109
i HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR – MO.091336 ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE MECHANICS BERBASIS KEANDALAN KHUSNUL ABDI NRP. 4306 100 072 Dosen Pembimbing Murdjito, M.Sc. Eng Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc JURUSAN TEKNIK KELAUTAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE …xa.yimg.com/kq/groups/21706671/640705523/name/4306100072-TAfull.… · i halaman judul tugas akhir – mo.091336 analisa umur kelelahan

  • Upload
    lamnga

  • View
    217

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

i

HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR – MO.091336

ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE

FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE

MECHANICS BERBASIS KEANDALAN

KHUSNUL ABDI

NRP. 4306 100 072

Dosen Pembimbing

Murdjito, M.Sc. Eng

Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2010

ii

FINAL PROJECT – MO.091336

FATIGUE LIFE ANALYSIS ON FPSO’s BOTTOM PLATE

USING ELASTIC PLASTIC FRACTURE MECHANICS-

BASED ON RELIABILITY METHODS

KHUSNUL ABDI

NRP. 4306 100 072

Supervisors

Murdjito, M.Sc.Eng

Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc

DEPARTMENT OF OCEAN ENGINEERING

Faculty of Marine Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology

Surabaya 2010

iii

ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE

FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE

MECHANICS BERBASIS KEANDALAN

LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

pada

Progran Studi S-1 Jurusan Teknik Kelautan

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:

KHUSNUL ABDI

NRP. 4306 100 072

Disetujui oleh pembimbing tugas akhir

1. Murdjito, M.Sc.Eng ............................................. (Pembimbing1)

2. Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc ........................................ (Pembimbing II)

SURABAYA, JULI 2010

iv

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

v

ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE

FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE

MECHANICS BERBASIS KEANDALAN

Nama Mahasiswa : Khusnul Abdi

NRP : 4306 100 072

Jurusan : Teknik Kelautan – FTK ITS

Dosen Pembimbing : Murdjito, M.Sc.Eng

Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc

ABSTRAK

Abstrak

Terjadinya sebuah keretakan (crack) dapat menyebabkan adanya kegagalan (failure) pada struktur.

Bottom plate FPSO yang telah mengalami initial crack dipastikan akan berkurang keandalannya.

Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis umur kelelahan FPSO sebelum dan sesudah adanya

retak pada pelat alas serta nilai keandalan struktur akibat kepecahan pada pelat alas FPSO. Analisa

global dilakukan dengan software POSEIDON yang diperoleh tegangan dan umur kelelahan kritis

adalah 16 tahun pada bottom shell (e-f) frame 87. Analisis fracture mechanics pada sambungan

antara base plate dan longitudinal girder menggunakan software ANSYS yang hasilnya digunakan

untuk menghitung umur kelelahan akibat crcak. Dan diperoleh umur pada saat retak awal 0.5 mm

umur kelelahan struktur adalah 38 tahun, sedangkan pada pertambahan kedalaman retak

berikutnya untuk 1 mm dan 1.5 mm secara berturut-turut adalah 23 dan 9 tahun. Analisa keandalan

struktur menggunakan bantuan software minitab dengan menggunakan simulasi monte carlo.

Moda kegagalan yang digunakan adalah ketika retak mencapai tebal pelat minimum yang

diizinkan oleh GL. Percobaan dilakukan sebanyak seratus ribu kali percobaan dan didapatkan nilai

keandalan struktur bottom plate akibat kelelahan kepecahan adalah untuk retak awal 0.5 mm

keandalan struktur adalah 0.815, sedangkan pada pertambahan kedalaman retak berikutnya untuk 1

mm dan 1.5 mm secara berturut-turut adalah 0.679 dan 0.539.

Kata kunci : FPSO, POSEIDON, EPFM, CTOD, Monte carlo, keandalan

vi

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

vii

FATIGUE LIFE ANALYSIS ON FPSO’S BOTTOM PLATE

USING ELASTIC PLASTIC FRACTURE MECHANICS-BASED

ON RELIABILITY METHODS

Name : Khusnul Abdi

Reg. Number : 4306 100 072

Department : Ocean Engineering – ITS

Supervisors : Murdjito, M.Sc.Eng

Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc

Abstract

The occurrences of crack can cause the structure failure. Some Initial Crack at the Bottom Plate of

FPSO will obviously decreases its reliability. This final project purpose is to analyzing the fatigue

life of FPSO before and after the existence of crack at bottom plate and also to assessing the

structure reliability due to effect of fraction on the bottom plate of FPSO. According to the Global

analysis that was conducted by using POSEIDON software, it was obtained that the critical tension

and fatigue life was 16 year at bottom shell (E-F) frame 87. The result of Fracture Mechanics

analysis of base plate and longitudinal girder joint using ANSYS software was used for calculating

the fatigue life with the effect of crack. The fatigue life that was obtained for initial crack depth 0.5

mm is 38 year, whereas for the next accretion depth crack which is 1 mm and 1.5 mm was 23 and

9 year. The Reliability analysis of the structure was conducted by MINITAB software with Monte

Carlo simulation. The Failure Mode that was used is when the crack reach minimum allowable

plate thickness that was issued by GL. A hundred thousand times (100,000) attempts has been

conducted therefore the structure reliability value of bottom plate due to the effect of fraction

fatigue can be calculated. The structure reliability with initial crack depth 0.5 mm was 0.815,

whereas for the next accretion depth crack which is 1 mm and 1.5 mm the structure reliability was

0.679 and 0.539.

Keywords: FPSO, POSEIDON, EPFM, CTOD, Monte carlo, Reliability

viii

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah hirobbilalamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Sholawat serta

salam kepada junjungan umat manusia Rasulullah Muhammad SAW, serta ucapan

terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan segenap kemampuan yang penulis miliki.

Tugas Akhir ini berjudul “Analisa Umur Kelelahan Pada Bottom Plate FPSO

Dengan Metode Elastic Plastic Fracture Mechanics Berbasis Keandalan”

disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Studi kesarjanaan (S1)

di Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK), Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan dan penulisan penelitian ini masih

jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

dari pihak lain. Akhir kata penulis hanya dapat berharap penelitian ini bermanfaat

bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya bidang Offshore Structure.

Wassalamualaikum Wr. Wb

.

Surabaya, 12 Juli 2010

Khusnul Abdi

x

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

xi

UCAPAN TERIMA KASIH

Semua proses dalam pengerjaan tugas akhir ini dari awal hingga selesai tidak

terlepas dari bantuan serta dorongan semangat yang diberikan dari banyak pihak

baik secara langsung maupun tidak. Terima kasih yang tak terhingga ingin

diucapkan penulis kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan hidup yang begitu berarti dan segala

kesempatan dan petunjuk yang terus menerus

2. Bapak, Ibu, Adik Fitri, Adik Yuni, Om, Tante, dan Nenek atas semua doa

dan dukungan moril serta materiil yang telah kalian berikan. Semoga

hasil ini tidak mengecewakan.

3. Dosen pembimbing, Bapak Murdjito dan Bapak Jusuf Sutomo atas segala

ilmu dan kesabaran dalam membimbing pengerjaan tugas akhir ini.

4. Bapak Murtedjo selaku dosen wali, terima kasih atas segala arahan dan

bimbingannya selama kuliah.

5. Para Dosen Teknik Kelautan ITS terima kasih atas segala ilmu yang telah

diberikan selama kuliah.

6. Staf dan pegawai Jurusan Teknik Kelautan ITS

7. Teman-teman D’admiral (Power Rangers, KO team, dll) terimakasih

telah menjadi keluarga dan sahabat selama berjuang di kampus Kelautan.

Best friend forever.

8. Keluarga Hidro, Flumetank, Opres, Dinstruk, D’Yato, D’Admiral’s

Scuba Diver crew yang setia menemani dan menghibur kala kejenuhan

melanda.

9. Senior (2005 – tak terhingga) dan junior (2007 – 2009) Teknik Kelautan

yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu

terselesaikannya tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Teman-teman The Spartan Band, Sahabat lama dan teman-teman

facebook penghilang penat.

11. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu disini terimakasih

atas segala bantuan dan dukungan

xii

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 4

1.3 Tujuan ................................................................................................... 4

1.4 Manfaat ................................................................................................. 4

1.5 Batasan Masalah .................................................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ...................................... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................... 7

2.2 Dasar Teori .......................................................................................... 10

2.2.1 Struktur FPSO .............................................................................. 10

2.2.2 Konsep Pembebanan Pada Analisa Global .................................... 11

2.2.3 Beban Gelombang ........................................................................ 11

2.2.4 Efek Deformasi ............................................................................. 13

2.2.5 Kekuatan Kelelahan (Fatigue Strength) ........................................ 14

2.2.6 Konsep Mekanika Kepecahan ....................................................... 21

2.2.7 Konsep Metode Elemen Hingga .................................................... 29

2.2.8 Analisis Keandalan Struktur ......................................................... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 37

3.1 Studi literatur ....................................................................................... 39

xiv

3.2 Pengumpulan Data ............................................................................... 40

3.3 Pemodelan Struktur dengan Software Poseidon .................................... 42

3.4 Validasi hasil perhitungan umur kelelahan dari POSEIDON ................ 50

3.5 Pemodelan Bottom Plate Menggunakan ANSYS ................................. 50

3.5.1 Geometri Dan Material ................................................................. 50

3.5.2 Retak Awal ................................................................................... 51

3.5.3 Pemodelan Bottom Plate ............................................................... 51

3.5.4 Pemodelan Retak Awal ................................................................. 52

3.5.5 Meshing Bottom Plate .................................................................. 53

3.5.6 Pemodelan Beban Aksial .............................................................. 53

3.6 Perhitungan Stress Intensity Factor ...................................................... 54

3.7 Perhitungan CTOD .............................................................................. 54

3.8 Perhitungan Umur Kelelahan Akibat Crack ......................................... 55

3.9 Analisis Keandalan Dengan Monte Carlo ............................................. 56

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 59

4.1 Data Struktur ....................................................................................... 59

4.2 Data Lingkungan ................................................................................. 60

4.3 Analisa Umur Kelelahan Sebelum Retak ............................................. 61

4.3.1 Shear Force dan Bending Moment ................................................ 62

4.3.2 Tegangan ...................................................................................... 63

4.3.3 Kurva S-N .................................................................................... 66

4.3.4 Perhitungan Umur Kelelahan ........................................................ 66

4.4 Validasi Perhitungan ............................................................................ 70

4.5 Hasil Pemodelan ANSYS .................................................................... 74

4.6 Analisa Stress Intensity Factor ............................................................. 75

4.7 Analisa CTOD ..................................................................................... 77

4.8 Analisa Umur Kelelahan Struktur Setelah Crack .................................. 79

4.9 Analisa Keandalan Struktur ................................................................. 81

4.9.1 Penentuan Distribusi Stress........................................................... 82

4.9.2 Perhitungan keandalan dengan simulasi Monte Carlo ................... 82

xv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 85

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 85

5.2 Saran ................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 87

LAMPIRAN

xvi

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Detail struktur ................................................................................... 3

Gambar 2.1. FPSO Marlim Sul, Nigeria (Doormanweg, 2006) ........................... 10

Gambar 2.2. Distribution factor for cM and influence factor cv (GL Rules, 2005)

.......................................................................................................................... 12

Gambar 2.3. Faktor distribusi CQ (GL Rules, 2005) .......................................... 13

Gambar 2.4.Kondisi Hogging (Barrass, 1999) .................................................... 14

Gambar 2.5. Kondisi Sagging (Barrass, 1999) .................................................... 14

Gambar 2.6. fweibull distribution (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) ....... 18

Gambar 2.7. Kurva S-N untuk sambungan las ................................................... 20

Gambar 2. 8. Kurva Perambatan Retak .............................................................. 24

Gambar 2.9. Mode deformasi retak (Kim,200) ................................................... 26

Gambar 2.10. Diagram alir simulasi Monte Carlo .............................................. 34

Gambar 2.11. Hubungan Bilangan Acak yang Mengikuti Distribusi Uniform

dengan Perubah Acak X yang Memiliki Fungsi Distribusi Kumulatif Fx(x). ...... 35

Gambar 3.1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir ............................................... 38

Gambar 3. 2. Diagram alir pemodelan struktur menggunakan Poseidon ............. 43

Gambar 3. 3. Tahap input general data pada Poseidon ....................................... 44

Gambar 3. 4. Tahap input profile table pada Poseidon ....................................... 44

Gambar 3. 5. Hasil setelah dimasukkan inputan (memanjang) ............................ 45

Gambar 3. 6. Hasil setelah dimasukkan inputan (melintang) .............................. 45

Gambar 3. 7. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Longitudinal Member ..... 46

Gambar 3. 8. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Tranverse Web Plates ..... 46

Gambar 3. 9. Penampang transverse bulkheads .................................................. 47

Gambar 3. 10. Gambar Struktur Tampak Samping ............................................. 47

Gambar 3. 11. Gambar Struktur Tampak Atas .................................................... 47

Gambar 3. 12. Isometric View Dari Struktur ...................................................... 48

Gambar 3. 13. Potongan melintang struktur 3 dimensi ....................................... 48

Gambar 3. 14. Comparments pada desain tanker ................................................ 49

Gambar 3. 15. Details fatigue life pada midship ................................................. 49

xviii

Gambar 3. 16. Pemodelan Crack Awal .............................................................. 51

Gambar 3. 17. Pemodelan Bottom plate ............................................................. 52

Gambar 3. 18. Pemodelan Retak Awal ............................................................... 52

Gambar 3. 19. Meshing Bottom Plate dan Crack ................................................ 53

Gambar 3. 20. Diagram alir analisa keandalan struktur menggunakan Monte Carlo

.......................................................................................................................... 56

Gambar 4.1. Midship section of tanker (PT. PAL Indonesia, 2009) .................... 59

Gambar 4.2. Steel plan main model (PT. PAL Indonesia, 2009) ........................ 60

Gambar 4.3. Shear force dan Bending moment .................................................. 62

Gambar 4.4. Pemodelan tanker frame 55 sampai dengan 87 ............................... 70

Gambar 4.5. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 55 .............................. 71

Gambar 4.6. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 63 .............................. 71

Gambar 4.7. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 69 .............................. 72

Gambar 4.8. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 75 .............................. 72

Gambar 4.9. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 81 .............................. 73

Gambar 4.10. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 87 ............................ 73

Gambar 4. 11. Hasil Pemodelan ANSYS ........................................................... 75

Gambar 4. 12. Grafik ∆KI Terhadap Retak Awal ............................................... 77

Gambar 4. 13. Grafik ∆δ Terhadap Retak Awal ................................................. 79

Gambar 4. 14. Jumlah Siklus Tegangan Terhadap Retak Awal ........................... 80

Gambar 4. 15. Grafik Umur Kelelahan Terhadap Retak Awal ............................ 81

Gambar 4. 16. Grafik Keandalan Terhadap Kedalaman Retak ............................ 83

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Principal Dimension Kapal .................................................................. 3

Tabel 2.1. Tipe Sambungan (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) ............... 20

Tabel 3.1 Principal Dimension Kapal ................................................................. 40

Tabel 3. 2. Jumlah Kejadian Gelombang ............................................................ 41

Tabel 3. 3. Tebal Plat ......................................................................................... 50

Tabel 3. 4. Pressure pada Bottom plate .............................................................. 53

Tabel 4.1. Principal particulars ......................................................................... 59

Tabel 4.2. Rasio bentuk struktur ......................................................................... 60

Tabel 4.3. Prediksi tinggi gelombang daerah Sepanjang ..................................... 61

Tabel 4.4. Still water bending moment struktur tanker ........................................ 61

Tabel 4.5. Nominal Stress Pada Frame 55 .......................................................... 63

Tabel 4.6. Nominal Stress Pada Frame 63 .......................................................... 64

Tabel 4.7. Nominal Stress Pada Frame 69 .......................................................... 64

Tabel 4.8. Nominal Stress Pada Frame 75 .......................................................... 65

Tabel 4.9. Nominal Stress Pada Frame 81 .......................................................... 65

Tabel 4.10. Nominal Stress Pada Frame 87 ........................................................ 66

Tabel 4.11. umur kelelahan Pada Frame 55 ........................................................ 68

Tabel 4.12. umur kelelahan Pada Frame 63 ........................................................ 68

Tabel 4.13. umur kelelahan Pada Frame 69 ........................................................ 68

Tabel 4.14. umur kelelahan Pada Frame 75 ........................................................ 69

Tabel 4.15. umur kelelahan Pada Frame 81 ........................................................ 69

Tabel 4.16. umur kelelahan Pada Frame 87 ........................................................ 69

Tabel 4.17. Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software ......... 74

Tabel 4.18.Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software .......... 74

Tabel 4. 19. Output Tegangan ............................................................................ 75

Tabel 4. 20. SIF single notch edge crack ............................................................ 76

Tabel 4. 21. Perhitungan SIF Single Notch Edge Crack ...................................... 76

Tabel 4. 22. Hasil SIF Dari ANSYS ................................................................... 76

Tabel 4. 23. Perbandingan SIF ........................................................................... 76

xx

Tabel 4. 24. Hasil CTOD Dari perhitungan manual ............................................ 77

Tabel 4. 25. Harga J-Integral dari Software ANSYS .......................................... 78

Tabel 4. 26. Hasil CTOD dari hasil konversi ...................................................... 78

Tabel 4. 27. Perbandingan CTOD ...................................................................... 78

Tabel 4. 28. Jumlah Siklus Tegangan ................................................................. 80

Tabel 4. 29. Umur Kelelahan Struktur ................................................................ 81

Tabel 4. 30. Distribusi Stress ............................................................................. 82

Tabel 4. 31. Beberapa parameter distribusi dari beberapa kedalaman ................. 82

Tabel 4. 32. Keandalan Struktur Terhadap Retak ............................................... 83

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini kebutuhan sumber daya minyak dan gas semakin hari semakin

meningkat, akan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah cadangan minyak dan gas

yang kita miliki. Untuk itu dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi migas,

salah satu caranya adalah dengan mengalihkan daerah operasi dari perairan

dangkal menuju perairan dalam (deep water). FPSO (Floating Production Storage

and Offloading) menjadi salah satu konsep yang lebih tepat untuk kondisi perairan

dalam.

Sistem FPSO mulai diperkenalkan pada tahun 1974 yang dioperasikan pada

kedalaman 43 meter dan sekarang FPSO dapat dioperasikan hingga kedalaman laut

1400 meter (Shimamura, 2002). Pada saat ini proses konversi tanker lebih banyak

digunakan dalam pembuatan FPSO. 70 % dari 70 lebih FPSO yang beroperasi

diseluruh dunia adalah hasil konversi (Potthurst, 2003). Hal tersebut dilakukan karena

waktu pembuatan FPSO secara konversi lebih singkat 1 – 2 tahun dari pada

pembuatan FPSO baru. Keuntungan lain yang didapatkan dalam proses secara

konversi adalah antisipasi pada umur reservoir yang pendek hingga menengah (5-15

tahun) dan jadwal proses operasi FPSO lebih cepat (Leick, 2000).

Kondisi umur kelelahan struktur tanker menjadi kriteria dalam pemilihan tanker

untuk dikonversi ke FPSO. Kelelahan struktur sangat dipengaruhi oleh beban siklis

(cyclic), seperti beban gelombang dan beban angin. Kedua beban dinamis tersebut

merupakan beban siklis yang dominan. Jika suatu struktur telah melewati umur

kelelehannya maka akan terjadi sebuah keretakan (crack) yang nantinya dapat

menyebabkan adanya kegagalan (failure) pada struktur. Kegagalan yang serius,

seperti kegagalan total pada deck dan bottom plate menjadi penyabab fatal

kegagalan struktur selama masa perang dunia II. Hal ini juga berlaku pada FPSO

dari konversi tanker yang mengalami beban hidrodinamis secara berulang ulang

2

(siklis). Selain itu sistem kerja FPSO yang beroperasi menetap di sebuah perairan

dalam waktu yang lama juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

kegagalan pada struktur. Hal tersebut terjadi karena minimumnya proses docking

untuk inspeksi atau penggantian material.

Kegagalan akibat keretakan merupakan tahapan retakan dan jika tidak terdeteksi,

retakan ini bisa mengakibatkan kepecahan katastropik (Ayyub, 2000). Kegagalan ini

merupakan akumulasi dari pembebanan siklis yang terjadi di lokasi operasi FPSO

serta adanya daerah diskontinuitas yang mengakibatkan adanya konsentrasi tegangan

terbesar secara global. Akibat beban-beban tersebut struktur mengalami keretakan

dimana sejalan dengan waktu akan terjadi penjalaran retak yang tidak stabil (fast

fracture). Pada struktur yang memiliki fungsi sebagai storage system, retak hingga

mencapai ketebalan minimum maupun hingga menembus ketebalan plat akan

mengakibatkan kebocoran dan menimbulkan kerugian yang besar. Jika crack terus

menjalar ke bagian penting, maka kegagalan total bisa terjadi. Untuk itu diperlukan

analisa lanjutan untuk mengetahui berapa umur kelelahan FPSO sebelum dan

sesudah terjadinya crack dengan menggunakan metode elastic plastic fracture

mechanics berdasarkan CTOD. Metode analisa ini dirasakan sangat penting

dilakukan mengingat semakin banyaknya penggunaan FPSO dari konversi tanker

untuk operasi laut dalam saat ini.

Objek studi tugas akhir ini adalah bottom plate dari tanker yang akan dikonversi

menjadi FPSO. Karena menurut Barsom (1987) di lokasi tersebut paling sering

terjadi crack yang sulit dideteksi dan juga berpotensi mengakibatkan crack yang

cepat pada tanker. Lokasi bottom plate bisa dilihat pada gambar 1.1. Perhitungan

yang dilakukan pada tugas akhir ini meliputi analisa global struktur untuk

mendapatkan nilai tegangan pada bottom plate. Setelah itu dilakukan analisa lokal

dengan input nilai tegangan yang dihasilkan pada analisa global untuk mengetahui

cepat rambat retak, sampai terjadinya fast fracture yang akan menyebabkan

terjadinya fracture failure. Output hasil analisa lokal digunakan sebagai variabel

random dalam perhitungan keandalan bottom plate. Keandalan bottom plate

3

dihitung dengan menggunakan metode montecarlo. Perhitungan dilakukan dengan

membuat model matematis dengan bantuan software Poseidon untuk

mendapatkan umur kelelahan FPSO guna mengetahui lokasi bottom plate kritis

yang akan ditinjau, selain itu diperoleh juga nilai tegangan global sebagai input

untuk analisa fracture mechanics pada software ANSYS. Berdasarkan analisa

fracture mechanics tersebut, maka akan diketahui nilai keandalan struktur sebagai

penilaian hasil konversi tanker ke FPSO.

Gambar 1.1 Detail struktur

Adapun struktur yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah tanker dengan dimensi

utama seperti yang tertera pada tabel 1.1. :

Tabel 1.1. Principal Dimension Kapal Description Symbol Unit Quantity

Vessel Size Kdwt 30

Displacement ∆ Ton 38144

Length Waterlin at T LOA m 180

Length Between Perpendicular LPP m 173

Breadth B m 30.5

Depth D m 15.6

Draft Design T m 9

Max Speed in calm water Vo kn 14

Block Coefficient CB 0.8

Sumber Data: PT.PAL Indonesia, 2009

4

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data kapal pada tabel 1.1 dan gambar 1.1 di atas, maka permasalahan

yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah :

1. Berapa umur kelelahan bottom plate FPSO sebelum adanya retak awal

yang terjadi?

2. Berapa umur kelelahan bottom plate FPSO setelah adanya retak awal

yang terjadi sampai mengalami fracture failure?

3. Bagaimana keandalan dari struktur akibat kepecahan yang terjadi pada

bottom plate FPSO?

1.3 Tujuan

Dari perumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan yang ingin dicapai dalam

tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui umur kelelahan bottom plate FPSO sebelum adanya retak

awal yang terjadi.

2. Mengetahui umur kelelahan bottom plate FPSO setelah adanya retak awal

yang terjadi sampai mengalami fracture failure.

3. Mengetahui nilai keandalan akibat kepecahan pada bottom plate FPSO

1.4 Manfaat

Dengan diketahuinya perhitungan umur kelelahan dan nilai keandalan pada tanker

yang akan menjadi FPSO yang berdasarkan metode elastic plastic fracture

mechanics terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu:

1. Memberikan pengetahuan tentang prosedur perghitungan umur kelelahan

FPSO konversi dari tanker dengan metode simplified dan berdasarkan

pada ship structure.

2. Memberikan pengetahuan tentang prosedur perhitungan umur kelelahan

FPSO konversi dari tanker dengan metode elastic plastic fracture

mechanics berdasarkan CTOD.

3. Memberikan pengetahuan tentang penelitian keandalan struktur akibat

adanya keretakan sehingga dapat diketahui nilai keandalan suatu struktur.

5

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Struktur yang dikaji merupakan tanker dengan code Germanischer Lloyd.

2. Analisa global yang dilakukan hanya sebatas untuk mendapatkan nilai

tegangan pada bottom plate.

3. Perhitungan tegangan pada bottom plate mempertimbangkan self weight

kondisi muatan penuh dan beban lingkungan.

4. Beban lingkungan yang ditinjau adalah beban gelombang (dua puncak

gelombang pada kedua ujung tanker dan satu puncak gelombang pada

mid-ship).

5. Perhitungan kelelahan dengan metode spectral analysis dengan persamaan

closed form fatigue equation

6. Crack diasumsikan single notch edge crack dengan retak awal berdasarkan

code ABS.

7. Mode retak yang digunakan pada analisa adalah mode opening yang hanya

memperhitungkan gaya aksial (Mode I) dengan asumsi plane stress

condition.

8. Analisis fracture mechanics menggunakan pendekatan elastic-plastic

fracture mechanics menggunakan CTOD.

9. Kegagalan diasumsikan jika kedalaman crack mencapai kedalaman kritis

(t-tmin), dimana tebal plat minimum yang diperbolehkan oleh GL t min=

6.5 + 0.02L (mm).

10. Tebal plat dianggap tetap, tidak ada pengurangan tebal akibat apapun.

11. Lebar plat di abaikan.

12. Analisa keandalan struktur dilakukan dengan menggunakan Monte Carlo

Simulation.

6

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini dimulai dengan pendahuluan pada

bab satu yang menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan,

perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tugas akhir ini,

manfaat yang diperoleh, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan

laporan.

Dasar teori dan tinjauan pustaka yang menjadi sumber referensi dalam tugas akhir

ini dijelaskan pada bab dua. Secara rinci bab ini berisikan tinjauan pustaka yang

menjadi acuan dari penelitian tugas akhir, dasar-dasar teori, rumus-rumus dan

kode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini dicantumkan dalam bab ini.

Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir ini menerangkan tentang metodologi

penelitian yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir. Penjelasan mengenai

langkah-langkah kerja dari penelitian ini mulai dari pengumpulan data dan studi

literature, pemodelan struktur tanker menggunakan Posseidon, serta pemodelan

struktur untuk analisa fracture menggunakan ANSYS yang dihubungkan dengan

umur kelelahan FPSO tersebut dicantumkan dalam bab ini. Tahapan dalam

melakukan penelitian yang ditampilkan dengan menggunakan flowchart (diagram

alir pengerjaan) juga dicantumkan dalam bab ini.

Seluruh hasil analisa penelitian pada tugas akhir ini akan dibahas dan diterangkan

pada bab empat. Bab ini akan membahas pengolahan data hasil dari output

pemodelan hingga menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan dari tugas

akhir. Dimana kesimpulan beserta saran yang diperlukan untuk penelitian lebih

lanjut dari tugas akhir akan diterangkan pada bab lima.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya Floating Production Storage and Offloading (FPSO) adalah kapal

dengan lambung tunggal yang difungsikan sebagai wahana untuk mengakomodasi

fasilitas dia tas geladak guna memproses produk migas dan sekaligus menyimpannya

di dalam tanki-tanki pada lambungnya sebelum produk tersebut ditransfer ke kapal-

kapal tanki pengangkut untuk didistribusikan ke pasaran. Konsep FPSO pada

dasarnya diperkenalkan akibat adanya dorongan industri lepas pantai yang mengarah

pada laut dalam. Selain itu konsep FPSO juga untuk menggantikan sistem

kombinasi anjungan produksi dengan fasilitas penyimpanan terapung atau floating

storage offloading (FSO). Integrasi dua fungsi yang dapat diakomodasikan dalam

satu wahana tentu akan memberikan efisiensi segi teknis dan ekonomis dari

beberapa aspek, baik pada tahap pembangunan maupun operasinya. Sistem FPSO

mulai diperkenalkan pada tahun 1974 yang dioperasikan pada kedalaman 43 meter

dan sekarang FPSO dapat dioperasikan hingga kedalaman laut 1400 meter

(Shimamura, 2002).

Pada saat ini FPSO dapat dibuat dengan melakukan konversi tanker. 70 % dari 70

lebih FPSO yang beroperasi diseluruh dunia adalah hasil konversi (Potthurst, 2003).

Namun dalam pembuatan FPSO diperlukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi

FPSO dalam melakukan operasinya. Hal tersebut dikarenakan FPSO merupakan salah

satu bangunan apung yang memiliki ukuran besar, sehingga mendapatkan

pengaruh yang sangat signifikan dari beban yang sifatnya berulang (siklis) seperti

beban gelombang dan angin, yang menyebabkan berkurangnya kekuatan struktur.

Menurut Soedjono (1989), fenomena kerusakan ataupun berkurangnya kekuatan

struktur akibat beban-beban, terutama beban siklis, dikenal dengan kelelahan

struktur (fatigue), dan secara esensial ditandai dengan keretakan (crack) dan pada

proses selanjutnya terjadi penjalaran (propagation) serta kerusakan (failure). Oleh

8

karena itu diperlukan analisa lebih lanjut terhadap tanker yang akan dikonversi

menjadi FPSO seperti analisa kelelahan dan mekanisme kepecahan dari sruktur.

Analisa retak awal dan perambatan retak akibat fatigue pada struktur kapal telah

dilakukan sejak tahun 1998 (Andersen, 1998). Menurut Barsom (1987), fatigue

crack telah diteliti pada beberapa kelas dari tanker. Dari penelitian tersebut

diketahui bahwa crack pada tanker sering terjadi pada beberapa lokasi berikut :

1. Sambungan antara side shell longitudinal bracket dengan transverse

bulkheads dan web frame.

2. Webs dari bottom shell longitudinal stiffner.

3. Bottom shell plates yang dekat dengan longitudinal drainage dan master

butt welds cutouts.

Crack pada ketiga lokasi tersebut lebih sulit dideteksi dan juga berpotensi

mengakibatkan fast fracture pada tanker. Oleh karena itu penting dilakukan kajian

lebih lanjut tentang bottom shell crack. Seperti penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya pada plat alas FPSO (Agustin,2009) yang menggunakan konsep

material bersifat getas dalam menganalisa crack yang terjadi sehingga memiliki

daerah plastis diujung retak kecil bila dibandingkan dengan panjang retak, dimana

konsep penelitian tersebut menghasilakan tren yang serupa dengan konsep Linier Elastic

Fracture Mechanic.

Penerapan kajian kepecahan dengan pendekatan mekanika kepecahan elastic

plastic akan lebih sesuai diterapkan guna menganalisa perilaku keretakan serta

material yang mempunyai sifat deformasi plastis lebih besar setelah dikenai

pembebanan kontinyu seperti misalnya material yang bersifat ductile. Seperti

yang kita ketahui bahwa bahan bahan material bersifat ductile sering dipakai

sebagai bahan dasar penyusun struktur bangunan lepas pantai. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan sebelumnya pada struktur berbentuk pipa (Aulia,2005)

perilaku perambatan retak telah sesuai dengan hasil analisa yang dikemukanan

Broek (1987) pada analisa berbasis mekanika kepecahan elastic plastic. Sehingga

metode ini cocok diterapkan dalam analisa kepecahan di bangunan lepas pantai.

9

Dalam perkembangannya, retak tiga dimensi meliputi through-straight crack,

surface crack, corner crack, dan embedded crack telah banyak dilakukan studi.

Fakta mengungkapkan bahwa surface crack dan embedded crack yang banyak

terjadi pada material getas dan ulet, memiliki dampak bahaya katastropik.

Berdasarkan ABS (2003), apabila tidak ada data yag tersedia mengenai kedalaman

crack maka crack diasumsikan berbentuk surface crack dengan kedalaman retak

awal 0.5 mm, karena retak tersebut yang sering terjadi pada offshore structure.

Selain itu berkembangnya konsep pendekatan mekanika kepecahan elastic plastic

merupakan hal penting yang harus dikaji secara lebih lanjut. Seperti saat ini, studi

mengenai J-integral dan CTOD sangat banyak dilakukan. Bahkan pada penelitian

sebelumnya Shi, dkk (1998) telah melakukan penelitian guna menegetahui

hubungan antara J-Integral dengan CTOD. Namun dalam beberapa penelitian,

pendekatan CTOD sangat banyak digunakan, karena CTOD hanya satu-satunya

parameter yang bisa diukur secara langsung dalam uji kepecahan. Oleh karena

fakor-faktor tersebut, pada penelitian ini akan dianalisa umur kelelahan pada

bottom plate tanker sebelum dan sesudah adanya crack awal yang terjadi dengan

metode elastic plastic fracture mechanics (EPFM) menggunakan pendekatan

CTOD berbasis keandalan.

Dalam penelitian ini berbasis keandalan dikarenakan dalam analisis probabilistik

untuk perambatan retak pada lambung kapal mensyaratkan penggunaan metode

keandalan untuk menjelaskan perilaku proses perambatan retak dan ketidakpastian

variabel yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian sebelumnya Soleh

(2007) menganalisis keandalan umur struktur kapal tanker dengan menggunakan

metode Mean Value First Order Second-Moment. Namun metode tersebut kurang

sesuai karena gelombang diasumsikan regular sehingga belum merepresentasikan

gelombang laut kondisi sebenarnya. Sehingga dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah Metode Monte Carlo.

10

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Struktur FPSO

Pemilihan konsep struktur merupakan tahapan awal yang sangat penting bagi

keberhasilan struktur anjungan dalam menjalankan fungsinya. Anjungan terapung

merupakan anjungan yang mempunyai karakter bergerak mengikuti gerakan

gelombang. Seringkali anjungan tipe ini dihubungkan dengan dasar laut

menggunakan peralatan mekanik seperti kabel atau rantai.

FPSO pada dasarnya adalah kapal dengan lambung tunggal yang difungsikan

sebagai wahana untuk mengakomodasi fasilitas di atas geladak guna memproses

produk migas dan sekaligus menyimpannya di dalam tanki-tanki pada

lambungnya sebelum produk tersebut ditransfer ke kapal-kapal tanki pengangkut

untuk didistribusikan ke pasaran. Konsep FPSO pada dasarnya diperkenalkan

untuk menggantikan sistem kombinasi anjungan produksi dengan fasilitas

penyimpanan terapung atau floating storage offloading (FSO). Integrasi dua

fungsi yang dapat diakomodasikan dalam satu wahana tentu akan memberikan

efisiensi segi teknis dan ekonomis dari beberapa aspek, baik pada tahap

pembangunan maupun operasinya.

Gambar 2.1. FPSO Marlim Sul, Nigeria (Doormanweg, 2006)

11

Secara umum, FPSO merupakan anjungan terapung dengan bentuk dasar kapal

(ship shaped) dengan fungsi penyimpanan dan sistem offloading yang

difungsikan bersamaan. Didesain untuk menghadap arah angin untuk

meminimalisasi gerakan roll dan heave. Pada kondisi lingkungan yang tidak

terlalu berbahaya, ditambat dengan spread mooring untuk menghadapi beban dari

segala arah. FPSO memiliki area yang luas untuk pengaturan deck pada bagian

lambung atas.

2.2.2 Konsep Pembebanan Pada Analisa Global

Analisa fracture mechanics merupakan bentuk analisa lokal dari sebuah struktur.

Pembebanan yang bekerja pada analisa ini adalah pembebanan lokal yang diambil

dari hasil analisa global suatu suatu struktur secara keseluruhan. Oleh karena itu

dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai pembebanan secara global bangunan

lepas pantai. Pada penelitian ini, pembebanan global untuk beban lingkungan

yang ditinjau adalah hanya beban gelombang (dua puncak gelombang pada kedua

ujung tanker dan satu puncak gelombang pada mid-ship).

2.2.3 Beban Gelombang

Berdasarkan aturan Germanischer Lloyd, untuk perhitungan beban struktur akibat

gelombang dapat menggunakan persamaan berikut:

• Vertical Wave Bending Moment:

Vertical bending moment merupakan penyebab beban akibat gelombang yang

paling dominan terhadap struktur terapung. Berdasarkan GL Rules, 2005,

perhitungan beban gelombang vertikal dapat digunakan persamaan sebagai

berikut:

��� � ��������� ����� (2.1)

dengan:

L panjang kapal, m

B lebar kapal, m

12

c0 koefisien gelombang

=10,75− 300−�100 32 for 150 m ≤ L ≤ 300 m

c1 kondisi hogging atau sagging

c1H 0,19 Cb kondisi hogging

c1S -0,11 (Cb +0,7) kondisi sagging

Cb block coefficient

cL koefisien panjang

cM faktor distribusi, gambar 2.2.

Gambar 2.2. Distribution factor for cM and influence factor cv (GL Rules, 2005)

• Vertical Wave Shear Force

Sebagaimana dengan vertical bending moment, vertical shear force juga

merupakan penyebab utama tegangan geser pada struktur kapal.

Berdasarkan GL Rules, 2005, perhitungan beban dapat digunakan

persamaan sebagai berikut:

��� � ���0�1������0.7� ���� (2.2)

dengan:

L panjang kapal, m

B lebar kapal, m

c0 koefisien gelombang

=10,75− 300−�100 32 for 150 m ≤ L ≤ 300 m

cL koefisien panjang

Cb block coefficient

13

CQ faktor distribusi, gambar 2.3

Gambar 2.3. Faktor distribusi CQ (GL Rules, 2005)

2.2.4 Efek Deformasi

Efek deformasi ship shaped structure akibat beban gelombang yang ditinjau pada

penelitian ini bisa dijelaskan dengan baik dengan mengibaratkan sebuah kapal

bergerak pada gelombang regular dimana panjang gelombangnya sama dengan

panjang kapal. Hal ini menyebabkan vertical bending moment. Jika hull

diibaratkan sebagai beam, maka kondisi yang terjadi adalah:

1. Kondisi hogging

Deformasinya berbentuk cembung. Hull girder disupport pada midship

dengan puncak gelombang. Pada kondisi ini, meskipun berat total

seimbang dengan buoyancy, terdapat kelebihan buoyancy pada midship

dan kelebihan berat pada bow dan stern. Situasi ini menyebabkan

kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah bawah dan pada bagian

midship bergerak ke atas.

14

Gambar 2.4.Kondisi Hogging (Barrass, 1999)

2. Kondisi sagging

Deformasinya berbentuk cekung. Hull girder disupport pada stern dan bow

dengan dua puncak gelombang. Terdapat kelebihan berat pada midship

dan kelebihan bouyancy pada bow dan stern. Situasi ini menyebabkan

kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah atas dan pada bagian midship

bergerak ke bawah.

Gambar 2.5. Kondisi Sagging (Barrass, 1999)

2.2.5 Kekuatan Kelelahan (Fatigue Strength)

2.2.5.1 Definisi

Pengertian fatigue adalah kerusakan pada struktur (khususnya sambuangan las)

karena sebagai tempat konsentrasi tegangan yang terjadi akibat beban siklis dari

lingkungan (gelombang, angin, arus dan lain-lain) yang bekerja secara terus menerus.

15

Analisis kekuatan fatigue diterapkan pada semua struktur yang secara dominan

menerima beban siklis, untuk memastikan integritas struktur dan untuk penilaian

kemungkinan kerusakan akibat fatigue sebagai dasar metode inspeksi yang efisien.

Beban gelombang merupakan sumber penyebab terjadinya fatigue cracking. Akan

tetapi, beban siklis lainnya juga berpengaruh pada fatigue failure dan harus

diperhitungkan. Kelelahan sering terjadi pada bagian pengelasan seperti pada tubular

joints, plates,dan beams semuanya diperhitungkan secara individu.

2.2.5.2 Prosedur Perhitungan Kelelahan

Perhitungan kelelahan harus dilakukan pada setiap lokasi yang berpotensi terjadi

keretakan. Perhitungan kelelahan dilakukan melalui perhitungan kerusakan dengan

membandingkan ratio damage dengan cara membandingkan antara applied damage

ratio to the limit damage ratio, atau menghitung tegangan maksimum yang dijinkan.

Dalam kedua kasus tersebut kekuatan kelelahan dihuitung berdasarkan kurva S-N.

Prosedur perhitungan kelelahan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu analisa

deterministic dan analisa spektral. Secara singkat prosedur perhitungan kelelahan

(CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) adalah:

1. Perhitungan stress range

2. Pemilihan design S-N curve

3. Perhitungan cumulative damage

16

2.2.5.3 Analisis Kelelahan dengan Metode Spectral Analysis

Untuk mengetahui umur kelelahan suatu struktur harus mengetahui cumulative

damage yang terjadi pada struktur. Pada analisis kelelahan dalam tugas akhir ini,

perhitungan cumulative damage menggunakan metode Spectral analysis dengan

menerapkan pendekatan yang disederhanakan (simplified approach). Karena

dengan pendekatan ini perancang tidak perlu menyelesaikan analisis kelelahan

dengan prosedur panjang seperti dengan analisis spektral penuh. Faulkner (1991)

telah mengkaji ketelitian metode sederhana ini, dan menganggap penerapannya

dalam perancangan awal cukup valid. Dalam pendekatan sederhana ini spektra

lautan dan seterusnya distribusi tegangan acak yang terjadi, serta akumulasi

kerusakan telah diformulasikan dalam suatu fungsi tunggal. (Almar-Naes, 1985)

Dengan menggunakan suatu metode yang sederhana, hasil pengolahan data

distribusi gelombang dan respon struktur bangunan laut kurun waktu panjang

diturunkan secara bersamaan dalam jumlah besar. Kemudian dari data yang

terkumpul tersebut diperoleh bahwa secara umum distribusi beban ataupun respon

struktur dapat dipresentasikan dengan distribusi Weibull dua parameter sebagai

berikut:

(2.3)

dimana λ dan ξ masing-masing adalah parameter skala dan parameter bentuk

distribusi, yang besarnya tergantung dari respon struktur terhadap beban

lingkungan. Bila diambil Se sebagai tegangan ekstrem yang diharapkan akan

terjadi sekali dalam siklus respon keseluruhan sejumlah n0 maka hubungan kedua

parameter tersebut adalah:

λ � S!"ln%&'/ξ (2.4)

=− ξξ

λλλξ SS

Sp L exp)(

1

17

harga kerusakan yang diharapkan untuk terjadi adalah:

(2.5)

Dengan melakukan manipulasi matematis, ekspresi integral ini dapat digantikan

dengan fungsi gamma Γ(x), sehingga persamaan (2.5) dapat dituliskan dalam

persamaan tunggal yang lebih sederhana (Almar-Naess, 1985) dan biasa dikenal

dengan persamaan kelelahan terangkai (closed form fatigue equation) yaitu:

(2.6)

Sedangkan berdasarkan CSR for Double Hull Oil Tanker (2008) persamaan (2.6)

diubah menjadi:

)�* � +,-./012,3

"45-.&36Γ"1 � 8

9 & (2.7)

dengan:

DMi Cumulative damage (D)

αi proportion of ship life

= 0.5 untuk kondisi full load or ballast

= 0.5 untuk kondisi ballast

NL jumlah siklus untuk umur rancangan yang diharapkan.( %)

Umumnya berkisar antara 0.6x108

dan 0.8 x108 siklus untuk design

life 25 tahun

f0 0.85, factor taking into account non-sailing time for operations

such as loading and unloading, repairs, etc.

U umur desain, detik

dsSS

SA

nD

m

=−∞

∫ξξ

λλλξ

exp

1

0

0

)/1()(ln /

0

0 ξξ mn

Se

A

nD

m

m

+Γ=

18

m kemiringan kurva S-N didefinisikan di 2.2.5.5

K2 intersepsi sumbu log S-N curve didefinisikan di 2.2.5.5 (A)

SRi rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-4, N/mm2

= Stress range / Section modulus

Dijelaskan di 2.2.5.4

ξ parameter bentuk weibull

= fweibull (1.1 – 0.35 (L-100)/300)

Γ(1+m/ξ) gamma function

= 0,0076 exp(1,6x) + 1,26

Fweibull area dependent modification factor, gambar 2.6.

Gambar 2.6. fweibull distribution (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)

2.2.5.4 Definisi Tegangan Nominal

Tegangan nominal adalah tegangan yang terjadi pada struktur akibat beban

gelombang. Pencarian beban nominal lebih sering menggunakan bantuan

perangkat lunak seperti NASTRAN, SAP dan lain-lain. Tegangan nominal juga

dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan perhitungan beam theory

untuk mengasumsikan struktur kapal.

19

Perhitungan rentang tegangan yang digunakan dalam perhitungan umur kelelahan

closed form fatigue equation merupakan rentang tegangan dengan probabilitas

kejadian 10-4. Berdasarkan Jurisic, 2007, untuk perhitungan rentang tegangan

dapat dihitung berdasarkan teori balok sebagai berikut:

Sri = Mwv / Zv (2.8)

dengan :

Sri rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-4, N/mm2

Mwv rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-8, N/mm2

= (momen hogging – momen sagging) / 2

Zv section modulus, m3

= momen inersia potongan melintang kapal / jarak elemen yang ditinjau

terhadap titik berat melintang.

2.2.5.5 Desain Kurva S-N

Hubungan antara Ni dan Si dapat diambil dari fatigue curve (S-N Curve). Nilai

dari Ni dapat diperoleh dari persamaan:

NSm

= K2 atau

Log N = Log K2 – m Log S (2.9)

dengan:

K2 = intersepsi sumbu log

m = kemiringan kurva S-N

Nilai K2 dan m dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Nilai K2 dan m berbeda

untuk tiap-tiap jenis tipe sambungan.

20

Tabel 2.1. Tipe Sambungan (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)

Bentuk kurva S-N pada gambar 2.8. adalah untuk sambungn las. Kurva S-N

merepresentasikan batas bawah dari sebaran data sebesar 95% dari semua hasil uji

yang dilakukan.

Gambar 2.7. Kurva S-N untuk sambungan las

(CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)

Elemen struktur kapal untuk bottom plate sambungan las yang sesuai adalah kelas F.

Notasi m merupakan nilai dari exponent kurva S-N. Pengujian kurva S-N dilakukan

pada spesimen pelat dengan ketebalan 22 mm. Nilai propertis kurva S-N untuk

ketebalan pelat yang berbeda harus dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai

yang sesuai. Berdasarkan Djatmiko, 2008, perhitungan pengaruh ketebalan pelat

sebagai berikut:

21

(2.10)

dengan:

t0 tebal pelat kurva S-N, mm

t tebal pelat yang ditinjau, mm

m exponent kurva S-N

N prediksi waktu kerusakan akibat rentang tegangan

2.2.6 Konsep Mekanika Kepecahan

2.2.6.1 Umum

Mekanika kepecahan merupakan salah satu metode matematis yang digunakan

untuk mempelajari semua perilaku material dengan menggunakan analisa struktur.

Metode ini dikembangkan sebagai kompensasi ketidakcocokan konsep

perencanaan dengan menggunakan konsep konvensional yang hanya didasarkan

pada sifat-sifat konvensional seperti kekuatan tarik (tensile strength), batas mulur

(yield stress), maupun tegangan mulur (buckling stress), dimana untuk konsep

tersebut diatas hanya cocok untuk struktur yang tidak mempunyai cacat. Sedang

pada kenyataannya untuk perencanaan suatu konstruksi dimana plat banyak

digunakan sebagai komponen utama dalam perencanaan tersebut dapat dianggap

mempunyai cacat.

Kerusakan yang terjadi pada struktur dapat mengakibatkan kegagalan pada

struktur tersebut, dimana kerusakan tersebut dapat diakibatkan oleh:

1. Adanya beban overload.

2. Pengembangan dari retak selama operasi baik sehubungan adanya cacat pada

material maupun kesalahan pada saat disain.

3. Pengembangan retak sehubungan pada saat extreme (yaitu temperatur dan

tegangan sisa) yang tidak dihitung pada saat disain.

22

2.2.6.2 Dasar Terjadinya Retak

Penelitian terhadap mekanika kelelahan memperlihatkan bahwa semua proses

fatigue atau kelelahan pada material dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu,

1. crack initiation (retak awal),

2. crack propagation (perambatan retak), dan

3. final fracture (proses akhir terjadinya retak) dimana ini merupakan kejadian

akhir atau kritis dimana panjang retak dapat menahan unstable fracture

(kepecahan yang tidak stabil).

2.2.6.2.1 Retak Awal

Cacat (defect) pada struktur dapat bertindak sebagai awal keretakan. Cacat pada

struktur berdasarkan asal terbentuknya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok

(Aulia,2005)

1. Cacat yang terbentuk selama masa fabrikasi, disebabkan oleh :

• Cacat lateral yang terjadi pada material (material defect)

• Cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan material

(manufacturing defect). Contohnya seperti tumpulnya peralatan-

peralatan atau jeleknya peralatan yang digunakan untuk pengerjaan

material, panas yang berlebihan yang disebabkan karena

pengelasan dan sebagainya.

• Pemilihan material yang salah atau proses perlakuan panas material

(poor choise of material or heat treatment). Contoh pemilihan

material yang salah seperti, material yang seharusnya digunakan

untuk fatigue tetapi cederung digunakan untuk corrosion cracking

oleh karena pemilihan perlakuan panas yang tidak diketahui.

Perlakuan panas seperti carburizing pengerasan permukaan hampir

selalu menyebabkan perubahan pada permukaan.

• Teknik produksi dari material yang salah (poor choise of

production technique)

• Desain material yang salah (poor detail design)

23

2. Cacat yang terbentuk selama service struktur, diantaranya disebabkan

oleh:

• Kelelahan struktur, terjadi saat struktur mencapai umur

kelelahannya

• Fluktuasi tegangan pada permukaan yang telah mengalami korosi

2.2.6.2.2 Perambatan Retak

Jumlah total siklus yang menyebabkan kegagalan fracture merupakan

penjumlahan jumlah siklus yang menyebabkan retakan awal dan fase

perambatannya (Bai, 2003). Secara umum proses perambatan retak dideskripsikan

pada Gambar 2.5. Pada kurva ditunjukkan pembagian tiga daerah yaitu :

1. Region I

Dibatasi oleh nilai threshold dimana laju perambatan .retak ter adi secara

asimtot menuju nol seiring dengan ΔK mendekati ΔKth. Di bawah ΔKth

retak merambat dengan laju rambat retak yang tidak dapat ditentukan

dengan eksperimen.

2. Region II

Merupakan daerah dimana terjadi perambatan retak yang stabil yang dapat

digambarkan dengan hubungan linear antara log d:/dN dan log ΔK.

3. Region III

Perambatan retak digambarkan dengan peningkatan yang cepat

dalam laju perambatan retak menuju tak hingga seiring dengan nilai

maksimum dari faktor intensitas tegangan mencapai fracture toughness

dari material KIC

24

Gambar 2. 8. Kurva Perambatan Retak

Paris Law memberikan persamaan perambatan retak (Anderson, 1994):

;<;- � � "Δ>&8 (2.11)

Dimana C dan m merupakan koefisien Paris dan eksponensial. C dan m ditentukan

dengan eksperimen yang merupakan konstanta material. Pemakaian formula Paris

berlaku baik pada Region II. Pada daerah Region I, formula Paris ini

mengestimasi secara berlebihan (overestimate) kecepatan perambatan retak.

Sedangkan pada Region III, formula Paris mengestimasi secara berkekurangan

(underestimate).

2.2.6.2.3 Final Fracture

Final fracture adalah proses akhir kerusakan pada struktur saat mengalami

pembebanan, sehingga struktur tersebut mengalami kegagalan. Ketika terjadi

penjalaran retak, penampang pada bagian tersebut akan berkurang. Sampai pada

kondisi dimana penampang pada bagian tersebut tidak mampu menahan beban

yang terakhir kalinya. Pada tahap ini penjalaran retak yang terjadi sangat cepat

sehingga struktur akan pecah menjadi dua. Penjalaran yang cepat tersebut sering

disebut fast fracture. Fast fracture terjadi apabila

K = K c (2.12)

25

2.2.6.3 Teori Mekanika Kepecahan

Dalam perkembangannya teori kepecahan ini dapat dikelompokkan menjadi dua

(2) macam, yaitu :

1. Linier Elastic Fracture Mechanics (LEFM)

Linier Elastic Fracture Mechanics berdasarkan pada distribusi

tegangan elastis disekitar ujung retak, disamping itu juga berdasarkan

pada keseimbangan energi untuk perambatan retak. Konsep ini digunakan

bila dengan asumsi daerah plastis diujung retak kecil bila dibandingkan

dengan panjang retak.

2. Elastisc Plastic Fracture Mechanic's (EPFM)

Linear elastic analysis kurang tepat digunakan pada struktur-struktur besar

yang menggunakan baja berkekuatan rendah atau sedang karena adanya

zona plastis yang cukup besar di sekitar ujung retak, sehingga

menyebabkan timbulnya perilaku elastis-plastis. Untuk itu dikembangkan

metode elastic plastic fracture mechanics untuk menunjukkan

karakteristik dari perilaku plastis material.

2.2.6.4 Analisa Retak Di Ujung Retakan

Dalam kajian mekanika kepecahan, Mode deformasi retak dapat digolongkan

dalam tiga mode deformasi (Broek,1982) sebagai berikut:

a. Mode I (opening mode)

Retak yang diakibatkan oleh adanya tegangan tarik yang tegak lurus

terhadap arah atau bidang penjalaran retak. Jadi dapat disimpulkan bahwa

dispacement permukaan tegak lurus bidang retak.

b. Mode 2 (sliding mode)

Retakan yang diakibatkan oleh tegangan geser yang searah dengan

penjalaran retak. Displacement permukaan retak adalah dalam bidang

retak dan tegak lurus leasing edge dari etak

26

c. Mode 3 (tearing mode)

Retak yang diakibatkan karena tegangan geser yang bekerja pada arah

melintang dan membentuk sudut dengan arah penjalaran retak.

Mode I Mode II Mode III

Gambar 2.9. Mode deformasi retak (Kim,200)

Dengan menggunakan Irwin formula, kita dapat menghitung tegangan dan

displacement yang terjadi disekitar ujung retak (Barsom and Rolfe,1987):

Mode 1

AB � >√2EF �GHI2 J1 K HL% I2 HL% 3I2 N

AO � >√2EF �GHI2 J1 � HL% I2 HL% 3I2 N

PBO � >√2EF HL%I2 �GH I2 �GH 3I2

AQ � 0

AR � S"AB � AO& (2.13)

Mode 2

AB � K>TT√2EF �GHI2 J2 � �GH I2 �GH 3I2 N

AO � >TT√2EF HL%I2 J�GH I2 �GH I2N

PBO � >TT√2EF �GHI2 J1 K HL% I2 HL% 3I2 N

AR � S"AB � AO&

ABO � P�Q � 0 (2.14)

Mode 3

EBQ � >TTT√2EF HL%I2

27

POQ � >TTT√2EF �GHI2

AB � AO � AQ � 0 (2.15)

dengan Ki,ii,iii

= Stress Intensity Factor berturut-turut untuk Mode I, II, dan III.

σx

= tegangan normal arah sumbu x

σy

= tegangan normal arah sumbu y

τxy

= tegangan geser bidang x arah sumbu y

r = jarak crack tip dengan node yang ditinjau

θ = sudut antara node yang ditinjau dengan sumbu x

2.2.6.5 Stress Intensity Factor

Faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor / SIF) merupakan fungsi dari

panjang dan arah retak, geometri, dan distribusi beban yang diberikan. Range dari

SIF diberikan oleh Bai (2003) dengan persamaan :

Δ> � U A √EV (2.16)

Dengan U merupakan fungsi geometri retakan dan struktur dan σ merupakan

rentang tegangan akibat pembebanan siklis.

Untuk single notch edge crack dengan tensile stress yang uniform, σ, nilai F telah

ditentukan, sehingga persamaan 2.16 menjadi :

> � 1,12 ∆A √EV (2.17)

2.2.6.6 Elastic Plastic Fracture Mechanics

Hampir semua struktur baja dengan low sampai medium strength digunakan

dalam beberapa ukuran dan cocok untuk digunakan pada struktur yang kompleks

misalnya jembatan, kapal, pressure vessel. Tidak cukup hanya factor thickness

untuk mempertahankan kondisi plane-strain pada kondisi pembebanan yang

perlahan (slow loading) saat temperature normal. Jadi untuk beberapa aplikasi

structural, perhitungan KIc dengan linear elastic analysis tidak berlaku dengan

adanya formasi large plastic zone dan perilaku elastic plastic. Perluasan utama

linear elastic fracture mechanics menjadi daerah elastic plastic mengikuti:

28

1. R-Curve Analysis

2. J-Integral

3. Crack-Tip Opening Displacement

Pada penelitian ini, perhitungan berdasarkan metode EPFM yang menggunakan

parameter Crack-Tip Opening Displacement (CTOD).

2.2.6.6.1 Crack-Tip Opening Displacement (CTOD)

CTOD merupakan proses pengukuran deformasi yang terjadi pada ujung retak

yang lancip pada perilaku material yang inelastic. CTOD merupakan

pengembangan dari COD dari proses LEFM. Dalam kasus LEFM perhitungan

menggunakan COD masih bisa digunakan dengan baik, namun dalam kasus

EPFM dengan adanya daerah plastis yang lebih besar metode COD kurang tepat

bila diterapkan. Sehingga dikembangkan metode CTOD guna mengkoreksi hasil

COD dengan adanya daerah plastis yang lebih besar. Broek (1982) merumuskan

persamaan CTOD sebagai berikut :

Z � [\0<] λ\^_ (2.18)

Persamaan di atas dapat dihubungkan dengan KI sehingga persamaan 2.18

menjadi,

Z � /0̀�'�0�] λ\^_ (2.19)

Dimana (1-v2) bisa dihapus untuk kondisi plane stress. Sedangkan harga λ

bervariasi bergantung dari tipe specimen. Menurut Shi, et al. (1998) harga λ untuk

strip-yield model pada kondisi plane stress adalah 1.

29

2.2.6.7 Umur kelelahan berdasarkan EPFM

Untuk mendapatkan umur kelelelahan (jumlah siklus) saat terjadi kegagalan dari

struktur yang ditinjau, maka dilakukan integrasi persamaan Paris (Bai, 2003):

�a � b ;<c "d/&3

<ef<g (2.20)

Persamaan tersebut hanya berlaku untuk metode LEFM, sedangkan untuk metode

EPFM harus dikoreksi dengan parameter elastis plastis. Dalam penelitian ini,

parameter yang digunakan adalah CTOD. Sehingga persamaan 2.20 diatas

berubah menjadi:

�a � b ;<c "dh&

<ef<g (2.21)

�a � b ]h^_;<c "d/&0<ef<g (2.22)

Dengan :

da = Pertambahan panjang retak

C = Konstanta material berdasarkan empiris

∆K = Rentang SIF

N = Jumlah cycle sampai panjang retak tertentu atau sampai patahnya

konstruksi

acr = Panjang retak kritis

a0 = Panjang retak pada waktu permulaan

E = Modulus young

δys = tegangan yield

2.2.7 Konsep Metode Elemen Hingga

Analisa perilaku struktur dapat dilakukan dengan eksperimental dan analisan

numerik. Analisa numerik sendiri dapat berupa pemodelan matematik, pemodelan

analitik dan rumus empiris. Penggunaan model matematik untuk penyelesaian

masalah-masalah engineering jarang sekali mencapai hasil yang analitik, kecuali

untuk kasus yang sederhana. Karena penyelesaian pada masalah-masalah teknik

30

akan menghasilkan suatu ekspresi matematik yang masih rumit dan melibatkan

keadaan batas (boundary condition), sifat material dan lain sebagainya. Mengingat

hal tersebut, maka penggunaan analisa numerik menjadi populer. Kendati pada

analisa numerik jarang didapatkan hasil eksak, namun kesalahan pada proses

penyelesaian akan berkurang, sehingga dianggap cukup akurat untuk engineering

analysis. Untuk kasus-kasus yang rumit, sering dipakai numerical modeling finite

element method atau metode elemen hingga. Prinsip dasar metode elemen hingga

adalah memperlakukan suatu sistem sebagai gabungan dari beberapa elemen-

elemen kecil yang disebut dengan finite element. Antar elemen digabungkan

melalui titik-titik yang disebut nodes atau nodal point.

Langkah pertama dalam idealisasi elemen-terhingga dari setiap struktur, meliputi

pembagiannnya menjadi jumlah bagian yang tepat, atau elemen-elemen.

Ukurannya sembarang, bisa semuanya berukuran sama atau semua berbeda. Pada

ujung-ujung bagian dimana mereka saling dihubungkan, disebut titik-titik simpul.

Perpindahan titik-titik simpul ini kemudian menjadi koordinat tergeneralisasi dari

struktur. Lendutan struktur selengkapnya dapat dinyatakan berkenaan dengan

koordinat tergeneralisasi ini dengan menggunakan kumpulan yang sesuai dari

fungsi perpindahan yang diasumsikan.

2.2.8 Analisis Keandalan Struktur

2.2.8.1 Konsep Dasar Keandalan

Keandalan struktur adalah peluang struktur untuk memenuhi tugas yang telah

ditetapkan tanpa mengalami kegagalan selama kurun waktu tertentu apabila

dioperasikan dengan benar dalam lingkungan tertentu. Kegagalan bahkan dapat

terjadi dalam kasus langka seperti runtuhnya struktur akibat kesalahan dalam

perancangan (Rosyid, 2007).

Didalam sistem rekayasa, sesungguhnya tidak ada parameter perancangan dan

kinerja operasi yang dapat diketahui secara pasti. Secara garis besar,

ketidakpastian dapat dikelompokkan menjadi tiga (Rosyid, 2007) :

31

1. Ketidakpastian fisik, yaitu ketidakpastian yang berhubungan dengan

keragaman fisik seperti beban, sifat material dan ukuran material.

Keragaman fisik ini hanya bisa dinyatakan dalam contoh data dengan

pertimbangan praktis dan ekonomis

2. Ketidakpastian statistik, berhubungan dengan data-data yang digunakan

untuk membuat model secara probabilistik dari berbagai macam

keragaman fisik di atas

3. Ketidakpastian model, merupakan ketidakpastian yang berhubungan

dengan anggapan dari jenis struktur yang dimodelkan secara matematis

dalam bentuk deterministik atau probabilistik

2.2.8.2 Indeks Keandalan

Untuk mengukur keandalan adalah dengan cara menggunakan indeks keandalan

(β), yang didefinisikan sebagai perbandingan antara nilai rata-rata dan nilai

simpangan baku dari margin keselamatan, S, yaitu:

i � jk\k (2.23)

Jika menggunakan nilai kritis margin keselamatan, S = 0, dan jaraknya dengan

nilai rata-rata margin keamanan µS, maka indeks keandalan ini dapat

diinterprestasikan sebagai jumlah kelipatan simpangan baku σS pada jarak ini.

Artinya, jarak antara S = 0 dengan µS ini dapat dibagi menjadi beberapa

simpangan baku. Semakin panjang, relative terhadap simpangan baku, maka

semakin besar indeks keandalannya. Selanjutnya indeks keandalan berbanding

terbalik dengan koefisien variasi margin keselamatan atau dapat dituliskan:

i � 1 l1m (2.24)

Untuk menghasilkan ekspresi yang lebih umum atas indeks keandalan, dapat

digunakan persamaan di bawah ini. Mengingat n1 � no K np dan A1� � Ao� K2 qop Ao Ap � Ap�, maka:

i � jr'jst\r0'� urs \r \sv\s0 (2.25)

32

Dimana Ρxy adalah koefisien korelasi diantara kapasitas dan beban. Untuk X dan

Y terdistribusi normal, maka keandalan adalah:

> � Φ "i& (2.26)

Dan peluang kegagalan ditentukan sebagai:

wGU � 1 K Φ "i& (2.27)

2.2.8.3 Simulasi Monte Carlo

Ketika suatu sistem yang sedang dipelajari mengandung variabel atau parameter

yang memiliki nilai random, atau mengandung perubah acak maka metode

simulasi Monte Carlo dapat digunakan untuk memecahkan persoalan ini, suatu set

nilai dari tiap-tiap variabel (satu nilai untuk setiap variabel) dari suatu sistem

disimulasikan berdasarkan distribusi peluangnya, misalnya berdasarkan fungsi

kerapatan peluang tiap-tiap variabel tersebut. Untuk setiap set ini, respon atau

kinerja sistem dihitung berdasarkan fungsi kinerja dari sistem tersebut.

Perhitungan respon atau kinerja sistem dihitung berdasarkan fungsi deterministik

untuk suatu set nilai dari respon atau kinerja sistem tersebut, sehingga pada akhir

simulasi akan diperoleh sekumpulan data respon atau kinerja sistem.

Sekumpulan data ini dapat dianggap sebagai sampel data, dengan analisa statistik

dapat dilakukan untuk menentukan nilai rata-rata, simpangan baku, bahkan

distribusi dari respon atau kinerja sistem tersebut. Unsur pokok yang diperlukan di

dalam simulasi Monte Carlo adalah sebuah random number generator (RNG).

Hal ini karena, secara teknis, prinsip dasar metode simultan Monte Carlo

sebenarnya adalah sampling numerik dengan bantuan RNG, dimana simulasi

dilakukan dengan mengambil beberapa sampel dari perubah acak berdasarkan

distribusi peluang perubah acak tersebut. Ini berarti, simulasi Monte Carlo

mensyaratkan bahwa distribusi peluang dari perubah acak yang terlibat di dalam

sistem yang sedang dipelajari telah diketahui atau dapat diasumsikan. Sampel

yang telah diambil tersebut dipakai sebagai masukan ke dalam persamaan fungsi

33

kinerja FK(x), dan harga FK(x) kemudian dihitung. Untuk suatu fungsi kinerja

tertentu, misalnya setiap kali FK(x) < 0 maka sistem/komponen yang ditinjau

dianggap gagal. Jika jumlah sampel tersebut adalah N (atau replikasi sejumlah N)

maka dapat dicatat kejadian FK(x) < 0 sejumlah n kali. Dengan demikian, peluang

kegagalan (Pg) sistem/komponen yang sedang ditinjau adalah rasio antara jumlah

kejadian gagal dengan sampel atau replikasi, Pg = n/N. Diagram alir pengerjaan

simulasi Monte carlo dapat dilihat pada gambar 2.10

Persoalan utama di dalam simulasi Monte Carlo adalah bagaimana

mentranformasikan angka acak yang dikeluarkan oleh random number generator

(RNG) menjadi besaran fisis yang sesuai dengan fungsi kerapatan peluang (fkp)-

nya. Ini disebabkan karena angka acak yang dikeluarkan oleh RNG memiliki fkp

uniform, sedangkan perubah dasar dalam FK(x) seringkali tidak demikian (misal

terdistribusi secara normal, lognormal, dan sebagainya). RNG biasanya ada dalam

CPU komputer sebagai built-in computer program dalam bagian ROM-nya. RNG

yang disediakan ini hampir selalu berbentuk linear congruential generator yang

mengeluarkan suatu deretan bilangan cacah (integer) I1, I2, I3.

Tranformasi bilangan acak menjadi nilai perubah acak juga dapat dilakukan

secara numerik dengan prosedur intuitif berikut:

1. Untuk XP dengan fungsi kerapatan peluang yang diketahui fkp, bagilah rentang

XP menjadi I interval yang sama sepanjang dx.

2. Hitung luas tiap pias (ini akan menghasilkan peluang XP memiliki harga dalam

interval i, yaitu sebesar Pi) dengan mengalikan interval dx dengan tinggi fkp

pada Xi. Untuk setiap aP, yang keluar dari RNG maka aP diperbandingkan

dengan batas interval yang sesuai. Apabila Pi < aP <Pi+1 maka aP “dipahami”

(ditransformasikan) sebagai Xi.

34

Gambar 2.10. Diagram alir simulasi Monte Carlo

35

Disamping itu, transformasi dari bilangan acak ke nilai perubah acak dapat

dilakukan secara analitik berdasarkan fungsi distribusi kumulatif perubah acak

tersebut. Oleh karena fungsi distribusi kumulatif (fdk) dari suatu perubah acak X

merupakan fungsi kontinyu dan monotonik dari X maka nilai Fx(x) dapat dipakai

sebagai alat transformasi dari nilai bilangan acak u menjadi nilai perubah acak x,

sebagaimana digambarkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.11. Hubungan Bilangan Acak yang Mengikuti Distribusi Uniform

dengan Perubah Acak X yang Memiliki Fungsi Distribusi Kumulatif Fx(x).

Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas, oleh karena u = g(x) = Fx(x)

merupakan fungsi yang tidak memiliki elemen yang menurun (non-decreasing

function) maka untuk sembarang nilai u diantara 0 dan 1, fungsi invers x = ξ(u)

dapat didefinisikan sebagai nilai x terkecil yang memenuhi persamaan Fx(x) ≥ u

(berdasarkan definisi kuantil dalam fungsi distribusi kumulatif). Sehingga dapat

didefinisikan bahwa nilai bilangan acak diambil sebagai nilai dari kuantil, u =

Fx(x), sedemikian sehingga nilai perubah acak dapat ditentukan (setelah fungsi

distribusi kumulatifnya dimiliki).

36

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tugas akhir ini berupa penelitian umur kelelahan Bottom Plate FPSO. Adapun

metodologi dari langkah-langkah untuk pengerjaan dan penyelesaian tugas akhir

ini dijelaskan dalam diagram alir sebagai berikut:

Cek umur

kelelahan

Perhitungan umur kelelahan

dengan metode spectral

analysis Y

N

Y

N

1.Studi literatur

2.Pengumpulan data

Tanker dan data

lingkungan

Pemodelan Tanker menggunakan

software Posseidon

Mulai

Data gambar:

• Midship Section

• Bulkhead and

Transversal Section

Cek model

OK?

Output: shear force, bending moment , umur kelelahan

A

Pemodelan bottom plate yang paling kritis

Pembebanan dan running beban

38

Gambar 3.1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir

Y

N

N

Perhitungan CTOD

Perhitungan SIF menggunakan

formula single notch edge crack

Pemodelan crack

A

Konversi J-integral model

menjadi CTOD

Input pembebanan dari

analiasa global

Output : tegangan, SIF, J-integral.

Validasi

CTOD

Validasi SIF

model

Selesai

Perhitungan nilai keandalan

Perhitungan umur kelelahan

berdasarkan EPFM

menggunakan CTOD

Y

39

Dari diagram alir di atas langkah-langkah metodologi untuk pengerjaan tugas

akhir dapat dirinci sebagai berikut :

3.1 Studi literatur

Studi literatur ini bertujuan untuk mendapatkan acuan dari pengalaman yang

sudah dikerjakan oleh peneliti sebelumnya. Selain itu, studi literatur ini bertujuan

untuk mendapatkan informasi atau data yang berlaku serta variable maupun

konstanta yang diperlukan. Beberapa literatur yang menjadi acuan antara lain:

1. Barsom (1987) telah meneliti tentang fatigue crack pada beberapa kelas dari

tanker dan menyimpulkan lokasi yang paing sering terjadi crack adalah bagian

bottom plate. Mengacu dari penelitian tersebut, maka penelitian ini akan dikaji

umur kelelahan pada bottom plate.

2. Agustin (2009) telah menganalisa crack pada bottom plate menggunakan

konsep linier elastic fracture mechanic. Selain itu berdasarkan analisa

berbasis mekanika kepecahan elastic plastic yang dilakukan Broek (1987)

yang menyimpulkan metode EPFM (elastic plastic fracture mechanic) cocok

diterapkan dalam analisa kepecahan di bangunan lepas pantai. Maka penelitian

kali ini analisa dilakukan menggunakan konsep EPFM.

3. IACS (2001) dan Terpstra et al (2001) menyebutkan bahwa untuk struktur

kapal yang melewati yang melewati perairan internasional maka data

lingkungan yang digunakan adalah mengacu pada data North Atlantic.

Sehingga untuk perhitungan fatigue life sebelum crack yang dipakai adalah

kondisi lingkungan North Atlantic.

4. Jurisic (2007) menyatakan bahwa struktur bottom plate tanker cenderung

menggunakan sambungan las kelas F. Sehingga kurva S-N untuk sambungan

las yang dipakai adalah kelas F.

5. Shi, dkk (1998) telah melakukan penelitian guna mengetahui hubungan antara

J-Integral dengan CTOD. Oleh karena itu dalam penelitian ini, analisa

kepecahan dilakukan dengan EPFM metode CTOD. Selain dengan

perhitungan CTOD secara manual berdasarkan persamaan yang diberikan

Broek (1982), dalam penelitian ini juga mengkonversi J-integral dari running

ANSYS ke CTOD menggunakan persamaan dari Shi,dkk (1998).

40

6. Selain itu dalam penelitian ini juga mengacu pada beberapa code antara lain

GL untuk pengerjaan pemodelan posseidon, batasan-batasan masalah untuk

penelitian serta perhitungan fatigue life. Code ABS untuk penentuan initial

crack untuk pemodelan dengan ANSYS.

3.2 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk analisis ini merupakan data kapal tanker yang

diperoleh dari PT. PAL. Data tersebut antara lain:

a. Data Tanker

Ukuran utama Tanker diperlukan untuk pemodelan dengan software meliputi

panjang antara sumbu tegak (Lpp), lebar (B), sarat air (T), tinggi (H),

koefisien blok (Cb), kecepatan yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.1 Principal Dimension Kapal

Description Symbol Unit Quantity

Displacement ∆ Ton 38144

Length Overall LOA m 180

Length Between Perpendicular LPP m 173

Breadth B m 30.5

Depth D m 15.6

Draft Design T m 9

Max Speed in calm water Vo Knot 14

Block Coefficient CB 0.8

Sumber Data: PT.PAL Indonesia, 2009

Selain data utama tanker, data gambar yang diperoleh dan digunakan untuk

pemodelan adalah:

1. Midship Section

2. Bulkhead and Transversal Section

3. Steel Main Plan

4. Tank Top

41

b. Data lingkungan dimana struktur tersebut beroperasi

• Data lingkungan North Atlantic

Data lingkungan North Atlantic digunakan untuk perhitungan fatigue

strength pada kondisi tanker (Tersptra et al, 2001).

• Data lingkungan Sepanjang

Data lingkungan Sepanjang (desain lokasi operasi FPSO) digunakan untuk

perhitungan umur kelelahan akibat crack pada FPSO. Data lingkungan

yang dibutuhkan adalah jumlah kejadian gelombang dimana FPSO

beroperasi. Jumlah kejadian gelombang disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2. Jumlah Kejadian Gelombang

Interval Tinggi

Gelombang (m) Jumlah

0 – 0.5 10035574

0.5 – 1.0 7446234

1.0 – 1.5 1666169

1.5 – 2.0 223580

2.0 – 2.5 21945

2.5 – 3.0 1376

3.0 – 3.5 4

3.5 – 4.0 0

Total 19394882

Sumber Data: BMG dan National Center for Environmental Prediction,

1990 – 1999

42

3.3 Pemodelan Struktur dengan Software Poseidon

Software yang digunakan adalah software Poseidon. Poseidon merupakan

software yang didesain menghitung bagian-bagian kapal untuk menunjang

preliminary design dan proses konstruksi. Scantlings criteria misalnya,

persyaratan dimensi dan material yang digunakan mengacu pada:

1. Germanischer Lloyd Rules for Classification and Construction (Ship

Technology Part 1, Chapter 1)

2. Prosedur perhitungan langsung (finite element analysis)

Poseidon bisa digunakan untuk semua tipe kapal dan secara otomatis

menghasilkan finite element model. Karena Poseidon merupakan software untuk

pemodelan lambung kapal, sehingga pada tugas akhir ini bangunan atas,

permesinan, perpipaan, crane dan peralatan lainnya tidak dimodelkan. Selain itu

pada pemodelan Poseidon untuk kasus ini, pemodelan untuk frame-frame yang

tidak diketahui detailnya dilakukan pendekatan menggunakan interpolated system

dari software agar mendekati bentuk kapal yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi

karena keterbatasan data gambar yang diperoleh. Begitu juga dengan pemodelan

pelat kulit memanjang dari depan ke belakang. Karena data yang diperoleh hanya

bagian midship section, sehingga tebal pelat memanjag kapal dari depan ke

belakang mengikuti tebal pelat yang diperoleh dari gambar midship section.

Untuk memulai pemodelan menggunakan software Poseidon dibutuhkan principal

dimensions dari struktur kapal. Berikutnya dilakukan pemodelan hull structure

dan detailnya secara global, termasuk stiffeners dan holes. Setelah itu dilakukan

pembebanan secara global, beban yang diberikan diantaranya adalah beban

compartments, beban statis struktur untuk kondisi still water, serta beban

gelombang untuk kondisi hogging dan sagging. Dari hasil running, didapatkan

still water bending moment, vertical wave bending moment, serta nilai fatigue life

untuk masing-masing bagian penampang melintang kapal yang ditinjau. Gambar

3.2. menunjukkan diagram alir pemodelan struktur menggunakan software

Poseidon.

43

Start

Principal Dimensions

LPP, LWL, B, H, T, CB, Vo

Framing Table

(X, Y, Z Direction)

Mendefinisikan Elements pada kapal

Plates, Stiffeners, and

Girders Arrangement

Holes and Cut Outs

Long MembersTrans Web

Plates

Trans

Bulkheads

Plates, Stiffeners, and

Girders Arrangement

Plates, Stiffeners, and

Girders Arrangement

Holes and Cut Outs

Design Criteria / Loads

- Compartments

- Environment Loads

Run Model

Finish

- Still Water Bending Moment

- Vertical Wave Bending Moment

- Hull Girder Ultimate Bending Capacity

- Capacity Check Ultimate Strength

Gambar 3. 2. Diagram alir pemodelan struktur menggunakan Poseidon

44

Secara khusus, langkah-langkah pengoperasian pemodelan dengan menggunakan

software Poseidon adalah sebagai berikut:

a. Mengisi dan menentukan General Data.

Pada tahap ini, data principal dimensions tanker dijadikan input untuk general

data.

Gambar 3. 3. Tahap input general data pada Poseidon

b. Menentukan Profile Table yang digunakan.

Komponen berupa ukuran-ukuran dan spesifikasi pada struktur tanker

dijadikan input pada tahapan ini.

Gambar 3. 4. Tahap input profile table pada Poseidon

45

c. Menentukan Frame Table (X-Dir) dan (Y and Z-Dir).

Langkah ketiga ini merupakan suatu tahapan memodelkan kembali struktur

yang didasarkan pada data gambar yang ada (Gambar 3.5a.). Pada tahap ini,

komponen yang dimodelkan hanyalah frame-frame yang ada pada gambar

penampang memanjang kapal (Arah-X). Sedangkan Gambar 3.5b. adalah

frame table arah Y dan Z.

Gambar 3. 5. Hasil setelah dimasukkan inputan (memanjang)

Gambar 3. 6. Hasil setelah dimasukkan inputan (melintang)

46

d. Menentukan Functional Elements, Plate Arrangement, Stiffener Arrangement,

Holes and Cut Outs, Transverse Stiffener Arrangement, dan Transverse

Girder dari Long Members.

Pada tahapan ini, dilakukan identifikasi element pada struktur secara

memanjang.

Gambar 3. 7. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Longitudinal Member

e. Menentukan Geometry of Cells, Plates, Holes and Cut Outs, dan Stiffeners

dari Transverse Web Plates.

Gambar 3. 8. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Tranverse Web Plates

47

f. Menentukan Overview, Geometry of Cells, Plates, Stiffners, dan Girders dari

Transverse Bulkheads.

Pada tahap ini, dilakukan pemodelan dari transverse bulkheads.

Gambar 3. 9. Penampang transverse bulkheads

Setelah beberapa langkah di atas maka bentuk dari struktur sudah terbentuk

seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3. 10. Gambar Struktur Tampak Samping

Gambar 3. 11. Gambar Struktur Tampak Atas

48

Gambar 3. 12. Isometric View Dari Struktur

Gambar 3. 13. Potongan melintang struktur 3 dimensi

g. Design Criteria / Loads (Compartment & Wave Loads)

Pada tahapan ini dilakukan pembebanan pada struktur, yakni

compartments dan wave loads. Gambar 3.13. menunjukkan pemodelan

compartments pada tanker. Untuk pembebanan gelombang, dilakukan dua

kondisi pembebanan, yaitu hogging (satu puncak gelombang pada

midship), dan sagging ( dua puncak gelombang pada ujung kapal).

49

Gambar 3. 14. Comparments pada desain tanker

h. Running Program.

Running dilakukan berdasarkan penampang melintang yang akan ditinjau,

pada penelitian ini adalah penampang midship. Dari running program, akan

didapatkan still water bending moment, vertical wave bending moment, hull

girder shear force, dan fatigue life struktur tanker. Gambar 3.14. menunjukkan

hasil running Poseidon, angka-angka pada gambar mengidentifikasi fatigue

life pada penampang midship.

Gambar 3. 15. Details fatigue life pada midship

50

3.4 Validasi hasil perhitungan umur kelelahan dari POSEIDON

Pada tahap ini validasi perhitungan dilakukan dengan membandingkan umur

kelelahan dari hasil running software Posseidon dengan hasil perhitungan manual

umur kelelahan dengan metode spectral analysis dengan menerapkan pendekatan

yang disederhanakan (simplified approach). Untuk mengetahui umur kelelahan

suatu struktur, perlu diketahui terlebih dahulu akumulasi kerusakan yang terjadi.

Karena untuk menghitung umur kelelahan adalah dengan membagi design life

struktur dengan akumulasi kerusakan yang terjadi. Dalam penelitian ini struktur

direncanakan untuk masa operasi 25 tahun. Berdasarkan persamaan 2.7,

persamaan akumulasi kerusakan (Cumulative Damage) adalah sebagai berikut :

3.5 Pemodelan Bottom Plate Menggunakan ANSYS

3.5.1 Geometri Dan Material

Setelah diketahui lokasi bagian bottom plate yang paling kritis, maka bagian

tersebut dimodelkan dalam ANSYS guna dilakukan analisa lebih lanjut.

Pemodelan menggunakan ANSYS ini ditujukan untuk memperoleh tegangan lokal

yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan fatigue life akibat crack.

Struktur bottom plate yang dianalisa adalah bagian tengah dari plat alas yang

ditinjau. Data ketebalan plat alas, girder dan web frames dapat dilihat pada Tabel

3.3.

Tabel 3. 3. Tebal Plat

Plat Alas 12 mm

Plat Longitudinal Girder 12 mm

Plat Web Frame 14 mm

Material yang digunakan adalah ASTM A36

material berdasarkan Manual of Steel Construction

a. Tegangan Luluh (σy)

b. Modulus Young (E)

c. Shear Modulus (G)

d. Poisson’s Ratio

e. Mass Density

3.5.2 Retak Awal

Kedalaman retak awal (a

Retak dimodelkan tiga di

Gambar 3.

3.5.3 Pemodelan Bottom Plate

Bottom plate dimodelkan

(dalam kasus ini antara LG2 dengan LG3)

(dalam kasus ini antara frame 87 dengan 88)

longitudinal girder, web frames

Material yang digunakan adalah ASTM A36 ferrite-pearlite steels. Sifat

Manual of Steel Construction :

y) = 250 MPa

= 2.005x1010

kg/m2

= 74.376 kg/m2

= 0.32

= 7865.7 kg/m2

Kedalaman retak awal (a0) ditentukan berdasarkan ABS (2003) sebesar 0.5 mm.

Retak dimodelkan tiga dimensi dengan kedalaman retak 0.5 mm.

Gambar 3. 16. Pemodelan Crack Awal

Pemodelan Bottom Plate

dimodelkan dengan panjang sesuai jarak antar longitudinal

lam kasus ini antara LG2 dengan LG3) dan lebar sesuai jarak antar web frames

(dalam kasus ini antara frame 87 dengan 88). Selain memodelkan bottom plate,

, web frames serta stiffners yang ada di lokasi juga dimodelkan.

51

. Sifat-sifat

) ditentukan berdasarkan ABS (2003) sebesar 0.5 mm.

longitudinal girder

web frames

bottom plate,

yang ada di lokasi juga dimodelkan.

52

Gambar 3. 17. Pemodelan Bottom plate

3.5.4 Pemodelan Retak Awal

Retak awal dimodelkan di plat alas dimana lokasinya berada di tengah-tengah

jarak antar longitudinal girder serta antar web frames. Retak dimodelkan di

daerah tersebut dikarenakan di lokasi tersebut momen yang terjadi adalah momen

yang terbesar. Retak awal dimodelkan melintang searah sumbu y kapal karena

retak akan dibebani oleh beban sagging dimana terjadi tension pada bottom plate.

Gambar 3. 18. Pemodelan Retak Awal

53

3.5.5 Meshing Bottom Plate

Elemen yang digunakan untuk meshing menggunakan elemen Solid 95. Elemen

Solid 95 dapat digunakan pada bentuk yang tidak teratur tanpa mengurangi

keakuratannya.

Gambar 3. 19. Meshing Bottom Plate dan Crack

3.5.6 Pemodelan Beban Aksial

Pembebanan aksial diberikan berdasarkan tegangan yang dihasilkan software

POSEIDON pada bottom plate. Beban aksial diberikan searah sumbu x. Besar

beban aksial dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3. 4. Pressure pada Bottom plate

Pressure (MPa)

Maksimum 43.7

Minimum 30.1

54

3.6 Perhitungan Stress Intensity Factor

Dari hasil analisa menggunakan ANSYS, tegangan lokal di sekitar daerah retak

dapat diketahui. Hasil tersebut digunakan untuk menghitung KI menggunakan

Formula untuk single notch edge crack sebagai berikut:

> � 1,12 ∆A √EV

Validasi perhitungan adalah membandingkan nilai SIF menggunakan persamaan

single notch edge crack dengan hasil SIF yang diperoleh dari running software

ANSYS.

3.7 Perhitungan CTOD

Berdasarkan dari hasil perhitungan KI menggunakan persamaan single notch edge

crack, maka bisa di hitung harga CTOD untuk kondisi plane stress. Sesuai dengan

persamaan 2.19, maka untuk kondisi plane stress persamaan menjadi :

Z � >T�yAOz

Dalam pemodelan dengan ANSYS diperoleh nilai J-Integral dari crack yang

terjadi. Dengan nilai J-Integral tersebut, dapat diketahui nilai CTOD dari crack

dengan cara mengkonversi nilai J-Integral. Hasil konversi itulah yang digunakan

untuk validasi perhitungan manual. Konversi menggunakan persamaan berikut :

Z � {λAOz

Dengan λ = 1 untuk kondisi plane stress.

55

3.8 Perhitungan Umur Kelelahan Akibat Crack

Untuk menghitung umur kelelahan akibat crack pada penelitian ini dilakukan

berdasarkan EPFM dengan metode CTOD. Untuk langkah awal dilakukan

perhitungan jumlah siklus saat terjadi kegagalan yang didapat dari

mengintegralkan persamaan crack propagation.

�a � | }V� "ΔZ&

<ef

<g

�a � V~� K V� "ΔZ&

Dengan : a0 = kedalaman crack awal (m)

acr = kedalaman kritis (m)

= t - tmin

tmin = (6.5 +0.02L) (mm)

C = konstanta material

= 6.9 x 10-3

Setelah diperoleh jumlah siklus maka dihitung umur kelelahan dengan cara

membagi jumlah siklus dengan jumlah siklus data kejadian gelombang. Dalam

analisa ini, jumlah siklus data kejadian gelombang yang diperoleh adalah 1.93 x

107, dimana data tersebut merupakan data lokasi FPSO akan beroperasi.

56

3.9 Analisis Keandalan Dengan Monte Carlo

Langkah-langkah untuk memperoleh keandalan struktur digambarkan ke dalam

diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3. 20. Diagram alir analisa keandalan struktur menggunakan Monte Carlo

Menentukan random variabel

Mulai

�> � ��a � �1.12Δσ√EV��

yAOz � V� � V~�

Menentukan moda kegagalan

Menentukan distribusi data dan CDF

Melakukan Random Number

Generate (RNG)

Hitung Pof

Transformasi RNG menjadi Random

variabel

Input variable random pada moda

kegagalan

ulang

Hitung Keandalan

Selesai

57

Secara khusus, langkah-langkah analisa keandalan dengan metode Monte Carlo

adalah sebagai berikut:

• Penentuan moda kegagalan:

Sebelum menghitung peluang kegagalan, terlebih dahulu ditentukan moda

kegagalan struktur. Struktur dianggap gagal ketika retak kritis melebihi tebal

plat minimum yang diizinkan berdasarkan code GL, sehingga moda kegagalan

struktur dapat dirumuskan sebagai berikut:

�> � ��a � �1.12Δσ√EV��yAOz � V� � V~�

Dengan : Nf = jumlah siklus untuk rancangan yang diharapkan.

= 4.825 x 107 untuk design life 25 tahun

• Menentukan variabel acak

• Menentukan distribusi data SIF dan menentukan CDF

Menentukan jenis distribusi variable acak apakah mengikuti distribusi normal,

lognormal, weibull atau extream value.

• Menentukan Random Number Generate (RNG)

Megenerate angka sesuai dengan parameter-parameter dari masing-smasing

distribusi tersebut.

• Transformasi RNG menjadi random variable

Metransformasi RNG menjadi random variable menggunakan CDF distribusi

dari data.

• Memasukkan random variabel kedalam moda kegagalan

Random variable dimasukkan kedalam moda kegagalan (MK) dan dicatat

performa sistem yang gagal dan berhasil. Dilakukan sampai 1000 sampai

100000 kali iterasi.

• Menghitung nilai keandalan

Memperoleh keandalan struktur setelah terjadinya crack setelah menghitung

performa system yang berhasil maupun yang gagal. Tujuan akhir didapatkan

keandalan dari struktur akibat adanya retak yang terjadi.

58

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

59

BAB IV

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Struktur

Struktur yang digunakan pada tugas akhir ini adalah tanker dengan satu centerline

bulkhead. Adapun ukuran utama untuk tanker adalah sebagaimana diberikan pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Principal particulars

Length betw. Perpendiculars Lpp 173 m

Length water line at T L 180 m

Breadth B 30,5 m

Depth H 15,6 m

Draught T 9,0 m

Speed V0 14,0 Knot

Coefficient block Cb 0,8

Deadweight DWT 30.770 ton

(sumber: PT. PAL Indonesia, 2009)

Adapun komposisi struktur tanker adalah seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Midship section of tanker (PT. PAL Indonesia, 2009)

60

Sedangkan steel plan main model tanker tersebut adalah seperti Gambar 4.2. di

bawah ini:

Gambar 4.2. Steel plan main model (PT. PAL Indonesia, 2009)

Bentuk struktur kapal tanker memenuhi syarat rasio bentuk untuk struktur FPSO.

Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rasio bentuk struktur

L/B B/D

Actual 5,67 1,95

Ideal (ISODC, FPSO) 4,5 – 6,0 1,7 – 2,3

Ideal (UKOOA, FPSO) 5,0 – 6,5 1,6 – 2,0

(sumber: ISODC, 2006 and UKOOA, 2002)

Pada Tabel 4.2. perbandingan rasio bentuk dikaitkan dengan struktur FPSO. Hal

ini disebabkan karena tujuan dari tugas akhir adalah untuk mendesain FPSO dari

tanker.

4.2 Data Lingkungan

Daerah operasional dari tanker ataupun FPSO tersebut tentunya harus diketahui

terlebih dahulu, dimana hal tersebut termasuk dalam data lingkungan. Data ini

digunakan untuk menganalisa struktur tersebut, baik dari segi kelayakan,

kekuatan, maupun keandalan untuk beroperasi di lingkungan tertentu.

61

Berdasarkan pada IACS (2001), menyatakan bahwa untuk struktur kapal

mengangkut muatan yang melintasi perairan internasional maka data lingkungan

yang digunakan adalah mengacu pada data North Atlantic. Sedangkan bagi

struktur FPSO data lingkungan yang digunakan adalah tempat struktur beroperasi.

Di samping itu, disebutkan oleh Terpstra et al (2001) bahwa tinggi gelombang

signifikan yang digunakan dalam perhitungan adalah kondisi lingkungan North

Atlantic.

Data spesifik gelombang yang digunakan untuk operasi FPSO tersebut adalah data

gelombang Sepanjang. Untuk struktur FPSO data gelombang yang digunakan

adalah tinggi gelombang 100 tahunan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel

4.3. prediksi tinggi gelombang 100 tahunan adalah sebesar 7,52 m.

Tabel 4.3. Prediksi tinggi gelombang daerah Sepanjang

Return Period Py(Hs) ln[ln1/(1-P(Hs))] ln(Hs-a)

Hs

[Years] [m]

1 0,99965753 2,076855563 1,562084978 4,77

15 0,99997717 2,369064457 1,854293873 6,39

20 0,99998288 2,395626444 1,880855859 6,56

50 0,99999315 2,475812246 1,961041661 7,11

100 0,99999658 2,53246662 2,017696035 7,52

(FSO Mutiara, 2006)

4.3 Analisa Umur Kelelahan Sebelum Retak

Berdasarkan CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008, komponen tegangan global

(tegangan utama) untuk perhitungan umur kelelahan adalah vertical wave bending

moment dan horizontal wave bending moment. Berdasarkan UKOOA, 2002,

horizontal bending moment dapat diabaikan apabila:

1. Nilai horizontal bending moment lebih kecil dari pada vertical bending

moment.

Tabel 4.4. Still water bending moment struktur tanker

GL Rules Moment Range (MNm)

Vertical 2022,42

Horizontal 1490,084

62

2. Lambung kapal lebih kaku pada kondisi horisontal (lebar/tinggi = 2).

Kekakuan = 30,5 / 15,6

= 1,95 (diasumsikan 2)

Berdasarkan dua persyaratan diatas maka perhitungan tegangan pada kapal hanya

dilakukan akibat vertical bending moment, karena kedua syarat terpenuhi.

4.3.1 Shear Force dan Bending Moment

Shear force dan Bending moment dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa pada daerah midship, bending moment maksimum. Hal ini

menunjukkan bahwa daerah kritis pada struktur kapal adalah daerah midship.

Oleh karena itu dalam penelitian ini difokuskan untuk meninjau daerah midship

dari struktur. Untuk kasus ini, lokasi/frame berapa yang akan ditinjau bergantung

dari frame mana yang mengalami fatigue terkritis.

Gambar 4.3. Shear force dan Bending moment

63

4.3.2 Tegangan

Output tegangan yang dihasilkan POSEIDON merupakan tegangan pada setiap

member pada struktur secara longitudinal. Dikarenakan pada penelitian ini yang

ditinjau adalah bottom plate, maka hasil output tegangan yang ditampilkan di

bawah ini hanya nominal stress yang terjadi pada daerah bottom plate. Secara

longitudinal, bottom plate struktur terdiri atas tujuh plat alas horizontal dan

simetrinya dan tiga longitudinal girder yang simetri. Setiap plat dan longitudinal

girder memiliki tegangan tertentu. Tegangan yang terjadi pada bottom plate

merupakan rentang tegangan untuk menghitung umur kelelahan serta nantinya

digunakan sebagai input beban untuk pemodelan ANSYS. Namun tegangan yang

dipakai berbeda antara perhitungan fatigue dengan input beban untuk ANSYS. Di

bawah ini adalah hasil tegangan dari running Poseidon untuk setiap bulkhead :

Tabel 4.5. Nominal Stress Pada Frame 55

Functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

Element Hogg hogg Min delta

Item Sagg sagg Max mean

SHELL -41.5 -42.8 -34 96

Fk 36.6 46.5 62 14

SHELL -41.5 -42.8 59 134

A 36.6 46.5 194 127

SHELL -41.5 -42.8 65 127

B 36.6 46.5 191 128

SHELL -41.5 -42.8 66 127

C 36.6 46.5 193 130

SHELL -41.5 -42.8 76 135

D 36.6 46.5 211 143

SHELL -40.6 -41.9 206 270

E 35.9 45.5 476 341

SHELL -39 -40.3 193 268

F 34.4 43.7 461 327

64

Tabel 4.6. Nominal Stress Pada Frame 63

Functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

Element Hogg hogg Min delta

Item Sagg sagg Max mean

SHELL -48.4 -62.3 -43 127

Fk 42.7 67.7 85 21

SHELL -48.4 -62.3 50 166

A 42.7 67.7 216 133

SHELL -48.4 -62.3 55 158

B 42.7 67.7 213 134

SHELL -48.4 -62.3 57 158

C 42.7 67.7 214 135

SHELL -48.4 -62.3 66 166

D 42.7 67.7 232 149

SHELL -48.4 -62.3 67 166

E 42.7 67.7 233 150

SHELL -48.4 -62.3 68 166

F 42.7 67.7 234 151

Tabel 4.7. Nominal Stress Pada Frame 69

functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

element Hogg hogg Min delta

Item Sagg sagg Max mean

SHELL -48.4 -66.6 -46 134

Fk 42.7 72.3 88 21

SHELL -48.4 -66.6 47 172

A 42.7 72.3 219 133

SHELL -48.4 -66.6 52 164

B 42.7 72.3 217 134

SHELL -48.4 -66.6 53 164

C 42.7 72.3 218 136

SHELL -48.4 -66.6 62 173

D 42.7 72.3 235 149

SHELL -48.4 -66.6 63 173

E 42.7 72.3 236 150

SHELL -48.4 -66.6 65 173

F 42.7 72.3 238 151

65

Tabel 4.8. Nominal Stress Pada Frame 75

functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

element Hogg hogg Min delta

Item Sagg sagg Max mean

SHELL -48.4 -66.6 -46 134

Fk 42.7 72.3 88 21

SHELL -48.4 -66.6 47 172

A 42.7 72.3 219 133

SHELL -48.4 -66.6 52 164

B 42.7 72.3 217 134

SHELL -48.4 -66.6 53 164

C 42.7 72.3 218 136

SHELL -48.4 -66.6 62 173

D 42.7 72.3 235 149

SHELL -48.4 -66.6 63 173

E 42.7 72.3 236 150

SHELL -48.4 -66.6 65 173

F 42.7 72.3 238 151

Tabel 4.9. Nominal Stress Pada Frame 81

functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

element Hogg hogg Min delta

Item Sagg sagg Max mean

SHELL -50 -60.4 -40 124

Fk 44.1 65.6 84 22

SHELL -50 -60.4 54 161

A 44.1 65.6 215 135

SHELL -50 -60.4 58 155

B 44.1 65.6 213 136

SHELL -50 -60.4 60 155

C 44.1 65.6 214 137

SHELL -50 -60.4 69 163

D 44.1 65.6 232 150

SHELL -50 -60.4 164 256

E 44.1 65.6 420 292

SHELL -50 -60.4 191 289

F 44.1 65.6 480 335

66

Tabel 4.10. Nominal Stress Pada Frame 87

functional MSW MWV

fatigue (incl.

local)

Element Hogg hogg Min delta

Item Sagg Sagg Max mean

SHELL -34.2 -40.3 -42 99

Fk 30.1 43.7 57 8

SHELL -34.2 -40.3 53 138

A 30.1 43.7 191 122

SHELL -34.2 -40.3 54 138

B 30.1 43.7 192 123

SHELL -34.2 -40.3 55 138

C 30.1 43.7 193 124

SHELL -34.2 -40.3 64 150

D 30.1 43.7 214 139

SHELL -34.2 -40.3 97 195

E 30.1 43.7 292 194

SHELL -34.2 -40.3 169 298

F 30.1 43.7 466 317

4.3.3 Kurva S-N

Berdasarkan Jurisic (2007), untuk struktur bottom plate tanker, sambungan las

yang digunakan lebih cenderung pada kelas F. Komponen kurva S-N untuk

sambungan kelas F antar lain:

m = 3 , S-N curve exponent

K2 = 0,63 . 1012

, S-N curve coefficient

Perhitungan kelelahan berdasarkan pada kurva S-N, terdapat faktor perbedaan

ketebalan. Ketebalan pelat yang digunakan dalam percobaan untuk mendapatkan

kurva S-N adalah 22 mm, sedangkan tebal pelat struktur tanker yang dianalisa

adalah 12 mm. Sesuai dengan persamaan 2.24, maka diperoleh hasil K2 untuk

tebal 12 mm adalah 0,992. 1012

.

4.3.4 Perhitungan Umur Kelelahan

Pada penelitian ini, umur kelelahan dianalisa berdasarkan spectral analysis dengan

menerapkan pendekatan yang disederhanakan (simplified approach). Dalam

pendekatan sederhana ini spektra lautan dan seterusnya distribusi tegangan acak

67

yang terjadi, serta akumulasi kerusakan telah diformulasikan dalam suatu fungsi

tunggal. (Almar-Naes, 1985)

Untuk mengetahui umur kelelahan suatu struktur, perlu diketahui terlebih dahulu

akumulasi kerusakan yang terjadi. Karena untuk menghitung umur kelelahan

adalah dengan membagi design life struktur dengan akumulasi kerusakan yang

terjadi. Dalam penelitian ini struktur direncanakan untuk masa operasi 25 tahun.

Berdasarkan persamaan 2.21, persamaan akumulasi kerusakan (Cumulative

Damage) adalah sebagai berikut :

dengan:

αi proportion of ship life

= 1 (asumsi untuk kondisi full load dan ballast)

NL jumlah siklus untuk umur rancangan yang diharapkan.( %)

= 0,735 . 108 siklus

f0 0.85, factor taking into account non-sailing time for operations

such as loading and unloading, repairs, etc.

U umur desain (25 tahun) dalam detik

= 7,88 . 108 detik

SRi rentang tegangan untuk fatigue yang diperoleh pada 4.3.2

ξ parameter bentuk weibull

= fweibull (1.1 – 0.35 (L-100)/300)

untuk bottom plate,fweibull=0.95

= 0,9653

Γ(1+m/ξ) gamma function

= 0,0076 exp(1,6x) + 1,26

= 6.9548

68

Hasil perhitungan fatigue life terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.11. umur kelelahan Pada Frame 55

functional Sri Dmi fatigue life

Element N/mm2 Years

SHELL fk 96 0.051591 484.5815392

SHELL a 134 0.140305 178.18296

SHELL b 127 0.119446 209.3000834

SHELL c 127 0.119446 209.3000834

SHELL d 135 0.14347 174.2525967

SHELL e 270 1.147759 21.78157459

SHELL f 268 1.122442 22.27286999

Tabel 4.12. umur kelelahan Pada Frame 63

functional Sri Dmi fatigue life

Element N/mm2 years

SHELL fk 127 0.119446 209.3000834

SHELL a 166 0.266737 93.72518365

SHELL b 158 0.230002 108.694934

SHELL c 158 0.230002 108.694934

SHELL d 166 0.266737 93.72518365

SHELL e 166 0.266737 93.72518365

SHELL f 166 0.266737 93.72518365

Tabel 4.13. umur kelelahan Pada Frame 69

Functional Sri Dmi fatigue life

Element N/mm2 years

SHELL fk 134 0.140305 178.18296

SHELL a 172 0.296719 84.25491086

SHELL b 164 0.257212 97.19614048

SHELL c 164 0.257212 97.19614048

SHELL d 173 0.301924 82.80227225

SHELL e 173 0.301924 82.80227225

SHELL f 173 0.301924 82.80227225

69

Tabel 4.14. umur kelelahan Pada Frame 75

functional Sri Dmi fatigue life

element N/mm2 years

SHELL fk 134 0.140305 178.18296

SHELL a 172 0.296719 84.25491086

SHELL b 164 0.257212 97.19614048

SHELL c 164 0.257212 97.19614048

SHELL d 173 0.301924 82.80227225

SHELL e 173 0.301924 82.80227225

SHELL f 173 0.301924 82.80227225

Tabel 4.15. umur kelelahan Pada Frame 81

functional Sri Dmi fatigue life

Element N/mm2 years

SHELL fk 124 0.111179 224.8617098

SHELL a 161 0.243353 102.731336

SHELL b 155 0.217147 115.1291954

SHELL c 155 0.217147 115.1291954

SHELL d 163 0.252535 98.99602371

SHELL e 256 0.978316 25.55410461

SHELL f 289 1.407515 17.76180247

Tabel 4.16. umur kelelahan Pada Frame 87

Functional Sri Dmi fatigue life

element N/mm2 years

SHELL fk 99 0.05658 441.8501232

SHELL a 138 0.153249 163.1335567

SHELL b 138 0.153249 163.1335567

SHELL c 138 0.153249 163.1335567

SHELL d 150 0.196804 127.030143

SHELL e 195 0.432378 57.81981931

SHELL f 298 1.54315 16.2006251

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, didapatkan bagian-bagian yang

memiliki umur kelelahan di bawah design life 25 tahun yaitu shell e dan f pada

frame 55, shell f pada frame 81, serta shell f pada frame 87. Namun bagian yang

paling kritis atau bagian yang memiliki fatigue life terkecil adalah bottom plate

potongan F/ shell f pada frame 87 dengan umur kelelahan 16,2 tahun. Hal tersebut

70

terjadi karena frame 87 merupakan bulkhead terakhir yang membatasi

compartments yang ada. Sehingga mengalami fatigue stress yang lebih besar dari

bulkhead lainnya. Oleh karena itu shell f frame 87 inilah yang akan dimodelkan

dalam ANSYS untuk analisa fatigue crack. Input beban yang digunakan pada

pemodelan ANSYS adalah nominal stress yang dihasilkan dari hasil running

Poseidon. Input beban yang dipakai adalah vertical wave bending moment pada

kondisi sagging. Tegangan inilah yang diinputkan sebagai beban maksimum pada

pemodelan menggunakan ANSYS. Sedangkan beban minimum diambil dari

tegangan akibat vertical still water bending moment.

4.4 Validasi Perhitungan

Hasil perhitungan umur kelelahan pada bottom plate FPSO divalidasi dengan hasil

perhitungan dengan software poseidon. Pemodelan tanker pada poseidon

dilakukan pada rentang frame 55 samapai dengan 87 dengan panjang 96 m dari

180 m panjang total. Hasil pemodelan struktur tanker terdapat pada gambar 4.4

berikut ini:

Gambar 4.4. Pemodelan tanker frame 55 sampai dengan 87

Perhitungan umur kelelahan pada tanker juga mengunakan tinggi gelombang yang

sama dengan perhitungan awal. Posisi gelombang model adalah dengan dua

71

gelombang puncak pada masing-masing ujung struktur serta gelombang dengan

satu puncak pada tengah struktur. Berdasarkan hasil running pada Poseidon

didapatkan umur kelelahan struktur untuk tiap frame adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 55

Gambar 4.6. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 63

72

Gambar 4.7. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 69

Gambar 4.8. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 75

73

Gambar 4.9. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 81

Gambar 4.10. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 87

Berdasarkan dari hasil running Poseidon di atas bisa dilihat perbandingan hasil

antara perhitungan manual dengan hasil dari software dalam tabel 4.17 dan 4.18

berikut :

74

Tabel 4.17. Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software

Functional frame 55 frame 63 frame 69

Element manual software manual software manual software

SHELL fk 484.58154 >50 209.3001 >50 178.183 >50

SHELL a 178.18296 >50 93.72518 >50 84.25491 >50

SHELL b 209.30008 >50 108.6949 >50 97.19614 >50

SHELL c 209.30008 >50 108.6949 >50 97.19614 >50

SHELL d 174.2526 >50 93.72518 >50 82.80227 >50

SHELL e 21.781575 21 93.72518 >50 82.80227 >50

SHELL f 22.27287 22 93.72518 >50 82.80227 >50

Tabel 4.18.Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software

Functional frame 75 frame 81 frame 87

Element manual software manual software manual software

SHELL fk 178.18296 >50 224.8617 >50 441.8501 >50

SHELL a 84.254911 >50 102.7313 >50 163.1336 >50

SHELL b 97.19614 >50 115.1292 >50 163.1336 >50

SHELL c 97.19614 >50 115.1292 >50 163.1336 >50

SHELL d 82.802272 >50 98.99602 >50 127.0301 >50

SHELL e 82.802272 >50 25.5541 25 57.81982 >50

SHELL f 82.802272 >50 17.7618 18 16.20063 16

Dari tabel 4.17 dan 4.18 di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan manual

dengan hasil dari running software hampir sama sehingga ke-valid-an dari

perhitungan manual bisa diterima. Sehingga bisa dilanjutkan untuk analisa

berikutnya yaitu analisa umur kelelahan akibat adanya crack pada sambungan

shell e-f dengan longitudinal girder frame 87.

4.5 Hasil Pemodelan ANSYS

Dengan software ANSYS dilakukan perhitungan tegangan pada daerah bottom

plate dimana sudah dimodelkan adanya retak pada pelat. Retak awal dimodelkan

75

dengan kedalaman retak awal 0.5 mm. Input beban berupa tegangan maksimum

dan minimum dari software POSEIDON. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa

tegangan pada daerah retakan lebih besar dan terjadi tegangan terbesar pada ujung

retakan, seperti terlihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4. 11. Hasil Pemodelan ANSYS

Hasil analisa tegangan pada lokasi terjadinya crack dapat dilihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4. 19. Output Tegangan

Beban σx (MPa) σy (MPa) σz (MPa)

Minimum 10.553 2.5054 3.0459

Maksimum 15.321 3.6374 5.8344

4.6 Analisa Stress Intensity Factor

Output tegangan pada Tabel 4.19 digunakan sebagai input perhitungan KI

menggunakan formula persamaan single notch edge crack. Dikarenakan pada

analisa ini mode retak yang digunakan adalah mode opening yang hanya

memperhitungkan gaya aksial (Mode I), maka SIF dihitung hanya menggunakan

σz (bergantung dari sumbu koordinat model).

76

Tabel 4. 20. SIF single notch edge crack

Beban σz (MPa) a (m) KI (MPa√m)

Maksimum 5.8344 0.0005 0.25891908

Minimum 3.0459 0.0005 0.135171

Validasi perhitungan adalah membandingkan nilai SIF menggunakan persamaan

single notch edge crack dengan hasil SIF yang diperoleh dari running software

ANSYS. Perhitungan SIF dilakukan dengan berbagai initial crack (retak awal)

seperti terlihat pada Tabel 4.21. dan 4.22. Perbandingan antara kedua metode

perhitungan SIF dapat dilihat pada Tabel 4.23.

Tabel 4. 21. Perhitungan SIF Single Notch Edge Crack

a

(m) σmaks

(MPa)

KI maks

(MPa√m)

σmin

(MPa)

KI min

(MPa√m)

∆KI

(MPa√m)

0.0005 5.8344 0.25891908 3.0459 0.135171 0.123748

0.001 5.9439 0.37303909 3.8499 0.2416197 0.131419

0.0015 6.252 0.48055981 4.3063 0.3310036 0.149556

0.00204 6.8371 0.61287 4.7093 0.4221378 0.190734

Tabel 4. 22. Hasil SIF Dari ANSYS

a

(m)

KI min

(MPa√m)

KI maks

(MPa√m)

∆KI

(MPa√m)

0.0005 0.134581625 0.261001579 0.12642

0.001 0.243991017 0.372677723 0.1286867

0.0015 0.32816 0.481988523 0.1538285

0.00204 0.433582798 0.618195007 0.1846122

Tabel 4. 23. Perbandingan SIF

a (m) Perbandingan ∆KI (%)

0.0005 2.11

0.001 2.12

0.0015 2.78

0.00204 3.32

Dapat dilihat pada Tabel 4.23, bahwa selisih ∆KI tidak melebihi 5%, maka ∆KI

yang didapatkan dari perhitungan formula single notch edge crack bisa digunakan

untuk analisis selanjutnya. Dari hasil di atas, juga bisa dilihat bahwa hasil dari

perhitungan manual lebih besar dari hasil software. Hal tersebut dikarenakan hasil

dari perhitungan manual menggunakan rumus empiris yang ada.

77

Gambar 4. 12. Grafik ∆KI Terhadap Retak Awal

Gambar 4.12 menunjukkan variasi selisih stress intensity factor ∆KI terhadap

retak awal yang bervariasi. Dapat dilihat pada grafik, bahwa ∆KI bertambah besar

seiring dengan bertambahnya retak awal mengikuti trend polynomial orde 3. ∆KI

adalah parameter yang menentukan umur kelelahan struktur.

4.7 Analisa CTOD

Berdasarkan dari hasil perhitungan KI menggunakan persamaan single notch edge

crack pada Tabel 4.21 serta Persamaan 2.37, maka harga CTOD dari perhitungan

manual dapat dilihat pada Tabel 4.24.

Tabel 4. 24. Hasil CTOD Dari perhitungan manual

a (m) δ min (m) δ maks (m) ∆δ (m)

0.0005 3.65333E-09 1.34045E-08 3.062E-09

0.001 1.16731E-08 2.78247E-08 3.45E-09

0.0015 2.19072E-08 4.6176E-08 4.47E-09

0.00204 3.56312E-08 7.51037E-08 7.274E-09

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007

∆∆ ∆∆K

I(M

Pa

√√ √√m

)

Retak Awal, a0 (m)

Grafik ∆∆∆∆KI Terhadap Retak Awal

y = 1E+07x3 - 13186x2 + 15.22x + 0.118

R² = 1

78

Validasi perhitungan adalah membandingkan nilai CTOD hasil perhitungan

manual dengan hasil CTOD yang diperoleh dari konversi J-Integral, dimana

harga J-integral tersebut diperoleh dari hasil running software ANSYS. Harga J-

integral dari running ANSYS, harga CTOD hasil konversi serta perbandingan

hasil antar kedua metode dapat dilihat pada Tabel 4.25, 4.26 dan 4.27.

Tabel 4. 25. Harga J-Integral dari Software ANSYS

a (m) J min (MPa.m) J maks (MPa.m) ∆J (MPa.m)

0.0005 9.27E-07 1.71E-06 7.82E-07

0.001 3.56E-06 4.41E-06 8.52E-07

0.0015 6.84E-06 7.92E-06 1.08E-06

0.00204 8.36E-06 1.02E-05 1.88E-06

Tabel 4. 26. Hasil CTOD dari hasil konversi

a (m) δ min (m) δ maks (m) ∆δ (m)

0.0005 3.71E-09 6.83E-09 3.13E-09

0.001 1.42E-08 1.765E-08 3.41E-09

0.0015 2.736E-08 3.169E-08 4.328E-09

0.00204 3.34253E-08 4.09597E-08 7.53436E-09

Tabel 4. 27. Perbandingan CTOD

a (mm) Perbandingan ∆δ (%)

0.0005 2.12

0.001 1.38

0.0015 3.34

0.00204 3.45

Dapat dilihat pada Tabel 4.27, bahwa selisih ∆δ tidak melebihi 5%, maka ∆δ yang

didapatkan dari perhitungan manual bisa digunakan untuk analisis selanjutnya.

79

Gambar 4. 13. Grafik ∆δ Terhadap Retak Awal

Gambar 4.13 menunjukkan variasi selisih stress intensity factor ∆δ terhadap retak

awal yang bervariasi. Dapat dilihat pada grafik, bahwa ∆δ bertambah besar seiring

dengan bertambahnya retak awal mengikuti trend polynomial orde 3. ∆δ inilah

yang digunakan untuk menghitung umur kelelahan struktur.

4.8 Analisa Umur Kelelahan Struktur Setelah Crack

Untuk menghitung umur kelelahan akibat crack pada penelitian ini dilakukan

berdasarkan EPFM dengan menggunakan metode CTOD. Dalam menghitung

umur kelelahan struktur, faktor penting yang mempengaruhi umur kelelahan ini

adalah perambatan retak yang terjadi. Perambatan retak merupakan jumlah siklus

dengan retakan awal tertentu sampai dengan ukuran tertentu berikutnya atau

hingga terjadi kepecahan. Dengan menggunakan metode CTOD, perambatan retak

dipengaruhi oleh besarnya ∆δ. Semakin kecil ∆δ, semakin lambat perambatan

yang terjadi. Nilai ∆δ dipengaruhi stress range (rentang tegangan) dan ukuran

initial crack.

0.00E+00

5.00E-08

1.00E-07

1.50E-07

2.00E-07

2.50E-07

3.00E-07

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007

∆δ

∆δ

∆δ

∆δ

(m)

Retak Awal, a0 (m)

Grafik ∆δ∆δ∆δ∆δ Terhadap Retak Awal

y = 1.722x3 - 0.003x2 + 3E-06x + 2E-09

R² = 1

80

Perambatan retak juga dipengaruhi oleh retak awal (crack initiation). Semakin

dalam retak awal, maka perambatan retak akan semakin besar. Karena perambatan

retak dipengaruhi oleh ∆δ dan ∆δ dipengaruhi oleh retak awal. Bisa diartikan

bahwa ketika nilai ∆δ semakin besar, maka siklus tegangan (N) yang diperlukan

untuk mencapai retak kritis akan semakin kecil. Variasi jumlah siklus tegangan

dan retak awal dapat dilihat pada Tabel 4.28 dan Gambar 4.8.

Tabel 4. 28. Jumlah Siklus Tegangan

a0

(m)

af

(m)

N

(cycle)

0.0005 0.00204 7.29E+07

0.001 0.00204 4.36E+07

0.0015 0.00204 1.75E+07

Gambar 4. 14. Jumlah Siklus Tegangan Terhadap Retak Awal

Berdasarkan perambatan retak yang terjadi, maka umur kelelahan struktur juga

bervariasi bergantung kedalaman retak awal. Semakin besar nilai kedalaman

retak, maka umur kelelahan struktur akan semakin pendek. Seperti terlihat pada

grafik pada Gambar 4.9. Variasi umur kelelahan juga dapat dilihat pada Tabel

4.10.

0.00E+00

1.00E+18

2.00E+18

3.00E+18

4.00E+18

5.00E+18

6.00E+18

7.00E+18

8.00E+18

9.00E+18

0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016

Jum

lah

Sik

lus

Te

ga

ng

an

, N

(cy

cle

)

Retak Awal, a0 (m)

Grafik Jumah Siklus Tegangan Terhadap Retak Awal

81

Gambar 4. 15. Grafik Umur Kelelahan Terhadap Retak Awal

Tabel 4. 29. Umur Kelelahan Struktur

a0

(m)

af

(m)

N

(cycle)

Gelombang 10 tahun

(cycle)

Umur kelelahan

(tahun)

0.0005 0.00204 7.29E+07 1.93E+07 37.767

0.001 0.00204 4.36E+07 1.93E+07 22.614

0.0015 0.00204 1.75E+07 1.93E+07 9.067

4.9 Analisa Keandalan Struktur

Keandalan dihitung dengan menggunakan simulasi Monte Carlo dibantu dengan

software minitab untuk menentukan distribusi dari Stress, menentukan parameter-

parameter dari distribusi yang digunakan serta mengenerate random variable.

Struktur dinilai keandalan berdasarkan design umur operasi 25 tahun. Berikut

mode kegagalan yang telah ditentukan pada Bab III:

�> � ��a � �1.12Δσ√EV��

yAOz � V� � V~�

Dengan : Nf = jumlah siklus untuk rancangan yang diharapkan.

= 4.825 x 107 untuk design life 25 tahun.

0

5E+11

1E+12

1.5E+12

2E+12

2.5E+12

3E+12

3.5E+12

4E+12

4.5E+12

0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016

Um

ur

Ke

lela

ha

n

(Ta

hu

n)

Retak Awal, a0 (m)

Grafik Umur Kelelahan Terhadap Retak Awal

82

4.9.1 Penentuan Distribusi Stress

Penentuan distribusi stress dilakukan pada daerah sekitar crack saja. Dari hasil

software minitab diperoleh output berupa distribusi random variable (stress

maksimum dan minimum). Berikut tabulasi distribusi stress yang diperoleh dari

software minitab.

Tabel 4. 30. Distribusi Stress

a0 (m) σmin σmax

0.0005 3-parameter weibull 3-parameter weibull

0.001 3-parameter weibull 3-parameter weibull

0.0015 3-parameter weibull 3-parameter weibull

Untuk mendapatkan random variable sebanyak 100000, bisa langsung dilakukan

tanpa harus melakukan transformasi dari Random number generate. Tetapi cukup

dengan menginputkan parameter-parameter distribusi yang digunakan. Parameter-

parameter tersebut berbeda antara jenis distribusi yang satu dengan yang lain.

Berikut beberapa parameter distribusi yang diinputkan untuk memperoleh random

variable.

Tabel 4. 31. Beberapa parameter distribusi dari beberapa kedalaman

Distribusi Kedalaman / stress shape scale threshold

3-parameter weibull 0.0005 (min) 0.8803 1.246 0.3311

3-parameter weibull 0.0005 (max) 0.8901 2.094 0.4806

3-parameter weibull 0.001 (min) 1.292 1.593 0.1549

3-parameter weibull 0.001 (max) 1.232 1.405 0.2424

3-parameter weibull 0.0015 (min) 1.062 1.068 1.061

3-parameter weibull 0.0015 (max) 1.386 2.045 1.044

4.9.2 Perhitungan keandalan dengan simulasi Monte Carlo

Simulasi Monte Carlo dilakukan dengan 100000 random number yang telah di

generate dari distribusi tertentu dan dengan parameter-paremeternya seperti yang

telah dijelskan diatas. Dari hasil simulasi Monte Carlo diperoleh keandalan

masing struktur untuk tiap-tiap terjadinya perambatan retak dengan memasukkan

random variabel ke dalam persamaan moda kegagalan.

83

Tabel 4. 32. Keandalan Struktur Terhadap Retak

a (m) Keandalan (K)

0.0005 0.815

0.001 0.679

0.0015 0.539

Gambar 4. 16. Grafik Keandalan Terhadap Kedalaman Retak

Dari hasil diatas, dari sini terlihat bahwa keandalan bottom plate semakin

berkurang seiring dengan bertambahnya retak mengikuti pola eksponensial.

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0.700

0.800

0.900

1.000

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012

K

a (m)

Keandalan

0.00204

y = 1.010e-413.x

R² = 0.995

84

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

85

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:

1. Umur kelelahan yang paling kritis pada bottom plate FPSO sebelum

adanya retak terjadi pada bottom shell f frame 87 yaitu 16 tahun. Meskipun

pada lokasi tersebut nominal stress yang terjadi bukan yang terbesar

namun pada lokasi terebut merupakan ujung dari compartment/tangki dari

FPSO. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mengetahui umur

kelelahan akibat fatigue strenght tidak bisa hanya memperhatikan nominal

stress yang terjadi namun juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi salah

satunya seperti pressure dari compartment.

2. Umur kelelahan pada bottom plate FPSO akibat kegagalan fatigue (setelah

adanya retak) diketahui bahwa semakin dalam retak semakin kecil umur

kelelahan struktur bottom plate mengikuti trend polynomial orde 3. Pada

saat retak awal 0.5 mm umur kelelahan struktur adalah 38 tahun,

sedangkan pada pertambahan kedalaman retak berikutnya untuk 1 mm dan

1.5 mm secara berturut-turut adalah 23 dan 9 tahun.

3. Peluang kegagalan struktur akibat kelelahan kepecahan ditentukan dengan

Simulasi Monte Carlo. Sesuai dengan moda kegagalan yang ditentukan,

didapatkan nilai keandalan struktur bottom plate akibat kelelahan

kepecahan yang berubah seiring dengan perubahan kedalaman retak

mengikuti trend eksponensial. Untuk retak awal 0.5 mm keandalan

struktur adalah 0.815, sedangkan pada pertambahan kedalaman retak

berikutnya untuk 1 mm dan 1.5 mm secara berturut-turut adalah 0.679 dan

0.539.

86

5.2 Saran

Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Analisis umur kelelahan sebelum adanya crack yang menggunakan

software Posseidon hanya menganalisa kondisi FPSO muatan penuh, hal

tersebut dikarenakan keterbatasan software yang digunakan. Software

yang digunakan merupakan software trial yang hanya bisa memakai fitur

GL rules, sedangkan untuk mnganalisa dengan kondisi pembeban yang

bervariasi membutuhkan fitur CSR-OT yang memang di khususkan untuk

pemodelan oil tanker yang bisa diperoleh pada software full. Untuk itu

perlu dilakukan variasi pembebanan berdasarkan muatan dengan

menggunakan software Posseidon yang full.

2. Analisis umur kelelahan bottom plate setelah adanya crack hanya

dilakukan pada mode I (opening crack), sehingga pembebanan yang

dilakukan hanya pembebanan aksial. Untuk itu perlu dilakukan

pembebanan in-plane bending dan out-plane bending (mode II) karena

retak pada struktur bisa diakibatkan oleh kombinasi ketiga mode

pembebanan pada struktur.

3. Analisis umur kelelahan bottom plate sebelum dan setelah adanya crack

pada kasus ini diasumsikan bahwa tebal pelat tetap tidak ada pengurangan

tebal akibat apapun, sehingga perlu dilakukan analisa dengan

memperhatikan faktor pengurangan tebal salah satunya seperti faktor

korosi .

4. Dalam perhitungan maupun model ANSYS, crack di asumsikan berupa

single notch edge crack (surface crack). Padahal jenis crack ada

bermacam-macam. Oleh karena itu perlu di analisa untuk jenis crack yang

lain.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, L. 2009. Analisis Resiko Kelelahan pada Pelat Alas FPSO Dengan

Metode Mekanika Kepecahan. Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan.

Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Almar-Naess, A.Ed. 1985. FATIGUE HANDBOOK: Offshore Steel Structure.

Trondheim. Norway:Tapir Publisher.

American Bureau of Shipping. 2003. Fatigue Assessment Of Offshore

Structure. Houston, USA.

Aulia. 2005. Analisa Umur Kelelahan Turbular Joint Tipe T dengan Retak

Eliptis pada Chord Menggunakan Metode Elastic Plastic Fracture

Mechanics.Tugas akhir:Jurusan Teknik Kelautan. Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Andersen, M.R. 1998. Fatigue Crack Initiation and Growth in Ship Structure.

Thesis Department of Naval Architecht and Offshore Engineering.

Denmark: Technical University of Denmark.

Ayyub, B.M. and Assakkaf, I.A. 2003. Reliability-Based Structural Design.

Master Set

Bai, Y. 2003. Marine Structural Design. Oxford: Elsiever.

Barsom, J.M. dan Rolfe, S.T. 1987. Fracture and Fatigue Control in

Structures, Application of Fracture Mechanics. New Jersey: Prentice

Hall, Inc.

Barrass. 1999. Ship Stability for Mastera and Mates. Oxford: Elsiever

Becker, J.M., Gerberich, W.W., & Bouwkamp, J.G. 1970. “Fatigue Failure of

Welded Tubular Joint”. Proc.2nd

Offshore Technology Conference, No.

OTC-1228. Dallas. Texas, USA.

Broek, D. 1987. Elementary Engineering Fracture Mechanics. USA: Kluwer

Academic Publisher.

Djatmiko, E.B. 2003. Analisa Kelelahan Struktur Bangunan Laut. Institut

Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

88

Dover, W.D. & Dharmavasan S. 1982. “ Fatigue Fracture Mechanics Analysis of

T and Y Joints”. Proc. 14th

Offshore Technology Conference. Houston.

Texas, USA.

Germanischer Lloyd. 2005. Rules and Guidelines 2005, Part 6 - Offshore

Installation. Hamburg

IACS. 2008. CSR for Double Hull Oil Tanker

Jurisic, P. 2007. Assessment of Aframax Tanker Hull-Girder Fatigue Strength

Kim, Jefferson. 2000. Stress Intensity. The Liberty Bell (Philadelphia, PA).

Leick, R. 2000. “Conversion and New Build”. FPSO Workshop Proceedings

Presentations. 8 June . 2000.

Photturst, R. 2003. “Tanker Conversion to FPSO’s”. OGP Marine Risks

Workshop Proceedings.

PT PAL Indonesia. 2009.

Rosyid, D.M. 2007. Pengantar Rekayasa Keandalan. Surabaya: Airlangga

University Press.

Shi, Yaowu. et al. 1998. “Finite Element Analysis On Relationships Between The

J-Integral And CTOD For Stationary Cracks In Welded Tensile

Specimens”. International Journal of Pressure Vessels and Piping 75.

Shimamura, Y. 2002. “FPSO/FSO: State of the art”. Journal of Marine Science

and Technology. Tokyo

Soedjono, J.J. 1989. Diktat Kuliah Perencanaan Sistem Bangunan Laut 1.

Jurusan Teknik Kelautan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Soleh, A. 2007. Analisis Keandalan Umur Lelah Struktur Kapal Dengan

Metode Men Value First-Order Second-Moment (MVFOSM). Tugas

Akhir Jurusan Teknik Perkapalan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

BIODATA PENULIS

Khusnul Abdi dilahirkan di Surabaya, 3 Mei 1989

sebagai putra sulung dari tiga bersaudara. Pendidikan

SD K. Abdullah Ubaid 1, SLTPN 4, SMA Hang Tuah 1

Surabaya lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan

studinya di Program Sarjana Jurusan Teknik Kelautan

FTK-ITS Surabaya. Penulis sempat aktif dalam

beberapa kegiatan, seminar, pelatihan dan organisasi.

Penulis pernah mendapatkan amanah sebagai Streering

Commitee MOORING Teknik Kelautan 2007/2008,

Ketua Panitia Pelayaran IPTEK FTK ITS 2008, Kepala Divisi Dayung Unit

Kegiatan Mahasiswa Olahraga AIR ITS 2007 – 2010. Beberapa amanah tersebut

merupakan beberapa bentuk pengabdiannya di ITS. Beberapa kegiatan yang

pernah diikuti untuk pengembangan diri diantaranya: kuliah lapangan di JOB

PT.PETROCINA tahun 2007, kerja praktek selama dua bulan di Bagian FAS.ENJ

& BANG – PT.PERTAMINA (Persero) Rifenery Unit V Balikpapan (2009).

Selain memiliki minat di bidang Perencanaan dan Produksi Bangunan Lepas

Pantai, penulis juga memiliki ketertarikan di bidang Struktur Bangunan Lepas

Pantai. Oleh karena itu judul tugas akhir yang diambil adalah Analisa Umur

Kelelahan Pada Bottom Plate FPSO Dengan Metode Elastic Plastic Fracture

Mechanics Berbasis Keandalan. Selama masa perkuliahannya, penulis memiliki

hobi bermain musik, sepak bola, scuba diving, snorkling, nonton bioskop,

karaoke, dan lainya bersama rekan-rekan kuliah D’Admiral L-24.

Email : [email protected]