab intensitas
pemanasan global yang meningkat. Saat
ini, temperatur global terindikasi 1°C di atas
temperatur sebelum revolusi industri dengan
laju kenaikan rata-rata temperatur hampir
dua kali lipat laju pada 50 tahun yang lalu.
Artikel 2
Sumber: GISTEMP Team, 20202
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
94
sama internasional dalam beberapa tahun
terakhir makin intensif. Sejumlah langkah
konkrit juga telah diambil berbagai lembaga
keuangan, khususnya bank investasi dan
perusahaan asuransi, untuk memasukkan
faktor perubahan iklim ke dalam model bisnis
mereka.
Risiko Perubahan Iklim terhadap Stabilitas
Sistem Keuangan
Risiko perubahan iklim terhadap
stabilitas sektor keuangan berasal dari
dua faktor utama. Risiko pertama adalah
risiko fisik dari peristiwa cuaca ekstrim akibat
perubahan iklim (extreme weather events).
Risiko kedua adalah risiko akibat transisi
menuju ekonomi hijau dan rendah karbon.
Kedua risiko tersebut dapat memiliki imbas
yang persisten terhadap berbagai variabel
makroekonomi dan keuangan yang bersifat
fundamental. Bagi lembaga keuangan, risiko
perubahan iklim dapat terjadi secara langsung
melalui eksposur kepada perusahaan, rumah
tangga, dan negara yang mengalami bencana
(climate shocks). Risiko juga dapat terjadi
secara tidak langsung melalui efek perubahan
iklim terhadap perekonomian secara
keseluruhan, termasuk feedback effects
yang terjadi di sistem keuangan. Oleh karena
itu, sesuai dengan mandat untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan, bank sentral dan
otoritas keuangan berkepentingan untuk
memastikan resiliensi sistem keuangan
terhadap kedua risiko tersebut.
Agreement pada Konferensi Perubahan Iklim
PBB pada 12 Desember 2015 di Paris, Prancis.
Aspek utama kesepakatan tersebut adalah
membatasi kenaikan rata-rata temperatur
global hingga kurang dari 2°C di atas suhu
pada periode pra-industri, dan membatasi
kenaikan suhu hingga 1,5°C dalam jangka
panjang, melalui pengurangan emisi GRK.
Kesepakatan ini menjadi salah satu tonggak
sejarah yang penting mengingat kenaikan
temperatur global berdampak sistemik, multi-
dimensi, dan lintas generasi.
Dalam kaitannya dengan sistem
keuangan, pidato Mark Carney (Gubernur
Bank of England) pada September 2015
yang berjudul “Breaking the Tragedy of the
Horizon –Climate Change and Financial
Stability”, mengingatkan bahwa sektor
keuangan telah terimbas langsung oleh
dampak perubahan iklim. Carney juga
mengingatkan bahwa dampak terburuk dari
perubahan iklim akan terjadi dalam jangka
panjang dan di luar timeframe perencanaan
para pelaku sektor keuangan. Keterlambatan
dalam mengambil respons kebijakan pada
akhirnya akan menyebabkan “tragedy of the
commons” yang berdampak negatif terhadap
pencapaian mandat stabilitas makroekonomi
dan sistem keuangan.3 Untuk mengatasi
tantangan global tersebut, pembahasan isu
perubahan iklim di berbagai forum kerja
3 Situasi ekonomi dimana setiap individu secara independen mengeksploitasi sumber daya bersama yang belum diatur (shared and unregulated resource) secara berlebihan. Dalam konteks modern, sumber daya dimaksud dapat berupa jalan raya, laut, sungai, atau bahkan udara/atmosfer.
Bab 5 - Artikel
95
yang mengalami bencana. Kerugian akibat
bencana perubahan iklim terus meningkat
hingga lebih dari tiga kali lipat dibandingkan
1980. Perusahaan dan rumah tangga akan
menanggung kerugian sendiri jika tidak
mengasuransikan asetnya (misalnya rumah
dan kendaraan). Sebaliknya, apabila aset
dijamin asuransi, maka klaim asuransi akan
meningkat. Pada 2017, kerugian akibat
bencana terkait perubahan iklim terhadap
industri asuransi mencapai angka tertinggi
dalam hampir 40 tahun terakhir.
Dalam jangka panjang, ketidakpastian
frekuensi dan besaran kerugian bencana
menyebabkan masyarakat makin tergantung
kepada asuransi. Kondisi tersebut akan
meningkatkan premi asuransi, atau
sebaliknya perusahaan asuransi justru enggan
menyediakan asuransi di daerah berisiko
besar. Sementara itu, bagi perbankan dan
pemberi pinjaman, perubahan iklim berisiko
a. Risiko Fisik
Risiko fisik dari perubahan iklim
meliputi biaya ekonomi dan kerugian finansial
akibat bencana ekstrim dari perubahan iklim.
Bencana tersebut antara lain gelombang
panas dalam durasi yang panjang disertai suhu
yang lebih tinggi, kemarau berkepanjangan,
longsor, banjir, kebakaran hutan, badai, dan
lain-lain. Kerugian yang terjadi dapat berupa
kerusakan terhadap properti, infrastruktur,
dan tanah. Risiko fisik juga dapat diakibatkan
oleh perubahan yang bersifat jangka panjang/
struktural akibat perubahan iklim, misalnya
perubahan tingkat presipitasi, perubahan
cuaca yang ekstrim, pengasaman laut, serta
kenaikan permukaan laut.
Bagi lembaga keuangan, risiko
perubahan iklim dapat terjadi secara
langsung melalui eksposur mereka kepada
rumah tangga, perusahaan, dan negara
Physical RIsk
Economy
Financialsystem
(Extreme weather events and gradual changes in climate)
Businessdisruption
Lower propertyand corporate
asset value
Market losses(equities, bonds,
commodities)
Credit losses(residential andcorporate loans)
Underwriting losses Operational risk(including liability
risk)
Lower corporateprofits, more
litigation
Lower growth and productivityaffecting financial conditions
Negativefeedback from
tighter financialconditions
Lower household
wealth
Assetdisruption Migration
Reconstruction/replacement
Lower value ofstranded assets
Increase in energyprices withdislocations
Transition Risk(Policy, technology, consumer preferences)
Sumber: : e-Conomy SEA Report, 2018Keterangan: CAGR (compound annual growth rate); B = Billion/Miliar USD
Gambar 1 Risiko Fisik dan Risiko Transisi
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
96
(misalnya teknologi energi terbarukan),
perilaku konsumen, preferensi investor,
sentimen pasar, maupun peristiwa fisik selama
berlangsungnya penyesuaian. Proses tersebut
juga menuntut transformasi pada berbagai
sektor, terutama sektor energi, pertanahan,
perkotaan, infrastruktur, dan industri.
Transisi menuju lower carbon economy
dapat menyebabkan perubahan nilai aset dan
nilai investasi yang signifikan pada sektor
terkait. Sebagai contoh, saat ini perusahaan
raksasa produsen bahan bakar fosil dan
berbagai perusahaan mulai mengurangi
investasi di sektor batubara, serta mulai fokus
pada sumber energi baru terbarukan (EBT).
Langkah tersebut akan berdampak terhadap
harga aset dan nilai investasi yang dimiliki
bank dan perusahaan asuransi di sektor
yang bersifat carbon-intensive yang saat ini
bernilai triliunan dolar AS, seperti batubara,
minyak, dan gas. Re-asesmen nilai aset juga
dapat memengaruhi aset lainnya yang tidak
berkaitan langsung dengan proses transisi.
Misalnya, peralihan ke arah greener economy
selain berimbas kepada perusahaan produsen
kendaraan, kapal, dan pesawat, turut
berimbas kepada industri baja.
Proses transisi menuju ekonomi
rendah-karbon juga berpotensi menyebabkan
kenaikan biaya usaha. Berdasarkan konsensus
IPCC, investasi yang dibutuhkan untuk
melakukan transisi ekonomi sebesar 1%-
4% dari proyeksi agregat konsumsi global
pada 2030. Biaya tersebut bervariasi antar
negara, tergantung antara lain pada kondisi
sosioekonomi, politik dan teknologi di
mengurangi kemampuan debitur membayar
utang, serta menurunkan harga aset properti
ataupun nilai agunan sehingga meningkatkan
risiko kredit. Guna mengantisipasi risiko
kerugian tersebut, Bangladesh Bank dan Bank
of Ghana merilis prinsip untuk mendukung
praktik perbankan yang environmentally
sustainable and socially responsible.4 Selain
itu, sejumlah bank di dunia – seperti BBVA,
Deutsche Bank, dan Crédit Agricole CIB –
memelopori penyesuaian dalam kebijakan
kredit, misalnya dengan memberikan diskon
bagi kredit proyek yang bersifat sustainable
(green loans/bonds).
