16
1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI MELALUI PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN. Oleh: Nur Hayati Abstract The objective of this research is to study whether assertive behavior can be improved through role playing. This study was conducted at Pedagogia Preschool, Yogyakarta with n = 17 students age 5-6 year old. The study was conducted in Juli 210. Method used in the study is Classroom Action Research developed by Kemmis and Mc Taggart in which one cycle of the study consist of 4 components which are planning, action, observation and reflection. The study consist of two cycles. One cycle is made up of 4 actions. Quantitave data is analyzed with descriptive analysis with percentage, while qualitative data is analyzed with steps as follow: (1) data reduction, (2) data display and (3) data verification. The result shows an improvement in assertive behavior in students who learn with social group guidance as improvement indicated by score 73,24% and 81,81% in first and second cycles, respectively. Additionally this assertive behavior from pre test to second cycle had been increased 22,81%. Implication taken from the study is that teachers should be more careful in selecting appropriate learning methods intended to improve students assertive behavior. Therefore, it is suggested that early childhood education teachers use role playing in teaching their students for this method may motivates students to assertive optimally. Kata Kunci: Perilaku Asertif, Bermain Peran, Anak Usia 5-6 tahun I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah Berbagai pihak yang peduli dengan pendidikan mulai mengembangkan bahkan mendirikan lembaga pendidikan baik mulai tingkat pendidikan anak usia dini sampai pendidikan tingkat menengah. Salah satu yang menjadi perhatian banyak orang adalah pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini. Banyak orang yang menyadari bahwa keberhasilan pendidikan bangsa Indonesia berawal dari optimalisasi pendidikan anak usia dini. Anak usia dini sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang sangat pesat. Perkembangan anak usia dini menurut Suyanto (2003:6) disebut juga sebagai golden age atau masa usia keemasan menjadi pondasi yang kuat dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang.

1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

  • Upload
    lengoc

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

1

STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI MELALUI

PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

Oleh: Nur Hayati

Abstract

The objective of this research is to study whether assertive behavior can be improved through role playing. This study was conducted at Pedagogia Preschool, Yogyakarta with n = 17 students age 5-6 year old. The study was conducted in Juli 210.

Method used in the study is Classroom Action Research developed by Kemmis and Mc Taggart in which one cycle of the study consist of 4 components which are planning, action, observation and reflection. The study consist of two cycles. One cycle is made up of 4 actions. Quantitave data is analyzed with descriptive analysis with percentage, while qualitative data is analyzed with steps as follow: (1) data reduction, (2) data display and (3) data verification.

The result shows an improvement in assertive behavior in students who learn with social group guidance as improvement indicated by score 73,24% and 81,81% in first and second cycles, respectively. Additionally this assertive behavior from pre test to second cycle had been increased 22,81%.

Implication taken from the study is that teachers should be more careful in selecting appropriate learning methods intended to improve students assertive behavior. Therefore, it is suggested that early childhood education teachers userole playing in teaching their students for this method may motivates students to assertive optimally.

Kata Kunci: Perilaku Asertif, Bermain Peran, Anak Usia 5-6 tahun

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Berbagai pihak yang peduli dengan pendidikan mulai mengembangkan

bahkan mendirikan lembaga pendidikan baik mulai tingkat pendidikan anak usia

dini sampai pendidikan tingkat menengah. Salah satu yang menjadi perhatian

banyak orang adalah pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini. Banyak orang

yang menyadari bahwa keberhasilan pendidikan bangsa Indonesia berawal dari

optimalisasi pendidikan anak usia dini. Anak usia dini sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang sangat pesat.

Perkembangan anak usia dini menurut Suyanto (2003:6) disebut juga sebagai

golden age atau masa usia keemasan menjadi pondasi yang kuat dalam

menentukan keberhasilan hidup seseorang.

Page 2: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

2

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orang dewasa untuk

mempersiapkan generasi yang akan datang. Berdasarkan UU No.23 Tahun 2003

Pasal 9 ayat 1 Tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya. Proses

pendidikan juga berlangsung dalam lingkungan pendidikan keluarga, sekolah

dan masyarakat. Orang tua dan keluarga merupakan pendidik yang pertama dan

utama. Menurut Mulyadi (2008:2) pada dasarnya setiap orang tua mendambakan

anak-anak yang cerdas dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya,

sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh

menghadapi Dalam era globalisasi saat ini, berbagai pengaruh dari lingkungan

sekitar tidak dapat kita hindari lagi. Pengaruh lingkungan sangat berperan dalam

keberhasilan perkembangan anak. Banyak sekali fenomena penculikan anak

yang tentunya sangat mengkhawatirkan orang tua dan guru. Upaya untuk

menjaga keamanan anak didik juga telah dilakukan oleh orang tua dan guru,

namun hal itu belum bisa mengikis rasa kekhawatiran orang tua dan guru saat

melepas anak bermain. Karakteristik psikologi anak usia Taman Kanak-kanak

termasuk dalam masa reaktif dan egosentris (Suyanto, 2003:75). Pada usia

tersebut anak belum bisa memahami perspektif pikiran orang lain, mereka

mengira orang lain berpikir sebagaimana ia berpikir.

