112
TESIS PENGARUH KEMOTERAPI FASE INDUKSI TERHADAP MALONDIALDEHID SEBAGAI BIOMARKER STRES OKSIDATIF PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT INFLUENCE OF INDUCTION PHASE OF CHEMOTHERAPY ON THE PLASMA MALONDIALDEHYDE AS OXIDATIVE STRESS BIOMARKER IN ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA NIA KRISDIANTARI P1507212033 KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

TESIS

PENGARUH KEMOTERAPI FASE INDUKSI TERHADAP MALONDIALDEHIDSEBAGAI BIOMARKER STRES OKSIDATIF PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK

AKUT

INFLUENCE OF INDUCTION PHASE OF CHEMOTHERAPY ON THE PLASMAMALONDIALDEHYDE AS OXIDATIVE STRESS BIOMARKER IN ACUTE

LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA

NIA KRISDIANTARI

P1507212033

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

PENGARUH KEMOTERAPI FASE INDUKSI TERHADAP MALONDIALDEHIDSEBAGAI BIOMARKER STRES OKSIDATIF PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK

AKUT

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

Disusun dan Diajukan oleh

NIA KRISDIANTARI

Kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADUPROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2018

Page 3: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
Page 4: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
Page 5: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
Page 6: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nia Krisdiantari

Nomor Stambuk : P1507212033

Program Studi : Biomedik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya akhir yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil

alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau

dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya akhir ini hasil karya

orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Maret 2018

Yang menyatakan,

Nia Krisdiantari

Page 7: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka

penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis di Institusi Pendidikan Dokter

Spesialis Anak (IPDSA) pada Konsentrasi Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu,

Program Studi Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya akhir ini tidak akan

terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, SpA (K) sebagai pembimbing materi,

penelitian dan metodologi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran senantiasa

mengarahkan dan memberikan dorongan kepada penulis sejak awal penelitian

hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para penguji yang telah

banyak memberikan masukan dan perbaikan, yaitu Dr. dr. Nadirah Rasyid

Ridha, M.Kes, SpA(K), dr. Setia Budi Salekede, Sp.A(K) dan Dr. dr. Aidah

Juliaty A. Baso, Sp.A(K), Dr. dr. Ema Alasiry, SpA(K).

Page 8: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

vi

Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada :

1. Rektor, Direktur Program Pascasarjana, dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin atas kesediaannya menerima penulis sebagai peserta

pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

2. Koordinator Program Pendidikan Dokter Spesialis I Universitas Hasanuddin

yang senantiasa memantau dan membantu kelancaran pendidikan penulis.

3. Ketua Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf pengajar (supervisor)

atas bimbingan, arahan, dan asuhan yang tulus selama penulis menjalani

pendidikan.

4. Bapak Ketua Konsentrasi, Ketua Program Studi Biomedik, beserta Bapak dan

Ibu staf pengajar pada Konsentrasi Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas Hasanuddin atas

bimbingannya selama penulis menjalani pendidikan.

5. Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Direktur RSP Unhas, dan

Direktur RS jejaring atas kesediaannya memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menjalani pendidikan di rumah sakit tersebut.

6. Semua staf administrasi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, paramedis RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan RS jejaring atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis

menjalani pendidikan.

7. Suami tercinta dr. Ahmad Rizan Hendrawan dan putri tercinta Naurah Tabina

Putri atas pengertian, pengorbanan, dan kesabarannya dalam mendampingi

Page 9: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

vii

penulis selama menjalani pendidikan serta dengan penuh kasih sayang selalu

memberikan dorongan moril kepada penulis.

8. Ayahanda Djunaedi dan Ibunda Hj. Sutarti tercinta, yang senantiasa berdoa

sehingga penulis mampu menjalani proses pendidikan, kakak saya dr. Eva

Nurdiyantari serta anggota keluarga yang lain atas doa dan dukungannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

9. Semua teman sejawat peserta PPDS ilmu kesehatan anak terutama teman

seangkatan Juli 2012 : A. Enda Yuliastini, Nisrina Syahdu, Iksan Ali, Revina

Tranggana, Eva Faradianti, Moch.Nafis Qulyubi, Merdiani Darkhutni,

Dianawati dan Rini Ariani atas bantuan dan kerjasama yang menyenangkan,

berbagai suka duka selama penulis menjalani pendidikan.

10. Semua Paramedis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan Rumah Sakit satelit lainnya atas bantuan dan kerjasamanya

selama penulis mengikuti pendidikan

11. Dan semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu kesehatan anak di masa mendatang. Akhirnya, tak ada

gading yang tak retak, tak lupa pula penulis memohon maaf untuk hal-hal

yang tidak berkenan dalam penulisan ini karena penulis menyadari

sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.

Makassar, Maret 2018

Nia Krisdiantari

Page 10: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... ii

ABSTRAK ....................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................. xvi

BAB.I.PENDAHULUAN................................................................................................. 1

I.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

I.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4

I.3.1. Tujuan Umum Penelitian.......................................................................... 4

I.3.2. Tujuan Khusus Penelitian......................................................................... 4

I.4. Hipotesis Penelitian............................................................................................. 5

I.5. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6

II.1. Leukemia Limfoblastik Akut............................................................................. 6

II.1.1 Definisi ..................................................................................................... 6

Page 11: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

ix

II.1.2. Epidemiologi ........................................................................................... 6

II.1.3. Etiologi .................................................................................................... 7

II.1.4. Patofisiologi ............................................................................................ 8

II.1.5. Klasifikasi................................................................................................ 10

II.1.6. Manifestasi Klinis ................................................................................... 11

II.1.7. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 11

II.1.8. Diagnosis ................................................................................................. 13

II.1.9. Tatalaksana LLA ..................................................................................... 13

II.1.10. Kemoterapi ............................................................................................ 15

II.2. Malondialdehid .................................................................................................. 21

II.2.1. Radikal Bebas ........................................................................................ 21

II.2.2. Tipe Radikal Bebas................................................................................ 24

II.2.3. Sumber Radikal Bebas........................................................................... 24

II.2.4. Stres Oksidatif ....................................................................................... 28

II.2.5. Peroksidasi Lemak................................................................................. 32

II.2.6. Metabolisme MDA ................................................................................ 35

II.3. Kemoterapi dan Malondialdehid ....................................................................... 38

II.4. Kerangka Teori .................................................................................................. 43

BAB III. KERANGKA KONSEP .................................................................................... 44

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 45

IV.1. Desain Penelitian.............................................................................................. 45

Page 12: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

x

IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 45

IV.3. Populasi Penelitian ........................................................................................... 45

IV.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel............................................................ 45

IV.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi............................................................................ 46

IV.5.1. Kriteria Inklusi ..................................................................................... 46

IV.5.2. Kriteria Eksklusi................................................................................... 46

IV.5.3. Kriteria Drop Out................................................................................. 46

IV.6. Perkiraan Besar Sampel ................................................................................... 46

IV.7. Izin Penelitian dan Ethical Clearance.............................................................. 47

IV.8. Cara Kerja ........................................................................................................ 47

IV.8.1. Alokasi Subjek ..................................................................................... 47

IV.8.2. Cara Penelitian ..................................................................................... 47

IV.8.2.1. Prosedur Penelitian...................................................................... 47

IV.8.2.2. Skema Alur Penelitian................................................................. 48

IV.9. Identifikasi Variabel Penelitian........................................................................ 48

IV.9.1. Identifikasi Variabel .............................................................................. 48

IV.9.2. Klasifikasi Variabel ............................................................................... 48

IV.9.2.1. Berdasarkan Jenis Data dan Skala Pengukuran ............................. 48

IV.9.2.2. Berdasarkan Peran atau Fungsi Kedudukannya ............................. 49

IV.10. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif ................................................... 49

IV.10.1. Definisi Operasional ............................................................................ 49

Page 13: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xi

IV.10.2. Kriteria Obyektif.................................................................................. 50

IV.11. Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................................... 51

IV.11.1. Analisis Univariat................................................................................. 51

IV.11.2. Analisis Bivariat................................................................................... 51

BAB V. HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 54

V.1. Jumlah Sampel .................................................................................................. 54

V.1.1. Tabel Karakteristik Sampel Penelitian.................................................... 55

V.2. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum dan Sesudah Kemoterapi

Protokol Standard Risk ...................................................................................... 56

V.2.1. Tabel Perbandingan Kadar MDA sebelum dan Sesudah Kemoterapi

pada Pasien LLA Standar Risk .............................................................. 56

V.3.. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum dan Sesudah Kemoterapi

Protokol High Risk ............................................................................................. 57

V.3.1. Tabel Perbandingan Kadar MDA Sebelum dan Sesudah Kemoterapi

pada Pasien LLA High Risk ................................................................... 57

V.4. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum Kemoterapi Protokol

Standard Risk dan High Risk ............................................................................. 58

V.4.1. Tabel Perbandingan Kadar MDA Sebelum Kemoterapi pada

Pasien LLA Standard Risk dan High Risk ............................................. 58

V.5. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sesudah Kemoterapi Protokol

Standard Risk dan High Risk ............................................................................. 59

Page 14: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xii

V.4.1. Tabel Perbandingan Kadar MDA Sesudah Kemoterapi pada

Pasien LLA Standard Risk dan High Risk ............................................. 59

BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................................... 60

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 66

LAMPIRAN...................................................................................................................... 73

Page 15: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor gambar halaman

1. Mitokondria ROS pada sel kanker .......................................................................... 13

2. Siklus sel ................................................................................................................ 23

3. Nekrosis dan apoptosis ........................................................................................... 24

4. Radikal bebas ......................................................................................................... 30

5. Pembentukan ROS di mitokondria ......................................................................... 32

6. Produksi ROS pada keganasan .............................................................................. 34

7. Jalur sinyal yang diinduksi oleh stres oksidatif ...................................................... 37

8. Stres oksidatif dan respon seluler ........................................................................... 40

9. Tahapan peroksidasi lemak..................................................................................... .44

10. Proses peroksidasi lemak hingga terbentuk MDA.................................................. 45

11. Metabolisme MDA ................................................................................................. 48

12. Electron Transport System...................................................................................... 52

13. Stres oksidatif dan kemoterapi................................................................................ 54

14. Siklus sel dan kemoterapi ....................................................................................... 56

Page 16: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xiv

DAFTAR TABEL

NOMOR HALAMAN

Tabel 1. Gejala, tanda dan pemeriksaan penunjang pada LLA .....................................................13

Tabel 2. Kemoterapi dan siklus sel ................................................................................................18

Tabel 3. Tahap kemoterapi ............................................................................................................21

Tabel 4. Jenis ROS ........................................................................................................................24

Tabel V.1.1. karakteristik sampel penelitian ................................................................................ 55

Tabel V.2.1. Perbandingan kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi pada

pasien LLA standard risk ........................................................................................ 56

Tabel V.3.1. Perbandingan kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi pada

pasien LLA high risk ................................................................................................57

Tabel V.4.1. Perbandingan kadar MDA sebelum kemoterapi pada pasien LLA

standard risk dan high risk .....................................................................................58

Tabel V.5.1. Perbandingan kadar MDA sesudah kemoterapi pada pasien LLA

standard risk dan high risk ......................................................................................59

Page 17: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

1. Naskah penjelasan pada orang tua/keluarga……………………………… 72

2. Cara kerja pemeriksaan malondialdehid…………………………………… 74

3. Persetujuan komite etik ……………………………………………………… 75

4. Data dasar penelitian ……………………………………………………….. 76

Page 18: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AA : Arachidonat Acid

AP-1 : Activator Protein-1

ATP : Adenosine Triphosphate

CAT : Catalase

CDK : Cyclin-Dependent Kinase

CO2 : Carbondioxide

CSC : Cancer Stem Cell

DNA : Deoxyribonucleic Acid

EBV : Epstein-Barr Virus

ETS : Electron Transport System

FAB : French-American-British

GC-MS/MS : Gas Chromatography-Mass Spectrometry

GSH : Glutathione

H2O2 : Hidrogen Peroksida

HOCl : Asam Hipoklorus

HTLV : Human T-Cell Leukemia Virus

IL-1 : Interleukin 1

IL-6 : Interleukin 6

LC-MS/MS : Liquid Chromatography-Mass Spectrometry

Page 19: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xvii

LDL : Low Density Lipoprotein

LLA : Leukemia Limfoblastik Akut

LLK : Leukemia Limfositik Kronik

LMA : Leukemia Mielositik Akut

LMK : Leukemia Mielositik Kronik

LO-- : Radikal Alkoxyl

LO-2 : Radikal Peroksil

MDA : Malondialdehid

MDR1 : Multi Drug Resistance Protein 1

MG : Metylglyoxal

NADPH : Nitocinamide Adenine Dinucleotide Phosphate

NF-kB : Nuclear Factor Kappa B Cells

NO : Nitrit Oksida

O2 : Oksigen

O2- : Superoksida

OH : Radikal Hidroksil

ONOO- : Peroksinitrit

PARP-1 : Poly (ADP-ribose) Polymerase-1

PGH2 : Prostaglandin 2

POSA : Poli Onkologi Satu Atap

PTEN : Phosphatase and Tensin Homolog

Page 20: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

xviii

PTPM : Permeabilitas Transition Pore Mitochondria

ROO : Radikal Peroksil

ROOH : Hidroperoksida

ROS : Reactive Oxygen Species

SOD : Superoxide Dismutase

STAT 3 : Signal Transducer and Activator of Transcription 3

TBARs : Thiobarbituric Acid Reactive Substances

TNFα : Tumor Necrosis Factor Alpha

TXA2 : Tromboksan 2

WHO : World Health Organization

Page 21: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan jenis leukemia dengan karakteristik

adanya proliferasi dan akumulasi dari sistem limfopoetik dan keganasan yang paling sering

ditemukan pada masa anak-anak, mencakup 25% dari semua keganasan yang didiagnosis pada

anak dan remaja umur 1-19 tahun, dengan puncak umur 2-5 tahun (Stephen P dkk., 2015).

Etiologi LLA seperti keganasan pada umumnya masih belum dapat diketahui secara pasti,

namun hasil studi mengarah ke faktor lingkungan, genetik, radiasi, paparan elektromagnetik, zat

kimia, virus, dll.

Penatalaksanaan LLA mengalami kemajuan secara progresif beberapa tahun terakhir

dimana Event-Free Survival (EFS) di negara maju mencapai 80% pada awal tahun 2000 yang

sebelumnya hanya 10%-15% pada tahun 1960 an (Freyer dkk., 2011; Ko RH dkk., 2010). Terapi

utama dalam penanganan LLA adalah kemoterapi, yang mana ada banyak agen kemoterapi yang

digunakan. Sebagian besar agen-agen tersebut dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya dalam

menghancurkan sel-sel kanker. Sel kanker memproduksi radikal bebas dengan jumlah yang lebih

banyak dibandingkan sel normal sehingga kadar antioksidan pada sel kanker menjadi rendah.

Obat-obat kemoterapi yang digunakan pada pasien LLA selain mempunyai efek membunuh sel

kanker juga merupakan pemicu terbentuknya radikal bebas. Kemoterapi dengan obat sitostatika

yang merupakan terapi utama LLA terbagi dalam fase induksi, konsolidasi/reinduksi dan

rumatan (maintenance). Tujuan kemoterapi pada fase induksi adalah untuk membunuh sebagian

Page 22: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

2

besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Pada tahap ini diberikan kemoterapi

kombinasi yaitu metotrexat, daunorubisin, vincristine, kortikosteroid dan asparginase. Dimana

golongan antrasiklin (doxorubicin, daunorubicin) dan alkylating agents adalah obat yang paling

banyak menghasilkan radikal bebas (Conklin KA dkk., 2004).

Pembentukan radikal bebas (Reactive Oxygen Species/ROS) merupakan hal yang tidak

bisa dihindarkan dari sel yang menggunakan metabolisme aerobik untuk produksi energi (Goto

dkk., 2007). ROS merupakan radikal bebas berupa oksigen dan turunannya yang sangat reaktif

dan memiliki satu atau lebih atom yang tidak berpasangan. ROS diketahui memainkan peran

ganda dalam sistem biologi, karena dapat bersifat berbahaya maupun bermanfaat bagi sistem

kehidupan. Akumulasi molekul tersebut dapat menyebabkan efek berbahaya pada individu,

sehingga dapat menimbulkan terjadinya keganasan seperti LLA (Masutani., 2007). Keuntungan

dari ROS terjadi apabila terdapat dalam jumlah yang kecil dimana melibatkan peran fisiologis

dalam proses pertahanan seluler terhadap infeksi dan berfungsi dalam sejumlah sistem sinyal

seluler (Valko dkk., 2007). Sebaliknya, dalam jumlah yang tinggi, ROS merupakan mediator

penting dari penyebab kerusakan struktur sel, termasuk lemak dan membran, protein dan asam

nukleat sehingga menyebabkan kematian sel termasuk sel yang sehat (Altonbary dkk., 2008;

Valko dkk., 2007). Suatu kondisi yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara produksi

radikal bebas /ROS dengan sistem pertahanan antioksidan di dalam tubuh disebut stres oksidatif.