Sumber: Natural disasters of 2019 in figures, Munich RE
Grafik 2 Kerugian Akibat Bencana Alam
400
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020
350
300
250
200
150
100
50
Overall losses in US$ bn (in 2019 values)Thereof insured losses in US$ bn (in 2019 values)
b. Risiko Transisi Menuju Lower Carbon
Economy terhadap Aset Lembaga
Keuangan
Proses transisi menuju ekonomi
rendah karbon atau rendah GRK dipicu oleh
beberapa hal. Pemicu tersebut khususnya
kebijakan pemerintah seiring komitmen
Paris Agreement, perkembangan teknologi
4 Bangladesh Bank dan Bank of Ghana masing-masing merilis prinsip tersebut pada 2017 dan 2019.
Bab 5 - Artikel
97
keuangan. Para pembuat kebijakan juga
dapat mempertemukan stakeholder dan
pakar yang relevan untuk mengembangkan
taksonomi (klasifikasi) terkait aktivitas
ekonomi yang berkontribusi terhadap transisi
ke green economy serta aktivitas ekonomi
yang terpapar risiko fisik dan risiko transisi.
Taksonomi yang robust, detil, transparan
dan konsisten akan membantu otoritas
dan lembaga keuangan dalam melakukan
identifikasi, asesmen, dan pengelolaan risiko
terkait iklim dan lingkungan, memperoleh
pemahaman yang lebih baik mengenai
perbedaan potensi risiko antar kelompok
aset, serta untuk memobilisasi modal ke arah
investasi yang green dan rendah karbon.
Pengawasan risiko terkait iklim juga perlu
diintegrasikan ke dalam supervisi prudensial,
termasuk dengan memasukkan skenario
risiko perubahan iklim dalam strest test
terhadap lembaga keuangan. Di samping itu,
otoritas perlu memastikan bahwa respons
kebijakan yang ditempuh tetap sejalan
dengan penguatan regulasi prudensial.
Inisiatif lainnya yang dapat ditempuh
adalah pertukaran data antar otoritas
terkait untuk mendukung Climate Risk
Assessment (CRA). Hal ini mengingat selama
ini terdapat keterbatasan ketersediaan data
serta inkonsistensi data dalam penyusunan
analisa mengenai risiko iklim, misalnya data
aset fisik, data aset keuangan, serta data
terkait risiko fisik dan risiko transisi. Bank
sentral dan pengawas keuangan juga perlu
membangun kepedulian (awareness) serta
mengembangkan kapasitas intelektual,
masing-masing negara. Namun demikian,
biaya tersebut diyakini tetap lebih rendah
dibandingkan konsekuensi biaya apabila tidak
melakukan tindakan apapun.
Peran Bank Sentral dan Otoritas
Keuangan Lain
Bank sentral dan otoritas keuangan
lain dapat menempuh sejumlah respons
kebijakan dan menjadi lead by example dalam
mendorong proses transisi menuju green dan
sustainable economy. Dalam hal ini, IMF dan
NGFS telah menyusun sejumlah rekomendasi,
baik yang terkait dengan operasi moneter
bank sentral, strategi pengelolaan cadangan
devisa, maupun kebijakan makroprudensial.
Di sisi operasi moneter, bank sentral perlu
memasukkan faktor risiko iklim dalam
kerangka operasi refinancing dan strategi
investasi portofolio, misalnya dengan
memberlakukan haircut yang lebih tinggi atas
aset yang memiliki risiko fisik ataupun risiko
transisi.
Di sisi kebijakan makroprudensial,
risiko terkait iklim perlu diintegrasikan ke
dalam supervisi dan monitoring stabilitas
keuangan. Hal tersebut dilakukan dengan
memetakan risiko yang terkait perubahan
iklim dalam sistem keuangan, menyusun
simulasi dan analisis risiko kuantitatif terkait
perubahan iklim terhadap sistem keuangan
dengan menggunakan skenario yang
bersifat data-driven, serta memasukkan
risiko fisik dan risiko transisi dalam proyeksi
makroekonomi dan pemantauan stabilitas
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
98
mengenai green financing yang kemudian
berkontribusi pada pengembangan dan
penerbitan obligasi hijau (green bond) oleh
Pemerintah Indonesia, menyelenggarakan
Annual Indonesia Investment Forum secara
berkala yang menempatkan promosi green
financing untuk proyek infrastruktur sebagai
agenda utama, dan mempersiapkan task
force terkait keuangan berkelanjutan untuk
mengkoordinasikan dan menyelaraskan
berbagai upaya dalam memperkuat peran
Bank Indonesia untuk mencapai target SDGs.
Referensi
Carney, M. (2015, September). Breaking the Tragedy of the Horizon - Climate Change and Financial Stability. London: Bank of International Settlement.
Grippa, P., Schmittmann, J., & Suntheim, F. (2019). Climate Change and Financial Risk. Finance & Development, 26-29.
Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. Ammerican Association of the Advancement of Science, 162(3859), 1243-1248.
IPCC (2014). Climate Change 2014 Synthesis Report: Summary for Policymakers. Geneva: Intergovernmental Panel on Climate Change .
NGFS (2019). A call for action: Climate change as a source of financial risk. Paris: Network for Greening the Financial System.
WEF (2020). The Global Risks Report 2020. Cologny: World Economic Forum.
melalui kolaborasi dalam technical assistance
dan knowledge sharing, mengenai bagaimana
faktor-faktor terkait iklim ditranslasikan
menjadi risiko dan peluang finansial dan
lingkungan. Selain itu, dibutuhkan framework
keterbukaan informasi yang robust dan
konsisten secara internasional, misalnya
mengenai eksposur lembaga keuangan
terhadap risiko dan peluang terkait iklim serta
risiko dan langkah mitigasi yang diambil.
Kontribusi Bank Indonesia
Sejalan dengan meningkatnya
kesadaran internasional untuk mendukung
pencapaian green economy, Bank Indonesia
turut berkomitmen untuk mendorong
terciptanya perekonomian dan sistem
keuangan yang mendukung pencapaian
Sustainable Development Goals (SDGs).
Komitmen ini diwujudkan antara lain dengan
masuknya Bank Indonesia menjadi anggota
Network for Greening the Financial System
(NGFS), yaitu organisasi internasional yang
bertujuan untuk mendorong implementasi
green financing guna mendukung
pertumbuhan berkelanjutan yang ramah
lingkungan. Sebagai anggota NGFS, Bank
Indonesia dapat secara aktif memberikan
masukan dan rekomendasi antara lain terkait
perumusan kebijakan guna memitigasi
potensi dampak climate change terhadap
stabilitas sistem keuangan.
Selain menjadi anggota NGFS, Bank
Indonesia juga telah melakukan sejumlah
inisiatif, diantaranya melakukan penelitian
Bab 5 - Artikel
99
Dominasi USD dalam Transaksi
Perdagangan
Penggunaan mata uang USD
sebagai settlement currency dalam transaksi
perdagangan bilateral Indonesia dengan
negara mitra dagang hingga saat ini masih
dominan, yaitu di atas 90% pada transaksi
ekspor dan di atas 85% pada transaksi
impor.2 Meskipun beberapa hard currency
lainnya seperti EUR, JPY, IDR, SGD, dan CNY
digunakan, namun pangsanya jauh lebih
kecil dibandingkan penggunaan USD. Fakta
tersebut ironis mengingat perdagangan
internasional Indonesia paling banyak
dilakukan dengan negara-negara di kawasan
Asia dan Timur Tengah, yaitu sebesar 74%
dari total nilai perdagangan Indonesia.3
Sementara, perdagangan Indonesia
dengan negara-negara di Amerika dan
2 Data ekspor dan impor tahun 2019. Sumber: SEKI, Bank Indonesia
3 Data ekspor dan impor tahun 2019. Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Dinamika perekonomian global yang
masih diwarnai ketidakpastian menuntut BI
untuk terus memperkuat kerja sama keuangan
guna mendukung stabilitas nilai tukar. Untuk
itu, Bank Indonesia terus memperkuat serta
memperluas kerja sama Local Currency
Settlement (LCS) berbasis Appointed Cross
Currency Dealer (ACCD). Sejak implementasi
awal 2018, kerja sama LCS antara Indonesia
dengan Thailand dan Malaysia menunjukkan
progres yang positif dan terdapat optimisme
untuk terus ditingkatkan. Inisiatif kerja sama
keuangan LCS berbasis ACCD akan terus
diperkuat dan diperluas. Kerja sama LCS
akan diperluas dengan Jepang, yang ditandai
dengan kesepakatan kerja sama LCS antara
BI dan Kementerian Keuangan Jepang di
Desember 2019. Kerja sama LCS tersebut
diharapkan dapat berkontribusi positif
bagi upaya Bank Indonesia dalam menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah.