Pada masa inilah sangat tepat kita kembangkan kecerdasan

emosionalnya yang akan melatih anak berani mengungkapkan pendapatnya atau

berperilaku asertif. Pada dasarnya anak usia dini belajar secara imitasi dari

lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Pada perkembangan selanjutnya,

kecerdasan emosional ini mencakup keterampilan hidup atau kecakapan hidup.

Seseorang yang memiliki kecakapan hidup akan mampu menghadapi problema

hidup, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi

hingga akhirnya mampu mengatasinya (Sujiono, 2009:89). Berbagai tantangan di

masa depan. Berdasarkan pengamatan penulis di beberapa TK di Kecamatan

Mantrijeron Yogyakarta pada tangal 11 Agustus 2007, beberapa anak TK selalu

mau mengalah pada semua teman. Sampai-sampai, saat antri bermain, dia

selalu mengalah pada teman yang menyerobot antriannya. Ada juga yang diam

saja ketika ada teman mengambil mainan yang sedang dimainkannya.

Anak yang kurang asertif ini sama sekali tidak kelihatan berusaha

mempertahankan apa yang menjadi miliknya saat itu. Jika sikap mengalah ini

Page 3: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

3

didukung sikapnya yang penuh percaya diri, dan mampu memilah kapan ia perlu

mengalah dan kapan ia perlu mempertahankan diri, maka si kecil tergolong anak

yang matang pada perkembangan selanjutnya.

Perilaku asertif pada anak usia dini perlu diperhatikan, sehingga dia

dapat menemukan pengetahuan atau keterampilan bersosialisasi dengan lebih

optimal. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida di

Yogyakarta, prilaku asertif walaupun bersifat alamiah, namun dapat dipelajari

dan dikembangkan (Farida, 2006:23) Optimalisasi tersebut dapat tercipta jika

anak memiliki motivasi untuk belajar dan strategi pembelajaran yang tepat.

Secara psikologis, anak sangat membutuhkan dukungan dari orang dewasa di

sekitarnya, oleh karena itu adanya contoh sikap atau teladan dari guru dapat

memotivasi anak untuk merubah perilaku yang diharapkan.

Bimbingan yang diberikan orang tua harus berlangsung dalam suasana

penuh kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai

potensi anak, memberi rangsangan yang kaya untuk segala aspek

perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Semua

dukungan tersebut merupakan jawaban yang nyata untuk mewujudkan

tumbuhnya generasi yang unggul di masa yang akan datang.

Kegiatan pembelajaran yang diberikan guru di sekolah juga memiliki nilai

strategis dalam membentuk kepribadian anak. Kegiatan bermain peran di TK

dapat mewujudkan tercapainya seluruh aspek perkembangan anak secara

optimal (Depdiknas, 2006:2). Kemampuan anak untuk bisa bersosialisasi baik

dengan lingkungan perlu dikembangkan sejak usia dini. Anak usia Taman

Kanak-Kanak yang usianya lebih matang juga mempunyai hasil perkembangan

psikososial yang baik. Anak yang memiliki hasil perkembangan baik pada aspek

sosial emosional pada perkembangan selanjutnya akan mampu beradaptasi

dengan baik. Mereka mampu menempatkan diri dan berperilaku asertif dalam

mempertahankan dirinya serta mengenal baik dan buruknya suatu sikap dan

perilaku yang akan dimunculkan.

Untuk membuktikan hal tersebut, maka penulis berminat melakukan

penelitian tindakan dengan pembelajaran bermain peran untuk meningkatkan

perilaku asertif anak usia dini di TK Pedagogia Yogyakarta pada anak kelompok

B (usia 5-6 tahun).

Page 4: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

4

b. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan strategi pembelajaran di TK melalui bermain

peran?

2. Apakah strategi pembelajaran bermain peran dapat meningkatkan perilaku

asertif anak usia 5-6 tahun?

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Perilaku Asertif

John W. Santrock (2008:508) berpendapat bahwa perilaku asertif adalah

kemampuan mengungkapkan perasaan, meminta apa yang seseorang inginkan

dan mengatakan tidak untuk hal yang tidak mereka inginkan. Eugene C. Walker

(1981:292) menguatkan bahwa perilaku asertif sebagai ungkapan emosi yang

tepat terhadap orang lain. Berdasarkan dua pendapat tersebut, seseorang yang

mampu berperilaku asertif akan mampu mengungkapkan pemikirannya dengan

tidak menyakiti orang lain atau dengan kata lain tidak egois.

