Click here to load reader
Upload
doduong
View
214
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Pegawai PT. Ramai Putrasejahtera dan Ramayana Dept. Store
Umarudin Azis
ˡ Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat pos 55664
Email : [email protected]
Abstract
This research aims at analyzing the influence of leadership style and job motivation
toward employee job satisfaction. The proposed hypotheses: The job motivation have
significance influence to the employee’s job satisfaction, The leadership style have
significance influence to the employee’s job satisfaction. The result of the research has
evidenced that leadership style and job motivation are significantly related to the employee’s
job satisfaction. Leadership, however, is negatively related to the employee’s job satisfaction.
Job motivation is not significantly related to the employee’s job satisfaction. Leadership style
and job motivation are significantly related to the employee’s job satisfaction . From this
result, there are two main conclutions that can be drawn in this study. First, the leadership
style can not be related directly to the job motivation if it is not connected by the employee’s
job satisfaction variable. And the second conclution is that the leaderhip style is negatively
related to the employee’s job satisfaction.
Key words: Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kepuasan Kerja
1. Introduction
Perkembangan ekonomi di Indonesia sekarang mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan karena adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Keadaan ini akan
menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup suatu perusahaan, oleh sebab itu
perusahaan harus waspada dan peka terhadap kondisi bisnis yang dihadapi agar perusahaan
tidak terancam kebangkrutan.
Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perusahaan
sebagai penggerak utama seluruh aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan. Pada berbagai
bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama
disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang reaktif dapat diidentifikasikan,
bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Semua tindakan yang
diambil dalam setiap kegiatan diprakarsai dan ditentukan oleh manusia yang menjadi anggota
perusahaan. Perusahaan membutuhkan adanya faktor sumber daya manusia yang potensial
baik pemimpin maupun karyawan pada pola tugas dan pengawasan yang merupakan penentu
tercapainya tujuan perusahaan.
Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup
menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun
cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar
kepemimpinan (Locke, E.A, 1997). Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting
bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang
mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan
kepemimpinan. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam
keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990, dalam Menon, 2002).
Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan
mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-
norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan
prestasi tujuan organisasi (Yukl, 1989).
Motivasi yang tepat dan baik akan mampu meningkatkan dan menumbuhkan
semangat kerja karyawan dan menambah semangat kerja karen diselimuti perasaan yang
aman dalam bekerja, dengan demikian akan tercapai kepuasan yang tinggi. Robbins
(2008:222) mendefinisikan motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Dengan adanya motivasi
dalam bekerja, maka para auditor diharapkan lebih memiliki intensitas, arah dan ketekunan
sehingga tujuan organisasi pun lebih mudah tercapai.
Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan performance dan
kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah rangkaian
dari: 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan, 3) penurunan moral
organisasi. (Yukl, 1989). Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan kerja, berkaitan
dengan 1) keinginan yang besar untuk keluar dari kerja, 2) meningkatnya stress kerja, dan, 3)
munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik. Meskipun menghadapi situasi krisis
tersebut perusahaan tetap berpeluang untuk terus dikembangkan karena peluang
pemasarannya masih sangat terbuka. Mengingat peluang yang masih terbuka ini, perusahaan
harus berusaha meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk jasa yang dihasilkan. Peran
sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi sangatlah besar, terutama untuk mendukung
sektor usaha sebagai penggerak pembangunan (Yukl, 1989). Dengan sumber daya yang
berkualitas, maka produktivitas kerja yang tinggi dapat dimiliki oleh perusahaan, sehingga
menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pelanggan yang terus
berkembang.
2. Literature Review
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985). Gibson, James L. et.al., (1982) menerangkan
bahwa kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit dari pada manajemen. Manajer dalam
organisasi formal bertanggung jawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen.
Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab
atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin berhasil maka dituntut untuk
memiliki kepemimpinan yang efektif. Bagaimana usaha seorang pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain atau agar bawahan mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat
tergantung dari gaya kepemimpinan yang digunakan. Namun demikian tidak ada gaya
kepemimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi (Gibson, James L. et.al.,
(1982).
Gaya kepemimpinan menurut Davis, Keith. (1985) adalah pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan
mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Terdapat 3 jenis gaya
kepemimpinan (leadership style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang
pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis/partisipatif, dan bebas kendali (Reksohadirpodjo,
S dan T. Hani Handoko. 1986; David. Keith, 1985).
