20
1 Analisis penerapan levers of control pada perusahaan asuransi sosial studi kasus PT Jasa Raharja (Persero) Hamdan Rahmatullah [email protected] Rudyan Kopot [email protected] Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstract This research analyse the implementation of management control systems using levers of control at PT Jasa Raharja (Persero) in relation with current organization life cycle. This research is descriptive-qualitative that uses primary and secondary data. The conclution of this research is that PT Jasa Raharja (Persero) already have adequate management control systems, such as internal control, diagnostic control systems, business conduct boundaries, belief systems, strategic conduct boundaries, and interactive control systems, with company position of the current business life cycle. Key words: Levers of control, business life cycle 1. Pendahuluan Dalam iklim lingkungan bisnis yang terus berkembang saat ini, perusahaan dituntut untuk bisa memberikan pelayanan terbaik bagi konsumennya. Namun demikian, perusahaan selalu memiliki keterbatasan atas sumberdaya yang dimilikinya. Tuntutan dunia bisnis yang begitu keras dapat menyebabkan timbulkan tekanan bagi para pengambil keputusan. Terkadang tekanan tersebut dapat menyebabkan kemampuan pengambilan keputusan menjadi tidak tepat sasaran. Padahal ada cara lain yang lebih tepat dalam menyikapi tuntutan dunia bisnis salah satunya adalah dengan memberdayakan seluruh potensi perusahaan, terutama dalam memperdayakan dan mendorong kreativitas karyawaannya. Namun pemberdayaan Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

1    

Analisis penerapan levers of control pada perusahaan asuransi sosial studi kasus PT Jasa Raharja (Persero)

Hamdan Rahmatullah

[email protected]

Rudyan Kopot

[email protected]

Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract

This research analyse the implementation of management control systems using levers of

control at PT Jasa Raharja (Persero) in relation with current organization life cycle. This

research is descriptive-qualitative that uses primary and secondary data. The conclution of

this research is that PT Jasa Raharja (Persero) already have adequate management control

systems, such as internal control, diagnostic control systems, business conduct boundaries,

belief systems, strategic conduct boundaries, and interactive control systems, with company

position of the current business life cycle.

Key words:

Levers of control, business life cycle

1. Pendahuluan

Dalam iklim lingkungan bisnis yang terus berkembang saat ini, perusahaan dituntut

untuk bisa memberikan pelayanan terbaik bagi konsumennya. Namun demikian, perusahaan

selalu memiliki keterbatasan atas sumberdaya yang dimilikinya. Tuntutan dunia bisnis yang

begitu keras dapat menyebabkan timbulkan tekanan bagi para pengambil keputusan.

Terkadang tekanan tersebut dapat menyebabkan kemampuan pengambilan keputusan menjadi

tidak tepat sasaran. Padahal ada cara lain yang lebih tepat dalam menyikapi tuntutan dunia

bisnis salah satunya adalah dengan memberdayakan seluruh potensi perusahaan, terutama

dalam memperdayakan dan mendorong kreativitas karyawaannya. Namun pemberdayaan

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 2: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

2    

tersebut harus didukung dengan suatu sistem pengendalian dari manajemen untuk

mengarahkan kreativitas tersebut pada tujuan organisasi.

Pada umumnya dalam operasi bisnis perusahaan terhadap pasar yang dinamis dan

kompetitif, manajer tidak dapat menggunakan semua waktu mereka untuk meyakinkan semua

karyawan untuk melakukan semua hal seperti yang diharapkan. Sebagai gantinya, manajer

harus mendorong karyawan untuk mulai melakukan improvisasi dan menggunakan kreativitas

karyawan untuk merespon kebutuhan konsumen dengan catatan tetap dalam area yang

ditentukan. Dengan kondisi bisnis yang semakin kompetitif serta permintaan pelayanan dan

informasi yang semakin tinggi dari konsumen, semua kebutuhan ini harus dapat dipercayakan

terhadap inisiatif karyawan untuk mencari kesempatan dan respon terhadap kebutuhan

konsumen tersebut. Tetapi tetap harus diwaspadai karena bagaimanapun pencarian peluang

atau inisiatif yang tanpa pengawasan dan pengendalian dapat menjerumuskan bisnis kedalam

resiko yang besar atau mengundang perilaku yang dapat merusak integritas perusahaan.

Pemberian kebebasan pada karyawan untuk berkreasi, dan berinovasi merupakan suatu

pemberdayaan karyawan oleh perusahaan yang dapat memberikan dampak positif maupun

negatif bagi perusahaan oleh karenanya diperlukan pengelolaan dan pengendalian yang tepat

oleh manajemen. Salah satu alat untuk melakukan pengendalian yang dikemukakan oleh

Simons (2000) adalah levers of control.

Penggunaan levers of control pada suatu perusahaan akan berbeda dengan penggunaan

levers of control pada perusahaan lain. Tidak semua perusahaan harus menjalankan semua

perangkat dari levers of control. Penggunaan levers of control dapat disesuaikan dengan

posisi perusahaan dalam business life cycle. Perusahaan yang sudah dalam posisi mature akan

memiliki lebih banyak perangkat levers of control yang digunakan dari pada perusahaan yang

masih dalam posisi start-up maupun rapid growth. Simons (2000) menjelaskan secara ringkas

bagaimana levers of control dapat diimplementasikan pada bisnis ditahap start-up, rapid

growth, dan mature.

Penelitian dalam skripsi ini akan mengulas mengenai penerapan levers of control pada

perusahaan yang sudah dalam tahap mature. Perusahaan yang akan diteliti adalah PT Jasa

Raharja (Persero), untuk selanjutnya dalam penelitian ini disebut Jasa Raharja, yang

merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi sosial yang dimiliki sepenuhnya oleh

pemerintah. Produk atau tugas yang dijalankan oleh Jasa Raharja adalah menjalankan

Undang-Undang Nomor 33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan

Penumpang kendaraan umum dan asuransi wajib tanggung jawab menurut hukum terhadap

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 3: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

3    

pihak ketiga sesuai Undang-Undang Nomor 34 tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu

Lintas Jalan. Penelitian ini berupa studi kasus yang ingin melihat seberapa efektifnya

perusahaan melakukan sistem pengendalian dengan berdasarkan teori levers of control. Hasil

dari penelitian ini akan menggambarkan sistem pengendalian manajemen apa saja yang

digunakan oleh perusahaan dalam melakukan kebijakan baik berdasarkan pedoman yang

sudah ada maupun dari kejadian diluar pedoman perusahaan sebelumnya.