Perilaku asertif menurut Steven dan Howard (Hamzah, 2006:77) dapat

diartikan sebagai kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan

perasaan kita, membela diri dan mempertahankan pendapat. Horgie (1990)

menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah

assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non

asertif dan perilaku agresif. Dengan demikian, seseorang tidak pasif ketika

diberi kesempatan untuk berpendapat dan ketika haknya dilanggar orang lain.

Stresterhim dan Boer (Fitri, 2009:1) mengatakan bahwa orang yang

memiliki tingkah laku atau perilaku asertif adalah orang yang berpendapat dari

orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan

pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi

dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah

mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah, mudah

tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan

komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau

hal yang telah dikemukakan.

Page 5: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

5

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa asertif merupakan perilaku seseorang untuk dapat

mengemukakan pendapat, keinginan, perasaan dan keyakinan yang dimilikinya

secara langsung, jujur dan terbuka pada orang lain. Orang yang memiliki

perilaku asertif adalah orang yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan

pikiran, perasaan, dan hak-hak pribadinya, serta dapat menolak permintaan-

permintaan yang tidak beralasan.

b. Ciri Perilaku Asertif

Beberapa ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif

sebagaimana dikemukakan Fensterheim dan Baer (dalam Sikone: 2006) antara

lain: (1) Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata

maupun tindakan, (2) Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka, (3)

Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik,

(4) Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat

oranglain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat

negative, (5) Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain

ketika membutuhkan (6) Mampu menyatakan perasaan, baik yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat, (7)

Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, (8) Menerima

keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai

apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal

ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self

confidence).

Perilaku asertif menurut Steven dan Howard yang merupakan

ketegasan dan keberanian menyampaikan pendapat meliputi tiga komponen

dasar, yaitu (1) kemampuan mengungkapkan perasaan, misalnya: untuk

menerima dan mengungkapkan perasaan marah, hangat, seksual; (2)

kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka,

misalnya: mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan

bersikap teags, meskipun secara emosional sulit melakukan ini bahkan

sekalipun kita harus mengorbankan sesuatu; (3) kemampuan untuk

mempertahankan hak-hak pribadi, tidak membiarkan orang lain mengganggu

dan memanfaatkan kita. Orang yang asertif bukan orang yang suka terlalu

Page 6: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

6

menahan diri dan juga bukan pemalu, mereka bisa mengungkapkan

perasaannya secara langsung tanpa bertindak agresif atau melecehkan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri orang

yang memiliki perilaku asertif antara lain: mampu mengemukakan pikiran dan

pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan, dapat berkomunikasi secara

langsung dan terbuka, mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu

pembicaraan dengan baik, mampu menolak dan menyatakan

ketidaksetujuannya terhadap pendapat oranglain, mampu mengajukan

permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan, menerima

keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai

apa yang diinginkannya sebaik mungkin.

c. Definisi Bermain Peran

Menurut Bennett (dalam Romlah:1989) dalam bermain peran anak belajar

untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dan pengertian mengenai

hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi yang paralel dengan

yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Salah satu faktor yang penting

dalam permainan peran akan menghasilkan perubahan perilaku dan mengurangi

hambatan. Hambatan yang biasa timbul pada anak-anak adalah perasaan takut

dikritik, takut dihukum, atau ditertawakan. Perubahan perilaku atau perubahan

sikap melalui permainan peran terjadi secara bertahap. Menurut Lewin (dalam

Romlah: 1989) menggolongkan perubahan tersebut dalam tiga tahap, yaitu: (a)

pola-pola perilaku yang tidak kaku yang dimiliki sekarang; (b) perubahan kearah

pola-pola perilaku baru; dan (c) melaksanakan pola-pola perilaku baru dalam

kehidupan sehari-hari.Strategi pembelajaran melalui permainan peran

diharapkan dapat merubah perilaku anak lebih asertif dalam mempertahankan

diri dan anak belajar untuk mengambil sikap secara positif.

Menurut Smilansky (1968), tujuan yang hendak dicapai melalui bermain

drama adalah: (1) anak mendapatkan pengalaman yang baru dan mampu

menerapkan dalam berbagai kondisi yang berbeda; (2) mengenali berbagai

karakteristik peran yang ada di kehidupan nyata dan menerapkan dalam kondisi

yang sesuai; (3) merasakan kebersamaan, membina hubungan baik, mengontrol

diri dan berhati-hati dalam bersikap antar sesama; (4) melatih kreativitas anak

dalam menciptakan sesuatu dan bekerjasama dengan teman; (5) anak mulai

berpikir secara abstrak, spontan dan luas.

Page 7: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

7

Tahapan Bermain Peran

Kategori Deskripsi Contoh

Pra- berpura-pura Anak melibatkan diri

dalam aktifitas berpura-

pura tetapi tidak

memberikan bukti yang

jelas dari kegiatan

berpura-pura

Anak sekilas menyentuh

telepon ke telinganya,

sekilah meletakkan botol

ke mulut boneka.

Berpura-pura dengan diri

sendiri

Anak melibatkan diri

dalam tingkah laku

berpura-pura ditunjukkan

kepada dirinya sendiri

dimana aktifitas berpura-

pura sudah terlihat

Anak mengambil cangkir

dan meletakkan bibirnya

dan membuat bunyi

orang yang sedang

minum.

Berpura-pura menjadi

orang lain

Anak melibatkan diri

dalam tingkah laku

berpura-pura yang

ditujukan kepada orang

lain. Berpura-pura

bertingkah laku seperti

orang lain

Anak member minum

boneka dengan

menggunakan botol bayi

mainan/cangkir, bermain

dengan truk di lantai dan

menirukan bunyi mesin

truk.

Penggantian Anak menggunakan

benda yang tidak berarti

dengan cara kreatif atau

imajinatif atau

menggunakan benda

dalam tingkah laku

berpura-pura yang

berbeda dari yang

biasanya.

Anak memberikan minum

boneka dengan balok

sebagai botol.

Meletakkan potongan

playdough di atas piring

dan menyebutnya

“humburger”.

Benda-benda atau Anak berpura-pura Anak menuangkan teko

Page 8: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

8

Kategori Deskripsi Contoh

makhluk hidup khayalan bahwa sebuah benda,

zat, manusia atau

binatang hadir

kosong ke dalam cangkir

dan berkata “kopi”.

Membuat suara motor

sambil mengendarai

sebuah motor khayalan.

Pelaku Aktif Anak menggerakkan

sebuah mainan (boneka,

binatang mainan) yang

mewakili sebuah makhluk

hidup sehingga mainan

menjadi pelaku aktif

dalam aktivitas berpura-

pura

Anak menggerakkan

binatang mainan di atas

karpet seolah-olah

sedang berlari.

Meletakkan tangan

bonekanya seolah-olah

bonekanya itu sedang

makan sendiri. Berbicara

dengan suara tinggi

seolah-olah sedang

berbicara dengan orang

lain.

Rangkaian bukan

merupakan cerita

Anak mengungkap salah

satu kegiatan berpura-

pura dengan penerimaan

yang berbeda-beda.

Anak memberi ibu minum

dari sebuah cangkir lalu

memberikan minuman

kepada boneka.

Perencanaan Anak melibatkan diri

dalam permainan

berpura-pura didahului

dengan perencanaan

Anak berkata bahwa dia

akan memberi minum

bayi sebelum dia

meletakkan botol bayi

mainan ke mulut boneka

III. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan (action research). Penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc

Taggart (Niff, 1992:27) meliputi empat tahap yaitu: (1) perencanaan (planning);

(2) tindakan (action); (3) pengamatan (observation); dan (4) refleksi (reflection).

Page 9: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

9

Model penelitian tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki praktek-praktek

pembelajaran dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.

Dalam bentuk prakteknya, penelitian ini dilakukan dengan memberikan

suatu tindakan pada subyek yang diteliti melalui kegiatan pembelajaran bermain

peran. Dengan demikian tindakan tersebut berpengaruh terhadap sikap asertif

anak (variable terikat).

Gambar Skema Desain Perencanaan Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan adanya perubahan perilaku

asertif yang lebih baik pada siklus 2 dibandingkan dengan data pada pra

penelitian dan tindakan siklus I. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari

meningkatnya perilaku anak saat mengikuti kegiatan pembelajaran bermain

peran maupun saat beraktivitas sehari-hari di sekolah. Selain itu ketertarikan

responden dengan kegiatan bermain peran juga ditunjukkan dengan seringnya

anak-anak menanyakan kegiatan bermain yang akan dilakukan hari itu kepada

peneliti. Setiap hari perilaku asertif anak semakin berkembang positif. Yang

I. RENCANA TINDAKAN1. Mengunpulkan data hasil observasi awal2. Persiapan sarana dan prasarana

Penelitian.3. Membuat program bermain peran

II. TINDAKAN1. Mengkondisikan anak2. Menyiapkan skenario bermain peran3. Menggunakan alat bermain yang

mendukung terjadinya proses pembelajaran bermain peran

III. OBSERVASI1. Mengamati kegiatan b bermain peran2. Melakukan observasi terhadap hasil perilaku

asertif anak

IV. REFLEKSI1. Analisis hasil yang di dapat2. Diskusi dengan teman sejawat3. Reduksi data4. Perbaikan

IV. REFLEKSI AKHIR1. Analisis hasil yang di peroleh2. Diskusi dengan teman sejawat3. Reduksi data4. Perbaikan

II. TINDAKAN

Menyiapkan skenario bermain peran yang memotivasi perilaku asertif(Dengan modifikasi sesuai refleksi siklus 1)

III. OBSERVASI1. Mengamati kegiatan pembelajaran sesuai

dengan siklus perencanaan yang kedua2. Pengumpulan data tindakan yang kedua

I. RENCANA TINDAKAN Merevisi dan memodifikasi pembelajaran sesuai dengan hasil refleksi tindakan siklus pertama

SIKLUS III

DAN SETERUSNYA

Page 10: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

awalnya anak lebih banyak pasif ketika terlibat dalam kegiatan bermain, pada

akhirnya mereka selalu berebutan untuk memulai permainan terlebih dahulu.

Yang awalnya anak-anak jarang mengungkapkan

selalu berebutan tunjuk jari untuk diberi kesempatan bu guru mengungkapkan

pemikirannya. Kepercayaan diri anak juga mulai meningkat, hal tersebut nampak

dari perilaku anak yang tidak malu

perilakunya juga semakin positif. Jika dilhat dari data yang diperoleh,

peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan siklus I adalah sebesar

11,71% dengan rata-rata total skor perilaku asertif yang diperoleh responden

73,24%

Skor yang diperoleh dari

terhadap 17 responden di dapat skor maksimum 125 dan skor minimum 99. Skor

rata-rata perilaku asertif yang diperoleh responden pada hasil

asesmen awal adalah 93,24 skor rata

pada post test II 114,53. Berdasarkan hasil observasi dan post test II, diperoleh

rata-rata perilaku asertif ketujuhbelas responden kriterianya baik. Kriteria baik

pada hasil post test II ini rata

meskipun kriteria rata-rata post test II tersebut sama dengan kriteria post test I.

Hasil post test I belum menunjukkan adanya kriteria perilaku asertif yang sangat

baik, namun di post test

perilaku asertifnya sangat baik.

diamati pada grafik dibawah ini:

Gambar Grafik Histogram Perkembangan perilaku asertif dari

Berdasarkan grafik tersebut dap

yang telah dilakukan dalam proses penelitian ini mulai dari kegiatan pra

penelitian sampai tindakan

hasil intervensi. Selama kegiatan bermain peran berlangsung, pen

0

50

100

150

awalnya anak lebih banyak pasif ketika terlibat dalam kegiatan bermain, pada

akhirnya mereka selalu berebutan untuk memulai permainan terlebih dahulu.

anak jarang mengungkapkan pendapatnya, akhirnya mereka

selalu berebutan tunjuk jari untuk diberi kesempatan bu guru mengungkapkan

pemikirannya. Kepercayaan diri anak juga mulai meningkat, hal tersebut nampak

dari perilaku anak yang tidak malu-malu lagi mencoba sesuatu hal baru dan

perilakunya juga semakin positif. Jika dilhat dari data yang diperoleh,

peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan siklus I adalah sebesar

rata total skor perilaku asertif yang diperoleh responden

Skor yang diperoleh dari data hasil observasi perilaku asertif anak siklus II

terhadap 17 responden di dapat skor maksimum 125 dan skor minimum 99. Skor

rata perilaku asertif yang diperoleh responden pada hasil pre test

asesmen awal adalah 93,24 skor rata-rata post test I 102,53 dan skor rata

II 114,53. Berdasarkan hasil observasi dan post test II, diperoleh

rata perilaku asertif ketujuhbelas responden kriterianya baik. Kriteria baik

II ini rata-rata meningkat 12 point dari hasil post test I

rata post test II tersebut sama dengan kriteria post test I.

I belum menunjukkan adanya kriteria perilaku asertif yang sangat

post test II sudah ditemukan ada 4 responden yang kriteria

perilaku asertifnya sangat baik. Perkembangan perilaku asertif responden dapat

diamati pada grafik dibawah ini:

Gambar Grafik Histogram Perkembangan perilaku asertif dariPre Test, Post Tes I dan Post Tes II

Berdasarkan grafik tersebut dapat di jelaskan bahwa beberapa kegiatan

yang telah dilakukan dalam proses penelitian ini mulai dari kegiatan pra

penelitian sampai tindakan bermain peran pada siklus II diperoleh data

hasil intervensi. Selama kegiatan bermain peran berlangsung, pen

0

50

100

150

1 3 5 7 9 11 13 15 17

PRE TEST

POST-TEST 1

POST-TEST 2

10

awalnya anak lebih banyak pasif ketika terlibat dalam kegiatan bermain, pada

akhirnya mereka selalu berebutan untuk memulai permainan terlebih dahulu.

pendapatnya, akhirnya mereka

selalu berebutan tunjuk jari untuk diberi kesempatan bu guru mengungkapkan

pemikirannya. Kepercayaan diri anak juga mulai meningkat, hal tersebut nampak

malu lagi mencoba sesuatu hal baru dan

perilakunya juga semakin positif. Jika dilhat dari data yang diperoleh,

peningkatan pada siklus II jika dibandingkan dengan siklus I adalah sebesar

rata total skor perilaku asertif yang diperoleh responden

data hasil observasi perilaku asertif anak siklus II

terhadap 17 responden di dapat skor maksimum 125 dan skor minimum 99. Skor

pre test atau

I 102,53 dan skor rata-rata

II 114,53. Berdasarkan hasil observasi dan post test II, diperoleh

rata perilaku asertif ketujuhbelas responden kriterianya baik. Kriteria baik

post test I,

rata post test II tersebut sama dengan kriteria post test I.

I belum menunjukkan adanya kriteria perilaku asertif yang sangat

ang kriteria

Perkembangan perilaku asertif responden dapat

eberapa kegiatan

yang telah dilakukan dalam proses penelitian ini mulai dari kegiatan pra-

pada siklus II diperoleh data-data dan

hasil intervensi. Selama kegiatan bermain peran berlangsung, peneliti dan

Page 11: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

11

kolaborator mengamati jalannya kegiatan untuk melihat apakah tindakan-

tindakan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Hasil pengamatan peneliti

dan kolaborator menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan yan dilakukan telah

berjalan sesuai dengan rencana, walaupun ada beberapa hambatan yang

disebabkan perilaku responden diawal permainan kurang tertib dalam mematuhi

aturan main. Hambatan tersebut dapat dimaklumi karena responden masih

belum terbiasa denga proses belajar melalui kegiatan bermain peran.

Beberapa kesempatan kemudian, peneliti bekerjasama dengan guru

sebagai kolaborator mampu menangani kekurangan yang menghambat kegiatan

penelitian. Kemampuan perilaku asertif responden khususnya perilaku berani

menyatakan pendapat dan keyakinannya cenderung mengalami peningkatan

walaupun kemampuan yang dimiliki responden tersebut belum mencapai skor

maksimal yang seharusnya yaitu 140. Hasil tersebut masih wajar karena anak

usia 5-6 tahun masih mengalami banyak perkembangan.

Gambar Kegiatan bermain peran di stasiun kereta api.

Perilaku asertif setiap responden mulai dari pra penelitian sampai akhir

tindakan siklus II telah mencapai peningkatan yang cukup signifikan. Kriteria

perilaku asertif sangat baik sudah dicapai 7 responden yang dapat diasumsikan

lebih dari 50% responden tersebut mampu memotivasi perilaku asertif responden

lainnya. Peningkatan tersebut menjadi dasar peniliti untuk mengakhiri tindakan

sapai pada siklus II dan tidak perlu dilanjutkan lagi pada siklus berikutnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia 5-6 pada umumnya masih

mengalami masa egosentris, namun setelah diberikan pengalaman baru dalam

bentuk bermain peran memberikan pengaruh yang baik pada perilaku anak.

Perubahan perilaku responden dari belum mengenal perilaku asertif hingga

perilaku asertifnya menjadi lebih baik dibandingkan dengan data pra-penelitian.

Page 12: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

12

Hasil perilaku responden pada akhir siklus I tersebut memotivasi peneliti

bersama dengan kolaborator lebih mengoptimalkan peningkatan perilaku asertif

tersebut. Hal tersebut dijadikan dasar untuk merevisi perencanaan pembe;ajaran

bermain peran yang telah dilakukan pada siklus I guna merencanakan tindakan

bermain peran pada siklus selanjutnya yaitu siklus II.

Perilaku asertif anak mulai meningkat pada tahap berikutnya pada siklus

II, khususnya keberanian menyatakan pendapat, kesediaan menawarkan

bantuan kepada orang lain serta bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas

dan permainan. Peningkatan perilaku asertif anak dapat dilihat dari

meningkatnya kemampuan responden dalam mengkomunikasikan keyakinan,

perasaan serta pemikirannya secara terbuka dalam berbagai cara dan

kesempatan. Awalnya para responden kurang mampu mengungkapkan

keinginannya dengan baik, namun semakin hari kemampuan itu semakin

berkembang dilihat dari cara responden mengutarakan pendapatnya dengan

tidak berebutan bicara, responden bersedia menawarkan bantuan dan

mempertahankan haknya dengan tidak emosional. Peningkatan perilaku asertif

ini juga terlihat pada beberapa responden yang awalnya pendiam mulai berani

mengekspresikan kemampuannya.

b. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan kenaikan

persentase diketahui bahwa analisis data pada siklus I diperoleh hasil

peningkatan perilaku asertif sebesar 9,96% terhadap pra-penelitian dan pada

siklus II sebesar 11,71% terhadap siklus I. Dengan demikian peningkatan secara

keseluruhan perilaku asertif anak pada akhir siklus II terhadap perilaku asertif

sebelum penelitian dilakukan adalah sebesar 22,84 %.

Hasil tersebut menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis tindakan yaitu

jika pembelajaran bermain peran diterapkan, maka kemampuan perilaku asertif

khususnya kemampuan mengungkapkan pemikiran secara terbuka, perasaan

dan keyakinan anak kelas B TK Pedagogia Yogyakarta dapat ditingkatkan. Dari

hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa kegiatan bermain peran dapat

meningkatkan perilaku asertif anak usia 5-6 tahun khususnya kemampuan

mengungkapkan pemikiran, perasaan dan keyakinannya secara terbuka.

Hasil analisis data membuktikan pemberian tindakan bermain peran

membantu meningkatkan perilaku asertif anak khususnya kemampuan anak

Page 13: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

13

mengkomunikasikan pemikirannya secara positif dan tetap menghargai pendapat

orang lain. Kegiatan bermain peran yang dilaksanakan antara lain bermain peran

di kebun, di halaman sekolah, di pantai, di kebun binatang, di hotel, di klinik, di

rumah makan, di kantor agen perjalanan wisata mampu memberkan inspirasi

pada diri responden untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dengan

pengalaman di berbagai tempat dengan berbagai kegiatan tersebut, mampu

memotivasi responden untuk berperilaku yang lebih positif. Hal ini sesuai dengan

teori yang menyebutkan bahwa bermain peran dapat membantu anak untuk

mengekspresikan dan mengkomunikasikan perasaan yang sedang dirasakan.

Gambar Responden bermain peran di klinik

Konsep pembelajaran bermain peran yang dilaksanakan dalam

penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan kemampuan perilaku asertif anak

yang selama ini belum berkembang. Anak mampu mengkomunikasikan

pemikiran dan perasaannya dengan baik jika lingkungan disekitar anak

menstimulai dengan kebiasaan yang positif. Kegiatan bermain peran ini

membantu responden dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan dan

keyakinannya secara baik sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang

dihadapi. Pada saat kegiatan bermain peran, responden dibiasakan untuk

mentaati peraturan, untuk berbagi alat permainan. Bersedia bergiliran bermain

dengan tertib, meminta dan menawarkan banu senang sopan dan memerankan

peran seolah anak sedang mengalami situasi yang dimaksud. Dengan

memerankan kegiatan orang-orang di kehidupan sehari-hari, anak akan belajar

untuk bersosialisasi dengan orang baik dengan tetap menghargai keberadaan

orang lain.

Peningkatan perilaku asertif tersebut dapat dilihat dari perubahan yang

terjadi pada responden dan meningkatnya kemampuan anak dalam

berkomuniasi dengan orang lain secara sopan dan terbuka. Perubahan positif

yang dapat dilihat pada diri responden antara lain mampu mengungkapkan

Page 14: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

14

pendapat ketika guru menyampaikan suatu informasi, mampu memberikan saran

kepada teman, bersedia menerima masukan atau kritika orang lain,

mengekspresikan perasaannya baik positif maupun negatif. Perubahan

selanjutnya dapat diamati pada diri responden ketika mampu mengutarakan

keinginannya secara baik, mampu memulai dan mengakhiri pembicaraan dengan

baik, berani berkata tidak jika dipengaruhi untuk berbuat negative, berani

mengambil resiko dan mampu mempertahankan miliknya dengan tidak

emosional.

Dalam pelaksanaan penelitian ini juga terdapat beberapa keterbatasan

yang ditemui peneliti diantaranya perilaku responden yang kurang bisa diajak

kerjasama untuk tertib mengikuti aturan permainan, sehingga beberapa alur

kegiatan bimbingan sering tidak sesuai dengan rencana. Selain itu, keterbatasan

waktu yang ada serta penelitian yang dilakukan akhir semester sehingga

terpaksa disambung ada awal semester berikutnya. Penelitian yang dilakukan di

awal semester menyebabkan kegiatan bermain peran dilakukan 8 kali selama 2

minggu untuk dapat menyesuaikan dengan tema dan waktu belajar siswa TK

Pedagogia kelas B. kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada awal tahun

ajaran baru secara tidak langsung memberikan dampak perubahan pada perilaku

anak. Awalnya responden sudah mampu menunjukkan perilaku asertif namun

sempat mengalami penurunan di pertengahan tindakan dan meningkata sedikit

pada akhir tindakan. Perubahan tersebut akibat masa penyesuaian pembelajaran

di awal semester.

Tingginya faktor subyektifitas pada penelitian ini juga membuat peneliti

lebih berhati-hati dalam melakukan analisis data yang terjadi di lapangan agar

hasil yang dipaparkan lebih obyektif. Semua keterbatasan tersebut dapat

ditangani dengan baik karena adanya perencanaan, diskusi dan refleksi yang

dilakukan berulang-ulang bersama dengan kolaborator demi mendapatkan hasil

penelitian yang maksimal.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan bermain peran dapat meningkatkan perilaku asertif anak usia 5-6

tahun khususnya kemampuan mengungkapkan pemikiran, perasaan dan

keyakinan secara terbuka. Hal ini dapat dilihat pada data awal asesmen atau

Page 15: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

15

pre test diperoleh rata-rata skor perilaku asertif anak adalah 66,60%. Hasil

rata-rata skor perilaku asertif anak pada siklus I sebesar 73,24%. Data

tersebut membuktikan adanya persentase peningkatan perilaku asertif anak

pada siklus I sebesar 9,97% terhadap pra-penelitian. Pada hasil tindakan

siklus II diperoleh rata-rata skor perilaku asertif anak sebesar 81,81% yang

artinya terjadi peningkatan perilaku asertif dari siklus I ke siklus II sebesar

11,71%. Dengan demikian peningkatan secara keseluruhan perilaku asertif

anak pada siklus II terhadap perilaku asertif sebelum penelitian adalah

sebesar 22,81%.

2. Kegiatan bermain peran dilaksanakan secara berkelompok. Yang perlu

diperhatikan dalam kegiatan bermain peran adalah pijakan awal sebelum

bermain untuk memberikan penguatan dan pengarahan kepada siswa agar

bermain tertib dalam kelompok di dalam dan di luar kelas. Kegiatan bermain

peran yang disampaikan dalam suasana kelompok mampu memberikan

pengalaman pada anak untuk berbagi dengan teman sehingga mampu

memotivasi anak untuk berperilaku asertif dalam mengungkapkan pemikiran,

perasaan dan keyakinannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang

dihadapi. Konsep pembelajaran bermain peran yang diberikan ditujukan

untuk mengembangkan kemampuan perilaku asertif anak yang selama ini

belum berkembang. Anak dibiasakan untuk mentaati peraturan, untuk

berbagi alat permainan yang jumlahnya terbatas, belajar meminta dan

menawarkan bantuan, bersedia menerima masukan atau kritikan orang lain,

serta terbiasa bertanggung jawab.

3. Perilaku asertif yang dapat dilihat pada anak selama kegiatan bermain peran

antara lain mampu mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya dengan

baik ketika guru menyampaikan suatu informasi, mampu memberikan saran

kepada teman, mengekspresikan perasaannya baik positif maupun negatif.

Perubahan selanjutnya yang dapat diamati pada diri anak adalah mampu

mengutarakan keinginannya secara baik, mampu memulai dan mengakhiri

pembicaraan dengan baik, berani berkata tidak jika dipengaruhi untuk

berbuat negatif, berani mengambil resiko dan mampu mempertahankan

miliknya dengan tidak emosional.

Page 16: 1 STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI

16

DAFTAR PUSTAKA

Eugene Walker C, (1981), Clinical Procedures for Behavior Therapy, New Jersey: Prentice Hall

Farida. (2006), Efektivitas Pelatihan Asertivitas Untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa, Yogyakarta: Psikologi UGM

Fitri. (2009), PsikologiKepribadian, Available at: http://duniapsikologi.dagdigdug.com/pengertian-perilaku-asertif).

Hamzah B. Uno, (2006), Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara

Jean Mc. Niff, (1992), Action Reasearch:Principle and Practice, New York: Routledge,

Sara Smilansky, (1968), The Effect of Sosiodramatic Play on Disadvantages Pre-School Children, USA John Willey and Sons, Inc

Seto Mulyadi, (2008), Character Building, Tinjauan Berbagai Aspek Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, Yogyakarta: Tiara Wacana

Slamet Suyanto, (2003), Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Stefan Sikone, (2006), Menanamkan Sikap Asertif di sekolah (Tengaran: http://www.indomedia.com/poskup/2006/10/14/edisi14/opini.htmhttp://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/2400

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, (2009), Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks