Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA DAN MALAYSIA
SKRIPSI
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN UNTUK MENYELESAIKAN
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA SAINS TERAPAN (DIPLOMA 4)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
PADA JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
OLEH :
HUSNA HIDAYATIE A04140010
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
JURUSAN AKUNTANSI
2018
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Husna Hidayatie
NIM : A04140010
Tempat, tanggal lahir : Kandangan Lama, 09 Maret 1996
Agama : Islam
Alamat : Kandangan Lama, Rt.05, Rw.03, Kec. Panyipatan
Kab. Tanah Laut, Prov. Kalimantan Selatan
Nama Orang Tua (Ayah) : Mashadiansyah
(Ibu) : Kustinah
Riwayat Pendidikan :1. TK Padi Bhakti
2. SDN Kandangan Lama
3. Mts. Al Mursyidul Amin
4. MA Sullamul Ulum
v
MOTTO
“Indeed, the most noble of you in the sight of Allah
is the most righteous of you”
vi
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga
penulisan skripsi dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat
dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman..
Dalam penulisan skripsi, Penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan
bimbingan, dorongan, arahan, dukungan dan do’a dalam penyelesaian laporan ini,
yaitu antara lain:
1. Orang tua dan keluarga besar yang sangat menyayangi dan selalu
mendoakan saya, serta memberikan perhatian dan dukungan.
2. Bapak H. Edy Yohanes, ST, MT selaku Direktur Politeknik Negeri
Banjarmasin.
3. Ibu Andriani, SE, MM, M.Sc selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
4. Bapak H. Mairijani, M.Ag selaku Ketua Program Studi D4 Akuntansi
Lembaga Keuangan Syariah.
5. Bapak M.Arif Budiman, S.Ag, MEI, Ph.D selaku Dosen Wali.
viii
6. Ibu Lusiana Handayani, SE, CIFP, Ak, CA selaku Dosen Pembimbing.
7. Seluruh dosen dan staff jurusan akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin.
8. Mahasiswa ALKS angkatan 2014 yang berjuang bersama-sama dalam
menempuh pendidikan di D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah.
Atas segala petunjuk, bimbingan, bantuan dan partisipasi yang telah
diberikan, semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi saya dan bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sengat diharapkan untuk kesempurnaan hasil penelitian ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya sebagai acuan dalam penelitian yang akan datang.
Amin Yaa Robbal ‘Alaamiin
Banjarmasin, Juli 2018
Penulis
Husna Hidayatie
A04140010
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................ iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ................................................................ vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ..................................................................... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ...................................................................................ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ........................................................................... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN .................................................................xiii
ABSTRAK ..........................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Permasalahan .................................................................................... 5
C. Batasan Masalah ............................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
E. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
A. Landasan Teori ................................................................................. 7
B. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 22
x
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 25
A. Identifikasi dan Pemberian Definisi Operasional Variabel .............. 25
B. Jenis Penelitian ................................................................................. 25
C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 26
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 26
E. Teknik Analisa Data ......................................................................... 27
F. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN . 31
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 31
B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................ 38
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 55
A. Simpulan ........................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu………………………………………………22
Tabel 2 Penghimpunan Dana ZIS Nasional………………………………...……39
Tabel 3 Penyaluran Dana ZIS Nasional ................................................................ 41
Tabel 4 Jumlah Organisasi Pengelola Zakat di Indoneesia ................................... 43
Tabel 5 Penghimpunan Zakat Malaysia ................................................................ 44
Tabel 6 Penyaluran Zakat Malaysia ...................................................................... 46
Tabel 7 Tingkat Penyerapan dana ......................................................................... 49
Tabel 8 Ilustrasi perhitungan Zakat sebagai pengurang PKP ............................... 52
Tabel 9 Ilustrasi perhitungan Zakat sebagai kredit pajak...................................... 53
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir...................................................................................... 29
Gambar 2 Struktur Kelembagaan Zakat di Indonesia ........................................... 33
Gambar 3 Struktur Kelembagaan Zakat di Malaysia ............................................ 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 Lembar Saran Ketua Penguji Proposal Skripsi
Lampiran 3 Lembar Saran Anggota Penguji Proposal Skripsi
Lampiran 4 FC Lembar Persetujuan
xiv
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Islam juga mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Aturan Islam dibangun atas Rukun Iman
dan Rukun Islam. Salah satu Rukun Islam adalah menunaikan zakat. Zakat
merupakan ibadah sosial yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepada
setiap hamba-Nya yang mampu. Zakat diberikan kepada golongan tertentu
dengan tujuan untuk meningkatkan kemaslahatan umat.
Pada awal masa pemerintahan Islam, zakat merupakan salah satu
pendapatan Negara yang terbesar dan dikelola oleh Baitulmaal. Baitulmaal
adalah lembaga yang menangani setiap harta benda kaum Muslimin, baik
berupa pendapatan maupun pengeluaran Negara. Baitul Maal telah ada
sejak zaman Rasulullah SAW.
Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduk
beragama Islam sehingga potensi penerimaan zakat di Indonesia sangat
besar. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan lembaga pengelola zakat
professional untuk mengimbangi potensi penerimaan zakat yang besar
tersebut.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.8 Tahun 2001, pemerintah
membentuk badan resmi dan satu-satunya yang memiliki tugas dan fungsi
menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada
2
tingkat nasional yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Pada
tahun 2011, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang
berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam Undang-
Undang tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Kementerian Agama.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menjalankan empat
fungsi, yaitu :
1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat; dan
4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, BAZNAS memiliki
kewenangan untuk:
1. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.
2. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi,
BAZNAS Kabupaten/Kota, dan LAZ.
3. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan LAZ.
3
Menurut Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2011, masyarakat dapat
membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat) untuk membantu BAZNAS
dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin dari Kementerian Agama.
LAZ juga wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara
berkala. Zakat akan lebih mampu meningkatkan ketaqwaan dan
kesejahteraan sosial apabila pembayaran dan pengelolaan zakat dilakukan
melalui lembaga amil zakat yang resmi yang terdaftar di pemerintah.
(Syafiq, 2015)
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) dan Islamic Development Bank (IDB), potensi
penerimaan zakat di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.217
triliun (USD 18 milyar). Namun kenyataannya, penerimaan zakat di
Indonesia pada tahun 2013 hanya sebesar Rp.2,4 triliun atau sekitar 1
persen saja dari potensinya. Kesenjangan antara potensi dan kenyataan
dari penerimaan zakat ini merupakan sebuah masalah jika tidak dicarikan
jalan keluarnya. (Ali,et al. 2016)
Pengelolaan zakat juga dilakukan oleh Negara tetangga Indonesia,
yaitu Malaysia. Di Malaysia, penghimpunan zakat murni dilakukan oleh
swasta dan sangat didukung oleh pemerintah setempat. Diawali dengan
dibentuknya penghimpun zakat di Wilayah Persekutuan yang dikelola oleh
4
Pusat Pungutan Zakat (PPZ) yang telah resmi beroperasi sejak 1 Januari
1991. Menurut Nurfitriana (2008), pemanfaatan dan penyaluran dana zakat
bukan menjadi tanggung jawab PPZ, melainkan tanggung jawab Baitul
Maal (BM) yang sama-sama berada dibawah naungan Majelis Agama
Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP). PPZ yang berdiri sendiri tumbuh di
Wilayah Persekutuan di Kuala Lumpur, kemudian diikuti oleh negeri lain
seperti Melaka (Pusat Zakat Melaka), Pahang (Pusat Kutipan Zakat),
Selangor (Lembaga Zakat Selangor), Pulau Pinang (Pusat Urus Zakat),
dan Negeri Sembilan (Pusat Zakat Negeri Sembilan). Sedangkan delapan
negeri lainnya, masih menggabungkan fungsi penghimpunan dalam tubuh
Baitul Maal (BM). Di Malaysia, zakat dikelola secara federal (non
nasional) dan masing-masing negeri diberi hak mengelola zakatnya secara
korporasi dan professional. (Amiruddin K., 2015)
Pada tahun 2016, pengumpulan zakat di Malaysia hampir mencapai
RM 3 milyar (Rp.11,5 triliun) dari potensi yang bisa dikumpulkan yaitu
sebesar Rp.15 triliun. Malaysia berhasil mengumpulkan dana zakat sekitar
75% dari potensinya. Hal ini berbanding jauh dengan Indonesia yang
hanya mampu mengumpulkan Rp.5 triliun dari potensi yang seharusnya
bisa dikumpulkan yaitu sebesar Rp.217 triliun. Indonesia hanya mampu
mengumpulkan dana ZIS (Zakat Infaq Sedekah) sekitar 2.5% dari potensi
zakat yang bisa dikumpulkan. (Respati, 2017)
5
Berdasarkan data yang telah Penulis paparkan di atas, dapat dilihat
bahwa lembaga zakat di Malaysia memiliki kinerja yang baik dalam
mengumpulkan zakat. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mencoba
mengangkat penelitian dengan judul “Analisis Pengelolaan Zakat di
Indonesia dengan Malaysia”
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah Penulis uraikan, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengelolaan zakat di Indonesia?
