Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA AIR TAMBAK MARGINAL DI
DESA MANAKKU KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN
PANGKAJENNE DAN KEPULAUAN PROVINSI
SULAWESI SELATAN
ANGRENI
10594093215
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2019
ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA AIR TAMBAK MARGINAL DI
DESA MANAKKU KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN
PANGKAJENNE DAN KEPULAUAN PROVINSI
SULAWESI SELATAN
ANGRENI
10594093215
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
Pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Parameter
Fisika Kimia Air Tambak Marginal. adalah benar hasil karya saya yang belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, September 2019
Angreni
10594093215
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2019
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebahagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tampa izin Unismuh Makassar.
ABSTRAK
Angreni 10594093215, Analisis Parameter Fisika, Kimia Air Tambak
Marginal . Dibimbing oleh Murni dan Asni Anwar
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli sampai agustus 2019 dengan
tujuan Mengetahui parameter fisika dan kimia lahan tambak marginal di Desa
Manakku, Kecamatan. Labakkang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,
Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara penelitian ini berguna untuk memberikan
informasi kepada pembudidaya tentang fisika, kimia air untuk lahan tambak
marginal dan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan
untuk melakukan budidaya pada tambak. metode yang digunakan dalam
penelelitian ini adalah metode deskriptip dimana pengambilan sampel dilakukan
pada tiga titik pengambilan sampel yang meliputi Tambak, Outlet dan Inlet.
Pengukuran dilakukan secara In situ dan Ex situ. Parameter yang diukur secara In
Situ yaitu suhu, salinitas, tingkat keasaman (pH), dan DO. Sedangkan parameter
yang diukur secara Ex Situ meliputi amoniak, nitrit, nitrat, fospat dan BOT. Hasil
pengukuran parameter kualitas air di tiga stasiun pengambilan sampel untuk suhu
berkisar antara 26.30-29,12 oC, Salinitas berkisar 4,87 – 33,12 ppt, pH berkisar
5,14-9,2, DO berkisar 2,28-6,02 mg/l, Amoniak berkisar 0,00325-1,3641 mg/l,
Nitrit berkisar
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Alhamduliilah rabbil alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan
semesta alam. Hanya kepada-Nya penulis menyerahkan diri dan menumpahkan
harapan, semoga segala aktivitas dan produktivitas penulis mendapatkan limpahan
rahmat dari Allah SWT. Rasa syukur juga dipanjatkan oleh penulis atas berkat
Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang Allah jualah telah memberi banyak nikmat,
kesehatan, dan petunjuk serta kesabaran sehingga penulis dapat melaksanakan
penulisan Proposal sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan judul ―Analisis Parameter Fisika, Kimia Air Tambak Marginal
di Desa Manakku Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkajenne dan
Kepulauan‖.
Pada kesempatan yang berharga ini dengan segala kerendahan hati dan
penuh rasa hormat penulis sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung proses penulisan
skripsi ini, khususnya kepada yang teristimewa orang tua penulis Ibundah Hamira
dan Ayahanda Bancong yang senantiasa mendoakan, memberikan motivasi dan
pengorbananya baik dari segi moril, materi kepada penulis. Dr. Burhanuddin.
S.Pi., MP. selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar, Dr. Ir. Hj. Andi Khaeriyah,M.Pd selaku Ketua Program Studi Budidaya
Perairan. Dr. Murni, S.Pi., M.Si. Selaku pembimbing I yang telah ikhlas
meluangkan waktunya dan banyak memberikan nasehat, saran dan petunjuk yang
berharga kepada penulis, Asni Anwar, S.Pi.,M.Si selaku pembimbing II sekaligus
Penasehat akademik yang telah ikhlas meluangkan waktunya dan banyak
memberikan nasehat saran dan petunjuk yang berharga kepada penulis.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis secara tulus dan ikhlas
menyampaikan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar
angkatan 2015, atas kerjasama selama ini sehingga dapat membuahkan hasil pada
hari ini, dan jika selama ini penulis pernah berbuat kesalahan atau kehilafan
kepada rekan-rekan seangkatan baik disengaja maupun tidak disengaja, penulis
menyampaikan permohonan maaf lahir dan bathin, karena Manusia tempatnya
salah, lupa dan khilaf.
Makassar, 24 April 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI iii
PERNYATAAN iv
HALAMAN HAK CIPTA v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Kondisi Umum Tambak Pendidikan Unismuh 3
2.2. Tambak Marginal 3
2.3. Parameter Fisika 4
2.3.1. Salinitas 4
2.3.2. Suhu Air 5
2.4. Parameter Kimia 6
2.4.1. Amoniak 6
2.4.2. Oksigen Terlarut 7
2.4.3. Tingkat Keasaman 8
2.4.4. Nitrit 9
2.4.5. Nitrat 10
2.4.6. fosfat 11
2.4.7. BOT 13
2.5. Tabel Pengelompokan Tingkat Kesesuaian Tambak 14
III. METODE PENELITIAN 15
3.1. Waktu Dan Tempat 15
3.2. Alat Dan Bahan 15
3.3. Pengambilan Sampel 16
3.4. Analisis Parameter Kualitas Air 16
3.5. Rancangan Percobaan 19
3.6. Analisis Data 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22
4.1. Hasil 22
4.2. Pembahasan 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN 28
5.1. Kesimpulan 28
5.2. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Tingakat DO perairan 8
2. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat 13
3. Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya tambak 14
4. Alat dan metode pengukuran kualitas air 21
5. Hasil pengukuran parameter kualitas air 22
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Pengukuran air secara in situ 33
2. Hasil uji laboratorium sampel air tambak pendidikan 34
Unismuh Makassar
3. Hasil pengukuran secara in situ di tambak pendidikan 35
Unismuh Makassar
II. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Desa Manakku terletak di Kecamatan.Labakkang Kabupaten Pangkajenne dan
Kepulauan.Tambak tersebut memiliki luas 7 Ha dan diapit oleh dua sungai besar
yaitu sungai Lompoa disebelah Utara dan Sungai Bontoala disebelah
Selatan.Terdapat beberapa komuditas yang dibudidayakan di Tambak tersebut
salah satunya yaitu udang windu.
Penggunaan obat obatan dan pupuk anorganik secara berlebihan untuk
meningkatkan produksi tambak dapat mengakibatkan penumpukan bahan bahan
organik pada tambak dan air pasang yang terbatas serta akumulasi dari kegiatan
budidaya itu sendiri merupakan beberapa factor yang dapat membuat tambak
menjadi kurang produktif (marginal).