Penelitian tentang gaya kepemimpinan dilakukan oleh Sutanto, Eddy Madiono dan
Budhi Setiawan untuk menguji gaya kepemimpinan yang efektif di Toserba Sinar Mas,
Sidoarjo, dari penelitian tersebut diketahui adanya hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan semangat dan kegairahan kerja. Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang
efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (Contingency).
Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat
absensi dan perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang
tidak disenangi. Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja.
Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai
hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg
(1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman
sekerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan
kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan. Salah satu
faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja ialah sifat penyelia yang tidak mau mendengar
keluhan dan pandangan pekerja dan mau membantu apabila diperlukan (Pinder, 1984). Hal
ini dibuktikan oleh Blakely (1993) dimana pekerja yang menerima penghargaan dari penyelia
yang lebih tinggi dibandngkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi
penyeliaan yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah (King et
al.,1982).
H1: Ada hubungan yang Positif dan signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan kepuasan
kerja
Motivasi
Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan
atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan
(persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme.
Teori Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan.
Secara konkrit motivasi dapat diberi batasan sebagai “ Proses pemberian motif (penggerak)
bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas
demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien“ (Sarwoto,1979 : 135).
“ Motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Dengan pemberian
motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar
pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya “ (Manullang, 1982 :150).
Penggerakkan (Motivating) dapat didefinisikan : Keseluruhan proses pemberian motif
bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas
demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis “ (Siagian, 1983 : 152).
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal. Motivasi semakin penting karena manajer/pimpinan membagikan pekerjaan kepada
bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan
Pendekatan-pendekatan Teori Motivasi
Pengelompokkan/klasifikasi teori-teori motivasi ada tiga kelompok yaitu : (Hasibuan,
2001 : 152).
a. Teori Kepuasan Proses (Process Theory) yang memfokuskan pada apanya motivasi.
b. Teori Motivasi Proses (Motivation Theory) yang memusatkan pada bagaimananya
motivasi.
c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitikberatkan pada cara dimana
perilaku dipelajari.
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai berikut : (Hasibuan,
2001 : 156).
a. Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak.
Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya
kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni dimulai dari tingkat
kebutuhan yang terendah physiological, safety and security, affiliation or acceptance, esteem
or status dan terakhir self actualization.
Selain teori kebutuhan Maslow, teori ini kemudian dikembangkan oleh Frederick
Herzberg yang terkenal dengan “Teori Motivasi Kerja Dua Faktor” yang membicarakan 2
(dua) golongan utama kebutuhan menutup kekurangan dan kebutuhan pengembangan.
Menurut teori ini ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu :
- Faktor-faktor yang akan mencegah ketidakpuasan (faktor higine), yang terdiri dari gaji,
kondisi kerja, kebijakan perusahaan, penyeliaan kelompok kerja.
- Faktor-faktor yang memberikan kepuasan (motivator factor) yang terdiri dari kemajuan,
perkembangan, tanggung jawab, penghargaan, prestasi, pekerjaan itu sendiri.
Menurut Herzberg, mencegah atau mengurangi ketidakpuasan dalam keadaan
pekerjaan tidak sama dengan memberikan kepuasan positif. Keduanya itu segi-segi motivasi
kerja yang berbeda secara kualitatif. Motivasi bisa diberikan jika digunakan motivator yang
berfungsi. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan menurut
Herzberg :
1. Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup;
perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri
dan adanya pengakuan atas semuanya.
2. Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel
saja pada pekerjaan, peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji,
tunjangan dan lain-lain.
3. Pegawai akan kecewa bila peluang bagi mereka untuk berprestasi terbatas atau dibatasi,
kemungkinan mereka cenderung akan mencari kesalahan-kesalahan. (Siagian 1983 : 63).
Teori motivasi ERG dari Clayton Alderfer, juga merupakan kelanjutan dari teori
Maslow yang dimaksud untuk memperbaiki beberapa kelemahannya. Teori ini membagi
tingkat kebutuhan manusia ke dalam 3 tingkatan yaitu (Gauzaly, 2000 : 250).
- Keberadaan (Existence), yang tergolong dalam kebutuhan ini adalah sama dengan
tingkatan 1 dan 2 dari teori Maslow. Dalam perspektif organisasi, kebutuhan-
kebutuhan yang dikategorikan kedalam kelompok ini adalah : gaji, insentif, kondisi
kerja, keselamatan kerja, keamanan, jabatan.