KERJA SAMA LOCAL CURRENCY SETTLEMENT (LCS) ANTARA INDONESIA DAN JEPANGOleh: Tommy Aditya dan Satwika Lulu1
Artikel 3
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Hubungan Internasional 3
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
100
bisnis karena kewajiban pembayaran utang
luar negeri atau perdagangan menjadi sulit
diprediksi. Dalam perekonomian, stabilitas
nilai tukar menjadi ukuran penting untuk
mendukung pertumbuhan dunia usaha
secara berkelanjutan.
Inisiatif Kerja Sama Local Currency
Settlement
Dalam rangka menjaga stabilitas nilai
tukar Rupiah, Bank Indonesia senantiasa
melakukan inisiatif kebijakan untuk
mengurangi risiko volatilitas nilai tukar Rupiah.
Salah satunya adalah dengan menginisiasi
kebijakan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap USD, yaitu melakukan kerja sama
Local Currency Settlement (LCS) berbasis
Appointed Cross Currency Dealers (ACCD)
dengan bank sentral/otoritas mitra. Melalui
kerja sama ini, Bank Indonesia dan bank
sentral/otoritas menyepakati framework untuk
memfasilitasi setelmen perdagangan dan
investasi antara kedua negara menggunakan
mata uang lokal. Dengan spirit mendorong
penggunaan mata uang lokal, kerja sama
LCS ACCD diharapkan dapat berkontribusi
positif terhadap upaya Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Selain
itu, penggunaan mata uang lokal juga dapat
berdampak positif dalam (i) mendiversifikasi
eksposur mata uang yang digunakan dalam
transaksi, (ii) mengurangi biaya transaksi
karena menggunakan direct quotation
antara dua mata uang lokal secara langsung
tanpa melalui USD sebagai medium, dan (iii)
Eropa menempati urutan kedua dan ketiga
setelah kawasan Asia dan Timur Tengah
dengan pangsa masing-masing sebesar
11% dan 10%. Selain dalam perdagangan,
dominasi penggunaan USD juga terjadi pada
pasar keuangan domestik, dimana sekitar
80% transaksi pasar keuangan domestik
menggunakan mata uang USD.
Sebagai negara berkembang dengan
sistem perekonomian terbuka, Indonesia
berpotensi terpapar risiko penularan krisis
ekonomi yang bersumber di negara lain
(spillover). Pengalaman krisis ekonomi dan
keuangan Asia pada tahun 1997/1998
yang dipicu oleh pelemahan mata uang
Thailand (THB) terhadap USD memberikan
pelajaran berharga mengenai pentingnya
menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah demi
ketahanan eksternal. Dalam struktur ekonomi
Indonesia, dominasi USD sebagai settlement
currency dalam perdagangan Indonesia
dengan berbagai mitra dagang menimbulkan
ketergantungan ekonomi yang tinggi
terhadap USD, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan risiko kerentanan eksternal
ekonomi Indonesia terhadap shock yang
bersumber dari dinamika ekonomi global.
Dengan ketergantungan yang
tinggi terhadap USD, setiap berita terkait
kerentanan ekonomi global akan mendorong
pelaku pasar keuangan bereaksi. Hal
tersebut dapat berdampak pada stabilitas
makroekonomi Indonesia, yaitu melalui
jalur volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap
USD. Bagi pelaku usaha, volatilitas nilai
tukar Rupiah dapat memengaruhi stabilitas
Bab 5 - Artikel
101
LCS ACCD dengan bank sentral/otoritas
negara mitra dagang utama Indonesia
lainnya, termasuk Jepang. Sebagai langkah
nyata, Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan Jepang telah menyepakati
pembentukan kerangka kerja sama untuk
mendorong penggunaan mata uang lokal
untuk penyelesaian perdagangan bilateral dan
investasi langsung (local currency settlement).
Kesepakatan tersebut dituangkan melalui
penandatanganan Nota Kesepahaman yang
dilakukan antara Menteri Keuangan Jepang
dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal
5 Desember 2019 di Tokyo, yang antara
lain meliputi penggunaan kuotasi nilai tukar
secara langsung, dan perdagangan antar
bank antara mata uang Yen dan Rupiah.
Selanjutnya, kerja sama ini akan diperkuat
melalui sharing informasi dan diskusi secara
berkala antara otoritas Jepang dan Indonesia.
Kolaborasi antara Kementerian Keuangan
Jepang dan Bank Indonesia ini menandai
tonggak penting dalam memperkuat kerja
sama keuangan bilateral antara Jepang dan
Indonesia. Hal ini diyakini akan berkontribusi
positif dalam mendorong penggunaan mata
uang lokal untuk penyelesaian perdagangan
dan investasi langsung antara kedua negara.
Hubungan perekonomian antara
Indonesia dengan Jepang yang signifikan
menjadi dasar utama perluasan kerja sama
LCS. Selama 2013-2019, Jepang adalah
negara tujuan ekspor ke-2 setelah Tiongkok
dengan rata-rata ekspor senilai USD18,7
miliar dan pangsa 11,2%. Sedangkan di sisi
impor, Jepang adalah negara asal impor ke-3
mendorong pendalaman pasar keuangan
domestik seiring dengan perkembangan
instrumen keuangan dalam mata uang lokal.
Kerja sama LCS ACCD pertama kali
diinisiasi oleh Bank Indonesia dengan bank
sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia)
dan Thailand (Bank of Thailand) pada 2016
melalui penandatanganan Memorandum of
Understanding (MoU) secara bilateral antar
bank sentral. Melalui kerja sama ini, antar bank
sentral sepakat untuk mendorong setelmen
perdagangan dan investasi langsung antara
kedua negara menggunakan mata uang lokal
dalam rangka mengurangi ketergantungan
terhadap dominasi USD. Implementasi dari
kerangka LCS berbasis ACCD tersebut telah
dimulai sejak Januari 2018 dengan melibatkan
6 bank ACCD untuk memfasilitasi LCS
dengan Malaysia (Bank Mandiri, BCA, BNI,
BRI, Maybank Indonesia, dan CIMB Niaga),
serta 5 bank ACCD untuk memfasilitasi LCS
dengan Thailand (Bank Mandiri, BCA, BNI,
BRI, dan Bangkok Bank Cabang Jakarta).
Perkembangan yang positif dari kerja sama
LCS ini terlihat sejak diimplementasikan,
seiring tren kenaikan volume transaksi,
frekuensi transaksi, dan jumlah nasabah yang
menggunakan kerangka LCS ACCD.
Perluasan Kerja Sama Local Currency
Settlement
Manfaat yang kongkrit bagi
makroekonomi dan perkembangan transaksi
yang positif dari kerja sama LCS mendorong
Bank Indonesia untuk memperluas kerja sama
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
102
5,5% untuk impor (Tabel 2). Dalam kondisi
ini, inisiatif pengembangan kerja sama LCS
Indonesia-Jepang berpotensi meningkatkan
penggunaan mata uang lokal (IDR atau JPY)
untuk penyelesaian perdagangan bilateral
kedua negara. Hal tersebut diharapkan
dapat berdampak positif dalam mengurangi
tekanan permintaan terhadap USD untuk
penyelesaian perdagangan dengan Jepang,
sehingga pada gilirannya dapat mengurangi
sumber volatilitas IDR terhadap USD.
