49
KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK Bukhari STIT PTI. Al-Hilal Sigli Jl. Lingkar Keunire, Sigli Pidie Email: [email protected] ABSTRACT Islamic education in the family is the process of forming the personality of Islam in children. Required role and parental responsibility as the main educator in educating children well. In addition, the exemplary of educators is one caraberpengaruh in the child. Parents are as first generation educators, but not yet fully felt for the majority of Muslim families today. Therefore, it is very important to re-optimize the role of parents in the family so as not to happen keteranan crisis. The role of parents as the main educator in directing children to perform the first social process in the family environment lost eroded with the times. With a variety of reasons busy parents do not always accompany the development of children. Especially giving special education by giving good example to his children intensely. Her father and mother only focused on fulfilling material needs and handing the process of education to others. In the Qur'an the exemplary word is compared with the word-uswah which is then attached with the word hasanah, so it becomes the equivalent of the word uswatun hasanah which means a good example. ABSTRAK Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian Islam pada anak. Diperlukanperan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama dalam 1

jurnaleksperimental.comjurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/04/JURNAL-BUKH… · Web viewIn the Qur'an the exemplary word is ... Pendidikan Islam dalam ... Inilah yang

Embed Size (px)

Citation preview

KETELADANAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK

Bukhari

STIT PTI. Al-Hilal SigliJl. Lingkar Keunire, Sigli Pidie

Email: [email protected]

ABSTRACT

Islamic education in the family is the process of forming the personality of Islam in children. Required role and parental responsibility as the main educator in educating children well. In addition, the exemplary of educators is one caraberpengaruh in the child. Parents are as first generation educators, but not yet fully felt for the majority of Muslim families today. Therefore, it is very important to re-optimize the role of parents in the family so as not to happen keteranan crisis. The role of parents as the main educator in directing children to perform the first social process in the family environment lost eroded with the times. With a variety of reasons busy parents do not always accompany the development of children. Especially giving special education by giving good example to his children intensely. Her father and mother only focused on fulfilling material needs and handing the process of education to others. In the Qur'an the exemplary word is compared with the word-uswah which is then attached with the word hasanah, so it becomes the equivalent of the word uswatun hasanah which means a good example.

ABSTRAK

Pendidikan Islam dalam keluarga merupakan proses pembentukan kepribadian Islam pada anak. Diperlukanperan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik utama dalam mendidik anak dengan baik. Selain itu, adanya keteladanan pendidik merupakan salah satu caraberpengaruh dalam pada diri anak. Orang tua adalah sebagai pendidik pertama generasi, namun belum dirasakan sepenuhnya bagi mayoritas keluarga muslim saat ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan kembali peran orang tua dalam keluarga agar tidak terjadi krisis keteldanan. Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam mengarahkan anak melakukan proses sosial pertama di lingkungan keluarga hilang tergerus dengan perkembangan zaman. Dengan berbagai alasan kesibukan orang tua tidak selalu mendampingi perkembangan anak. Apalagi memberikan pendidikan khusus dengan memberikan teladan baik kepada anak-anaknya secara intens. Ayah dan ibunya hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan materi dan menyerahkan proses pendidikan kepada orang lain. Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik.

Kata Kunci: Keteladanan, Orang Tua, Pendidikan Anak

1

A. Pendahuluan

Semua orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sehat dan berkembang

menjadi anak-anak yang sholeh sholehah, taat beragama, berbakti kepada orang tua

dan berakhlaq mulia. Harapan besar orang tua kepada anaknya ini menunjukkan rasa

sayangnya kepada sang buah hati. Harapan besar ini tentu tidak akan bisa datang

dengan sendirinya, melainkan harus diimbangi dengan memberikan pendidikan yang

baik dengan disertai keteladanan (At-Tarbiyah bi Al-Uswah Al-hasanah).

Inilah yang dilakukan Rasulullah saw dalam membangun umat sejak fase

Mekkah hingga Madinah, beliau berhasil tampil sebagai figur yang menjadi panutan

dalam segala aspek kehidupan. Sehingga meskipun dengan segala keterbatasan dana,

sarana prasarana, dan teknologi canggih beliau mampu mengubah masyarakat yang

biadab menjadi beradab dan berperadaban.Sebagaimana firman Allah dalam suratAl-

Ahzab 21

Artinya; Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu, yaitu bagi orang- orang yang mengharap rahmat Allah dan

kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut asma Allah ( QS. Al-

Ahzab 21).

Kemudian Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam mengarahkan anak

melakukan proses sosial pertama di lingkungan keluarga hilang tergerus dengan

perkembangan zaman. Dengan berbagai alasan kesibukan orang tua tidak selalu

mendampingi perkembangan anak. Apalagi memberikan pendidikan khusus dengan

memberikan teladan baik kepada anak-anaknya secara intens. Ayah dan ibunya

hanya terfokus pada pemenuhan kebutuhan materi dan menyerahkan proses

pendidikan kepada orang lain. Seperti dengan menyekolahkan di sekolah elit,

mencukupkan memberikan les privat, dan memberikan kebebasan dalam

menggunakan sarana berupaalat teknologi dan komunikasi tanpa pengawasan.

Adanya pembinaan dan pengarahan orang tua di dalam rumah hanya sebatas perintah

2

dan larangan. Tidak diiringi dengan memberikan contoh kesolehan dalam

mengamalkan kebaikan yang diajarkan kepada anak.

Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal1

yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan2. Sehingga buah dari perolehan ilmu

adalah pengamalan dalam kehidupan.Pendidikan Islam adalah usaha sadar manusia

yang mempunyai pengetahuan lebih mengenai tuntutan yang diwahyukan oleh Allah

SWT kepada orang yang di didik dalam rangka mengubahnya menjadi lebih baik,

lebih bernilai dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat3. Diperkuat dengan pendapat

Al-Attas tujuan pendidikan Islam adalah mengakuikekusaan Allah sehingga

menjalankan ketaatan secara benar dalam kehidupannya.4

Terjadi pengikisan tanggung jawab orang tuadalam mendidik anak.

Kebanyakan orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitas di luar rumah sehingga

mengabaikan tugas mendidik anakdengan baik dalam lingkungankeluarga. Orang tua

merasa cukup memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada sekolah. Padahal

waktu di sekolah hanya 7 jam. Sedangkan sisanya sekitar 17 jam dilakukan

dilingkungan rumah. Hal ini berarti 75 % pendidikan dihabiskan di lingkungan

rumah.5

1Maksud dari nilai-nilai yang ideal adalah pembentukan perilaku merupakan wujud yang ditampilkan seseorang sebagai bentuk tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan.Bagi kebanyakan anak, keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti sebelum sekolah dan lingkungan masyarakat. Karena dilingkungan keluarga iniseorang anak pertama kali belajar tentang apa saja termasuk perilaku. Pembentukan perilaku anak dalam keluarga ditentukan oleh perilaku orang tua yang dapat diamati anak dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang tua dalam memandang anak sebagai titipan yang harus ditumbuh kembangkan dan dapat dipertanggung jawabkan pada pemilik-Nya, merupakan dasar dalam memperlakukan anak.Sebagai orang tua strategi yangdapat digunakan untuk membentuk perilaku anak, harus dapat menimbulkan limpahan penyebab bagi anak untuk percaya dan merasa aman dalam asuhan orang tua. Lihat Bimo Walgito, Pengantar Psikologi (Yogyakarta: Andi, 2004), hal. 71.

