Asap Cair

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jadwal Sementara Try Out Nasional Poltekkes Kemenkes Se

Citation preview

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 1/35

    Asap Cair

    Minggu, 08 Juli 2012

    Pengaruh Perbedaan Kosentrasi Asap Cairdari Beberapa Jenis Limbah Pertanianyang Berbeda terhadap Mutu Ikan Nila(Oreochormis niloticus) Asap

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Ikan nila (Oreochormis niloticus) merupakan sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini

    berasal dari Afrika dan mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1969, dan kini

    menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di

    Indonesia. Ikan nila ini disukai dan dikonsumsi oleh banyak orang karena rasa dagingnya yang

    gurih dan kandungan proteinnya yang tinggi (Suyanto, 2008).

    Ikan nila memiliki banyak keunggulan diantaranya reproduksi dan pertumbuhannya

    lebih cepat daripada ikan lainnya, dagingnya cukup tebal dan rasanya gurih, serta tidak

    memiliki tulang-tulang halus pada dagingnya sehingga mudah untuk dikonsumsi, kandungan

    proteinnya tinggi dan harganya pun terjangkau. Kelebihan di atas membuat ikan nila banyak

    dipilih sebagai salah satu makanan sumber protein.

    Selain kelebihan tersebut, ikan nila juga memiliki kekurangan seperti ikan-ikan lainnya

    yaitu cepat mengalami kerusakan bahkan kebusukan setelah dipanen. Kerusakan ini

    disebabkan antara lain karena tubuh ikan memiliki kadar air yang tinggi yaitu 80%, pH tubuh

    mendekati netral, kandungan gizi yang tinggi sehingga ikan merupakan media yang baik untuk

    pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya.

    Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan tersebut dapat menghambat usaha

    pemasaran hasil perikanan sehingga menimbulkan kerugian yang besar bagi pedagang. Oleh

    karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk

    perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan maupun pengawetan.

    Adapun tujuan utama pengawetan dan pengolahan ikan adalah untuk mencegah

    pembusukan pada ikan, meningkatkan jangkauan pemasaran ikan, melaksanakan diversifikasi

    pengolahan produk-produk perikanan, dan meningkatkan pendapatan nelayan. Banyak cara

    yang telah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ikan, salah satunya adalah melalui

    metode pengasapan ikan.

    Metode pengasapan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah pengasapan panas

    yaitu pengasapan dengan menggunakan suhu tinggi mencapai 100oC bahkan 120oC dengan

    cara meletakkan ikan yang akan diasapi langsung di atas sumber panas, sehingga kontak

    langsung antara partikel asap dan ikan sangat besar. Asap selain mengandung komponen-

    komponen yang berfungsi sebagai bahan pengawet juga mengandung senyawa Polycyclic

    Aromatic Hydrocarbon (PAH) jenis benzopyrene yang merupakan senyawa karsinogenik

    penyebab kanker (Pszczola, 1995 cit Darmadji dan Triyudiana, 2006) Dengan dilakukannya

    pengasapan secara langsung maka kandungan benzopyrene pada ikan juga besar. Oleh

    karena itu perlu dilakukan teknik pengasapan yang lebih baik sehingga ikan asap yang

    dihasilkan lebih aman untuk dikonsumsi.

    Salah satu caranya yaitu dengan teknik pengasapan cair, yaitu pengasapan ikan dengan

    menggunakan asap cair. Menurut Girard (1992) cit Pranata (2007) Asap cair merupakan

    cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu. Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat

    tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras.

    Menurut Darmadji dan Trijuana (2006) Asap cair (bahasa Inggris: wood vinegar,

    liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil

    pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak

    Rio Lharvinosa

    Ikuti 1

    Lihat profil lengkapku

    Mengenai Saya

    2012 (1)

    Juli (1)

    PengaruhPerbedaanKosentrasiAsap Cairdari Beber...

    Arsip Blog

    Bagikan 0 Lainnya Blog Berikut [email protected] Dasbor Keluar

    http://riolharvinosa.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ikanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_air_tawarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Afrikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Wadukhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Kondensasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Uaphttps://plus.google.com/113073386503558545536https://plus.google.com/113073386503558545536javascript:void(0)http://riolharvinosa.blogspot.com/search?updated-min=2012-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2013-01-01T00:00:00-08:00&max-results=1javascript:void(0)http://riolharvinosa.blogspot.com/2012_07_01_archive.htmlhttp://riolharvinosa.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.htmlhttps://www.blogger.com/next-blog?navBar=true&blogID=8013392829887449887http://www.blogger.com/homehttp://riolharvinosa.blogspot.com/logout?d=http://www.blogger.com/logout-redirect.g?blogID%3D8013392829887449887http://www.blogger.com/
  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 2/35

    mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya.

    Bahan baku yang dapat digunakan untuk memperoleh asap cair antara lain berbagai

    macam jenis kayu, bambu, cangkang kelapa sawit, kulit batang sagu, kayu manis, tempurung

    kelapa, tongkol jagung, jerami padi, sekam padi, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain

    sebagainya. Selama pembakaran, komponen tersebut akan mengalami pirolisis yang

    menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol,

    lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya (Girard, 1992 cit Setiawan,

    1997).

    Bahan baku seperti batang bambu, kulit batang sagu, kayu manis, tempurung kelapa,

    tongkol jagung, dan lain sebagainya memiliki komponen kimia yang berbeda-beda.

    Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis

    bahan baku, umur tanaman sumber bahan baku, dan kondisi pertumbuhan seperti iklim dan

    tanah. Komponen-komponen tersebut juga akan menghasilkan komponen-komponen kimia

    yang berbeda sebagai hasil dari proses pirolisis.

    Bambu mengandung komponen-komponen kimia seperti ; holoselulosa 72-79%, lignin

    19-25%, abu 1% dan zat ekstraktif 2-8%. Kulit batang sagu mengandung selulosa 56,86%

    dan lignin 37,70% (Kiat, 2006). Kayu manis mengandung komponen-komponen kimia,

    seperti : holoselulosa 62,64%, kadar air 8,10%, selulosa 49,39%, lignin 26,39%, pentosan

    15,44%, abu 0,95%, dan silika 0,18%. Menurut Suherdi (1999), kayu kulit manis

    mengandung senyawa sinamaldehid dan eugenol yang merupakan turunan dari senyawa fenol.

    Fenol dapat berfungsi sebagai pengawet, flavor, antioksidan, herbisida, dan bio oil (Raharjda

    et al, 2009). Tempurung kelapa mengandung komponen-komponen kimia, seperti : selulosa

    26,6%, hemiselulosa 27,7%, lignin 29,4%, abu 0,6%, komponen ekstraktif 4,2%, uronat

    anhidrat 3,5%, nitrogen 0,1%, dan air 8,0% (Pranata, 2007). Tongkol jagung mengandung

    komponen-komponen kimia, seperti : abu 6,04%, lignin 15,70%, selulosa 36,81% dan

    hemiselulosa 27,01% (Sutoro et al, 1998).

    Berdasarkan penelitian Mayasari (2011), perbedaan kosentrasi asap cair yang

    digunakan pada perendaman ikan nila yaitu konsentrasi 0,5-2,5 % memberikan pengaruh

    berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, angka

    lempeng total dan uji organoleptik terhadap ikan nila asap, namun memberikan pengaruh yang

    berbeda nyata terhadap kadar fenol total.

    Hasil penelitian tersebut menghasilkan kadar fenol total 0,09%-0,29%, kadar air

    7,89%-10,91%, kadar abu 15,90%-18,48%, kadar protein 42,87%-43,97%, kadar lemak

    17,00%-23,57%, angka lempeng total 1,8 x 104 koloni/gram bahan sampai 5,7 x 105

    koloni/gram bahan. Nilai kesukaan terhadap rasa 3,36-3,80 (biasa sampai suka), aroma 3,20-

    3,36 (biasa), warna 3,20-3,60 (biasa sampai suka), dan tekstur 3,40-3,92 (biasa sampai

    suka). Dari rata-rata penilaian panelis terhadap uji organoleptik ikan nila asap, maka

    kosentrasi asap cair 1,0 % memberikan hasil terbaik terhadap mutu ikan asap.

    Menurut Girard (1992) cit Setiawan (1997), syarat ikan asap yang memenuhi kriteria

    memiliki kadar fenol maksimal 0,5%, sedangkan syarat ikan asap menurut SNI 01.2725.200

    memiliki kadar air maksimal 60% dan angka lempeng total maksimal 1,0 x 105 koloni/gram

    bahan.

    Berdasarkan uraian diatas maka telah dilakukan penelitian yang berjudul Pengaruh

    Perbedaan Kosentrasi Asap Cair yang Berasal dari Beberapa Limbah Pertanian yang

    Berbeda terhadap Mutu Ikan Nila (2UHRFKRUPLVQLORWLFXV) Asap

    1.2 Tujuan Penelitian

    Menentukan jenis bahan baku pembuatan asap cair yang paling disukai dan kosentrasi

    asap cair yang tepat dalam pengasapan ikan nila (Oreochormis niloticus) asap untuk

    menghasilkan produk ikan nila asap yang paling disukai penelis.

    1.3 Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini antara lain adalah :

    1. Mengembangkan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet alami.

    2. Meningkatkan nilai ekonomis dan daya guna limbah batang bambu, kulit batang sagu, kayu

    manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung.

