Upload
yusran-arcopra
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
1/24
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Material Pembentuk Beton
Beton adalah salah satu bahan bangunan yang telah umum digunakan untuk
bangunan gedung, jembatan, jalan dan lain-lain. Umumnya beton tersusun dari tiga
bahan penyusun utama yaitu semen, agregat dan air. Jika diperlukan, bahan tambah
(admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton yang
bersangkutan (Mulyono, 2005).
Gambar 2.1 Beton
Mutu beton umumnya ditentukan berdasarkan kuat tekannya. Dalam
mendapatkan mutu beton yang direncanakan, maka diperlukan mix design untuk
menentukan jumlah masing-masing material yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan
mutu beton yang direncanakan, maka pemilihan materialnya tidaklah dilakukan
dengan sembarangan tetapi harus melalui beberapa kriteria yang telah disyaratkan.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
2/24
8
2.1.1 Agregat
Agregat merupakan salah satu komponen yang dapat membuat beton menjadi
kompak. Kekuatan dan elastisitas agregat tergantung dari jenis batuan yang dipakai.
Susunan agregat dapat diperiksa menggunakan analisa saringan (sieve analysis).
Dengan analisa saringan akan didapatkan kurva susunan butir dari agregat tersebut.
Gradasi pada agregat yang didapatkan dari hasil analisa saringan sangat besar
perannya dalam membuat beton bermutu.
Dalam teknologi beton, agregat dalam campuran beton dibagi dalam 2 bagian
susunan antara lain:
a)
Agregat Kasar
Agregat kasar yaitu agregat yang butirannya memiliki ukuran
lebih besar dari 4,75 mm. Agregat kasar selalu identik dengan sebutan
kerikil ataupun batu pecah. Ukuran maksimal agregat kasar
dikelompokan menjadi 3 golongan yang dapat diketahui melalui uji
gradasi yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Batas Gradasi Agregat Kasar
Ukuran Saringan
(mm)
Persentase Lolos (%)
Gradasi Agregat
40 mm 20 mm 10 mm
76 100 - -
38 95 – 100 100 -
19 35 – 70 95 – 100 100
9,6 10 – 40 30 – 60 50 – 85
4,8 0 – 5 0 – 10 0 – 10Sumber: SNI 03-2834-2000
Dalam campuran beton, agregat kasar mempunyai syarat-syarat
tertentu agar dapat digunakan sesuai dengan PBI-1971 adalah sebagai
berikut:
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
3/24
9
• Agregat kasar berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami, atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu.
• Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak
berpori. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak
pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik
matahari dan hujan.
• Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering).
• Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti
zat-zat yang reaktif alkali.
b) Agregat Halus
Agregat halus yaitu agregat yang butirannya lolos ayakan 4,75
mm. Agregat halus sering juga disebut dengan istilah pasir. Agregat
halus berfungsi sebagai bahan pengisi pada rongga campuran beton.
Ukuran agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji
gradasi.
Tabel 2.2 Batas Gradasi Agregat Halus
Persentase Lolos
Lubang Ayakan (mm) Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15Sumber: SNI 03-2834-2000
Seperti halnya agregat kasar, agregat halus juga memiliki syarat-
syarat tertentu agar dapat digunakan dalam campuran beton sesuai
dengan PBI-1971 adalah sebagai berikut:
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
4/24
10
• Agregat halus dapat berupa pasir alam yang diambil dari sungai atau
berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat pecah batu.
• Butirannya harus yang tajam dan keras, tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca.
• Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap
berat kering).
• Tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Untuk
ini bisa dilakukan percobaan warna dari Abrams-Harder dengan
larutan NaOH.
