21

Click here to load reader

6. Materi Prof. Bambang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

materi seminar

Citation preview

Page 1: 6. Materi Prof. Bambang

Umy 8 maret 2014 rapid ecg assessment in emergency situation

Rapid ECG Assessment in Emergency Situation

Prof dr Bambang Irawan SpPD[K] SpJP[K] FIHA FAsCC FInaSIM

Department of Cardiology & Vascular Medicine

Faculty of Medicine Gadjah Mada University

Yogyakarta

Abstract

ECG assessment is a very important point to make the right decision in the emergency situation. The right and speed in assessment, background skill in emergency situation make the best way to do to save the patients.

Heart attack, fatal arrhythmias and coronary heart disease are the common background in this condition. Beside expert in ECG assessment, clinical background is still the important point before we make decision to do.

ECG is not everything to make the right diagnosis, still vital sign, physical examination and some supporting examination such as X ray, echo, Doppler and laboratory examination still very important to make the right diagnosis before make decision.

Keyword : ventricular fibrillation ventricular flutter dangerous arrhythmia acute coronary syndrome

Pengantar

Elektrokardiografi [EKG] merupakan alat bantu didalam baik mendiagnosa maupun menentukan apa yang mesti kita lakukan didalam merawat penderita baik dengan penyakit jantung maupun bukan. Berbagai kelainan EKG tidak merupakan kelainan klinis yang bisa mempengaruhi kesehatannya secara umum, sebaliknya EKG normal tidak menjamin jantung

Page 2: 6. Materi Prof. Bambang

penderita bebas diramalkan oleh klinisi sebelum membuat keputusan yang paling baik untuk menolong pasiennya.

Berbagai gangguan jantung seperti gangguan irama jantung [aritmia], gangguan konduksi rangsang jantung yang berjalan dari pabriknya [ pacemaker ] serta otot jantung baik atrium maupun ventrikel. Irama supra-ventrikuler lebih tergantung dari frekuensinya dibandingkan dengan asal pacemaker nya demikian juga apakah irama tersebut diikuti dengan frekuensi yang sama dengan venrtrikelnya sangat penting dalam peran aritmia tersebut termasuk emergensi atau tidak.

Atrium bisa melakukan kontraksi apabila tidak ada gangguan pembentukan rangsang dari pacemaker yang ada di supra-ventrikuler, sementara pacemaker supra-ventrikuler bisa merangsang dan akibatkan kontraksi ventrikel namun pacemaker ventrikuler tidak mampu merangsang dan akibatkan kontraksiatriumi.

Kondisi emergensi terjadi kalau frekuensi atrium lebih dari 150/menit yang diikuti ventrikel dengan frekuensi yang sama, dimana isi semenit akan sangat turun karena isi sekuncup yang kecil yang disebabkan oleh fase diastolis yang sangat singkat akibat frekuensinya yang sangat ataupun fibrillasi dimana jantung tidak mampu memompa darah sehingga transport oksigen tidak ada sama sekali.

Beberapa tindakan maupun obat-obatan bisa diberikan dalam kondisi gawat seperti ini dan sering kali bisa menyelamatkan jiwa maupun kondisi jantung pasien tersebut, sehingga pengenalan pemahaman dan tindakan yang tepat oleh tenaga medis terutama didalam membaca EKG emergensi sangat diperlukan untuk menolong jiwa pasien tersebut.

Pembahasan

EKG merupakan alat bantu dalam mencari diagnose disamping beberapa alat bantu yang lain seperti Xray, ekhokardiografi dan tes laboratoris. EKG mempunyai kemampuan mendeteksi beberapa fungsi elektrik dari jantung seperti pusat pembuat rangsang jantung [Pacemaker], fungsi hantaran jantung dan gangguan otot jantung itu sendiri.