    3. Diversifikasi produk olahan ikan nila.

    4. Memperkenalkan teknologi proses pembuatan asap cair yang sangat sederhana dan

    murah, serta memperkenalkan cara penggunaan asap cair kepada masyarakat.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ligninhttp://id.wikipedia.org/wiki/Selulosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hemiselulosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbonhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tempurung&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sekamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ampas&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serbuk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Gergajihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pirolisa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbonilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Furanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Alkoholhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lakton&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Hidrokarbonhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Polisiklik_aromatik&action=edit&redlink=1
  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 3/35

    1.4 Hipotesa

    Ho : Jenis bahan baku asap cair dan perbedaan kosentrasi asap cair

    berpengaruh terhadap karakteristik, kesukaan panelis dan keawetan ikan

    terhadap ikan nila yang diasapi.

    Hi : Jenis bahan baku asap cair dan perbedaan kosentrasi asap cair tidak

    berpengaruh terhadap karakteristik, kesukaan panelis dan keawetan

    ikan terhadap ikan nila yang diasapi.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ikan Nila (2UHRFKRUPLVQLORWLFXV)

    Ikan nila (Oreochormis niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari luar negeri.

    Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jendral

    Perikanan. Sesuai dengan nama latinnya O. niloticus berasal dari sungai Nil dan danau-danau

    yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena

    dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Suyanto, 2008).

    Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah, karena kemampuan

    adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di

    laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, dan mampu

    mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan

    penyakit (Suyanto, 2008).

    Spesifikasi lengkap ikan nila yang dirumuskan oleh Dr. Treavas :

    Filum : Chordata

    Sub-filum : Vertebrata

    Kelas : Osteichthyes

    Sub-kelas : Acanthoptherigii

    Ordo : Percomorphi

    Sub-ordo : Percoidea

    Famili : Cichlidae

    Genus : Oreochormis

    Jenis (spesies) : Oreochormis niloticus

    Ikan nila memiliki banyak keunggulan diantaranya reproduksi dan pertumbuhannya

    lebih cepat daripada ikan lainnya, dagingnya cukup tebal dan rasanya gurih, serta tidak

    memiliki tulang-tulang halus pada dagingnya sehingga mudah untuk dikonsumsi, kandungan

    proteinnya tinggi dan harganya pun terjangkau. Kelebihan di atas membuat ikan nila banyak

    dipilih sebagai alternatif makanan sumber protein.

    Namun demikian, ikan nila merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Menurut

    Suyanto (2008), kerusakan daging ikan setelah ikan dipanen disebabkan oleh tiga penyebab

    pokok sebagai berikut :

    1. Adanya enzim dari tubuh ikan yang menyebabkan daging ikan menjadi busuk.

    Kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan enzim ini disebut autolisis.

    2. Adanya bakteri pembusuk dari luar tubuh ikan yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan

    mati dan menghancurkannya.

    3. Adanya proses kimia di dalam jaringan tubuh ikan yang mulai busuk karena proses

    autolysis.

    Ketiga penyebab proses pembusukan tersebut dapat berjalan bersama-sama, tumpang

    tindih, atau saling memperkuat. Proses pembusukan akan semakin cepat bila suhu semakin

    tinggi. Proses pembusukan ikan dapat dihambat bila suhu didinginkan sampai 0oC atau lebih

    rendah (Suyanto, 2008).

    2.2 Kerusakan pada Ikan

    Sejak beberapa abad yang lalu, manusia telah memanfaatkan ikan sebagai salah satu

    bahan pangan yang banyak mengandung protein 18-30%. Protein ikan sangat diperlukan

    karena mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi yaitu 90%, lebih murah

    dibandingkan dengan sumber protein yang lain dan mudah dicerna (Adawyah, 2008).

    Kelebihan produk perikanan dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah

    kandungan proteinnya yang cukup tinggi 20%, dagingnya mudah dicerna karena mengandung

    sedikit tenunan pengikat (tendon), mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar

    kolesterol yang sangat rendah, dan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca,

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 4/35

    Fe, Zn, F, Ar, Cu dan Y serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi

    kebutuhan manusia (Adawyah, 2008).

    Di samping keuntungan-keuntungan di atas, ternyata ikan juga memiliki beberapa

    kelemahan seperti kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh yang mendekati netral sehingga

    merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme

    lain, mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh

    enzim autolisis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya sangat

    mudah mengalami oksidasi (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

    Menurut Adawyah (2008), proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas

    enzim, mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri dengan perubahan seperti

    timbul bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang

    maupun tubuh bagian luar. Sedangkan menurut Buckle et al (1985), perbedaan ikan segar

    dan ikan busuk atau rusak dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Ciri ciri ikan segar dan ikan busuk

    No Ikan segar Ikan busuk atau rusak

    1 Kulit dan warna cerah 1. Warna buram dan pucat

    2 Sisik melekat dan kuat 2. Sisik lepas

    3 Sedikit lendir pada kulit 3. Kulitnya berlendir

    4Mata jernih, tidak terbenam atau

    berkerut4. Mata buram, berkerut, masuk

    5Daging keras, lentur, tekanan oleh jaritidak tinggal

    5. Dagingnya kendur dan lunak, tekanan

    oleh jari tinggal

    6Bau segar pada bagian luar daninsang

    6. Bau busuk atau asam terutama insang

    7 Tubuh kaku atau diam 7. Tubuh lunak dan mudah melengkung

    8 Ikan tenggelam dalam air 8. Ikan terapung jika sudah busuk sekaliSumber : Buckle et al (1985)

    2.2.1 Proses Perubahan atau Kerusakan Ikan karena Aktifitas Enzim (Autolisis)

    Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim yang

    terdapat di dalam tubuh ikan itu sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan yang mati

    melewati fase rigor mortis yaitu keadaan dimana pH tubuh ikan menurun dan jaringan otot

    tidak mampu mempertahankan fleksibelitasnya (kekenyalannya) (Afrianto dan Liviawati,

    1989).

    Selama ikan hidup, enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh berasal dari daging

    (chatepsin), enzim pencernaan (trypsin, chemotrypsin dan pepsin) atau enzim dari

    mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan, akan membantu proses metabolisme

    makanan. Dengan demikian aktifitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu

    sendiri (Afrianto dan Liviawati, 1989).

    Ketika ikan mati, ternyata enzim-enzim ini masih mempunyai kemampuan untuk

    bekerja secara aktif, tetapi karena jaringan otak sebagai organ pengontrol sudah tidak dapat

    berfungsi lagi, maka sistem kerja enzim tersebut menjadi tidak terkontrol dan dapat merusak

    organ tubuh lainnya, seperti dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks

    menjadi senyawa sederhana. Peristiwa inilah yang disebut autolisis. Biasanya proses autolisis

    selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim selama

    proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan

    mikroorganisme lainnya (Afrianto dan Liviawati, 1989).

    2.2.2 Proses Perubahan karena Aktivitas Mikroorganisme

    Fase pembusukan berikutnya adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas

    mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan hidup, ikan dapat dianggap tidak

    mengandung bakteri yang sifatnya merusak (steril), meskipun sebenarnya pada tubuh ikan

    banyak sekali dijumpai mikroorganisme. Ikan hidup memiliki kemampuan untuk mengatasi

    aktivitas mikroorganisme sehingga tidak terlihat selama ikan masih hidup (Afrianto dan

    Liviawati, 1989).

    Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak pada tubuh ikan. Adapun jenis

    bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter, Pseudomonas,

    Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini terdapat di seluruh permukaan

    tubuh ikan, terutama pada bagian insang, kulit dan usus. Bakteri-bakteri tersebut menyerang

    tubuh ikan mulai dari insang atau luka-luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan tubuh

    bagian dalam, dari saluran pencernaan menuju jaringan daging dan dari permukaan kulit

    menuju ke jaringan tubuh bagian dalam (Afrianto dan Liviawati, 1989).

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 5/35

    2.2.3 Proses Perubahan karena Oksidasi

    Proses perubahan pada ikan juga dapat terjadi karena proses oksidasi lemak,

    sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Meskipun bau tengik tidak berpengaruh

    terhadap kesehatan, bau ini sangat merugikan proses pengolahan maupun pengawetan karena

    dapat menurunkan mutu dan daya jualnya (Afrianto dan Liviawati, 1989).

    Cara mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil mungkin

    terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas di sekelilingnya, yakni dengan menggunakan

    ruang hampa udara, menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab

    proses oksidasi (Afrianto dan Liviawati, 1989).

    2.3 Pengasapan Ikan

    Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan

    kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran

    bahan bakar alami. Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang

    dihasilkan asap. Tujuan kedua, untuk memberikan aroma yang khas pada produk ikan asap.

    Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar

    serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan

    air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada

    produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Adawyah, 2008).

    Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses pengasapan, diantaranya suhu

    pengasapan, kelembaban udara, jenis kayu yang digunakan, jumlah asap, dan kecepatan aliran

    asap. Jenis kayu yang baik untuk pengasapan adalah kayu yang lambat terbakar, banyak

    mengandung senyawa-senyawa mudah terbakar selulosa, hemiselulosa, lignin dan

    menghasilkan asam (Wibowo, 2002).

    Pada dasarnya ada dua pengasapan, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin,

    tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu berkembang pula cara pengasapan yang

    tergolong baru, yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan likuid (Wibowo, 2002).

    Pengasapan likuid dilakukan dengan cara mencelupkan ikan ke dalam larutan asap.

    Asap cair ini pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari

    hasil destilasi kering kayu tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan

    dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya. Kemudian ikan direndam di dalam

    larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada

    pengasapan likuid adalah konsentrasi dan suhu larutan asap serta waktu perendaman

    (Wibowo, 2002).

    Menurut Adawyah (2008), kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah

    aroma dari produk yang dihasilkan seragam, lebih intensif dalam pemberian aroma, dapat

    diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, dapat digunakan oleh konsumen pada level

    komersial, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap, polusi lingkungan dapat

    diperkecil, serta dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,

    pencelupan atau dicampur langsung ke dalam makanan.

    Teknik-teknik pengasapan ikan :

    1. Pencucian dan Penyiangan

    Sebelum diasap, ikan dicuci dulu untuk menghilangkan kotoran, sisik-sisik yang lepas,

    dan juga lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat

    anus. Bilamana diperlukan, kepala ikan dipotong. Kalau ukuran ikan cukup besar dan

    berdaging tebal, sebaiknya ikan dibelah membentuk kupu-kupu, diambil dagingnya saja, atau

    dibentuk sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan untuk mencirikan produk (Wibowo, 2002).

    2. Pengasapan

    Pengasapan yang dilakukan adalah pengasapan cair dengan cara merendam ikan

    dalam larutan asap selama beberapa jam, setelah itu ikan dikeringkan (Adawyah, 2008).

    Pengasapan ikan dapat dilakukan dengan cara pengasapan dingin atau pengasapan

    panas. Pengasapan dingin merupakan cara pengasapan yang dilakukan pada suhu rendah,

    yaitu pada suhu ruangan dan tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu

    pengasapannya sangat lama, dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah ini memang

    dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein di dalamnya tidak

    terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak (Wibowo,

    2002).

    Sedangkan pengasapan panas yaitu pengasapan yang dilakukan pada suhu tinggi yaitu

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 6/35

    ws_Bamboo_1024x768(1).jpg

    80-90oC, bahkan ada yang suhunya mencapai 120oC. Karena suhunya tinggi, waktu

    pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Pengasapan

    panas ini pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan. Tahap pertama merupakan tahapan

    pengeringan awal yang berlangsung sedikit di atas suhu ruang yaitu pada suhu 30-35oC

    selama 30-60 menit. Pada tahap kedua merupakan tahap pematangan pertama, dimana suhu

    perlahan-lahan dinaikkan menjadi 50oC selama 30-45 menit. Tadap ketiga adalah tahap

    pematangan akhir, dimana suhu dinaikkan sampai sekitar 80oC. Untuk ikan yang berukuran

    besar biasanya memerlukan waktu 30-60 menit lebih lama dari ikan berukuran kecil (Wibowo,

    2002).

    3. Pengemasan

    Setelah pengasapan selesai, ikan dibiarkan dingin hingga sama dengan suhu ruangan.

    Sebaiknya tidak mengemas produk selagi masih panas atau hangat karena akan mengembun

    dan ikan cepat rusak ditumbuhi jamur. Ikan asap harus dibiarkan dingin, dengan cara misalnya

    ditempatkan pada ruangan terbuka dan bersih. Kipas angin dapat digunakan untuk membantu

    mendinginkan ikan asap, asalkan terjadinya kontaminasi oleh kotoran dapat dicegah. Melalui

    cara itu, ikan asap sudah cukup dingin dalam waktu 1-2 jam (Adawyah, 2008).

    4. Penyimpanan

    Penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam distribusi dan

    pemasarannya. Jika penyimpanan juga pengemasan tidak baik maka ikan asap akan cepat

    rusak sehingga daya jangkau pasarnya rendah. Untuk jangkauan distribusi yang luas,

    penggunaan suhu rendah selama penyimpanan tampaknya sudah saatnya diterapkan dan tidak

    dapat dihindari lagi (Adawyah, 2008).

    2.4 Batang Bambu

    Bambu merupakan tanaman yang tumbuh didaerah tropis atau subtropis dan

    berkembang dengan baik didaerah beriklim lembab dan panas (Rao, 1966). Tumbuhan ini

    termasuk dalam genus Bambusa, family Poaceae, ordo Poales, kelas Monocotyledoneae,

    subdivisio Angiospermae dan diviso Spermathophyta (Lessart dan Chouinard, 1980). Ciri-ciri

    morfologinya, antara lain berdaun tunggal berbentuk pita tersusun berselang-seling pada

    ranting, batang bernodia, berakar serabut dan mempunyai rimpang (Maradjo dan Soenarko,

    1977).

    Gambar 1. Batang bambu (Anonim, 2011)

    Ditinjau dari struktur kimia, elemen

    penyusun bambu (Gambar 1) terdiri dari

    komponen dinding sel dan merupakan komponen luar dinding sel yang dikenal sebagai zat

    ekstraktif (Soenardi, 1976).

    Komponen dinding sel utama bambu terdiri atas senyawa yang mempunyai sifat-sifat

    organik dan mineral. Senyawa organic ini tersiri atas dua golongan, yaitu holoselulosa dan

    lignin. Holoselulosa meliputi selulosa dan hemiselulosa. Kadar holoselulosa dalam bambu

    berkisar antara 72-79%, sedangkan kadar lignin pada bamboo berkisar antara 19-25%.

    Persentase kadar masing-masing itu dihitung terhadap berat zat dinding sel kayu dalam kondisi

    kering tanur yang telah bebas dari zat ekstraktif. Mineral yang terdapat pada dinding sel ini

    dapat ditunjukkan oleh adanya abu yang tersisa pada pembakaran bambu. Dengan demikian,

    kadar abu dapat digunakan untuk memantau jumlah mineral yang ada di dalam bambu. Kadar

    abu ini biasanya kurang dari 1% dari berat bambu yang telah bebas dari zat ekstraktif dalam

    kondisi kering tanur (Soenardi, 1976 ; Youdi et al, 1985).

    Zat ekstraktif larut dalam pelarut netral, antara lain air, alcohol, benzene dan ether. Zat

    ekstraktif ini meliputi minyak-minyak dan asam yang mudah menguap, lemak dan asam-asam

    lemak, zat warna, tannin, polisakarida dan glikosida, alkaloid dan senyawa N organic yang

    lainnya. Komponen-komponen tersebut ada di dalam bambu dalam jumlah kecil. Kadarnya

    berkisar antara 2-8% dari berat bambu yang telah bebas dari zat ekstraktif dalam kondisi

    kering tanur (Soenardi, 1976).

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 7/35pohon-km.jpg

    2.5 Kulit Batang Sagu

    Sagu berasal dari Maluku dan Irian, karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai

    bahan pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data yang pasti

    yang mengungkapkan kapan mula sagu dikenal. Diduga budi daya sagu dikawasan Asia

    Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan kurma dimesopotamia

    (Singhal et al, 2008).

    Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri ekstraksi pati

    sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur sagu berserat (ampas), kulit

    batang sagu (Gambar 2), dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah

    sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al, 2008).

    Gambar 2. Kulit batang sagu (Anonim,

    2011)

    Limbah sagu dari hasil samping

    industri pengolahan pati berupa kulit batang dan ampas sagu mengandung pati, serat kasar,

    protein kasar, lemak, dan abu. Namun, pati terdapat dalam jumlah terbesar. Ampas

    mengandung 65,7% pati yang terdiri atas residu lignin sebesar 20,67%, sedangkan kandungan

    selulosa di dalamnya sebesar 19,55% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi

    lain, kulit batang sagu mengandung selulosa 56,86% dan lignin 37,70% (Kiat, 2006).

    Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah salah satu alasan yang

    menjadikannya sebagai sumber karbon. Kiat (2006) meyatakan, bahwa limbah sagu berupa

    kulit batang biasanya dikeringkan dan digunakan untuk kayu bakar dan pembuatan papan

    partikel.

    Lignin dan selulosa yang terkandung dalam limbah sagu membentuk ikatan

    lignoselulosa bersama dengan hemiselulosa. Oleh karena itu, potensi biomassa lignoselulosa

    tersebut dapat dimanfaatkan sebagai gula fermentasi dalam bahan baku produksi bioetanol

    sehingga meningkatkan nilai ekonomi limbah sagu. Namun, belum banyak pemanfaatan limbah

    tersebut sebagai bioetanol dan untuk memanfaatkan komponen yang terkandung di dalamnya

    dibutuhkan metode hidrolisis agar menghasilkan rendemen gula yang tinggi (Akmar dan

    Kennedy, 2001).

    2.6 Kayu Manis

    Pohon kayu manis merupakan tumbuhan asli Asia Selatan, Asia Tenggara dan daratan

    Cina, Indonesia termasuk didalamnya. Tumbuhan ini termasuk family Lauraceae yang memiliki

    nilai ekonomi dan merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil

    hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedang hasil ikutannya adalah

    ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti

    minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik,

    makanan, minuman, rokok dan sebagainya (Smith, 1986).

    Selama ini kayu manis hanya diambil kulit batang, sedangkan batang dari kayu manis

    hanya digunakan sebagai kayu bakar. Dengan potensi yang cukup besar, alangkah baiknya

    dipikirkan penggunaan batang dari kayu manis tersebut sehingga dapat lebih bernilai ekonomis.

    Selama ini telah banyak penelitian tentang kayu manis, namun masih terbatas dalam hasil

    penelitian.

    Pemanfaatan batang kayu manis secara efektif dan efisien salah satunya adalah dengan

    menjadikan batang kayu manis menjadi asap cair, karena sebagaimana diketahui batang kayu

    manis relatif kecil sehingga sangat sulit digunakan sebagai bahan pengganti kayu konvensional.

    Namun diharapkan dengan dijadikan asap cair dapat digunakan nantinya sebagai bahan

    pengawet.

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 8/35

    pohon-km.jpg

    tempurung kelapa.jpg

    Gambar 3. Kayu Manis (Anonim, 2011)

    Selain hal di atas dalam proses

    pembentukan asap cair juga dipengaruhi

    oleh komposisi kimia kayu, seperti zat

    ekstraktif yang dikandungnya. Sebagaimana

    Sjostrom (1995) cit Zaman (2007),

    mengatakan bahwa zat ekstraktif akan

    mempengaruhi proses pengolahan kayu.

    Kayu manis (Gambar 3) merupakan beberapa spesies dari genus Cinnamomum.

    Genus ini merupakan anggota dari family Lauraceae yang meliputi tumbuhan berkayu dengan

    bentuk daun tunggal, ordo Polycarpicae dan kelas Dicotyledoneae. Dari banyaknya jenis kayu

    manis, hanya empat jenis yang terkenal dalam perdagangan ekspor maupun local, yaitu

    Cinnamomum zeylanicum, C burmanni, C cassia dan C cullilawan. Daunnya kecil dan kaku

    dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman tersebut tumbuh di dataran tinggi, warna

    pucuknya lebih merah dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan

    rasanya manis. Panen terbaik dilakukan setelah tanaman berumur 10 tahun dan lingkar

    batangnya mencapai satu meter (Rismunandar, 2001).

    Menurut Kasim (2001) batang kayu manis tergolong kayu kelas kuat II, hal ini ditinjau

    dari nilai keteguhan patah dan keteguhan tekan. Mengenai ciri umum kayu manis menurut

    Kasim dan Zulmardi (2002) kayu manis mempunyai kayu teras yang berwarna kuning muda,

    sedikit berbeda dan tidak begitu jelas dengan kayu gubal. Corak polos, tekstur halus dan rata,

    arah serat luas, kilap permukaan agak mengkilap, kesan raba licin, dan kekerasan agak keras.

    Menurut Kasim dan Zulmardi (2002) pembuluh/pori batang kayu manis baur, sebagian

    besar berganda radial yang terdiri dari 2-3 pori kadang sampai 8 pori, diameter kecil, jumlah

    banyak, bidang perforasi sederhana. Parenkim bertipe paratrakea selubung, jari-jari agak

    sempit, jumlah banyak dan ukuran agak pendek.

    Gusmailina dan Setiawan (1996) cit Hamdi (2006) menyatakan bahwa kandungan

    holoselulosa batang kayu manis adalah 62,64%, kadar air 8,10%, selulosa 49,39%, lignin

    26,39%, pentosan 15,44%, abu 0,95%, dan silika 0,18%. Menurut Suherdi (1999), kayu

    manis mengandung senyawa sinamaldehid dan eugenol yang merupakan turunan dari senyawa

    fenol.

    2.7 Tempurung Kelapa

    Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis

    adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan

    berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi

    mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air

    sekitar 6-9% (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa

    dan hemiselulosa (Pranata, 2007). Menurut Suhardiyono (1988) cit Tahir (1992), komposisi

    kimia tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Komposisi kimia tempurung kelapa

    Komponen Persentase

    Selulosa

    HemiselulosaLignin

    AbuKomponen ekstraktif

    Uronat anhidrat

    NitrogenAir

    26,5%

    27,7%29,4%

    0,6%4,2%

    3,5%

    0,1%8,0%

    Sumber : Suhardiyono (1988) cit Tahir (1992)

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 9/35

    tempurung kelapa.jpg

    Tongkol-jagung-bantaeng.jpg

    Gambar 4. Tempurung kelapa (Anonim,

    2011)

    Apabila tempurung kelapa (Gambar

    4) dibakar pada temperatur tinggi dalam

    ruangan yang tidak berhubungan dengan

    udara maka akan terjadi rangkaian proses

    penguraian penyusun tempurung kelapa

    tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar dan gas (Anonim, 1983 cit Pranata,

    2007). Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut dengan asap cair.

    Menurut Tranggono et al (1996) cit Gumanti (2006) asap cair tempurung kelapa

    memiliki 7 macam komponen dominan, yaitu phenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-

    mektosiphenol, 2-mektosi-4-metilphenol, 4-etil-2-metoksiphenol, 2,6-dimektosiphenol, dan

    2,5-dimektosi benzil alkohol yang semuanya larut dalam eter. Fenol merupakan zat aktif yang

    dapat memberikan efek antibakteri dan antimikroba pada asap cair. Selain itu, Fhenol juga

    dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan makanan yang akan diawetkan.

    Identisifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili

    kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga hasilnya dapat diaplikasikan kepada semua

    produk pengasapan. Yulistiani (1997) cit Gumanti (2006) melaporkan kandungan phenol

    dalam distilat asap tempurung kelapa sebesar 1,28%.

    2.8 Tongkol Jagung

    Jagung termasuk ke dalam famili rumput-rumputan. Tanaman jagung tumbuh tegak

    dengan tinggi bervariasi. Pada varietas tertentu tinggi tanaman jagung saat dewasa kurang dari

    60 cm dan tipe yang lain dapat mencapai 2 m atau lebih. Produk pertanian yang satu ini

    memiliki peranan tersendiri dalam negeri. Permintaan terhadap komoditas ini semakin

    meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah luasan area pertanian jagung

    yang semakin meningkat (Capricorn Indo Consult, 1998).

    Dalam kegiatan industri jagung, limbah yang dihasilkan adalah tongkol jagung (Gambar

    5). Tongkol jagung merupakan limbah lainnya. Setelah masa produktif jagung habis, limbah

    tongkol jagung yang dihasilkan cukup besar. Hampir dari setengah tanaman jagung terdiri dari

    tongkol tersebut. Selama ini pemanfaatan limbah tongkol jagung hanya terbatas sebagai pakan

    ternak. Kandungan serat yang tinggi dalam tongkol jagung sangat berpotensi untuk

    dimanfaatkan sebagai bahan baku asap cair (Sutoro et al, 1988).

    Gambar 5. Tongkol jagung (Anonim, 2011)

    Kandungan yang terdapat pada

    cairan hasil pirolisis tongkol jagung terdiri

    dari golongan fenol, aldehid, hidrokarbon, asam, dan ester. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung

    tanpa katalis mengandung lebih banyak komponen dari golongan fenol. Fungsi komponen yang

    terkandung dalam cairan hasil pirolisis tongkol ini diklasifikasikan menjadi beberapa, yaitu

    sebagai pengawet, flavor dan antioksidan (Raharjda et al, 2009). Menurut Sutoro et al

    (1998), komponen kimia tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Komposisi kimia tongkol jagung

    Komponen Kandungan (%)

    Abu 6,04Lignin 15,70

    Selulosa 36,81

    Hemiselulosa 27,01Sumber : Sutoro et al (1988)

    2.9 Asap Cair

    Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 10/35

    gas. Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung

    senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen

    selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut

    memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga

    sebagai antioksidan dan antimikroba (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007). Sedangkan asap cair

    menurut Darmadji dan Triyudiana (2006) merupakan campuran larutan dari disperse asap

    kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.

    Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan

    makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang

    disebut alat pembangkit asap, kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam sirkulasi

    udara dan temperatur terkontrol. Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak

    sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan

    kondensasi (Pranata, 2007).

    Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya

    senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana (2006)

    yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan

    senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%.

    2.9.1 Komposisi Asap Cair

    Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis

    tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia

    dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang

    dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan, karbonil yang bereaksi

    dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk

    aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).

    Selain itu Fatimah (1998) cit Pranata (2007) menyatakan golongan-golongan senyawa

    penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol (0,2-2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil (2,6-

    4,0%) dan tar (1-7%). Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan

    sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan.

    Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling

    menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dan Triyudiana (2006) menyatakan

    bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada

    temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada suhu

    400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair

    yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Adapun komponen-komponen

    penyusun asap cair meliputi :

    1. Senyawa-senyawa fenol

    Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang

    masa simpan produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor

    hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak.

    Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu.

    Kualitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol

    yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawa-senyawa

    fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin

    benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat

    mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Girrard, 1992 cit Pranata,

    2007).

    2. Senyawa-senyawa karbonil

    Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan

    citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma caramel yang

    unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan

    siringaldehida (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).

    3. Senyawa-senyawa asam

    Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita

    rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan

    valerat. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja

    secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba (Girrard, 1992 cit Pranata,

    2007).

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 11/35

    .

    4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

    Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis

    kayu. Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki

    pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzopyrene mempunyai titik didih 310oC dan

    dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi

    proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).

    2.9.2 Pembuatan Asap cair

    Asap cair dibuat melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat

    tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras.

    Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang

    disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut

    mengandung pengertian bahwa apabila bahan dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara

    dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa

    kompleks yang menyusun bahan tersebut dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu

    padatan, cairan dan gas (Pranata, 2007).

    Menurut Tahir (1992) cit Pranata (2007), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam

    penggolongan produk yaitu :

    1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi sebagian besar berupa gas CO2

    dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan

    hidrokarbon tingkat rendah lain.

    2. Destilat berupa asap cair dan tar. Komposisi utama dari asap cair adalah methanol dan

    asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metal asetat, asam

    format, asam butirat dll.

    3. Residu (karbon)

    Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam bahan berbeda-beda tergantung jenis

    bahan yang digunakan.

    2.9.3 Pirolisis Komponen Bahan Asap Cair

    1. Pirolisis selulosa

    Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur

    heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa. Selulosa

    terdekomposisi pada temperatur 280oC dan berakhir pada 300-350oC. Girrard (1992) cit

    Pranata (2007), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

    a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.

    b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya,

    bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

    2. Pirolisis Hemiselulosa

    Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan

    (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan furfural, furan dan

    turunannya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis heksosan terutama

    menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada

    temperatur 200-250oC (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).

    3. Pirolisis Lignin

    Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan

    tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur

    lignin berperan penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah

    fenol, eter fenol seperti guaiokol, siringol dan homolog beserta turunannya (Girrard, 1992 cit

    Pranata, 2007). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350oC dan

    berakhir pada 400-450oC.

    2.10. Penggunaan Asap Cair Pada Pengolahan Ikan Asap

    Cara pengawetan dengan pengasapan sudah lama dikenal orang. Tujuan dari proses

    pengasapan tersebut adalah untuk memperpanjang umur simpan produk. Namun dalam

    pengembangannya terutama dewasa ini, tujuannya tidak hanya itu saja melainkan pengasapan

    juga ditujukan untuk memperoleh kenampakan tertentu dan cita rasa pada bahan makanan

    tersebut (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).

    Meski tujuan pengasapan semula adalah baik, tetap pengasapan dapat menghasilkan

    senyawa-senyawa yang tidak aman bagi kesehatan. Beberapa senyawa besifat karsiogenik

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 12/35

    seperti benzopiren dan nitrosamin terdapat dalam produk asap. Kedua senyawa tersebut

    dapat timbul selama pengasapan bahan makanan (Maga, 1987).

    Senyawa fenol juga diketahui memegang peranan pada pengasapan karena akan

    memberikan kenampakan pada ikan yang diasap menjadi lebih menarik yang disebabkan

    terjadinya reaksi pewarnaan, tetapi keberadaan fenol juga menyebabkan ikan asap tidak aman

    karena dapat membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya. Kandungan

    senyawa-senyawa tersebut pada ikan asap dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah

    metoda pengasapan yang digunakan dan kondisi bahan dasar penghasil asap serta jenis ikan

    yang diasap. Kadar air rendah pada bahan pengasap ternyata dapat menyebabkan

    terdapatnya fenol dalam jumlah yang lebih besar dari pada bahan dengan kadar air tinggi

    (Maga, 1987).

    Hollenbeck (1977) mengemukakan bahwa penggunaan asap cair lebih menguntungkan

    dari pada menggunakan metoda pengasapan lainnya oleh karena warna dan cita rasa produk

    dapat dikendalikan, kemungkinan menghasilkan produk karsiogenik lebih kecil dan proses

    pengasapan dapat dilakukan dengan cepat. Eklund et al (1982), mengemukakan bahwa asap

    cair lebih mudah diaplikasikan karena konsetrasinya dapat dikontrol agar memberikan flavor

    dan warna yang seragam.

    Asap cair dengan konsentrasi yang optimal mempunyai kegunaan yang sangat besar

    sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet

    karena sifat antimikrobia dan antioksidannya (Himawati, 2010).

    Menurut penelitian Mayasari (2011), perbedaan konsentrasi asap cair yang digunakan

    pada perendaman ikan nila yaitu konsentrasi 0,5-2,5 % memberikan pengaruh berbeda tidak

    nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, angka lempeng total dan uji

    organoleptik terhadap ikan nila asap, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata

    terhadap kadar fenol total. Hasil penelitian tersebut menghasilkan kadar fenol total

    0,09%-0,29%, kadar air 7,89%-10,91%, kadar abu 15,90%-18,48%, kadar protein

    42,87%-43,97%, kadar lemak 17,00%-23,57%, angka lempeng total 1,8 x 104 koloni/gram

    bahan sampai 5,7 x 105 koloni/gram bahan. Nilai kesukaan terhadap rasa 3,36-3,80 (biasa

    sampai suka), aroma 3,20-3,36 (biasa), warna 3,20-3,60 (biasa sampai suka), dan tekstur

    3,40-3,92 (biasa sampai suka). Dari rata-rata penilaian panelis terhadap uji organoleptik ikan

    nila asap, maka konsentrasi asap cair 1,0 % memberikan hasil terbaik terhadap mutu ikan

    asap. Sedangkan menurut Poernomo et al (2006), perendaman dengan asap cair konsentrasi

    2,0% selama 10 menit dan 15 menit merupakan perlakuan terbaik untuk pengawetan ikan

    karena memiliki kadar fenol sebesar 0,96% dan memiliki rata-rata uji hedonik yang baik.

    Menurut Girard (1992) cit Setiawan (1997), syarat ikan asap yang memenuhi kriteria

    memiliki kadar fenol maksimal 0,5%, sedangkan syarat ikan asap menurut SNI 01.2725.200

    memiliki kadar air maksimal 60% dan angka lempeng total maksimal 1,0 x 105 koloni/gram

    bahan.

    III. BAHAN DAN METODE

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai April 2012 di

    Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Proses Hasil Pertanian; Laboratorium Kimia, Biokimia

    Hasil Pertanian dan Gizi Pangan; Laboratorium Total Quality Control (TQC) Hasil Pertanian

    dan Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi

    Pertanian Universitas Andalas.

    3.2 Bahan dan Alat

    Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair adalah batang bambu, kulit

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 13/35

    batang sagu, kayu manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung yang diperoleh dari area

    perkebunan dan pertanian rakyat di Kota Padang. Ikan yang akan diawetkan adalah ikan nila

    yang diperoleh dari salah satu kolam masyarakat di kota Padang dengan panjang rata-rata 15

    cm dan berat rata-rata 200 gram.

    Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah selenium mix, H2SO4 pekat,

    NaOH 30%, indikator MM-MB, asam boraks 3%, hexan, thio sulfat 0,1 N, Aquadest,

    KBrO3 0,1 N, KBr, HCl 0,02 N, HCl 3N, KI, Na2S2O3 0,1 N, indikator amilum, Media

    Plate Count Agar (PCA), kertas saring Hulls, aluminium foil, kapas, dan tissue.

    Peralatan yang digunakan adalah satu set alat pirolisis, satu set alat destilasi, timbangan

    analitik, pisau, batang pengaduk, Erlenmeyer, pipet takar, tabung reaksi, rak tabung reaksi,

    lampu spritus, cawan Petri, oven, autoclave, incubator, coloni counter, vortex mixer,

    kotak/wadah, cawan porselen, cawan aluminium, gegep, oven, tannur, desikator, labu

    kjehdahl, pemanas berjaket, labu ukur 100 ml, pipet 10 ml, gelas ukur 50 ml, buret 50 ml,

    pipet tetes, klem, standar, labu lemak, soxlet, pipet 25 ml, Erlenmeyer bertutup asah, buret 25

    ml, pipet tetes dll.

    3.3 Metode Penelitian

    Penelitian diawali dengan pembuatan asap cair, pemurnian dengan suhu 1300C dan

    dilanjutkan dengan pembuatan ikan nila asap. Setelah itu dilakukan pengujian tingkat kesukaan

    panelis secara organolepik terhadap ikan nila asap yang dihasilkan, pengukuran nilai-nilai gizi

    ikan nila asap, dan dilakukan penyimpanan selama 15 hari untuk menghitung angka lempeng

    total.

    Perlakuan yang dilakukan diantaranya adalah perbedaan bahan baku pembuatan asap

    cair yaitu :

    A1 = asap cair batang bambu

    A2 = asap cair kulit batang sagu

    A3 = asap cair kayu manis

    A4 = asap cair tempurung kelapa

    A5 = asap cair tongkol jagung

    dan perbedaan kosentrasi asap cair yaitu :

    B1 = kosentrasi asap cair 1%

    B2 = kosentrasi asap cair 1,5%

    B3 = kosentrasi asap cair 2%

    B4 = kosentrasi asap cair 2,5%

    Sehingga, dari uraian diatas diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut :

    1. A1B1 5. A2B1 9. A3B1 13. A4B1 17. A5B1

    2. A1B2 6. A2B2 10. A3B2 14. A4B2 18. A5B2

    3. A1B3 7. A2B3 11. A3B3 15. A4B3 19. A5B3

    4. A1B4 8. A2B4 12. A3B4 16. A4B4 20. A5B4

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu :

    1. Pembuatan asap cair dari beberapa bahan baku, seperti ; batang bambu, kulit batang

    sagu, kayu manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung.

    2. Pengawetan ikan dengan pengasapan cair, seperti ; persiapan bahan baku,

    pengasapan, pengeringan dan pengemasan.

    3. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pirolisis, seperti

    rendemen asap cair mentah, persentase tar, persentase arang dan komponen yang

    hilang, serta pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses

    pemurnian asap cair berupa persentase asap cair murni.

    4. Analisis terhadap produk ikan nila asap, seperti pengujian organoleptik, kadar fenol

    total, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan uji mikroorganisme angka

    lempeng total.

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 14/35

    3.4.1 Pembuatan Asap Cair (Pranata, 2007) yang Dimodifikasi

    Bahan yang telah diperkecil ukurannya 4-9 cm2 dengan kadar air berkisar antara 4-

    7% ditimbang dan dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis sampai mendekati penuh, pirolisis

    dilakukan pada suhu 400oC selama 12 jam, diperoleh 3 fraksi : fraksi padat berupa arang

    tempurung kelapa, fraksi berat berupa tar dan fraksi ringan berupa asap dan gas methan. Dari

    fraksi ringan dialirkan ke pipa kondensasi sehingga diperoleh asap cair sedangkan gas methan

    tetap menjadi gas tidak terkondensasi. Asap cair yang dihasilkan belum bisa digunakan untuk

    pengawet makanan karena masih mengadung bahan berbahaya sehingga perlu dimurnikan

    terlebih dahulu.

    Proses pemurnian asap cair dilakukan dengan cara mengendapkan asap cair yang

    telah dihasilkan selama satu minggu kemudian cairan yang terdapat pada bagian atas diambil

    dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Dilakukan destilasi pada suhu 130oC, hasil destilasi

    kemudian ditampung. Diperolehlah asap cair yang telah aman digunakan sebagai pengawet

    makanan.

