Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA)
Vol. 4, No. 4, (2019) Halaman 618-634
ol.x, No.x, July xxxx, pp. 1
618
E-ISSN 2581-1002
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN
KOTA DI PROVINSI ACEH TAHUN 2015-2017
Muarif*1, Mirna Indriani*2
1,2Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala
e-mail: [email protected] *2
Abstract
Local governments in analyzing the financial state is to perform financial ratio analysis. This financial ratio is then
used as a benchmark for analyzing the performance of local governments to see how the government manages its
regional finances. This study aims to describe the financial performance of municipal and district governments in
Aceh Province if measured using independence ratios, effectiveness ratios and growth ratios. 2015-2017 and the
relationship between these ratios. The method used is descriptive quantitative to measure financial performance with
ratio and financial analysis. The results of the study show that the independence ratio analyzed for District and City
Governments in the Province of Aceh in 2015-2017 illustrates very low criteria. Based on the effectiveness ratio in
2015, 15 districts / cities can be classified as very effective and 7 districts and cities which are classified as quite
effective. Based on the 2015 PAD growth ratio, the highest was Pidie Jaya Regency with 49%, whereas in 2016 North
Aceh Regency became the highest level of PAD growth ratio of 100%, in 2017 East Aceh Regency became the highest
at 62%. Then it can be concluded that the more effective the ability of local governments to realize PAD, the higher
the growth of PAD will be.
Keywords: Analysis of the Financial Performance, Financial Ratios.
1. Pendahuluan
Semenjak era reformasi terjadi pemerintah di
tiap-tiap daerah dituntut agar dapat memberikan
pelayanan kinerja yang besar dan kritis serta mengacu
pada kebutuhan,kepuasan, kebutuhan juga keinginan
rakyat. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia
mulai dijalankan setelah diterbitkan Undang-Udang
No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah.
Mengacu pada kedua UU diatas maka muncul
tuntutan yang harus diselenggarakan dengan sebaik-
baiknya oleh pemda berupa pengelolaan keuangan
daerah serta kewenangan penuh diberikan ke pemda
untuk menjalankan semua acara yang berhubungan
dengan pemerintahan. Tersedianya informasi-
informasi dalam laporan keuangan diharapkan menjadi
bahan pertimbangan dasar untuk membuat sebuah
keputusan.
Laporan keuangan ini dapat dianalisis dengan
beberapa metode, namun yang sering adalah analisis
rasio-rasio keuangan. Kinerja bisa dibilang adalah
suatu final untuk cara yang dibuat dalam satu periode
tertentu, yang wajib sebagai pengetahuan untuk
berbagai pihak yang berkepentingan untuk
memberikan informasi hasil capaian dari sebuah
lembaga yang kemudian di selaraskan sesuai visi dan
misi yang telah ditetapkan sebeumnya.
Mardiasmo (2007) menerangkan ada tiga tujuan
pengukuran kinerja tersebut dilakukan. Pertama,
membantu memperbaiki kinerja di periode yang akan
datang. Kedua, sebagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan serta pengalokasian sumber
daya. Ketiga, dalam rangka mewujudkan
pertanggunggjawaban kepada masyarakat dan alat
untuk mengupayakan perbaikan dalam hal
komunikasi kelembagaan. Berdasarkan redaksi
KBA.ONE tanggal 22 Juli 2017 mengenai penilaian
kinerja, secara umum Fraksi Partai Aceh menaruh
penilaian yang kurang memuaskan terhadap kinerja
Pemerintah Aceh dalam pengelolaan birokrasi dan
penatausahaan anggaran tahun anggaran 2016.
Penilaian ini tidak terlepas dari sikap dan dinamika
kekuasaan yang dijalankan Pemerintah Aceh sendiri
terutama terkait gonta-ganti SKPA.
Analisis rasio keuangan dipakai untuk
memberikan gambaran kinerja terdiri dari rasio
efektivitas, rasio kemandirian, dan rasio petumbuhan
Dpendapatan asli daerah (Halim, 2014). Halim (2014)
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
619
juga menjelaskan bahwa analisis rasio keuangan yang
dipakai untuk mengetahui gambaran kinerja terdiri
dari rasio efektivitas, rasio kemandirian, dan rasio
petumbuhan PAD.
Berdasarkan berita Go News group 31
Desember 2017 mengenai catatan akhir tahun Center
for Budget Analysis, ada beberapa daerah yang
pendapatannya di bawah 50 persen dan Provinsi Aceh
berada di posisi kelima, ini membuktikan bahwa
kinerja keuangan Provinsi Aceh masih belum baik.
Yunita (2016) telah melakukan penelitian
tentang penggunaan rasio efektivitas PAD,
kemandirian keuangan daerah, pertumbuhan serta
aktivitas tahun 2011- 2015 di Kabupaten Pidie untuk
mengetahui bagaimana gambaran mengenai kinerja
daerah tersebut. Hasil penelitian rasio kemandirian
menunjukkan jumlah PAD yang sedikit dan rasio
efektifitas menunjukkan PAD tidak efektif karena
realisasi tidak mencapai 100 %. Selain itu hasil
penelitian juga menunjukkan rasio belanja operasi
sebesar 80% dan 14% untuk belanja pembangunan, ini
disebabkan karena pemerintah daerah lebih
memfokuskan belanjanya pada belanja operasi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Andiani (2016) dan Yunita (2016) rasio efektivitas
pemerintah daerah Kabupaten Aceh Timur sudah
efektif karena diatas 100%, selain itu rasio
pertumbuhan juga dapat dikategorikan berhasil.
Dengan adanya perbedaan hasil penelitian dan
fenomena ini, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian kembali dalam ruang lingkup yang lebih
luas serta tahun yang berbeda. Dari beberapa poin
yang dimuat dalam latar belakang, peneliti tertark
untuk meneliti analisis kinerja keuangan pemerintah
daerah kabupaten dan kota di provinsii aceh tahun
2015-2017, tujuannya: 1) Mengetahui gambaran
mengenai kinerja keuangan pemerintah kota dan
kabupaten di Provinsi Aceh jika diukur menggunakan
rasio kemandirian, rasio efektivitas, serta rasio
pertumbuhan tahun 2015-2017, dan 2) untuk melihat
apakah terdapat hubungan antara rasio kemandirian
dan rasio efektivitas serta hubungan rasio
pertumbuhan dan rasio efektivitas.
2. Kajian Pustaka
Keuangan Daerah
UU yang menejlaskan tetntang pemerintah
daerah tertuang dalam UU No.32 Tahun 2004, yang
dimaksud dalam kategori keuangan daerah merupakan
segala sesuatu hak maupun kewajibanya yang dapat di
nilaii berupa uang dan semua barang milik daerah
yang bisa di jadikan uang yang hal yan berhubungan
dengan hak dan kewajiban tersebut..
Dari definisi diatas ada beberapa hal yang wajib
dijabarkan:
1. Seluruh hak adalah asal-asal peneriman daerah
yang dan yang dipungut termasuk hasil dari
perusahaan yang dimiliki daerah. retribusi daerah
dan pajak daerah serta lainnya, atau hak yang
diterima untuk asal-asal penerimaan lain
conthonya dana alokasi khusus dan umu seperti
yang ditetapkan oleh peraturan. Sehingga hak
tersebut dapat digunakan meninggikan kekayaan
daerah.
2. Semua kewajiban merupakan kewajiban-
kewajiban daerah yang akan menurunkan
kekayaan daerah dalam rangka pengeluaran yang
digunakan untuk pembayaran dalam upaya
penyelenggaraan fungsi pemerintahan,
pengembangan ekonomi, pelayanan umum,
infrastuktur.
Sumber Pendapatan Daerah
UU yang menejlaskan tetntang pemerintah
daerah tertuang dalam UU No.32 Tahun 2004 di saat
periode anggaran yang di akui untuk penambahan nilai
kekayaan bersih di seluruh saerah dalam pendapatan
daerah. Pendapatan daerah sumber-sumbernya terdiri
dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang
perimabangan keuangan antara pemerintah pusat
serta pemda . yang dikelompokan kedalam
pendapatan asli daerah (PAD) yang dipungut sesuai
peraturan daerah merupakan pendapatan. Berikut
macama-macam pendapatan asli daerah (PAD)
1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2016
tentang Pajak Daerah,
2) PP No. 55 Tahun 2016 tentang Retribusi
Daerah, Retribusi Daerah
3) PP No. 55 Tahun 2016 laba operasi
perusahaan daerah merupakan sumber PAD
yang berasal dari daerah.
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
620
4) UU No. 33 Tahun 2004 tentang dana
peimbangan keuangan antara pemda dan pusat
b. Dana Perimbangan
UU No. 33 Tahun 2004 menjelasakan bahwa dana
perimabangan dana yang berasal dari pendapatan
APBD.
Beberapa sumber dana perimbangan yaitu:
1) Dana Bagi Hasil, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, dan
(Pph) Pajak Penghasilan pada pasal 25 serta
pasal 29 atas wajib pajak pribadi didalam
negeri, beia perolehan atas hak tanah serta
bangunan (BPHTB)
2) Dana Alokasi Umum
3) Menurut UU No. 33 Tahun 2004 dana ini
semua berasal dari pendapatan APBN yang
pakai untuk mendanai biaya kebutuhan
daerah supaya terjadi desentralisasi yang
dilaksanakan antar daerah yang merata dalam
hal keuangan.
4) Dana Alokasi Khusus
5) Sumber dananya dari pendapatan yang
dipakai buat acara khusus maupun nasioanl
6) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Belanja Daerah
PP yang membahasa tentang pengelolaan dan
pertanggung jawaban keuangan daerah adalah PP No.
58 Tahun 2005. Menjelasakan tentang belanja daerah
adalah, belanja adalah pengguanaan anggaran yang
dilaukan oleh secretariat, instansi maupun lembaga
yang lain.
Belanja dapat dikelompokkan menjadi:
a. Belanja Rutin
Belanja rutin yaitu biaya yang dikeluarkan yang
gunanya hanya untuk setahun anggaran saja.
Asset tidak tertambah maupun kekayaan lainnya.
Fungsi dari pengeluaran ini hanya untuk setahun
anggaran dan juga tidak bisa nambahin asset atau
kekayaan daerah juga.
b. Belanja Modal atau Pembangunan
Belanja modal atau pembangunan yaitu suatu
pengerliaran yang berguna lebih dari setahun.
c. Pembiayaan Daerah
PERMENDAGRI Nomor 33 tahun 2017 tentang
pengelilaan keuangan daerah , pembiayaan daeah
adalah seluruh penerimaan yang perlu
dikembalikan atau bayar kembali. Sumber-
sumber pembiayaan terdiri:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya (SiLPA)
2) Dalam tahun yang berkenaan ada pencairan
dana yang berasal dari rekening dana
cadangan.
3) Hasil penjualan perusahaan milik daerah
(BUMD) dan penjualan asset milik
pemerintah daerah dapat dianggarkan
keselanjutnya
4) Anggaran selanjutnya ada penerimaan
pinjaman daerah atas penerbitan oblogasi
daerah.
5) Dari pinjaman pemerintah pusat yang
dikasih kepada pemerintah daerah
6) penerimaan yang bersumber dari pelunasan
piutang pihak ketiga,
Akuntansi Keuangan Daerah
American Accounting Assosiation dalam
Hendraryadi (2011): Akuntansi merupakan suatau info
dalam rangka untuk dapat mengambil suatu atau
beberapa keputusan oleh pihak-pihak yang
memerlukannya dari suatu entitas yang terdiri dari
proses mulai dari pengidentifikasian, setelah itu
pengukuran dilanjutkan dengan pencatatan, dan
terkakhir pelaporan.
Pernyataan diatas menerangkan akuntansi
berfungsi sebagai penyedia informasi keuangan sebuah
entitas ekonomi yang bersifat kualitatif, yang
diharapkan bermanfaat dan akan dipertimbangkan
untuk pengambilan keputusan ekonomi. Kesatuan dari
organisasi disebut juga entitas. Ada beberapa sektor
dari akuntasi jika dilihat dari jenis perusahaan,
diantaranya akuntansi sektor privat yaitu sektor
akuntansi berhubungan dengan organisasi perusahaan
akuntansi di sektor publik adalah akuntansi yang
berhubungan dengan lembaga non profit. Akuntansi
sektor publik sering disebut juga akuntansi
pemerintahan.
Dalam sistim akuntansi pemerintahan daerah
harus berpaku pada peraturan pemerintah mengenai
standar akuntansi keuangan dan peraturan pemerintah
yang menjelaskan tentang pengendalian internal.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
621
Hasil akhir dari proses pembuatan simpulan data
keuangan adalah berupa laporan keuangan.
Selanjutnya bentuk laporankeuangan ini kemudian
dijabarkan ke pihak manajemen maupun pihak luar
yang mempunyai kepentingan terhadap infromasi
keuangan perusahaan (Jumingan, 2006:4).
Halim (2014) laporan keuangan menjadi suatu
alat yang menunjukkan akuntabilitas pemerintah
daerah kepada parlemen yang bertindak sebagai wakil
rakyat maupun lembaga-lembaga negara lain yang
memiliki kepentingan khusus dan masyarakat umum.
Suatu bentuk pelaporan keuangan yang
diberikan untuk para pengguna yang membutuhkan
informasinya. Bagi pemerintah daerah, laporan
keuangan harus disusun sekurang-kurangnya setahun
sekali dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pemakai laporan keuangan (Bastian, 2010). Terdapat
beberapa laporan yang dituntut dari suatu organisasi
sektor publik, yaitu berupa laporan keuangan
eksternal, laporan realisasi anggaran, laporan aliran
kas, laporan surplus atau defisit, neraca dan laporan
kinerja keuangan dan non keuangan (Mardiasmo,
2009).
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Supaya bisa melihat dan menilai apa benar
pemerintah di suatu tempat berhasil atau tidak dalam
menjalankan tugasnya diperlukan suatu laporan yang
didalamnya terkandung berupa pertanggungjawaban
atas keuangan daerah. Laporan ini harus
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah.
Informasi-informasi yang di dapat di laporan keuangan
berkaitan dengan hasil program yang dilaksanakan
untuk kemudian dapat dinilai bagaimana kinerja dari
pemerintah daerah (Harun, 2009).
Kinerja keuangan merupkan metode dari
analisis yang digunakan mengetahui gambaran
mengenai pelaksanaan program-program pemerintah
daerah yang telah disepakati sebelumnya dengan
menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan.
Hal ini sama saja seperti membuat laporan keuangan
sesuai dengan standar Standar Akuntan Publik (SAK)
atau General Acepted Accouting Principle (GAAP)
(Riani, 2011:2).
Mengukur perbandingan adalah suatu proses
untuk melakukan penilaian kinerja pemerintah daerah.
Seperti dalam mengukur efisiensi, untuk mendapatkan
infornasi mengenai penggunaan jumlah sumber daya
alam yang dipakai dilakukan perbandingan antara
efforts dengan outputs (Hendraryadi, 2011).
3 tujuan kinerja keuangan daerah yaitu:
perbaikan kinerja pemerintah, memperbaiki
komunikasi kelembagaan serta meningkatkan
pertanggungjawaban publik, sebagai bahan
pertimbangan dalam pengelompokkan sumber daya
serta membuatnya jadi suatu kepitusan.
Analisis Rasio Keuangan
Halim (2007) melakukan penelitian tentang
analisis rasio keuangan terhadap APBD yang
diputuskan merupakan cara menganalisis kinerja dari
pemerintah daerah untuk melihat bagaimana
pemerintah mengelola keuangan daerahnya. Untuk
mengetahui bagaimana pemerintah melakukan
pengelolaan terhadap keuangan daerahnya yang
dituntut harus demokratis, transparan, efisien,
akuntabel dan jujur, analisis rasio terhadap APBD juga
penting dilaksanakan walaupun dalam prosesnya lain
dengan perusahaan swasta (Halim, 2007).
Halim (2007) juga menjelaskan bahwa untuk
dapat melihat kecenderungan yang terjadi dalam
APBD, maka harus membandingkan pencapaian antar
tahun atau periode melalui analisis rasio keuangan.
Beberapa rasio tersebut adalah:
1) Rasio Kemandirian
Dari rasio kemandirian keuangan daerah bisa
diketahui sejauh mana pemerimtah daerah mampu
dalam mengatur pajak dan retribusi sebagai asal
mula pendapatan yang diterima oleh daerah yang
dipakai untuk keperluan kegiatan-kegiatan
pemerintahan, pembangunan serta pelayanan untuk
masyarakat. Adapun rasio untuk kemandirian
keuangan daerah sebagai berikut.
Rasio Kemandirian =
x 100%
Rasio kemandirian ini kemampuan keuangan
pemerintah daerah diukur dan juga memiliki
kriteria-kriterianya, yaitu jika rasio berada di 0-
25% maka kemampuan keuangannya rendah sekali,
jika >25-50% kemampuan keuangannya rendah,
jika >50-75% kemampuan keuangannya sedang
dan jika >75-100 kemampuan keuangan
pemerintahannya tinggi.
2) Rasio Efektivitas
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
622
Dwijyanti dan Rusherlistyanti (2013) menjelaskan,
untuk melihat sejauh mana kewajiban pemerintah
dalam upaya merealisasikan sumber-sumber PAD
yang telah direncanakan sebelumnya, dapat diukur
menggunakan rasio efektivitas, hal ini dapat
dilakukan dengan cara membandingkan PAD yang
direncana sebelumnya dengan waktu yang sudah di
tetapkans sesuai potensi riil daerah. Berikut rasio
efektivitas pemerintah:
Rasio Efektivitas =
x
100%
Rasio ini untuk mengukur sejauh mana kewajiban
pemerintah dalam upaya merealisasikan sumber-
sumber PADnya. Dengan tingkat rasio >100%
maka kriterianya sangat efektif, jika tingkat
rasionya 100% kriterianya efektif, 90-099 cukup
efektif, 75-89 kurang efektif dan <75 tidak efektif.
3) Rasio Pertumbuhan
Dwijayanti dan Rusherlistyanti (2013), menjelaskan
bahwa, terdapat satu metode yang dapat digunakan
untuk melihat semana besar pemerintah daerah
mampu dalam upaya meningkatkan dan
mempertahankan yang telah dicapai seperti
keberhasilan dari satu periode ke periode
selanjunya yaitu dengan menggunakan analisis
pada rasio pertumbuhan. Dapat kita hitung dengan
rumus dibawahini:
Rasio Pertumbuhan =
–
x 100%
4) Rasio Aktivitas
Terdapat satu metode untuk melihat bagaimana
kemampuan pemerintah mengutamakan alokasi
dananya untuk belanja pembangunan dan belanja
rutin, yaitu dengan menggunakan rasio aktivitas.
Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD
x 100%
Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD =
x 100%
Selaku daerah dinerga berkembang, pemerintah
juga mempunyai peranan penting dalam rangka
memacu pelaksanaan pembangunan, jadi rasio
belanja pembangunan diharapkan mampu
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan daerah.
5) Pengukuran Efisiensi
Suatu metode untuk dapat melihat efisiensi adalah
dengan mengukur rasio efisiensi, rasio efisiensi
berhubungan dengan input dan output, Jika semakin
besar outpun dari input maka seakin tinggi efisiensi
uatu organisasi, demikian sebaliknya (Mardiasmo
2004: 133). Berikut rumusan untuk pengukuran
efisiensi:
Rasio Efesiensi
x
100%
Efisiensi ini pada penilaiannya dapat disebutkan
sangat efisien kalau hasil perhitungan dibawah
60%. Memperbaiki efisiensi bisa dijalankan dengan
menaikkan output terhadap input, menaikkan
output dalam proporsi yang gede dari pada proporsi
input atau sebaliknya. Karena efisiensi hanya dapat
diukur dengan membandingkan pemasukan dan
hasil keluaran. Efisiensi digolongkan kedalam dua
bagian yaitu: efisiensi teknis (manajerial) yang
berkaitan dengan kemampuan dar suatu organisasi
dalam mendayagunakan sumberdaya input pada
tingkat output tertentu sedangkan efisiensi
alokasian dengan mampunya atau gak suatu
oragnisasi dalam menggunakan sumber daya
inputnya pada bagian yang tinggi untuk efektivitas
optimal.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian ini memakai pendekatan
deskriptif kuantitatif dengan lamanya waktu penelitian
dari bulan Juni sampai dengan Desember 2018. Data
yang dipakai dalam penelitian ini dilakukan dengan
memakai yaitu data sekunder yang diperoleh dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan website resmi
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK)
yaitu: www.djpk.depkeu.go.id yang berupa laporan
realisasi anggaran serta APBD pemerintah
kabupaten/kota yang berada di Provinsi Aceh tahun
2015-2017.
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data,
salah satunya adalah metode dokumentasi yang
dipakai dalam penelitian ini. Studi pustaka atau
metode dokumentasi yaitu suatu teknik yang dipakai
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
623
oleh peneliti dengan cara datanya dikumpulkan yang
berhubungan dengan variabel, beserta rasio-rasio
rasio-rasio yang dipublikasi pada website resmi
www.depkeu.go.id.
Pada penelitian ini, 23 kota/kabupaten di
Provinsi Aceh pada tahun 2015-2017 menjadi
populasi. Dan Semua kabupaten/kota yang berada di
Provinsi Aceh pada tahun 2015-2017 yang berjumlah
23 kabupaten dan kota. Karena penelitian ini
menggunakan sensus sampling atau sampel jenuh, oleh
sebab itu maka keseluruhan populasi dapat dijadikan
sampel. Pada penelitian ini, kinerja diukur
menggunakan rasio pertumbuhan, kemandirian dan
efektivitas menjadi variabel penelitiannya.
Teknik analysis yang dipakai dipakai untuk
mengetahui gambaran kinerja, khususnya kinerja
keuangan pada pemerintah kota dan pemeritah
kabupaten yang berada di Provinsi Aceh, dapat diukur
menggunakan analisis rasio dengan cara menghitung
pos-pos keuangan yang terdapat dalam laporan
realisasi anggaran serta APBD pada tahun yang ingin
diteliti, yaitu tahun 2015-2017. Rasio- rasio yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Rasio Kemandirian
2. Rasio Efektivitas
3. Rasio pertumbuhan
4. Hasil Dan Pembahasan
Gambaran kinerja keuangan pemerintah kota
dan pemeritah kabupaten yang berada di Provinsi
Aceh, diukur menggunakan analisis rasio dengan cara
menghitung pos-pos keuangan yang terdapat dalam
laporan realisasi anggaran serta APBD anggaran pada
tahun yang ingin diteliti, yaitu tahun 2015-2017.
Rasio-rasio analisis keuangan yang dipakai di
penelitian ini berupa:
Rasio Kemandirian
Dwijayanati dan Rusherlityanti (2013)
menjelaskan kemandirian keuangan daerah
menampakkan pemerintah mampu dalam mendanai
sendiri segala aktivitasnya pemerintah, sebagai sumber
pendapatanyang diperlukan daerah.
Tabel 1
Flutuasi Rasio Kemandirian Tahun 2015-2017
No Kabupaten/Kota 2015 2016 2017
1 Kab. Aceh Barat 9% 8% 8%
2 Kab. Aceh Besar 6% 5% 7%
3 Kab. Aceh Selatan 5% 6% 7%
4 Kab. Aceh Singkil 3% 3% 5%
5 Kab. Aceh Tengah 8% 7% 7%
6 Kab. Aceh Tenggara 4% 3% 1%
7 Kab. Aceh Timur 4% 5% 9%
8 Kab. Aceh Utara 8% 12% 6%
9 Kab. Bireun 7% 7% 6%
10 Kab. Pidie 9% 9% 5%
11 Kab. Simeulue 4% 4% 7%
12 Kota Banda Aceh 14% 14% 28%
13 Kota Sabang 6% 5% 9%
14 Kota Langsa 9% 8% 13%
15 Kota Lhokseumawe 4% 4% 8%
16 Kab. Gayo Lues 3% 3% 4%
17 Kab. Aceh Barat daya 5% 5% 7%
18 Kab. Aceh Jaya 3% 3% 4%
19 Kab. Nagan Raya 6% 6% 7%
20 Kab. Aceh Tamiang 6% 6% 10%
21 Kab. Bener Meriah 5% 4% 5%
22 Kab. Pidie Jaya 3% 3% 5%
23 Kota Subulussalam 3% 3% 8%
Sumber: Lampiran
0-25 = Rendah Sekali (Instruktif)
>25-50 = Rendah (Konsulatif)
>50-75 = Sedang (Partisipatif)
>75-100 = Tinggi (Delegatif)
Gambar 1
Grafik Flutuasi Rasio Kemandirian Tahun 2015-
2017
Berdasarkan tabel 1rasio kemandirian yang di
analisis untuk Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi Aceh tahun 2015-2017 menggambarkan
kriteria rendah sekali. Hal ini menampakkan bahwa
masih tingginya ketergantungan pemerintah
kabupaten/kota dalam upaya membiayai kegiatan
pemerintahannya terhadap pemerintah pusat atau pihak
ekstern. Dari hasil analisis rasio kemandirian tersebut,
maka dapat dilihat bahwa tahun 2015-2017 rasio
kemandiriannya memiliki hubungan pola instruktif
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
624
kecuali Kota Banda Aceh pada tahun 2017, karena
kemandirian daerah atau daerah otonomi belum
mampu secara finansial untuk melaksanakan otonomi
daerah yang membuat peranan dari pemerintah pusat
menjadi lebih mendominasi.
Banda Aceh merupakan salah satu kota yag
pemerintah kota mampu memiliki tingkat kemandirian
yang paling tinggi dibandingkan kabupaten dan kota
yang lain. Karena prosentase kemandirian di Kota
Banda Aceh pada tahun 2015 sebesar 14%, pada tahun
2016 prosentase kemandiriannya masih tetap 14%, dan
terjadi kenaikan signifikan pada tahun 2017 yang
prosentase kemandiriannya sebesar 28%. Selain dari
Kota Banda Aceh peningkatan diatas 10% juga terjadi
di Kota Langsa pada tahun 2017.
Sebaliknya Kabupaten Aceh Tenggara menjadi
satu-satunya kabupaten dengan kemandirian berada di
tingkatan yang paling rendah dibandingkan kabupaten
dan kota yang lain. Persentase kemandirian di
Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2015 sebesar
4%, tahun 2016 prosentase kemandiriannya terjadi
penurunan sebesar 1% menjadi 3%, dan terjadi
penurunan pada tahun 2017 yang prosentase
kemandiriannya sebesar 1%. Dapat kita ketahui bahwa
setiap tahun terjadi penurunan, ini disebabkan karena
tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh
Tenggara tinggi dalam upaya membiayai kegiatan
pemerintahannya terhadap pemerintah pusat atau pihak
eksternnya.
Berdasarkan tabel 5 tentang fluktuasi rasio
kemandirian kabupaten dan kota di Provinsi Aceh
pada tahun 2015-2017, maka dapat dilihat bahwa ada
beberapa daerah yang mengalami kenaikan prosentase
untuk tingkat kemandirian pemerintah daerah,
diantaranya Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh
Singkil, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Simeulu,
Kota Lhokseumawe, Kabupaten Gayo Lues,
Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Jaya,
Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Tamiang
dan Kabupaten Pidie Jaya.
Selain itu ada beberapa kabupaten dan kota yang
hanya memiliki kenaikan prosentase kemandirian pada
tahun 2017 saja, sedangkan pada tahun 2015-2016
prosentasenya tetap. Pemerintah kabupaten dan kota
tersebut diantaranya: 1) Kabupaten Aceh Singkil, 2)
Kabupaten Simeulue, 3) Kota Lhokseumawe, 4)
Kabupaten Gayo Lues, 5) Kabupaten Aceh Barat
Daya, 6) Kabupaten Aceh Jaya, 7) Kabupaten Nagan
Raya, 8) Kabupaten Aceh Tamiang, 9) Kabupaten
Pidie Jaya.
Berdasarkan tabel 5 tentang flutuasi rasio
kemandirian pemerintah kota dan kabupaten di
Provinsi Aceh pada tahun 2015-2017. Maka dapat
dilihat juga bahwa ada beberapa daerah yang
mengalami penurunan prosentase untuk tingkat
kemandirian pemerintah daerah, diantaranya
Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Tengah,
Kabupaten Bireun dan Kabupaten Pidie.
Flutuasi naik turun prosentase kemandirian
pemerintah daerah terjadi pada lima kabupaten dan
kota. Naik turun prosentase kemandirian ini terjadi
karna berbedanya PAD yang diterima oleh kabupaten
dan kota tersebut. Sehingga jika dibandingkan dengan
pendapatan transfer pusat dari tahun ke tahun maka
akan terjadi kenaikan dan penurunan prosentase
kemandirian daerah. Kelima kabupaten dan kota
tersebut diantaranya: 1) Kabupaten Aceh Besar, 2)
Kabupaten Aceh Utara, 3) Kota Sabang, 4) Kota
Langsa, 5) Kabupaten Bener Meriah.
Rasio Efektivitas
Tabel 2
Kriteria Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kriteria Rasio Efektivitas (%)
Sangat Efektif >100
Efektif 100
Cukup Efektif 90-99
Kurang Efektif 75-89
Tidak Efektif >75
Sumber: Dwijayanti & Rusherlistyanti (2013)
Tabel 3
Flutuasi Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
(PAD)Tahun 2015-2017
No Kabupaten/Kota 2015 2016 2017
1 Kab. Aceh Barat 108% 123% 108%
2 Kab. Aceh Besar 154% 123% 111%
3 Kab. Aceh Selatan 117% 134% 119%
4 Kab. Aceh Singkil 106% 81% 88%
5 Kab. Aceh Tengah 107% 109% 104%
6 Kab. Aceh Tenggara 92% 98% 41%
7 Kab. Aceh Timur 94% 79% 134%
8 Kab. Aceh Utara 101% 184% 82%
9 Kab. Bireun 103% 103% 101%
10 Kab. Pidie 111% 109% 26%
11 Kab. Simeulue 128% 121% 138%
12 Kota Banda Aceh 126% 122% 112%
13 Kota Sabang 96% 88% 113%
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
625
No Kabupaten/Kota 2015 2016 2017
14 Kota Langsa 99% 101% 97%
15 Kota Lhokseumawe 117% 84% 90%
16 Kab. Gayo Lues 146% 115% 128%
17 Kab. Aceh Barat daya 102% 107% 110%
18 Kab. Aceh Jaya 110% 94% 90%
19 Kab. Nagan Raya 121% 103% 74%
20 Kab. Aceh Tamiang 93% 89% 90%
21 Kab. Bener Meriah 99% 109% 84%
22 Kab. Pidie Jaya 148% 94% 96%
23 Kota Subulussalam 97% 97% 101%
Sumber: Lampiran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilihat dari
tabel 6 dapat dilihat bahwa pada tahun 2015, 15
kabupaten dan kota sudah tergolong sangat efektif dan
7 kabupaten dan kota yang masing tergolong cukup
efektif. Ketujuh kabupaten dan kota tersebut
diantaranya: 1) Kabupaten Aceh Tenggara, 2)
Kabupaten Aceh Timur, 3) Kota Sabang, 4) Kota
Langsa, 5) Kabupaten Aceh Tamiang, 6) Kabupaten
Bener Meriah, 7) Kota Subulussalam.
Namun pada tahun 2016 ada 5 kabupaten kota
yang tergolong kurang efektif rasio efektivitas PAD
nya, 4 kabupaten dan kota yang tergolong cukup
efektif dan juga 14 kabupaten dan kota yang tergolong
sangat efektif. Kabupaten dan kota yang tergolong
kurang efektif diantaranya: 1) Kabupaten Aceh
Singkil, 2) Kabupaten Aceh Timur, 3) Kota Sabang, 4)
Kota Lhokseumawe, 5) Kabupaten Aceh
Tamiang.Sedangkan kabupaten dan kota yang
tergolong cukup efektif diantaranya: 1) Kota
Subulussalam, 2) Kabupaten Pidie Jaya, 3)Kabupaten
Aceh Jaya, 4) Kabupaten Aceh Tenggara.
Pada tahun 2017 ada 2 kabupaten dan kota yang
efektivitas PADnya tergolong tidak efektif, yaitu
Kabupaten Aceh Tenggara dengan tingkat rasio
efektivitas PAD sebesar 41% dan Kabupaten Pidie
dengan tingkat rasio efektivitas PAD sebesar 26%.
Selain itu ada 4 kabupaten dan kota yang efektivitas
PADnya tergolong kurang efektif, diantaranya: 1)
Kabupaten Bener Meriah, 2) Kabupaten Nagan Raya,
3) Kabupaten Aceh Utara, 4) Kabupaten Aceh Singkil.
Kategori yang lainnya adalah ada 5 kabupaten
dan kota y/ang tergolong cukup efektif efektivitas
PAD nya, diantaranya: 1) Kabupaten Pidie Jaya, 2)
Kabupaten Aceh Tamiang, 3) Kabupaten Aceh Jaya,
4) Kota Lhokseumawe 5) Kota Langsa.
Peningkatan rasio efektivitas yang terus
meningkat terjadi pada 4 kabupaten dan kota yaitu: 1)
Kabupaten Aceh Timur, 2) Kabupaten Simeulue, 3)
Kabupaten Aceh Barat Daya, 4) Kota Subulussalam.
Rasio Pertumbuhan
Dwijayanati dan Rusherlistyanti (2013)
menjelaskan bahwa rasio pertumbuhan mengukur
seberapa besar kemampuan pemerintahdaerah dalam
mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya
yang telahdicapai dari periode ke periode berikutnya.
Tabel 4
Flutuasi Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Tahun 2015-2017
No Kabupaten/Kota 2015 2016 2017
1 Kab. Aceh Barat 16% 8% 15%
2 Kab. Aceh Besar 23% -4% -7%
3 Kab. Aceh Selatan 18% 36% 12%
4 Kab. Aceh Singkil 27% 7% 3%
5 Kab. Aceh Tengah 20% -1% 4%
6 Kab. Aceh Tenggara 6% 4% -51%
7 Kab. Aceh Timur 14% -4% 62%
8 Kab. Aceh Utara 9% 100% -48%
9 Kab. Bireun 1% 7% 4%
10 Kab. Pidie 26% 19% -68%
11 Kab. Simeulue 31% 6% 26%
12 Kota Banda Aceh 22% 23% 4%
13 Kota Sabang 16% -4% 15%
14 Kota Langsa -4% 11% -1%
15 Kota Lhokseumawe 16% 0% 12%
16 Kab. Gayo Lues 43% 12% 30%
17 Kab. Aceh Barat daya 5% 32% 14%
18 Kab. Aceh Jaya 11% 13% 15%
19 Kab. Nagan Raya 23% 30% -29%
20 Kab. Aceh Tamiang 3% 14% 2%
21 Kab. Bener Meriah 33% 13% 23%
22 Kab. Pidie Jaya 49% 3% 3%
23 Kota Subulussalam 42% 18% 34%
Sumber: Lampiran
Dari tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa
tingkat pertumbuhan PAD tertinggi tahun 2015
dimiliki oleh Kabupaten Pidie Jaya sebesar 49%,
sedangkan pada tahun 2016 Kabupaten Aceh Utara
menjadi tingkat rasio pertumbuhan PAD yang tertinggi
sebesar 100%, pada tahun 2017 Kabupaten Aceh
Timur menjadi yang tertinggi sebesar 62%. Ini
disebabkan oleh pertumbuhan PAD tahun ini
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
PAD tahun sebelumnya. Selain itu, kabupaten yang
mengalami penurunan yang signifikan terjadi pada
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
626
Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Bireun, Kabupaten
Pidie, Kabupaten Nagan Raya.
Rasio pertumbuhan PAD yang dialami oleh
kabupaten dan kota yang sudah diteliti mengalami
flutuasi yang beragam. Jika dilihat pada tabel 4.5 maka
akan terlihat bagaimana naik turunnya tingkat
pertumbuhan PAD yang dialami semua kabupaten dan
kota tersebut.
Hubungan antara Rasio Kemandirian, Rasio
Efektivitas dan Rasio Pertumbuhan.
Nilai dari korelasi sendiri berkisar diantar 1
sampai dengan -1, jika nilai yang muncul semakin
mendekati -1 atau 1 maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan diantara dua variabel semakin kuat,
Sedangkan jika nilai mendekati angka 0, maka
hubungan antara dua variabel tersebut semakin lemah
(Sugiyono, 2012).
Tabel mengenai pedoman dalam memberikan
interpretasi serta analisis bagi koefisien korelasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 5
Hubungan Antara Nilai Korelasi dan Tingkat
Korelasi
Nilai Korelasi Tingkat Korelasi
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.00 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2012)
Dari data lampiran flutuasi rasio kemandirian,
rasio efektivitas dan rasio pertumbuhan kabupaten dan
kota di Provinsi Aceh Tahun 2015-2017 yang diolah
melalui SPSS, maka telah didapatkan tingkat korelasi
yang akan digambarkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 6
Hasil Korelasi Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas dan Rasio Pertumbuhan
Kemandirian Efektivitas Pertumbuhan
Kemandirian
Pearson Correlation 1 .214 .098
Sig. (2-tailed) .078 .421
N 69 69 69
Efektivitas
Pearson Correlation .214 1 .786**
Sig. (2-tailed) .078 .000
N 69 69 69
Pertumbuhan
Pearson Correlation .098 .786**
1
Sig. (2-tailed) .421 .000
N 69 69 69
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Lampiran
Berdasarkan 9 dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan kuat antara rasio efektivitas dan rasio
pertumbuhan karena memiliki nilai signifikan sebesar
0,786.Maka dapat disimpulkan bahwa semakin efektif
kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan
PAD, maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan
PAD nya. Namun tidak terdapat hubungan antara rasio
efektivitas dan rasio kemandirian serta rasio
pertumbuhan dan rasio kemandirian. Karena nilai
korelasinya tergolong rendah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara
tingkat kemandirian daerah dengan efektivitas PAD
dan tingkat pertumbuhan PAD dan rasio kemandirian.
5. Kesimpulan Dan Saran
Setelah dilakukan analisis data di Provinsi Aceh
yang terdiri dari beberapa kota dan kabupaten, maka di
peroleh kesimpulan sebagai berikut :
Rasio kemandirian yang di analisis untuk
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh
tahun 2015-2017 menggambarkan kriteria rendah
sekali. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya
ketergantungan pemerintah kabupaten/kota dalam
upaya membiayai kegiatan pemerintahannya terhadap
pemerintah pusat atau pihak ekstern. Dari hasil analisis
rasio kemandirian tersebut, maka dapat dilihat bahwa
tahun 2015-2017 rasio kemandiriannya memiliki
hubungan pola instruktif kecuali Kota Banda Aceh
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
627
pada tahun 2017, karena kemandirian daerah atau
daerah otonomi belum mampu secara finansial untuk
melaksanakan otonomi daeranya.
Banda Aceh merupakan salah satu kota yang
pemerintah kota mampu memiliki tingkat kemandirian
yang paling tinggi dibandingkan kabupaten dan kota
yang lain. Karena prosentase kemandirian di Kota
Banda Aceh pada tahun 2015 sebesar 14%, pada tahun
2016 prosentase kemandiriannya masih tetap 14%, dan
terjadi kenaikan signifikan pada tahun 2017 yang
prosentase kemandiriannya sebesar 28%. Selain dari
Kota Banda Aceh peningkatan diatas 10% juga terjadi
di Kota Langsa pada tahun 2017.
Sebaliknya Kabupaten Aceh Tenggara
menjadi satu-satunya kabupaten dengan kemandirian
berada pada tingkatan yang paling rendah
dibandingkan kabupaten dan kota yang lain.
Persentase kemandirian di Kabupaten Aceh Tenggara
pada tahun 2015 sebesar 4%, tahun 2016 prosentase
kemandiriannya terjadi penurunan sebesar 1%
menjadi 3%, dan terjadi penurunan pada tahun 2017
yang prosentase kemandiriannya sebesar 1%, Ini
disebabkan karena kurangnya kemampuan pemerintah
dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya,
pembangunannya, maupun pelayanan kepada
masyarakat yang sudah membayar pajakdan retribusi
sebagai sumber pendapatan yang daerah tersebut
perlukan.
Berdasarkan rasio efektivitas pada tahun 2015,
15 kabupaten/kota sudah dapat digolongkan sangat
efektif dan 7 kabupaten dan kota yang masing
tergolong cukup efektif. Ketujuh kabupaten dan kota
tersebut diantaranya Kabupaten Aceh Tenggara,
Kabupaten Aceh Timur, Kota Sabang, Kota Langsa,
Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Bener Meriah,
Kota Subulussalam.
Namun pada tahun 2016 ada 5 kabupaten kota
yang tergolong kurang efektif rasio efektivitas PAD
nya, 4 kabupaten/kota digolongkan cukup efektif serta
juga 14 kabupaten dan kota yang tergolong sangat
efektif. Kabupaten dan kota yang tergolong kurang
efektif diantaranya Kabupaten Aceh Singkil,
Kabupaten Aceh Timur, Kota Sabang, Kota
Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan
kabupaten dan kota yang tergolong cukup efektif
diantaranya Kota Subulussalam, Kabupaten Pidie Jaya,
Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Tenggara.
Pada tahun 2017 ada 2 kabupaten dan kota yang
efektivitas PADnya tergolong tidak efektif, yaitu
Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Pidie.
Selain itu ada 4 kabupaten dan kota yang efektivitas
PADnya tergolong kurang efektif, diantaranya
Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Nagan Raya,
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Singkil.
Kategori yang lainnya adalah ada 5 kabupaten dan
kota yang tergolong cukup efektif efektivitas PAD
nya, diantaranya Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten
Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kota
Lhokseumawe, dan Kota Langsa.
Berdasarkan rasio pertumbuhan PAD tahun
2015 tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Pidie Jaya
sebesar 49%, sedangkan pada tahun 2016 Kabupaten
Aceh Utara menjadi tingkat rasio pertumbuhan PAD
yang tertinggi sebesar 100%, pada tahun 2017
Kabupaten Aceh Timur menjadi yang tertinggi sebesar
62%. Ini disebabkan oleh pertumbuhan PAD tahun ini
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
PAD tahun sebelumnya. Selain itu, kabupaten yang
mengalami penurunan yang signifikan terjadi pada
Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Bireun, Kabupaten
Pidie, Kabupaten Nagan Raya.
Jika dilihat korelasi antara rasio rasio, maka
terdapat hubungan kuat antara rasio efektivitas dan
rasio pertumbuhan. Maka dapat disimpulkan bahwa
semakin efektif kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD, maka akan semakin tinggi pula
pertumbuhan PAD nya. Namun tidak terdapat
hubungan antara rasio efektivitas dan rasio
kemandirian serta rasio pertumbuhan dan rasio
kemandirian. Karena nilai korelasinya tergolong
rendah. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
keterkaitan antara tingkat kemandirian daerah dengan
efektivitas PAD dan tingkat pertumbuhan PAD dan
rasio kemandirian.
Saran
1. Bagi Pemerintah Kabupaten/ Kota di Provinsi
Aceh
Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh harus
mampu meningkatkan dan memaksimalkan
Pendapatan Asli Daerah.Pemerintah Kabupaten
dan Kota di Provinsi Aceh seharusnya tidak
terlalu bergantung kepada pusat, berupa bantuan-
bantuan dari pemerintah pusat. Jika pemerintah
daerah terlalu mengandalkan pusat, sulit bagi
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
628
sebuah kota atau kabupaten dapat tumbuh dan
mandiri serta berdampak terhadap kurang
maksimal dalam mengelola keuangan daerah
yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat
menurun.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat
menambah jangka waktu penelitian sehingga
perubahan kinerja dari tahun ke tahun selanjutnya
dapat di lihat, menambah rasio-rasio lain agar
gambaran mengenai kinerja pemerintah dapat
terjelaskan dengan akurat, serta memperluas
wilayah penelitian sebagai alat untuk
perbandingan kinerja antar wilayah.
Daftar Pustaka
Andiani, M. (2016). Analisi Rasio - Rasio Keuangan
Daerah Kabupaten/Kota di aceh. Skripsi.
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Aulia, Z. (2017). Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur
Periode 2011-2015. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan
Bastian, I. (2010). Sistem Perencanaan Dan
Penganggaran Pemerintahan Daerah Di
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Dwijayanti, R dan Rusherlistyanti.(2013). Analisis
perbandingan kinerja keuangan pemerintah
propinsi Se-Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Vol. 12 No.01.
Halim, A. (2007). Akuntansi Sector Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Halim. (2014). Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi
Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, A dan Kusufi, M.S. (2012). Akuntansi
Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Harun. (2009). Reformasi Akuntansi dan Manajemen
Sektor Publik di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat
Hendraryadi, S. (2011). Perbandingan Indikator
Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Antara
Tahun 2008-2009. Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang.
Mahmudi. (2010). Manajemen Keuangan Daerah.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mardiasmo. (2007). Akuntansi Sector Publik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2016 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 21 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 33 Tahun 2017 tentang Pedoman
Penyusunan APBD.
Riani, I. A. P & Kaluge, D. (2011). Analisis
perbandingan kinerja keuangan daerah
pemekaran di provinsi Papua. Jurnal Aplikasi
Manajemen. 9 (3)
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Yunita. (2016). Analisis Kinerja Keuangan Dengan
Menggunakan Rasio Kemandirian keuangan
Daerah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio
Aktivitas dan Rasio Pertumbuhan Tahun
2011-2015 (Studi Kasus pada Pemerintah
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
629
Lampiran 1 : Hasil Rasio Kemandirian Tahun 2015
Sumber: Data Diolah (2019)
Lampiran 2 : Hasil Rasio Kemandirian Tahun 2016
Kabupaten/Kota PAD Pendapatan Transfer Hasil Pola Hubungan
Kab. Aceh Barat Rp130.428.452.038 Rp1.488.770.345.623 9% Instruktif
Kab. Aceh Besar Rp140.533.050.822 Rp2.194.252.383.357 6% Instruktif
Kab. Aceh Selatan Rp92.665.502.126 Rp1.816.465.671.240 5% Instruktif
Kab. Aceh Singkil Rp39.375.695.217 Rp1.291.085.714.464 3% Instruktif
Kab. Aceh Tengah Rp157.886.839.912 Rp1.908.574.467.660 8% Instruktif
Kab. Aceh Tenggara Rp59.153.235.036 Rp1.689.982.757.901 4% Instruktif
Kab. Aceh Timur Rp98.704.908.472 Rp2.283.827.017.835 4% Instruktif
Kab. Aceh Utara Rp194.029.636.826 Rp2.412.866.513.208 8% Instruktif
Kab. Bireun Rp173.972.782.734 Rp2.452.311.286.615 7% Instruktif
Kab. Pidie Rp210.501.782.065 Rp2.461.625.132.585 9% Instruktif
Kab. Simeulue Rp45.938.231.973 Rp1.176.849.286.093 4% Instruktif
Kota Banda Aceh Rp209.914.107.301 Rp1.477.745.233.716 14% Instruktif
Kota Sabang Rp49.602.766.629 Rp825.706.344.293 6% Instruktif
Kota Langsa Rp109.116.860.676 Rp1.165.572.907.457 9% Instruktif
Kota Lhokseumawe Rp56.560.454.282 Rp1.327.693.491.149 4% Instruktif
Kab. Gayo Lues Rp41.407.502.305 Rp1.478.061.376.512 3% Instruktif
Kab. Aceh Barat Daya Rp61.190.085.187 Rp1.325.332.031.581 5% Instruktif
Kab. Aceh Jaya Rp40.385.794.989 Rp1.273.467.775.429 3% Instruktif
Kab. Nagan Raya Rp79.938.395.926 Rp1.378.576.906.022 6% Instruktif
Kab. Aceh Tamiang Rp100.454.203.157 Rp1.654.957.791.991 6% Instruktif
Kab. Bener Meriah Rp58.753.978.243 Rp1.164.588.528.545 5% Instruktif
Kab. Pidie Jaya Rp44.573.668.037 Rp1.434.584.705.214 3% Instruktif
Kota Subulussalam Rp35.905.412.863 Rp1.027.004.599.340 3% Instruktif
Kabupaten/Kota PAD Pendapatan Transfer Hasil Pola Hubungan
Kab. Aceh Barat Rp140.614.479.580 Rp1.859.523.539.670 8% Instruktif
Kab. Aceh Besar Rp135.284.494.844 Rp2.629.360.137.811 5% Instruktif
Kab. Aceh Selatan Rp125.989.165.879 Rp2.130.136.736.960 6% Instruktif
Kab. Aceh Singkil Rp42.057.160.523 Rp1.487.516.296.448 3% Instruktif
Kab. Aceh Tengah Rp156.130.102.890 Rp2.368.614.256.207 7% Instruktif
Kab. Aceh Tenggara Rp61.457.042.356 Rp2.310.753.511.146 3% Instruktif
Kab. Aceh Timur Rp94.345.443.632 Rp2.087.901.892.514 5% Instruktif
Kab. Aceh Utara Rp388.251.800.973 Rp3.309.301.871.315 12% Instruktif
Kab. Bireun Rp186.162.575.752 Rp2.747.018.635.087 7% Instruktif
Kab. Pidie Rp249.489.453.846 Rp2.927.225.485.720 9% Instruktif
Kab. Simeulue Rp48.646.141.736 Rp1.313.248.291.496 4% Instruktif
Kota Banda Aceh Rp258.591.409.669 Rp1.784.194.460.625 14% Instruktif
Kota Sabang Rp47.776.631.105 Rp1.017.014.573.556 5% Instruktif
Kota Langsa Rp121.369.467.376 Rp1.483.795.663.541 8% Instruktif
Kota Lhokseumawe Rp56.348.631.473 Rp1.497.929.739.977 4% Instruktif
Kab. Gayo Lues Rp46.277.349.072 Rp1.692.804.343.919 3% Instruktif
Kab. Aceh Barat Daya Rp80.496.800.924 Rp1.560.516.874.363 5% Instruktif
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
630
Sumber: Data Diolah (2019)
Lampiran 3 : Hasil Rasio Kemandirian Tahun 2017
Sumber: Data Diolah (2019)
Lampiran 4 : Hasil Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2015
Kab. Aceh Jaya Rp45.774.374.212 Rp1.419.412.387.138 3% Instruktif
Kab. Nagan Raya Rp104.202.917.807 Rp1.662.599.535.290 6% Instruktif
Kab. Aceh Tamiang Rp114.051.092.364 Rp1.946.212.473.477 6% Instruktif
Kab. Bener Meriah Rp66.454.059.145 Rp1.551.307.011.830 4% Instruktif
Kab. Pidie Jaya Rp45.986.243.650 Rp1.605.748.298.527 3% Instruktif
Kota Subulussalam Rp42.314.514.319 Rp1.264.676.228.542 3% Instruktif
Kabupaten/Kota PAD Pendapatan Transfer Hasil Pola
Hubungan
Kab. Aceh Barat Rp161.743.458.644 Rp1.932.029.825.891 8% Instruktif
Kab. Aceh Besar Rp126.380.380.300 Rp1.703.088.709.804 7% Instruktif
Kab. Aceh Selatan Rp140.875.136.234 Rp2.164.373.761.132 7% Instruktif
Kab. Aceh Singkil Rp43.441.129.848 Rp816.777.423.901 5% Instruktif
Kab. Aceh Tengah Rp163.000.739.413 Rp2.206.170.870.722 7% Instruktif
Kab. Aceh Tenggara Rp30.102.094.296 Rp2.103.352.110.595 1% Instruktif
Kab. Aceh Timur Rp152.401.172.880 Rp1.755.510.630.910 9% Instruktif
Kab. Aceh Utara Rp202.091.566.055 Rp3.311.715.002.442 6% Instruktif
Kab. Bireun Rp192.927.251.693 Rp2.975.325.970.655 6% Instruktif
Kab. Pidie Rp79.454.211.140 Rp1.667.307.195.868 5% Instruktif
Kab. Simeulue Rp61.095.183.851 Rp921.008.209.283 7% Instruktif
Kota Banda Aceh Rp270.170.805.366 Rp966.309.055.426 28% Instruktif
Kota Sabang Rp55.081.057.066 Rp586.782.377.915 9% Instruktif
Kota Langsa Rp120.138.956.033 Rp894.749.467.280 13% Instruktif
Kota Lhokseumawe Rp62.986.260.104 Rp818.187.180.793 8% Instruktif
Kab. Gayo Lues Rp60.312.455.602 Rp1.468.993.573.410 4% Instruktif
Kab. Aceh Barat Daya Rp91.571.494.831 Rp1.359.963.966.361 7% Instruktif
Kab. Aceh Jaya Rp52.599.500.274 Rp1.479.540.899.720 4% Instruktif
Kab. Nagan Raya Rp74.051.054.127 Rp1.046.405.574.824 7% Instruktif
Kab. Aceh Tamiang Rp116.246.212.754 Rp1.153.751.755.111 10% Instruktif
Kab. Bener Meriah Rp82.038.407.024 Rp1.503.043.357.161 5% Instruktif
Kab. Pidie Jaya Rp47.409.466.845 Rp943.631.622.407 5% Instruktif
Kota Subulussalam Rp56.523.930.272 Rp690.805.955.358 8% Instruktif
Kabupaten/Kota Realisasi
Penerimaan PAD
Target Penerimaan
PAD Hasil Ketentuan
Kab. Aceh Barat Rp130.428.452.038 Rp120.985.000.000 108% Sangat efektif
Kab. Aceh Besar Rp140.533.050.822 Rp91.310.000.000 154% Sangat efektif
Kab. Aceh Selatan Rp92.665.502.126 Rp79.039.000.000 117% Sangat efektif
Kab. Aceh Singkil Rp39.375.695.217 Rp37.101.000.000 106% Sangat efektif
Kab. Aceh Tengah Rp157.886.839.912 Rp147.854.000.000 107% Sangat efektif
Kab. Aceh Tenggara Rp59.153.235.036 Rp64.230.000.000 92% Cukup efektif
Kab. Aceh Timur Rp98.704.908.472 Rp104.856.000.000 94% Cukup efektif
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
631
Sumber: Data Diolah (2019)
Lampiran 5 : Hasil Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2016
Sumber: Data Diolah (2019)
Kab. Aceh Utara Rp194.029.636.826 Rp192.540.000.000 101% Sangat efektif
Kab. Bireun Rp173.972.782.734 Rp168.342.000.000 103% Sangat efektif
Kab. Pidie Rp210.501.782.065 Rp189.253.000.000 111% Sangat efektif
Kab. Simeulue Rp45.938.231.973 Rp35.907.000.000 128% Sangat efektif
Kota Banda Aceh Rp209.914.107.301 Rp167.088.000.000 126% Sangat efektif
Kota Sabang Rp49.602.766.629 Rp51.542.000.000 96% Cukup efektif
Kota Langsa Rp109.116.860.676 Rp110.347.000.000 99% Cukup efektif
Kota Lhokseumawe Rp56.560.454.282 Rp48.458.000.000 117% Sangat efektif
Kab. Gayo Lues Rp41.407.502.305 Rp28.348.000.000 146% Sangat efektif
Kab. Aceh Barat Daya Rp61.190.085.187 Rp60.000.000.000 102% Sangat efektif
Kab. Aceh Jaya Rp40.385.794.989 Rp36.836.000.000 110% Sangat efektif
Kab. Nagan Raya Rp79.938.395.926 Rp65.795.000.000 121% Sangat efektif
Kab. Aceh Tamiang Rp100.454.203.157 Rp108.301.000.000 93% Cukup efektif
Kab. Bener Meriah Rp58.753.978.243 Rp59.619.000.000 99% Cukup efektif
Kab. Pidie Jaya Rp44.573.668.037 Rp30.116.000.000 148% Sangat efektif
Kota Subulussalam Rp35.905.412.863 Rp37.019.000.000 97% Cukup efektif
Kabupaten/Kota Realisasi
Penerimaan PAD
Target Penerimaan
PAD Hasil Ketentuan
Kab. Aceh Barat Rp140.614.479.580 Rp114.611.000.000 123% Sangat Efektif
Kab. Aceh Besar Rp135.284.494.844 Rp109.960.000.000 123% Sangat Efektif
Kab. Aceh Selatan Rp125.989.165.879 Rp94.154.000.000 134% Sangat Efektif
Kab. Aceh Singkil Rp42.057.160.523 Rp52.032.000.000 81% Kurang Efektif
Kab. Aceh Tengah Rp156.130.102.890 Rp143.121.000.000 109% Sangat Efektif
Kab. Aceh Tenggara Rp61.457.042.356 Rp62.534.000.000 98% Cukup Efektif
Kab. Aceh Timur Rp94.345.443.632 Rp119.693.000.000 79% Kurang Efektif
Kab. Aceh Utara Rp388.251.800.973 Rp211.298.000.000 184% Sangat Efektif
Kab. Bireun Rp186.162.575.752 Rp180.153.000.000 103% Sangat Efektif
Kab. Pidie Rp249.489.453.846 Rp229.599.000.000 109% Sangat Efektif
Kab. Simeulue Rp48.646.141.736 Rp40.295.000.000 121% Sangat Efektif
Kota Banda Aceh Rp258.591.409.669 Rp211.688.000.000 122% Sangat Efektif
Kota Sabang Rp47.776.631.105 Rp54.020.000.000 88% Kurang Efektif
Kota Langsa Rp121.369.467.376 Rp120.338.000.000 101% Sangat Efektif
Kota Lhokseumawe Rp56.348.631.473 Rp66.754.000.000 84% Kurang Efektif
Kab. Gayo Lues Rp46.277.349.072 Rp40.137.000.000 115% Sangat Efektif
Kab. Aceh Barat Daya Rp80.496.800.924 Rp75.000.000.000 107% Sangat Efektif
Kab. Aceh Jaya Rp45.774.374.212 Rp48.804.000.000 94% Cukup Efektif
Kab. Nagan Raya Rp104.202.917.807 Rp101.399.000.000 103% Sangat Efektif
Kab. Aceh Tamiang Rp114.051.092.364 Rp128.612.000.000 89% Kurang Efektif
Kab. Bener Meriah Rp66.454.059.145 Rp60.718.000.000 109% Sangat Efektif
Kab. Pidie Jaya Rp45.986.243.650 Rp49.072.000.000 94% Cukup Efektif
Kota Subulussalam Rp42.314.514.319 Rp43.507.000.000 97% Cukup Efektif
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
632
Lampiran 6 : Hasil Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2017
Sumber: Data Diolah (2019)
Lampiran 7 : Hasil Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2015
Kabupaten/Kota Realisasi
Penerimaan PAD
Target Penerimaan
PAD Hasil Ketentuan
Kab. Aceh Barat Rp161.743.458.644 Rp149.228.601.189 108% Sangat Efektif
Kab. Aceh Besar Rp126.380.380.300 Rp113.700.553.300 111% Sangat Efektif
Kab. Aceh Selatan Rp140.875.136.234 Rp118.286.755.672 119% Sangat Efektif
Kab. Aceh Singkil Rp43.441.129.848 Rp49.595.582.180 88% Kurang Efektif
Kab. Aceh Tengah Rp163.000.739.413 Rp156.824.996.423 104% Sangat Efektif
Kab. Aceh Tenggara Rp30.102.094.296 Rp74.180.495.347 41% Tidak Efektif
Kab. Aceh Timur Rp152.401.172.880 Rp113.564.667.525 134% Sangat Efektif
Kab. Aceh Utara Rp202.091.566.055 Rp247.111.499.871 82% Kurang Efektif
Kab. Bireun Rp192.927.251.693 Rp191.416.743.709 101% Sangat Efektif
Kab. Pidie Rp79.454.211.140 Rp307.687.536.671 26% Tidak Efektif
Kab. Simeulue Rp61.095.183.851 Rp44.260.454.384 138% Sangat Efektif
Kota Banda Aceh Rp270.170.805.366 Rp240.438.164.073 112% Sangat Efektif
Kota Sabang Rp55.081.057.066 Rp48.885.657.700 113% Sangat Efektif
Kota Langsa Rp120.138.956.033 Rp124.092.504.605 97% Cukup Efektif
Kota Lhokseumawe Rp62.986.260.104 Rp69.702.917.843 90% Cukup Efektif
Kab. Gayo Lues Rp60.312.455.602 Rp46.974.515.723 128% Sangat Efektif
Kab. Aceh Barat Daya Rp91.571.494.831 Rp83.358.445.530 110% Sangat Efektif
Kab. Aceh Jaya Rp52.599.500.274 Rp58.602.987.732 90% Cukup Efektif
Kab. Nagan Raya Rp74.051.054.127 Rp100.331.980.315 74% Kurang Efektif
Kab. Aceh Tamiang Rp116.246.212.754 Rp128.487.282.902 90% Cukup Efektif
Kab. Bener Meriah Rp82.038.407.024 Rp98.074.368.300 84% Kurang Efektif
Kab. Pidie Jaya Rp47.409.466.845 Rp49.328.412.381 96% Cukup Efektif
Kota Subulussalam Rp56.523.930.272 Rp55.926.797.294 101% Sangat Efektif
Kabupaten/Kota PAD Tahun 2014 PAD Tahun 2015 Hasil
Kab. Aceh Barat Rp112.034.104.121 Rp130.428.452.038 16%
Kab. Aceh Besar Rp114.542.978.639 Rp140.533.050.822 23%
Kab. Aceh Selatan Rp78.487.063.289 Rp92.665.502.126 18%
Kab. Aceh Singkil Rp31.030.277.202 Rp39.375.695.217 27%
Kab. Aceh Tengah Rp132.068.284.863 Rp157.886.839.912 20%
Kab. Aceh Tenggara Rp56.043.722.466 Rp59.153.235.036 6%
Kab. Aceh Timur Rp86.544.530.935 Rp98.704.908.472 14%
Kab. Aceh Utara Rp178.550.865.626 Rp194.029.636.826 9%
Kab. Bireun Rp172.302.227.983 Rp173.972.782.734 1%
Kab. Pidie Rp166.598.720.923 Rp210.501.782.065 26%
Kab. Simeulue Rp34.956.712.854 Rp45.938.231.973 31%
Kota Banda Aceh Rp171.777.275.448 Rp209.914.107.301 22%
Kota Sabang Rp42.723.293.975 Rp49.602.766.629 16%
Kota Langsa Rp114.168.702.058 Rp109.116.860.676 -4%
Kota Lhokseumawe Rp48.730.219.320 Rp56.560.454.282 16%
Kab. Gayo Lues Rp28.906.170.978 Rp41.407.502.305 43%
Kab. Aceh Barat Daya Rp58.384.755.218 Rp61.190.085.187 5%
Kab. Aceh Jaya Rp36.406.713.759 Rp40.385.794.989 11%
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
633
Sumber:
Data Diolah (2019)
Lampiran 8 : Hasil Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2016
Sumber:
Data Diolah (2019)
Lampiran 9 : Hasil Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2017
Kab. Nagan Raya Rp65.177.801.946 Rp79.938.395.926 23%
Kab. Aceh Tamiang Rp97.374.583.496 Rp100.454.203.157 3%
Kab. Bener Meriah Rp44.090.831.965 Rp58.753.978.243 33%
Kab. Pidie Jaya Rp29.851.341.064 Rp44.573.668.037 49%
Kota Subulussalam Rp25.220.557.442 Rp35.905.412.863 42%
Kabupaten/Kota PAD Tahun 2015 PAD Tahun 2016 Hasil
Kab. Aceh Barat Rp130.428.452.038 Rp140.614.479.580 8%
Kab. Aceh Besar Rp140.533.050.822 Rp135.284.494.844 -4%
Kab. Aceh Selatan Rp92.665.502.126 Rp125.989.165.879 36%
Kab. Aceh Singkil Rp39.375.695.217 Rp42.057.160.523 7%
Kab. Aceh Tengah Rp157.886.839.912 Rp156.130.102.890 -1%
Kab. Aceh Tenggara Rp59.153.235.036 Rp61.457.042.356 4%
Kab. Aceh Timur Rp98.704.908.472 Rp94.345.443.632 -4%
Kab. Aceh Utara Rp194.029.636.826 Rp388.251.800.973 100%
Kab. Bireun Rp173.972.782.734 Rp186.162.575.752 7%
Kab. Pidie Rp210.501.782.065 Rp249.489.453.846 19%
Kab. Simeulue Rp45.938.231.973 Rp48.646.141.736 6%
Kota Banda Aceh Rp209.914.107.301 Rp258.591.409.669 23%
Kota Sabang Rp49.602.766.629 Rp47.776.631.105 -4%
Kota Langsa Rp109.116.860.676 Rp121.369.467.376 11%
Kota Lhokseumawe Rp56.560.454.282 Rp56.348.631.473 0%
Kab. Gayo Lues Rp41.407.502.305 Rp46.277.349.072 12%
Kab. Aceh Barat Daya Rp61.190.085.187 Rp80.496.800.924 32%
Kab. Aceh Jaya Rp40.385.794.989 Rp45.774.374.212 13%
Kab. Nagan Raya Rp79.938.395.926 Rp104.202.917.807 30%
Kab. Aceh Tamiang Rp100.454.203.157 Rp114.051.092.364 14%
Kab. Bener Meriah Rp58.753.978.243 Rp66.454.059.145 13%
Kab. Pidie Jaya Rp44.573.668.037 Rp45.986.243.650 3%
Kota Subulussalam Rp35.905.412.863 Rp42.314.514.319 18%
Kabupaten/Kota PAD Tahun 2016 PAD Tahun 2017 Hasil
Kab. Aceh Barat Rp140.614.479.580 Rp161.743.458.644 15%
Kab. Aceh Besar Rp135.284.494.844 Rp126.380.380.300 -7%
Kab. Aceh Selatan Rp125.989.165.879 Rp140.875.136.234 12%
Kab. Aceh Singkil Rp42.057.160.523 Rp43.441.129.848 3%
Kab. Aceh Tengah Rp156.130.102.890 Rp163.000.739.413 4%
Kab. Aceh Tenggara Rp61.457.042.356 Rp30.102.094.296 -51%
Kab. Aceh Timur Rp94.345.443.632 Rp152.401.172.880 62%
Kab. Aceh Utara Rp388.251.800.973 Rp202.091.566.055 -48%
Kab. Bireun Rp186.162.575.752 Rp192.927.251.693 4%
IJurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi Vol. 4, No. 4, (2019)
ISSN: 1978-1520
634
Sumber:
Data Diolah (2019)
Kab. Pidie Rp249.489.453.846 Rp79.454.211.140 -68%
Kab. Simeulue Rp48.646.141.736 Rp61.095.183.851 26%
Kota Banda Aceh Rp258.591.409.669 Rp270.170.805.366 4%
Kota Sabang Rp47.776.631.105 Rp55.081.057.066 15%
Kota Langsa Rp121.369.467.376 Rp120.138.956.033 -1%
Kota Lhokseumawe Rp56.348.631.473 Rp62.986.260.104 12%
Kab. Gayo Lues Rp46.277.349.072 Rp60.312.455.602 30%
Kab. Aceh Barat Daya Rp80.496.800.924 Rp91.571.494.831 14%
Kab. Aceh Jaya Rp45.774.374.212 Rp52.599.500.274 15%
Kab. Nagan Raya Rp104.202.917.807 Rp74.051.054.127 -29%
Kab. Aceh Tamiang Rp114.051.092.364 Rp116.246.212.754 2%
Kab. Bener Meriah Rp66.454.059.145 Rp82.038.407.024 23%
Kab. Pidie Jaya Rp45.986.243.650 Rp47.409.466.845 3%
Kota Subulussalam Rp42.314.514.319 Rp56.523.930.272 34%