25
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Pengertian rumah sakit menurut WHO: “is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose outpatient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research”, (suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian penelitian biososial (Azwar, 1996). Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

  • Upload
    lekiet

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori tentang Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit menurut WHO: “is an integral part of social and

medical organization, the function of which is to provide for the population complete

health care, both curative and preventive and whose outpatient service reach out to

the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of

health workers and for biosocial research”, (suatu bagian menyeluruh dari organisasi

dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan

keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga

kesehatan serta untuk penelitian penelitian biososial (Azwar, 1996).

Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

menyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit

diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika

dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,

pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan

subspesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Sesuai

dengan fungsi utamanya tersebut, perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah

sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan lebih berdaya

guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) (Ilyas, 2001).

2.1.2 Teori tentang Rawat Inap

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap

pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas

perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus

menginap (Muninjaya, 2005).

Penderita adalah seseorang yang mengalami/menderita sakit atau mengidap

suatu penyakit. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit baik milik

pemerintah maupun swasta, dan Puskesmas. Setiap pasien sebelum mendapat

perawatan inap pada RSU, terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rawat inap.

Paket pelayanan rawat inap di Rumah Sakit, meliputi: perawatan kelas I, II

dan III, persalinan normal atau patologis, tindakan pembedahan sesuai kebutuhan

medis. Pelayanan penunjang, meliputi : radiologi, USG, EKG, laboratorium,

fisioterapi (Muninjaya, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

2.2 Pelayanan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan pokok

yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian

kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan

kapada pasien, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui

pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan pencatatan, pelaporan dan

evaluasi (Depkes RI, 2003).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah sub sistem pelayanan kesehatan

paripurna di rumah sakit, yang merupakan rangkaian komponen yang saling terkait

dan saling memengaruhi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.

PGRS seperti yang tercantum dalam Standar Pelayanan Departemen Kesehatan

(2003) adalah pelayanan yang diberikan untuk mencapai status gizi pasien yang

optimal dalam memenuhi kebutuhannya, baik untuk keperluan metabolisme tubuh,

peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya

penyembuhannya.

PGRS didefinisikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada pasien rawat

jalan maupun rawat inap untuk memilih dan memperoleh makanan yang sesuai guna

mencapai syarat gizi yang optimal. Tujuan umum PGRS adalah tersedianya

pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasi dengan

pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit (Depkes RI, 2003).

Sistem pelayanan makanan dalam PGRS adalah program terpadu dimana

pengadaan, penyimpanan, pemasakan dan penyajian makanan serta yang diperlukan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

untuk mencapai tujuan dikoordinasikan secara penuh dengan penggunaan tenaga

seminimal mungkin, pengontrolan biaya secermat mungkin serta mutu dan kepuasan

pasien seoptimal mungkin (Almatsier, 2006).

Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk

menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien yang

membutuhkannya. Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan,

proses dan keluaran (Depkes RI, 2006).

Pelayanan makanan yang bermutu di rumah sakit bersifat paripurna sesuai

dengan jenis dan kelas rumah sakit. Misi dari pelayanan makanan rumah sakit adalah:

(a) meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang menyelenggarakan

pelayanan makanan, (b) mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyelenggarakan pelayanan makanan yang

berorientasi pada kepuasan klien atau pasien (Depkes RI, 2006).

Kegiatan PGRS secara umum meliputi : (a) asuhan gizi, (b) penyelenggaraan

makanan, dan (c) penelitian dan pengembangan. Asuhan gizi adalah: suatu upaya

bersama dan terintegrasi, dilakukan oleh petugas gizi, perawat, ahli gizi dan tenaga

pendukung, melibatkan penderita, dengan tujuan, agar kebutuhan gizi yang

diperlukan dapat tercapai (Depkes RI, 2006).

Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan

penderita dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme

tubuhnya. Keadaan gizi penderita sangat berpengaruh pada proses penyembuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan

gizi penderita. Sering terjadi kondisi klien/penderita semakin buruk karena tidak

diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini diakibatkan karena tidak tercukupinya

kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Laporan dari berbagai survei

di rumah sakit membuktikan kejadian hospital malnutrition dengan asuhan gizi yang

tidak tepat sebagai faktor resiko (Prosiding ASDI, 2005).