    3.4.2 Pengawetan Ikan dengan Pengasapan Cair (Wibowo, 2002) yang

    Dimodifikasi

    3.4.2.1 Persiapan Bahan Baku

    Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila dengan ukuran panjang rata-rata 15 cm dan

    berat rata-rata 200 gram. Setelah ikan nila dipanen langsung disiangi dengan cara membuang

    sisiknya, membelah ikan menjadi bentuk kupu-kupu, kemudian dibuang insang, isi perut,

    kotoran dan lapisan dinding perut yang berwarna hitam. Kemudian dilakukan pencucian

    sampai bersih untuk menghilangkan sisa kotoran, darah, sisik yang lepas dan juga lendir.

    3.4.2.2 Pengasapan

    Proses pangasapan diawali dengan pembuatan larutan asap cair sesuai dengan

    kosentrasi yang telah ditentukan yaitu 1,0%; 1,5 %; 2,0%; dan 2,5%. Cara pembuatan larutan

    asap cair dengan kosentrasi 1,0 % adalah dengan mengambil 5 ml asap cair kemudian

    ditambahkan air bersih sampai volume 500 ml. Begitu seterusnya untuk semua kosentrasi

    larutan asap cair yang digunakan.

    Ikan yang telah ditiriskan kemudian direndam di dalam asap cair dengan konsentrasi

    yang telah ditentukan selama 30 menit dengan perbandingan 2 ekor ikan dalam 500 ml larutan

    asap cair. Kemudian ikan ditiriskan sampai permukaannya mengering.

    3.4.2.3 Pengeringan

    Setelah ditiriskan sampai permukaan kulit ikan mengering, tahapan berikutnya adalah

    proses pengeringan ikan di dalam oven. Pengeringan yang digunakan adalah jenis pengeringan

    panas yaitu menggunakan suhu 40-80oC. Proses pengeringan ini berlangsung dalam 3 tahapan.

    Tahapan pertama adalah tahap pengeringan awal menggunakan suhu 40oC selama 30 menit.

    Tahap kedua yaitu tahap pematangan pertama dengan menggunakan suhu 60oC selama 30

    menit. Tahapan ketiga yaitu tahap pematangan akhir dengan menggunakan suhu 80oC selama

    20 jam. Setelah itu ikan asap yang diperoleh dibiarkan dingin pada udara terbuka dan

    selanjutnya dilakukan pengemasan.

    3.4.2.4 Pengemasan

    Ikan nila asap yang telah dingin, dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik

    polietilen.

    3.4.2.5 Penyimpanan

    Ikan nila yang telah dikemas dengan plastik polietilen disimpan didalam ruangan

    penyimpanan selama 15 hari.

    3.5 Pengamatan

    Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain adalah:

    1. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pirolisis berupa

    rendemen asap cair mentah, persentase tar setelah proses pirolisis, persentase arang

    dan persentase komponen yang hilang.

    2. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pemurnian asap cair

    berupa persentase asap cair murni dan persentase tar setelah proses destilasi.

    3. Pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa dan warna ikan asap.

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 15/35

    4. Pengamatan terhadap ikan asap berupa kadar fenol total,

    5. Pengamatan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, uji

    mikroorganisme angka lempeng total dilakukan pada satu produk yang paling disukai

    secara organoleptik.

    3.5.1 Persentase Komponen yang Terbentuk pada Proses Pirolisis

    3.5.1.1 Persentase Rendemen Asap Cair Mentah

    Persentase nilai rendemen yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus:

    Rendemen asap cair mentah (%) =

    3.5.1.2 Persentase Tar

    Persentase jumlah tar yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus:

    Tar (%) =

    3.5.1.3 Persentase Arang

    Persentase jumlah arang yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus:

    Arang (%) =

    3.5.1.4 Persentase Komponen yang hilang

    Persentase jumlah komponen yang hilang dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus:

    Komponen yang hilang (%) = 100% - (%asap cair mentah termasuk tar + %arang)

    3.5.2 Persentase Komponen yang terbentuk pada Proses Pemurnian Asap Cair

    5.5.2.1 Persentase Asap Cair Murni

    Persentase jumlah asap cair murni yang dihasilkan dapat dihitung dengan

    menggunakan rumus:

    Asap cair murni (%) =

    3.5.3 Analisis Ikan Nila Asap

    3.5.3.1 Persiapan Ikan Asap untuk Analisis

    Ikan asap yang telah dibuat dihancurkan seluruh bagian tubuhnya termasuk kepala,

    tulang, ekor dll sampai halus dengan menggunakan blender. Selanjutnya diambil sesuai dengan

    kebutuhan masing-masing analisis.

    3.5.3.2 Analisis Kadar Air Metoda Oven (SNI-01-2354.2-2006)

    1. Kondisikan oven pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil.

    2. Masukkan cawan kosong ke dalam oven minimal 2 jam.

    3. Pindahkan cawan kosong ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu

    ruang dan timbang bobot kosong (Ag).

    4. Timbang contoh yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram ke dalam cawan (Bg).

    5. Masukkan cawan yang telah diisi dengan contoh ke dalam oven 105oC selama 3 jam.

    6. Pindahkan cawan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama 30

    menit kemudian ditimbang (Cg).

    7. Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali).

    Perhitungan :

    Kadar air (%) =

    Dengan :

    A = berat cawan kosong dinyatakan dalam gram

    B = berat cawan + contoh awal dinyatakan dalam gram

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 16/35

    C = berat cawan + contoh kering dinyatakan dalam gram

    3.5.3.3 Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, 1997)

    1. Masukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya sebanyak 2 gram

    contoh dan arangkan di atas nyala pembakar.

    2. Abukan cawan porselen di dalam tanur listrik pada suhu maksimal 550oC sampai

    pengabuan sempurna.

    3. Setelah itu cawan porselen tadi didinginkan dalam desikator.

    4. Timbang berat cawan porselen tadi dan hitung kadar abu dengan menggunakan rumus :

    Kadar abu (%) =

    Dimana :

    a = berat contoh sebelum diabukan (gram)

    b = berat contoh ditambah cawan setelah diabukan (gram)

    c = berat cawan kosong (gram)

    3.5.3.4 Penetapan Kadar Fenol Total (Walter Poethke, 1980)

    1. Ditimbang sebanyak 1 gram bahan.

    2. Diencerkan dengan aquades sampai 100 ml di dalam labu ukur.

    3. Diambil 25 ml larutan di atas, ditambahkan dengan 25 ml KBrO3 0,1 N, 1 gram KBr,dan

    15 ml HCl 3 N.

    4. Campuran tersebut diaduk dan dibiarkan 30 menit dalam ruang gelap.

    5. Ditambahkan 1 gram KI yang telah dilarutkan dalam 5 ml air.

    6. Iod yang dilepaskan dititrasi dengan larutan thio sulfat 0,1 N menggunakan indikator

    amilum sampai warna biru hilang.

    Perhitungan :

    Kadar fenol total =

    3.5.3.5 Analisis Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjehdahl) (Sudarmadji, 1997)

    Bahan ditimbang sebanyak 1 gram. Kemudian ditambahkan selenium mix sebanyak 1

    gram. Tambahkan asam sulfat pekat sebanyak 15 ml. Dekstruksi selama 2 jam dalam ruang

    asam sampai menjadi hijau dan jernih. Encerkan hasil dekstruksi dengan labu ukur 100 ml

    sampai tanda batas. Pipet larutan sebanyak 10 ml dan tambahkan NaOH 30% sebanyak 20

    ml, masukkan dalam tabung destilasi. Hasil destilasi ditampung dengan asam borat 3%

    sebanyak 10 ml dan indikator MM-MB. Tampung hasil destilasi sampai volume 100 ml

    (warna hijau muda). Hasil destilasi dititer dengan HCl 0,02 N sampai warna biru. Blanko

    dikerjakan seperti di atas tanpa contoh. Hasil analisa dapat dicari dengan rumus berikut :

    N (%) =

    Protein (%) = % N x faktor konversi Faktor konversi = 6,25

    3.5.3.6 Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet) (Sudarmadji, 1997)

    1. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven lalu didinginkan dalam desikator

    dan ditimbang.

    2. Sebanyak 5 gram bahan dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring yang sesuai

    ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wol yang bebas lemak. Sebagai alternatif sampel

    dapat dibungkus dengan kertas saring Hulls.

    3. Letakkan timbel atau kertas yang berisi sampel tersebut dalam ekstraksi soxlet yang

    digunakan.

    4. Lakukan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna

    jernih.

    5. Destilasi pelarut yang ada di dalam lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak

    yang berisi lemak ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC.

    6. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikator, timbang labu

    lemak tersebut. Berat lemak dihitung :

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 17/35

    Kadar Lemak (%) =

    3.5.3.7 Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total) (SNI-01-2332.3-2006)

    1. Timbang contoh sebanyak 5 gram kemudian masukkan dalam wadah steril.

    2. Tambahkan 45 ml larutan garam fisiologis dan homogenkan selama 2 menit. Homogenat ini

    merupakan pengenceran 10-1.

    3. Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 ml homogenate di atas dan masukkan ke dalam

    9 ml garam fisiologis untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

    4. Siapkan pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh pengenceran 10-2

    ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan

    sebanyak minimal 25 kali.

    5. Selanjutnya lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5, sesuai dengan kondisi

    contoh.

    6. Pipet 1 ml dari setiap pengenceran 10-1, 10-2 dst dan masukkan ke dalam cawan Petri

    steril.

    7. Tambahkan 12 ml-15 ml media PCA yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga

    mencapai suhu 45oC 1oC ke dalam masing-masing cawan yang telah berisi contoh.

    8. Supaya media dan contoh tercampur sempurna lakukan pemutaran cawan ke depan dan

    ke belakang serta ke kiri dan ke kanan.

    9. Setelah agar menjadi padat, inkubasi cawan tersebut pada posisi terbalik dalam inkubator

    selama 48 jam 2 jam pada suhu 35oC.