Selain berpotensi untuk penyelesaian
perdagangan dalam mata uang lokal,
perluasan kerja sama LCS dengan Jepang
juga berpotensi dilakukan untuk memfasilitasi
investasi langsung dengan Jepang.
Berdasarkan data IMF selama tahun 2014-
2018, Jepang merupakan investor Foreign
Direct Investment (FDI) ke-4 bagi Indonesia
setelah Singapura, Belanda dan Amerika
Serikat, dengan nilai rata-rata FDI tahunan
sebesar USD21,6 miliar. Sebaliknya bagi
Jepang, Indonesia merupakan negara tujuan
FDI ke-9 dengan nilai rata-rata FDI tahunan
sebesar USD27,1 miliar. Konsentrasi FDI
dari Jepang selama ini utamanya masuk ke
setelah Tiongkok dan Singapura dengan rata-
rata impor senilai USD16,0 miliar dan pangsa
9,7% (Tabel 1). Surplus transaksi perdagangan
bilateral Indonesia dengan Jepang terus
menunjukkan tren yang semakin menurun,
bahkan di 2019 sudah tercatat defisit. Tren
penurunan surplus transaksi perdagangan
tersebut sebagai akibat dari penurunan
ekspor yang lebih besar dibandingkan
penurunan impor. Surplus sebesar USD7,5
miliar pada 2013 menurun 113% menjadi
defisit USD0,95 miliar pada 2019 seiring
dengan menurunnya ekspor sebesar 19%
(yoy) dibandingkan penurunan impor sebesar
12% (yoy).
Seperti dengan negara mitra dagang
lainnya, perdagangan dengan Jepang juga
masih didominasi oleh mata uang USD sebagai
settlement currency dengan pangsa mencapai
92% untuk ekspor dan 61% untuk impor.
Meskipun mata uang lokal (JPY atau IDR) telah
digunakan dalam setelmen perdagangan,
namun porsinya masih terbatas. Rata-rata
share penggunaan JPY dan IDR selama periode
2015-2019 masing-masing adalah 5,8%
dan 1,3% untuk ekspor, serta 32,2% dan
2013201420152016201720182019
Rata-rata
45,86
dalam miliar USD
37,6830,7228,2532,3837,0931,2234,74
7,503,944,202,291,660,48
(0,95)2,73
10,19,59,59,69,7
10,09,39,7
19,1816,8713,2612,9815,3618,3016,0816,01
0,250,060,030,060,030,030,040,07
18,9316,8113,2312,9215,3318,2716,0515,93
14,711,911,710,610,110,49,0
11,2
26,6820,8117,4615,2717,0218,7815,1318,74
10,656,174,472,122,382,521,364,24
16,03
EksporNon Migas Migas Pangsa (%)Export Non Migas Migas Pangsa (%)Export
Impor TotalPerdagangan
NeracaPerdagangan
14,6412,9913,1514,6416,2613,7714,50
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 1. Profil Perdagangan Indonesia-Jepang
Bab 5 - Artikel
103
usaha di Indonesia yang memiliki hubungan
dagang atau investasi dengan mitra di Jepang
berpotensi besar untuk memanfaatkan kerja
sama LCS antara Indonesia dan Jepang
tersebut setelah kerangka LCS tersebut
diluncurkan oleh Bank Indonesia dengan
melibatkan peran aktif dari bank ACCD
yang ditunjuk. Beberapa sektor di Indonesia
yang dapat memanfaatkan kerangka LCS
tersebut antara lain real estate, konstruksi,
perdagangan, merchandise/ritel, dan
manufaktur untuk memfasilitasi transaksi
perusahaan induk/afiliasi di Jepang, seperti
penanaman modal, pengadaan bahan
baku, pembelian lahan, pembayaran lisensi/
remitansi. Peran aktif dari para pelaku usaha
dalam memanfaatkan kerja sama LCS dengan
negara mitra akan turut mendukung upaya
menjaga stabilias nilai tukar Rupiah dan
makroekonomi secara keseluruhan.
sektor (i) industri pengolahan dengan rata-
rata pangsa 68%, dan (ii) perdagangan besar
dan eceran; perbaikan kendaraan bermotor;
barang-barang rumah tangga dengan rata-
rata pangsa 12%. Aliran FDI dari Jepang
tersebut tentunya dapat menjadi potensi
pemanfaatan kerja sama LCS Indonesia-
Jepang, terutama dalam meningkatkan
sumber pasokan likuiditas dalam JPY di
pasar keuangan domestik. Selain itu, potensi
berkurangnya permintaan USD untuk aliran
keluar investasi ke Jepang juga diharapkan
dapat mengurangi sumber volatilitas nilai
tukar Rupiah terhadap USD.
Dengan semakin meningkatnya
hubungan ekonomi antara Indonesia dengan
Jepang, maka rencana perluasan kerja
sama LCS dengan Jepang diharapkan dapat
memperkuat upaya otoritas dalam menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah. Para pelaku
2015-2019
Ekspor
Peringkat ValutaAsal
Nilai Rata-rata(miliar USD)
PangsaRata-rata Peringkat Valuta
AsalNilai Rata-rata
(miliar USD)Pangsa
Rata-rata
Impor
1
2345
USD
JPYIDRCNYSGD
Total Total
13,00
0,820,190,100,04
91,8%
5,8%1,3%0,7%0,8%
1
2345
USD
JPYIDRSGDEUR
9,2
4,90,80,2
0,029
14,2 15,2
60,9%
32,2%5,5%1,2%0,2%
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 2. Penggunaan Mata Uang dalam Perdagangan Indonesia-Jepang
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
104
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab 5 - Artikel
105
pelaku usaha e-commerce domestik dalam
melayani konsumen dalam negeri, serta
memenangkan persaingan di tataran global.
Pertumbuhan transaksi perdagangan
berbasis elektronik
Memasuki era digital, kemajuan
teknologi yang pesat telah memicu
perubahan perilaku masyarakat, khususnya
dalam pola berbelanja. Perdagangan melalui
jaringan elektronik atau electronic commerce
(e-commerce) yang meningkat, menjadi bukti
membaiknya kesadaran masyarakat tentang
ekonomi digital. Kehadiran e-commerce
berhasil mengubah transaksi perdagangan
internasional dari cara konvensional
menjadi online, serta menjadi wajah baru
perekonomian dunia. Hal ini tentu bukan
tanpa dasar, nilai perdagangan dunia melalui
platform online tercatat mencapai USD3,5
Dinamika perdagangan berbasis
elektronik (e-commerce) yang memudarkan
sekat-sekat yuridiksi (borderless) menawarkan
manfaat dan peluang besar bagi perekonomian
dunia. Kehadiran e-commerce bahkan disebut
sebagai ‘wajah baru perekonomian dunia’ dan
diyakini akan mendongkrak pertumbuhan
ekonomi. Di saat bersamaan, tren digitalisasi
telah mendisrupsi tatanan perdagangan
konvensional dan menimbulkan kompleksitas
baru. Menyikapi kondisi ini, dibentuk forum
kerja sama perdagangan berbasis elektronik
untuk memformulasikan aturan perdagangan
e-commerce. Indonesia perlu memaksimalkan
manfaat pengaturan e-commerce dalam
perdagangan internasional terutama bagi
UMKM, sekaligus meminimalkan potensi
dampak negatifnya. Upaya tersebut
diharapkan dapat mendorong daya saing
Dinamika Upaya Pengaturan Global atas Perdagangan Berbasis Elektronik (e-Commerce) Oleh: Sonya Clarissa dan Dadan Gandara1
Artikel 4
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Hubungan Internasional 3
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
106
Sebagai pasar e-commerce terbesar di Asia
Tenggara2, Indonesia berhasil membukukan
nilai perdagangan elektronik tertinggi
dengan kontribusi mencapai 50% dari
total transaksi di Asia Tenggara (Temasek,
2018). Peningkatan penggunaan internet
dan konsumen yang makin melek digital
internet, perubahan pola konsumsi di
tengah peningkatan jumlah pendapatan
kelas menengah (rising middle income)3,
menjadi faktor utama pertumbuhan industri
e-commerce di Indonesia yang pesat sehingga
menjadi salah satu penopang perekonomian.
Bahkan, gross merchandise value/total nilai
penjualan pasar e-commerce Indonesia
pada 2022 diproyeksikan tumbuh hingga
800% dibandingkan 2017.4 Menyadari
besarnya potensi yang ada, pemerintah
2 Total penduduk Indonesia mencapai 264 juta orang, atau 30% dari total penduduk kawasan Asia Tenggara (World Bank, 2017).
