46
LAPORAN KASUS ATRIAL SEPTAL DEFECT PEMBIMBING : dr. Andika Sitepu, SpJP (K) PENYUSUN : Nanda Ladita (100100366) Mhd. Akim (100100245) Hendra Gani Harahap (100100136) KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIK DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Arterial Septal Defect

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus arterial septal defect, gejala klinis, patofisiologi Ramos - Fk usu

Citation preview

Page 1: Arterial Septal Defect

LAPORAN KASUS

ATRIAL SEPTAL DEFECT

PEMBIMBING : dr. Andika Sitepu, SpJP (K)

PENYUSUN : Nanda Ladita (100100366)

Mhd. Akim (100100245)

Hendra Gani Harahap (100100136)

KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIK

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Page 2: Arterial Septal Defect

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Atrial

Septal Defect .

Selama penulisan laporan kasus ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan,

dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andika Sitepu, SpJP(K) atas bimbingan

dan ilmu yang sangat berharga untuk penulis.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mohon

maaf dan juga mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014

Penulis

Page 3: Arterial Septal Defect

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………… 1

DAFTAR ISI ……………………………………………… 2

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 5

BAB 3 DISKUSI KASUS ……………………………………………… 34

BAB 4 KESIMPULAN ……………………………………………… 36

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 37

2

2

Page 4: Arterial Septal Defect

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atrial Septal Defect merupakan anomali jantung kongenital dimana terdapat lubang

menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik septum sekundum atau septum

primum dengan bantalan endocardium. Hal ini menyebabkan aliran darah dari vena pulmonalis yang

mengalir masuk ke atrium kiri mengalir kembali ke atrium kanan.(1,2)

3

3

Page 5: Arterial Septal Defect

Pada awal perkembangan janin, jantung mulai terbentuk sebagai tabung tunggal yang

berdiferensiasi secara bertahap menjadi empat ruang. Kelainan dapat timbul pada berbagai tahap

sepanjang proses tersebut, mengakibatkankelainan pada dinding otot yang biasanya memisahkan

kedua atrium. Sekitar 80%dari ASD akan menutup pada 18 bulan pertama kehidupan, jika ASD belum

menutup sampai usia 3 tahun, maka ASD akan menetap dan perlu diterapi. Defek ini mungkin tidak

terdeteksi pada masa kanak-kanak, tetapi bila defek cukup besar biasanya menjadi jelas pada umur

30 tahun. ASD yang kecil mungkin tidak terdeteksi sampai usia pertengahan atau setelahnya, dan

biasanya terdeteksi karena adanya pembesaran jantung dan suara jantung yang spesifik (suara

jantung kedua terpisah secara menetap). Anak-anak dengan ASD yang bergejala bisa mempunyai

gejala seperti mudah lelah, pernapasan cepat disertai dengan sesak napas, dan pertumbuhan yang

lambat.(3)

Defek septum atrium (ASD) meliputi 10% dari semua penyakit jantung bawaaan dan

sebanyak 20-40% penyakit jantung bawaan yang tampak di masa dewasa. Terdapat tiga jenis utama

dari ASD meliputi:

Ostium secundum: jenis yang paling sering dari ASD meliputi 75 % dari semua kasus ASD, mewakili

sekitar 7% dari semua kelainan defek jantung bawaan dan 30-40% dari semua penyakit jantung

bawaaan pada pasien yang berumur lebih dari 40 tahun.

Ostium primum: jenis kedua paling sering dari ASD meliputi 15-20% dari semua ASD. ASD primum

adalah bentuk kelainan defek septum atrioventrikuler dan umumnya berhubungan dengan kelainan

katup mitral.

Sinus venosus: yang paling jarang terjadi antara ketiga jenis ASD, ASD sinus venosus (SV) terlihat

pada 5-10% dari semua kasus ASD. Kelainan terletak di bagian superior dari septum atrium, dekat

dengan persambungan dengan vena cava superior. Sering berhubungan dengan kelainan vena

pulmonalis yang bermuara ke atrium kanan.

Rasio ASD pada perempuan disbanding laki-laki sekitar 2:1. Pasien dengan ASD dapat

asimtomatik pada masa bayi dan anak, waktu munculnya gejala klinis bergantung pada derajat pirau

(shunt) kiri-ke-kanan. Gejala lebih sering terjadi pada usia lanjut. Pada usia 40 tahun, 90% dari pasien

4

4

Page 6: Arterial Septal Defect

yang tidak diobati memiliki gejala sesak saat beraktivitas, kelelahan, palpitasi, aritmia berulang, atau

gagal jantung.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini adalah :

1. Untuk memahami tinjauan teoritis penyakit atrial septal defect (ASD.)

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus atrial

septal defect (ASD) serat melakukan penatalaksaan yang tepat, cepat dan akurat

sehingga mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.

1.3. Manfaat penulisan

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang atrial septal defect

(ASD).

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai atrial septal defect

(ASD).

5

5

Page 7: Arterial Septal Defect

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.ANATOMI JANTUNG(5)

Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya sedikit mirip piramida dan

terletak dalam pericardium di mediastinum. Pada basisnya jantung dihubungkan dengan pembuluh-

pembuluh darah besar tetapi berada dalam keadaan bebas dalam pericardium.

Jantung mempunyai 3 permukaan:

Facies sternocostalis di anterior, terutama dibentuk oleh atrium kanan dan ventrikel kanan, yang

satu sama lain dipisahkan oleh sulcus atrioventriculare yang terletak vertikal.

Facies diaphragmatica, terutama dibentuk oleh ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh sulcus

interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium kanan, dimana vena cava inferior bemuara,

juga membentuk sebagian facies diaphragmatica.

Basis cordis/facies posterior, terutama dibentuk oleh atrium kiri, dimana bermuara 4 vena

pulmonalis.

Apex cordis, terutama dibentuk oleh ventrikel kiri. Arahnya ke bawah, depan dan kiri. Apex cordis

terletak setingi intercostalis VI, ± 9 cm dari garis tengah. Jantung dibagi oleh septa vertical dalam 4

ruang, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Atrium kanan tereak anterior terhadap

atrium kiri dan ventrikel kanan terletak anterior terhadap ventrikel kiri. Pada atrium kanan

bermuara:

- Vena cava superior, bermuara di bagian atas atrium, tidak mempunyai katup. Ia mengembalikan

darah ke jantung dari separuh atas tubuh.

6

6

Page 8: Arterial Septal Defect

- Vena cava inferior, bermuara di bagian bawah atrium, dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak

berfungsi. Ia mengembalikan darah ke jantung dari separuh bawah tubuh.

- Sinus coronarius, bermuara di antara vena cava inferior dan ostium atrioventriculare yang terletak

anterior terhadap muara vena cava inferior.

Ostium ini dilindungi oleh valve/katup tricuspidalis. Ventrikel kanan berhubungan dengan

atrium kanan melalui ostium atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui

ostium trunci pulmonalis dimana ostium yang terakhir ini dilindungi oleh valve/katup pulmonalis.

Pada atrium kiri bermuara 4 vena pulmonalis, 2 dari masing-masing paru-paru bermuara pada

dinding posterior dan tidak berkatup. Ostium atroventriculare kiri dilindungi oleh valve /katup

mitralis. Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium kiri melalui Ostium atroventriculare kiri dan

dengan aorta melalui ostium aortae, ostium aortae dilindungi oleh valve/katup aortae.

2.2 FISIOLOGI JANTUNG(6,7)

SIRKULASI LAHIR

Jantung pada kenyataannya merupakan 2 buah pompa yang terpisah: jantung kanan

memompakan darah ke paru-paru dan jantung kiri memompakan darah ke organ-organ perifer.

Masing-masing jantung merupakan pompa berdenyut yang memiliki 2 ruang yang terdiri dari atrium

dan ventrikel. Atrium-atrium tersebut merupakan pompa primer yang lemah bagi ventrikel,

benfungsi memompakan darah ke ventrikel. Ventrikel-ventrikel merupakan kekuatan utama dari

pompa-pompa tersebut, yang mendorong darah baik ke sirkulasi pulmonal oleh ventrikel kanan

maupun sirkulasi sistemik oleh ventrikel kiri.

Pembuluh-pembuluh darah yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan

pembuluh-pembuluh darah yang mengangkut darah menjauhi ventrikel menuju ke jaringan adalah

arteri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum yaitu suatu otot otonom yang mencegah

pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena sisi kanan jantung

menerima dan memompa darah ber-oksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan

memompa darah beroksigenasi tinggi.

Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui vena cava. Darah ini

mengandung CO2 dan mengalami deoksigenasi parsial mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel

kanan, yang memompanya ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Dengan demikian sisi kanan

jantung memompa darah ke dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, darah tersebut kehilangan CO2 dan

7

7

Page 9: Arterial Septal Defect

menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah kaya

oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri yang memompa

darah ke dalam sirkulasi sistemik melalui aorta. Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah

dalam jumlah yang sama. Volume darah ber-oksigen rendah yang dipompa ke paru oleh sisi kanan

jantung segera memiliki volume yang sama dengan darah ber-oksigen tinggi yang dipompa ke

jaringan oleh sisi kiri jantung.

Gambar 1. Struktur jantung dan alur aliran darah melalui ruang-ruang jantung dan katup.(7)

SIRKULASI JANIN

Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi lahir adalah penyesuaian terhadap

kenyataan bahwa janin tidak bernafas sehnga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2 dan

mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak

perlu mengalir keparu-paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin

terdapat 2 jalan pintas, yaitu foramen ovale (suatu libang di septum antara atrium kanan dan kiri)

dan duktus arteriosus (suatu pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika

keduanya keluar dari jantung). Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilicalis

dan diteruskan ke dalam vena cava inferior. Dengan demikian, ketika dikembalikan ke atrium kanan

dari sirkulasi sitemik, darah adalah campuran dari darah beroksigenasi tinggi dari vena umbilucalis

dan darah vena yang beroksigenasi rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin

8

8

Page 10: Arterial Septal Defect

karena tingginya resistensi diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan di separuh kanan jantung dan

sirkulasi paru lebih tinggi daripada di separuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi ini terbalik

dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri,

sebagian darah campuran yang beroksigenasi cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan

ke atrium kiri melalui forame ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan

dipompa keluar ke sirkulasi sistemik. Selain memperdarahni jaringan, sirkulasi sistemik janin juga

mengalirkan darah melalui arteri umbilicalis agar trejadi pertukaran dengan darah ibu melalui

placenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel

kanan, yang memompa darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih tinggi

daripada tekanan di aorta, darah dialirkan melalui duktus arteriosus mengikut gradient tekanan.

Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa ke luar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke

sirkulais paru segera dialihkan ke

dalam aorta dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, yang mengabaikan paru yang non fungsional.(6)

Gambar 2. Sirkulasi janin (8)

EMBRIOLOGI (9,10)

Septum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa

mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (septum

9

9

Page 11: Arterial Septal Defect

primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis ke arah bantalan

endocardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir memisahkan rongga

atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula

memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endocardium. Pertumbuhan

berlanjut dan fusi septum dengan bantalan endocardium akhirnya

melenyapkan ostium primum; namun, sebelum menutup sempurna, kematian sel

akan menyebabkan perforasi pada bagian atas dari septum primum yang akan

membentuk ostium sekundum. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah

teroksigenasi dari atrium kanan ke atrium kiri yang esensial untuk kehidupan

janin.

Gambar 3. Septum artrium dari berbagai tahap perkembangan A. 30 hari (6 mm). B. Tahap yang

sama dengan A. dilihat dari kanan C. 33 hari (9 mm). D. Tahap yang sama dengan C, dilihat dari

kanan E. 37 hari (14 mm).F. Baru lahir. G. Septum atrium dari kanan ; tahap yang sama dengan F.(9)

Seiring dengan membesarnya ostium sekundum, sebuah septum sekunder

(septum sekundum) muncul tepat di sisi kanan septum rpimum. Septum sekundum berproliferasi

untuk membentuk struktur mirip bulan sabit yang

mengelilingi suatu raung yang disebut foramen ovale foramen ovale dijaga di sisi

kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primer, yang berfungsi

10

10

Page 12: Arterial Septal Defect

sebagai katup satu arah dan memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke

kiri selama kehidupan intrauterine. Saat lahir, seiring dengan turunnya resistensi

vascular paru dan meningkatnya tekanan arteri sistemik, tekanan di atrium kiri

meningkat melebihi tekanan atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional

foramen ovale. Kelainan pada rangkaian kejadian ini dapatmenimbulkan berbagai ASD,

yang memungkinkan komunikasi bebas antara atrium kiri dan kanan.

2.3.ETIOPATOGENESIS(2)

ASD merupakan kelainan kongenital jantung yang disebabkan oleh malformasi spontan dari

septum interatrial. Dapat terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat ASD. >ASD ostium

sekundum merupakan akibat dari:

Adhesi inkomplit antara katup penutup foramen ovale dengan septum sekundum pada saat lahir.

Foramen ovale yang menetap. Biasanya terjadi akibat resorbsi abnormal pada lokasi abnormal

menyebabkan septum primum berlubang atau berbentuk menyerupai jala.

Resorpsi septum primum yang berlebihan menyebabkan septum primum menjadi pendek dan

tidak dapat menutup foramen ovale.

Abnormalitas yang besar dari foramen ovale dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan

septum sekundum. Septum primum yang normal tidak dapat menutup foramen ovale saat lahir.

Suatu kombinasi dari resorpsi yang berlebihan dari septum primum

dengan foramen ovale yang besar mengakibatkan ASD septum sekundum yang besar.

>ASD septum primum, merupakan akibat dari penyatuan inkomplit septum primum dengan bantalan

endokardial. Defek terjadi di dekat katup atrioventrikular. Katup mitral biasanya terlibat berupa

abnormalitas dalam bentuk atau fungsi. Katup trikuspid biasaya tidak terlibat.

>ASD sinus venosus: terjadi karena penyatuan yang abnormal dari sinus venosus masa embrio

dengan atrium. Pada kebanyakan kasus, defek terletak di bagian superior dari septum atrial, dekat

persambungannya dengan vena cava superior. Biasanya berhubungan dengan muara abnormal dari

11

11

Page 13: Arterial Septal Defect

vena pulmonalis kanan superior. Tipe yang relatif jarang yaitu tipe inferior yang berhubungan

dengan muara abnormal dari vena pulmonalis kanan inferior.

Vena ini dapat bermuara ke atrium kanan, v.cava superior atau ke v.cava inferior.

Akibat yang timbul karena adanya defek septum atrium sangat bergantung

dari besar dan lamanya pirau serta resistensi vaskuler paru. Ukuran defek sendiri

tidak banyak berperan dalam menentukan besaran arah pirau. Darah mengalir

kembali dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekann atrium kiri biasanya

sedikit lebih tinggi dari tekanan atrium kanan. Perbedaan ini memaksa sejumlah

besar darah melalui defek pada septum yang menyebabkan volume berlebih pada

jantung kanan, yang melibatkan atrium knan, ventrikel kanan, dan arteri paru

Akibatnya, atrium kanan membesar dan ventrikel kanan berdilatasi sebagai usaha

untuk menampung volume darah yang meningkat. Jika terjadi hipertensi arteri

pulmonalis, maka akan terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan kemudian

diikuti hipertrofi vetrikel kanan. (11,12)