Perubahan stres oksidatif pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi LLA belum

dapat dimengerti sepenuhnya dalam tingkat dasar DNA dalam sel mononuklear darah, yang

mana kadarnya akan menurun sesudah kemoterapi awal dan meningkat secara tajam selama

kemoterapi (Valko dkk., 2007). Produksi ROS yang meningkat pada sel-sel kanker secara

kimiawi mampu merusak DNA, protein, dan lemak. Pada DNA bisa terjadi mutasi dan

Page 23: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

3

ketidakstabilan genetik dan bisa mempengaruhi peran mitokondria dalam apoptosis sehingga

mempengaruhi sensitivitas sel kanker terhadap obat-obat kemoterapi (Carew dkk., 2003). Pada

pasien LLA yang mendapat kemoterapi tanpa pemberian suplemen (antioksidan) didapatkan

adanya peningkatan kadar malondialdehid (MDA) yang merupakan suatu produk akhir

peroksidasi lemak, yang biasanya digunakan sebagai biomarker biologis peroksidasi lemak dan

menggambarkan derajat stres oksidatif dibandingkan dengan pasien LLA yang mendapat

kemoterapi disertai pemberian suplemen. Selain itu dari sisi komplikasi hematologi seperti

hipoplasia sumsum tulang dan kejadian demam neutropenia juga menurun pada pasien LLA

yang mendapatkan suplemen (Altonbary dkk., 2008).

Proses oksidasi lemak oleh radikal bebas disebut peroksidasi lemak yang ditandai dengan

peningkatan MDA yaitu produk peroksidasi polyunsaturated fatty acid (PUFA) (Conklin KA,

2004). MDA merupakan produk akhir dalam proses peroksidasi lemak yang disebabkan oleh

reaksi radikal bebas pada lemak tak jenuh dalam membran sel dan umumnya digunakan sebagai

biomarker biologis peroksidasi lemak untuk menilai stres oksidatif (Shofia dkk., 2013;

Jovanovic dkk., 2010). Kadar MDA akan mengalami peningkatan lebih tinggi sesudah

kemoterapi fase induksi bila dibandingkan pada saat pasien didiagnosis dengan LLA (Kennedy

DD dkk,. 2005; Papageorgiou M dkk,. 2005; Altonbary dkk,. 2008).

Penelitian oleh Jwan A.Z (2014) tentang hubungan antara malondialdehid dan

metanephrin pada pasien LLA menunjukkan hasil bahwa pada pasien LLA terdapat kadar MDA

yang tinggi dibanding kontrol sebagai konsekuensi dari kelainan metabolisme antioksidan (Jwan

A.Z dkk., 2013).

Aktivitas superoksida dismutase dan MDA meningkat pada pasien LLA bila

dibandingkan dengan kontrol walaupun pada penelitian Olaniyi dkk (2011) hasil ini tidak

Page 24: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

4

signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peroksidasi lemak yang

meningkat pada pasien leukemia sebagai hasil dari stres oksidatif akibat adanya produksi radikal

bebas yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasool dkk (2015) menunjukkan bahwa kadar MDA lebih

tinggi pada pasien LLA-T (8,78 lmol/ml) sebelum kemoterapi dibanding dengan LLA-B (8,69

lmol/ml) maupun LMA (8,50 lmol/ml). Secara keseluruhan penelitian ini menyimpulkan bahwa

terdapat peningkatan tingkat stres oksidatif (MDA) dan penurunan antioksidan enzimatik (SOD,

GPx dan CAT) dan antioksidan non enzimatik (vitamin E dan GSH) yang mencerminkan

keadaan patologis dan gangguan kontrol sel pada LLA dan LMA (Rasool M dkk., 2015).

Hasil penelitian oleh Altonbary dkk (2008) di Mesir menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan kadar stres oksidatif pada saat diagnosis dan sesudah kemoterapi LLA fase induksi

dan tingginya kadar stres oksidatif berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien LLA

(Altonbary dkk., 2008). LLA memproduksi ROS dalam jumlah yang tinggi sebagai akibat dari

aktivitas metabolisme yang tinggi, disfungsi mitochondria, aktivitas peroksisom, peningkatan

signaling reseptor sel, aktivitas oncogen, aktivitas oxidase, cyclooksigenase, lipooksigenase dan

timidin fosforilase, atau melalui reaksi silang dengan infiltrasi sel imun (Izyumov DS dkk.,

2010). Begitu pula dengan obat-obatan kemoterapi menghasilkan radikal bebas sebagai hasil dari

metabolisme, yang akan mengakibatkan delesi DNA, perubahan, penyusunan kembali dan

mutasi gen, sehingga akan mengaktifkan berbagai protoonkogen dan atau tumor supresor gen.

Kadar ROS yang tinggi akan merusak komponen sel (lemak, protein, DNA) dan mengganggu

siklus sel yang normal, mengurangi sitotoksisitas kemoterapi yang dapat menghambat aktivitas

normal dari fase siklus sel. Dari semua molekul tersebut yang paling rentan terhadap serangan

radikal bebas adalah lemak, dimana apabila ROS bereaksi dengan komponen asam lemak dari

Page 25: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

5

membran sel maka akan terjadi reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi lemak dan hasil

akhirnya adalah malondialdehid (MDA). Atas dasar itu, maka penelitian ini penting dilakukan

untuk menilai kadar malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi pada

leukemia limfoblastik akut.

Adanya kadar malondialdehid yang tinggi menunjukkan bahwa pada pasien LLA

memiliki gangguan pada status antioksidan dalam plasma sehingga dapat dijadikan penanda

penting yang memiliki peran prognostik yang menunjukkan perkembangan penyakit. Oleh

karena itu penelitian ini perlu dilakukan agar dapat dilakukan intervensi dini dengan pemberian

suplementasi antioksidan untuk meningkatkan status antioksidan pada pasien LLA.

Penelitian yang menilai kadar malondialdehid pada leukemia limfoblastik akut belum

pernah dilakukan di Makassar dengan keadaan/kondisi pasien yang berbeda sehingga penelitian

ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kita untuk aplikasi klinik yang lebih baik di

masa mendatang.

I.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan kadar malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi pada

leukemia limfoblastik akut ?

Page 26: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

6

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk membandingkan kadar malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi fase

induksi pada leukemia limfoblastik akut

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengukur kadar malondialdehid sebelum kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut standard

risk.

2. Mengukur kadar malondialdehid sesudah kemoterapi fase induksi pada leukemia limfoblastik

akut standard risk.

3. Membandingkan kadar malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi pada

leukemia limfoblastik akut standard risk.

4. Mengukur kadar malondialdehid sebelum kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut high risk.

5. Mengukur kadar malondialdehid sesudah kemoterapi fase induksi pada leukemia limfoblastik

akut high risk.

6. Membandingkan kadar malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi pada

leukemia limfoblastik akut high risk.

7. Membandingkan kadar malondialdehid sebelum kemoterapi fase induksi pada leukemia

limfoblastik akut standard risk dan high risk..

8. Membandingkan kadar malondialdehid sesudah kemoterapi fase induksi pada leukemia

limfoblastik akut standard risk dan high risk..

Aktivasimetabolik ↑

KerusakanDNA nukleus

Reactive oxygen Species ↑

Kerusakan dan mutasiDNA

Leukemia Limfoblastik Akut

DisfungsiMitokondria

Genetik,Idiopatik

Aktifitasonkogen ↑

Aktivasi kinase

Aktivasi kaskade mitokondria

PenguranganKoenzim Q10

Cellular reseptorsignaling ↑

Kemoterapi

Reactive oxygenspecies ↑

Aktivasicaspase 9

Aktivasicaspase 8

Kerusakan selulersel LLA dan normal

Aktivasi deathreceptor

Pelepasansitokrom C

Protein

Apoptosis sel sehatdan sel ganas

Pengalihan elektron ETSke oksigen dalam NADH

dihidrogenase

Reaktive oxygenspecies ↑

MutasimtDNA

Menstimuliproliferasi

sel

Lemak

Primer- Alkoksil radikal↑- Peroksil radikal ↑

Sekunder- Malondialdehid ↑

Virus, ZatKimia, Radiasi

Page 27: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

7

1.4 Hipotesis

1. Kadar malondialdehid lebih tinggi pada pasien leukemia limfoblastik akut sesudah kemoterapi

fase induksi dibandingkan dengan sebelum kemoterapi standard risk.

2. Kadar malondialdehid lebih tinggi pada pasien leukemia limfoblastik akut sesudah kemoterapi

fase induksi dibandingkan dengan sebelum kemoterapi high risk.

3. Kadar malondialdehid lebih tinggi pada pasien leukemia limfoblastik akut sebelum kemoterapi

high risk dibandingkan dengan standard risk.

4. Kadar malondialdehid lebih tinggi pada pasien leukemia limfoblastik akut sesudah kemoterapi

fase induksi high risk dibandingkan dengan standard risk.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Ilmu pengetahuan

Memberikan informasi ilmiah dan pengembangan ilmu tentang kadar malondialdehid sebelum

dan sesudah kemoterapi fase induksi pada leukemia limfoblastik akut sebagai data dasar untuk

penelitian selanjutnya dalam hal patomekanisme dan aspek biologi molekuler.

2. Aplikasi klinis

Jika terbukti terdapat peningkatan kadar malondialdehid baik sebelum dan sesudah kemoterapi,

maka dapat dilakukan intervensi dengan pemberian suplementasi antioksidan sebagai tambahan

dalam tatalaksana LLA.

Page 28: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Leukemia Limfoblastik Akut

II.1.1. Definisi

Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis yang

menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel progenitor dapat berkembang

pada elemen sel yang normal, karena peningkatan rasio proliferasi sel dan penurunan rasio

apoptosis sel. Hal ini menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang sebagai pembentuk sel

darah yang utama (Kliegman, 2007). Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari

perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang

normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan

gejala klinis. Keganasan hematologi ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai

gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi

progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar

secara sistemik. Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan

tipe sel asal yaitu Leukemia Akut (Leukemia Limfoblastik Akut/LLA dan Leukemia

Mieloblastik Akut/LMA) yang memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan pasien

akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan dan Leukemia Kronik (Leukemia Limfositik

Kronis/LLK dan Leukemia Mielositik Kronis/LMK) (Stephen P dkk., 2015; Soulier J dkk., 2015;

Curran E dkk., 2015; Locatelli F dkk., 2012).

Page 29: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

9

II.1.2. Epidemiologi

Kanker yang umumnya menyerang anak-anak adalah leukemia dengan jumlah pasien

sekitar 25% dari seluruh jenis kanker yang diderita semua anak di Indonesia (Yayasan Onkologi

Anak Indonesia, 2014). Pada umumnya tipe leukemia yang sering terjadi pada anak adalah

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dan Leukemia Mielositik Akut (LMA) (Belson M dkk.,

2007). Penyakit LLA 5 kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan LMA. Insiden Leukemia

2,5-4 per 100.000 anak dengan estimasi 2.000-3.200 kasus baru jenis LLA setiap tahunnya. Data

dari Pusat Informasi dan Teknologi RSUD Dr.Soetomo Surabaya menunjukkan pada bulan

Januari-April 2014 terdapat 913 anak yang berobat ke Poli Onkologi Satu Atap (POSA). Jumlah

tersebut terdiri dari 717 pasien anak yang menderita LLA, 7 pasien anak yang menderita LMA

dan 189 pasien anak yang menderita LMK. Di Amerika Serikat insiden LLA mencapai 76% dari

keseluruhan jumlah kasus leukemia dan 43% diantaranya meninggal dunia (Howlader N dkk.,

2010). LLA pada anak memiliki angka kejadian, mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Menurut

Leukemia and Lymphoma Society (2012) pada tahun 2001-2007 di Amerika Serikat, pasien

leukemia akut yang mampu bertahan hidup sampai 5 tahun sesudah didiagnosis adalah tipe LLA

sebanyak 66,6%. Salah satu penyebab kematian tertinggi pada anak dengan LLA adalah adanya

infeksi yang menyertai saat perawatan. Kematian terjadi ketika anak sedang menjalani

pengobatan pada fase induksi sebesar 48% dan pada fase konsolidasi sebesar 9,3% dengan sepsis

merupakan penyebab utama terjadinya kematian (O’Connor D dkk., 2014).

II.1.3 Etiologi

Seperti kebanyakan penyakit keganasan lainnya, LLA juga berhubungan dengan

perubahan yang terjadi pada gen. Alasan terjadinya perubahan tersebut hingga sekarang masih

Page 30: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

10

belum dapat dijelaskan secara pasti. Terdapat beberapa faktor risiko yang menempatkan seorang

anak untuk menderita LLA lebih besar, diantaranya :

1. Infeksi

Terdapat beberapa bukti yang menyatakan jika infeksi virus mempunyai peran penting

dalam terjadinya leukemia pada anak. HTLV (The Human T-cell Leukemia Virus)

dihubungkan dengan kejadian Leukemia sel T/limfoma, sedangkan EBV (Epstein-Barr

Virus) dihubungkan dengan kejadian LLA sel B (O’Connor dkk., 2007; Sanchez AM

dkk., 2013).

2. Sinar radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan

leukemia. Angka kejadian LMA dan LMK jelas sekali meningkat sesudah sinar

radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli

radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang

tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup sesudah

ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA sampai 20 kali lebih banyak.

Leukemia timbul terbanyak 5-7 tahun sesudah ledakan tersebut (WHO., 2011; Cleaver JE

dkk., 2000).

3. Zat kimia

Zat-zat kimia (benzen, arsen, pestisida) diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya

leukemia. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara paparan

pestisida pada saat kehamilan dengan meningkatnya kejadian leukemia pada anak (Pyatt

D dkk., 2010).

Page 31: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

11

4. Genetik

Anak dengan Sindrom Down merupakan anak dengan kelainan genetik yang paling

banyak berhubungan dengan leukemia. Keadaan ini meningkatkan risiko terjadinya

leukemia sebesar 20 kali lipat (Xavier AC dkk., 2010). Berdasarkan laporan Rebecca dkk

(2009) dari total 1.709 pasien sindrom down di Inggris pada tahun 2008, terdapat 248

orang (14,6%) menderita LMA dan 596 orang (34,2%) menderita LLA. Begitu pula

dengan kelainan genetik lainnya seperti Sindrom Klinefelter, Sindrom Bloom dan

Anemia Fanconi juga berkaitan dengan kejadian leukemia. Saudara dari pasien leukemia

dan riwayat keluarga yang menderita keganasan hematopoietik juga memiliki risiko lebih

besar untuk menderita leukemia dibandingkan yang tidak (Rebecca J dkk., 2009).

5. Alkohol, rokok dan narkoba

Beberapa penelitian menunjukan peningkatan angka kejadian LMA pada anak yang

dihubungkan dengan penggunaan alkohol oleh ibu selama kehamilan. Begitu pula dengan

rokok dan penggunaan narkoba dihubungkan dengan peningkatan angka kejadian LLA

dan LMA pada anak (Lichtman MA., 2007).

II.1.4 Patofisiologi (Zuckerman T dkk., 2014; Inaba dkk., 2013)

Pada keadaan normal, leukosit berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel

ini secara normal berkembang sesuai perintah dan dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Pada LLA, progenitor limfoid mengalami disregulasi proliferasi dan ekspansi klonal. Pada

sebagian besar kasus, patofisiologi dari transformasi sel limfoid menunjukkan gangguan ekspresi

gen yang memproduksi perkembangan normal sel B dan sel T. Pada pasien LLA terjadi

proliferai patologis sel-sel limfoid muda di sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem

Page 32: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

12

hemopoietik normal lainnya, seperti eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik, sehingga

sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-sel leukemia hingga mereka menyebar (berinfiltrasi)

sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal

dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah normal dan

merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain

pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai

oksigen ke jaringan.

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi leukosit mengalami

gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali

melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom. Translokasi kromosom mengganggu

pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi

ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel

yang menghasilkan sel darah normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya

termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.

Sel leukemia juga menghasilkan sejumlah besar Reactive Oxygen Species (ROS)

dibandingkan dengan sel normal. Sebagian disebabkan karena stimulasi onkogenik, peningkatan

aktivitas metabolik, malfungsi mitokondria, aktivitas peroksisom, peningkatan signaling reseptor

sel, aktivitas onkogen, aktivitas oksidase, siklooksigenase, lipooksigenase dan timidin

fosforilase, atau melalui reaksi silang dengan infiltrasi sel imun (Varh Liou dkk., 2010).

Kebanyakan faktor risiko yang terkait dengan keganasan berinteraksi dengan sel melalui ROS,

dimana kemudian mengaktifkan berbagai faktor transkripsi seperti nuclear factor kappa B cells

(NF-κB), activator protein-1 (AP-1), hypoxia-inducible factor-1α dan tranduser sinyal serta

aktivator transkripsi 3 (STAT 3) yang akan mengekspresikan protein yang mengontrol terjadinya

Page 33: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

13

inflamasi; transformasi seluler; tumor cell survival; proliferasi sel tumor; dan terjadinya invasi,

angiogenesis dan juga metastasis. ROS juga mengontrol timbulnya berbagai ekspresi gen

supresor seperti p53, gen retinoblastoma (Rb) dan homolog fosfatase dan tensin (PTEN) (Jinesh

GG dkk.,2016). Pada beberapa penelitian yang membandingkan sel kanker dengan sel yang

normal, dijumpai peningkatan stress oksidatif yang berhubungan dengan transformasi

onkogenik, aktivitas metabolik dan peningkatan dari ROS. Peningkatan ROS pada sel kanker

akan menstimulasi proliferasi sel, mempromosi mutasi gen, dan mempengaruhi sensitivitas

selular terhadap kemoterapi.

II.1.5. Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi dari leukemia limfoblastik akut, diantaranya :

1. Berdasarkan morfologi dari FAB (French-American-British), menggunakan cutoff

sebesar 30% dari sel blast sumsum tulang.

Gambar 1. Mitokondria ROS pada sel kanker

Page 34: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

14

- L1, terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,

nukleolus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit, biasanya ditemukan

pada 74% pasien LLA dengan umur kurang dari 15 tahun.

- L2, pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin

lebih besar dengan satu atau lebih anak inti, biasanya ditemukan pada pasien LLA

umur muda ataupun dewasa, berkisar 27% dari keseluruhan pasien LLA.

- L3, terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak

ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi. Disebut

juga sebagai Limfoma Burkitt.

2. Berdasarkan kriteria WHO

- LLA prekursor sel B/LBL (limfoblastik limfoma).

- Subgrup sitogenetik: BCR/ABL, MLL, PBX1/E2A, TEL/AM L1, hypodiploid,

hyperdiploid.

- LLA prekursor sel T/LBL.

- Leukemia sel B mature.

II.1.6. Manifestasi Klinis (Chiaretti S dkk., 2014; Hunger P dkk., 2015)

Manifestasi klinis dari LLA dapat bervariasi. Dapat bermula sebagai gejala yang tidak

spesifik hingga munculnya gejala yang berat yang memerlukan penanganan segera, dimana hal

ini menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan penyebaran ekstramedular. Walaupun

LLA merupakan kelainan primer pada sumsum tulang dan darah tepi, semua organ ataupun

jaringan dapat menjadi target infiltrasi dari sel-sel leukemia. Gejala awal yang timbul merupakan

hasil ekspansi sel leukemia ke sumsum tulang dan gejala berikutnya timbul akibat infiltrasi sel

leukemia ke organ tubuh dan gangguan metabolik. Lama durasi timbulnya gejala bervariasi dari

Page 35: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

15

satu anak dengan anak yang lain. Gejala awal biasanya tidak spesifik dan hanya berupa anoreksia

ataupun letargi. Demam merupakan gejala yang paling banyak timbul, mencapai hingga 60%

pasien. Kegagalan sumsum tulang yang bersifat progresif menimbulkan gejala berupa pucat

(anemia), perdarahan (trombositopenia) dan mudah terkena infeksi (leukopenia). Lebih dari

sepertiga pasien mengalami kelumpuhan, nyeri tulang, atrhalgia atau nyeri saat berjalan karena

adanya infiltrasi sel leukemia ke periosteum, tulang atau sendi. Sisanya, gejala yang muncul

dapat berupa nyeri kepala, muntah, distres pernafasan, oligouria dan anuria. Pada diagnosis awal,

didapatkan 60% hingga 70% pasien terdapat pembesaran dari organ hati dan limpa, yang

biasanya bersifat asimtomatis, dengan pembesaran lebih dari 2 cm di bawah arcus costa dan

limfadenopati (biasanya tidak nyeri, lokal ataupun menyeluruh) yang merupakan tanda dari

infiltrasi sel leukemia ke organ tubuh.

II.1.7. Pemeriksaan Penunjang (Hunger P dkk., 2015)

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apusan darah tepi

Jumlah leukosit pada pasien LLA pada umumnya meningkat tapi dapat

juga normal ataupun menurun. Sebanyak 20% menunjukkan leukopenia,

50% moderat (5.000-25.000/mm3), 10% leukositosis dan 15%

hiperlekositosis. Neutropenia berat (granulosit kurang dari 500/mm3)

merupakan keadaan yang biasa ditemukan dan dihubungkan dengan

meningkatnya risiko terjadinya infeksi.

Sebagian besar pasien LLA memiliki jumlah trombosit kurang dari

100.000/mm3 (75%). Sementara sisanya memiliki jumlah trombosit

Page 36: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

16

kurang dari 10.000/mm3. Perdarahan berat jarang terjadi walaupun kadar

trombosit kurang dari 20.000/mm3.

Lebih dari 75% pasien menunjukkan tanda-tanda anemia pada saat

pertama kali didiagnosis, dengan indeks eritrosit normokrom normositik

dan nilai retikulosit normal.

Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukan adanya sel blast pada

sebagian besar kasus.

2. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan foto thorax pada pasien LLA dapat menunjukkan adanya massa

mediastinum dan juga adanya pneumonia.

3. Pemeriksaan ekokardiografi

Diperlukan pada pasien LLA yang akan mendapatkan kemoterapi, karena terdapat

beberapa jenis obat-obatan kemoterapi yang bersifat kardiotoksik.

4. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan imunofenotiping

Aspirasi sumsum tulang merupakan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasti

LLA, sedangkan imunofenotiping untuk menunjukkan subtipe dari LLA. Diagnosis LLA

ditegakkan apabila didapatkan setidaknya 30% limfoblast (klasifikasi FAB) atau 20%

limfoblast (klasifikasi WHO) pada sumsum tulang dan atau darah tepi.

5. Pemeriksaan immunohistokimia

Pemeriksaan untuk membedakan LLA sel T maupun LLA sel B.

Gejala dan tanda Klinis dan laboratorium

Pucat, lemah, sesak nafas Anemia

Page 37: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

17

Demam, infeksi Neutropenia

Peteki, ekimosis, perdarahan retina Trombositopenia

Hepatomegali, splenomegali,

limfadenopati, nyeri tulang, nyeri sendi

Ekstramedular

Hipoksia, batuk, nyeri dada Massa mediastinum(80% LLA sel T)

Nyeri kepala, diplopia, mual, muntah CNS

Perdarahan intrakranial, DIC Peningkatan kadar PT dan APTT

Sindrom lisis tumor Hipokalsemia, hiperkalemia,

hiperfosfatemia,

peningkatan asam urat

Tabel 1. Gejala, tanda dan pemeriksaan penunjang pada LLA

II.1.8. Diagnosis

LLA didiagnosis berdasarkan gejala klinis yaitu adanya gejala yang umumnya

menggambarkan kegagalan dari sumsum tulang dan berbagai pemeriksaan penunjang. Gejala

klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan

perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksia, nyeri tulang dan sendi serta hipermetabolisme.

Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur. Pada pemeriksaan fisik

pasien LLA ditemukan adanya splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, ekimosis, petekie dan

perdarahan retina. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan

sumsum tulang (Inaba H dkk., 2013).

- Pemeriksaan darah tepi. Pada pasien LLA ditemukan leukositosis (60%) dan leukopenia

(25%), anemia dan trombositopenia.

Page 38: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

18

- Pemeriksaan sumsum tulang. Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada pasien LLA

ditemukan keadaan hiperseluler. Hampir semua sel sumsum tulang diganti oleh sel

leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang

tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum

tulang.

II.1.9. Tatalaksana

Pengobatan LLA menggunakan kombinasi beberapa obat sitostatika, berdasarkan risiko

relapsnya pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan risiko standar dan risiko tinggi.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis LLA adalah sebagai berikut

(Sanchez AM dkk., 2013; O’Connor dkk., 2007):

- Jumlah leukosit awal lebih dari 50.000/mm3.

- Umur pasien pada saat diagnosis kurang dari 1 tahun atau lebih dari 10 tahun.

- Imunofenotiping: pre B LLA, sel T LLA, sel B LLA.

- Terdapat massa mediastinum.

- Infiltrasi sistem saraf pusat.

A. Kemoterapi

Klasifikasi risiko standar atau risiko tinggi menentukan protokol kemoterapi. Saat ini

protokol pengobatan yang digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Indonesia 2006

yang terdiri dari 2 tipe, yaitu protokol kemoterapi risiko standar dan protokol kemoterapi

risiko tinggi. Perbedaannya selain lebih banyak jenis obat sitostatika, pada protokol

kemoterapi risiko tinggi juga terdapat fase reinduksi, dibanding kemoterapi risiko standar

yang terdiri dari fase induksi, konsolidasi dan maintenance. Protokol kemoterapi risiko

Page 39: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

19

tinggi berlangsung 17 minggu sebelum masuk fase maintenance, sedangkan risiko

standar 12 minggu dengan menggunakan obat vincristine, prednison, daunorubicin,

methotrexate, asparginase dan 6-merkaptopurin (Yanada M, 2015; Tasian SK dkk.,

2016).

- Tahap 1 (induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar

sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi

biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat

menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.

Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu metotrexat,

daunorubisin, vincristine, kortikosteroid dan asparginase.

- Tahap 2 (konsolidasi)

Sesudah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang

bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan

juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.

- Tahap 3 (maintenance)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.

- Profilaksis SSP

Pasien LLA sering mengalami leukemia meningeal baik pada saat awal diagnosis

maupun pada saat relaps. Sehingga, profilaksis terhadap sistem saraf pusat dengan

intratekal merupakan kemoterapi yang esensial. Hasil laporan Cortes dkk yang

melakukan penelitian di pusat kanker Anderson, menyatakan bahwa kemoterapi

Page 40: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

20

dosis tinggi mengurangi terjadinya relaps SSP. Namun, kemoterapi intratekal dini

pada fase induksi lah yang penting untuk mengurangi risiko terjadinya relaps SSP.

B. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar

berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat

menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti

proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika

terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

C. Transplantasi sumsum tulang

Tranplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak

dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh

dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga

berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.

D. Terapi suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh leukemia dan

mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk pasien leukemia dengan

keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotika yang

diberikan pada pasien LLA yang mengalami demam. Antibiotika yang diberikan terdiri

dari golongan sefalosporin dan aminoglikosida. Pasien LLA yang masih mengalami

demam hingga 3-5 hari harus mendapatkan tambahan terapi anti jamur.

Page 41: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

21

II.1.10. Kemoterapi

Banyak jenis kemoterapi yang ditargetkan pada proses pembelahan sel. Alasannya adalah

bahwa sel-sel kanker lebih mungkin mereplikasi dibandingkan dengan sel normal. Sayangnya

sebagian dari fungsi tersebut bersifat tidak spesifik dan menghasilkan toksisitas yang signifikan,

sehingga penggunaan kemoterapi secara efektif akan memerlukan pemahaman tentang prinsip-

prinsip biologi tumor, kinetika seluler, farmakologi dan resistensi obat.

A. Siklus sel normal

Siklus sel adalah fungsi sel yang paling mendasar berupa duplikasi akurat sejumlah besar

DNA di dalam kromosom, dan kemudian memisahkan hasil duplikasi tersebut hingga

terjadi dua sel baru yang identik (Bruce A dkk., 2002). Siklus sel yang berlangsung

kontinyu dan berulang (siklik), disebut proliferasi. Keberhasilan sebuah proliferasi

membutuhkan transisi unidireksional dan teratur dari satu fase siklus menuju fase

berikutnya. Jenjang reaksi kimia organik yang terjadi seharusnya diselesaikan sebelum

jenjang berikutnya dimulai. Sebagai contoh, dimulainya fase mitosis sebelum selesainya

tahap replikasi DNA akan menyebabkan sel tereliminasi. Jenjang reaksi yang terjadi pada

siklus sel, sangat mirip dengan hubungan substrat-produk dari sebuah lintasan metabolik.

Produk dari sebuah jenjang reaksi akan berfungsi sebagai substrat pada jenjang

berikutnya, demikian pula dengan laju reaksi jenjang yang pertama akan menjadi batas

maksimal laju reaksi pada jenjang berikutnya. Transisi antara jenjang reaksi ditentukan

oleh lintasan pengendali ekstrinsik dan instrinsik yang terdiri dari beberapa cek poin

sebagai konfirmasi selesainya reaksi pada suatu jenjang sebelum jenjang berikutnya

dimulai. Kedua lintasan kendali dapat memiliki cek poin yang sama. Lintasan kendali

instrinsik akan menentukan setiap tahap berjalan sebagaimana mestinya. Fase S, G2 dan

Page 42: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

22

M pada sel mamalia dikendalikan oleh lintasan ini, sehingga waktu yang diperlukan

untuk fase tersebut tidak jauh bervariasi antara satu sel dengan sel lainnya. Lintasan

kendali ekstrinsik akan berfungsi sebagai respon terhadap kondisi di luar sel. Defisiensi

lintasan kendali instrinsik seringkali menyebabkan keganasan. Penyimpangan pada

protein yang mengendalikan cek poin siklus sel fase sering juga ditemukan pada pasien

keganasan.

B. Fase siklus sel

Siklus sel terbagi menjadi dua yaitu fase fungsional, fase S dan M, dan fase persiapan, G1

dan G2 (Donald W dkk., 2012).

1. Fase S (sintesis). Merupakan tahap terjadinya replikasi DNA. Pada umumnya, sel

tubuh manusia membutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan tahap ini.

Hasil replikasi kromosom yang telah utuh, segera dipilah bersama dengan dua nuklei

masing-masing guna proses mitosis pada fase M.

2. Fase M (mitosis). Interval waktu fase M kurang lebih 1 jam. Tahap di mana terjadi

pembelahan sel. Pada mitosis, sel membelah dirinya membentuk dua sel anak yang

terpisah. Dalam fase M terjadi beberapa jenjang fase, yaitu profase, prometafase,

metafase, anafase, telofase dan sitokinesis (Tom S dkk., 2000).

3. Fase G (gap). Fase G yang terdiri dari G1 dan G2 adalah fase sintesis zat yang

diperlukan pada fase berikutnya. Pada sel mamalia, interval fase G2 sekitar 2 jam,

sedangkan interval fase G sangat bervariasi antara 6 jam hingga beberapa hari. Sel

yang berada pada fase G1 terlalu lama, dikatakan berada pada fase G0 atau quiescent.

Pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak

lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat

Page 43: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

23

memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi apoptosis.

Pada umumnya, sel pada orang dewasa berada pada fase G0. Sel tersebut dapat

masuk kembali ke fase G oleh stimulasi antara lain berupa perubahan kepadatan sel,

mitogen atau faktor pertumbuhan dan asupan nutrisi.

4. Interfase. Merupakan sebuah jeda panjang antara satu mitosis dengan yang lain. Jeda

tersebut termasuk fase G1, S, G2.

Kemoterapi dapat diklasifikasi berdasarkan cara kerjanya pada siklus sel. Kemoterapi

yang bersifat tidak spesifik terhadap siklus sel (alkylating agents) memiliki sifat

tergantung dosis, dimana semakin besar dosis obat, semakin besar obat membunuh sel.

Gambar 2. Siklus sel

Page 44: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

24

C. Pertumbuhan tumor

Pertumbuhan tumor dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :

Waktu penggandaan: waktu siklus sel, dimana jenisnya bervariasi tergantung dari

jenis jaringan.

Fraksi pertumbuhan: persentase sel yang melalui siklus sel pada titik waktu

tertentu.

Cell loss: yang dapat berasal dari gagalnya siklus sel, kematian, deskuamasi,

metastasis dan migrasi.Terdapat dua jenis kematian sel yaitu apoptosis dan

nekrosis. Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang

penting dalam berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis, yang merupakan

bentuk kematian sel sebagai akibat sel yang terluka akut, apoptosis terjadi dalam

proses yang diatur sedemikian rupa yang secara umum memberi keuntungan

selama siklus kehidupan suatu organisme.

Tabel 2. Kemoterapi dan siklus sel

Page 45: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

25

Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses apoptosis

yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat

bervariasi. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan,

sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak

terkontrol (kanker). Kanker, sel yang kehilangan kemampuannya untuk

melaksanakan apoptosis sehingga proliferasi sel meningkat.

Fungsi apoptosis

a. Sel yang rusak atau terinfeksi. Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika

sel yang rusak tidak bisa diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan

untuk melakukan apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di

sekitarnya, atau dari sel yang merupakan bagian sistem imun. Jika

kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak atau jika inisiasi apotosis dihambat,

sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas, berkembang menjadi

kanker.

Gambar 3. Nekrosis dan Apoptosis

Page 46: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

26

b. Respon terhadap stress atau kerusakan DNA. Kondisi stress sebagaimana

kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau pemaparan sinar

ultraviolet atau radiasi ionisasi (sinar gamma atau sinar X), dapat menginduksi

sel untuk memulai proses apoptosis. Contohnya pada kerusakan genom dalam

inti sel, adanya enzim PARP-1 memacu terjadinya apoptosis. Enzim ini

memiliki peranan penting dalam menjaga integritas genom, tetapi aktivasinya

secara berlebihan dapat menghabiskan ATP, sehingga dapat mengubah proses

kematian sel menjadi nekrosis (kematian sel yang tidak terprogram).

c. Homeostasis. Homeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh

organisme yang dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan

internalnya dalam batas tertentu. Homeostasis tercapai saat tingkat mitosis

(proliferasi) dalam jaringan seimbang dengan kematian sel. Jika

keseimbangan ini terganggu dapat terjadi sel membelah lebih cepat dari sel

mati atau sel membelah lebih lambat dari sel mati.

Mekanisme apoptosis

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya apoptosis

dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :

1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).

2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis yang

berhubungan, dll).

3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA, pembongkaran sel, dll).

4. Fagositosis.

Page 47: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

27

Prinsip kemoterapi kombinasi. Menggunakan prinsip kinetik, seperangkat pedoman untuk

menentukan kombinasi kemoterapi telah dilakukan sejak beberapa dekade terakhir.

Tujuan dari kombinasi ini adalah 1) membunuh sel ganas secara maksimum dalam efek

toksik yang dapat ditolerir oleh pasien; 2) menghindari terjadinya resistensi kemoterapi;

dan 3) menghambat timbulnya jalur resistensi terhadap obat baru. Kemoterapi diberikan

dengan berbagai variasi jadwal pemberian yang dirancang berdasarkan tujuan dan respon

terapi.

D. Resisten kemoterapi

Terdapat beberapa alasan untuk terjadinya resisten terhadap kemoterapi yang

melibatkan berbagai mekanisme anatomi, farmakologi, dan biokimia. Letak sel kanker

(otak, testis) dan aliran darah pada sel kanker menunjukkan hambatan anatomis;

sedangkan penjelasan farmakologi dan biokimia mencakup aktivasi/inaktivasi obat pada

jaringan sehat, penurunan akumulasi obat, peningkatan perbaikan sel terhadap efek

samping obat, perubahan target obat, dan perubahan ekspresi gen yang terjadi. Ekspresi

Tabel 3. Tahap kemoterapi

Page 48: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

28

yang berlebihan dari gen MDR1 (MDR) adalah mediator yang paling penting yang dapat

menimbulkan terjadinya resistensi obat dengan mengkode 170-kd p-glikoprotein

transmembran. P-glikoprotein adalah energy-dependent pump yang berfungsi untuk

mengeluarkan racun atau metabolit endogen dari sel. Timbulnya MDR1 dalam jumlah

yang tinggi berhubungan dengan resistensi terhadap agen kemoterapi. Tumor yang

mengekspresikan gen MDR1 memiliki respon buruk terhadap terapi.

II.2 Malondialdehid

II.2.1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul atau ion yang mengandung satu elektron yang tidak

berpasangan. Senyawa ini merupakan zat antara yang berumur pendek, sangat reaktif dan

berenergi tinggi, sehingga memiliki kecenderungan menarik elektron dari molekul lainnya dan

memicu reaksi berantai. Radikal bebas dihasilkan dari pemutusan ikatan kovalen secara

homolitik dimana terbentuk dua fragmen yang memiliki elektron tak berpasangan dan bersifat

radikal (Lobo V dkk., 2010).

Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekul yang

mengandung satu atau lebih elektron pada atom atau molekul orbital. Dalam konsentrasi yang

tinggi, radikal bebas akan membentuk stres oksidatif, suatu proses penghancuran yang dapat

merusak seluruh sel tubuh (Pham-Huy dkk., 2008). Proses kerusakan tubuh ini terjadi bila tidak

diimbangi dengan kadar antioksidan tubuh yang baik.

Radikal bebas merupakan molekul yang kehilangan satu atau lebih elektron pada

permukaan kulit luarnya. Contohnya, O2 merupakan struktur normal dengan elektron yang

Page 49: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

29

lengkap dari oksigen. Bila kehilangan elektronnya, struktur kimianya berubah menjadi O2- atau

dinamakan superoksida yang merupakan salah satu radikal bebas.

Atom terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positip) dalam

nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut.

Elektron mengelilingi, atau mengorbit sebuah atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu

lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah

memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam

menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang

elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk

mencapai keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi

lapisan luarnya dengan:

1. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan

luarnya.

2. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam

rangka melengkapi lapisan luarnya.

Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektron-elektron

bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan

mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas

sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan

berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA. Dalam rangka

mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam

waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang

molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan

Page 50: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

30

menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi

kerusakan pada sel tersebut (Lobo V dkk., 2010).

Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara:

1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini jarang terjadi

pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas,

dan radiasi ion.

2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal.

3. Penambahan elektron pada molekul normal.

Gambar 4. Radikal bebas

Page 51: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

31

Pada radikal bebas, elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi muatan elektrik

dari molekulnya, dapat bermuatan positip, negatif ataupun netral (Droge W., 2002).

II.2.2. Tipe Radikal Bebas

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen yang disebut

kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk di dalamnya adalah triplet

(3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-),

peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl

(LO-), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) berasal

dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal mengandung hidrogen hasil dari penyerangan

atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi dari oksidasi 4

glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan

misalnya radikal fenyldiazine (Husain N dkk., 2012).

II.2.3. Sumber Radikal Bebas

Radikal bebas dapat berasal dari:

1. Endogen

Tabel 4. Jenis ROS

Page 52: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

32

Senyawa radikal dapat berasal dari proses biologis normal namun bisa terdapat dalam jumlah

berlebihan. Radikal dari sistem biologi terlibat dalam penggunaannya dalam metabolisme

asam arakhidonat melalui biosintesis eikosanoid, sebagai senyawa antara dan atau produk

dalam reaksi yang dikatalisis enzim, misalnya pada rantai transpor elektron di mitokondria,

dan bagian dari respon jaringan dalam melawan mikroorganisme. Selain itu juga dapat

berasal dari faktor NO dan iskemia reperfusi yang melibatkan metabolisme xantin oleh

xantin oksidase.

Mitokondria

Diantara berbagai organel dalam sel, mitokondria adalah tempat utama pembentukan

ROS selama proses metabolisme normal. Beberapa studi meyakini bahwa 90%

pembentukan ROS dihasilkan di mitokondria (Fletcher AE., 2010). Umumnya,

mitokondria merupakan sumber yang paling penting dari ROS dimana produksi ROS

seluler berlangsung secara terus menerus. Hal ini merupakan hasil dari transpor rantai

elektron yang terletak di membran mitokondria, yang penting untuk produksi energi

dalam sel (Valko dkk.,2006; Inoue M dkk.,2003).

Gambar 5. Pembentukan ROS di mitokondria

Page 53: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

33

Rangkaian transport elektron fosforilasi oksidatif dalam mitokondria menghasilkan ROS

sebagai hasil samping yang tidak dapat dihindari. Rangkaian transport elektron tersebut

meliputi kompleks satu sampai empat dan ATP sintase yang terletak pada membran

dalam mitokondria. Kurang lebih 80% superoksida yang terbentuk pada komplek I dan

III, dilepas pada ruang diantara membran dalam mitokondria, sedangkan 20% sisanya

dilepas ke matriks mitokondria (Han.D dkk.,2001). Permeabilitas transition pore

mitochondria (PTPM) di membran luar mitokondria memungkinkan superoksida bocor

ke sitoplasma, yang kemudian diubah menjadi H2O2 baik di matriks mitokondria atau di

sitoplasma oleh SOD. Berbagai data mutakhir menunjukan bahwa hidrogen peroksida

dapat menembus membran sel melalui aquaporin spesifik seperti aquaporin 8. Aquaporin

8 telah dapat dideteksi pada membran dalam mitokondria dan menunjukan fungsi sebagai

saluran air dan hidrogen peroksida.

Gambar 6. Produksi ROS pada keganasan

Page 54: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

34

Peroksisom

Peroksisom merupakan tempat kedua terbanyak dalam memproduksi radikal bebas. Pada

saat berlangsungnya proses transpor elektron, terbentuk O2 dan H2O2. Autooksidasi dari

sitokrom P-450 dan oksidasi dari NADPH oleh NADPH dehidrogenase akan memicu

terbentuknya O2-. Aktivasi nukleofil melalui proses reduksi oleh flavin monooxygenase

sistem merupakan proses lain terbentuknya ROS di mikrosom (Cederbaum AI., 2015). Di

dalam organel respirasi, superoksi dan hidrogen peroksida dibentuk dari reaksi yang

dikatalisis oleh enzim xanthin oksidase pada matriks dan membran peroksisom.

Enzim

Beberapa enzim dapat memproduksi O2- dalam sel. Dalam keadaan hipoksia, oksidase

xantine dan hipoxantine oleh xantine oksidase menghasilkan O2- yang akan memicu

kerusakan sel. Indole amine dioxigenase, enzim yang umumnya terdapat di jaringan

kecuali di hati, terlibat dalam pembentukan O2-. Tryptophan dehydrogenase yang terdapat

di sel hati juga memproduksi O2- ketika bereaksi dengan triptophan (Murphy MP., 2009).

Makrofag

Makrofag dapat memproduksi ROS dalam perannya melawan mikroorganisme, partikel

asing dan stimulus-stimulus lain. Aktivasi fagosit memicu suatu respiratory burst, yang

ditandai dengan peningkatan uptake O2, metabolisme glukosa dan penggunaaan NADPH.

NADPH-oksidase mengkatalisis reaksi tersebut, dan memicu pembentukan ROS (Bae YS

dkk., 2009), menghasilkan superoksida dan halogen radikal sebagai agen yang sitotoksik

untuk membunuh mikroorganisme yang telah di fagosit (Makker dkk,2009).

Page 55: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

35

2. Eksogen

Senyawa radikal yang berasal dari lingkungan misalnya radiasi, asap rokok, senyawa

pencemar lingkungan, makanan olahan, olahraga yang berlebihan, dan obat-obatan.

Konsumsi lemak yang berlebihan khususnya lemak tidak jenuh sangat berpotensi

menimbulkan radikal bebas. Lemak tidak jenuh mudah sekali dioksidasi atau terserang

radikal hidroksil membentuk radikal lemak peroksida. Oksigen berlebihan saat beraktivitas

masuk melalui pernafasan lalu menyebabkan reaksi yang kompleks dalam tubuh dan

menghasilkan produk-produk sampingan berupa radikal bebas atau muncul dalam

metabolisme normal lemak.

Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk

peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksida dapat

mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk di dalamnya antibiotika kelompok quinolon

atau berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker sepertin bleomycin,

anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan.

Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen

aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam

askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Conklin., 2004).

Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal

bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel

elektron, photon, neutron, alfa dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara

memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat

Page 56: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

36

mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler

(Conklin., 2004).

II.2.4. Stres Oksidatif

Stress oksidatif didefinisikan sebagai sebagai suatu keadaan dimana terdapat

ketidakseimbangan antara proses oksidasi oleh radikal bebas dan proses penetralan oleh

antioksidan dalam tubuh. Pada keadaan stress oksidatif terbentuk reactive oxygen species (ROS)

yang terdiri dari radikal bebas oksigen (superoksida) dan derivatnya (radikal hidroksil) yaitu O2-,

OH dan H2O2.(Yoshikawa T dkk., 2002).

Stres oksidatif adalah gangguan dalam keseimbangan antara radikal bebas (FR), reactive

oxygen species (ROS), dan mekanisme pertahanan antioksidan endogen (Vishal dkk.,2005), atau

Gambar 7. Jalur sinyal yang di induksi oleh stres oksidatif.

Page 57: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

37

yang lebih sederhana, adalah gangguan dalam keseimbangan antara oksidan–antioksidan

(Chandra J dkk.,2000). Baik oksidan dan antioksidan sama-sama penting untuk metabolisme

normal, transduksi sinyal dan regulasi fungsi seluler. Oleh karena itu, setiap sel dalam tubuh

manusia mempertahankan kondisi homeostasis antara oksidan dan antioksidan (Poli G

dkk.,2004).

Stres oksidatif dapat mengakibatkan cedera pada semua komponen seluler yang penting

seperti protein, DNA dan membran lemak, yang dapat menyebabkan kematian sel. Stres

oksidatif telah terbukti terlibat dalam berbagai proses fisiologis dan patologis, termasuk pada

kerusakan DNA, proliferasi, adhesi dan kelangsungan hidup sel. Bahkan terdapat beberapa

penelitian yang memberikan bukti kuat terhadap keterlibatan stres oksidatif pada proses

karsinogenesis (Pillai C.K dkk.,2002).

ROS tidak hanya memiliki efek sitotoksik, tetapi juga memiliki peran penting dalam

modulasi messenger yang mengatur fungsi penting dari membran sel, yang untuk pertahanan

hidup. Hal ini mempengaruhi status redoks intraseluler, NF-kB. Mitokondria dianggap sebagai

sumber utama dari ROS. Dalam sel yang kurang mitokondria, kerusakan yang disebabkan oleh

TNF-α dan NF-kB yang tergantung pada produksi IL-6 ditekan. Ini juga telah menunjukkan bahwa

antimycin A, suatu inhibitor dari mitochondrial electron transport, meningkatkan jumlah ROS

intraseluler dan juga meningkatkan aktivasi dari NF-kB. Dalam sel yang mengalami istirahat, NF-

kB terikat dengan IkB dan tetap tinggal dalam sitoplasma. Sinyal ekstraseluler menyebabkan

disosiasi dari 2 molekul dan IkB menjadi terurai, dimana kemudian NF-kB akan berpindah ke

nukleus dan mengaktifkan transkripsi.

Kaskade fosforilasi yang menghasilkan kompleks NF-kB/ IkB telah terbukti tergantung

pada interaksi antar protein yang berasal dari aktivasi reseptor IL-1 dan reseptor TNF. Aktivasi

Page 58: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

38

NF-kB membutuhkan sinyal yang berasal dari active oxygen species. Keterlibatan active oxygen

species dalam pelepasan NF-kB sebagian disebabkan oleh IkB yang mengalami fosforilasi

melalui sekelompok kinase yang terlibat dalam kaskade fosforilasi. Induksi thioredoksin oleh

active oxygen species juga terlibat dalam aktivasi NF-kB, karena thioredoksin memberikan NF-kB

kemampuan untuk mengikat DNA dalam proses yang diatur oleh reaksi redoks. NF-kB

tampaknya menjadi kunci faktor transkripsi untuk menjelaskan hubungan stres oksidatif dengan

berbagai macam penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup dan mengidentifikasi mekanisme

yang tepat yang terlibat mengarah pada pengembangan terapi baru untuk berbagai penyakit.

ROS adalah molekul yang tidak berpasangan dan oleh karena itu sangat tidak stabil dan

sangat reaktif. ROS hanya dapat bertahan dalam hitungan millisecond (10-9-10-12) sebelum

bereaksi dengan molekul lain untuk menstabilkan dirinya (Makker K dkk,2009). Diketahui

berbagai macam ROS, namun yang paling banyak dipelajari karena efeknya yang berbahaya dan

Gambar 8. Stres oksidatif dan respon seluler

Page 59: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

39

merusak adalah superoksida (O-), hidroksil (OH), dan perhidroksil (O2H) (Ladiges dkk,2010).

Kerusakan jaringan akibat serangan ROS dikenal dengan stres oksidatif, sedangkan faktor yang

dapat melindungi jaringan terhadap ROS disebut antioksidan. Berbagai jaringan yang dapat

mengalami kerusakan akibat ROS diantaranya adalah DNA, lemak dan protein. Interaksi ROS

dengan basa dari DNA dapat merubah struktur kimia DNA, apabila tidak direparasi akan

mengalami mutasi yang dapat diturunkan, terutama bila terjadi pada DNA sel germinal baik di

dalam ovarium maupun di testis, sedangkan kerusakan DNA pada sel somatik dapat mengarah

pada inisisasi keganasan (Bender DA dkk,2009). Reaksi ROS terhadap lemak tidak jenuh

membran sel dan plasma lipoprotein menyebabkan pembentukan lemak peroksida

(malondialdehid) yang secara kimiawi dapat memodifikasi protein dan basa asam nukleat. Selain

itu ROS secara kimia juga dapat memodifikasi langsung asam amino dalam protein, sehingga

tidak lagi dikenal sebagai milik sendiri (self) tetapi sebagai nonself oleh sistem imun (Fuente MD

dkk,2009). Antibodi yang dihasilkan juga akan bereaksi silang dengan protein dari jaringan

normal, sebagai awal dari muncul nya berbagai macam penyakit autoimun.

Modifikasi kimia dalam protein dan lemak pada lipoprotein (LDL) menyebabkan LDL

tidak lagi dapat dikenal oleh reseptor LDL hati, akibatnya LDL tidak dapat dibersihkan oleh hati.

Sebaliknya, LDL akan diambil oleh reseptor makrofag, yang kemudian membuat makrofag

mempunyai ukuran lebih besar dan menginfiltrasi lapisan pembuluh darah di bawah

endothelium, terutama bila sudah terjadi kerusakan endothelium sebelumnya. Infiltrasi LDL

tersebut kemudian ditutup oleh akumulasi kolesterol yang tidak teresterifikasi. Keadaan ini

menyebabkan plak aterosklerosis berkembang, sehingga pembuluh darah menjadi tersumbat.