3 Saat ini 50 juta rakyat Indonesia tergolong kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan (Kementerian Keuangan, 2019).
4 McKinsey & Company, 2018.
triliun pada 2019 atau meningkat 165%
dibandingkan tahun 2014 yang membukukan
penjualan senilai USD1,3 triliun. Fenomena
ini diproyeksikan berlanjut hingga mencapai
USD6,5 triliun pada 2022 (Grafik 1). Lebih
lanjut, share perdagangan melalui platform
online pada 2019 memiliki pangsa 14,1%
dan diprediksi mencapai 22% pada 2023,
linier dengan perkembangan teknologi digital
(Statista, 2020).
Sumber: Statista, 2020Keterangan: 2020 – 2023 merupakan angka proyeksi
Grafik 1. Nilai Transaksi E-commerce di Dunia (Miliar USD)
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020* 2021* 2022* 2023*
13361548 1845
23822982
3535
4206
4927
5695
6542
Sumber: Statista, 2020Keterangan: 2020 – 2023 merupakan angka proyeksi
Grafik 2. Share perdagangan e-Commerce terhadap total penjualan ritel di dunia
7,4%
2015
25%
22,5%
20%
17,5%
15%
12,5%
10%
7,5%
5%2016 2017 2018 2019 2020* 2021* 2022* 2023*
8,6%
10,4%
12,2%
14,1%
16,1%
18,1%
20%
22%
Sejalan dengan tren global,
ekosistem perdagangan elektronik di
Indonesia mencatatkan nilai impresif.
Sumber: : e-Conomy SEA Report, 2018Keterangan: CAGR (compound annual growth rate); B = Billion/Miliar USD
Grafik 3. Internet Economy Market Size (Total Nilai Penjualan, Miliar USD)
100B
27B
8B 5B 5B2B
8B
21B 21B 22B
43B
33B
9B3B
12B6B
10B7B
49%
28%
Indonesia Malaysia Indonesia Philippines Thailand Vietnam
16%
19%
25%
2015201820252025
13%22%
27% 35%
25%
16%30%
Bab 5 - Artikel
107
serta proses penjualan/transmisi barang dan
jasa menggunakan platform elektronik. Sejak
itu, pengaturan isu e-commerce dilakukan
secara bilateral dan regional.
Kerja sama perdagangan RI yang memuat
pengaturan e-commerce
Keseriusan pemerintah Indonesia
dalam mempromosikan dan memfasilitasi
perdagangan elektronik dilakukan melalui
pengaturan isu e-commerce dalam perjanjian
perdagangan internasional. Di level bilateral,
Indonesia telah memiliki kerja sama
dengan Australia Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IA-CEPA)5. Sementara
di level regional terdapat kerja sama ASEAN
Australia New Zealand Free Trade Agreement
(AANZFTA); Regional Comprehensive
Economic Partnership (RCEP), European Free
Trade Association Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IE-CEPA)6, serta
ASEAN Agreement on E-Commerce (AAEC).
AAEC merupakan perwujudan dari
komitmen ASEAN untuk meningkatkan
konektivitas perekonomian di kawasan.
Salah satu aspek konektivitas yang ingin
ditingkatkan adalah transaksi cross border
e-commerce. Untuk mewujudkan impian
ini, ASEAN melakukan kerja sama pada
beberapa aspek mengenai pengembangan
cross border e-commerce, yaitu infrastruktur,
5 Indonesia dan Australia telah menyelesaikan proses ratifikasi perjanjian IA-CEPA pada Februari 2020.
6 EFTA terdiri dari Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein (saat ini perjanjian IE-CEPA masih dalam proses ratifikasi di DPR).
kian serius menjadikan e-commerce
sebagai salah satu program nasional guna
mengoptimalkan bisnis e-commerce di dalam
negeri dan meningkatkan kontribusi industri
e-commerce terhadap produk domestik bruto
(PDB) Indonesia.
Pengaturan E-commerce pada Kerja Sama
Perdagangan Internasional
Dinamika perdagangan berbasis
elektronik yang tidak lagi mengenal
batasan antarnegara (borderless) telah
membawa sejumlah kompleksitas baru
yang perlu diselesaikan secara bersama-
sama. Perkembangan teknologi di satu sisi
membawa manfaat dan membuka peluang
lebih luas bagi suatu negara untuk melakukan
leap frog, namun di sisi lain juga memberikan
tantangan akibat perubahan yang terjadi.
Keamanan siber, perpajakan, perlindungan
konsumen, dan sistem pembayaran berbasis
elektronik menjadi contoh aspek baru
yang perlu diperhatikan agar tidak menjadi
disinsentif transaksi e-commerce.
Kesadaran bersama untuk
menghindari disinsentif transaksi e-commerce
mendorong inisiatif perluasan cakupan
perjanjian perdagangan internasional ke arah
isu-isu e-commerce. baik di level bilateral
maupun multilateral. Upaya penyusunan
kerangka pengaturan e-commerce secara
multilateral sebenarnya telah dimulai sejak
1998, namun mengalami kebuntuan dan
baru menghasilkan definisi e-commerce, yaitu
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran,
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
108
82 negara anggota World Trade Organization
(WTO) dalam perundingan e-commerce
atau disebut Joint Statement Initiative on
E-Commerce WTO (JSI E-Commerce WTO).
Secara umum, isu terkait e-commerce pada
kerja sama perdagangan internasional
dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat),
yaitu regulatory framework, market access,
development facilitation, dan transparancy
(Tabel 1).
Berdasarkan hasil pemetaan terhadap
pengaturan isu e-commerce dalam perjanjian
internasional yang dimiliki Indonesia (RCEP,
IA-CEPA, AANZFTA, IE-CEPA, dan AAEC),
serta dalam rumusan draf perjanjian
perdagangan internasional yang masih dalam
proses pembahasan dan negosiasi (IEU-CEPA
dan JSI E-Commerce WTO), beberapa elemen
pengaturan e-commerce pada kerja sama
perdagangan internasional terangkum pada
Tabel 2.
perlindungan konsumen, domestic legal
framework, keamanan transaksi elektronik,
sistem pembayaran, fasilitasi perdagangan,
iklim kompetisi, logistik, serta penyusunan
perjanjian e-commerce ASEAN (ASEAN
Agreement on E-Commerce atau AAEC) yang
disepakati pada 2018.
Kerja sama perdagangan internasional
antara Indonesia dengan kawasan/
negara mitra yang mencakup pengaturan
e-commerce diperkirakan terus bertambah
seiring meningkatnya transaksi e-commerce
dalam perdagangan global. Langkah kerja
sama tersebut antara lain meliputi kerja sama
perdagangan internasional antara Indonesia
dan negara Uni Eropa (Indonesia-European
Union Comprehensive Economic Partnership
Agreement/IEU-CEPA)7 yang telah bergulir
sejak 2018. Selanjutnya, di penghujung
2019, Pemerintah Indonesia secara resmi
telah memutuskan untuk tergabung bersama
7 Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, proses perundingan IEU-CEPA ditargetkan selesai pada 2020.
Kelompok Isu Penjelasan
Regulatory Framework Mengatur kerangka pengaturan beberapa elemen yang diperlukan untuk menciptakan pra-kondisi kondusif bagi cross border e-commerce, seperti proteksi privasi, keamanan siber, perlindungan atas iklan yang tidak diinginkan (unsolicited commercial messages), perluasan akses jaringan, hak kekayaan intelektual, otentifikasi elektronik, pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik, hingga standar teknis yang akan digunakan.
Market access Mengatur beberapa elemen yang memiliki dimensi liberalisasi/pembukaan akses pasar yang diperlukan sebagai prakondisi cross border e-commerce, seperti pembukaan akses pasar di sektor jasa telekomunikasi, komputerisasi, profesional services (tenaga ahli), reduksi tarif untuk produk IT, aliran data secara lintas batas (cross border data flows), serta larangan pemungutan pajak/bea atas transmisi elektronik.
Development facilitation Kelompok ini terdiri dari beberapa elemen yang bersifat fasilitasi pengembangan e-commerce, seperti bantuan teknis dan kerja sama antar otoritas.
