Upload
lilissulandari
View
180
Download
20
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Aktivitas Antioksidan Biji Keluwek (Lilis Sulandari UNESA)
Citation preview
151
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK AIR BIJI “KELUWAK” (Pangium edule)
Lilis Sulandari
Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, Jl. Ketintang, Surabaya
Email: [email protected]
Abstract: Antioxidant activity of water extracted “keluwak” seed was observed. Antioxidant
activity of extract determined base on peroxide inhibition capacity (total antioxidant activity)
and radical scavenging capacity. Antioxidant activity of extract was compared with synthetic
antioxidant (BHT). The result showed that peroxide inhibition capacity of water extracted
“keluwak” seed 64,45% at 9 hours incubation, BHT 68,60%. In DPPH 25ppm, 800ppm water
extracted “keluwak” seed have highest radical scavenging capacity, 83,26%, and BHT
83,17%. This result showed that water extracted “keluwak” seed and BHT able inhibit
antioxidant activity. In generally, trend of peroxide inhibition capacity of “keluwak” seed was
lower than BHT. It was caused phenol substance of water extracted “keluwak” seed mixed
another substance, whereas BHT is pure antioxidant.
Key words: Antioxidant activity, “keluwak” seed, BHT
Abstrak: Aktivitas antioksidan ekstrak air biji “keluwak” (pangium edule) telah diteliti.
Aktivitas antioksidan ekstrak ditentukan berdasarkan kemampuan penghambatan peroksida
(aktivitas antioksidan total) dan kemampuan penangkapan radikal bebas. Aktivitas
antioksidan ekstrak dibandingkan dengan antoksidan sintetis (BHT). Hasil penelitian me-
nunjukkan bahwa kemampuan penghambatan peroksida ekstrak air biji keluwak adalah
64,45% pada lama inkubasi 9 jam. Pada DPPH 25ppm ekstrak air biji keluwak mempunyai
kemampuan penangkapan radikal bebas sebesar 83,26% dan dengan BHT 83,17%. Hasil
ini menunjukkan bahwa ekstrak air biji keluwak dan BHT dapat menghambat aktivitas
antioksidan. Secara umum, kecenderungan kemampuan aktivitas antioksidal ekstrak air biji
keluwak lebih rendah dari BHT. Hal ini disebabkan senyawa fenol ekstrak air biji keluwak
bercampur dengan subtansi lain, sedangkan BHT merupakan antioksidan murni.
Kata kunci: Aktivitas antioksidan, biji keluwak, BHT.
Pendahuluan
Keluwak merupakan produk pangan berupa biji keras berwarna kelabu, dengan daging licin
berlemak dan berwarna kehitaman (Astawan, 2009). Biji kluwak merupakan produk olahan hasil
fermentasi biji picung yang berwarna putih menjadi berwarna hitam. Orang negara lain menyebutnya
dengan black nut (Anonim, 2008). Penggunaan biji keluwak sebagai bumbu masakan telah sering
dilakukan masyarakat, namun manfaat ganda yang diperoleh dari biji keluwak belum banyak diketahui.
152
Sampai saat ini penelitian mengenai bahan-bahan alami yang mempunyai aktivitas antioksidan terus
dilakukan.
Antioksidan merupakan senyawa prinsipal yang dapat menghambat terjadinya kerusakan
oksidatif lipida, namun tidak dapat memperbaiki produk makanan yang telah teroksidasi. Ada beberapa
macam antioksidan yang diijinkan untuk makanan, baik dari jenis antioksidan sintetis (Butil Hidroksi
Anisol/BHA, Butil Hidroksi Toluen/BHT) maupun antioksidan alami. Antioksidan sintetis yang diproduksi
secara reaksi kimia dianggap kurang aman, maka konsumen cenderung mencari antioksidan alami
yang dipandang lebih aman karena diperoleh dari ekstrak bahan alami (Sarastani, dkk, 2002). Menurut
Lalas dan Tsaknis (2002) yang disitir oleh Estiasih dan Kurniawan (2006) penggunaan BHA/BHT mulai
diragukan keamanannya karena disenyalir bersifat sebagai promotor karsinogenesis.
Menurut Pratt dan Hudson (1990), kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan
umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan, baik di kayu, biji,
buah, daun, akar, bunga maupun serbuk sari. Senyawa fenolik ini bersifat multifungsional dan berperan
sebagai antioksidan karena mempunyai kemampuan sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas,
pengkelat logam, atau pengubah oksigen singlet menjadi triplet (Su, et al, 2004 dalam Estiasih dan
Kurniawan (2007).
