Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
330
ANALISIS RASIO EFEKTIFTAS KEUANGAN PADA DINAS
PENDAPATAN DAERAH (DISPENDA) KOTA MAKASSAR
Ester Tamallo *)
Abstract : The purpose of this study To determine the effectiveness ratio of Finance at the
Department of Revenue (Revenue) Makssar city if it is effective. The research method
used in this study is "quantitative methods" of effectiveness ratio analysis.
The results of the research is the area of the Autonomous City of Makassar, there are still
some parts of the Revenue is less effective when measured by the ratio of regional
financial effectiveness (EKD), which ranges from> 39.12 to 77.55%. However, when
viewed in terms of implementation of financial management of the city of Makassar
participatory pattern. Revenue in 2008, compared to the revenue base year 2005, the
trend of the financial effectiveness of the autonomous regions Makassar city increased,
except in some parts such as, other local revenues, fund balance rather than taxes.
Keywords : Rasio Efektifitas, Vertical Imbalances, Horisontal Imbalances, instruktif,
partisipatif,
konsultatif, delegatif
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akuntansi keuangan daerah
merupakan salah satu bidang dalam akun-
tansi sektor publik yang mendapat per-
hatian besar dari berbagai pihak semenjak
reformasi tahun 1998. Hal tersebut di-
sebabkan oleh adanya kebijakan baru dari
pemerintah Republik Indonesia “mere-
formasi” berbagai hal, termasuk penge-
lolaan keuangan daerah. Reformasi ter-
sebut awalnya dilakukan dengan meng-
ganti undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah dengan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerin-
tahan daerah, dan Undang-undang Nomor
25 Tahun 1999 yang menggantikan
Undang-undang nomor 32 Tahun 1956
mengenai keuangan Negara dan daerah.
Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tersebut berisi mengenai perlunya
dilaksanakan otonomi daerah, sehingga
undang-undang tersebut sering disebut
dengan undang-undang otonomi daerah.
Otonomi daerah adalah wewenang yang
dimiliki daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus masyarakatnya menurut
kehendak sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat, sesuai dengan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku. Pertim-
bangan yang mendasari perlunya di-
selenggarakan otonomi daerah adalah
perkembangan kondisi di dalam dan luar
negeri. Kondisi di dalam negeri mengin-
dikasikan bahwa rakyat menghendaki
keterbukaan dan kemandirian. Di lain
pihak, keadaan diluar negeri menunjuk-
kan semakin maraknya globalisasi yang
menuntut daya saing tiap negara, ter-
masuk daya saing pemerintah daerah
(Pemda). Daya saing pemerintah daerah
ini diharapkan akan tercapai melalui
peningkatan kemandirian pemerintah
daerah. Selanjutnya, peningkatan keman-
dirian pemerintah daerah tersebut di-
harapkan dapat diraih melalui otonomi
daerah.
Perkembangan reformasi terus
berlanjut dengan diterbitkannya Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
perubahan dan penyempurnaan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-undang Nomor 33 sebagai per-
ubahan dan penyempurnaan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 1999. Akibat-
nya, sebagai konsekuensi, peraturan
331
perundangan dibawahnya juga harus
disesuaikan.
Reformasi keuangan daerah ditan-
dai dengan diberlakukannya Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah yang menggantikan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan di
daerah dan Undang-undang Nomor 32
Tahun 1956 tentang perimbangan
keuangan antara Negara dan daerah-
daerah yang mengurusi rumah tangganya
sendiri, berturut-turut. Keuangan daerah
di era prareformasi dan di era (pasca)
reformasi memiliki ciri yang berbeda.
Perubahan paling akhir adalah
diterbitkannya permendagri Nomor 13
Tahun 2006 sebagai implementasi per-
aturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
yang merupakan pelaksanaan amanat
undang-undang yang terbaru. Selain itu,
peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 sudah resmi dikeluarkan, merupa-
kan standar bagi pemerintah, termasuk
pemerintah daerah, dalam menjalankan
fungsi akuntansi di pemerintahan.