Transparency Kelompok ini terdiri dari beberapa elemen yang mengatur upaya peningkatan transparansi negara anggota dalam mengatur segala hal terkait e-commerce.
Tabel 1. Isu E-Commerce pada Kerja Sama Perdagangan Internasional
Bab 5 - Artikel
109
order e-commerce; iii) meningkatkan nilai per-
dagangan barang dan jasa antarnegara untuk
menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan
mengurangi kesenjangan antarnegara; iv)
mendukung promosi dan akses pasar UMKM;
v) meningkatkan efisiensi dan keamanan
bertransaksi e-commerce; vi) meningkatkan
transparansi terkait pengaturan e-commerce
masing-masing negara; dan vii) mendorong
pengembangan e-commerce melalui kerja
sama capacity building, penerapan best
practices international, serta kerja sama antar
otoritas lainnya.
Dalam rangka memperoleh manfaat
optimal dari pengaturan e-commerce pada
kerja sama perdagangan internasional,
Pemerintah Indonesia telah melakukan
sejumlah inisiatif antara lain sbb10.: i)
mengoptimalkan program strategis
pemberdayaan UMKM; ii) mengintensifkan
pelaksanaan Roadmap Revolusi Industri
Making Indonesia 4.0; iii) optimalisasi sistem
perizinan melalui Online Single Submission
(OSS); dan iv) memperkuat pengaturan
terkait dengan perlindungan data pribadi,
perdagangan melalui transaksi elektronik,
penyelenggaraan sistem dan transaksi
elektronik, serta kepabeanan, cukai dan pajak
atas impor barang kiriman. Ke depan, guna
mengoptimalkan manfaat dari pengaturan
e-commerce pada perdagangan internasional,
Indonesia perlu menyiapkan program
mitigasi antara lain menyusun program kerja
nasional dalam rangka kesiapan Indonesia
10 Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan RI.
Upaya penguatan regulasi e-commerce
domestik
Indonesia terus melakukan upaya
persiapan dan pengaturan di level domestik,
serta terlibat dalam penyusunan kerangka
pengaturan e-commerce global. Langkah
tersebut diantaranya dilakukan melalui
penerbitan sejumlah landasan hukum terkait
perdagangan berbasis elektronik yang selaras
dengan kesepakatan di tataran internasional.
Pada 2019, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PSTE)8, serta PP No. 80 tentang
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PMSE). Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi juga sedang dalam proses
perumusan. Berbagai pengaturan tersebut
melengkapi kerangka pengaturan domestik
dan diharapkan memberikan kepastian
hukum kepada pelaku usaha, menjamin
implementasi perlindungan konsumen
e-commerce domestik, menciptakan
ekosistem perdagangan berbasis elektronik
yang aman dan efisien, serta equal playing
field bagi ekosistem perdagangan online.
Indonesia senantiasa mengedepankan
pendekatan yang berimbang (striking-
the-right-balance)9 dalam pengaturan
e-commerce. Langkah tersebut diharapkan
dapat memberikan manfaat yaitu: i)
meningkatkan daya saing pelaku usaha
domestik; ii) meningkatkan konektivitas cross-
8 PP No. 71 merupakan revisi dari PP No. 82 Tahun 2012.9 Antara mendorong inovasi dengan tetap mewaspadai
tantangan/risiko perkembangan teknologi.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
110
Indonesia tumbuh pesat dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
memanfaatkan cross-border e-commerce baik
untuk jangka pendek, menengah, maupun
panjang agar perekonomian digital inklusif
Tabel 2. Elemen Pengaturan E-Commerce pada
Kerja Sama Perdagangan Internasional
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
1. Facilitating Electronic Transaction
Electronic Transaction Framework - - - - - - √
Electronic Authentication & Signatures
√ √ √ √ - √ √
Electronic Contracts/Invoicing - - - - - √ √
Electronic Payment - - - √ - - √
2. Non-Discriminatory and Liability Treatment of Digital Products
Non-Discriminatory Treatment of Digital Products
√ √ - - - - √
Interactive Computer Services (liability) - - - - - - √
3. Consumer Protection and Privacy
Online Consumer Protection √ √ √ √ - √ √
Unsolicited Commercial E-Messages
√ √ - - - √ √
Personal Information/Data Protection
√ √ √ √ - √ √
4. Transparency And Cooperation
Transparency √ √ √ √ - - √
Domestic Regulation/Regulatory Framework
√ √ √ √ - - -
E-Availability of Trade Related Information - - - - - - √
Cooperation √ √ √ √ - √ √
Cooperation mechanism - - - - - - √
Dialogue on e-Commerce √ - - - - - -
5. Digital Trade Facilitation and Logistics
Bab 5 - Artikel
111
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
Paperless Trading/E-Trade Adminis-tration Documents
√ √ √ √ - - √
Electronic Transferable Records - - - - - - √
Customs Procedures - - - - - - √
Improvements to Trade Policies - - - - - - √
Enhanced Trade Facilitation - - - - - - √
De Minimis √ √ - √ - √ √
Single Windows Data Exchange and System Interoperability - - - - - - √
Use of Technology for the Release and Clearance of Goods - - - - - - √
Paperless Trading √ √ √ √ - - √
Logistics Services - - - √ - - √
6. Flow of Information
Cross-Border Transfer of Informa-tion by E-Means/ Cross-Border Data Flows
√ √ - √ √ √ √
Location of Computing Facilities √ √ - √ √ √ √
Location of Financial Computing Facilities to Covered Financial Services Suppliers
- - - - - - √
7. Cybersecurity √ √ - √ - - √
8. Customs Duties on E-Transmissions
√ √ - √ - √ √
9. Access to Internet and Data
Open Government Data and Internet Access - - - - - - √
Competition - - - - - - √
Access to and Use of Interactive Computer Services - - - - - √ √
10. Business Trust
Source Code √ √ - - - √ √
ICT Products that Use Cryptog-raphy - - - - - - √
11. Capacity Building/ Technical Assistant
√ - √ - - - √
12. Public Procurement
Electronic Public Procurement - - - - - √ -
Electronic Auction in Public Pro-curement - - - - - √ -
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
112
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
13. Principles of No Prior Authorisation
- - - - - √ -
14. Promotion of Movement of Natural Persons
√ - - - - - -
15. Stakeholder Engagement - - - √ - - -
Referensi
(2019, Januari). Kementerian Keuangan Republik Indonesia : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kelas-menengah-penggerak-ekonomi-indonesia/
(2020, February). Retrieved from Statista Business Data Platform: https://www.statista.com/
Bank Indonesia. (2019). Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025: Bank Indonesia Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital.
Google, Temasek. (2018). e-Conomy SEA 2018: Southeast Asia’s internet economy hits an inflection point.
Mckinsey & Company. (2018). The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019: Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. (2019, Oktober). Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019: Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. (2019, Desember). Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Bab 5 - Artikel
105
pelaku usaha e-commerce domestik dalam
melayani konsumen dalam negeri, serta
memenangkan persaingan di tataran global.
Pertumbuhan transaksi perdagangan
berbasis elektronik
Memasuki era digital, kemajuan
teknologi yang pesat telah memicu
perubahan perilaku masyarakat, khususnya
dalam pola berbelanja. Perdagangan melalui
jaringan elektronik atau electronic commerce
(e-commerce) yang meningkat, menjadi bukti
membaiknya kesadaran masyarakat tentang
ekonomi digital. Kehadiran e-commerce
berhasil mengubah transaksi perdagangan
internasional dari cara konvensional
menjadi online, serta menjadi wajah baru
perekonomian dunia. Hal ini tentu bukan
tanpa dasar, nilai perdagangan dunia melalui
platform online tercatat mencapai USD3,5
Dinamika perdagangan berbasis
elektronik (e-commerce) yang memudarkan
sekat-sekat yuridiksi (borderless) menawarkan
manfaat dan peluang besar bagi perekonomian
dunia. Kehadiran e-commerce bahkan disebut
sebagai ‘wajah baru perekonomian dunia’ dan
diyakini akan mendongkrak pertumbuhan
ekonomi. Di saat bersamaan, tren digitalisasi
telah mendisrupsi tatanan perdagangan
konvensional dan menimbulkan kompleksitas
baru. Menyikapi kondisi ini, dibentuk forum
kerja sama perdagangan berbasis elektronik
untuk memformulasikan aturan perdagangan
e-commerce. Indonesia perlu memaksimalkan
manfaat pengaturan e-commerce dalam
perdagangan internasional terutama bagi
UMKM, sekaligus meminimalkan potensi
dampak negatifnya. Upaya tersebut
diharapkan dapat mendorong daya saing
Dinamika Upaya Pengaturan Global atas Perdagangan Berbasis Elektronik (e-Commerce) Oleh: Sonya Clarissa dan Dadan Gandara1
Artikel 4
1 Bank Indonesia, Departemen Internasional, Divisi Hubungan Internasional 3
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
106
Sebagai pasar e-commerce terbesar di Asia
Tenggara2, Indonesia berhasil membukukan
nilai perdagangan elektronik tertinggi
dengan kontribusi mencapai 50% dari
total transaksi di Asia Tenggara (Temasek,
2018). Peningkatan penggunaan internet
dan konsumen yang makin melek digital
internet, perubahan pola konsumsi di
tengah peningkatan jumlah pendapatan
kelas menengah (rising middle income)3,
menjadi faktor utama pertumbuhan industri
e-commerce di Indonesia yang pesat sehingga
menjadi salah satu penopang perekonomian.
