Upload
letram
View
301
Download
20
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS TEKNO EKONOMI AGROINDUSTRI BERAS SIGERDI PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
WAYAN ADIYATMA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRACT
TECHNO ECONOMY ANALYSIS OF BERAS SIGER AGROINDUSTRY
IN LAMPUNG PROVINCE
BY
WAYAN ADIYATMA
Beras siger is one of food stuffs an alternative to subtitute rice in Lampung
province. The aim of this research was to determine the financial aspect in various
production methods and its optimal production. The research carned of by survey
method and purposive sampling. The survey was conducted on Beras Siger
producer located in Lampung province such as; KWT Siti Hawa, KWT Melati,
KWT Tunas Baru, KWT Kenanga, dan KWT Suka Maju, KWT Kenanga, KWT
Suka Maju, and IKM Siger Unila. The data were analyzed by using quantitative-
descriptive and analysis of financial aspect to the value of BEP, PP, NPV, IRR,
Net B/C ratio and sensitivity analysis. The result showed that Beras Siger
producers in Lampung province have the value of NPV>0, IRR>1, Net B/C>1,
and PP< 5 years, which were indicated that Beras Siger production was feasible to
be operated properly, while KWT Kenanga had the better production method than
the other producers. Sensitivity analysis of Beras Siger industry showed that the
industry could be developed until the sector of raw material 5,2%, the declining of
selling cost was 10%, and unpropitious investment will decline the selling cost
around 14%.
Keywords; Beras Siger, Production method, Lampung province, Producer.
ABSTRAK
ANALISIS TEKNO EKONOMI AGROINDUSTRI BERAS SIGERDI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
WAYAN ADIYATMA
Beras siger merupakan bahan makanan yang sedang dikembangkan di Provinsi
Lampung sebagai alternatif pengganti beras. Dalam pembuatan Beras Siger ada
beberapa alteratif prosedur produksi maka diperlukan sebuah perhitungan untuk
mendapatkan pilihan yang terbaik secara ekonomi. Tujuan dari penelitian ini yaitu
menentukan kebutuhan finansial pada berbagai metode produksi beras siger dan
menentukan metode produksi beras siger yang paling optimal. Penelitian ini
dilakukan dengan metode survei dan penentuan lokasi dipilih secara sengaja
(purposive sampling). Survey dilakukan terhadap produsen beras siger yang berada di
Provinsi Lampung yaitu KWT Siti Hawa, KWT Melati, KWT Tunas Baru, KWT
Kenanga, dan KWT Suka Maju, KWT Kenanga, KWT Suka Maju dan IKM Siger
Unila. Informasi dan data yang di dapatkan dari penelitian ini, diolah dan dianalisis
secara deskriptif kuantitatif, analisis kebutuhan finansial dari setiap metode produksi
beras siger berdasarkan nilai BEP, PP, NPV, IRR, Net B/C ratio dan analisis
sensitivitas. Berdasarkan hasil penelitian pada kriteria kelayakan investasi
menunjukkan bahwa Produsen beras siger di Provinsi Lampung memiliki nilai
NPV>0, IRR>1, Net B/C>1, dan PP<umur produksi sehingga usaha beras siger layak
dilaksanakan dan KWT Kenanga memiliki metode produksi yang paling optimal.
Analisis sensitivitas Industri Beras Siger masih layak untuk dikembangkan hingga
kombinasi kenaikan bahan baku 5,2% dan penurunan harga jual 10% dan mengalami
tidak layak investasi hingga penurunan harga jual 14%.
Kata kunci : Beras Siger, Metode Produksi, Provinsi Lampung, Produsen.
ANALISIS TEKNO EKONOMI AGROINDUSTRI BERAS SIGER DIPROVINSI LAMPUNG
Oleh
WAYAN ADIYATMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat,
petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas izin penelitian yang diberikan.
3. Bapak Ir. Harun Al Rasyid, M.T. selaku pembimbing satu skripsi yang telah
banyak memberikan pengarahan, saran, masukan dalam proses penelitian dan
kesabaran yang diberikan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini
selesai.
4. Bapak Wisnu Satyajaya, S.T.P., M.M., M.Si. selaku pembimbing dua yang
telah banyak memberikan pengarahan, saran, masukan dalam proses penelitian
dan kesabaran yang diberikan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini
selesai.
5. Ibu Ir. Fibra Nurainy, M.T.A. selaku pembahas yang telah memberikan
pengarahan, saran, masukan dalam proses penelitian dan kesabaran hingga
penulisan skripsi ini selesai.
6. Ibu Ir. Zulferyeni, M.T.A. selaku pembimbing akademik yang selalu
memberikan arahan dan motivasi hingga penulis menyelesaikan skripsi.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staf administrasi dan laboratorium di
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
8. Kedua orang tua Ibu dan Bopo, Kadek Ani Sutisna, yang telah memberikan
dukungan, motivasi, dan yang selalu menyertai penulis dalam doanya untuk
melaksanakan dan menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat penulis Riki, Fitra, Shely, Indra, Jon, Oos, Wahyu, Ijal, serta
Angkatan 2011 “Janji Gerhana” yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
bantuan, keceriaan, dan dukungan yang diberikan selama penulis mengerjakan
skripsi.