Selain itu kerusakan tirosin residu dalam protein akibat ROS juga dapat mengarahkan

pembentukan dihidroksiphenilalanin yang selanjutnya mampu bereaksi secara non enzimatik

Page 60: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

40

untuk membentuk radikal bebas baru. Salah satu penyebab kerusakan sel atau jaringan adalah

karena terjadinya stress oksidatif oleh radikal bebas. Sistem biologi dapat terpapar oleh radikal

bebas baik yang terbentuk endogen oleh proses metabolisme tubuh maupun eksogen seperti

pengaruh radiasi ionisasi. Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan perubahan

biokimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, lemak, karbohidrat dan

nukleat. Membran sel terutama terdiri dari komponen-komponen lemak. Serangan radikal bebas

terhadap komponen lemak akan menimbulkan reaksi peroksidasi lemak yang menghasilkan

produk yang bersifat toksik terhadap sel. Dengan bertambahnya umur, kerusakan sel akibat stress

oksidatif tadi menumpuk selama bertahun-tahun sehingga terjadi penyakit-penyakit degeneratif,

keganasan, kematian sel-sel vital tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan proses

penuaan. (Gitawati, R, 1995 ; Purnomo S, 2000).

Akibat serangan radikal bebas maka akan terbentuk produk oksidatif yang sering

digunakan sebagai marker untuk menilai stress oksidatif, dengan penilaian yang akurat terhadap

marker tersebut dapat diketahui kondisi patologis yang terjadi pada tubuh seseorang. Biomarker

dapat ditemukan dalam darah, urin, dan cairan tubuh lainnya. Beberapa marker/petanda yang

digunakan adalah malondialdehid (MDA), 4-hidroksinenal akibat peroksidasi lemak, isoprostan

akibat kerusakan asam arakidonat, 8-hidroksiguanin dan thiaminglikol akibat kerusakan DNA.

Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu senyawa produk dari reaksi peroksidasi

lemak yang digunakan sebagai marker (petanda) terjadinya stress oksidatif. Pada keadaan stress

oksidatif yang tinggi, terjadi peningkatan kadar MDA serum secara signifikan. Bila keadaan

stress oksidatif teratasi, kadar MDA kembali menurun. (Papas, A.M, 1999). MDA merupakan

salah satu produk final dari peroksidasi lemak. Senyawa ini terbentuk akibat degradasi radikal

Page 61: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

41

bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya ditransformasi menjadi radikal yang

sangat reaktif.

Berikut 3 macam target kerusakan oleh radikal bebas :

1. DNA dan RNA

Radikal bebas dapat memutus cincin deoksiribosa, menyebabkan kerusakan basa, terjadi

mutasi, kesalahan translasi, dan menghambat sintesis protein.

2. Protein

Pada protein yang terserang radikal bebas dapat terjadi agregasi dan cross linking,

fragmentasi, modifikasi gugus thiol, menyebabkan pengubahan transpor ion, peningkatan

influks kalsium, dan pengubahan aktivitas enzim.

3. Lemak

Radikal bebas dapat mengakibatkan lemak kehilangan ketidakjenuhan, membentuk metabolit

reaktif yang mengubah fluiditas, permeabilitas membran dan mempengaruhi enzim yang

terikat membran. Lemak tidak jenuh merupakan target yang paling rentan karena

mengandung banyak ikatan rangkap.

II.2.5 Peroksidasi Lemak

Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.

Lemak yang diserang bisa berasal dari aliran darah, seperti kolesterol dan lemak netral, juga

dapat berasal dari asupan makanan, yaitu lemak tidak jenuh (Devi GS dkk., 2000). Pada tahap

inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang

bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen atau adisi pada

karbon rangkap (1). Lemak tidak jenuh mudah diserang radikal pada rantai asil karena memiliki

Page 62: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

42

sistem 1,4-pentadien yang memungkinkan pengambilan atom hidrogen dari salah satu gugus

metilen-CH2- membentuk radikal karbon. Keberadaan ikatan rangkap karbon melemahkan ikatan

karbon hidrogen dan memfasilitasi pengambilan atom hidrogen. Pada tahap propagasi,

penghilangan atom hidrogen melibatkan penyusunan ulang ikatan sebagai stabilisasi dengan

pembentukan konjugasi diena, yang mudah diserang oleh oksigen membentuk radikal peroksil

ROOº (2) (Barrera G dkk., 2012). Radikal peroksil lebih lanjut akan menyerang asam lemak lain

menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal asam lemak baru melalui reaksi berantai

hingga menghasilkan lebih banyak lagi hidroperoksida (3).

Pada tahap terminasi, sesama radikal dapat bergabung menjadi molekul yang tidak reaktif atau

bereaksi dengan senyawa antioksidan sesudah senyawa tersebut terbentuk. Hati dan ginjal

merupakan temapt kegiatan oksigen radikal dan peroksidasi lemak terbanyak. Peroksida lemak

bersifat adesif terhadap molekul lain, memiliki potensial aksi yang sedang,dan aksi yang panjang

dalam sel, tetapi juga tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal dan tetap tinggal di dalam tubuh

(Ayala A dkk., 2014). Lemak hidroperoksida dapat terurai dan dikatalisis oleh logam transisi

menghasilkan senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bersifat

sitotoksik. Pemecahan ikatan karbon selama peroksidasi lemak menyebabkan pembentukan

Gambar 9. Tahapan peroksidasi lemak

Page 63: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

43

alkanal seperti malondialdehid. Proses peroksidasi lemak hingga terbentuknya malondialdehid

dapat terlihat seperti pada gambar.

Malondialdehid merupakan dialdehid tiga karbon yang sangat reaktif yang juga dapat

diperoleh dari hidrolisis pentosa, deoksiribosa, heksosa, beberapa asam amino dan DNA.

Senyawa ini dapat berinteraksi dengan thiol protein, gugus asam amino, crosslink lemak dan

protein, dan agregasi protein. Selain itu juga dapat dihasilkan alkenal seperti 4-hidoksinonenal

dan senyawa alkana (Ayala A dkk., 2014).

Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu senyawa produk dari reaksi peroksidasi

lemak yang digunakan sebagai marker (petanda) terjadinya stress oksidatif. Pada keadaan stress

oksidatif yang tinggi, terjadi peningkatan kadar MDA serum secara signifikan. Bila keadaan

stress oksidatif teratasi, kadar MDA kembali menurun(Papas, A.M, 1999). MDA merupakan

salah satu produk final dari peroksidasi lemak. Senyawa ini terbentuk akibat degradasi radikal

bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya ditransformasi menjadi radikal yang

sangat reaktif. Proses terbentuknya MDA dapat dijelaskan sebagai berikut, radikal bebas oksigen

O2* diproduksi melalui proses enzimatik dan non enzimatik.

Gambar 10. Proses peroksidasi lemak hingga terbentuk malondialdehid

Page 64: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

44

Produksi MDA Melalui Proses Enzimatik

MDA dapat dihasilkan secara in vivo sebagai produk sampingan dari proses enzimatik

selama biosintesis thromboksan A2. TXA2 merupakan metabolit aktif dari asam

arakidonat yang dibentuk melalui sintase tromboksan A2 pada endoperoksida

prostaglandin atau prostaglandin H2 (PGH2). PGH2 dulunya dihasilkan oleh aksi

siklooksigenase pada asam arakhidonat.

Produksi MDA Melalui Proses Non Enzimatik

Satu campuran dari hidroperoksida lemak yang terbentuk selama proses peroksida lemak.

Radikal peroksil dari hidroperoksida dengan ikatan ganda-cis homoLLAilik yang

bergabung menjadi kelompok peroksil mengakibatkan siklisasi lebih mudah dilakukan

oleh radikal intramolekuler untuk membentuk ikatan ganda dan radikal baru. Melalui

proses non enzimatik reaksi radikal oksigen dependen, AA merupakan prekursor utama

endoperoksida bisiklik, yang kemudian mengalami reaksi lebih lanjut dengan atau tanpa

keterlibatan senyawa lain untuk menghasilkan MDA. Namun, eikosanoid lainnya dapat

juga dihasilkan oleh proses non enzimatik reaksi radikal oksigen dependen yang menjadi

prekursor dari bisiklik endoperoksida dan MDA. Penelitian terakhir telah membahas jalur

untuk pembentukan non enzimatik dari MDA di bawah kondisi tertentu.

Malondialdehid (MDA) secara luas banyak digunakan sebagai salah satu indikator

peroksidasi lemak yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran dengan menggunakan asam

tiobarbiturat. Metode pengukuran ini disebut TBA-reactant subtansi (TBARs) (Winarsi H, 2007).

MDA telah digunakan selama bertahun tahun sebagai biomarker yang tepat untuk

peroksidasi lemak dari asam lemak omega-3 dan omega -6 karena reaksi dengan asam

thiobarbiturat (TBA) yang relatif mudah dilakukan. Tes TBA dapat memprediksi reaktifitas

Page 65: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

45

TBA terhadap MDA untuk menghasilkan warna merah pada kromogen; tes ini digunakan

pertama kali pada makanan oleh ahli kimia untuk mengevaluasi degradasi autoksidatif dari

lemak dan minyak. Namun, tes asam thiobarbiturat (TBARs) dikenal tidak spesifik karena

menyebabkan hanya digunakan untuk pemeriksaan kuantiifikasi MDA dari sampel in vivo.

Beberapa teknologi untuk menentukan jumlah total dan MDA bebas, seperti spektrometri massa

gas kromatographi (GC-MS/MS), spektrometri cairan kromatographi (LC-MS/MS) dan beberapa

pemeriksaan berbasis derivatisasi, telah berkembang selama beberapa dekade. Karena MDA

merupakan salah satu marker yang paling banyak digunakan dan terpercaya untuk menentukan

stres oksidatif pada kondisi-kondisi klinis dan juga karena MDA memiliki reaktifitas yang tinggi

dan toksisitas yang rendah, mendasari penggunaan MDA menjadi sangat relevan untuk riset

biomedis.

II.2.6. Metabolisme MDA

MDA dapat terbentuk melalui metabolisme secara enzimatik atau dapat melalui reaksi

protein seluler dan jaringan atau DNA yang akan mengakibatkan kerusakan biomolekuler.

Penelitian awal menunjukkan bahwa jalur biokimia untuk metabolisme MDA melibatkan

oksidasi mitokondrial aldehid dehidrogenase yang kemudian diikuti oleh dekarboksilasi untuk

menghasilkan asetaldehid, yang teroksidasi oleh aldehid dehidrogenase menjadi asetat dan

selanjutnya menjadi CO2 dan H2O (Esterbauer H dkk,1997). Di sisi lain, phosphoglucose

isomerase mungkin bertanggung jawab untuk metabolisme sitoplasma MDA untuk metilglyoxal

(MG) dan lebih lanjut untuk D-laktat oleh enzym dari sistem glyoxalase dengan menggunakan

GSH sebagai kofaktor. Sebagian dari MDA diekskresikan dalam urin sebagai berbagai enaminal

Page 66: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

46

(RNH-CH-CH-CHO) seperti N-epsilon (2-propenal) lisin atau N-2-(propenal) serin (Esterbauer

H dkk.,1997).

Reactive Oxygen Species dan Leukemia

Telah dipahami dengan baik bahwa oksidan memiliki peran penting dalam beberapa

tahap karsinogenesis (Reuter S dkk., 2010). ROS dikaitkan dengan berbagai macam fenomena

patologis, termasuk terjadinya infeksi, peradangan, radiasi sinar ultraviolet dan radiasi sinar Ɣ,

dan meningkatnya jumlah mutasi sel (Chung YJ dkk., 2014). Peningkatan jumlah radikal bebas,

terutama superoksida anion pada pasien leukemia dan juga meningkatnya enzim antioksidan

merupakan respon protektif adaptif dan indikasi terjadinya stres oksidatif (Devi GS dkk., 2000).

Beberapa penelitian telah membuktikan adanya faktor stres oksidatif pada karsinogenesis.

Beberapa oksidan endogen dianggap sebagai karsinogen alami yang dapat menyebabkan

terjadinya transformasi maligna. ROS dapat menginduksi mutasi genetik serta menimbulkan

Gambar 11. Metabolisme MDA

Page 67: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

47

perubahan kromosom dan memberikan kontribusi untuk perkembangan tahapan karsinogenesis.

ROS juga dapat memicu secondary messenger interseluler dan memodulasi berbagai aspek

seluler termasuk proliferasi, apoptosis, dan ekspresi gen. ROS memulai karsinogenesis dengan

mengaktifkan kinase, dan denaturasi DNA melalui induksi poli ADP-ribosylasi dari kromosom

protein. Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas terjadi dimana-mana dan signifikan

dalam menimbulkan proses metastasis. Aktivasi kaskade sinyal yang dipengaruhi oleh redoks

berubah menjadi potensial karena ROS dibentuk oleh genotoksik eksogen seperti iradiasi, sitokin

inflamasi dan karsinogen kimiawi. ROS dan perubahan potensial redoks dapat dianggap sebagai

perubahan intraseluler utama yang mengatur protein kinase, sehingga berfungsi sebagai

komponen seluler penting yang menghubungkan rangsangan eksternal dengan sinyal transduksi

dalam menanggapi stres (Long B dkk, 2011). Seperti yang diamati sebelumnya, berbagai

antioksidan jumlahnya menurun pada keganasan, SOD dan CAT mengalami penurunan di semua

pasien LLA. Adanya penurunan kadar SOD pada leukemia akut dan mengindikasikan bahwa

adanya regresi leukemia akan disertai menurunnya jumlah SOD. Temuan ini menunjukkan

bahwa terdapat perubahan dalam pertahanan antioksidan enzimatik yang dapat mengganggu

dalam fungsinya untuk menghilangkan radikal bebas.

Produksi ROS dari sel terjadi melalui beberapa mekanisme. Sumber utama ROS adalah

mitokondria. Dibandingkan dengan sel normal, sel-sel ganas tampaknya berfungsi dengan

tingkat yang lebih tinggi dari stres oksidatif endogen baik in vivo maupun in vitro.Tingginya

kadar stres oksidatif telah diamati dalam berbagai jenis sel kanker. Misalnya, sel-sel leukemia

baru yang diisolasi dari sampel darah menunjukkan peningkatan produksi ROS. Dan yang paling

penting, enzim ROS seperti superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase dan

peroksiredoksin telah terbukti banyak yang diubah oleh sel kanker. Menariknya, perubahan

Page 68: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

48

dalam enzim ROS seperti GSH juga memiliki dampak yang signifikan terhadap metabolisme

agen alkilating. Dengan demikian, ada pengaturan yang menyimpang dari redoks homeostasis

dan adaptasi stres dalam sel-sel kanker. Dalam rangka untuk mengatasi resistensi obat yang

terkait dengan redoks adaptasi, penting untuk merancang strategi untuk mengetahui perbedaan

redoks antara sel normal dengan sel kanker. Meskipun status redoks dari Cancer Stem Cell

(CSC) belum dapat diketahui dengan jelas, terdapat kemungkinan bahwa kanker dan stem cell

normal dapat berbagi ciri yang umum sementara menunjukkan karakteristik sel ganas dalam

pengaturan redoks. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa sel-sel induk hemopoeitik yang

normal dan sel induk epitel mammary mempertahankan kadar ROS dalam jumlah yang lebih

rendah dibandingkan sel matur untuk mencegah terjadinya diferensiasi sel dan mempertahankan

proses self renewal. Dibandingkan dengan sel normal, sel-sel kanker memiliki kadar ROS yang

lebih tinggi, yang tampaknya merupakan bagian penting dalam proses inisiasi dan perkembangan

keganasan. Selain itu, adanya akumulasi ROS diduga berperan dalam perubahan sel induk

hemopoeitik normal ke sel-sel leukemia. Secara kolektif, dalam hal sifat-sifat biologis CSC, sub

populasi sel yang unik ini mungkin memiliki kapasitas anti oksidan yang tinggi untuk menjaga

ROS seluler pada tingkat yang moderat. Selain itu, adanya mekanisme pengaturan kembali anti

oksidan mungkin berkontribusi terhadap kelangsungan hidup CSC dan resistensi obat.

II.3. Kemoterapi dan Malondialdehid

Obat-obatan kemoterapi dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif pada sistem biologi.

Selama kemoterapi kanker, stres oksidatif menginduksi peroksidasi lemak dan menghasilkan

banyak aldehid elektrofilik yang dapat menyerang banyak sasaran seluler. Produk dari stres

oksidatif ini dapat memperlambat progresi siklus sel kanker dan menyebabkan penghentian

Page 69: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

49

checkpoint dari siklus sel, efek yang dimana dapat mengganggu kemampuan dari kemoterapi

untuk membunuh sel kanker. Aldehid juga dapat menghambat fungsi obat yang menginduksi

terjadinya apoptosis dengan menonaktifkan reseptor kematian dan menghambat aktivitas

caspase. Efek ini akan mengurangi juga efektivitas pengobatan. Penggunaan anti oksidan selama

kemoterapi dapat meningkatkan efek dengan cara mengurangi stres oksidatif yang di induksi

oleh aldehid.