2. Tinjauan Teoritis

Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan tidak selalu memberikan hasil yang sesuai

dengan keinginan manajer. Tidak jarang para pekerja tidak mengerti mengenai strategi yang

telah ditetapkan atau bahkan gagal dalam mengimplementasikan strategi yang telah

ditentukan. Hal-hal tersebut dapat berdampak menurunnya kinerja perusahaan. Untuk

meminimalkan hal tersebut, manajer harus memiliki sistem pengendalian sehingga

perusahaan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sistem Pengendalian

Manajemen tersebut akan membantu perusahaan untuk mencapai tujuan strategisnya. Sistem

Pengendalian Manajemen adalah sistem yang digunakan untuk mengumpulkan dan

menggunakan informasi untuk mengevaluasi kinerja sumber daya yang berbeda pada

organisasi seperti manusia, aset, keuangan dan juga organisasi secara keseluruhan dengan

mempertimbangkan strategi organisasi (Armesh, 2010). Tujuannya yaitu untuk memberikan

informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan evaluasi (Widener,

2007 ; Merchant & Otley, 2007).

Simons (2000) menciptakan model pengendalian yang disebut Levers of control.

Levers of control merupakan suatu pengorganisasian sebagai penghitungan performa dan alat

sistem pengendalian. Strategi pengendalian bisnis dapat dicapai dengan mengintegrasikan ke-

empat levers yaitu sistem beliefs systems, boundary systems, diagnostic control systems, dan

interactive control systems.

Beliefs systems merupakan sebuah sistem pengendalian dimana manajer

mengkomunikasikan, mendefinisikan, dan memperkuat nilai dasar, tujuan, serta arah

organisasi. Sistem ini biasanya dikomunikasikan menggunakan dokumen formal seperti

pernyataan visi dan misi (Simons, 2000). Boundary systems merupakan sebuah sistem

pengendalian yang bersifat formal yang digunakan manajer untuk menentukan aturan-aturan

yang membatasi perusahaan. Sistem ini dibuat oleh manajer dengan menggunakan kode etik,

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 4: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

4    

standar operasional perusahaan, serta budaya perusahaan (Simons, 2000). Diagnostic control

systems merupakan sistem pengendalian yang digunakan oleh manajer untuk memonitor hasil

kinerja perusahaan dan memperbaikinya dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan.

Sistem umpan balik ini seringkali digunakan oleh manajer dengan membandingkan dengan

sterategic plan maupun budget (Simons, 2000). Interactive control systems merupakan sistem

pengendalian formal yang digunakan oleh manajer untuk melibatkan dirinya dalam aktivitas

pengambilan keputusan subordinat. Sistem ini menyajikan informasi yang diperhatikan

khusus oleh atasan mereka dan dipergunakan untuk menciptakan hubungan dengan subordinat

(Simons, 2000).

Kemampuan perusahaan untuk menerapkan levers of control yang tepat sesuai dengan

tahapan siklus hidup perusahaan dapat menjadi kunci sukses mempertahankan kepercayaan

yang berkesinambungan. Perusahaan kecil dapat mengontrol strategi secara informal karena

komunikasi di perusahaan kecil lebih mudah dilakukan. Namun seiring berjalannya waktu,

perusahaan bertumbuh menjadi lebih besar dan komunikasi menjadi lebih sulit dilakukan

sehingga aliran informasi bisa terganggu dan berakibat pada kurang tanggapnya perusahaan

terhadap kesempatan dan ancaman yang ada. Untuk itu sistem informal perlu diformalkan.

Simons (2000) menjelaskan secara ringkas bagaimana levers of control dapat

diimplementasikan pada bisnis ditahap start-up, rapid growth, dan mature.

Gambar 2.1: Introduction of control systems over the Life Cycle of a Business

Sumber: Simons (2000)

Stage 1: Start-Up

Pada tahap ini, perusahaan mulai memperkenalkan produk mereka kepada para

customers. Karakteristik dari tahap ini adalah pertumbuhan penjualan yang lambat dan

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 5: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

5    

memiliki pengeluaran yang tinggi akibat dari memproduksi produk yang terbatas. Di tahap

ini, perusahaan akan banyak berinvestasi pada research and development untuk memproduksi

produk baru (Anthony, 2011). Di tahap ini, sistem pengendalian yang formal belum terlalu

dibutuhkan. Setiap sistem pengendalian memerlukan biaya yang cukup besar sehingga pada

tahap ini pemilihan sistem akan sangat berpengaruh pada perusahaan

Stage 2: Rapid Growth

Pada tahap ini, terjadi peningkatan penjualan yang sangat pesat. Peningkatan

penjualan ini akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Tujuan perusahaan bukan lagi

untuk mendapatkan pelanggan baru tetapi memastikan pelanggan mereka membeli kembali

produk perusahaan (Anthony, 2011). Ketika pertumbuhan perusahaan meningkat, kantor baru

akan dibuka dan lini produk baru akan diluncurkan. Untuk meningkatkan efisiensi perusahaan

akan menciptakan unit kerja fungsional. Unit tersebut diambil dari berbagai divisi dengan

spesialisasi masing-masing. Dengan spesialisasi yang semakin meningkat, efisiensi juga akan

meningkat sehingga meningkatkan gross margin, growth (sales), dan profitabilitas. Dengan

spesialisasi yang sedikit dan target kinerja fungsional yang ketat, karyawan menemukan

kesulitan untuk bereaksi pada kondisi pasar lokal secara kreatif sehingga dapat menyebabkan

perusahaan akan kehilangan kemampuan dalam beradaptasi dengan cepat terhadap ancaman

dan peluang pasar. Untuk mengembalikan kepekaan tersebut, manager harus

mendesentralisasi pembuatan keputusan dengan menciptakan struktur organisasi yang

memungkinkan adanya desentralisasi (Simons, 2000).

Stage 3: Maturity

Pada tahap ini pendapatan dan penjualan perusahaan akan sangat tinggi namun terjadi

perlambatan pada pertumbuhan penjualan dan pendapatan karena pasar mulai jenuh. Pangsa

pasar kompetitor stabil dan kebanyakan konsumen perusahaan adalah mayoritas penduduk.

Persaingan dengan kompetitor akan semakin ketat dan perusahaan akan mulai keluar dari

industri tersebut. Inovasi dan pencarian pasar baru menjadi sesuatu yang penting dalam tahap

ini (Anthony, 2011). Selain terjadi penurunan terhadap pertumbuhan pendapatan, Maturity

merupakan tahap dimana perusahaan berada pada posisi puncak mereka. Perusahaan menjadi

semakin besar dan kompleks. Untuk memperluas jangkauan pengendalian, manajer

mengelompokan unit bisnisnya berdasarkan produk, wilayah, atau pelanggan. Untuk

membentuk karyawan memiliki perilaku yang inovatif dan terus mencari peluang, senior

manager harus melaksanakan interactive control system. Hal ini dilakukan agar karyawan

memiliki perilaku yang terus mencari peluang dan berinovasi (Simons, 2000).

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 6: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

6    

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dimana data yang

digunakan merupakan data kualitatif berupa wawancara, dokumen perusahaan dan dokumen

resmi lainnya dengan tujuan untuk menggambarkan  realita empiris dibalik data-data tersebut

secara lebih mendalam dan terperinci. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencocokan antara

realita yang terjadi di lapangan dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode

deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan narasumber dari Jasa Raharja.

Wawancara dilakukan dengan mempertimbangkan keahlian narasumber agar informasi yang

didapat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat digunakan untuk

mendukung proses penelitian ini.

Selain menggunakan teknik wawancara, penelitian ini juga menggunakan data

sekunder sebagai sumber informasi lanjutan. Data sekunder ini diperoleh dari dokumentasi

yang dimiliki oleh Jasa Raharja seperti laporan tahunan perusahaan. Selain itu, data sekunder

juga didapat dari studi pustaka atas buku dan jurnal internasional serta peraturan yang berlaku

di Indonesia yang berkaitan dengan penelitian. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian

ini disesuaikan dengan jenis data yang diperoleh serta tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Data yang sudah diperoleh, baik data primer maupun data sekunder, diolah secara manual dan

dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Metode ini merupakan suatu teknik

yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan

memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat

itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan

sebenarnya.

4. Hasil Penelitian

Penerapan Sistem Pengendalian Manajemen pada Siklus Hidup Perusahaan

Jasa Raharja merupakan perusahaan asuransi yang telah berdiri sejak tahun 1981.

Semenjak tahun tersebut, Jasa Raharja telah menjalankan UU no. 33 dan 34 dengan baik.

Pemberian hak monopoli dapat mempermudah Jasa Raharja untuk mengembangkan bisnisnya

sampai saat ini. Predikat market leader sebagai asuransi kecelakaan lalu lintas pun didapat

oleh Jasa Raharja karena hanya perusahaan ini yang bergerak pada sektor tersebut. Jasa

Raharja tidak memiliki kompetitor yang menjual produk yang sama sehingga konsumen yang

dimiliki Jasa Raharja cenderung stabil. Pangsa pasar Jasa Raharja pun sudah ditetapkan yaitu

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 7: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

7    

seluruh masyarakat Indonesia. Namun, bentuk negara yang berbentuk kepulauan menjadi

kendala tersendiri bagi perusahaan. Untuk dapat melayani seluruh masyarakat Indonesia Jasa

Raharja mengelompokan unit bisnisnya berdasarkan wilayah berupa pembuatan cabang-

cabang perusahaan hingga pelosok negeri sehingga mempermudah perusahaan dalam

memberikan pelayanan pada masyarakat. Selain pangsa pasar yang stabil, pertumbuhan

penjualan dan laba bersih perusahaan juga cenderung stabil dan pada tahun 2013 Jasa raharja

mencatatkan laba bersih tertingginya sebesar Rp 1.916.975.000.000.

Konsumen perusahaan merupakan seluruh penduduk Indonesia, dengan demikian

pangsa pasar yang dimiliki oleh Jasa Raharja tidak akan melebihi dari seluruh masyarakat

yang tinggal di Indonesia. Untuk memperlebar pangsa pasar, Jasa Raharja harus melakukan

inovasi baru atau bisa juga dengan adanya regulasi baru dari pemerintah. Dari uraian tersebut

menandakan bahwa Jasa Raharja saat ini sudah mencapai titik mature. Menurut Simons

(2000), posisi ini ditandai dengan perusahaan tumbuh menjadi semakin besar dan kompleks.

Untuk memperluas span of control, span of accountability, dan span of attention, Jasa Raharja

mengelompokan unit bisnisnya berdasarkan wilayah. Pada kondisi ini Jasa Raharja

diharuskan untuk memiliki semua semua sistem pengendalian mulai dari Internal control,

diagnostic control systems, business conduct boundary, belief system, strategic boundaries,

dan interactive control system.

Internal Control

Simons (2000) membagi internal controls menjadi tiga kategori pengamanan yaitu

structural safeguards, systems safeguards, dan staff safeguards. Structural safeguards

dirancang untuk meyakinkan secara jelas definisi dari kewenangan seorang individu dalam

memegang asset dan mencatat transaksi akuntansi. Dalam melakukan pengelolaan aset

berharga perusahaan, Jasa Raharja memberikan perhatian khusus. Aset perusahaan yang

memiliki nilai paling tinggi adalah investasi pada sekuritas utang dan ekuitas. Sekuritas utang

dan ekuitas ini dikelola oleh divisi investasi. Dalam melakukan analisa untuk investasi

dibantu oleh komite investasi. Komite investasi adalah para ahli dibidang manajemen

investasi yang direkrut oleh perusahaan. Sedangkan untuk aset berharga lainnya seperti aset

tetap dikelola oleh divisi umum.

Dalam penerapan pemisahan tugas atau segregation of duties, Jasa Raharja membagi

penjagaan aset menjadi dua tugas utama yaitu pengelolaan dan pencatatan aset. Pengelolaan

aset dipegang oleh divisi umum, yang tugasnya adalah melakukan pemeliharaan dan

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 8: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

8    

penjagaan aset secara fisik. Sedangkan perhitungan aset dilakukan oleh divisi akuntasi yang

bertugas untuk mencatat dan menghitung jumlah aset perusahaan. Sedangkan dalam tingkat

otorisasi, yang boleh melakukan pengelolaan dan pengendalian aset adalah divisi terkait yaitu

divisi umum dan akuntansi. Untuk menangani masalah khusus, Jasa Raharja memiliki divisi

yang dikhususkan untuk menangani masalah internal yang disebut divisi Satuan Pengawas

Internal (SPI). Tugas utamanya adalah melakukan pengendalian internal Jasa Raharja baik

yang berada dipusat maupun cabang. Selain memiliki SPI, Jasa Raharja juga menggunakan

jasa auditor eksternal untuk memberikan opini atas laporan keuangan Jasa Raharja. Kantor

akuntan publik yang ditunjuk untuk memberikan opini atas laporan keuangan Jasa Raharja

periode 2012 adalah Dani Sudarsono dan Rekan (DsR). Selain oleh kantor akuntan publik,

laporan keuangan Jasa Raharja juga diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena

Jasa Raharja dimiliki oleh pemerintah.

Systems safeguards dirancang untuk meyakinkan akan adanya prosedur yang

mencukupi untuk memproses transaksi dan menghasilkan laporan manajemen yang tepat

waktu. Prosedur harus meyakinkan bahwa seluruh transaksi dicatat secara akurat dan tepat

waktu dalam pencatatan akuntansi. Setiap terjadinya kecelakaan lalu lintas, insan Jasa Raharja

yang berada paling dekat dengan tempat kejadian perkara akan langsung mendatangi tempat

tersebut. Pada saat itu petugas akan membantu memberikan bantuan dan melakukan

identifikasi mengenai penyebab kecelakaan tersebut. Ketika kecelakaan tersebut diketahui

merupakan murni kecelakaan lalu lintas, petugas akan membantu korban tersebut untuk

mengajukan claim atas kecelakaan yang terjadi. Pada saat itulah pencatatan atas claim

dilakukan. Setelah dicatat, laporan tersebut akan diserahkan kepada kantor cabang untuk

ditindak lanjut. Dengan adanya prosedur tersebut diharapkan akan membuat transaksi dicatat

secara akurat dan tepat waktu.

Transaksi-transaksi tersebut nantinya akan dikumpulkan menjadi satu oleh akuntan

perusahaan dan akan ditampilkan pada laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan

tersebut nantinya akan diperiksa oleh SPI. SPI dapat menggunakan software yang digunakan

khusus untuk divisinya yaitu Audit Command Language. Software tersebut digunakan oleh

divisi SPI untuk mengolah data dan dapat diakses oleh seluruh anggota SPI dimana pun ia

berada. Namun, Data yang dimiliki oleh SPI tidak dapat diakses oleh karyawan Jasa Raharja

yang lain sehingga integritas dan keamanan data dapat terjamin. Setelah data diperiksa oleh

SPI, Manajer akan menerima laporan tersebut segera setelah laporan dari SPI tersebut telah

selesai. Tugas dari manajer adalah bertanggung jawab atas kebenaran laporan tersebut dengan

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 9: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

9    

membubuhkan tanda tangan pada laporan tersebut. Sistem yang digunakan oleh Jasa Raharja

didesain agar tidak semua orang dapat mengakses data tersebut sehingga data yang diolah

oleh perusahaan terjamin kerahasiaanya. Sistem yang dikembangkan juga sudah terkait satu

sama lain sehingga dapat mempermudah pegawai dalam melakukan pelaporan dan mengakses

data yang dibutuhkan.

Staff safeguards merupakan salah satu bentuk dari internal control yang dirancang

untuk meyakinkan bahwa staf akuntansi dan staf pemroses transaksi memiliki level yang

memadai baik dari keahlian, pelatihan, dan sumber daya. Pada Jasa Raharja staf yang bekerja

sebagai akuntan perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai akuntansi dan

sistem pengendalian. Untuk menjadi seorang kepala divisi juga diperlukan pengalaman yang

mumpuni dalam hal tersebut. Selain kemampuan yang dibutuhkan oleh akuntan perusahaan,

kejujuran juga sangat dibutuhkan bagi seorang akuntan. Salah satu bentuk pengendalian

mengenai kejujuran karyawan, perusahaan menggunakan rotasi pegawai sehingga para

pegawai tidak dapat menyembunyikan ataupun memonopoli suatu pekerjaan tertentu. Dengan

adanya rotasi tersebut dapat juga membuat pegawai tidak jenuh pada pekerjaannya.

Masalah terakhir yang biasanya dihadapi oleh perusahaan terkait staf perusahaan

adalah ketersediaan sumberdaya manusia. Jasa Raharja merupakan perusahaan yang memiliki

kantor yang banyak dan tersebar hingga ke pelosok negeri. Setiap tahunnya Jasa Raharja

selalu menambah kantor cabang ataupun kantor pelayanan dan kantor sistem administrasi

menunggal satu atap (Kantor Samsat). Pesatnya pertumbuhan kantor Jasa Raharja tidak

diimbangi dengan jumlah karyawan Jasa Raharja. Jumlah tenaga kerja, terutama pada pelosok

negeri, masih sangat minim yaitu satu kantor samsat hanya dijaga oleh satu orang.

Profit Plan dan Diagnostic Control Systems

Pada Profit plan dan Diagnostic control system, dibagi menjadi Rencana Jangka

Panjang Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), Key Performance

Indicators (KPI), dan sistem insentif. RJPP merupakan suatu rencana strategi perusahaan

yang berisikan strategi-strategi perusahaan untuk 5 (lima) tahun mendatang. RJPP ini akan

menjadi panduan bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. RJPP juga

digunakan sebagai acuan pembuatan strategi tahunan perusahaan. Dengan adanya RJPP akan

membuat perusahaan lebih terarah dalam mencapai tujuannya. Dalam penyusunannya, RJPP

dibuat oleh seluruh divisi perusahaan yang nantinya akan dihimpun oleh divisi penelitian dan

pengembangan untuk dibuat menjadi satu rencana jangka panjang perusahaan. Setelah

disusun menjadi satu, rancangan RJPP tersebut diserahkan kepada direksi perusahaan untuk

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 10: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

10    

dikaji terlebih dahulu. Rancangan RJPP baru bisa disahkan menjadi RJPP setelah mendapat

rekomendasi dari dewan komisaris dan persetujuan dari pemegang saham perusahaan melalui

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RJPP ini harus diserahkan kepada pemegang saham

enam bulan sebelum masa RJPP sebelumnya berakhir. RJPP disahkan dalam RUPS paling

lambat enam bulan setelah RJPP periode sebelumnya berakhir.

RKAP disusun berdasarkan RJPP yang dibuat sebelumnya. Semua hal yang akan

dimasukan dalam RKAP harus sesuai dengan RJPP pada periode tersebut. Dalam

penyusunannya, RKAP disusun oleh semua divisi dalam perusahaan yang telah dikordionasi

oleh divisi keuangan. Tahapan pembuatan RKAP dimulai ketika divisi keuangan perusahaan

meminta kepada setiap divisi untuk membuat rencana kerja masing-masing untuk tahun

depan. Setelah program setiap divisi selesai, divisi keuangan akan mengumpulkan semua

program dari setiap divisi dan menyatukan seluruh program tersebut hingga menjadi satu

RKAP. Rencana kerja tersebut oleh direksi akan dianalisa sehingga tidak semua program bisa

terlaksana pada tahun depan. RKAP sebelum diserahkan oleh pemegang saham akan

dilakukan evaluasi terlebih dahulu oleh dewan komisaris. Paling lambat dua bulan sebelum

periode berakhir, RKAP tersebut diserahkan kepada Menteri BUMN untuk dikaji lebih lanjut.

RKAP baru dapat disetujui dan dijadikan sebagai pedoman kerja pada saat RUPS menyetujui

RKAP tersebut.

KPI merupakan salah satu alat yang digunakan perusahaan bukan hanya untuk

menetapkan tujuan diawal tetapi juga digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja

perusahaan. KPI yang digunakan oleh Jasa Raharja berdasarkan Kriteria Penilaian Kinerja

Unggul (KPKU). KPKU merupakan tolak ukur keberhasilan direksi dan dewan komisaris

dalam mengelola dan mengawasi perusahaan. Keberhasilan perusahaan ditopang oleh kinerja

seluruh divisi sehingga setiap tingkat manajemen Jasa Raharja juga membuat KPI. Dalam

melakukan evaluasi, Assessor akan menilai KPKU dengan menggunakan pertanyaan-

pertanyaan tentang berbagai aspek mendasar mengenai pengelolaan perusahaan dalam

konteks pencapaian kinerja yang unggul. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikelompokkan ke

dalam tujuh kategori yaitu kepemimpinan; perencanaan strategis; fokus pada pelanggan;

pengukuran, analisis, dan manajemen pengetahuan; fokus pada tenaga kerja; fokus pada

operasi; dan hasil. KPKU mulai diterapkan oleh Jasa Raharja pada tahun 2013. Pada 2013

hasil KPKU Jasa Raharja dinilai masih cukup rendah. Nilai yang diperoleh hanya 359,75 dari

total nilai 1.000 sehingga Jasa Raharja dikategorikan pada posisi early result. Hal tersebut

dianggap wajar karena pada tahun itu perusahaan baru menggunakan KPKU sehingga masih

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 11: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

11    

banyak yang perlu dipelajari. Berdasarkan nilai tersebut, Kementerian BUMN

merekomendasikan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemahaman manajer mengenai

KPKU, membentuk tim internal untuk mengimplementasikan KPKU, dan menata dan

membangun sistem manajemen yang mengacu pada KPKU. Dengan adanya rekomendasi

tersebut, diharapkan Jasa Raharja dapat memiliki nilai KPKU yang lebih baik.

Sistem insentif lainnya yang diterapkan perusahaan berdasarkan performa individu

adalah kenaikan gaji dengan menggunakan merit system. Tujuan penerapan sistem ini adalah

untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil, kompetitif, seimbang dengan lingkungan,

guna meningkatkan produktivitas karyawan serta akan merefleksi pada peningkatan kinerja

perusahaan (Veithzal, Rivai, 2011). Merit system yang diterapkan oleh Jasa Raharja

menggunakan performance appraisal sebagai acuan penilaian. Performance appraisal

merupakan pemberian poin atas pekerjaan yang telah dikerjakan oleh karyawan. Hal-hal yang

dinilai dalam performance appraisal adalah hasil kerja, keterampilan, kepemimpinan,

disiplin, kerjasama, inisiatif, pengetahuan jabatan, dan tanggung jawab. Setiap hal tersebut

memiliki poin masing masing. Setiap Poin-poin tersebut akan diakumulasi setiap tahunnya

dan akan dievaluasi selama enam bulan sekali. Poin minimal yang harus dicapai oleh

karyawan adalah 400. Poin-poin tersebut terdiri dari hasil kerja, keterampilan, kepimimpinan,

disiplin, kerjasama, inisiatif, pengetahuan jabatan, pengambilan keputusan, dan tanggung

jawab. Jika karyawan dapat mencapai nilai melebihi 400, karyawan tersebut akan

mendapatkan insentif berupa kenaikan gaji selama satu tahun kedepan. Sedangkan jika tidak

mencapai angka yang telah ditetapkan, karyawan tersebut harus menerima sanksi berupa

pemotongan gaji selama satu tahun. Sehingga merit system dapat digunakan untuk

memotivasi karyawan dengan dua cara yaitu pemberian bonus jika performanya baik dan

pemberian sanksi jika performanya buruk.

Business Conduct Boundaries

Pedoman Perilaku (Code of Conduct) merupakan salah satu struktur/perangkat

Perusahaan dalam upaya untuk mewujudkan good governance yang berfungsi sebagai

pedoman bagi seluruh pekerja Jasa Raharja dalam melakukan interaksi dengan para

stakeholders. Pedoman perilaku ini berisi nilai-nilai luhur, komitmen perilaku, dan

pelaksanaan pedoman perilaku. Didalam pedoman perilaku ini terdapat nilai-nilai luhur yang

harus dipegang oleh insan Jasa Raharja. Menurut Jasa Raharja nilai-nilai luhur adalah nilai-

nilai yang berkembang dalam Perseroan, diyakini mempunyai pengaruh langsung terhadap

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 12: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

12    

penciptaan suasana yang kondusif, meminimalkan perbedaan persepsi yang muncul dalam

berinteraksi, serta menciptakan motivasi dan tanggungjawab. Nilai-nilai luhur tersebut terdiri

dari takwa / akhlak mulia, kejujuran, disiplin, keteladanan, profesional, mengutamakan

kepuasan pelanggan dan kerjasama. Selanjutnya, pada pedoman perilaku Jasa Raharja

terdapat komitmen perilaku yang mengatur seluruh pekerja Jasa Raharja dalam bersikap,

seperti sikap kepada peraturan, hubungan dengan mitra kerja, sikap kepada perseroan, sikap

kepada sesama dan sikap kepada Pelanggan. Beliefs Systems

Belief systems yang dimiliki Jasa Raharja adalah pernyataan visi, misi, dan core value.

Visi dari PT Jasa Raharja adalah “Menjadi perusahaan terkemuka di bidang Asuransi dengan

mengutamakan penyelenggaraan program Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib sejalan dengan

kebutuhan masyarakat”. Visi ini ditunjukan kepada perusahaan itu sendiri, produk, dan

pelanggan. Visi yang hanya terdiri dari satu kalimat ini memiliki cakupan yang cukup luas

dan sarat akan makna bagi perusahaan. Efektivitas sebuah visi dapat dilihat dari enam hal

yaitu menarik, dukungan semua pemangku kepentingan, sesuai dengan misi dan values,

veriviable, feasible, dan inspirational (Niven, 2003). Berdasarkan kriteria yang tersebut, dapat

disimpulkan bahwa visi Jasa Raharja sudah efektif. Pernyataan visi Jasa Raharja sudah

memenuhi keenam kategori pernyataan visi yang efektif. Pernyataan visi tersebut juga sudah

menjawab pertanyaan “what do we want to be?”. Namun demikian, pernyataan visi tersebut

belumlah sempurna karena masih ada kata yang bersifat ambigu sehingga sulit untuk

diterjamahkan. Pernyataan ambigu tersebut dapat membuat tujuan perusahaan menjadi tidak

jelas dan dapat berakibat munculnya risiko baru seperti tidak berjalanya strategi perusahaan

sesuai dengan visi yang dinyatakan. Oleh karena itu, pernyataan visi perusahaan sebaiknya

disempurnakan menjadi “Menjadi perusahaan dengan pelayanan terbaik di bidang Asuransi

dengan mengutamakan penyelenggaraan program Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib sejalan

dengan kebutuhan masyarakat”.

Untuk mencapai visi perusahaan, Jasa Raharja memiliki empat poin yang terdapat

dalam misinya yang disebut dengan Catur Bakti Ekakarsa Jasa Raharja, yang berbunyi:

1. Bakti kepada Masyarakat, dengan mengutamakan perlindungan dasar dan pelayanan

prima sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

2. Bakti kepada Negara, dengan mewujudkan kinerja terbaik sebagai penyelenggara

Program Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib, serta Badan Usaha Milik Negara.

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 13: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

13    

3. Bakti kepada Perusahaan, dengan mewujudkan keseimbangan kepentingan agar

produktivitas dapat tercapai secara optimal demi kesinambungan Perusahaan.

4. Bakti kepada Lingkungan, dengan memberdayakan potensi sumber daya bagi

keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

David (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari sebuah misi,

yaitu luas dalam cakupan, panjang kalimatnya tidak lebih dari 250 kata, menginspirasi,

mengidentifikasi kegunaan produk perusahaan, menunjukan bahwa perusahaan bertanggung

jawab secara sosial, menunjukan bahwa perusahaan bertanggung jawab secara lingkungan,

memasukan sembilan komponen pernyataan misi, dan tak lekang oleh waktu. Komponen-

komponen perrnyataan misi yang dimaksudkan adalah konsumen, produk atau jasa, pasar,

teknologi, fokus pada kelangsungan hidup, filosofi, konsep diri, fokus pada citra publik, dan

fokus pada karyawan.

Jika dibandingkan dengan teori yang disebutkan diatas, pernyataan misi yang

dikeluarkan oleh Jasa Raharja sudah cukup sesuai. Pernyataan misi yang dibuat memiliki

cakupan yang luas yang mencakup perusahaan, negara, masyarakat, serta lingkungan.

Walaupun cakupannya luas, misi tersebut tidak dibuat panjang. Jumlah kata yang terdapat

dalam pernyataan misi tidak lebih dari 250 kata. Selain itu tujuan perusahaan yang mulia

yaitu menciptakan barang publik yang digunakan untuk melindungi masyarakat dapat menjadi

sumber inspirasi bagi karyawan dan stakeholder perusahaan lainnya.

Secara keseluruhan, pernyataan misi Jasa Raharja sudah menjawab “ why it exist” dan

“what business am i in”. Pernyataan misi tersebut sudah menggambarkan bentuk perusahaan

dan bisnis yang digeluti oleh perusahaan tersebut. Sehingga pernyataan misi tersebut bisa

menjadi identitas diri perusahaan yang membedakannya dengan perusahaan yang lain.

Pernyataan misi Jasa Raharja sudah dibuat dengan cukup baik namun tidak adanya evaluasi

pada pernyataan misi semenjak tahun 1999 membuat pernyataan misi ini dipertanyakan

mengenai pencapaian dan kesesuaian dengan lingkungan bisnis. Pada lingkungan bisnis yang

terus berkembang membuat perusahaan semakin membutuhkan teknologi untuk membantu

perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi konsumen. Jasa Raharja pun menyadari

akan pentingnya penerapan teknologi tersebut seperti akan diberlakukannya sistem ERP.

Untuk itu Jasa Raharja perlu melakukan perbaikan mengenai misinya dengan menambahkan

komponen teknologi didalamnya. Untuk itu diperlukan perbaikan mengenai pernyataan misi

tersebut. Pernyataan misi yang direkomendasikan adalah:

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 14: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

14    

Bakti kepada Masyarakat, dengan mengutamakan perlindungan terhadap pengguna lalu lintas

dan pelayanan prima sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

Bakti kepada Negara, dengan mewujudkan kinerja terbaik sebagai penyelenggara Program

Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib, serta Badan Usaha Milik Negara.

Bakti kepada Perusahaan, dengan mewujudkan keseimbangan kepentingan antara karyawan

dan pemegang saham serta penggunaan teknologi yang mutakhir agar produktivitas dapat

tercapai secara optimal demi kesinambungan Perusahaan.

Bakti kepada Lingkungan, dengan memberdayakan potensi sumber daya bagi keseimbangan

dan kelestarian lingkungan.

PRIME Service merupakan slogan yang selalu dikedepankan oleh perusahaan. PRIME

Service ini menjadi core values perusahaan yang selalu dikedepankan oleh perusahaan

sehingga PRIME ini dapat selalu dilaksanakan dengan baik oleh semua pekerja Jasa Raharja.

PRIME yang dimaksudkan ini terdiri dari lima huruf yang setiap hurufnya memiliki makna

yang berbeda. Proaktif Ramah Ikhlas Mudah dan Empati merupakan kepanjangan dari

PRIME. Setiap kata tersebut memiliki arti, yaitu

Proaktif: Menurut Jasa Raharja tidak ada bisnis yang tidak menghadapi kompetisi dan selalu

ada persaingan sehingga proaktif terhadap konsumen harus dilakukan agar dapat memengkan

hati konsumen dan dapat menjadikan nilai tambah untuk perusahaan.

Ramah: Insan Jasa Raharja selalu bersikap ramah dengan memahami karakteristik pelanggan

untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan yang membutuhkan dan senang dilayani.

Ikhlas: Insan Jasa Raharja selalu ikhlas membangun motivasi dan rasa percaya diri yang

tinggi untuk menghasilkan yang terbaik bagi masyarakat dan bagi perusahaan.

Mudah: Perusahaan memberikan kemudahan dengan membuka kantor pelayanan didaerah

rawan kecelakaan, menempatkan mobil pelayanan keliling dirumah sakit yang mengalami

korban kecelakaan lalulintas

Empati: Petugas Jasa Raharja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya

korban atau ahli waris korban kecelakaan alat angkutan umum dan lalu lintas jalan selalu

memproyeksikan dirinya sebagai korban sehingga dapat merasakan perasaan yang sama.

Belief systems tersebut, selanjutnya harus disosialisasikan kepada seluruh stakeholders

perusahaan terutama karyawan perusahaan. Sosialisasi perlu dilakukan agar semua

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 15: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

15    

stakeholders perusahaan dapat mengetahui dan memahami apa dan kemana tujuan perusahaan

tersebut. Mensosialisaikan belief systems dapat menggunakan dua cara yaitu secara lisan dan

tulisan. Pada Jasa Raharja, komunikasi belief systems lebih banyak menggunakan media-

media komunikasi perusahaan seperti website Jasa Raharja, laporan tahunan perusahaan, code

of conduct, dan media lainnya seperti booklet, pin, dan hiasan yang terdapat pada dinding dan

elevator. Jasa Raharja sengaja mensosialisasikan belief systems ditempat-tempat yang sering

dilewati maupun dikunjungi oleh stakeholders perusahaan terutama karyawan agar mereka

menjadi semakin hafal dan memahami maksud dari belief systems tersebut.

Sosialisasi dengan menggunakan media perusahaan sangat baik diterapkan oleh Jasa

Raharja namun tidak demikian dengan sosialisasi secara lisan. Pihak manager perusahaan

hampir tidak pernah melakukan sosialisasi mengenai belief systems perusahaan walaupun

sering mendapatkan kesempatan mensosialisasikannya seperti pada saat rapat ataupun

kunjungan ke daerah. Hal tersebut dapat menyebabkan turunnya motivasi pegawai untuk

menghafal dan memahami maksud dari belief systems perusahaan. Hal tersebut akan membuat

usaha sosialisasi menggunakan media-media perusahaan menjadi sia-sia sehingga belief

systems yang terdapat pada Jasa Raharja hanya sebatas keberadaannya saja tidak sampai

memberikan arah kepada seluruh stakeholders mengenai jati diri dan tujuan perusahaan. Hal

tersebut sangat disayangkan mengingat pernyataan visi, misi, dan core values perusahaan

yang dibuat dengan cukup baik.

Salah satu cara yang paling efektif untuk Jasa Raharja dalam mensosialisasikan belief

systems perusahaan adalah dengan menggerakan manajer perusahaan untuk turun langsung

dalam melakukan sosialisasi dalam bentuk verbal. Sosialisasi dapat disisipkan pada saat rapat

atau acara-acara perusahaan. dengan begitu karyawan Jasa Raharja dapat memiliki motivasi

lebih dalam menghafal dan memahami belief systems Jasa Raharja.

Strategic Boundaries

Terdapat dua strategic boundaries pada Jasa Raharja yaitu lingkup perusahaan dan

batasan investasi perusahaan Batasan utama yang dilakukan pemerintah terhadap strategi

Jasa Raharja adalah pemerintah hanya memberikan hak untuk memonopoli Undang-undang

no. 33 dan 34 tahun 1964. Pemerintah memberikan hak monopoli tersebut agar masyarakat

dapat mendapatkan perlindungan terhadap kecelakaan lalu lintas sehingga masyarakat dapat

lebih merasa aman untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Batasan dari hak pemerintah

tersebut adalah Jasa Raharja hanya diperbolehkan menjalankan asuransi yang sudah

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 16: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

16    

ditentukan Pemerintah saja. Jasa Raharja tidak diperkenankan untuk menjalankan produk

asuransi lain. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar Jasa Raharja bisa lebih fokus untuk

menjalankan Undang-Undang tersebut sehingga Jasa Raharja dapat memberikan perlindungan

serta pelayanan yang lebih baik. Dengan hanya dibatasi pada pelaksanaan Undang-Undang

no.33 dan 34 maka Jasa Raharja tidak dapat memonopoli produk asuransi lainnya.

Dalam menjaga kesehatan keuangan perusahaan asuransi, pemerintah memberikan

perlindungan berupa aturan dari Menteri Keuangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

Republik Indonesia nomor 53 tahun 2012 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi

dan perusahaan reasuransi. Pada peraturan tersebut pemerintah menetapkan seberapa besar

perusahaan asuransi dan reasuransi boleh melakukan investasi, bentuk investasi, serta tingkat

solvabilitas minimal perusahaan sehingga perusahaan dapat terlindungi dari kerugian

investasi dan konsumen asuransi juga terlindungi dari kemungkinan perusahaan asuransi

gagal membayar claim.

Pemerintah, melalui Menteri Keuangan, memberikan batasan jumlah dan bentuk

investasi dari perusahaan asuransi. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi pada

satu jenis investasi, seperti saham atau obligasi, tidak boleh lebih besar dari total investasi

perusahaan. Dengan begitu perusahaan harus menyebarkan bentuk investasi mereka pada

beberapa jenis. Maksud dari peraturan tersebut adalah agar menyeimbangkan kepentingan

antara perusahaan dengan nasabah asuransi. Dari sudut perusahaan, mereka ingin

memaksimalkan hasil investasi mereka sehingga dapat memiih bentuk investasi yang

memiliki return tertinggi namun biasanya memiliki risiko yang tinggi pula. Dari sudut

nasabah, mereka ingin pada saat melakukan claim, perusahaan dapat langsung membayarkan

hak nasabah tersebut sehingga investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi harus yang

bersifat liquid dan memiliki risiko investasi yang rendah. Setiap bentuk investasi juga

memiliki faktor risikonya masing-masing sehingga perusahaan asuransi pun harus bisa

mengelola faktor risiko tersebut.

Selain penenpatan investasi, hal lain yang dibatasi oleh Menteri Keuangan adalah

tingkat solvabilitas perusahaan. Tingkat solvabilitas merupakan Ukuran yang digunakan

untuk menilai kemampuan perusahaan Asuransi dalam memenuhi kewajibannya kepada

Pemegang Polis atau Tertanggung. Tingkat solvabilitas didapat melaui selisih antara aset yang

diperkenankan dengan liabilitas perusahaan. Tingkat solvabilitas didapat dari tingkat

solvabilitas dibagi dengan batas tingkat solvabilitas minimum. Target Tingkat Solvabilitas

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 17: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

17    

paling rendah 120% dari modal minimum berbasis risiko. Tingkat solvabilitas merupakan

salah satu indikator keberhasilan bagi perusahaan asuransi. Maka dari itu, Jasa Raharja sangat

menjaga tingkat solvabilitas tersebut agar tingkat solvabilitas mereka dapat terus meningkat

karena semakin besar tingkat solvabilitasnya menandakan bahwa semakin baiknya

perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajiban claim mereka. Pada tahun 2012 Rasio

pencapaian solvabilitas Jasa Raharja adalah sebesar 323,66%. Rasio tersebut jauh lebih besar

daripada batasan yang ditentukan oleh pemerintah yaitu 120%.

Interactive Control Systems

Pendirian perusahaan ini merupakan salah satu rencana pemerintah dalam melakukan

pengadaaan barang publik dan dapat memberikan sumbangan penerimaan bagi negara. Oleh

karena itu, perusahaan sangat tergantung kepada peraturan pemerintah. Telah diketahui

bersama, bahwa Jasa Raharja merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang diberikan

kewenangan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengelola asuransi wajib kecelakaan

penumpang kendaraan umum dan kecelakaan lalu lintas jalan. Hak untuk memonopoli pasar

tersebut merupakan hak yang diberikan oleh pemerintah yang menjadi competitive advantage

bagi perusahaan. Dengan adanya aturan ini, perusahaan dapat terus berkembang tanpa harus

memikirkan adanya ancaman dari kompetitor, konsumen, suplier, produk substitusi, dan

pendatang baru.

Selain menjadi competitive advantage perusahaan, hak monopoli tersebut dapat juga

menjadi risiko apabila hak untuk memonopoli tersebut dicabut. Risiko tersebut muncul ketika

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memita Undang Undang nomor 33 dan 34 tahun

1964 untuk diamandemen. UU tersebut dimaksudkan agar tersedia layanan jasa santunan

kepada orang yang mengalami kecelakaan.  Namun, saat ini setelah pelaku pasar semakin

kompleks, pemberian hak monopoli itu dinilai sudah tidak tepat. Seharusnya, pengelolaan

premi yang dibayarkan penumpang dilakukan oleh beberapa perusahaan. Pernyataan tersebut

bertujuan untuk memberi kesempatan kepada konsumen untuk memilih perusahaan asuransi

saat mengalami kecelakaan. Selain itu, jika dikelola oleh beberapa perusahaan asuransi akan

menciptakan efisiensi, sehingga masyarakat pembayar premi dapat mengetahui

pengelolaannya dengan transparan. Penghapusan hak monopoli tersebut kemudian menjadi

strategic uncertainty yang dihadapi perusahaan karena adanya risiko kehilangan hak

monopoli tersebut. Dari adanya risiko tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap

asumsi-asumsi yang digunakan oleh perusahaan. Sehingga secara tidak langsung dapat

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 18: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

18    

menyebabkan tidak tercapainya strategi yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Dari paparan

diatas terlihat bahwa jenis sistem yang diterapkan oleh Jasa Raharja adalah intelligent

systems. Ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan regulasi atau peraturan pemerintah

yang menyebabkan perusahaan memilih jenis sistem interaktif tersebut.

Untuk pencapaian target dan sasaran perusahaan, diperlukan adanya monitor terhadap

faktor yang dapat menghambat perusahaan untuk mencapai target tersebut. Faktor tersebut

harus dimonitor secara interaktif agar penanganan faktor tersebut dapat dilakukan dengan

baik. Faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap target dan sasaran perusahaan adalah

tingkat pertumbuhan kendaraan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan

yang ada di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebanyak 94.373.324. Terjadi peningkatan

sebanyak 10% dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut diseabkan karena adanya

beberapa hal seperti semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat, semakin mudahnya

kepemilikan kendaraan, dan semakin berkembangnya infrastruktur. Kenaikan jumlah

kendaraan tersebut akan memiliki dampak positif dan negatif bagi Jasa Raharja. Dampak

positif dari bertambahnya jumlah kendaraan adalah semakin banyak pemasukan perusahaan

yang berasal dari iuran dan sumbangan wajib. Jadi bertambahnya jumlah kendaraan akan

berbanding lurus dengan pendapatan perusahaan.

Namun, selain berdampak terhadap pemasukan perusahaan, kenaikan jumlah

kendaraan akan meningkatkan jumlah kecelakaan. Data dari BPS menyebutkan bahwa jumlah

kecelakaan lalu lintas pada tahun 2012 adalah sebanyak 117.949 kasus meningkat dari tahun

sebelumnya yaitu sebanyak 108.696. Kenaikan jumlah kendaraan, semakin banyaknya jalanan

yang sudah rusak, dan semakin banyaknya pelanggaran yang terjadi di jalan merupakan

penyebab utama meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas. Meningkatnya jumlah

kecelakaan lalu lintas akan membuat semakin tingginya jumlah claim pada Jasa Raharja. Hal

tersebut akan meningkatkan jumlah beban yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat

kecelakaan lalu lintas yang semakin bertambah, menjadi masalah utama bagi perusahaan.

Masalah tersebut harus dicarikan solusi yang tepat agar dapat mengurangi jumlah claim. Jasa

Raharja sudah melakukan berbagai cara agar dapat mengurangi masalah tersebut. Strategi

yang digunakan perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut bersifat preventif yang meliputi

program pengadaan sarana, program keselamatan lalu lintas, program preventif kecelakaan,

program khusus pengamanan Lebaran/Natal/Tahun Baru.  

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 19: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

19    

5. Kesimpulan

Jasa Raharja telah menerapkan konsep levers of control yang telah dikemukakan oleh

Simons (2000) dengan cukup baik, walaupun masih ada yang perlu diperbaiki. Komponen

sistem pengendalian pada perusahaan yang tergolong mature ini telah dimiliki seluruhnya

oleh perusahaan. komponen tersebut meliputi Internal control, diagnostic control systems,

business conduct boundary, belief system, strategic boundaries, dan interactive control

system. Pernyataan visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan perlu dilakukan evaluasi

secara berkala. Perubahan lingkungan perusahaan yang terjadi selama 15 tahun yang

membuat evaluasi ini sangat penting dilakukan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh

David (2011) pernyataan misi yang dimiliki Jasa Raharja masih belum lengkap sehingga perlu

dilakukan perbaikan mengenai pernyataan misi Jasa Raharja. Belief systems yang dimiliki

perusahaan sudah cukup baik, namun sosialisasi mengenai hal tersebut masih sangat kurang.

Belief systems belum tertanam dengan baik pada seluruh insan perusahaan. Hal tersebut

terjadi karena sosialisasi yang dilakukan oleh manajer secara verbal belum dilakukan dengan

baik. Untuk itu manajer harus melakukan sosialisasi mengenai belief systems dengan lebih

baik dan lebih sering lagi sehingga belief systems dapat tertanam pada seluruh insan

perusahaan.

Daftar Referensi

Anthony, Robert N. Vijay Govindarajan (2007). Management Control System, twelfth edition.

Newyork: MCGraw-Hill International Edition

Armesh, Hamed; Habibollah Salarzehi ; Baqer Kord (2010). Management Control Systems.

Ulrich’s, vol. 2, no. 6, pp. 193-204

David, F (2011). Strategic Management. New Jersey: Prentice Hall

Elder, J.Randal; Mark S.Beasley; Alvin A.Arens; Amir A.Yusuf (2009). Auditing and

Assurance Services: An Indonesian Adaptation. Singapore: Pearson

Hendry, Anthony E (2011). Understanding Strategic Management (2nd edition). London:

Oxford University Press

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014

Page 20: Analisis penerapan levers of control pada perusahaan

20    

Ireland, R.Duane; Robert E.Hoskisson; & Michael A.Hitt (2009). The Management of

Strategy: Concepts and Cases, 9th Edition. Kanada: South-western, a part of Cengcage

Learning

Niven, Paul R. (2002). Balance Scorecard. Kanada: John Wiley & Sons, Inc., Newyork

PT. Jasa Raharja (Persero). (2012). Laporan Tahunan 2012. Jakarta

Republik Indonesia. 1964. Undang Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana

pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Lembaran Negara RI Tahun 1964.

Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 1964. Undang Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana

pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan. Lembaran Negara RI Tahun 1964.

Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 1992. Undang Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian. Lembaran Negara RI Tahun 1992. Sekretariat Negara. Jakarta

Simons, Robert. (1991). Strategic orientation and top management attention to control

systems. Strategic Management Journal, 12, 49-62

Simons, Robert. (2000). Performance Measurement & Control Systems for Implementing

Strategy. New Jersey: Prentice Hall.

Veithzal, Rivai; Ahmad Fawzi, Ella Jauvani, Silvia Murni, dan Burhanuddin Abdullah.

(2011). Performance appraisal. Jakarta: Rajawali Pers.

Widener, S. K. (2007). An empirical analysis of the levers of control framework. Accounting,

Organizations and Society, 32, 757–788.

http://www.bumn.go.id/jasaraharja/prestasi/prestasi-dan-penghargaan/

http://webbeta.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&notab=

14

http://webbeta.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=17&notab=

25

 

Analisis penerapan …, Hamdan Rahmatullah, FE UI, 2014