10. Keluarga besar HMJ THP FP Unila atas segala kebersamaan dan kebahagian
yang mengisi hari-hari penulis selama kuliah.
11. Keluarga besar UKM Hindu Unila, PC dan PD KMHDI Lampung atas segala
kebersamaan dan kebahagian yang mengisi hari-hari penulis selama kuliah.
Penulis berharap semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak di atas
dan skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Juli 2018
Wayan Adiyatma
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDULABSTRAKDAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1. Latar Belakang ............................................................................. 11.2. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 42.1. Ubikayu ........................................................................................ 42.2. Beras Analog ................................................................................ 62.3. Beras Siger ................................................................................... 82.4. Pembuatan Beras Siger ................................................................ 112.5. Industri ......................................................................................... 142.6. Analisis Finansial ......................................................................... 162.7. Konsep Tekno Ekonomi ............................................................... 17
III. METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 183.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 183.2. Metode Penelitian ........................................................................ 183.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 193.4. Metode Analisis Data ................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 254.1. Gambaran Umum Agroindustri Beras Siger ................................ 25
4.1.1. Bahan Baku ......................................................................... 254.1.2. Tenaga Kerja ....................................................................... 264.1.3. Modal .................................................................................. 27
4.1.4. Biaya Pemeliharaan............................................................. 284.2. Analisis Teknologi Metode Pembuatan Beras Siger .................... 29
4.2.1. Rendemen Beras Siger ........................................................ 294.2.2. Kapasitas Produksi dan Pendapatan Usaha Beras Siger ..... 36
4.3. Analisis Finansial ......................................................................... 394.3.1. Asumsi Dasar Analisis Finansial......................................... 394.3.2. Aspek Finansial ................................................................... 41
4.4. Aspek Ekonomi ............................................................................ 454.4.1. Penerimaan Usaha ............................................................... 454.4.2. Analisis Titik Impas (Break Event Point) ........................... 484.4.3. Proyeksi Rugi dan Laba Usaha ........................................... 494.4.4. Analisis Kelayakan Investasi .............................................. 514.4.5 Analisis Sensitifitas .............................................................. 54
V. KESIMPULAN .................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 59LAMPIRAN.................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Kimia Ubi Kayu Per 100 g Bahan ..................................... 52. Kebutuhan Bahan Baku Singkong Agroindustri Beras Siger .............. 263. Modal Investasi Awal ......................................................................... 284. Biaya Pemeliharaan Industri Beras Siger ............................................ 295. Rendemen Beras Siger ........................................................................ 366. Kapasitas Produksi dan Penerimaan Usaha Beras Siger ..................... 387. Analisis Harga Pokok Produksi Usaha Beras Siger (x 1000) .............. 448. Penerimaan Usaha Industri Beras Siger ............................................... 469. Analisis Break Event Point (BEP) Beras Siger.................................... 4910. Proyeksi rugi dan laba Produsen Beras Siger ...................................... 5011. Kriteria kelayakan investasi Produsen Beras Siger............................. 5412. Kombinasi kenaikan bahan baku singkong 9% dan penurunan harga
jual beras siger 5% ............................................................................... 5513. Analisis sensitivitas akibat penurunan harga jual 11%........................ 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger KWTSiti Hawa.............................................................................................. 30
2. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger KWT Melati .. 313. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger KWT
Tunas Baru ........................................................................................... 324. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger KWT
Kenanga................................................................................................ 335. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger KWT
Suka Maju ............................................................................................ 346. Diagram alir dan neraca masa agroindustri beras siger IKM
Siger Unila .......................................................................................... 35
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketela pohon atau ubi kayu merupakan tanaman perdu. Ketela pohon berasal dari
benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia,
antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di negara- negara yang
terkenal dengan wilayah pertaniannya (Purwono, 2009).
Di Indonesia ubi kayu adalah makanan pokok ketiga terpenting, setelah beras dan
jagung. Ubi kayu termasuk bahan pangan yang kaya karbohidrat. Tanaman ini
banyak terdapat di daerah tropis khususnya negara Indonesia, terutama di daerah
Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Hingga saat ini, produksi tanaman ubi kayu di
Indonesia cukup besar namun belum dioptimalkan pemanfaatannya sebagai
makanan sumber karbohidrat.
Ubi kayu masih dipandang sebagai makanan inferior bagi sebagian orang
sehingga belum banyak yang mengembangkannya dalam skala yang bernilai
ekonomis tinggi. Mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi ubi kayu sebagai
makanan ringan, bukan sebagai makanan pokok. Ubi kayu biasanya diolah dengan
2
cara direbus, digoreng, dan dikukus. Hal ini mendorong perlunya dikembangkan
suatu produk pangan baru berbasis ubi kayu untuk meningkatkan nilai ekonomis
ubi kayu sendiri mengingat potensi ubi kayu yang sangat besar di Indonesia.
Penghasil ubikayu terbesar di Indonesia adalah Provinsi Lampung yaitu sebesar
8,3 juta ton yang dapat menyuplai sepertiga produksi ubikayu nasional. Sentra
produksi ubikayu di provinsi Lampung terletak di Kabupaten Lampung Tengah,
Lampung Utara, Lampung Timur, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang yang
dapat menyuplai 90,10% dari total produksi ubikayu di Provinsi Lampung (BPS,
2015). Namun saat ini kebutuhan makanan pokok ubikayu rumah tangga masih
relatif sedikit yaitu 10,2 kg/kapita/tahun jika dibandingkan dengan kebutuhan
konsumsi beras yaitu 116 kg/kapita/tahun di Provinsi Lampung (BKP, 2015).