2.1.2
Semen Portland
Semen merupakan bahan pengikat yang penting pada beton. Jika
ditambahkan dengan air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambahkan dengan
agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan
agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan
menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus
disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
5/24
11
Gambar 2.2 Semen Portland
Menurut peraturan beton 1989 (SKBI. 1.4.53.1989) dalam ulasannya di
halaman 1, membagi semen portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2)
antara lain sebagai berikut:
a) Semen portland jenis I adalah semen portland yang dalam
penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis
lainnya. Biasanya digunakan dalam konstruksi beton secara umum.
b) Semen portland jenis II adalah semen portland yang dalam
penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi
sedang. Digunakan dalam struktur bangunan air/drainase dengan kadar
konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah.
c)
Semen portland jenis III adalah semen portland untuk konstruksi yang
menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Biasanya digunakan
pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibuka
dan akan segera dipakai kembali.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
6/24
12
d)
Semen portland jenis IV adalah semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Biasanya
digunakan pada konstruksi dam/bendungan, dengan tujuan panas yang
terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.
e) Semen portland jenis V adalah semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat,
terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi.
2.1.3
Air
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia dengan
semen untuk pembentukan pasta semen. Reaksi kimia tersebut menyebabkan
terjadinya proses hidrasi pada air. Fungsi air juga digunakan untuk pelumas antara
butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Jumlah air dalam pembuatan beton juga harus dilakukan perhitungan terlebih
dahulu. Jumlah air yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton.
Sedangkan jumlah air yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan proses hidrasi
yang tidak merata pada beton.
Dalam pembuatan campuran beton, air yang dipergunakan harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih, tidak
mengandung lumpur, minyak atau benda terapung lainnya yang dapat
dilihat secara visual.
b) Air tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak beton
lebih dari 15 gram/liter seperti asam atau zat organik.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
7/24
13
c)
Air tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d)
Air tidak mengandung senyawa asam seperti sulfat 1 gram/liter.
2.2
Bahan Tambah
Bahan tambah atau yang biasa disebut dengan admixture adalah bahan-bahan
yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama pencampuran
beton berlangsung. Fungsi bahan ini adalah mengubah sifat-sifat beton agar menjadi
lebih cocok untuk pekerjaan tertentu atau untuk menghemat biaya.
Menurut ASTM C.125-1995:61 ”Standard Definition of Terminology
Relating to Concrete and Concrete Agregates” dan dalam ACI SP-19 ”Cement and
Concrete Terminology”, admixture didefinisikan sebagai material selain air, agregat
dan semen yang dicampur dengan beton yang ditambahkan sebelum atau selama
pengadukan berlangsung. Di Indonesia, bahan tambah telah banyak digunakan.
Bahan tambah yang digunakan harus memenuhi ketentuan yang diberikan SNI.
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
2.2.1
Bahan Tambah Kimia ( Admixture)
Menurut ASTM C.494 dan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989, jenis
bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Pada dasarnya
suatu bahan tambah harus mampu memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja yang
sama sepanjang waktu pengerjaan selama bahan tersebut digunakan dalam campuran
beton sesuai dengan pemilihan proporsi betonnya (PB,1989 :12).
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
8/24
14
a)
Tipe A: Water-Reducing Admixtures
Water-Reducing Admixture adalah bahan tambah yang
mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton
dengan konsistensi tertentu. Water-Reducing Admixture digunakan antara
lain dengan tidak mengurangi kadar semen dan nilai slump untuk
memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau ratio faktor air
semen (FAS) yang rendah. Atau dengan tidak merubah kadar semen yang
digunakan dengan factor air semen yang tetap maka nilai slump yang
dihasilkan dapat lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan dengan mengubah
kadar semen tetapi tidak merubah FAS dan slump.
Pada kasus pertama dengan mengurangi fas secara tidak langsung
akan meningkatkan kekuatan tekannya, karena dalam banyak kasus FAS
yang rendah meningkatkan kuat tekan beton. Pada kasus kedua, tingginya
nilai slump yang didapat akan memudahkan penuangan adukan (placing)
atau waktu penuangan adukan dapat diperlambat. Pada kasus ketiga
dimaksudkan untuk mengurangi biaya karena penggunaan semen yang
kecil (Marther, Bryant,1994)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan tambah
ini adalah air yang dibutuhkan, kandungan air, konsistensi, bleeding dan
kehilangan air pada saat beton segar, laju pengerasan, kuat tekan dan
lentur, perubahan volume, susut pada saat pengeringan. Berdasarkan hal
tersebut penting untuk melakukan pengujian sebelum pelaksanaan
pencampuran terhadap bahan tambah tersebut.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
9/24
15
b)
Tipe B: Retarding Admixture
Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaannya untuk menunda
waktu pengikatan beton, misalnya karena kondisi cuaca yang panas, atau
untuk memperpanjang waktu untuk pemadatan, untuk menghindari cold
joints dan menghindari dampak penurunan saat beton segar saat
pelaksanaan pengecoran.
c) Tipe C: Accelerating Admixture
Accelerating admixture adalah bahan tambah yang berfungsi
untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.
Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan
(hidrasi) dan mempercepat pencapaian kekuatan awal beton.
Accelerating admixture yang paling terkenal adalah kalsium klorida.
Dosis maksimum adalah 2 % dari berat semen yang digunakan. Secara
umum, kelompok bahan tambah ini dibagi tiga kelompok yaitu larutan
garam organik, larutan campuran organic dan material miscellaneous.
d) Tipe D: Water Reducing and Retarding Admixtures
Water reducing and retarding admixtures adalah bahan tambah
yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang
diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan
menghambat pengikatan awal.
Water reducing and retarding admixtures yaitu pengurang air dan
pengontrol pengeringan. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan
beton. Bahan ini juga akan mengurangi kandungan semen yang
sebanding dengan pengurangan kandungan air. Bahan ini hampir
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
10/24
16
semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan akan menjadi
bagian air campuran beton. Dalam perencanaan air ini harus ditambahkan
sebagai berat air total dalam campura beton. Perlu diingat, perbandingan
antara mortar dengan agregat kasar tidak boleh berubah. Perubahan
kandungan air, atau udara atau semen, harus diatasi dengan perubahan
kandungan agregat halus sehingga volume tidak berubah.
e) Tipe E: Water Reducing and Accelerating Admixtures
Water reducing and accelerating admixtures adalah bahan
tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu
dan mempercepat pengikatan awal.
f) Tipe F: Water Reducing, High Range Admixtures
Water reducing, high range admixtures adalah bahan tambah
yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12%
atau lebih.
g) Tipe G: Water Reducing, High Range Retarding Admixtures
Water reducing, high range retarding admixtures adalah bahan
tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang
diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton.
Jenis bahan tambah ini merupakan gabungan superplasticizer
dengan menunda waktu pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk
kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang
mengelola beton disebabkan keterbatasan ruang kerja.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
11/24
17
2.2.2 Bahan Tambah Mineral ( Additive)
Pada saat ini, bahan tambah mineral lebih banyak digunakan untuk
memperbaiki kuat tekan beton. Beberapa bahan tambah mineral adalah pozzollan, fly
ash, slag dan silica fume.
2.3
Sifat-Sifat Beton
2.3.1 Sifat-Sifat Beton Segar
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut,
dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan
kerikil dari adukan maupun pemisahan air dan semen dari adukan (Tjokrodimulyo,
1996). Beton segar memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Mudah dikerjakan (workability)
Beton memiliki sifat mudah dikerjakan (workability) yang
merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diangkut,
dituang dan dipadatkan. Perbandingan bahan-bahan maupun sifat bahan-
bahan itu secara bersama-sama mempengaruhi sifat kemudahan
pengerjaan beton segar. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah
dikerjakan (workability) antara lain:
• Jumlah air yang dipakai dalam campuran beton. Semakin banyak air
yang digunakan, semakin mudah beton segar untuk dikerjakan.
• Penambahan semen di dalam campuran juga mempermudah
pengerjaan adukan beton. Bertambahnya kadar semen secara otomatis
diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai
FAS (faktor air semen) yang tetap.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
12/24
18
• Gradasi campuran pasir dan kerikil jika mengikuti gradasi campuran
mengikuti peraturan, maka adukan beton akan mudah dikerjakan.
• Penggunaan butir-butir agregat yang berbentuk bulat akan
mempermudah cara pengerjaan beton.
b) Pemisah kerikil (segregation)
Pemisahan kerikil adalah butir-butir kerikil yang memisahkan diri
dari campuran beton. Campuran beton yang kelebihan air dapat
menyebabkan segregasi dimana terdapat pengendapan partikel yang berat
ke dasar beton segar dan partikel yang lebih ringan akan menuju ke
permukaan beton segar. Hal tersebut akan mengakibatkan beberapa
keadaan pada beton yaitu terdapat lubang-lubang udara sehingga beton
menjadi tidak homogen.
Terdapat 2 bentuk segregasi beton segar menurut Neville yaitu
partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang
lebih halus dan terpisahnya air semen dari adukan (Neville, 1981).
Segregasi dapat disebabkan oleh penggunaan air pencampur yang terlalu
banyak, gradasi agregat yang jelek, kurangnya jumlah semen ataupun
cara pengelolaan yang tidak memenuhi syarat (Murdock, Brook, &
Dewar, 1991)
c) Pemisah Air (bleeding)
Kecenderungan air pada campuran beton untuk naik ke atas
(memisahkan diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan disebut
bleeding. Hal ini disebabkan ketidakmampuan material lain dalam
campuran untuk menahan seluruh air campuran ketika material tersebut
bergerak ke bawah. Air tersebut naik ke atas dengan membawa butir
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
13/24
19
semen dan agregat halus (pasir) yang akhirnya setelah beton mengeras
akan sebagai lapisan selaput. Bleeding biasanya terjadi pada campuran
beton basah (kelebihan air) atau campuran adukan beton dengan nilai
slump yang tinggi.
Neville mengemukakan penyebab bleeding adalah
ketidakmampuan bahan padat campuran untuk menangkap air pencampur
(Neville, 1981). Besarnya nilai bleeding dapat dihitung dengan cara
menghitung banyaknya air yang keluar dari sampel beton segar sesaat
setelah dicetak. Sehingga banyaknya bleeding adalah volume air (ml)
yang keluar dari suatu luasan permukaan beton (A) atau secara matematis
dapat ditulis dengan:
Dimana,
V = Volume air yang keluar (ml)
A = Luasan permukaan beton (cm2)
2.3.2
Sifat-Sifat Beton Keras
Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan
aus dan kembang susutnya kecil (Tjokrodimulyo, 1996). Beton keras memiliki sifat-
sifat yang dapat diklasifikasikan menjadi sifat jangka pendek seperti kuat tekan,
tarik, geser dan modulus elastisitas serta sifat jangka panjang seperti rangkak dan
susut. Berikut penjelasan mengenai sifat-sifat beton keras antara lain:
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
14/24
20
a)
Kuat tekan
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian
standar menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan
pada benda uji beton sampai hancur.
b) Kuat tarik
Kuat tarik beton diukur dengan memakai modulus keruntuhan.
Kuat tarik beton yang tepat, sulit sekali untuk diukur.
c) Kuat geser
Nilai kuat geser pada beton lebih sulit untuk diukur karena
sulitnya mengisolasi geser dari tegangan-tegangan lainnya. Ini
merupakan salah satu penyebab banyaknya variasi kekuatan geser yang
dituliskan dalam berbagai literatur, mulai dari 20% sampai dengan 85%
dari kekuatan tekan yang dilakukan pada pembebanan normal.
d) Modulus elastisitas
Modulus elastisitas merupakan kemiringan dari bagian awal
grafik yang lurus dari diagram regangan tegangan. Modulus elastisitas
berbanding lurus dengan kekuatan beton, semakin besar modulus
elastisitas, semakin besar pula kekuatan beton. Besarnya modulus
elastisitas dapat dihitung dengan tepat berdasarkan persamaan empiris.
e) Rangkak (creep)
Rangkak adalah sifat beton keras yang dimana beton mengalami
perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja
pada beton tersebut. Besarnya deformasi sebanding dengan besarnya
beban dan waktu pembebanan.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
15/24
21
f)
Susut
Susut adalah perubahan volume beton yang tidak berhubungan
dengan beban. Pada dasarnya ada 2 jenis susut yaitu susut plastis dan
susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa waktu setelah beton
segar dicor ke dalam cetakan, sedangkan susut pengeringan terjadi
setelah beton mencapat bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen
telah selesai. Besarnya susut akan semakin berkurang sesuai dengan
umur beton. Semakin beton berumur, semakin sedikit beton mengalami
susut.
2.4 Self Compacting Concrete
Beton memadat mandiri (self compacting concrete) adalah beton yang
mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat
penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama
sekali. Sekali dituang ke dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi
semua ruang mengikuti prinsip grafitasi,termasuk pada pengecoran beton dengan
tulangan pembesian yang Sangat rapat.Beton ini aka mengalir ke semua celah di
tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri campuran beton. (Ladwing,
II – M., Woise, F., Hemrich, W. & Ehrlich, N, 2001)
Self compacting concrete pertama kali dikembangkan di jepang pada tahun
1990 sebagai upaya untuk mengatasi persoalan pengecoran pada gedung yang
memiliki bentuk geometri cukup rumit. H. Okamura dan M. Ouchi membandingkan
beton konvensional dengan self compacting concrete dari proporsi pencampuran
dengan hasil sebagai berikut:
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
16/24
22
Keterangan: U = Rongga Udara Ah = Agregat Halus
A = Air Ak = Agregat Kasar
S = Semen
Gambar 2.3 Perbandingan Beton Normal dengan Self Compacting Concrete
Berdasarkan gambar tersebut, volume komposisi material pada campuran self
compacting concrete dan konvensional berbeda. Komposisi semen portland pada
campuran self compactinc concrete lebih banyak dibandingkan dengan komposisi
campuran beton konvensional. Sedangkan komposisi agregat kasar pada self
compactinc concrete lebih sedikit dibandingkan komposisi agregat kasar pada beton
konvensional.
Pada saat ini self compactinc concrete telah banyak digunakan dalam dunia
kontruksi. Dimana banyak keuntungan yang dapat diperoleh yaitu diantaranya dapat
menekan biaya, mutu dan waktu pengerjaan kontruksi yang cukup lama. Dengan
tidak lagi dibutuhkannya pemadatan, maka dapat mengurangi tenaga kerja dan
peralatan yang dibutuhkan, keuntungan lainnya seperti keamanan tenaga kerja dan
penghematan waktu dapat ditingkatkan (Rusyandi, Mukodas, & Gunawan, 2012).
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan self
compacting concrete antara lain:
a) Mengurangi lamanya konstruksi dan besarnya upah pekerja.
b) Pemadatan dan pengetaran beton yang dimaksudkan untuk memperoleh
tingkat kepadatan optimum dapat dieliminir.
c) Mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan di
sekitarnya.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
17/24
23
d)
Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian yang sulit
dijangkau dengan alat pemadat seperti vibrator.
e) Meningkatkan kualitas struktur beton secara keseluruhan.
Dalam membuat komposisi self compacting concrete diperlukan
superplasticizer (high range water reducer ) agar mendapatkan nilai workability dan
flowability yang tinggi. Pembuatan self compacting concrete mensyaratkan
kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi,
sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya
segregasi. Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan sifat beton segar pada
proses produksi self compacting concrete dapat ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Proses Produksi Self Compacting Concrete
2.5 Beton Fiber
Beton fiber merupakan beton yang ditambahkan serat ( fiber ) kedalam
campurannya. Tujuan penambahan serat tersebut adalah untuk meningkatkan mutu
beton yang semakin hari semakin tinggi kebutuhannya. Beton fiber ini sangat
bermanfaat untuk memperbaiki atau menaikkan sifat mekanik beton. Sifat mekanik
beton yang dimaksud adalah kuat tekan, kuat tarik dan kuat lentur. Ada beberapa
jenis atau kelompok beton fiber yang sudah dikenal saat ini, antara lain metalic
fibers, mineral fibers, polimeric fibers dan naturally occuring fibers.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
18/24
24
2.6 Teori Kuat Tekan
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan
beton hancur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin
tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton
yang dihasilkan.
Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin
tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton
yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai berikut:
f' c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa).
f ck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji (MPa).
f c = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f' cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar
pemilihan perancangan campuran beton (MPa).
S = Deviasi standar (s) (MPa).
Beton harus dirancang sesuai dengan proporsi campurannya agar
menghasilkan kuat tekan yang telah direncanakan. Berdasarkan PBBI-1989,
besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus berikut ini:
Dimana,
f' c = Kuat tekan beton (MPa)
P = Beban tekan maksimum (N)
A = Luas permukaan benda uji (mm2)
Terdapat banyak parameter yang mempengaruhi nilai kuat tekan beton.
Berikut adalah beberapa hal yang mempengaruhi nilai kuat tekan pada beton antara
lain:
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
19/24
25
a)
Faktor air semen (FAS)
Faktor air semen harus dihitung sehingga campuran air dan semen
menjadi pasta yang baik, artinya tidak kelebihan air dan tidak kelebihan
semen. Apabila nilai faktor air semen tinggi maka berat air tinggi,
sehingga kelebihan air akibatnya air akan merembes keluar membawa
sebagaian pasta semen. Pasta semen yang tidak cukup mengikat agregat
dan mengisi rongga yang menyebabkan beton tidak kuat.
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin
rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin
rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada
batas-batas dalam hal ini.
b) Segregasi (pemisahan)
Beton dikatakan mengalami segregasi (pemisahan) apabila
agregat kasar terpisah dari campuran selama pengangkutan, pengecoran
dan pemadatan sehingga sukar dipadatkan, berongga-rongga tidak
homogen, beton yang berongga-rongga kurang kuat atau mudah pecah.
c) Bleeding
Bleeding adalah pemisahan air dan campuran beton yang
merembes kepermukaan beton waktu diangkut, dipadatkan atau setelah
dipadatkan. Bleeding pada umumnya terjadi karena pemakaian air yang
berlebihan, kurangnya semen pada campuran beton atau agregat kasar
turun karena beratnya sendiri dan air naik kepermukaan dengan
sendirinya akibat capillary pressure (gaya yang menggambarkan
pergerakan fluida melalui pori).
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
20/24
26
2.7 Beton Mutu Tinggi
Sesuai dengan perkembangan teknologi beton, kriteria beton mutu tinggi juga
selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu yang berhasil dicapai. Pada
tahun 1950an, beton dengan kuat tekan 30 MPa sudah dikategorikan sebagai beton
mutu tinggi. Pada tahun 1960an hingga awal 1970an, kriterianya naik menjadi 40
MPa. Saat ini, disebut mutu tinggi untuk kuat tekan diatas 50 MPa, dan 80 MPa
sebagai beton mutu sangat tinggi, sedangkan 120 MPa bisa dikategorikan sebagai
beton bermutu ultra tinggi (Supartono, 1998).
Terdapat banyak parameter yang mempengauhi kekuatan tekan beton,
diantaranya adalah kualitas bahan-bahan penyusunnya, rasio air-semen yang rendah
dan kepadatan yang tinggi pula. Beton yang dihasilkan dengan memperhatikan
parameter-parameter tersebut biasanya sangat kaku, sehingga sulit dibentuk atau
dikerjakan. Dengan semakin banyaknya pabrikan yang menghasilkan bahan
admixture sebagai bahan pengencer dari beton yang berefek mencairkan beton tanpa
menambah campuran air dalam beton, maka hal ini tidak menjadi masalah (M.S.
Besari, 2003).
2.8
Metode Tes Self Compacting Concrete
Metode tes yang telah dikembangkan untuk menentukan karakteristik self
compacting concrete adalah sebagai berikut:
2.8.1 Slump Flow Test
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
21/24
27
Pengujian dengan alat slump cone bertujuan untuk menguji flowability
(kemampuan alir) dari self compacting concrete. Adapun alat slump cone dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.5 Alat Uji Slump Flow Test
Cara kerja alat slump cone untuk campuran self compactinc concrete adalah
dengan cara berikut:
a) Slump cone diletakkan dengan posisi diameter yang kecil diletakkan di
bawah. Di bagian dasar alat ini diletakkan papan yang datar.
b)
Campuran beton dimasukkan dalam slump cone sampai penuh.
Campuran beton tersebut tidak boleh dirojok.
c) Slump cone diangkat secara perlahan
d) Waktu yang diperlukan aliran beton untuk mencapai diameter 50 cm
dicatat (SF50).
e) Diameter maksimum yang dicapai aliran beton dicatat (SFmax).
Kebutuhan nilai slump flow test untuk ketika mencapai lingkaran berdiameter
500 mm (SF50) adalah 2 – 5 detik. Sedangkan kebutuhan nilai maksimum slump flow
test (SFmax) terbagi atas 2 kriteria yaitu untuk konstruksi vertikal disarankan memiliki
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
22/24
28
nilai 65 – 80 cm dan untuk konstruksi horisontal disarankan memiliki nilai 60 – 75
cm.
2.8.2 L-Shaped Box
L-shaped box atau disebut juga dengan swedish box adalah alat berbentuk
huruf L yang terbuat dari besi. Alat ini berfungsi untuk menguji passing ability dari
self compacting concrete. Pada alat ini, antara arah horizontal dan vertical dibatasi
dengan sekat penutup yang terbuat dari besi yang dapat dibuka dengan cara ditarik ke
atas. Di depan sekat penutup tersebut terdapat halangan berupa tulangan baja yang
berfungsi untuk menguji kemampuan campuran beton dalam melewati tulangan yang
sesuai dengan keadaan di lapangan.
Selanjutnya dengan l-shape-box test akan didapat nilai blocking ratio yaitu
nilai yang didapat dari perbandingan antara H2/H1. Semakin besar nilai blocking
ratio, semakin baik beton segar mengalir. Untuk tes ini kriteria yang umum dipakai
baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan
mencapai nilai blocking ratio antara 0,8 sampai 1,0.
Berikut adalah cara kerja dari alat l-shaped box untuk menentukan nilai
blocking ratio pada self compactinc concrete:
a) Sekat penutup ditutup.
b)
Campuran beton segar diisikan pada arah vertikal sampai jenuh.
c) Sekat penutup ditarik ke atas sampai terbuka sehingga campuran beton
segar mengalir kearah horizontal.
d) Perbedaan tinggi aliran beton arah horizontal dicek.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
23/24
29
Syarat-syarat passing ability yang harus dipenuhi oleh self compactinc
concrete adalah nilai passing ability (PA) 0,8 – 1,0, dimana nilai PA didapatkan
dengan perhitungan sebagai berikut:
Gambar 2.6 Alat Uji L-Shaped Box Test
2.8.3 V-Funnel Test
Metode pengujian ini berguna untuk mengetahui ketahanan segregasi
(kemampuan beton menjaga komposisinya) self compacting concrete. Alat yang
digunakan adalah v-funnel seperti terlihat pada gambar 2.4 (Okamura, H., & Ouchi,
M., 2003). Berikut adalah cara kerja alat uji tes v-funnel:
a) Penutup pintu pada bagian bawah ditutup.
b) Campuran beton segar diisikan pada v-funnel sampai jenuh.
c) Penutup bagian bawah dibuka sehingga campuran beton segar mengalir.
d) Catat lama waktu beton mengalir hingga v-funnel kosong.
8/17/2019 2012-2-01254-SP Bab2001.pdf
24/24
30
Gambar 2.7 Alat Uji V-Funnel Test
V-funnel test memiliki syarat dengan waktu yang diperlukan beton untuk
segera mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur v-funnel antara 6 – 12 detik.
2.9 Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton bertujuan untuk menentukan kekuatan tekan
beton. Kekuatan tekan beton adalah beban persatuan luas yang menyebabkan beton
hancur. Dari hasil pengujian, kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
Dimana,
fc' = Kuat tekan beton (MPa)
P = Kuat tekan pada bacaan alat (kN)
A = Luas penampang beton (mm2)