107
TESIS ( ASTAXANTHIN SECARA KLINIS MENURUNKAN KADAR NITRIC OXIDE SERUM PADA NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY RINGAN NI WAYAN SEDANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

  • Upload
    trannhi

  • View
    218

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

TESIS

( ASTAXANTHIN SECARA KLINIS MENURUNKAN KADAR NITRIC OXIDE SERUM PADA

NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY RINGAN

NI WAYAN SEDANI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 2: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

TESIS

ASTAXANTHIN SECARA KLINIS MENURUNKAN KADAR NITRIC OXIDE SERUM PADA

NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY RINGAN

(7,6

NI WAYAN SEDANI NIM 1014128105

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Page 3: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

DENPASAR 2014

ASTAXANTHIN SECARA KLINIS MENURUNKAN

KADAR NITRIC OXIDE SERUM PADA NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY

RINGAN

Tesis Ini Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Kedokteran Universitas Udayana

NI WAYAN SEDANI NIM 1014128105

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

Page 4: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2014

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL : 8 Juli 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. I Putu Budhiastra, SpM(K) Prof.DR.Dr.I Gde Raka

Widiana,SpPD-KGH

NIP. 19540508 1980121001 NIP. 19560707 1982111001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur, Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie,I.Pangkahila,SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K) NIP. 19461213 1971071001 NIP. 19590215 1985102001

Page 5: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal 8 Juli 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana No: 1987/UN 14.4/HK/2014 , Tanggal 30 Juni 2014

Panitia Penguji Tesis adalah :

1. dr. I W.Gede Jayanegara, Sp.M(K)

2. dr. A.A.A. Sukartini Djelantik, Sp.M(K)

3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH

4. Prof. dr. N.K. Niti Susila,Sp.M(K)

5. dr. Made Agus Kusumadjaja. Sp.M(K)

Page 6: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada

Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati

menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan

Dekan Fakultas Kedokteran Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K),

M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan

menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan

Dokter Spesialis 1 di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. AA Raka

Sudewi, SpS(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sebagai

mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Combined Degree, Prof. Dr. dr.

Wimpie, I. Pangkahila, SpAnd., FAACS yang telah memberikan kesempatan

untuk mengikuti pendidikan Program Studi Ilmu Biomedik combined degree.

Page 7: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.kes atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menjalani Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1 di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

5. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana, dr. Putu Budhiastra, SpM (K) yang telah memberikan kesempatan

mengikuti program pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan

selama menjalani pendidikan spesialisasi.

6. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana, dr. AAA Sukartini Djelantik, SpM(K) yang telah memberikan

kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberi petunjuk,

serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

7. dr. Putu Budhiastra, SpM (K), sebagai pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan, sejak awal penulisan sampai

dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Prof.DR.Dr.I Gde Raka Widiana,SpPD-KGH selaku pembimbing II yang

selalu memberikan bimbingan dan pengarahan hingga terselesaikannya tesis

ini.

9. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, dr. AAA Sukartini Djelantik,

SpM(K), dan dr. I W.Gede Jayanegara, Sp.M(K) selaku penguji atas semua

masukan, koreksi dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

10. Seluruh Konsulen Ilmu Kesehatan Mata serta dosen Pascasarjana Program

Studi Ilmu Biomedik Combined Degree atas segala bimbingannya.

Page 8: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

11. Seluruh teman sejawat residen di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya selama ini

12. Seluruh paramedik di Poliklinik Mata RSUP Sanglah atas bantuan dan

kerjasamanya dalam pengumpulan sampel penelitian.

13. Seluruh paramedik di bagian Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah

Denpasar atas kerjasamanya dalam pengumpulan sampel penelitian.

Rasa syukur dan sujud kepada Ayahanda dan Ibunda kami I Nengah Joter

dan Ni Nyoman Notin, yang telah memberikan doa, kasih-sayang, motivasi dan

semangat kepada penulis. Ayahanda dan Ibunda Mertua I Wayan Japa dan Ni

Wayan Wanderi, terimakasih atas dorongannya selama ini. Akhirnya kepada

suami tercinta I Made Suardika,SE dan Ananda tersayang Putu Esha Manahcika

Putri dan Made Prayoga Wacika Diputra atas doa, dorongan semangat, dan

pengertian selama penulis menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi

perkembangan pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan IImu Kesehatan

Mata. Terakhir, semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa, selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Denpasar, Juli 2014

Penulis

Page 9: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

ABSTRAK

ASTAXANTHIN SECARA KLINIS MENURUNKAN

KADAR NITRIC OXIDE SERUM PADA

NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY RINGAN

Diabetic retinopathy (DR) adalah komplikasi mikrovaskuler yang paling banyak dari diabetes melitus, dan merupakan penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan usia produktif. Nitric oxide (NO) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi progresifitas DR akibat terjadinya stres oksidasi pada keadaan hiperglikemia kronis. Penelitian ini bertujuan mengetahui pemberian astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar NO serum penderita Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan perluasan Randomized, Double Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design yang dilakukan di poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar, Bali, mulai bulan Juli 2013 sampai bulan Desember 2013. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling dan dikelompokkan menjadi kelompok NPDR ringan dengan pemberian astaxanthin 8 mg dan pemberian plasebo dan masing-masing kelompok dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk pemeriksaan kadar NO serum. Perbedaan kadar NO serum dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. Penurunan kadar NO pada kelompok astaxanthin adalah 7,67 ± 8,07 µmol/L lebih besar daripada kelompok plasebo adalah 3,12 ± 7,63 µmol/L dengan beda rerata 4,56 µmol/L, dengan nilai p>0,05 yang tidak bermakna signifikan secara statistik. Perbedaan hasil klinis (effect size) pada penelitian ini didapatkan 60%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar NO serum pada kelompok NPDR ringan dengan astaxanthin 8 mg sekitar 60% lebih besar dibandingkan dengan kelompok NPDR ringan dengan plasebo.

Kata kunci : Diabetic Retinopathy, Non Proliferative Diabetic Retinopathy, Nitric Oxide (NO) serum

Page 10: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

ABSTRACT

ASTAXANTHIN CLINICALLY DECREASED

SERUM NITRIC OXIDE LEVEL IN

MILD NON PROLIFERATIF DIABETIC RETINOPATHY

Diabetic retinopathy (DR) is the most common microvascular complications of diabetes mellitus, and is the leading cause of blindness and visual impairment in the working-age population. Nitric oxide (NO) is one of the factors that influences the progression of DR due to oxidative stress in a state of chronic hyperglycemia. This study aimed to determine the administration of 8 mg astaxanthin that decreased serum NO levels in patients with mild Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR). This study is a randomized clinical trial by extension, Double Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design performed in the clinic Sanglah Eye Hospital, Bali, from July 2013 to December 2013. Samples were taken with consecutive sampling technique and classified into mild NPDR group with administration of 8 mg astaxanthin and placebo administration and each group venous blood samples were taken for examination of serum NO levels. Differences in serum NO levels were analyzed by unpaired t test. Difference in serum NO levels in the astaxanthin group was 7.67 ± 8.07 µmol / L greater than the placebo group was 3.12 ± 7.63 µmol / L with a mean difference 4.56 µmol / L, with p> 0, 05 were not statistically significant. Differences clinical outcome (effect size) in this study obtained 60%. The results of this study concluded that clinically the decrease in serum NO levels in mild NPDR with 8 mg astaxanthin group approximately 60% greater than mild NPDR with placebo group.

Page 11: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Keywords : Diabetic Retinopathy (DR), Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR), serum Nitric Oxide (NO)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………

PRASYARAT GELAR……………………………………………………

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………...

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………..

ABSTRAK ………………………………………………………………..

ABSTRACT………………………………………………………………...

i

ii

iii

iv

v

vi

ix

x

DAFTAR ISI ……………………………………………………………...

DAFTAR TABEL…………………………………………………………

xi

xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG……………….……………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1

Page 12: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 6

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………. 6

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...… 7

1.4.1 Manfaat teoritis ..………………………………………...… 7

1.4.2 Manfaat praktis…………………………………….....…….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Diabetic Retinopathy……............................................................... 8

2.1.1. Definisi dan klasifikasi .................……………………….. 8

2.1.2. Patogenesis......……......…………………………………… 8

2.1.3. Gambaran Klinis........................…………………………… 9

2.1.4. Faktor Risiko..............................…………………………… 10 2.2 Non Proliferatif Diabetic Retinopathy Ringan……….................... 12

2.2.1 Diagnosis.....………………………………………………... 12

2.2.2 Penatalaksanaan....…………………...................................... 13

2.3 Stres oksidasi…………………………………................................. 14

2.3.1 Definisi ..…………………………………………………..... 14

2.3.2 Stres oksidasi pada retinopati diabetika……….........…….. 14

2.4 Nitric Oxide…….………………………………………………….. 15

2.4.1 Definisi………………………………………………………. 15

2.4.2 Disregulasi NOS....…….......................................................... 17

2.5 Antioksidan………………………………………………………... 19

2.5.1 Definisi………………………………………………………. 19

2.5.2 Klasifikasi dan Mekanisme Kerja…………………………… 20

2.6 Astaxanthin………………………………………………………... 21

2.6.1 Definisi……………………………………………………….. 21

2.6.2 Komposisi Kimia, Absorpsi, dan Metabolisme……………… 21

2.6.3 Astaxanthin sebagai Antioksidan……………………………. 23

2.6.4 Peranan Astaxanthin Terhadap Mata………………………… 24

Page 13: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir .………………………………………………. 28

3.2 Kerangka Konsep …………...........………………………………. 29

3.3 Hipotesis Penelitian ………….………………………………...... 30

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………... 31

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………….. 31

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……........………………………... 32

4.3.1 Populasi penelitian........…………………………………….. 32

4.3.2 Sampel penelitian ……………………………………......... 32

4.3.2.1 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ...................... 32

4.3.2.2 Besar sampel...…………………………………....…. 33

4.3.2.3 Cara pemilihan sampel…..................………………... 34

4.4 Variabel Penelitian………………………………………………... 35

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel……………………........ 35

4.4.2 Definisi operasional variabel……………………………….. 35

4.5 Instrumen Penelitian......................................................................... 39

4.6 Prosedur Penelitian........................................................................... 39

4.6.1 Tahap persiapan...................................................................... 39

4.6.1.1 Pengacakan.................................................................. 39

4.6.1.2 Blinding....................................................................... 40

4.6.2 Pelaksanaan penelitian........................................................... 40

4.7 Alur Penelitian ................................................................................ 43

4.8 Analisis Data Statistik………………………..………….……....... 45

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian…………………………………... 48

5.2 Perbedaan Kadar NO Serum Awal dan 4 Minggu Pemberian

Astaxanthin dan Plasebo pada NPDR Ringan …………………..

49

BAB VI PEMBAHASAN

Page 14: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

6.1 Subjek Penelitian………………………………………………… 51

6.2 Perbedaan Kadar NO Serum Awal dan 4 Minggu Pemberian

Astaxanthin dan Plasebo pada NPDR Ringan …………………..

59

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan…………………………………………………………. 66

7.2 Saran……………………………………………………………… 66

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....…….

67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 72

DAFTAR TABEL

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………………… 48

5.2 Perbedaan Kadar NO Serum Awal dan 4 Minggu Pemberian

Astaxanthin dan Plasebo pada NPDR Ringan

........................................

49

Page 15: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Patogenesis terjadinya Retinopati Diabetika......................................... 9

2.2 NPDR Ringan ...................................................................................... 13

2.3 Molekul Nitric Oxide....…………………………………………….. 16

2.4 Skema faktor-faktor dalam patogenesis retinopati diabetika........ 18

2.5 Molekul astaxanthin ……………………………………………… 22

3.1 Bagan Konsep Penelitian ...................................................................... 29

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 31

4.2 Skema Hubungan Antar Variabel ........................................................ 35

4.3

5.1

Skema Alur Penelitian ...........................................................................

Profil Penelitian ……………………………………………………….

44

47

Page 16: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

AGE = Advanced Glication End Product

DCCT = Diabetes Control and Complication Trial

DM = Diabetes Mellitus

DME = Diabetic Macular Edema

DNA = Deoxyribosa Nucleic Acid

DR = Diabetic Retinopathy

HBA1C = Haemoglobin Adult 1c

IDF = International Diabetes Federation

IL- = Interleukin

NOS = Nitric Oxide Synthase

eNOS = endothelial Nitric Oxide Synthase

iNOS = inducible Nitric Oxide Synthase

nNOS = neuronal Nitric Oxide Synthase

NPDR = Non Proliferative Diabetic Retinopathy

O2- = Superoksida

OH- = Hidroksil

PDR = Proliferative Diabetic Retinopathy

Page 17: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

ROS = Reactive Oxygen Species

RNS = Reactive Nitrogen Species

SD = Sekolah Dasar

SMP = Sekolah Menengah Pertama

SMA = Sekolah Menengah Atas

SOD = Super Oxide Dismutase

SPSS = Stastical Package for The Social Sciences

TNF-α = Tumor Necrosing Factor-α

UKPDS = United Kingdom Prospective Diabetes Study

WESDR = Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Penjelasan Penelitian ............................................... 72

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ................. 75

Lampiran 3 Kuisioner Penelitian ..........………......................... 76

LLampiran 4 Tabel Induk Penelitian............................................

LLampiran 5 Hasil Pemeriksaan NO ……………………………

LLampiran 6 Out Put SPSS ……………………………………..

LLampiran 7 Kelaikan Etik ……………………………………..

LLampiran 8 Surat Ijin Penelitian ………………………………

78

80

82

87

88

Page 18: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Retinopati diabetika (Diabetic retinopathy; DR) merupakan penyebab kebutaan

terutama pada usia produktif. Retinopati diabetika didefinisikan sebagai kelainan

retina yang terjadi akibat komplikasi dari penyakit diabetes mellitus (DM) berupa

gangguan mikrovaskular yang disebabkan oleh hiperglikemia dalam jangka waktu

lama. Retinopati diabetika menjadi penyebab kebutaan yang paling sering setelah

katarak, baik di negara industri maupun di negara berkembang dan golongan umur

yang paling sering terkena adalah 25-74 tahun (American Academy of

Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Zhang dkk., 2011).

International Diabetes Federation (IDF) (2009) melaporkan bahwa

penderita DM mencapai 285 juta orang diseluruh dunia, dan diperkirakan

Page 19: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

mencapai 438 juta orang tahun 2030 (Zhang dkk., 2011). Di Indonesia dilaporkan

pada tahun 2000 terdapat 8 juta lebih penderita DM dan menurut perhitungan,

pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta. Suatu

studi epidemiologi di Bali oleh Divisi Endokrin Metabolik FK Unud tahun 2005-

2010 memperoleh prevalensi DM sebesar 5,9% (Dwipayana dkk., 2010).

Retinopati diabetika adalah satu dari komplikasi DM yang mengakibatkan

gangguan penglihatan dan berakhir dengan kebutaan. Proporsi kebutaan yang

disebabkan oleh DR dari 0% di negara-negara Afrika, 3-7% di Asia Tenggara dan

Pasifik Barat, 15-17% di Amerika dan Eropa (Resnikoff dkk., 2004; Zhang

dkk.,2011).

The Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic Retinopathy (WESDR)

menyatakan setelah 20 tahun menderita DM, angka kejadian DR mencapai 99%

pada DM tipe 1 dan 60% pada DM tipe 2 (American Academy of Ophthalmology

and Staff, 2011-2012a). Data DR di Indonesia dan di Bali sampai saat ini belum

banyak dilaporkan (Dwipayana dkk., 2010).

Retinopati diabetika merupakan penyakit yang tidak mempunyai gejala

yang mengkhawatirkan pada keadaan awal, namun progresifitas DR akan berakhir

dengan kebutaan (Dutta, 2005; Hala dkk., 2011). Retinopati diabetika dapat

diklasifikasikan menjadi stadium Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)

dan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) (American Academy of

Ophthalmology and Staff, 2011-2012a ; Hala dkk., 2011). Stadium NPDR sendiri

diklasifikasikan menjadi stadium ringan, sedang dan berat. Gambaran klinis

NPDR stadium ringan adalah ditemukan adanya microaneurysms pada daerah

Page 20: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

inner nuclear layer dan tanda ini merupakan tanda klinis awal adanya suatu lesi

retina pada penderita DM (American Academy of Ophthalmology and Staff,

2011-2012a).

Mekanisme terjadinya DR sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara

pasti. Beberapa teori menyebutkan, kondisi hiperglikemia dalam jangka waktu

lama dapat menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologi pada pembuluh darah

retina. Retina mempunyai asam lemak tidak jenuh yang tinggi, kemampuan

mengikat oksigen dan oksidasi glukosa yang tinggi dibandingkan jaringan yang

lain. Fenomena ini menyebabkan retina lebih rentan terhadap stres oksidasi dan

peroksidasi lemak (Hala dkk., 2011).

