If you can't read please download the document
Upload
dika-mochboy
View
152
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jadwal Sementara Try Out Nasional Poltekkes Kemenkes Se
Citation preview
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 1/35
Asap Cair
Minggu, 08 Juli 2012
Pengaruh Perbedaan Kosentrasi Asap Cairdari Beberapa Jenis Limbah Pertanianyang Berbeda terhadap Mutu Ikan Nila(Oreochormis niloticus) Asap
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan nila (Oreochormis niloticus) merupakan sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini
berasal dari Afrika dan mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1969, dan kini
menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di
Indonesia. Ikan nila ini disukai dan dikonsumsi oleh banyak orang karena rasa dagingnya yang
gurih dan kandungan proteinnya yang tinggi (Suyanto, 2008).
Ikan nila memiliki banyak keunggulan diantaranya reproduksi dan pertumbuhannya
lebih cepat daripada ikan lainnya, dagingnya cukup tebal dan rasanya gurih, serta tidak
memiliki tulang-tulang halus pada dagingnya sehingga mudah untuk dikonsumsi, kandungan
proteinnya tinggi dan harganya pun terjangkau. Kelebihan di atas membuat ikan nila banyak
dipilih sebagai salah satu makanan sumber protein.
Selain kelebihan tersebut, ikan nila juga memiliki kekurangan seperti ikan-ikan lainnya
yaitu cepat mengalami kerusakan bahkan kebusukan setelah dipanen. Kerusakan ini
disebabkan antara lain karena tubuh ikan memiliki kadar air yang tinggi yaitu 80%, pH tubuh
mendekati netral, kandungan gizi yang tinggi sehingga ikan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya.
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan tersebut dapat menghambat usaha
pemasaran hasil perikanan sehingga menimbulkan kerugian yang besar bagi pedagang. Oleh
karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk
perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan maupun pengawetan.
Adapun tujuan utama pengawetan dan pengolahan ikan adalah untuk mencegah
pembusukan pada ikan, meningkatkan jangkauan pemasaran ikan, melaksanakan diversifikasi
pengolahan produk-produk perikanan, dan meningkatkan pendapatan nelayan. Banyak cara
yang telah dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ikan, salah satunya adalah melalui
metode pengasapan ikan.
Metode pengasapan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah pengasapan panas
yaitu pengasapan dengan menggunakan suhu tinggi mencapai 100oC bahkan 120oC dengan
cara meletakkan ikan yang akan diasapi langsung di atas sumber panas, sehingga kontak
langsung antara partikel asap dan ikan sangat besar. Asap selain mengandung komponen-
komponen yang berfungsi sebagai bahan pengawet juga mengandung senyawa Polycyclic
Aromatic Hydrocarbon (PAH) jenis benzopyrene yang merupakan senyawa karsinogenik
penyebab kanker (Pszczola, 1995 cit Darmadji dan Triyudiana, 2006) Dengan dilakukannya
pengasapan secara langsung maka kandungan benzopyrene pada ikan juga besar. Oleh
karena itu perlu dilakukan teknik pengasapan yang lebih baik sehingga ikan asap yang
dihasilkan lebih aman untuk dikonsumsi.
Salah satu caranya yaitu dengan teknik pengasapan cair, yaitu pengasapan ikan dengan
menggunakan asap cair. Menurut Girard (1992) cit Pranata (2007) Asap cair merupakan
cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu. Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat
tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras.
Menurut Darmadji dan Trijuana (2006) Asap cair (bahasa Inggris: wood vinegar,
liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak
Rio Lharvinosa
Ikuti 1
Lihat profil lengkapku
Mengenai Saya
2012 (1)
Juli (1)
PengaruhPerbedaanKosentrasiAsap Cairdari Beber...
Arsip Blog
Bagikan 0 Lainnya Blog Berikut [email protected] Dasbor Keluar
http://riolharvinosa.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ikanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_air_tawarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Afrikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Wadukhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Kondensasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Uaphttps://plus.google.com/113073386503558545536https://plus.google.com/113073386503558545536javascript:void(0)http://riolharvinosa.blogspot.com/search?updated-min=2012-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2013-01-01T00:00:00-08:00&max-results=1javascript:void(0)http://riolharvinosa.blogspot.com/2012_07_01_archive.htmlhttp://riolharvinosa.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.htmlhttps://www.blogger.com/next-blog?navBar=true&blogID=8013392829887449887http://www.blogger.com/homehttp://riolharvinosa.blogspot.com/logout?d=http://www.blogger.com/logout-redirect.g?blogID%3D8013392829887449887http://www.blogger.com/4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 2/35
mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya.
Bahan baku yang dapat digunakan untuk memperoleh asap cair antara lain berbagai
macam jenis kayu, bambu, cangkang kelapa sawit, kulit batang sagu, kayu manis, tempurung
kelapa, tongkol jagung, jerami padi, sekam padi, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain
sebagainya. Selama pembakaran, komponen tersebut akan mengalami pirolisis yang
menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol,
lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya (Girard, 1992 cit Setiawan,
1997).
Bahan baku seperti batang bambu, kulit batang sagu, kayu manis, tempurung kelapa,
tongkol jagung, dan lain sebagainya memiliki komponen kimia yang berbeda-beda.
Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis
bahan baku, umur tanaman sumber bahan baku, dan kondisi pertumbuhan seperti iklim dan
tanah. Komponen-komponen tersebut juga akan menghasilkan komponen-komponen kimia
yang berbeda sebagai hasil dari proses pirolisis.
Bambu mengandung komponen-komponen kimia seperti ; holoselulosa 72-79%, lignin
19-25%, abu 1% dan zat ekstraktif 2-8%. Kulit batang sagu mengandung selulosa 56,86%
dan lignin 37,70% (Kiat, 2006). Kayu manis mengandung komponen-komponen kimia,
seperti : holoselulosa 62,64%, kadar air 8,10%, selulosa 49,39%, lignin 26,39%, pentosan
15,44%, abu 0,95%, dan silika 0,18%. Menurut Suherdi (1999), kayu kulit manis
mengandung senyawa sinamaldehid dan eugenol yang merupakan turunan dari senyawa fenol.
Fenol dapat berfungsi sebagai pengawet, flavor, antioksidan, herbisida, dan bio oil (Raharjda
et al, 2009). Tempurung kelapa mengandung komponen-komponen kimia, seperti : selulosa
26,6%, hemiselulosa 27,7%, lignin 29,4%, abu 0,6%, komponen ekstraktif 4,2%, uronat
anhidrat 3,5%, nitrogen 0,1%, dan air 8,0% (Pranata, 2007). Tongkol jagung mengandung
komponen-komponen kimia, seperti : abu 6,04%, lignin 15,70%, selulosa 36,81% dan
hemiselulosa 27,01% (Sutoro et al, 1998).
Berdasarkan penelitian Mayasari (2011), perbedaan kosentrasi asap cair yang
digunakan pada perendaman ikan nila yaitu konsentrasi 0,5-2,5 % memberikan pengaruh
berbeda tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, angka
lempeng total dan uji organoleptik terhadap ikan nila asap, namun memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kadar fenol total.
Hasil penelitian tersebut menghasilkan kadar fenol total 0,09%-0,29%, kadar air
7,89%-10,91%, kadar abu 15,90%-18,48%, kadar protein 42,87%-43,97%, kadar lemak
17,00%-23,57%, angka lempeng total 1,8 x 104 koloni/gram bahan sampai 5,7 x 105
koloni/gram bahan. Nilai kesukaan terhadap rasa 3,36-3,80 (biasa sampai suka), aroma 3,20-
3,36 (biasa), warna 3,20-3,60 (biasa sampai suka), dan tekstur 3,40-3,92 (biasa sampai
suka). Dari rata-rata penilaian panelis terhadap uji organoleptik ikan nila asap, maka
kosentrasi asap cair 1,0 % memberikan hasil terbaik terhadap mutu ikan asap.
Menurut Girard (1992) cit Setiawan (1997), syarat ikan asap yang memenuhi kriteria
memiliki kadar fenol maksimal 0,5%, sedangkan syarat ikan asap menurut SNI 01.2725.200
memiliki kadar air maksimal 60% dan angka lempeng total maksimal 1,0 x 105 koloni/gram
bahan.
Berdasarkan uraian diatas maka telah dilakukan penelitian yang berjudul Pengaruh
Perbedaan Kosentrasi Asap Cair yang Berasal dari Beberapa Limbah Pertanian yang
Berbeda terhadap Mutu Ikan Nila (2UHRFKRUPLVQLORWLFXV) Asap
1.2 Tujuan Penelitian
Menentukan jenis bahan baku pembuatan asap cair yang paling disukai dan kosentrasi
asap cair yang tepat dalam pengasapan ikan nila (Oreochormis niloticus) asap untuk
menghasilkan produk ikan nila asap yang paling disukai penelis.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain adalah :
1. Mengembangkan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet alami.
2. Meningkatkan nilai ekonomis dan daya guna limbah batang bambu, kulit batang sagu, kayu
manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung.
3. Diversifikasi produk olahan ikan nila.
4. Memperkenalkan teknologi proses pembuatan asap cair yang sangat sederhana dan
murah, serta memperkenalkan cara penggunaan asap cair kepada masyarakat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ligninhttp://id.wikipedia.org/wiki/Selulosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hemiselulosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbonhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tempurung&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sekamhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ampas&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serbuk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Gergajihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pirolisa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Fenolhttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbonilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Asamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Furanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Alkoholhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lakton&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Hidrokarbonhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Polisiklik_aromatik&action=edit&redlink=14/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 3/35
1.4 Hipotesa
Ho : Jenis bahan baku asap cair dan perbedaan kosentrasi asap cair
berpengaruh terhadap karakteristik, kesukaan panelis dan keawetan ikan
terhadap ikan nila yang diasapi.
Hi : Jenis bahan baku asap cair dan perbedaan kosentrasi asap cair tidak
berpengaruh terhadap karakteristik, kesukaan panelis dan keawetan
ikan terhadap ikan nila yang diasapi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nila (2UHRFKRUPLVQLORWLFXV)
Ikan nila (Oreochormis niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari luar negeri.
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jendral
Perikanan. Sesuai dengan nama latinnya O. niloticus berasal dari sungai Nil dan danau-danau
yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena
dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Suyanto, 2008).
Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah, karena kemampuan
adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di
laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, dan mampu
mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan
penyakit (Suyanto, 2008).
Spesifikasi lengkap ikan nila yang dirumuskan oleh Dr. Treavas :
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochormis
Jenis (spesies) : Oreochormis niloticus
Ikan nila memiliki banyak keunggulan diantaranya reproduksi dan pertumbuhannya
lebih cepat daripada ikan lainnya, dagingnya cukup tebal dan rasanya gurih, serta tidak
memiliki tulang-tulang halus pada dagingnya sehingga mudah untuk dikonsumsi, kandungan
proteinnya tinggi dan harganya pun terjangkau. Kelebihan di atas membuat ikan nila banyak
dipilih sebagai alternatif makanan sumber protein.
Namun demikian, ikan nila merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Menurut
Suyanto (2008), kerusakan daging ikan setelah ikan dipanen disebabkan oleh tiga penyebab
pokok sebagai berikut :
1. Adanya enzim dari tubuh ikan yang menyebabkan daging ikan menjadi busuk.
Kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan enzim ini disebut autolisis.
2. Adanya bakteri pembusuk dari luar tubuh ikan yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan
mati dan menghancurkannya.
3. Adanya proses kimia di dalam jaringan tubuh ikan yang mulai busuk karena proses
autolysis.
Ketiga penyebab proses pembusukan tersebut dapat berjalan bersama-sama, tumpang
tindih, atau saling memperkuat. Proses pembusukan akan semakin cepat bila suhu semakin
tinggi. Proses pembusukan ikan dapat dihambat bila suhu didinginkan sampai 0oC atau lebih
rendah (Suyanto, 2008).
2.2 Kerusakan pada Ikan
Sejak beberapa abad yang lalu, manusia telah memanfaatkan ikan sebagai salah satu
bahan pangan yang banyak mengandung protein 18-30%. Protein ikan sangat diperlukan
karena mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi yaitu 90%, lebih murah
dibandingkan dengan sumber protein yang lain dan mudah dicerna (Adawyah, 2008).
Kelebihan produk perikanan dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah
kandungan proteinnya yang cukup tinggi 20%, dagingnya mudah dicerna karena mengandung
sedikit tenunan pengikat (tendon), mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar
kolesterol yang sangat rendah, dan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca,
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 4/35
Fe, Zn, F, Ar, Cu dan Y serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan manusia (Adawyah, 2008).
Di samping keuntungan-keuntungan di atas, ternyata ikan juga memiliki beberapa
kelemahan seperti kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh yang mendekati netral sehingga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme
lain, mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh
enzim autolisis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya sangat
mudah mengalami oksidasi (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Menurut Adawyah (2008), proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas
enzim, mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri dengan perubahan seperti
timbul bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang
maupun tubuh bagian luar. Sedangkan menurut Buckle et al (1985), perbedaan ikan segar
dan ikan busuk atau rusak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri ciri ikan segar dan ikan busuk
No Ikan segar Ikan busuk atau rusak
1 Kulit dan warna cerah 1. Warna buram dan pucat
2 Sisik melekat dan kuat 2. Sisik lepas
3 Sedikit lendir pada kulit 3. Kulitnya berlendir
4Mata jernih, tidak terbenam atau
berkerut4. Mata buram, berkerut, masuk
5Daging keras, lentur, tekanan oleh jaritidak tinggal
5. Dagingnya kendur dan lunak, tekanan
oleh jari tinggal
6Bau segar pada bagian luar daninsang
6. Bau busuk atau asam terutama insang
7 Tubuh kaku atau diam 7. Tubuh lunak dan mudah melengkung
8 Ikan tenggelam dalam air 8. Ikan terapung jika sudah busuk sekaliSumber : Buckle et al (1985)
2.2.1 Proses Perubahan atau Kerusakan Ikan karena Aktifitas Enzim (Autolisis)
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim yang
terdapat di dalam tubuh ikan itu sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan yang mati
melewati fase rigor mortis yaitu keadaan dimana pH tubuh ikan menurun dan jaringan otot
tidak mampu mempertahankan fleksibelitasnya (kekenyalannya) (Afrianto dan Liviawati,
1989).
Selama ikan hidup, enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh berasal dari daging
(chatepsin), enzim pencernaan (trypsin, chemotrypsin dan pepsin) atau enzim dari
mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan, akan membantu proses metabolisme
makanan. Dengan demikian aktifitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu
sendiri (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Ketika ikan mati, ternyata enzim-enzim ini masih mempunyai kemampuan untuk
bekerja secara aktif, tetapi karena jaringan otak sebagai organ pengontrol sudah tidak dapat
berfungsi lagi, maka sistem kerja enzim tersebut menjadi tidak terkontrol dan dapat merusak
organ tubuh lainnya, seperti dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana. Peristiwa inilah yang disebut autolisis. Biasanya proses autolisis
selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim selama
proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan
mikroorganisme lainnya (Afrianto dan Liviawati, 1989).
2.2.2 Proses Perubahan karena Aktivitas Mikroorganisme
Fase pembusukan berikutnya adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan hidup, ikan dapat dianggap tidak
mengandung bakteri yang sifatnya merusak (steril), meskipun sebenarnya pada tubuh ikan
banyak sekali dijumpai mikroorganisme. Ikan hidup memiliki kemampuan untuk mengatasi
aktivitas mikroorganisme sehingga tidak terlihat selama ikan masih hidup (Afrianto dan
Liviawati, 1989).
Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak pada tubuh ikan. Adapun jenis
bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter, Pseudomonas,
Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini terdapat di seluruh permukaan
tubuh ikan, terutama pada bagian insang, kulit dan usus. Bakteri-bakteri tersebut menyerang
tubuh ikan mulai dari insang atau luka-luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan tubuh
bagian dalam, dari saluran pencernaan menuju jaringan daging dan dari permukaan kulit
menuju ke jaringan tubuh bagian dalam (Afrianto dan Liviawati, 1989).
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 5/35
2.2.3 Proses Perubahan karena Oksidasi
Proses perubahan pada ikan juga dapat terjadi karena proses oksidasi lemak,
sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Meskipun bau tengik tidak berpengaruh
terhadap kesehatan, bau ini sangat merugikan proses pengolahan maupun pengawetan karena
dapat menurunkan mutu dan daya jualnya (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Cara mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil mungkin
terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas di sekelilingnya, yakni dengan menggunakan
ruang hampa udara, menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab
proses oksidasi (Afrianto dan Liviawati, 1989).
2.3 Pengasapan Ikan
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang
dihasilkan asap. Tujuan kedua, untuk memberikan aroma yang khas pada produk ikan asap.
Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar
serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan
air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada
produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Adawyah, 2008).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses pengasapan, diantaranya suhu
pengasapan, kelembaban udara, jenis kayu yang digunakan, jumlah asap, dan kecepatan aliran
asap. Jenis kayu yang baik untuk pengasapan adalah kayu yang lambat terbakar, banyak
mengandung senyawa-senyawa mudah terbakar selulosa, hemiselulosa, lignin dan
menghasilkan asam (Wibowo, 2002).
Pada dasarnya ada dua pengasapan, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin,
tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu berkembang pula cara pengasapan yang
tergolong baru, yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan likuid (Wibowo, 2002).
Pengasapan likuid dilakukan dengan cara mencelupkan ikan ke dalam larutan asap.
Asap cair ini pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari
hasil destilasi kering kayu tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan
dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya. Kemudian ikan direndam di dalam
larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada
pengasapan likuid adalah konsentrasi dan suhu larutan asap serta waktu perendaman
(Wibowo, 2002).
Menurut Adawyah (2008), kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah
aroma dari produk yang dihasilkan seragam, lebih intensif dalam pemberian aroma, dapat
diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, dapat digunakan oleh konsumen pada level
komersial, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap, polusi lingkungan dapat
diperkecil, serta dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,
pencelupan atau dicampur langsung ke dalam makanan.
Teknik-teknik pengasapan ikan :
1. Pencucian dan Penyiangan
Sebelum diasap, ikan dicuci dulu untuk menghilangkan kotoran, sisik-sisik yang lepas,
dan juga lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat
anus. Bilamana diperlukan, kepala ikan dipotong. Kalau ukuran ikan cukup besar dan
berdaging tebal, sebaiknya ikan dibelah membentuk kupu-kupu, diambil dagingnya saja, atau
dibentuk sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan untuk mencirikan produk (Wibowo, 2002).
2. Pengasapan
Pengasapan yang dilakukan adalah pengasapan cair dengan cara merendam ikan
dalam larutan asap selama beberapa jam, setelah itu ikan dikeringkan (Adawyah, 2008).
Pengasapan ikan dapat dilakukan dengan cara pengasapan dingin atau pengasapan
panas. Pengasapan dingin merupakan cara pengasapan yang dilakukan pada suhu rendah,
yaitu pada suhu ruangan dan tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu
pengasapannya sangat lama, dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah ini memang
dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein di dalamnya tidak
terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak (Wibowo,
2002).
Sedangkan pengasapan panas yaitu pengasapan yang dilakukan pada suhu tinggi yaitu
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 6/35
ws_Bamboo_1024x768(1).jpg
80-90oC, bahkan ada yang suhunya mencapai 120oC. Karena suhunya tinggi, waktu
pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Pengasapan
panas ini pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan. Tahap pertama merupakan tahapan
pengeringan awal yang berlangsung sedikit di atas suhu ruang yaitu pada suhu 30-35oC
selama 30-60 menit. Pada tahap kedua merupakan tahap pematangan pertama, dimana suhu
perlahan-lahan dinaikkan menjadi 50oC selama 30-45 menit. Tadap ketiga adalah tahap
pematangan akhir, dimana suhu dinaikkan sampai sekitar 80oC. Untuk ikan yang berukuran
besar biasanya memerlukan waktu 30-60 menit lebih lama dari ikan berukuran kecil (Wibowo,
2002).
3. Pengemasan
Setelah pengasapan selesai, ikan dibiarkan dingin hingga sama dengan suhu ruangan.
Sebaiknya tidak mengemas produk selagi masih panas atau hangat karena akan mengembun
dan ikan cepat rusak ditumbuhi jamur. Ikan asap harus dibiarkan dingin, dengan cara misalnya
ditempatkan pada ruangan terbuka dan bersih. Kipas angin dapat digunakan untuk membantu
mendinginkan ikan asap, asalkan terjadinya kontaminasi oleh kotoran dapat dicegah. Melalui
cara itu, ikan asap sudah cukup dingin dalam waktu 1-2 jam (Adawyah, 2008).
4. Penyimpanan
Penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam distribusi dan
pemasarannya. Jika penyimpanan juga pengemasan tidak baik maka ikan asap akan cepat
rusak sehingga daya jangkau pasarnya rendah. Untuk jangkauan distribusi yang luas,
penggunaan suhu rendah selama penyimpanan tampaknya sudah saatnya diterapkan dan tidak
dapat dihindari lagi (Adawyah, 2008).
2.4 Batang Bambu
Bambu merupakan tanaman yang tumbuh didaerah tropis atau subtropis dan
berkembang dengan baik didaerah beriklim lembab dan panas (Rao, 1966). Tumbuhan ini
termasuk dalam genus Bambusa, family Poaceae, ordo Poales, kelas Monocotyledoneae,
subdivisio Angiospermae dan diviso Spermathophyta (Lessart dan Chouinard, 1980). Ciri-ciri
morfologinya, antara lain berdaun tunggal berbentuk pita tersusun berselang-seling pada
ranting, batang bernodia, berakar serabut dan mempunyai rimpang (Maradjo dan Soenarko,
1977).
Gambar 1. Batang bambu (Anonim, 2011)
Ditinjau dari struktur kimia, elemen
penyusun bambu (Gambar 1) terdiri dari
komponen dinding sel dan merupakan komponen luar dinding sel yang dikenal sebagai zat
ekstraktif (Soenardi, 1976).
Komponen dinding sel utama bambu terdiri atas senyawa yang mempunyai sifat-sifat
organik dan mineral. Senyawa organic ini tersiri atas dua golongan, yaitu holoselulosa dan
lignin. Holoselulosa meliputi selulosa dan hemiselulosa. Kadar holoselulosa dalam bambu
berkisar antara 72-79%, sedangkan kadar lignin pada bamboo berkisar antara 19-25%.
Persentase kadar masing-masing itu dihitung terhadap berat zat dinding sel kayu dalam kondisi
kering tanur yang telah bebas dari zat ekstraktif. Mineral yang terdapat pada dinding sel ini
dapat ditunjukkan oleh adanya abu yang tersisa pada pembakaran bambu. Dengan demikian,
kadar abu dapat digunakan untuk memantau jumlah mineral yang ada di dalam bambu. Kadar
abu ini biasanya kurang dari 1% dari berat bambu yang telah bebas dari zat ekstraktif dalam
kondisi kering tanur (Soenardi, 1976 ; Youdi et al, 1985).
Zat ekstraktif larut dalam pelarut netral, antara lain air, alcohol, benzene dan ether. Zat
ekstraktif ini meliputi minyak-minyak dan asam yang mudah menguap, lemak dan asam-asam
lemak, zat warna, tannin, polisakarida dan glikosida, alkaloid dan senyawa N organic yang
lainnya. Komponen-komponen tersebut ada di dalam bambu dalam jumlah kecil. Kadarnya
berkisar antara 2-8% dari berat bambu yang telah bebas dari zat ekstraktif dalam kondisi
kering tanur (Soenardi, 1976).
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 7/35pohon-km.jpg
2.5 Kulit Batang Sagu
Sagu berasal dari Maluku dan Irian, karena itu sagu mempunyai arti khusus sebagai
bahan pangan tradisional bagi penduduk setempat. Hingga saat ini belum ada data yang pasti
yang mengungkapkan kapan mula sagu dikenal. Diduga budi daya sagu dikawasan Asia
Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfaatan kurma dimesopotamia
(Singhal et al, 2008).
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri ekstraksi pati
sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur sagu berserat (ampas), kulit
batang sagu (Gambar 2), dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah
sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al, 2008).
Gambar 2. Kulit batang sagu (Anonim,
2011)
Limbah sagu dari hasil samping
industri pengolahan pati berupa kulit batang dan ampas sagu mengandung pati, serat kasar,
protein kasar, lemak, dan abu. Namun, pati terdapat dalam jumlah terbesar. Ampas
mengandung 65,7% pati yang terdiri atas residu lignin sebesar 20,67%, sedangkan kandungan
selulosa di dalamnya sebesar 19,55% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi
lain, kulit batang sagu mengandung selulosa 56,86% dan lignin 37,70% (Kiat, 2006).
Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah salah satu alasan yang
menjadikannya sebagai sumber karbon. Kiat (2006) meyatakan, bahwa limbah sagu berupa
kulit batang biasanya dikeringkan dan digunakan untuk kayu bakar dan pembuatan papan
partikel.
Lignin dan selulosa yang terkandung dalam limbah sagu membentuk ikatan
lignoselulosa bersama dengan hemiselulosa. Oleh karena itu, potensi biomassa lignoselulosa
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai gula fermentasi dalam bahan baku produksi bioetanol
sehingga meningkatkan nilai ekonomi limbah sagu. Namun, belum banyak pemanfaatan limbah
tersebut sebagai bioetanol dan untuk memanfaatkan komponen yang terkandung di dalamnya
dibutuhkan metode hidrolisis agar menghasilkan rendemen gula yang tinggi (Akmar dan
Kennedy, 2001).
2.6 Kayu Manis
Pohon kayu manis merupakan tumbuhan asli Asia Selatan, Asia Tenggara dan daratan
Cina, Indonesia termasuk didalamnya. Tumbuhan ini termasuk family Lauraceae yang memiliki
nilai ekonomi dan merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil
hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedang hasil ikutannya adalah
ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti
minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik,
makanan, minuman, rokok dan sebagainya (Smith, 1986).
Selama ini kayu manis hanya diambil kulit batang, sedangkan batang dari kayu manis
hanya digunakan sebagai kayu bakar. Dengan potensi yang cukup besar, alangkah baiknya
dipikirkan penggunaan batang dari kayu manis tersebut sehingga dapat lebih bernilai ekonomis.
Selama ini telah banyak penelitian tentang kayu manis, namun masih terbatas dalam hasil
penelitian.
Pemanfaatan batang kayu manis secara efektif dan efisien salah satunya adalah dengan
menjadikan batang kayu manis menjadi asap cair, karena sebagaimana diketahui batang kayu
manis relatif kecil sehingga sangat sulit digunakan sebagai bahan pengganti kayu konvensional.
Namun diharapkan dengan dijadikan asap cair dapat digunakan nantinya sebagai bahan
pengawet.
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 8/35
pohon-km.jpg
tempurung kelapa.jpg
Gambar 3. Kayu Manis (Anonim, 2011)
Selain hal di atas dalam proses
pembentukan asap cair juga dipengaruhi
oleh komposisi kimia kayu, seperti zat
ekstraktif yang dikandungnya. Sebagaimana
Sjostrom (1995) cit Zaman (2007),
mengatakan bahwa zat ekstraktif akan
mempengaruhi proses pengolahan kayu.
Kayu manis (Gambar 3) merupakan beberapa spesies dari genus Cinnamomum.
Genus ini merupakan anggota dari family Lauraceae yang meliputi tumbuhan berkayu dengan
bentuk daun tunggal, ordo Polycarpicae dan kelas Dicotyledoneae. Dari banyaknya jenis kayu
manis, hanya empat jenis yang terkenal dalam perdagangan ekspor maupun local, yaitu
Cinnamomum zeylanicum, C burmanni, C cassia dan C cullilawan. Daunnya kecil dan kaku
dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman tersebut tumbuh di dataran tinggi, warna
pucuknya lebih merah dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan
rasanya manis. Panen terbaik dilakukan setelah tanaman berumur 10 tahun dan lingkar
batangnya mencapai satu meter (Rismunandar, 2001).
Menurut Kasim (2001) batang kayu manis tergolong kayu kelas kuat II, hal ini ditinjau
dari nilai keteguhan patah dan keteguhan tekan. Mengenai ciri umum kayu manis menurut
Kasim dan Zulmardi (2002) kayu manis mempunyai kayu teras yang berwarna kuning muda,
sedikit berbeda dan tidak begitu jelas dengan kayu gubal. Corak polos, tekstur halus dan rata,
arah serat luas, kilap permukaan agak mengkilap, kesan raba licin, dan kekerasan agak keras.
Menurut Kasim dan Zulmardi (2002) pembuluh/pori batang kayu manis baur, sebagian
besar berganda radial yang terdiri dari 2-3 pori kadang sampai 8 pori, diameter kecil, jumlah
banyak, bidang perforasi sederhana. Parenkim bertipe paratrakea selubung, jari-jari agak
sempit, jumlah banyak dan ukuran agak pendek.
Gusmailina dan Setiawan (1996) cit Hamdi (2006) menyatakan bahwa kandungan
holoselulosa batang kayu manis adalah 62,64%, kadar air 8,10%, selulosa 49,39%, lignin
26,39%, pentosan 15,44%, abu 0,95%, dan silika 0,18%. Menurut Suherdi (1999), kayu
manis mengandung senyawa sinamaldehid dan eugenol yang merupakan turunan dari senyawa
fenol.
2.7 Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis
adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan
berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi
mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air
sekitar 6-9% (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa
dan hemiselulosa (Pranata, 2007). Menurut Suhardiyono (1988) cit Tahir (1992), komposisi
kimia tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tempurung kelapa
Komponen Persentase
Selulosa
HemiselulosaLignin
AbuKomponen ekstraktif
Uronat anhidrat
NitrogenAir
26,5%
27,7%29,4%
0,6%4,2%
3,5%
0,1%8,0%
Sumber : Suhardiyono (1988) cit Tahir (1992)
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 9/35
tempurung kelapa.jpg
Tongkol-jagung-bantaeng.jpg
Gambar 4. Tempurung kelapa (Anonim,
2011)
Apabila tempurung kelapa (Gambar
4) dibakar pada temperatur tinggi dalam
ruangan yang tidak berhubungan dengan
udara maka akan terjadi rangkaian proses
penguraian penyusun tempurung kelapa
tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar dan gas (Anonim, 1983 cit Pranata,
2007). Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut dengan asap cair.
Menurut Tranggono et al (1996) cit Gumanti (2006) asap cair tempurung kelapa
memiliki 7 macam komponen dominan, yaitu phenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-
mektosiphenol, 2-mektosi-4-metilphenol, 4-etil-2-metoksiphenol, 2,6-dimektosiphenol, dan
2,5-dimektosi benzil alkohol yang semuanya larut dalam eter. Fenol merupakan zat aktif yang
dapat memberikan efek antibakteri dan antimikroba pada asap cair. Selain itu, Fhenol juga
dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan makanan yang akan diawetkan.
Identisifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili
kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga hasilnya dapat diaplikasikan kepada semua
produk pengasapan. Yulistiani (1997) cit Gumanti (2006) melaporkan kandungan phenol
dalam distilat asap tempurung kelapa sebesar 1,28%.
2.8 Tongkol Jagung
Jagung termasuk ke dalam famili rumput-rumputan. Tanaman jagung tumbuh tegak
dengan tinggi bervariasi. Pada varietas tertentu tinggi tanaman jagung saat dewasa kurang dari
60 cm dan tipe yang lain dapat mencapai 2 m atau lebih. Produk pertanian yang satu ini
memiliki peranan tersendiri dalam negeri. Permintaan terhadap komoditas ini semakin
meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah luasan area pertanian jagung
yang semakin meningkat (Capricorn Indo Consult, 1998).
Dalam kegiatan industri jagung, limbah yang dihasilkan adalah tongkol jagung (Gambar
5). Tongkol jagung merupakan limbah lainnya. Setelah masa produktif jagung habis, limbah
tongkol jagung yang dihasilkan cukup besar. Hampir dari setengah tanaman jagung terdiri dari
tongkol tersebut. Selama ini pemanfaatan limbah tongkol jagung hanya terbatas sebagai pakan
ternak. Kandungan serat yang tinggi dalam tongkol jagung sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku asap cair (Sutoro et al, 1988).
Gambar 5. Tongkol jagung (Anonim, 2011)
Kandungan yang terdapat pada
cairan hasil pirolisis tongkol jagung terdiri
dari golongan fenol, aldehid, hidrokarbon, asam, dan ester. Cairan hasil pirolisis tongkol jagung
tanpa katalis mengandung lebih banyak komponen dari golongan fenol. Fungsi komponen yang
terkandung dalam cairan hasil pirolisis tongkol ini diklasifikasikan menjadi beberapa, yaitu
sebagai pengawet, flavor dan antioksidan (Raharjda et al, 2009). Menurut Sutoro et al
(1998), komponen kimia tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia tongkol jagung
Komponen Kandungan (%)
Abu 6,04Lignin 15,70
Selulosa 36,81
Hemiselulosa 27,01Sumber : Sutoro et al (1988)
2.9 Asap Cair
Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 10/35
gas. Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung
senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil sebagai hasil degradasi termal komponen
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair tersebut
memiliki kontribusi dalam memberikan sifat karakteristik aroma, warna dan flavor dan juga
sebagai antioksidan dan antimikroba (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007). Sedangkan asap cair
menurut Darmadji dan Triyudiana (2006) merupakan campuran larutan dari disperse asap
kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.
Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan
makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang
disebut alat pembangkit asap, kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam sirkulasi
udara dan temperatur terkontrol. Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak
sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan
kondensasi (Pranata, 2007).
Asap memiliki kemampuan untuk megawetkan bahan makanan karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dan Triyudiana (2006)
yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan
senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3 % dan asam 10,2%.
2.9.1 Komposisi Asap Cair
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis
tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia
dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang
dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan, karbonil yang bereaksi
dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk
aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).
Selain itu Fatimah (1998) cit Pranata (2007) menyatakan golongan-golongan senyawa
penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol (0,2-2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil (2,6-
4,0%) dan tar (1-7%). Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan
sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan.
Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling
menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dan Triyudiana (2006) menyatakan
bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada
temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada suhu
400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair
yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Adapun komponen-komponen
penyusun asap cair meliputi :
1. Senyawa-senyawa fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor
hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak.
Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu.
Kualitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol
yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawa-senyawa
fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin
benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat
mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Girrard, 1992 cit Pranata,
2007).
2. Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma caramel yang
unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan
siringaldehida (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).
3. Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita
rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan
valerat. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja
secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba (Girrard, 1992 cit Pranata,
2007).
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 11/35
.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis
kayu. Senyawa hidrokarbon seperti benzopyrene merupakan senyawa yang memiliki
pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Benzopyrene mempunyai titik didih 310oC dan
dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi
proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).
2.9.2 Pembuatan Asap cair
Asap cair dibuat melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat
tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras.
Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang
disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut
mengandung pengertian bahwa apabila bahan dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara
dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa
kompleks yang menyusun bahan tersebut dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu
padatan, cairan dan gas (Pranata, 2007).
Menurut Tahir (1992) cit Pranata (2007), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam
penggolongan produk yaitu :
1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi sebagian besar berupa gas CO2
dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan
hidrokarbon tingkat rendah lain.
2. Destilat berupa asap cair dan tar. Komposisi utama dari asap cair adalah methanol dan
asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metal asetat, asam
format, asam butirat dll.
3. Residu (karbon)
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam bahan berbeda-beda tergantung jenis
bahan yang digunakan.
2.9.3 Pirolisis Komponen Bahan Asap Cair
1. Pirolisis selulosa
Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier struktur
heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa. Selulosa
terdekomposisi pada temperatur 280oC dan berakhir pada 300-350oC. Girrard (1992) cit
Pranata (2007), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.
b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan homolognya,
bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.
2. Pirolisis Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti pentosan
(C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan furfural, furan dan
turunannya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat. Pirolisis heksosan terutama
menghasilkan asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada
temperatur 200-250oC (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).
3. Pirolisis Lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi dan
tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari pirolisis struktur
lignin berperan penting dalam memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah
fenol, eter fenol seperti guaiokol, siringol dan homolog beserta turunannya (Girrard, 1992 cit
Pranata, 2007). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350oC dan
berakhir pada 400-450oC.
2.10. Penggunaan Asap Cair Pada Pengolahan Ikan Asap
Cara pengawetan dengan pengasapan sudah lama dikenal orang. Tujuan dari proses
pengasapan tersebut adalah untuk memperpanjang umur simpan produk. Namun dalam
pengembangannya terutama dewasa ini, tujuannya tidak hanya itu saja melainkan pengasapan
juga ditujukan untuk memperoleh kenampakan tertentu dan cita rasa pada bahan makanan
tersebut (Girrard, 1992 cit Pranata, 2007).
Meski tujuan pengasapan semula adalah baik, tetap pengasapan dapat menghasilkan
senyawa-senyawa yang tidak aman bagi kesehatan. Beberapa senyawa besifat karsiogenik
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 12/35
seperti benzopiren dan nitrosamin terdapat dalam produk asap. Kedua senyawa tersebut
dapat timbul selama pengasapan bahan makanan (Maga, 1987).
Senyawa fenol juga diketahui memegang peranan pada pengasapan karena akan
memberikan kenampakan pada ikan yang diasap menjadi lebih menarik yang disebabkan
terjadinya reaksi pewarnaan, tetapi keberadaan fenol juga menyebabkan ikan asap tidak aman
karena dapat membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya. Kandungan
senyawa-senyawa tersebut pada ikan asap dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah
metoda pengasapan yang digunakan dan kondisi bahan dasar penghasil asap serta jenis ikan
yang diasap. Kadar air rendah pada bahan pengasap ternyata dapat menyebabkan
terdapatnya fenol dalam jumlah yang lebih besar dari pada bahan dengan kadar air tinggi
(Maga, 1987).
Hollenbeck (1977) mengemukakan bahwa penggunaan asap cair lebih menguntungkan
dari pada menggunakan metoda pengasapan lainnya oleh karena warna dan cita rasa produk
dapat dikendalikan, kemungkinan menghasilkan produk karsiogenik lebih kecil dan proses
pengasapan dapat dilakukan dengan cepat. Eklund et al (1982), mengemukakan bahwa asap
cair lebih mudah diaplikasikan karena konsetrasinya dapat dikontrol agar memberikan flavor
dan warna yang seragam.
Asap cair dengan konsentrasi yang optimal mempunyai kegunaan yang sangat besar
sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet
karena sifat antimikrobia dan antioksidannya (Himawati, 2010).
Menurut penelitian Mayasari (2011), perbedaan konsentrasi asap cair yang digunakan
pada perendaman ikan nila yaitu konsentrasi 0,5-2,5 % memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, angka lempeng total dan uji
organoleptik terhadap ikan nila asap, namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kadar fenol total. Hasil penelitian tersebut menghasilkan kadar fenol total
0,09%-0,29%, kadar air 7,89%-10,91%, kadar abu 15,90%-18,48%, kadar protein
42,87%-43,97%, kadar lemak 17,00%-23,57%, angka lempeng total 1,8 x 104 koloni/gram
bahan sampai 5,7 x 105 koloni/gram bahan. Nilai kesukaan terhadap rasa 3,36-3,80 (biasa
sampai suka), aroma 3,20-3,36 (biasa), warna 3,20-3,60 (biasa sampai suka), dan tekstur
3,40-3,92 (biasa sampai suka). Dari rata-rata penilaian panelis terhadap uji organoleptik ikan
nila asap, maka konsentrasi asap cair 1,0 % memberikan hasil terbaik terhadap mutu ikan
asap. Sedangkan menurut Poernomo et al (2006), perendaman dengan asap cair konsentrasi
2,0% selama 10 menit dan 15 menit merupakan perlakuan terbaik untuk pengawetan ikan
karena memiliki kadar fenol sebesar 0,96% dan memiliki rata-rata uji hedonik yang baik.
Menurut Girard (1992) cit Setiawan (1997), syarat ikan asap yang memenuhi kriteria
memiliki kadar fenol maksimal 0,5%, sedangkan syarat ikan asap menurut SNI 01.2725.200
memiliki kadar air maksimal 60% dan angka lempeng total maksimal 1,0 x 105 koloni/gram
bahan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai April 2012 di
Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Proses Hasil Pertanian; Laboratorium Kimia, Biokimia
Hasil Pertanian dan Gizi Pangan; Laboratorium Total Quality Control (TQC) Hasil Pertanian
dan Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Andalas.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair adalah batang bambu, kulit
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 13/35
batang sagu, kayu manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung yang diperoleh dari area
perkebunan dan pertanian rakyat di Kota Padang. Ikan yang akan diawetkan adalah ikan nila
yang diperoleh dari salah satu kolam masyarakat di kota Padang dengan panjang rata-rata 15
cm dan berat rata-rata 200 gram.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah selenium mix, H2SO4 pekat,
NaOH 30%, indikator MM-MB, asam boraks 3%, hexan, thio sulfat 0,1 N, Aquadest,
KBrO3 0,1 N, KBr, HCl 0,02 N, HCl 3N, KI, Na2S2O3 0,1 N, indikator amilum, Media
Plate Count Agar (PCA), kertas saring Hulls, aluminium foil, kapas, dan tissue.
Peralatan yang digunakan adalah satu set alat pirolisis, satu set alat destilasi, timbangan
analitik, pisau, batang pengaduk, Erlenmeyer, pipet takar, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
lampu spritus, cawan Petri, oven, autoclave, incubator, coloni counter, vortex mixer,
kotak/wadah, cawan porselen, cawan aluminium, gegep, oven, tannur, desikator, labu
kjehdahl, pemanas berjaket, labu ukur 100 ml, pipet 10 ml, gelas ukur 50 ml, buret 50 ml,
pipet tetes, klem, standar, labu lemak, soxlet, pipet 25 ml, Erlenmeyer bertutup asah, buret 25
ml, pipet tetes dll.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan pembuatan asap cair, pemurnian dengan suhu 1300C dan
dilanjutkan dengan pembuatan ikan nila asap. Setelah itu dilakukan pengujian tingkat kesukaan
panelis secara organolepik terhadap ikan nila asap yang dihasilkan, pengukuran nilai-nilai gizi
ikan nila asap, dan dilakukan penyimpanan selama 15 hari untuk menghitung angka lempeng
total.
Perlakuan yang dilakukan diantaranya adalah perbedaan bahan baku pembuatan asap
cair yaitu :
A1 = asap cair batang bambu
A2 = asap cair kulit batang sagu
A3 = asap cair kayu manis
A4 = asap cair tempurung kelapa
A5 = asap cair tongkol jagung
dan perbedaan kosentrasi asap cair yaitu :
B1 = kosentrasi asap cair 1%
B2 = kosentrasi asap cair 1,5%
B3 = kosentrasi asap cair 2%
B4 = kosentrasi asap cair 2,5%
Sehingga, dari uraian diatas diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut :
1. A1B1 5. A2B1 9. A3B1 13. A4B1 17. A5B1
2. A1B2 6. A2B2 10. A3B2 14. A4B2 18. A5B2
3. A1B3 7. A2B3 11. A3B3 15. A4B3 19. A5B3
4. A1B4 8. A2B4 12. A3B4 16. A4B4 20. A5B4
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu :
1. Pembuatan asap cair dari beberapa bahan baku, seperti ; batang bambu, kulit batang
sagu, kayu manis, tempurung kelapa, dan tongkol jagung.
2. Pengawetan ikan dengan pengasapan cair, seperti ; persiapan bahan baku,
pengasapan, pengeringan dan pengemasan.
3. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pirolisis, seperti
rendemen asap cair mentah, persentase tar, persentase arang dan komponen yang
hilang, serta pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses
pemurnian asap cair berupa persentase asap cair murni.
4. Analisis terhadap produk ikan nila asap, seperti pengujian organoleptik, kadar fenol
total, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan uji mikroorganisme angka
lempeng total.
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 14/35
3.4.1 Pembuatan Asap Cair (Pranata, 2007) yang Dimodifikasi
Bahan yang telah diperkecil ukurannya 4-9 cm2 dengan kadar air berkisar antara 4-
7% ditimbang dan dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis sampai mendekati penuh, pirolisis
dilakukan pada suhu 400oC selama 12 jam, diperoleh 3 fraksi : fraksi padat berupa arang
tempurung kelapa, fraksi berat berupa tar dan fraksi ringan berupa asap dan gas methan. Dari
fraksi ringan dialirkan ke pipa kondensasi sehingga diperoleh asap cair sedangkan gas methan
tetap menjadi gas tidak terkondensasi. Asap cair yang dihasilkan belum bisa digunakan untuk
pengawet makanan karena masih mengadung bahan berbahaya sehingga perlu dimurnikan
terlebih dahulu.
Proses pemurnian asap cair dilakukan dengan cara mengendapkan asap cair yang
telah dihasilkan selama satu minggu kemudian cairan yang terdapat pada bagian atas diambil
dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Dilakukan destilasi pada suhu 130oC, hasil destilasi
kemudian ditampung. Diperolehlah asap cair yang telah aman digunakan sebagai pengawet
makanan.
3.4.2 Pengawetan Ikan dengan Pengasapan Cair (Wibowo, 2002) yang
Dimodifikasi
3.4.2.1 Persiapan Bahan Baku
Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila dengan ukuran panjang rata-rata 15 cm dan
berat rata-rata 200 gram. Setelah ikan nila dipanen langsung disiangi dengan cara membuang
sisiknya, membelah ikan menjadi bentuk kupu-kupu, kemudian dibuang insang, isi perut,
kotoran dan lapisan dinding perut yang berwarna hitam. Kemudian dilakukan pencucian
sampai bersih untuk menghilangkan sisa kotoran, darah, sisik yang lepas dan juga lendir.
3.4.2.2 Pengasapan
Proses pangasapan diawali dengan pembuatan larutan asap cair sesuai dengan
kosentrasi yang telah ditentukan yaitu 1,0%; 1,5 %; 2,0%; dan 2,5%. Cara pembuatan larutan
asap cair dengan kosentrasi 1,0 % adalah dengan mengambil 5 ml asap cair kemudian
ditambahkan air bersih sampai volume 500 ml. Begitu seterusnya untuk semua kosentrasi
larutan asap cair yang digunakan.
