17
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya KEADAAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO. (SUATU STUDI KASUS-KONTROL) CONDITION OF ENVIRONMENTAL PHYSICAL HOUSING OF LUNG TUBERCULOCIS/TB PATIENTS IN DISTRIC TANGGULANGIN SIDOARJO REGENCY. (A CASE CONTROL STUDY) Sudarso*) *) Dosen Luar Biasa STIKES Insan Unggul Surabaya *) Lecturer of Wijaya Kusuma University Schoool of Medicine,Surabaya KEYWORDS: lung tuberculocis, housing sanitation, case-control study ABSTRACT: Most of communicable diseases influenced by environmental factors, besides of physical, biology,chemistry, family economics, but also cultural factor. One of communicable diseases in Indonesia which still be not able yet to be eliminated and has case number potency to decline ery lag is Tuberculocis/ Tb. Incidence rate in Indonesia per year there are 583000 cases, Tb can kill 140000 patients nationally per year , and this fact is the second death rate after heart sickness, also every year always improvement the number of patient. For Indonesia state that the condition of environment is enough requires attention, especially of housing sanitation, because a lot house ineligibility to health life, with humidity,air temperature ventilation, and dweller density.In the year of 2008, the number of Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency is 50, the highest among another Districts. Based on reality in the field, seen that housing sanitation of the tuberculosis patients in District Tanggulangin in general unable to fulfill health clauses, so that researcher wish to know the influence physical environmental housing to case of lung tuberculosis. Research design is Observasional -,-case-control. Based on result of this research with data analysis X 2 two samples , and Uji Mann Whitney Test, Ratio Odds take conclusion, that proven there are influence between dweller density , situation of illumination of house, ventilation,, dampness/humidity for incidence of Tb in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency House temperature variable theoretically haves influencing for`ability life of Mycobacterium tuberculos `, but in this research house temperature doesn't have an effect on to Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency, so that still needs further study. PENDAHULUAN Keberadaan penyakit menular di masyarakat, sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, baik lingkungan fisik, biologi, kimia, sosial-ekonomi, budaya (Lienhardt C.et al, 2005). Salah satu penyakit menular di Indonesia masih belum 27

12092743_2085-028X

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

KEADAAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI

KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO.

(SUATU STUDI KASUS-KONTROL)

CONDITION OF ENVIRONMENTAL PHYSICAL HOUSING OF LUNG

TUBERCULOCIS/TB PATIENTS IN DISTRIC TANGGULANGIN SIDOARJO

REGENCY.

(A CASE CONTROL STUDY)

Sudarso*)

*) Dosen Luar Biasa STIKES Insan Unggul Surabaya

*) Lecturer of Wijaya Kusuma University Schoool of Medicine,Surabaya

KEYWORDS: lung tuberculocis, housing sanitation, case-control study

ABSTRACT: Most of communicable diseases influenced by environmental factors, besides of

physical, biology,chemistry, family economics, but also cultural factor. One

of communicable diseases in Indonesia which still be not able yet to be

eliminated and has case number potency to decline ery lag is Tuberculocis/ Tb.

Incidence rate in Indonesia per year there are 583000 cases, Tb can kill 140000

patients nationally per year , and this fact is the second death rate after heart

sickness, also every year always improvement the number of patient.

For Indonesia state that the condition of environment is enough requires

attention, especially of housing sanitation, because a lot house ineligibility to

health life, with humidity,air temperature ventilation, and dweller density.In the

year of 2008, the number of Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency is

50, the highest among another Districts.

Based on reality in the field, seen that housing sanitation of the tuberculosis

patients in District Tanggulangin in general unable to fulfill health clauses, so

that researcher wish to know the influence physical environmental housing to

case of lung tuberculosis.

Research design is Observasional -,-case-control.

Based on result of this research with data analysis X 2

two samples , and Uji

Mann Whitney Test, Ratio Odds take conclusion, that proven there are influence

between dweller density , situation of illumination of house, ventilation,,

dampness/humidity for incidence of Tb in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency

House temperature variable theoretically haves influencing for`ability life of

Mycobacterium tuberculos `, but in this research house temperature doesn't have

an effect on to Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency, so that still

needs further study.

PENDAHULUAN

Keberadaan penyakit menular di

masyarakat, sangat banyak

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,

baik lingkungan fisik, biologi, kimia,

sosial-ekonomi, budaya (Lienhardt

C.et al, 2005). Salah satu penyakit

menular di Indonesia masih belum

27

Page 2: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

dapat terberantas,masih mempunyai

potensi angka kejadian

penurunannya sangat lamban adalah

Tuberkulosis.Angka Insidens,

penderita baru di Indonesia per tahun

terdapat 583.000 kasus, secara

nasional per tahun dapat membunuh

140.000 orang, serta penyebab

kematian ke – 2 setelah penyakit

jantung, juga setiap tahun selalu

terdapat peningkatan jumlah

penderita ( PPTI Pusat, 2005).

Menurut data WHO, Insidens

penyakit TB di Indonesia menurun

pada tahun 1990 sebanyak 626.867

dengan rate 343/100.000 penduduk,

mortalitas 168.956 dan pada tahun

2007 sebanyak 528.063 dengan rate

228 per 100.000 penduduk ,

mortalitas 91.568. Untuk prevalensi,

TB tahun 1990 sebanyak 809.592

dengan rate 443, dan tahun 2007

sebanyak 565.614 dengan rate 244

per 100.000 penduduk (WHO,

2008) namun demikian diperkirakan,

adanya laporan yang belum

sempurna, maka

Insidens dan Prevalensi masih

tinggi. Kondisi yang cukup

memerlukan perhatian bagi negara

Indonesia adalah keadaan sanitasi

lingkungan, khususnya sanitasi

perumahan yang masih banyak yang

tidak memenuhi syarat rumah sehat.