Produksi ubikayu yang besar lebih banyak dimanfaatkan oleh industri pengolahan
produk setengah jadi berbasis ubikayu antara lain industri tapioka, tepung
singkong, tepung mocaf (modified cassava flour), gaplek, serta bioetanol yang
tersebar di Provinsi Lampung.
Beras siger merupakan bahan makanan yang sedang dikembangkan di Provinsi
Lampung sebagai alternatif pengganti beras. Beras siger adalah makanan
tradisional, yang berasal dari ubi kayu, yang mengalami pengolahan sehingga
berbentuk butiran-butiran seperti beras. Ukuran butiran beras siger dibuat
menyerupai ukuran beras pada umumnya. Hal ini dimaksudkan agar psikologi
masyarakat saat mengonsumsi beras siger sama dengan saat mengonsumsi nasi
(Subeki, dkk, 2017). Produk beras siger ini pada dasarnya merupakan produk
beras tiwul instan modifikasi. Produk Beras Siger telah dilaunching sebagai
3
produk pangan lokal unggulan Provinsi Lampung sejak akhir Tahun 2012 dan
sejak tahun 2015 melalui Instruksi Gubernur Lampung Nomor :
521/1159/11.06/2015 diinstruksikan untuk disajikan sebagai menu makanan di
kantor/instansi/hotel di Provinsi Lampung.
Dalam pembuatan Beras Siger ada beberapa alteratif prosedur produksi.
Alternatif-alternatif timbul karena adanya keterbatasan dari sumber daya
(manusia, material, uang, mesin, kesempatan, dll) maupun untuk tujuan efisiensi
dan efektifitas penggunaan sumber daya. Dengan berbagai alternatif yang ada
tersebut maka diperlukan sebuah perhitungan untuk mendapatkan pilihan yang
terbaik secara ekonomi, baik ketika membandingkan berbagai alternatif
rancangan, membuat keputusan investasi modal.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan kebutuhan finansial pada berbagai metode produksi beras
siger.
2. Menentukan metode produksi beras siger yang paling optimal
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ubi kayu
Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia. Dalam sistematika tumbuhan,
ubi kayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam
famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar 7.200 spesies, beberapa
diantaranya adalah tanaman yang mempunyai nilai komersial, seperti karet
(Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-
umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp) (Ekanayake et al.
1997). Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut, ubi kayu atau
singkong termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus
Manihot dengan spesies esculenta Crantz. Umbi merupakan akar yang
berubah bentuk dan fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan
(Grace, 1977).
Kandungan utama ubi kayu adalah karbohidrat. Komposisi kimia ubi kayu
dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu per 100 g bahan
No. Kandungan Jumlah (%)
1 Kalori (kkal) 146.00
2 Protein (g) 0.80
3 Lemak (g) 0.30
4 Karbohidrat (g) 34.70
5 Air (g) 62.50
6 Kalsium (mg) 33.00
7 Fosfor (mg) 40.00
8 Zat besi (mg) 0.70
9 Asam askorbat (mg) 30.00
10 Thiamin (mg) 0.06
11 Vitamin C (IU) 0.00
12 Bagian yang dapat dimakan (%) 75.00
Sumber : Departemen Kesehatan (1992).
Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang menjadi sumber
bahan baku utama pembuatan beras siger karena mempunyai kemampuan
untuk tumbuh di tanah yang tidak subur, tahan terhadap serangan hama
penyakit dan dapat diatur masa panennya. Beberapa alasan digunakannya
ubi kayu sebagai bahan baku beras siger, diantaranya adalah sudah lama
dikenal oleh petani di Provinsi Lampung, merupakan sumber karbohidrat
karena kandungan patinya yang cukup tinggi, harga di saat panen raya
seringkali sangat murah.
Pemanfaatan ubi kayu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai
bahan baku tapioka (tepung tapioka atau gaplek) dan sebagai pangan
langsung. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama,
6
yaitu tidak mengandung racun HCN (< 50 mg per Kg umbi basah).
Sementara itu, umbi ubi kayu untuk bahan baku industri tidak disyaratkan
adanya kandungan protein maupun ambang batas HCN, tapi yang
diutamakan adalah kandungan karbohidrat yang tinggi (Muchtadi, dkk,
1992).
Ubi kayu sebagai bahan baku energi alternatif hanya memiliki kadar
karbohidratsekitar 32-37% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses
menjadi tepung.Jenis polisakarida yang menyusun umbi ubi kayu antara
lain pati, selulosa dan hemiselulosa (Winarno, 1992). Pati singkong
mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk
menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi. Menurut
Murphy (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval,
kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu
gelatinisasi pada 62-73°C, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63°C.
Menurut Santoso, Saputra, dan Pambayun (2004), pati singkong relatif
mudah didapat dan harganya yang murah.
