Upload
tranthuan
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ix
ABSTRACT
REALITY RECEIVABLES MANAGEMENT
OF LAND AND BUILDING TAX IN DISTRICT X
This research is motivated by the phenomenon of the of the growing
number of PBB-P2 receivable every year, accompanied declining tax revenue
from the sector PBB-P2. This study aimed to determine receivables management
PBB-P2. Receivables management PBB-P2 are divided into three groups, namely
administration, billing, and write-off accounts receivable.
In order to explore the understanding of informants, phenomenology is
used as a methodology, with interpretive paradigm as a foothold research.
Exploration understanding informant against receivables management PBB-P2
done in depth using Epoche.
Reality administration, billing, accounts receivable and the elimination of
PBB-P2 indicate that the administration of receivables is constrained by the data
held by the District Revenue X at this time. The problems faced include validation
and updating the PBB-P2, human resource management which has not gone well,
lack of infrastructure, low technological mastery, lack of understanding of
accounting. Collection of accounts receivable PBB-P2 executed by the system
pick up the ball, extend access to payment, and issuing summons for delinquent
taxes. proactive system quite effectively applied especially for WP who are in
rural areas. Access payments were extended cooperation with financial
institutions such as BPD, LPD, Sedana Werdhi Market Bank, and cooperatives.
For WP is delinquent taxes have been issued a summons. The letter as a means of
information dissemination and communication between Revenue and WP.
Although write-off receivables which are conducted only limited allowance, but
the informant was aware that the receivables that have passed through the billing
period should be eliminated. Write-off of receivables account constrained
regulatory issues. In addition, the implementation of which has not been optimal
tax collection led to the write-off receivable accounts can not be implemented. The
coordination process long before write-off receivable PBB-P2 is the next
obstacle, as well as coordination has already been made by the BPK and the KPP
has not produced results.
Keywords: Management, Accounts Receivable, administration, billing,
Write-off, interpretive, phenomenology.
x
RINGKASAN
REALITAS PENGELOLAAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN X
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memberikan kewenangan
yang besar kepada daerah. Desentralisasi fiskal bertujuan memberikan
kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana, sebagaimana
diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 jo UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal
dimanifestasikan dalam bentuk UU No 28 Tahun 2009 tentang PDRD. UU
tersebut ditujukan dalam rangka optimalisasi penerimaan daerah guna
melaksankan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan.
Dampak diberlakukannya UU 28/2009 adalah dialihkannya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dasar pemikiran pengalihan tersebut adalah Pertama, PBB-P2
lebih bersifat lokal (local origin), visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah
(immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang
menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-linkprinciple). Kedua, dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sekaligus memperbaiki struktur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ketiga, untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat (public services), akuntabilitas, dan transparansi dalam
pengelolaan PBB-P2. Keempat, berdasarkan praktek di banyak negara, PBB-P2
atau Property Tax termasuk dalam jenis local tax.
Permasalahan validitas dan akurasi data PBB-P2 akan memengaruhi
proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), terutama pada
penyajian saldo awal piutang PBB-P2 yang diserah terimakan pemerintah pusat
kepada pemerintah kabupaten/kota. Adanya permasalahan data PBB-P2
berpotensi menimbulkan ketidakakuratan informasi seperti jumlah wajib pajak,
objek pajak, dan penyajian nilai piutang PPB-P2, yang memicu potensi fraud.
Potensi fraud tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan potensi kehilangan
penerimaan PBB-P2 yang seharusnya dapat diterima pemerintah kabupaten/kota.
Selanjutnya adalah mempersiapkan regulasi dalam bentuk Perda, Perbup,
dan SOP. Peneliti memperhatikan selama ini Perda dan Perbup di Kabupaten X
yang berkaitan dengan pajak daerah merupakan transplantasi Perda daerah lain
yang terlebih dahulu terbit. Hal tersebut menyebabkan lemahnya Peraturan
Daerah dan Peraturan Bupati saat ini dalam mendukung pengelolaan piutang
PBB-P2 yang menyebabkan proses pengelolaan piutang tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Pengamatan peneliti terhadap pelaksanaan Perda pajak
xi
daerah adalah tidak dilaksanakannya tindakan penagihan pajak terutang yang telah
jatuh tempo dengan menerbitkan surat teguran, surat peringatan atau surat lainnya
yang sejenis. Tidak terlaksanakannya prosedur penagihan di atas berdampak pada
jumlah piutang pajak daerah yang membengkak setiap tahun, serta tidak
tercapainya target penerimaan PBB-P2. Tahun 2014 jumlah piutang pajak daerah
sebesar Rp87.246.854.835,69 menjadi Rp101.973.572.261,74 pada tahun 2015
atau terdapat peningkatan jumlah pendapatan pajak yang belum tertagih sebesar
16,88%.
Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan penerimaan PBB P2, Pemda X
tetap menerapkan sistem administrasi perpajakan modern yang selama ini telah
digunakan oleh pemerntah pusat yaitu yang disebut dengan Sistem Manajemen
Informasi Objek Pajak (SISMIOP). SISMIOP merupakan jantungnya PBB-P2
karena SISMIOP mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan administratif yang
dapat mengolah informasi data objek dan subjek pajak melalui komputerisasi,
mulai dari proses pendataan, penilaian, penagihan, penerimaan dan pelayanan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, akses pembayaran PBB-P2 saat ini sudah cukup
luas. Selain membuka rekening penampungan PBB-P2 bekerjasama dengan Bank
Pembangunan Daerah Bali (BPD Bali), lebih lanjut telah dilaksanakan kerjasama
dengan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan koperasi. Tujuannya adalah
memberikan kemudahan bagi wajib pajak (WP) dalam melakukan pembayaran.
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) pada Laporan Keuangan Dinas
Pendapatan Kabupaten X tidak menjelaskan secara khusus penyebab dari
fenomena meningkatnya saldo piutang PBB-P2. Atas dasar tersebut dan dari
uraian di atas peneliti memandang bahwa permasalahan tersebut perlu untuk
diteliti dengan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi pemahaman atas
fenomena yang terjadi secara lebih dalam dengan berfokus pada permasalahan
yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah piutang PBB-P2 yang diawali
dengan tidak dilaksanakannya prosedur pemungutan PBB-P2, terutama tidak
dilaksanakannya proses penagihan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten X.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dalam
pembahasan mengenai pengelolaan piutang PBB-P2, peneliti tidak mencari
pengaruh keterkaitan variabel sebagaimana yang terdapat pada batasan-batasan
masalah, melainkan menganalisis berdasarkan situasi sosial yang terjadi di Dinas
Pendapatan Kabupaten X. Penelitian ini dilakukan dalam wilayah paradigma
interpretif. Peneliti percaya dengan paradigma ini dapat mengembangkan apa
yang ada di balik peristiwa, dan latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di
dalamnya, dalam hal ini terkait pengelolaan piutang PBB-P2 sebagaimana yang
diungkapkan Sarantakos (1993:34-39) bahwa tujuan riset sosial membantu untuk
memahami dan memaknai alasan di balik suatu aksi sosial.
xii
Terkait dengan pendekatan fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk
memahami esensi pengelolaan piutang PBB-P2, menganalisis problematika dalam
konteks pengelolaan piutang PBB-P2, serta memahami motif dibalik perilaku
informan dalam mengelola piutang PBB-P2 di Kabupaten X. Oleh karena itu
pendekatan fenomenologi dipandang sebagai pendekatan yang tepat digunakan
dalam penelitian ini, yang memungkinkan peneliti untuk menelaah dan
mendeskripsikan permasalahan, serta berkaitan dengan interaksi atau proses
secara lebih mendalam yang digali melalui wawancara dan observasi. Dengan
cara itulah peneliti berusaha memahami pemikiran subjektif agar penelitian ini
memiliki sifat emic yang oleh Sugiyono (2014: 387) diartikan sebagai
memperoleh data berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang
dialami, dirasakan dan partisipan atau sumber data bukan berdasarkan apa yang
dipikirkan oleh peneliti.
Dalam penelitian ini pengujian keabsahan/validitas data, peneliti
menekankan pada uji kredibilitas. Menurut Sugiyono (2014: 460), pengujian
kredibilitas data penelitian kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan,
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, tringulasi,
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member checking.
Pelaksanaan pengelolaan piutang PBB-P2 di Kabupaten X meliputi
penatausahaan, penagihan, dan penghapusan. Penatausahaan piutang terkendala
oleh data yang dimiliki oleh Dispenda Kabupaten X saat ini. Validasi dan
pemutakhiran data PBB-P2 merupakan awal permasalahan. Selanjutnya
manajemen SDM yang belum berjalan dengan baik menyebabkan fungsi-fungsi
dalam pengelolaan PBB-P2 tidak berjalan lancar. Sarana dan prasarana perlu
ditingkatkan guna menunjang pelaksanaan pengelolaan PBB-P2. Ketika Pemda
memutuskan tetap menggunakan SISMIOP sebagai sistem untuk mengelola data
PBB-P2, dibutuhkan penguasaan teknologi untuk mengimbangi kecanggihan
sistem. Meskipun telah diproses secara otomatis oleh SISMIOP, tetap diperlukan
pemahaman akuntansi yang memadai dalam pelaksanaannya. Untuk itu,
dibutuhkan pelatihan-pelatihan bagi fiskus demi meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mereka. Namun, yang terpenting adalah tersedianya aturan teknis
yang menjadi pedoman dalam segala upaya yang akan dilakukan.