2M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara, 1996), hal 113

3Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-5, h. 8

4 Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, Penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta, 1997

5www.http. Dul Rohim, “Pendidikan Anak dalam Keteladanan, di akses 27 April 2014

3

Dalam hal ini,75 % pendidikan adalah tanggung jawab orang tua. Tetapi

orang tuabelum sepenuhnya menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai

pendidik. Sehingga jika anak terlibat dalam masalah kenakalan karena kurangnya

perhatian orang tua dalam mendidiknya, maka yang sering disalahkan adalah pihak

sekolah. Padahal guru di rumah yaitu orang tua adalahpendidik yang paling utama

bagi anak.Menjaga keluarga untuk taat pada Allah dan terhindar dari neraka

merupakan peran dan tanggung jawab orang tua, sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap

apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan. QS. At-Tahrim : 6)

Pendidikan dapat mengubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang

tidak baik menjadi baik.Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam sehingga

merupakan kewajiban perorangan.6Dalam konsep pendidikan Islam proses

pengembangan pemikiran, penataan perilaku, pengaturan emosi, hubungan peranan

manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia

sehingga mampu meraih kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.

Seluruh aspek tersebut telah tergambar secara integrative dalam sebuah akidah Islam

yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorong pada

perilaku normative yang mangacu pada syariat Islam.

6

Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, (Bandung:PT. Rosda Karya , 2008), cet ke -2, h.1

4

Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia berdasarkan

pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri.7Tidak ada perealisasian

syariat Islam kecuali melalui penempatan diri, generasi muda, dan masyarakat

dengan landasan iman dan tunduk kepada Allah.Untuk itu pendidikan Islam

merupakan amanat yang harus dikenalkan oleh suatu generasi berikutnya.Terutama

dari orang tua atau pendidik kepada anak didik. Dan keburukanlah yang akan

menimpa orang yang mengkhianati amanat itu. Dalam hal ini peran penting seorang

pendidik adalah tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran (tranfer of

knowledge), tetapi juga sebagai pembimbing dalam memberikan keteladan (uswah)

yang baik (transfer ofvalues).8Atau dalam Islam dikenal dengan istilah “al-„ilmu lil

„amal”.Tujuanseseorang belajar dan berpendidikan adalah untuk direalisasikan

dalam kehidupan.

Anak-anak, pada hakikatnya adalah generasi masa depan, pada pundaknyalah

penentuan masa depan, dan di antara kewajiban bagi para pendidiknya saat ini,

adalah menanamkan berbagai tanggung jawab dalam mengemban kepemimpinan

secara sukses. Tujuan pendidikan Islam menghantarkan manusia pada perilaku dan

perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.Artinya manusia tidak

merasa keberatan atas ketetapan Allah dan rasul-Nya.

Islam merupakan syariat Allah bagi manusia. Dengan bekal syariat itu

manusia beribadah.Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanah besar

itu, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan, dan pembinaan.

Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.

Sebagaimana firman Allah swt dalam al-Qur‟an:

7 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 2004), cet ke-4, h. 34

8Orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak yaitu mengajak anak melaksanakan shalat berjamaah setiap waktu, mengajarkan anak mengaji, membiasakan anak melaksanakan ibadah puasa sebagai bentuk penanaman ketauladanan, selain itu juga orang tua dalam bertutur kata lemah lembut, membiasakan anak bersalaman saat berangkat sekolah, serta memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan. Selaku orang tua tentunya akan memberikan pengawasan kepada anak-anak dengan menemani belajar dan mengerjakan PR dan tidak memberikan waktu keluar malam karena anak Ibu RK masih duduk di sekolah dasar dan orang tua juga tidak lupa memberikan motivasi seperti pemberian nasehat. Lihat Abdul Majid dan Dian Andayani, endidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal.11.

5

Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Ad-Dzariyat : 56)

Dalam menjalankan kewajiban pendidikan maka proses itu berisitugas, dan

setiap tugas harus dilaksanakan, suatu tugas selesai dilaksanakansetelah tujuan yang

dituju telah tercapai. Agar tujuan itu dapat dicapai dengan cepat, meyakinkan dan

tepat, perlu ada suatu cara yang serasi. Cara itulah yang ditempuh untuk sampai pada

tujuan.9

Pada dasarnya suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar pada

kepribadian anak.10 Tidak mungkin anak belajar menahan emosi, jika ia melihat

orang tuanya marah-marah dan emosional. Seperti halnya tidak mungkin pula anak

belajar kasih sayang, kalau ia melihat orang tuanya bersikap keras. Anak akan

tumbuh dengan kebaikan, terdidik dalam akhlak terpuji, jika ia mendapatkan teladan

dari kedua orang tuanya. Sebaliknya ia akan menyimpang dari kebaikan dan biasa

berbuat dosa, jika sering melihat orang tuanya memberi contoh perbuatan dosa.11

Dari sinilah kita melihat, bahwa keteladanan merupakan faktor yang

berpengaruh sangat besar dalam kebaikan atau kerusakan seorang anak.Jika yang

dijadikan keteladanan tersebut adalah sosok yang jujur, dapat dipercaya, berakhlak

mulia dan pemberani, maka tumbuhlah anak itu dalam kejujuran, berakhlak mulia,

dan pemberani.Sebaliknya, jika sosok yang menjadi pendidik tersebut adalah seorang

pendusta, penghianat, kikir serta pengecut, maka tumbuhlah anak itu dalam dusta,

khianat, sombong dan kekikiran.

Sesungguhnya seorang anak, betapapun potensinya untuk kebaikan itu besar,

dan betapapun fitrahnya itu suci bersih, dia tak akan bisa melaksanakan prinsip-

9

Zakiyah Darajat, dkk, Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet ke-5, h. 2

10

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak.

11 Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo:Insa Kamil, 2013), cet ke-2, h. 538

6

prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan yang baik, apabila dia tidak melihat

pendidik mereka ada di puncak keutamaan akhlak. Karena itu mudah bagi seorang

pendidik untuk mendikte anak sebuah system dari pembinaan, akan tetapi sulit bagi

anak itu untuk melaksanakan sistem ini, ketika dia melihat bahwa orang yang

mendidiknya dan mengarahkannya itu ternyata tidak konsekuen dengan sistem ini,

tidak mengaplikasikan pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya.

B. Permasalahan

Masyarakat kita mengalami perubahan yang sangat cepat.Teknologi, struktur

sosio ekonomi kita, struktur keluarga kita dan budaya bisnis kita hanya merupakan

sedikit contoh yang berubah secara dramatis sepanjang hidup kita.Setiap perubahan

itu telah dibentuk dan terus terbentuk sebagai akibat dari sikap dan perilaku kita.

Misalkan, karena kita mampu mendapatkan apa saja yang kita inginkan atau kita

perlukan dengan cepat, seperti hot dog yang dibuat di microwave, informasi instant

melalui internet,12 kita menjadi kurang sabar dan kurang banyak akal. Kita tidak

memberikan peluang melaksanakan nilai-nilai moral tersebut.Kita sering mendengar

pasangan suami istri yang bercerai pada saat mereka menemui kesukaran.Apa yang

terjadi dengan komitmen? Ketika perusahaan sedang mengalami kesukaran dan para

pegawainya mencari pekerjaan lain, sikap mayoritas yang sering melanggar

ketentuan syariat Islam,apa yang terjadi dengan loyalitas?