2.2. Beras Analog
Beras analog merupakan salah satu alternatif pengganti beras, karena bahan
baku yang digunakan merupakan bahan non padi. Beras analog dapat dibuat
menggunakan bahan baku tepung tapioka, tepung terigu, tepung singkong,
tepung jagung, dan sebagainya. Produk ini disebut sebagai beras analog
7
karena memiliki karakteristik dengan sifat fisik butiran, penanakan, dan
tekstur yang menyerupai dengan beras pada umumnya. Pada proses
pembuatan beras analog terdapat dua cara yaitu dengan cara granulasi dan
ekstrusi
a. Beras Analog Granulasi
Beras analog metode granulasi mempunyai karakteristik yang masih jauh
diharapkan yaitu bentuk yang bulat tidak seragam, densitas rendah, dan
mudah pecah (Budi, dkk., 2013). Bentuk yang bulat tersebut pada beras
analog metode granulasi merupakan hasil dari pembutiran tepung dengan
alat granulator. Metode granulasi banyak diterapkan pada pembuatan beras
analog tiwul, beras analog oyek dan beras analog modifikasi tepung lainnya.
b. Beras Analog Ekstrusi
Metode ekstrusi merupakan metode yang sedang berkembang saat ini yang
memiliki kelebihan kapasitas produksi besar dan menghasilkan produk yang
menyerupai beras. Teknologi ekstrusi pangan adalah proses mengalirkan
bahan pangan melalui barrel dengan satu atau lebih variasi proses
pencampuran, pemanasan, dan pengaliran serta melewati die yang didesain
untuk membentuk hasil ekstrusi. Hal tersebut yang menjadi beras analog
banyak diunggulkan pada metode ekstrusi daripada metode granulasi.
Proses pembuatan beras analog dengan metode ekstrusi secara umum terdiri
dari empat tahap antara lain, formulasi, prekondisi, ekstrusi, dan
8
pengeringan. Formulasi yaitu melakukan pencampuran bahan baku beras
analog dengan komposisi yang diinginkan. Beras analog menggunakan
bahan baku tepung-tepungan dengan ukuran partikel 300 mesh (Mishra,
dkk., 2012). Campuran kemudian dialirkan pada 1 unit alat extruder untuk
dilakukan prekondisi adonan dengan mempertahankan kondisi suhu 80-90 C
dan tetap basah selama waktu tertentu. Campuran akan melalui extruder
untuk diberi uap dengan kondisi waktu tinggal tertentu agar panas uap
terjadi di seluruh bahan campuran (Riaz, 2000)
Pada tahap ekstrusi campuran akan mengalami proses pemanasan yang
sedikit lebih tinggi dan proses homogenisasi. Campuran kemudian dialirkan
dan dilakukan pembentukan pada saat melalui die (pisau pemotong)
sehingga campuran yang dihasilkan oleh die akan keluar membentuk butiran
yang menyerupai beras. Beras analog yang keluar pada die masih memiliki
kadar air yang cukup tinggi. Oleh karena itu, beras analog harus dikeringkan
dibawah sinar matahari atau menggunakan oven sampai kadar air dibawah
15%. Setelah dikeringkan beras analog dapat disimpan dalam kemasan
(Budi, dkk., 2013).
2.3 Beras Siger
Beras siger merupakan produk pengolahan hasil pertanian yang berbahan
dasar ubi kayu. Beras siger diproduksi di Provinsi Lampung sebagai bahan
makanan pengganti beras. Beras siger memiliki bentuk dan ukuran yang
mirip dengan beras padi. Hal ini dibuat agar masyarakat yang sudah terbiasa
9
mengkonsumsi beras padi memiliki selera yang sama seperti saat
mengkonsumsi beras siger (Halim, 2012). Beras siger memiliki tekstur yang
mirip dengan padi, bahkan kepulenan beras siger yang dihasilkan mirip
dengan kepulenan nasi. Cita rasa beras siger sangat unik karena nasi beras
siger masih menyisakan rasa ubikayu sehingga menghasilkan ciri khas
tersendiri. Namun, warna beras siger masih berbeda dengan nasi pada
umumnya sehingga dapat mengurangi selera konsumen untuk
menikmatinya. Beras siger berwarna kuning kecoklatan, warna ini berasal
dari proses pengolahan beras siger yang berasal dari beras singkong
(Rachmawati, 2010). Umur simpan beras siger cukup panjang bisa
mencapai satu tahun. Penyajian beras siger dapat dilakukan dengan cara
mengukus beras selama 10 - 20 menit. Beras siger dikonsumsi sebagai
makanan pokok pengganti beras serta digunakan sebagai makanan cadangan
oleh sebagian masyarakat. Sebagai makanan pokok, kandungan karbohidrat
beras siger matang setara bahkan lebih tinggi dari nasi.
Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan beras siger
yaitu air, tepung, GMS (Gliserol Monostearat), dan minyak goreng. Air
adalah cairan yang dibutuhkan dalam pembuatan emulsifier dan adonan
beras siger, tanpa adanya air maka tidak ada proses produksi. Air berfungsi
sebagai pelarut dan mengikat bahan dalam saat proses pembuatan adonan.
