21

Click here to load reader

mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

  • Upload
    lamminh

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Strategi PembelajaranOleh : Akhmad Sudrajat

Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.

A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.

Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :

1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus

(dari umum ke khusus)3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep

sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.

4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.

5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

B. Bermain Peran (Role Playing)

Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.

Page 2: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.

Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)

Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:

1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik

Page 3: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.

Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.

2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.

Page 4: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.

4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.

5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.

Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:

1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.

3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.

4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.

5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.

6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul

Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.

F. Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Page 5: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,

Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.

2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.

3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.

4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan

5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi

Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.

Sumber :

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.

Page 6: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Strategi belajar

Macam-macam Strategi Belajar

Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pembelajaran strategi lebih menekankan pada kognitif, sehingga pembelajaran ini dapat disebut dengan strategi kognitif. Strategi belajar dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

Strategi Mengulang (Rehearsal)

Strategi mengulang terdiri dari strategi mengulang sederhana (rote rehearsal) dengan cara mengulang-ulang dan strategi mengulang kompleks dengan cara menggaris bawahi ide-ide utama (under lining) dan membuat catatan pinggir (marginal note).

Strategi Elaborasi

Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian.(Nur,2000:30). Strategi ini dapat dibedakan menjadi : 1). Notetaking (pembuatan catatan); pembuatan catatan membantu siswa dalam mempelajari informasi secara ringkas dan padat untuk menghafal atau pengulangan. Metode ini digunakan pada bahan ajar kompleks, bahan ajar konseptual dimana tugas yang penting adalah mengidentifikasi ide-ide utama.Membuat catatan memerlukan proses mental maka lebih efektif daripada hanya sekedar menyalin apa yang dibaca, 2) Analogi yaitu perbandingan-perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan antara cirri-ciri pokok sesuatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti sistem kerja otak dengan komputer dan 3) Metode PQ4R adalah preview,question, read, reflect, recite dan review. Prosedur PQ4R memusatkan siswa pada pengorganisasian informasi bermakna dan melibatkan siswa pada strategi-strategi yang efektif.

Strategi Organisasi

Strategi Organisasi bertujuan membantu siswa meningkatkan kebermaknaan materi baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur peng-organisasian baru pada materi-materi tersebut. Strategi organisasi mengidentifikasi ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Strategi ini meliputi : 1). Pembuatan Kerangka (Outlining); dalam pembuatan kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama, 2). Pemetaan ( mapping) biasa disebut pemetaan konsep di dalam pembuatannya dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atas suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain, 3) Mnemonics; berhubungan dengan teknik-teknik atau strategi-strategi untuk membantu ingatan dengan membantu membentuk assosiasi yang secara alamiah tidak ada. Suatu mnemonics membantu untuk mengorganisasikan informasi yang mencapai memori kerja dalam pola yang dikenal sedemikian rupa sehingga informasi tersebut lebih mudah dicocokkan dengan

Page 7: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

pola skema di memori jangka panjang. Contoh mnemonics yaitu : a). Chunking (pemotongan) b). Akronim (singkatan), c). Kata berkait (Link-work) : suatu mnemonics untuk belajar kosa kata bahasa asing.

Strategi Metakognitif

Metakognitif adalah pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau berfikir tentang kemampuannya untuk menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan benar.(Arends, 1997:260). Metakognitif mempunyai dua komponen yaitu (1) pengetahuan tentang kognitif yang terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang pebelajar tentang proses berfikirnya sendiri dan pengetahuan tentang berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam suatu situasi pembelajaran tertentu, (2) mekanisme pengendalian diri seperti pengendalian dan monitoring kognitif. (Nur, 2000:41)

Pengajaran Strategi Belajar (Learning Strategies)

Menurut Claire Weinstein dan Richard Meyer bahwa pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri.(Nur, 2000:5). Jadi mengajarkan siswa bagaimana belajar merupakan suatu tujuan pendidikan yang sangat penting dan menjadi tujuan utama.

Selanjutnya dikatakan bahwa pentingnya mengajarkan siswa bagaimana belajar atau disebut pengajaran strategi berlandaskan pada dalil bahwa keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemahiran untuk belajar secara mandiri dan memonitor belajar mereka sendiri, sehingga strategi belajar mutlak diajarkan kepada siswa.

Strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari termasuk proses memori dan metakognitif.(Nur, 2000:7).Selanjutnya dikatakan bahwa strategi-strategi belajar adalah operator-operator kognitif meliputi dan di atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas [belajar].

Tujuan utama dari pengajaran strategi adalah mengajarkan siswa untuk belajar atas kemauan dan kemampuan diri sendiri atau pebelajar mandiri (self-regulated learner) yang mengacu pada pebelajar yang dapat melakukan empat hal penting, yaitu: (a) secara cermat mendiagnosa suatu situasi pembelajaran tertentu, (b) memilih suatu strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajar tertentu yang dihadapi, (c) memonitor keefektivan strategi yang digunakan, dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar sampai masalah terselesaikan. (Nur, 2000:9)

Pustaka:Nur, M. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya, University Press.

http://mcdens13.wordpress.com/2010/03/21/strategi-belajar/

Page 8: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Strategi Pembelajaran

Pengenalan Strategi Direktif Strategi Pemerhatian Strategi Mediatif Strategi Generatif Strategi Kolaboratif Strategi 'Outside Context' Strategi Metakognitif

Pengenalan

Di sekolah bestari guru digalakkan menggunakan pelbagai strategi pengajaran dan pembelajaran untuk mengoptimumkan pembelajaran.  Strategi yang dicadangkan berasaskan pada satu kontinum dari pemusatan guru pemusatan pelajar.  Strategi yang dipilih untuk pengajaran dan pembelajaran efektif mesti memenuhi keperluan pelajar dan ia sesuai dengan iklim sekolah.

Jenis-Jenis Strategi

Strategi Direktif Pelajar belajar melalui penerangan tentang konsep/kemahiran oleh guru dan diikuti oleh ujian kefahaman dan latihan dengan bimbingan guru.

Contoh : Kuliah, latih-tubi  

Strategi Pemerhatian Pelajar belajar dengan memerhati perbuatan orang lain atau perlakuan sesuatu kemahiran.

Contoh : Demonstrasi, ‘modelling’.

Strategi Mediatif Pelajar belajar melalui interaksi yang dirancang oleh guru untuk menolong pelajar.

belajar bagaimana mengaplikasikan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah membuat keputusan mengenalpasti andaian menilai kebenaran andaian, keputusan dan hipotesis

Contoh: ‘dialectical reasoning’, ‘concept attainment’, ‘concept formation’, ‘inquiry training’, ‘open-ended discussion.’

Page 9: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Strategi Generatif Murid digalakkan menjanakan idea kritis dan kreatif. Strategi ini membantu pelajar  menyelesaikan masalah secara kreatif dengan menggunakan idea asli atau unik.

Contoh: Sumbangsaran, pemetaan minda, ‘synectics’, pemikiran lateral dan kreatif, metafora

Strategi Kolaboratif Pelajar bekerjasama dalam kumpulan untuk menyelesaikan masaalah.

Contoh: Pembelajaran koperatif

Strategi ‘Outside-context’ Pelajar belajar melalui aktiviti yang berfokus dan intensif dalam satu tempoh masa.

Contoh: Seminar, bengkel, projek

Strategi Metakognitif Pelajar memikirkan tentang proses pembelajaran, rancangan pembelajaran, pemantauan dan penilaian kendiri. Contoh-contoh soalan yang difikirkan:

http://mahirppb.tripod.com/strategi.html#atas

EVALUASI KURIKULUM : PENGERTIAN, KEPENTINGAN DAN MASALAH YANG   DIHADAPI Ditulis oleh zulharman di/pada Agustus 4, 2007

 Zulharman

PENDAHULUAN                    

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Tulisan ini akan membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi kurikulum dan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan  evaluasi kurikulum.  

ISI

A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum            

Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis

Page 10: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang  suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi  dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.1,2,3Sedangkan  pengertian kurikulum adalah :4

a.       Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional);

b.      Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang  digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan  kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).

c.       Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);

d.      Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e.       Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. 

Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan

Page 11: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.

Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.1,2,3

Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.5 

B.     Pentingnya Evaluasi Kurikulum

Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi  kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan  apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka  penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah. 1,2,3

Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area – area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat  menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi sumatif. 5        

C.     Masalah dalam Evaluasi KurikulumNorman dan Schmidt 2002 mengemukakan ada beberapa kesulitan dalam penerapan evaluasi kurikulum , yaitu : 6

1. Kesulitan dalam pengukuran 2. Kesulitan dalan penerapan randomisasi dan double blind3. Kesulitan dalam menstandarkan  intervensi dalam pendidikan.4. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.

Page 12: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

Penulis mencoba menganalisa masalah yang dihadapi dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu :

1.      Dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemahDasar teori yang melatarbelakangi kurikulum lemah akan mempengaruhi evaluasi kurikulum tersebut. Ketidakcukupan teori dalam mendukung penjelasan terhadap hasil intervensi  suatu kurikulum yang dievaluasi akan membuat penelitian (evaluasi kurikulum) tidak baik. Teori akan membantu memahami kompleksitas lingkungan pendidikan yang akan dievaluasi. Contohnya Colliver mengkritisi bahwa Problem Based Learning (PBL) tidak cukup hanya menggunakan teori kontekstual learning untuk menjelaskan efektivitas PBL. Kritisi ini ditanggapi oleh Albanese dengan mengemukakan teori lain yang mendukung PBL yaitu, information-processing theory, complex learning, self determination theory. Schdmit membantah bahwa sebenarnya bukan teorinya yang lemah akan tetapi kesalahan terletak kepada peneliti tersebut dalam memahami dan menerapkan teori tersebut dalam penelitian. 7,8,9,10 

 2.      Intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan BlindedDalam penelitian pendidikan khususnya penelitian evaluasi kurikulum, ditemukan kesulitan dalam menerapkan metode blinded dalam melakukan intervensi pendidikan. Dengan tidak adanya blinded maka subjek penelitian mengetahui bahwa mereka mendapat intervensi atau perlakuan sehingga mereka akan melakukan dengan serius atau sungguh-sungguh. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan bias dalam penelitian evaluasi kurikulum. 7,8,9,10

3.      Kesulitan dalam melakukan randomisasiKesulitan melakukan penelitian evaluasi kurikulum dengan metode randomisasi dapat disebabkan karena subjek penelitian yang akan diteliti sedikit atau kemungkinan hanya institusi itu sendiri yang melakukannya. Apabila intervensi yang digunakan hanya pada institusi tersebut  maka timbul pertanyaan, “apakah mungkin mencari kelompok kontrol dan randomisasi?”. 7,8,9,10

4.      Kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan/kesulitan dalam menseragamkan intervensi.Dalam dunia pendidikan sulit sekali untuk menseragamkan sebuah perlakuan cotohnya penerapan PBL yang mana memiliki berbagai macam pola penerapan. Norman (2002) mengemukakan tidak ada dosis yang standar atau fixed dalam intervensi pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di biomed seperti pengaruh obat terhadap suatu penyakit, yang mana dapat ditentukan dosis yang fixed. Berbeda dengan penelitian evaluasi kurikulum misalnya pengaruh PBL terhadap kemamuan Self Directed Learning (SDL). Penerapan PBL di berbagai FK dapat bermacam-macam. Kemungkinan penerapan SDL dalam PBL di FK A 50 % , sedangkan di    FK B adalah 70 % , maka apabila mereka dijadikan subjek penelitian maka tentu saja pengaruh PBL terhadap SDL akan berbeda. 7,8,9,10 

5.      Masalah Etika penelitianMasalah etika penelitian merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Penerapan intervensi dengan metode blinded dalam penelitian pendidikan sering terhalang dengan isu etika. Secara etika intervensi tersebut harus dijelaskan kepada subjek penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Padahal apabila suatu intervensi diketahui oleh subjek penelitian maka ada kecendrungan subjek penelitian melakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penelitian tidak berjalan secara alamiah.Pengaruh hasil penelitian terhadap institusi juga perlu dipertimbangkan. Adanya prediksi nantinya pengaruh hasil penelitian yang

Page 13: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

akan menentang kebijaksanaan institusi dapat mengkibatkan kadangkala peneliti menghindari resiko ini dengan cara menghilangkan salah satu variable dengan harapan hasil penelitian tidak akan menentang kebijaksanaan. 7,8,9,10

6.      Tidak adanya pure outcomeOutcome yang dihasilkan dari sebuah intervensi pendidikan seringkali tidak merupakan outcome murni dari intervensi tersebut. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor penganggu yang mana secara tidak langsung berhubungan dengan hasil penelitian. Postner dan Rudnitsky, 1994 juga mengemukakan dalam outcome based evaluation terdapat informasi mengenai main effect dan side effect sehingga kadangkala peneliti kesulitan membedakan atara main effect dan side effect ini. 7,8,9,10

7.      Kesulitan mencari alat ukurEvaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. 7,8,9,10

8.      Penggunaan Perspektif kurikulum yang berbeda sebagai pembandingPostner mengemukakan ada lima perspektif dalam kurikulum yaitu traditional, experiential, Behavioral, structure of discipline dan constructivist. Masing-masing perspektif ini memiliki tujuannya masing-masing. Dalam melakukan evaluasi kurikulum kita harus mengetahui perspektif kurikulum yang akan dievaluasi dan perspektif kurikulum pembanding. Hal ini sering terlihat dalam evaluasi kurikulum dengan menggunakan metode comparative outcome based yang bila tidak memperhatikan masalah ini akan melahirkan bias dalam evaluasi. Kurikulum dengan perspektif tradisional tentu saja berlainan dengan kurikulum yang memiliki perspektif konstruktivist. Contoh kurikulum tradisional menekankan pada recall of knowledge sedangkan kurikulum konstruktivist menekankan pada konsep dasar dan ketrampilan berpikir. Apabila ada penelitian yang menghasilkan bahwa kurikulum tradisional di pendidikan dokter lebih baik dalam hal knowledge dibandingkan dengan PBL hal ini tentu saja dapat dimengerti karena perspektifnya berbeda. Penelitian yang menggunakan metode perbandingan kurikulum yang perspektifnya berbeda ini seringkali menjadi kritikan oleh para ahli. 5       

KESIMPULAN

Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang  kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Evaluasi kurikulum penting dilakukan dalam rangka  penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Ada banyak masalah dalam penerapan evaluasi kurikulum seperti dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemah, intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan blinded, kesulitan dalam melakukan randomisasi, kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan, masalah etika penelitian, tidak adanya pure outcome, kesulitan mencari alat ukur dan penggunaan perspektif kurikulum yang berbeda sebagai pembanding. Oleh karena itu dengan

Page 14: mcdens13.files.wordpress.com file · Web viewOleh : Akhmad Sudrajat. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran

memahami pengertian evaluasi kurikulum dan persamaan serta perbedaannya dengan  penelitian  diharapkan evaluasi kurikulum yang akan dibuat dapat menjadi valid, reliabel dan sangat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan tentang kurikulum tersebut.       

DAFTAR PUSTAKA

1.      Lindeman, M. (2007). Program Evaluation. [Internet]. Available from:    < ww.tedi.uq.edu.au/conferences/A_conf/papers/Isaacs.html >  Accessed 3 July 2007]. 

2.      Silver,  H. (2004). Evaluation Research in Education. [Internet]. Available from:   < outh.ac.uk/resined/evaluation/index.htm >                           [Accessed 3 July 2007]. 

3.      Trochim, W.M.K. (2006). Introduction to Evaluation. [Internet]. Available from:                               < http://www.socialresearchmethods.net/kb/intreval.php>   [Accessed 3 July 2007].

4.      Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan,(2003). Buku II –Kurikulum Program Studi.

5.      Posner, G.J., (2004). Analyzing The Curriculum. Mc Graw Hill. United States.

6.      Amin, Z.E., Eng, K.H., (2003). Basics in Medical Education, World Scientific, Singapore.

7.      Dolman, D.(2003). The effectiveness of PBL : the debate continous. Some concerns about the BEME movement. Medical Education 2003;37:1129-1130

8.      Farrow, R. The effectiveness of PBL: the debate continues. Is meta analysis helpful? Medical Education 2003;37:1131-1132

9.      Norman, G.R, Schdmidt H.G. Effectiveness of problem based learning curricula: theory, practice and paper darts. Medical Education 2000;34:721-728.

10.  Albanese, M. Problem based learning: why curricula are likely to show little effect on knowledge and clinical skills. Medical Education 2000;34:729-738.    

http://zulharman79.wordpress.com