    10. Setelah diinkubasi selanjutnya dihitung jumlah koloni yang tumbuh dengan daerah

    pengamatan 30-300 koloni setiap Petri dengan menggunakan alat digital coloni counter.

    11. Jumlah total mikroba adalah banyaknya koloni mikroba yang dihitung dengan coloni

    counter dikalikan dengan factor pengenceran.

    Perhitungan :

    Factor pengenceran (fp) = ml bahan x pengenceran

    Jumlah koloni/g bahan = jumlah koloni pada petri x

    3.5.3.8 Uji Organoleptik

    Uji organoleptik (sensory evaluation) didasarkan atas indera penglihatan, indera

    peraba, indera penciuman, indera perasa. Uji organoleptik pada ikan nila asap dilakukan

    dengan menggunakan preference test (uji kesukaan/uji hedonic). Pada uji kesukaan ini panelis

    diminta tanggapan pribadinya terhadap tingkat kesukaannya terhadap produk.

    Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka

    juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonic

    seperti sangat suka, suka, biasa, kurang suka, dan tidak suka. Skala hedonic dapat juga

    diubah menjadi skala numeric dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data

    numeric ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Uji mutu hedonic dilakukan terhadap

    aroma, rasa dan warna ikan nila asap. Parameter uji diberi skor 1 sampai 5 dan dilakukan

    dengan 20 orang panelis agak terlatih (terdiri dari golongan mahasiswa THP). Berikut

    prosedur dari uji organoleptik:

    1. Masing-masing sampel diletakkan pada wadah atau piring berwarna putih agar dapat

    dilihat perbedaan warnanya dengan jelas. Tiap sampel diberi kode dengan bilangan tiga

    angka yang disusun secara acak.

    2. Air minum disediakan untuk mencuci mulut sebelum dan sesudah mencicipi sampel uji.

    3. Pengujian ini dilakukan dalam suatu ruangan dimana antara satu panelis dengan panelis lain

    dibatasi oleh sekat sehingga antar panelis tidak dapat berkomunikasi.

    4. Panelis diharapkan tidak dalam keadaan lapar maupun kenyang karena dapat

    mempengaruhi hasil uji organoleptik terhadap sampel.

    5. Kepada panelis diberikan formulir penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap sifat

    organoleptik (contoh formulir pada lampiran 3)

    6. Panelis diminta menyatakan tingkat kesukaanya terhadap sampel yang disajikan dengan

    memberi nilai berupa angka yang terdiri dari angka 1, 2, 3, 4 dan 5 pada setiap kolom

    sampel yang dianggap sesuai dengan tingkat kesukaan panelis.

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 18/35

    Pengolahan data uji organoleptik dilakukan dengan cara mentabulasikan semua data

    yang telah diperoleh dan menentukan nilai mutunya dengan mempersentasekan tingkat

    kesukaan panelis dari masing-masing kombinasi perlakuan.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Komponen yang Terbentuk Setelah Proses Pirolisis

    Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk setelah proses pirolisis dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4. Persentase komponen yang diperoleh setelah proses pirolisis

    Bahan Dasar

    Komponen

    Asap cair

    mentah(%)

    Tar setelah

    pirolisis(%)

    Arang

    (%)

    Komponen yang

    hilang(%)

    Batang bambu 13,90 2,43 75,93 10,17

    Kulit batang sagu 11,72 2,60 75,92 12,36Kayu kulit manis 11,77 2,10 76,07 12,16

    Tempurung kelapa 11,63 0,23 79,88 8,49Tongkol jagung 12,97 3,64 73,21 13,82

    Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui rendemen asap cair mentah yang diperoleh dari

    hasil pirolisis berkisar antara 11,63%-13,90%, tar setelah pirolisis 0,23%-3,64%, arang

    73,21%-79,88% dan komponen yang hilang 8,49%-13,82%. Jumlah asap cair yang

    dihasilkan dari proses pirolisis dari beberapa jenis bahan baku belum maksimal, karena

    menurut penelitian Darmadji dan Triyudiana (2006), rendemen asap cair yang dihasilkan dari

    pirolisis tempurung kelapa adalah sebanyak 45,3%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis

    bahan baku, kelembaban udara, waktu, suhu pirolisis dan tempat, serta proses pirolisis yang

    masih belum sempurna, karena setelah proses pirolisis selesai masih terdapat beberapa bagian

    bahan yang belum mengalami pirolisis sempurna.

    Selama proses pirolisis bagian yang lebih banyak mendapatkan panas pembakaran

    adalah bagian bawah dari pirolisator, sehingga bahan yang terdapat pada bagian bawah

    pirolisator lebih cepat mengalami proses pirolisis atau dapat dikatakan pirolisis berlangsung

    dengan sempurna. Sedangkan bahan yang terdapat pada bagian atas pirolisator lebih sedikit

    mendapatkan panas, sehingga bahan yang terdapat pada bagian atas pirolisator lebih lambat

    mengalami pirolisis atau dapat dikatakan pirolisis belum berlangsung dengan sempurna.

    Alat pirolisis yang digunakan pada penelitian ini berskala industri yang menampung

    lebih banyak bahan dasar yang menyebabkan proses pirolisis belum sempurna dan suhu

    pirolisis belum merata di dalam pirolisator sehingga setelah proses pirolisis selesai masih

    terdapat beberapa bagian bahan dasar yang belum mengalami pirolisis sempurna. Sedangkan

    Darmadji dan Triyudiana (2006) menggunakan pirolisator dengan kapasitas laboratorium

    sehingga rendemen asap cair yang didapat cukup tinggi.

    Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007), asap cair mengandung berbagai senyawa

    yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan

    lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi.

    Komponen yang hilang merupakan komponen yang tersusun dari senyawa yang

    mudah menguap dan tidak dapat dikondensasikan dengan air pendingin, sehingga tidak dapat

    tertampung pada penampung destilat pada proses pemurnian (destilasi) (Fatimah, 1998 cit

    Firmansyah, 2004). Komponen yang hilang tersebut adalah gas CO2 dan sebagian gas-gas

    yang mudah terbakar, seperti CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah lainnya (Tahir,

    1992 cit Pranata, 2007).

    4.2 Komponen Hasil Proses Pemurnian (Destilasi) Asap Cair

    Hasil pengamatan terhadap komponen hasil proses pemurnian (destilasi) asap cair

    pada Suhu 130C dapat dilihat pada Tabel 5.

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 19/35

    Tabel 5. Persentase komponen hasil proses pemurnian (destilasi) asap cairpada suhu 130C

    Bahan dasarKomponen

    Asap cair murni (%) Tar (%)

    Batang bambu 92,00 5,33

    Kulit batang sagu 90,80 3,60Kayu kulit manis 88,67 6,00

    Tempurung kelapa 92,20 2,84Tongkol jagung 94,27 2,00

    Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui rendemen asap cair yang diperoleh setelah

    proses pemurnian (destilasi) berkisar antara 88,67%-94,27% dan tar 2,00%-6,00%.

    Bervariasinya rendemen dan tar setelah proses destilasi tergantung dari jenis kayu yang

    digunakan.

    Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007), bahwa kandungan senyawa kimia, seperti

    hemiselulosa, lignin dan selulosa dalam asap cair sangat tergantung pada jenis kayu,

    temperatur pirolisis dan destilasi. Pirolisis hemiselulosa akan mengalami dekomposisi menjadi

    furfural dan furan beserta turunannya, lignin menjadi fenol beserta turunannya serta selulosa

    menjadi tar, air, furan dan fenol serta asam asetat dan turunannya selama proses pirolisis.

    Menurut Darmaji dan Triyudiana (2006), pemurnian asap cair bertujuan untuk

    meminimalisir jumlah tar pada asap cair. Pemurnian tersebut dapat dilakukan dengan proses

    destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan suatu larutan dengan larutan lainnya

    berdasarkan perbedaan titik didihnya.

    4.3 Pengamatan Ikan Nila Asap

    4.3.1 Kadar Fenol Ikan Nila Asap

    Pengamatan terhadap kadar fenol total ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Persentase kadar fenol total ikan nila asap

    Bahan DasarKonsentrasi Asap Cair

    1% 1,5% 2% 2,5%

    Batang bambu 0,02 0,02 0,03 0,02

    Kulit batang sagu 0,02 0,01 0,02 0,02

    Kayu kulit manis 0,03 0,01 0,06 0,02Tempurung kelapa 0,02 0,01 0,01 0,02Tongkol jagung 0,02 0,02 0,02 0,02

    Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui kadar fenol total ikan nila asap berkisar antara

    0,01%-0,06%. Kandungan fenol pada ikan asap ini berasal dari larutan asap cair yang

    digunakan pada saat perendaman. Kandungan fenol yang dihasilkan mengalami penurunan dan

    peningkatan, hal ini disebabkan karena kandungan fenol pada ikan nila asap mengalami

    penguapan karena proses pengeringan.

    Menurut Sundari (2008), fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah

    menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol tersebut

    akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan

    lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi (Sundari, 2008).

    Girrard (1992) cit Pranata (2007), menyatakan bahwa jumlah batas aman kadar fenol

    dalam produk pengasapan berkisar dari 0,06 mg/kg sampai 5000 mg/kg atau 0,0006-0,5%.

    Dilihat dari batas maksimum kadar fenol pada ikan nila asap, maka ikan nila asap yang

    dihasilkan dari penelitian ini layak untuk dikonsumsi dan sudah memenuhi syarat mutu ikan nila

    asap.

    Menurut Tranggono (1996), jenis bahan yang berbeda yang digunakan dalam

    pembuatan asap cair seperti kayu jati, tempurung kelapa mahoni, kamper dan pohon kelapa

    mempunyai kadar fenol yang bervariasi yang berkisar antara 2,0%-5,13%. Jenis kayu keras

    memiliki kandungan fenol yang lebih tinggi dibandingkan jenis kayu lunak (Daun, 1979).

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 20/35

    Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007) menjelaskan, bahwa pirolisis hemiselulosa

    akan mengalami dekomposisi menjadi furfural dan furan beserta turunannya, lignin menjadi

    fenol beserta turunannya serta selulosa menjadi tar, air, furan dan fenol serta asam asetat dan

    turunannya selama proses pirolisis. Untuk lebih memperjelas hubungan

    interaksi antara jenis asap cair yang berbeda dengan perbedaan konsentrasi asap cair yang

    digunakan terhadap kadar fenol total ikan nila asap dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Histogram uji kadar fenol total ikan nila asap

    4.3.2 Uji Organoleptik

    4.3.2.1 Aroma

    Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara

    hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji

    organoleptik terhadap aroma ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Persentase nilai aroma ikan nila asap

    PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan

    S SS Jumlah

    A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 35 0 35

    A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 50 0 50A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 20 10 30A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 20 10 30A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 70 0 70

    A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 55 0 55A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 35 0 35A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 55 5 60

    A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 60 0 60A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 55 5 60A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 45 0 45

    A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 60 0 60A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 65 5 70A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 55 10 65

    A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 60 5 65A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 60 0 60A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 25 15 40

    A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 5 40A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 45 0 45

    A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 40 0 40

    Ket: S = suka, dan SS = sangat suka

    Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan penelis

    berkisar antara 30-70%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 dan A4B1, yaitu

    70%. Persentase nilai tertinggi terhadap produk yang diterima dan yang paling disukai terdapat

    pada perlakuan A4B1. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga

    komposisi kimia seperti senyawa fenol, karbonil dan asam pada asap cair memberikan aroma

    yang berbeda satu sama lainnya.

    Aroma dan rasa pada ikan perlakuan asap cair disebabkan oleh adanya senyawa

    fenol, karbonil dan asam (Wibowo, 2000). Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007),

    senyawa fenol, karbonil dan asam berperan dalam memberikan aroma dan rasa asap.

    Ikan yang baru mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut

    sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau

    apek dan asam (Adawyah 2008). Ikan yang telah diasapi selain lebih awet juga memiliki rasa

    dan aroma yang sedap. Aroma dan rasa tersebut berasal dari asap yang diberikan. Semakin

    tinggi konsentrasi asap yang diberikan maka aroma dan rasa asap pada ikan pun akan semakin

    meningkat (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 21/35

    4.3.2.2 Rasa

    Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara

    hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji

    organoleptik terhadap rasa ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Persentase nilai rasa ikan nila asap

    PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan

    S SS Jumlah

    A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 30 5 35

    A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 25 0 25

    A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 40 0 40A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 35 5 40A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 55 5 60A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 45 15 60

    A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 25 0 25A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 50 5 55A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 45 0 45

    A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 50 10 60A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 45 0 45A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 60 0 60

    A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 65 15 80A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 50 5 55A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 50 5 55

    A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 75 0 75A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 45 15 60

    A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 10 45A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 50 5 55A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 45 5 50

    Ket: S = suka, dan SS = sangat suka

    Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan panelis

    berkisar antara 25-80%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A4B1, yaitu 80%. Hal

    ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga komposisi kimia seperti senyawa

    fenol, karbonil dan asam pada asap cair memberikan rasa yang berbeda satu sama lainnya.

    Komponen citarasa ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan melalui

    pengasapan. Hal itu berarti pula bahwa rasa dan aroma pada ikan asap tergantung pada jenis

    kayu yang digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus memiliki rasa yang lezat, enak, rasa asap

    terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik (Adawyah

    2008).

    Maga (1987) menyatakan, bahwa karakteristik flavour pada produk asapan

    disebabkan oleh adanya komponen fenol, karbonil dan asam yang terabsorbsi pada

    permukaan produk.

    4.3.2.3 Warna

    Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara

    hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji

    organoleptik terhadap warna ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 9.

    Tabel 9. Persentase nilai warna ikan nila asap

    PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan

    S SS Jumlah

    A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 75 5 80

    A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 35 5 40A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 40 10 50A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 40 15 55

    A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 55 0 55A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 60 0 60A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 35 0 35A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 30 20 50A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 40 0 40

    A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 75 0 75

    A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 55 0 55A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 65 5 70

    A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 50 10 60

    A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 35 15 50A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 75 5 80

    A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 45 10 55

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 22/35

    A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 35 15 50

    A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 10 45

    A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 60 0 60

    A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 70 5 75

    Ket: S = suka, dan SS = sangat suka

    Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan panelis

    berkisar antara 35-80%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 dan A4B3, yaitu

    sebesar 80%. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga komposisi

    kimia seperti senyawa fenol dan karbonil pada asap cair memberikan warna yang berbeda

    antara satu dengan yang lainnya.

    Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya pewarnaan

    (pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya reaksi antara

    komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula dalam daging ikan. Selain itu,

    juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino dengan gula dalam daging ikan akibat proses

    pemanasan selama pengasapan (Winarno 1992).

    Menurut Ruiter (1979) cit Pranata (2005), karbonil mempunyai efek terbesar pada

    terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan. Fenol juga memberikan kontribusi

    pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak

    sebesar karbonil.

    Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), asap dapat berperan sebagai pemberi warna

    pada tubuh ikan sehingga ikan yang diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning

    keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen untuk menikmatinya. Semakin tinggi

    konsentrasi asap yang diberikan maka warna ikan pun akan semakin gelap atau kecokelatan.

    Jadi, dari semua data pengujian organoleptik dapat disimpulkan bahwa persentase nilai

    kesukaan tertinggi adalah pada perlakuan A4B1, A4B3, A3B2 dan A3B4. Untuk lebih

    jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.

    Tabel 10. Persentase nilai kesukaan tertinggi uji organoleptik yang

    paling disukai

    PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan Luas

    (cm2)Aroma Rasa Warna

    A4B1(tempurung kelapa, kosentrasi1%)

    70 80 60 6,80

    A4B3(tempurung kelapa, kosentrasi

    2%)65 55 80 6,40

    A3B2(kayu kulit manis, kosentrasi

    1,5%)60 40 50 5,87

    A3B4(kayu kulit manis, kosentrasi2,5%)

    60 40 55 5,64

    Gambar 7. Radar uji organoleptik ikan nila asap yang paling disukai

    Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui luas uji organoleptik ikan nila asap yang paling

    disukai berdasarkan aroma, rasa dan warna berkisar antara 5,64-6,80. Nilai tertinggi terdapat

    pada perlakuan A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) dengan persentase aroma 70%,

    rasa 80%, warna 60% dan luas radar 6,80 cm2. Hal ini disebabkan karena perbedaan

    komposisi kimia dari beberapa jenis bahan dan perbedaan kosentrasi asap cair yang

  • 4/28/2014 Asap Cair

    http://riolharvinosa.blogspot.com/ 23/35

    digunakan pada waktu perendaman ikan nila, sehingga luas uji organoleptik berbeda satu sama

    lainnya.

    Menurut Daun (1979), pengaruh asap cair yang utama adalah perubahan warna,

    aroma, sifat bakteriosidal, dan sifat antioksidan. Girrard (1992) cit Pranata (2007) juga

    menambahkan bahwa hemiselulosa akan mengalami dekomposisi menjadi furfural dan furan

    beserta turunannya, lignin menjadi fenol beserta turunannya serta selulosa menjadi tar, air,

    furan, fenol serta asam asetat dan turunannya selama proses pirolisis. Senyawa-senyawa yang

    diperoleh dari pirolisis selulosa, lignin dan hemiselulosa tersebut berperan penting dalam

    memberikan aroma, rasa dan warna pada produk asapan.

    4.3.3 Karakteristik Ikan Nila Asap

    Dari hasil pengujian organoleptik terhadap ikan nila asap diperoleh produk yang paling

    disukai, yaitu tempurung kelapa dengan kosentrasi 1% (A4B1). Berikut tabel hasil pengamatan

    terhadap produk yang paling disukai yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar

    lemak dan angka lempeng total.

    Tabel 11. Data karakterisitik ikan nila asap yang paling disukai

    Pengamatan Satuan SNI 01.2725.200

    Kadar air 14,08 % Maks 60%

    Kadar abu 7,13 % -

    Kadar protein 51,50 % -

    Kadar lemak 34,61 % -Angka lempeng total sebelum

    penyimpanan9,5 x 104 koloni/gr bahan

    Maks 1,0 x 105

    Angka lempeng total setelahpenyimpanan 15 hari

    1,4 x 106 koloni/gr bahan -

    Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui hasil analisis kadar air yang diperoleh adalah

    sebesar 14,08% dan sudah sesuai dengan syarat mutu ikan asap menurut SNI 2725.1.2009

    yaitu kadar air ikan hasil pengasapan adalah maksimal 60%. Pada penelitian ini kadar air ikan

    asap yang dihasilkan lebih rendah karena diharapkan ikan asap yang dihasilkan dalam bentuk

    kering sehingga daya tahannya dapat lebih lama. Nilai kadar air ini dipengaruhi oleh faktor-

    faktor selama proses pengasapan, seperti suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis dan

    kondisi bahan bakar, jumlah asap, ketebalan asap serta kecepatan aliran asap di dalam alat

    pengasapan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dengan ikan

    sehingga berpengaruh pula terhadap panas yang diberikan dan banyaknya air yang hilang dari

    produk.

    Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan

    dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan,

    karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar

    air dal