2.4 DIAGNOSIS

A. GAMBARAN KLINIS

Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan

aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga

menyebabkan peningkatan beban volume pada jantung kanan. Defek septum atrium sering tidak

terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup besar karena asimtomatik, dan tidak memberi

gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat usia dewasa. Lebih sering ditemukan

secara kebetulan pada pemeriksaan rutin foto thorax atau

ekokardiografi. (11,13)

Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya

sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan.(13)

Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal, demikian pula infeksi

napas yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat beraktivitas, dan berdebar-debar akibat

takiaritmiaatrium.(11)

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah sternal kanan,

auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak

12

12

Page 14: Arterial Septal Defect

mengikuti variasi pernapasan (wide fixed splitting) walaupun tidak selalu ada, serta bising sistolik

tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri. Bila aliran piraunya besar mungkin akan

terdengar bising diastolik di parasternal iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup tricuspid, dapat

menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan

tekanan pulmonal, dan pelu diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising

fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis jarang ditemukan,

kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vascular paru,

stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein. Juga dapat ditemukan “Clubbing of nails” (11,13,14)

Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia 30-40 tahun sehingga pada

keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. (13)

B. GAMBARAN RADIOLOGIS

1. Foto Thorax

Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek dan komplikasi yang mungkin

timbul pada pembuluh darah paru.(19 )

Dalam keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi

posteroanterior (PA) tampak jantung membesar ke kiri dengan apeks di atas diafragma. Hilus

melebar, arteri pulmonalis dan cabang-cabang dalam paru melebar. Pembuluh darah di bagian

perifer masih nampak jelas. Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar dan sekitar hius,

sehingga corakan pembuluh darah paru bertambah. Konus (segmen) pulmonal nampak menonjol.

Arkus aorta nampak menjadi kecil.(11,15)

Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel kanan, dilatasi

atrium kanan, segmen pulmonal menonjol, serta corakan vaskuler paru prominen. (11)

Dalam keadaan hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi posteroanterior (PA) tampak

jantung yang membesar ke kiri dan juga ke kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan

menguncup menjadi kecil ke arah tepi. Segmen arteri pulmonalis menjadi menonjol sekali. Aorta

terlihat kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-paru di bagian tepi menjadi lebih radiolusen karena

13

13

Page 15: Arterial Septal Defect

pembuluh darah berkurang. Bentuk thoraks emfisematus (bentuk tong, barrel chest). Sedangkan

pada foto thoraks posisi lateral tampak pembesaran dari ventrikel kanan yang menempel jauh ke

atas sternum. Tampak hilus yang terpotong ortograd dan berukuran besar. Kadang-kadang jantung

belakang bawah berhmpit dengan kolumna vertebralis. Hal ini disebabkan karena ventrikel kanan

begitu besar dan mendorong jantung ke belakang tanpa ada pembesaran dari ventrikel kiri. (15)

Gambar 4. Gambaran foto thorax pada pasien

dengan derajat pirau kiri ke kanan yang besar

akibat ASD sekundum. Terdapat pembesaran

jantung dengan pembesaran ventrikel kanan,

arteri pulmonalis yang sangat prominen dan

corakan paru-paru yang kasar. (14)

Gambar 5. Foto thorax yang menunjukkan gambaran khas ASD.

14

14

Page 16: Arterial Septal Defect

Jantung membesar, apeks terangkat, atrium kanan yang prominen [1] dan arteri pulmonalis yang

disertai dilatasi [2] akibat dari peningkatan aliran darah paru (16)

Gambar 6. ASD. Aliran darah tambahan dari sisi kiri jantung kembali ke sisi kanan menambah

ukuran arteri pulmonalis utama (terlihat jelas pada foto thoraks PA) (A). Penambahan ukuran

ventrikel kanan (terlihat jelas pada foto lateral (B). karena pengisian jaringan lunak pada bagian

bawah dan tengah ruang retrosternal. (17)

2. USG Jantung (Ekordiografi)

Ekokardiografi menunjukkan dilatasi atrium dan ventrikel kanan, dan dilatasi arteri

pulmonalis dengan gerakan septum ventrikel yang abnormal (paradox) karena adanya kelebihan

beban volume yang signifikan pada jantung kanan. Defek septum atrium dapat divisualisasikan

secara langsung oleh pencitraan dua-dimensi, USG Doppler atau ekokontras. Dengan menggunakan

ekokardiografi transtorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah

pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolapse yang memang

sering terjadi pada ASD. (11,18)

15

15

Page 17: Arterial Septal Defect

Ekokardiografi transesofageal (ETE) diindikasikan jika ETT diragukan, serta sangat

bermanfaat karena dapat dilakukan pengukuran defek secara presisi, sehingga dapat membantu

dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelainan yang menyertai. (11,18)

Gambar 7. Defek septum atrium ini ditunjukkan menggunakan ekokardiografi Doppler berwarna(4)

Gambar 8. Ekokardiogram menunjukkan defek septum atrium sekundum antara atrium kiri dan

atrium kanan. (18)

3. CT Scan

Ultrafast CT scan cukup akurat dalam menilai defek septum atrium. Tomografi potongan

axial memberikan pemisahan jarak yang jelas dari bagian inflow dan outflow dari septum atrium dan

16

16

Page 18: Arterial Septal Defect

ventrikel. Akibat dari tidak adanya struktur diatasnya yang menutupi pada gambaran CT scan dan 3-

dimensi (3D) ultrafast CT, ukuran atrium dan ventrikel dapat diukur.