Penumpukan bahan organik pada tambak tersebut dapat menurunkan
kualitas air yang memicu bakteri perombak tumbuh dengan cepat. Yang
mengakibatkan menurunnya daya tahan udang yang dibudidayakan karena
menurunnya nafsu makan. Selain itu juga dapat mengakibatkan matinya jasad
renik yang berperan penting dalam siklus hara dan rantai makananan di dalam
tambak seperti bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter yang sangat berperan
dalam proses nitrifikasi (Nurdjana, 2009). Hal tersebut menyebabkan daya
dukung tambak sangat rendah. Akibatnya tambak menjadi kehilangan potensi
produktivitas (tambak marjinal).
Dalam pemanfaatan yang mulai menurun daya dukungnya maka
perluevaluasi kesesuaian lahan dan analisa lebih dalam untuk mendapatkan data
dan informasi mengenai tingkat kesesuaian tambak pada kondisi sekarang dengan
melakukan evaluasi kualitas air (parameter fisika,kimia) pada tambakdi Desa
Manakku
2.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis kualitas air (fisika dan
kimia)pada tambak marginal di Desa Manakku, Kec. Labakkang, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegunaan penelitian ini untuk memberikan informasi ilmiah kepada
pembudidaya dan seluruh stakeholder mengenai kualitas air (fisika, kimia) air
tambak marginal untuk budidaya ikan dan udang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Tambak di Desa Manakku .
Tambakterletak di Desa Manakku Kecamatan.Labakkang Kabupaten Pangkep.
Sejarah terbentuknya tambak ini awal mulanya area persawahan yang dialih
pungsikan mendjadi tambak dengan luas 7 Ha lokasi tambak memiliki jarak dari
bibir pantai sekitar 5 km dan di apit oleh 2 sungai yaitu disebelah selatan sungai
Bontoala dan seblah Utara sungai Lompoa. Tamabak ini berdiri sejak tahun 2017.
2.2.Tambak Marginal
Lahan kritis atau sering disebut juga lahan marginal merupakan lahan
bermasalah yang dalam pemanfaatanya memerlukan teknologi khusus.Lahan
kritis atau marginal menurut istilahnya adalah berhubungan dengan tepi (batas),
tidak terlalu menguntungkan, dan berada di pinggir (Yuwono, 2009).Produktivitas
lahan kritis sangat ditentukan oleh karakteristik fisik, iklim, tanah, hidrologi dan
topografi.
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan
parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis(Masduqi,2009).
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji
kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan
air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk
menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.Adapun ciri –ciri
tambak marginal yaitu produktifitas tambak menjadi rendah, dan mudahnya
organisme budidaya terserang penyakit.
2.3. Parameter Fisika
2.3.1. Salinitas
Untuk tumbuhan dan berkembangnya organisme yang dibudidayakan
mempunyai toleransi optimal. Kandungan salinitas air terdiri dari garam-garam
mineral yang banyak manfaatnya untuk kehidupan organisme air laut atau payau.
Sebagai contoh kandungan calcium yang ada berfungsi membantu proses
mempercepat pengerasan kulit udang setalah moulting. Salinitas air media
pemeliharaan yang tinggi (> 30 ppt) kurang begitu menguntungkan untuk kegiatan
budidaya udang windu. Karena jenis udang windu akan lebih cocok untuk
pertumbuhan optimal berkisar 5-25 ppt.
Tingginya salinitas untuk kegiatan usaha budidaya udang windu akan
mempunyai efek yang kurang menguntungkan, diantaranya :
1. Agak sulit untuk ganti kulit (kulit cenderung keras) pada saat proses biologis
bagi pertumbuhan dan perkembangan;
2. Kebutuhan untuk beradaptasi terhadap salinitas tinggi bagi udang windu
memerlukan energi (kalori) yang melebihi dari nutrisi yang diberikan,
3. Bakteri atau vibrio cenderung tinggi,
4. Udang windu lebih sensitif terhadap goncangan parameter kualitas air yang
lainnya dan mudah stress, dan
5. Umumnya udang windu sering mengalami lumutan. Selain itu, pada saat
puncak musim kemarau jenis udang umumnya akan lebih mudah terserang
penyakit SEMBV (white spot).
2.3.2. Suhu air
Suhu pada air media pemeliharaan udang umumnya sanagt berperan dalam
keterkaitan dengan nafsu makan dan proses metabolisme udang. Apabila suatu
lokasi tambak yang mikroklimatnya berfluktuatif, secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap air media pemeliharaan. Sebagai contoh pada musim
kemarau yang puncaknya mulai bulan Juli hingga September sering terjadi adanya
suhu udara dan air media pemeliharaan udang yang sangat rendah
(24oC).Rendahnya suhu tersebut akibat dari pengaruh angin selatan (musim
bediding), pada musim seperti ini biasanya suhu air berkisar antara 22-26oC. Suhu
< 26oC bagi udang windu akan sangat berpengaruh terhadap nafsu makan (bisa
berkurang 50% dari kondisi normal). Sedangkan bagi jenis udang putih pada
umumnya, nafsu makan masih normal pada suhu air antara 24-31oC.
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh
vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.Di samping itu pola temperatur
perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di
akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air
pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya
perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung
(Efendi H 2003).
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan
tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang
ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan
bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah
memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah
menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat
berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005).
2.4. Parameter kimia
2.4.1.Amoniak
Ammonia dalam air dapat berasal dari pemupukan, eksresi hewan dan
hasil perombakan komponen nitrogen oleh mikroba.Beberapa jenis tanaman dapat
menyerap ammonia.Bakteri pengurai (nitrobacter) dapat mengoksidasi ammonia
menjadi nitrat. Oleh karena itu ammonia dapat menurun konsentrasinya dengan
berbagai cara. Akan tetapi dengan kepadatan ikan yang tinggi dikolam dan
pemberian makanan buatan dapat meningkatkan konsentrasi ammonia.
Ammonia sangat beracun bila dalam bentuk NH3, sedangkan yang sudah
terionisai menjadi NH4+ relatif tidak beracun.
NH3 + H2O —> NH4+ + OH-
Pengaruh Ammonia Pada Perairan adalah :
1. Hasil keseimbangan antara ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+) adalah
total ammonia nitrogen.
2. Keseimbangan total ammonia nitrogen adalah ammonia (NH3) akan
bertambah konsentrasinya bila pH dan temperature nya tinggi. Efek yang
paling tinggi adalah pengaruh pH dibandingkan pengaruh temperature.
