Upload
ramos-siahaan
View
47
Download
11
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan kasus arterial septal defect, gejala klinis, patofisiologi Ramos - Fk usu
Citation preview
LAPORAN KASUS
ATRIAL SEPTAL DEFECT
PEMBIMBING : dr. Andika Sitepu, SpJP (K)
PENYUSUN : Nanda Ladita (100100366)
Mhd. Akim (100100245)
Hendra Gani Harahap (100100136)
KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIK
DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Atrial
Septal Defect .
Selama penulisan laporan kasus ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan,
dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andika Sitepu, SpJP(K) atas bimbingan
dan ilmu yang sangat berharga untuk penulis.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mohon
maaf dan juga mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………… 1
DAFTAR ISI ……………………………………………… 2
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………… 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 5
BAB 3 DISKUSI KASUS ……………………………………………… 34
BAB 4 KESIMPULAN ……………………………………………… 36
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 37
2
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atrial Septal Defect merupakan anomali jantung kongenital dimana terdapat lubang
menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik septum sekundum atau septum
primum dengan bantalan endocardium. Hal ini menyebabkan aliran darah dari vena pulmonalis yang
mengalir masuk ke atrium kiri mengalir kembali ke atrium kanan.(1,2)
3
3
Pada awal perkembangan janin, jantung mulai terbentuk sebagai tabung tunggal yang
berdiferensiasi secara bertahap menjadi empat ruang. Kelainan dapat timbul pada berbagai tahap
sepanjang proses tersebut, mengakibatkankelainan pada dinding otot yang biasanya memisahkan
kedua atrium. Sekitar 80%dari ASD akan menutup pada 18 bulan pertama kehidupan, jika ASD belum
menutup sampai usia 3 tahun, maka ASD akan menetap dan perlu diterapi. Defek ini mungkin tidak
terdeteksi pada masa kanak-kanak, tetapi bila defek cukup besar biasanya menjadi jelas pada umur
30 tahun. ASD yang kecil mungkin tidak terdeteksi sampai usia pertengahan atau setelahnya, dan
biasanya terdeteksi karena adanya pembesaran jantung dan suara jantung yang spesifik (suara
jantung kedua terpisah secara menetap). Anak-anak dengan ASD yang bergejala bisa mempunyai
gejala seperti mudah lelah, pernapasan cepat disertai dengan sesak napas, dan pertumbuhan yang
lambat.(3)
Defek septum atrium (ASD) meliputi 10% dari semua penyakit jantung bawaaan dan
sebanyak 20-40% penyakit jantung bawaan yang tampak di masa dewasa. Terdapat tiga jenis utama
dari ASD meliputi:
Ostium secundum: jenis yang paling sering dari ASD meliputi 75 % dari semua kasus ASD, mewakili
sekitar 7% dari semua kelainan defek jantung bawaan dan 30-40% dari semua penyakit jantung
bawaaan pada pasien yang berumur lebih dari 40 tahun.
Ostium primum: jenis kedua paling sering dari ASD meliputi 15-20% dari semua ASD. ASD primum
adalah bentuk kelainan defek septum atrioventrikuler dan umumnya berhubungan dengan kelainan
katup mitral.
Sinus venosus: yang paling jarang terjadi antara ketiga jenis ASD, ASD sinus venosus (SV) terlihat
pada 5-10% dari semua kasus ASD. Kelainan terletak di bagian superior dari septum atrium, dekat
dengan persambungan dengan vena cava superior. Sering berhubungan dengan kelainan vena
pulmonalis yang bermuara ke atrium kanan.
Rasio ASD pada perempuan disbanding laki-laki sekitar 2:1. Pasien dengan ASD dapat
asimtomatik pada masa bayi dan anak, waktu munculnya gejala klinis bergantung pada derajat pirau
(shunt) kiri-ke-kanan. Gejala lebih sering terjadi pada usia lanjut. Pada usia 40 tahun, 90% dari pasien
4
4
yang tidak diobati memiliki gejala sesak saat beraktivitas, kelelahan, palpitasi, aritmia berulang, atau
gagal jantung.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Untuk memahami tinjauan teoritis penyakit atrial septal defect (ASD.)
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus atrial
septal defect (ASD) serat melakukan penatalaksaan yang tepat, cepat dan akurat
sehingga mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.
1.3. Manfaat penulisan
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang atrial septal defect
(ASD).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai atrial septal defect
(ASD).
5
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.ANATOMI JANTUNG(5)
Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya sedikit mirip piramida dan
terletak dalam pericardium di mediastinum. Pada basisnya jantung dihubungkan dengan pembuluh-
pembuluh darah besar tetapi berada dalam keadaan bebas dalam pericardium.
Jantung mempunyai 3 permukaan:
Facies sternocostalis di anterior, terutama dibentuk oleh atrium kanan dan ventrikel kanan, yang
satu sama lain dipisahkan oleh sulcus atrioventriculare yang terletak vertikal.