Gambar 9. CT Scan Atrial Septal Defect. Defect

Septum atrium terlihat jelas.

4. MRI

MRI memiliki peran yang penting dalam menegakkan diagnose kardiovaskuler. Kemampuan

lain dari MRI meliputi:

Dapat menyajikan beberapa gambar per siklus jantung sehingga fungsi ventrikel dapat dievaluasi.

Memungkinkan pengukuran aliran dan kecepatan darah dalam aorta, arteri pulmonalis dan saat

melewati katup-katup.

MR angiografi memungkinkan pemeriksaan 3D berresolusi tinggi dari pembuluh darah dan secara

noninvasif dapat menetapkan adanya anomalivena paru yang menyebabkan terjadinya pirau.(4)

17

17

Page 19: Arterial Septal Defect

Gambar 10. MRI ASD secundum dengan pembesaran ventrikel dan atrium kanan. (19)

5.KATETERISASI JANTUNG

Kateterisasi jantung dilakukan bila defek intraarterial pada ekokardiogram tidak jelas terlihat

atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi

oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.

Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu

dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversiblitas vaskuler paru. Pada atrial

septal defect primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance) pada kasus dengan

defek pada septum primum, hal ini akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui

celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas, dapat

memperlihatkan besarnya atrial septal defect. (4,21)

2.5. DIAGNOSA BANDING

a. VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)

VSD merupakan kelainan jantung non-sianotik yang paling sering dijumpai. Pada penderita

VSD, di jantungnya terdapat suatu defek yang letaknya tinggi atau rendah pada septum antara

ventrikel kanan dan kiri. Karena tekanan dalam ventrikel kiri memang lebih tinggi, terjadilah left-to-

right shunt. (22)

18

18

Page 20: Arterial Septal Defect

Gambaran radiologi penderita VSD dapat berbeda-beda tergantung pada ada atau tidaknya

ganggaun pada pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) dan besarnya kebocoran. Makin kecil

kebocoran, makin sedikit kelainan yang dapat dilihat pada radiografi polos. (15,21)

Kebocoran yang sangat kecil: Kelainan ini disebut Maladi de Roger, jantung tidak membesar dan

pembuluh darah paru-paru normal.

Kebocoran yang ringan: antung membesar ke kiri karena adanya pembesaran dari ventrikel kiri,

apex jantung tertanam, ventrikel kanan belum jelas membesar, atrium kiri dilatasi, dan pembuluh

darah paru nampak bertambah.

Kebocoran yang sedang-berat: ventrikel kanan dilatasi dan hipertrofi, atrium kiri dilatasi, arteri

pulmonalis dengan cabang-cabangnya melebar, atrium kanan tidak nampak kelainan dan ventrikel

kiri membesar serta aorta kecil.

Kebocoran dengan hipertensi pumonal: Ventrikel kanan tampak semakin besar, arteri

pulmonalis dan cabang-cabangnya di bagian sentral melebar, segmen pulmonal menonjol, atrium

kiri normal, aorta mengecil, pembuluh darah paru bagian perifer sangat berkurang dan thorax

menjadi emfisematus.

Gambar 11. Foto thorax

PA pada kasus VSD

dengan “moderate left to

right shunt”. Tampak

penonjolan conul

pulmonalis dan corakan

bronkovaskular

meningkat. Pada foto

thorax lateral, tampak pendorongan esophagus ke posterior. Hal ini mengindikasikan adanya

dilatasi atrium kiri dan pembesaran atrium kanan dan kiri.(23)

19

19

Page 21: Arterial Septal Defect

Gambar 12. Gambar pada level “apical 4 chamber”. Gambar A. tampak defek yang besar di

posterior pada level katup atrioventrikular. Gambar B.tampak VSD yang kecil pada bagian septum

interventrikel.(24)

b. PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Ductus arteriosus bermula di dekat pangkal a. pulmonalis dan bermuara di aorta, tepat di

distal a. subclavia sisnitra. Ductus arteriosus mengalirkan darah ke sirkulasi sistemik dari arteria

pulmonalis pada masa intrauterine. Ductus ini kemudian biasanya sudah menutup pada umur 2

bulan, kadang sampai 6 bulan.Pada PDA, ductus ini tetap ada terus (tidak menutup). (22) Adanya PDA

memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonalis/“left-to-right shunt”).(21)

Gambaran radiologis tergantung pada besar kecilnya PDA.

- PDA kecil sekali: gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal.

- PDA cukup besar: Aorta ascendens dan arkus nampak normal atau membesar sedikit, dan nampak

menonjol pada proyeksi PA. Arteri pulmonalis nampak menonjol dan melebar di samping aorta.

Pembuluh darah paru-paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah yang bertambah.

Pembesaran atrium kiri dan pembesaran dari ventrikel kanan dan kiri.