Mengingat pacemaker dapat menimbulkan aktifasi otot jantung sedangkan aktifasi otot jantung yang berkepanjangan oleh pacemaker yang sama menimbulkan ritme otot jantung yang teratur yang disebut irama dan karena didalam jantung terdapat beberapa bagian yang bisa memproduksi rangsang jantung maka juga dikenal beberapa irama jantung. Nodus Sino-Aurikularis [NSA] yang terletak di atrium kanan dekat masuknya vena kava superior merupakan pacemaker yang normal, artinya ada beberapa pacemaker lain baik di atrium maupun di

Page 3: 6. Materi Prof. Bambang

ventrikel yang kalau mengambil alih baik untuk sekali, dua kali atau bahkan beberapa lama [over-drive] bisa terjadi dan sering disebut sebagai ekstra sistole atau run of atrial, junctional atau ventrikuler tergantung pacemaker mana yang mengambil alih. NSA menghasilkan irama sinus dengan frekuensi normal antara >60/menit sampai dengan <100/menit, sehingga irama sinus dengan frekuensi diluar normal tersebut disebut sinus aritmia.

Irama junctional merupakan irama yang dihasilkan oleh pacemaker di nodus Atrio-Ventrikularis dengan frekuensi normal antara 50/menit sampai dengan 60/menit. Pacemaker atrial hanya bisa terdeteksi apabila berupa over-drive, atrial takhikardi, flutter ataupun fibrillasi. Pacemaker ventrikuler normal ber-frekuensi antara 30/menit sampai dengan 40/menit [gambar 1].

Gambar 1

Aritmia sinus hampir tidak pernah mengakibatkan kondisi yang mengganggu hemodinamika penderita sehingga membahayakan penderita. Aritmia ventrikuler berupa ventrikel takhikardi, flutter dan fibrillasi merupakan aritmia yang perlu diwaspadai karena bisa mengakibatkan kematian mendadak. Aritmia supra-ventrikuler yang perlu diwaspadai adalah atrial takhikardi, atrial flutter dan fibrillasi [gambar 2] dengan respons ventrikel cepat karena kalau berkepanjangan dapat akibatkan gagal jantung.

Page 4: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 2

Gangguan konduksi dikenal ada 3 macam berupa blok di nodus atrio-ventrikularis [AV blok], blok di cabang berkas His dan adanya serabut tambahan yang abnormal dan merupakan kelainan sejak lahir dan dikenal dengan nama sindrom WPW [Wolf Parkinson White] dan sindrom LGL [Lown Ganong Levine]. Kondisi yang perlu diwaspadai pada gangguan konduksi ini adalah AV blok total dimana irama ventrikelnya berasal otot ventrikel mengingat frekuensinya hanya sekitar 30/menit – 40/menit [gambar 3] dimana sering terjadi Adam Stokes syndrome dengan tanda sering mendadak pingsan dan kejang2 karena terjadinya hipoksia di otak.

Page 5: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 3

WPW dan LGL apabila terjadi ekstra sistole bisa terjadi supraventrikuler takhikardi dengan frekuensi lebih dari 150/menit sehingga bisa akibatkan isi sekuncup turun drastis yang mana disebabkan fase diastolis yang sangat singkat dan akhirnya mudah terjadi gagal jantung.

Sedangkan kelainan otot jantung untuk atrium hanya bisa mendeteksi pembesaran otot atrium kiri [gambar 4] atrium kanan [gambar 5] sedangkan untuk ventrikel selain pembesaran ventrikel kanan [gambar 6] dan ventrikel kiri [gambar 7] tapi yang perlu diwaspadai adalah iskemia miokard, injuri miokard dan infark miokard ventrikel [gambar 8], karena gangguan oksigenasi ini bisa akibatkan gangguan irama dan terutama pada miokard infark akut apabila terjadi aritmia yang ganas bisa terjadi kematian mendadak.

Page 6: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 4

Gambar 5

Page 7: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 6

Gambar 7

Page 8: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 8

Kelainan lain diluar jantung seperti hipertireoid, gangguan elektrolit maupun pro aritmia [aritmia akibat obat anti-aritmia] kadang bisa mengganggu fungsi jantung sehingga perlu diwaspadai juga.

Kondisi darurat yang bisa ditentukan oleh rekaman jantung

Kondisi darurat jantung yang bisa dilihat dari rekaman jantung biasanya berupa aritmia dan infark miokard. Aritmia yang mengakibatkan kondisi gawat jantung lebih banyak hubungannya dengan aritmia ventrikuler atau paling tidak kalau itu aritmia supra-ventrikuler yang ritmenya diikuti oleh ventrikel misalnya supra-ventrikuler takhikardi, sedangkan aritmia supra-ventrikuler yang tidak sepenuhnya diikuti ventrikel didalam hal frekuensi ventrikel masih didalam batas toleransi tubuh [atrial fibrillasi atau atrial fluter dengan normal ventrikel respons] ataupun bahkan aritmia supra-ventrikuler dengan pacemaker yang berada dengan ventrikel [AV blok total] sepanjang irama ventrikelnya masih didalam toleransi tubuh tidak merupakan masalah serius pada orang tersebut sehingga seringkalipun tidak memerlukan tindakan maupun pengobatan apa apa. Infeksi, peradangan gangguan katub kelainan congenital yang sampai akibatkan gangguan toleransi tubuh perlu diwaspadai karena bisa mengancam jiwa penderitanya. Jadi disini yang penting adalah gangguan baik irama maupun kerusakan atau fungsi dari ventrikel dan bukan atrium termasuk kelainan atrial yang tidak ber-efek pada ventrikel selama masih bisa ditoleransi oleh tubuh bukan merupakan hal yang darurat ataupun yang perlu sangat diwaspadai bisa mengancam penderita tersebut.

Page 9: 6. Materi Prof. Bambang

Aritmia

Gambaran EKG yang perlu penanganan cepat diantaranya adalah atrial takhikardi, atrial flutter maupun fibrillasi dengan rapid ventrikel respons, ventrikel takhikardi [gambar 9], ventrikel flutter dan fibrillasi [gambar 10] serta ventrikel ekstra sistole yang cenderung ganas [gambar 11].

Gambar 9

Page 10: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 10

Gambar 11

Page 11: 6. Materi Prof. Bambang

Atrial takhikardi didiagnosa apabila frekuensi atrium yang sama dengan frekuensi ventrikel bisa mencapai 150/menit atau lebih dalam rekaman elektrokardiografi, artinya pasien dalam keadaan istirahat atau berbaring. Atrial takhikardi ini tidak bisa permanen sehingga dia bisa berubah menjadi atrial flutter atau fibrillasi atau bahkan kembali ke normal sinus ritme. Ciri khasnya mulai secara mendadak dan kembali ke sinus secara mendadak juga. Kondisi ini dinyatakan emergensi karena isi semenit akan turun drastis dan apabila kondisi ini didiamkan akan terjadi gagal jantung pada mereka yang belum gagal jantung. Oleh karena itu diagnose EKG ini harus secara cepat ditegakkan dan secepatnya melakukan tindakan sehingga dapat mencegah terjadinya gagal jantung. Tindakan non medis dapat berupa maneuver valsalva, massage karotis dan menekan bola mata. Tindakan dengan obat2an bisa dipakai, digitalisasi cepat, pemberian ATP intravenous secara cepat, infus diltiazem, verapamil dan amiodaron.

Ventrikel takhikardi merupakan kondisi yang bisa berubah menjadi flutter, fibrillasi dan kematian mendadak, oleh karena itu kondisi ini harus secara cepat diberi obat anti aritmia seperti amiodaron, mexiletin ataupun xylocain. Sementara ventrikel flutter maupun fibrillasi harus secepatnya dilakukan konversi dengan DC shok.

Sindroma koroner akut

Dokumentasi yang pertama pada sindroma iskemia ini seperti tercatat pada Ebers papyrus pada 2600BCE dimana ditulis: kalau ada orang dengan keluhan nyeri dada dengan nyeri dilengan dan bahu maka kematian sudah dekat dengannya.Sindroma koroner akut merupakan kejadian vaskuler di pembuluh darah koroner yang secara klinis bisa berupa angina tidak stabil, infark miokard akut baik dengan maupun tanpa ST elevasi. Diatas telah dijelaskan kejadian angina tidak stabil yang dapat memicu kondisi ruptur dari plak sehingga kebanyakan akan akibatkan sebagian besar infark miokard tanpa ST elevasi dan sebagian kecil bisa dengan elevasi ST. Perbedaan utama antara angina pektoris dengan infark miokard akut adalah ada tidaknya jaringan nekrose di jantung, dengan kata lain meningkat tidaknya enzim jantung. Pada angina pektoris tidak stabil karena tidak ada jaringan jantung yang rusak maka tidak terjadi kenaikan enzim jantung, sedangkan pada akut miokard infark terjadi peningkatan enzim jantung di dalam darah yang sangat nyata. Sifat nyeri dada antar keduanya biasanya susah dibedakan hanya saja pada infark intensitasnya lebih berat, lokasinya bisa sama karena yang terkena sama sama otot jantung dimana yang satu nekrose yang yang lain menjelang nekrose. Perlangsungan nyerinya pada infark lebih lama dan mulai membaik kalau sudah terjadi nekrose miokard.

Unstable angina

Angina tidak stabil lebih banyak hubungannya dengan plak tipe tidak stabil, dimana plak tersebut mudah mengalami erosi dan ruptur. Pada tahun 1959 Prinzmetal dan kawan ,kawan [1] melaporkan bentuk variasi dari angina pektoris sebagai nyeri dada yang terjadi pada saat

Page 12: 6. Materi Prof. Bambang

istirahat disertai dengan elevasi ST pada rekaman EKG yang menunjukkan adanya iskemia transmural miokard. Kadang angina jenis ini bisa disertai olehvasospastik ditempat lain seperti migrain atau sindroma Raynaud dimana secara angiografi normal. Hal ini terjadi bisa diakibatkan oleh meningkatnya aktifitas simpatis [2], meningkatnya aktifitas vagal [3], sekresi substansi vaso-konstriktor seperti tromboksan A2 [4] atau meningkatnya endotelin-1 [5]. Meningkatnya rektifitas vasomotor ini bisa terjadi didaerah aterom maupun daerah yang normal [6]. Pada keadaan disfungsi endotel, perangsangan asetil-kolin yang seharusnya akibatkan dilatasi malahan akan terjadi kontriksi [7]. Demikian juga test dengan dingin [Cold-pressor testing] dapat menimbulkan reaksi vaskuler berlebihan pada angina tidak stabil dibandingkan dengan stabil [8].

Gambar 12

Gambaran klinis

Secara umum susah dibedakan dengan infark miokard, kondisi iskemia ini sering akibatkan gangguan perfusi, berkeringat, takhikardi, ekstremitas dingin, terdengarnya suara jantung ke 3 dan ke 4 bahkan tanda gagal jantung maupun shok kardiogenik.Pemeriksaan EKG sangat penting untuk menentukan langkah selanjutnya sehingga perlu dilakukan secara serial. Kalau ada keluhan nyeri dada lebih dari 20 menit dan disertai elevasi ST, adanya blokade di cabang serabut His kiri yang baru harus langsung dilakukan trombolisis ataupun intervensi koroner. EKG yang normal belum bisa menyingkirkan kemungkinan sindroma koroner akut. Pada penelitian GUSTO IIB [9] pasien denga ST depresi lebih dari 2mm mempunyai risiko 6 – 10 meninggal

Page 13: 6. Materi Prof. Bambang

dibandingkan normal. Sedangkan depresi ST 0,5 atau lebih merupakan risiko terjadinya kematian atau infark miokard dalam 1 atau 4 tahun kedepan [10]. Pasien dengan depresi ST sekitar 36% mempunyai penyumbatan di 3 vasa koronernya, sedangkan inversi T menunjukkan sekitar 19% koronernya normal [11]. Pada foto thoraks biasanya normal kecuali pada mereka yang pernah alami infark sebelumnya, adanya gambaran edema paru kemungkinan adanya penyumbatan di cabang utama kiri koroner. Troponin merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik sebagai petanda adanya nekrose miosit [12].

Pengelolaan Non ST Elevasi Miokard Infark [NSTEMI].

Tujuan utamanya untuk mengurangi keluhan iskemia, mencegah terjadinya infark dan membatasi perluasan daerah infark serta mencegah kematian. Secara individual mekanisme ruptur plak atau erosi plak, agregasi trombosit, pembentukan trombus dan meningkatkan tonus vasomotor bisa berbeda pada waktu yang berbeda. Oleh karenanya pengelolaannya bisa bervariasi. Pada umumnya pengelolaannya meliputi pemberian anti trombotik secara intensif dengan aspirin dan heparin [13], terapi antitrombosit lain dengan klopidogrel [14] dan antagonis GP IIb/IIIa [15]. Penghambat beta, nitrat dan penghambat kalsium diberikan guna mengurangi nyeri. Kateterisasi dengan revaskularisasi awal dilakukan pada kasus dengan risiko tinggi dan keluhan yang menetap. Pada penderita yang datang ke ugd, anamnesa, pemeriksaan fisik dan rekaman ekg harus sudah dapat dilakukan dalam waktu 10 menit. Setelah disimpulkan penderita adalah non ST elevasi Myocardial Infarction [NSTEMI], dipastikan apa risiko tinggi, sedang ataukah ringan. Pada risiko ringan bisa dipulangkan dengan nasehat, pada risiko sedang dinilai kalau terjadi serangan iskemia lagi dengan troponin positif, dilakukan keteterisasi untuk menentukan terapi apakah dilakukan intervensi lebih lanjut, operasi by-pass atau obat. Pada yang tak ada rekurensi iskemia dan troponin negatif dilakukan stress echocardiography, kalau positif harus intervasi koroner untuk menentukan terapi seperti diatas, kalau negatif bisa dipulangkan dengan nasehat. Pada risiko tinggi langsung dilakukan intervensi koroner untuk menentukan terapi. Pasien dengan meningkatnya kebutuhan oksigen ataupun penurunan suplai oksigen misalnya pada anemia atau hipertireoidi harus dikelola sesuai dengan penyebabnya. Vaso spasm diberikan nitrat dan penghambat kalsium. Aspirin dan statin dipikirkan dapat menurunkan hs CRP [suatu petanda radang] dapat dianjurkan [16,17].Pengelolaan sejak datang di UGD dapat dilihat pada gambar 12, pada bagan terlihat manifestasi sindroma koroner akut bisa berupa ST elevasi miokard infark, Non ST elevasi miokard maupun unstable angina. Pengelolaan ST elevasi miokard infark pada gambar 13 sementara pada non ST elevasi miokard infark dan angina tidak stabil pada gambar 14.

Page 14: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 13

Page 15: 6. Materi Prof. Bambang

Gambar 14

Yang harus dikerjakan pada sindroma koroner akut

Paling penting didalam penanganan sindroma koroner akut adalah penentuan diagnose. WHO mensyaratkan harus ada minimal 2 dari 3 tanda major yang terdiri dari nyeri dada yang spesifik tipe kardiak, perubahan gambaran rekaman elektrokardiogram yang khas da kenaikan enzim jantung yang menunjukkan nekrose miokard. Dari ke 3 tanda major ini yang paling penting adlahan nyeri dada yang spesifik sehingga kalau keluhan tersebut sangat meyakinkan lebih baik langsung dikirim ke rumah sakit dengan fasilitas ICCU. Pada sentra dimana fasilitas mobil ambulan maka sebaiknya dimanfaatkan sehingga sudah bisa diatasi atau dikelola dengan baik dan diawasi selama perjalanan ke rumah sakit oleh tenaga medis yang berkompeten. Apa yang diperlukan pada pengelolaan penderita serangan jantung pada prinsipnya adalah mengusahakan hemat oksigen agar semua oksigen semaksimal mungkin ke otot jantung dan tidak lari ke organ lain, membatasi daerah yang terkena infark sehingga tidak meluas yang bisa akibatkan berbagai komplikasi bahkan bisa akibatkan kematian, obat2an atau tindakan yang diperlukan sesuai dengan kondisi serangan jantung saat itu ataupun adanya komplikasi. Istirahat total dimaksudkan guna mengurangi sebanyak mungkin meningkatnya kebutuhan oksigen akibat aktifitas sekecil apapun karena saat ini oksigenasi diharapkan bisa maksimal ke

Page 16: 6. Materi Prof. Bambang

otot jantung yang masih bisa tertangani. Diazepam bisa diberikan guna mengistirahatkan tubuh agar hemat oksigen sehingga dengan sendirinya pasien tidak diijinkan banyak bicara agar tetap bisa hemat oksigen, bahkan 6 jam pertama sejak serangan jantung penderita hanya boleh makan makanan yang cair guna mencegah meningkatnya kerja usus yang dengan sendirinya akan bikin kebutuhan oksigen meningkat. Penghambat beta seandianya tidak ada kontra-indikasinya harus selalu diberikan guna menekan aktifitas simpathis yang bisa akibatkan borosnya kebutuhan oksigen dan meluaskan daerah nekrose. Monitoring elektrokardiogram dimaksudkan guna mendeteksi adanya aritmia yang ganas yang bisa menjurus ke kematian mendadak. Tindakan dan obat2an yang lain disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan ada tidaknya komplikasi yang terjadi.

Yang tidak boleh dilakukan

Menganggap enteng keluhan penderita, pada umur yang muda tetap kita harus waspada karena walaupun jarang terjadi usia muda dengan serangan jantung, memulangkan pasien yang masih meragukan serangan jantung atau bukan. Lebih aman megirim pasien ke ICCU yang salah daripada memulangkan pasien yang harusnya masuk ICC, dengan kata lain seandainya kita ragu2 mending dikirim ke ICCU. Penderita serangan jantung dengan komplikasi akut asma kardiale jangan di salah diagnosekan dengan asma bronkhiale, dengan sendirinya anamnesa yang sangat teliti, pemeriksaan baik fisik maupun tambahan termasuk elektrokardiografi biasanya bisa mudah membedakannya. Asma bronkhiale disebabkan oleh alergi yang akibatkan spasme bronkhial oleh karenanya pasti ada riwayat asma sebelumnya dan sudah sering terjadi serangan2 yang membaik dengan obat bronkhodilator, sedangkan asma kardiale sering sebagai akibat komplikasi dari serangan jantung. Oleh karena itu pada orang dengan sesak nafas berat harus dipastikan dulu bronkhiale atau kardiale karena kalau salah bisa berakibat fatal. Melakukan “kerokan” pada penderita karena tindakan ini akibatkan oksigen banyak tersalurkan ke otot yang di “keroki” sehingga jantung makin defisit oksigen dan nekrose miokard akan makin meluas yang dapat memicu berbagai komplikasi termasuk aritmia yang ganas dan akibatkan penderita meninggal.

Ringkasan

Telah dibicarakan kondisi darurat sehubungan dengan kelainan EKG yang didapatkan pada pasien dengan kondisi gawat darurat. Kelainan EKG berupa takhi-aritmia supraventrikuler yang di respons seluruhnya oleh ventrikel seperti supraventrikuler takhikardi bisa berakibat gagal jantung apabila tidak diatasi dalam waktu tertentu, walaupun kondisi ini bisa reversible menjadi irama sinus normal kembali namun tetap ada risiko terjadi gagal jantung sebelum kembali ke sinus. Atrial flutter maupun fibrillasi sepanjang respon ventrikel tidak cepat risiko gagal jantung akibat aritmia ini relatif kecil, namun tetap ada risiko terjadinya trombo-emboli, oleh karenanya dianjurkan pemberian anti platelet. Takhi-aritmia ventrikuler seperti ventrikuler takhikardi