Perawatan pasien di rumah sakit berarti memisahkan orang sakit dari

kebiasaan hidupnya sehari- hari, dan memasuki lingkungan yang masih asing

baginya. Perubahan juga terjadi dalam hal makanan. Beberapa faktor yang perlu

mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pengaturan makanan bagi orang sakit di

rumah sakit (Moehyi, 1999) :

1. Faktor psikologis

Perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan

yang berbeda dengan apa yang dialami sehari – hari di rumah. Apa yang dimakan,

dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang

tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal

ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang

mengelilinginya setiap waktu, seperti petugas gizi, perawat, atau petugas paramedis

lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan

psikologis, yang dapat pula membawa perubahan perangai pada orang sakit

(Moehyi, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

2. Faktor Sosial Budaya

Tingkat budaya yang diwarisi dari orang tua pasien, bukan saja menentukan macam

makanan dan cara mengolah makanan pasien sehari-hari, akan tetapi juga sikap dan

kesukaan pasien terhadap makanan. Tingkah budaya yang beraneka ragam inilah

yang dihadapi oleh petugas rumah sakit dalam memberikan makanan. Oleh karena

itu, pemilihan jenis makanan, macam hidangan yang disajikan kepada orang sakit,

harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mengarah kepada pilihan atau

kesukaan satu kelompok masyarakat saja (Moehyi, 1999).

3. Keadaan Jasmaniah Orang Sakit

Kondisi fisik orang sakit yang paling baik adalah pada waktu bangun pagi, setelah

mendapat istirahat penuh dan dapat tidur nyenyak pada malam harinya. Oleh

karena itu, makanan yang diberikan pada waktu pagi perlu diperhatikan agar orang

sakit dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga jika waktu makan siang

nafsu makan tidak begitu baik, orang sakit tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal

ini berbeda dengan pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan

pagi cukup seadanya saja (Moehyi, 1999).

4. Keadaan Gizi Orang Sakit

Pemeriksaan keadaan gizi orang sakit pada waktu pasien mulai masuk rumah sakit,

jarang dilakukan. Data yang tersedia biasanya adalah umur orang sakit, jenis

kelamin, yang kesemuanya itu dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran

kasar keadaan gizi orang sakit (Moehyi, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

Program mutu pelayanan gizi adalah upaya-upaya peningkatan mutu yang

dilakukan oleh unit/bagian/instalasi gizi. Program mutu harus sejalan dengan program

mutu rumah sakit dan memperhatikan cakupan indikator keberhasilan pelayanan gizi

pada buku PGRS. Kegiatan program mutu harus dilengkapi dengan kerangka acuan,

sehingga ada kejelasan tujuan, siapa pelaksana, bagaimana melaksanakan dan kapan

dilaksanakan (Depkes RI, 2006).

Evaluasi dan tindak lanjut dari hasil kegiatan program melalui monitoring

dan evaluasi dilakukan terhadap dokumen kebijakan dan prosedur, serta kegiatan

pelayanan gizi. Dalam hal ini diperhatikan apakah lengkap kegiatan pelayanan telah

dilakukan sesuai dengan semua kebijakan dan prosedur. Demikian juga diperhatikan

apakah pelayanan dilakukan dengan teratur sesuai dengan kebijakan yang dibuat

(Depkes RI, 2006).

Dalam konsep quality assurance (QA), kepuasan pasien dipandang sebagai

unsur penentu penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu lainnya

dari empat komponen yang memengaruhi kepuasan adalah: aspek klinis, efisiensi dan

efektivitas dan keselamatan pasien. Aspek Klinis, merupakan komponen yang

menyangkut pelayanan petugas gizi, perawat dan terkait dengan teknis medis

(Sabarguna, 2004).

