12
Analisis Efek Saturasi Air Terhadap Nilai Resistivitas untuk Interpretasi Data Lapangan Suatu Formasi Geologi Lampung dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Rini Exprianti Sinaga *1 , Reza Rizki 2 , Andri Yadi Paembonan 3 , Pulung Arya Pranantya 4 1 Institut Teknologi Sumatera * Corresponding E-mail: [email protected] Abstract: Research has been carried out using the geoelectric resistivity method to see the effect of air saturation on the electrical resistivity value of a geological formation. The research was carried out in two stages, namely by conducting laboratory tests on four types of samples from the Lampung Formation (QTl) consisting of rhyolite tuff, tuff, fine tuff and tuff clay using the Wenner electrode resistivity geoelectric method where electrode spacing a was given successively starting from 0.02 m and 0.04 m to obtain a depth of 0.03 m and 0.06 m in a medium where saturation can be controlled. From the results of the resistivity value, it is found that offering air to the sample can reduce the resistivity value and increase the resistivity value. In the second phase of research, it was carried out using secondary Pringsewu field resistivity data, where the resistivity data obtained from laboratory tests can be used as a reference for surface interpretation of field data which has the same formation, namely the Lampung Formation (QTl), by taking into account the effects of distance and saturation. The resistivity value obtained from laboratory test results during dry conditions at the electrode distance of 0.02 m ranges from 215.404-463.464 Ωm and 1105.28- 1313.776 Ωm at 0.04 m electrode distance. Whereas after the addition of 3000 ml of water the resistivity value decreased to 5.31-5.45 Ωm for the 0.02 m electrode distance and 7.62-7.813 Ωm at the 0.04 m electrode distance. The assessment of the resistivity reference value obtained from laboratory test results can identify subsurface rock layers in the Lampung Formation which consists of rhyolite tuff which has a very high resistivity value> 1800 Ωm, tuff has a resistivity range value from 600-1800 Ωm, clay value ranges resistivity from 600-1800 Ωm, tuff has a resistivity value range from 300-600 Ωm and tuff of sand as a water carrier (aquifer) has a resistivity value <300 Ωm where the decrease in the resistivity value of the water-bearing layer by the water in that layer. Keywords: Saturation, Resistivity, Lampung Formation Abstrak: Telah dilakukan penelitian menggunakan metode geolistrik resistivitas untuk mengetahui efek saturasi air terhadap nilai resistivitas listrik suatu formasi geologi. Penelitian dilakukan melalui dua tahap yaitu dengan melakukan uji laboratorium terhadap empat jenis sampel dari Formasi Lampung (QTl) yang terdiri dari tuf riolit, tuf, tuf halus dan lempung tufan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi elektroda Wenner dimana diberikan jarak elektroda a berturut turut mulai dari 0.02 m dan 0.04 m sehingga didapatkan kedalaman 0.03 m dan 0.06 m pada suatu medium dimana dapat dikontrol saturasinya. Dari hasil nilai resistivitas didapatkan bahwa pemberian air pada sampel dapat menurunkan nilai resistivitas dan penambahan jarak menaikkan nilai resistivitas. Pada penelitian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan data sekunder resistivitas lapangan Pringsewu, dimana data resistivitas yang diperoleh dari uji laboratorium dapat digunakan sebagai referensi interpretasi lapisan bawah permukaan data lapangan yang memiliki formasi yang sama yaitu Formasi Lampung (QTl), dengan memperhatikan efek jarak dan saturasi. Nilai resistivitas tuf yang didapatkan dari hasil uji laboratorium saat kondisi kering pada jarak elektroda 0.02 m berkisar antara 215.404-463.464 Ωm dan 1105.28-1313.776 Ωm pada jarak elektroda 0.04 m. Sedangkan setelah penambahan air sebanyak 3000 ml nilai resistivitas menurun hingga 5.31-5.45 Ωm untuk jarak elektroda 0.02 m dan 7.62-7.813 Ωm pada jarak elektroda 0.04 m. Dengan mempertimbangkan nilai referensi resistivitas yang didapatkan dari hasil uji laboratorium dapat diidentifikasi karakteristik lapisan batuan bawah permukaan pada Formasi Lampung yang terdiri dari tuf riolit yang memiliki nilai resistivitas yang cenderung sangat tinggi >1800 Ωm, tufaan memiliki nilai rentang resistivitas dari 600- 1800 Ωm, lempung tufaan memiliki rentang nilai resistivitas dari 300-600 Ωm serta tuf pasiran sebagai lapisan pembawa air (akuifer) memiliki nilai resistivitas < 300 Ωm dimana penurunan nilai resistivitas pada lapisan pembawa air dipengaruhi oleh air yang mengisi lapisan tersebut. Kata Kunci Saturasi, Resistivitas, Formasi Lampung

Analisis Efek Saturasi Air Terhadap Nilai Resistivitas untuk Interpretasi Data …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009150044/... · 2020. 9. 16. · interpretasi lapisan bawah

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Analisis Efek Saturasi Air Terhadap Nilai Resistivitas untuk Interpretasi Data Lapangan Suatu Formasi Geologi Lampung dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis

    Rini Exprianti Sinaga*1, Reza Rizki2, Andri Yadi Paembonan3, Pulung Arya Pranantya4 1 Institut Teknologi Sumatera

    * Corresponding E-mail: [email protected]

    Abstract: Research has been carried out using the geoelectric resistivity method to see the effect of air saturation on the electrical resistivity value of a geological formation. The research was carried out in two stages, namely by conducting laboratory tests on four types of samples from the Lampung Formation (QTl) consisting of rhyolite tuff, tuff, fine tuff and tuff clay using the Wenner electrode resistivity geoelectric method where electrode spacing a was given successively starting from 0.02 m and 0.04 m to obtain a depth of 0.03 m and 0.06 m in a medium where saturation can be controlled. From the results of the resistivity value, it is found that offering air to the sample can reduce the resistivity value and increase the resistivity value. In the second phase of research, it was carried out using secondary Pringsewu field resistivity data, where the resistivity data obtained from laboratory tests can be used as a reference for surface interpretation of field data which has the same formation, namely the Lampung Formation (QTl), by taking into account the effects of distance and saturation. The resistivity value obtained from laboratory test results during dry conditions at the electrode distance of 0.02 m ranges from 215.404-463.464 Ωm and 1105.28-1313.776 Ωm at 0.04 m electrode distance. Whereas after the addition of 3000 ml of water the resistivity value decreased to 5.31-5.45 Ωm for the 0.02 m electrode distance and 7.62-7.813 Ωm at the 0.04 m electrode distance. The assessment of the resistivity reference value obtained from laboratory test results can identify subsurface rock layers in the Lampung Formation which consists of rhyolite tuff which has a very high resistivity value> 1800 Ωm, tuff has a resistivity range value from 600-1800 Ωm, clay value ranges resistivity from 600-1800 Ωm, tuff has a resistivity value range from 300-600 Ωm and tuff of sand as a water carrier (aquifer) has a resistivity value 1800 Ωm, tufaan memiliki nilai rentang resistivitas dari 600-1800 Ωm, lempung tufaan memiliki rentang nilai resistivitas dari 300-600 Ωm serta tuf pasiran sebagai lapisan pembawa air (akuifer) memiliki nilai resistivitas < 300 Ωm dimana penurunan nilai resistivitas pada lapisan pembawa air dipengaruhi oleh air yang mengisi lapisan tersebut.

    Kata Kunci Saturasi, Resistivitas, Formasi Lampung

    mailto:[email protected]

  • Journal of Science and Applicative Technology vol. xx (xx), 20xx, pp. xx-xx | 2

    Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology. Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International Licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Journal of Science and Aplicative Technology (JSAT).

    Pendahuluan

    Batuan atau lapisan bawah permukaan memiliki nilai resistivitas yang bervariasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan nilai porositas dan kadar air (saturasi). Porositas dan permeabilitas sangat erat hubungannya bila dikaitkan dengan saturasi, dimana batuan yang bersifat porous belum tentu mempunyai sifat kelulusan terhadap fluida yang melewatinya.

    Semakin bervariasi ukuran butir batuan ataupun sedimen, maka akan semakin besar ruang pori terutama di zona pasir [1]. Secara umum, batuan memiliki porositas yang lebih rendah daripada material tak terkonsolidasi. Rentang nilai porositas dapat dilihat pada Tabel 1 [2].

    Tabel 1 Rentang Nilai Porositas [2]

    Porositas yang sangat kecil dipengaruhi oleh perubahan dalam ukuran butir dengan sortasi yang sama, tetapi porositas bervariasi terhadap sortasi [3]. Adapun parameter yang paling penting dan berpengaruh terhadap porositas adalah umur, mineralogi (kandungan butiran kuarsa), sortasi dan kedalaman terpendam maksimum [4].

    Pori batuan umumnya terisi oleh fluida air. Saturasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu batuan berpori. Tujuan menentukan saturasi air adalah untuk menentukan zona saturasi. Dimana zona tersaturasi jenuh air merupakan volume pori yang terisi oleh air dengan volume porositas total. Jika air merupakan satu-satunya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, maka nilai Sw = 1, tetap apabila pori-pori batuan mengandung fluida hidrokarbon maka nilai Sw< 1. [Han]

    Archie menyusun persamaannya, yang kemudian kita kenal dengan rumus Archie:

    ρt = ρw a Sw φ -m

    (1)

    dengan:

    Sw = saturasi air formasi

    n = eksponen saturasi

    a = konstanta batuan

    φ = porositas (%)

    m = eksponen sementasi

    ρw = resistivitas air formasi (ohm-m)

    ρt = resistivitas batuan (ohm-m)

    Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis pada hasil uji laboratorium dan data lapangan dari formasi yang sama Formasi Lampung (QTl). Uji laboratorium dilakukan dengan tujuan utama mengamati pengaruh saturasi air pada resistivitas listrik dengan menggunakan konfigurasi Wenner pada suatu medium homogen dengan sampel jenis tuf, tuf halus, tuf riolit dan lempung tufaan. Pengukuran resistivitas dilakukan pada kondisi sampel kering dan dipadatkan, kemudian setelah diberikan penambahan air secara bertahap 600 ml, 1200 ml, 1800 ml, 2400 ml, hingga 3000 ml air untuk mendapatkan analisis adanya pengaruh saturasi terhadap nilai resistivitas batuan dengan menggunakan penampang yang dianggap sebagai medium bumi yang homogen. Rentang nilai resistivitas hasil uji laboratorium dapat dijadikan sebagai referensi nilai resistivitas untuk interpretasi data lapangan dengan formasi batuan yang sama dengan mempertimbangkan kondisi lapangan pada jarak dan kedalaman yang jauh lebih besar dan juga memiliki perlapisan yang kemungkinannya tidak homogen. Selain itu metode ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya potensi akuifer dengan menggunakan metode resistivitas konfigurasi Wenner di daerah penelitian.

    Metode

    Penelitian ini dilakukan di dua lokasi. Dimana untuk lokasi pertama berupa uji laboratorium pengukuran resistivitas konfigurasi wenner sampel kering dan setelah diberikan penambahan air secara bertahap 600 ml, 1200 ml, 1800 ml, 2400 ml sampai 3000 ml pada medium homogen yang terdiri dari tuf riolit, tuf, tuf halus dan lempung tufaan di Laboratorium Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera (ITERA) yang berlokasi di Desa Way Hui, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

    Jenis Material Persentase Porositas (%)

    Unconsolidated deposits Gravel Sand Silt

    Clay

    25-40 25-50 35-50 40-70

    Rocks Fracture basalt Karst Limestone

    Sandstone Limestone, dolomite

    Shale Fractured Crystalline rock

    Dense crystalline rock

    5-50 5-50 5-30 0-20 0-10 0-10 0-5

    https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/

  • Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology J. Sci. Appl. Tech. vol. xx (xx), 2020, pp. xx-xx | 3 Published by: Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

    Sedangkan untuk penelitian tahap kedua diperoleh dari data sekunder pengukuran resistivitas konfigurasi wenner data lapangan di daerah Pringsewu Provinsi Lampung dengan total 200 titik pengukuran yang tersebar sebanyak 49 titik di Desa Ambarawa Barat, 23 titik di Desa Ambarawa Timur, 20 titik di Desa Margodadi, 13 titik di Desa Candi Retno, 12 titik di Desa Tanjung Anom, 2 titik di Desa Sumber Agung, 21 titik di Desa Kresno Mulyo, 21 titik di Desa Wargo Mulyo, 18 titik di Desa Sukorejo, dan 21 titik di Desa Pujodadi.

    Gambar 1. Lokasi Penelitian Untuk mengetahui fisiografi dan morfologi daerah

    penelitian Institut Teknologi Sumatera, dan daerah Pringsewu dapat dilihat dari peta geologi regional Provinsi Lampung. Dimulai dari adanya aktivitas vulkanisme disertai oleh pengangkatan di Busur Barisan, diikuti oleh penunjaman baru di sepanjang Parit Sumatera, membuat susunan batuannya banyak tersusun dari batuan volkanoklastik dan beraneka ragam, dari basalt sampai riolit-andesit dan batuan gunungapinya berupa lava dan tuf yang luas.

    Formasi batuan pada daerah penelitian ini didominasi oleh endapan-endapan sedimen, yang dihasilkan oleh kegiatan aktivitas gunung api (batuan piroklastik), endapan tersebut berasal dari erupsi gunung api. Batuan yang berada pada lokasi ini merupakan batuan Tuf (tufa), batu tuf ini juga terdapat sisipan pasir. Tuf (tufa) adalah jenis batuan beku luar yang terbentuk dari produk erupsi eksplosif gunung berapi.

    Secara litologi, Formasi Lampung (QTl) yang memiliki satuan batuan tuf berbatu apung, tuf riolitik, tuf padu tufit, batu lempung tufaan, dan batu pasir tufaan. Melalui pendekatan litologi ini, dapat diklasifikasikan bahwa batuan yang ditemukan di daerah ini adalah batuan piroklastik yang memiliki kandungan/komposisi seperti batuan beku namun secara fisik seperti batuan sedimen. Dimana, secara umum, batuan piroklastik memiliki porositas yang tinggi.

    Hasil dan Pembahasan

    1. Hasil Uji Laboratorium

    Hasil dari pengukuran laboratorium yang dilakukan dengan sampel kering dan penambahan air secara bertahap dengan jarak elektroda 0.02 m dan 0.04 m memperlihatkan bahwa sampel kering memiliki nilai resistivitas lebih tinggi dibandingkan setelah penambahan air. Berikut ini merupakan hasil dari masing-masing sampel pada uji laboratorium:

    a. Sampel A (Tuf Riolit Berwarna Putih)

    Sampel A dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit karena dilihat dari butirannya yang kasar yang terdiri dari susunan tuf berkuarsa. Dari pengolahan data nilai resistivitas uji laboratorium diperoleh variasi nilai resistivitas sampel A seperti pada Tabel 8. Untuk sampel A dalam kondisi kering dengan jarak elektroda a 0.02 m memiliki nilai rentang resistivitas 131.963-395.8914 Ωm. Pada jarak elektroda 0.04m sampel dalam kondisi kering memiliki rentang resistivitas 580.272-873.338 Ωm.

    Tabel 2 Variasi Nilai Resistivitas Sampel A

    No Resistivitas (Ωm)

    Spasi Elektroda

    0.02 (m) 0.04 (m)

    1 Sampel Kering (Ωm) 131.963-395.894

    580.272-873.338

    2 Sampel Basah 600 ml (Ωm)

    56.16-63.18 137.75-138.86

    3 Sampel Basah 1200 ml (Ωm)

    46.83-50.192 107.69-126.47

    4 Sampel Basah 1800 ml (Ωm)

    40.28-40.72 61.16-62.32

    5 Sampel Basah 2400 ml (Ωm)

    25.54-26.13 31.75-35.209

    6 Sampel Basah 3000 ml (Ωm) 26.5-28.27 70.39-71.52

    Pada saat penambahan air secara bertahap, sampel

    mengalami perubahan nilai resistivitas yang cukup signifikan. Dimana pada saat penambahan air 600 ml rentang nilai resistivitas untuk jarak 0.02m dan 0.04 m berturut-turut adalah 56.16-63.18 Ωm dan 137.75-138.86 Ωm. Pada penambahan air 600 ml berikutnya hingga sampel ter saturasi 1200 ml rentang resistivitas menurun pada spasi 0.02m dan 0.04 m berturut-turut menjadi 46.83-50.192 Ωm dan 107.69-126.47 Ωm. Pada penambahan air 1800 ml

    http://lp3.itera.ac.id/https://www.itera.ac.id/

  • sampel memiliki rentang resistivitas 40.28-40.72 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 61.16-62.32 Ωm untuk jarak elektroda 0.04 m. Pada penambahan air 2400 ml sampel memiliki rentang resistivitas 25.54-26.13 Ωm untuk jarak elektroda 0.02 m dan 31.75-35.209 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m. Pada penambahan air 3000 ml sampel memiliki rentang resistivitas 26.5-28.27 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 70.39-71.52 Ωm untuk jarak elektroda 0.04 m.

    b. Sampel B (Tuf Berwarna Jingga)

    Variasi nilai resistivitas rata-rata sampel B pada dapat dilihat pada Tabel 9. Untuk sampel B dalam kondisi kering dengan jarak elektroda a 0.02 m memiliki nilai rentang resistivitas 160.39-282.18 Ωm. Pada jarak elektroda 0.04m sampel dalam kondisi kering memiliki rentang resistivitas 664.172-665.68 Ωm.

    Tabel 3 Variasi Nilai Resistivitas Sampel B

    No Resistivitas (Ωm)

    Spasi Elektroda

    0.02 (m) 0.04(m)

    1 Sampel Kering (Ωm) 160.39-282.18

    664.172-

    665.68

    2 Sampel Basah 600ml

    (Ωm) 33.33-34.32 73.09-74.06

    3 Sampel Basah 1200ml

    (Ωm) 22.57-24.06 44.006-509

    4 Sampel Basah 1800ml

    (Ωm) 14.29-14.578 40.99-43

    5 Sampel Basah 2400 ml

    (Ωm) 9.87-10.102 32.24-33.506

    6 Sampel Basah 3000 ml

    Ωm) 13.95-14.13 27.21-28.08

    Pada saat diberikan penambahan air secara

    bertahap, sampel mengalami perubahan nilai resistivitas yang cukup signifikan. Dimana pada saat diberikan penambahan air 600 ml rentang nilai resistivitas untuk jarak 0.02 m dan 0.04 m berturut-turut adalah 33.33-34.32 Ωm dan 73.09-74.06 Ωm. Pada penambahan air 600 ml berikutnya hingga sampel tersaturasi 1200 ml rentang resistivitas menurun pada spasi 0.0 2m dan 0.04 m berturut-turut menjadi 22.57-24.06 Ωm dan 44.006-509 Ωm. Pada penambahan air 1800 ml sampel memiliki rentang resistivitas 14.29-14.578 Ωm untuk jarak elektroda 0.02 m dan 40.99-43 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m. Pada penambahan air 2400 ml sampel memiliki rentang resistivitas 9.87-10.102 Ωm untuk jarak elektroda 0.0 2 m dan 32.24-33.506 Ωm untuk

    jarak elektroda 0.04 m. Pada penambahan air 3000 ml sampel memiliki rentang resistivitas 13.95-14.13 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 27.21-28.08 Ωm untuk jarak elektroda 0.04 m.

    c. Sampel C (Tuf Halus Berwarna Abu-abu)

    Variasi nilai resistivitas rata-rata sampel C pada dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk sampel C dalam kondisi kering dengan jarak elektroda a 0.02 m memiliki nilai rentang resistivitas 215.404-463.464 Ωm. Pada jarak elektroda 0.04m sampel dalam kondisi kering memiliki rentang resistivitas 1105.28-1313.776 Ωm.

    Tabel 4 Variasi Nilai Resistivitas Sampel C

    No Resistivitas (Ωm)

    Spasi Elektroda

    0.02 (m) 0.04(m)

    1 Sampel Kering (Ωm) 215.404-

    463.464

    1105.28-

    1313.776

    2 Sampel Basah 600ml

    (Ωm) 19.3-22.805 84.147-88.386

    3 Sampel Basah 1200ml

    (Ωm)

    14.701-

    15.089 35.036-36.686

    4 Sampel Basah 1800ml

    (Ωm) 9.002-9.14 22.28-22.2259

    5 Sampel Basah 2400ml

    (Ωm) 3.779-3.823 15.241-15.549

    6 Sampel Basah 3000ml

    (Ωm) 5.31-5.45 7.62-7.813

    Pada saat penambahan air secara bertahap, sampel

    mengalami perubahan nilai resistivitas yang cukup signifikan. Dimana pada saat penambahan air 600 ml rentang nilai resistivitas untuk jarak 0.02m dan 0.04 m berturut-turut adalah 19.3-22.805 Ωm dan 84.147-88.386 Ωm. Pada penambahan air 600 ml berikutnya hingga sampel ter saturasi 1200 ml rentang resistivitas menurun pada spasi 0.02m dan 0.04m berturut-turut menjadi 14.701-15.089 Ωm dan 35.036-36.686Ωm. Pada penambahan air 1800 ml sampel memiliki rentang resistivitas 9.002-9.14 Ωm untuk jarak elektroda 0.02 m dan 22.28-22.2259 Ωm untuk jarak elektroda 0.04 m. Pada penambahan air 2400 ml sampel memiliki rentang resistivitas 3.779-3.823 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 15.241-15.549 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m. Pada penambahan air 3000 ml sampel memiliki rentang resistivitas 5.31-5.45 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 7.62-7.813 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m.

  • Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology J. Sci. Appl. Tech. vol. xx (xx), 2020, pp. xx-xx | 5 Published by: Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

    d. Sampel D (Lempung Tufaan Berwarna Coklat Kemerahan)

    Variasi nilai resistivitas rata-rata sampel D pada dapat dilihat pada Tabel 11. Untuk sampel D dalam kondisi kering dengan jarak elektroda a 0.02 m memiliki nilai rentang resistivitas 167.92-478.117 Ωm. Pada jarak elektroda 0.04m sampel dalam kondisi kering memiliki rentang resistivitas 776.208-1231.717 Ωm.

    Tabel 5 Variasi Nilai Resistivitas Sampel D

    No Resistivitas (Ωm)

    Spasi Elektroda

    0.02 (m) 0.04(m)

    1 Sampel Kering (Ωm) 167.92-478.117

    776.208-1231.717

    2 Sampel Basah 600ml

    (Ωm) 34.517-42.201 53.718-59.618

    3 Sampel Basah 1200ml

    (Ωm) 17.397-18.514 30.248-37.135

    4 Sampel Basah 1800ml

    (Ωm) 8.649-8.95 17.41-17.59

    5 Sampel Basah 2400ml

    (Ωm) 5.73-5.91 9.81-10.122

    6 Sampel Basah 3000ml

    (Ωm) 5.3-5.45 10.64-11.73

    Pada saat penambahan air secara bertahap, sampel

    mengalami perubahan nilai resistivitas yang cukup signifikan. Dimana pada saat penambahan air 600 ml rentang nilai resistivitas untuk jarak 0.02m dan 0.04 berturut-turut adalah 34.517-42.201 Ωm dan 53.718-59.618 Ωm. Pada penambahan air 600 ml berikutnya hingga sampel ter saturasi 1200 ml rentang resistivitas menurun pada spasi 0.02m dan 0.04m berturut-turut menjadi 17.397-18.514 Ωm dan 30.248-37.135 Ωm. Pada penambahan air 1800 ml sampel memiliki rentang resistivitas 8.649-8.95 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 17.41-17.59 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m. Pada penambahan air 2400 ml sampel memiliki rentang resistivitas 5.73-5.91 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 9.81-10.122 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m. Pada penambahan air 3000 ml sampel memiliki rentang resistivitas 5.3-5.45 Ωm untuk jarak elektroda 0.02m dan 10.64-11.73 Ωm untuk jarak elektroda 0.04m.

    Dari hasil rentang nilai resistivitas yang didapatkan untuk setiap pengukuran pada sampel cenderung meningkat ketika jaraknya juga meningkat. Ini berarti bahwa semakin dalam resistivitasnya semakin tinggi sedangkan kedalaman dangkal memiliki resistivitas yang lebih rendah. Peningkatan

    yang diamati dalam resistivitas pada kedalaman yang lebih dalam bisa berpengaruh pada penurunan porositas atau kadar air isi disebabkan beban yang diatasnya. Dimana untuk kondisi lapangan yang lebih luas dengan jarak dan kedalaman yang lebih dalam akan mempengaruhi nilai resistivitas. Namun kasus ini tidak berlaku untuk semua kasus, hanya berlaku untuk sedimen yang homogen seperti ini saja. Dimana bahwa porositas dan saturasi air bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi atau menentukan tahanan listrik dari material geologi.

    Dari hasil nilai resistivitas yang didapatkan dari hasil pengukuran untuk setiap tahap yang diberikan didapatkan adanya perubahan rentang nilai resistivitas. Nilai resistivitas masing-masing sampel kering cenderung menurun ketika diberikan saturasi air 600 ml air demikian juga ke tahap berikutnya sampai saturasi 5x600 ml air. Tahap pensaturasian dilakukan 30 menit sebelum memulai pengukuran untuk masing-masing tahapan pada setiap sampel untuk memastikan air meresap ke dalam sampel. Sesuai dengan tabel resistivitas hasil pengukuran tersebut juga didapatkan bahwa sampel A memiliki porositas dan permeabilitas yang lebih kecil dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya. Sedangkan sampel yang cenderung dapat meresap air dengan lebih cepat adalah sampel D. Hal ini dipengaruhi oleh porositas dan ukuran butirnya yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan sampel A, B, dan C. Dari tabel data resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran ini juga didapatkan bahwa sampel C (Tuff ash berwarna abu-abu) memiliki rentang nilai resistivitas yang cenderung cukup tinggi. Dari rentang nilai resistivitas yang didapatkan dari pengaruh saturasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran nilai resistivitas pada saat cuaca atau musim tertentu pada saat di lapangan akan mempengaruhi nilai resistivitas. Dimana pengukuran geolistrik resistivitas yang dilakukan pada saat musim kemarau akan menaikkan nilai resistivitas. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran arus pada kondisi kering (kemarau) arus akan sulit mengalir sehingga tanah atau lapisan batuan bawah permukaan akan cenderung memiliki nilai resistivitas yang sangat tinggi.

    Metode Geolistrik resistivitas merupakan salah satu teknik investigasi geofisika untuk memetakan struktur bawah permukaan berdasarkan prinsip bahwa persebaran nilai resistivitas setiap litologi bawah permukaan memiliki nilai yang tidak sama. Dengan mempertimbangkan nilai referensi resistivitas yang didapatkan dari hasil uji laboratorium dan referensi yang digunakan pada literatur dapat diidentifikasi karakteristik lapisan batuan bawah permukaan pada Formasi Lampung yang terdiri dari tuf riolit yang memiliki nilai resistivitas yang cenderung sangat tinggi

    http://lp3.itera.ac.id/https://www.itera.ac.id/

  • >1800 Ωm [6] tufaan memiliki nilai rentang resistivitas dari 600-1800 Ωm, lempung tufaan memiliki rentang nilai resistivitas dari 300-600 Ωm serta tuf pasiran sebagai lapisan pembawa air (akuifer) memiliki nilai resistivitas < 300 Ωm dimana penurunan nilai resistivitas pada lapisan pembawa air dipengaruhi oleh air yang mengisi lapisan tersebut [7, 8].

    2. Hasil Pengolahan Data Lapangan

    Hasil dari data resistivitas 1D konfigurasi Wenner yang didapatkan dari lapangan Pringsewu menggunakan instrumen Geolistrik Ares disajikan dalam beberapa tahapan pengolahan. Tahap pertama data sekunder yang didapatkan dari lapangan Pringsewu diolah dalam model 1D untuk menentukan litologi per kedalamannya, kemudian beberapa titik dikorelasikan untuk mendapatkan penampang secara 2D. Lalu data per desa diinterpolasikan menggunakan model 3D. Setiap pengolahan data diatas dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi geologi lapangan Pringsewu.

    1) Desa Ambarawa Barat

    Pengukuran teknik sounding yang dilakukan di Desa Ambarawa barat tersebar pada 49 titik pengukuran. Titik sounding 10 berdasarkan data geologi berada pada Formasi Lampung (QTI) yang batuannya terdiri dari tuf berbatuapung, batu pasir tuf dan setempat sisipan tufit.

    Gambar 2. Titik Sounding 10 di Desa Ambarawa Barat

    Pada model 1D, titik sounding 10 dengan error 1.32% didapatkan 4 perlapisan. Lapisan pertama dengan ketebalan 1.5 m dan kedalaman lapisan 0-1.5 m diperoleh nilai resistivitas sebesar 599 Ωm diduga sebagai lempung tufaan. Pada lapisan kedua dengan ketebalan lapisan 4.5 m, dan kedalaman 1.5-5.99 m diperoleh nilai resistivitas mencapai 402 Ωm diduga sebagai lempung tufaan. Lapisan

    ketiga mencapai kedalaman 5.99-110 m, ketebalan lapisan 104 m memiliki nilai resistivitas 2635 Ωm diduga sebagai tuf riolit. Lapisan keempat dengan kedalaman lapisan 110-150 m, ketebalan lapisan 40 m memiliki resistivitas 1134 Ωm diduga sebagai lapisan tufaan.

    Gambar 3. Model 2D Korelasi Titik Sounding 10 dan Titik Sounding 11 di Desa Ambarawa Barat

    Dari data geologinya dapat dilihat bahwa lokasi titik

    pengukuran di Desa Ambarawa Barat tersebar dalam tiga formasi, diantaranya: Formasi Hulusimpang (Tomh), Formasi Lampung (QTI) dan Alluvium (Qa). Adapun titik yang dikorelasikan pada model tersebut terdiri dari stitik sounding 10 dan titik sounding 11. Dimana geologi titik sounding 10 dan titik sounding 11 berada pada Formasi Lampung (QTI). Warna merah dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit dimana memiliki perlapisan yang menerus dan ketebalan 75-104 m menipis kearah timur yaitu titik sounding 11, warna merah muda dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan berada dibawah lapisan tuf riolit pada kedalaman 110-150 m, warna hijau dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan dengan ketebalan 1-6 m, dan warna kuning dapat diidentifikasi sebagai tuf pasiran dimana tuf pasiran bertindak sebagai akuifer.

    Gambar 4. Model 3D Persebaran Litologi pada Titik Pengukuran di Desa Ambarawa Barat

    Dari keseluruhan model pengolahan 3D dari semua

    titik pengukuran di Desa Ambarawa Barat dapat dilihat

  • Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology J. Sci. Appl. Tech. vol. xx (xx), 2020, pp. xx-xx | 7 Published by: Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

    bahwa persebaran litologinya bervariasi untuk setiap titik sounding dan perlapisannya. Dimana warna merah memiiki rentang resistivitas yang sangat tinggi (>1800 Ωm) yang pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit, warna merah muda meiliki rentang resistivitas (601-1800 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan, warna hijau memiliki rentang resistivitas (300-600 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning meiliki rentang resistivitas yang lebih rendah (1800 Ωm) yang pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit, warna merah muda meiliki rentang resistivitas (601-1800 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai

    http://lp3.itera.ac.id/https://www.itera.ac.id/

  • lapisan tufaan, warna hijau memiliki rentang resistivitas (300-600 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning meiliki rentang resistivitas yang lebih rendah (1800 Ωm) yang pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit, warna merah muda meiliki rentang resistivitas (601-1800 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan, warna hijau memiliki rentang resistivitas (300-600 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning meiliki rentang resistivitas yang lebih rendah (

  • Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology J. Sci. Appl. Tech. vol. xx (xx), 2020, pp. xx-xx | 9 Published by: Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

    diidentifikasi sebagai tuf pasiran dimana tuf pasiran bertindak sebagai akuifer.

    4) Desa Candi Retno

    Pengukuran teknik sounding yang dilakukan di Desa Candi Retno tersebar pada 13 titik pengukuran. Titik sounding 92 berdasarkan data geologi berada pada Formasi Lampung (QTI) yang batuannya terdiri dari tuf berbatuapung, batu pasir tuf dan setempat sisipan tufit.

    Gambar 10. Titik Sounding 98 di Desa Candi Retno

    Pada model 1D, titik sounding 98 dengan error

    4.04% didapatkan 4 perlapisan. Lapisan pertama dengan ketebalan 2 m dan kedalaman lapisan 0-2 m diperoleh nilai resistivitas sebesar 380 Ωm dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan. Pada lapisan kedua dengan ketebalan lapisan 28 m, dan kedalaman 2-30m diperoleh nilai resistivitas mencapai 1899 Ωm dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit (formasi kuarsit sidodadi). Lapisan ketiga mencapai kedalaman 30-100 m, ketebalan lapisan 70 m memiliki nilai resistivitas 702 Ωm dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan. Lapisan keempat dengan kedalaman lapisan 100-150 m, ketebalan lapisan 100 m memiliki resistivitas 141 Ωm dapat diidentifikasi sebagai batuan tidak kompak perselingan antara tuf pasiran dan pasir yang bertindak sebagai akuifer.

    Gambar 11. Model 2D Korelasi Titik Sounding 100, Titik Sounding 98 dan Titik Sounding 99 di Desa Candi Retno

    Dari data geologinya dapat dilihat bahwa lokasi titik pengukuran di Desa Candi Retno berada pada Formasi Lampung (QTI), dan Alluvium (Qa). Adapun titik yang dikorelasikan pada model tersebut terdiri dari titik sounding 100 dengan titik sounding 98 dan titik sounding 99. Dimana semua titik pengukuran ini tersebar di Formasi Lampung (QTI). Warna merah dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit dengan perlapisan yang memiliki ketebalan 20-40 m, warna merah muda dengan ketebalan lapisan 5-80 m dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan, warna hijau dengan ketebalan 2-20 m dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning yang dapat dilihat pada titik sounding 98 mencapai ketebalan 50 m pada kedalamanan 100-150 m dapat diidentifikasi sebagai tuf pasiran yang bertindak sebagai akuifer.

    Gambar 12. Model 3D Persebaran Litologi pada Titik Pengukuran di Desa Candi Retno

    Dari keseluruhan model pengolahan 3D dari semua titik pengukuran di Desa Ambarawa Timur dapat dilihat bahwa persebaran litologinya bervariasi untuk setiap titik sounding dan perlapisannya. Dimana warna merah memiiki rentang resistivitas yang sangat tinggi (>1800 Ωm) yang pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit, warna merah muda meiliki rentang resistivitas (601-1800 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan,

    http://lp3.itera.ac.id/https://www.itera.ac.id/

  • warna hijau memiliki rentang resistivitas (300-600 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning meiliki rentang resistivitas yang lebih rendah (1800 Ωm) yang pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai tuf riolit, warna merah muda meiliki rentang resistivitas (601-1800 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lapisan tufaan, warna hijau memiliki rentang resistivitas (300-600 Ωm) pada formasi Lampung dapat diidentifikasi sebagai lempung tufaan, dan warna kuning meiliki rentang resistivitas yang lebih rendah (

  • Copyright © 2019 Journal of Science and Applicative Technology J. Sci. Appl. Tech. vol. xx (xx), 2020, pp. xx-xx | 11 Published by: Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia

    diidentifikasi sebagai tuf pasiran dimana tuf pasiran bertindak sebagai akuifer.

    Gambar 16. Model 3D Persebaran Litologi pada Titik Pengukuran di Daerah Pringsewu Secara Keseluruhan

    Batuan yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air terbaik adalah batuan tidak terkonsolidasi seperti pasir, kerakal, dan kerikil [9]. Dimana batuan yang mengandung akuifer memiliki nilai resisitivitas

  • [1] U. M. Anuar and M. M. Nordiana, “Aquifer detection using 2-D resistivity method and porosity calculation,” J. Teknol., vol. 80, no. 6, pp. 149–158, 2018, doi: 10.11113/jt.v80.11730.

    [2] J. A. C. R. A. Freezy, Groundwater. New Jersey: 1979, 1979.

    [3] D. C. Beard and P. K. Weyl, “Influence of Mineralogy and Texture on Porosity and Permeability of Diatomites,” Am. Assoc. Pet. Geol. Bull., vol. 77, no. 2, pp. 349–369, 1993, doi: 10.1306/bdff6f62-1718-11d7-8645000102c1865d.

    [4] M. Scherer, “Parameters influencing porosity in sandstones: a model for sandstone porosity prediction,” Am. Assoc. Pet. Geol. Bull., vol. 71, no. 5, pp. 485–491, 1987, doi: 10.1306/94886ed9-1704-11d7-8645000102c1865d.

    [5] M. Han, M. Fleury, and P. Levitz, “Effect of the Pore Structure on Resistivity Index Curves,” Soc. Core Anal., vol. 34, no. 1997, pp. 1–12, 2007.

    [6] Partika, P. A. (2019). Identifikasi Zona Akuifer Air Tanah Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding (VES) dan Logging Kabupaten Pringsewu di Desa Waringin Sari Barat, Kabupaten Pringsewu. Universitas Lampung.

    [7] S. Satiawan and Rizka, “Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding ( Ves ) Dan Data Electrical Logging ; Studi Kasus Kampus Itera,” Bull. Sci. Contrib. Geol., vol. 17, pp. 91–100, 2019.

    [8] E. Prasetyawati Umar and M. R. Agung Setiawan, “Pengukuran Electrical Logging Pada Pemboran Air Tanah Dalam Di Daerah Pacciro Kecamatan Balusu Kabupaten Barru,” J. Geomine, vol. 5, no. 2, pp. 90–93, 2017, doi: 10.33536/jg.v5i2.133.

    [9] Todd, “Method and Apparatus for Steam Generation at The Bottom of a Well Bore,” no. 19, pp. 2–9, 1980, doi: US005485919A.

    [10] W. M. Telford, L. P. Geldart, and R. E. Sheriff, “Applied Geophysics,” p. 770, 1990, [Online]. Available: http://www.cambridge.org.