Facies diaphragmatica, terutama dibentuk oleh ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh sulcus
interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium kanan, dimana vena cava inferior bemuara,
juga membentuk sebagian facies diaphragmatica.
Basis cordis/facies posterior, terutama dibentuk oleh atrium kiri, dimana bermuara 4 vena
pulmonalis.
Apex cordis, terutama dibentuk oleh ventrikel kiri. Arahnya ke bawah, depan dan kiri. Apex cordis
terletak setingi intercostalis VI, ± 9 cm dari garis tengah. Jantung dibagi oleh septa vertical dalam 4
ruang, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Atrium kanan tereak anterior terhadap
atrium kiri dan ventrikel kanan terletak anterior terhadap ventrikel kiri. Pada atrium kanan
bermuara:
- Vena cava superior, bermuara di bagian atas atrium, tidak mempunyai katup. Ia mengembalikan
darah ke jantung dari separuh atas tubuh.
6
6
- Vena cava inferior, bermuara di bagian bawah atrium, dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak
berfungsi. Ia mengembalikan darah ke jantung dari separuh bawah tubuh.
- Sinus coronarius, bermuara di antara vena cava inferior dan ostium atrioventriculare yang terletak
anterior terhadap muara vena cava inferior.
Ostium ini dilindungi oleh valve/katup tricuspidalis. Ventrikel kanan berhubungan dengan
atrium kanan melalui ostium atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui
ostium trunci pulmonalis dimana ostium yang terakhir ini dilindungi oleh valve/katup pulmonalis.
Pada atrium kiri bermuara 4 vena pulmonalis, 2 dari masing-masing paru-paru bermuara pada
dinding posterior dan tidak berkatup. Ostium atroventriculare kiri dilindungi oleh valve /katup
mitralis. Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium kiri melalui Ostium atroventriculare kiri dan
dengan aorta melalui ostium aortae, ostium aortae dilindungi oleh valve/katup aortae.
2.2 FISIOLOGI JANTUNG(6,7)
SIRKULASI LAHIR
Jantung pada kenyataannya merupakan 2 buah pompa yang terpisah: jantung kanan
memompakan darah ke paru-paru dan jantung kiri memompakan darah ke organ-organ perifer.
Masing-masing jantung merupakan pompa berdenyut yang memiliki 2 ruang yang terdiri dari atrium
dan ventrikel. Atrium-atrium tersebut merupakan pompa primer yang lemah bagi ventrikel,
benfungsi memompakan darah ke ventrikel. Ventrikel-ventrikel merupakan kekuatan utama dari
pompa-pompa tersebut, yang mendorong darah baik ke sirkulasi pulmonal oleh ventrikel kanan
maupun sirkulasi sistemik oleh ventrikel kiri.
Pembuluh-pembuluh darah yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan
pembuluh-pembuluh darah yang mengangkut darah menjauhi ventrikel menuju ke jaringan adalah
arteri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum yaitu suatu otot otonom yang mencegah
pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena sisi kanan jantung
menerima dan memompa darah ber-oksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigenasi tinggi.
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui vena cava. Darah ini
mengandung CO2 dan mengalami deoksigenasi parsial mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel
kanan, yang memompanya ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Dengan demikian sisi kanan
jantung memompa darah ke dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, darah tersebut kehilangan CO2 dan
7
7
menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah kaya
oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri yang memompa
darah ke dalam sirkulasi sistemik melalui aorta. Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah
dalam jumlah yang sama. Volume darah ber-oksigen rendah yang dipompa ke paru oleh sisi kanan
jantung segera memiliki volume yang sama dengan darah ber-oksigen tinggi yang dipompa ke
jaringan oleh sisi kiri jantung.
Gambar 1. Struktur jantung dan alur aliran darah melalui ruang-ruang jantung dan katup.(7)
SIRKULASI JANIN
Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi lahir adalah penyesuaian terhadap
kenyataan bahwa janin tidak bernafas sehnga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2 dan
mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak
perlu mengalir keparu-paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin
terdapat 2 jalan pintas, yaitu foramen ovale (suatu libang di septum antara atrium kanan dan kiri)
dan duktus arteriosus (suatu pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika
keduanya keluar dari jantung). Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilicalis
dan diteruskan ke dalam vena cava inferior. Dengan demikian, ketika dikembalikan ke atrium kanan
dari sirkulasi sitemik, darah adalah campuran dari darah beroksigenasi tinggi dari vena umbilucalis
dan darah vena yang beroksigenasi rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin
8
8
karena tingginya resistensi diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan di separuh kanan jantung dan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada di separuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi ini terbalik
dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri,
sebagian darah campuran yang beroksigenasi cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan
ke atrium kiri melalui forame ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan
dipompa keluar ke sirkulasi sistemik. Selain memperdarahni jaringan, sirkulasi sistemik janin juga
mengalirkan darah melalui arteri umbilicalis agar trejadi pertukaran dengan darah ibu melalui
placenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel
kanan, yang memompa darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih tinggi
daripada tekanan di aorta, darah dialirkan melalui duktus arteriosus mengikut gradient tekanan.
Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa ke luar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke
sirkulais paru segera dialihkan ke
dalam aorta dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, yang mengabaikan paru yang non fungsional.(6)
Gambar 2. Sirkulasi janin (8)
EMBRIOLOGI (9,10)
Septum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa
mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (septum
9
9
primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis ke arah bantalan
endocardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir memisahkan rongga
atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula
memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endocardium. Pertumbuhan
berlanjut dan fusi septum dengan bantalan endocardium akhirnya
melenyapkan ostium primum; namun, sebelum menutup sempurna, kematian sel
akan menyebabkan perforasi pada bagian atas dari septum primum yang akan
membentuk ostium sekundum. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah
teroksigenasi dari atrium kanan ke atrium kiri yang esensial untuk kehidupan
janin.
Gambar 3. Septum artrium dari berbagai tahap perkembangan A. 30 hari (6 mm). B. Tahap yang
sama dengan A. dilihat dari kanan C. 33 hari (9 mm). D. Tahap yang sama dengan C, dilihat dari
kanan E. 37 hari (14 mm).F. Baru lahir. G. Septum atrium dari kanan ; tahap yang sama dengan F.(9)
Seiring dengan membesarnya ostium sekundum, sebuah septum sekunder
(septum sekundum) muncul tepat di sisi kanan septum rpimum. Septum sekundum berproliferasi
untuk membentuk struktur mirip bulan sabit yang
mengelilingi suatu raung yang disebut foramen ovale foramen ovale dijaga di sisi
kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primer, yang berfungsi
10
10
sebagai katup satu arah dan memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke
kiri selama kehidupan intrauterine. Saat lahir, seiring dengan turunnya resistensi
vascular paru dan meningkatnya tekanan arteri sistemik, tekanan di atrium kiri
meningkat melebihi tekanan atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional
foramen ovale. Kelainan pada rangkaian kejadian ini dapatmenimbulkan berbagai ASD,
yang memungkinkan komunikasi bebas antara atrium kiri dan kanan.
2.3.ETIOPATOGENESIS(2)
ASD merupakan kelainan kongenital jantung yang disebabkan oleh malformasi spontan dari
septum interatrial. Dapat terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat ASD. >ASD ostium
sekundum merupakan akibat dari:
Adhesi inkomplit antara katup penutup foramen ovale dengan septum sekundum pada saat lahir.
Foramen ovale yang menetap. Biasanya terjadi akibat resorbsi abnormal pada lokasi abnormal
menyebabkan septum primum berlubang atau berbentuk menyerupai jala.
Resorpsi septum primum yang berlebihan menyebabkan septum primum menjadi pendek dan
tidak dapat menutup foramen ovale.
Abnormalitas yang besar dari foramen ovale dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan
septum sekundum. Septum primum yang normal tidak dapat menutup foramen ovale saat lahir.
Suatu kombinasi dari resorpsi yang berlebihan dari septum primum
dengan foramen ovale yang besar mengakibatkan ASD septum sekundum yang besar.
>ASD septum primum, merupakan akibat dari penyatuan inkomplit septum primum dengan bantalan
endokardial. Defek terjadi di dekat katup atrioventrikular. Katup mitral biasanya terlibat berupa
abnormalitas dalam bentuk atau fungsi. Katup trikuspid biasaya tidak terlibat.
>ASD sinus venosus: terjadi karena penyatuan yang abnormal dari sinus venosus masa embrio
dengan atrium. Pada kebanyakan kasus, defek terletak di bagian superior dari septum atrial, dekat
persambungannya dengan vena cava superior. Biasanya berhubungan dengan muara abnormal dari
11
11
vena pulmonalis kanan superior. Tipe yang relatif jarang yaitu tipe inferior yang berhubungan
dengan muara abnormal dari vena pulmonalis kanan inferior.
Vena ini dapat bermuara ke atrium kanan, v.cava superior atau ke v.cava inferior.