Beberapa indikator mutu pelayanan makanan di rumah sakit menurut

Sabarguna (2004) yaitu:

a. Kelayakan adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang berikan relevan

terhadap kebutuhan klinis pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

b. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan pelayanan makanan yang layak dapat

memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.

c. Kesinambungan adalah tingkat dimana pelayanan makanan bagi pasien

terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi .

d. Efektifitas adalah tingkat dimana pelayanan makanan terhadap pasien dilakukan

dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan

keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.

e. Kemanjuran adalah tingkat dimana pelayanan makanan yang diterima pasien

dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan

pasien.

f. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-

sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen.

g. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam

pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut

perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya

dihargai.

h. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya pelayanan makanan diminimalisasi

untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.

i. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana pelayanan makanan diberikan kepada

pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

Faktor–faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan jasa seperti pelayanan makanan di rumah sakit adalah (Tjiptono dan

Chandra, 2005) :

a. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk

mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan

memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan

pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian dapat

diketahui posisi relatif perusahaan di mata pasien dibandingkan para pesaing,

sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada

determinan-determinan tersebut.

b. Mengelola harapan pasien

Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pasien

yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan

pasien oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu

jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang

dijanjikan.

c. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa

Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pasien selama

dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat

dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pasien cenderung memperhatikan

fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

d. Mendidik pasien tentang jasa

Pasien yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.

Oleh karenanya kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi.

e. Mengembangkan budaya kualitas

Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan

yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus

menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai,

tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.

f. Menciptakan automating quality

Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan

kurangya sumberdaya manusia yang dimiliki

g. Menindaklanjuti jasa

Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu

ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian

atau semua pasien untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka

terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi

para pasien untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan

mereka.

h. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa

Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan

berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan

menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu,

kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai

perusahaan dan pasien (Tjiptono dan Chandra, 2005).

2.3 Teori tentang Kepuasan Pasien

2.3.1 Pengertian Kepuasan

Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup

baik, memadai) dan “facto” (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana

dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Wardani, 2004).

Suryawati (2006) menyatakan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya

sesuatu yang ”seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Seseorang akan

terpuaskan jika tidak ada selisih antara sesuatu atau kondisi yang diinginkan dengan

kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal penting yang

diinginkan, semakin besar rasa ketidakpuasan. Secara teoritis, definisi tersebut

dapatlah diartikan, bahwa semakin tinggi selisih antara kebutuhan pelayanan

kesehatan yang bermutu sesuai keinginan pasien dengan pelayanan yang telah

diterimanya, maka akan terjadi rasa ketidakpusan pasien.

Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat

sesuatu yang memadai (Tjiptono dan Chandra, 2005). Sementara Wijono (1999)

menyatakan kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang

merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam

hubungannya dengan harapan seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa

seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil

suatu produk dengan harapan-harapannya.

Meskipun demikian, definisi kepuasan yang banyak diacu adalah berdasarkan

konsep discomfirmation paradigm. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan

dibentuk dari sebuah referensi perbandingan yaitu membandingkan hasil yang

diterima dengan suatu standar tertentu. Perbandingan tersebut membentuk tiga

kemungkinan yaitu pertama adalah bila jasa yang dirasakan melebihi pengharapan

dimana pelayanan yang diterima atau dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan,

yang kedua bila kualitas pelayanan memenuhi pengharapan apabila pelayanan

dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dan yang terakhir jika jasa yang diterima di

bawah pengharapan bilamana pelayanan yang dirasakan lebih buruk dari pelayanan

yang diharapkan (Supranto, 2006).

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting

dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak

pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Dalam rangka

mengembangkan mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan,

keinginan dan harapan pasien, perlu mengetahui apa yang dipikirkan pasien tentang

jenis, bentuk dan orang yang memberi pelayanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

2.3.2 Mengukur Kepuasan Pasien di Rumah Sakit

Kepuasan pasien adalah indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan

merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pasien yang rendah akan

berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan memengaruhi provitabilitas rumah

sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien juga akan berdampak terhadap

kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat,

begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Tjiptono dan Chandra,

2005).

Kebutuhan konsumen kesehatan amat bervariasi. Secara umum, kebutuhan

konsumen kesehatan adalah kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, layanan

yang tepat waktu, layanan yang efektif dan efisien, layanan yang layak dan tepat,

lingkungan yang aman serta penghargaan dan penghormatan. Sementara itu terdapat

kebutuhan khusus konsumen, antara lain kesinambungan layanan kesehatan dan

kerahasiaan. Hal-hal tersebutlah yang memengaruhi kepuasan konsumen di sarana

pelayanan kesehatan (Tjiptono dan Chandra, 2005).