Penagihan piutang PBB-P2 dilaksanakan dengan sistem jemput bola,
memperluas akses pembayaran, dan menerbitkan surat panggilan bagi penunggak
pajak. sistem jemput bola cukup efektif diterapkan terutama bagi WP yang berada
di perdesaan yang selama ini tidak terjangkau oleh pemerintah. Untuk
memperluas jangkauan pembayaran pemerintah daerah bekerjasama dengan
lembaga keuangan seperti BPD, LPD, Bank Pasar Werdhi Sedana, dan Koperasi.
Bagi WP yang menunggak pajak telah diterbitkan surat panggilan. Surat tersebut
sebagai sarana penyebaran informasi dan komunikasi antara Dispenda dan WP.
xiii
Segala upaya tersebut bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan daerah
terutama dari sektor PBB-P2.
Meskipun upaya penyisihan piutang PBB-P2 telah dilakukan, namun
informan memiliki kesadaran bahwa piutang yang telah melewati jangka waktu
penagihan seharusnya dihapuskan. Karena jika dibiarkan piutang yang tidak dapat
ditagih tersebut akan tercatat dan membebani neraca keuangan. Penghapusan
piutang PBB-P2 terkendala regulasi. Dimana regulasi yang dimaksud adalah
aturan teknis penghapusan piutang. Selain itu, pelaksanaan penagihan pajak yang
belum optimal menyebabkan penghapusan piutang belum dapat dilaksanakan.
Proses koordinasi yang panjang sebelum menghapus piutang PBB-P2 merupakan
penghambat selanjutnya, begitu pula koordinasi yang telah diupayakan dengan
BPK dan KPP belum membuahkan hasil.
Secara umum perilaku informan dipengaruhi oleh norma subjektif. Norma
subjektif berupa regulasi/peraturan yang menyediakan petunjuk tentang apa yang
seharusnya pantas/tepat untuk dilakukan. Norma inilah yang membentuk niat
berperilaku. Perilaku selain ditentukan oleh niat juga dipengaruhi oleh motif.
Motif akan harapan masa depan yang lebih baik, serta motif yang disebabkan oleh
pengalaman masa lalu ikut membentuk perilaku seseorang.
xiv
DAFTAR ISI
PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
RINGKASAN .......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................11
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................12
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN ............................................................................... 14
2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 14
2.1.1 Theory of Planned Behavior (TPB) ...................................... 14
2.1.2 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(PBB-P2) .............................................................................. 23
2.1.3 Pemungutan PBB-P2 ............................................................ 26
2.1.4 Penagihan PBB-P2 ............................................................... 26
2.1.5 Jangka Waktu Pelaksanaan Penagihan PBB-P2 ................... 27
2.1.6 Piutang Pajak ........................................................................ 28
2.1.7 Pengelolaan Piutang PBB-P2 ............................................... 33
2.1.8 Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak .......................... 38
2.1.9 Fenomenologi ....................................................................... 40
2.2 Kerangka Berpikir ............................................................................ 44
2.3 Konsep Penelitian ............................................................................. 45
2.4 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 47
2.5 Model Penelitian ............................................................................... 49
xv
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 51
3.1. Paradigma Penelitian ........................................................................ 51
3.2. Paradigma Interpretif Sebagai Pijakan Penelitian ............................ 54
3.3. Metodologi Fenomenologi Sebagai Pengungkap Realitas ............... 56
3.4. Lokasi Penelitian .............................................................................. 60
3.5. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 61
3.6. Instrumen Penelitian ......................................................................... 63
3.7. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 64
3.7.1. Wawancara ........................................................................... 64
3.7.2. Observasi .............................................................................. 66
3.7.3. Studi dokumentasi ................................................................ 68
3.8. Metode dan Teknik Analisis Data .................................................... 69
3.9. Uji Kredibilitas Data Penelitian........................................................ 74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 77
4.1. Penatausahaan Piutang PBB-P2 ....................................................... 79
4.1.1 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 Menurut A ........... 79
4.1.2 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 Menurut B ........... 91
4.1.3 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 Menurut C ........... 92
4.1.4 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 Menurut D ........... 94
4.1.5 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 Menurut E ........... 98
4.1.6 Ringkasan ............................................................................. 99
4.2. Penagihan Piutang PBB-P2 ............................................................ 103
4.2.1 Realitas Penagihan Piutang PBB-P2 Menurut A ................ 103
4.2.2 Realitas Penagihan Piutang PBB-P2 Menurut B ................ 107
4.2.3 Realitas Penagihan Piutang PBB-P2 Menurut C ................ 108
4.2.4 Realitas Penagihan Piutang PBB-P2 Menurut D ................ 110
4.2.5 Realitas Penagihan Piutang PBB-P2 Menurut E ................ 114
4.2.6 Ringkasan ........................................................................... 115
4.3. Penghapusan Piutang PBB-P2 ........................................................ 118
4.3.1 Realitas Penghapusan Piutang PBB-P2 Menurut A ........... 118
4.3.2 Realitas Penghapusan Piutang PBB-P2 Menurut B ........... 119
4.3.3 Realitas Penghapusan Piutang PBB-P2 Menurut C ........... 120
4.3.4 Realitas Penghapusan Piutang PBB-P2 Menurut D ........... 120
4.3.5 Realitas Penghapusan Piutang PBB-P2 Menurut E ............ 121
4.3.6 Ringkasan ........................................................................... 123
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 125
5.1. Simpulan ......................................................................................... 125
5.2. Keterbatasan ................................................................................... 127
xvi
5.3. Saran ............................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 130
LAMPIRAN -LAMPIRAN ................................................................................. 136
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan PBB-P2 tahun 2014 dan 2015 .................... 7
Tabel 1.2 Jumlah Piutang Pajak Daerah Tahun 2014 dan 2015 ................... 9
Tabel 2.1 Jangka Waktu Penagihan PBB-P2 ................................................ 28
Tabel 3.1 Coding Data................................................................................... 72
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Bagan Alur Prosedur Penagihan PBB-P2 .................................... 8
Gambar 2.1 Theory of Planned Behavior ........................................................ 15
Gambar 2.2 Bagan Alur Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih ....... 32
Gambar 2.3 Struktur/ Bagan Umum SISMIOP ............................................... 40
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................ 44
Gambar 2.5 Konsep Penelitian ......................................................................... 46
Gambar 2.6 Model Penelitian .......................................................................... 50
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data Model Interaktif ....................... 70
Gambar 4.1 Realitas Penatausahaan Piutang PBB-P2 ..................................... 100
Gambar 4.2 Proses Terbentuknya Perilaku WP yang Dipengaruhi
Oleh Behavioral Beliefs............................................................... 103
Gambar 4.3 Proses Terbentuknya Perilaku Fiskus yang Dipengaruhi
Oleh Normative Beliefs ................................................................. 118
Gambar 4.4 Proses Terbentuknya Perilaku Fiskus yang Dipengaruhi
Oleh Control Beliefs ...................................................................... 124
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lamp. 1 Perbandingan dasar hukum menurut UU 28/2009 dengan
Dasar hukum pemungutan PBB-P2 di Kab. X ............................. 136
Lamp. 2 Penelitian Terdahulu .................................................................... 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
dan tujuan penelitian.
1.1 Latar Belakang
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah menempatkan pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota sebagai titik berat penyelenggaraan pemerintahan
daerah, memberikan kewenangan yang besar di bidang politik, administrasi
pemerintahan, maupun fiskal. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Rondinelli
(1986) dalam Suryanto (2014), bahwa desentralisasi dibedakan menjadi empat
yakni desentralisasi politik, administratif, pasar/ekonomi, dan fiskal.
Desentralisasi fiskal bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah
untuk menggali berbagai sumber dana. Sumber dana dimaksud meliputi
pembiayaan mandiri dan pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih
tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk
melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah. Secara khusus, desentralisasi
fiskal diatur dalam undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah (UU No. 25 tahun 1999 jo UU No. 33 tahun 2004).
Manifestasi dari desentralisasi fiskal tersebut adalah terbitnya Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (UU
2
28/2009). Menurut Undang-undang tersebut, pajak daerah yang selanjutnya
disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implementasi Undang-undang
tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi pada
kemandirian daerah dalam mengoptimalkan penerimaan daerahnya. Optimalisasi
penerimaan daerah ini sangat penting bagi daerah dalam rangka menunjang
pembiayaan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Haldenwang (2015)
mengungkapkan hal yang sama.
“The overall objectives of the devolution of the land and building tax are to improve revenue autonomy of local governments, to increase sub-national revenues and to reduce local governments’ dependence on fiscal transfers from the central government.” Dampak diberlakukannya UU 28/2009 adalah dialihkannya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dasar pemikiran dan alasan pengalihan PBB-P2 menjadi pajak
daerah, antara lain: Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal (local
origin), visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat
hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut
(the benefit tax-linkprinciple). Kedua, pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sekaligus memperbaiki struktur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ketiga, untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat (public services), akuntabilitas, dan transparansi dalam
3
pengelolaan PBB-P2. Keempat, berdasarkan praktek di banyak negara, PBB-P2
atau Property Tax termasuk dalam jenis local tax.
Sejak pengalihan kewenangan pengelolaan PBB-P2 bulan Januari 2014,
Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan besarnya pajak terutang. Sari
(2010) juga mengungkapkan hal yang serupa.
“Dari segi substansi pajak, kewenangan pemajakan atas tanah dan
bangunan merupakan hak dari Pemerintah Daerah, dengan kata lain hak
pemajakan PBB-P2 sejatinya berada pada Pemerintah Daerah bukan pada
Pemerintah Pusat.”
Namun, pengalihan kewenangan tersebut tidak serta merta memberikan
keuntungan bagi peningkatan kemampuan keuangan pemerintah daerah.
Pengalihan tersebut juga menandai bertambahnya tanggung jawab Pemda, seperti
penyusunan kebijakan pengelolaan PBB-P2, menyiapkan administrasi seperti
pengelolaan tunggakan, pemungutan pajak, penilaian, dan lain-lain. Selain itu
diperlukan integrasi terhadap struktur organisasi yang telah ada sebelumnya
(Kelly et al., 2011).
“In order to increase autonomy, the central government not only transferred responsibility for administering the land and building tax, but also granted local governments certain policy-making competences. With the transfer of responsibilities, local governments face new tasks with regard to administration; for instance, these include arrears management, tax collection, valuation, etc. These new administrative processes need to be integrated into local administration structures with the support of national institutions” (Ibid, 2011). Terkait dengan pengalihan PBB-P2 beberapa permasalahan juga ikut
dilimpahkan kepada pemerintah daerah, seperti database PBB-P2 serta data
piutang tidak valid dan akurat. Pendapat Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK-RI) menyatakan bahwa :
4
“Pengalihan PBB-P2 yang tidak disertai data yang valid dan akurat hanya akan memindahkan masalah ke daerah. Data PBB-P2 yang tidak valid dan akurat tersebut akan mempengaruhi kualitas penyajian laporan keuangan dan mengakibatkan potensi kehilangan penerimaan PBB-P2.” (Pendapat BPK, Juni 2015). Permasalahan validitas dan akurasi data PBB-P2 akan memengaruhi
proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), terutama
pada penyajian saldo awal piutang PBB-P2 yang diserahterimakan pemerintah
pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Nilai piutang pajak yang disajikan
dalam neraca pemerintah kabupaten/kota per 31 Desember 2013 belum
dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya (overstated/understated).
Permasalahan penyajian saldo piutang PBB-P2 yang diserahterimakan oleh
Pemerintah Pusat/Kementerian Keuangan menjadi permasalahan yang telah
diungkap BPK dalam 106 laporan hasil pemeriksaan atas LKPD Tahun 2013
terutama mengenai kesiapan Pemerintah Kabupaten/Kota, proses pengalihan
kewenangan PBB-P2, dan pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 di Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Adanya permasalahan data PBB-P2 berpotensi menimbulkan
ketidakakuratan informasi seperti jumlah wajib pajak, objek pajak, dan penyajian
nilai piutang PBB-P2. Kondisi tersebut membuka peluang bagi pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan ketidakakuratan database guna
kepentingan tertentu atau dengan kata lain berpotensi memicu munculnya
fraud dalam pengelolaan PBB-P2. Potensi fraud tersebut antara lain berupa
penerimaan PBB-P2 yang tidak dilaporkan, penerimaan PBB-P2 terlambat
disetorkan, pemberian keringanan pajak kepada wajib pajak tertentu, dan
5
memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menghindari menyelesaikan
kewajiban pembayaran PBB-P2. Potensi fraud tersebut pada akhirnya dapat
mengakibatkan potensi kehilangan penerimaan PBB-P2 yang seharusnya
dapat diterima Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pengelolaan piutang PBB-P2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pengelolaan PBB-P2. Perlu disiapkan peraturan-peraturan sebagai dasar
hukum untuk menjamin adanya kepastian dan mengatur jalannya suatu
pemerintahan (Nurtanzila dan Kumorotomo, 2015). Peraturan Daerah No 10
Tahun 2011 tentang PBB-P2 (Perda 10/2011) dan Peraturan Bupati No 27 Tahun
2013 tentang tata cara pemungutan PBB-P2 (Perbup 27/2013) merupakan dasar
hukum pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten X saat ini. Indrati (2007)
mengungkapkan secara umum tujuan pembentukan perundang-undangan adalah
mengatur dan menata kehidupan dalam suatu negara supaya masyarakat yang
diatur oleh hukum itu memperoleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan di dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu, salah satu tiang utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara hukum adalah pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah diterapkan dalam
masyarakat.
Peneliti memperhatikan selama ini Perda dan Perbup di Kabupaten X yang
berkaitan dengan pajak daerah merupakan transplantasi peraturan daerah lain
yang terlebih dahulu terbit. Beberapa Kabupaten/Kota mengambil jalan pintas
melalui transplantasi atas peraturan daerah lain yang terbit lebih dahulu. Padahal
Perda yang diterbitkan oleh Pemda lain sudah pasti tidak akan mencerminkan
6
kehendak dan kondisi dari pada rakyat setempat (Jalaludin, 2011). Akibatnya,
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati saat ini lemah dalam mendukung
pengelolaan piutang PBB-P2 yang menyebabkan proses pengelolaan piutang tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Suryanto (2014) menyatakan bahwa
pemberian kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak
daerah belum dapat dilaksanakan secara maksimal, sekalipun dari aspek regulasi,
yang berupa PERDA Pajak dan Retribusi Daerah, PERDA SOTK dan Peraturan
Bupati yang terkait dengan kesanggupan untuk mengelola PBB-P2 telah
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Pengamatan peneliti terhadap pelaksanaan peraturan PBB-P2 adalah tidak
dilaksanakannya tindakan penagihan pajak terutang yang telah jatuh tempo
dengan menerbitkan surat teguran, surat peringatan atau surat lainnya yang
sejenis. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan pasal 30 ayat 4 Perbup 27/2013
sebagai berikut :
“Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.” Prosedur penagihan sesuai dengan Perbup 27/2013 seharusnya dijalankan
ketika WP terlambat membayar PBB dan/atau membayar dengan jumlah yang
kurang. Fungsi penagihan dapat memproses hal tersebut dengan menggunakan
dokumen-dokumen berupa Surat Tagihan Pajak (STP), surat teguran, dan/atau
surat paksa. Dengan tidak dilaksanakannya proses penagihan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku seperti di atas dapat menimbulkan penumpukan pada
7
piutang pajak daerah yang setiap tahun membebani Neraca Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten X.
Penelitian Kamba (2013), menemukan sistem penagihan PBB yang baik
dan dilaksanakan dengan serius berdampak pada pencapaian target penerimaan
PBB. Dimana sistem tersebut dapat meningkatkan ketaatan dari penanggung
pajak, yang dibuktikan dengan proses penagihan hanya sampai proses penyitaan,
belum ada proses pelelangan. Besarnya penerimaan PBB sangat bergantung dari
pelaksanaan penagihan PBB. Apabila pelaksanaan penagihan pajak dilakukan
dengan baik dan tegas, maka penerimaan PBB akan dapat mencapai target yang
telah ditentukan oleh pemerintah, begitu pula sebaliknya. Tidak dilaksanakannya
proses penagihan secara baik dan tegas menyebabkan tidak tercapainya target
penerimaan PBB-P2 Kabupaten X seperti yang tertuang pada Laporan Realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dinas Pendapatan Kabupaten X pada
tahun 2014 dan 2015, sebagaimana tersaji pada tabel berikut.
Tabel. 1.1 Realisasi Pendapatan PBB-P2 tahun 2014 dan 2015
(dalam rupiah)
No Uraian Anggaran Realisasi % Lebih/(Kurang)
1 PBB-P2
tahun 2014
17.000.000.000 16.241.745.807 95,53 (758.254.193)
2 PBB-P2
tahun 2015
17.000.000.000 13.808.360.312 81,22 (3.191.639.688)
Sumber : Dispenda Kabupaten X
Sebenarnya Pemda X, khususnya Dinas Pendapatan telah memiliki alur
prosedur penagihan sebagai dasar hukum penagihan piutang PBB-P2, hanya saja
sampai saat ini belum dilaksanakan. Berikut disajikan bagan alur prosedur
8
penagihan PBB-P2 di Kabupaten X sesuai dengan Perbup 27/2013 tentang Tata
Cara Pemungutan PBB-P2 di Kabupaten X.
Sumber : Peraturan Bupati X Nomor 27 Tahun 2013 Gambar 1.1
Bagan alur prosedur penagihan PBB-P2
Tidak terlaksananya prosedur penagihan di atas berdampak pada jumlah
piutang pajak daerah yang membengkak setiap tahun, serta tidak tercapainya
target penerimaan PBB-P2. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2014
jumlah piutang pajak daerah sebesar Rp87.246.854.835,69 menjadi
Rp101.973.572.261,74 pada tahun 2015 atau terdapat peningkatan jumlah
pendapatan pajak yang belum tertagih sebesar 16,88%. Piutang PBB-P2
merupakan yang terbesar diantara semua jenis pajak daerah, mengalami
peningkatan sebesar 11,72% dari tahun 2014 menjadi Rp85.746.640.626,00 pada
tahun 2015. Selanjutnya berkaitan dengan penyisihan piutang, piutang PBB-P2
Petugas Penagihan Petugas Pengolahan Data Wajib Pajak
Mulai
Meminta daftar tunggakan
Meneliti daftar tunggakan
Menerbitkan dan menyerahkan STP
Menyimpan STP (arsip)
Menerbitkan surat teguran
Memberi daftar tunggakan
Menerima STP
Melakukan penyetoran PBB Memperbarui daftar tunggakan
Menerima surat teguran
Membayar
Tidak Membayar
9
merupakan yang paling banyak disisihkan. Pada tahun 2014 sebesar 53,98%
piutang yang seharusnya dapat ditagih harus disisihkan. Semakin besar penyisihan
piutang PBB-P2 di tahun 2015, yaitu 64,57%. Besarnya dana yang harus
dicadangkan dalam penyisihan piutang tersebut berasal dari penyisihan piutang
dari tahun 1998-2015. Hal tersebut mengindikasikan pembayaran piutang PBB-P2
yang tidak lancar, baik ketika dikelola oleh KPP maupun Dispenda. Dengan target
penerimaan PBB-P2 sebesar Rp 17.000.000.000,- untuk tahun 2014 dan 2015
tidak dapat menutupi besarnya penyisihan piutang tersebut.
Walaupun saldo akhir piutang PBB-P2 tahun 2015 menurun bila
dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp30.378.684.247,00 tidak
menunjukkan adanya perbaikan dalam proses pemungutannya. Selain itu, data
pada laporan keuangan tahun 2015 belum diaudit oleh BPK-RI sehingga masih
memungkinkan terjadinya koreksi. Penurunan tersebut terjadi karena semakin
besarnya piutang yang disisihkan atau piutang yang diperkirakan tidak dapat
ditagih.
Tabel 1.2 Jumlah Piutang Pajak Daerah tahun 2014 dan 2015
(dalam ribuan rupiah)
NO JENIS
PAJAK
PIUTANG PENYISIHAN SALDO AKHIR
2014 2015 % 2014 % 2015 % 2014 2015
1 Hotel
7.767.758 8.773.326 12,95
93.341
1,20
1.287.914 14,68
7.674.416
7.485.411
2 Restoran
2.106.846 3.918.730 86,00
111.066
5,27
627.510 16,01
1.995.780
3.291.220
3 Hiburan
436.069 2.291.117 425,40
-
127.754 5,58
436.069
2.163.363
4 Air Tanah
187.813 1.243.756 562,23
-
21.191 1,70
187.813
1.222.564
5 PBB-P2
76.748.366 85.746.640 11,72 41.429.161
53,98 55.367.956 64,57
35.319.205
30.378.684
JUMLAH 87.246.854 101.973.572 16,88 41.633.569
57.432.327
45.613.285 44.541.244
Sumber : Dispenda Kabupaten X
10
Pengelolaan penerimaan daerah, khususnya PBB-P2 bukanlah hal yang
mudah. Selain sarana dan prasarana penunjang, yang sangat penting untuk
dipersiapkan adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Direktorat
Perimbangan Keuangan, SDM yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB-P2
dikelompokkan ke dalam 6 (enam) fungsi yaitu: 1) Fungsi Pelayanan, 2) Fungsi
Pendataan dan Penilaian, 3) Fungsi Penerimaan, 4) Fungsi manajemen IT, 5)
Fungsi Penagihan, dan 6) Fungsi Pengawasan (Pedoman Umum Pengelolaan
PBB-P2, 2014:13-14). Suryanto (2014), Prasetiyo (2014), dan Santoso (2014)
juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa SDM Pengelolaan PBB-P2 belum
disiapkan secara memadai, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Hal ini
berdampak pada kurangnya pemahaman petugas pajak terhadap peraturan
perundang-undangan yang menyebabkan tidak terlaksananya kegiatan
pemungutan piutang PBB-P2.
Dalam Peraturan Bupati X Nomor 67 Tahun 2015 tentang kebijakan
akuntansi pemerintah Kabupaten X, piutang didefinisikan sebagai jumlah uang
yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah
yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian/atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
Berdasarkan definisi tersebut, maka piutang daerah merupakan sejumlah uang
yang wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan kepada daerah, sehingga daerah
wajib mengupayakan untuk menagihnya.
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) pada Laporan Keuangan Dinas
Pendapatan Kabupaten X tidak menjelaskan secara khusus penyebab dari
11
fenomena meningkatnya saldo piutang PBB-P2. Atas dasar tersebut dan dari
uraian di atas peneliti memandang bahwa permasalahan tersebut perlu untuk
diteliti dengan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi pemahaman atas
fenomena yang terjadi secara lebih dalam dengan berfokus pada permasalahan
yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah piutang PBB-P2 yang diawali
dengan tidak dilaksanakannya prosedur pemungutan PBB-P2, terutama tidak
dilaksanakannya proses penagihan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten X. Penelitian ini dilakukan di Dinas
Pendapatan Kabupaten X yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan pajak daerah, khususnya PBB-P2.
1.2 Rumusan Masalah
Pengelolaan piutang pajak daerah yang belum optimal akan berpengaruh
pada kualitas penyajian piutang di neraca. Hal ini mengakibatkan laporan
keuangan pemerintah daerah belum dapat diandalkan dan memengaruhi opini
BPK. Pengalihan PBB-P2 yang tidak disertai data yang valid dan akurat hanya
akan memindahkan masalah ke daerah. Data PBB-P2 yang tidak valid dan akurat
tersebut akan mempengaruhi kualitas penyajian laporan keuangan dan
mengakibatkan potensi kehilangan penerimaan PBB-P2. Lemahnya peraturan dan
kualitas serta kuantitas sumber daya manusia menyebabkan peraturan yang telah
disusun untuk mendukung proses pengelolaan piutang PBB-P2 tidak terlaksana
dengan baik. Dalam penelitian ini khususnya proses penagihan pajak terutang
belum dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah dan Peraturan
12
Bupati. Dengan melihat fakta yang terjadi, penelitian tentang pengelolaan aset
lancar dalam bentuk piutang pajak daerah perlu dilakukan, khususnya tentang
pengelolaan piutang PBB-P2. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan
pelaksanaan pengelolaan piutang PBB-P2 yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan
Kabupaten X.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini adalah, “bagaimanakah pengelolaan piutang PBB-P2 di Dinas
Pendapatan Kabupaten X?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap, memahami, dan memaknai
realitas secara mendalam pengelolaan piutang PBB-P2 di Dinas Pendapatan
Kabupaten X ditinjau dari penatausahaan, penagihan, dan penghapusan piutang.
1.4 Manfaat Penelitian.
1) Manfaat praktis/ regulasi
Manajemen Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) khususnya, lebih
memperhatikan program/kegiatan yang sudah dianggap baik. Sistem jemput
bola yang selama ini cukup efektif perlu dilanjutkan dan ditingkatkan, tetapi
membutuhkan dukungan yang lebih kuat dengan informasi/data yang akurat
melalui peningkatan kualitas pendataan. Akurasi data saldo piutang
dibutuhkan karena ternyata dapat menambah keyakinan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat. Kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah tentang
13
regulasi, kepastian aturan teknis sebagai kelanjutan dari peraturan yang lebih
tinggi penting untuk kepastian mereka melaksanakan tugas, termasuk pula
penerapan reward and punishment yang jelas dan tegas.
2) Manfaat akademik/ teoritis
Penelitian ini dapat menambah bahan referensi bagi para akademisi yang ingin
melakukan penelitian, mengingat penelitian mengenai pengelolaan piutang
PBB-P2 masih relatif sedikit. Secara teoritis, penelitian ini mendukung Theory
of Planned Behavior (TPB) yang dapat dipergunakan untuk memprediksi dan
meramalkan suatu perilaku yang dipengaruhi oleh niat. Dimana secara praktis
akurasi data piutang PBB-P2 dapat meningkatkan kesadaran masyarakat.
Dengan tersedianya data yang benar masyarakat dapat merencanakan
pembayaran pajaknya, sehingga bisa menentukan niat untuk membayar karena
telah dialokasikan sebelumnya.