Hubungan antara hiperglikemia, stres oksidasi, jalur polyol, pembentukan

advanced glycation end products (AGEs), dan jalur protein kinase C diperkirakan

sebagai kunci pada patogenesis DR. Stres oksidasi menyebabkan kerusakan pada

makromolekul dengan meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS)

atau reactive nitrogen species (RNS) yang merupakan radikal bebas. Mekanisme

ini tergantung pada banyaknya transport glukosa ke dalam sel retina yang

menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraselular. Radikal bebas secara

kontinyu diproduksi oleh semua sel aerob, dan terdiri dari superoxide radical,

hydrogen peroxide, dan hydroxyl radical. Metabolit ini menyebabkan kerusakan

lemak, protein, karbohidrat dan deoxyribosa nucleid acid (DNA) yang merupakan

struktur penyusun sel (Ali Khan dkk., 2012).

Dua kelainan yang mendasar pada DR adalah leukostasis dan rusaknya

sawar darah retina yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Page 21: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

retina dan obstruksi pembuluh darah retina yang progresif. Hal ini menyebabkan

terjadinya iskemia dan hipoksia jaringan yang akan menginduksi inducible Nitric

Oxide Synthase (iNOS). Induksi ini mengakibatkan perubahan pada lingkungan

mikro retina penderita DM yang menghasilkan produksi Nitric Oxide (NO) yang

tinggi (Hala dkk., 2011).

Nitric oxide dibentuk dari oksidasi arginin bersama kofaktor NADPH dan

oksigen dengan katalisis enzim NOS. Waktu paruh NO sangat singkat dan cepat

akan dioksidasi membentuk nitrit, kemudian berikatan dengan hemoglobin

membentuk nitrat. Kadar nitrat dan nitrit relatif stabil di dalam darah, sehingga

total kadar nitrit dan nitrat serum (NOx) dipakai sebagai indikator sintesis NO

tubuh ( Lundberg and Weitzberg, 2005). Penelitian Ghasemi dkk (2007) di Iran

pada 60 orang normal mendapatkan kadar NO serum berkisar 14-57 µmol/L.

Peningkatan pelepasan NO menyebabkan oksidasi dan produksi

peroxynitrite yang berlebihan. Penelitian Doganay dkk (2002) di Turki

mendapatkan kadar NO serum meningkat sesuai dengan derajat keparahan DR,

dimana kadar NO serum pada DM tipe II tanpa DR (115,9 ± 5,8 (80-150)

µmol/L), dengan NPDR (149,5 ± 2,1(125-162) µmol/L), dan dengan PDR (166,8

± 3,2 (135-188) µmol/L) dengan nilai p < 0,001. Dimana telah dilaporkan

menyebabkan disfungsi sel endotel pembuluh darah dan rusaknya sawar darah

retina yang merupakan komponen penting pada perkembangan DR (Hala dkk.,

2011).

Penderita NPDR ringan hingga saat ini belum banyak diberikan intervensi

pengobatan untuk mencegah progresifitas DR. Penderita NPDR ringan biasanya

Page 22: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

hanya dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap 9 bulan atau setiap 1

tahun untuk menilai progersifitas derajat DR dan kontrol gula darah yang baik

(American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Beberapa

penelitian telah dilakukan pada hewan coba mengenai pemberian antioksidan

namun hal ini masih kontroversial mengenai efektifitasnya dalam mencegah

progresifitas DR (Kowluru dkk., 2008).

Antioksidan yang popular belakangan ini adalah astaxanthin (3,3’-

dihydroxy-β,β-carotene-4,4’-dione) merupakan pigmen karotenoid utama yang

dapat ditemukan pada hewan yang hidup di dalam air (Marcello dkk., 2007).

Astaxanthin sangat resisten terhadap autooksidasi, tetapi tidak dijelaskan bahwa

efek antioksidan yang lebih tinggi akan meningkat dengan pertambahan dosis

astaxanthin (Suseela dkk.., 2006). Astaxanthin juga memiliki efek anti inflamasi

dengan menghambat sitokin dan chemokin, seperti TNF-α, prostaglandin E-2

(PGE-2), IL-6 dan NO (Hussein dkk., 2005). Astaxanthin tidak pernah menjadi

prooksidan dan hal ini merupakan faktor penting yang membedakan astaxanthin

dengan antioksidan lain, sehingga dikatakan astaxanthin memiliki efek yang luar

biasa. (Mc.Nulty dkk., 2006).

Dalam praktek sehari-hari hal ini sangat kontroversial dikalangan para

dokter mata. Jenis antioksidan dan dosis yang diberikan selama ini sangat

bervariasi. Studi klinis pada manusia menggunakan astaxanthin oral,

menggunakan dosis bervariasi, dengan rentang dari 4 mg hingga 100 mg/hari, dan

pemberian dari sekali saja hingga durasi setahun penuh. Dosis aman yang pernah

Page 23: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

dilaporkan yaitu hingga 40 mg/hari selama 8 minggu atau 4 mg/hari selama satu

tahun (Fasset and Coombes, 2011).

Suatu penelitian oleh Nakamura (2004), didapatkan hasil perbaikan yang

signifikan pada penurunan astenofia dan akomodasi yang positif pada kelompok

yang diberi astaxanthin 4 mg (p<0,05) dan 12 mg (p<0,01). Penelitian Fassett dkk

(2008) di Australia menunjukkan pemberian astaxanthin 8 mg/hari berpengaruh

terhadap stres oksidasi dan inflamasi yang merupakan faktor resiko penyakit

vaskular.

Perhatian dunia kedokteran didalam penangan suatu penyakit akhir-akhir

ini dimulai tingkat selular. Perhatian ini terutama ditimbulkan oleh kesadaran

bahwa radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan sel, dan menjadi penyebab

atau mendasari berbagai keadaan patologik dalam tubuh termasuk DR.

Kasus DM yang diperkirakan semakin meningkat menyebabkan

kemungkinan untuk terjadinya peningkatan komplikasi DR. Patogenesis DR

sampai saat ini belum jelas, dimana terjadi suatu jalur patologis yang saling

mempengaruhi satu sama lain salah satunya adalah terjadinya stres oksidasi. Stres

oksidasi akan menghasilkan radikal bebas (NO) yang berlebihan yang berperan

penting pada patogenesis DR. Pemberian antioksidan untuk menurunkan kadar

radikal bebas dapat menghambat kemungkinan terjadinya progresifitas DR ke

stadium yang lebih lanjut. Astaxanthin sebagai salah satu antioksidan dan anti-

inflamasi dapat sebagai pilihan terapi NPDR, tetapi hal ini masih kontroversial

mengenai pemberian dan dosisnya. Dari latar belakang tersebut diatas dapat di

buat rumusan masalah sebagai berikut.

Page 24: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

1.2.Rumusan Masalah

Apakah pemberian astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar NO serum

pada penderita NPDR ringan lebih besar dibandingkan dengan plasebo?

1.3.Tujuan penelitian

Untuk mengetahui pemberian astaxanthin 8 mg selama 4 minggu dapat

menurunkan kadar NO serum pada penderita NPDR ringan.

1.4.Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya penurunan kadar NO serum setelah pemberian

astaxanthin pada penderita NPDR ringan, maka penelitian ini bermanfaat

dalam hal:

1.4.1. Manfaat teoritis:

1. Dapat diketahui hubungan antara NO pada penderita DM terhadap

perkembangan terjadinya NPDR ringan

2. Dapat memberikan solusi penanganan yang optimal pada penderita NPDR

ringan

1.4.2. Manfaat Praktis:

1. Memberikan informasi mengenai pilihan antioksidan yang dapat

membantu penanganan pasien NPDR stadium ringan sehingga dapat

mencegah perkembangan menjadi stadium yang lebih berat.

2. Memberikan informasi pilihan dosis antioksidan yang dapat diberikan

untuk penderita NPDR ringan, sehingga dapat menjadi prosedur standar.

Page 25: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

3. Penanganan penderita NPDR ringan lebih optimal, tidak hanya evaluasi

rutin setiap 9 bulan saja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Diabetik Retinopathy

2.1.1.Definisi dan klasifikasi

Page 26: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Retinopati Diabetika merupakan satu komplikasi yang paling sering terjadi pada

mata akibat penyakit DM dan penyebab kebutaan pada usia produktif di negara

maju (Zhang dkk., 2011). Retinopati diabetika akan memberikan gambaran

kelainan pada retina yang bermacam-macam tergantung dari tingkat

keparahannya. Retinopati diabetika diklasifikasikan menjadi Non Proliferative

Diabetic Retinopathy (NPDR) dan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR).

NPDR sendiri diklasifikasikan menjadi stadium ringan, sedang dan berat,

sedangkan PDR diklasifikasikan menjadi stadium awal, resiko tinggi dan lanjut.

Diabetic Macular Edema (DME) merupakan salah satu manifestasi RD yang

dapat menyebabkan turunnya tajam penglihatan (American Academy of

Ophthalmology and Staff, 2011-2012b; Hala dkk., 2011).

2.1.2 Patogenesis

Patogenesis terjadinya DR adalah adanya perubahan patologis berupa

oklusi dan kebocoran (leakage) dari pembuluh darah retina. Adapun perubahan

pada pembuluh darah kapiler berupa hilangnya perisit, penebalan membran

basalis dan kerusakan serta proliferasi sel endotel (American Academy of

Ophthalmology and Staff, 2011-2012b; Joanna dkk., 2012).

Page 27: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya Retinopati Diabetika ( Kanski, 2007 ).

2.1.3 Gambaran Klinis

Penderita DM akan mengalami DR dalam jangka waktu yang berbeda-

beda. Lamanya pasien menderita DM berhubungan erat dengan peningkatan

prevalensi DR. Dua puluh lima persen pasien Insulin Dependent Diabetes Melitus

(IDDM) akan mengalami DR dalam jangka waktu 5 tahun, meningkat menjadi

60% dalam jangka waktu 10 tahun dan hampir semua (97%) dalam jangka waktu

25 tahun. Pasien Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) 60% akan

mengalami DR dalam jangka waktu lebih dari 20 tahun (Zhang dkk., 2011).

Gambaran klinis pada pasien DR berbeda-beda sesuai derajat keparahan

DR. Pasien NPDR menunjukkan gambaran berupa mikroaneurisma, perdarahan

intraretina berupa dot dan blot, hard exudates, venous beading, infark pada nerve

fiber layer dan area nonperfusi. Pasien PDR menunjukkan adanya suatu

proliferasi jaringan fibrovaskuler yang melewati lapisan internal limiting

membrane (ILM) pada retina. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study

Page 28: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

(ETDRS) mengatakan bahwa pasien NPDR berat akan memiliki peluang 15%

untuk menjadi PDR resiko tinggi, sedangkan pasien NPDR sangat berat memiliki

peluang sebesar 45% untuk menjadi PDR resiko tinggi dalam jangka waktu 1

tahun (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

2.1.4 Faktor risiko

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kejadian DR adalah lamanya

seseorang menderita DM, kadar gula darah, hipertensi, dan dislipidemia. Kadar

gula darah memegang peranan penting dalam timbulnya DR. Gula darah yang

tidak terkontrol akan menyebabkan seseorang lebih cepat mengalami DR

(American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Zhang dkk.,

2011).

The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United

Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa kadar gula

darah yang terkontrol akan menurunkan resiko terjadinya DR. Selain itu DCCT

juga melaporkan bahwa pengendalian gula darah secara intensif akan mengurangi

progresifitas DR ke arah NPDR berat, PDR dan insiden edema makula (Joanna

dkk., 2012).

Glycated hemoglobin (HbA1C) merupakan salah satu indikator yang

digunakan dalam melihat pengontrolan kadar gula darah. Dalam hemoglobin ini

terdapat ikatan antara glukosa dengan asam amino valin yang terdapat pada

hemoglobin, dimana ikatan ini bersifat irreversibel. Sifat yang irreversibel ini

menyebabkan HbA1C digunakan sebagai monitoring penatalaksanaan DM.

Page 29: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

HbA1C juga tidak dipengaruhi oleh fluktuasi gula darah harian dan memiliki

umur yang cukup panjang yaitu 120 hari sesuai dengan usia eritrosit (Dwipayana,

dkk., 2010). Kadar HbA1C tidak memiliki korelasi dengan derajat keparahan DR

seseorang. Penelitian retrospektif terhadap 607 pasien yang dilakukan oleh Maa

dan Sullivan, (2007) menunjukkan bahwa kadar HbA1C seseorang tidak

mencerminkan keadaan DR pasien tersebut.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu

faktor resiko mayor dari DR. Walaupun mekanisme pasti belum diketahui, tetapi

hipertensi berperan dalam patogenesis DR dengan meningkatkan reaksi inflamasi.

Sehingga tekanan darah yang terkontrol akan menurunkan insiden dan

progresifitas DR (Zhang dkk., 2011). The Wisconsin Epidemiologic Study

Diabetic Retinopathy melaporkan bahwa 17% pasien IDDM akan memiliki

hipertensi dan ini akan meningkat menjadi 25% dalam 10 tahun. United Kingdom

Prospective Diabetes Study juga menunjukkan bahwa hipertensi yang terkontrol

akan menurunkan resiko terjadinya progresifitas retinopati hingga 34% (American

Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).

Dislipidemia merupakan faktor resiko yang lain dari DR, tetapi peranan

spesifiknya pada DR belum jelas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ekspresi

vascular cell adhesion molecule -1 (VCAM-1) basal meningkat pada pembuluh

darah retina tikus dengan hiperlipidemia, menunjukkan bahwa hiperlipidemia

merupakan penyebab inflamasi pada pembuluh darah retina ( Zhang dkk., 2011).

Obesitas juga dikatakan merupakan faktor resiko yang memperberat DR.

Obesitas ditentukan dari nilai indeks massa tubuh (IMT) seseorang. Beberapa

Page 30: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

penelitian menemukan peningkatan indeks massa tubuh secara signifikan

berhubungan dengan penurunan visus dan peningkatan keparahan DR.

Mekanisme yang mendasari hubungan antara peningkatan IMT dengan DR belum

jelas, namun terdapat beberapa teori diantaranya melibatkan fungsi platelet,

viskositas darah, dan aktivitas aldosa reduktase (Dirani dkk., 2011).

2.2.NPDR Ringan

Stadium NPDR diklasifikasikan menjadi stadium ringan, sedang dan berat.

Gambaran yang dapat ditemui pada NPDR dapat berupa mikroaneurisma,

perdarahan intraretina berupa dot dan blot, hard exudates,venous beading, infark

pada nerve fiber layer dan area nonperfusi. Pada NPDR stadium ringan gambaran

klinis yang ditemukan yaitu hanya berupa mikroaneurisma pada daerah inner

nuclear layer dan tanda ini merupakan tanda klinis awal adanya suatu lesi retina

pada penderita DM (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-

2012a).

2.2.1. Diagnosis

Diagnosis NPDR ringan ditegakkan melalui anamnesa yaitu ditemukan

adanya riwayat DM dan pada pemeriksaan fisik menggunakan slit-lamp

biomicroscopy dengan lensa condensing 78 atau dengan fundus photography

ditemukan adanya microaneurysms satu kuadran pada daerah inner nuclear layer

berupa gambaran titik kemerahan (dots) dengan batas tegas, ukuran kurang dari

1/12 dari diameter optic disc, diameternya bervariasi 12-100 mikron, dan lokasi

Page 31: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

tersering pada posterior pole, area temporal dari fovea (Chibber dkk., 2007; Gupta

dkk., 2007). Pemeriksaan Fundus Fluorescein Angiography (FFA) merupakan

gold standar untuk skrining dan menentukan stadium DR, tetapi pemeriksaan ini

mahal dan memerlukan waktu yang lama. Gambaran FFA menunjukkan adanya

daerah nonperfusion pada kapiler retina dan pembentukan mikroaneurisma

(Joanna dkk., 2013). Mikroaneurisma ini merupakan tanda klinis awal adanya

suatu lesi retina pada penderita DM (American Academy of Ophthalmology and

Staff, 2011-2012a; Joanna dkk., 2013 ).

A B

Gambar 2.2 NPDR ringan. A, Fundus Photography. B, Fundus Fluorescein

Angiography (FFA). ( Chibber dkk., 2007; Joanna dkk.,2013 )

2.2.2. Penatalaksanaan

Penderita NPDR ringan hingga saat ini belum banyak memperoleh intervensi

pengobatan. Penderita NPDR ringan hanya dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan rutin setiap 9 bulan untuk menilai progresifitasnya dan yang

terpenting adalah pasien dengan NPDR ringan dikonsultasikan ke ahli endokrin

untuk menilai kontrol terhadap gula darah (Gupta dkk.. 2007).

Page 32: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

2.3. Stres Oksidasi

2.3.1. Definisi

Stres oksidasi adalah ketidakseimbangan antara kadar reactive oxygen species

(ROS) dan atau reactive nitrogen species (RNS) dengan mekanisme pertahanan

antioksidan pada sistem biologis tubuh. Stres oksidasi akibat kerusakan jaringan

merupakan suatu tanda dari adanya penyakit kronik dan kematian sel. Reactive

oxygen species (superoxide dan hydrogen peroxide) dan RNS (NO dan

peroxynitrite) merupakan 2 tipe mayor dari oksidan dalam tubuh. ( Johansen dkk.,

2005; Son, 2012).