Sarana pelayanan kesehatan sekarang ini harus mengikuti kebutuhan dan

kepuasan konsumennya. Dengan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

kesehatan, kepuasan adalah bagian integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan

mutu layanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan harus menjadi

kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu layanan kesehatan.

Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan konsumen

menjadi salah satu dimensi mutu layanan kesehatan yang penting. Beberapa metode

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

dalam pengukuran kepuasan pelanggan adalah, 1) sistem keluhan dan saran; untuk

memberikan kesempatan kepada pelanggan menyampaikan keluhan ataupun saran,

organisasi yang berorientasi pelanggan (costumer centered) memberikan kesempatan

yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan,

misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot lines dan

lain-lain. 2) ghost shopping; merupakan salah satu cara untuk memperoleh gambaran

kepuasan pelanggan/pasien dengan memperkerjakan beberapa orang berperan sebagai

pembeli untuk melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan

produk maupun pesaing. 3) Lost Customer Analysis; yaitu dengan menghubungi

pelanggan yang berhenti berlangganan dan memahami mengapa hal tersebut terjadi.

Peningkatan lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk

memuaskan pelanggan dan 4) Survei Kepuasan Pelanggan; yaitu dengan melakukan

survei untuk dapat memperoleh umpan balik ataupun tanggapan secara langsung dari

pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2005 dalam Prastanika, 2007).

Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil (out

come) yang sesuai dengan harapannya. Jadi kepuasan merupakan fungsi dari tingkat

harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi

harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang

tinggi (fully satisfied). Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan,

seseorang dikatakan puas (satisfied). Akan tetapi apabila hasil tersebut jauh di bawah

harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied). Untuk memahami tingkat

kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, terlebih dahulu kita harus memahami apa

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

harapannya terhadap sebuah pelayanan. Harapan dibuat berdasarkan pengalaman

sebelumnya atau situasi yang sama, pernyataan yang dibuat oleh orang lain dan

pernyataan yang dibuat oleh penyedia jasa pelayanan kesehatan (Kotler, 2003).

Cara mengukur kepuasan dengan metode ini adalah dengan menghitung

selisih antara nilai kenyatan yang diterimanya dikurang dengan nilai harapannya,

sebagai contoh:

a. Bagaimana penilaian anda ?:

(min) 0 1 2 (max)

b. Bagaimana dengan harapan anda ?:

(min) 0 1 2 (max)

Jika responden menjawab 1 dari pernyataan (a), dan 2 dari pernyataan (b),

maka kita menemukan kesenjangan antara kenyataan dengan harapan (need

deficiency) sebesar (-1), maka responden tidak puas (dissatisfied)

Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa pelayanan kesehatan seharusnya

mengacu kepada kepuasan konsumen. Dalam pemahaman demikian maka dikenal

adanya perspektif konsumen dalam memberikan penilaian terhadap pelayanan

kesehatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perspektif konsumen. Umumnya

hal-hal tersebut menyangkut kepuasan menggunakan produk atau jasa yang

didapatkannya dengan cara membayar. Konsumen memiliki hak untuk

menyampaikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan

kemudian memberikan penilaian atas tanggapan yang diberikan oleh mereka yang

menerima keluhan tersebut. Mekanisme feed back inilah yang kita harapkan akan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

meningkatkan mutu sarana pelayanan kesehatan. Pemahaman responden mengenai

pelayanan kesehatan yang diterimanya akan menjadi sebuah perspektif kepada

penentu keputusan di sarana pelayanan kesehatan supaya perspektif mengenai

pelayanan kesehatan dari sudut pandangnya sebagai penyedia jasa dapat lebih

dilengkapi lagi (Prastanika, 2007).