Ikan yang telah ditiriskan kemudian direndam di dalam asap cair dengan konsentrasi
yang telah ditentukan selama 30 menit dengan perbandingan 2 ekor ikan dalam 500 ml larutan
asap cair. Kemudian ikan ditiriskan sampai permukaannya mengering.
3.4.2.3 Pengeringan
Setelah ditiriskan sampai permukaan kulit ikan mengering, tahapan berikutnya adalah
proses pengeringan ikan di dalam oven. Pengeringan yang digunakan adalah jenis pengeringan
panas yaitu menggunakan suhu 40-80oC. Proses pengeringan ini berlangsung dalam 3 tahapan.
Tahapan pertama adalah tahap pengeringan awal menggunakan suhu 40oC selama 30 menit.
Tahap kedua yaitu tahap pematangan pertama dengan menggunakan suhu 60oC selama 30
menit. Tahapan ketiga yaitu tahap pematangan akhir dengan menggunakan suhu 80oC selama
20 jam. Setelah itu ikan asap yang diperoleh dibiarkan dingin pada udara terbuka dan
selanjutnya dilakukan pengemasan.
3.4.2.4 Pengemasan
Ikan nila asap yang telah dingin, dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik
polietilen.
3.4.2.5 Penyimpanan
Ikan nila yang telah dikemas dengan plastik polietilen disimpan didalam ruangan
penyimpanan selama 15 hari.
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain adalah:
1. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pirolisis berupa
rendemen asap cair mentah, persentase tar setelah proses pirolisis, persentase arang
dan persentase komponen yang hilang.
2. Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk pada proses pemurnian asap cair
berupa persentase asap cair murni dan persentase tar setelah proses destilasi.
3. Pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa dan warna ikan asap.
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 15/35
4. Pengamatan terhadap ikan asap berupa kadar fenol total,
5. Pengamatan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, uji
mikroorganisme angka lempeng total dilakukan pada satu produk yang paling disukai
secara organoleptik.
3.5.1 Persentase Komponen yang Terbentuk pada Proses Pirolisis
3.5.1.1 Persentase Rendemen Asap Cair Mentah
Persentase nilai rendemen yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Rendemen asap cair mentah (%) =
3.5.1.2 Persentase Tar
Persentase jumlah tar yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Tar (%) =
3.5.1.3 Persentase Arang
Persentase jumlah arang yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Arang (%) =
3.5.1.4 Persentase Komponen yang hilang
Persentase jumlah komponen yang hilang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Komponen yang hilang (%) = 100% - (%asap cair mentah termasuk tar + %arang)
3.5.2 Persentase Komponen yang terbentuk pada Proses Pemurnian Asap Cair
5.5.2.1 Persentase Asap Cair Murni
Persentase jumlah asap cair murni yang dihasilkan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Asap cair murni (%) =
3.5.3 Analisis Ikan Nila Asap
3.5.3.1 Persiapan Ikan Asap untuk Analisis
Ikan asap yang telah dibuat dihancurkan seluruh bagian tubuhnya termasuk kepala,
tulang, ekor dll sampai halus dengan menggunakan blender. Selanjutnya diambil sesuai dengan
kebutuhan masing-masing analisis.
3.5.3.2 Analisis Kadar Air Metoda Oven (SNI-01-2354.2-2006)
1. Kondisikan oven pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil.
2. Masukkan cawan kosong ke dalam oven minimal 2 jam.
3. Pindahkan cawan kosong ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu
ruang dan timbang bobot kosong (Ag).
4. Timbang contoh yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram ke dalam cawan (Bg).
5. Masukkan cawan yang telah diisi dengan contoh ke dalam oven 105oC selama 3 jam.
6. Pindahkan cawan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama 30
menit kemudian ditimbang (Cg).
7. Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali).
Perhitungan :
Kadar air (%) =
Dengan :
A = berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B = berat cawan + contoh awal dinyatakan dalam gram
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 16/35
C = berat cawan + contoh kering dinyatakan dalam gram
3.5.3.3 Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, 1997)
1. Masukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya sebanyak 2 gram
contoh dan arangkan di atas nyala pembakar.
2. Abukan cawan porselen di dalam tanur listrik pada suhu maksimal 550oC sampai
pengabuan sempurna.
3. Setelah itu cawan porselen tadi didinginkan dalam desikator.
4. Timbang berat cawan porselen tadi dan hitung kadar abu dengan menggunakan rumus :
Kadar abu (%) =
Dimana :
a = berat contoh sebelum diabukan (gram)
b = berat contoh ditambah cawan setelah diabukan (gram)
c = berat cawan kosong (gram)
3.5.3.4 Penetapan Kadar Fenol Total (Walter Poethke, 1980)
1. Ditimbang sebanyak 1 gram bahan.
2. Diencerkan dengan aquades sampai 100 ml di dalam labu ukur.
3. Diambil 25 ml larutan di atas, ditambahkan dengan 25 ml KBrO3 0,1 N, 1 gram KBr,dan
15 ml HCl 3 N.
4. Campuran tersebut diaduk dan dibiarkan 30 menit dalam ruang gelap.
5. Ditambahkan 1 gram KI yang telah dilarutkan dalam 5 ml air.
6. Iod yang dilepaskan dititrasi dengan larutan thio sulfat 0,1 N menggunakan indikator
amilum sampai warna biru hilang.
Perhitungan :
Kadar fenol total =
3.5.3.5 Analisis Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjehdahl) (Sudarmadji, 1997)
Bahan ditimbang sebanyak 1 gram. Kemudian ditambahkan selenium mix sebanyak 1
gram. Tambahkan asam sulfat pekat sebanyak 15 ml. Dekstruksi selama 2 jam dalam ruang
asam sampai menjadi hijau dan jernih. Encerkan hasil dekstruksi dengan labu ukur 100 ml
sampai tanda batas. Pipet larutan sebanyak 10 ml dan tambahkan NaOH 30% sebanyak 20
ml, masukkan dalam tabung destilasi. Hasil destilasi ditampung dengan asam borat 3%
sebanyak 10 ml dan indikator MM-MB. Tampung hasil destilasi sampai volume 100 ml
(warna hijau muda). Hasil destilasi dititer dengan HCl 0,02 N sampai warna biru. Blanko
dikerjakan seperti di atas tanpa contoh. Hasil analisa dapat dicari dengan rumus berikut :
N (%) =
Protein (%) = % N x faktor konversi Faktor konversi = 6,25
3.5.3.6 Analisis Kadar Lemak (Metode Soxhlet) (Sudarmadji, 1997)
1. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven lalu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
2. Sebanyak 5 gram bahan dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring yang sesuai
ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wol yang bebas lemak. Sebagai alternatif sampel
dapat dibungkus dengan kertas saring Hulls.
3. Letakkan timbel atau kertas yang berisi sampel tersebut dalam ekstraksi soxlet yang
digunakan.
4. Lakukan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna
jernih.
5. Destilasi pelarut yang ada di dalam lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak
yang berisi lemak ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC.
6. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikator, timbang labu
lemak tersebut. Berat lemak dihitung :
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 17/35
Kadar Lemak (%) =
3.5.3.7 Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total) (SNI-01-2332.3-2006)
1. Timbang contoh sebanyak 5 gram kemudian masukkan dalam wadah steril.
2. Tambahkan 45 ml larutan garam fisiologis dan homogenkan selama 2 menit. Homogenat ini
merupakan pengenceran 10-1.
3. Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 ml homogenate di atas dan masukkan ke dalam
9 ml garam fisiologis untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
4. Siapkan pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh pengenceran 10-2
ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
sebanyak minimal 25 kali.
5. Selanjutnya lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5, sesuai dengan kondisi
contoh.
6. Pipet 1 ml dari setiap pengenceran 10-1, 10-2 dst dan masukkan ke dalam cawan Petri
steril.
7. Tambahkan 12 ml-15 ml media PCA yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga
mencapai suhu 45oC 1oC ke dalam masing-masing cawan yang telah berisi contoh.
8. Supaya media dan contoh tercampur sempurna lakukan pemutaran cawan ke depan dan
ke belakang serta ke kiri dan ke kanan.
9. Setelah agar menjadi padat, inkubasi cawan tersebut pada posisi terbalik dalam inkubator
selama 48 jam 2 jam pada suhu 35oC.
10. Setelah diinkubasi selanjutnya dihitung jumlah koloni yang tumbuh dengan daerah
pengamatan 30-300 koloni setiap Petri dengan menggunakan alat digital coloni counter.
11. Jumlah total mikroba adalah banyaknya koloni mikroba yang dihitung dengan coloni
counter dikalikan dengan factor pengenceran.
Perhitungan :
Factor pengenceran (fp) = ml bahan x pengenceran
Jumlah koloni/g bahan = jumlah koloni pada petri x
3.5.3.8 Uji Organoleptik
Uji organoleptik (sensory evaluation) didasarkan atas indera penglihatan, indera
peraba, indera penciuman, indera perasa. Uji organoleptik pada ikan nila asap dilakukan
dengan menggunakan preference test (uji kesukaan/uji hedonic). Pada uji kesukaan ini panelis
diminta tanggapan pribadinya terhadap tingkat kesukaannya terhadap produk.
Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka
juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonic
seperti sangat suka, suka, biasa, kurang suka, dan tidak suka. Skala hedonic dapat juga
diubah menjadi skala numeric dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data
numeric ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Uji mutu hedonic dilakukan terhadap
aroma, rasa dan warna ikan nila asap. Parameter uji diberi skor 1 sampai 5 dan dilakukan
dengan 20 orang panelis agak terlatih (terdiri dari golongan mahasiswa THP). Berikut
prosedur dari uji organoleptik:
1. Masing-masing sampel diletakkan pada wadah atau piring berwarna putih agar dapat
dilihat perbedaan warnanya dengan jelas. Tiap sampel diberi kode dengan bilangan tiga
angka yang disusun secara acak.
2. Air minum disediakan untuk mencuci mulut sebelum dan sesudah mencicipi sampel uji.
3. Pengujian ini dilakukan dalam suatu ruangan dimana antara satu panelis dengan panelis lain
dibatasi oleh sekat sehingga antar panelis tidak dapat berkomunikasi.
4. Panelis diharapkan tidak dalam keadaan lapar maupun kenyang karena dapat
mempengaruhi hasil uji organoleptik terhadap sampel.
5. Kepada panelis diberikan formulir penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap sifat
organoleptik (contoh formulir pada lampiran 3)
6. Panelis diminta menyatakan tingkat kesukaanya terhadap sampel yang disajikan dengan
memberi nilai berupa angka yang terdiri dari angka 1, 2, 3, 4 dan 5 pada setiap kolom
sampel yang dianggap sesuai dengan tingkat kesukaan panelis.
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 18/35
Pengolahan data uji organoleptik dilakukan dengan cara mentabulasikan semua data
yang telah diperoleh dan menentukan nilai mutunya dengan mempersentasekan tingkat
kesukaan panelis dari masing-masing kombinasi perlakuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Komponen yang Terbentuk Setelah Proses Pirolisis
Pengamatan terhadap komponen yang terbentuk setelah proses pirolisis dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase komponen yang diperoleh setelah proses pirolisis
Bahan Dasar
Komponen
Asap cair
mentah(%)
Tar setelah
pirolisis(%)
Arang
(%)
Komponen yang
hilang(%)
Batang bambu 13,90 2,43 75,93 10,17
Kulit batang sagu 11,72 2,60 75,92 12,36Kayu kulit manis 11,77 2,10 76,07 12,16
Tempurung kelapa 11,63 0,23 79,88 8,49Tongkol jagung 12,97 3,64 73,21 13,82
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui rendemen asap cair mentah yang diperoleh dari
hasil pirolisis berkisar antara 11,63%-13,90%, tar setelah pirolisis 0,23%-3,64%, arang
73,21%-79,88% dan komponen yang hilang 8,49%-13,82%. Jumlah asap cair yang
dihasilkan dari proses pirolisis dari beberapa jenis bahan baku belum maksimal, karena
menurut penelitian Darmadji dan Triyudiana (2006), rendemen asap cair yang dihasilkan dari
pirolisis tempurung kelapa adalah sebanyak 45,3%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis
bahan baku, kelembaban udara, waktu, suhu pirolisis dan tempat, serta proses pirolisis yang
masih belum sempurna, karena setelah proses pirolisis selesai masih terdapat beberapa bagian
bahan yang belum mengalami pirolisis sempurna.
Selama proses pirolisis bagian yang lebih banyak mendapatkan panas pembakaran
adalah bagian bawah dari pirolisator, sehingga bahan yang terdapat pada bagian bawah
pirolisator lebih cepat mengalami proses pirolisis atau dapat dikatakan pirolisis berlangsung
dengan sempurna. Sedangkan bahan yang terdapat pada bagian atas pirolisator lebih sedikit
mendapatkan panas, sehingga bahan yang terdapat pada bagian atas pirolisator lebih lambat
mengalami pirolisis atau dapat dikatakan pirolisis belum berlangsung dengan sempurna.
Alat pirolisis yang digunakan pada penelitian ini berskala industri yang menampung
lebih banyak bahan dasar yang menyebabkan proses pirolisis belum sempurna dan suhu
pirolisis belum merata di dalam pirolisator sehingga setelah proses pirolisis selesai masih
terdapat beberapa bagian bahan dasar yang belum mengalami pirolisis sempurna. Sedangkan
Darmadji dan Triyudiana (2006) menggunakan pirolisator dengan kapasitas laboratorium
sehingga rendemen asap cair yang didapat cukup tinggi.
Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007), asap cair mengandung berbagai senyawa
yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi.
Komponen yang hilang merupakan komponen yang tersusun dari senyawa yang
mudah menguap dan tidak dapat dikondensasikan dengan air pendingin, sehingga tidak dapat
tertampung pada penampung destilat pada proses pemurnian (destilasi) (Fatimah, 1998 cit
Firmansyah, 2004). Komponen yang hilang tersebut adalah gas CO2 dan sebagian gas-gas
yang mudah terbakar, seperti CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah lainnya (Tahir,
1992 cit Pranata, 2007).
4.2 Komponen Hasil Proses Pemurnian (Destilasi) Asap Cair
Hasil pengamatan terhadap komponen hasil proses pemurnian (destilasi) asap cair
pada Suhu 130C dapat dilihat pada Tabel 5.
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 19/35
Tabel 5. Persentase komponen hasil proses pemurnian (destilasi) asap cairpada suhu 130C
Bahan dasarKomponen
Asap cair murni (%) Tar (%)
Batang bambu 92,00 5,33
Kulit batang sagu 90,80 3,60Kayu kulit manis 88,67 6,00
Tempurung kelapa 92,20 2,84Tongkol jagung 94,27 2,00
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui rendemen asap cair yang diperoleh setelah
proses pemurnian (destilasi) berkisar antara 88,67%-94,27% dan tar 2,00%-6,00%.
Bervariasinya rendemen dan tar setelah proses destilasi tergantung dari jenis kayu yang
digunakan.
Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007), bahwa kandungan senyawa kimia, seperti
hemiselulosa, lignin dan selulosa dalam asap cair sangat tergantung pada jenis kayu,
temperatur pirolisis dan destilasi. Pirolisis hemiselulosa akan mengalami dekomposisi menjadi
furfural dan furan beserta turunannya, lignin menjadi fenol beserta turunannya serta selulosa
menjadi tar, air, furan dan fenol serta asam asetat dan turunannya selama proses pirolisis.
Menurut Darmaji dan Triyudiana (2006), pemurnian asap cair bertujuan untuk
meminimalisir jumlah tar pada asap cair. Pemurnian tersebut dapat dilakukan dengan proses
destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan suatu larutan dengan larutan lainnya
berdasarkan perbedaan titik didihnya.
4.3 Pengamatan Ikan Nila Asap
4.3.1 Kadar Fenol Ikan Nila Asap
Pengamatan terhadap kadar fenol total ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase kadar fenol total ikan nila asap
Bahan DasarKonsentrasi Asap Cair
1% 1,5% 2% 2,5%
Batang bambu 0,02 0,02 0,03 0,02
Kulit batang sagu 0,02 0,01 0,02 0,02
Kayu kulit manis 0,03 0,01 0,06 0,02Tempurung kelapa 0,02 0,01 0,01 0,02Tongkol jagung 0,02 0,02 0,02 0,02
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui kadar fenol total ikan nila asap berkisar antara
0,01%-0,06%. Kandungan fenol pada ikan asap ini berasal dari larutan asap cair yang
digunakan pada saat perendaman. Kandungan fenol yang dihasilkan mengalami penurunan dan
peningkatan, hal ini disebabkan karena kandungan fenol pada ikan nila asap mengalami
penguapan karena proses pengeringan.
Menurut Sundari (2008), fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah
menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol tersebut
akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan
lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi (Sundari, 2008).
Girrard (1992) cit Pranata (2007), menyatakan bahwa jumlah batas aman kadar fenol
dalam produk pengasapan berkisar dari 0,06 mg/kg sampai 5000 mg/kg atau 0,0006-0,5%.
Dilihat dari batas maksimum kadar fenol pada ikan nila asap, maka ikan nila asap yang
dihasilkan dari penelitian ini layak untuk dikonsumsi dan sudah memenuhi syarat mutu ikan nila
asap.
Menurut Tranggono (1996), jenis bahan yang berbeda yang digunakan dalam
pembuatan asap cair seperti kayu jati, tempurung kelapa mahoni, kamper dan pohon kelapa
mempunyai kadar fenol yang bervariasi yang berkisar antara 2,0%-5,13%. Jenis kayu keras
memiliki kandungan fenol yang lebih tinggi dibandingkan jenis kayu lunak (Daun, 1979).
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 20/35
Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007) menjelaskan, bahwa pirolisis hemiselulosa
akan mengalami dekomposisi menjadi furfural dan furan beserta turunannya, lignin menjadi
fenol beserta turunannya serta selulosa menjadi tar, air, furan dan fenol serta asam asetat dan
turunannya selama proses pirolisis. Untuk lebih memperjelas hubungan
interaksi antara jenis asap cair yang berbeda dengan perbedaan konsentrasi asap cair yang
digunakan terhadap kadar fenol total ikan nila asap dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram uji kadar fenol total ikan nila asap
4.3.2 Uji Organoleptik
4.3.2.1 Aroma
Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara
hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji
organoleptik terhadap aroma ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persentase nilai aroma ikan nila asap
PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan
S SS Jumlah
A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 35 0 35
A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 50 0 50A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 20 10 30A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 20 10 30A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 70 0 70
A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 55 0 55A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 35 0 35A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 55 5 60
A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 60 0 60A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 55 5 60A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 45 0 45
A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 60 0 60A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 65 5 70A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 55 10 65
A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 60 5 65A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 60 0 60A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 25 15 40
A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 5 40A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 45 0 45
A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 40 0 40
Ket: S = suka, dan SS = sangat suka
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan penelis
berkisar antara 30-70%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 dan A4B1, yaitu
70%. Persentase nilai tertinggi terhadap produk yang diterima dan yang paling disukai terdapat
pada perlakuan A4B1. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga
komposisi kimia seperti senyawa fenol, karbonil dan asam pada asap cair memberikan aroma
yang berbeda satu sama lainnya.