Akuntansi pemerintahan keua-
ngan daerah merupakan salah satu jenis
akuntansi, maka dalam akuntansi
keuangan daerah juga terdapat proses
pengidentifikasian, pengukuran, penca-
tatan, dan pelaporan transaksi-transaksi
ekonomi yang terjadi di pemerintah
daerah. Pemerintah daerah menyampai-
kan laporan pertanggungjawaban berupa
laporan keuangan. Jadi analisis kinerja
laporan keuangan pada dasarnya merupa-
kan analisis kinerja yang dilakukan
terhadap berbagai macam informasi yang
tersaji dalam laporan keuangan. Analisis
rasio efektifitas merupakan gambaran
prestasi yang dicapai dalam operasional-
nya, baik menyangkut aspek keuangan,
pemasaran, penghimpunan dan penya-
luran dana, teknologi maupun sumber
daya manusia.
Mengingat akan pentingnya analisis
kinerja keuangan yang baik, maka
penulis sangat tertarik untuk meng-
analisis rasio efektiftas keuangan pada
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut maka dapat dikemuka-
kan rumusan masalah penelitian ini yaitu:
“Bagaimana Mengukur Rasio Keuangan
pada Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda) kota Makassar?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah,
sebagai berikut:
Untuk mengetahui Rasio Efektifitas
Keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda) kota Makssar apakah sudah
efektif.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rasio Keuangan
Pemerintah daerah sebagai pihak
yang diberikan tugas menjalankan peme-
rintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban keuangan daerah
sebagai dasar penilaian kinerja keua-
ngannya. Salah satu alat untuk meng-
analisis kinerja keuangan pemerintah
daerah adalah dengan melakukan analisis
rasio keuangan terhadap APBD yng telah
ditetapkan dan dilaksanakan (Halim,
2002:126).
Penggunaan analisis rasio keua-
ngan sebagai alat analisis kinerja
keuangan secara luas telah diterapkan
pada lembaga perusahaan yang bersifat
komersial, sedangkan pada lembaga pub-
lik khususnya pemerintah daerah masih
sangat terbatas sehingga secara teoretis
belum ada kesepakatan yang bulat
mengenai nama dan kaidah pengukuran-
nya. Dalam rangka pengelolaan keuangan
daerah yang transparan, jujur, demok-
ratis, efektif, efisien, dan akuntabel,
332
analisis rasio keuangan terhadap
pendapatan belanja daerah perlu dilak-
sanakan meskipun terdapat perbedaan
kaidah pengakuntansiannya dengan
laporan keuangan yang dimiliki
perusahaan swasta (Mardiasmo, 2002:
169).
B. Rasio Efektifitas Keuangan Daerah
Otonom
Pengertian efektifitas berhubung-
an dengan derajat keberhasilan suatu
operasi pada sektor publik sehingga suatu
kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan
tersebut mempunyai pengaruh besar ter-
hadap kemampuan menyediakan pelaya-
nan masyarakat yang merupakan sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Abdul Halim (2007 : 234) mem-
berikan definisi sebagai berikut:rasio
yang menggambarkan kemampuan
daerah dalam merealisasikan pendapatan
asli daerah (PAD) yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetap-
kan berdasarkan potensi riil daerah.
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya
sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran,
berarti makin tinggi efektifitasnya.
Sementara itu Kuncoro. (2008:92)
“Efektifitas adalah pemanfaatan sumber
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejum-
lah pekerjaan tepat pada waktunya”.
Rasio efektifitas keuangan daerah
otonom (selanjutnya disebut “Rasio
EKD”) menunjukkan kemampuan peme-
rintahan daerah dalam merealisasikan
pendapatan asli daerah (PAD) yang
direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah (Halim, 2002:128).
Rasio EKD = Realisasi Penerimaan PAD x100%
Target PAD yang ditetapkan
Kemampuan daerah dalam men-
jalankan tugas dikategorikan efektif apabila
rasio yang dicapai minimal 100%. Namun,
semakin tinggi rasio efektifitas menggam-
barkan kemampuan daerah semakin baik.
Departemen Dalam Negeri dengan Kep-
mendagri No.690.900-327, Tahun 1996
mengkategorikan kemampuan efektifitas
keuangan daerah otonom ke dalam lima
tingkat efektifitas seperti terlihat pada
Tabel1.