- PDA dengan hipertensi pulmonal: Pembuluh paru bagian sentral melebar, hilus melebar, pembuluh

darah perifer berkurang. Ventrikel kanan makin besar krena adanya hipertrofi dan dilatasi. Arteri

pulmonalis menonjol, aorta ascendens melebr dengan arkus yang menonjol. Atrium kiri nampak

normal kembali.

20

20

Page 22: Arterial Septal Defect

Gambar 13. Foto thorax Patent Ductus Arteriosis (PDA). Gambar (A) menunjukkan adanya

pembesaran siluet cardiomediastinal dan trunkus pulmonalis serta pembuluh darah perifer yang

mengecil secara mendadak. Gambar (B) menunjukkan ruang retrosternal yang terisi oleh ventrikel

kanan yang membesar.(25)

Gambar 14 C-I. CT scan dengan kontras dari pasien

yang sama dengan gambar di atas,

mengkonfirmasi adanya pembesaran jantung,

dilatasi dan hipertrofi ventrikel

kanan.(25)

21

21

Page 23: Arterial Septal Defect

2.6 PENATALAKSANAAN

Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran

sistemik lebih dari 2. Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya

defek septum atrium dengan aliran pirau yang bermakna, maka penderita dapat diajukan untuk

operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila terjadi hipertensi pulmonal dan

penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih

dari 10 U.m2 yang tidak responsive dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek

septum atrium merupakan indikasi kontra.

2.7 KOMPLIKASI

Berikut ini adalah komplikasi yang berhubungan dengan ASD:

Gagal jantung kongestif

Aritmia

Hipertensi pulmonal

Sianosis

Paradoxical embolization

Stroke

Infective endocarditis. (2)

22

22

Page 24: Arterial Septal Defect

2.8 PROGNOSIS

Pasien dengan ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah atau intervensi

perkutan, dan banyak pasien hidup sampai usia lanjut. Namun, kelangsungan hidup secara alamiah

setelah usia 40-50 tahun kurang dari 50%, dan tingkat kelemahan dari jantung setelah 40 tahun

adalah sekitar 6% per tahun. Hipertensi pulmonal jarang terjadi sebelum dekade ketiga. (2)

23

23

Page 25: Arterial Septal Defect

BAB 2

LAPORAN KASUS

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Rekam Medik

No:00.61.21.46 Tanggal: 15 Agustus 2014 Hari: Jumat

Nama pasien : Nurul Hidayani Umur: 22 tahun Seks: Pr

Pekerjaan : Alamat: Jl Matai Kecamatan Darul Imarah

Agama: Islam

Tlp:-

Keluhan utama: Sesak nafas

Anamnesa:

Hal ini dialami pasien 3 tahun ini. Sesak memberat dalam 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Sebelumnya pasien melahirkan seorang anak perempuan sudah 6 hari. Riwayat persalinan

normal dengan berat bayi 1,8 kg. bayi os tidak biru dan cepat menangis. Sesak nafas tidak

berhubungan dengan cuaca. Sesak terutama dirasakan saat pasien melakukan aktivitas. Sesak

nafas dialami pasien sejak kuliah ditahun 2011 dan pasien sering merasakan mudah lelah. Sesak

bersifat hilang timbul dan dialami dalam beberapa menit. Riwayat terbangun karena sesak tidak

dijumpai. Pasien mengaku tidak dapat tidur terlentang dan hanya bisa tidur dengan posisi

duduk. Riwayat kaki bengkak tidak dijumpai. Riwayat persalinan pasien, pasien dilahirkan secara

normal dan ibu pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan atau obat-obatan.

Pasien juga mengeluhkan kuku yang berwarna biru yang dialami sejak kecil dan tidak pernah

hilang Sebelumnya pasien sudah di diangnosa penyakit jantung bocor dan disarankan untuk

24

24

Page 26: Arterial Septal Defect

operasi penutupan namun pasien menolak. Riwayat nyeri dada disangkal oleh pasien. Riwayat

keluarga ayah pernah menderita penyakit jantung koroner dan ibu memiliki penyakit gula.

Faktor Risiko PJK: Riwayat kelurga pasien

Riwayat penyakit terdahulu: Penyakit jantung bocor

Riwayat pemakaian obat: -

Status Presens:

KU: Sedang Kesadaran: Compos Mentis TD: 140/80 mmHg HR: 100 x/m

RR: 20 x/m Suhu: 36,3ºC Sianosis:(+) Orthopnoe:(+)

Dispnoe:(+) Ikterus:(-) Edema:(-) Pucat:(+)

Pemeriksaan Fisik :Kepala mata : anemia (+/+), ikterik (-/-)Telinga/hidung/mulut : dalam batas normalLeher : JVP : R+ 2 cmH2ODinding toraks : Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem Fremitus kiri = kanan, kesan normal Perkusi : Sonor pada lapangan paru atas dan tengah

Kedua paru ronhki basah pada lapangan paru bawah Batas Jantung :- Atas : ICS III sinistra- Kanan : LSD- Kiri : 2 cm lateral LMCS

Auskultasi

Jantung : S1 (+) S2 (+)mengeras S3 (-) S4 (-) : Reguler Murmur (-) Tipe :- Grade : - Radiasi : - Grade: - Punctum Maximum :- Radiasi : -

Paru : Suara Pernafasan : Vesikuler Suara tambahan : Ronki (+) Wheezing : (-)

Abdomen : Soepel, BU(+) N, H/L/R tidak teraba Asites : (-)

Ekstremitas : Superior : Sianosis (+) Clubbing (+) Inferior : Edema (-) Pulsasi arteri (+)

25

25

Page 27: Arterial Septal Defect

Akral : Hangat

Elektrokardiografi ( tanggal 15 Agustus 2014)

Interpretasi rekaman EKG : Sinus ritme, QRS rate : 100 x/i, Gel P (+) N 0,08‘s, interval PR 0,125‘s, QRS duration 0,08’s, ST Segmen depresi di V2-V6, T inverse di II, III, avf, V1-V6, QRS axis;RAD Kesan EKG : Sinus Ritme + Iskemi Anteroextensive

Foto Toraks :

26

26

Page 28: Arterial Septal Defect

Interpretasi Foto Toraks (AP/PA) :

CTR 56%, dilatasi aorta (+), dilatasi pulmonal (-), elongasi aorta (+), kongesti (+)

Kesan : Kardiomegali + dilatasi aorta + elongasi + kongesti

Hasil Laboratorium: 15 Agustus 2014Hemoglobin : 12.70 g% ( 13,2 – 17,3)Eritrosit : 4.57 x 106/mm3 (4,20 – 4,87)Leukosit : 20.62 x 103/mm3 (4,5 – 11,0)Hematokrit : 37.00 % (43 – 49)Trombosit : 153 x 103/mm3(150 – 450)

Ginjal Ureum : 22.30 mg/dL (<50)Kreatinin : 0.87 mg/dL ( 0,70 – 1,20)

ElektrolitNatrium (Na) : 134 mEq/dL (131- 135)Kalium (K) : 3.7 mEq/dL (3,6 -5,5)Klorida (Cl) : 103 mEq/dL (96 – 100)

Diagnosa kerja : 1. Fungsional : ASD2. Anatomi : Septum Atrium3. Etiologi : Kongenital

27

27

Page 29: Arterial Septal Defect

Pengobatan:

1. Bed Rest2. O2 2L/i3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)4. Furosemid 1x40 mg5. Spironolakton 1x500 mg6. Ceftriaxone 1gr/12 jam7. Bisoprolol 1x2,5 mg

Prognosis: Dubia ad malam

Rencana pemeriksaan lanjutan :

1. Ekokardiografi

2. Enzim jantung

3. EKG

4. Darah rutin

5. AGDA

FOLLOW UP PASIEN

28

28

Page 30: Arterial Septal Defect

Tgl S O A P

15/08/

14

Sesak nafas

(+), batuk (+),

dahak (-)

Sens : CM

TD : 110/80

HR : 96 x/i

RR : 30 x/i

Temp : 36,5

Kepala : anemis (-/-),

ikterik (-/-)

Leher : TVJ R+2

cmH2O

Thorax : S1 S2

normal, murmur (-),

gallop (-)

Pulmo : Sp vesikuler,

ST : ronki basah basal

(-/-)

Abdomen : soepel,

H/L ttb, BU (+) N

Ekstremitas : edema

(-/-), akral hangat.

Oedem pretibial (-),

jari tabuh (+)

-ASD

secundum

-

Eisenmenger

syndrome

Bed rest

O2 4-6 L/i

IVFD NaCl 0,9% 10

gtt/i (mikro)

Furosemide 2 x 40mg

Spironolakton 1 x 25mg

Bisoprolol 1 x 1,25mg

Captopril 2 x 6,25mg

Rencana :

echocardiografi

16/08/

14

Sesak nafas

(+)berkurang,

batuk

(+)sesekali,

dahak (-)

Sens : CM

TD : 110/60

HR : 97 x/i

RR : 24 x/i

Temp : 36

BB : 40,5 kg

Kepala : anemis (-/-),

ikterik (-/-)

-ASD

secundum +

Pulmonary

Hypertension

-

Eisenmenger

syndrome

Bed rest

O2 2-4 L/i

IVFD NaCl 0,9% 10

gtt/i (mikro)

Furosemide 2 x 40mg

Spironolakton 1 x 25mg

Bisoprolol 1 x 1,25mg

Rencana :

-susul hasil

echocardiografi

29

29

Page 31: Arterial Septal Defect

30

30

Page 32: Arterial Septal Defect

BAB 3

DISKUSI KASUS

1. Anamnesis

Dispnea adalah perasaan sulit bernafas yang ditandai dengan nafas yang pendek dan

penggunaan obat bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit

kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding

dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronchitis, asma), kecemasan.

Tanda-tanda dari sesak nafas dapat berupa

1. Peningkatan jumlah frekuensi nafas (dewasa >20x/menit, anak >30x/menit, bayi

>40x/menit

2. Kebiruan pada sekitar bibir, ujung-ujung jari

3. Adanya suara nafas tambahan

Pembagian dispnea dapat kita bedakan menjadi

1. Dispnea akut ( sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan)

2. Dispnea kronik (sesak nafas yang berlangsung lebih dari 1 bulan)

ASD merupakan kelainan kongenital jantung yang disebabkan oleh malformasi spontan dari

septum interatrial. Dapat terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat ASD. Defek septum

atrium sering tidak terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup besar karena

asimtomatik, dan tidak memberi gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat

usia dewasa. Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal, demikian

pula infeksi napas yang berulang.