Aroma dan rasa pada ikan perlakuan asap cair disebabkan oleh adanya senyawa
fenol, karbonil dan asam (Wibowo, 2000). Menurut Girrard (1992) cit Pranata (2007),
senyawa fenol, karbonil dan asam berperan dalam memberikan aroma dan rasa asap.
Ikan yang baru mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut
sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau
apek dan asam (Adawyah 2008). Ikan yang telah diasapi selain lebih awet juga memiliki rasa
dan aroma yang sedap. Aroma dan rasa tersebut berasal dari asap yang diberikan. Semakin
tinggi konsentrasi asap yang diberikan maka aroma dan rasa asap pada ikan pun akan semakin
meningkat (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 21/35
4.3.2.2 Rasa
Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara
hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji
organoleptik terhadap rasa ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase nilai rasa ikan nila asap
PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan
S SS Jumlah
A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 30 5 35
A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 25 0 25
A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 40 0 40A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 35 5 40A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 55 5 60A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 45 15 60
A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 25 0 25A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 50 5 55A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 45 0 45
A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 50 10 60A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 45 0 45A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 60 0 60
A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 65 15 80A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 50 5 55A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 50 5 55
A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 75 0 75A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 45 15 60
A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 10 45A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 50 5 55A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 45 5 50
Ket: S = suka, dan SS = sangat suka
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan panelis
berkisar antara 25-80%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A4B1, yaitu 80%. Hal
ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga komposisi kimia seperti senyawa
fenol, karbonil dan asam pada asap cair memberikan rasa yang berbeda satu sama lainnya.
Komponen citarasa ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan melalui
pengasapan. Hal itu berarti pula bahwa rasa dan aroma pada ikan asap tergantung pada jenis
kayu yang digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus memiliki rasa yang lezat, enak, rasa asap
terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik (Adawyah
2008).
Maga (1987) menyatakan, bahwa karakteristik flavour pada produk asapan
disebabkan oleh adanya komponen fenol, karbonil dan asam yang terabsorbsi pada
permukaan produk.
4.3.2.3 Warna
Produk ikan nila asap yang dihasilkan telah dilakukan uji organoleptik dengan cara
hedonic (uji kesukaan) oleh 20 orang panelis. Nilai kesukaan yang diperoleh melalui uji
organoleptik terhadap warna ikan nila asap dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase nilai warna ikan nila asap
PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan
S SS Jumlah
A1B1 (batang bambu, kosentrasi 1%) 75 5 80
A1B2 (batang bambu, kosentrasi 1,5%) 35 5 40A1B3 (batang bambu, kosentrasi 2%) 40 10 50A1B4 (batang bambu, kosentrasi 2,5%) 40 15 55
A2B1 (kulit batang sagu, kosentrasi 1%) 55 0 55A2B2 (kulit batang sagu, kosentrasi 1,5%) 60 0 60A2B3 (kulit batang sagu, kosentrasi 2%) 35 0 35A2B4 (kulit batang sagu, kosentrasi 2,5%) 30 20 50A3B1 (kayu kulit manis, kosentrasi 1%) 40 0 40
A3B2 (kayu kulit manis, kosentrasi 1,5%) 75 0 75
A3B3 (kayu kulit manis, kosentrasi 2%) 55 0 55A3B4 (kayu kulit manis, kosentrasi 2,5%) 65 5 70
A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) 50 10 60
A4B2 (tempurung kelapa, kosentrasi 1,5%) 35 15 50A4B3 (tempurung kelapa, kosentrasi 2%) 75 5 80
A4B4 (tempurung kelapa, kosentrasi 2,5%) 45 10 55
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 22/35
A5B1 (tongkol jagung, kosentrasi 1%) 35 15 50
A5B2 (tongkol jagung, kosentrasi 1,5%) 35 10 45
A5B3 (tongkol jagung, kosentrasi 2%) 60 0 60
A5B4 (tongkol jagung, kosentrasi 2,5%) 70 5 75
Ket: S = suka, dan SS = sangat suka
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa persentase nilai kesukaan panelis
berkisar antara 35-80%. Persentase tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 dan A4B3, yaitu
sebesar 80%. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis bahan baku, sehingga komposisi
kimia seperti senyawa fenol dan karbonil pada asap cair memberikan warna yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya.
Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya pewarnaan
(pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya reaksi antara
komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula dalam daging ikan. Selain itu,
juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino dengan gula dalam daging ikan akibat proses
pemanasan selama pengasapan (Winarno 1992).
Menurut Ruiter (1979) cit Pranata (2005), karbonil mempunyai efek terbesar pada
terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan. Fenol juga memberikan kontribusi
pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak
sebesar karbonil.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), asap dapat berperan sebagai pemberi warna
pada tubuh ikan sehingga ikan yang diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning
keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen untuk menikmatinya. Semakin tinggi
konsentrasi asap yang diberikan maka warna ikan pun akan semakin gelap atau kecokelatan.
Jadi, dari semua data pengujian organoleptik dapat disimpulkan bahwa persentase nilai
kesukaan tertinggi adalah pada perlakuan A4B1, A4B3, A3B2 dan A3B4. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase nilai kesukaan tertinggi uji organoleptik yang
paling disukai
PerlakuanPersentase Nilai Kesukaan Luas
(cm2)Aroma Rasa Warna
A4B1(tempurung kelapa, kosentrasi1%)
70 80 60 6,80
A4B3(tempurung kelapa, kosentrasi
2%)65 55 80 6,40
A3B2(kayu kulit manis, kosentrasi
1,5%)60 40 50 5,87
A3B4(kayu kulit manis, kosentrasi2,5%)
60 40 55 5,64
Gambar 7. Radar uji organoleptik ikan nila asap yang paling disukai
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui luas uji organoleptik ikan nila asap yang paling
disukai berdasarkan aroma, rasa dan warna berkisar antara 5,64-6,80. Nilai tertinggi terdapat
pada perlakuan A4B1 (tempurung kelapa, kosentrasi 1%) dengan persentase aroma 70%,
rasa 80%, warna 60% dan luas radar 6,80 cm2. Hal ini disebabkan karena perbedaan
komposisi kimia dari beberapa jenis bahan dan perbedaan kosentrasi asap cair yang
4/28/2014 Asap Cair
http://riolharvinosa.blogspot.com/ 23/35
digunakan pada waktu perendaman ikan nila, sehingga luas uji organoleptik berbeda satu sama
lainnya.
Menurut Daun (1979), pengaruh asap cair yang utama adalah perubahan warna,
aroma, sifat bakteriosidal, dan sifat antioksidan. Girrard (1992) cit Pranata (2007) juga
menambahkan bahwa hemiselulosa akan mengalami dekomposisi menjadi furfural dan furan
beserta turunannya, lignin menjadi fenol beserta turunannya serta selulosa menjadi tar, air,
furan, fenol serta asam asetat dan turunannya selama proses pirolisis. Senyawa-senyawa yang
diperoleh dari pirolisis selulosa, lignin dan hemiselulosa tersebut berperan penting dalam
memberikan aroma, rasa dan warna pada produk asapan.
4.3.3 Karakteristik Ikan Nila Asap
Dari hasil pengujian organoleptik terhadap ikan nila asap diperoleh produk yang paling
disukai, yaitu tempurung kelapa dengan kosentrasi 1% (A4B1). Berikut tabel hasil pengamatan
terhadap produk yang paling disukai yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak dan angka lempeng total.
Tabel 11. Data karakterisitik ikan nila asap yang paling disukai
Pengamatan Satuan SNI 01.2725.200
Kadar air 14,08 % Maks 60%
Kadar abu 7,13 % -
Kadar protein 51,50 % -
Kadar lemak 34,61 % -Angka lempeng total sebelum
penyimpanan9,5 x 104 koloni/gr bahan
Maks 1,0 x 105
Angka lempeng total setelahpenyimpanan 15 hari
1,4 x 106 koloni/gr bahan -
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui hasil analisis kadar air yang diperoleh adalah
sebesar 14,08% dan sudah sesuai dengan syarat mutu ikan asap menurut SNI 2725.1.2009
yaitu kadar air ikan hasil pengasapan adalah maksimal 60%. Pada penelitian ini kadar air ikan
asap yang dihasilkan lebih rendah karena diharapkan ikan asap yang dihasilkan dalam bentuk
kering sehingga daya tahannya dapat lebih lama. Nilai kadar air ini dipengaruhi oleh faktor-
faktor selama proses pengasapan, seperti suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis dan
kondisi bahan bakar, jumlah asap, ketebalan asap serta kecepatan aliran asap di dalam alat
pengasapan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dengan ikan
sehingga berpengaruh pula terhadap panas yang diberikan dan banyaknya air yang hilang dari
produk.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar
air dal