Tabel 1
Efektifitas Keuangan Daerah Otonom
Kemampuan
Keuangan
Rasio
Kemandirian (%)
Sangat Efektif 100
Efektif 90 – 100
Cukup Efektif 80 – 90
Kurang Efektif 60 – 80
Tidak Efektif 60
C. Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Merupakan suatu sistem pem-
biayaan pemerintahan dalam kerangka
negara kesatuan, yang mencakup pem-
bagian keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah serta pemerataan antar
Daerah secara adil dan proporsional,
demokratis dan transparan, dengan tetap
memperhatikan potensi, kondisi dan
kebutuhan Daerah sejalan dengan
kewajiban dan pembagian kewenangan
serta tata cara penyelenggaraan kewe-
nangan tersebut termasuk pengelolaan
dan pengawasan keuangannya. Di dalam
Perimbangan Keuangan Antara Peme-
rintah Pusat dan Daerah diatur tentang
sumber-sumber penerimaan Daerah yang
terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil BUMD dan pengelola-
an kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan serta lain-lain pendapatan
daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan yang terdiri dari
Bagi Hasil SDA dan Non SDA, Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK)
3. Pinjaman Daerah
333
4. Lain-lain penerimaan yang sah
Pelaksanaan Perimbangan Keua-
ngan Antara Pemerintah Pusat dengan
Daerah bertujuan untuk mengatasi
masalah kesenjangan antara Pemerintah
Pusat dengan Daerah (vertical imbalan-
ces) serta kesenjangan antar daerah
(horisontal imbalances).
D. Pola Hubungan Pusat-Daerah Paul Hersey dan Kenneth Blan-
chard dalam Halim (2002:168) menge-
mukakan mengenai hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah, terutama
pelaksanaan undang-undang tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, yaitu sebagai berikut.
1. Pola hubungan instruktif, yaitu
peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada kemandirian
pemerintah daerah (daerah tidak
mampu melaksanakan otonomi
daerah secara finansial).
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu
campur tangan pemerintah pusat
sudah mulai berkurang dan lebih
banyak pada pemberian konsultasi
karena daerah dianggap sedikit lebih
mampu melaksanakan otonomi
daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola
dimana peranan pemerintah pusat
semakin berkurang mengingat ting-
kat kemandirian daerah otonom
bersangkutan mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi. Peran
pemberian konsultasi beralih ke
peran partisipasi pemerintah pusat.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu cam-
pur tangan pemerintah pusat sudah
tidak ada lagi karena daerah telah
benar-benar mampu dan mandiri
dalam melaksanakan urusan otonomi
daerah. Pemerintah pusat siap dan
dengan keyakinan penuh
mendelegasikan otonomi keuangan
kepada pemerintah daerah.
Pola hubungan pemerintah pusat
dan daerah serta tingkat kemandirian dan
kemampuan keuangan daerah dapat
disajikan dalam matriks seperti tampak
pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Pola Hubungan,Tingkat Kemandirian,
dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan
Keuangan
Rasio Kemandirian
(%)
Pola
Hubungan
Tinggi 75 – 100 Delegatif
Sedang 50 – 75 Partisipasif
Rendah 25– 50 Konsultatif
Sangat rendah 0 – 25 Intruktif
Kerangka Pikir
Kota Makassar adalah salah satu kota
di Indonesia yang juga setiap daerah kota
menerapkan otonomi daerah. Reformasi
keuangan daerah ini diharapkan mampu
memacu pemerintah daerah otonom
melaksanakan otonomi secara penuh dalam
pencapaian yang namanya efektifitas dan
juga kemandirian akan daerah otonom demi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah
otonom. Dimana, efektifitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya
sasaran yang telah ditetapkan, dengan
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang direncanakan diban-
dingkan dengan target yang ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran, maka
berarti makin tinggi efektifitasnya
334
Untuk lebih jelasnya kerangka pikir dapat dilihat pada gambar sebagai berikut
Gambar 1.
Kerangka pikir
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada
Dinas Pendapatan Daerah (dispenda) kota
Makassar yang beralokasi di Jl. Jend.
Urip Sumoharjo No. 8 kota Makassar
selama dua bulan, mulai maret sampai
april 2011.
B. Metode Analisis
Metode analisis adalah suatu
bentuk penganalisaan di dalam mengu-
raikan informasi ke dalam bagian-bagian
atau komponen-komponen dengan mak-
sud mengidentifikasi dan mengevaluasi
setiap permasalahan yang timbul dan
menjadi kebutuhan bagi peneliti untuk
mencari kebenaran.
Metode penelitian yang diguna-
kan dalam penelitian ini adalah “metode
kuantitatif” berupa analisis rasio
efektifitas.
1. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli
Daerah
Rasio efektifitas menggambar-
kan kemampuan pemda dalam mere-
alisasikan PAD yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah. Kemampuan daerah dalam
menjalankan tugas dikategorikan
efektif apabila rasio yang dicapai
mencapai minimal sebesar 1 (satu)
atau 100 (serarus) persen. Namun
demikian, semakin tinggi rasio
efektifitas maka kemampuan daerah
pun semakin baik.
Rasio EKD = Realisasi Penerimaan PAD x 100%
Target PAD yang ditetapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Efektifitas Keuangan Dinas
Pendaptan (Dispenda) Kota Makassar
Efektifitas keuangan daerah otonom
merupakan kemampuan daerah tersebut
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah
(PAD) yang dianggarkan, yang diukur
menggunakan rasio efektifitas keuangan
daerah (Rasio EKD).
Perhitungan Rasio Efektifitas :
Realisasi Penerimaan PAD
Rasio EKD = x 100 %
Target PAD yang ditetapkan
Metode Analisis: - Efektifitas Keuangan
- Kemandirian Keuangan
Kinerja Keuangan
Laporan Keuangan
Dinas Pendapatan Daerah Kota
Makassar
i
Analisis Laporan Keuangan
Rekomendasi
335
Tabel 3.
Ringkasan Data Keuangan Dinas Pendapatan Daerah ( Dispenda)
Kota Makassar Tahun Anggaran 2005
Uraian Penerimaan Target PAD Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah Rp.98.932.061.960 Rp. 99.841.782.817
Pajak Daerah Rp.59.889.433.450 Rp. 63.113.534.206
Restribusi Daerah Rp.31.884.192.954 Rp. 31.496.669.939
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan Rp.1.780.435.556 Rp. 1.757.965.302
Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah Rp.5.378.000.000 Rp. 3.473.613.369
Pajak Hotel Rp.11.322.610.000 Rp. 12.389.767.054
Dana Perimbangan; bagi hasil pajak Rp.865.251.426.800 Rp.796.406.354.320
Dana perimbangan; bagi hasil bukan pajak Rp.489.916.365.410 Rp.49.623.365.9240
Sumber: BPKD Dispenda Kota Makassar, 2011
Rasio EKD = Rp 99.841.782.817 x 100% = 100,92%
Rp 98.932.061.960
Rasio EKD = Rp 63.113.534.206 x 100% = 105,38%
Rp 98.932.061.960
Rasio EKD = Rp 31.496.669.939 x 100% = 98,78%
Rp 31.884.192.954
Rasio EKD = Rp 1.757.965.302 x 100% = 98,78%
Rp 1.780.435.556
Rasio EKD = Rp 3.473.613.369 x 100% = 64,59%
Rp 5.378.000.000
Rasio EKD = Rp 12.389.767.045 x 100% = 109,43%
Rp 11.322.610.000
Rasio EKD = Rp 796.406.354.320 x 100% = 92,04%
Rp 865.251.426.800
Rasio EKD = Rp 496.233.659.240 x 100% = 101,29%
Rp 489.916.365.410
Tabel 4.
Ringkasan Data Keuangan Dinas Pendapatan Daerah ( Dispenda)
Kota Makassar Tahun Anggaran 2006
Uraian Penerimaan Target PAD Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah Rp.114.775.532.315
Rp.120.904.263.931
Pajak Daerah Rp.68.904.344.015 Rp.77.878.472.788
Restribusi Daerah Rp.39.951.804.850 Rp.37.066.084.009
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
dipisahkan Rp.2.411.383.450 Rp.1.891.718.875
Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah Rp.3.508.000.000 Rp.4.067.988.256
Pajak Hotel Rp.14.822.618.000 Rp.14.753.820.765
Dana Perimbangan; bagi hasil pajak Rp.98.223.536.421 Rp.101.234.127.650
Dana perimbangan; bagi hasil bukan pajak Rp.59.678.902.230 Rp.57.512.373.300 Sumber : BPKD Dispenda Kota Makassar, 2011
336
Rp. 120.904.263.931
Rasio EKD = x 100% = 105.34 %
Rp. 114.775.532.315
Rp. 77.878.472.788
Rasio EKD = x 100% = 113,02 %
Rp. 68.904.344.015
Rp. 37.066.084.009
Rasio EKD = x 100% = 92,78 %
Rp. 39.951.804.850
Rp. 1.891.718.875
Rasio EKD = x 100% = 78,45%
Rp. 2.411.383.450
Rp. 4.067.988.258
Rasio EKD = x 100% = 115,96%
Rp. 3.508.000.000
Rp. 14.753.820.765
Rasio EKD = x 100% = 99,54%
Rp. 14.822.618.000
Rp. 101.234.127.650
Rasio EKD = x 100% = 103,07%
Rp. 98.223.536.421
Rp. 57.512.373.300
Rasio EKD = x 100% = 96,37%
Rp. 59.678.902.230
Tabel. 5
Ringkasan Data Keuangan Dinas Pendapatan Daerah ( Dispenda)
Kota Makassar Tahun Anggaran 2007
Sumber : BPKD Dispenda Kota Makassar,2011
Rp. 136.626.469.085
Rasio EKD = x 100% = 108,49 %
Rp. 125.936.173.075
Rp. 85.996.524.046
Rasio EKD = x 100% = 107,67 %
Rp. 79.867.787.125
Uraian Penerimaan Target PAD Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah Rp.125.936.173.075 Rp.136.626.469.085
Pajak Daerah Rp.79.867.787.125 Rp.85.996.524.046
Restribusi Daerah Rp.38.487.896.750 Rp.37.972.419.441
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan Rp.3.701.549.700 Rp.3.919.276.775
Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah Rp.3.878.939.500 Rp8.738.248.823
Pajak Hotel Rp.16.015.885.800 Rp.16.078.170.285
Dana Perimbangan; bagi hasil pajak Rp.119.688.699.711 Rp.120.325.685.231
Dana perimbangan; bagi hasil bukan pajak Rp.112.366.567.345 Rp.113.180.367.210
337
Rp. 37.972.419.441
Rasio EKD = x 100% = 98.66 %
Rp. 38.487.896.750
Rp. 3.919.276.775
Rasio EKD = x 100% = 105,66%
Rp. 3.701.549.700
Rp. 8.738.248.823
Rasio EKD = x 100% = 225,27%
Rp. 3.878.939.500
Rp. 16.078.170.285
Rasio EKD = x 100% = 100,39%
Rp. 16.015.885.800
Rp. 120.325.685.231
Rasio EKD = x 100% = 100,59%
Rp. 119.688.699.711
Rp. 113.180.367.210
Rasio EKD = x 100% = 101,16%
Rp. 112.366.567.345
Tabel 6.
Ringkasan Data Keuangan Dinas Pendapatan Daerah ( Dispenda)
Kota Makassar Tahun Anggaran 2008
Sumber : BPKD Dispenda Kota Makassar, 2011
Rp. 115.223.338.974
Rasio EKD = x 100% = 95,53 %
Rp. 176.628.387.000
Rp. 115.223.338.974
Rasio EKD = x 100% = 100,01 %
Rp. 115.213.922.000
Rp. 39.160.601.819
Rasio EKD = x 100% = 88,44 %
Rp. 44.281.324.000
Uraian Penerimaan Target PAD Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah
Rp.145.466.209.400
Rp.154.911.891.959
Pajak Daerah Rp.92.453.530.000 Rp.98.318.693.736
Restribusi Daerah Rp.40.463.128.400 Rp.40.966.229.794
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan Rp.4.313.657.000 Rp.4.357.505.688
Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah Rp.8.235.894.000 Rp.11.269.462.741
Pajak Hotel Rp.19.645.097.000 Rp.21.741.261.999
Dana Perimbangan; hasil pajak Rp.113.253.434.000 Rp.123.593.538.166
Dana perimbangan; hasil bukan pajak Rp.1.632.785.000 Rp.2.336.954.029
338
Rp. 5.665.752.808
Rasio EKD = x 100% = 95,29%
Rp. 5.946.057.000
Rp. 8.675.826.214
Rasio EKD = x 100% = 77,55%
Rp. 11.818.084.000
Rp. 26.320.810.853
Rasio EKD = x 100% = 100,03%
Rp. 26.311.697.000
Rp. 113.253.434.000
Rasio EKD = x 100% = 91,63%
Rp. 123.593.538.166
Rp. 1.632.785.000
Rasio EKD = x 100% = 69,87%
Rp. 2.336.954.02
Tabel. 7
Ringkasan Data Keuangan Dinas Pendapatan Daerah ( Dispenda)
Kota Makassar Tahun Anggaran 2009
Sumber : BPKD Dispenda Kota Makassar,2011
Rp. 115.223.338.974
Rasio EKD = x 100% = 95,53 %
Rp. 176.628.387.000
Rp. 115.223.338.974
Rasio EKD = x 100% = 100,01 %
Rp. 115.213.922.000
Rp. 39.160.601.819
Rasio EKD = x 100% = 88,44 %
Rp. 44.281.324.000
Rp. 5.665.752.808
Rasio EKD = x 100% = 95,29%
Rp. 5.946.057.000
Uraian Penerimaan Target PAD Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah Rp.176.628.387.000 Rp.115.223.338.974
Pajak Daerah Rp.115.213.922.000 Rp.115.223.338.974
Restribusi Daerah Rp.44.281.324.000 Rp.39.160.601.819
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan Rp.5.946.057.000 Rp.5.665.752.808
Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah Rp.11.187.084.000 Rp.8.675.826.214
Pajak Hotel Rp.26.311.697.000 Rp.26.320.810.953
Dana Perimbangan; bagi hasil pajak Rp.132.700.443.000 Rp.142.662.186.490
Dana Perimbangan; bagi hasil bukan pajak Rp.1.843.840.000 Rp.721.325.116
339
Rp. 8.675.826.214
Rasio EKD = x 100% = 77,55%
Rp. 11.818.084.000
Rp. 26.320.810.853
Rasio EKD = x 100% = 100,03%
Rp. 26.311.697.000
Rp. 132.700.443.000
Rasio EKD = x 100% = 107,51%
Rp. 163.314.711.607
Rp. 1.843.840.000
Rasio EKD = x 100% = 39,12%
Rp. 721.325.116
Dari hasil perhitungan rasio efektifitas keuangan daerah di atas, maka diperoleh hasil Rasio
EKD seperti terlihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8
Rasio Efektifitas Keuangan Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda) Kota Makassar (dalam persen)
No.
Uraian Penerimaan
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Pendapatan Asli Daerah 100,92 105,34 108,49 106,49 95,53
2 Pajak Daerah 105,78 113,02 107,67 106,34 100,01
3 Restribusi Daerah 101,24 88,01 100,39 101,24 88,44
4 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
98,74 78,45 105,66 101,02 95,29
5 Lain-lain PAD yang sah 64,59 115,95 225,27 136,83 77,55
6 Pajak Hotel 109,43 99,54 100,39 110,67 100,03
7 Dana Perimbangan; bagi hasil pajak 92,04 103,07 100,59 91,63 107,51
8 Dana perimbangan; bukan hasil pajak 101,29 96,37 101,16 69,87 39,12
Sumber Data : Hasil Olahan
Dari table 8 di atas dapat diketahui
beberapa hal tentang rasio efektivitas
kemandirian daerah (EKD) kota Makassar
sebagai berikut:
Pada tahun 2005 rasio terendah yaitu
pada bagian “lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah”adalah 64,59% , dan pada tahun
2009 sekitar 77,55%. Sedangkan rasio
efektivitas kemandirian daerah tertinggi
yaitu pada tahun 2007 mencapai angka (
225,27% ) Lain-lain pendapatan daerah yang
sah, dan pada tahu 2008 sekitar 135,83%.
Sesuai Kepmendagri No.690.900-327, Tahun
1996 mengkategorikan kemampuan
efektifitas keuangan daerah otonom ke dalam
lima tingkat efektifitas seperti yang
digambarkan pada tabel 1, maka peta
pencapaian efektifitas keuangan daerah
otonom kota Makassar tahun 2005 sampai
dengan 2009 dari rasio EKD yang dicapai
seperti terlihat pada tabel 8 dapat disajikan
pada tabel 9 berikut ini.
340
Tabel 9
Rasio Efektifitas Keuangan Dinas Pendapatan Daerah
Kota Makassar
No.
Uraian Penerimaan
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Pendapatan Asli Daerah Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Efektif
2 Pajak Daerah Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
3 Restribusi Daerah Sangat
efektif
Cupuk
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Cukup
efektif
4 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
Efektif Kurang
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Efektif
5 Lain-lain PAD yang sah Kurang
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Kurang
efektif
6 Pajak Hotel Sangat
efektif
Efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
Sangat
efektif
7 Dana Perimbangan;bagi hasil pajak Efektif Sangat
efektif
Sangat
efektif
efektif Sangat
efektif
8 Dana perimbangan; bagi hasil bukan pajak Sangat
efektif
efektif Sangat
efektif
Kurang
efekti
Kurang
efektif
Sumber Data : Hasil Olahan
Berdasarkan peta pencapaian efek-
tifitas keuangan daerah otonom kabupaten/
kota di Dinas Pendapatan daerah (Dispenda)
Kota Makassar pada tabel 9 dapat diketahui
beberapa hal sebagai berikut.
Dari tahun 2005 sampai pada tahun
2009 hanya ada 1 bagian penerimaan yang
berada pada kategori sangat efektif yakni
penerimaan pajak daerah. Selanjutnya untuk
bagian penerimaan lain hampir mendekati
sangat efektif misalnya penerimaan
pendapatan asli daerah dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2008 berada pada
kategori sangat efektif, kecuali tahun 2009
berada pada kategori efektif. Selanjutnya
untuk penerimaan restribusi daerah 3 tahun
berada pada kategori sangat efektif yaitu
pada tahun 2005, 2007,dan 2008. Terus
untuk kategori cukup efektif yakni pada
tahun 2006 dan 2009. Selanjutnya dari
bagian penerimaan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan adalah
yang berada pada kategori sangat efektif
hanya 2 tahun yaitu 2007 dan 2008, yang
berada pada kategori efektif di tahun
2005,dan 2009 serta yang berada pada
kategori kurang efektif yaitu 2006. Untuk
penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah terdapat 2 kategori yaitu kategori
sangat efektif yaitu pada 2006, 2007, dan
2008. Sedangkan kategori kurang efektif
berada tahun 2005 dan 2009. Untuk
penerimaan pajak hotel juga berada pada
kategori sangat efektif dan efektif; pada
kategori sangat efektif yakni pada tahun
2005,2007, 2008, dan 2009. Untuk kategori
efektif yakni tahun 2006.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan efektifitas
keuangan daerah otonom Kota Makassar
tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 adalah
sebagai berikut.
1. Pada daerah Otonom Kota Makassar
masih terdapat beberapa bagian
Pendapatan asli daerah yang kurang
efektif bila diukur dengan rasio
efektifitas keuangan daerah (EKD) yang
berkisar > 39,12 - 77,55%
2. Pendapatan asli daerah pada tahun 2008,
dibandingkan dengan pendapatan asli
341
daerah tahun dasar 2005, trend
efektifitas keuangan daerah otonom kota
makassar meningkat, Kecuali pada
beberapa bagian seperti, lain-lain pen-
dapatan asli daerah, dana perimbangan
bukan pajak.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah otonom kota
Makassar dalam menyusun laporan dan
merealisasikan APBD perlu memper-
hatikan rasio efektifitas keuangan daerah.
2. Penetapan besaran kebutuhan dana
perimbangan dari pusat hendaknya
disertai dengan peningkatan PAD.
3. Pemerintah daerah otonom dalam
menyusun laporan dan realisasi
pendapatan dan belanja daerah perlu juga
memperhatikan arah perkembangan pola
hubungan dan kemampuan keuangan
daerahnya agar menunjukkan kondisi
yang lebih baik.
4. Pemerintah kota Makassar harus
tingkatkan pengelolaan kekayaan daerah
agar mendapatkan hasil yang maksimal
guna mensejahterakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul .2007, Akuntansi Keuangan
Daerah. Edisi ketiga, Jakarta:
Salemba Empat
Halim, Abdul, 2002, Akuntansi Keuangan
Daerah, Salemba Empat, Jakarta
Kuncoro, Mudrajad.2003. Ekonomi
Pembangunan. Edisi Ketiga.
Penerbit UPP
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Yogyakarta.
_______, Mudrajad. 2004. Otonomi dan
Pembangunan Daerah. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Mardiasmo, 2009, Akuntansi Sektor Publik. :
BPFE UGM, Yogyakarta
_________, 2002. Otonomi dan Manajemen
Keuangan Daerah. Andi,
Yogyakarta
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.
*) Penulis adalah Dosen Tetap Yayasan STIE
YPUP Makassar