Salah satu faktor lingkungan,

yaitu kondisi sanitasi rumah

mempunyai peran yang sangat

potensial dalam kejadian penyakit

Tuberkulosis, khususnya jenis

paru.(Stein LA, 1950). Variabel yang

penting dalam sanitasi perumahan

adalah kelembaban, suhu udara dan

ventilasi, kepadatan penghuni.(

Rosen G, 1958 )

Suatu penelitian terkait

dengan sanitasi rumah secara fisik,

membuktikan adanya hubungan

dengan kepadatan penghuni,

ventilasi, dan penerangan alami

rumah yang dihuni , pada penyakit

ISPA (Infeksi Saluran pernapasan

Atas) anak usia dibawah lima tahun

(Balita),yaitu di wilayah kota

Surabaya (Yusuf NA dan Lilis

Sulistyorini,2005).Hasil tersebut,

menunjukkan peran kondisi sanitasi

perumahan, terhadap kejadian

penyakit infeksi saluran pernapasan,

walupun penyakit tersebut jenis

saluran pernapasan atas, dan pada

balita, sangat dimungkinkan, bahwa

pada penderita Turbekulosis paru,

kondisi tersebut juga terjadi.

Tuberkulosis adalah penyakit

yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, Mycobacterium bovis

serta Mycobacyerium avium, tetapi

lebih sering disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis (FKUI,

1998). Pada tahun 1993, WHO telah

mencanangkan kedaruratan global

penyakit tuberkulosis, hal ini

dikarenakan pada sebagian besar

negara di dunia, penyakit tuberkulosis

tidak terkendali. Di Indonesia sendiri,

penyakit tuberkulosis merupakan

masalah kesehatan yang utama. Pada

tahun 1995, hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT),

menunjukkan bahwa penyakit

tuberkulosis merupakan penyebab

kematian nomor tiga (3) setelah

penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernafasan pada semua

kelompok umur.

Faktor resiko yang dapat

menimbulkan penyakit tuberkulosis

adalah faktor genetik, malnutrisi,

vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan

penduduk (Beaglehole ,1997).

Tuberkulosis terutama banyak terjadi

pada populasi yang mengalami stres,

28

Page 3: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi

rumah yang tidak bersih, perawatan

kesehatan yang tidak cukup dan

perpindahan tempat. Genetik berperan

kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan

berperan besar pada insidensi kejadian

tuberkulosis (Fletcher, 1992).

Lingkungan merupakan hal

yang tidak terpisahkan dari aktivitas

kehidupan manusia. Lingkungan, baik

secara fisik maupun biologis, sangat

berperan dalam proses terjadinya

gangguan kesehatan masyarakat,

termasuk gangguan kesehatan berupa

penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo,

2003). Lingkungan rumah juga

merupakan salah satu faktor yang

memberikan pengaruh besar terhadap

status kesehatan penghuninya

(Notoatmodjo, 2003).

Lingkungan rumah merupakan

salah satu faktor yang berperan dalam

penyebaran kuman tuberkulosis.

Kuman tuberkulosis dapat hidup

selama 1 – 2 jam bahkan sampai

beberapa hari hingga berminggu-

minggu tergantung pada ada tidaknya

sinar ultraviolet, ventilasi yang baik,

kelembaban, suhu rumah dan

kepadatan penghuni rumah.

Di Kecamatan Tanggulangin,

saat ini angka kejadian tuberkulosis

cenderung tinggi. Hal ini dibuktikan

dengan meningkatnya jumlah pasien

yang terdiagnosa menderita

tuberkulosis berdasarkan laporan

tahunan pada bagian P2M di

Puskesmas Tanggulangin.

Berdasarkan data tersebut diketahui

bahwa pada tahun 2008, jumlah

pasien yang terdiagnosa menderita

tuberkulosis adalah sejumlah 50

orang.

Berdasarkan kenyataan di

lapangan, tampak bahwa kondisi

rumah-rumah para penderita

tuberkulosis di kecamatan

Tanggulangin pada umumnya kurang

memenuhi persyaratan kesehatan,

yang ditandai dengan kurangnya

ventilasi dan pencahayaan alami

rumah karena ukuran atau jumlah

jendela yang kurang memadai, serta

adanya rumah-rumah yang jendelanya

ditutupi oleh triplek sehingga cahaya

matahari tidak dapat masuk. Selain itu

sinar matahari yang tidak dapat masuk

mengakibatkan keadaan di dalam

rumah cenderung lembab. Banyak

rumah – rumah penduduk yang

dinding rumahnya tampak berlumut

yang menjadi tanda bahwa

kelembaban di rumah tersebut cukup

tinggi. Selain itu didapatkan juga

adanya rumah penduduk yang luas

rumahnya yang tidak sesuai dengan

jumlah penghuni, hal ini sejalan

dengan fakta di lapangan bahwa

sebagian besar penduduk yang

menderita tuberkulosis paru tinggal

dengan keluarga besar (extended

family); jumlah penghuni rumah

menjadi sangat banyak dan

menyebabkan perjubelan

(overcrowded). Hal inilah yang

membuat peneliti merasa tertarik

untuk meneliti tentang ”pengaruh

karakteristik lingkungan fisik rumah

terhadap kejadian tuberkulosis paru di

kecamatan Tanggulangin kabupaten

Sidoarjo”.

Tujuan penelitian adalah

mengetahui pengaruh keadaan

lingkungan fisik rumah, berupa

kepadatan penghuni, pencahayaan,

ventilasi, kelembaban udara, dan suhu

udara rumah penderita tuberkulosis

paru di Kecamatan Tanggulangin

Kabupaten Sidoarjo.

29

Page 4: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini peneliti

menggunakan disain penelitian

adalah Observasional - kasus-

kontrol,-case-control- yaitu untuk

melihat bagaimana pengaruh antara

keadaan lingkungan fisik rumah

penghuni kasus tuberkulosis paru

dan yang bukan kasus tuberculosis

(kontrol) di Kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh penderita tuberkulosis paru

di kecamatan Tanggulangin

kabupaten Sidoarjo yang mendapat

pengobatan di puskesmas Kecamatan

Tanggulangin berdasarkan data dari

Puskesmas Tanggulangin antara

bulan Januari sampai bulan

Desember 2008, yang rumahnya

tidak mengalami perubahan baik

sebelum maupun sesudah

terdiagnosis tuberkulosis, yaitu

sebanyak 50 orang.

Subyek penelitian meliputi

seluruh populasi yaitu sebesar 50

orang penderita kasus, dan ditambah

50 orang kontrol.(tidak menderita

tuberculosis paru). Kontrol adalah

penduduk yang tidak menderita

tuberkulosis pada Kecamatan

Tanggulangin yang berkunjung ke

Puskesmas Tanggulangin, yang

kondisi rumahnya tidak mengalami

perubahan antara bulan Januari –

Desember 2008, diambil secara

simple random sampling

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo

pada bulan Pebruari 2009 sampai

dengan April 2009, bersamaan

dengan praktek Kepaniteraan Klinik

Dokter Muda Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya.

Cara Pengumpulan, Pengolahan dan

Analisa data

a. Pengumpulan Data

- Data primer berupa pengamatan

variabel kelembaban, suhu udara dan

ventilasi, kepadatan penghuni dan

wawancara dengan responden kepala

KK sampel penderita dan kontrol.

- Data sekunder berupa penderita Tb

yang tercatat di kecamatan

Tanggulangin selama tahun 2008.

b. Pengolahan dan Analisa Data

- Data mentah yang didapat dari hasil

wawancara berdasarkan kuisioner

yang diolah ke dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi secara manual.

- Data Kelayakan Hunian Berdasarkan

Kepadatan Hunian, Pencahayaan Dan

Ventilasi

Untuk kepadatan hunian,

pencahayaan dan ventilasi

dikategorikan dalam skala nominal

yaitu tidak memenuhi syarat dan

memenuhi syarat (lihat tabel III.2),

masing- masing variabel diberikan

nilai minimal 1 dan maksimal 2,

sehingga dari ketiga variabel

(kepadatan, pencahayaan, dan suhu)

diperoleh nilai tertinggi 6.

Penetapan skor kategori keadaan fisik rumah

subyek penelitian, sebagai berikut :

i. Memenuhi Syarat : skor 5 - 6

ii. Tidak memenuhi syarat : skor 3 - 4

Tahap berikut data diuji hipotesa

mengunakan analisis komparatif dua

sampel independen data nominal dengan

rumus Kai Kuadrat dua sampel. Namun

data tersebut juga diberikan skoring yang

dapat diperingkatkan, maka data tersebut

juga sekaligus merupakan data ordinal.

Oleh karena itu data - data tersebut juga

diuji hipotesa menggunakan rumus Mann

30

Page 5: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Whitney Test dengan tujuan mendapatkan

hasil yang lebih akurat.

Kategori data nominal untuk kepadatan

hunian, pencahayaan dan ventilasi

No Variabel Keadaan yang

didapat

Kategori Sko

r

1. Kepadatan

hunian

a. Jumlah

kamar

sesuai

dengan

jumlah

penghuni

Memenuh

i syarat

2

b. Jumlah

kamar

tidak

sesuai

dengan

jumlah

penghuni

Tidak

memenuhi

syarat

1

2. Pencahayaan a. Cukup

terang

Memenuh

i syarat

2

b. Kurang

terang /

cenderu

ng gelap

Tidak

memen

uhi

syarat

1

3. Ventilasi a. Ventilas

i cukup

(≥10% dari luas

lantai

ruangan

)

Memen

uhi

syarat

2

b. Ventilas

i tidak

cukup

(<10%

dari luas

lantai

ruangan

)

Tidak

memen

uhi

syarat

1

Sumber : Parameter Survey Kesehatan

Nasional 2002 (modifikasi)

- Data Kelembaban dan Suhu

Suhu dan kelembaban dikategorikan

dalam skala interval berdasarkan data

mentah kelembaban dalam satuan persen

dan suhu dalam satuan derajat Celcius,

kemudian data tersebut diuji hipotesa

menggunakan analisis komparatif dua

sampel independen data interval dengan

rumus t-test dua sampel.

- Semua variabel yang dianalisa gabungan

(Kepadatan hunian, ventilasi,

pencahayaan alami) dinyatakan

sebagai faktor yang dikatagorikan dalam

2 resiko (+ atau-), dihitung Ratio

Odds=RO, dengan, ketentuan sebagai

berikut: : KONTROL

KASUS

RESIKO

+

RESIKO -

RESIKO +

a b

RESIKO –

c d

Bila RO =1, maka pajanan bukan

sebagai faktor resiko.

Bila RO >1, maka pajanan merupakan

faktor resiko.

Bila RO <1, maka pajanan merupakan

faktor protektif.

RO = ad

bc

c. Variabel Penelitian

- Variabel Dependen Sebagai variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kejadian

penyakit TB paru pada penduduk di

wilayah kerja Puskesmas

Tanggulangin.

- Variabel independen

Sebagai variabel independen dalam

penelitian ini adalah sanitasi rumah,

yang dilihat dari masing-masing

variabel sanitasi (ventilasi, suhu,

kepadatan penghuni, penerangan

alami, kelembaban) .

31

Page 6: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

0%24%

76%

<40%

40% - 60%

>60%

0%

74%

26%

<40%

40%-60%

>60%

HASIL

a. Perbedaan Kondisi Rumah Secara

Keseluruhan Berdasarkan Hasil

Skoring kepadatan hunian, kondisi

pencahayaan dan ventilasi.

Tabel

Distribusi frekuensi kondisi rumah

keseluruhan berdasarkan akumulasi skor

kepadatan hunian, kondisi pencahayaan dan

ventilasi pada bulan April 2009

Kategori

Kejadian Tuberkulosis

Jumlah Kasus TB Bukan

TB

f % F %

Tidak

Memenuhi

Syarat

(skor 3-4)

39 78 19 38 44

Memenuhi

Syarat

(skor 5-6)

11 22 31 62 56

Jumlah 50 100 50 100 100

Sumber : Hasil Survey

Gambar

Proporsi kondisi rumah penderita TB paru

dilihat dari kepadatan hunian, kondisi

pencahayaan dan ventilasi

Gambar

Proporsi kondisi rumah bukan

penderita TB paru dilihat dari

kepadatan hunian, kondisi

pencahayaan dan ventilasi

Dari data hasil survey diatas maka

didapatkan bahwa secara keseluruhan dari

akumulasi hasil skoring kepadatan hunian,

kondisi pencahayaan dan ventilasi, tampak

ada perbedaan antara rumah penghuni TB

paru (78 % tidak memenuhi syarat

kesehatan) dengan bukan penderita TB paru

(38% tidak memenuhi syarat kesehatan).

b. Kelembaban Rumah

Tabel

Distribusi frekuensi kondisi

kelembaban rumah responden di

kecamatan Tanggulangin

kabupaten Sidoarjo pada bulan

April 2009

Kategori

Kejadian Tuberkulosis

Jumlah Kasus TB Bukan TB

f % f %

Kurang dari 40% 0 0 0 0 0

Antara 40% - 60% 38 76 13 26 51

Lebih dari 60 % 12 24 37 74 49

Jumlah 50 100 50 100 100

Sumber : Hasil Survey

Gambar

Proporsi kondisi kelembaban di

dalam rumah penderita TB paru

Gambar

Proporsi kondisi kelembaban di

dalam rumah bukan penderita TB

paru

Dari data mentah hasil pengukuran di

lapangan, untuk sementara dapat dilihat

bahwa terdapat perbedaan mengenai kondisi

kelembaban rumah penderita TB paru

dengan rumah bukan penderita TB paru,

dimana rumah penderita TB paru cenderung

memiliki kelembaban tinggi (>60%) , dan

32

Page 7: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

rumah bukan penderita TB paru memeiliki

kelembaban normal (40% - 60%).

c. Suhu Rumah

Tabel

Distribusi Frekuensi Kondisi Suhu

Rumah Responden di kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo

pada bulan April 2009

Kategori

Kejadian Tuberkulosis

Jumlah Kasus TB Bukan TB

f % f %

Kurang dari 20% 0 0 0 0 0

Antara 20% - 25% 0 0 0 0 0

Lebih dari 25 % 50 100 50 100 100

Jumlah 50 100 50 100 100

Sumber : Hasil Survey

Gambar

Proporsi kondisi suhu rumah penderita TB

paru

Gambar

Proporsi kondisi suhu rumah bukan

penderita TB paru

Dari data mentah hasil

pengukuran di lapangan,

menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan antara suhu

rumah penderita TB paru dan

bukan penderita TB paru . Karena

baik rumah penderita TB paru

maupun rumah bukan penderita

TB paru menujukan suhu diatas

25 oC.

ANALISA PENGARUH

KARAKTERISTIK

LINGKUNGAN FISIK

RUMAH TERHADAP

KEJADIAN TB PARU.

a. Analisa Kepadatan penghuni dengan

perhitungan Rasio Odd

Dari tabel IV.1, maka Rasio Odds

dihitung sebagai berikut :

Rasio Odds= (39x31) : (19x11) = 5, 07,

berarti >1, yaitu kepadatan penghuni

rumah merupakan faktor risiko

terjadinya kasus TB

b. Analisa Pencahayaan rumah dengan

perhitungan Rasio Odds

Dari tabel IV.2, maka Rasio Odds

dihitung sebagai berikut:

Rasio Odds= (43x24 ) : (26x7) = 5, 06,

berarti >1, yaitu pencahayaan rumah

merupakan faktor risiko terjadinya kasus

TB

c. Analisa ventilasi rumah dengan

perhitungajn Rasio Odds

Dari tabel IV.3, maka Rasio Odds

dihitung sebagai berikut:

Rasio Odds= (34x40) : (10x16) = 8,05,

berarti >1, yaitu ventilasi rumah

merupakan faktor risiko terjadinya kasus

TB

d. Analisa Data Gabungan Kepadatan

Hunian, Pencahayaan dan Ventilasi

Rumah

Uji Kai Kuadrat Dua Sampel

Kai Kuadrat (X2) digunakan untuk

menguji hipotesa komparatif bila datanya

berbentuk nominal dan sampelnya besar.

Data yang diambil berdasarkan tabel IV.4,

menunjukkan data tersebut data nominal.

Dimana formulasi hipotesanya adalah:

H0 = Tidak ada perbedaan antara rumah

yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan memenuhi syarat

33

Page 8: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

kesehatan terhadap timbulnya

kejadian TB paru.

H1 = Ada perbedaan antara rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan

dan memenuhi syarat kesehatan

terhadap timbulnya kejadian TB

paru.

Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05),

dengan nilai X2

memiliki derajat bebas

(db) = 1 (n-1), sehingga didapatkan 2

)1( = 3,481

Dengan kriteria pengujian :

H0 diterima (H1 ditolak) apabila 2

0 ≤ 2

)1(

H1 diterima (H0 ditolak) apabila 2

0 > 2

)1(

Tabel

Data untuk uji kai kuadrat dua sampel

Kelompok Tidak

memenuhi

syarat

Skor (3-4)

Memenuhi

syarat

Skor (5-6)

Jumlah

Kasus TB 39 = a 11 = b 50= a+b

Bukan TB 19 = c 31 = d 50 = c+d

Jumlah 58 = a+c 42= b+d 100 = n

))()()((

)2

1..( 2

2

0dcdbcaba

ncbdan

)50)(42)(58)(50(

)1002

119.1131.39(100 2

2

0

= 14,82

Ternyata harga 2

0 lebih besar dari

harga 2

)1( untuk taraf nyata 5%. Dengan

demikian H1 diterima (H0 ditolak), jadi

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

antara rumah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan memenuhi syarat kesehatan

terhadap timbulnya kejadian TB paru.

Uji Mann Whitney

Untuk menambah akurasi hasil

analisa penelitian ini, maka berdasarkan data

rumah yang memenuhi syarat dan yang tidak

memenuhi syarat dari akumulasi skoring

kepadatan hunian, pencahayaan dan

ventilasi, dilakukan uji lagi menggunakan

uji Mann Whitney.

Uji ini digunakan untuk menguji

hipotesa komparatif dua sampel yang

independen bila datanya berbentuk ordinal.

Data dalam tabel IV.4 yang awalnya

merupakan data nominal, akhirnya diubah

menjadi data ordinal (lihat lampiran),

berdasarkan peringkat skoring.

Data tersebut diolah secara otomatis

menggunakan program SPSS 12 for

Windows, dimana formulasi hipotesanya

adalah :

H0 = Tidak ada perbedaan antara rumah

yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dan memenuhi syarat

kesehatan terhadap timbulnya

kejadian TB paru.

H1 = Ada perbedaan antara rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan

dan memenuhi syarat kesehatan

terhadap timbulnya kejadian TB

paru.

Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05)

sehingga =0,05

Dengan kriteria pengujian :

H0 diterima (H1 ditolak) apabila Asymp

Sig. ≥

H1 diterima (H0 ditolak) apabila Asymp

Sig. <

34

Page 9: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Tabel

Tabel Hasil Uji Mann Whitney

Dari hasil uji Mann Whitney

menggunakan SPSS 12 for

Windows ternyata didapatkan

hasil Asymp = 0.000 < = 0,05.

Dengan demikian H1 diterima

(H0 ditolak), sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada

perbedaan antara rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan

dan memenuhi syarat kesehatan

terhadap timbulnya kejadian TB

paru.

e. Analisa Data Kelembaban Rumah

Data mentah kelembaban rumah

yang diukur dengan Hygrometer, yang

merupakan data interval diolah dengan uji

hipotesa menggunakan rumus t-test dua

sampel secara otomatis menggunakan

program SPSS 12 for Windows, dimana

formulasi hipotesanya adalah :

H0 = Tidak ada perbedaan kelembaban

pada rumah penderita TB paru dan

rumah bukan penderita TB paru .

H1 = Ada perbedaan kelembaban pada

rumah penderita TB paru dan

rumah bukan penderita TB paru .

Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05)

sehingga =0,05

Dengan kriteria pengujian :

H0 diterima (H1ditolak) apabila Asymp

Sig. ≥

H1 diterima (H0ditolak) apabila Asymp

Sig.<

Ranks

Status Kasus N Mean Rank Sum of Ranks

Kondisi Rumah TB Bkn TB Total

50 50

100

41.00 60.00

2050.00 3000.00

Test Statistics

Kondisi Rumah

Asymp Sig. (2tailed) .000

35

Page 10: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Tabel

Tabel hasil uji t-test untuk kelembaban rumah

Dari hasil uji t-test menggunakan SPSS 12 for Windows ternyata didapatkan

hasil Asymp Sig = 0.000 < = 0,05. Dengan demikian H1 diterima (H0 ditolak),

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kelembaban pada rumah penderita

TB paru dan rumah bukan penderita TB paru .

f. Analisa Data Suhu Rumah

Data mentah suhu rumah yang

diukur dengan Thermometer yang

merupakan data interval akan dianalisis

dengan uji hipotesa menggunakan rumus t-

test dua sampel secara otomatis

menggunakan program SPSS 12 for

Windows, dimana formulasi hipotesanya

adalah :

H0 = Tidak ada perbedaan suhu pada

rumah penderita TB paru dan rumah

bukan penderita TB paru .

H1 = Ada perbedaan suhu

pada rumah penderita TB paru

dan rumah bukan penderita

TB paru .

Taraf nyata yang digunakan

5% (0,05) sehingga =0,05

Dengan kriteria pengujian :

H0 diterima (H1ditolak)

apabila Asymp Sig. ≥

H1 diterima (H0ditolak)

apabila Asymp Sig. <

Group Statistics

Status Kasus N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kelembaban rumah (%) TB Bkn TB

50 50

63.4000 60.5200

2.62640 .88617

.37143

.12532

Independent Sample Test

t-test for Equality of Means

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Kelembaban rumah (%) Equal variances assumed Equal variances not assumed

7.347

7.347

98

60.014

.000

.000

2.88000

2.88000

36

Page 11: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Tabel hasil uji t-test untuk suhu

rumah

Dari hasil uji t-test menggunakan SPSS 12 for Windows ternyata didapatkan

hasil Asymp Sig = 0.124 > = 0,05. Dengan demikian H0 diterima (H1 ditolak),

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan suhu pada rumah penderita

TB paru dan rumah bukan penderita TB paru .

PEMBAHASAN

a. Pengaruh kepadatan penghuni

terhadap kasus TB paru

Secara analisis variabel mandiri untuk

kepadatan penghuni, dilakukan dengan

perhitungan Rasio Odds (RO) untuk mencari

adanya pengaruh faktor resiko(+), sebagai

kepadatan penghuni yang memenuhi syarat,

dan kepadatan penghuni yang tidak

memenuhi syarat, sebagai faktor resiko (-).

Hasil perhitungan adalah RO adalah

5,07 , berarti >1, yaitu kepadatan penghuni

rumah yang tidak memenuhi syarat,

merupakan faktor risiko terjadinya kasus

TB. Secara empiris dari penelitian Michael

Clark dkk, membuktikan bahwa daerah

dengan kepadatan penghuni per kamar

semakin tinggi menunjukkan angka kasus

TB semakin tinggi pula (Clark M,et al.,

2002).Atas pertimbangan tersebut, maka

tentang kepadatan penghuni di perumahan,

pelu mendapat pula prioritas perhatian .

Bahkan di Amerika Serikat ada data

menyebutkan tidakmemenuhi syaratnya

ventilasi dan kepadatan penghuni per kamar

menjadi epidemic tuberkulosis satu abad

yang lalu (Stein, 1950) dan memang oleh

WHO dinyatakan kasus tuberkulosis sebagai

problem yang signifikan, dengan

menyebabkan angka kematian 2 juta tahun

2002 (WHO, 2004)

Pengaruh pencahayaan alami rumah

terhadap kasus TB paru

Dari analisis variabel mandiri untuk

pencahayaan rumah , dilakukan dengan

perhitungan Rasio Odds (RO) untuk mencari

adanya pengaruh faktor resiko(+), sebagai

pencahayaan rumah yang memenuhi syarat,

dan pencahayaan rumah` yang tidak

memenuhi syarat, sebagai faktor resiko (-).

Hasil perhitungan adalah RO

adalah 5,06 , berarti >1, pencahayaan

rumah yang tidak memenuhi syarat

faktor risiko terjadinya kasus

TB.Secara teoritis cahaya matahari

yang kurang, mempengaruhi

Group Statistics

Status Kasus N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Suhu rumah (oC) TB

Bkn TB 50 50

30.1600 29.7000

1.44787 1.51523

.20476

.21429

Independent Sample Test

t-test for Equality of Means

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Suhu rumah (oC) Equal variances

assumed Equal variances not assumed

1.552

1.552

98

97.798

.124

.124

.46000

.46000

37

Page 12: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

perkembangan bakteri

M.tubercuolosis.

Dalam penelitian lain, yaitu

penelitian hubungan penerangan

alami dengan kejadian ISPA pada

balita, Yusuf NA dan Lilis

Sulistyorini, membuktikan bahwa

dalam penelitiannya di Surabaya,

rumah yang kurang mendapat

penerangan alami terdapat sebagian

besar r4esponden menderita ISPA

(76,5 %) dan sebanyak 23,5 % tidak

ISPA (Yusuf NA dan Lilis

Sulistyorini, 2005).Pembuktian

dengan uji Chi-Square secara

signifikan ada hubungan antara

rumah dengan penerangan alami

dengan kasus ISPA pada balita.

Dalam penelitian tersebut, walapun

dari penyakit yang berbeda, namun

secara substansial peran penerangan

alami sangat potensial dalam

perkembangan suatu kuman,

tentunya termasuk kuman

tuberkulosis.

Atas pertimbangan tersebut,

maka, penerangan alami di rumah,

khususnya bagi umah dengan

penghuni ang ada pendeita TB, perlu

selalu mendapat penyuluhan yang

kontinyu.

Pengaruh ventilasi rumah

terhadap kasus TB paru Dari analisis variabel

mandiri untuk venilasi rumah ,

dilakukan denganperhitungan Rasio

Odds (RO) untuk mencari adanya

pengaruh faktor resiko(+), sebagai

ventilasi rumah yang memenuhi

syarat, dan ventilasi rumah`yang

tidak memenuhi syarat, sebagai

faktor resiko (-).

BHasil perhitungan adalah

RO adalah 8,05, berarti >1, ventilasi

rumah yang tidak memenuhi syarat

merupakan faktor risiko terjadinya

kasus TB. Suatu ventilasi yang tidak

memenuhi syarat, dampak yang

timbul membuat perabot yang ada di

rumah menjadi lembab( Markus TA,

1993) Disamping itu kelembaban

tersebut mengakibatkan tumbuhnya

subur binatang seerti kecoak, virus

penapasan, jamur, dan sangat

memegang peran dalam timbulnya

penyakit patogenis saluran

pernapasan (Karim YG,et al, 1985)

b. Bahasan Pengaruh Persyaratan

Rumah Berdasar Analisa

Gabungan Kepadatan,

Pencahayaan Dan Ventilasi

Rumah

Berdasarkan uji hipotesa data

nominal dengan rumus Kai kuadrat

dan uji hipotesa data ordinal dengan

rumus Mann Whitney Test

didapatkan data bahwa rumah yang

memenuhi syarat kesehatan rumah

berdasarkan variabel kepadatan

hunian, kondisi pencahayaan dan

ventilasi, memiliki pengaruh yang

bermakna dengan kejadian TB paru

pada penduduk kecamatan

Tanggulangin kabupaten Sidoarjo.

Dapat dipahami, bahwa

penyakit TB paru ditularkan dari

penderita TB paru BTA (+) melalui

droplet nuclei yang dibatukkan atau

dibersinkan oleh seorang penderita

kepada orang lain, dan dapat

menularkan pada 10-15 orang

disekitarnya, terutama anak-anak

(Depkes RI, 2002). Oleh karena itu,

kepadatan penghuni yang berlebihan

(overcrowded) sangat berpengaruh

dengan penularan infeksi TB paru

,seperti yang disampaikan oleh Stein

L (Stein L, 1950)

Menurut Puslit Ekologi

Kesehatan (1991), tingkat penularan

TB paru di lingkungan rumah

38

Page 13: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

penderita cukup tinggi, dimana

seorang penderita rata-rata dapat

menularkan kepada 2-3 orang di

dalam rumahnya. Oleh karena itu,

dapatlah dimengerti bahwa

terjadinya TB paru dipengaruhi oleh

kepadatan penghuni yang tidak

memenuhi syarat kesehatan.

Keadaan ventilasi juga

berpengaruh terhadap kejadian TB

paru di kecamatan Tanggulangin

kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut

dapat dipahami, karena ventilasi

memiliki berbagai fungsi,

diantaranya adalah untuk

membebaskan ruangan rumah dari

bakteri-bakteri patogen, terutama

kuman tuberkulosis. Kuman TB

yang ditularkan melalui droplet

nuclei, dapat melayang di udara

karena memliliki ukuran yang sangat

kecil, yaitu sekitar 50 mikron.

Apabila ventilasi rumah memenuhi

syarat kesehatan, maka kuman TB

dapat terbawa ke luar ruangan

rumah, tetapi apabila ventilasinya

buruk makan kuman TB akan tetap

ada di dalam rumah. Selain itu

ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan akan mengakibatkan

terhalangnya sinar matahari masuk

ke dalam rumah, padahal kuman TB

hanya dapat terbunuh oleh sinar

matahari langsung (Depkes RI,

2002;Notoatmodjo, 2003; Girsang,

1999; Salvato dalam Lubis, 1989;

Supraptini, 1999; Prihardi, 2002).

Agar cahaya matahari cukup

pada pagi dan siang hari, diperlukan

luas ventilasi dan jendela yang

memenuhi syarat kesehatan. Kamar

tidur sebaiknya berada di sebelah

timur untuk memberi kesempatan

masuknya ultraviolet yang ada

didalam sinar matahari pagi.

Dari data mentah hasil

pengukuran kelembaban di lapangan

ditemukan bahwa rumah penderita

TB paru memiliki kelembaban yang

cenderung tinggi. Selanjutnya

berdasarkan uji hipotesa

menggunakan rumus t-test untuk

data kelembaban tersebut yang

dikategorikan sebagai data interval,

juga menujukkan adanya perbedaan

antara kondisi kelembaban pada

rumah penderita TB paru dan rumah

bukan penderita TB paru .

Hal ini bisa dianggap sebagai

faktor yang ikut mendukung

terjadinya TB paru pada penduduk di

kecamatan Tanggulangin kabupaten

Sidoarjo, sebab dapat dipahami

bahwa kelembaban rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan akan

menjadi media yang baik bagi

pertumbuhan berbagai

mikroorganisme seperti bakteri,

spiroket, ricketsia, virus dan

mikroorganisme yang dapat masuk

ke dalam tubuh manusia melalui

udara sehingga dapat menyebabkan

terjadinya infeksi pernafasan pada

penghuninya.

Kuman Tuberkulosis dapat

hidup baik pada lingkungan yang

lembab (Depkes RI, 2002;

Notoatmodjo, 2003; Salvato dalam

Lubis, 1989; Supraptini, 1999;

Prihardi, 2002). Selain itu karena air

membentuk lebih dari 80% volume

sel bakteri dan merupakan hal yang

esensial untuk pertumbuhan dan

kelangsungan hidup sel bakteri,

maka kuman TB dapat bertahan

hidup pada tempat sejuk, lembab dan

gelap tanpa sinar matahari sampai

bertahun-tahun lamanya

(Atmosukarto, 2000; Gould dan

Brooker, 2003).

39

Page 14: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Berdasarkan hasil uji

hipotesa menggunakan rumus t-test,

dalam penelitian ini didapatkan

bahwa tidak ada perbedaan suhu

pada rumah penderita TB paru dan

rumah bukan penderita TB paru .

Dari pengukuran di lapangan

didapatkan data bahwa rata-rata suhu

rumah penderita TB paru adalah

30,16 ºC dan rata-rata suhu rumah

bukan penderita TB paru adalah

29,70 ºC. Pada kisaran suhu ini

sebenarnya memungkinkan bakteri

tuberkulosis untuk hidup. Menurut

Gould dan Brooker (2003), bakteri

Mycobacterium tuberculosis

memiliki rentang suhu yang disukai,

tetapi pada rentang suhu ini terdapat

suatu suhu optimum yang

memungkinkan mereka tumbuh

pesat. Mycobacterium tuberculosis

merupakan bakteri mesofilik yang

tumbuh subur dalam rentang 25 –

40º C, tetapi akan tumbuh secara

optimal pada suhu 31 – 37 º C

(Depkes RI, 1989; Gould dan

Brooker, 2002; Gibson, 1996;

Girsang, 1999; Salvato dalam Lubis,

1989).

Berdasarkan uraian diatas,

maka dapat dipahami bahwa

sebenarnya suhu rumah berpengaruh

terhadap kemampuan hidup kuman

TB. Tetapi, variabel suhu rumah

dalam penelitian ini tidak

berpengaruh terhadap kejadian TB

paru di kecamatan Tanggulangin

kabupaten Sidoarjo karena tidak ada

perbedaan antara suhu rumah

penderita TB paru dan bukan

penderita TB paru.

KESIMPULAN

Secara umum, berdasarkan hasil

penelitian, pengolahan data, analisa

data serta pembahasan yang ada,

maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa :

(1) Terbukti ada pengaruh antara

kepadatan penghuni rumah dengan

kejadian TB paru di Kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.

(2) Terbukti ada pengaruh antara

keadaan pencahayaan rumah dengan

kejadian TB paru di Kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.

(3) Terbukti ada pengaruh antara

keadaan ventilasi rumah dengan

kejadian TB paru di Kecamatan

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.

(4) Terbukti ada pengaruh antara

kelembaban udara dalam rumah

dengan kejadian TB paru di

Kecamatan Tanggulangin Kabupaten

Sidoarjo.

(5) Untuk variabel suhu rumah,

disimpulkan bahwa secara teoritis

suhu berpengaruh pada kemampuan

hidup kuman TB paru, namun dalam

penelitian ini suhu rumah tidak

berpengaruh terhadap kejadian TB

paru di Kecamatan Tanggulangin

Kabupaten Sidoarjo, sehingga masih

perlu kajian lebih lanjut

KEPUSTAKAAN

-----------------------.1989. Bakteriologi

Klinik. Depkes RI. Jakarta.

----------------------- 1990. Buku Pegangan

Kader Penyehatan Kesehatan

Lingkungan. Depkes RI (Dirjen

PPM dan PLP). Jakarta.

------------------.2002. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis.

DinasP2M. Jakarta

------------------.2002. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta

Aditama, T. 2000. Tuberkulosis: Diagnosis,

Tatalaksana dan Masalahnya. UI

Press.Jakarta.

40

Page 15: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

APHA Program Area Comitte on Housing

and Health.1968.Basic health

principles of housing and its

environmen6t.Am J Public

Healthj;59:841-851

Ariati, J dan Boesri. 1998. Variabel

Epidemiologi Penyakit Menular;

Majalah Kesehatan Masyarakat

No. 19 Thn. 1998, Depkes RI.

Jakarta

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek. Edisi

Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta

Atmosukarto dan Sri Soewasti. 2000. Media

Litbang Kesehatan, Vol. 9 ;

Pengaruh Lingkungan

Pemukiman dalamPenyebaran

Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan

Lingkungan. Mutiara

SumberDaya. Jakarta.

Beaglehole, R dan Bonita, R. 1997. Dasar-

dasar Epidemiologi.

GadjahMada University Press.

Yogyakarta.

Catzel, P dan Robert, I. 1995. Kapita Selekta

Pediatri. EGC. Jakarta.

Collins KJ.1986.Low indoor temperatures

and morbidity in the eldery.Age

Ageing ;15:212-220

Cordoso Maria Regina Alves, Simon

Nicholas Cousens,Luiz

Fermando de Goes

Siqueira,Fatima Maria Alves and

Luiz Antonio V

D’Angelo.2004.Crowding:risk

factor or protective factor for

lower respiratory disease in

young children.BMC Publiuc

Health;4:1-8

Crofton, J, dkk. 1995. Tuberkulosis Klinik.

Widya Medika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1989.

Pengawasan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman. Depkes

RI. Jakarta.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan

penyehatan

Lingkungan.2005.Manual

Pemberantasan Penyakit

Menular.Departemen Kesehatan

RI,Jakarta

Dunn JR,Hayes MV.2000.Social inequality,

population health, and housing: a

study of two Vancouver

neighborhoods.Sos Sci Med; 51:563-

587

Evans J,Hyndman S,Stewart-Brown S,Smith

D, Petersen S.2000.An

epidedemiological study of the

relativeimportance of damp housing

in relationm to adulth health.J

Epidemiol Health;54:677-686

FKUI. 1998. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak. FKUI. Jakarta.

Fletcher. 1992. Sari Epidemiologi Klinik.

Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Clark Michael, Peter Riben, and Earl

Nowgesic.2002.The association of

housinhg density, isolation and

tuberculosis in Canadian First

Nations communities. International

Journal of Epidemiology;31:940-945

Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan

Patologi Modern untuk Perawat.

EGC.Jakarta

Girsang, M. 1999. Media Litbang Kesehatan

Vo. IX No. 3 tahun 1999: Kesalahan-

kesalahan dalam Pemeriksaan

Sputum BTA pada Program

Penanggulangan terhadap Beberapa

Pemeriksaan dan Identifikasi

Penyakit TBC. Depkes. Jakarta

Gould, D dan Brooker, C. 2003.

Mikrobiologi Terapan untuk

Perawat. EGC. Jakarta.

Hasan Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian

Dengan Statistik. Bumi Aksara.

Jakarta.

Jenkins. 1992. The Microbiology of

Tuberculosis During 1990. Houston

41

Page 16: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Kartasasmita, C. 2002. Pencegahan

Tuberkulisis pada Bayi dan Anak.

Available at URL from :

http//www.depkes.com on Maret

25, 2009

Karim YG, Ijaz MK, Sattar SA,Johnson

Levussemburg CM.19/85.Eff ect

of realtive humidity on the

airborne survival of rhinovirus-

14.Can J Microbiol 31:1058-1061

Krieger J, and Donna L.H. 2002. Housing

and Health: Time Agaian for

Public H~ealth Action.American

Journal of Public Health, May

2002,Vol 92,No.5 :758-768

Lennihan dan Fletter. 1989. Health and

Environment. Academic Press.

San Fransisco

Lienhardt, K Fielding, JS Sillah, B Bah, P

Gustafson, D Warndorff,M

Papayew, I Lisse, S Donkor, S

diallo, K Manneh, R Adegbola, P

Aab6y, O BahSow, S Bennet and

K McAdam, 2005.Investigation of

the risk factors for tuberculosis: a

case control study in three

countries in West Africa.

Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta:

Depkes RI

Markus TA.1993 .Cold, condensation and

housing poverty.In: Burridge %R,

Ormandy D, eds.Unhealthy

Housing: research,Remedies and

Reform.New ork, NY:Spon

Press;141-167

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Prinsip-prinsip

Dasar. Rineka Cipta. Jakarta

Prihardi, D. 2002. Ancaman Masa Depan

Anak Indonesia. Available at URL

from http//www.depkes.com

(cited on 2009, Maret 25).

Rosen G.1958.A History of Public

Health.New York, NY:MD

Publications

Rosmayudi, O. 2002. Diagnosis dan

Pengobatan Tuberkulosis pada Bayi

dan Anak. Available at URL from :

http//www.depkes.com on 2009,

Maret, 2009.

Sanropie, D. 1991. Pengawasan Penyeharan

Lingkungan Pemukiman. Dirjen

PPM dan PLP. Jakarta

Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik:

untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia.

Jakarta.

Stanhope and Lancester. 1989. Community

Health Nursing. Mosby Company.

St. Louis, USA.

Starke, J.R. 1996. Tuberculosis in Nelson

WE (Ed), Textbook of Pediatrics,

15th ed. WB Saunders. Philadelphia.

Stein L.1950.A Sstudy of respiratory

turbeculosis in relation to housing

condition in Edinburg;the pre war

period.Br.J Soc Med; 4:143-169

Sudarso. 2007. Membuat Karya Tulis Ilmiah

Bidang Kesehatan; Dengan

Penjelasan Dasar Metodologi

Penelitian dan Desain Penelitian

Kesehatan. Perc.

Dua Tujuh. Surabaya.

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito.

Bandung

Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian.

Alfabeta. Bandung.

upraptini, dkk. 1999. Pemeriksaan

Bakteriologik Lingkungan Rumah

Sakit Tuberculosa Pari Cisarua

Bogor. Media litbang Kesehatan Vol.

IX No.3 tahun 1999. Jakarta

TECHO,Thermal Environmental Conditions

for Human

Occupancy.1981.American Society

of Heating,Refrigerating, and Air-

Conditioning Engineers.ASHRAE

Standard ANSI?ASHRAE 55

42

Page 17: 12092743_2085-028X

Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya

Walton, P. 1991. Environment Health.

Academic Press. New York

WHO.2008.Estmasted burden TB

Insicidence and Prevalence 1990 –

2007. Avalaible at URL from :

http://www.who.int/tb (cited

2009,March 15)

WHO,2004. Tuberculocis Fact Sheet.World

Health Organization.Available at

URL from :

http://www.who.int/mediacentre/fa

ctsheets/fs104/en (accessed April

2008).

World Health Organization.1988.Guidelines

for Healthy Housing.Health

Seriesd 321.WHO:Regional Office

for Europe.

Yusuf N A, Lilis Sulistyorini. 2005.

Hubungan sanitasi rumah secara

fisik dengan kejadian ISPA pada

balita.Jurnal Kesehatan

Lingkungan,Vol.I,No.2 Januari

2005

43