Kepuasan adalah perbandingan terhadap apa yang diterima atau dirasakan

(perceived performance) sama atau melebihi apa yang diharapkan. Sebagaimana

dikutip dalam Kotler, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau

hasil) suatu produk dan berbagai harapannya. Kepuasan adalah keadaan psikologis

dari emosional seseorang yang menunjukkan adanya diskonformasi atau konformasi

terhadap layanan yang diterimanya dengan harapannya dan menjadikan pengalaman

setelah mengkonsumsinya (Tjiptono dan Chandra dalam Prastanika, 2007).

Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan

akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang

disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya

direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks

pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus rumah sakit,

penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan ini merupakan

sebuah warning bagi rumah sakit (Irawan, 2007).

Kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan individu yang lebih bersifat

subjektif, maka hal ini menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif. Para ahli telah

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk

mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu fenomena (dimensi keperibadian, sikap,

atau perilaku) agar lebih mudah dipahami. Penentuan kategori kepuasan pasien dan

definisinya, serta pemberian bobot nilai terhadap kategori kepuasan pasien dapat

ditetapkan lazimnya dengan mempertimbangkan, antara lain: kondisi pasien, teori

atau temuan para ahli, model pengukuran yang digunakan, dan pertimbangan pribadi

yang berkepentingan (Utama, 2003).

2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Kepuasan

Suryawati (2006), menyatakan banyak variabel non medik ikut menentukan

kepuasan pasien antara lain: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi,

budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien.

Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik individu pasien yaitu: umur,

pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit.

Besarnya pengaruh karakteristik individu pasien pada aspek kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perasaan puas atau

tidak puas, menyebabkan berbagai konsepsi kualitas pelayanan kesehatan menurut

penilaian pasien yang telah dirumuskan para ahli diberbagai daerah, belum tentu

dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai input manajemen untuk memperbaiki

kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pada negara lainnya. Dengan demikian

penelusuran prioritas-prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

dan rumusan tingkat kepuasan pasien berdasarkan indikator tersebut sangat penting

dilakukan (Utama, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan

prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit

merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan

penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang

diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah

sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya

berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

Menurut Azwar (2006), kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik

serta standar pelayanan profesi. Ukuran-ukuran kepuasan pemakaian jasa pelayanan

kesehatan sebagai unsur dasar. Apabila dapat dilaksanakan dengan baik, pasti dapat

memuaskan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Unsur-unsur tersebut

diimplementasikan dalam konteks pelayanan makanan rumah sakit. Khusus untuk

pelayanan makanan ukuran kepuasan dibatasi pada aspek efektifitas dan efisiensi

dalam penyembuhan penyakitnya.

2.3.4 Indikator Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien, sangat berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan

kecepatan pelayanan. Kepuasan pasien, merupakan indikator yang berhubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

dengan jumlah keluhan pasien atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca,

pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dan sebagainya.

Kepuasan sering dikaitkan dengan mutu. Mutu berarti kepuasan pelanggan,

baik internal maupun eksternal. Kepuasan tidak hanya bagi pelanggan ataupun pasien

akan tetapi akan dirasakan oleh petugas kesehatan. Jika kepuasan petugas kesehatan

terpenuhi, diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pasien

ataupun pelanggan. Dalam bidang kesehatan mutu adalah terpenuhinya keinginan

seseorang yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan yang memuaskan

pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta diberikan sesuai

dan etika profesi (Suryawati, 2006).

2.3.5 Kepuasan terhadap Pelayanan Makanan Rumah Sakit

Menurut Dube (1994), terdapat 5 dimensi yang memengaruhi perasaan

kepuasan pasien, yaitu: mutu makanan, ketepatan waktu penyajian, reliabilitas

pelayanan, temperatur makanan serta sikap petugas yang menyajikan makanan

Sedangkan Sabarguna (2004), menyatakan indikator pelayanan makanan di

rumah sakit secara spesifik diukur dari: (a) variasi menu makanan, (b) cara penyajian

makanan, (c) ketepatan waktu menghidangkan makanan, (d) keadaan tempat dan

peralatan makan (piring, sendok, dan lain-lain), (e) sikap dan perilaku petugas yang

menghidangkan makanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

a. Variasi Menu Makanan

Kesesuaian makanan yang diberikan kepada pasien rawat inap dengan

penyakit yang dideritanya penting diperhatikan. Oleh karena itu prosedur merancang

diit dan pemberian terapi diit sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya mempercepat

penyembuhannya. Jenis menu ditetapkan oleh ahli gizi, sedangkan jenis diit

ditetapkan oleh petugas gizi ruangan dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan

dan data laboratorium pasien yang bersangkutan (Khotimah, 2004).