Pada Pasien: Sesak terutama dirasakan saat pasien melakukan aktivitas. Sesak nafas dialami

pasien sejak kuliah ditahun 2011 dan pasien sering merasakan mudah lelah.

3. Pemeriksaan Fisik

Teori:

31

31

Page 33: Arterial Septal Defect

4. Terasa adanya pulsasi ventrikel kanan pada daerah sterna kanan

5. Pada auskultasi bisa saja terdengar bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap.

Bunyi jantung kedua mengeras.

6. Kadang juga dapat ditemukan adanya sianosis dan “Clubbing of nails”

Pada pasien:

7. Sianosis dijumpai pada pasien bahkan sejak kecil. Hal ini dapat diketahui dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

8. “Clubbing of nails” juga terlihat ada pada pasien.

9. Pada auskultasi S2 terdengar mengeras.

10.Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks

Teori:

2. Tampak jantung yang membesar ke arah kiri dan juga ke kanan

3. Hilus sangat melebar di daerah sentral dan menguncup menjadi kecil ke arah tepi

4. Aorta terlihat kecil.

5. Paru-paru di bagian tepi menjadi radiolusen karena pembuluh darah berkurang

Pada pasien:

6. Jantung tampak membesar namun dominan ke arah kiri

7. Hilus melebar di daerah sentral namun tidak terlihat cabang hingga perifer

Diagnosis Banding

32

32

Page 34: Arterial Septal Defect

1. Ventricular Septal Defect (VSD)

2. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

33

33

Page 35: Arterial Septal Defect

BAB 4

KESIMPULAN

Seorang wanita, N, 22 tahun, dengan diagnosa ASD, telah diberikan pengobatan berupa pemberian

diuretic, antibiotic dan beta blocker. Selama perawatan pasien dalam keadaan stabil. Pasien

dipulangkan setelah dirawat selama 15 hari tetapi pasien dianjurkan untuk rawat jalan ke poli

kardiologi.

34

34

Page 36: Arterial Septal Defect

35

35

Page 37: Arterial Septal Defect

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. Ke-29. Jakarta:

2. Markham L.W. Atrial Septal Defect [online]. Updated on Sep 20, 2012.

(diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162914 (diakses Minggu, 17

Maret 2013).

3. Grech E.D. ABC of Interventional Cardiology. London: BMJ Publishing Group;2004. P.31.

4. Singh V.N.. Imaging in Atrial Septal Defect [online]. Updated on May 25 2011. (diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/348121-overview diakses Minggu 17 Maret 2013).

5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedoteran bagian I. edisi 3, Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 1992. Halaman 107-14

6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: ECG;1996. Hal. 259- 61.

7. Guyton C.A, Hall. E.J. The Heart in Textbook of Medical physiology 11 Edition. Pennysyvania:

Elsevier Saunders;2006. P. 104

8. Anonymous. Yale Medical Group [cited 2013, June 09]. Available from:

http://www.yalemedicalgroup.org/stw/Page.asp?PageID=STW026200

9. Sadler, Thomas W. Cardiovascular System in Langman’s Medical Edition. USA: Lippincott Williams

& Wilkins;2003.

10. Kumar, Vinay,dkk. Penyakit Jantung Kongenital dalam Robbins Patologi Edisi 7. Jakarta:

ECG;2007.

11. Ghanie, Ali. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006

12. Conroy m.L. et.al. Atlas of Pathophysiology 3rd Edition. Philadelphia:Lippincott Williams &

Wilkins;2010. P.46-47.

13. Roebiono,P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan [online]. (diunduh dari

http://repository.ui.ac.id/koleksi/11.pdf diakses Kamis, 7 Maret 2013)

14. Habermann T.M, Gosh A.K. Mayo Clinic Internal Medicine Concise Textbook. USA: Mayo Clinic

Scientific Press;2008.P.48-49.

36

36

Page 38: Arterial Septal Defect

15. Purwohudoyo, S.S. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular dengan Radiografi

Polos. Jakarta: UI Press;1984. Hal. 41,45,50-56.

16. Corne J. et.al. Chest X-Ray Made Easy. London: Churchill Livingstone;2001.P. 88-89.

17. Mettler, Fred A. Congenital Cardiac Disease in Essentials of Radiology 2nd Edition.

USA:Saunders;2005.

18. Fauci et. Al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA: McGraw- Hills

Companies;2008.

19. Budoff J.M, Shinbane S.J. Cardiac CT Imaging Diagnosis of Cardiovascular Disease. London;

Springer, 2006. P. 34-35,211.

20. Naidich D.P. Computes Tomography and Magnetic Resonance of the Thorax 4th Edition.

New York: Lippincott Williams & Wilkins;2007.P.62-64.

21. Lily Ismudiati Rilantono et.al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;1996. Hal.230.

22. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press;2011. Hal 68-

70.

23. McMahon C, Singleton E. Plain radiographic Diagnosis of Congenital Heart Disease [online].

(diunduh dari http://www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/start.htm diakses Jumat, 8

Maret 2013).

24. http://emedicine.medscape.com/article/892980-workup#showall

25. http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=40&fid=1

37

37