Kandungan air yang ada pada bahan tambahan juga menentukan hasil
produk. Bila terlalu banyak air maka adonan menjadi lembek dan susah
untuk diuleni apabila terlalu sedikit air adonan menjadi tidak menyatu dan
10
produk yang dihasilkan akan menjadi keras. Air yang digunakan sesuai
dengan formulasi yang ada yaitu air yang layak di konsumsi manusia. Oleh
karena itu, air dapat mempengaruhi cita rasa, tekstur, aroma, dan tampilan
beras siger. Air dapat mendispersikan berbagai senyawa polar yang ada
dalam bahan makanan, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kadar
air beras buatan. Kadar air pembuatan beras tiruan atau beras siger
diperkaya yaitu memiliki kadar air sebesar 5 - 15% (Yuwono dan Arrida,
2014). Menurut Widara dan Budijanto (2012) kadar air yang aman untuk
penyimpanan beras yaitu <14% (bb). Dengan kadar air <14% (bb), akan
mencegah pertumbuhan kapang yang sering hidup pada serealia/biji-bijian.
Metode granulasi diawali dengan tahap pencampuran tepung, air, dan
hidrokoloid sebagai bahan pengikat. Proses pencampuran dilakukan pada
suhu 30- 80°C sehingga sebagian adonan telah mengalami gelatinisasi.
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cairan dalam suhu kamar dan
biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Dalam penggunaannya
minyak goreng dicampur dengan GMS, garam, asam askorbat, dan air.
Minyak goreng yang digunakan untuk mengurangi kelengketan molekul pati
pada adonan. Sehingga adonan yang dihasilkan menjadi tidak lengket. GMS
adalah surfaktan non-ionik yang banyak digunakan oleh industri stabilizer
dan emulsifier. Nama IUPAC bagi senyawa ini adalah 2,4-dihidroksipropil
oktadekanoat dan dikenal dengan nama lain gliserin monostearat atau
monostearin. Senyawa ini secara alami terdapat dalam tubuh manusia dan
11
produk berlemak. Salah satu bahan baku pembuatan GMS adalah asam
lemak yang berasal dari minyak sawit. Surfaktan non-ionik adalah suatu zat
ampifil yang molekulnya terdiri dari 2 bagian, hidrofil dan lipofil. Zat ini
bila dilarutkan dalam air tidak memberikan ion. Kelarutannya dalam air
disebabkan adanya bagian dari molekul yang mempunyai afinitas terhadap
pelarut. GMS adalah ester gliserol dengan asam lemak stearat yang banyak
digunakan dalam shampo, pearlizing agent, emulsifier, lotion, dan sebagai
opacifier dalam cream, ice cream dan butter. Penambahan GMS pada
pembuatan cookies juga dapat memperbaiki kualitas karena meningkatkan
kerenyahan dan meningkatkan kelembutan cookies (Subeki, dkk, 2017).
2.4. Pembuatan Beras Siger
Pemilihan bahan baku
Ubi kayu merupakan kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot
dengan spesies esculenta Crantz. Umbi merupakan akar yang berubah
bentuk dan fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan.
Pengupasan Ubi kayu
Ubi kayu dikupas dengan manual menggunakan pisau untuk membuang
kulitnya. ubi kayu selanjutnya dicuci bersih dengan air mengalir untuk
membuang sisa kulit dan kotoran tanah.
12
Pencucian
Ubi kayu yang telah dikupas selanjutnya dicuci dengan air bersih dan dibilas
dengan air mengalir. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan tanah
atau kulit yang masih menempel pada ubi kayu.
Pemarutan
Ubi kayu setelah dicuci bersih selanjutnya diparut dengan menggunakan alat
pemarut ubi kayu. Pemarutan ini dimaksudkan agar permukaan menjadi luas
dan pati bisa secara efektif keluar dari ubi kayu.
Pemerasan
Ubi kayu yang sudah diparut kemudian disaring dan diperas hingga pati
keluar dari bahan ubi kayu. Pemerasan ini dimaksudkan untuk mengurangi
kandungan pati pada bahan sehingga memudahkan pada proses pencetakan
menjadi butiran beras.
Pengeringan
Ubi kayu setelah dilakukan proses penyaringan dan pemerasan kemudian
dikeringkan pada alat pengering mekanis. Proses pengeringan bertujuan
untuk mengurangi kandungan air ubi kayu menjadi sekitar 14%. Pengering
mekanis dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara pengering
sehingga proses penguapan air dari ubi kayu dapat diatur sesuai kebutuhan.
Suhu udara untuk mengeringkan ubi kayu dapat diatur antara 55-60 °C
selama 48-54 jam untuk mendapatkan kadar air 14%. Penggunaan suhu
tinggi diatas 60oC menyebabkan warna ubi kayu menjadi coklat dan dapat
merusak citarasanya.
13
Penggilingan
Penggilingan ubi kayu dilakukan dengan mesin penggiling yang
memanfaatkan gaya gesek antara dua lempengan, dimana hanya satu
lempeng yang berputar sedangkan yang lain diam. Ubi kayu dimasukan ke
dalam alat penggiling yang kemudian masuk melalui celah di antara dua
lempeng tersebut hingga hancur. Selanjutnya ubi kayu diayak dengan
ukuran 60 mesh hingga diperoleh tepung ubi kayu.
Pembuatan Adonan
Adonan dibuat dari tepung ubi kayu dan tapioka (90:10) yang ditambahkan
larutan emulsifier yang terdiri dari garam, minyak sawit, dan gliserida mono
stearat. Campuran bahan ini selanjutnya diaduk hingga merata. Jenis adonan
beras siger dihomogenkan dengan menggunakan alat pengaduk.