Sebagai contoh, pada air yang mempunyai pH 6,8 dan suhu 26° C , 2 mg/l
total ammonia nitrogen mengandung ammonia (NH3) 2 mg/l x 0,006 = 0,12
mg/l, sedangkan pada suhu dan air yang sama tetapi dengan pH 9 akan
mengandung ammonia (NH3) 2 mg/l x 0,4123 = 0,823 mg/l. Oleh karena itu
dengan kenaikan pH akan menyebabkan kenaikan ammonia (NH3).
3. Sifat ammonia (NH3) pada ikan adalah dapat meningkatkan konsumsi
oksigen dalam jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah
untuk mentranportasi oksigen.
4. Konsentrasi ammonia yang dapat membunuh ikan dalam waktu singkat
adalah 0,6 – 3,1 mg/l NH3-N untuk semua ikan.
5. Daya racun ammonia akan meningkat bila oksigen turun. Konsentrasi
kalsium (Ca) yang tinggi dapat menurunkan daya racun ammonia.
6. Pertumbuhan ikan terhambat bila terjadi akumulasi ammonia pada media
pemeliharaan, bahkan dapat menyebabkan keracunan pada ikan.
2.4.2. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting dalam budidaya karena
sangat erat hubungannya dengan proses respirasi udang. Kelarutan oksigen
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, salinitas, pH dan bahan
organik. Salinitas semakin tinggi, kelarutan oksigen semakin rendah. DO meter
adalah alat yang digunakanuntuk mengukur kandungan oksigen terlarut dan suhu
pada air kolam (satuan mg/L). (Taufiqull, H. 2016).Sumber utama oksigen terlarut
dalam air berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau.
Banyaknya oksigen yang berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan
hijau. Banyaknya oksigen yang berasal dari tumbuhan hijau bergantung pada
kerapatan tumbuhan, jangka waktu, dan intensitas cahaya efektif (Sahami, et al.,
2014).
Tabel 2Tingkatan DO Perairan
Range DO Keterangan
9 ppm Plankton blooming dan tumbuh pesat.
Sumber : Taufiqull, H. 2016
2.4.3. Tingkat Keasaman (pH)
Menurut Andayani(2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang
diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni
terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa
7.Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin
tinggi pH.Cairan demikian disebut cairan alkalis.Sebaliknya, makin banyak
H+makin rendah PH dan cairan tersebut bersifat masam.Ph antara 7 – 9 sangat
memadai kehidupan bagi air tambak.Namun, pada keadaan tertantu, dimana air
dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman tinggi), kandungan
oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada
suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik
dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7(Kordi dan
Andi,2009). Menurut Susana (2009) rendahnya nilai pH mengindikasikan
menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan
biota di dalamnya
2.4.4. Nitrit
Nitrit biasanya ditemukan sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih
kecil dari nitrat karena bersifat tidak stabil.Nitrit merupakan senyawa antara hasil
oksidasi amonia. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat
(nitrifikasi), antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Keberadaan
nitritmenggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik
yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berupa
limbah industri dan limbah domestik.Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena
segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001
mg/L(Effendi 2000). Meningkatnya kadar nitrit di perairan laut berkaitan erat
dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai. Penguraian bahan organik
yang mengandung unsur nitrogen akan menghasilkan senyawa nitrat, nitrit atau
amonia. Penguraian bahan organik oleh bakteri membutuhkan oksigen dalam
yang jumlah banyak. Pada kondisi lingkungan anaerob, bakteri akan lebih
cenderung menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron dengan cara mereduksi
senyawa nitrat menjadi nitrit (Hutagalung dan Rozak 1997). Senyawa nitrit oleh
beberapa bakteri tertentu digunakan sebagai penerima elektron terakhir dalam
proses metabolismenya. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang
anaerobik.Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah respirasi nitrit dan enzim
yang berperan adalah nitrit reduktase (Madiganet al. 2003).
2.4.5. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan (fitoplankton dan alga) selain ion amonium dalam
menunjang proses pertumbuhan senyawa NO3-N sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil Nitrat nitrogen di perairan merupakan hasil dari proses oksidasi
nitrgen secara sempurna melalui proses nitrifikasi yang melibatkan bakteri
diantaranya bakteri Nitrosomonas yang mengoksidasi amonia menjadi nitrit, dan
bakteri nitrobacter yang mengoksdasi nitrit menjadi nitrat berikut ini adalah
proses oksidasi nitrogen menjadi nitrit
Nitrosomonas
2NH 3O22NO2 2H+ + 2H2O
Nitrobcter
2NO2– + O 2 2NO3
–
Proses nitrifikasi sangat ditentukan oleh kondisi pH, suhu, kandungan
oksigen terlarut, kandungan bahan organik, dan aktivitas bakteri lain di perairan
(Krenkel dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1994). Pada perairan yang
tidak tercemar biasanya kadar nitrat lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar
NO3-N pada perairan alami biasanya tidak pernah melebihi nilai 0.1
mg/liter.Kadar NO3-N di perairan mencapai nilai 0.2 mg/liter dapat menyebabkan
eutrofikasi yang berakibat pada tumbuh pesatnya fitoplankton dan alga.
Terjadinya pencemaran antropogenik dapat digambarkan apabila kadar nitrat di
perairan lebih dari 5 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 in Effendi, 2003). Kadar
nitrat di perairan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat
penyuburannya; kadar nitrat antara 0 mg/liter hingga 1 mg/liter untuk perairan
oligotrofik; kadar nitrat antara 1 mg/liter hingga 5 mg/liter untuk perairan
mesotrofik; dan kadar nitrat 5 mg/liter hingga 50 mg/liter untuk perairan eutrofik
(Wetzel, 2001).
2.4.6. Fosfat (PO4)
Konsentrasi fosfor di alam banyak dijumpai dalam bentuk ion fosfat baik
dalam bentuk organik maupun anorganik.Keberadaan unsur ini di lapisan
tanahtidak stabil karena berbentuk mineral-mineral yang sangat reaktif terhadap
air yang mengalir di permukaannya. Unsur ini akan mudah hilang oleh proses
pengikisan, pelapukan dan pengenceran karena limpasan air. Selama
prosestersebut, mineral fosfat akan terurai menjadi ion fosfat yang merupakan zat
hara yang diperlukan dan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan
dan metabolisme organisme laut disamping unsur-unsur lainnya (Manik dan
Edward, 1987). Fosfor di perairan berada dalam bentuk senyawa fosfat terlarut
dan fosfat partikulat.Fosfat terlarut terdiri dari fosfat organik (gula fosfat,
nukleoprotein, fosfoprotein) dan fosfat anorganik (ortofosfat dan polifosfat).
Keberadaan fosfat di perairan akan terurai menjadi senyawa ion dalam bentuk
H2PO4-, HPO42-, dan PO43-, kemudian akan diabsorbsi oleh fitoplankton dan
masuk ke dalam rantai makanan sehingga konsentrasi fosfat sangat memengaruhi
konsentrasi klorofil-a di perairan (Hutagalung dan Rozak, 1997). Ortofosfat
merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman,
sedangkan polifosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis membentuk
ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Reaksi ionisasi asam
ortofosfat adalah sebagai berikut (Alaerts dan Santika, 1984):
H3PO4 ↔ H+ + H2PO4-
H2PO4 - ↔ H+ + HPO42
-
HPO42- ↔ H+ + PO43
-
Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke
dalam sungai atau danau melalui drainase dan aliran air hujan.Polifosfat dapat
memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan
bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri logam dan
sebagainya.Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui
proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi
pertumbuhannya (Alaerts dan Santika, 1984). Klasifikasi kesuburan perairan
berdasarkan konsentrasi fosfat yaitu:
Tabel 3 Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat (Hakanson
and Bryann, 2008).
NO3 (mg/L air) Tingkat kesuburan (trofik) perairan
0 – 0,11 Rendah (Oligotrofik)
0,11 – 0,29 Cukup (Mesotrofik)
0,29 – 0,94 Baik (Eutrofik)
> 0,94 Hipertrofik
2.4.7. Bahan Organik Total (BOT)
Bahan organic total air menggambarkan kandungan bahan organik total suatu
perairan yang terdiri dari bahan organik yang terdiri dari bahan organik terlarut,
tersuspensi, dan koloid. Bahan organik perairan terdapat sebagai plankton ,
partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan
(detritus) dan bahan – bahan organic total yang berasal dari daratan dan terbawa
oleh aliran sungai. kandungan bahan organik total dalam air laut biasanyanya
rendah dan tidak melebihi 3 mg/L. menurut Reid (1961) dalam Pirzan dan Rani
(2008) , perairan dengan kandungan bahan organic total diatas 26 mg/L adalah
golongan perairan yang subur. Kandungan bahan organik diperairan akan
mengalami fluktuasi yang disebabkan bervariasinya jumlah masukan dari organik
, pertanian, maupun sumber lainya .kandungan bahan organik dalam perairan akan
mengalami peningkatan yang disebabkan buangan dari rumah tangga pertanian,
organik, hujan, dan aliran air permukaan . pada musim kemarau kandungan bahan
organic akan meningkat sehingga akan meningkatkanpula kandungan unsur hara
perairan dan sebaliknya pada musim hujan akan terjadi penurunan karena adanya
proses pengenceran (wardoyo dalam hadinafta 2009).
2.5. Tabel Pengelompokan Tingkat Kesesuaian Tambak
Nilai pembobotan dan skor dari parameter yang telah ditentukan
berdasarkan nilai kelas kesesuaian lahan untuk kawasan Budidaya tambak yang
kemudian disesuaikan dengan metode budidaya yaitu metode tradisional,
semiintensif, dan intensif dapat di kelompokkan sebagai berikut (Utojo et al,
,2004)
Tabel 4 Matriks Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak
Parameter S1(sangat
sesuai)
S2
(Sesuai)
S3 (Sesuai
Marginal)
N (Tidak
sesuai)
Jarak dari Pantai (m) 200 – 300 300 – 4000 < 200 > 4000
Jarak dari Sungai
(m) 0 – 1000 1000 – 2000 2000 – 3000 > 3000
Jenis Tanah Aluvial
Pantai
Aluvial
Hidromof
Regosol
Gleihumus
Regosol
Gleihumus
Salinitas (ppt) 12 – 20 20 – 30 5 – 12; 30 –
45 45
Suhu (oC) 25 – 32 23 – 25 32 – 35 0 – 23
Oksigen Terlarut
(mg/l)
6 – 7
3 – 6
1 – 3
0,45
Sumber : (Asbar, dan M. H. Fattah., 2012.).
Keterangan :
Sangat sesuai (S1) : 100%
Sesuai (S2) : 75 - 99%
Sesuai Bersyarat (S3) : 50 - 74%
Tidak Sesuai Permanen (N) : < 50%
III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Julisampai Agustus2019, bertempat di
Desa Manakku, Kecamatan Labakkang,Kabupaten Pangkajenne dan
kepulauan,Provinsi Sulawesi Selatan.Untuk analisis sampel parameter kimia
dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau (BRPBAP) Maros.
3.2.Alat dan Bahan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku dan pulpen berfungsi
untuk menulis data, kamera untuk mengambil gambar sebagai
dokumentasi,turbidimeter untuk mengukur kekeruhan, DO meter untuk mengukur
oksigen terlarut, Thermometer untuk mengukur suhu, Salinometer untuk
mengukur salinitas, pH meter digunakan untuk mengukur pH, botol sampel
sebagai tempat sampel air,secchi disk untuk mengukur kecerahan, Tetra Test
Amonia.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol, aquades untuk
mensterilkan alat di laboratorium, kertas label sebagai penanda sampel, kertas
saring sebagai penyaring, dan tisu untuk mengeringkan alat.
3.3.Pengambilan Sampel Air
Data mengenai nilai dan konsentrasi setiap parameter kualitas air yang
diteliti, diperoleh melalui kegiatan pengambilan sample air dari 3 stasiun antara
lain yaitu:
a. Stasiun 1 : Pintu pemasukan air (Inlet)
b. Stasiun 2 : Petakan tambak
c. Stasiun 3 : Pintu pengeluaran air (outlet)
Air contoh yang akan digunakan untuk menganalisis parameter kualitas air
diambil pada bagian tengah kolom perairan. Untuk sampel air yang akan
dipergunakan untuk analisis parameter kualitas air di laboratorium dimasukkan ke
dalam wadah botol BOD, kemudian ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam ice
box.
3.4.Analisis Parameter Kualitas Air
Pada penelitian ini parameter kualitas air yang diteliti adalah suhu air,
salinitas, pH air, oksigen terlarut, amoniak, nitrit, Nitrat, posfat dan BOT. Analisa
dari seluruh parameter kualitas air di atas akan dijelaskan melalui uraian berikut
ini
1. Suhu
Pengukuran nilai suhu air dari setiap stasiun dilakukan secara in situ
dengan menggunakan YSI multiparameter. Alat tersebut dikalibrasi terlebih
dahulu hingga kembali ke posisi awal (0) kemudian ukur konsentrasi DO dari
sampel dengan mencelupkan batang probeYSI multiparameter kemudian liat skala
yang terterah pada layar alat.
2. Salinitas
Pengukuran nilai salinitas air dari setiap stasiun dilakukan secara in situ
dengan menggunakan YSI multiparameter. Dilakukan dengan cara mencelupkan
batang probe YSI multiparameter kemudian liat skala yang terterah pada layar
alat.
3. Pengukuran pH
pH air dari setiap stasiun diukur secara in situ dengan menggunakan YSI
multiparameter. Dilakukan dengan cara mencelupkan batang probe YSI
multiparameter kemudian liat skala yang terterah pada layar alat..Perangkat YSI
multiparameter adalah perangkat digital yang dapat mengukur derajat keasaman
dari suatu perairan secara otomatis melalui sensor (probe).
4. Pengukuran Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) pada penelitian ini, konsentrasi oksigen terlarut dari
setiap stasiun diukur secara in situ dengan menggunakan alat YSI multiparameter.
Dilakukan dengan cara mencelupkan batang probe YSI multiparameter kedalam
sampel air. Lalu secara otomatis pada YSI multiparameter dapat terbaca
konsentrasi oksigen terlarut pada kolom air tersebut.
5. Amoniak(NH3)
Untuk menentukan banyaknya konsentrasi total ammonia nitrogen dalam
air contoh digunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium.
Agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, amonia dalam 10 ml air contoh
yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan 0.5 ml senyawa
fenol dan 0.5 ml sodium nitroprusid kemudian dihomogenkan, lalu di reaksikan
kembali dengan oxidizing reagent sebanyak 1 ml dan di homogenkan kembali.
Setelah itu, tabung reaksi yang digunakan untuk melakukan reaksi tersebut ditutup
rapat dan didiamkan selama satu jam.Lalu absorbansi warna air contoh (biru)
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm.Warna biru
yang ditimbulkan merupakan akibat terbentuknya senyawa indofenol.Kemudian
absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan
konstanta perhitungan (Stirling et al., 1985).
6. Nitrit (NO2-N)
Penentuan kadar nitrit dilakukan dengan metode Spektrofotometer (SNI 06-
6989.9-2004). Pada kisaran kadar 0,01 mg/l – 1,0 mg/l. dalam suasana asam (pH
2-2,5), nitrit akan bereaksi dengan sulfanilamid (SA) dan N-(1-naphthyl) ethylene
diamine dihydrochloride (NED dihydrochloride) membentuk senyawa azo yang
berwarna merah keunguan yang dapat diukur pada panjang gelombang 543 nm.
7. Nitrat (NO3 –N)
Dalam penelitian ini, banyaknya kandungan nitrat nitrogen juga ditentukan
berdasarkan prinsip spektrofotometrik. Nitrat nitrogen dalam air contoh yang
sudah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan senyawa lain agar dapat
terbaca oleh mesin spektrofotometer. Sebanyak 50 ml air sample yang telah
disaring direaksikan dengan 1 ml buffer (cyclohexylaminopropane sulfonic acid
dan NaOH) lalu diaduk, kemudian direaksikan dengan 0.5 ml larutan pereduksi
(hidrazin sulfat dan kupper sulfat), lalu didiamkan selama semalam. Setelah itu
kembali direaksikan dengan 1 ml aseton, 1 ml sulfanilamide, dan 1 ml n-(1-
naphtyl)ethylendiamindihydrochloride. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan
selama 1 jam 45 menit.Lalu absorbansi warna air contoh (ungu) diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm.Warna ungu yang ditimbulkan
merupakan akibat terbentuknya senyawa n-naphthylamine-pazobenzen-p-
sulfonilat.Kemudian Absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi
akuades (blanko) dan konstanta perhitungan (APHA, 1989).
8. Ortofosfat (PO4-P)
Banyaknya konsentrasi ortofosfat dalam air contoh dapat terukur dengan
menggunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium.Agar dapat
terbaca oleh mesin spektrofotometer, ortofosfat dalam 10 ml air contoh yang telah
disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan beberapa senyawa kimia.Akan
tetapi reaksi ini harus berjalan dibawah pH 8.3.Oleh karena itu, air contoh
diberikan 1 atau 2 tetes indikator phenolphthalein sebagai penunjuk pH. Bila
muncul warna merah muda setelah diberi indikator (artinya pH>8.5), maka pH air
contoh diturunkan dengan cara menambahkan H2SO4 encer sampai warnanya
berubah menjadi bening (pH
9. BOT ( Bahan Organik Total)
Pengukuran BOT dilakukan dengan pengambilan sampel dengan
memasukkan botol sampel kedalam air tambak. Setelah terisi, botol ditutup lalu
diangkat ke permukaan dan diberi lebel kemudian disimpan di dala coolbox
kemudian dilanjutkan di laboratorium dengan menambil sampel air sebanyak 50
ml dan dimasukkan kedalam erlenmayer selanjutnya ditambah larutan 9.5 ml
KMnO4. Dengan menggunakan buret. Setelah itu ditambakan larutan H2SO4
dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 10 ml. selanjutnya sampel air
dipanaskan sampai suhu 70 – 80 0C setelah ditambahkan natrium oksalat 0.01
sampai suhu menjadi 70 0C secara perlahan – lahan sampai larutan berwarna
bening lalu titrasi dengan KMnO4 yang digunakan untuk titrasi.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan BOT (bahan organic total) yaitu
(SNI, 2016)
Keterangan :
x = mL KmnO4 untuk sampel
y = mL KMnO4 untuk aquades (larutan blanko)
31,6 = seperlima dari BM KMnO4
mL = volume sampel
0,01 = normalitas KMnO4
1000 = konversi 1 liter air dari mL
Secara ringkas alat dan metode yang digunakan untuk menganalisis
parameter kualitas air yang terkait dapat dilihat pada Tabel 3.1. di bawah ini.
Tabel 3.4. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air
Parameter Satuan Alat/Metode Lokasi
Fisika
Suhu 0C YSI Multiparameter In situ
Salinitas Ppt YSI Multiparameter In situ
Kimia
Ph Unit SI YSI Multiparameter In situ
DO Mg/l YSI Multiparameter In situ
Amoniak Mg/l Spektrofotometer Ex situ
Nitrit Mg/l Spektrofotometer Ex situ
Nitrat Mg/l Spektrofotometer Ex situ
Phosfat Mg/l Spektrofotometer Ex situ
BOT Mg/l Spektrofotometer Ex situ
3.5.Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan cara mendeskrifsikan
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah yang diteliti antara fenomena
yang di uji. Analisis secara deskriptif dilakukan untuk menjabarkan nilai atau
konsentrasi rata-rata, kisaran dan kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi
parameter kualitas air.
3.6. Analisis Data
Data parameter fisika, kimia air dianalisis secara deskriptif dan hasil yang di
dapatkan distabulasikan menggunakan microsoft excel 2010 dan ditampilkan
dalam bentuk table dan grafik.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Hasil pengukuran kualitas air fisika (Suhu, Salinitas) dan kimia (DO, pH
,Amoniak, Nitrat, Nitrit, Phosfat, BOT) air tambak di Desa Manakku, Kecamatan
Labakkang, KabupatenPangkajene dan Kepulauan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.Kisaran kualitas air fisika kimia air tambak di Desa Manakku Kecamatan
Labakkang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Parameter Satuan Tambak Inlet Oulet
DO mg/L 5.04 - 6,02 2.28 - 6.21 3.39 - 5.59
Suhu oC 26.30 - 29.05 27.5 - 29.12 27.19 - 28.9
Salinitas Ppt 4.87 - 22.12 22.99 - 32.14 18.51 - 33.12
pH mg/L 5.14 - 9.2 6.5 - 8.21 6.7 - 7.99
Amoniak NH3-N mg/L 0.0325 - 0.0396 0.1970 - 1.3641 0.42 - 0.46
Nitrit NO2-N mg/L
mendadak dapat menyebabkan kematian pada organisme meskipun kondisi
lingkungan lainnya optimal (Purnamawati, 2002. Dalam Vivi, 2016). Suhu air
berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen
hewan air.Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen terlarut, tetapi
berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi dalam
air.Suhu pada suatu tambakdipengaruhi oleh kondisi musim, diwilayah tambak
tersebutdimana bulan juli merupakan musim kemarau. Sehingga suhu ditambak
mengalami peningkatan. Peningkatan suhu tertinggi akan menyebabkan
berkurangnya jumlah oksigen terlarut dalam air serta akan menimbulkan suasana
anoksik di stasiun inlet,tambak dan outlet.
Pengukuran salinitas pada lokasi penelitian ditiga stasiun pengambilan
sampel (Tambak, Inlet dan Outlet) berkisar antara 4.87-33,12 ppt. kurang layak
untuk kehidupan organisme budidaya. Salinitas yang baik untuk kegiatan
budidaya berkisar 10-25 ppt (Mintarjo et al, 1985).Tingkat salinitas pada saluran
pemasukan lebih tinggi dibandingkan dua stasiun yang lain hal tersebut diduga
karena salinitas dipengaruhi oleh pasang surut dan musim dimana pada musim
kemarau pada saat aliran air sungai dimuara berkurang airlaut dapat masuk lebih
jauh kearah darat sehingga salinitas muara akan meningkat dan air dari muara
tersebut yang dimasukan kedalam saluran pemasukan. Sementara nilai salinitas
menurun pada stasiun tambak hal dipengaruhi oleh kedalaman dari suatu perairan
dimana menurut Efendi(2003) nilai salinitas akan bertambah sesuai dengan makin
dalam suatu perairan selain itu salinitas pada stasiun tambak rendah diduga karena
blooming klekap pada stasiun tambak yang mengakibatkan intensitas cahaya
matahari kurang sehingga tidak terjadi penguapan. Sedangkan pada stasiun
pengeluaran salinitas kembali meningkat hal diperkirakan adanya proses
penguapan dimana semakin besar penguapan maka salinitas semakin tinggi.
Salinitas yang tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan dari
organisme budidaya. Salah satunya yaitu menghambat proses molting pada udang.
Berdasarkan data yang diperoleh di tiga stasiun pengambilan sampel di
lapangan dapat diketahui pH air di lokasi penelitian berkisar 5,14 – 9,2. Dimana
untuk saluran Outlet (6.7-7.99) dan Inlet (6.5-8.21)masih sesuai untuk biota
aquatik sedangkan untuk stasiun tambak (5,14-9.2) sudah tidak sesuai untuk
budidaya hal tersebut sesuai dengan pernyataan Susana (2005) yang menyatakan
bahwa nilai kisaran pH yang sesuai untuk budidaya antara 6,5 sampai 8,5.Derajat
keasaman atau pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang bersifat asam akan
mempengaruhi kehidupan jasad renik.Namun bila dilihat secara seksama kondisi
pH di stasiun tambak sangat tinggi.Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya
pasokan air tawar yang masuk seiring dengan semakin berkurangnya tingkat curah
hujan dimana menurut Susana faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai pH
yaitu kurangnya curah hujan dan salinitas yang tinggi.
Berdasarkan hasil pada pengukuran dilapangan`diketahui DO air di lokasi
penelitian berkisar 2,28 – 5,04 mg/l.Nilai DO yang diperoleh masih mendukung
kegiatan budidaya dimana menurut Salmin (2005)dalam keadaan normal dan
tidak tercemar oleh senyawa beracun kandungan oksigen terlarut sebaiknya tidak
boleh kurang dari 1,7 mg/l. Konsentrasi oksigen yang tinggi pada stasiun tambak
juga dipengaruhi oleh factor rendahnya suhu pada stasiun tersebut sehingga
kandungan oksigen meningkat.Rendahnya oksigen terlarut pada saluran
pemasukan dan pengeluaran akibat banyaknya bahan organic yang terakumulasi
di perairan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Savala dan Espino 2000
dimana kandungan oksigen yang rendah di perairan disebabkan oleh tingginya
bahan organik dan laju dekomposisi.
Nilai amoniak yang diperoleh di tiga stasiun pengambilan sampel di
lapangan berkisar 0.0325-0.46 mg/l. Dimana untuk stasiun tambak (0.032-0.39
mg/l)masih sesuai untuk budidayasedangkan untuk stasiun outlet (0,42-0,46) dan
inlet (0,19-1,32) sudah tidak sesuai untuk budidaya hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Dinas Perikanan Jawa Tengah (1996) yang menyatakan bahwa nilai
konsentrasi amoniak yang aman kurang dari 0,1 mg/l. Konsentrasi ammonia yang
tinggi pada stasiun inlet disebabkan oleh ion ammonium tidak dapat mengalami
nitrifikasi menjadi nitrat karena tidak tersedianya oksigen yang cukup dimana
pada saluran pemasukan nilai oksigen terlarut sebesar 2,28 mg/l. berkurangnya
konsentrasi ammonia di stasiun tambak dapat disebabkan oleh terpakainya
sejumlah ion ammonium makrofita, pitoplankton dan alga bentik di stasiun
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Dodds et all (2002) dimana proses
berkurangnya ammonia disuatu perairan dan pemamfaatanya langsung oleh biota.
Bahkan volatilisasi ammonia bebas sebagai salahsatu senyawa penyusun TAN.
Konsentrasi ammonia yang kembali meningkat pada stasiun outlet diduga karena
penguraian bahan organik yang mengandung protein dan asam amino secara
anaerobik. Bahan organik tersebut berasal dari sisa pakan dan sisa eksresi hewan
budidaya yang ikut terbuang selama proses pembuangan lumpur tambak.
Kandungan Fosfat selama penelitian di tiga stasiun pengambilan sampel
yaitu tambak, outlet dan inlet berkisar
perombakan bahan organik yang menggunakan oksigen, sehingga kandungan
oksigen terlarut diperairan rendah.
Kadar nitrat yang diperoleh pada stasiun penelitian (outlet, inlet dan
tambak) berkisar antara 0,13- 0,93 mg/l. Menurut Wetzel (2001) kadar nitrat pada
perairan biasnya tidak pernah melebihi nilai 0,2 mg/l. Kadar nitrat diperiran
mencapai >0,2 mg/l dapat menyebabkan eutrofikasi yang berakibat pada tumbuh
pesanya fitoplankton dan alga. Parameter nitrat pada tambak di desa Mannakku,
Kec. Labbakkang masih cukup mendukung untuk usaha budidaya
Bahan organik total (BOT) yang diperoleh pada tiga stasiun (tambak,
Outlet, inlet) penelitian berkisar antara 14,4 – 23,23.mg/ldan bukan golongan
perairan yang subur hal tersebut sesuai dengan pernyataan t Reid (1961) dalam
Pirzan dan Rani (2008) yang menyatakan perairan dengan kandungan bahan
organik total (BOT) diatas 26 mg/L adalah golongan perairan yang subur. BOT
ditambak dapat memberikan sumber kehidupan bagi jamur (Hariadi,2014).
Adanya BOT ditambak akan mempengaruhi organisme budidaya sehingga
menyebabkan kualitas air menjadi jelek (Suwoyo 2009). Tingginya BOT pada
stasiun outlet (21,11-23,23 mg/L) diduga dari bahan-bahan organik total yang
berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai dan dimasukkan kedalam
saluran pemasukan sedangkan BOT pada tambak (14,4-16,2) mengalami
penurunan hal tersebut diduga karena bahan organik diperairan yang berupa
plankton dan partikal- partikal tersuspensi mengalami perombakan.
V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini yaitu tambak di Desa
Mannakku, Kecamatan Labakkang memiliki daya dukung rendah sampai sedang
untuk kegiatan budidaya. dengan hasil pengukuran parameter kualitas air di tiga
stasiun pengambilan sampel untuk suhu berkisar antara 26.30-29,12 oC, Salinitas
berkisar 4,87 – 33,12 ppt, pH berkisar 5,14-9,2, DO berkisar 2,28-6,02 mg/l,
Amoniak berkisar 0,00325-1,3641 mg/l, Nitrit berkisar
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, Sartika S 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional Surabaya
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Methods for The
Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA, AWWA
(American Water Work Association) and WPCF (Water Pollution
Control Federation). Washington D.C. 1527 h.
Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan .
Universitas Brawijaya: Malang.
Amri, K., 2003. Budi Daya Udang Windu Secara Intensif. Kiat Mengatasi
Permasalahan Praktis. Teknik Menyiapkan Benur, Membesarkan, Hingga
Memanennya dengan Berorientasi pada Daya Dukung Lahan dan
Kualitas Produksi. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.98 hal.
Amanda Lita. 2016. Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak Untuk Budidaya
Asbar, dan M. H. Fattah., 2012.Model Pengembangan Teknologi Produksi
Tambak Marjinal dan Terlantar pada Sentra Produksi Udang Windu
(Penaeus monodon) di Sulawesi Selatan. Usul Penelitian. Penelitian Tim
Pascasarjana. Universitas Muslim Indonesia.Makassar.
Boyd CE. 2004. Farm Level Issues in aquaculture certification: tilapia WWF-
US.Auburn Alabama.
Buwono, 1993 I. D. 1993 Tambak Udang Windu : Sistem Pengelolaan Berpola
Intesif. Kanisius Yogyakarta 152 ha
Ditjenkanbud, 2006. Profil Rumput Laut Indonesia Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Departemen Perikanan dan Kelautan, Jakarta.
Dinas Perikanan 1996 Pengolahan Air pada Budidaya Udang. Dinas Perikanan
Jawa Tengah.
Duhari R. dkk.2004 Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan lautan secara
terpadu Pt perdaya Permata Jakarta
Doods, Wiliam B., Monroe, Kent B dan Grewal, Dhruv (1991), ―Effects of Price,
Brand, and store Information on buyers product Evaluations ― Jurnal of
Marketing Research, .28, 307 -3019
Effendi, H 2000.Telaah Kualitas Air. Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor
Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air.Kansius.Yogyakarta.
Feriningtyas, D. 2005. Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk
Cirata, Jawa Barat Selama Periode 2000-2004.Skripsi. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Institut Pertanian Bogor. 119 h.
Hadinafta, R. 2009 Analisis Kebutuhan Oksigen untuk Dekomposisi Bahan
Organik di Lapisan Dasar Perairan Estuari Sungai Cisadane, Tangerang.
(Skripsi).Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor, 39 hlm.
Hardjojo, B dan Djokosetiyanto, 2005, Pengukuran dan Analisis kualitas air. Edisi
Kesatu, Modul 1 – 6 Universitas terbuka, Jakarta.
Hariadi, W. M. 2014. Ekspolarasi bakteri dan jamur tanah pada pertanian padi
(Oryza sativa) organic dan konvensional pada inpectisol lawing. Skripsi
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Hakanson.L & A.C. Bryhn, 2008. Eutrophication in the Baltic Sea Present
Situation, Nutrien Transport processes, Remedial Strategies. Springer –
Verlag Berlin Heidelberg.P. 263.
Harjiwigeno, S. 2010. Ilmu tanah .Akademika presindo. Jakarta. 184 hal.
Hutagalung H. P. dan A. Rozak, (1997) Penentuan Kadar Nitrat. Metode Analisis
Air Laut, Sedimen dan Biota H. P. Hutagalung, D Setiapermana dan S. H
Riyano (editor), pusat penelitian dan pengembangan Oceonologi. LIPI ,
Jakarta.
Irianto. A. 2005 Patologi Ikan teleostei. Gadjamadah University Pres Yogyakarta.
Kordi K Ghufron dan Andi Baso Tancung 2009. Pengelolaan kualitas air dalam
Budidaya perairan Rineka Cipta Jakarta.
Laili, A. N. 2004. Studi Kesesuaian Lahan Tambak dengan Memanfaatkan
Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di
Kabupaten Lampung Timur.Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64 hal.
Masduqi, A dan A. Slamet. 2009. Satuan Operasi Untuk Pengolahan Air
Surabaya: Jurusan Tekni Lingkungan FTSPITS
Maladi, Irham, dkk.(2013). Analisis Uji Fisik Amonia (NH3), Nitrit (NO2),
penentuan kadar besi (FE) mangan (Mn) clorin (cl) dalam sampel air
minum Nestle dan Cleo UIN Syrif Hidayatullah.
Mintardjo K., A Sunaryanto dan Hermiyani Ningsih 1985. Pedoman Budidaya
Tambak. Dinas Perikanan. BBAP Jepara .
Pirzan AM, dan Rani P. 2008 Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan
Kualitas Air di Pulau Bauluang , Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Biodiversitas Vol 9 nomor 3 : 217 - 221
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan
di Kolam Warta Penelitian Perikanan Indonesia 8 (1)
Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Seri Pengembangan
No. 7, 1988. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberrhasilan Budidaya Ikan
di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia 8 (1)
Reid, G.K. 1961. Ecology Inland Water Estuaria. New York: Reinhold Published
Co.
Sahami, F. M., Hamzah, S. N., Panigoro, C. dan Hasim. 2014. Lingkungan
Perairan dan Perairan Produktivitasnya. Deepublish, Yogyakarta.
Salmin 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan
Oseana Vlume XXX No.3,2005, hlm 1 – 6
Schmittou, H.R 1991. Budidaya keramba: Suatu metode produksi ikan di
Indonesia. FRDP Puslitbang Perikanan. Jakarta Indonesia. 126 hal
Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1990-2016. Bidang Pekerjaan Umum
Mengenai Kualitas Air. Departemen Pekerjaan Umum , Bogor.
Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator
Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi
Lingkungan. Vol.5 [2]
Suwoyo, Hidayat S. 2009. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar
Tambak Intensif Udang Vanname (lithopenaus vannamei). Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor . Bogor.
Taufiqull, H. 2016. Kadar dan kelarutan oksigen. https://www.tneutron.nest/
blog/kadar-dan-kelarutan-oksigen/. [Diakses tanggal 12 April 2017].
Utojo, A. Mansyur, Rahmansyah, Hasnawi. 2004. Identifikasi Kelayakan lokasi
budidaya rumput laut di kota baru, Kalimantan Selatan. Jurnal Riset
Aquakultur ,1 (3) : 303 – 318
Vivi Dwi Lestari. 2016. Evaluasi kesesuaian Lahan untuk Budidaya Ikan Bandeng
di Lahan Bonorowo Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Lamongan.
Jurnal Geografi : Swara Bhumi Volume 01 Nomor 01 Tahun 2016
Wetzel, R G. 2001. Limnologi. 3 rd
ed. Academic Press. London. 1006 h.
Yuwono T.,2009, Biologi molecular mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas
Gadja Mada ,209 2015, Jakarta, Erlangga
Zavalah, E. H dan G. Espino 2000. Limnology and pollution of A Small, Shallow
Tropical Water – body (jaguey) in North –east Mexico. Lakes and
Reser.,5:249-260.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengukuran Kualitas air secara in situ
(a) (b)
(a) pengukuran DO, salinitas, suhu, pH, pada stasiun tambak
(b) Pengukuran DO, Salinitas, Suhu, pH, pada pintu pengeluaran autlet
(a) (b)
(a) Pengambilan sampel air pada inlet
(b) Pengambilan sampel air pada Tambak
(a) (b)
(a) Pengambilan sampel pada outlet (pintu pengeluaran)
(b) YSI Multi Parameter
Lampiran 2. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air Tambak di Desa Manakku
No
Parameter
Satuan
Kode sampel
Metode Spesifikasi Inlet Tambak Outlet
1 Ammonia Mg/l 1,3641 0,0396 0,4600 IKM/542/BPPBAP(s
pektromfotometrik)
2 Fosfat Mg/l
Lampiran 3.Hasil Pengukuran Secara In Situ di Tambak di Desa Manakku
Parameter Satuan Tambak Inlet Oulet
DO mg/L 5.04 - 6,02 2.28 - 6.21 3.39 - 5.59
Suhu oC 26.30 - 29.05 27.5 - 29.12 27.19 - 28.9
Salinitas Ppt 4.87 - 22.12 22.99 - 32.14 18.51 - 33.12
Ph mg/L 5.14 - 9.2 6.5 - 8.21 6.7 - 7.99
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang
pada tanggal 08 Desember 1994, sebagai anak kelima dari
tujuh bersaudara dari pasangan Bancong dan Hamirah. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) pada tahun
2008 di SDN 32 Cece setelah tamat SD, penulis melanjutkan ke sekolah
manengah pertama (SMP) pada tahun 2008 di SMP Negeri 1 Alla dan
diselesaikan pada tahun 2011, pada tahun yang sama penulis masuk ke sekolah
manengah kejuruan (SMK) di SMK SPP NEGERI RAPPANG (Sekolah
Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan Rappang) dengan mengambil
program studi penyuluhan pertanian selama sekolah penulis pernah praktek kerja
lapangan (PKL) di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Maiwa
Kabupaten Enrekang (BP3K Maiwa) dan lulus pada tahun 2014. Dan pada tahun
2015 penulis diterima sebagai mahasiswa program studi budidaya perairan,
fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar melalui jalur tes.
Selama kuliah penulis pernah magang di Balai Benih Ikan Lajoa
Kabupaten Soppeng (BBI Soppeng)
Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul
―Analisis Parameter Fisika Kimia Air Tambak Marjinal di Desa Manakku
Kecamatan Labakkang dibawah bimbingan Dr. Murni, S.Pi., M.Si, dan Asni
Anwar, S.Pi, M.Si.