Bahkan, gross merchandise value/total nilai
penjualan pasar e-commerce Indonesia
pada 2022 diproyeksikan tumbuh hingga
800% dibandingkan 2017.4 Menyadari
besarnya potensi yang ada, pemerintah
2 Total penduduk Indonesia mencapai 264 juta orang, atau 30% dari total penduduk kawasan Asia Tenggara (World Bank, 2017).
3 Saat ini 50 juta rakyat Indonesia tergolong kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan (Kementerian Keuangan, 2019).
4 McKinsey & Company, 2018.
triliun pada 2019 atau meningkat 165%
dibandingkan tahun 2014 yang membukukan
penjualan senilai USD1,3 triliun. Fenomena
ini diproyeksikan berlanjut hingga mencapai
USD6,5 triliun pada 2022 (Grafik 1). Lebih
lanjut, share perdagangan melalui platform
online pada 2019 memiliki pangsa 14,1%
dan diprediksi mencapai 22% pada 2023,
linier dengan perkembangan teknologi digital
(Statista, 2020).
Sumber: Statista, 2020Keterangan: 2020 – 2023 merupakan angka proyeksi
Grafik 1. Nilai Transaksi E-commerce di Dunia (Miliar USD)
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020* 2021* 2022* 2023*
13361548 1845
23822982
3535
4206
4927
5695
6542
Sumber: Statista, 2020Keterangan: 2020 – 2023 merupakan angka proyeksi
Grafik 2. Share perdagangan e-Commerce terhadap total penjualan ritel di dunia
7,4%
2015
25%
22,5%
20%
17,5%
15%
12,5%
10%
7,5%
5%2016 2017 2018 2019 2020* 2021* 2022* 2023*
8,6%
10,4%
12,2%
14,1%
16,1%
18,1%
20%
22%
Sejalan dengan tren global,
ekosistem perdagangan elektronik di
Indonesia mencatatkan nilai impresif.
Sumber: : e-Conomy SEA Report, 2018Keterangan: CAGR (compound annual growth rate); B = Billion/Miliar USD
Grafik 3. Internet Economy Market Size (Total Nilai Penjualan, Miliar USD)
100B
27B
8B 5B 5B2B
8B
21B 21B 22B
43B
33B
9B3B
12B6B
10B7B
49%
28%
Indonesia Malaysia Indonesia Philippines Thailand Vietnam
16%
19%
25%
2015201820252025
13%22%
27% 35%
25%
16%30%
Bab 5 - Artikel
107
serta proses penjualan/transmisi barang dan
jasa menggunakan platform elektronik. Sejak
itu, pengaturan isu e-commerce dilakukan
secara bilateral dan regional.
Kerja sama perdagangan RI yang memuat
pengaturan e-commerce
Keseriusan pemerintah Indonesia
dalam mempromosikan dan memfasilitasi
perdagangan elektronik dilakukan melalui
pengaturan isu e-commerce dalam perjanjian
perdagangan internasional. Di level bilateral,
Indonesia telah memiliki kerja sama
dengan Australia Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IA-CEPA)5. Sementara
di level regional terdapat kerja sama ASEAN
Australia New Zealand Free Trade Agreement
(AANZFTA); Regional Comprehensive
Economic Partnership (RCEP), European Free
Trade Association Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IE-CEPA)6, serta
ASEAN Agreement on E-Commerce (AAEC).
AAEC merupakan perwujudan dari
komitmen ASEAN untuk meningkatkan
konektivitas perekonomian di kawasan.
Salah satu aspek konektivitas yang ingin
ditingkatkan adalah transaksi cross border
e-commerce. Untuk mewujudkan impian
ini, ASEAN melakukan kerja sama pada
beberapa aspek mengenai pengembangan
cross border e-commerce, yaitu infrastruktur,
5 Indonesia dan Australia telah menyelesaikan proses ratifikasi perjanjian IA-CEPA pada Februari 2020.
6 EFTA terdiri dari Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein (saat ini perjanjian IE-CEPA masih dalam proses ratifikasi di DPR).
kian serius menjadikan e-commerce
sebagai salah satu program nasional guna
mengoptimalkan bisnis e-commerce di dalam
negeri dan meningkatkan kontribusi industri
e-commerce terhadap produk domestik bruto
(PDB) Indonesia.
Pengaturan E-commerce pada Kerja Sama
Perdagangan Internasional
Dinamika perdagangan berbasis
elektronik yang tidak lagi mengenal
batasan antarnegara (borderless) telah
membawa sejumlah kompleksitas baru
yang perlu diselesaikan secara bersama-
sama. Perkembangan teknologi di satu sisi
membawa manfaat dan membuka peluang
lebih luas bagi suatu negara untuk melakukan
leap frog, namun di sisi lain juga memberikan
tantangan akibat perubahan yang terjadi.
Keamanan siber, perpajakan, perlindungan
konsumen, dan sistem pembayaran berbasis
elektronik menjadi contoh aspek baru
yang perlu diperhatikan agar tidak menjadi
disinsentif transaksi e-commerce.
Kesadaran bersama untuk
menghindari disinsentif transaksi e-commerce
mendorong inisiatif perluasan cakupan
perjanjian perdagangan internasional ke arah
isu-isu e-commerce. baik di level bilateral
maupun multilateral. Upaya penyusunan
kerangka pengaturan e-commerce secara
multilateral sebenarnya telah dimulai sejak
1998, namun mengalami kebuntuan dan
baru menghasilkan definisi e-commerce, yaitu
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran,
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
108
82 negara anggota World Trade Organization
(WTO) dalam perundingan e-commerce
atau disebut Joint Statement Initiative on
E-Commerce WTO (JSI E-Commerce WTO).
Secara umum, isu terkait e-commerce pada
kerja sama perdagangan internasional
dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat),
yaitu regulatory framework, market access,
development facilitation, dan transparancy
(Tabel 1).
Berdasarkan hasil pemetaan terhadap
pengaturan isu e-commerce dalam perjanjian
internasional yang dimiliki Indonesia (RCEP,
IA-CEPA, AANZFTA, IE-CEPA, dan AAEC),
serta dalam rumusan draf perjanjian
perdagangan internasional yang masih dalam
proses pembahasan dan negosiasi (IEU-CEPA
dan JSI E-Commerce WTO), beberapa elemen
pengaturan e-commerce pada kerja sama
perdagangan internasional terangkum pada
Tabel 2.
perlindungan konsumen, domestic legal
framework, keamanan transaksi elektronik,
sistem pembayaran, fasilitasi perdagangan,
iklim kompetisi, logistik, serta penyusunan
perjanjian e-commerce ASEAN (ASEAN
Agreement on E-Commerce atau AAEC) yang
disepakati pada 2018.
Kerja sama perdagangan internasional
antara Indonesia dengan kawasan/
negara mitra yang mencakup pengaturan
e-commerce diperkirakan terus bertambah
seiring meningkatnya transaksi e-commerce
dalam perdagangan global. Langkah kerja
sama tersebut antara lain meliputi kerja sama
perdagangan internasional antara Indonesia
dan negara Uni Eropa (Indonesia-European
Union Comprehensive Economic Partnership
Agreement/IEU-CEPA)7 yang telah bergulir
sejak 2018. Selanjutnya, di penghujung
2019, Pemerintah Indonesia secara resmi
telah memutuskan untuk tergabung bersama
7 Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, proses perundingan IEU-CEPA ditargetkan selesai pada 2020.