Sumber antioksidan alami dalam penelitian ini diperoleh dari biji picung terfermentasi atau
keluwak (Jawa). Selama proses pembuatan biji picung terfermentasi (keluwak) diduga terjadi
perubahan biokimia dalam biji picung karena aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba, salah satunya
adalah total fenol dalam biji naik. Senyawa fenol diduga berperan pada stabilitas oksidasi dan adanya
aktivitas antimikroba. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak metanol biji picung
terfermentasi (keluwak) menghasilkan komponen antioksidan, seperti tokoferol, tokokromanol,
tokotrienol, dan vitamin C (Andarwulan dkk, 1999). Meiriyanto (1988) menambahkan bahwa aktivitas
antioksidan pada biji picung yang difermentasi, meningkat dari hari ke-0 sampai hari ke-40 (sudah
berbentuk keluwak). Menurut Fardiaz dan Romlah (1992), ekstrak metanol biji picung yang sudah
difermentasi (keluwak) mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada ekstrak metanol dari
biji picung segar.
Aktivitas antioksidan terdiri dari beberapa mekanisme diantaranya mencegah reaksi berantai,
mencegah pembentukan peroksida dan menangkap radikal. Pengujian pencegahan pembentukan
peroksida biasa diuji dalam sistem emulsi asam linoleat dalam air. Pengujian ini menunjukkan aktivitas
antioksidan total. Dalam sistem emulsi kecepatan oksidasi dan peran antioksidan dipengaruhi oleh
kemampuan partisi pada fase minyak, air atau antar permukaan. Pengujian aktiviatas antioksidan total
biasa menggunakan metode ferri-tiosianat yang mengukur jumlah peroksida yang terbentuk dalam
system emulsi selama inkubasi (Duh, et al, 1999; Kim, 2005 dan Singh, et al, 2005 dalam Estiasih dan
Kurniawan, 2007).
Pengujian kapasitas penangkapan radikal biasa diukur dengan menggunakan suatu senyawa
radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) yang bersifat stabil dan dapat menerima electron atau
radikal hydrogen menjadi suatu senyawa yang secara diamagnetic stabil. Lebih lanjut Duh et al (1999)
menyatakan bahwa kemampuan radikal DPPH untuk direduksi atau distabilisasi oleh oksidan diukur
dengan mengukur penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517nm. Oleh karena itu DPH biasa
digunakan untuk mengkaji kapasitas penangkapan radikal.
Elektron yang tidak berpasangan pada DPPH memiliki kemampuan penyerapan yang kuat
pada panjang gelombang 517nm dengan warna ungu. Perubahan warna ungu menjadi kuning terjadi
karena perubahan DPPH menjadi DPPH-H. Antioksidan berperan mendonorkan atom H sehingga
153
terbentuk DPPH-H tereduksi. Kapasitas penangkapan radikal bebas ditunjukkan dengan persentase
berkurangnya warna ungu dari DPPH (Prakash, 2001).
Pemilihan pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif tanaman
merupakan faktor penting dan menentukan untuk mencapai tujuan dan sasaran ekstraksi komponen.
Sifat penting yang harus diperhatikan adalah kepolaran senyawa (Naufalin, 2004). Menurut Sudarmadji,
dkk (1989) pada prinsipnya bahan akan mudah larut pada pelarut yang sama polaritasnya. Bahan yang
bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar begitu juga sebaliknya. Penelitian ini menggunakan
pelarut ekstraksi air. Air mempunyai nilai polaritas (є) 0.90. Air umumnya melarutkan komponen dari
golongan gula, asam amino dan glikosida Houghton dan Raman (1998) dalam Murhadi, dkk, (2007).
Pelarut air paling banyak digunakan, aman, murah dan mudah didapat (Zuhud, dkk, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biji keluwak sebagai bahan pengawet alami
bahan pangan, yang diduga mengadung senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan ekstrak air biji
keluwak ditentukan berdasarkan kemampuan penghambatan peroksida (aktivitas antioksidan total) dan
kemampuan penangkapan radikal bebas.
Materi dan Metode
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah biji keluwak (Pangium edule) yang berwarna hitam,
diperoleh dari pasar tradisional. Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, etanol, etil asetat, Butil
Hidroksi Toluen (BHT), 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), asam galat (Sigma Co.), polioksietilen
sorbitan monostearat (tween 20) teknis, amonium tiosianat, ferri klorida, kalium ferrisianida, asam
trikloroasetat, klorofrom, metanol, akuades, buffer fosfat, etanol 70%, asam klorida (p.a. dari Merck),
asam linoleat (Sigma Co.).
Alat yang digunakan adalah pengering kabinet, blender kering, ayakan 40 mesh, alat gelas,
rotavapor (Buchi), dan spektrofotometer (spectronic 21), neraca analitik, vortek, water bath dan
berbagai alat-alat gelas.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bahan Uji (Bubuk Biji Keluwak)
Tahapan persiapan bahan uji meliputi penyeleksian, pengambilan daging biji keluwak dan
pembuatan bubuk biji keluwak. Biji keluwak dipilih yang bagus, warna coklat kehitaman, aroma khas
kluwak tidak menyimpang dan kondisinya padat, mengkilat tidak terlalu kering atau basah. Kulit
dipecahkan dan biji keluwak yang di dalam diambil. Biji keluwak dicincang dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 50oC selama 20 jam (kadar air 8-10%). Selanjutnya dilakukan penggilingan sehingga
diperoleh bubuk biji keluwak yang homogen.
Ekstraksi Biji Keluwak dengan Air
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara sebagai berikut: bubuk biji keluwak ditambah air
dengan perbandingan bahan dan air 1:2 (b/v). Bubuk biji keluwak direbus dalam waterbath pada suhu
70oC selama 2 jam. Larutan disaring dengan kain saring dan kertas Whatman no 42 sehingga
dihasilkan filtrat dan residu (1a). Residu 1a diekstraksi kembali dengan akuades dengan maserasi di
atas shaker dengan kecepatan putar 250 rpm selama 6 jam. Setelah itu disaring dengan kain saring
dan kertas Whatman no 42 sehingga dihasilkan filtrat dan residu (1b). Filtrat 1a dan filtrat 1b digabung
sehingga diperoleh ekstrak keluwak yang dilarutkan dengan pelarut air. Apabila ekstrak yang dihasilkan
154
memilki konsentrasi yang rendah maka dilakukan pemekatan dengan menggunakan rotary evaporator
kurang lebih 6 jam.
Analisis Total Polifenol
Analisi total fenol dilakukan pada penelitian Tahun I. Total polifenol dengan pelarut air dianalisis
dengan asam galat sebagai standar, menggunakan metode Folin-Ciocalteu (Povilaityte dan
Venskutonis, 2000). Sampel sebanyak 1mg ekstrak dilarutkan dalam 1ml aquades, kemudian diambil
0,1ml ditambah 0,1ml 50% reagen Follin-ciocalteu dan divortek. Setelah selang waktu 3 menit 2ml
Na2CO3 ditambahkan kemudian vortek dan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Absorbansi
larutan ditera pada panjang gelombang 750nm. Kurva standar dibuat dengan asam galat dan
dinyatakan mg/100g ekstrak.
Analisis Vitamin C
Cara penetapan vitamin C/asam askorbat didasarkan atas reduksi 1,6-diklorofenol indofenol
oleh asam askorbat, yaitu dengan adanya reaksi dehidro-asam askorbat dengan 2,4dinitrofenil hidrasi.
Prinsip analisa adalah indofenol disebut pula “dye” yang berwarna biru di dalam larutan basa dan merah
di dalam larutan asam direduksi oleh asam askorbat membentuk dehidro-asam askorbat dan indofenol
tereduksi yang tidak berwarna. Reaksi ini merupakan reaksi kuantitatif dan spesifik untuk asam
askorbat di dalam larutan dengan kisaran pH 1-3,5. Kegiatan yang dilakukan dalam pengujian vitamin C
antara lain: pembuatan asam askorbat standar, pembuatan larutan dye, persiapan sampel, pengujian
ekstrak dan perhitungan vitamin C.
Pengujian Kemampuan Penghambatan Peroksida (Aktivitas Antioksidan Total)
Aktivitas antioksidan ekstrak biji keluwak diukur kemampuannya dalam menghambat
peroksidasi asam linoleat dalam sistem emulsi. Metode yang digunakan adalah metode Duh, et al.,
(1999) dan Yen, et al., (2003) dengan sedikit mofikasi. Biji keluwak bubuk sebanyak 6g ditambah
dengan aquabides 100ml, dimaserasi selama 4 jam. Larutan disaring dengan kain saring, kemudian
dilanjutkan penyaringan dengan kertas whatman no 42. Sampel dikeringkan dengan menggunakan
freeze drying. Sampel selanjutnya diuji aktivitas antioksidan.
Prosedur pengujian sebagai berikut: ekstrak dilarutkan dalam pelarut yang digunakan untuk
proses ekstraksi. Sebanyak 0,5 ml larutan ekstrak (equivalen dengan 200 ppm ekstrak) dicampur
dengan 2,5 ml emulsi asam linoleat dan 2ml buffer fosfat 0,2 M pH 7. Emulsi asam linoleat diperoleh
dengan cara mencampurkan 0,2804 g asam linoleat, 50 ml buffer fosfat dan 0,2804 g tween 20.
Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 hari. Setiap hari diambil 0,1 ml
campuran reaksi dan kemudian ditambah 4,7 ml etanol 70%; 0,1 ml amonium tiosianat; dan 0,1 ml ferri
klorida 0,02 M dalam HCL 3,5%. Pengujian pembanding BHT 200 ppm (ambil 0,1 mg dalam pengemulsi
yang sama). Pengukuran bilangan peroksida untuk mengetahui tingkat oksidasi dengan
spektrofotometer pada absorbansi λ 500. Persentase penghambatan ekstrak diukur setiap hari dengan
rumus:
% Penghambatan =100-[(A1/A0)x100]
Dimana, A0 = absorbansi dari kontrol atau tanpa penambahan ekstrak
A1= absorbansi dari sampel
155
Pengujian Kapasitas Penangkapan Radikal Bebas
Kapasitas penangkapan radikal bebas diukur dengan menggunakan metode Kim (2005) yang
dimodifikasi. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut: biji keluwak bubuk dilarutkan dalam larutan
dimetil sulfoksida (DMSO). Ambil biji keluwak bubuk sebanyak 20mg dilarutkan dalam DMDO 100ml.
Larutan ekstrak dipersiapkan dengan melarutkan ekstrak biji keluwak pada konsentrasi 50, 100, 200,
400, dan 800ppm. Larutan diambil 0,2ml dan dicampur dengan 1ml DPPH 0,4mM dalam metanol dan
0,8 ml bufer tris-HCl 100 mM pH 7,4. Larutan diinkubasi pada suhu ruang dalam keadaan gelap selama
20 menit lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang (λ) 517. Sebagai blanko digunakan 1 ml
metanol ditambah 0,2 ml DMSO dan 0,8 ml Bufer Trius-HCl. Penurunan absorbansi menunjukkan
peningkatan kemampuan penangkapan radikal DPPH. Kemampuan untuk menangkap radikal DPPH
dihitung dengan persamaan:
Kemampuan Penangkapan Radikal(%) =100-[(A0-A1/A0x100]
Dimana, A0= absorbansi dari kontrol atau tanpa penambahan ekstrak
A1= absorbansi dari sampel
Hasil dan Pembahasan
Senyawa Antioksidan (Total Polifenol dan Vitamin C)
Senyawa polifenol biji keluwak telah diukur pada penelitian Tahun I (Sulandari, dkk). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keluwak bubuk mengandung polifenol 8557,373ppm, dengan ekstrak air
7072,673ppm, dengan ekstrak etanol 17232,209ppm dan dengan ekstrak etil asetat16570,663ppm
(Sulandari, dkk, 2009). Kadar polifenol ekstrak air biji keluwak (7072,673ppm) lebih besar bila
dibandingkan dengan total fenol ekstrak umbi akar ginseng Jawa dengan berbagai pelarut, yaitu
metanol (3417,00ppm), etanol 96%(3303,64ppm), aseton (3372,47ppm), heksana (2462,89ppm),
bahkan vitamin E (3650,47ppm) (Estiasih dan Kurniawan, 2007). Golongan senyawa fenol diduga
sebagai senyawa yang berperan terhadap kemampuan penghambatan peroksidasi lemak dan berperan
dalam penangkapan radikal bebas.
Menurut (Astawan, 2009) antioksidan alami pada daging biji picung terfermentasi (keluwak)
juga mampu meningkatkan dan mempertahankan stabilitas minyak selama proses oksidasi. Selain itu,
penambahan antioksidan keluwak mampu menghambat oksidasi asam linoleat oleh oksigen. Menurut
Herdawan (1990) dalam Astawan (2009), senyawa antioksidan pada daging biji picung mencapai 0,65
persen dari berat kering. Komponen biji picung yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antara lain
vitamin C dan ion besinya.
Kadar vitamin C dalam biji keluwak cair hasil penelitian (5,262mg/100g), nilai ini lebih rendah
dari informasi menurut Astawan (2009), bahwa kandungan vitamin C keluwak cukup baik, mencapai 30
mg per 100 g. Dengan kadar yang relatif rendah peranan vitamin C sebagai senyawa antioksidan
belum begitu tampak. Apalagi vitamin C mempunyai sifat yang paling mudah rusak. Menurut Winarno
(1997) disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat
oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa antioksidan pada
ekstrak biji keluwak lebih dominan diperankan oleh senyawa polifenol daripada vitamin C. Peranan
senyawa fenol ekstrak biji keluwak seperti pada ekstrak akar ginseng Jawa dalam penelitian Estiasih
dan Kurniawan (2006). Estiasih dan Kurniawan (2006) menyatakan senyawa yang diduga berperan
156
terhadap kemampuan penghambatan peroksidasi lemak dalam ekstrak umbi akar ginseng Jawa adalah
senyawa fenol. Kadar total fenol berkorelasi nyata dengan aktivitas antioksidan total.
Senyawa fenolik yang terkandung pada ekstrak biji keluwak termasuk golongan flavonoid.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2007) bahwa senyawa antioksidan alami
tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid.
Menurut Wijoyo (1999); Kandaswami dan Middleton, (1996) dalam Estiasih dan Kurniawan (2007)
flavonoid dapat berperan sebagai penangkap anion superoksida dan radikal hidroksil. Flavonoid
bereaksi dengan radikal peroksil dengan mendonorkan atom hydrogen menyebabkan terminasi reaksi
berantai.
Shahidi (1997) menambahkan polifenol golongan flavonoid mengandung gugus OH lebih
banyak dibandingkan dengan antioksidan sintetis BHT dan -tokoferol. Polifenol dapat berperan
sebagai donor proton (H) terhadap radikal peroksi, sehingga radikal tersebut tidak bisa bereaksi
dengan asam lemak tidak jenuh untuk membentuk radikal bebas. Dengan demikian dapat
memperlambat tahap propagasi pada proses autooksidasi. Proton hidrogen yang didonorkan
dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus OH dalam molekul polifenol, sehingga pada konsentrasi
polifenol makin besar aktivitas antioksidatifnya juga makin besar.
Kemampuan Penghambatan Peroksida (Aktivitas Antioksidan Total)
Pengujian aktivitas antioksidan pada asam linoleat merupakan sistem pengujian yang
digunakan untuk mewakili system pangan (Duh, et al, 1999). Besarnya aktivitas antioksidan total
ditunjukkan dengan besarnya % penghambatan peroksida. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas
antioksidan total ekstrak air biji keluwak dibandingkan antioksidan sintetis BHT sedikit lebih kecil. Pada
inkubasi 9 jam kemampuan penghambatan peroksida oleh ekstrak biji keluwak sebesar 64,45%,
sedangkan BHT 68,60%. Namun, kemampuan penghambatan peroksida ekstrak biji keluwak lebih
besar bila dibandingkan dengan ekstrak etanol umbi ginseng 1000ppm dari, yaitu 61,00% (Estiasih
dan Kurniawan, 2007). Hal ini didukung dengan kandungan total fenol/polifenol ekstrak biji keluwak
lebih besar bila dibandingkan dengan ekstrak etanol 96% umbi akar ginseng Jawa, masing-masing
7072,67ppm dan 3303,64 ppm.
Pada awal masa inkubasi (1 jam) nilai antioksidan total atau % penghambatan peroksida dari
ekstrak biji keluwak rendah, dan meningkat dengan bertambahnya masa inkubasi. Keadaan ini
mungkin disebabkan proses peroksidasi masih berjalan lambat, belum memasuki tahap dipercepat,
seperti pada proses oksidasi lipida umumnya. Aktivitas antioksidan ekstrak keluwak dan BHT
cenderung meningkat pada pengamatan 1 jam hingga 9 jam, namun besar kenaikan aktivitas
antioksidan ekstrak keluwak lebih rendah dari BHT. Hal ini mungkin disebabkan pada ekstrak air biji
keluwak polifenol yang terekstrak masih tercampur dengan senyawa lain yang ikut terekstrak,
sedangkan BHT ada dalam keadaan murni. Shahidi, et al (1997) menyebutkan tidak semua gugus OH
dalam flavonoid berperan aktif dalam mendukung aktivitas antioksidatif, misalnya pada katekin hanya
gugus OH pada posisi C3 dan C4 pada cincin B yang aktif, didukung oleh C3 pada cincin C tengah.
Kecenderungan kenaikan aktivitas antioksidan mulai inkubasi 1 jam hingga inkubasi 9 jam
menunjukkan bahwa jumlah senyawa antioksidan yang terbentuk baik dalam ekstrak keluwak dan BHT
cukup tersedia untuk menghambat proses peroksidasi. Keadaan ini dapat juga disebabkan hingga
waktu inkubasi 9 jam pembentukan peroksida belum terjadi secara intensif, sehingga mampu dihambat
hingga 68,60% oleh BHT dan 64,45% oleh ektrak keluwak. Aktivitas antioksidan total ekstrak air biji
keluwak dan antioksidan sintetis BHT disajikan pada Gambar 1.
157
Gambar 1. Aktivitas antioksidan total ekstrak air biji keluwak dan antioksidan sintetis BHT
Senyawa yang diduga berperan terhadap kemampuan penghambatan peroksidasi lemak dari
ekstrak biji keluwak adalah golongan senyawa fenol. Andarwulan, dkk (1999) menyatakan selama
proses pembuatan biji picung terfermentasi (kluwak) diduga terjadi perubahan biokimia dalam biji
picung karena aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba, salah satunya adalah total fenol dalam biji naik.
Senyawa fenol diduga berperan pada stabilitas oksidasi dan adanya aktivitas antimikroba. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji picung terfermentasi menghasilkan komponen
antioksidan, seperti tokoferol, tokokromanol, tokotrienol, dan vitamin C. Seperti yang diketahui
beberapa senyawa antioksidan juga berperan sebagai antimikroba.
Menurut Ardiansyah (2007) senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,
tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas
antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam
sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.
Senyawa fenolik bersifat multifungsional dan berberan sebagai antioksidan karena mempunyai
kemampuan sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam atau pengubah oksigen
singlet menjadi triplet (Su, et al, 2004 dalam Estiasih dan Kurniawan, 2007). Menurut Markham (1988),
kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau
senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol
alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan
hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Ditulis oleh Pratt dan
Hudson (1990) kebanyakan dari golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya
memiliki sifat-sifat antioksidan baik di dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida.
Aktivitas antioksidan senyawa fenolik dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil
aromatik. Semakin banyak gugus hidroksi aromatic, kemampuan penghambatan reaksi berantai pada
proses oksidasi lemak semakin efektif dengan cara menonorkan atom H atau berperan sebagai
akseptor radikal bebas. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ukuran molekul yaitu semakin besar
ukuran molekul kemampuan menghambat proses oksidasi semakin menurun (Su, et al, 2004 dalam
Estiasih dan Kurniawan, 2007).
158
Kapasitas penangkapan radikal bebas
Kapasitas penangkapan radikal bebas diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri.
Campuran larutan ekstrak dan larutan DPPH diukur pada absorbansi panjang gelombang (λ) 517nm.
Penurunan absorbansi menunjukkan peningkatan kemampuan penangkapan radikal DPPH.
Berdasarkan hasil penghitungan besarnya aktivitas antioksidan ditunjukan dengan besarnya nilai %
penangkapan radikal bebas.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan yang diukur dengan kapasitas penangkapan
radikal bebas ekstrak keluwak meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak pada tiap-tiap
konsentrasi DPPH. Pada konsentrasi DPPH 25ppm, ekstrak keluwak dengan konsentrasi 800ppm
mempunyai kapasitas penangkapan radikal bebas paling tinggi, yaitu 83,26% hampir sama atau sedikit
lebih besar dibandingkan dengan BHT (83,17%). Kapasitas penangkapan radikal bebas ekstrak biji
keluwak (800ppm) lebih besar dari ekstrak etanol akar ginseng Jawa 79,00% (1000ppm) (Estiasih dan
Kurniawan, 2007). Hal ini didukung dengan kandungan total fenol/polifenol ekstrak biji keluwak lebih
besar dari ekstrak etanol akar ginseng Jawa. Adanya aktivitas polifenol senyawa antioksidan ekstrak
biji keluwak menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat bertindak sebagai donor electron dan dapat
bereaksi dengan radikal bebas untuk mengubahnya menjadi produk yang stabil dan menghentikan
reaksi radikal berantai. Data kapasitas penangkapan radikal bebas baik ekstrak keluwak maupun BHT
pada konsentrasi DPPH berbeda disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kapasitas penangkapan radikal bebas ekstrak keluwak dan BHT pada konsentrasi DPPH
berbeda
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin meningkat kapasitas penangkapan radikal bebas
menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dalam ekstrak dapat berperan sebagai antioksidatif. Polifenol
yang berada dalam ekstrak biji keluwak dapat berperan sebagai antioksidan primer. Menurut Gordon
(1990) antioksidan primer berfungsi utama sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding
radikal lipida. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat
159
menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat
menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi.
Madhavi, et al, (1996) dalam Supriyanto, dkk, (2007) menambahkan bahwa polifenol golongan
flavonoid mampu mengikat ion logam membentuk inert, sehingga tidak bisa membentuk radikal alkoksi
maupun peroksi terutama dari senyawa hidroperoksida. Dengan demikian tidak bisa memulai reaksi
berantai, karena kedua macam radikal tersebut dapat mengambil atom H dari asam lemak tidak jenuh
menghasilkan radikal lipida bebas.
Kapasitas penangkapan radikal bebas ekstrak keluwak masih efektif sampai konsentrasi
800ppm. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa antioksidan ekstrak keluwak pada konsentrasi 800ppm
belum berubah menjadi senyawa prooksidan. Gordon (1990) menyebutkan bahwa besar konsentrasi
antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas
antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh
jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang
akan diuji.
Simpulan
Aktivitas antioksidan ekstrak air biji keluwak berupa kemampuan penghambatan peroksidasi
(aktivitas antioksidan total) menunjukkan nilai 64,45% pada waktu inkubasi 9 jam, sedangkan dengan
BHT nilainya 68,60%. Pada konsentrasi DPPH 25ppm ekstrak keluwak dengan konsentrasi 800ppm
mempunyai kapasitas penangkapan radikal bebas paling tinggi, yaitu 83,26%, sedangkan dengan BHT
(83,17%). Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak air biji keluwak dan BHT dapat menghambat aktivitas
antioksidan, namun secara umum kemampuan aktivitas antioksidal ekstrak air biji keluwak cenderung
lebih rendah dari BHT.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Kluwak. http://dapurmlandhing.dagdigdug.com/2008/04/18/kluwak. 13 Maret 2008.
Andarwulan, N dan D. Fardiaz. 1994. Isolasi dan Karakterisasi Antioksidan Alami dari Jinten (Curcumin
cyrumin Linn )
Ardiansyah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Artikel Iptek. http://www.
beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-01-23-Antioksidan-dan-Peranannya-Bagi
Kesehatan.shtml. 13 Maret 2008.
Astawan, M. 2009. Kluwak Kaya Antioksidan. Seri Gaya Hidup Sehat SENIOR. PT. Gramedia. Jakarta.
Duh, P., Y. TU, and G.Yen. 1999. Antioxcidant Activity of Water Extract of Harng Iyur (Chrysanthemum
morifolium Ramat). Lebensm Wiss U Technol 32:269-277.
Estiasih, T dan Kurniawan, D. A. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Umbi Akar Ginseng Jawa (Talinum
triangulare Willd). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XVII no.3.
Gordon, M.H 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson, editor.
Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London.
Kim, O.S. 2005. Radical Scaveging Capacity and Atioxcidant Properties of a North American Gingseng
Extract. J. Food Sci. 70(3):208-213.
Pratt, D.E. dan B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Comercially. Di dalam : B.J.F.
Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic pub. Co. Inc. Lancester-Basel.
160
Sarastani, D, Soekarto, S.T., Muchtadi, T.R., Fardiaz, D dan Apriyantono, A. 2002. Aktivitas
Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung (Parinarium glaberrimum Hassk.). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. Vol XIII no.2.
Supriyanto, Haryadi, Rahardjo,B dan Marseno, D.W. 2006. Aktivitas Antioksidan Polifenol Kasar dari
Kakao HAsil Penyangraian Menggunakan Enerji Gelombang Mikro. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. Vol XVII no.3.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.