Maka rumahlah yang menjadi titik awal dari sebuah keteladanan.Di sanalah

perasaan tenang, aman, terindungi dan segala bentuk pembelaan apabila anak yang

12

Kata media berasal dari bahasa Latin yakni medius yang secara harafiahnya berarti ”tengah, ”pengantar” atau ”perantara”. Dalam bahasa Arab mediadisebut wasail bentuk jamakdari wasilah yakni sinonim al-wasth yang artinya juga ”tengah”. Kata tengah itu sendiri berarti berada dintara dua sisi, maka disebut juga sebagai perantara (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Lihat Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran;Sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta : Gaung Persada Press, 2010), hal. 6. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Internet (Interconnection Networking) merupakan sarana inti dari komputer untuk berkomunikasi.Menurut Hendri pondia, Internet adalah gabungan dari jaringan-jaringan computer dalam skala besar dan luas dimana masing-masing computer tersebut dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya menggunakan sebuah bahasa jaringan”. Lihat Hendri Pondia, Teknologi Informasi dan komunikasi, (Jakarta: Erlangga,2004), hal. 2

7

dia sayangi tersakiti atau dilecehkan. Untuk membentuk keteladan itu tidak dapat

dilakukan secara tergesa-gesa, memaksa atau memberikan suatu sanksi yang dalam

kondisinya anak yang terhukum itu tidak tahu menahu tentang hukuman yang akan

dia dapati dari orang tuanya. Maka dari itu, dianggap perlu pembenahan sikap atau

keteladananan (uswah) orang tua yang sekiranya dapat membentuk sikap anak-anak

yang patuh, cerdas, bersahaja dan mampu berbakti kepada kedua orang tuanya.

C. Pentingnya Figur Teladan Bagi Orang Tua

Pentingnya figur teladan bagi orang tua dalam sebuah proses pembelajaran

bagaikan kebutuhan anak yang setiap saat harus terpenuhi. Agar dalam setiap

langkah selalu dalam kebenaran dengan meniru figure yang telah ada. Keteladanan

ini juga merupakan salah satu metode yang diterapkan oleh Allah SWT dengan

menurunkan Rasul sebagai figure teladan dalam suatu kaum.

Dengan sistem pendidikan yang sempurna seperti apapun namun, tetap tidak

dapat dipungkiri jika timbul masalah, bahwa teladan seperti itu masih tetap

memerlukan pola pendidikan realistis yang dicontohkan oleh orang tua melalui

perilaku sambil berpegang pada landasan dan metodenya. Oleh karena itu Allah

SWT mengutus Nabi Muhammad SAW agar menjadi teladan bagi seluruh umat

manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan Islami. Aisyah RA pernah ditanya

tentang akhlak Rasulullah SAW. Ia menjawab, bahwa akhlak beliau adalah Al-

Qur’an.13 Betapa sempurnanya akhlak, tauladan yang telah ada pada diri Rasulullah

dan tak akan pertnah tergantikan sebagai figure tauladan yang terbaik yang pernah

ada. Pada dasarnya fitrah manusia yang cenderung mencari ataupun memerlukan

sosok teladan dan panutan yang mampu menggerakkan manusia pada jalan

kebenaran dan sekaligus sebagai contoh dinamis yang menjelaskan cara

mengamalkan syariat Allah.14Maka sosok figur teladan menjadi sangat penting dalam

hal ini.

Selain itu sosok tauladan juga sangat penting untuk mengawali suatu

kebiasaan yang baik dalam suatu kelompok. Fitrah ini tampak pada umat manusia

13

Al-Quran Surat Al-Israa': 9.14   Ahmad Tafsir, Drs. Ilmu Pendidikan Islam. PT Temprint 2011

8

dalam kondisi yang mungkin asing bagi mereka yang artinya, bagi sebagian mereka

tampak asing, tetapi bagi sebagian yang lain tidak. Hal seperti ini pernah terjadi

sewaktu Allah menghendaki agar RasulNya menikah dengan istri Zaid, anak angkat

Rasulullah SAW. Allah menghendaki yang demikian itu untuk menerangkan kepada

umat manusia secara praktis, bahwa Zaid (anak angkat) sedikit pun tidak mempunyai

bagian dari hak-hak sebagai anak.

Berdasarkan uraian di atas bahwa tauladan juga sangat diperlukan dalam

suatu kondisi yang memerlukan pengorbanan, seperti perang, infak, dan lain

sebagainya. Dalam perang khandaq, beliau langsung turun tangan ikut mengangkat

batu, menggali parit bersama para sahabat, itu dapat menunjutkan akhlak Rasulullah

SAW terhadap shahabatnya. Dengan beliau tampil sebagai contoh teladan yang patut

ditiru para orang tua, untuk langsung turun tangan bersama anak buahnya. Rasulullah

SAW tampil pula sebagai teladan dalam kehidupan suami-istri, dalam kesabaran

menghadapi keluarganya, dan dalam mengarahkan istri-istrinya dengan baik.15 Dan

teladan itu akan tetap lestari, selama langit dan bumi ini lestari. Kepribadian

Rasulullah Saw sesungguhnya bukanlah hanya teladan buat suatu masa satu generasi

satu bangsa, satu golongan atau satu lingkungan tertentu. Beliau adalah teladan

universal buat seluruh manusia dan seluruh generasi.

D. Landasan Psikologis Keteladanan

Pada dasarnya, mufasir juga melihat kebutuhan manusia yang akan menjadi

figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter

manusia. Pada hakikatnya, peniruan itu berpusat pada tiga unsur terhadap orang

tuanyanya, antara lain:

1. Kesenangan untuk meniru dan mangikuti. Lebih jelasnya hal itu terjadi pada

anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan yang samar tanpa

disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergerak, cara

bergaul, atau perilaku-perilaku lain dari orang yang mereka kagumi.

15

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2017), hal. 29

9

2. Kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia memiliki kesiapan dan

potensi yang terbatas untuk periode tersebut. Karena itulah, Islam mengenakan

kewajiban shalat pada anak yang usianya belum mencapai tujuh tahun dengan

tetap menganjurkan kepada orang tua untuk mengajak anaknya meniru

gerakan-gerakan shalat. “Sesungguhnya kalian akan mengikuti tradisi orang

sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (Al

Hadits).

3. Ketiga, setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui oleh si

peniru atau bisa jadi juga tujuan itu sendiri tidak jelas, bahkan tidak ada. Pada

dasarnya, di kalangan anak-anak, peniruan lebih cenderung didorong oleh

tujuan yaitu kecenderungan mempertahankan dunia individual karena seolah-

olah dia berada di bawah bayang-bayang individu yang kuat dan perkasa, yang

membuat orang lemah menirunya.

E. Kilas tentang penafsiran Uswah (keteladan) Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Pengertian keteladanan dari segi bahasa, “keteladanan” kata dasarnya adalah

“teladan” yang artinya contoh, sesuatu yang patut ditiru karena baik, tentang

kelakuan, perbuatan dan perkataan. Kemudian kata “teladan” diberi imbuhan dengan

awalan “ke” dan khiran “an”, sehingga menjadi kata “keteladanan” yang berarti hal-

hal yang memberikan teladan atau contoh yang patut ditiru.16Dalam kamus besar

Bahasa Indonesia disebutkan asal kata keteladanan adalah teladan yaitu perbuatan

atau barang yang patut ditiru dan dicontoh.17Jadi keteladanan adalah hal-hal yang

patut ditiru. Dalam bahasa Arab “ keteladanan” diungkapkan dengan kata “ Uswah”

dan “ Qudwah” terbentuk dari huruf , , ء س secara etimologi setiap kata , و

yang terbentuk dari tiga huruf tersebut memiliki arti yang sama yaitu “ Pengobatan

16

S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 1456.