Kelompok Isu Penjelasan
Regulatory Framework Mengatur kerangka pengaturan beberapa elemen yang diperlukan untuk menciptakan pra-kondisi kondusif bagi cross border e-commerce, seperti proteksi privasi, keamanan siber, perlindungan atas iklan yang tidak diinginkan (unsolicited commercial messages), perluasan akses jaringan, hak kekayaan intelektual, otentifikasi elektronik, pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik, hingga standar teknis yang akan digunakan.
Market access Mengatur beberapa elemen yang memiliki dimensi liberalisasi/pembukaan akses pasar yang diperlukan sebagai prakondisi cross border e-commerce, seperti pembukaan akses pasar di sektor jasa telekomunikasi, komputerisasi, profesional services (tenaga ahli), reduksi tarif untuk produk IT, aliran data secara lintas batas (cross border data flows), serta larangan pemungutan pajak/bea atas transmisi elektronik.
Development facilitation Kelompok ini terdiri dari beberapa elemen yang bersifat fasilitasi pengembangan e-commerce, seperti bantuan teknis dan kerja sama antar otoritas.
Transparency Kelompok ini terdiri dari beberapa elemen yang mengatur upaya peningkatan transparansi negara anggota dalam mengatur segala hal terkait e-commerce.
Tabel 1. Isu E-Commerce pada Kerja Sama Perdagangan Internasional
Bab 5 - Artikel
109
order e-commerce; iii) meningkatkan nilai per-
dagangan barang dan jasa antarnegara untuk
menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan
mengurangi kesenjangan antarnegara; iv)
mendukung promosi dan akses pasar UMKM;
v) meningkatkan efisiensi dan keamanan
bertransaksi e-commerce; vi) meningkatkan
transparansi terkait pengaturan e-commerce
masing-masing negara; dan vii) mendorong
pengembangan e-commerce melalui kerja
sama capacity building, penerapan best
practices international, serta kerja sama antar
otoritas lainnya.
Dalam rangka memperoleh manfaat
optimal dari pengaturan e-commerce pada
kerja sama perdagangan internasional,
Pemerintah Indonesia telah melakukan
sejumlah inisiatif antara lain sbb10.: i)
mengoptimalkan program strategis
pemberdayaan UMKM; ii) mengintensifkan
pelaksanaan Roadmap Revolusi Industri
Making Indonesia 4.0; iii) optimalisasi sistem
perizinan melalui Online Single Submission
(OSS); dan iv) memperkuat pengaturan
terkait dengan perlindungan data pribadi,
perdagangan melalui transaksi elektronik,
penyelenggaraan sistem dan transaksi
elektronik, serta kepabeanan, cukai dan pajak
atas impor barang kiriman. Ke depan, guna
mengoptimalkan manfaat dari pengaturan
e-commerce pada perdagangan internasional,
Indonesia perlu menyiapkan program
mitigasi antara lain menyusun program kerja
nasional dalam rangka kesiapan Indonesia
10 Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan RI.
Upaya penguatan regulasi e-commerce
domestik
Indonesia terus melakukan upaya
persiapan dan pengaturan di level domestik,
serta terlibat dalam penyusunan kerangka
pengaturan e-commerce global. Langkah
tersebut diantaranya dilakukan melalui
penerbitan sejumlah landasan hukum terkait
perdagangan berbasis elektronik yang selaras
dengan kesepakatan di tataran internasional.
Pada 2019, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PSTE)8, serta PP No. 80 tentang
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PMSE). Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi juga sedang dalam proses
perumusan. Berbagai pengaturan tersebut
melengkapi kerangka pengaturan domestik
dan diharapkan memberikan kepastian
hukum kepada pelaku usaha, menjamin
implementasi perlindungan konsumen
e-commerce domestik, menciptakan
ekosistem perdagangan berbasis elektronik
yang aman dan efisien, serta equal playing
field bagi ekosistem perdagangan online.
Indonesia senantiasa mengedepankan
pendekatan yang berimbang (striking-
the-right-balance)9 dalam pengaturan
e-commerce. Langkah tersebut diharapkan
dapat memberikan manfaat yaitu: i)
meningkatkan daya saing pelaku usaha
domestik; ii) meningkatkan konektivitas cross-
8 PP No. 71 merupakan revisi dari PP No. 82 Tahun 2012.9 Antara mendorong inovasi dengan tetap mewaspadai
tantangan/risiko perkembangan teknologi.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
110
Indonesia tumbuh pesat dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
memanfaatkan cross-border e-commerce baik
untuk jangka pendek, menengah, maupun
panjang agar perekonomian digital inklusif
Tabel 2. Elemen Pengaturan E-Commerce pada
Kerja Sama Perdagangan Internasional
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
1. Facilitating Electronic Transaction
Electronic Transaction Framework - - - - - - √
Electronic Authentication & Signatures
√ √ √ √ - √ √
Electronic Contracts/Invoicing - - - - - √ √
Electronic Payment - - - √ - - √
2. Non-Discriminatory and Liability Treatment of Digital Products
Non-Discriminatory Treatment of Digital Products
√ √ - - - - √
Interactive Computer Services (liability) - - - - - - √
3. Consumer Protection and Privacy
Online Consumer Protection √ √ √ √ - √ √
Unsolicited Commercial E-Messages
√ √ - - - √ √
Personal Information/Data Protection
√ √ √ √ - √ √
4. Transparency And Cooperation
Transparency √ √ √ √ - - √
Domestic Regulation/Regulatory Framework
√ √ √ √ - - -
E-Availability of Trade Related Information - - - - - - √
Cooperation √ √ √ √ - √ √
Cooperation mechanism - - - - - - √
Dialogue on e-Commerce √ - - - - - -
5. Digital Trade Facilitation and Logistics
Bab 5 - Artikel
111
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
Paperless Trading/E-Trade Adminis-tration Documents
√ √ √ √ - - √
Electronic Transferable Records - - - - - - √
Customs Procedures - - - - - - √
Improvements to Trade Policies - - - - - - √
Enhanced Trade Facilitation - - - - - - √
De Minimis √ √ - √ - √ √
Single Windows Data Exchange and System Interoperability - - - - - - √
Use of Technology for the Release and Clearance of Goods - - - - - - √
Paperless Trading √ √ √ √ - - √
Logistics Services - - - √ - - √
6. Flow of Information
Cross-Border Transfer of Informa-tion by E-Means/ Cross-Border Data Flows
√ √ - √ √ √ √
Location of Computing Facilities √ √ - √ √ √ √
Location of Financial Computing Facilities to Covered Financial Services Suppliers
- - - - - - √
7. Cybersecurity √ √ - √ - - √
8. Customs Duties on E-Transmissions
√ √ - √ - √ √
9. Access to Internet and Data
Open Government Data and Internet Access - - - - - - √
Competition - - - - - - √
Access to and Use of Interactive Computer Services - - - - - √ √
10. Business Trust
Source Code √ √ - - - √ √
ICT Products that Use Cryptog-raphy - - - - - - √
11. Capacity Building/ Technical Assistant
√ - √ - - - √
12. Public Procurement
Electronic Public Procurement - - - - - √ -
Electronic Auction in Public Pro-curement - - - - - √ -
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2020
112
Elemen Pengaturan
Concluded/Proses Ratifikasi On Going
RCEPIA
CEPAAANZFTA AAEC IE CEPA IEU
CEPA JSI WTO
13. Principles of No Prior Authorisation
- - - - - √ -
14. Promotion of Movement of Natural Persons
√ - - - - - -
15. Stakeholder Engagement - - - √ - - -
Referensi
(2019, Januari). Kementerian Keuangan Republik Indonesia : https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kelas-menengah-penggerak-ekonomi-indonesia/
(2020, February). Retrieved from Statista Business Data Platform: https://www.statista.com/
Bank Indonesia. (2019). Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025: Bank Indonesia Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital.
Google, Temasek. (2018). e-Conomy SEA 2018: Southeast Asia’s internet economy hits an inflection point.
Mckinsey & Company. (2018). The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019: Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. (2019, Oktober). Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019: Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. (2019, Desember). Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.