Pada kondisi fisiologi normal, ROS didetoksifikasi oleh interaksi antara

berbagai bahan-bahan yang menurunkan dan menangkal oksidan seperti

thioredoxin, glutathione (GSH), dan tocopherol (vitamin E), atau oleh enzym

seperti superoxide dismutase (SODs), catalase, glutathione peroxidase, dan

thioredoxin reductase. Peningkatan stres oksidasi yang diinduksi hiperglikemia

merupakan rangkaian penting dari komplikasi mikrovaskular DM. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara hiperglikemia, perubahan pada

keseimbangan redoks, dan stres oksidasi adalah kunci dari patogenesis DR

(Joanna dkk., 2012).

2.3.2. Stres oksidasi pada retinopati diabetika

Retina mempunyai asam lemak tidak jenuh yang tinggi dan mempunyai

kemampuan menangkap oksigen dan oksidasi glukosa yang relatif tinggi

dibandingkan jariangan tubuh yang lain. Fenomena ini menyebabkan retina lebih

rentan terhadap stres oksidasi. Dalam kondisi fisiologi normal sekitar 0,1%-5%

Page 33: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

oksigen yang masuk pada rantai transport elektron direduksi menjadi superoxide

dan sisanya digunakan untuk proses metabolisme. Reactive oxygen species

diproduksi secara terus menerus pada semua sel untuk menyokong fungsi normal

sel. Sumber ROS endogen adalah mitokondria, NADPH oxidase, dan nitric oxide

synthase. Akibat dari stres oksidasi kronik meliputi kerusakan pada makromolekul

biologi seperti DNA, lemak, protein dan karbohidrat, gangguan pada

keseimbangan sel, dan menghasilkan ROS yang lain yang menyebabkan

kerusakan lebih lanjut (Kowluru dkk., 2007).

Sumber oksidasi pada DM meliputi autooksidasi glukosa, perubahan

keseimbangan redoks, penurunan konsentrasi molekul-molekul antioksidan

jaringan seperti GSH dan vitamin E, dan gangguan aktifitas enzym-enzym

pertahanan antioksidan seperti SOD dan katalase ( Zhang dkk., 2011).

Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa stres oksidasi tidak hanya

mempengaruhi perkembangan DR tetapi juga pada resistensi DR untuk kembali

setelah kontrol gula darah yang normal yang disebut dengan metabolic memory

phenomenon. Resistensi DR untuk kembali kemungkinan disebabkan oleh

akumulasi molekul-molekul yang rusak dan ROS yang tidak mudah dihilangkan

setelah kontrol gula darah yang normal didapatkan (Johansen dkk.,2005; Hala

dkk., 2011).

2.4. Nitric Oxide

2.4.1. Definisi

Nitric oxide (NO) adalah suatu radikal bebas yang merupakan mediator penting

pada proses fisiologi dan patologi tubuh. Nitric oxide disintesis oleh NOS yang

Page 34: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

merubah L-arginin menjadi L-citrulline dan NO. Reaksi pembentukan NO adalah

sebagai berikut:

L-arginine + 3/2 NADPH + H+ + 2 O2 → L-citrulline + nitric oxide + 3/2 NADP+

Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS (eNOS),

dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan nNOS berperan penting pada

kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam sel dan secara cepat diaktivasi

oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil.

Neuronal NOS mempunyai fungsi pada neurotrasmiter, sedangkan eNOS

berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible NOS tidak

diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan atau

endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang

berlebihan dalam jangka waktu yang lama (Hala dkk., 2011; Zhang dkk., 2011).

Nitric oxide

Gambar 2.3. Molekul Nitric Oxide ( Hala dkk., 2011 ).

Page 35: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

2.4.2 Disregulasi NOS

Inflamasi pembuluh darah yang diinduksi DM pada keadaan stres oksidasi

berhubungan erat dengan NO, yang meregulasi beberapa proses fisiologi dan

patologi, termasuk dilatasi dan inflamasi pembuluh darah. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa NO memiliki peran ganda pada penyakit dan inflamasi

pembuluh darah yang tergantung pada sumber tertentu dan jumlah yang

diproduksi. Akibatnya pengeluaran enzym NOS, eNOS dan nNOS tergantung

Ca2+ dan meregulasi produksi NO pada level yang rendah. Nitric oxide dari nNOS

terlibat didalam perantaraan saraf dan juga diekspresikan pada sel-sel otot polos

yang mempunyai peran penting pada regulasi respon pembuluh darah terhadap

hipoksia jaringan. Nitric oxide dari eNOS menjaga aliran darah dan mencegah

agregasi platelet dan leukostasis (Zhang dkk., 2012).

Penurunan eNOS menyebabkan peningkatan ekpresi iNOS pada retina

yang dihubungkan dengan perkembangan dan derajat keparahan DR. Berbeda

dengan eNOS dan nNOS, iNOS merupakan enzym yang tidak tergantung Ca2+,

bekerja secara aktif dan diproduksi dalam jumlah yang banyak. Inducible NOs

tidak diekpresikan pada retina normal, tetapi diinduksi selama keadaan inflamasi

termasuk DR. Nitric oxide dari iNOS berperan penyebab kerusakan jaringan dan

inflamasi. Tingginya kadar NO yang diproduksi oleh iNOS dapat bekerja secara

tidak langsung melalui pembentukan RNS. Reactive nitrogen species dibentuk

melalui interaksi NO dengan oksigen atau superoxide. Reactive nitrogen species

merupakan molekul proinflamasi yang kuat dan dapat menyebabkan kerusakan

jaringan (Zhang dkk., 2011).

Page 36: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Peningkatan kadar NO pada retina penderita DM dapat mengakibatkan

neurotoksik dan angiogenesis. Nitric oxide bersifat menguntungkan dalam

perannya sebagai vasodilatator, tetapi pada konsentrasi tinggi NO yang diproduksi

oleh iNOS bersifat neurotoksik. Toksisitas NO telah dihubungkan dengan

beberapa mekanisme meliputi kerusakan DNA, pembentukan peroksinitrit, dan

kehilangan energi ( Hala dkk., 2011).

Gambar 2.4. Skema faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis retinopati

diabetik (Zhang dkk.,2011).

Penelitian Doganay, dkk (2002) di Turki mendapatkan kadar NO serum

meningkat sesuai dengan derajat keparahan DR, dimana kadar NO serum pada

DM tipe II tanpa DR (115,9 ± 5,8 (80-150) µmol/L), dengan NPDR (149,5 ±

Page 37: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

2,1(125-162) µmol/L), dan dengan PDR (166,8 ± 3,2 (135-188) µmol/L) dengan

nilai p < 0,001.

2.5. Antioksidan

2.5.1. Definisi

Antioksidan adalah suatu zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses

oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan oksigen, pelepasan

hidrogen atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang

terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali di dalam tubuh kita

(Halliwell and Gutteridge, 2007).

Antioksidan secara kimia adalah senyawa-senyawa pemberi elektron,

tetapi dalam arti biologis antiosidan adalah semua senyawa yang dapat meredam

dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat

logam (Pangkahila, 2007).

Antioksidan cenderung bereaksi dengan radikal bebas terlebih dahulu

dibandingkan dengan molekul yang lain karena antioksidan bersifat sangat mudah

teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan molekul yang lain.

Keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya oksidasinya dibanding

dengan molekul yang lain. Semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif anti

oksidan tersebut (Halliwell and Gutteridge, 2007).

2.5.2. Klasifikasi dan Mekanisme Kerja Antioksidan

Page 38: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Antioksidan terdiri dari antioksidan internal dan antioksidan eksternal.

Antioksidan internal disebut juga antioksidan primer, yaitu antioksidan yang

diproduksi oleh tubuh sendiri. Secara alami tubuh mampu menghasilkan

antioksidan sendiri, tetapi kemampuan inipun ada batasnya. Sejalan bertambahnya

usia, kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan alami akan semakin

berkurang. Hal inilah yang menyebabkan stres oksidatif, yaitu suatu keadaan

dimana jumlah radikal bebas melebihi kapasitas kemampuan netralisasi

antioksidan. Antioksidan internal bekerja dengan cara menangkal terbentuknya

radikal bebas. Yang termasuk antioksidan internal adalah Super Oxide Dismutase

(SOD), Glutation Peroxidase (GPx), Katalase (Cat). Antioksidan eksternal

disebut juga antioksidan sekunder, yaitu antioksidan yang berasal dari makanan

atau didapat dari luar tubuh. Antioksidan yang tidak dihasilkan oleh tubuh tetapi

berasal dari makanan seperti vitamin A, beta karoten, vitamin C, vitamin E,

Selenium, Flavonoid dan lain-lain. Antioksidan eksternal bekerja dengan cara

meredam atau menetralisir antioksidan yang sudah terbentuk (Winarsi, 2007;

Pham-Huy dkk., 2008).

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi meliputi fungsi pertama

yang merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom

hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering

disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen

secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih

stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih

stabil dibanding radikal lipid. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder

Page 39: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme

diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal

lipida kebentuk lebih stabil (Setiati, 2003; Subramaniam and Jay, 2004).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada

lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.

Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi

maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi

tersebut relatif stabil dan tidak memiliki cukup energi untuk dapat bereaksi dengan

molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Setiati, 2003).

2.6. Astaxanthin

2.6.1. Definisi

Astaxanthin (3,3’-dihydroxy-β,β-carotene-4,4’-dione) merupakan suatu pigmen

karotenoid alami yang dapat ditemukan pada hewan-hewan yang hidup dalam air.

Astaxanthin bisa ditemukan di mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia

mulai dari daerah tropis sampai padang salju Antartika, atau di hewan laut seperti

salmon segar, udang, dan lobster. Astaxanthin ini yang memberikan warna merah

muda pada hewan-hewan laut tersebut (Capelli dkk., 2007; Suseela dkk., 2006).

2.6.2. Komposisi Kimia, Absorpsi, dan Metabolisme

Astaxanthin, seperti karotenoid lainnya, terbentuk dari rantai 40-karbon poliene,

yang menjadi tulang punggung molekulnya. Rantai ini diakhiri dengan kelompok

siklik (cincin) yang dilengkapi dengan kelompok oksigen fungsional ( Gappeli

dkk., 2007 ).

Page 40: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

,

Gambar 2.5. Molekul Astaxanthin ( Capelli dkk., 2007).

Struktur karotenoid berbeda potensinya berdasarkan pigmen yang dimiliki.

Penyerapan karotenoid pada sel mukosa usus disertai dengan pembentukan asam

empedu pada lumen usus kecil dan terjadilah penyerapan pasif. Setelah memasuki

peradaran darah, karotenoid terdapat diberbagai jaringan tubuh, yaitu hati, lemak,

pankreas, ginjal, paru adrenal, lien, jantung, tiroid, testis, ovarium, dan mata.

Jumlah terbesar karotenoid terdapat di hati dan jaringan lemak, yang merupakan

tempat penyimpanan terbesar karotenoid. Konsentrasi karotenoid pada serum atau

plasma dapat atau tidak mencerminkan efek biologis dari organ tersebut

(Marianne dkk., 2000; Odeberg dkk., 2003).

Astaxanthin, seperti golongan karotenoid lainnya, memiliki sifal lipofilik

dengan bioavailabilitas oral yang rendah (Johanna dkk., 2003; Susan and John,

2002). Penelitian pada manusia yang dilakukan oleh Osterlie dkk. (1999)

menyatakan kadar maksimum astaxanthin tercapai dalam waktu kira-kira 6 jam

setelah mengkonsumsi astaxanthin oral, dengan masa paruh kira-kira 21 jam

lamanya.

2.6.3. Astaxanthin sebagai Antioksidan

Page 41: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Astaxanthin alami dipertimbangkan sebagai antioksidan yang paling baik dengan

berbagai keuntungan penting dalam bidang kesehatan terutama dalam hal anti-

aging. Aktivitas antioksidan astaxanthin dikatakan lebih kuat dibandingkan

antioksidan lainnya seperti beta karoten, lutein, likopen, dan vitamin E. Sebagai

antioksidan, astaxanthin memiliki aktivitas menetralkan singlet oxygen dan

peroksida lipid. Astaxanthin menunjukkan aktivitas kuat dalam mencerna radikal

bebas dan memberikan perlindungan melawan peroksidasi lipid dan kerusakan

oksidasi oleh kolesterol LDL, membran sel, sel, dan jaringan (Suseela dkk.,

2006). Senyawa ini lebih kuat 550 kali dibandingkan vitamin E dan 40 kali lebih

kuat dibandingkan beta karoten dalam mengikat singlet oksigen. Untuk

menghambat peroksidasi lipid, astaxanthin bahkan lebih kuat dibandingkan

vitamin E (Johanna dkk., 2003). Astaxanthin menetralkan singlet oksigen melalui

mekanisme fisik, dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut

ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah

energinya menjadi panas sehingga tidak terbentuk singlet oksigen lagi. Serta

bereaksi dengan radikal lain untuk mencegah dan menghentikan reaksi rantai,

sehingga mampu melindungi komponen sel lain (lemak, protein, DNA) dari

kerusakan oleh radikal bebas (Nishida dkk., 2007).

Ada beberapa jenis antioksidan yang dapat menjadi prooksidan sehingga

memiliki efek negatif dengan menyebabkan oksidasi di dalam tubuh. Antioksidan

dari golongan karotenoid yang dapat menjadi prooksidan yaitu β-karoten,

lycopene, dan xeaxanthin. Antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan zinc

dapat menjadi prooksidan, sedangkan astaxanthin tidak pernah menjadi

Page 42: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

prooksidan. Hal ini merupakan faktor penting lain yang membedakan astaxanthin

dari antioksidan lain dan dikatakan bahwa astaxanthin memiliki kekuatan

antioksidan yang luar biasa. Astaxanthin sangat resisten terhadap autooksidasi,

tetapi tidak dijelaskan bahwa efek antioksidan yang lebih tinggi akan meningkat

dengan pertambahan dosis (Mc.Nulty dkk., 2006) .

2.6.4. Peranan Astaxanthin Terhadap Mata

Kematian sel ganglion retina (retinal ganglion cell;RGC) merupakan gambaran

yang sering pada berbagai kelainan mata seperti glaukoma, neuropathi optik, dan

berbagai penyakit pembuluh darah retina (DR) (Nakajima dkk., 2008). Kematian

RGC dapat terjadi melalui keterlibatan berbagai mekanisme seperti ROS, eksitasi

asam amino, NO, dan apoptosis. Astaxanthin memiliki efek neuruprotektif

melawan kerusakan retina secara in-vivo dan in-vitro dengan menangkal hydrogen

peroxide (H2O2), superoxide anion (O2-), dan hydroxil radical (HO-) (Nakajima

dkk., 2008).

Astaxanthin juga memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat sitokin

dan chemokin, seperti TNF-α, prostaglandin E-2 (PGE-2), IL-6 dan NO (Hussein

dkk., 2006). Selain itu juga sebagai imunomodulator, pelindung terhadap oksidasi

asam lemak polisaturasi, perlindungan terhadap efek sinar ultra violet, aktivitas

provitamin A dan pengelihatan, respon kekebalan pigmentasi dan komunikasi

sampai dengan gerakan reproduktif dan peningkatan kemampuan reproduksi.

Kegunaan dibidang kesehatan mata, astaxanthin bisa mencegah kelelahan mata,

katarak diabetik, dan mempertajam penglihatan (Denise and Thomas, 2002;

Page 43: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Shiratori dkk., 2005; Marcello dkk., 2007). Penelitian tentang manfaat

astaxanthin ini baru dilakukan kurang dari 10 tahun sehingga banyak khasiat lain

dari suplemen makanan ini yang belum diketahui secara pasti.

Penelitian tentang manfaat astaxanthin yang banyak dilakukan pada hewan

percobaan dan menunjukkan hasil positif. Beberapa penelitian kemudian

ditingkatkan pada manusia. Penelitian-penelitian dilakukan pada tikus dengan

diabetes tipe 2, didapatkan bahwa astaxanthin mengurangi keparahan penyakit

dengan memperlambat toksisitas glukosa dan melindungi sel β pancreas dari

gangguan fungsi akibat kerusakan oksidatif (Renu dkk., 2008). Studi klinis pada

manusia menggunakan astaxanthin oral, menggunakan dosis bervariasi, dengan

rentang dari 4 mg hingga 100 mg/hari, dan pemberian dari sekali saja hingga

durasi setahun penuh. Dosis aman yang pernah dilaporkan yaitu hingga 40

mg/hari selama 8 minggu atau 4 mg/hari selama satu tahun (Fasset and Coombes,

2011). Beberapa penelitian juga dilakukan dalam bidang kesehatan mata. Studi

yang dilakukan di Jepang oleh Nagaki dkk., (2002) yang meneliti penggunaan

astaxanthin 5 mg selama 4 minggu untuk kelelahan mata atau astenofia. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan keluhan kelelahan mata menurun 54%. Suatu

penelitian oleh Nakamura (2004), didapatkan hasil perbaikan yang signifikan pada

penurunan astenofia dan akomodasi yang positif pada kelompok yang diberi

astaxanthin 4 mg (p<0,05) dan 12 mg (p<0,01). Penelitian oleh Nitta dkk., (2005)

didapatkan dosis optimum per hari yaitu 6 mg (n=10) selama periode 4 minggu

dengan membandingkan kelelahan mata menggunakan skala analog visual (VAS)

berdasarkan pertanyaan dan nilai akomodasi. Penelitian randomized placebo

Page 44: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

controlled lainnya oleh Nagaki dkk., (2005) didapatkan terjadi peningkatan aliran

darah retina pada kelompok yang diberi astaxanthin 6 mg selama 4 minggu (n=14,

p<0,01). Penelitian pada mata kolaborasi antara Hokkaido, Yokohama dan Tokyo

di Jepang (Alex dkk., 2004; Ohgami dkk., 2003) diamati sifat antiinflamasi

astaxanthin pada uveitis yang diinduksi oleh endotoksin (UIE) baik pada

percobaan in vivo maupun in vitro, didapatkan bahwa penanda inflamasi seperti

NO, prostaglandin E2 (PGE2) dan factor nekrosis tumor (TNF)-α menurun secara

signifikan. Penelitian Fassett dkk (2008) di Australia menunjukkan pemberian

astaxanthin 8 mg/hari berpengaruh terhadap stres oksidasi dan inflamasi yang

merupakan faktor resiko penyakit vaskular. Efek samping pemberian astaxanthin

yang pernah dilaporkan terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan pigmentasi

kulit, perubahan hormonal, penurunan kadar kalsium darah, penurunan libido, dan

pembesaran payudara pada laki-laki, tetapi dikatakan tidak bermakna secara

statistik. Toksisitas astaxanthin belum pernah dilaporkan pada beberapa penelitian

klinik (Fasset and Coombes, 2011).

Kondisi hiperglikemia dalam jangka waktu lama pada DR dapat

menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologi pada pembuluh darah sehingga

terjadi kerusakan pada endotel kapiler retina. Gangguan pada endotel

menyebabkan meningkatnya oxidative stress dan peningkatan pada NO, sitokin

inflamasi yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin. Nitric oxide

dan sitokin inflamasi ini bekerja bersama-sama dalam patofisiologi dan

progresifitas DR, sehingga molekul ini dapat dijadikan target terapi dalam

Page 45: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi DM secara sistemik dan

mikrovaskular mata (Doganay dkk., 2002).

Astaxanthin diketahui menekan aktivitas yang merusak sel-sel dan mengakibatkan

komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan diabetes. Astaxanthin mampu

menghalangi peroksidasi lemak (kerusakan pada lemak-lemak di membran sel

oleh radikal bebas) dan kadar dari spesies reaktif total, superoksid, dan nitrat

oksida (molekul-molekul yang menyebabkan kerusakan sel yang luas) serta

menghambat peningkatan faktor pertumbuhan pada sel endotel pembuluh darah

adhesi molekul, yang seluruhnya berhubungan dengan patogenesis DR. Para

peneliti meyakini bahwa kemampuan sebagai antioksidan kuat dari astaxanthin

yang dapat mengurangi kerusakan akibat stres oksidatif pada retina, keradangan

dan kematian sel adalah alasan mengapa astaxanthin dapat menjadi suplemen

yang efektif untuk membantu mencegah progresifitas DR (Nagaki dkk., 2006).

Page 46: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Retinopati diabetika merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. Beberapa

teori menyebutkan bahwa terpaparnya hiperglikemia dalam jangka waktu lama

akan menyebabkan gangguan biokimia, hemodinamik dan endokrin yang

mengakibatkan terjadi perubahan pada endotel pembuluh darah kapiler termasuk

pada pembuluh darah retina. Progresifitas DR dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain umur dan genetik

sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah penyakit sistemik kronis,

merokok, penggunaan obat antiinflamasi non steroid, penggunaan kortikosteroid

(obat imunosupresan), penggunaan vitamin antioksidan, infeksi atau inflamasi

intraokular.

Beberapa penelitian menyebutkan peranan NO dalam perkembangan DR,

berdasarkan asumsi bahwa hiperglikemia menyebabkan aktivasi NO. Dua

kelainan yang mendasar pada DR adalah peningkatan permeabilitas pembuluh

darah retina dan penutupan pembuluh darah retina yang progresif. Hal ini

menyebabkan terjadinya iskemia dan hipoksia jaringan yang akan menginduksi

iNOS. Induksi ini mengakibatkan perubahan pada lingkungan mikro retina

penderita DM yang menghasilkan produksi NO yang tinggi. Peningkatan

pelepasan NO menyebabkan oksidasi dan produksi peroxynitrite yang berlebihan.

Hal tersebut didukung oleh laporan tentang disfungsi sel endotel pembuluh darah

Page 47: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

dan rusaknya sawar darah retina yang merupakan komponen penting pada

perkembangan DR.

Pemberian terapi antioksidan dapat menjadi salah satu pilihan pada

pencegahan penyakit mikrovaskular dan makrovaskular pada penderita DM.

Antioksidan dianggap mempunyai efek yang potensial karena bekerja pada dua

level yang berbeda yaitu dengan menghambat terbentuknya ROS/RNS dan

meningkatkan pertahanan antioksidan melalui beberapa enzym yang capable.

Berdasarkan masalah yang dihadapi serta kajian pustaka di atas, disusunlah

konsep dasar penelitian seperti di bawah ini:

3.2 Kerangka Konsep

Dari kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka

selanjutnya dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian seperti yang

dicantumkan dalam Gambar 3.1:

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian

Diabetes Melitus tipe II

Retinopati Diabetika

Astaxanthin

Kadar NO

Faktor Eksternal: - Lama menderita

DM - Penyakit sistemik

kronis - Merokok - Tekanan darah - Obesitas - Penggunaan obat

anti inflamasi non steroid

- Kortikosteroid (obat imunosupresan)

Faktor Internal: - Umur

- Jenis Kelamin

Page 48: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

3.3 Hipotesis Penelitian

Pemberian astaxanthin 8 mg selama 4 minggu dapat menurunkan kadar NO

serum pada penderita NPDR ringan lebih besar dibandingkan dengan plasebo.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan perluasan

Randomized, Double Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design

(Poccok, 2008) untuk mengetahui penurunan kadar NO pada penderita Non

Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan antara kelompok plasebo

dengan kelompok yang mendapat astaxanthin 8 mg. Rancangan penelitian secara

skematis digambarkan sebagai berikut:

Rancangan penelitian secara skematis digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan: P = Populasi; KS = Konsekutif Sampling; S = Sampel; RA = Random Alokasi. O0 danO1 = Pengamatan kadar NO sebelum perlakuan. K : Kontrol dengan pemberian plasebo per hari selama 4 minggu. P1 : Perlakuan dengan pemberian 8 mg astaxanthin per hari selama 4 minggu. O2 dan O3 = Pengamatan kadar NO setelah perlakuan

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

O2

OP

K

O1

O0

RA

KS

P S

Page 49: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam divisi

Endokrin Metabolik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP) Denpasar mulai

Juli 2013 sampai dengan Desember 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah semua pasien DM tipe II dengan

komplikasi NPDR. Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien DM

tipe II dengan komplikasi NPDR yang datang ke poliklinik Mata dan poliklinik

Ilmu Penyakit Dalam divisi Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Denpasar mulai

Juli 2013 sampai dengan Desember 2013.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien DM tipe II dengan komplikasi

NPDR yang datang ke poliklinik Mata dan poliklinik Ilmu Penyakit Dalam divisi

Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Denpasar mulai Juli 2013 sampai dengan

Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.3.2.1.1 Kriteria inklusi

a. Pasien DM tipe II dengan NPDR ringan pada satu dan atau kedua mata

berusia antara 40-75 tahun.

b. Pasien bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed

consent.

Page 50: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

4.3.2.1.2 Kriteria eksklusi

a. Subyek sedang menderita penyakit sistemik yang kronis.

b. Subyek sedang mendapat pengobatan antiinflamasi non steroid,

kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya dalam satu bulan terakhir.

c. Subyek sedang mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A dan E)

dalam satu bulan terakhir.

d. Subyek yang merokok.

e. Subyek dengan infeksi dan atau inflamasi intraokular.

f. Subyek dengan kelainan pada segmen anterior dan posterior mata yang

dapat mengganggu visualisasi saat pemeriksaan retina.

g. Subyek dengan tekanan intraokular >21 mmHg atau dengan glaukoma

sekunder.

h. Subyek yang alergi terhadap obat astaxanthin.

i. Subyek dengan kadar Haemoglobin Adult 1c (Hba1c) ≥ 8%, kadar gula

darah puasa ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dl

4.3.2.2 Besar Sampel

Besar sampel yang diperlukan untuk masing-masing kelompok dihitung

berdasarkan rumus (Pocock, 2008) :

n = 2σ 2 f(α,β)

( µ2-µ1 )2

1. Tingkat kemaknaan yang dikehendaki sebesar 95%, yaitu α = 0,05

2. Power penelitian yang direncanakan sebesar 80%, yaitu β = 0,20

Page 51: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

3. Nilai f(α,β) pada tabel = 7,9 (Pocock, 2008)

4. Standar deviasi (σ) = 11,31 (dikutip dari kepustakaan Ghosh, et al.,

2011)

5. µ2-µ1 = (58,85-43,83) adalah rerata hasil akhir – rerata awal (dikutip

dari kepustakaan Ghosh, et al., 2011).

Besar sampel berdasarkan kadar NO :

n = 2σ 2 f(α,β)

( µ2-µ1 )2

n = 2 x (11,31)2 x 7,9

(58,85-43,83 ) 2

n = 17,92 ~ 18 subjek (individu)

Perhitungan besar sampel kadar NO serum yang dipakai sebagai dasar

pengambilan sampel yaitu 18 orang (individu) sebagai kelompok kontrol dan 18

orang (individu) sebagai kelompok perlakuan, sehingga jumlah total sampel

penelitian sebesar 36 sampel (individu).

4.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel

Sampel dipilih dengan tehnik randomisasi blok permutasi dari populasi

terjangkau. Sampel yang dipilih adalah pasien DM tipe II dengan komplikasi

NPDR ringan pada satu atau kedua mata, namun bila salah satu mata ternyata

sudah termasuk moderate atau severe NPDR, maka pasien tidak termasuk dalam

sampel.

Page 52: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas adalah astaxanthin 8 mg

2. Variabel tergantung adalah kadar NO dalam darah

3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, lama menderita DM, kepatuhan

minum obat penelitian.

Gambar 4.2 Skema Hubungan antar Variabel

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Diabetes mellitus tipe II yaitu suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula dalam darah plasma puasa > 126 mg/dL dan gula darah

plasma 2 jam setelah makan glukosa > 200 mg/dL selama tes oral toleransi

glukosa atau glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL, disertai keluhan klasik seperti

poliuria, polifagia, polidipsia (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011);

Variabel Bebas

Astaxanthin 8 mg

Variabel Tergantung

Kadar NO dalam darah

Variabel Kendali Umur, jenis kelamin, lama menderita DM,

kepatuhan minum obat penelitian

Page 53: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

sedang dan atau memiliki riwayat mendapat terapi obat-obatan anti diabetes dari

dokter penyakit dalam yang didapat dari wawancara dan rekam medis pasien.

2. Non Proliferatif Diabetic Retinopathy (NPDR) ringan adalah suatu keadaan

awal yang terjadi di retina berupa mikroaneurisma pada daerah inner nuclear

layer karena adanya dilatasi pembuluh darah retina pada penderita DM (American

Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Pemeriksaan menggunakan

slit lamp biomikroskopi dengan lensa condensing 78 dioptri dan dengan

pemeriksaan foto fundus-retina (“Visucam Carl Zeiss”) yang dilakukan oleh

dokter spesialis mata (dr PB dan dr AN).

3. Nitric oxide adalah suatu radikal bebas yang disintesis secara berlebihan pada

suatu keadaan inflamasi kronik dalam tubuh yang menyebabkan oksidasi dan

produksi yang berlebihan dari ROS/RNS dimana merupakan komponen penting

pada perkembangan DR (Hala et al., 2011). Kadar NO diukur dengan metode

Elisa, menggunakan reagen Griess I dan II (Assay Design) Total Nitric Oxide

Assay Kit. dan satuan NO dinyatakan dalam mmole/L. Pemeriksaan dikerjakan di

Laboratorium terpusat yang sudah terakreditasi yaitu laboratorium Patologi Klinik

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

4. Astaxanthin merupakan suatu pigmen karotenoid alami yang memiliki

aktivitas biologis sebagai antioksidan yang kuat (Osterlie et al., 2000).

Astaxanthin diberikan dengan dosis 8 mg per hari selama 4 minggu dengan

sediaan kapsul 4 mg.

Page 54: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

5. Umur adalah lama waktu hidup terhitung dari tanggal kelahiran sampai saat

dilakukan penelitian, umur dinyatakan dalam tahun. Data diperoleh dari anamnesa

dan data rekam medis.

6. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir, diperoleh dari melihat fenotip dan data rekam

medis.

7. Lama menderita DM adalah lamanya pasien mengetahui dirinya terkena DM

sampai dengan penelitian dilakukan. Data diperoleh dari anamnesa dan data

rekam medis pasien, dinyatakan dalam tahun.

8. Tekanan darah adalah nilai rerata tiga kali hasil pengukuran tekanan darah

sistolik dan diastolik subyek menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer air

raksa.

9. Obesitas adalah suatu keadaan terakumulasinya jaringan lemak secara

berlebihan dalam tubuh. Obesitas diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) yaitu

berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter (m), disebut

obesitas bila IMT lebih besar atau sama dengan 30 kg/m2.

10. Penyakit sistemik yang kronis adalah penyakit lainnya yang diderita subyek

seperti hipertensi, hiperlipidemia, penyakit kardiovaskular, atau penyakit

keganasan, yang diperoleh melalui catatan rekam medis pasien.

11. Perokok adalah subyek dengan riwayat sedang atau pernah mengkonsumsi

rokok dalam kurun waktu lebih dari atau sama dengan empat minggu sebelumnya,

yang diperoleh melalui anamnesa.

Page 55: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

12. Pengguna kortikosteroid adalah subyek dengan riwayat sedang atau pernah

mengkonsumsi obat kortikosteroid dalam kurun waktu lebih dari atau sama

dengan empat minggu sebelumnya, diperoleh melalui teknik wawancara dan

rekam medis.

13. Pengguna antiinflamasi non steroid adalah subyek dengan riwayat sedang

atau pernah mengkonsumsi antiinflamasi non steroid, dalam kurun waktu lebih

dari atau sama dengan empat minggu sebelumnya, yang diperoleh melalui teknik

wawancara.

14. Pengguna vitamin antioksidan adalah subyek dengan riwayat sedang atau

pernah mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A dan E) dalam kurun waktu

lebih dari atau sama dengan empat minggu sebelumnya, yang diperoleh melalui

teknik wawancara.

15. Infeksi intraokular adalah subyek yang sedang menderita peradangan pada

segmen anterior dan atau segmen posterior bola mata, antara lain konjungtivitis,

keratitis, ulkus kornea, uveitis anterior dan posterior, yang ditentukan dengan

pemeriksaan slit lamp dan funduskopi

16. Plasebo adalah sediaan yang diberikan kepada subyek selama penelitian tidak

mengandung bahan farmakologis dan tidak memiliki efek terapi.

17. Kepatuhan minum obat adalah kepatuhan subyek dalam mengkonsumsi

astaxanthin yang dinilai dengan melihat jumlah sisa obat yang diberikan pada

akhir follow up. Patuh adalah apabila sisa obat kurang dari 20%.

Page 56: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

18. Efek samping obat adalah semua efek obat yang dikeluhkan pasien yang

terjadi selama penelitian, seperti reaksi alergi, gangguan pencernaan, jantung

berdebar, dan lainnya.

4.5 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan oftalmologi, dan pengambilan sampel darah. Untuk menegakkan

diagnosis NPDR ringan digunakan lembar pemeriksaan status oftalmologis dan

lembar kuisioner penelitian, E chart atau snellen chart, tonometri schiotz,

funduskopi atau lensa 78, slit lamp, anestesi topikal (pantocain 0,5%), dan

sikloplegik (mydriatil 0,5%). Peralatan yang digunakan dalam pengambilan

sampel darah untuk pengukuran kadar NO adalah sarung tangan steril, kapas

alkohol, tourniket, spuit 3 cc disposible, reagen Griess I dan II (Assay Design)

Total Nitric Oxide Assay Kit dan diukur dengan metode Elisa.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Tahap persiapan

4.6.1.1 Pengacakan

Subyek penelitian diseleksi di poliklinik Mata dan poliklinik Ilmu

Penyakit Dalam divisi Endokrin Metabolik RS Sanglah Denpasar. Wawancara

dan pemeriksaan mata dilakukan oleh peneliti. Setelah diperoleh sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, selanjutnya dijelaskan tentang

maksud dan tujuan penelitian serta menandatangani informed consent. Sampel

Page 57: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

dibagi secara acak berdasarkan randomisasi blok permutasi dengan komputer

terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok plasebo dan kelompok pemberian

astaxanthin 8 mg.

4.6.1.2 Blinding

Peneliti maupun subyek tidak mengetahui obat yang diberikan. Sediaan

obat dibuat sama dalam bentuk, ukuran, warna maupun rasa dan dikemas dalam

kemasan botol yang sama. Obat dipesan dipabrik obat yang digunakan oleh

peneliti. Obat diberi label menggunakan etiket yang bertuliskan A dan B yang

hanya diketahui oleh pabrik obat. Botol obat diurut dan penderita mendapat obat

sesuai dengan urutan blok permutasi komputer.

4.6.2 Pelaksanaan Penelitian

Adapun urutan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Anamnesis meliputi nama, umur, jenis kelamin, riwayat penyakit

sebelumnya (riwayat diabetes melitus, hipertensi), riwayat penyakit sekarang,

riwayat pengobatan berdasarkan lembar kuisioner penelitian. Data kemudian

dicatat dalam tabel induk.

2. Diagnosis pasien NPDR ringan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp dan funduskopi. Pada anamnesis

dilakukan dengan melihat catatan rekam medis untuk mengetahui riwayat DM,

berapa lama menderita DM, terapi yang diperoleh, kontrol terhadap DM, hasil

kadar gula berdasarkan pengecekan laboratorim yang dilakukan. Dilanjutkan

dengan pemeriksaan visus menggunakan E chart atau snellen chart, kemudian

Page 58: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometri schiotz dan bila

hasilnya kurang dari 21 mmHg, pupil penderita kemudian dilebarkan dengan

sikloplegik (mydriatil 0,5%). Setelah pupil lebar, dilakukan pemeriksaan

menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan lensa condensing 78 dioptri dan

fotofundus-retina (“Visucam Carl Zeiss”) untuk menentukan stadium NPDR.

Subyek penelitian selanjutnya dialokasi menjadi 2 kelompok secara randomisasi

blok permutasi menjadi kelompok dengan pemberian plasebo dan kelompok

dengan pemberian astaxanthin 8 mg dan masing-masing dilakukan pengukuran

terhadap kadar NO.

3. Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan

sesudah perlakuan. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena cubiti yaitu

sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuite 3 cc setelah sebelumnya dilakukan

desinfeksi pada tempat pengambilan. Selanjutnya darah ditampung dalam

vacutainer, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan

didapatkan sebanyak 1 mL serum selanjutnya dimasukkan dalam tabung untuk

segera diperiksa. Prosedur pemeriksaan laboratorium menggunakan kit

pemeriksaan Colorimetric Griess dan pembacaan absorbance 520-560 nm

menggunakan Elisa reader. Sampel darah akan diberikan label sesuai dengan

nomor randomisasi blok masing-masing dari kedua kelompok yaitu kelompok

plasebo dan kelompok astaxanthin 8 mg. Pengambilan sampel darah dilakukan

oleh petugas laboratorium, kemudian sampel darah yang telah berisi plasma

dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi es kering (dry ice) untuk segera

Page 59: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

dibawa ke Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dan

disimpan pada suhu -80 oC hingga dilakukan pemeriksaan.

4. Pemeriksaan NO Serum

Reaksi Griess melibatkan interaksi dari ion nitrit dengan 2 molekul organik dan

melibatkan reaksi oksidasi dan nukleopilik. Buffer atau komponen sampel yang

bereaksi dengan reaksi oksidasi dan nukleopilik menjadi bereaksi dengan

pembentukan warna. Perubahan nitrat menjadi nitrit melibatkan enzym Nitrate

Reductase. Reagensia yang dipakai adalah reagen Griess I dan II (Assay Design)

Total Nitric Oxide Assay Kit untuk mengukur kadar NO manusia secara

kuantitatif di dalam serum dan pembacaan absorbance 520-560 nm dengan

menggunakan Elisa reader. Reagensia ini dipakai hanya untuk penelitian, tidak

untuk keperluan diagnostik maupun terapi. Hasil pemeriksaan yang didapat

kemudian akan dikumpulkan oleh peneliti, selanjutnya dianalisis untuk

mengetahui perbedaan rerata kadar NO serum pada saat awal dengan kadar NO 4

minggu kemudian antara pasien NPDR ringan yang diberikan plasebo dan

diberikan astaxanthin 8 mg setiap hari selama 4 minggu.

5. Pemberian sediaan obat

Sediaan obat dipesan dipabrik obat farmasi yang digunakan oleh peneliti. Sediaan

obat dibuat sama dalam bentuk,ukuran,warna maupun rasa dan dikemas dalam

kemasan botol yang sama. Sediaan obat tidak diketahui baik oleh peneliti maupun

subyek. Botol obat diberi label menggunakan etiket yang bertuliskan A dan B

yang hanya diketahui oleh pabrik obat. Botol obat diurut dan penderita mendapat

obat sesuai dengan urutan blok permutasi komputer. Obat A dan B diberikan

Page 60: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

sekali sehari 2 kapsul pada pagi hari setelah makan selama empat minggu. Semua

subyek di follow up pada minggu ke dua pemberian obat untuk meyakinkan

kepatuhan subyek dalam mengkonsumsi obat dan bila subyek tidak datang saat

follow up, subyek akan diingatkan melalui telpon atau dikunjungi ke rumahnya.

Semua peristiwa yang terjadi selama follow up pada kedua kelompok dicatat dan

dibandingkan satu sama lain. Apabila terdapat subyek yang mengalami reaksi

alergi selama penelitian, subyek akan dikeluarkan dari penelitian. Setelah

penelitian selesai, pabrik obat akan menyampaikan kepada peneliti komposisi obat

A dan B.

4.7 Alur Penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur

penelitian yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.3

Page 61: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Gambar 4.3 Skema Alur Penelitian

4.8 Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam formulir penelitian kemudian

direkam dalam tabel induk. Selanjutnya dilakukan serangkaian tahapan analisis

data untuk menjawab permasalahan penelitian. Adapun tahapan analisis data

sebagai berikut:

1. Seleksi data yaitu editing, coding dan tabulasi dimasukkan pada file navigator

program Stastical Package for The Social Sciences (SPSS).

Persetujuan Komisi Etik PPS Unud

Informed Consent

Randomisasi blok permutasi

Kelompok K Plasebo

Kelompok P1 Astaxanthin 8

mg

Pemeriksaan kadar NO awal dan 4 minggu

Analisi

Kesimpula

Sample

Kriteria Eksklusi Subyek sedang menderita penyakit

sistemik yang kronis Subyek sedang mendapat

pengobatan antiinflamasi non steroid, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya dalam satu bulan terakhir.

Subyek mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A dan E) dalam satu bulan terakhir.

Subyek yang merokok Subyek dengan infeksi intraocular Subyek alergi dengan astaxanthin Subyek dengan kadar Hba1c > 8%,

kadar BSN/BS2jpp >200mg/dl

Hasil

Penderita DM tipe II dengan komplikasi NPDR

Penderita DM tipe II dengan komplikasi NPDR yang datang ke

poliklinik Mata dan poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP

Sanglah antara Juli 2013-

Kriteria Inklusi Pasien DM tipe II

dengan komplikasi NPDR ringan usia 40-75

tahun

Eligible Sample

Page 62: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

2. Untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi berbagai variabel.

Data berskala kategorik dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan

persentase sedangkan untuk data berskala numerik dalam bentuk rerata dan

standar deviasi.

3. Uji Normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, untuk jumlah sampel < 50 untuk

menguji apakah data penelitian berdistribusi normal.

4. Uji Homogenitas Varians antar Kelompok dengan Uji-Levene untuk

menganalisis varians variabel antar kelompok pemberian placebo dan

astaxanthin 8 mg apakah data penelitian homogen.

5. Menguji perbedaan kadar NO antara kelompok yang diberikan placebo

dengan kelompok yang diberikan astaxanthin 8 mg, dianalisis dengan uji-t

untuk 2 kelompok tidak berpasangan jika distribusi data normal, dan

distribusi data tidak normal dapat dilakukan uji non parametrik atau dapat

dilakukan transformasi data lebih dahulu (dengan logaritme, akar, atau teknik

lain) sebelum dilakukan uji parametrik seperti uji-t. Batas kemaknaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dan tidak bermakna

dengan nilai p ≥0,05. Besar efek (effect size; ES) dari Astaxanthin 8 mg

dibandingkan plasebo dinyatakan dalam beda rerata antara penurunan kadar

NO dalam kelompok Astaxanthin dan placebo.

Dengan rumus :

ES = beda rerata kelompok perlakuan – bedarerata kelompk kontrol x 100 % Beda rerata kelompok perlakuan

Page 63: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Secara klinis beda rerata > 50 % dapat dianggap bermakna (clinically

important).

Analisis akhir pada kedua kelompok berdasarkan alokasi awal (intend-to-treat).

BAB V

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian dipilih secara konsekutif dari populasi terjangkau, yaitu

pasien NPDR ringan yang datang ke RSUP Sanglah, Denpasar selama periode 1

Juli 2013–31 Desember 2013. Tiga puluh enam orang terkumpul yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi, telah diberi informed consent, dan bersedia

mengikuti penelitian dengan menandatangani surat persetujuan. Berikut profil

penelitian ditampilkan dalam gambar 5.1 di bawah ini :

Pasien DM tipe II dg NPDR yg datang ke Poli Mata & Poli Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrin Metabolik RSUP Sanglah Dps mulai Juli 2013 s/d Des 2013 (n=48 subjek)

Informed consent

Randomisasi blok permutasi

Kelompok Astaxanthin 8 mg (n=18) Pemeriksaan kadar NO awal dan 4 minggu

Kelompok Plasebo (n=18) Pemeriksaan kadar NO awal dan 4 minggu

Drop out =0

Sample n=37

Kriteria Eksklusi n=11 -3 hipertensi -1 hipertensi & hiperkolesterol -1 cancer -2 hiperkolesterol -4 katarak

Kriteria Inklusi n=37

Eligible sample n=36

Refused Informed consent=1

Drop out =0

Page 64: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Gambar 5.1 Profil Penelitian

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian ini, meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan, lama Diabetes Mellitus (DM), kadar Haemoglobin Adult 1c (HbA1C),

dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Karakteristik subjek penelitian ditampilkan pada

Tabel 5.1. Subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki pada kelompok

astaxanthin sama dengan pada kelompok plasebo masing-masing sebanyak 12

(66,7%) dan wanita masing-masing sebanyak 6 (33,3%). Pada variabel umur,

rerata umur pasien 59,22±8,70 tahun pada kelompok astaxanthin dan 64,28±8,25

tahun pada kelompok plasebo. Status pendidikan Sekolah Menengah Atas

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Kelompok NPDR ringan dengan astaxanthin 8 mg

n=18

Kelompok NPDR ringan dengan plasebo

n=18 Umur (tahun) (Rerata±SD) 59,22±8,70 64,28±8,25 Jenis kelamin (n (%))

Laki-laki Perempuan

12 (66,7%) 6 (33,3%)

12 (66,7%) 6 (33,3%)

Pendidikan (n(%)) Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma/Sarjana

0(0%) 4(22,2%) 1(5,6%) 9(50%) 4(22,2%)

1(5,6%)

3(16,7%) 3(16,7%) 4(22,2%) 7(38,8%)

Lama DM (tahun) (Rerata±SD)

7,86±8,45 11,44±11,10

Kadar HbA1C (%) (Rerata±SD)

6,79±0,80 6,44±0,69

Indeks Massa Tubuh (kg/m2) (Rerata±SD)

28,89±7,02 27,40±9,39

18 subjek dianalisis 18 subjek dianalisis

Page 65: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

ditemukan paling banyak, yaitu 50,0% dan paling sedikit Sekolah Menengah

Pertama, yaitu 5,6% pada kelompok astaxanthin sedangkan Diploma/Sarjana

ditemukan paling banyak, yaitu 38,8% dan paling sedikit Tidak Sekolah, yaitu

5,6% pada kelompok plasebo. Rerata lama DM pada kelompok astaxanthin adalah

7,86±8,45 tahun sedangkan pada kelompok plasebo adalah 11,44±11,10 tahun.

Rerata kadar HbA1C adalah 6,79±0,80% pada kelompok astaxanthin dan

6,44±0,69% pada kelompok plasebo. Rerata Indeks Massa Tubuh adalah

28,89±7,02 kg/m2 pada kelompok astaxanthin dan 27,40±9,39 kg/m2 pada

kelompok plasebo.

5.2 Perbedaan Kadar NO Serum Awal dan 4 Minggu Pemberian Astaxanthin

dan Plasebo pada NPDR Ringan

Perbedaan kadar NO antara kelompok dengan pemberian placebo dan

astaxanthin 8 mg dianalisis dengan uji-t untuk 2 kelompok tidak berpasangan.

Tabel 5.2. Perbedaan Kadar NO Serum pada NPDR Ringan

Kelompok NPDR ringan dengan

astaxanthin 8 mg

Kelompok NPDR ringan tanpa astaxanthin

Beda Rerata Nilai p 95%CI

Kadar awal NO serum (µmol/L)

Rerata±SD

14,43 ± 8,05 10,90 ± 4,80 3,53 0,119* -0,96 s.d.8,02

Kadar NO serum setelah 4 minggu

(µmol/L) Rerata±SD

6,76 ± 1,39 7,79 ± 6,32 1,028 0,505* -4,13 / 2,07

Selisih kadar NO awal - 4 minggu

7,67 ± 8,07 3,12 ± 7,63 4,56 0,090* -0,76 / 9,88

* Uji –t independent

Page 66: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Pada Tabel 5.2 ditampilkan penurunan kadar NO pada kelompok astaxanthin

adalah 7,67 ± 8,07 µmol/L lebih besar daripada kelompok plasebo adalah 3,12 ±

7,63 µmol/L dengan beda rerata 4,56 µmol/L, dengan nilai p>0,05 yang tidak

bermakna signifikan secara statistik. Perbedaan hasil klinis (effect size) pada

penelitian ini didapatkan x 100% = 59,45% ~ 60%.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan perluasan Randomized,

Double-Blinded, Placebo-Control, Pre and Posttest Group Design, melibatkan 36

subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang terdiri dari

dua kelompok yaitu 18 pasien Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)

ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg dan 18 pasien NPDR ringan yang

mendapat plasebo. Subjek penelitian kemudian dilakukan pengambilan darah vena

untuk mengukur kadar Nitric Oxide (NO) serum awal dan 4 minggu pemberian

astaxanthin 8 mg dan plasebo. Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi

umur, jenis kelamin, pendidikan, lama Diabetes Mellitus (DM), kadar

(Haemoglobin Adult 1C) HbA1C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Diabetic Retinopathy (DR) merupakan komplikasi mayor pada mata

penderita DM dan dianggap sebagai penyebab utama kebutaan pada orang dewasa

usia 20-65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Enrique dkk.(2009) di Spanyol

mendapatkan rerata umur pasien NPDR ringan 53,8±9,2 tahun. Doganay dkk.

4,56 7,67

Page 67: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

(2002) menemukan rerata umur pasien NPDR adalah 55,0±1,2 tahun dan PDR

66,6±0,7 tahun. Nagaoka dkk.(2010) di Jepang mendapatkan rerata umur pasien

dengan NPDR ringan adalah 62,4±8,8 tahun. Penelitian ini didapatkan rerata umur

kelompok pasien NPDR ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg lebih rendah

yaitu 59,2±8,7 tahun dibandingkan kelompok pasien NPDR ringan yang mendapat

plasebo yaitu 64,3±8,3 tahun.

Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DR pada penderita

DM. Beberapa penelitian melaporkan prevalensi DR mengalami peningkatan

dengan bertambahnya umur. Hal ini dapat terjadi karena dengan bertambahnya

umur terjadi penurunan fungsi tubuh oleh proses apoptosis sel yang dimulai pada

umur > 45tahun. Penelitian lain mendapatkan bahwa NPDR terjadi lebih awal

pada yang didiagnosis DM setelah usia 40 tahun dibanding yang lebih

muda(Gaafar, 2013). Selain itu pada keadaan hiperglikemia yang kronis terjadi

reaksi inflamasi dan stres oksidatif yang mempercepat terjadinya apoptosis sel di

retina sehingga mengakibatkan terjadinya keadaan retinopati. Kedua hal tersebut

menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap kejadian DR yang akhirnya

ditemukan meningkat dengan bertambahnya usia (Kowluru dan Chan, 2007).

Beberapa penelitian yang dilakukan diberbagai negara menunjukkan tidak

ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dengan perempuan pada penderita DR

(Grauslund dan Green., 2009). Menurut American Medical Association 2010,

jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor resiko DR. Enrique

dkk.(2009) di Spanyol melaporkan prevalensi antara laki-laki dengan perempuan

penderita NPDR ringan adalah sama yaitu sebesar 50%. Penelitian oleh Hala dkk.

Page 68: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

(2011) di Cairo dari 20 penderita NPDR ditemukan lebih banyak pada perempuan

yaitu 11(55%) dan pada laki-laki sebesar 9(45%). Penelitian yang dilakukan oleh

Nagaoka dkk. (2010) di Jepang mendapatkan hasil yang berbeda yaitu NPDR

ringan ditemukan lebih banyak pada laki-laki sebesar 30(54,5%) dan perempuan

sebesar 25(45,5%). Hal yang sama juga didapatkan oleh Jew dkk. (2012) di

Malaysia melaporkan penderita NPDR lebih banyak ditemukan pada laki-laki

sebesar 81(54%) dan perempuan sebesar 69(46%). Pada penelitian ini ditemukan

kelompok pasien NPDR ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg diperoleh

persentase subjek berjenis kelamin laki-laki 66,7% dan perempuan sebesar 33,3%.

Hal yang sama juga didapatkan pada kelompok pasien NPDR ringan yang

mendapat plasebo diperoleh persentase subjek berjenis kelamin laki-laki 66,7%

dan perempuan sebesar 33,3%.

Pada penelitian ini didapatkan NPDR ringan lebih banyak terjadi pada

jenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena gaya hidup dan status

sosial ekonomi seperti kebiasaan laki-laki yang sebagian besar merupakan

perokok, mengkonsumsi kopi, alkohol dan minuman ringan/bersoda sehingga DM

dengan komplikasinya berupa DR ditemukan lebih banyak pada laki-laki

berbanding terbalik dengan perempuan yang tidak memiliki kebiasaan tersebut.

Beberapa faktor lainnya seperti variasi metabolisme masing-masing individu, ras,

pemeriksaan terhadap retina sampai ditegakkannya diagnosa dan perbedaan

sampel masing-masing penelitian dapat mempengaruhi predileksi jenis kelamin

pasien DR (Javadi dkk, 2009).

Page 69: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Wisconsin Epidemiologic Study of Diabetic retinopathy (WESDR)

menemukan bahwa lama DM secara signifikan berhubungan dengan terjadinya

DR. Insiden DR setelah 4 tahun follow-up adalah sekitar 50% pada DM tipe 1 dan

tipe 2, dan setelah 10 tahun follow-up menjadi 74% (Gaafar,2013; Hala dkk.,

2011). Hal ini menunjukkan bahwa durasi DM yang lebih lama dikaitkan dengan

insiden yang lebih tinggi dari DR. Jew dkk. (2012) di Malaysia melaporkan rerata

lama DM pasien NPDR adalah 8,57±5,66 tahun. Nagaoka dkk. (2010) di Jepang

menemukan rerata lama DM pasien NPDR ringan adalah 13,4±8,1 tahun.

Penelitian oleh Hala dkk. (2010) yang dilakukan di Cairo mendapatkan rerata

lama DM pasien NPDR dan PDR masing-masing 7,08±0,38 tahun dan 8,98±0,51

tahun. Enrique dkk. (2009) di Spanyol menemukan rerata lama DM pasien NPDR

ringan adalah 14,9±8,3 tahun berbeda dengan pasien DM tanpa DR yaitu 10,1±7,5

tahun dengan nilai p<0,01. Penelitian ini memperoleh rerata lama DM kelompok

pasien NPDR ringan yang mendapat astaxanthin 8 mg lebih singkat yaitu 7,9±8,5

tahun, sedangkan kelompok pasien NPDR ringan yang mendapat plasebo lebih

lama yaitu 11,4±11,1 tahun.

Lama DM merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

peningkatan terjadinya DR. Paparan hiperglikemia dalam waktu lama dapat

meningkatkan perubahan biokimiawi dan fisiologi, berupa perubahan seluler pada

membran basalis sel retina sehingga terjadi kerusakan pada pembuluh darah

kapiler retina berupa hilangnya perisit, proliferasi sel endotel dan penebalan

membran basement yang mengakibatkan oklusi kapiler dan nonperfusi pada retina

(Chibber dkk, 2007; American Academy of Opthalmology and Staff, 2011-

Page 70: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

2012a). Satu penelitian mendapatkan lama DM 5 sampai 10 tahun mempunyai

resiko NPDR 5 kali dibandingkan DM kurang dari 5 tahun dan DM lebih dari 10

tahun mempunyai resiko 32 kali menjadi NPDR (Niazi dkk, 2010). Insiden

terjadinya DR puncaknya terjadi pada 5-<10 tahun menderita DM sedang pada

penelitian yang lain pada 10-14 tahun menderita DM dan pada 20 tahun lebih

insiden lebih rendah. Gambaran DR didapat 15% saat awal menderita, 55%

setelah menderita 10 tahun dan 70% setelah menderita diatas 15 tahun (Soegondo

dkk., 2006; Gaafar, 2013).

Progresifitas DR berhubungan dengan tingginya kadar HbA1C. Data

United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa

setiap 1% penurunan kadar HbA1C dapat menurunkan 35% resiko komplikasi

akibat DM. Penelitian oleh Jew dkk. (2012) memperoleh rerata kadar HbA1c pada

pasien NPDR adalah 7,86±0,32%. Enrique dkk. (2009) mendapatkan rerata kadar

HbA1c pada pasien NPDR ringan adalah 8,4±1,5%, sedangkan pasien DM tanpa

DR adalah 7,9±1,5%. Penelitian oleh Hala dkk.(2010) mendapatkan kadar HbA1C

meningkat sesuai dengan tingkat keparahan DR yaitu 7,86±0,32%, 8,37±0,28%,

9,59±0,29%, secara berturut-turut pada DM tipe 2 tanpa DR, NPDR, dan PDR.

Penelitian ini didapatkan rerata kadar HbA1C kelompok pasien NPDR ringan

yang mendapat astaxanthin 8 mg lebih tinggi yaitu 6,8±0,8%, sedangkan rerata

kadar HbA1C kelompok pasien NPDR ringan yang mendapat plasebo ditemukan

lebih rendah yaitu 6,5±0,7%.

Haemoglobin Adult 1C (HbA1C) merupakan salah satu indikator indeks

biokimia yang paling baik dipergunakan dalam pengontrolan kadar gula darah

Page 71: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

karena merupakan rerata gula darah dalam 3-4 bulan terakhir (Gomero dkk,

2008). Kadar HbA1C berbanding lurus dengan kadar gula darah, artinya bila

kadar gula darah meningkat maka pembentukan HbA1C semakin cepat, yang

akhirnya dapat mempercepat terjadinya komplikasi mikrovaskular. Sesuai dengan

kriteria yang dipakai oleh Konsensus Penatalaksanaan Diabetes Melitus di

Indonesia, maka yang dianggap kadar gula darah terkontrol buruk adalah mereka

dengan kadar HbA1C >8%. Kadar gula darah yang tidak terkontrol akan

menyebabkan seseorang lebih cepat mengalami komplikasi berupa DR. The

Diabetes Control and Complication (DCCT) dan United Kingdom Prospective

Diabetes Study (UKPDS) menyatakan kontrol gula darah yang baik akan

mengurangi resiko terjadinya DR (American Academy of Ophalmology and Staff,

2011-2012a; Ozmen dkk.,2007) melaporkan bahwa kadar HbA1C>10% dapat

mengakibatkan DR sebesar 82,2%. Varma dkk. (2007) menemukan setiap

peningkatan kadar HbA1C 1% mempunyai resiko terjadinya DR sebesar 1,22 kali.

Kadar HbA1C tidak memiliki korelasi dengan derajat keparahan DR. Penelitian

oleh Maa dan Sullivan (2007) mendapatkan bahwa kadar HbA1C seseorang tidak

mencerminkan keadaan DR pasien tersebut.

Indeks Massa Tubuh (IMT) diperoleh dengan suatu pengukuran yang

membandingkan antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m2). Jew dkk. (2012)

dalam penelitiannya di Malaysia mendapatkan rerata IMT pasien NPDR adalah

25,66±4,13 kg/m2 sedangkan Nagaoka dkk. (2010) mendapatkan rerata IMT

pasien NPDR ringan adalah 24,6±4,4 kg/m2 dan DM tanpa DR 25,1±4,9 kg/m2.

Pada penelitian ini ditemukan rerata IMT kelompok pasien NPDR ringan yang

Page 72: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

mendapat astaxanthin 8 mg adalah 28,9±7,0 kg/m2, sedangkan kelompok pasien

NPDR ringan yang mendapat plasebo 27,4±9,4 kg/m2.

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator untuk mengidentifikasi

obesitas pada orang dewasa. Satu penelitian melaporkan bahwa selain

hiperglikemia faktor-faktor lainnya seperti tekanan darah, obesitas dan

peningkatan tigliserida berhubungan dengan prevalensi retinopati (Van Leiden

dkk, 2002). Endotel secara primer terlibat pada regulasi dari adhesi dan agregasi

trombosit dan platelet. Hal ini secara luas dipengaruhi oleh NO yang disintesis

oleh endothelial NOS. Obesitas akan menyebabkan disfungsi endotel melalui

reaksi inflamasi dengan melepaskan tissue growth factor yang kemudian

menyebabkan perubahan biologi dinding pembuluh darah, oksidasi lemak, dan

pengikatan NO. Hasil akhir dari disfungsi endotel adalah kerusakan sawar darah

retina, menyebabkan terjadinya eksudasi, dan berhubungan dengan progresifitas

DR(Jew dkk, 2012).

Gaafar (2012) dalam penelitiannya di Kuwait menemukan DR paling

banyak ditemukan pada tingkat pendidikan sekunder yaitu masing-masing 31,7%

dan paling sedikit pada tingkat universitas atau diatasnya yaitu 18,3%. Kitriastuti

(2007) dalam penelitiannya di Surabaya mendapatkan DR lebih banyak ditemukan

pada pasien dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau

sederajat yaitu sebesar 32,5% dan paling sedikit pada tingkat Diploma/Sarjana

yaitu sebesar 17%. Penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien pada kelompok

NPDR ringan yang diberikan astaxanthin 8 mg memiliki status pendidikan SMA

Page 73: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

yaitu sebesar 50% dan pada NPDR ringan yang diberikan plasebo sebagian besar

pasien memiliki status pendidikan Diploma/Sarjana yaitu sebesar 38,8%.

Beberapa peneliti menghubungkan tingkat pendidikan pasien DR dengan

pemahaman pasien tentang penyakitnya, deteksi dini, pemeriksaan

rutin,pengobatan yang dicari, resiko komplikasi yang terjadi, gaya hidup, dan

status sosial ekonomi, (Kitriastuti, 2007; Gaafar, 2013). Tingkat pendidikan dapat

dihubungkan dengan kecepatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pasien

dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih cepat mencari pelayanan

kesehatan, sehingga NPDR lebih banyak ditemukan pada stadium yang lebih

awal. Tingkat pendidikan yang tinggi mempengaruhi kewaspadaan terhadap

meningkatnya penderita DR yang akan semakin meningkat dengan perubahan

gaya hidup, kondisi sosial ekonomi dan meningkatnya usia harapan hidup

(Kitriastuti, 2007).

6.2 Perbedaan Kadar Nitric Oxide (NO) Serum Awal dan 4 Minggu

Pemberian Astaxanthin dan Plasebo pada Pasien NPDR Ringan

Peningkatan stres oksidasi yang diinduksi hiperglikemia

merupakan rangkaian penting dari komplikasi mikrovaskular DM. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara hiperglikemia, perubahan pada

keseimbangan redoks, dan stres oksidasi adalah kunci dari patogenesis DR

(Joanna dkk., 2012).

Akibat dari stres oksidasi kronik meliputi kerusakan pada makromolekul

biologi seperti DNA, lemak, protein dan karbohidrat, gangguan pada

Page 74: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

keseimbangan sel, dan menghasilkan ROS yang lain yang menyebabkan

kerusakan lebih lanjut (Kowluru dkk., 2007). Inflamasi pembuluh darah yang

diinduksi DM pada keadaan stres oksidasi berhubungan erat dengan NO, yang

meregulasi beberapa proses fisiologi dan patologi, termasuk dilatasi dan inflamasi

pembuluh darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa NO memiliki peran

ganda pada penyakit dan inflamasi pembuluh darah yang tergantung pada sumber

tertentu dan jumlah yang diproduksi. Tingginya kadar NO yang diproduksi oleh

inducible NOS dapat bekerja secara tidak langsung melalui pembentukan RNS.

Reactive nitrogen species dibentuk melalui interaksi NO dengan oksigen atau

superoxide. Reactive nitrogen species merupakan molekul proinflamasi yang kuat

dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Zhang dkk., 2011).

Beberapa peneliti meyakini, dengan pemberian antioksidan seperti

astaxanthin dapat mencegah terjadinya penyakit mikrovaskular dan

makrovaskular pada penderita DM (Pennathur dan Heinecke, 2004). Antioksidan

berperan dalam menetralisir kerja radikal bebas sehingga proses oksidasi tidak

terjadi. Antioksidan seperti astaxanthin merupakan antioksidan eksternal

mempunyai pigmen karotenoid alami dengan aktivitas biologisnya 1000 kali lebih

efektif dari vitamin E dan 10 kali lebih kuat dibandingkan beta karoten dan tidak

pernah menjadi prooksidan di tubuh (Denise dan Thomas, 2002; Suseela dan

Toppo, 2006). Astaxanthin menetralkan singlet oksigen melalui mekanisme fisik,

dimana energi yang berlebihan dari singlet oksigen tersebut ditransfer ke struktur

karotenoid yang kaya akan elektron dan mengubah energinya menjadi panas

sehingga tidak terbentuk singlet oksigen lagi. Serta bereaksi dengan radikal lain

Page 75: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

untuk mencegah dan menghentikan reaksi rantai, sehingga mampu melindungi

komponen sel lain (lemak, protein, DNA) dari kerusakan oleh radikal bebas

(Nishida dkk., 2007). Beberapa penelitian tentang astaxanthin pada hewan coba

menunjukkan hasil yang baik kemudian penelitian ditingkatkan pada manusia.

Diharapkan dengan pemberian astaxanthin terjadi penurunan kadar NO dalam

tubuh dan mencegah kerusakan fungsi sel, yang berarti memperbaiki perfusi

seluler dan mencegah kerusakan lebih lanjut akibat DM (Kowluru dan Chan,

2007).

Peningkatan kadar NO pada retina penderita DM dapat mengakibatkan

neurotoksik dan angiogenesis. Nitric oxide bersifat menguntungkan dalam

perannya sebagai vasodilatator, tetapi pada konsentrasi tinggi NO yang diproduksi

oleh iNOS bersifat neurotoksik. Toksisitas NO telah dihubungkan dengan

beberapa mekanisme meliputi kerusakan DNA, pembentukan peroksinitrit, dan

kehilangan energi ( Hala dkk., 2011). Penelitian Doganay dkk. (2002) di Turki

mendapatkan kadar NO serum meningkat sesuai dengan derajat keparahan DR,

dimana kadar NO serum pada DM tipe II tanpa DR (115,9 ± 5,8 (80-150)

µmol/L), dengan NPDR (149,5 ± 2,1(125-162) µmol/L), dan dengan PDR (166,8

± 3,2 (135-188) µmol/L) dengan nilai p < 0,001. Penelitian Hala dkk. (2011) di

Cairo mendapatkan kadar NO serum NPDR adalah 40,34±3,51 mmole/L.

Penelitian ini ditemukan rerata kadar NO serum awal pada kelompok

NPDR ringan yang diberikan astaxanthin 8 mg sebesar 14,43±8,05mmole/L dan

pada kelompok NPDR ringan yang diberikan plasebo sebesar 10,90±4,80

mmole/L. Rerata kadar NO serum awal pasien NPDR ringan pada kelompok

Page 76: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

yang diberikan astaxanthin 8 mg dan pada kelompok NPDR ringan yang

diberikan plasebo pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian Hala

dkk. (2011) di Cairo, kemungkinan karena adanya perbedaan etnik dan ras yang

dapat mempengaruhi hasil yang didapat.

Beberapa penelitian tentang astaxanthin awalnya dicobakan pada hewan

coba menunjukkan hasil yang baik, kemudian penelitian ditingkatkan pada

manusia. Penelitian Fassett dkk. (2008) di Australia menunjukkan pemberian

astaxanthin 8 mg/hari berpengaruh terhadap stres oksidasi dan inflamasi yang

merupakan faktor resiko penyakit vaskular. Iwabayashi dkk. (2009) melaporkan

konsumsi astaxanthin 12 mg/hari selama 8 minggu menurunkan kortisol 23 %

(p<0,05), mereduksi LDH 6,5% (p<0,01) dan menurunkan kadar HbA1C 4 %

(p<0,01).

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar NO serum awal dan 4

minggu setelah diberikan astaxanthin dan plasebo untuk mengetahui perbedaan

kadar NO sebagai respon stres oksidatif dalam progresivitas DR. Penelitian ini

ditemukan rerata kadar NO serum awal sebesar 14,43±8,05 mmole/L dan 4

minggu setelah diberikan astaxanthin 6,76±1,39 mmole/L. Selisih rerata kadar NO

awal dan 4 minggu pada kelompok NPDR ringan yang diberikan astaxanthin 8 mg

sebesar 7,67±8,07 mmole/L. Pada kelompok NPDR ringan yang diberikan

plasebo didapatkan rerata kadar NO serum awal sebesar 10,90±4,80 mmole/L dan

4 minggu setelah diberi plasebo 7,79±6,32 mmole/L. Selisih rerata kadar NO awal

dan 4 minggu pada kelompok NPDR ringan yang diberikan plasebo sebesar

3,12±7,63 mmole/L. Perbedaan rerata kadar NO pada kedua kelompok tidak

Page 77: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

bermakna secara statistik (p>0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu

pemberian astaxanthin yang relatif pendek, walaupun terjadi penurunan kadar NO

serum lebih besar pada kelompok astaxanthin dibandingkan kelompok plasebo.

Perbedaan hasil klinis pada kedua kelompok secara absolut didapatkan sebesar

60%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan 4 minggu pemberian astaxanthin 8 mg

telah menunjukkan efek yang secara klinis bermakna. Apabila pemberian

astaxanthin lebih lama dari 4 minggu dan efek klinisnya kemungkinan konsisten

akan memberikan efek yang bermakna secara statistik. Hal ini dapat terjadi karena

antioksidan seperti astaxanthin dengan efek anti inflamasi dan antioksidannya

menyebabkan penurunan reaksi inflamasi maupun stress oksidatif dalam tubuh

yang mengakibatkan produksi NO menurun.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar NO serum adalah umur,

obesitas/kegemukan, keadaan inflamasi atau infeksi yang kronis, penyakit

autoimun, keganasan, konsumsi obat antioksidan, konsumsi obat Anti Inflamasi

Non Steroid (OAINS), konsumsi obat kortikosteroid, perokok, alkoholik.

Beberapa faktor tersebut telah dikontrol pada desain penelitian ini melalui kriteria

eksklusi, sehingga faktor-faktor tersebut diharapkan tidak berpengaruh terhadap

kadar NO serum pasien NPDR ringan. Belum ada penelitian yang meneliti kadar

NO serum pasien NPDR ringan pada etnik atau ras yang berbeda sehingga perlu

dibuktikan melalui penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan

melibatkan multisenter. Perlunya pemeriksaan kadar NO serum pada populasi

normal di Bali karena adanya perbedaan populasi, etnik dan ras tentunya akan

memberikan rentang nilai NO yang bervariasi.

Page 78: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Nilai aplikatif dari penelitian ini adalah NO serum dapat digunakan

sebagai indikator dalam menilai progresivitas DR serta pemberian astaxanthin

perlu diberikan pada NPDR ringan karena dapat menurunkan kadar NO.

Pemeriksaan kadar NO serum secara rutin tidak perlu dilakukan pada setiap

pasien NPDR stadium ringan karena selain pemeriksaan ini tergolong mahal

terdapat masa kadaluarsa dari kit NO. Hal selanjutnya yang dapat

dipertimbangkan adalah pemberian antioksidan seperti astaxanthin sebagai salah

satu strategi dalam memperlambat progresivitas DR. Pentingnya edukasi kepada

pasien DM mengenai gaya hidup, pola makan, asupan nutrisi yang mengandung

antioksidan sehingga komplikasi DM berupa DR dapat dihindari.

Kadar NO serum pada penelitian ini dipengaruhi oleh banyak faktor.

Kelemahan dari penelitian ini adalah riwayat penyakit sistemik, merokok,

penggunaan obat-obatan pada pasien didapatkan melalui wawancara, kepatuhan

minum obat penelitian serta tidak dilakukan analisis mengenai faktor-faktor resiko

pada DM yang memang sangat sulit untuk dikendalikan sehingga hal ini dapat

sebagai sumber bias dalam penelitian. Penelitian ini tidak dilakukan penilaian

terhadap kadar NO serum pada populasi normal. Nilai normal (cut off point) kadar

NO serum pada populasi normal di Bali belum pernah diteliti, sehingga belum

diketahui berapa sebenarnya kadar NO serum pada populasi normal di Bali.

Pada penelitian ini semua subjek di follow-up pada minggu kedua

pemberian obat dan diakhir penelitian jumlah obat dihitung untuk menilai

kepatuhan subjek dalam mengkonsumsi obat. Menurut laporan WHO pada tahun

2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit

Page 79: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang,

jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk

mencapai keberhasilan terapi utamanya pada penyakit kronis salah satunya adalah

DM. Hayers dkk.(2009) menunjukkan bahwa berbagai penyakit kronis, pasien

yang tergolong tidak patuh mengkonsumsi obat lebih dari 50% menunjukkan

bahwa pasien yang tidak patuh pada akhirnya akan diikuti dengan berhentinya

pasien untuk mengkonsumsi obat.

Tidak ada drop out yang terjadi pada subjek di kedua kelompok. Terdapat 16

subjek yang menyisakan obat, yaitu 10 subyek pada kelompok NPDR ringan

dengan pemberian astaxanthin 8 mg dan 6 subyek pada kelompok NPDR ringan

dengan pemberian plasebo. Pada penelitian ini didapatkan kelompok NPDR

ringan dengan astaxanthin 8 mg kepatuhan pasien sebesar 94,4% dan pasien yang

tidak patuh sebesar 5,6%, sedangkan pada kelompok NPDR ringan dengan

plasebo semua pasien patuh minum obat (100%).

Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil

terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu

sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula

menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan

berakibat fatal. Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien

diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunannya(Strand dan

Morley, 2004).

Beberapa efek samping pemberian astaxanthin yang pernah dilaporkan

berupa terjadinya peningkatan pigmentasi kulit, perubahan hormonal, penurunan

Page 80: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

libido, penurunan tekanan darah, penurunan kadar kalsium darah, pembesaran

payudara pada laki-laki. Belum pernah dilaporkan tentang adanya toksisitas pada

pemberian astaxanthin di beberapa studi klinis yang telah dilakukan (Fasset dan

Coombes, 2011). Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan adanya efek

samping tersebut namun 1 subjek merasakan kesemutan pada kaki dan tangan

setelah mengkonsumsi obat penelitian.

Page 81: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

penurunan kadar NO serum pada kelompok NPDR ringan dengan astaxanthin 8

mg sekitar 60% lebih besar dibandingkan dengan kelompok NPDR ringan dengan

plasebo. Walaupun secara statistik tidak bermakna terdapat kecenderungan

astaxanthin 8 mg dapat menurunkan kadar NO serum pada NPDR ringan.

7.2 Saran

Astaxanthin dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita

NPDR ringan untuk menurunkan kadar NO serum.

Page 82: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non
Page 83: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

DAFTAR PUSTAKA

Ali Khan, M., Kamalpreet, B., and Wahid, A.K. 2012. Gluco-Oxidation of

Proteins in Etiology of Diabetic Retinopathy. Cited at February, 2012. Available from: http://www.intechopen.com/books/diabetic-retnopathy/gluco-oxidation-of-proteins-in-etiology-of-diabetic-retinopathy

American Academy of Ophthalmology and staff. 2011-2012a. Retina and Vitreus. United State of America: American Academy of Ophthalmology, pp. 109-132.

American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012b. Fundamental and Priciples of Ophthalmology. United State of America: American Academy of Ophthalmology, pp. 273-318.

Annal, D.M., Elvira, A., Chi, C.C., George, F.R., Kiran, A., Gordon, B. 2005.

Serum inflammatory markers in diabetic retinopathy. Investigative ophthalmology & visual science, 46, pp. 4295-4301.

Antonetti, D.A., Klein, R., Gardner, T.W. 2012. Mechanisms of disease Diabetic

Retinopathy. The New England Journal of Medicine, 366, pp. 1227-1239. Barcelo A, Aedo C, Rajpathak S, Robles S. 2003. The cost of diabetes in Latin

America andthe Caribbean. Bulletin of the World Health Organization, 81:19–27.

Capelli, B and Cysewski, G. 2007. Natural Astaxanthin concentrated in

Haematoccocus microalgae. Natural Astaxanthin:King of the carotenoids, pp. 37-94.Chibber, R., Ben-Mahmud, B.M., Chibber, S., Kohner, E.M. 2007. Leukocyte in Diabetes Retinopathy. Current Diabetes Review, 3, pp. 3-14.

Dirani, M., Xie, J., Fenwick, E., Benarous, R., Rees, G., Wong, T.Y., and

Lamoureux, E.L. 2011. Are Obesity and Anthropometry Risk Factors for Diabetic Retinopathy?: The Diabetes Management Project. nvestigative Ophthalmology & Visual Science, vol. 52(7), pp.4416-4421.

Doganay, S., Evereklioglu, C., Er, H., Tϋrköz, Sevinç, A., Mehmet, M., Şavli, H. 2002. Comparison of serum NO, TNF-α, IL-1β, sIL-2R, IL-6 and IL-8 levels with grades of retinopathy in patient with diabetes mellitus. Eye Nature publishing group, 16, pp. 164-170.

Dutta, L.C. 2005. Modern Ophthalmology. 3rd edition. New Delhi: Jaypee Brothers. 1605-1621.

Dwipayana, P.M., Suastika, K., Saraswati, I.M.R., Gotera, W.B., Budhiarta, A.A.G., Sutanegara, Gunadi, I.G.N., Badjra, I.K., Wita, W., Rina, K., Santoso, A., Kajiwara, N., Taniguchi, H. 2010. Prevalensi sindroma

Page 84: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

metabolik pada populasi penduduk Bali, Indonesia. Naskah Lengkap Joint symposium Surabaya metabolic syndrome update-6 Metabolic cardiovascular disease Surabaya update, pp. 282-288

Enrique, S.P., Maria, C.H., dan Vasquez, J.A. 2009. Six-Year Retrospective Follow-Up Study of Safe Screening Intervals for Sight-Threatening Retinopathy in Patients with Dabetes Mellitus. Journal of Diabetes Science and Technology, 3(4): 812-818

Fasset, R.G and Coombes, J.S. 2011. Astaxanthin: A Potential Therapeutic Agent in Cardiovascular Disease. Marine Drugs, 9: 447-465

Gaafar M. dan Khattab A. 2013. Prevalence and Predictors of Diabetic Retinopathy Among Elderly type II diabetics. Journal of American Science,9(4): 639-646

Ghasemi, A,. Hedayati, M,. and Biabani, H. 2007. Protein Precipitation Methods Evaluation for Determination of Serum Nitric Oxide End Product by Griess Assay. Journal of Medical Sciences Research, 2: 29-32

Ghosh, A., Sherpa, M.L., Bhutia, Y., Pal, R., and Dahal, S. 2011. Serum nitric oxide status in patients with type 2 diabetes mellitus in Sikkim. International Journal of Applied and Basic Medical Research. Vol 1, pp. 31-34.

Gupta, V., Gupta, A., Dogra, M.R., Singh, R. 2007. Diabetic Retinopathy: Atlas and text. 1st edition. New Delhi: Jaypee Brothers, pp. 23-50.

Hala, O., El-Mesallamy., Kareem A. R., and Ingy, M.H. 2011. Role of Oxidative Stress, Inflamation and Endothelial Disfunction in the Pathogenesis of Diabetic Retinopathy. The IIOAB Journal. 2: 91-97

Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. Fourth edition, New York: Oxford University Press, pp. 19-633 Hayers, T.L., Larimer, N., Adami, J.A. 2009. Medication Adherence in Healthy Elders: Small Cognitive Changes Make a Big Difference. Jornal of Aging & Health, 21(4): 567-580

Hussein, G., Sankawa,U., Goto, H., Matsumoto, K., Watanabe, H. 2006. Astaxanthin, a carotenoid with potential in human health and nutrition. J. Nat. Prod, 69: 443-449

Jew, O.M., Peyman M., Chen, T.C., dan Visvaraja S. 2012. Risk factors for clinically significant macular edema in a multi-ethnics population with type 2 diabetes. Int J Ophthalmol, 5(4): 499-504

Page 85: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Joanna M.T., Kirti, K., Mohit, C., Eva, M. K., and Rakesh, C. 2012. Pathophisiology of Diabetic Retinopathy. ISSRN Opthalmology. Vol 2013, pp. 1-13.

Johanna, M.O., Ake, L., Annette, P., Peter, H. 2003. Oral bioavailability of the antioxidant astaxanthin in human is enhanced by incorporation of lipid based formulations. European journal of pharmaceutical sciences, 19, pp. 299-304.

Johansen, J.S., Harris, A.K., Rychly, D.J., and Ergul, A. 2005. Oxidative stress and the use of antioxidants in diabetes: Linking basic science to clinical practice. Cardivascular Diabetology, 4:5, pp.1-8.

Kanski, J.J. 2007. Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach. 6th ed. Edinburgh: Butterworth-Heinemann.

Kidd, P. 2011. Astaxanthin, Cell Membran Nutrient with Diverse Clinical Benefits and Anti-Aging Potential. Alternative Medicine Review; 16(4), pp. 355-364. Kitriastuti, M. 2007. Gambaran Retinopati Diabetik pada Kunjungan Pertama Penderita Diabetes Melitus di Unit Rawat Jalan Mata RSU DR. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi Indonesia, 5: 147-155

Lundberg, J.O and Weitzberg, E. 2005. NO Generation From Nitrite and Its Role in Vascular Control. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 25:915-22

Marcello, S., Monica, Z., Marco, B., Donatella, F., Giancarlo, F. 2007. Lutein, Zeaxanthin and astaxanthin protect against DNA damage in SK-N-SH human neuroblastoma cells induced by reactive nitrogen species. Journal of photochemistry and photobiology, 88: 1-10.

Nagaki Y., Hayasaka, S., Yamada, T., Hayasaka, Y., Sanada, M., Uonomi, T. 2002. Effects of astaxanthin on accommodation, critical flicker fusions, and pattern evoked potential in visual display terminal workers. J. Trad. Med, 19(5): 170-173

Nagaki, Y., Mihara, M., Tsukahara, H., Ono, S. 2006. The supplementation effect of astaxanthin on accommodation and asthenopia. J. Clin. Therap. Med, 22(1): 41-54

Nagaoka T., Sato E., Takahashi A., Yokota H., Kenji Sogawa K., dan Yoshida A. Impaired Retinal Circulation in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: Retinal Laser Doppler Velocimetry Study. Investigative Ophthalmology & Visual Science, 51(12): 6729-6734

Nakajima, Y., Inokuchi, Y., Shimazawa, M., Otsubo,K., Ishibashi, T., and Hara, H. 2008. Astaxanthin, a dietary carotenoid, protects retinal cells against

Page 86: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

oxidative stress in-vitro and in mice in-vivo. Journal of Pharmacy and Pharmacology, 60: 1365-1374.

Nakamura, A., Isobe, R., Otaka, Y., Abematsu, Y., Nakata, D., Honma, C., Sakurai, S., et al. 2004. Changes in Visual Function Following Peroral Astaxanthin. Japan J. Clin. Ophthal., 58(6), pp. 1051-1054.

Nishida, Y., Yamashita, E., Miki, W. 2007. Quenching Activities of Common Hydophilic and Lipophilic Antioxidants Againts Singlet Oxygen Using Chemiluminescence Detection System. Carotenoid Science. Vol 11, pp. 16-20.

Osterlie, M., Bjerkeng, B., Liaaen-Jensen, S. 1999. Bioavailability and Deposition of Bent Z-Isomers of Astaxanthin. Proceeding of the First International Congress on Pigments in Food Technology. Sevilla, Spanyol 24-26 Maret 1999.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, pp. 8-17.

Pham-Huy, L.A.P, He, H., and Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and Health. Int J Biomed Sci. 4, pp. 89-96.

Renu, A.K., Bindu, M., Dennis, L.G. 2008. Beneficial effect of zeaxanthin on retinal metabolic abnormalities in diabetic rats. Investigative ophthalmology & visual science, 49, pp. 1645-1650.

Renu, A.K., Pooi, S.C. 2007. Oxidative stress and diabetic retinopathy. Hindawi publishing corporation experimental diabetes research, pp. 1-8.

Rohilla, A., Kumar, R., Rohilla, S., and Kushnoor, A. 2012. Diabetic Retinopathy: Origin and Complications. European Journal of Experimental Biology, vol 2 (1), pp. 88-94.

Setiati, S. 2003. Radikal Bebas, Antioksidan, dan Proses Menua: Medika no. 6 tahun XXIX. Jakarta, p. 366.

Shiratori, K., Ohgami, K., Nitta, T., Shinmei, Y., Chin, S., Yoshida, K., Tsukahara, H., et al. 2005. Effects of astaxanthin on accommodation and asthenopia-Dose finding study in healthy volunteers. J. Clin. Therap. Med., 21(6), pp. 637-650.

Son, S.M. 2012. Reactive Oxygen and Nitrogen Species in Pathogenesis of Vascular Complication of Diabetes. Diabetes Metab J. Vol 36, pp. 190-198.

Page 87: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Suseela, M.R. and Toppo, K. 2006. Haematococcus pluvialis A Green Alga, Richest Natural Source of Astaxanthin. Current Science. Vol 90 (12), pp. 1602-1603.

Swenarchuk, L.E., Whetter, L.E., Adamis, A.P. 2008. The role of inflamation in the pathophysiology of diabetic retinopathy. In: Duh, E.J. (ed) Diabetic Retinopathy. New Jersey: Humana press, pp. 303-326.

Wilkinson-Berka, JL., Miller, A.G. 2008. Update on the Treatment of Diabetic Retinopathy. The Scientific World Journal, 8, pp. 98-120.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Jakarta: Kanisius. pp. 11-25.

Zhang, W., Liu, H., Rojas, M., Caldwell, R.W., and Caldwell, R.B. 2011. Anti-inflammatory Therapy for DiabeticRetinopathy.Immunotherap, vol 3(5), pp.609-628.

Zhang, W., Liu, H., Al-Shabrawey, M., Rojas, M., Caldwell, R.W., and Caldwell, R.B. 2012. Inflamation and diabetic retinal microvascular complications. Journal of Cardiovascular Disease Research, vol 2(2), pp. 96-103.

Page 88: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Lampiran 1. Penjelasan Penelitian

INFORMASI YANG DIBERIKAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Astaxanthin Secara Klinis Dapat Menurunkan Kadar NO Serum Pada

Penderita Non Proliferatif Diabetic Retinopathy Ringan

Bapak dan ibu Yth,

Non Proliferatif Diabetic Retinopathy (NPDR) Ringan merupakan salah

satu stadium Diabetic retinopathy (DR) yaitu komplikasi dari penderita Diabetes

Mellitus (DM) berupa kelainan retina akibat hiperglikemia dalam jangka waktu

lama. Sampai saat ini DR merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia dan

diperkirakan semakin meningkat seiring dengan lamanya menderita DM.

Mekanisme terjadinya DR belum dapat dijelaskan secara pasti. Diduga

hiperglikemia yang lama memicu inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS) untuk

mensintesis nitric oxide (NO) dalam jumlah yang berlebihan yang akhirnya

berdampak pada kerusakan retina. Selain itu hiperglikemia dapat memicu stres

oksidatif yaitu tidak seimbangnya antara radikal bebas dengan antioksidan di

dalam tubuh. Hiperglikemia tidak hanya membentuk reactive oxygen species

(ROS) tetapi juga melemahkan mekanisme antioksidan tubuh yang dapat

mempercepat kematian sel retina dan mengakibatkan DR.

Pemberian terapi antioksidan dapat menjadi salah satu pilihan pada

pencegahan DR. Antioksidan dianggap mempunyai efek yang potensial karena

dapat menghambat terbentuknya ROS dan meningkatkan pertahanan antioksidan

tubuh. Astaxanthin merupakann antioksidan yang popular saat ini. Astaxanthin

Page 89: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

memiliki aktifitas antioksidan 10 kali lipat lebih tinggi dari beta carotene, 550 kali

lipat lebih efektif dari vitamin E, memiliki efek anti inflamasi dan tidak menjadi

prooksidan. Terdapat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa astaxanthin

sebagai anti inflamasi dan dapat mengurangi kerusakan pada retina akibat stres

oksidatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar NO dengan

perkembangan stadium DR. Diharapkan dengan penelitian ini pemahaman

mengenai bagaimana terjadinya dan perkembangan DR akan menjadi lebih baik,

sehingga penanganan berupa pencegahan dapat dilakukan.

Bila bapak/ibu bersedia menjadi sampel penelitian, kami mohon untuk

menandatangani surat persetujuan dan datang kontrol pada waktu yang telah kami

tentukan. Data mengenai bapak/ibu akan kami rahasiakan. Pada penelitian ini

kami akan melakukan pemeriksaan kadar NO melalui pengambilan darah vena,

selanjutnya bapak/ibu memperoleh astaxanthin dalam bentuk kapsul yang

dikonsumsi 2 kapsul/hari selama 4 minggu dan pada akhir minggu ke 4 (saat

astaxanthin habis) kami akan periksa kembali kadar NO dalam darah bapak/ibu.

Biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti. Jika

hasil pemeriksaan kadar NO telah diketahui, maka hasil pemeriksaan tersebut

akan kami sampaikan kepada bapak/ibu. Hasil pemeriksaan akan dianalisis sesuai

dengan tujuan penelitian seperti yang dimaksud diatas. Dengan ikut serta dalam

penelitian ini, berarti bapak/ibu ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya etiopatogenesis dan perkembangan stadium DR.

Page 90: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Demikian penjelasan ini kami sampaikan, dan atas kesediaan bapak/ibu

ikut serta menjadi sampel atau koresponden dalam penelitian ini, kami sampaikan

banyak terima kasih. Bila ada hal-hal yang belum jelas atau terdapat keluhan,

bapak/ibu dapat datang kapan saja atau menghubungi dokter yang merawat

selama penelitian ini. Bapak/ibu dapat menghubungi peneliti:

dr. Ni Wayan Sedani Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fk UNUD/RSUP Sanglah Denpasar Telepon : 081 339 521333

Page 91: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Telepon :

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan

manfaat penelitian ini, maka menyatakan setuju dan bersedia ikut serta dalam

penelitian ini. Saya bersedia mentaati semua peraturan yang diberikan. Saya

mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini bila saya

menginginkan dan tidak akan merusak hubungan dokter-pasien dengan saya.

Denpasar, ............................ 2013 Tanda tangan pasien Peneliti ................................... Dr. Ni Wayan Sedani Saksi ....................................

Page 92: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian

1. No Sampel :

2. No CM :

3. Tgl pemeriksaan :

4. Nama :

5. Umur :

6. Jenis Kelamin :

7. Pekerjaan :

8. Pendidikan :

9. Alamat :

Tlp

10. Riwayat merokok : merokok / tidak; jumlah ...... ; lama .......

11. Riwayat penyakit lain :

a. DM : Ada / tidak; lama ......

b. Hipertensi : Ada / tidak; lama ......

c. Jantung : Ada / tidak

d. Keganasan : Ada / tidak; jenis .......

12. Riwayat terapi :

a. AISN : Ada / tidak; lama ......

b. Kortikosteroid : Ada / tidak; lama ......

c. Imunosupresan : Ada / tidak; lama ......

d. Antioksidan (vitamin A & E) : Ada / tidak; lama ......

13. Vital sign : TD: ............ mmHg; N: ........ X/mnt; R: ........ X/mnt;

t: .........°C; BB:……….Kg; TB……..Cm

14. Status General :

Page 93: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

15. Status oftalmologi

OD OS

VA PH

Palpebra Konjungtiva

Kornea AC

Iris/Pupil Lensa

Vitreus Fundus

16. Diagnosis :

17. Kadar NO :

Page 94: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non
Page 95: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Lampiran 6. Output SPSS

KARAKTERISTIK SUBYEK KELOMPOK ASTAXANTHIN 8 MG

Frequency Table

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 12 66.7 66.7 66.7

Perempuan 6 33.3 33.3 100.0

Total 18 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah

SD

SMP

0

4

1

0

22.2

5.6

0

22.2

5.6

0

22.2

27.8

SMA 9 50.0 50.0 57.8

Diploma/Sarjana 4 22.2 22.2 100.0

Total 18 100.0 100.0

PatuhObat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Patuh 17 94.4 94.4 94.4

Tidak Patuh 1 5.6 5.6 100.0

Total 18 100.0 100.0

Page 96: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

KARAKTERISTIK SUBYEK KELOMPOK PLACEBO

Frequency Table

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 12 66.7 66.7 66.7

Perempuan 6 33.3 33.3 100.0

Total 18 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak sekolah 1 5.6 5.6 5.6

SD 3 16.7 16.7 22.3

SMP 3 16.7 16.7 39.0

SMA 4 22.2 22.2 61.2

Diploma/Sarjana 7 38.8 38.8 100.0

Total 18 100.0 100.0

PatuhObat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Patuh 18 100.0 100.0 100.0

Page 97: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Lampiran 4

TABEL INDUK PENELITIAN

No Nama Sampel Umur (th)

Sex Pendidikan Lama DM

HbA1C BB TB IMT Sisa Obat

side effect Kadar

NO Selisih

Pre Post

1 SPM A 45 P SMP 1 7.70 64 115 48.39 0 16.00 5.00 11.00

2 UTL A 44 P SMA 2 6.50 74 147 34.24 1 9.55 5.91 3.64

3 GMS A 47 L SMA 2 6.90 69 165 25.34 2 6.82 4.91 1.91

4 MWL A 70 L SMA 2 7.00 75 169 26.26 0 8.64 7.73 0.91

5 WKD A 59 P SD 4 7.20 50 159 19.78 2 8.18 5.45 2.73

6 IBS A 66 L D2 2.5 7.57 69 175 22.53 14 8.18 6.36 1.82

7 AGO A 63 L SMA 3 5.70 87 165 31.96 1 11.00 6.82 4.18

8 ADA A 65 L SD 30 5.23 83 161 32.02 2 12.00 9.09 2.91

9 IMS A 62 P SMA 10 6.90 93 154 39.21 0 7.27 5.91 1.36

10 KGD A 66 L SD 0.25 5.80 59 160 23.05 0 9.55 5.45 4.09

11 WSM A 59 P SD 0.25 6.50 71 154 29.94 0 9.09 7.27 1.82

12 LNW A 49 P S1 14 7.80 74 156 30.41 6 25.00 7.27 17.73

13 RDT A 63 L D3 0.5 6.74 78 156 32.05 10 21.00 5.91 15.09

14 IMG A 67 L SMA 10 5.60 64 159 25.32 7 9.09 13.00 -3.91

15 NSW A 59 L SMA 15 7.50 55 165 20.20 2 15.00 7.73 7.27

16 WMG A 73 L SMA 22 7.20 62 160 24.22 0 23.00 9.09 13.91

17 KMN A 58 L S1 9 6.50 66 156 27.12 4 Kesemutan 19.00 7.27 11.73

18 SND A 51 L SMA 14 7.88 88 177 28.09 0 37.50 5.45 32.05

19 MSD B 65 P SMP 13 6.90 54 120 37.50 0 5.91 5.00 0.91

20 NAS B 50 L S1 2.5 6.70 97 126 61.10 0 6.82 4.82 1.99

21 PJW B 65 L D3 37 5.40 74 160 28.91 0 6.82 4.91 1.91

Page 98: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

22 SJK B 71 L Akpol 8 6.40 62 166 22.50 0 18.00 4.91 13.09

23 KSD B 68 L SD 7 5.70 64 155 26.64 0 6.82 5.91 0.91

24 DMR B 70 L D3 10 7.60 70 168 24.80 0 9.55 6.82 2.73

25 SAD B 63 P SD 7 7.30 66.5 154 28.04 0 7.73 5.45 2.27

26 MPT B 71 L SD 24 6.70 65 169 22.76 4 8.64 4.91 3.72

27 KRG B 60 P Tdk sekolah 4 5.60 54 155 22.48 2 15.00 9.09 5.91

28 NSD B 60 L SMA 20 7.00 67 168 23.74 8 7.27 22.00 -

14.73

29 FDN B 45 L SMA 1 7.00 69 163 25.97 1 9.09 7.73 1.36

30 WDN B 70 L S1 10 7.30 85 168 30.12 0 10.00 5.00 5.00

31 AMB B 77 L S1 26 5.70 53.5 165 19.65 4 8.64 6.36 2.27

32 KST B 60 P SMP 0.5 5.70 58 168 20.55 0 8.18 7.27 0.91

33 NKT B 64 P SMA 0.5 5.60 59 151 25.88 0 24.00 8.64 15.36

34 GMS B 75 L SMP 29 6.60 58 167 20.80 0 16.00 6.82 9.18

35 IMW B 67 P D2 6 6.20 58 151 25.44 0 10.00 5.91 4.09

36 GSB B 56 L SMA 0.5 6.60 70 163 26.35 10 15.00 8.18 6.82

KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI KELOMPOK ASTAXANTHIN 8 MG

Page 99: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Descriptive Statistics

N

Minim

um

Maxim

um Mean

Std.

Deviation

Umur 18 44 73 59.22 8.695

Lama DM

(tahun)

18 .25 30.00 7.861

1

8.45151

Kadar HbA1C 18 5.23 7.88 6.790

0

.79801

Kadar NO

Pre

18 6.82 37.50 14.43

22

8.04736

Kadar NO

Post

18 4.91 9.09 6.761

7

1.39217

Selisih (Pre -

Post)

18 .91 32.05 7.670

0

8.06914

Indeks massa

tubuh

18 19.78 48.39 28.89

61

7.02476

Page 100: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Um

ur

Lam

a DM

(tahu

n)

Kada

r

HbA

1C

Kada

r NO

Pre

Kada

r NO

Post

Selisi

h (Pre

-

Post)

Indeks

massa

tubuh

N 18 18 18 18 18 18 18

Normal

Parametersa,,b

Mean 59.2

2

7.86

11

6.79

00

14.4

322

6.76

17

7.670

0

28.8961

Std.

Deviation

8.69

5

8.45

151

.798

01

8.04

736

1.39

217

8.069

14

7.02476

Most Extreme

Differences

Absolute .166 .232 .136 .182 .174 .278 .160

Positive .106 .232 .115 .182 .174 .278 .160

Negative -

.166

-.184 -.136 -.172 -.119 -.201 -.097

Kolmogorov-Smirnov Z .706 .983 .577 .771 .739 1.181 .679

Asymp. Sig. (2-tailed) .702 .289 .894 .592 .646 .123 .746

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 101: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI KELOMPOK PLASEBO

Page 102: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umur 18 45 77 64.28 8.245

Lama DM (tahun) 18 .50 37.00 11.4444 11.10232

Kadar HbA1C 18 5.40 7.60 6.4444 .68790

Indeks massa tubuh 18 19.65 61.10 27.4017 9.38745

Kadar NO Pre 18 5.91 24.00 10.7483 4.87269

Kadar NO Post 18 4.82 22.00 7.2072 3.94367

Selisih (Pre - Post) 18 -14.73 15.36 3.5389 6.18254

Valid N (listwise) 18

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Umur

Lama DM

(tahun)

Kadar

HbA1C

Indeks

massa

tubuh

Kadar NO

Pre

Kadar NO

Post

Selisih

(Pre -

Post)

N 18 18 18 18 18 18 18

Normal Parametersa,,b

Mean 64.28 11.4444 6.4444 27.4017 10.7483 7.2072 3.5389

Std. Deviation 8.245 11.10232 .68790 9.38745 4.87269 3.94367 6.18254

Most Extreme

Differences

Absolute .135 .218 .194 .275 .283 .272 .280

Positive .096 .218 .194 .275 .283 .261 .131

Negative -.135 -.162 -.145 -.204 -.160 -.272 -.280

Kolmogorov-Smirnov Z .574 .927 .822 1.167 1.202 1.156 1.187

Asymp. Sig. (2-tailed) .897 .357 .509 .131 .111 .138 .119

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 103: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

INDEPENDENCE T-TEST UNTUK ANALISA KADAR VEGF PLASMA (AWAL-4 MINGGU)

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kadar NO Pre Astaxantin 18 14.4322 8.04736 1.89678

Placebo 18 10.9000 4.80000 1.13137

Kadar NO Post Astaxantin 18 6.7617 1.39217 .32814

Placebo 18 7.7906 6.32068 1.48980

Selisih (Pre - Post) Astaxantin 18 7.6700 8.06914 1.90191

Placebo 18 3.1072 7.63398 1.79935

Page 104: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. T df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Kadar NO Pre Equal variances

assumed

3.261 .080 1.599 34 .119 3.53222 2.20857 -.95613 8.02058

Equal variances

not assumed 1.599 27.737 .121 3.53222 2.20857 -.99376 8.05820

Kadar NO Post Equal variances

assumed

2.026 .164 -.674 34 .505 -1.02889 1.52551 -4.12909 2.07131

Equal variances

not assumed -.674 18.646 .508 -1.02889 1.52551 -4.22592 2.16815

Selisih (Pre -

Post)

Equal variances

assumed

1.025 .318 1.743 34 .090 4.56278 2.61819 -.75803 9.88358

Equal variances

not assumed 1.743 33.896 .090 4.56278 2.61819 -.75863 9.88418

Page 105: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non
Page 106: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non
Page 107: astaxanthin clinically decreased serum nitric oxide level in mild non