- Tidak ada hubungan (Relitedness), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan pada
tingkatan 2, 3 dan 4 dari teori Maslow, hubungan dengan atasan, hubungan dengan
kolega, hubungan dengan bawahan, hubungan dengan teman, hubungan dengan orang
luar organisasi.
- Pertumbuhan (Growth), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan pada tingkat 4 dan 5
dari teori Maslow, bekerja kreatif, inovatif, bekerja keras, kompeten, pengembangan
pribadi.
Alderfer berpendapat bahwa pemenuhan atas ketiga kebutuhan tersebut dapat
dilakukan secara simultan, artinya bahwa hubungan dari teori ERG ini tidak bersifat
hierarkhi. Selain dari teori-teori tersebut diatas, teori lain adalah teori motivasi kebutuhan
yang dikemukakan oleh David Mc Clelland (1978 : 97)) dengan Teori Motivasi Prestasi
(Achievement Motivation Theory), berpendapat bahwa pegawai mempunyai cadangan energi
potensial (Hasibuan, 2001 : 162). Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung
pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi
akan dimanfaatkan oleh pegawai karena didorong oleh :
- Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat.
- Harapan keberhasilannya, dan
- Nilai insentif yang melekat pada tujuan.
Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah :
- Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach)
- Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af), dan
- Kebutuhan akan kekuatan (need for power = n Pow).
Menurut David Mc Clelland (1978 : 102) kebutuhan akan prestasi (n Ach) merupakan
daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu n Ach akan
mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua.
Kebutuhan akan afiliasi (n Af) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi
semangat bekerja pegawai karena setiap orang menginginkan hal-hal berikut :
1. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal; dan bekerja
(sense of belonging)
2. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense
of importance). Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement)
3. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation).
Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow) akan merangsang dan memotivasi gairah kerja pegawai
serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik.
Jenis-jenis Motivasi
Ada 2 (dua) jenis motivasi positif dan motivasi negatif (Hasibuan, 1984 : 195).
Motivasi positif (incentive positive), adalah suatu dorongan yang bersifat positif, yaitu
jika pegawai dapat menghasilkan prestasi diatas prestasi standar, maka pegawai diberikan
insentif berupa hadiah. Sebaliknya, motivasi negatif (incentive negative), adalah mendorong
pegawai dengan ancaman hukuman, artinya jika prestasinya kurang dari prestasi standar akan
dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasi diatas standar tidak diberikan hadiah.
Faktor-faktor Motivasi
Gouzaly (2000 : 257) dalam bukunya, “Manajemen Sumber Daya Manusia”
mengelompokkan faktor-faktor motivasi kedalam dua kelompok yaitu, faktor eksternal
(karakteristik organisasi) dan faktor internal (karakteristik pribadi). Faktor eksternal
(karakteristik organisasi) yaitu : lingkungan kerja yang menyenangkan, tingkat kompensasi,
supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi, status dan tanggung jawab. Faktor
internal (karakteristik pribadi) yaitu : tingkat kematangan pribadi, tingkat pendidikan,
keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan, kelelahan dan kebosanan.
H2: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara Gaya Kepemimpinan dengan motivasi
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap pekerjaan mereka (Davis, Keith, 1985). Sementara itu Porter dan
Lawler dalam Bavendam, J. (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan
unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan
pekerjaannya.
Vroom sebagaimana dikutip oleh Ahmad, M.A. Roshidi (1999)
mendefinisikankepuasan kerja sebagai satu acuan dari orientasi yang efektif seseorang
pegawai terhadap peranan mereka pada jabatan yang dipegangnya saat ini. Sikap yang positif
terhadap pekerjaan secara konsepsi dapat dinyatakan sebagai kepuasan kerja dan sikap
negatif terhadap pekerjaan sama dengan ketidakpuasan. Definisi ini telah mendapat dukungan
dari Smith dan Kendall (1963) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja sebagai perasaan
seseorang pegawai mengenai pekerjaannya.