Pengadukan dilakukan terus hingga diperoleh adonan tepung yang
tercampur merata. Penambahan air dilakukan secara tepat agar air tidak
terlalu banyak atau sedikit. Jika air kebanyakan maka menghasilkan adonan
yang lembek dan lengket dalam pencetakan butiran, dan jika air terlalu
sedikit maka hasil cetakan menjadi mudah patah.
Pengukusan
Adonan bahan selanjutnya dikukus dalam panci selama 20 menit.
Pengukusan dimaksudkan agar terjadi proses pragelatinasi pati sehingga
bahan dapat menyatu menjadi butiran beras. Pengukusan yang terlalu
singkat menyebabkan pati belum tergelatinasi sempurna sehingga butiran
menjadi hancur pada saat dimasak.
14
Pencetakan Butiran Beras
Pencetakan butiran beras siger dari adonan bahan dilakukan dengan
menggunakan alat ekstruder. Pertama adonan dimasukkan ke dalam rol
pertama untuk dicetak menjadi bentuk bulatan-bulatan kecil. Selanjutnya
bahan masuk ke dalam pergerakan rol kedua untuk dipaksa keluar pada
lubang berbentuk elip ukuran 2 x 5 mm yang dilengkapi dengan mata pisau
pemotong. Dengan proses seperti ini akan diperoleh butiran menyerupai
beras dan berwarna putih ukuran 2 x 5 mm (Al Rasyid, dkk, 2017)
2.5. Industri
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang
menyebutkan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancangan dan perekayasaan industri. Berdasarkan
pengertian diatas maka industri memiliki ruang lingkup segala kegiatan
produksi yang memproses atau mengolah bahan-bahan mentah menjadi
produk setengah jadi maupun produk jadi sehingga dapat bernilai dan
berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Industri sebagai suatu
sistem terdiri dari unsur fisik dan unsur perilaku manusia. Unsur fisik yang
mendukung proses industri adalah komponen tempat meliputi pula
kondisinya, peralatan, bahan mentah/bahan baku, dan beberapa hal yang
memerlukan sumber energi. Sedangkan unsur perilaku manusia meliputi
15
komponen tenaga kerja, keterampilan, tradisi, transportasi, dan komunikasi,
serta keadaan pasar dan politik. Berdasarkan jumlah tenaga kerja dan ciri
yang dimiliki, menurut Dumairy, (1997) industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang
sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan
pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu
sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,
industri kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar
5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang
relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau
masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri
batubata, dan industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki
modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan
tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial
tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri
keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari
100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang
dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga
16
kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan
dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test).
Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan
industri pesawat terbang.
2.6. Analisis Finansial
Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal)
dimaksudkan untuk menentukan berapa besar biaya riil dari masing-masing
sumber dana yang dipakai dalam investasi. Aspek finansial merupakan
suatu gambaran yang bertujuan untuk menilai kelayakan suatu usaha untuk
dijalankan atau tidak dijalankan dengan melihat dari beberapa indikator
yaitu keuntungan, Break Event Point (BEP) dan Payback Period (PP) yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Biaya total (total cost) adalah biaya keseluruhan, meliputi biaya tetap
dan biaya variabel. Penentuan total cost dilakukan untuk mengetahui
total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
2. Keuntungan suatu perusahaan didapatkan dari hasil penjualan produk
setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk memproduksi produk tersebut. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya keuntungan dari usaha yang dilakukan dan
semakin besar keuntungan maka semakin baik.
3. Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
17
menggunakan aliran kas, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
lama modal yang telah ditanamkan dapat kembali dalam satuan waktu.
4. Break Event Point (BEP) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
sampai batas mana usaha yang dilakukan dapat memberikan
keuntungan atau pada tingkat tidak rugi dan tidak untung. Estimasi ini
digunakan dalam kaitannya antara pendapatan dan biaya (Syarif, 2011)
2.7. Konsep Tekno Ekonomi
Tekno ekonomi memuat tentang bagaimana membuat sebuah keputusan
(decision making) dimana dibatasi oleh ragam permasalahan yang
berhubungan dengan seorang engineer sehingga menghasilkan pilihan yang
terbaik dari berbagai alternatif pilihan. Keputusan yang diambil berdasarkan
suatu proses analisa, teknik dan perhitungan ekonomi.
Engineering (rekayasa) biasa dikatakan profesi/disiplin dimana pengetahuan
tentang matematika dan ilmu pengetahuan alam yang diperoleh dengan
studi, pengalaman, dan praktik digunakan dengan bijaksana dalam
mengembangkan cara-cara untuk penggunaan secara ekonomis bahan-bahan
dan sumber alam untuk kepentingan manusia. Dari definisi ini aspek-aspek
ekonomi dari engineering dititik beratkan pada aspek-aspek fisik. Jelas,
bahwa pada dasarnya ekonomi merupakan bagian dari engineering yang
dilaksanakan dengan baik (Giatman, 2006).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakankan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.
Tempat penelitian dilakukan di usaha agroindustri beras siger yang berada di
Provinsi Lampung.
3.2 Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu terhadap Produsen Beras
Siger yang berada di Provinsi Lampung dan Penentuan lokasi dipilih secara
sengaja (purposive sampling). Hasil dari survei dianalisis secara deskriptif dengan
memfokuskan pada aspek finansial. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari wawancara
maupun pengisian kuisioner oleh produsen beras siger secara langsung. Data
primer berupa data produksi beras siger meliputi biaya produksi, penerimaan,
keuntungan, dan usaha, serta faktor-faktor internal dan eksternal dari usaha
tersebut. Data sekunder merupakan data pendukung penelitian yang didapat dari
penelitian-penelitian sebelumnya seperti studi pustaka, artikel, jurnal, dan laporan
dari instansi pemerintahan terkait.
19
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu :.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data primer secara langsung dari
responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Responden
yang digunakan sebagai penentuan aspek finansial adalah pihak-pihak yang
terlibat dalam produksi beras siger.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan melihat langsung kegiatan produksi produk beras
siger di Provinsi Lampung.
3. Pencatatan
Pencatatan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari produksi beras
siger atau pihak produsen beras siger.
4. Studi Literatur dan Pustaka
Studi literatur dan pustaka dilakukan untuk menganalisa objek secara teoritis
berdasarkan masalah-masalah yang berhubungan dengan penulisan melalui
berbagai jurnal ilmiah, artikel-artikel yang relevan, serta sumber-sumber lain
yang mendukung untuk diperoleh data sekunder.
3.4 Metode Analisis Data
Informasi dan data yang di dapatkan dari penelitian ini, diolah dan dianalisis
secara deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian
20
ini adalah analisis kebutuhan finansial dari setiap metode produksi beras siger
berdasarkan nilai BEP, PP, NPV, IRR, Net B/C ratio dan analisis sensitivitas.
Hasil yang didapat kemudian dibandingkan sehingga dapat ditentukan metode
produksi beras siger yang paling optimal.
3.4.1 Metode Deskriptif Kuantitatif
Analisis ini dilakukan dengan merekomendasikan metode produksi beras siger
yang paling optimal secara finansial, dimana metode ini dinyatakan dengan
angka-angka.
a. Break Even Point (BEP)
Penentuan titik impas dengan teknik persamaan dilakukan dengan mendasarkan
pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba. Penentuan titik
impas dengan pendekatan grafis dilakukan dengan cara mencari titik potong
antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik yang
disebut grafik impas (Rahardi dan Hartono,2003)
Penentuan titik impas dengan teknik persamaan dapat dilakukan dengan dua cara
yakni sebagai berikut:
Total BiayaBEP Produksi=
Harga Penjualan
Total BiayaBEP Harga =
Total Produksi
21
b. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu proyek atau usaha
Nilai InvestasiPP = x 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Kriteria :
PP > Periode maksimum, maka usaha tidak layak
PP < Periode maksimum, maka usaha layak
(Sjahrial, 2008)
c. Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah perbedaan antara nilai sekarang dari benefit
(keuntungan) dengan nilai sekarang biaya, yang besarnya dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
n Bt - Ct
NPV = ∑t=1 (1 + i)t
Keterangan:
Bt = benefit atau penerimaan pada tahun t
Ct = cost atau biaya pada tahun t
i = Biaya modal proyek dengan faktor bunga
t = Umur ekonomis (Setyaningsih, 2011)
22
Kriteria:
NPV >0 , maka proyek yang menguntungkan dan layak dilaksanakan
NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tidak rugi
NPV < 0 , maka proyek rugi dan lebih baik tidak dilaksanakan.
d. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) dari suatu investasi adalah suatu nilai tingkat bunga
yang menunjukan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh
ongkos investasi proyek. Formula untuk IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPV1
IRR= i1 + x (i2 –i1)(NPV1 - NPV2)
Dimana :
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Keterangan :
IRR > tingkat bunga, maka usulan proyek diterima
IRR < tingkat bunga, maka usulan proyek ditolak
(Kadariah 1994)
e. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Analisis Net B/C bertujuan untuk mengetahui beberapa besarnya keuntungan
dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomisnya (Gittinger .1996).
23
Net B/C yaitu membagi jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat bersih positif
dengan jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat bersih negatif pada tahun- tahun
awal proyek.
Keterangan :
Bt = Manfaat penerimaan tahun ke-t (Rp)
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t (Rp)
N = Umur ekonomis usaha (tahun)
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,
Keterangan :
Net B/C > 1 : usaha layak dilaksanakan
Net B/C = 1 : usaha berada pada titik impas
Net B/C < 1 : usaha tidak layak dilaksanakan
f. Analisis Sensitivitas
Analisis sensivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat
dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem
produksi dalam menghasilkan keuntungan. Dengan melakukan analisis sentivitas
maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat
diketahui dan diantisifikasi sebelumnya. Analisis Sensitivitas dapat merespon
24
keadaan pada kondisi normal dan pada kondisi dimana ada perubahan pada
berbagai faktor. Analisis sensitivitas menggunakan metode analisis kuantitatif
dan deskriptif. Analisis ini menghitung kepekaan analisis finansial (NPV, IRR
dan Net B/C) terhadap perubahan yang terjadi pada faktor produksi dan harga
hasil produksi sehingga berdampak pada kondisi kelayakan finansial produksi
beras siger.
X1- X0X X 100
Laju Kepekaan = Y1 –Y2 X 100
Y
X1= NPV/IRR/Net B/C/PP setelah perubahan
X0= NPV/IRR/Net B/C/PP sebelum perubahan
X = rata-rata nilai NPV/IRR/Net B/C/PP
Y1= biaya produksi/harga jual/suku bunga setelah perubahan
Y2= biaya produksi/harga jual/suku bunga sebelum perubahan
Y = rata-rata perubahan biaya produksi/harga jual/suku bunga (Rizki. 2012)
58
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian pada analisis harga pokok produksi diperoleh bahwa harga
pokok produksi IKM Siger Unila lebih kecil dari Produsen lain yaitu Rp.
7.351.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IKM Siger Unila memiliki metode
produksi yang menghasilkan randemen paling tinggi yaitu 39%.
3. Hasil penelitian pada kriteria kelayakan investasi menunjukkan bahwa
Produsen beras siger di Provinsi Lampung memiliki nilai NPV>0, IRR>1,
Net B/C>1, dan PP<umur produksi sehingga usaha beras siger layak
dilaksanakan.
4. KWT Kenanga memiliki NPV, IRR, Net B/C paling besar dan PP paling
kecil dari Produsen lain.
5. Analisis sensitivitas Industri Beras Siger masih layak untuk dikembangkan
hingga kombinasi kenaikan bahan baku 5,2% dan penurunan harga jual
10%.
6. Analisis sensitivitas Industri Beras Siger mengalami tidak layak investasi
hingga penurunan harga jual 14%.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, H., Subeki , Wisnu Satyajaya, Agus Saptomi. 2017. KajianPenggunaan Asam Askorbat Untuk Fortifikasi Beras Siger. JurnalAgroindustri. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Ari setyaningsih dan Setyaningsih Sri Utami. Analisis PerbandinganKinerja Keuangan Perbankan Syariah Dengan PerbankanKonvensional. Jurnal : Ekonomi dan kewirausahaan Vol.13, April2013 : 100-115.
As’ad, Syarif, Didin Noer. 2016. Modul Komputer Statistik 2016.Yogyakarta : Laboratorium Mini Banking Prodi MuamalatKonsentrasi Ekonomi dan Perbankan Islam Fakultas Agama IslamUMY.
Adams JP,Murphy PG, 2000. "Obesity in anaesthesia and intensive care".Oxford jurnal, volume 85,p.91-98.
Agustiningrum, Rizki. 2012. Analisis Pengaruh CAR,NPL, dan LDRTerhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Perbankan. JurnalFakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud) Bali.
Badan Ketahanan Pangan. 2014. Justifikasi Estimasi Kebutuhan PanganPenduduk Berdasarkan Data Survey Sosial Ekonomi Nasional.Badan Ketahanan Pangan Daerah. Provinsi Lampung.
Badan Ketahanan Pangan, 2016. Data Populasi Produsen Beras Siger diProvinsi Lampung. Badan Ketahanan Pangan Daerah. ProvinsiLampung.
Badan Pusat Statistika, 2015. Lampung Dalam Angka.
Budi, F.S., Hariyadi, P., Budijanto, S., dan Dahrulsyah. 2013. TeknologiProses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog. (jurnal). DepartemenIlmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.Bogor.
60
Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum(Sorghum Bicolor L. Moench) dan Aplikasinya pada PembuatanBeras Analog, Jurnal Teknologi Pertanian, 13, 177–186.
Dermawan, Sjahrial, 2008. Manajemen Keuangan Lanjutan, Edisi Kedua,Mitra Wacana Media, Jakarta.
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Giatman, M. 2006. Ekonomi Teknik. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Gittinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. EdisiKedua. Jakarta: UI Press – John Hopkins.
Grace. 1977. Casava Processing. Food and Agriculture Organization of theUnited Nation.Rome.155 p.
Halim. 2012. Beras Siger, Nasi atau Singkong?. http://www.polinela.ac.id/Diakses 10 juni 2017.
Kadariah, 1994, Teori Ekonomi Mikro, LPFE UI, Jakarta.
Mishra, A., Mishra, H. N., Rao, P. S. 2012. Preparation of Rice AnaloguesUsing Extrusion Technology. International Journal of Food Scienceand Technology.
Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal TinggiPusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut PertanianBogor. Purwono. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Unggul. PenebarSwadaya. Jakarta.
Rachmawati, R. 2010. Pengaruh Penambahan Tepung Jagung padaPembuatan Tiwul Instan terhadap Daya Kembang dan SifatOrganoleptik. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.http://digilib.unimus.ac.id/. Diakses 15 mei 2017.
Rahardi, F dan R. Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Edisi Revisi.Penebar Swadaya. Jakarta.
Riaz, N. M. 2000. Extruder in Food Aplication. CRS Press: USA.
Subeki, Nurul Mukti, Tanto P.Utomo, Harun Al Rasyid. 2017. AnalisisPreferensi Konsumen Terhadap Beras Siger. Jurnal Agroindustri.Universitas Bengkulu. Bengkulu.
61
Yuwono, S. S. dan A. A. Zulfiah. 2014. Formulasi Beras Analog BerbasisTepung Mocaf dan Maizena dengan Penambahan CMC dan TepungAmpas Tahu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No 4 p.1465-1472.