Akibat yang timbul karena adanya defek septum atrium sangat bergantung
dari besar dan lamanya pirau serta resistensi vaskuler paru. Ukuran defek sendiri
tidak banyak berperan dalam menentukan besaran arah pirau. Darah mengalir
kembali dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekann atrium kiri biasanya
sedikit lebih tinggi dari tekanan atrium kanan. Perbedaan ini memaksa sejumlah
besar darah melalui defek pada septum yang menyebabkan volume berlebih pada
jantung kanan, yang melibatkan atrium knan, ventrikel kanan, dan arteri paru
Akibatnya, atrium kanan membesar dan ventrikel kanan berdilatasi sebagai usaha
untuk menampung volume darah yang meningkat. Jika terjadi hipertensi arteri
pulmonalis, maka akan terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan kemudian
diikuti hipertrofi vetrikel kanan. (11,12)
2.4 DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIS
Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan peningkatan beban volume pada jantung kanan. Defek septum atrium sering tidak
terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup besar karena asimtomatik, dan tidak memberi
gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat usia dewasa. Lebih sering ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan rutin foto thorax atau
ekokardiografi. (11,13)
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan.(13)
Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal, demikian pula infeksi
napas yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat beraktivitas, dan berdebar-debar akibat
takiaritmiaatrium.(11)
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah sternal kanan,
auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak
12
12
mengikuti variasi pernapasan (wide fixed splitting) walaupun tidak selalu ada, serta bising sistolik
tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri. Bila aliran piraunya besar mungkin akan
terdengar bising diastolik di parasternal iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup tricuspid, dapat
menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan
tekanan pulmonal, dan pelu diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising
fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Sianosis jarang ditemukan,
kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vascular paru,
stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein. Juga dapat ditemukan “Clubbing of nails” (11,13,14)
Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia 30-40 tahun sehingga pada
keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. (13)
B. GAMBARAN RADIOLOGIS
1. Foto Thorax
Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek dan komplikasi yang mungkin
timbul pada pembuluh darah paru.(19 )
Dalam keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung membesar ke kiri dengan apeks di atas diafragma. Hilus
melebar, arteri pulmonalis dan cabang-cabang dalam paru melebar. Pembuluh darah di bagian
perifer masih nampak jelas. Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar dan sekitar hius,
sehingga corakan pembuluh darah paru bertambah. Konus (segmen) pulmonal nampak menonjol.
Arkus aorta nampak menjadi kecil.(11,15)
Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
atrium kanan, segmen pulmonal menonjol, serta corakan vaskuler paru prominen. (11)
Dalam keadaan hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi posteroanterior (PA) tampak
jantung yang membesar ke kiri dan juga ke kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan
menguncup menjadi kecil ke arah tepi. Segmen arteri pulmonalis menjadi menonjol sekali. Aorta
terlihat kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-paru di bagian tepi menjadi lebih radiolusen karena
13
13
pembuluh darah berkurang. Bentuk thoraks emfisematus (bentuk tong, barrel chest). Sedangkan
pada foto thoraks posisi lateral tampak pembesaran dari ventrikel kanan yang menempel jauh ke
atas sternum. Tampak hilus yang terpotong ortograd dan berukuran besar. Kadang-kadang jantung
belakang bawah berhmpit dengan kolumna vertebralis. Hal ini disebabkan karena ventrikel kanan
begitu besar dan mendorong jantung ke belakang tanpa ada pembesaran dari ventrikel kiri. (15)
Gambar 4. Gambaran foto thorax pada pasien
dengan derajat pirau kiri ke kanan yang besar
akibat ASD sekundum. Terdapat pembesaran
jantung dengan pembesaran ventrikel kanan,
arteri pulmonalis yang sangat prominen dan
corakan paru-paru yang kasar. (14)
Gambar 5. Foto thorax yang menunjukkan gambaran khas ASD.
14
14
Jantung membesar, apeks terangkat, atrium kanan yang prominen [1] dan arteri pulmonalis yang
disertai dilatasi [2] akibat dari peningkatan aliran darah paru (16)
Gambar 6. ASD. Aliran darah tambahan dari sisi kiri jantung kembali ke sisi kanan menambah
ukuran arteri pulmonalis utama (terlihat jelas pada foto thoraks PA) (A). Penambahan ukuran
ventrikel kanan (terlihat jelas pada foto lateral (B). karena pengisian jaringan lunak pada bagian
bawah dan tengah ruang retrosternal. (17)
2. USG Jantung (Ekordiografi)
Ekokardiografi menunjukkan dilatasi atrium dan ventrikel kanan, dan dilatasi arteri
pulmonalis dengan gerakan septum ventrikel yang abnormal (paradox) karena adanya kelebihan
beban volume yang signifikan pada jantung kanan. Defek septum atrium dapat divisualisasikan
secara langsung oleh pencitraan dua-dimensi, USG Doppler atau ekokontras. Dengan menggunakan
ekokardiografi transtorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah
pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolapse yang memang
sering terjadi pada ASD. (11,18)
15
15
Ekokardiografi transesofageal (ETE) diindikasikan jika ETT diragukan, serta sangat
bermanfaat karena dapat dilakukan pengukuran defek secara presisi, sehingga dapat membantu
dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelainan yang menyertai. (11,18)
Gambar 7. Defek septum atrium ini ditunjukkan menggunakan ekokardiografi Doppler berwarna(4)
Gambar 8. Ekokardiogram menunjukkan defek septum atrium sekundum antara atrium kiri dan
atrium kanan. (18)
3. CT Scan
Ultrafast CT scan cukup akurat dalam menilai defek septum atrium. Tomografi potongan
axial memberikan pemisahan jarak yang jelas dari bagian inflow dan outflow dari septum atrium dan
16
16
ventrikel. Akibat dari tidak adanya struktur diatasnya yang menutupi pada gambaran CT scan dan 3-
dimensi (3D) ultrafast CT, ukuran atrium dan ventrikel dapat diukur.
Gambar 9. CT Scan Atrial Septal Defect. Defect
Septum atrium terlihat jelas.
4. MRI
MRI memiliki peran yang penting dalam menegakkan diagnose kardiovaskuler. Kemampuan
lain dari MRI meliputi:
Dapat menyajikan beberapa gambar per siklus jantung sehingga fungsi ventrikel dapat dievaluasi.
Memungkinkan pengukuran aliran dan kecepatan darah dalam aorta, arteri pulmonalis dan saat
melewati katup-katup.
MR angiografi memungkinkan pemeriksaan 3D berresolusi tinggi dari pembuluh darah dan secara
noninvasif dapat menetapkan adanya anomalivena paru yang menyebabkan terjadinya pirau.(4)
17
17
Gambar 10. MRI ASD secundum dengan pembesaran ventrikel dan atrium kanan. (19)
5.KATETERISASI JANTUNG
Kateterisasi jantung dilakukan bila defek intraarterial pada ekokardiogram tidak jelas terlihat
atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi
oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu
dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversiblitas vaskuler paru. Pada atrial
septal defect primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance) pada kasus dengan
defek pada septum primum, hal ini akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui
celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas, dapat
memperlihatkan besarnya atrial septal defect. (4,21)
2.5. DIAGNOSA BANDING
a. VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
VSD merupakan kelainan jantung non-sianotik yang paling sering dijumpai. Pada penderita
VSD, di jantungnya terdapat suatu defek yang letaknya tinggi atau rendah pada septum antara
ventrikel kanan dan kiri. Karena tekanan dalam ventrikel kiri memang lebih tinggi, terjadilah left-to-
right shunt. (22)
18
18
Gambaran radiologi penderita VSD dapat berbeda-beda tergantung pada ada atau tidaknya
ganggaun pada pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) dan besarnya kebocoran. Makin kecil
kebocoran, makin sedikit kelainan yang dapat dilihat pada radiografi polos. (15,21)
Kebocoran yang sangat kecil: Kelainan ini disebut Maladi de Roger, jantung tidak membesar dan
pembuluh darah paru-paru normal.
Kebocoran yang ringan: antung membesar ke kiri karena adanya pembesaran dari ventrikel kiri,
apex jantung tertanam, ventrikel kanan belum jelas membesar, atrium kiri dilatasi, dan pembuluh
darah paru nampak bertambah.
Kebocoran yang sedang-berat: ventrikel kanan dilatasi dan hipertrofi, atrium kiri dilatasi, arteri
pulmonalis dengan cabang-cabangnya melebar, atrium kanan tidak nampak kelainan dan ventrikel
kiri membesar serta aorta kecil.
Kebocoran dengan hipertensi pumonal: Ventrikel kanan tampak semakin besar, arteri
pulmonalis dan cabang-cabangnya di bagian sentral melebar, segmen pulmonal menonjol, atrium
kiri normal, aorta mengecil, pembuluh darah paru bagian perifer sangat berkurang dan thorax
menjadi emfisematus.
Gambar 11. Foto thorax
PA pada kasus VSD
dengan “moderate left to
right shunt”. Tampak
penonjolan conul
pulmonalis dan corakan
bronkovaskular
meningkat. Pada foto
thorax lateral, tampak pendorongan esophagus ke posterior. Hal ini mengindikasikan adanya
dilatasi atrium kiri dan pembesaran atrium kanan dan kiri.(23)
19
19
Gambar 12. Gambar pada level “apical 4 chamber”. Gambar A. tampak defek yang besar di
posterior pada level katup atrioventrikular. Gambar B.tampak VSD yang kecil pada bagian septum
interventrikel.(24)
b. PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
Ductus arteriosus bermula di dekat pangkal a. pulmonalis dan bermuara di aorta, tepat di
distal a. subclavia sisnitra. Ductus arteriosus mengalirkan darah ke sirkulasi sistemik dari arteria
pulmonalis pada masa intrauterine. Ductus ini kemudian biasanya sudah menutup pada umur 2
bulan, kadang sampai 6 bulan.Pada PDA, ductus ini tetap ada terus (tidak menutup). (22) Adanya PDA
memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonalis/“left-to-right shunt”).(21)
Gambaran radiologis tergantung pada besar kecilnya PDA.
- PDA kecil sekali: gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal.
- PDA cukup besar: Aorta ascendens dan arkus nampak normal atau membesar sedikit, dan nampak
menonjol pada proyeksi PA. Arteri pulmonalis nampak menonjol dan melebar di samping aorta.
Pembuluh darah paru-paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah yang bertambah.
Pembesaran atrium kiri dan pembesaran dari ventrikel kanan dan kiri.
- PDA dengan hipertensi pulmonal: Pembuluh paru bagian sentral melebar, hilus melebar, pembuluh
darah perifer berkurang. Ventrikel kanan makin besar krena adanya hipertrofi dan dilatasi. Arteri
pulmonalis menonjol, aorta ascendens melebr dengan arkus yang menonjol. Atrium kiri nampak
normal kembali.
20
20
Gambar 13. Foto thorax Patent Ductus Arteriosis (PDA). Gambar (A) menunjukkan adanya
pembesaran siluet cardiomediastinal dan trunkus pulmonalis serta pembuluh darah perifer yang
mengecil secara mendadak. Gambar (B) menunjukkan ruang retrosternal yang terisi oleh ventrikel
kanan yang membesar.(25)
Gambar 14 C-I. CT scan dengan kontras dari pasien
yang sama dengan gambar di atas,
mengkonfirmasi adanya pembesaran jantung,
dilatasi dan hipertrofi ventrikel
kanan.(25)
21
21
2.6 PENATALAKSANAAN
Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran
sistemik lebih dari 2. Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya
defek septum atrium dengan aliran pirau yang bermakna, maka penderita dapat diajukan untuk
operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila terjadi hipertensi pulmonal dan
penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih
dari 10 U.m2 yang tidak responsive dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek
septum atrium merupakan indikasi kontra.
2.7 KOMPLIKASI
Berikut ini adalah komplikasi yang berhubungan dengan ASD:
Gagal jantung kongestif
Aritmia
Hipertensi pulmonal
Sianosis
Paradoxical embolization
Stroke
Infective endocarditis. (2)
22
22
2.8 PROGNOSIS
Pasien dengan ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah atau intervensi
perkutan, dan banyak pasien hidup sampai usia lanjut. Namun, kelangsungan hidup secara alamiah
setelah usia 40-50 tahun kurang dari 50%, dan tingkat kelemahan dari jantung setelah 40 tahun
adalah sekitar 6% per tahun. Hipertensi pulmonal jarang terjadi sebelum dekade ketiga. (2)
23
23
BAB 2
LAPORAN KASUS
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Rekam Medik
No:00.61.21.46 Tanggal: 15 Agustus 2014 Hari: Jumat
Nama pasien : Nurul Hidayani Umur: 22 tahun Seks: Pr
Pekerjaan : Alamat: Jl Matai Kecamatan Darul Imarah
Agama: Islam
Tlp:-
Keluhan utama: Sesak nafas
Anamnesa:
Hal ini dialami pasien 3 tahun ini. Sesak memberat dalam 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya pasien melahirkan seorang anak perempuan sudah 6 hari. Riwayat persalinan
normal dengan berat bayi 1,8 kg. bayi os tidak biru dan cepat menangis. Sesak nafas tidak
berhubungan dengan cuaca. Sesak terutama dirasakan saat pasien melakukan aktivitas. Sesak
nafas dialami pasien sejak kuliah ditahun 2011 dan pasien sering merasakan mudah lelah. Sesak
bersifat hilang timbul dan dialami dalam beberapa menit. Riwayat terbangun karena sesak tidak
dijumpai. Pasien mengaku tidak dapat tidur terlentang dan hanya bisa tidur dengan posisi
duduk. Riwayat kaki bengkak tidak dijumpai. Riwayat persalinan pasien, pasien dilahirkan secara
normal dan ibu pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan atau obat-obatan.
Pasien juga mengeluhkan kuku yang berwarna biru yang dialami sejak kecil dan tidak pernah
hilang Sebelumnya pasien sudah di diangnosa penyakit jantung bocor dan disarankan untuk
24
24
operasi penutupan namun pasien menolak. Riwayat nyeri dada disangkal oleh pasien. Riwayat
keluarga ayah pernah menderita penyakit jantung koroner dan ibu memiliki penyakit gula.
Faktor Risiko PJK: Riwayat kelurga pasien
Riwayat penyakit terdahulu: Penyakit jantung bocor
Riwayat pemakaian obat: -
Status Presens:
KU: Sedang Kesadaran: Compos Mentis TD: 140/80 mmHg HR: 100 x/m
RR: 20 x/m Suhu: 36,3ºC Sianosis:(+) Orthopnoe:(+)
Dispnoe:(+) Ikterus:(-) Edema:(-) Pucat:(+)
Pemeriksaan Fisik :Kepala mata : anemia (+/+), ikterik (-/-)Telinga/hidung/mulut : dalam batas normalLeher : JVP : R+ 2 cmH2ODinding toraks : Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus kiri = kanan, kesan normal Perkusi : Sonor pada lapangan paru atas dan tengah
Kedua paru ronhki basah pada lapangan paru bawah Batas Jantung :- Atas : ICS III sinistra- Kanan : LSD- Kiri : 2 cm lateral LMCS
Auskultasi
Jantung : S1 (+) S2 (+)mengeras S3 (-) S4 (-) : Reguler Murmur (-) Tipe :- Grade : - Radiasi : - Grade: - Punctum Maximum :- Radiasi : -
Paru : Suara Pernafasan : Vesikuler Suara tambahan : Ronki (+) Wheezing : (-)
Abdomen : Soepel, BU(+) N, H/L/R tidak teraba Asites : (-)
Ekstremitas : Superior : Sianosis (+) Clubbing (+) Inferior : Edema (-) Pulsasi arteri (+)
25
25
Akral : Hangat
Elektrokardiografi ( tanggal 15 Agustus 2014)
Interpretasi rekaman EKG : Sinus ritme, QRS rate : 100 x/i, Gel P (+) N 0,08‘s, interval PR 0,125‘s, QRS duration 0,08’s, ST Segmen depresi di V2-V6, T inverse di II, III, avf, V1-V6, QRS axis;RAD Kesan EKG : Sinus Ritme + Iskemi Anteroextensive
Foto Toraks :
26
26
Interpretasi Foto Toraks (AP/PA) :
CTR 56%, dilatasi aorta (+), dilatasi pulmonal (-), elongasi aorta (+), kongesti (+)
Kesan : Kardiomegali + dilatasi aorta + elongasi + kongesti
Hasil Laboratorium: 15 Agustus 2014Hemoglobin : 12.70 g% ( 13,2 – 17,3)Eritrosit : 4.57 x 106/mm3 (4,20 – 4,87)Leukosit : 20.62 x 103/mm3 (4,5 – 11,0)Hematokrit : 37.00 % (43 – 49)Trombosit : 153 x 103/mm3(150 – 450)
Ginjal Ureum : 22.30 mg/dL (<50)Kreatinin : 0.87 mg/dL ( 0,70 – 1,20)
ElektrolitNatrium (Na) : 134 mEq/dL (131- 135)Kalium (K) : 3.7 mEq/dL (3,6 -5,5)Klorida (Cl) : 103 mEq/dL (96 – 100)
Diagnosa kerja : 1. Fungsional : ASD2. Anatomi : Septum Atrium3. Etiologi : Kongenital
27
27
Pengobatan:
1. Bed Rest2. O2 2L/i3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)4. Furosemid 1x40 mg5. Spironolakton 1x500 mg6. Ceftriaxone 1gr/12 jam7. Bisoprolol 1x2,5 mg
Prognosis: Dubia ad malam
Rencana pemeriksaan lanjutan :
1. Ekokardiografi
2. Enzim jantung
3. EKG
4. Darah rutin
5. AGDA
FOLLOW UP PASIEN
28
28
Tgl S O A P
15/08/
14
Sesak nafas
(+), batuk (+),
dahak (-)
Sens : CM
TD : 110/80
HR : 96 x/i
RR : 30 x/i
Temp : 36,5
Kepala : anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2
cmH2O
Thorax : S1 S2
normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : Sp vesikuler,
ST : ronki basah basal
(-/-)
Abdomen : soepel,
H/L ttb, BU (+) N
Ekstremitas : edema
(-/-), akral hangat.
Oedem pretibial (-),
jari tabuh (+)
-ASD
secundum
-
Eisenmenger
syndrome
Bed rest
O2 4-6 L/i
IVFD NaCl 0,9% 10
gtt/i (mikro)
Furosemide 2 x 40mg
Spironolakton 1 x 25mg
Bisoprolol 1 x 1,25mg
Captopril 2 x 6,25mg
Rencana :
echocardiografi
16/08/
14
Sesak nafas
(+)berkurang,
batuk
(+)sesekali,
dahak (-)
Sens : CM
TD : 110/60
HR : 97 x/i
RR : 24 x/i
Temp : 36
BB : 40,5 kg
Kepala : anemis (-/-),
ikterik (-/-)
-ASD
secundum +
Pulmonary
Hypertension
-
Eisenmenger
syndrome
Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD NaCl 0,9% 10
gtt/i (mikro)
Furosemide 2 x 40mg
Spironolakton 1 x 25mg
Bisoprolol 1 x 1,25mg
Rencana :
-susul hasil
echocardiografi
29
29
30
30
BAB 3
DISKUSI KASUS
1. Anamnesis
Dispnea adalah perasaan sulit bernafas yang ditandai dengan nafas yang pendek dan
penggunaan obat bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit
kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding
dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronchitis, asma), kecemasan.
Tanda-tanda dari sesak nafas dapat berupa
1. Peningkatan jumlah frekuensi nafas (dewasa >20x/menit, anak >30x/menit, bayi
>40x/menit
2. Kebiruan pada sekitar bibir, ujung-ujung jari
3. Adanya suara nafas tambahan
Pembagian dispnea dapat kita bedakan menjadi
1. Dispnea akut ( sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan)
2. Dispnea kronik (sesak nafas yang berlangsung lebih dari 1 bulan)
ASD merupakan kelainan kongenital jantung yang disebabkan oleh malformasi spontan dari
septum interatrial. Dapat terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat ASD. Defek septum
atrium sering tidak terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup besar karena
asimtomatik, dan tidak memberi gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat
usia dewasa. Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal, demikian
pula infeksi napas yang berulang.
Pada Pasien: Sesak terutama dirasakan saat pasien melakukan aktivitas. Sesak nafas dialami
pasien sejak kuliah ditahun 2011 dan pasien sering merasakan mudah lelah.
3. Pemeriksaan Fisik
Teori:
31
31
4. Terasa adanya pulsasi ventrikel kanan pada daerah sterna kanan
5. Pada auskultasi bisa saja terdengar bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap.
Bunyi jantung kedua mengeras.
6. Kadang juga dapat ditemukan adanya sianosis dan “Clubbing of nails”
Pada pasien:
7. Sianosis dijumpai pada pasien bahkan sejak kecil. Hal ini dapat diketahui dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
8. “Clubbing of nails” juga terlihat ada pada pasien.
9. Pada auskultasi S2 terdengar mengeras.
10.Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Teori:
2. Tampak jantung yang membesar ke arah kiri dan juga ke kanan
3. Hilus sangat melebar di daerah sentral dan menguncup menjadi kecil ke arah tepi
4. Aorta terlihat kecil.
5. Paru-paru di bagian tepi menjadi radiolusen karena pembuluh darah berkurang
Pada pasien:
6. Jantung tampak membesar namun dominan ke arah kiri
7. Hilus melebar di daerah sentral namun tidak terlihat cabang hingga perifer
Diagnosis Banding
32
32
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
2. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
33
33
BAB 4
KESIMPULAN
Seorang wanita, N, 22 tahun, dengan diagnosa ASD, telah diberikan pengobatan berupa pemberian
diuretic, antibiotic dan beta blocker. Selama perawatan pasien dalam keadaan stabil. Pasien
dipulangkan setelah dirawat selama 15 hari tetapi pasien dianjurkan untuk rawat jalan ke poli
kardiologi.
34
34
35
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. Ke-29. Jakarta:
2. Markham L.W. Atrial Septal Defect [online]. Updated on Sep 20, 2012.
(diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162914 (diakses Minggu, 17
Maret 2013).
3. Grech E.D. ABC of Interventional Cardiology. London: BMJ Publishing Group;2004. P.31.
4. Singh V.N.. Imaging in Atrial Septal Defect [online]. Updated on May 25 2011. (diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/348121-overview diakses Minggu 17 Maret 2013).
5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedoteran bagian I. edisi 3, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1992. Halaman 107-14
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: ECG;1996. Hal. 259- 61.
7. Guyton C.A, Hall. E.J. The Heart in Textbook of Medical physiology 11 Edition. Pennysyvania:
Elsevier Saunders;2006. P. 104
8. Anonymous. Yale Medical Group [cited 2013, June 09]. Available from:
http://www.yalemedicalgroup.org/stw/Page.asp?PageID=STW026200
9. Sadler, Thomas W. Cardiovascular System in Langman’s Medical Edition. USA: Lippincott Williams
& Wilkins;2003.
10. Kumar, Vinay,dkk. Penyakit Jantung Kongenital dalam Robbins Patologi Edisi 7. Jakarta:
ECG;2007.
11. Ghanie, Ali. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006
12. Conroy m.L. et.al. Atlas of Pathophysiology 3rd Edition. Philadelphia:Lippincott Williams &
Wilkins;2010. P.46-47.
13. Roebiono,P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan [online]. (diunduh dari
http://repository.ui.ac.id/koleksi/11.pdf diakses Kamis, 7 Maret 2013)
14. Habermann T.M, Gosh A.K. Mayo Clinic Internal Medicine Concise Textbook. USA: Mayo Clinic
Scientific Press;2008.P.48-49.
36
36
15. Purwohudoyo, S.S. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular dengan Radiografi
Polos. Jakarta: UI Press;1984. Hal. 41,45,50-56.
16. Corne J. et.al. Chest X-Ray Made Easy. London: Churchill Livingstone;2001.P. 88-89.
17. Mettler, Fred A. Congenital Cardiac Disease in Essentials of Radiology 2nd Edition.
USA:Saunders;2005.
18. Fauci et. Al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA: McGraw- Hills
Companies;2008.
19. Budoff J.M, Shinbane S.J. Cardiac CT Imaging Diagnosis of Cardiovascular Disease. London;
Springer, 2006. P. 34-35,211.
20. Naidich D.P. Computes Tomography and Magnetic Resonance of the Thorax 4th Edition.
New York: Lippincott Williams & Wilkins;2007.P.62-64.
21. Lily Ismudiati Rilantono et.al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;1996. Hal.230.
22. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press;2011. Hal 68-
70.
23. McMahon C, Singleton E. Plain radiographic Diagnosis of Congenital Heart Disease [online].
(diunduh dari http://www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/start.htm diakses Jumat, 8
Maret 2013).
24. http://emedicine.medscape.com/article/892980-workup#showall
25. http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=40&fid=1
37
37