Page 17: 6. Materi Prof. Bambang

diperlukan obat2an seperti amiodaron, meksiletin ataupun silokain, sedangkan ventrikuler flutter dan fibrillasi harus dilakukan DC shok. Pada kondisi bradi-aritmia sampai terjadi gangguan hemodinamika perlu dipasang pacemaker.

Daftar Pustak

1. Prinzmetal M, Kennamer R, Mellis R, et al. 1959. A variant form of angina pectoris. Am J Med;27:375-88.

2. Baroldi G. 1976. Coronary thrombosis: facts and beliefs. Am Heart J;91:683-8.3. Yasue H, Horio Y, Nakamura N, et al. 1986. Induction of coronary artery spasm by

acetylcholine in patients with variant angina: possible role of the parasympathetic nervous system in the pathogenesis of caranary artery spasm. Circulation;74:955-63.

4. McFadden EP, Clarke JG, Davies GJ, et al. 1991. effect of intracoronary serotonin on coronary vessels in patients with stable angina and patients with variant angina. N Engl J M;324:648-54.

5. Toyo OK, Aizawa T, Suzuki N, et al. 1991. Increased plasma level of endothelin-1 and coronary spasm induction in patients with vasospastic angina pectoris. Circulation;83:476-83.

6. Brown BG, Bolson EL, Dodge HT, et al. 1984. Dynamic mechanisms in human coronary stenosis. Circultion;70:917-22.

7. Ludmer PL, Selwyn AP, Shook TL, et al. 1986. Paradoxical vasoconstriction induced by acetylcholine in atherosclerotic coronary arteries. N Engl J Med;315:1046-51.

8. Bogaty P, Hackett D, Davies G, et al. 1994. Vasoreactivity of the culpit lesion in unstable angina. Circulation;90:5-11.

Page 18: 6. Materi Prof. Bambang

9. Kaul P, Newby LK, Fu Y, et al. 2005. Relation between baseline risk and treatment decisions in non ST evelation acute coronary syndromes: an examination of international practice patterns. Heart;91:876-81.

10. Cannon CP, McCabe CH, Stone PH, et al. 1997. The electrocardiogram predicts one year outcome of patients with unstable angina and non Q wave myocardial infarction: result of the TIMI III registry ECG ancillary study. Am Coll Cardiol;30:133-40.

11. Holmvang L, Luscher MS, Clemmensen P, et al. 1998. Very early risk stratification using combine ECG and biochemical assessment in patients with unstable coronary artery disease. Circulation;98:2004-9.

12. Jaffe AS, Ravkilde J, Roberts R, et al. 2000. It’s time for a change to a troponin standard. Circulation;102:1216-20.

13. Theroux P, Ouimet H, McCans J, et al. 1988. Aspirin, heparin, or both to treat acute unstable angina. N Engl J Med;319:1105-11.

14. Yusuf S, Zhao F, Mehta SR, et al. 2001. Effects of clopidogrel in addition to aspirin in patients with acute coronary syndromes without ST-segment elevation. N Engl J Med;345:494-502.

15. Boursma E, Harrington RA, Moliterno DJ, et al. 2002. Platelet glycoprotein IIb/IIIa inhibitors in acute coronary syndrome: a meta analysis of all major randomised clinical trials. Lancet;359:189-98.

16. Ikonomidis I, Andreotti F, Economou E, et al. 1999. Increased proinflammatory cytokines in patients with chronic stable angina and their reduction by aspirin. Circulation;100:793-8

17. Ridker PM, Cannon CP, Morrow D, et al. 2005. C-reactive protein levels and outcomes after statin therapy. N Engl J Med;352:20-8.

______________________________________________________________________