2. Bagaimana pengelolaan zakat di Malaysia?
3. Bagaimana perbandingan pengelolaan zakat antara Indonesia dengan
Malaysia?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Lembaga zakat di Indonesia yang dijadikan objek penelitian adalah
Badan Amil Zakat (BAZ), sedangkan lembaga zakat di Malaysia
adalah Pusat Pungutan Zakat (PPZ) dan Baitul Maal (BM).
2. Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini hanya mengenai
penghimpunan dan penyaluran zakat.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat di Indonesia.
6
2. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat di Malaysia.
3. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pengelolaan zakat antara
Indonesia dengan Malaysia.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis, seluruh kegiatan penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan ilmu dari masalah yang dibahas.
2. Bagi Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai ZISWAF, khususnya mengenai pengelolaan
lembaga zakat.
3. Bagi BAZNAS, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber
tambahan informasi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Zakat
a. Pengertian Zakat
Secara bahasa, zakat artinya keberkahan, pertumbuhan dan
perkembangan, kesucian, dan keberesan. Sedangkan arti zakat
menurut istilah adalah zakat merupakan bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang telah Allah SWT wajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya,
dengan persyaratan tertentu pula. (Nawawi, 2013)
Zakat bermakna mensucikan. Hal ini tercermin dalam
firman Allah SWT berikut:
اهاَقدَْ أفَْلحََ مَنْ زَكَّ
Artinya: “Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu.” (Q.S.Asy-Syams:9)
b. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Wajib hukumnya
bagi setiap Muslim untuk menunaikan zakat, baik laki-laki maupun
perempuan, anak-anak maupun orang dewasa. Dasar hukum zakat
tercantum ayat Al-Quran berikut ini:
8
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. esungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.(Q.S.At-Taubah:103)
c. Jenis Zakat
Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah (zakat
badan/jiwa) dan zakat maal (zakat harta).
1) Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim setiap bulan Ramadhan sebelum hari raya Idul
Fitri. Zakat fitrah hukumnya fardu ‘ain, wajib dilaksanakan
oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, tua
maupun muda. Kewajiban zakat fitrah merupakan tanggung
jawab kepala keluarga terhadap anak, isteri, dan pembantu
yang tinggal besama mereka. Zakat fitrah dibayar dengan
menggunakan makanan pokok. Tujuan pembayaran zakat firah
adalah untuk menyucikan diri dari dosa-dosa agar jiwa menjadi
bersih kembali.
2) Zakat Harta
Zakat harta terdiri dari zakat harta pedagangan, zakat emas,
perak, dan uang simpanan, zakat hasil pertanian, zakat binatang
ternak, zakat pertambangan, zakat barang temuan, zakat asset,
9
zakat profesi, serta zakat saham dan obligasi. Masing-masing
jenis zakat memiliki syarat dan hitungan tertentu untuk
dikeluarkan.
d. Sasaran Zakat
Distribusi zakat hanya diperuntukkan untuk delapan ashnaf,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah At-
Taubah ayat 60. Delapan ashnaf tersebut adalah:
1) Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan
hidupnya jauh dibawah sejahtera.
2) Miskin, yaitu orang yang memiliki penghasilan tetap namun
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari dan hidupnya dibawah
sejahtera.
3) Amil, lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan dan
mengelola zakt.
4) Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam.
5) Riqab, yaitu budak yang ada dalam penguasaan orang lain.
6) Gharim, yaitu orang yang sedang kesulitan karena hutang.
7) Sabilillah, yaitu orang-orang yang sedang berusaha dan
berjuang untuk menegakkan agama Islam, baik dakwah
maupun perang.
8) Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang berada dalam perjalanan
dan kehabisan bekal.
e. Hikmah dan Manfaat Zakat
10
Hikmah dan manfaat di balik perintah zakat menurut El-Madani
(2013) diantaranya adalah:
1) Zakat dapat membiasakan orang yang menunaikannya
memiliki sifat dermawan, sekaligus menghilangkan sifat pelit
dan kikir.
2) Zakat dapat menguatkan benih persaudaraan, serta menambah
rasa cinta dan kasih sayang sesama muslim.
3) Zakat merupakan salah satu upaya dalam mengatasi
kemiskinan.
4) Zakat dapat mengurangi angka pengagguran dan penyebab-
penyebabnya, karena hasil zakat dapat digunakan untuk
menciptakan lapangan pekerjaan baru.
2. Lembaga Zakat
a. Indonesia
BAZNAS menjadi lembaga yang memiliki otoritas dalam hal
kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya. BAZNAS nasional berkedudukan di Ibu kota Negara, dan
untuk tingkat provinsi dan Kabupatenupaten/Kota dibentuk
BAZDA oleh pemerintah daerah sesuai wilayahnya. BAZNAS
merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Kementerian Agama.
11
Lembaga zakat yang dikelola oleh masyarakat adalah Lembaga
Amil Zakat (LAZ). LAZ wajib mendapat izin dari BAZNAS dalam
pembentukannya. LAZ juga wajib melaporkan pengumpulan dan
pendistribusian zakat kepada BAZNAS dengan laporan zakat
tahunan yang telah diaudit.
b. Malaysia
Malaysia memiliki pengelolaan zakat yang terpisah antara
pemungutan dengan penyaluran zakat. Untuk pengumpulan zakat,
Malaysia melalui MAIN (Majelis Agama Islam Negeri) masing-
masing negeri untuk membentuk lembaga pengumpul zakat dan
lembaga penyalur zakat yang disebut dengan Baitulmal. (Faqih,
2015)
3. Konsep Pengelolaan Zakat
Pada dasarnya, konsep dasar pengelolaan zakat berangkat dari
firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103, firman-Nya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “(QS. Al-Taubah:
103).
Ayat ini mengandung kata khudz (berbentuk fi’il amar) yang
menunjukkan perintah bahwa mengumpulkan zakat dari para muzakki
oleh amil zakat itu hukumnya wajib. Hal ini didasarkan oleh kaidah
12
ushul fiqih, bahwa fiil amar menunjukkan suatu perintah wajib (al-
ashlu fi al-amr lilwujub). Maka, mengumpulkan zakat dari orang yang
mengeluarkan zakat hukum wajib. (Hasan, 2011)
Sebuah kewajiban tidak mudah mudah untuk dilaksanakan,
termasuk dalam melaksanakan kewajiban mengumpulkan zakat. Amil
zakat dihadapkan pada muzakki yang memiliki karakter yang berbeda-
beda. Oleh karena itu, mengumpulkan zakat membutuhkan persiapan
dan perencanaan yang matang. Semua aktivitas dan faktor-faktor
terkait dengan aktifitas tersebu harus terencana, teroganisir, terkontrol
dan dievaluasi tingkat capaiannya. Oleh karena itu, manajemen untuk
mengelola zakat sangat diperlukan agar pengelolaan itu berjalan
dengan baik dan sistematis serta tepat sasaran.
Manajemen zakat meliputi kegiatan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling) terhadap pengumpulan dan pendistribusian
serta pendayagunaan zakat. (Fakhruddin, 2008). Berikut penjelasan
mengenai kegiatan dalam manajemen zakat menurut Jaelani (2015):
a. Perencanaan zakat
Dalam manajemen zakat proses awal perlu dilakukan perencanaan.
Secara konseptual, perencanaan adalah proses pemikiran penentuan
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, tindakan yang harus
dilaksanakan, bentuk organisasi yang tetap untuk mencapainya,
dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang
13
hendak dilaksanakan oleh Badan atau LAZ. Dengan kata lain
perencanaan menyangkut pembuatan keputusan tentang apa yang
hendak dilakukan, bagaiman cara melakukan, kapan melakukan
dan siapa yang akan melakukan secara terorganisasi. Perencanaan
zakat berkaitan dengan kegiatan dengan proses sebagai berikut :
1) Menetapkan sasaran dan tujuan zakat. Sasaran zakat berkaitan
dengan orang yang berkewajiban membayar zakat (muzakki)
dan orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), sedangkan
tujuannya adalah menyantuni orang yang berhak agar terpenuhi
kebutuhan dasarnya atau meringankan beban mereka.
2) Menetapkan bentuk organisasi atau kelembagaan zakat yang
sesuai dengan tingkat kebutuhan yang hendak dicapai dalam
pengelolaan zakat.
3) Menetapkan cara melakukan penggalian sumber dan distribusi
zakat. Dalam hal ini dilakukan identifikasi orang-orang yang
berkewajiban zakat dan orang-orang yang berhak menerima
zakat.
4) Menentukan waktu untuk penggalian sumber zakat dan waktu
untuk mendistribusikan zakat dengan skala prioritas.
5) Menetapkan amil atau pengelola zakat dengan menentukan
orang yang memiliki komitmen, kompetensi mindset dan
profesionalisme untuk melakukan pengelolaan zakat.
14
6) Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat,
baik mulai dari pembuatan perencanaan, pembuatan
pelaksanaan, pengembangan secara terus-menerus secara
berkesinambungan.
b. Pelaksanaan kegiatan zakat
Pengelolaan zakat diperlukan pengelola zakat yang profesional,
mempunyai kompetensi dan komitmen sesuai dengan kegiatan
yang dilakukan berkaitan dengan kriteria pelaksana zakat dan
kriteria pemimpin Badan/Lembaga Amil Zakat.
1) Penentuan Kriteria Pelaksana Zakat
Petugas pelaksana zakat (amil) harus memenuhi beberapa
kriteria diantaranya ialah:
a) Beragama Islam. Zakat adalah urusan yang sangat penting
dalam Islam dan termasuk rukun Islam, oleh karena itu
urusan ini harus diurus oleh sesama muslim.
b) Mukallaf, yaitu orang Islam dewasa yang sehat akal
pikiranya yang siap menerima tanggung jawab mengurus
urusan umat.
c) Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting
karena berkaitan dengan kepercayaan umat.
d) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat sehingga ia
mampu melakukan sosialisasi mengenai segala sesuatu
yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.
15
e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya.
f) Kesungguhan Amil zakat dalam melaksanakan tugasnya.
Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang fulltime dalam
melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula
sambilan.
2) Penggalian sumber zakat
Dalam penggalian sumber zakat, Amil harus pandai-pandai
dalam melakukan sosialisasi zakat, baik melalui media masa,
media cetak maupun media elektronik pada masyarakat dengan
tujuan agar masyarakat semakin tumbuh kesadaranya terhadap
pentingnya ibadah zakat. Dalam menggali sumber zakat
terdapat strategi diantaranya ialah:
a) Pembentukan unit pengumpulan zakat. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan bagi pengelola zakat dalam
menjangkau dan memudahkan para muzakki untuk
membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat
membuka unit pengumpul zakat di berbagai tempat sesuai
dengan tingkatanya.
b) Pembukaan Kounter penerimaan zakat. Selain membuka
unit pengumpulan zakat, di berbagai tempat lembaga
pengelola zakat dapat membuat konter atau loket
penerimaan zakat.
16
c) Pembukaan rekening bank, yang perlu diperhatikan di sini
adalah bahwa membuka rekening harus dipisahkan antara
masing-masing rekening,sehingga akan memudahkan para
muzakki dalam pengiriman zakatnya.
c. Pengawasan zakat
Secara konsepsional dan operasional pengawasan adalah suatu
upaya Sistimatis, untuk menetapkan kinerja setandar pada
perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah
ditentukan untuk menetapkan apakah terjadi suatu penyimpangan
dan mengukur siknifikansi penyimpangan tersebut untuk
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya Badan atau LAZ telah digunakan
seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan Badan atau
LAZ.
Secara manajerial, pengawasan zakat adalah mengukur dan
memperbaiki kinerja amil zakat guna memastikan bahwa Lembaga
atau Badan Amil Zakat di semua tingkat dan semua yang telah
dirancang untuk mencapainya yang telah sedang dilaksanakan.
Adapun pola pengawasannya adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan sistem dan standar operasional pengawasan sesuai
dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan oleh Badan
atau LAZ.
17
2) Mengukur kinerja. Pengawas dalam hal ini melakukan
pengukuran atau mengevaluasi kinerja dengan standar yang
telah ditentukan dengan proses yang berkelanjutan.
3) Memperbaiki penyimpangan. Proses pengawasan tidak lengkap
jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-
penyimpangan yang telah terjadi.
Sedangkan teknik pengawasan yang harus dilakukan untuk Badan
atau LAZ adalah sebagai berikut:
1) Konsep pengawasan adalah perumusan dalam rangka untuk
periode tertentu di masa depan badan atau lembaga.
2) Tujuan penganggaran. Dengan menyatakan perencanaan dalam
angka dan merinci ke dalam komponen-komponen yang cocok
dengan struktur organisasi atau badan/lembaga, anggaran
menghubungkan perencanaan dan mengijinkan pendelegasian
kekuasaan atau wewenang tanpa hilangnya pengawasan.
3) Jenis anggaran meliputi :
a) Anggaran pendapatan dan pengeluaran
b) Anggaran waktu, ruang dan bahan baku, dan produksi
pelayanan terhadap wajib zakat dan pelayanan terhadap
penerima zakat.
c) Anggaran pengeluaran modal kerjasama Badan atau
Lembaga Dengan Pihak Lain.
d) Anggaran kas Badan atau LAZ
18
e) Anggaran neraca Badan atau Lembaga Amil Zakat
4) Teknik operasional pengawasan dengan menggunakan sarana,
yaitu:
a) Data statistik atau akuntansi
b) Grafik pulang pokok (breakeven)
c) Audit operasional
d) Observasi pribadi
Pada prinsipnya, kegiatan zakat dapat dikategorikan ke dalam dua
klasifikasi utama, yaitu penghimpunan dan penyaluran zakat. Ada empat
aspek pengumpulan zakat dalam kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah
yang dikutip dari (BAZNAS & BI, 2016) yaitu sebagai berikut:
a. Wajib zakat & nisab zakat
Zakat diwajibkan kepada setiap Muslim yang memiliki kekayaan,
yang lebih dari atau sama dengan Nisab. Zakat tidak diberlakukan
bagi non-Muslim. Kewajiban dan nisab untuk membayar zakat
telah disebutkan beberapa kali dalam Al Qur'an, dan telah
dijelaskan dalam sunnah.
b. Metode pengumpulan zakat
Zakat dihitung dari objek zakat yang sama, namun ada
ketidaksepakatan mengenai metode pembayaran zakat. Imam
Hanafi membolehkan melakukan pembayaran zakat dalam nilai,
sementara Imam Syafii dan Imam Zahiri hanya membolehkan
pembayaran dalam bentuk objek zakat. Imam Maliki dan Imam
19
Hanbali membolehkan untuk membayar dengan nilai untuk
beberapa jenis zakat dan tidak menerima pembayaran dalam nilai
untuk beberapa jenis zakat yang lain. Lembaga yang melakukan
fungsi pengumpulan zakat, harus mampu mengakomodasi segala
bentuk pembayaran. Untuk pembayaran dalam nilai yang mungkin
lebih mudah daripada mengumpulkan barang, lembaga
penghimpun zakat bisa menyediakan beberapa layanan untuk
memfasilitasi transfer nilai karena lebih cocok untuk kehidupan
ekonomi kontemporer. Zakat dapat dibayar menggunakan uang
tunai atau bentuk lainnya, seperti uang elektronik dan transfer.
Untuk pengumpulan barang atau bentuk aset lainnya, lembaga
zakat harus menyiapkan cara pengumpulan yang tepat dan
biayanya (penyimpanan dan biaya transportasi). Pihak yang
berwenang harus memberikan izin resmi untuk setiap metode
pengumpulan yang dilaksanakan oleh lembaga zakat.
c. Promosi dalam penghimpunan zakat
Dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran dalam
membayar zakat di kalangan Muslim, lembaga zakat dapat
melakukan dakwah (pidato agama, konsultasi publik, seminar dan
pelatihan) dan promosi lainnya untuk melakukan penyebaran
informasi zakat. Idealnya, kebangkitan lembaga Zakat harus
dirintis dan dipimpin oleh negara Islam. Upaya promosi harus
didukung dengan sistem TI yang andal (sistem manajemen zakat
20
yang terkomputerisasi untuk tata laksana pengelolaan zakat),
dilengkapi dengan metode pembayaran yang mudah (tersedia
beberapa konter pembayaran publik). Pengelola zakat juga
memiliki tanggung jawab untuk menyediakan beberapa bentuk
promosi yang menarik dan efektif untuk meningkatkan
penghimpunan zakat. Dalam lembaga-lembaga Syariah, pihak
berwenang dapat melakukan pengumpulan zakat melalui
kampanye pemotongan gaji.
d. Tempat penyimpanan dana zakat
Dana zakat yang terkumpul dalam lembaga zakat harus dijaga
dengan aman oleh manajemen yang baik sehingga dana zakat dapat
disalurkan kepada mustahik. Secara tradisional, dana disimpan di
lemari besi. Praktek penyimpanan kontemporer menggunakan bank
syariah untuk melakukan fungsi penyimpanan aman dan metode
transfer.
Dalam penyaluran zakat, ada 3 aspek yang harus dipatuhi prinsip-prinp
yang harus dipatuhi dalam syariah (BAZNAS & BI , 2016), yaitu:
a. Penerima dan Alokasi Zakat
Zakat harus dialokasikan kepada 8 penerima zakat yang berhak
(mustahik). Kerangka peraturan harus menggabungkan distribusi
mekanisme klasifikasi penerima zakat, prioritas dan mekanisme
alokasi dalam rangka meningkatkan efektivitas penyaluran zakat.
Setiap penyaluran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga zakat
21
harus diakui dan didukung oleh otoritas yang relevan atau
peraturan operasional.
b. Wilayah penyaluran zakat
Cendekiawan Muslim setuju bahwa penyaluran zakat harus
dilakukan di wilayah yang sama di mana zakat dikumpulkan sesuai
dengan kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Jika tidak ada penerima
lain yang memenuhi syarat di wilayah mereka, maka lembaga
zakat boleh menyalurkan zakat ke wilayah.
c. Indikator kinerja penyaluran zakat
Salah satu ciri yang menunjukan organisasi pengelola zakat
berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap
(Allocation to Collection Ratio) berdasarkan total dana
penghimpunan yang berhasil disalurkan secara efektif. Konsep
Allocation to Collection Ratio (ACR). ACR adalah rasio
perbandingan antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan
dana zakat yang dihimpun. Berikut adalah kategori dari Allocation
to Collection Ratio (ACR), yaitu
≥ 90 % : Sangat Efektif, 70 – 89 % : Efektif, 50 – 69 % : Cukup
efektif, 20 – 49 % : di bawah harapan, dan ˂ 20 % : Tidak efektif
22
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan tertera dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1
Hasil Penelitian Terdahulu
ASPEK / PENELITI Abdullah Khatib
Nadhari
Amiruddin K.
1. Judul Pengelolaan
Zakat di Dunia
Muslim
Model-Model
Pengelolaan
Zakat di Dunia
Muslim
2. Institusi/perusahaan
yang diteliti
Lembaga zakat di
Indonesia,
Malaysia, Saudi
Arabia, Sudan,
Pakistan,
Yordania, dan
Kuwait
Lembaga zakat di
Saudi Arabia,
Libia, Yordania,
Bahrain,
Pakistan,
Malaysia,
Kuwait,
Bangladesh,
Libanon, dan
Indonesia.
3. Tujuan penelitian Melihat lebih
jauh tentang
pengelolaan
zakat di negara-
negara Muslim
yang nantinya
bisa dijadikan
sebagai
perbandingan
dengan Negara
Indonesia.
Menguraikan
beberapa model
dan pengalaman
pengelolaan
zakat di Negara-
Negara Muslim.
4. Metode penelitian Deskriptif
Kualitatif
Deskriptif
Kualitatif
23
5. Hasil penelitian Pada umumnya
pengelolaan
zakat di
masyarakat
Muslim dapat
dikategorikan ke
dalam dua
kategori.
Pertama, sistem
pembayaran
secara wajib di
mana sistem
pengelolaan di
tangani oleh
negara. Kedua,
sistem
pembayaran
secara sukarela,
dimana
wewenang
pengelolaan
zakat berada
pada tangan
pemerintah atau
pun masyarakat
sipil.
Ada 3 model
pengelolaan
zakat, yaitu
Negara yang
mewajibkan
zakat, Negara
tidak mewajibkan
zakat, dan model
dimana Negara
juga swasta bisa
bersama-sama
mengelola zakat
seperti di
Indonesia.
Dalam penelitian “Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim”
menjelaskan tentang pengelolaan zakat di negara-negara Muslim;
Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Sudan, Pakistan, Yordania, dan
Kuwait. Penelitian ini menjelaskan dan mengelompokkan secara umum
mengenai sistem pengelolaan zakat berdasarkan aturan pemerintah di
setiap Negara yang diteliti. Dalam penelitian “Model-Model Pengelolaan
Zakat di Dunia Muslim” menjelaskan tentang model pengelolaan zakat di
di Negara Muslim; Saudi Arabia, Libia, Yordania, Bahrain, Pakistan,
Malaysia, Kuwait, Bangladesh, Libanon, dan Indonesia. Penelitian ini
24
menjelaskan dan mengelompokkan model pengelolaan zakat berdasarkan
aturan yang berlaku di tiap Negara yang diteliti. Sedangkan penelitian
yang Penulis lakukan ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan zakat
di Indonesia dan Malaysia. Pengelolaan zakat yang dibahas terkait dengan
penghimpunan dan penyaluran zakat di Indonesia dan Malaysia.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
1. Objek Penelitian
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengelolaan
lembaga zakat di Indonesia (Badan Amil Zakat Nasional) dan
pengelolaan lembaga zakat di Malaysia (Pusat Pungutan Zakat dan
Baitul Maal).
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah lembaga zakat di Indonesia (Badan
Amil Zakat Nasional) dan lembaga zakat di Malaysia (Pusat Pungutan
Zakat dan Baitul Maal).
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Menurut Irawan (2002) dalam Widodo (2017), penelitian deskriptif
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa
adanya, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang situasi-situasi di
lapangan apa adanya. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan
data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah
data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik
data yang tampak. Oleh karena itu, penelitian kualitatif tidak menekankan
pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. (Sugiyono, 2017)
26
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif. Data kualitatif adalah data yang yang berbentuk kata-kata,
bukan berbentuk angka/bilangan.
2. Sumber data
Sumber data penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Sugiyono (2017), data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder
dapat berupa studi pustaka yang berasal dari buku-buku, penelitian
lapangan, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
melalui penelusuran dokumen. Teknik ini dilakukan dengan
memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto atau benda-
benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.
(Widodo, 2017)
Penulis melakukan pengumpulan data melalui penelusuran
dokumen tertulis dari website instansi terkait.
27
2. Studi Pustaka
Penulis melakukan pengumpulan data dengan studi pustaka. Studi
pustaka adalah mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori atau
konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal, majalah,
koran, atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus atau
variabel penelitian (Widodo, 2017).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan Model Miles and Huberman dalam Sugiyono (2017).
Langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Pertama, Penulis mengumpulkan data. Data yang diperoleh
jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan reduksi
data. Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan
membuang yang tidak perlu.
2. Data display (penyajian data)
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan
menggunakan bentuk teks yang bersifat naratif.
3. Conclusion Drawing (kesimpulan) dan verification (verifikasi)
28
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal hanya bersifat sementara.
Jika kesimpulan awal yang dikemukakan didukung oleh bukti yang
valid, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.
29
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian ini adalah :
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
INDONESIA
(BAZNAS)
MALAYSIA
(PPZ & Baitul Maal)
Mengumpulkan ZIS
sebesar 2.5% dari
potensi penerimaan
zakat (2016)
Mengumpulkan zakat
sebesar 75% dari
potensi penerimaan
zakat (2016)
Negara Muslim
membutuhkan
lembaga pengelola
zakat
Menganalisis
perbandingan
pengelolaan lembaga
zakat di Indonesia
dan Malaysia
Zakat merupakan
Rukun Islam dan
ibadah sosial
GAP
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Lembaga pengelola zakat di Indonesia
Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia saat ini
sepenuhnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat. UU tersebut merupakan pengganti
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
yang sebelumnya menjadi landasan hukum pengelolaan zakat di
Indonesia. Pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga
perlu diganti.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik
mengamanatkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai
pelaksana utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah
mendapatkan fungsi sebagai pembina dan pengawas terhadap
pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS. Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang
dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8
Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan
menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.
31
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang
berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU
tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Kementerian Agama.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS
dibentuk oleh pemerintah dalam tugas melaksanakan kewenangan
pengelolaan zakat secara nasional. Kewenangan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara
nasional tersebut meliputi 4 (empat) fungsi yang secara spesifik
dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, sebagai
berikut: (a) fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; (b) fungsi pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (c) fungsi pengendalian
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan (d)
fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat (Pasal 7).
Selain daripada empat fungsi pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional, BAZNAS
juga mendapatkan 2 (dua) fungsi non-operasional pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, yaitu: (a) pemberian
pertimbangan pembentukan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
32
kabupaten/kota (Pasal 15) dan (b) pemberian rekomendasi izin
pembentukan LAZ (Pasal 18).
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Kementerian Agama atau pejabat yang ditunjuk oleh
Kementerian Agama. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada
BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima
infak, sedekah, dan dana sosial lainnya. Pendistribusian dan
pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan
pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Zakat wajib didistribusikan
kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan
untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik.
33
Gambar 2
Struktur kelembagaan zakat Indonesia
Sumber : Islamic Social Finance Report (2014) dalam Oulook Zakat Indonesia (2017)
Dari struktur kelembagaan zakat di atas dapat dilihat bahwa
BAZNAS bertanggungjawab kepada Presiden melalui Kementerian
Agama dalam pelaksanaan tugasnya. BAZNAS menaungi UPZ dan
LAZ di seluruh Indonesia. UPZ adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh Badan Amil Zakat pada semua tingkatan (BAZNAS,
BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota) yang bertugas untuk
mengumpulkan zakat dari muzakki. UPZ berada di desa/kelurahan,
instansi-instansi pemerintah/swasta, baik di dalam maupun luar negeri.
Presiden
Lembaga Amil
Zakat (LAZ)
Unit Pengumpul
Zakat (UPZ)
Kementerian Agama
BAZNAS
34
UPZ BAZNAS memiliki kewenangan untuk memberikan Bukti Setor
Zakat (BZS) yang dicetak oleh BAZNAS. BZS tersebut dapat
dijadikan bukti bahwa zakat yang dibayarkan dapat menjadi pengurang
penghasilan kena pajak (zakat sebagai deductible items).
2. Lembaga pengelola zakat di Malaysia
Malaysia memiliki sistem pengelolaan zakat di mana otoritas
pengumpulan dan pendistribusian zakat berada pada setiap negeri.
Menurut konstitusi wilayah, semua permasalahan agama termasuk
pengelolaan zakat diserahkan kepada yurisdiksi masing-masing dari 14
negeri yang di kelola oleh Majelis Agama Islam Negeri (MAIN).
Dengan demikian, setiap negeri memiliki Undang-undang pengelolaan
zakat yang berbeda dari wilayah lain. Hal ini menimbulkan beberapa
permasalahan koordinasi antar wilayah dimana terdapat perbedaan
penentuan nishab, harta wajib zakat, dan bahkan definisi dari delapan
ashnaf yang berhak menerima zakat. Secara umum, Undang-undang
mengenakan penalti sebesar 1.000 ringgit dan/atau penjara selama
enam bulan jika terbukti adanya penyelewengan pembayaran zakat.
(Ridwan, 2014)
Di Malaysia, penghimpunan zakat dilakukan murni oleh swasta
sangat didukung oleh pemerintah setempat. Pemerintah hanya
bertindak sebagai fasilitator dan penanggungjawab. Dalam wilayah
penyelenggaraan, pengelolaan zakat di negara ini ditempatkan dalam
35
Majelis Agama Islam (MAI). Pemerintah Malaysia melalui Majelis
Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) mendirikan Pusat
Pungutan Zakat (PPZ) yang resmi beroperasi mulai 1 Januari 1991 di
Kuala Lumpur dalam rangka menciptakan pengelolaan zakat yang
profesional dengan menerapkan system corporate. (Amiruddin K.,
2015)
Diawali dengan terbentuknya Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di
Wilayah Persekutuan pada tahun 1991, dan seterusnya diikuti oleh 13
negeri lainnya. 13 negeri tersebut adalah Johor, Kedah, Kelantan,
Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis,
Selangor, Terengganu, Sabah, dan Sarawak. Zakat dikelola oleh
masing-masing Negeri mengikuti struktur politik yang ada di
Malaysia. Pemerintah melalui perwakilan kerajaan Negeri berperan
sebagai pengelola, penanggung jawab pengelolaan, dan pelaksanaan
zakat, serta beperan dalam membuat regulasi dalam bentuk undang-
undang zakat. Undang-undang tentang zakat dibuat oleh Majelis
Perundang-undangan Negeri. Setiap Negeri bebas untuk membuat
perundang-undangan zakat namun harus tetap berada dalam wilayah
undang-undang syariat Islam Negeri. Kebebasan pada kompetensi
pembuatan Undang-undang zakat ini, berakibat pada beragamnya
beberapa aspek pengelolaan zakat dan cara penegakan hukumnya.
Selangor dan Wilayah Persekutuan telah menetapkan hukuman bagi
36
kesalahan tidak membayar zakat dalam Akta atau Undang-undang
kesalahan Pidana Syariah. (Nurhasanah, 2012)
Badan yang bertanggung jawab menghimpun dan
mendistribusikan zakat di Wilayah Persekutuan adalah Majelis Agama
Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) yang dikukuhkan melalui
seksyen 4 (1) Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah
Persekutuan) 1993 – Akta 505 yang menyebut bahwa: “Maka
hendaklah ada suatu badan yang dikenali sebagai Majelis Agama Islam
Wilayah Persekutuan (MAIWP) untuk memberi masukan Yang di-
Pertuan Agong dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan
agama Islam”. Kegiatan penghimpunan zakat kemudian dikelola oleh
sebuah lembaga yang berada dalam tubuh MAIWP yaitu Harta Suci
Sdn. Bhd. yang bernama Pusat Pungutan Zakat (PPZ), sesuai dengan
seksyen 8A (1) yang menyatakan bahwa: “Majelis boleh, dengan
kelulusan Yang di-Pertuan Agong, menubuhkan syarikat di bawah
Akta Syarikat 1965 [Akta 125] untuk menjalankan mana-mana aktiviti
yang telah dirancang atau diusahakan oleh Majlis dalam melaksanakan
kewajiban atau kuasanya di bawah seksyen 7”. PPZ merupakan
perusahaan swasta dibawah naungan penuh Majlis Agama Islam
Wilayah Persekutuan (MAIWP) yang bertanggungjawab menghimpun
zakat serta menyampaikan dakwah zakat kepada masyarakat Islam di
Wilayah Persekutuan, Malaysia. Namun, urusan pendistribusian zakat
dikelolakan sepenuhnya oleh Baitulmal yang sama-sama berada di
37
bawah Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP). (Faqih,
2015)
Gambar 3
Struktur kelembagaan zakat Malaysia
Sumber: Data diolah Penulis
Pengurusan zakat di Malaysia dikelola secara federal(non
nasional). Berdasarkan struktur kelembagaan di atas, pengurusan zakat
ada di bawah bidang kuasa dan tanggung jawab tiap negeri-negeri.
Setiap negeri mempunyai Majelis Agama Islam Negeri (MAIN).
Pelaksanaan pengurusan dan tata cara kerja MAIN di setiap negeri
Yang di-Pertuan Agong
Baitulmaal
Pusat Pungutan
Zakat atau
sejenisnya
Perdana Menteri
Majelis Agama Islam
Negeri
38
dilaksanakan berdasarkan peraturan dari Majelis Agama Islam masing-
masing negeri. Regulasi yang berlaku di Malaysia menetapkan bahwa
zakat dapat mengurangi kewajiban pajak. Hal itu berlaku jika Muzaki
membayarkan zakatnya ke lembaga zakat yang diakui oleh kerajaan
seperti Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Wilayah Persekutuan dan
Selangor dan yang lain. Jadi, jika seorang Muzaki membayar zakat ke
PPZ, maka zakat yang telah diba yarkan bisa mengurangi beban pajak
yang ditanggung (zakat sebagai kedit pajak). (Ridwan, 2014)
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS, potensi zakat
nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp286 triliun. Angka ini
dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang
mempertimbangkan pertumbuhan PDB pada tahun-tahun sebelumnya
(BAZNAS, 2016). Namun, potensi zakat di Indonesia yang
digambarkan oleh studi tersebut, belum didukung oleh penghimpunan
dana zakat di lapangan. Data terkini menunjukkan bahwa terdapat
kesenjangan yang cukup tinggi antara potensi zakat dengan
penghimpunan dana zakatnya. Hal ini dapat dilihat dari data aktual
penghimpunan zakat pada tahun 2016 yang hanya sebesar
Rp3.738.216.792.496 atau sekitar 1,3% dari potensinya.
39
Penghimpunan dana Zakat Infaq Sedekah (ZIS) nasional pada
tahun 2015 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 2
Penghimpunan dana ZIS nasional (dalam rupiah)
No Jenis Dana 2015 % 2016 %
1 Zakat 2.312.195.596.498 63,29 3.738.216.792.496 74,51
2 Infaq/Sedekah 1.176.558.166.696 32,21 1.001.498.305.006 19,96
3 Dana Sosial
Keagamaan
Lainnya
(DSKL)
163.986.086.154 4,49 277.3336.514.452 5,53
4 Dana Lainnya 533.400.945 0,01 241.514.997 0,00
Jumlah 3.653.273.250.292 100 5.017.293.126.950 100
Sumber:Statistik Zakat Nasional 2016
Penghimpunan dana ZIS nasional merupakan total dana yang
dihimpun oleh berbagai organisasi pengelola zakat (OPZ) se-Indonesia
selama setahun. OPZ se-Indonesia ini meliputi BAZNAS, BAZNAS
Provinsi, BAZNAS Kabup aten/Kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi,
dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penghimpunannya
kepada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011. Jenis dana yang
dihimpun oleh para OPZ ini mencakup (1) dana zakat termasuk di
dalamnya zakat fitrah dan zakat maal, (2) dana infak/sedekah, baik
infak terikat (muqayyadah) maupun tidak terikat (ghair muqayyadah),
(3) dana sosial keagamaan lainnya (DSKL) yang meliputi harta nazar,
40
harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris,
kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi
peradilan di pengadilan agama, serta (4) dana lainnya, yang dalam hal
ini merupakan penerimaan bagi hasil bank yang menjadi saluran
penghimpunan dana-dana yang dipaparkan sebelumnya.
Total penghimpunan nasional pada tahun 2016 mencapai lebih dari
5 Triliun rupiah. Jumlah ini meningkat lebih dari 1,36 Triliun dari total
penghimpunan pada tahun sebelumnya. Proporsi dana zakat masih
mendominasi total penghimpunan, bahkan lebih besar daripada tahun
sebelumnya, yakni sebesar 74,51 persen atau lebih dari 3,7 Triliun
rupiah. Proporsi tersebut meningkat 11,22 persen dari tahun
sebelumnya, dengan jumlah dana yang juga meningkat hampir 1,5
Triliun rupiah. Namun demikian, jika dilihat dari potensi zakat nasional,
total realisasi penghimpunan zakat nasional pada tahun 2016 ini baru
mencapai sekitar 1.3% persen dari yakni potensinya yang sebesar
Rp286 Triliun rupiah. Dengan demikian, penghimpunan zakat nasional
ini masih sangat dapat dikembangkan.
Selain berperan sebagai penghimpun zakat, OPZ di Indonesia juga
berperan sebagai penyalur zakat. Penyaluran zakat yang dilaksanakan
oleh OPZ seluruh Indonesia berdasarkan Ashnaf dapat dilihat pada
tabel berikut:
41
Tabel 3
Penyaluran dana ZIS nasional berdasarkan Ashnaf (dalam rupiah)
No Ashnaf Penyaluran 2015 % Penyaluran 2016 %
1 Fakir miskin 1.524.057.868.548 67,69 2.143.434.539.579 73,13
2 Amil 202.097.814.408 8,98 209.233.041.289 7,14
3 Muallaf 19.098.188.696 0,85 17.403.367.642 0,59
4 Riqab 10.627.238.844 0,47 4.278.727.729 0,15
5 Grarimin
13.213.514.847 0,59 16.435.575.105 0,56
6 Sabilillah 459.055.933.695 20,39 518.991.599.898 17,71
7 Ibnu Sabil 23.484.186.508 1,04 21.379.958.163 0,73
Jumlah 2.251.634.745.545 100 2.931.156.809.405 100
Sumber:Statistik Zakat Nasional 2016
Penyaluran nasional berdasarkan ashnaf merupakan total dana yang
disalurkan oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi se-
Indonesia. Sesuai dengan Surah At Taubah: 60, penerima zakat dibagi
ke dalam 8 (delapan) golongan. Golongan (ashnaf) tersebut adalah
fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil.
Secara umum, aktivitas penyaluran yang dilakukan para OPZ dapat
dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu ekonomi, pendidikan,
dakwah, kesehatan, dan sosial kemanusiaan.
Salah satu indikator yang menunjukan organisasi pengelola zakat
berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap
(Allocation to Collection Ratio) berdasarkan total dana penghimpunan
42
yang berhasil disalurkan secara efektif. Konsep Allocation to Collection
Ratio (ACR) tertulis dalam dokumen Zakat Core Principle (ZCP) yang
merupakan bagian dari sisi rasio keuangan zakat yang dikelola oleh
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). ACR adalah rasio perbandingan
antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang
dihimpun.
Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana
mencapai Rp5.017.293.126.950 dan jumlah penyaluran sebesar
Rp2.931.156.809.405. Sehingga diperoleh tingkat daya serap sebesar
58.42 persen, capaian ini menunjukkan bahwa OPZ pada tahun ini
dinilai “cukup efektif” dalam penyerapan dana yang digunakan.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tingkat daya serap ini
mengalami penurunan yaitu dari 61,6 persen pada tahun 2015.
Walaupun tingkat daya serap mengalami penurunan, namun jumlah
penyaluran mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah
penghimpunan lebih meningkat signifikan dibandingkan dengan jumlah
penyaluran. Sisa dana yang yang belum disalurkan OPZ pada tahun ini
akan disalurkan pada tahun berikutnya.
43
OPZ resmi yang telah mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS:
Tabel 4
Jumlah Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia
Organisasi Pengelola Zakat Jumlah
BAZNAS Provinsi 34
LAZ Skala Nasional 19
LAZ Skala Provinsi 9
LAZ Skala Kabupaten/Kota 25
Sumber: Statistik Zakat Nasional 2016
BAZNAS memiliki 8 program dalam pemanfaatan dana ZIS dalam
upaya mensejahterakan mustahik, yaitu: BAZNAS Tanggap Bencana,
Lembaga Beasiswa BAZNAS, Layanan Aktif BAZNAS, Rumah Sehat
BAZNAS, Zakat Community Development, Microfinance BAZNAS,
dan Pusat Kajian Strategis BAZNAS. BAZNAS memiliki 13 layanan
untuk memudahkan muzakki dalam pembayaran zakat, yaitu zakat via
payroll system, zakat via Bizzakat, zakat via E-Card, zakat via online
payment, zakat via Perbankan Syariah, zakat via konter, konsultasi
online, Konfirmasi pembayaran, Registrasi online, jemput zakat,
Muzakki Corner App, UPZ BAZNAS, dan layanan kerjasama dengan
mitra professional.
2. Pelaksanaan pengelolaan zakat di Malaysia
Pelaksanaan penghimpunan zakat di Malaysia dilakukan oleh
masing-masing wilayah yang dinaungi langsung oleh Majelis Agama
Islam Negeri (MAIN). Masing-masing negeri hanya menghimpun dana
44
zakat harta dan zakat fitrah. Berikut jumlah penghimpunan zakat tahun
2016 yang dikutip dari JAWHAR (2017):
Tabel 5
Penghimpunan zakat Malaysia
Negeri 2015 2016 +/-%
Johor RM 239.931.006,61 RM 250.436.479,19 4.38
Kedah RM 133.954.548,76 RM 140.448.128,00 4.85
Kelantan RM 161.908.949,42 RM 162.678.760,00 0.48
Melaka RM 65.968.448,90 RM 70.537.675,73 6.93
Negeri Sembilan RM 95.247.317,97 RM 104.760.388,36 9.99
Pahang RM 118,082,517.70 RM 122.248.982,33 3.53
Pulau Pinang RM 92.844.818,96 RM 96.781.464,11 4.24
Perak RM 132.584.966,22 N/A N/A
Perlis N/A N/A N/A
Selangor RM 627.225.101,00 RM 673.736.282,00 7.42
Terengganu RM 126.639.148,45 RM 133.360.064,38 5.31
Sabah RM 61.795.695,17 RM 63.704.056,64 3.09
Sarawak RM 68.573.996,00 RM 72.082.740,00 5.12
Wilayah
Persekutuan RM 565.830.672,18 RM 589.296.523,84 4.15
Jumlah RM 2.490.587.187,34 RM 2.480.071.544,58 -0.42
Sumber:Statistik Kutipan Zakat Harta dan Fitrah
Penghimpunan zakat di Malaysia dari 14 negeri pada tahun 2016
adalah sebesar RM2.480.071.544,58 atau sebesar
Rp7.430.554.755.073,86. Secara umum, penghimpunan zakat di
Malaysia pada tahun 2016 mengalami kenaikan. Kenaikan
penghimpunan zakat terbesar terjadi di wilayah Negeri Sembilan yakni
9.99% dari tahun 2015 sebesar RM95.247.317,97 atau sekitar
45
Rp305.710.554.122 (RM1=Rp3.209,65) menjadi RM104.760.388,36
atau sekitar Rp313.873.123.367 (RM1=Rp.2.996,110) pada tahun 2016.
Penghimpunan zakat Malaysia pada tahun 2016 secara keseluruhan
mengalami penurunan yang disebabkan oleh data pengumpulan zakat di
wilayah Perak dan Perlis tidak tersedia. Hal ini menunjukkan adanya
aturan yang masih lemah mengenai laporan zakat yang seharusnya
dibuat oleh Majelis Agama Islam Negeri masing-masing wilayah setiap
tahunnya. Penghimpunan zakat yang terbesar pada tahun 2016 berada di
wilayah Selangor dan Wilayah Persekutuan. Di wilayah Selangor zakat
yang dikumpulkan sebesar 27,17% dan Wilayah Persekutuan sebesar
23,76% dari total penghimpunan zakat Malaysia. Hal ini disebabkan
oleh letak geografis dan kepadatan penduduk Muslim yang ada di kedua
wilayah tersebut.
Pelaksanaan penyaluran zakat di Malaysia dilakukan oleh
Baitulmal masing-masing wilayah yang dinaungi langsung oleh Majelis
Agama Islam Negeri. Berikut jumlah pengumpulan zakat tahun 2015
dan 2016 yang dikutip dari JAWHAR (2017):
46
Tabel 6
Penyaluran zakat Malaysia
Negeri 2015 2016 -/+%
Johor RM 228,362,097.68 RM 282,825,876.69 23.85
Kedah RM 144,955,284.85 RM 162,732,368.00 12.26
Kelantan RM 196,744,773.04 RM 173,148,849.00 -11.99
Melaka N/A RM 75,367,964.80 N/A
Negeri
Sembilan RM 96,935,984.93 RM 102,867,136.92
6.12
Pahang RM 113,421,941.00 RM 134,066,490.00 18.20
Pulau
Pinang RM 101,329,498.13 RM 100,962,507.09
-0.36
Perak RM 164,264,513.67 N/A N/A
Perlis RM 123,570,316.00 N/A N/A
Selangor RM 676,251,478.00 RM 697,494,013.00 3.14
Terengganu RM 122,041,037.35 RM 165,894,689.77 35.93
Sabah RM 72,904,222.68 RM 64,957,773.60 -10.90
Sarawak RM 44,984,662.00 RM 48,363,149.00 7.51
Wilayah
Persekutuan RM 608,724,857.00 RM 444,719,832.00
-26.94
JUMLAH RM 2,694,490,666.33 RM 2,453,400,649.87 -8.95
Sumber:Statistik Kutipan Zakat Harta dan Fitrah
Secara umum, Malaysia mengalami penurunan pada tahun 2016
yang disebabkan oleh 2 data wilayah penyaluran yang tidak tersedia, yaitu
Perak dan Perlis. Penyebab lainnya adalah beberapa wilayah mengalami
penurunan dalam penyaluran zakat, salah satunya adalah Wilayah
Persekutuan yang mengalami penurunan cukup besar yaitu 26,94%.
Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana
sebesar RM2.480.071.544,58 (Rp7.430.554.755.073,86) sedangkan
penyaluran dana zakat sebesar RM2.453.400.649,87
(Rp7.350.658.221.082,01). Pada 2016 diperoleh tingkat daya serap hampir
sebesar 98,93% persen. Pencapaian ini menunjukkan bahwa lembaga zakat
47
Malaysia pada tahun 2016 dinilai “sangat efektif” dalam penyerapan dana
zakat.
3. Analisa Pengelolaan zakat di Indonesia dengan Malaysia
Indonesia merupakan sebuah Negara dengan jumlah penduduk
260,580,739 jiwa. Dari keseluruhan populasi tersebut, 87.2%
penduduk (227.226.404 jiwa) beragama Islam. Berbeda dengan
Indonesia, Malaysia memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit,
yaitu hanya sebesar 31,381,992 jiwa. Dari jumlah tersebut, 61.3%
(19.237.161) diantaranya adalah Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah penduduk Muslim Malaysia hanya 8,5% dari penduduk
Muslim Indonesia. (CIA, 2018)
Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan di atas, seharusnya
penghimpunan zakat di Indonesia jauh lebih besar daripada Malaysia.
Namun kenyataannya, pada tahun 2016 Malaysia masih lebih banyak
menghimpun zakat daripada Indonesia, yaitu hampir sebesar Rp7,5
triliun. Sementara itu, Indonesia hanya mampu menghimpun zakat
sebesar Rp3,7 triliun pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan mengenai tata cara pengelolaan zakat antara Indonesia
dengan Malaysia yang mempengaruhi hasil penghimpunan zakat
masing-masing negara. Berikut analisa perbedaan mengenai
pengelolaan zakat Indonesia dan Malaysia :
48
a. Sistem Kelembagaan zakat
Di Indonesia, zakat dikelola oleh lembaga zakat yang dibentuk
pemerintah dan lembaga zakat yang dibentuk oleh
masyarakat/swasta. Lembaga zakat yang dibentuk pemerintah
adalah BAZNAS yang terdiri dari BAZNAS Pusat, BAZNAS
Provinsi, dan BAZNAS Kabupaten/Kota. Lembaga zakat yang
dibentuk oleh swasta adalah Lembaga Amil Zakat yang berada di
skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota. Meskipun
begitu, Indonesia masih memiliki satu sistem pengelolaan zakat
yang sama pada masing-masing lembaga. Semua lembaga zakat di
Indonesia tidak hanya berperan sebagai penghimpun dan penyalur
zakat, tetapi juga berperan dalam penghimpun dan penyalur dana
infaq, sedekah, dan dana social keagamaan lainnya. Semua
lembaga zakat resmi di Indonesia berada dalam pengawasan
BAZNAS pusat. Setiap tahunnya, BAZNAS membuat laporan
mengenai penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional dan
dapat diakses melalui website resmi BAZNAS.
Di Malaysia, zakat dikelola oleh masing-masing negeri (14
negeri) di bawah naungan Majelis Agama Islam Negeri. Masing-
masing negeri memiliki undang-undang yang berbeda mengenai
peraturan pembayaran zakat sehingga Malaysia memiliki 14 sistem
yang berbeda dalam pembayaran zakat. Secara umum, setiap
negeri memiliki lembaga pengumpul zakat yang berbeda dengan
49
lembaga penyalur zakat. Lembaga penyalur zakat di setiap negeri
di namakan Baitulmal.
b. Tingkat penyerapan dana
Tingkat penyerapan dana adalah salah satu cara untuk melihat
indicator pengelolaan zakat yang efektif. Tingkat penyerapan dana
adalah perhitungan persentasi penyaluran dari tolal penghimpunan
dana pada tahun tertentu.
Tabel 7
Tingkat Penyerapan Dana
Indonesia Malaysia
Penghimpunan Rp5.017.293.126.950 Rp7.430.554.755.073
Penyaluran Rp2.931.156.809.405 Rp7.350.658.221.082
Tingkat
penyerapan dana
58,42% 98,93%.
Kategori ALC Cukup efektif Sangat efektif
Sumber: Data diolah Penulis
Lembaga zakat di Indonesia berperan dalam penghimpun
dan penyalur zakat, infaq, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya. Oleh karena itu, dalam perbandingan tingkat penyerapan
dana ini Penulis membandingkan keseluruhan dana yang dikelola
oleh lembaga zakat Indonesia. Tingkat penyerapan dana zakat
infaq sedekah Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia tahun 2016
hanya mencapai 58,42%. Hal ini bebanding jauh dengan Malaysia
50
yang tingkat penyerapaan dananya hampir 98,93%. Hal ini
menunjukkan bahwa baik dari segi pengumpulan dana maupun
penyaluran dana, Indonesia masih belum melaksanakannya secara
efektif. Malaysia dinilai sangat efektif dalam penyaluran dana
zakatnya. Lembaga zakat di Indonesia harus amanah dan
besungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya. Dana ZIS
tersebut jika disalurkan secara efektif akan bisa meningkatkan
kesejahteraan mustahik dan meningkatkan kepercayaan muzakki.
Lembaga zakat wajib menyalurkan zakat sesuai sasaran, tepat
waktu dan tidak ditunda-tunda sampai tahun berikutnya. Indonesia
membutukan aturan mengenai penyerapan dana yang harus
dilaksanakan oleh OPZ agar penyerapan dana dapat berjalan
efektif. Penyerapan dana yang belum berjalan efektif bisa
menurunkan tingkat kepercayaan muzakki dalam membayar
zakatnya kepada lembaga tersebut.
c. Hukuman bagi muzakki yang lalai dalam membayar zakat
Malaysia menetapkan denda bagi Muzakki yang lalai dalam
menunaikan zakat melalui lembaga zakat resmi. Undang-undang
mengenakan penalti sebesar 1.000 ringgit dan/atau penjara selama
enam bulan jika terbukti adanya penyelewengan pembayaran zakat.
Berbeda dengan di Indonesia, Negara ini tidak memberikan
hukuman bagi Muzakki yang tidak membayar zakat melalui
51
lembaga resmi. Hal ini menyebabkan pengumpulan zakat oleh
OPZ resmi di Indonesia masih belum optimal.
d. Perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan
zakat sebagai kredit pajak
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 22 disebutkan bahwa zakat
yang dibayarkan oleh muzakki kepada BAZNAS atau LAZ resmi
dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Selanjutnya,
pada Pasal 23 dijelaskan bahwa BAZNAS atau LAZ wajib
memberikan Bukti Setoran Zakat (BSZ) kepada setiap muzakki
yang dapat digunakan sebagai bukti pembayaran zakat untuk
pengurang penghasilan kena pajak.
Terdapat perbedaan antara perlakuan zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak dengan zakat sebagai pengurang langsung
pajak penghasilan (kredit pajak). Penerapan perlakuan zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak mengakibatkan
pengeluaran pajak dan zakat yang dibayar oleh wajib pajak
(muzakki) akan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan zakat
sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak).
Perlakuan zakat saat ini yaitu sebagai pengurang Penghasilan Kena
Pajak (PKP) tidak menghilangkan kewajiban ganda atas zakat dan
52
pajak. (Apriliana, 2010) Jika Indonesia mempunyai aturan zakat
yang dibayarkan melalui lembaga zakat resmi diperlakukan sebagai
kredit pajak, maka itu bisa menjadi motivasi bagi muzakki di
Indonesia untuk membayar zakat di lembaga zakat resmi. Berikut
contoh perhitungan zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena
Pajak (PKP) dan zakat sebagai kredit pajak dengan contoh kasus :
Ahmad (status tidak menikah) bekerja sebagai pegawai tetap di
PT.ALKS pada tahun 2016 dengan gaji Rp10.000.000,00 per bulan
dan tidak memiliki penghasilan lain.
a. Zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tabel 8
Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Pengurang PKP
Penghasilan Bruto Setahun
(-)Biaya Jabatan (5%*Ph.Bruto)
(=)Penghasilan Neto Setahun
(-)PTKP (TK/0)
(=)Penghasilan Kena Pajak Setahun
(-)Zakat (2,5%*Penghasilan Bruto)
(=) PKP setelah zakat
PPh Pasal 21 tahun 2016
(5%*Rp50.000.000)
(15%*Rp25.000.000)
Total pajak yang harus dibayar
Rp120.000.000
Rp 6.000.000
Rp114.000.000
Rp 36.000.000
Rp 78.000.000
Rp 3.000.000
Rp 75.000.000
Rp 2.500.000
Rp 3.750.000
Rp 6.250.000
Sumber: Data diolah Penulis
53
Persentase pengeluaran untuk pajak dan zakat
Pajak
(5.2%)
Zakat
(2.5%)
Pajak dan
zakat (7.7%)
Penghasilan
(100%)
6.250.000 3.000.000 9.250.000 120.000.000
b. Zakat sebagai kredit pajak
Tabel 9
Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Kredit Pajak
Penghasilan Bruto Setahun
(-)Biaya Jabatan (5%*Ph.Bruto)
(=)Penghasilan Neto Setahun
(-)PTKP (TK/0)
(=)Penghasilan Kena Pajak Setahun
PPh Pasal 21 tahun 2016
(5%*Rp50.000.000)
(15%*Rp28.000.000)
TOTAL
(-)Zakat (2.5%*Penghasilan Bruto)
(=)Pajak setelah zakat
Rp120.000.000
Rp 6.000.000
Rp114.000.000
Rp 36.000.000
Rp 78.000.000
Rp 2.500.000
Rp 4.200.000
Rp 6.700.000
Rp 3.000.000
Rp 3.700.000
Sumber: Data diolah Penulis
54
Persentase pengeluaran untuk pajak dan zakat:
Pajak
(3.08%)
Zakat
(2.5%)
Pajak dan
zakat (5.58%)
Penghasilan
(100%)
3.700.000 3.000.000 6.700.000 120.000.000
Dari kedua perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa persentasi
pengeluran untuk pajak dan zakat jika zakat berlaku menjadi
kredit pajak lebih sedikit 2.12% dibandingkan dengan jika
zakat berlaku sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Jika
peraturan tentang zakat sebagai kredit pajak berlaku dalam
Undang-Undang Pengelolaan Zakat di Indonesia, hal ini bisa
meningkatkan motivasi muzakki untuk membayar zakat pada
lembaga zakat yang diresmikan oleh pemerintah.
55
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengelolaan zakat di Indonesia
dan Malaysia, dapat disimpulkan bahwa:
1. Indonesia memiliki 2 jenis pengelola zakat, yaitu pengelola zakat yang
didirikan oleh pemerintah (BAZNAS) dan pengelola zakat yang
didirikan oleh masyarakat (LAZ). BAZNAS memiliki kewenangan
untuk mengelola zakat pada tingkat nasional, memberikan
rekomendasi pembentukan BAZNAS daerah dan LAZ, serta menjadi
pengawas pelaksanaan BAZNAS daerah dan LAZ.
2. Malaysia memiliki sistem pengelolaan zakat dimana penghimpunan
zakat masing-masing negeri dikelola oleh swasta dan penyaluran zakat
dikelola oleh Baitulmaal yang sama-sama berada dibawah naungan
Majelis Agama Islam Negeri (MAIN).
3. Perbedaan pengelolaan zakat antara Indonesia dengan Malaysia, yaitu:
a. Sistem kelembagaan zakat
Indonesia memiliki sistem kelembagaan zakat dimana setiap
lembaga zakat berperan ganda sebagai penghimpun maupun
penyalur dana zakat, infaq, sedekah, dan dana sosial lainnya.
Malaysia memiliki sistem kelembagaan zakat dimana lembaga
penghimpun maupun lembaga penyalur hanya mengelola dana
zakat.
56
b. Tingkat penyerapan dana
Tingkat penyerapan dana zakat infaq sedekah oleh Organisasi
Pengelola Zakat di Indonesia tahun 2016 hanya mencapai 58,42%,
sedangkan tingkat penyerapan dana oleh lembaga zakat Malaysia
hampir mencapai 98,93%.
c. Hukuman bagi muzakki yang lalai dalam menunaikan zakat
Malaysia mengenakan penalti sebesar 1.000 ringgit dan/atau
penjara selama enam bulan jika terbukti adanya penyelewengan
pembayaran zakat, sedangkan Indonesia tidak memiliki peraturan
hukuman kepada muzakki yang tidak membayar zakat.
e. Perlakuan zakat dalam pajak
Indonesia memperlakukan zakat sebagai pengurang PKP
sedangkan Malaysia memperlakukan zakat sebagai kredit pajak.
B. Saran
Pihak regulator sebaiknya lebih memperhatikan pengelolaan zakat di
Indonesia mengingat potensi zakat di Indonesia yang sangat besar.
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai regulasi pengelolaan zakat di Indonesia yang dijadikan sebagai
acuan dalam pengelolaan zakat oleh Organisasi Pengelola Zakat di
Indonesia.
Daftar Pustaka
Ali, Z. M., Samiun, H. A., Ahmad, S., & Zain, M. M. 2016. The Role of
Goverment in Management of Zakat in Indonesia and Malaysia. Jurnal
Hadhari, 231.
Apriliana. 2010. Analisis Komparatif Antara Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang
Penghasilan Kena Pajak dengan Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang
Langsung Pajak Penghasilan. Skripsi, 78-79.
BAZNAS. 2016. Outlook Zakat Indonesia 2017. Diakses Februari 2018, dari
PUSKAS BAZNAS: www.puskasbaznas.com
BAZNAS, B. 2016. Zakat Core Principles. Diakses Juli 2018, dari BAZNAS:
http://www.puskasbaznas.com/publications/zcp
CIA. 2018. The World Factbook. Diakses 7 Juli, 2018, dari Central Intelligence
Agency: https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world-
factbook/geos/my.html
Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: UIN-Malang
Press.
Faqih, M. 2015. Implementasi Distribusi Pengelolaan Zakat Wilayah Persekutuan
Kuala Lumpur Malaysia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasan, M. 2011. Manajemen Zakat: Model Pengelolaan Zakat yang Efektif.
Yogyakarta: Idea Press.
JAWHAR. 2017. Statistik Kutipan Zakat Harta dan Fitrah. Diakses Juli 2018, dari
Portal Pengurusan Maklumat Zakat dan Baitulmal Malaysia:
http://intranet.jawhar.gov.my/spmj/public/zkt_statistik_map.php
Amiruddin K. 2015. Model-Model Pengelolaan zakat di Dunia Muslim. Ahkam,
153.
Nawawi, I. 2013. Manajemen Zakat dan Wakaf. Jakarta: VIV Press.
Nurhasanah. 2012. Zakat di Malaysia dalam Perspektif Ekonomi. Al-Iqtishad, 86.
Respati, Y. 2017. Malaysia Himpun Zakat Lebih Besar dari Indonesia. Indonesia:
mysharing.co.
Ridwan, M. 2014. Zakat VS Pajak. ZISWAF, 139.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Syafiq, A. 2015. Zakat Ibadah Sosial untuk Meningkatkan Ketaqwaan dan
Kesejahteraan Sosial. ZISWAF, Vol 2, No 2, 399.
Widodo. 2017. Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.