17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1995) edisi ke 2, cet. Ke-4, h. 1025.

10

dan Perbaikan”.Menurut Yahya Jala, al-Qudwah berarti al-Uswah, yaitu ikutan,

mengikuti seperti yang diikuti.18

Kata qudwah adalah kata yang berasal dari Arab yang memiliki kesamaan

dengan kata uswah yang berarti keteladanan.19 Pengertian yang diberikan oleh

Ashfahani, bahwa menurut beliau al-uswah dan al-iswah sebagaimana kata al-

quduwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti

manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan.20

Sedangkan menurut Abdullah qudwah merupakan lafadz yang sering digunakan

kepada masusia yang biasa, kalau uswah dikhususkan kepada nabi Muhammad swa.21

Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontohkan oleh

seorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah

keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam yaitu keteladanan

yang baik, sesuai dengan pengertian uswah dalam ayat-ayat di bawah ini,

Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-uswah yang kemudian

dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah

yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah juga selain dilekatkan

kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk

mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran selanjutnya menjelaskan

akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.

18A. Zainal Abidin, Mepmeprkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 96

19 An-Nahlawi Abdurrahman, Ushulut Tarbiyah Wa Asalibiha, Beirut: Daar al-Fikri, 1996, hal. 31

20

Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Fiqih Sunah Imam Syafi’i, terj. Rizki Fauzan, Bandung: Padi Bandung, 2009, hal. 27

21 Wawancara dengan Abdullah, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hilal Sigli pada Hari Minggu, 15 Januari 2018

11

Keteladanan menurut Heri Jauhari Muchtar , “keteladanan adalah metode

pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Baik

dalam ucapan maupun dalam perbuatan.22

Adapun metode keteladanan menurut Abdullah Nashih, Ulwan merupakan

metode efektif bagi pendidikan anak dan mengasah kreativitas diri seorang

pendidik.23Selain itu beliau memperkuat pendapatnya dengan argumentasi dari

Charles Scaefer keteladanan terdapat isyarat-isyarat non-verbal24 yang berarti dan

menyediakan suatu contoh yang jelas ditiru.

Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga mengutip

pendapat dari seorang tokoh pendidikan Islam lainnya yang bernama Abi Al-Husain

Ahmad Ibnu Al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul

Mu’jam Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah”

yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti.25Menurut Nur Uhbiyanti dalam bukunya

Ilmu Pendidikan Islam menuliskan bahwa metode yang cukup besar pengaruhnya

dalam mendidik anak adalah metode pemberian ontoh dan teladan.26

Jadi keteladanan adalah mendidik anak dengan cara memberikan contoh

yang baik (uswah hasanah) agar dijadikan panutan baik dalam berkata, bersikap dan

dalam semua hal yang mengandung kebaikan. Sehingga pendidikan Islam yang

diajarkan mempengaruhi anak untuk meniru kebaikan yang diajarkan.

22Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2005), cet.1, h. 224

23Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 200

24

Adityawarman adalah salah satu ilmuwan Indonesia yang memberikan gagasannya mengenai komunikasi nonverbal. Menurutnya, komunikasi nonverbal merupakan suatu komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata. Dengan kata lain, terdapat bentuk pesan lain yang disampaikan kepada komunikan oleh komunikator, dan hal tersebut bukanlah kata-kata. Dalam komunikasi langsung, ketika bertatap muka misalnya, maka ucapan atau suara yang dikeluarkan oleh pembicara merupakan bagian dari komunikasi verbal, sementara pandangan wajah, fokus mata, mimik wajah, dan lain sebagainya merupakan bagian dari komunikasi nonverbal. Lihat Adityawarman. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Komposisi Tubuh pada Remaja. emarang : Universitas Diponegoro, 2007. Hal. 61

25http://habapendidikan.blogspot.com/2012/03/metode-keteladanan-uswah-dalam.html

26Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 1999), hal. 117

12

Jadi Qudwah adalah proses penyampaian, pengembangan dan

penyempurnaan dengan menggunakan keteladanan yang baik sebagai alat untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Dan teknik qudwah ini dilakukan karena ajaran Islam

tidak sekedar mentransformasikan pada peserta didik, tetapi juga diaplikasikan dalam

kehidupan yang nyata. Sehingga tuntutan pendidikan tidak hanya berceramah, atau

berdiskusi, tetapi lebih penting lagi adalah mengamalkan semua ajaran yang telah

dimengerti, sehingga peserta didik dapat meniru dan mencontohnya. Dan Allah

mengingatkan hal itu pada firmannya:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu

yang tidak kamu kerjakan?”. “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa

kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff

ayat 2 dan 3 )

Selain itu, keteladan akan memunculkan kepribadian yang peka dalam

menjalankan ketaatan. Hal ini disebabkan anak melihat orang-orang yang sekitarnya

adalah pribadi yang dikagumi dan diidolakan. Anak tidak akan terpengaruh dengan

tokoh fiktif yang dihadirkan oleh media televisi, yaitu Bius hiburan dan informasi

yang ditonton anak dan juga orang dewasa pada gilirannya akan ikut mempengaruhi

pembentukan kepribadian dan pola perilaku. Jika yang diserap bukan hal yang

bermutu, maka dapat dibayangkan betapa memprihatinkannya dampak negative yang

ditimbulkan siaran televisi.

Jika dicermati secara mendalam, banyak program acara televisi dirancang

untuk dan atas dasar kebudayaan orang kaya.Bius kemewahan yang dihadirkan

program siaran seperti ini efektif menimbulkan penyempitan kesadaran atas

kebutuhan-kebutuhan nyata.Sebagai konsekuensinya, konsumerisme Berjaya

memahkotai hidup anak-anak.

Sesungguhnya baik pada bangsa yang kaya maupun yang miskin, konsumsi

umumnya dipolarisasi, sementara pengharapan disamaratakan atau distandarkan dan

13

harus selalu berada diluar jangkauan sumber-sumber daya yang dapat

dipasarkan.Oleh karena itu ayah dan ibunyalah menjadi panutan anak dalam

kesolehan. Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan dengan penuh makna

jika kedisiplinan dalam ibadah misalnya, akan terlihat dari orang tuanya yang

bersegera salat saat mendengaradzan. Ayahnya segera bergegas pergi ke mesjid

untuk melaksanakan sholat berjamaah.Ibu segera menghentikan segala aktivitas

untuk menunaikan kewajiban dengan penuh kerelaan. Hal ini akan menjadikan anak

begitu antusias meniru kebiasaan tersebut, terlebih jika pendidikan keteladanan ini

diberlakukan sejak anak usia dini. Sebab anak akan memiliki kemampuan untuk

mencerap pemahaman lebih kuat dan membekas. Sehingga orang tua diharapkan

untuk selalu memberikan apresiasi positif kepada anak, baik melalui pujian maupun

melalui teladan yang baik.

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling menyakinkan

keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak pada diri anak. Hal

ini dikarenakan pendidikan keteladanan merupakan metode mudah dalam pandangan

anak, yang akan ditiru dalam tindakannya, bahkan akan terpatri dalam jiwa dan

perasaannya dan tercermin dalam ucapan dan perbuatannya

Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat

ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau

mewujudkannya, sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun

keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai

alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan

bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan

dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata,

khusunya ibadah dan akhlak.

F. Keteladanan Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Islam

Uswah (keteladanan) adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru

atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau mewujudkannya,

sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang

dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan

14

Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode

keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara

memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya

ibadah dan akhlak.

Kemudian model tauladan macam apa yang dapat di berikan oleh orang tua

maupun guru, imam alghazali dalam menasehati para guru agar mengamalkan

ilmunya dan tidak mendustakan perkataannya, disamping itu sejak kita mengenal

agama kita sudah dianjurkan untk mencari suri tauladan dalam menjalani kehidupan

ini, ketauladanan itu ada pada diri Rasulullah SAW, sebagaimana terdapat dalam ayat

alqur’an :

Artinya; Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu, yaitu bagi orang- orang yang mengharap rahmat Allah dan

kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut asma Allah ( QS. Al-

Ahzab 21).

Pada ayat ini Allah SWT memperingatkan orang-orang munafik.bahwa

sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi saw. Rasulullah

saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, tabah menghadapi segala

macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan

Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin

menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah

mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi. Tetapi perbuatan dan tingkah laku

mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala

macam bentuk kebahagiaan hakiki itu. 

Kemudian dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam

hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan

pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari

lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat

15

dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain

mereka.

Keteladanan orang tua dalam mendidik anak yang terdapat dalam surat al

ahzab ayat 21, juga dikuatkan dalam surat Al-Mumtahanah : 4

….

Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan

orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada

kaum mereka: ,,,. (Q.S Al-Mumtahanah : 4)

Keteladanan orang tua dalam mendidik anak begitu penting sebagaimana

dideskripsikan surat al-ahzab ayat 21 dan surat al Mumtahana ayat 4 juga terdapat

dalam surat Luqma ayat 18.

Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena

sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi

membanggakan diri.(QS. Luqman: 18).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lafadh yang ada pada

ayat al-ah-Ahzab ayat 21 dan surat Al-Mumtahanah ayat 4 dengan lafadz uswah

yaitu memberikan arti keteladanan orang tua dan lafadz wala tusha`ir, juga

memberikan arti yang sama yaitu keteledan.

Ada beberapa hadits yang penafsir temui antara lain; Rasulullah telah

menggunakan teknik keteladanan langsung dalamberbagai kesempatan. Ketika

Rasulullah mengajarkan shalat kepada kaumMuslim, beliau naik ke tempat yang

tinggi sehingga bisa terlihat oleh semuaorang. Kemudian Rasulullah bersabda;

صلواكمارايتموانىاصلىArtinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku

16

Bahkan bisa dikatakan, seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalahpenjelasan

terhadap syariah Islam.Maka ketika Aisyah ra.Ingin menerangkan akhlak Rasulullah

SAW, dengan ungkapan terbaiknya“Akhlaknya adalah al-Qur‟an”27.

Berbagai contoh praktis keteladanan dalam perilaku-perilaku mulia yang

diterapkan kepada anak-anak, dalam kehidupan dan pertumbuhannya diantaranya

sebagai berikut:

a. Mendidiknya agar terbiasa berwudhu setiap kali bangun tidur, dan bukanhanya

mencuci muka saja.

b. Mendidiknya agar terbiasa tidur segera setelah shalat isya. Tidak boleh

dibiarkan terlambat tidur agar anak bisa bangun tepat waktu shalat shubuh.

c. Mendidiknya agar terbiasa menerima tamu. Melatihnya agar bisa berbelanja

berbagai kebutuhan rumahnya.

d. Membiasakannya untuk berjamaah shalat di mesjid tepat pada waktunya.

e. Bila memiliki anak perempuan, maka harus dibiasakan untuk memakai hijab.

f. Membiasakan untuk melakukan puasa sunnah.

g. Membiasakan untuk makan dan minum dengan tangan kanan.28

Kemudian hadits yang lain juga penafsir membahas keteladan orang tua

merupakan pendidik pertama yang akan mengajarkan sekaligus memberikan

pengarahan dan teladan baik. Agar anak memiliki lingkungan keluarga yang

mendidiknya mengenal Islam. Meneladani keshalihan kepada anak akan memiliki

pengaruh yang besar. Orang tua memiliki kewajiban mengajarkan keutamaan

menjalankan syariat dan memupuk keimanannya agar terpancar kepribadian yang

mulia dihadapan anak.Sebab keteladanan orang tuanya pengaruh yang dominan

dalam jiwa anak.

Sebagaimana dalam hadis dapat kita cermati sabda nabi Muhammad SAW,

yang berbunyi

يولد مولود وينصرانه  كل يهودانه فأبواه الفطرة على27

M.Rawwas Qal‟ah ji, Biografi Nabi SAW “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul Muhammad SAW”, (Dahran: Mahabbah Pustaka, 1986), h.168

28

Muhammad sa‟id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, ( Jakarta: Cendikia, 2001), cet ke-1, h. 142

17

Artinya : Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang

menjadikannya Yahudi, Nasroni (H.R. Abu Dawud).

Anak akan melihat, mendengar dan mengamati sikap orang tuanya. Sebab

secara lansung anak sejak lahir berinteraksi dekat bersama ayat dan ibunya. Apapun

sikap yang ditujukan orang tuanyalah yang akan menjadi gambaran anak dalam

berbuat.

Secara umum orang tua mempunyai tiga peranan terhadap anak:

1. Merawat fisik anak, agar anak tumbuh kembang dengan baik.

2. Proses sosialisasi anak, agar anak belajar menyesuaikan diri terhadap

lingkungan

3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.29

Dalam hal ini maka peran orang tua memberikan keteladanan merupakan

sebuah bekal penting atas pendidikan anak. Sehingga pada saat anak tumbuh di

lingkungan masyarakat ia dapat beradaptasi dan diterima oleh lingkungan sekitarnya.

Baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.

Pada dasarnya, perilaku anak akan terlihat pada kelakuan orang tuanya. Jika

orang tua memperlakukan anak-anak dengan baik dalam syariat Allah, mereka akan

menjadi anak berbakti kepada orang tuanya. Sebaliknya jika orang tuanya salah

dalam mendidik anak-anaknya, maka janganlah berharap anak-anak akan berbakti

kepadanya.30

Misalnya anak yang diajarkan dengan kedisiplinan menjalankan syariat Allah

seperti shalat, menutup aurat, sopan santun dalam ucapan maupun perbuatan dan

menjaga pergaualannya secara Islami. Maka anak akan terbentuk menjadi pribadi

yang takut menjalankan keburukan dan dekat pada ketaatan kepada Allah SWT.

Sebaliknya jika orang tuanya mencontohkan kemalasan ibadah, sikap angkuh,

perkataan yang buruk dan sikap yang melanggar syariat Islam. Maka anak secara

29

Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang,t,th), h. 7630 M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 1993), cet ke-6, h. 65

18

langsung akan mengikuti keburukan yang diperlihatkan oleh pendidiknya dalam hal

ini ayah dan ibunya.

Jika dalam menjalankan aktiviitas sehari-hari di dalam rumah sikap yang

dicerminkan ayah dan ibunya adalah berkata kasar dan bersikap buruk. Hal demikian

pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Orang tua yang mampu mmberikan

keteladanaan ketaatan dan kebaikan dalam perbuatan dan perkataan akan menjadi

inspirasi kesolihan bagi anaknya. Meskipun tidak bisa dipungkiri, anak akan

menemui tantangan lain yakni berupa media sosial dan lingkungan.

Namun setidaknya anak sudah dibekali kebaikan sehingga akan menjadi

modal awal ia bersosialisasi dengan lingkungannya. Idealnya seorang pendidik

keluarga yakni dalam hal ini adalah orang tua, selain mampu memberikan

keteladanan, juga tetap mengawasi dan memberikan pengarahan terhadap segala

macam aktivitas anaknya.Tidak memberikan kebebasan sepenuhnya sebab

bagaimana pun anak tetap membutuhkan bimbingan dari orang tuanya.

Suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam

kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtadan. Ikutan, mengikuti yang diikuti. Dari

pengertian keteladanan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa keteladanan itu

adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seorang dari orang lain.

Sedangkan keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat

dijadikan sebagai alat pendidikan Islam (`am), yaitu keteladanan yang baik sesuai

dengan pengertian “ Uswah” (khas),keteladanan sebagai suatu metode digunakan

untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang

baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik, mental dan memiliki

akhlak yang baik dan benar. Keteladanan dapat memberikan kontribusi yang besar di

dalam mengaplikasikan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

Untuk menciptakan anak yang shaleh, pendidik tidak cukup hanya

memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang

memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 44

19

Artinya “ Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan kamu

melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidakkah kamu

pikiran? “

Dari firman Allah SWT di atas, dapat diambil pelajaran bahwa orang tua

hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada anak, tapi

lebih dari itu, ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya sehingga siswa dapat

mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.

G. Asbabun Nuzul yang terdapat dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21

Menurut Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini adalah dasar yang paling

utama dalam perintah meneladani Rasulullah Saw, baik dalam perkataan, perbuatan,

maupun keadaannya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala menyuruh manusia untuk

meneladani Rasulallah Saw dalam hal kesabaran, keteguhan, ribath (terikat dengan

tugas, komitmen), dan kesungguh-sungguhannya.

Ayat ini turun semasa Perang Ahzab ketika ada anggota pasukan Islam yang

yang takut, goncang, dan hilang keberaniannya pada perang Ahzab.Allah menyuruh

orang demikian meneladani Nabi Muhammad Saw dalam kesabaran dan keteguhan

membela agama Allah.

Di antara penduduk di Madinah itu memang ada orang yang telah bergoncang fikirannya, kacau bilau perasaan hatinya, jiwanya jadi stress yang teramat, ada juga orang yang pengecut, munafiq, tidak berani bertanggungjawab, kiranya sudah bersedia hendak lari menjadi badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat jumlah yang besar tentera musuh yang akan menyerang.

Namun begitu, masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal

20

yang waras. Ini kerana mereka telah melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri yaitu Rasulullah saw.

Mulai saja baginda menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu datang hendak menyerang Madinah, baginda terus bersiap sedia mencari idea untuk mempertahankan kota Madinah. Baginda telah mendengar nasihat dari Salman Al Farisi agar menggali parit ataupun dipanggil khandaq untuk menghalang kemaraan tentera musuh.Nasihat Salman itu segera baginda Nabi laksanakan.Malah baginda sendiri yang memimpin menggali parit bersama-sama sahabat-sahabat baginda.Dan ianya dituruti oleh semua penduduk Madinah akhirnya menggali parit.

Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, menghancurkan batu batu yang merentangi, baginda telah memikul tanah galian dengan bahunya sendiri.Sehinggakan tanah yang dipikul baginda mengalir turun bersama keringat baginda di atas rambut baginda.Semuanya itu dikerjakan oleh sahabat-sahabat baginda dengan gembira dan bersemangat.Ini kerana baginda nabi sendiri telah kelihatan gembira dan bersemangat melakukan tugas itu. Sehinggakan bekerja, bergotong royong menggali tanah menyekap pasir, memukul batu sambil bernyanyi gembira dengan syair-syair gembira gubahan Abdullah bin Rawahah.

Syair-syair itu dilagukan dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar, mereka menyanyikan syair gubahan Abdullah bin Rawahah bersama-sama. Tetapi Abdullah bin Rawahah penyair muda dari Madinah ini, kemudiannya telah mencapai syahidnya dalam peperangan Mu’tah bersama Jaafar bin Abu Talib dan Zaib bin Harithah.

Maka janganlah kita samakan Rasulullah saw yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan pembesar-pembesar, menteri-

21

menteri di zaman kini ketika meletakkan batu asas hendak mendirikan gedung baru, bangunan baru, menggunting riben ketika merasmikan sesebuah syarikat ataupun pejabat, atau kedai. Dan janganlah kita samakan Rasulullah dengan pemimpin kita yang turut serta bersembahyang di mesjid untuk sesuatu upacara. Ianya berlainan sama sekali. Rasulullah ini adalah betul-betul pemimpin.Betul-betul seorang pejuang. Jauh sangat beda pemimpin kita dan juga pemimpin-pemimpin lain dengan baginda.

Dalam peperangan Khandaq itu semuanya bekerja keras siang malam.Dari mula bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam.Besar dan kecil, tua dan muda.Kanak-kanak dan perempuan perempuan dipelihara dalam benteng (Athaam) dan dikawal. Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulillah Abubakar Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mush-haf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, danmemecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan bahwa Zaid Bin Tsabit ini adalah seorang anak yang baik.

Rupanya oleh kerana tersangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, Zaid masuk ke dalam parit itu dan sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya. Datang seorang pemuda lain bernama 'Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya.Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi.Dia pucat terkejut dan cemas.

Seketika tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau:

"Hai Abaa Ruqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!"Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga, sehingga Zaid bertambah takut disertai malu.

22

Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula: "Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?" 'Ammarah menjawab: "Saya yang menyimpannya, ya Rasul Allah!" Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernasihat pula kepada 'Ammarah didengar oleh yang lain: "Saya buat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau".

Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada Panglima Perang yang mengerahkan tenteranya ke medan pertempuran. Baginda tahu benar bahawa Zaid itu anak baik.Tertidur kerana sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya.Sambil bergurau saja baginda menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali.Inilah antara sifat-sifat Rasulullah yang dapat dijadikan suri teladan kepada seluruh umat manusia.

“.....bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Di permulaan ayat sudah dijelaskan bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada perkara yang dapat dijadikan contoh teladan bagi kita.Iaitu bagi orang-orang yang beriman.Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup.Iman mesti disertai dengan pengharapan.Kalau hidup tidak mempunyai harapan, maka tidak ada ertinya hidup ini.Maka untuk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingati Allah.Sebab itu maka di hujung ayat ini dikatakan bahwa perbayakkanlah untuk menyebut dan mengingati Allah.

Ini kerana memang mudah untuk mengatakan kami mengikut contoh teladan dari Rasulullah ataupun mengatakan kami sememangnya beriman.Tetapi adalah untuk benar-benar beriman dan mengikuti contoh dari Rasulullah adalah memerlukan latihan batin yang mendalam sekali untuk melakukannya. Contoh  orang

23

yang mengaku bahwa ia menuruti sunnah Rasulullah yang mengamalkan sunnah-sunnahnya. Yang Rasul buat, diturutinya kesemua. Yang Rasul tidak buat, yaitu bidaah, akan ditinggalkannya. Tetapi jarang orang yang mencontohi teladan dari sifat Rasulullah uang penuh lemah lembut di dalam menegur sesiapa yang melakukan bidaah.Mereka ini hanya tahu mengutuk, menegur dengan kasar, mencemuh, dan ada juga yang menyesatkan sesama Islam kerana mengamalkan bidaah.

Maka bertambah besar harapan kita kepada Allah dan keyakinan kita akan hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah, maka akan bertambah ringanlah bagi kita untuk mencontohi Rasulullah saw.

Jika pendidikan adalah melalui contoh, maka Rasul menempati posisi nomor

wahid untuk di teladani, baru kemudian faktor figur lain menjadi sangat penting,

baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Siapakah figur sentral di rumah?

Siapakah figur sentral di sekolah?Dan siapakah figur sentral di masyarakat? Karena

dalam tahapan pertumbuhan dan proses belajar, ciri khas seorang yang menjadi

teladan bagi anak-anak dan remaja sangatlah penting. Semakin sempurna seorang

dewasa yang menjadi teladan bagi anak-anak, maka tingkat penerimaan dan

keberlansungannya juga semakin banyak.Lihat saja tingkah polah dan perilaku anak-

anak kita, mereka sangat menyukai perilaku orang yang diteladaninya dan dengan

senang hati berusaha membentuk dirinya seperti orang yang diteladaninya itu.

H. Implementasi Keteladanan Rasulullah saw terhadap Orang Tua dalam

Mendidik Anak

Mengimplementasikan keteladanan Rasulullah terhadap orang tua sekarang

ini dapat menunjukkan bahwa pada dasarnya keteladanan memiliki sejumlah azas

kependidikan berikut ini:

Pertama, pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru

pada jalan Allah. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi teladan di

hadapan anak-anaknya, bersegera untuk berkorban, dan menjauhkan diri dari hal-hal

24

yang hina. Dengan begitu, para pendidik dan orang tua harus menyempurnakan

dirinya dengan akhlak mulia yang berasal dari Al-Qur’an dan dari perilaku

Rasulullah SAW.

Kedua, sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW

sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik/orang tua dan generasi muda sehingga

setiap kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat

kita untuk meneladani beliau. Yang perlu kita garis bawahi, Islam tidak menyajikan

keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman tetapi Islam menyajikan keteladanan

ini agar manusia menerapkan suri teladan ini kepada dirinya sendiri.

Mufasir dalam hal ini melihat dari hasil pengaplikasiannya keteladanan

terpecah menjadi dua ranah yaitu:

1. Pengaruh Langsung yang Tidak Disengaja

Keberhasilan tipe peneladanan ini banyak bergantung pada kualitas

kesungguhan realisasi karakteristik yang diteladankan, seperti: keilmuan,

kepemimpinan, keikhlasan, atau lain sebagainya. Dalam kondisi ini pengaruh teladan

berjalan secara langsung tanpa disengaja. Ini berarti bahwa setiap orang yang

diharapkan menjadi teladan hendaknya memelihara tingkah lakunya.

2. Pengaruh yang Sengaja

Kadangkala peneladanan diupayakan secara sengaja. Maka umpamanyaorang

tua memberikan contoh membaca yang baik agar anak-anak menirunya, orang tua

membaikkan shalatnya untuk mengajarkan shalat yang sempurna kepada anak-anak,

dan komandan maju ke depan barisan di dalam jihad untuk menanamkan keberanian,

pengorbanan, dan kegigihan di dalam jiwa pasukannya.

Dari sini mufasir dapat melihat bahwa keteladanan dalam kehidupan sehari-

hari memberikan implikasi yang luar biasa, begitu juga dalam pendidikan dalam

keluarga. Untuk itu seyogyanya sebagai orang tua harus merealisasikan keteladanan

dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah Saw sebagai suri teladan yang baik selalu mendahulukan dirinya

mengerjakan segala perintah yang datang dari Allah Swt sebelum perintah itu

disampaikan pada umatnya, demikian pula larangan-larangan Allah Swt ia senantiasa

menjauhinya.

25

Bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Hal itu

dikarenakan orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Sebagai

model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam

keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh

karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu

yang baik-baik saja kepada anak mereka.Teladan yang baik dari orangtua sangat

penting dalam dunia pendidikan. Dengan contoh yang baik seorang anak didik akan

termotivasi untuk meniru dan mengikuti perilaku orangtua. Keteladanan yang baik

memiliki pengaruh yang cukup besar pada diri seorang anak. Anak akan selalu

meniru tabi’at orangtuanya hingga orangtuanyalah yang akan pertama kali mencetak

anak menjadi apa saja yang diajarkan orang tuanya melalui perilaku diri merka

sendiri. Setiap orangtua dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik tatkala

seorang anak mulai tumbuh, maka ia akan merekam seluruh tingkah laku orangtua

dan senantiasa akan bertanya-tanya tentang sebab suatu peristiwa. Maka apabila

jawaban orangtua baik maka akan baik pula untuk si anak. Orang tua sebagai figur

teladan bagi anak-anaknya hendaklah menjaga sikap dan perilakunya, sebab apa yang

mereka lakukan akan menjadi cermin bagi anaknya.

Kemudian ayat di atas juga sering diangkat sebagai bukti adanya keteladanan

dalam pendidikan. Muhammad Qutb, misalnya mengisyaratkan sebagaimana yang

dikutip oleh Abudin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam bahwa:

“Pada diri Nabi Muhammad Allah menyusun suatu bentuk sempurna yaitu

bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung”.31

Apabila ittiba’kepada Rasulullah, maka setiap orangtua seharusnya berusaha

agar dapat menjadi uswatun hasanah, artinya bisa menjadi contoh teladan yang baik

bagi anaknya khususnya dan masyarakat pada umumnya, meskipun diakui tidak

mungkin bisa sama seperti keadaan Rasulullah, namun setidak-tidaknya harus

berusaha ke arah itu.32

31

Abudin Nata,Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 95.

32H.Mangun Budiyanto,Ilmu PendiidkanIslam, (Yogyakarta: GriyaSantri, 2011),h.149.

26

Dalam hal ini ada dua bentuk keteladanan:

1. Keteladanan Secara Verbal

a. Komunikasi disengaja (terencana)

Komunikasi disengaja (terencana) adalah komunikasi yang direncanakan

untuk proses pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan. Contohnya adalah ketika

orangtua ingin memerintahkan anaknyauntuk menjalankan solat berjamaah di masjid,

maka sebelumnya orangtua harus sudah berpakaian rapi dan sudah siap untuk

berangkat ke masjid.

b. Komunikasi spontan

Komunikasi spontan adalah komunikasi yang diterapkan dalam keseharian

yang dapat mencerminkan sikap dan prilaku seseorang. Contohnya adalah tutur kata

orang tua ketika memberikan perintah kepada anak dengan mengucapkan kalimat

”tolong” terlebih dahulu sebelum menunjukkan perintah.

2. Keteladanan Secara non Verbal

Keteladanan secara non verbal adalah dengan isyarat, sikap atau prilaku yang

dapat memberikan keterangan yang dipahami oleh orang lain secara umum.

Contohnya Seperti orang tua yang sedang memberitahu suatu tempat kepada anaknya

tanpa mengucapkan katakata, namun mengarahkan jari telunjuknya ketempat yang

dituju.

Dari beberapa uraian yang telah dibahas, penulis mengambil suatu

kesimpulan tentang macam-macam bentuk keteladanan.Bentuk keteladanan itu

terbagi dua, yaitu keteladanan dalam bentuk perkataan/ucapan dan keteladan dalam

bentuk perbuatan.

Pertama, keteladanan dalam bentuk perkataan/ucapan adalah hal-hal yang

dapat ditiru atau dicontoh seseorang dari orang lain, kemudian akan dipraktekkannya

sesuai dengan apa yang didengarnya.

Kedua, keteladanan dalam bentuk perbuatan adalah hal-hal yang dapat ditiru

atau dicontoh seseorang dari orang lain, dalam bentuk perbuatan, kemudian

dipraktekkan sesuai dengan apa yang diihatnya.

27

Menurut beberapa pendapat mengatakan bahwa keteladanan itu lebih

dominan dengan perbuatan daripada dengan ucapan.Sejak lama orang percaya dan

memang terlihat dalam kehidupan nyata bahwa pendidikan dengan memberikan

keteladanan adalah salah satu bentuk pendidikan terpenting, apalagi di masa kanak-

kanak. Yakinlah bahwaanak-anak akan lebih terpengaruh oleh apa yang kita lakukan,

bukan oleh apa yang kita katakan. Menurut Nurcholis Madjid: “peran orang tua

adalah peran tingkah laku, tauladan-tauladan dan pola-pola hubungan dengan anak

yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-niai keagamaan”.33

Pepatah mengatakan: “bahasa perbuatan adalah lebih fasih dari bahasa

ucapan.”34Jadi bahwa pendidikan agama menuntut tindakan percontohan lebih

banyak dari pada pengajaran verbal.Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan dengan

perbuatan untuk anak lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan

bahasa ucapan.Karena itu yang penting adalah penghayatan kehidupan keagamaan

dalam suasana rumah tangga. Menurut penulis sebaiknya dalam teladan haruslah

seimbang antara ucapan dengan perbuatan, karena apabila terjadi kontradiksi antara

ucapan dengan perbuatan, maka Allah Swt Sangat membencinya kita dapat temukan

bahwa al-Quran menolak keras perilaku orang-orang yang perbuatan berlainan

dengan ucapannya, termasuk didalamnya adalah para ibu, bapak dan semua orang

yang mengemban amanat pendidikan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

bahwa pendidikan agama dalam keluarga diterapkan dengan keteladanan dan hal ini

paling meyakinkan keberhasilan dalam membentuk dan mempersiapkan moral,

spiritual dan sosial anak”. Sebab, Anak-anak akan meniru perilaku orang dewasa

yang mereka amati, jika mereka mendapatkan kedua orang tuanya jujur, maka

mereka akan tumbuh menjadi orang jujur. Keteladanan dalam pendidikan adalah

merupakan metode aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Hal ini karena

pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindaktanduk dan sopan

santunnya disadari atau tidak akan ditiru anak.

33

Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 2000), Cet. II, hal. 81.

34Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah & Syair Arab, (Bandung: Media Qalbu), Cet. I, h.75.

28

I. Pembentukan Karakter Anak Melalui Keteladanan Orang Tua

Dalam Al-Quran kata-kata keteladanan yang diistilahkan dengan uswah, ahal

ini bisa dilihat dalam berbagai ayat yang terpencar-pencar, diantaranya yaitu

sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran suratAl-Ahzab ayat: 21 yang artinya

sebagai berikut:

Artinya; “Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu telah ada teladan (uswah)

yang baik bagimu (yaitu)bagi orang-orang yang mengharapkan  (rahmat)

Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan yang mengingat Allah SWT

sebanyak-banyaknya.(Qs. Al-Ahzab: 2135 

Dalam ayat di atas jelas disebutkan kata-kata Uswah yang dirangkaikan

dengan hasanah yang berarti teladan yang baik, yang patut diteladani dari seorang

guru besar yang telah memberikan pelajaran kepada ummatnya baik dalam beribadah

(hablumminallah), maupun dalam berinteraksi dengan sesama manusia

(hablumminannas).Yang kemudian dijadikan salah satu metode pendidikan yaitu

metode keteladanan yang bisa diterapkan sampai sekarang dalam upaya mewujudkan

tujuan pendidikan.

J. Kelebihan dan kekurangan penerapan metode Uswah

Dalam memberikan keteladanan dalam proses pendidikan anak, maka

sepatutnya pendidik memperhatikan kelebihan dan kekarangan metode pendidikan

ini. Agar dalam penerapannya dijalnkan dengan pertimbangan yang baik. Sehingga

orang tua akan sangat berhati-hati dalam memberikan percontohan dala kehidupan

sehari-hari. Karena tingkah lakunya dilihat dan diperhatikan anak.

Diantara kelebihan metode keteladanan

1. Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya.

2. Agar memudahkan pendidik dalam mengevaluasi hasil berlajarnya.

3. Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.

4. Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat baik,

maka akan tercipta situasi yang baik bagi anak.35Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: 1971), hal. 671

29

5. Terciptanya hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik.

6. Secara tidak langsng pendidik dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya.

7. Mendorong pendidik untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh.

Adapun kekurangan metode Uswah

Selain mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode

lainnya, dalam penerapannya metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai

kekurangan, diantaranya yaitu sebagai berikut:

1) Jika figur yang dicontoh tidak baik, akan cenderung untuk mengikuti tidak

baik.

2) jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.

K. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa:

1. Orang tua adalah pendidik yang pentama dalam pembinaan keteladanan

terhadap anak

2. Peran orang tua dalam mendidik anak adalah sangat besar dan memberikan

kontribusi yang urgen terhadap perkembangan anak baik dalam keluarga

maupun bermasyarakat.

3. Keteladanan dalam pendidikan adalah merupakan metode aspek moral,

spiritual dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik

dalam pandangan anak, yang tindaktanduk dan sopan santunnya disadari atau

tidak akan ditiru anak.

30

DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, Penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta, 1997

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,Jakarta: Gema Insani, 2004.

Abdul Majid dan Dian Andayani, endidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung:Rosdakarya, 2012.

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi, Yogyakarta: Andi, 2004.

M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1996.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1997.

www.http. Dul Rohim, “Pendidikan Anak dalam Keteladanan, di akses 27 April 2014

Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung:PT. Rosda Karya , 2008.

Zakiyah Darajat, dkk, Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Prophetic Parenting Cara Nabi MendidikAnak.

Abdullah Nasih „Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Solo:Insa Kamil, 2013.

Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran;Sebuah Pendekatan Baru, Jakarta : Gaung Persada Press,2010.

Hendri Pondia, Teknologi Informasi dan komunikasi, Jakarta: Erlangga,2004.

S. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1995.

31

A. Zainal Abidin, Mepmeprkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Heri jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung: PT. Rosdakarya, 2005.

Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Adityawarman. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Komposisi Tubuh pada Remaja. Emarang :Universitas Diponegoro, 2007.

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Setia, 1999.

M.Rawwas Qal‟ah ji, Biografi Nabi SAW “Menyibak Tabir Kepribadian Rasul Muhammad SAW”, Dahran: Mahabbah Pustaka, 1986.

Muhammad sa‟id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, ( Jakarta: Cendikia, 2001.

M.Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993.

Abudin Nata,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

H.Mangun Budiyanto,Ilmu PendiidkanIslam, Yogyakarta: GriyaSantri, 2011.

Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Paramadina, 2000.

Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah & Syair Arab, Bandung: Media Qalbu.

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: 1971.

32