Secara sederhana, job satisfaction dapat diartikan sebagai apa yang membuat orang-
orang menginginkan dan menyenangi pekerjaan. Apa yang membuat mereka bahagia dalam
pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya. Menurut Robin dalam Siahaan, E. E. Edison
(2002) menyebutkan sumber kepuasan kerja terdiri atas pekerjaan yang menantang, imbalan
yang sesuai, kondisi/ lingkungan kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung.
Indra, Hary dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja pegawai secara signifikan adalah : faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, dengan
kondisi kerja, dengan teman sekerja, dengan imbalan yang bersumber dari luar atau disebut
juga dengan imbalan ekstrinsik terutama imbalan yang berbetuk uang seperti gaji, tunjangan
dan lain-lain.
Penelitian yang menghubungkan antara imbalan terutama gaji dengan kepuasan kerja
dilakukan oleh para peneliti seperti Kalleberg (1974), Locke, E.A. (1973), Ronen et al
(1973), dan Vroom, V.H. (1964) hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat hubungan positif
antara gaji dengan prestasi kerja. Lawler, E.E. and Porter, L.W. (1966) melaporkan terdapat
hubungan yang signifikan antara gaji dengan kepuasan kerja.
H3: Ada hubungan yang Positif dan signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja
3. Method
Sample and Participants
PT. Ramai Putrasejahtera dan Ramayana Dept. Store Ramayana merupakan pusat
perbelanjaan yang menyediakan berbagai barang kebutuhan pokok dengan harga yang
terjangkau, dan berusaha untuk mempertahankan minat beli masyarakat terhadap barang
kebutuhan pokok. Disamping itu, juga menerapkan sistem kontrol yang ketat dalam hal biaya
operasi, evaluasi kinerja dll. Letaknya yang tepatnya di jalan Malioboro,
Yogyakarta,Kota/Gedongtengen. Dimana memiliki ± 200 karyawan yang dibawah
pengawasan manajer. Sample karyawan yang diambil sebanyak 150 responden, menyebarkan
angket 180 buah dan angket yang disi dikembalikan 165 buah, dan sebanyak 15 dari 165
buah, angket rusak untuk memenuhi variabel kontrol, mereka dikeluarkan dari analisis.
Proses ini menghasilkan sampel akhir 150 responden. Jadi total angket yang bisa dipakai
terkumpul 150 buah.
Measure
Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang berisi pertanyaan
tertutup untuk menyelidiki. Data ini diperoleh secara langsung dari sumber asli dan data
dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sesuai dengan keinginan peneliti.
Responden diminta untuk menunjukkan tingkat kesepakatan atau ketidaksepakatan dengan
serangkaian pernyataan berdasarkan skala Likert 5-titik.
Gaya kepemimpinan yang 17 item kuesioner diadopsi dari Adrian Ritz, David
Giauque, Frédéric Varone, and Simon Anderfuhren, 2009, dan 5 item kuesioner diadaptasi
dari Herold, Donald B. Fedor, Steven Caldwell, and Yi Liu, 2008 . Data diperoleh dengan
menggunakan kuesioner terstruktur yang berisi pertanyaan tertutup untuk menyelidiki
bagaimana usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain atau agar bawahan
mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang
digunakan.
Kepuasan kerja diadopsi dari 5 item kuesioner yang dikembangkan oleh Deidra J.
Schleicher, John D. Watt, and Gary J. Greguras, 2004. Data ini berisi pertanyaan tertutup
untuk menyelidiki bagaimana suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap pekerjaan mereka.
Motivasi kerja diadopsi dari 3 item kuesioner yang dikembangkan oleh Chaiporn
Vithessonthi and Markus Schwaninger, 2008. Contoh dari pertanyaan adalah " Saya
merasakan kepuasan tersendiri ketika saya melakukan pekerjaan saya dengan baik ".
4. Result
Kekurangan dari penelitian ini mengenai gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap
kepuasan kerja pegawai PT. Ramai Putrasejahtera dan Ramayana Dept. Store di adalah data
yang dihasilkan rusak karena jawaban dari masing-msing responden tidak baik. Kesimpulan
yang berpengaruh secara signifikan hanya terdapat pada kepuasan kerja. Kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan pada diri masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa yang memiliki korelasi terhadap Motivasi kerja adalah
Motivasi Pelayanan Publik, Organizational Citizenship Behavior, Mengubah Kepemimpinan,
dan Sekala Kepuasan Kerja. ditunjukan dengan Motivasi Pelayanan Publik = .219**,
Organizational Citizenship Behavior= .315** , Mengubah Kepemimpinan= .233**, dan
Sekala Kepuasan Kerja= .191*.
Media efek analisis (tabel regresi) menunjukan bahwa nilai setiap variabel menurun.
( kepemimpinan transformasional Δr2 = -.008 ; kepemimpinan publik Δr2= .075 ; Motivasi
Pelayanan Publik Δr2= .125 ; Organizational Citizenship behavior signifikan terhadap
kepuasan kerja Δr2= .229*.
5. Discussion and Conclusion
Secara bersama–sama seluruh variabel bebas faktor–faktor gaya kepemimpinan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat kepuasan kerja pegawai. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi faktor-faktor gaya kepemimpinan yang diberikan maka
akan semakin tinggi pula kepuasan kerja pegawai. Secara parsial variabel kebutuhan
memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja pegawai.
Tabel.1 Nilai rata-rata, standard deviasi, dan korelasi
Mean SD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Jeniskelami
n
1.94 .238
2. Pend 3.07 .321 -.21
1**
3. Status 1.61 .5153 .02
8
-.00
5
4. Usia 26.38 5.896 -.16
6*
.10
9
-.53
8**
5. pengalaman 10.35 5.135 .03
9
-.00
6
-.43
2**
.69
9**
6. KT 3.85 .500 .00
1
-.06
4
.09
1
-.00
9
-.06
0
7. KP 3.88 .472 .09
2
-.07
8
.12
3
-.01
5
.02
7
.31
7**
8. MPP 3.61 .429 -.03
1
-.03
6
.11
7
-.10
9
-.02
7
.15
2
.16
4*
9. OCB 3.23 .417 -.16
5*
.08
6
.08
5
.01
1
.04
2
.17
5*
.06
7
.20
5*
10. MK 3.48 .395 -.06
4
.08
6
.11
8
-.00
5
-.03
2
.15
0
.14
4
.15
0
.38
8**
11. SKK 3.22 .540 .04
3
.13
8
.09
6
-.05
8
.03
6
.18
4*
-.02
7
.13
3
.13
8
.06
0
12. MOK 4.07 .470 .01
7
.02
9
.09
2
-.03
7
.01
9
.11
6
.13
0
.21
9**
.31
5**
.23
3**
.19
1*
Yang memiliki korelasi terhadap Motivasi kerja adalah MPP, OCB, MK, dan SKK
Table Regresi
Step 1 Step 2
Jeniskelamin .009 .050
Pend .038 .004
Status .108 .028
Usia -.054 -.015
pengalaman .104 .030
KT -.008
KP .075
MPP .125
OCB .229*
MK .109
SKK .132
R2 .015 164
R2 .148**
Kesimpulan: yang berpengaruh signifikan (.148**) pada kepuasan kerja hanya OCB(.229*)
6. Limitations and Suggestions for Future Research
Penelitian yang telah dilakukan ini baru pada tingkat awal untuk memahami
karakteristik variabel kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh dua variabel bebas yaitu gaya
kepemimpinan dan motivasi kerja. Sebagaimana yang telah diulas pada kajian Pustaka bahwa
kepuasan kerja sangatlah kompleks dan banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya,
maka dalam menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasankebijakan haruslah berhati-
hati karena banyak hal yang harus dicermati seperti : gaya kepemimpinan apa yang paling
efektif dan dapat meningkatkan moral serta kepuasan kerja karyawan. Kemudian motivasi
dalam bentuk apa yang memiliki pengaruh cukup kuat terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini
mempunyai banyak keterbatasan. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut untuk
memperbaiki, memperkuat, dan bahkan menemukan temuan baru. Agar dapat kesimpulan
yang lebih luas maka temuan ini harus diuji pada lebih dari satu perusahan.
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Baihaqi,
Muhammad Fauzan dan Suharnomo, Suharnomo (2010). Hasil penelitian ini adalah: gaya
kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan; komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
dan kinerja karyawan; komitmen organisasi secara positif dan signifikan memediasi
hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan; dan komitmen
organisasi secara positif dan signifikan juga memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan. Saran-saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menambah
sampel dan memperluas cakupan penelitian, mepertimbangkan variabelvariabel lain yang
masih erat kaitannya dengan variabel-variabel dalam penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan dapat disimpulkan bahwa yang memiliki
korelasi terhadap Motivasi kerja adalah Motivasi Pelayanan Publik, Organizational
Citizenship Behavior, Mengubah Kepemimpinan, dan Skala Kepuasan Kerja dan yang
berpengaruh signifikan (.148**) pada kepuasan kerja hanya Organizational Citizenship
Behavior (.229*).
Didukung dengan
References
[1] Ahmad, M.A.Roshidi (1999). Pengaruh Iklim Organisasi ke Atas Kepuasan Kerja
Guru-Guru Sekolah Menengah : Kajian Kes di Daerah Padang Terap, Kedah, Tesis
Sarjana Sains Fakulti Sains Kognitif dan Pembangunan Manusia Universiti Malaysia
Sarawak. MyUnimasresearchgateway/thesis/
[2] Bass, B.M. dan Avolio, 1997, “Does The Transactional – Transformational
Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries?”, Journal
American Psychologist, 52: 130-139
[3] Blakely, G.L. (1993). The effect of performance rating discrepancies on supervisors
and subordinates. Organizational behavior and human decision process. 54(1): 57-80
[4] Davis, Keith and John W. Newstrom. (1985). Human Behaviour at Work :
Organizational Behaviour. Mc. Graw-Hill Inc., New York
[5] Gouzaly, Saydam, Drs.200, Manajemen Sumber Daya Manusia , Gunung Agung,
Jakarta.
[6] Gibson, James L. et.al. (1982). Organizations, Behavior, Structure, Processes. 4th
ed, Richard D. Irwin Inc.
[7] Gruenberg, B. (1980). The happy worker: An analysis of educational and
occupational difference in determinants of job satisfaction. American journal of
sociology. 86,247-271.
[8] Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi
Bumi Aksara
[9] Hasibuan, Melayu SP. 1984, Manajemen Dasar, Pengertian dan masalah, Bumi
Aksara, Jakarta
[10] Herzberg, Frederick. 1967, Work and The Nature of Man. The World
Publishing Company – Cleveland And New York.
[11] Indra, Hary. (..). “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja Pegawai PT X”. Jurnal The Winners Vol. 0802-0200
[12] Kalleberg, A.L. (1974). A causal approach to the measurement of job
satisfaction Social science research, 3,299-322.
[13] Keith, Davis, Jhon W. Newstrom, 1995. Perilaku Dalam Organisasi, Edisi
Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
[14] King, M., M.A. Murray and T. Atkinson. (1982). Background, personality, job
characteristics and satisfaction with work in a national sample. Human relations.
35(2): 119-133.
[15] Kreitner, Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005,”Perilaku Organisasi”, Buku
1,Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta.
[16] Lawler, E.E. and Porter, L.W. (1966). Predicting managers' pay and their
satisfaction with their pay. Personnel psychology, 19, 363-373.
[17] Locke, E.A. (1973). “Satisfiers and dissatisfiers among whitecollar and blue-
collar employees”. Journal of applied psychology, 58, 67-76.
[18] Manullang, M. 1982, Dasar-dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta
[19] Miller, L.E. (1991). Agr. Edu 885 research methods. Ohio State University.
[20] Locke, E. A., 1997, Esensi Kepemimpinan (terjemahan), Mitra Utama,
Jakarta.
[21] Pareek, Stephens. 1984, Perilaku Organisasi, PT. Pustaka Binaman
Pressindo,Jakarta.
[22] Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2008. Organization Bahaviour,
Seventh Edition, A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jerse
07632.
[23] Reksohadiprodjo, S. dan T. Hani H. (1986). Teori dan Perilaku Organisasi
Perusahaan. Ed. 2, BPFE Yogyakarta.
[24] Ronen, W.W. and Organt, G.J. (1973). Determinants of pay and pay
satisfaction. Personnel psychology, 26, 503-520.
[25] Siagian, Sondang. 1983. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku
Adminsitrasi, PT.Gunung Agung, Jakatra
[26] Yukl, Gary A, 1989, “Managerial Leadership: A Review of Theory and
Research”, Journal of Management, Vol 15, No.2, 251-289.
[27] Wlodkowski, R.J. 1985. Enhancing Adult Motivation to Learn: A Guide to
Improving Instruction and Increasing Learner Achievement, Edisi 1. Jossey Bass.
San Fransisco. California.