Hasil penelitian Tanaka (1998), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap

dewasa di RSU Tangerang beranggapan bahwa siklus menu sepuluh hari dianggap

masih kurang bervariasi. Maka disarankan perlu diperhatikan adalah memperbanyak

variasi menu makanan, sehingga pasien dapat memilih jenis makanan yang mereka

sukai secara lebih leluasa.

b. Cara Penyajian Makanan

Distribusi atau penyajian adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan

sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani (makanan biasa

ataupun makanan khusus). Hal ini bertujuan supaya pasien mendapat makanan sesuai

diet dan ketentuan yang berlaku. Di rumah sakit terdapat 3 sistem penyaluran

makanan yang biasa dilaksanakan di rumah sakit yaitu sistem yang dipusatkan

(sentralisasi) sitem yang tidak dipusatkan (desenteralisasi) dan kombinasi antara

sentralisasi dan desentralisasi (Depkes RI, 2006).

Keuntungan dari sentralisasi adalah: (a) tenaga lebih hemat, sehingga lebih

menghemat biaya dan pengawasan, (b) pengawasan dapat dilakukan dengan mudah

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

dan diteliti., (c) makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit

kemungkinan kesalahan pemberian, (d) ruangan pasien terhindar dari keributan pada

waktu pembagian makanan serta bau masakan, (e) pekerjaan dapat dilakukan lebih

cepat (Depkes RI, 2006).

Kelemahan dari sentralisasi adalah: (a) memerlukan tempat, peralatan dan

perlengkapan makanan yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas

mempunyai rak), (b) adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta

pemeliharaan, (c) makanan sampai ke pasien sudah agak dingin, (d) makanan

mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan dari dapur utama

ke dapur ruangan (Depkes RI, 2006).

Keuntungan cara desentraliasi: (a) tidak memerlukan tempat yang luas,

peralatan makan yang ada di dapur ruangan tidak banyak, (b) makanan dapat

dihangatkan kembali sebelum dihidangkan ke pasien, (c) makanan dapat disajikan

lebih rapi dan baik serta dengan porsi yang sesuai dengan kebutuhan pasien (Depkes

RI, 2006).

Masalah penyajian makanan pada orang sakit lebih kompleks dibandingan

orang sehat, karena nafsu makan yang rendah, perubahan kondisi mental pasien yang

berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi

obat-obatan disamping sebagian besar pasien harus menjalani diet (Depkes RI, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

c. Ketepatan Waktu Menghidangkan Makanan

Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3 – 4 jam makan, sehingga

setelah waktu tersebut sudah harus mendapatkan makanan, baik dalam bentuk

makanan ringan atau berat (Hartono, 2000).

Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama

waktu tidur metabolisme di dalam tubuh tetap berlangsung, akibatnya pada pagi hari

perut sudah kosong sehingga kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh.

Keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam darah dapat menimbulkan penurunan

konsentrasi dan rasa malas, lemas dan berkeringat dingin (Hartono, 2000).

Pasien rawat inap selain mengkonsumsi makanan dari rumah sakit juga

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, hal ini yang menimbulkan terjadinya

banyak sisa makanan pada pasien rawat inap. Apabila hal ini tidak mendapat

perhatian yang serius maka berdampak pada banyak terjadinya sisa makanan. Waktu

makan adalah berapa kali orang lazim makan dalam sehari. Setiap bangsa mempunyai

waktu makan yang berlainan, misalnya waktu makan orang Amerika dan Eropa

berlainan dengan waktu makan orang timur (Hartono, 2000).

Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet dan tepat jumlah

khususnya untuk penderita penyakit tertentu. Waktu yang paling rawan dan harus

pasien rawat inap patuhi di rumah sakit adalah mengkonsumsi sesuai dengan kondisi

penyakitnya. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan ketepatan petugas rumah

sakit dalam menghidangkan makanan, karena akan berpengaruh terhadap proses

penyembuhan penyakitnya. Penyajian atau waktu menghidangkan makanan kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

pasien rawat inap sangat penting diperhatikan, khususnya untuk makan pagi hal ini

disebabkan karena waktu makan malam dengan makan pagi jarak waktunya terlalu

panjang (Hartono, 2000).

Penelitian Nuryati (2008), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap di

RS Bhakti Wira Tamtama Semarang menyatakan waktu penyajian tepat 91,4%, cara

penyajian makanan sebagian besar (97,1%) menyatakan menarik, rasa makanan yang

disajikan ke pasien sebagian besar menyatakan enak sebanyak 94,3%. Demikian juga

Hasil penelitian Tanaka (1998), bahwa pasien puas dengan waktu pemberian makan

yang dianggap tepat untuk makan pagi, siang dan malam.

d. Keadaan Tempat dan Peralatan Makan

Menurut Sediaoetama (2000), peralatan yang digunakan dalam menyajikan

makanan ikut mempengaruhi penerimaan pasien terhadap makanan tersebut, sehingga

pada saat menghidangkan makanan perlu diperhatikan peralatan yang digunakan

harus sesuai dengan jenis makanan dan tingkat kualitas makanan. Dalam menyajikan

makanan rumah sakit paling tidak harus ada alat makan yang sesuai dengan dietnya,

seperti: untuk makanan biasa harus ada tempat nasi, tempat lauk, tempat sayur,

tempat buah serta sendok dan garpu. Juga penting disediakan tutup makanan

mengingat tidak semua pasien dapat langsung menyantap makanan akibat

kondisinya.

Hasil penelitian Tanaka (1998), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap

dewasa di RSU Tangerang beranggapan bahwa penggunaan alat makan dianggap

kurang lengkap dan kurang sesuai. Dengan demikian disarankan penggunaan alat

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

makan yang lengkap dan sesuai mungkin perlu dipertimbangkan sebagai kelengkapan

untuk meningkatkan daya terima makan.

e. Sikap dan Perilaku Petugas yang Menghidangkan Makanan

Penyebab timbulnya penurunan selera makan pasien diantaranya adalah

menyediakan makanan yang kurang memperhatikan sifat organoleptik, lingkungan

fisik yang kurang mendukung, komunikasi perawat dan petugas gizi yang kurang

memadai dan rasa sakit yang diderita pasien. Dalam hal sosial budaya yaitu orang

sakit yang dirawat di rumah sakit berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda

beda, baik adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan dan nilai-nilai yang mereka anut,

bahkan mungkin juga pandangan hidup. Keseluruhan faktor ini secara bersama sama

membentuk perilaku manusia terhadap makan (Budiyanto, 2002).

2.4 Landasan Teori

Pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan

dalam waktu sesingkat mungkin dengan salah satu upayanya adalah dengan

pelayanan makanan yang baik. Indikator pelayanan makanan di rumah sakit mengacu

kepada pendapat Sabarguna (2004), yaitu: (a) variasi menu makanan, (b) cara

penyajian makanan, (c) ketepatan waktu menghidangkan makanan, (d) keadaan

tempat dan peralatan makan (piring, sendok, dan lain-lain), (e) sikap dan perilaku

petugas yang menghidangkan makanan.

Indikator kepuasan pasien terhadap pelayanan makanan mengacu kepada

pendapat Kotler (2003) yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan yang melebihi apa

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Rumah Sakit …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30543/4/Chapter II.pdf · Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik

yang diharapkan atau kepuasan tinggi (highly satisfied), hasil kerja sama dengan yang

diharapkan atau puas (satisfied), sedangkan apabila hasil tersebut jauh di bawah

harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied). Dimensi kepuasan dikaitkan

dengan pelayanan makanan di RSUD Aceh Tamiang.

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pelayanan Makanan

(a) Variasi menu makanan (b) Cara penyajian makanan (c) Ketepatan waktu

menghidangkan makanan (d) Keadaan tempat dan

peralatan makan

KEPUASAN PASIEN

Perbandingan antara harapan dengan

kenyataan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara