16
ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya proses penuaan. Sekitar 50% dari seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Sintesis serotonin menurun sesuai umur yang dikaitkan dengan penurunan aktivitas enzim tryptophan hydroxylase di nukleus raphe akibat proses neurodegeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar serotonin serum rendah sebagai faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pada lansia. Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Denpasar Barat Januari sampai Februari 2017, menggunakan rancangan kasus kontrol pada sebanyak 42 subjek lansia dengan gangguan kognitif dan 42 subjek lansia tanpa gangguan kognitif. Penilaian gangguan kognitif menggunakan Moca- Ina. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa kadar serotonin serum kelompok kasus dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan nilai p<0,001 (p<0,05) dan didapatkan OR=3,68 (IK 95%=1,48-9,13). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar serotonin serum rendah sebagai faktor risiko gangguan kognitif pada lansia. Kata kunci: lansia, gangguan kognitif, serotonin serum

ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · ABSTRACT LOW SERUM SEROTONIN LEVELS AS RISK FACTOR OF COGNITIVE IMPAIRMENT IN ELDERLY Cognitive performance has significant changes with age

  • Upload
    ngoanh

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ABSTRAK

KADAR SEROTONIN SERUM RENDAH

SEBAGAI FAKTOR RISIKO

GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA

Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya proses penuaan. Sekitar 50% dari seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan

kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Sintesis serotonin menurun sesuai umur yang dikaitkan dengan penurunan aktivitas enzim tryptophan hydroxylase di nukleus raphe akibat proses

neurodegeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar serotonin serum rendah sebagai faktor risiko terjadinya gangguan kognitif pada

lansia. Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas

Denpasar Barat Januari sampai Februari 2017, menggunakan rancangan kasus

kontrol pada sebanyak 42 subjek lansia dengan gangguan kognitif dan 42 subjek lansia tanpa gangguan kognitif. Penilaian gangguan kognitif menggunakan Moca-

Ina. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa kadar serotonin serum

kelompok kasus dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan nilai

p<0,001 (p<0,05) dan didapatkan OR=3,68 (IK 95%=1,48-9,13). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar serotonin serum rendah sebagai

faktor risiko gangguan kognitif pada lansia. Kata kunci: lansia, gangguan kognitif, serotonin serum

ABSTRACT

LOW SERUM SEROTONIN LEVELS

AS RISK FACTOR OF

COGNITIVE IMPAIRMENT IN ELDERLY

Cognitive performance has significant changes with age. 50% of elderly shows decrease of cognitive performance and the other has good performance as young. The synthesis of serotonin decreases with age. This decrease is related to the drop

of the enzyme tryptophan hydroxylase activity in the raphes nuclei resulting in alterations of this neurotransmitter concentration as part of neurodegenerative

process. This study aims to determine whether low serum serotonin levels as the risk factor of cognitive impairment in elderly.

This is a case control study design that was enrolled in Posyandu Lansia

Puskesmas Denpasar Barat from January until February 2017, included 42 subjects elderly with cognitive impairment and 31 subjects elderly without cognitive

impairment. Cognitive impairment was evaluated using Moca-Ina. The results of statistical analysis showed that serum serotonin levels of case

group and the control group differ significantly with p<0,001 (p<0,05) and obtained

OR = 3,68 (95% CI=1,031-8,204). Based on these results it can be concluded that low serum serotonin levels as the risk factor of cognitive impairment in elderly.

. Key words: elderly, cognitive impairment, serotonin serum

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM………………………………………………………………… PRASYARAT GELAR….………………………………………….………...…… LEMBAR PENGESAHAN..….………………………………………….………...

PENETAPAN PANITIA PENGUJI….……………………………………………. SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT….………………………………….

UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………………. ABSTRAK……….………………………………………………………………… ABSTRACT………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………..……………………………………………………………... DAFTAR TABEL………………………………………………………………….

DAFTAR GAMBAR………………………………………………..….…………. DAFTAR SINGKATAN……………………………………………….………….. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………….………………….…………

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………..

BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………...……...... 2.1 Definisi Lanjut Usia (Lansia)………… ……………………………………. 2.2. Gangguan Kognitif pada Lansia……..…..…………………………………..

2.2.1 Domain Kognitif yang Terganggu pada Lansia………………….…... 2.2.2 Etiologi Gangguan Kognitif padaLansia……………………………..

2.2.3 Instrumen untuk Mengukur Gangguan Kognitif padaLansia ………… 2.3 Peran Serotonin pada Gangguan Kognitif Lansia………………………….. 2.3.1 Sintesis, Metabolisme dan Ekskresi Serotonin…………..…………....

2.3.2Mekanisme Serotonin Rendah Menyebabkan Gangguan Kognitif…....

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 3.1 Kerangka Berpikir………………………………………………………….. 3.2 Konsep Penelitian…………………………………………………………..

3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………………...

BAB IV METODE PENELITIAN...………………………………………………. 4.1 Rancangan Penelitian………………………………………………………. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………………

4.2.1 Tempat Penelitian………………………………………………….... 4.2.2 Waktu Penelitian…………………………………………………….

4.3 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………………..

i ii iii

iv v

vi x xi

xii xiv

xv xvi xix

1

1 6 6

7

8 8 8

8 10

17 19 29

24

31 33

34

35 35 35

35 35

35

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………… 4.4.1 Populasi Target…………………………………………………….... 4.4.2 Populasi Terjangkau………………………………………………....

4.4.3 Kriteria Sampel…………………………………………………………….. 4.4.3.1 Kriteria Inklusi Kasus………………………………………..

4.4.3.2 Kriteria Inklusi Kontrol …………………………………..… 4.4.3.3 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol ……………………….. 4.4.4 Besar Sampel………………………………………………………...

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel……………………………………...… 4.5 Variabel Penelitian………………………………………………………...

4.5.1 Identifikasi dan KlasifikasiVariabel………………………………... 4.5.2 Definisi OperasionalVariabel………………………………………. 4.6 Prosedur Penelitian………………………………………………………...

4.6.1 Persiapan Penelitian………………………………………………… 4.6.2 Alat Pengumpul Data……………….……………………………….

4.6.3 Alur Penelitian ……………………..………………………………. 4.7 Analisis Data……………………………………………………………....

BAB V HASIL PENELITIAN...…………………………………………………. 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian……………………………………

5.2 Hubungan Kadar Serotonin Serum Rendah Dengan Gangguan Kognitif... 5.3 Hubungan Faktor-Faktor Lain Terhadap Gangguan Kognitif pada Lansia. 5.4 Faktor Risiko Independen Terhadap Gangguan Kognitif pada Lansia……

BAB VI PEMBAHASAN...………………………………………………………

6.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian……………………………………. 6.2 Hubungan Kadar Serotonin Serum Rendah Dengan Gangguan Kognitif … 6.3 Hubungan Faktor-Faktor lain Terhadap Gangguan Kognitif pada Lansia.

6.4 Faktor Risiko Independen Terhadap Gangguan Kognitif pada Lansia…… 6.5 Kelemahan dan Kekuatan Penelitian………………………………………

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...…………………………………………. 7.1 Simpulan……..…………………………………………………………….

7.2 Saran………….……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

36 36 36

36 36

36 36 36

39 39

39 40 47

48 48

48 49

50 50

53 54 56

58

58 60 63

70 71

72 72

72

74 LAMPIRAN……….……………………………………………………………….

85

DAFTAR TABEL

Halaman 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian......................................... 51

5.2 Analisis Bivariat Kadar Serotonin Serum Rendah dengan Gangguan Kognitif pada Lansia……………………................................. 53

5.3 Analisis Bivariat Faktor-Faktor Lain dengan Gangguan Kognitif pada

Lansia……................................................................................ 54 5.4 Analisis Multivariat Regresi Logistik............................................ 57

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Sintesis dan metabolisme serotonin……..…………………. 24

Gambar 2.2 Peranan serotonin pada maturasi neuron……………………. 25 Gambar 2.3 Mekanisme depresi menimbulkan risiko AD..…………….. 28 Gambar 2.4 Jalur terkait hubungan depresi dengan lima luaran

kognitif yang mungkin akibat depresi …………………..….. 30

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir…………..……………………………… 32

Gambar 3.2 Konsep Penelitian.………….………………………………. 33 Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian..……………………………… 35 Gambar 4.2 Alur Penelitian……………....……………………………… 49

Gambar 5.2 Kurva ROC kadar serotonin serum………………………… 53

DAFTAR SINGKATAN

5-HT : 5-hydroxytryptamine (serotonin) 5-HTP : 5-hydroxytryptophan

AD : Alzheimer disease ALDH : Aldehyde Dehydrogenase ARA : American Rheumatism Association

BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional CT scan : Computed Tomography Scan

CVD : Cerebrovascular Disease DM : Diabetes Melitus DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

DSM-IV : Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders EIA : Elisa Immunoassay

GCS : Glasgow Coma Scale GDS : Geriatric Depression Scale GGK : Gangguan Ginjal Kronik

HDL : High Density Lipoprotein HIV : Human Immunodeficiency Virus

HRS-D : Hamilton Rating Scale for Depression : IL-6 : Interleukin-6 ITT : Inspection Time Task

L-DOPA : L-dihydroxyphenylalanine MAO : Monoamine Oxidase

MMSE : Mini Mental Stase Examination MoCA-Ina : Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia MRI : Magnetic Resonance Imaging

PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa PERDOSSI : Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

PET : Positron Emission Tomography PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas

SDS : Zung Self-Rating Depression Scale SERT : Serotonin Transporter SLE : Systemic Lupus Erythematosus

SSP : Susunan Saraf Pusat SSRI : Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

TBI : Traumatic Brain Injury TPH : L-tryptophan hydroxylase VFT : Verbal Fluency Test

WHO : World Health Organization

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Concent ............................................................................85 Lampiran 2 Kuesioner Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia………...90 Lampiran 3 Kuesioner Indeks Social Disengagement .........................................91 Lampiran 4 Kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) .................................94

Lampiran 5 Kuisioner Pittsburgh Sleep...............................................................95 Lampiran 6 Keterangan Kelaikan Etik.................................................................98 Lampiran 7 Rekomendasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan....................99

Lampiran 8 Daftar Subjek Penelitian..................................................................100

Lampiran 9 Hasil Analisis SPSS 20....................................................................104

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi penduduk lanjut usia (lansia) di dunia terus meningkat tanpa kita

sadari. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran, perbaikan pelayanan

kesehatan dan gizi yang lebih baik, maka lansia dapat hidup lebih lama. Semakin

lama usia harapan hidup semakin meningkat terutama di negara maju maupun

negara berkembang seperti Indonesia.

Lansia di negara maju mencapai usia harapan hidup yang meningkat dua

kali lipat dari 45 tahun pada tahun 1900 menjadi 80 tahun di tahun 2000 (Abikusno,

2013). Sensus tahun 2010 menunjukkan lansia di Indonesia menduduki peringkat

ketiga terbanyak di dunia dengan jumlah lansia sebanyak 18,1 juta jiwa atau 7,6%

dari jumlah penduduk. Tahun 2014 lansia di Indonesia sudah mencapai 18,78 juta

jiwa. Seiring dengan peningkatan kesejahteraan, diperkirakan tahun 2015 lansia di

Indonesia akan mencapai 36 juta jiwa atau terbesar di dunia. Di dunia sendiri saat

ini diperkirakan terdapat 629 juta jiwa lansia atau hampir 10% penduduk dunia

adalah lansia. Hasil penelitian yang diterbitkan oleh Dana Kependudukan

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 2012 jumlah lansia di seluruh dunia

dalam 10 tahun ke depan diperkirakan akan mencapai 1 milyar orang (Nugroho,

2008).

Jumlah lansia yang besar ini perlu dicermati dan memberikan tantangan

sangat besar bagi perawatan kesehatan dan pengaturan tunjangan hari tua, bila tidak

akan menimbulkan permasalahan yang kompleks (Tamher dan Noorkasiani, 2009).

Penuaan adalah satu proses yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Proses

penuaan adalah sesuatu yang normal namun memiliki konsekuensi biologis,

psikososial dan sosial yang besar (Gallo, Reichel dan Andersen, 2000).

Proses menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan

jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta

fungsi normalnya, yang terjadi secara perlahan-lahan, sehingga tidak dapat bertahan

terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses

tersebut menyebabkan manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan

terhadap infeksi serta mengalami distorsi metabolik dan struktural yang disebut

sebagai ”penyakit degeneratif” (Constatinides, 2006).

Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang terdiri dari atensi,

kemampuan berbahasa, daya ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan

membuat konsep dan intelegensi (Kaplan, 2000; American Psychology Assosiation,

2011). Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya

proses penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50% dari seluruh

populasi lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki

kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Faktor yang mempengaruhi

ketidakseragaman ini dan mekanisme gangguan kognitif pada lansia sangat

kompleks serta belum sepenuhnya dimengerti (American Psychology Assosiation,

2011).

Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami

penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif tersebut, namun

juga terjadi pada individu lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses

penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut sedemikian hingga terjadi

gangguan kognitif atau demensia. Faktor yang mempengaruhi luaran fungsi

kognitif pada lansia belum dipahami dengan jelas (Nguyen dkk., 2000).

Penelitian terbaru di Amerika menunjukkan usia lanjut dan faktor

kerentanan genetik sudah merupakan faktor yang pasti sebagai penyebab gangguan

kognitif. Individu dengan gen APOEε4 lebih tinggi risikonya untuk mengalami

gangguan kognitif, usia lebih dini untuk mengalami Alzheimer disease (AD) dan

progresivitas gejala AD yang lebih cepat (Krystal, 2015).

Diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit serebrovaskular dan penyakit

arteri perifer dikatakan memiliki hubungan dengan insidensi gangguan kognitif.

Penelitian yang lain juga menyebutkan bahwa penyakit vaskuler memainkan

peranan yang penting sebagai faktor risiko terjadinya penurunan fungsi kognitif

(Nguyen dkk., 2000).

Faktor-faktor psikososial seperti pencapaian tingkat pendidikan, kehidupan

sosial yang aktif dan kegiatan-kegiatan yang merangsang mental juga berperan

dalam pencegahan terjadinya gangguan kognitif (Nguyen dkk., 2014). Kegiatan

yang melibatkan fungsi berpikir (aktivitas kognitif) dianggap dapat memperlambat

proses kemunduran fungsi kognitif. Aktivitas kognitif tersebut misalnya kegiatan

masak sendiri, mengerjakan hobi, membaca buku atau koran, menonton siaran

televisi berita dan hiburan/video/film, serta kegiatan main kartu, catur, sudoku, atau

sejenisnya. Penelitian pada lanjut usia di Jakarta menunjukkan bahwa inaktivitas

kognitif dikaitkan dengan risiko mempunyai fungsi kognitif buruk

(Wreksoatmodjo, 2015).

Penelitian yang dilakukan terhadap lansia di Meksiko menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang jelas antara penurunan fungsi kognitif dan variabel-

variabel sosiodemografik termasuk di dalamnya umur, pendidikan, status

pernikahan, komposisi anggota keluarga disamping beberapa kondisi medis seperti

stroke dan diabetes mellitus (Fitriani, 2011).

Penuaan pada lansia membawa perubahan yang signifikan pada struktur

otak. Perubahan struktur otak ini mempengaruhi terjadinya gangguan kognitif pada

lansia dengan hilangnya sirkuit neuron dan neuroplastisitas otak (Craik dan

Salthouse, 2000). Disamping perubahan tersebut pada lansia juga terjadi stress

oksidatif menyebabkan kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA), perubahan

biokimia yang ditandai dengan perubahan neurotransmitter seperti dopamin,

serotonin dan glutamat, serta perubahan gen (Lu dkk., 2004; Keller dkk., 2005).

Perubahan yang terakhir yang terjadi pada lansia adalah perubahan neuropsikologis

yang menyebabkan perubahan orientasi, atensi, dan memori pada lansia (Carrier

dkk., 2010).

Penuaan otak dipengaruhi oleh perubahan biokimia yang sangat luas.

Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan pembawa kimia yang

spesifik disebut neurotransmitter. Neurotransmitter yang berperan dalam fungsi

kognitif tersebut antara lain dopamin, serotonin dan glutamat (Mobbs dan Hof,

2009).

Serotonin adalah neurotransmitter yang paling sering dikaitkan dengan

depresi (Tunisya dkk., 2010; Papazacharias dan Nardini, 2012; Cowen dan

Sherwood, 2013). Kadar serotonin serum pada penelitian secara signifikan

didapatkan lebih rendah pada lansia dengan depresi dibandingkan kontrol yang

sehat. Mekanisme gangguan kognitif pada lansia paling sering dikaitkan dengan

adanya depresi pada lansia. Studi menunjukkan prevalensi depresi pada lansia yang

cukup tinggi. Salah satu penelitian menemukan prevalensi depresi pada lansia

sebesar 35% dengan perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi yaitu 37%

(Saragih, 2010; Djaali dan Sappaile, 2013). Beberapa studi secara konsisten

mendapatkan gangguan kognitif pada lansia yang depresi baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Meskipun demikian mekanisme gangguan kognitif yang terjadi

akibat kadar serotonin yang rendah pada lansia yang depresi masih belum jelas

(Culang dkk., 2009; Pehrson dkk., 2015).

Penelitian terkait kadar serotonin serum sudah banyak dilakukan misalnya

Tunisya dkk. (2010) mengukur kadar serotonin serum pada penderita depresi dan

pemeriksaan neurokognitif 6 bulan setelah trauma kepala, dengan Spearman

correlation test didapatkan hasil signifikan (p=0,00) yang berarti kadar serotonin

rendah dalam serum berkaitan dengan beratnya derajat depresi. Selanjutnya

dilakukan pemeriksaan neurokognitif dan didapatkan hasil signifikan berkorelasi

antara kadar serotonin serum yang lebih tinggi terhadap perbaikan hasil

pemeriksaan neurokognitif (p<0,05). Saldanha dkk. (2008) mengevaluasi korelasi

klinis pasien depresi sebelum dan setelah mendapatkan terapi antidepresan dengan

kadar serotonin dalam plasma. Didapatkan hasil signifikan berbeda pada

pengukuran dengan skor Beck’s Depression Inventory (BDI) dan Suicide Ideation

Scale (SIS) sebelum dan setelah terapi (p<0,000) dan korelasi antara kadar serum

serotonin sebelum dan setelah terapi dikaitkan dengan skala penilaian depresi

memiliki hasil yang signifikan (p<0,05) kadar serotonin yang rendah sebelum terapi

berkaitan dengan tingginya skor BDI.

Perubahan reseptor serotonergik secara konsisten dilaporkan pada penuaan.

Sintesis serotonin menurun sesuai usia yang dikaitkan dengan penurunan aktivitas

enzim tryptophan hydroxylase di nukleus raphe akibat proses neurodegeneratif (de

Olievera dkk., 2007). Gangguan kognitif pada lansia juga telah secara konsisten

dipaparkan oleh beberapa studi (Doraiswamy dkk., 2003; Culang dkk., 2009;

Pehrson dkk., 2015). Meskipun demikian kaitan antara kadar serotonin serum

rendah dengan gangguan kognitif yang terjadi belum pernah diteliti.

Hubungan signifikan antara kadar serotonin serum rendah dengan kejadian

depresi pada lansia telah dibuktikan pada berbagai penelitian, demikian juga

hubungan antara depresi dengan gangguan kognitif yang terjadi pada lansia.

Hubungan kadar serotonin serum yang rendah dengan gangguan kognitif pada

lansia secara keseluruhan belum pernah diteliti. Untuk itu perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui apakah kadar serotonin serum rendah sebagai faktor

risiko gangguan kognitif pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai

berikut: Apakah kadar serotonin serum rendah sebagai faktor risiko gangguan

kognitif pada lansia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar serotonin serum

rendah sebagai faktor risiko gangguan kognitif pada lansia.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini dapat dipakai melengkapi patofisiologi peran serotonin

terhadap gangguan kognitif pada lansia, khususnya kadar serotonin serum rendah

sebagai faktor risiko gangguan kognitif pada lansia sehingga berkontribusi terhadap

kemajuan dalam ilmu kedokteran.

1.4.2. Manfaat Praktis

Bila terbukti kadar serotonin serum rendah dapat sebagai faktor risiko

gangguan kognitif pada lansia, para klinisi dapat lebih memperhatikan deteksi dini

dan penegakan diagnosis gangguan kognitif pada lansia dan mempertimbangkan

pemilihan terapi farmakologis dan nonfarmakologis untuk mencapai kadar

serotonin serum yang optimal.