Reactive oxygen species (ROS) sangat penting bagi kehidupan karena memiliki peran

yang sangat penting dalam banyak proses vital seperti transduksi sinyal dan kemampuan fagosit

untuk melakukan aktifitas bakterisida. ROS termasuk radikal bebas, seperti radikal hidroksil dan

superoksida.

Meskipun proses yang mengatur produksi ROS untuk fungsi yang penting dikontrol dengan

cermat, namun banyak proses seluler yang terjadi saat ROS dibentuk misalnya stres oksidatif

Electron Transport System (ETS) (gambar. 12) yang berada di dalam membran mitokondria.

Biasanya, elektron di transfer dari komplek I (NADH dehidrogenase) dan komplek II (suksinat

dehidrogenase) untuk koenzym Q10 dan kemudian ke komplek III, sitokrom C dan komplek IV.

Dan akhirnya, elektron ditransfer ke oksigen dengan pembentukan air. Dalam prosesnya,

Gambar 12. Electron Transport System (ETS)

Page 70: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

50

pemasangan elektron transpor menjadi fosforilasi oksidatif menghasilkan adenosin trifosfat.

Dibawah kondisi normal, mekanisme antioksidan, termasuk antioksidan dengan berat molekul

rendah dan antioksidan sistem enzym melindungi organisme dari efek yang merusak dari stres

oksidatif. Namun dalam kondisi dimana stres oksidatif terdapat dalam jumlah yang berlebih,

misalnya pada pasien yang mendapatkan obat-obatan tertentu, mekanisme antioksidan seluler

mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dampak yang merugikan dari ROS. Pada sel kanker,

proses untuk menghambat perkembangan melaui siklus sel dan proses apoptosis diperlukan oleh

obat-obatan kemoterapi untuk menyebabkan proses sitotoksik yang optimal. Karena banyak

kemoterapi juga mampu menghasilkan stres oksidatif pada sistem biologis, maka ROS yang

dihasilkan selama terapi dapat pula mengganggu aktifitas pengobatan.

Obat-obatan kemoterapi telah terbukti dapat menghasilkan stres oksidatif pada pasien

keganasan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan produk-produk peroksidasi lemak;

pengurangan kadar antioksidan plasma seperti vitamin E, vitamin C dan β karoten dan juga

pengurangan kadar glutathion plasma selama pemberian kemoterapi. Obat-obatan kemoterapi

yang dapat menghasilkan ROS dalam jumlah besar yaitu golongan anthracycline (doxorubicin,

epirubicin dan daunorubicin), alkylating agent, platinum coordination complexes (cisplatin,

carboplatin dan oxaliplatin), epipodophyllotoxin (etoposide dan teniposide) dan camptothecins

(topotecan dan irinotecan). Semua obat-obat kemoterapi menghasilkan sejumlah ROS karena

berfungsi untuk menginduksi terjadinya apoptosis pada sel ganas. Hal ini dikarenakan satu jalur

apoptosis yang diinduksi obat melibatkan pelepasan sitokrom C dari mitokondria. Ketika hal ini

terjadi, elektron dialihkan dari ETS ke oksigen dalam NADH dehidrogenase dan mengurangi

koenzym Q10 yang menghasilkan formasi radikal superoksida (Kaufmann SH dkk.,2005). Stres

oksidatif mengganggu terjadinya proses seluler (progresi sikus sel dan apoptosis yang diinduksi

Page 71: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

51

obat) yang diperlukan untuk obat-obatan kemoterapi untuk menyebabkan sitotoksisitas optimal

pada sel kanker dan tingkatan paling rendah dari stres oksidatif telah terbukti mengurangi

sitotoksisitas obat anti kanker. Karenanya, pembentukan ROS yang terjadi ketika obat anti

kanker diberikan, dapat mengurangi efektifitas pengobatan. Selain itu, sejak diketahui adanya

beberapa efek samping yang terjadi di karenakan kemoterapi, maka diberikan suplemen

antioksidan selama kemoterapi untuk mengurangi efek samping serta meningkatkan respon

terhadap terapi (Conklin KA., 2004; Lamson DW dkk., 1999).

Radikal bebas yang dihasilkan selama stres oksidatif memiliki banyak target seluler,

walaupun target utamanya adalah lemak sel. Peroksidasi lemak dari asam lemak tidak jenuh

menghasilkan peroksil dan radikal alkoxyl, yang merupakan produk-produk utama peroksidasi

lemak yang sangat reaktif dan memiliki waktu peredaran yang singkat, yang akan mengalami

reaksi lebih lanjut untuk membentuk produk sekunder dari peroksidasi lemak yang mencakup

berbagai aldehid seperti malondialdehid, 4-hidroksialkenals dan akrolein. Aldehid-aldehid

tersebut bersifat lebih satbil dibandingkan dengan produk primer dan dapat menyebar di seluruh

sel dimana mereka merusak komponen seluler dan mengganggu fungsi seluler. Karena karakter

elektrofilik yang dimiliki, aldehid tersebut mengikat kelompok nukleofilik asam amino,seperti

Gambar 13. Stres oksidatif dan kemoterapi

Page 72: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

52

sitein, lisin, histidin, serin dan tirosin, yang merupakan komponen penting dari enzim dan

diperlukan untuk menjaga struktur tersier protein (Kurata S dkk., 2000).

Pengikatan aldehid terhadap protein, yang menghasilkan penghambatan enzim dan

perubahan struktur reseptor seluler merupakan dampak dari stres oksidatif terhadap sitotoksisitas

obat antineoplastik.

Stres oksidatif mengurangi laju proliferasi sel dengan menghambat transisi sel-sel dari

G0 ke fase G1, memperpanjang fase G1, memperlambat kemajuan fase S dengan menghambat

sintesis DNA, menghambat progresi sikus sel melalui titik restriksi dan menyebabkan

penghentian pada checkpoint siklus sel (Kurata S dkk., 2000; Schakelford RF dkk., 2000).

Dengan demikian, laju proliferasi sel (sel normal dan sel kanker) menurun selama periode stres

oksidatif (Fojo T dkk., 2001). Efek dari stres oksidatif pada prolifersi sel yang paling mungkin

disebabkan oleh penghambatan enzim penting oleh aldehid, dan penghambatan polimerase

selektif DNA oleh 4-hidroksialkenal telah dibuktikan. Cyclin-dependent kinase (CDKs) adalah

target lainnya dari aldehid. Enzim ini menyebabkan progresi fase-fase dari siklus sel dan

menghambatnya, sebagai contoh, melalui CDK inhibitor p21 (mediator dari gen supresor tumor

p53), yang mencegah terjadinya lintasan melalui restriction point dan menyebabkan berhentinya

check point (Kurata S dkk., 2000).

Kemoterapi yang menunujukkan adanya hubungan dengan siklus sel, maka cara kerjanya

tergantung terhadap terjadinya progresi sel untuk meningkatkan aktivitas anti neoplastiknya, dan

adanya gangguan terhadap siklus sel tersebut akan mengurangi sifat sitotoksisitas dari

kemoterapi. Contoh kemoterapi yang menunjukkan sifat tergantung terhadap siklus sel adalah 1)

anthracycline yang menghambat aktivitas topoisomerase II dan bertindak pada fase S, 2)

antifolat dan analog nukleotida/nukleosida yang mengganggu sintesis DNA dan bertindak dalam

Page 73: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

53

fase S, 3) vinca alkaloid yang mengganggu proses mitosis dan bertindak terutama selama fase M,

4) camptothecins yang menghambat aktivitas topoisomerase dan bertindak pada fase S. Bahkan,

platinum coordination complexes dan alkylating agents yang tidak dianggap memiliki aktivitas

sitotoksik yang berhubungan dengan siklus sel, memerlukan sel untuk progresi melalui fase S

dan fase G2 untuk terjadinya apoptosis. Selain itu, perbaikan kerusakan DNA yang disebabkan

oleh platinum coordination complexes dan alkylating agents akan menghasilkan resistensi

terhadap obat tersebut dan timbulnya checkpoint arrest selama terjadinya stres oksidatif dapat

mengakibatkan berkurangnya sitotoksisitas dari kemoterapi (Wei Q dkk., 2000; Fojo T

dkk.,2001). Dalam hal ini, pembatalan checkpoint, merupakan kebalikan dari apa yang terjadi

selama stres oksidatif,telah terbukti akan meningkatkan sitotoksisitas kemoterapi. Dengan

mengurangi terbentuknya aldehid, antioksidan dapat menetralkan efek dari stres oksidatif akibat

dari kemoterapi pada siklus sel dan meningkatkan sitotoksisitas kemoterapi.

Gambar 14. Siklus sel dan kemoterapi

Page 74: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

54

II.4. Kerangka Teori

Aktivasimetabolik ↑

KerusakanDNA nukleus

Reactive oxygen Species ↑

Kerusakan dan mutasiDNA

Leukemia Limfoblastik Akut

DisfungsiMitokondria

Genetik,Idiopatik

Aktifitasonkogen ↑

Aktivasi kinase

Aktivasi kaskade mitokondria

PenguranganKoenzim Q10

Cellular reseptorsignaling ↑

Kemoterapi

Reactive oxygenspecies ↑

Aktivasicaspase 9

Aktivasicaspase 8

Kerusakan selulersel LLA dan normal

Aktivasi deathreceptor

Pelepasansitokrom C

Protein

Apoptosis sel sehatdan sel ganas

Pengalihan elektron ETSke oksigen dalam NADH

dihidrogenase

Reactive oxygenspecies ↑

MutasimtDNA

Menstimuliproliferasi

sel

Lemak

Primer- Alkoksil radikal↑- Peroksil radikal ↑

Sekunder- Malondialdehid ↑

Virus, ZatKimia, Radiasi

Apoptosis sel normal disumsum tulang

Destruksi sel

Page 75: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

55

III

KERANGKA KONSEP

Bagan ini menerangkan berbagai kedudukan dan peran berbagai variabel dalam menjelaskan mengenai kadar malondialdehid sebelum

dan sesudah kemoterapi fase induksi pada leukemia limfoblastik akut

Peningkatan aktivitas metabolik

Cellular receptor signLLAingmeningkat

Disfungsi mitokondria

Peningkatan aktivitas onkogenROS

meningkatKerusakanoksidatif

Peningkatan kerusakan seluler

DNA

Protein

LipidKadar

malondi-aldehid

UmurJenis kelamin Status gizi

Kemoterapifase induksi

Variabel random

Variabel kendaliVariabel bebas

Variabel antara

Variabel tergantung

Hubungan variabelantara

Hubungan variabel random

Hubungan variabel kendali

Hubungan variabel tergantung

Hubungan variabel bebas

LLA

Keterangan :

Page 76: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

56

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan pendekatan kohort

prospektif, yang bertujuan untuk membandingkan kadar malondialdehid sebelum dan sesudah

kemoterapi fase induksi pada pasien leukemia limfoblastik akut di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

IV.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April-Oktober 2017 di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo sampai memenuhi jumlah sampel yang ditetapkan.

IV.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien LLA yang menjalani kemoterapi berumur 1 bulan

sampai 18 tahun yang menjalani pengobatan dan terdaftar di divisi Hematologi-onkologi di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

IV.3.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah pasien anak yang terdiagnosis LLA.

IV.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien anak terdiagnosa LLA yang menjalani

kemoterapi fase induksi di RSUP.Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Page 77: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

57

IV.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.Cara pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Sampel berupa darah vena

pasien sebelum dan sesudah kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut fase induksi kemudian

dicatat data-data yang berhubungan dengan penelitian. Sesudah dilakukan pengambilan darah,

sampel darah disentrifuge untuk diambil serumnya.Kemudian diletakkan dalam tabung tanpa

diberi antikoagulan,disimpan pada suhu stabil 2-8° C selama 2 hari atau pada suhu - 20° C

sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan.

IV.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

IV.5.1. Kriteria Inklusi

1. Pasien anak yang terdiagnosis Leukemia Limfoblastik Akut dan menjalani kemoterapi

fase induksi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Pasien berumur 1 bulan sampai 18 tahun.

3. Bersedia menjadi sampel penelitian (mendapat ijin dari orang tua) dan menandatangani

persetujuan informed consent.

IV.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien Leukemia Limfoblastik Akut yang tidak menyelesaikan kemoterapi fase induksi.

2. Pasien Leukemia Limfoblastik Akut dengan Acute Kidney Injury.

3. Pasien Leukemia Limfoblastik Akut dengan kelainan kardiovaskuler.

Page 78: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

58

IV.6. Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan sampel bila proporsi (p) kadar malondialdehid pada populasi (Al-Tonbary et al,

2011) adalah 8 %, tingkat ketepatan absolut (d) yang dikehendaki adalah 10 %, tingkat

kemaknaan (α = 1,96) dan Q = 1-P, maka :

n = Zα2PQ

d2

n = (1,96)2 x (0,08 x 0,92)

(0,1)2

= 28,3 dibulatkan 30.

Hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel adalah minimal 30 orang untuk masing-masing

kelompok.

IV.7. Izin Penelitian dan Ethical Clearance

Dalam melaksanakan penelitian ini, mengajukan izin ke bagian Diklat dan Penelitian

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo. Penelitian ini dinyatakan memenuhi persyaratan etik oleh

Komisi Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

IV.8.Cara Kerja

IV.8.1. Alokasi Subjek

1. Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian ini.

Page 79: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

59

2. Sampel penelitian yaitu pasien yang terdiagnosis Leukemia Limfoblastik Akut yang

dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo dan diberikan kemoterapi hingga fase induksi

kemudian dilakukan pengamatan dan dilakukan perbandingkan.

3. Pada kelompok protokol standard risk dilakukan pengambilan data kadar malondialdehid

melalui sampel darah vena sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi.

4. Pada kelompok protokol high risk dilakukan pengambilan data kadar malondialdehid

melalui sampel darah vena sebelum dan sesudah kemoterapi fase induksi.

IV.8.2. Cara Penelitian

IV.8.2.1. Prosedur Penelitian

1. Pada saat masuk rumah sakit, pasien berumur 1 bulan – 18 tahun dan didiagnosis dengan

Leukemia Limfoblastik Akut. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan

pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar Malondialdehid. Selain itu dicatat

umur, jenis kelamin, status gizi, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.

2. Sesudah mendapatkan kemoterapi fase induksi, pasien kembali dilakukan pengambilan

sampel darah untuk pemeriksaan kadar Malondialdehid.

Page 80: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

60

IV.8.2.2. Skema Alur Penelitian

IV.9. Identifikasi Variabel Penelitian

IV.9.1. Identifikasi Variabel

Kadar malondialdehid

Jenis Protokol Kemoterapi (Standard Risk atau High Risk)

Umur, jenis kelamin, status gizi, tipe LLA

Pasien umur 1 bulan – 18 tahun dengan LLA yang dirawat di RS WahidinSudirohusodo (n = 81)

Kriteria inklusi (n = 60)

Informed consent

Sesudah Kemoterapi faseinduksi standard risk ( n = 30)

Sebelum kemoterapi Kadar Malondialdehid

Kemoterapi

Sesudah Kemoterapi faseinduksi high risk (n = 30)

Kadarmalondialdehid

Kadarmalondialdehid

Eksklusi (n = 21)- meninggal 15 orang- menolak kemoterapi 2

orang- putus kemoterapi 4

orang

Page 81: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

61

IV.9.2. Klasifikasi Variabel

IV.9.2.1. Berdasarkan Jenis Data dan Skala Pengukuran

1. Kadar malondialdehid dan umur merupakan variabel numerik.

2. Jenis protokol kemoterapi, jenis kelamin, stastus gizi, tipe LLA merupakan variabel

kategorikal (nominal).

IV.9.2.2. Berdasarkan Peran atau Fungsi Kedudukannya

1. Variabel bebas adalah kemoterapi.

2. Variabel tergantung kadar malondialdehid.

3. Variabel antara adalah proses biologis yang terjadi akibat kemoterapi hingga timbulnya

malondialdehid.

4. Variabel random adalah status gizi dan jenis kelamin.

5. Variabel kendali adalah umur

IV.10. Definisi Operasional Dan Kriteria Obyektif

IV.10.1. Definisi Operasional

1. Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari

sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya

sel-sel abnormal dalam darah tepi. Dan dibuktikan dengan hasil punksi sumsum tulang.

2. Kemoterapi fase induksi adalah pengobatan dengan menggunakan zat kimia yang

ditujukan pada penyembuhan kanker untuk menghambat atau menghentikan

pertumbuhan sel-sel onkogen (kanker) yang dilakukan selama 6 minggu yang berfungsi

membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Pada

penanganan kemoterapi LLA terdapat protokol kemoterapi Standard Risk dan High Risk.

Page 82: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

62

3. Kriteria protokol Standard Risk

Jumlah leukosit < 50.000/mm3

Tidak terdapat pelebaran mediastinal

Tidak terdapat sel sel leukemia dalam cairan likuor pada diagnosis

Tidak ada leukemia testis saat diagnosis

4. Kriteria protokol High Risk

Jumlah leukosit > 50.000/mm3

Terdapat pelebaran mediastinal

Terdapat sel leukemia dalam cairan likuor pada diagnosis

Terdapat infiltrasi sel leukemia pada testis (pembesaran testis) saat diagnosis

5. Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan berdasarkan keterangan orang tua yang

dicocokan dengan pemeriksaan fisik.

6. Umur adalah berdasarkan umur kronologis yang dihitung berdasarkan pengurangan

tanggal, bulan, tahun saat diambil sebagai sampel dengan tanggal dan tahun kelahiran

yang dinyatakan dalam tahun dan atau bulan.

7. Status gizi adalah keadaan gizi yang ditentukan berdasarkan parameter berat badan

terhadap tinggi badan sesuai standard NCHS 2000 untuk umur > 5 tahun dan standard

WHO untuk umur ≤ 5 tahun.

8. Malondialdehid adalah suatu metabolit hasil peroksidasi lemak oleh radikal bebas. Kadar

malondialdehid diukur dengan menggunakan metode uji asam tiobarbiturat (TBA) secara

spektrofotometri. Satuan dalam pemeriksaan malondialdehid ini adalah nmol/ml.

Page 83: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

63

9. Sampel darah adalah pengambilan darah vena pasien Leukemia Limfoblastik Akut untuk

pemeriksaan kadar MDA pada saat awal terdiagnosis dan sesudah kemoterapi fase

induksi.

10. Defisiensi imun adalah defisiensi imunitas seluler, ditandai dengan infeksi oportunistik

yang berakibat fatal. Hal ini berhubungan erat dengan berkurangnya kekebalan tubuh,

yang prosesnya tidak terjadi seketika. Biasanya disertai gejala klinis seperti oral trush,

diare kronik, dan malnutrisi berat (Delves dan Roitt, 2000).

11. Leukemia Limfoblastik Akut tipe L1: ditandai dengan sel blast yang berukuran kecil,

homogen (relatif sama besar), dengan sitoplasma sel yang sedikit dan nukleoli (anak inti)

yang samar/tidak jelas.

12. Leukemia Limfoblastik Akut tipe L2: ditandai dengan sel blast yang berukuran lebih

besar, heterogen (tidak seragam), nukleoli nya terlihat jelas dan rasio inti-sitoplasma nya

rendah.

13. Leukemia Limfoblastik Akut tipe L3: ditandai dengan sel blast yang besar, sitoplasma

nya bervakuol, dan terlihat pekat (basofilik).

IV.10.2. Kriteria Obyektif

1. Kadar malondialdehid, normal 0,5-1,3 nmol/ml.

2. Status Gizi :

Untuk anak > 5 tahun:

Gizi baik jika berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan ideal menurut

tinggi badan aktual sesuai umur terletak antara 90% sampai 110%.

Page 84: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

64

Gizi kurang jika berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan ideal

menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak antara 70 % sampai < 90 %.

Gizi buruk jika berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan ideal

menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak < 70 %.

Gizi lebih jika berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan ideal

menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak antara 110% sampai 120%.

Obesitas jika berat badan aktual dikali 100 % dan dibagi berat badan ideal menurut

tinggi badan aktual sesuai umur terletak >120%.

Untuk anak < 5 tahun berdasarkan kurva z score dari WHO 2006 bila BB/PB (< 2

tahun) atau BB/TB (2-5 tahun):

Diatas 3 SD : obesitas

Antara 2 SD dan 3 SD : gizi lebih

Antara persentil 2 SD dan -2 SD : gizi baik

Antara persentil -2 SD dan -3 SD : gizi kurang

Dibawah -3 SD : gizi buruk

IV.11. Pengolahan Data dan Analisis Data

Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir data penelitian, kemudian

dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data. Selanjutnya dipilih metode statistik yang

sesuai, yaitu:

IV.11.1. Analisis Univariat

Digunakan untuk deskripsi data-data berupa deskripsi frekuensi, nilai rata-rata, standard

deviasi dan rentangan.

Page 85: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

65

IV.11.2. Analisis Bivariat

a. Uji student t.

Digunakan untuk membandingkan variabel berskala numerik yang datanya terdistribusi

normal dan mempunyai varians yang sama antara dua kelompok yang berbeda.

b. Uji Paired sample T-Test

Digunakan untuk membandingkan variabel berskala numerik yang datanya terdistribusi

normal dan mempunyai varians yang sama antara dua kelompok yang berpasangan.

c. Uji Wilcoxon

Digunakan untuk membandingkan variabel berskala numerik yang datanya berdistribusi

tidak normal dan mempunyai varians yang tidak sama antara dua kelompok yang

berpasangan.

d. Uji Mann Whitney

Digunakan untuk membandingkan variabel berskala numerik yang datanya berdistribusi

tidak normal dan mempunyai varians tidak sama antara dua kelompok yang tidak

berpasangan.

e. Uji X2 (Chi square) atau Fisher Exact test

Untuk membandingkan variabel yang berskala nominal antara dua kelompok atau lebih

yang tidak berpasangan.

Hasil uji hipotesis ditetapkan sebagai berikut :

1. Tidak bermakna, bila p > 0,05

2. Bermakna, bila p < 0,05

3. Sangat bermakna, bila p < 0,01

Page 86: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

66

BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1. Jumlah Sampel

Selama jangka waktu penelitian mulai bulan April 2017 sampai Oktober 2017, telah

dilakukan penelitian kohort prospektif tentang kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi

LLA fase induksi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, terhadap 81 pasien LLA

berumur 1 bulan sampai 18 tahun. Dari 81 pasien terdiagnosis LLA, yang memenuhi kriteria

inklusi terdapat 60 pasien LLA, terdiri dari 30 pasien LLA standard risk dan 30 pasien LLA high

risk. Kriteria eksklusi terdapat 21 pasien tidak menyelesaikan kemoterapi (15 orang meninggal, 2

orang menolak kemoterapi, 4 orang putus kemoterapi).

Pasien umur 1 bulan-18 tahun dengan LLA yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo (n = 81)

Kriteria Inklusi (n = 60)

Sebelum Kemoterapi

Eksklusi (n = 21)- meninggal 15 orang- menolak kemoterapi 2

orang- putus kemoterapi 4 orang

Sesudah kemoterapi faseinduksi high risk (n = 30)

Sesudah kemoterapi faseinduksi standard risk (n = 30)

Kadar malondialdehid Kadar malondialdehid

Kemoterapi

Informed consent

Kadar malondialdehid

Page 87: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

67

Tabel V.1.1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik

sampel

LLA

Standard risk

n = 30 (%)

High risk

n = 30 (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Status gizi

Baik

Kurang

Buruk

Lebih

Umur

< 1 tahun

1- 10 tahun

>10 tahun

17 (57%)

13 (43%)

15 (50%)

8 (27%)

7 (23%)

0 (0%)

0 (0%)

30 (100%)

0 (0%)

20 (66,7%)

10 (33,3%)

17 (56,7%)

4 (13,3%)

7 (23,3%)

2 (6,7%)

1 (3,3%)

17 (56,7%)

12 (40%)

Karakteristik penelitian dari 60 sampel yang ikut dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel V.1.1. Pada kelompok standard risk (SR) LLA terdapat jenis kelamin laki-laki 17 orang

Page 88: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

68

(57%) dan perempuan 13 orang (43%). Pada kelompok high risk (HR) LLA, terdapat jenis

kelamin laki-laki 20 orang (66,7%) dan perempuan 10 orang (33,3%).

Pada kelompok SR terdapat 15 orang (50%) gizi baik, 8 orang (27%) gizi kurang, 7

orang (23%) gizi buruk, sedangkan pada kelompok HR terdapat 17 orang (56,7%) gizi baik, 4

orang (13,3%) gizi kurang, 7 orang (23.3%) gizi buruk, 2 orang (6,7%) gizi lebih.

Kelompok SR terdapat pasien umur < 1 tahun 0 (0%), pasien umur 1-10 tahun 30 orang

(100%), pasien umur > 10 tahun 0 (0%). Pada kelompok HR terdapat pasien umur < 1 tahun 1

orang (3,3%), pasien umur 1-10 tahun 17 orang (56,7%), pasien umur > 10 tahun 12 orang

(40%).

Page 89: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

69

V.2. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum dan Sesudah Kemoterapi Protokol

Standard Risk (SR)

Tabel V.2.1. Perbandingan kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi

pada pasien LLA standard risk

Kadar MDA

(nmol/ml)

Standard risk

Sebelum kemoterapi

(n = 30)

Sesudah kemoterapi

(n = 30)

Nilai rerata

Nilai tengah

Simpang baku

Rentangan

12,68

6,80

21,69

1,60-117,50

6,90

4,70

4,47

2,40-21,40

Uji Wilcoxon p = 0,206 (p > 0,05)

Nilai rata-rata kadar malondialdehid (MDA) sebelum kemoterapi yaitu 12,68 nmol/ml dan

setelah kemoterapi 6,90 nmol/ml. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan tidak terdapat perbedaan

bermakna antara kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi pada pasien LLA standard risk

dengan nilai p = 0,206 (p > 0,05).

Page 90: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

70

V.3. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum dan Sesudah Kemoterapi Protokol High

Risk (HR)

Tabel V.3.1. Perbandingan kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi

pada pasien LLA high risk

Kadar MDA

(nmol/ml)

High risk

Sebelum kemoterapi

(n = 30)

Sesudah kemoterapi

(n = 30)

Nilai rerata

Nilai tengah

Simpang baku

Rentangan

8,87

6,35

13,80

9,40

12,20

2,80-45,00

8,31

3,20-45,30

Uji wilcoxon p = 0,030 (p < 0,05)

Nilai rata-rata kadar malondialdehid (MDA) sebelum kemoterapi yaitu 8,87 nmol/ml dan setelah

kemoterapi 13,80 nmol/ml. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan bermakna

antara kadar MDA sebelum dan sesudah kemoterapi pada pasien LLA high risk dengan nilai p =

0,030 (p < 0,05).

Page 91: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

71

V.4. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sebelum Kemoterapi Protokol Standard Risk (SR)

dan High Risk (HR)

Tabel V.4.1. Perbandingan kadar MDA sebelum kemoterapi pasien LLA

standard risk dengan high risk

Kadar MDA

(nmol/ml)

Sebelum kemoterapi

Standard risk

(n = 30)

High risk

(n = 30)

Nilai rerata

Nilai tengah

Simpang baku

Rentangan

12,68

6,80

8,87

6,35

8,31

3,20-45,30

21,69

1,60-117,50

Uji Wilcoxon p = 0,880 (p > 0,05)

Nilai rata-rata kadar malondialdehid (MDA) sebelum kemoterapi LLA SR yaitu 12,68 nmol/ml

dan LLA HR yaitu 8,87 nmol/ml. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan tidak terdapat perbedaan

bermakna antara kadar MDA sebelum kemoterapi pada pasien LLA standard risk maupun high

risk dengan nilai p = 0,880 (p > 0,05).

Page 92: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

72

V.5. Analisis Perbandingan Kadar MDA Sesudah Kemoterapi Protokol Standard Risk (SR)

dan High Risk (HR)

Tabel V.5.1. Perbandingan kadar MDA sesudah kemoterapi pasien LLA

standard risk dan high risk

Kadar MDA

(nmol/ml)

Sesudah kemoterapi

Standard risk

(n = 30)

High risk

(n = 30)

Nilai rerata

Nilai tengah

Simpang baku

Rentangan

6,90

4,70

13,80

9,40

12,20

2,80-45,00

4,47

2,40-21,40

Uji Wilcoxon p = 0,005 (p < 0,05)

Nilai rata-rata kadar malondialdehid (MDA) sesudah kemoterapi LLA SR yaitu 6,90 nmol/ml

dan LLA HR yaitu 13,80 nmol/ml. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan

bermakna antara kadar MDA sesudah kemoterapi pada pasien LLA standard risk dan high risk

dengan nilai p = 0,005 (p < 0,05).

Page 93: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

73

BAB VI

PEMBAHASAN

Sel kanker menghasilkan radikal bebas/Reactive Oxygen Species (ROS) lebih banyak

dibandingkan dengan sel normal, sebagian karena rangsangan onkogen, peningkatan aktivitas

metabolik dan kerusakan mitokondria. ROS bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, pada

kadar yang rendah, ROS dapat memfasilitasi terjadinya apoptosis, berperan dalam sinyal

molekuler pada beberapa proses seluler dan sebagai bagian dari proses fagositosis. Sedangkan

pada kadar yang tinggi, ROS dihubungkan dengan penurunan signifikan pertahanan dari

antioksidan yang dapat menyebabkan kerusakan protein, lemak, DNA dan gangguan fungsi

seluler (Udensi K dkk, 2014).

Fosfolipid yang menjadi unsur utama dalam membran plasma dan membran organela sel

seringkali menjadi subjek dari proses oksidasi lemak. Peroksidasi lemak adalah suatu reaksi

rantai radikal bebas yang diawali dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh

ganda (PUFA) oleh radikal bebas. Radikal lemak yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen

membentuk malondialdehid (MDA) yang larut dalam air dan dapat dideteksi dalam darah.

Konsekuensi penting dari peroksidasi lemak adalah meningkatnya permeabilitas membran dan

mengganggu distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Valko M

dkk, 2007).

Tatalaksana LLA menggunakan protokol LLA 2006 Indonesia. Terbagi menjadi

kelompok Standard Risk (SR) dan High Risk (HR). Pada kelompok SR, kemoterapi fase induksi

menggunakan 6 jenis regimen selama 6 minggu. Sedangkan pada kelompok HR, kemoterapi fase

Page 94: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

74

induksi menggunakan 8 jenis regimen selama 6 minggu. Seperti yang telah diketahui, kemoterapi

tidak hanya menyerang sel kanker dengan menyerang proses replikasi, tetapi juga sel normal

yang sedang mengalami proses yang sama yang berakibat dihasilkannya kadar ROS yang tinggi.

Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif untuk mengetahui bagaimana kadar

malondialdehid sebelum dan sesudah kemoterapi LLA fase induksi di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar yang dilaksanakan pada April 2017 sampai Oktober 2017. Diperoleh 80

pasien terdiagnosis LLA, terdapat 59 pasien yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 29 pasien

LLA standard risk dan 30 pasien LLA high risk. Kriteria eksklusi terdapat 21 pasien yang tidak

menyelesaikan kemoterapi (15 orang meninggal, 2 orang menolak kemoterapi, 4 orang putus

kemoterapi). Selanjutnya dilakukan analisis kadar malondialdehid sebelum dan sesudah

kemoterapi pada masing-masing kelompok protokol, serta analisis perbandingan kadar

malondialdehid antara dua kelompok protokol pada masing-masing waktu kemoterapi. Pada

penelitian ini jenis kelamin terbanyak baik pada kelompok LLA SR maupun LLA HR adalah

laki-laki dengan perbandingan 1,6:1. Dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa LLA lebih

sering dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,2-2:1 (Erdmann

dkk, 2015). Berdasarkan umur, pasien LLA pada penelitian ini terbanyak berada pada rentang

umur 1-10 tahun yang mana sejalan dengan beberapa penelitian lain diantaranya yang dilakukan

oleh de Sousa dkk (2014) di Brazil dengan hasil terbanyak pasien LLA berada pada umur 1-10

tahun (75%) dengan puncak umur 2-5 tahun. Sedangkan untuk status gizi pada pasien LLA,

didapatkan terbanyak pada status gizi baik (54%). Penelitian Perez dkk pada tahun 2008 di

Meksiko tentang penilaian status gizi pada pasien LLA selama 5 tahun didapatkan hasil bahwa

satus gizi pasien LLA terbanyak berupa status gizi baik (64,7%), gizi buruk (11,8%), gizi lebih

(14,7%).

Page 95: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

75

Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar MDA di atas normal pada 2 kali

pemeriksaan (sebelum kemoterapi dan sesudah kemoterapi fase induksi) baik pada kelompok

standard risk maupun high risk. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pembentukan stres

oksidatif (ROS) baik sebelum kemoterapi dan sesudah mendapatkan kemoterapi pada pasien

LLA yang menurut Conklin (2004) obat-obatan antineoplastik (kemoterapi) menghasilkan stres

oksidatif yang tinggi pada pasien-pasien keganasan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

peningkatan produk-produk dari peroksidasi lemak dan penurunan antioksidan plasma seperti

vitamin E, vitamin C dan beta karoten, dimana nantinya stres oksidatif ini akan mengganggu

proses seluler (apoptosis dan siklus sel) yang diperlukan oleh obat-obatan kemoterapi untuk

meningkatkan efek sitotoksik secara optimal terhadap sel kanker. Penelitian Altonbary dkk

(2008) di Mesir menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar peroksidasi lemak (MDA)

secara signifikan pada pasien LLA setelah kemoterapi fase induksi dibandingkan saat

terdiagnosis.

Penelitian Kamima di RS Dr. Cipto Mangunkusumo mengenai profil antioksidan dan

oksidan pasien anak dengan LLA pada kemoterapi fase induksi didapatkan kadar MDA di atas

nilai normal pada tiga kali pemeriksaan (sebelum kemoterapi, minggu III, sesudah fase induksi)

(Kamima dkk, 2009).

Kennedy DD dkk (2004) dan Papagergiou M dkk (2005) menunjukkan adanya

peningkatan kadar stres oksidatif dan penurunan kadar antioksidan (TAC) setelah kemoterapi

fase induksi pada LLA.

Jwan AZ (2014) melaporkan adanya korelasi positif yang menegaskan bahwa terdapat

peningkatan kadar MDA pada pasien LLA yang mendapat kemoterapi dibanding dengan

Page 96: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

76

kelompok kontrol, yang merupakan konsekuensi dari kelainan metabolisme antioksidan akibat

dari leukemia itu sendiri maupun efek dari kemoterapi.

Zakhary dkk (2017) menyatakan tingginya kadar MDA pada pasien LLA setelah

kemoterapi fase induksi dibandingkan dengan saat terdiagnosis dan kelompok kontrol,

menunjukkan adanya pembentukan radikal bebas yang berlebihan yang diakibatkan baik oleh

LLA itu sendiri maupun akibat kemoterapi terhadap jaringan tubuh lainnya. Di sisi lain, terdapat

penelitian yang mengemukakan adanya penurunan kadar MDA pada pasien LLA setelah

kemoterapi dibandingkan dengan sebelum kemoterapi dimana dijelaskan bahwa sumber utama

dari radikal bebas adalah sel tumor itu sendiri yang mengalami kematian (V Singh dkk., 1999,

El-Sabagh dkk., 2011).

Berbeda dengan penelitian Battisti dkk (2008) di Brazil yang menyatakan bahwa

kemoterapi tidak berperan dalam peningkatan kadar stres oksidatif pada LLA tetapi

kemungkinan karena patogenesis dari leukemia itu sendiri. Hal ini didapatkan berdasarkan

adanya kadar stres oksidatif yang lebih tinggi pada pasien LLA yang tidak mendapat kemoterapi

dibandingkan yang mendapatkan kemoterapi pada penelitiannya dimana diduga adanya

keterlibatan protein karbonilasi yang tinggi pada pasien-pasien yang tidak mendapat kemoterapi.

Adanya penurunan kadar rerata MDA pada LLA SR sesudah mendapat kemoterapi

dibandingkan sebelum kemoterapi dan sebaliknya pada LLA HR mengalami peningkatan pada

penelitian ini menunjukkan bahwa stres oksidatif yang terjadi pada LLA HR lebih berat

dibandingkan dengan LLA SR, hal ini dikarenakan jumlah sel kanker pada LLA HR lebih

banyak dihancurkan saat mendapat kemoterapi. Selain itu, jumlah regimen kemoterapi pada LLA

HR lebih banyak (8 regimen) dibandingkan dengan LLA SR (6 regimen) pada fase induksi.

Senada dengan penelitian Mahmoud LB dkk (2017) di Tunisia yang menyatakan bahwa kadar

Page 97: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

77

MDA meningkat pada fase induksi kemoterapi LLA dibandingkan dengan fase-fase lainnya. Hal

ini diakibatkan baik karena penyakit leukemia itu sendiri maupun toksisitas dari kemoterapi yang

bertujuan menyerang proses replikasi DNA pada sel kanker maupun sel normal yang sehat.

Menurut Conklin (2004), jenis kemoterapi yang paling banyak menghasilkan stres

oksidatif (ROS) adalah golongan anthracycline (daunorubicin, doxorubicin), alkylating agents

(cyclophosphamide, cisplatin, carboplatin) dan antimetabolite (metotrexate, citarabine) yang

lebih sedikit menghasilkan stres oksidatif. Seperti diketahui, jenis kemoterapi pada LLA HR

yang tidak terdapat pada LLA SR yaitu cyclophosphamide dan citarabin, dimana keduanya

termasuk golongan kemoterapi yang banyak menghasilkan stres oksidatif.

Chen Y dkk (2007) melaporkan adanya beberapa obat-obatan kemoterapi yang dapat

menginduksi terbentuknya stres oksidatif pada jaringan sehat dan menyebabkan terjadinya

“normal tissue injury.” Meskipun kemoterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien-

pasien keganasan, namun stres oksidatif yang terjadi pada jaringan normal merupakan efek

samping yang signifikan yang menurunkan kualitas hidup pasien. Selain itu, stres oksidatif yang

tinggi akan mengganggu proses seluler dan apoptosis serta mengurangi sitotoksisitas dari

kemoterapi. Dan sejak diketahui adanya stres oksidatif yang tinggi beserta efek samping akibat

penggunaan kemoterapi dapat dicegah dengan beberapa antioksidan tertentu, maka pemberian

suplemen selama kemoterapi dapat mengurangi terbentuknya stres oksidatif dan dapat

meningkatkan efek dari kemoterapi. Pendapat ini didukung oleh beberapa penelitian dan studi

klinis (Lamson dkk., 1999, Vishal dkk., 2005, Valko dkk., 2007).

Beberapa penelitian lain sebelumnya (Altonbary dkk., 2004, Mahmoud LB dkk., 2017,

Battisti dkk., 2008) melaporkan peningkatan kadar MDA setelah mendapat kemoterapi namun

tidak ditemukan penelitian yang membandingkan kadar rerata MDA pada LLA HR dan SR, serta

Page 98: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

78

penelitian ini tidak mempergunakan kontrol sehingga tidak dapat dibandingkan dengan

penelitian lain.

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi data mengenai kadar MDA pada pasien

LLA yang menjalani kemoterapi fase induksi yang menunjukkan adanya kadar stres oksidatif

yang tinggi sehingga dapat dilakukan pencegahan lebih dini dengan pemberian antioksidan

selama kemoterapi. Dan dari uraian hasil penelitian dapat terlihat bahwa adanya peningkatan

kadar MDA pada LLA HR dan penurunan kadar MDA pada LLA SR diakibatkan tidak hanya

oleh sel kanker itu sendiri namun juga disebabkan oleh kemoterapi yang diberikan. Peneliti

menyadari bahwa setelah dilakukan penelitian ini, sebagian hipotesis yang diajukan tidak

terbukti. Justru didapatkan adanya penurunan dari kadar MDA pada LLA SR setelah kemoterapi

fase induksi dibandingkan dengan sebelum kemoterapi.

Disadari peneliti bahwa terdapat keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hanya menilai

kadar stres oksidatif pada pasien LLA namun tidak dilakukan pemeriksaan kadar antioksidan

sebagai pembanding. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai kadar

antioksidan pada pasien LLA. Sedangkan kekuatan penelitian ini adalah menggunakan desain

kohort prospektif yang merupakan desain terbaik dalam menentukan perjalanan penyakit atau

efek yang diteliti dalam menerangkan dinamika risiko dan efek outcome. Sehingga hasil akhir

dari penelitian ini dapat dijadikan acuan baru dalam penanganan stres oksidatif pada pasien LLA.

Penelitian ini juga membandingkan kadar MDA antara pasien LLA HR dan SR dimana masih

sangat sedikit yang meneliti antara kedua kelompok tersebut.

Page 99: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

79

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa

1. Kadar MDA meningkat bermakna sesudah kemoterapi fase induksi pada LLA high risk

yang menunjukkan terjadinya stres oksidatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan LLA

standard risk.

2. Kadar MDA meningkat diatas normal mulai pada saat sebelum kemoterapi dan berlanjut

hingga sesudah kemoterapi fase induksi baik pada LLA SR maupun HR yang

menandakan bahwa pembentukan stres oksidatif terjadi mulai saat LLA teridentifikasi

dan berlangsung terus hingga pemberian kemoterapi.

VII.2. Saran

1. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai kadar antioksidan pada pasien LLA baik high

risk maupun standard risk dan efek suplementasi untuk memperbaiki status antioksidan

pada pasien-pasien LLA.

2. Dapat dipikirkan untuk pemberian antioksidan pada pasien LLA baik sebelum maupun

selama menjalani kemoterapi fase induksi.

Page 100: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

80

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed AD, Hye-Yeon C, Jung-Hyun K, Ssang-Goo C. Role of Oxidative Stress in Stem,

Cancer, and Cancer Stem Cells. Cancers 2010, 2, 859-884.

Al-Tonbary Y, Al-Haggar M, el-Ashry R, El-Dakroory S, Azzam H, Fouda A. Vitamin E and

N-acetylcystein as Antioxidant Adjuvant Therapy in Children with Acute Lymphoblastic

Leukemia. Adv Hematol 2009; 2009: 689-639.

Al-Tonbary Y, Samir AA, Maysaa Z, Ayman H. Impact of Anti-Oxidant Status and Apoptosis on

The Induction phase of Chemotherapy in Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia.

Hematology 2011.Vol 16 No 1.

Antonio A, Mario FM, Sandro A. Lipid Peroxidation: Production, Metabolism, and Signaling

Mechanisms of Malondialdehyde and 4-Hydroxy-2-Nonenal. Hindawi Publishing

Corporation Oxidative Medicine and Cellular Longevity Volume 2014, Article ID 360438,

31 pages.

Ayala A, Munoz MF, Arguelles S; Lipid Peroxidation. Production, Metabolism, and Signaling

Mechanisms of Malondialdehyde and 4-Hydroxy-2-Nonenal. Oxidative Medicine and

Cellular Longevity volume 2014 (2014), 31 pages.

Bae YS, Lee JH, Choi SH, Kim S, Almazan F, Witztum JL, Miller Y. Macrophages Generate

Reactive Oxygen Species in Response to MinimLLAy Oxidized Low-Density Lipoprotein.

Cellular Biol 2009 Jan; 104: 210-218.

Barrera G. Oxidative Stress and Lipid peroxidation Products in Cancer Progression and

Therapy. International Scholarly Research Network ISRN Oncology Volume 2012,

Article ID 137289, 21 pages.

Page 101: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

81

Battisti V, Liesi DK, Margarete D. Measurement of Oxidative Stress and Antioxidant Status in

Acute Lymphoblastic Leukemia Patients. Clinical Biochemistry 41 (2008) 511–518.

Belson M, Kingsley B, Holmes A. Risk factors for Acute Leukemia in Children : a Review.

Environ Health Perspect. 2010 Sep; 118 (9): A380.

Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walter

(2002). Molecular Biology of the Cell - An Overview of the Cell Cycle (4 ed.). Garland

Science. ISBN 0-8153-3218-1.

Carew, J.S., Zhou, Y., Albitar, M., Carew, J.D., Keating, M.J., Huang, P. Mitochondrial DNA

Mutation in Primary Leukemia Cells After Chemotherapy: Clinical Significance and

Therapeutic Implications. Leukemia (2003) 17, 1437-1447.

Cederbaum AI. Molecular Mechanisms of The Microsomal Mixed Function Oxidases And

Biological And Pathological Implications. Redox Biol. 2015 Apr; 4: 60-73.

Chandra, J., Samali, A., Orrenius, S., Triggering and Modulation of Apoptosis by Oxidative

Stress.Free Rad. Med. Biol. 2000, 29, 323–333.

Chiaretti S, Zini G, Bassan R: Diagnosis and Subclassification of Acute Lymphoblastic

Leukemia. PMC. 2014 Nov; 6(1).

Chung YJ, Robert C, Gough SM, Rassool FV, Aplan PD: Oxidative stress leads to increased

mutation frequency in a murine model of myelodysplastic syndrome. Leuk Res 2014, 38:95–

102.

Cleaver JE, Mitchell DL (200).”15. Ultraviolet Radiation Carcinogenesis”. In Bast RC, Kuve

DW, Pollock RE. Holland-Frei Cancer Medicine (5th ed). Hamilton, Ontario: B.C.

Conklin KA. Chemotherapy-Associated Oxidative Stress: Impact on Chemotherapeutic

Effectiveness. Interative Cancer Therapies 3(4); 2004 pp. 294-300.

Page 102: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

82

Curran E, Stock W. How I Treat: acute Lymphoblastic Leukemia in Older Adolescent and young

Adults. Blood. 2015; 125 (24): 3702-3710.

Damian G, DeavLLA, Elizabeth A. Martin, Judith MH, Ruth R. Drug-Induced Oxudative Stress

and Toxicity. Hindawi Publishing Corporation Journal of Toxicology Volume 2012, Article

ID 645460, 13 pages.

Devi GS, Prasad MH, Saraswathi I, Raghu D, Rao DN, Reddy PP. Free radicals antioxidant

enzymes and lipid peroxidation in different types of leukemias. Clin Chim Acta 2000,

293:53–62.

Droge W: Free Radicals in The Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev 2002 Jan;

82 (1): 47-95.

El-Sabagh, M. E., K.S. Ramadan, I. M. A. El-slam, A. M. Ibrahim. Antioxidants Status in Acute

Lymphoblastic Leukemic Patients. American Journal of Medicine and Medical Sciences.

2011; 1(1): 1-6.

Ermann et al. Childhood cancer incidence patterns by race, sex, age for 2000-2006: A report

from the South African National Cancer Registry. Int.J. Cancer: 136,2628-2639 (2015).

Fletcher AE. Free Radicals, Antioxidants and Eye Diseases: Evidence from Epidemiological

Studies on Cataract and Age-Related Macular Degeneration. Ophthalmic Res. 2010; 44 (3):

191-8.

Fojo T. Cancer, DNA repair mechanisms, and resistance to chemotherapy. J Natl Cancer Inst.

2001;93:1434-1436.

Freyer, Devidas M, La M. Postrelapse Survival in Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia is

Independent of Initial Treatment Intensity: a Report from The Children’s Oncology Group.

Blood 2011; 117: 3010-3015.

Page 103: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

83

Goto S, Naito H, Kaneko T. Hormetic Effects of Regular Exercise in Aging: Correlation with

oxidative Stress. Applied Physiology, Nutrition, and metabolism, 2007, 32(5): 948-953.

Hunger P, Muliighan CG. Acute Lymphoblasctic Leukemia in Children. N engl J Med 2015; 373:

1541-1552.

Husain N, Kumar A. Reactive Oxygen Species and Natural Antioxidants: A Review. Advances in

Bioresearch 2012 Dec; 3(4): 164-175.

Inaba H, Greaves M, Mullighan CG. Acute Lymphoblastic Leukaemia. Lancet. 2013 June 1; 381

(9881).

Izyumov DS et al. Mitochondria as Source of reactive Oxygen species under Oxidative Stress,

Study with Novel Mitochondria-Targeted Antioxidants-the “Skulachev-Ion” Derivatives.

Biochemistry (Moscow), 2010, Vol. 75, No.2, pp. 123-129.

Jinesh GG, Rikiya T., Qiang Z., Siddharth G., Kamat AM. Novel interaction is necessary for

transformation from blebbishields. Scientific Reports. 2016 Apr;6:23965.

Jovanovic JM dkk. Glutathione protects liver and kidney tissue from cadmium and lead-

provoked lipid peroxidation. J Serb. Chem. Soc. 78(2): 197-207.

Jwan AZ. Correlation between Malondialdehyde and Metanephrine in Patients with Acute

Lymphoblastic Leukemia. Baghdad Science Journal 2014; 13: 4.

Kamima K, Gatot D, Hadinegoro SR: Profil Antioksidan dan Oksidan Pada Anak dengan

Leukemia Limfoblastik Akut pada Kemoterapi Fase Induksi (Studi Pendahuluan). Sari

Pediatri 2009;11(4): 282-88.

Kennedy DD, Ladas EJ, Rheingold SR, Blumberg J, Kelly KM. Antioxidants Status Decreases in

Children with Acute lymphoblastic Leukemia During The First Six Months of Chemotherapy

Treatment. Pediatr Blood Cancer 2005; 44: 378-385.

Page 104: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

84

Ko RH, Ji L, Barnette P. Outcome of Patients Treated for Relapsed or Refractory Acute

Lymphoblastic Leukemia: A Therapeutic Advances in Childhood Leukemia Consortium

Study. Journal Clinical Oncology 2010, 28, no. 4; 648-654.

Kurata S. Selective activation of p38 MAPK cascade and mitotic arrest caused by low level

oxidative stress. J Biol Chem. 2000;275:23413-23416.

Lichtman MA. Cigarette Smoking, Cytogeneticabnormalities, and Acute Myelogenous Leukemia.

Leukemia (2007) 21, 1137-1140.

Lobo V, Patil A, Phatak A. Free Radicals, antioxidants and Functional Foods: impact on

Human Health. Pharmacogn Rev. 2010 jul-Dec; 4(8): 118-126.

Locatelli F, Schrappe M, Bernardo ME, Rutella S: How I treat Relapsed Childhood Acute

Lymphoblastic Leukemia. Blood 2012; 120: 2807-2816.

Long B, Zhu H, Zhu C, Liu T, Meng W. Activation of the Hedgehog pathway in chronic

myelogeneous leukemia patients. J Exp Clin Cancer Res 2011, 30:8.

Mahmoud LB, Dhaffar MM dkk. Oxidative Stress in Tunisian Patients with Acute Lymphoblastic

Leukemia and Its involvement in Leukemic Relapse. J Pediatr Hematol Oncol 2017;39:e

124-e 130.

Masutani H, Kaimul AM, Nakamura H. Thioredoxin and Thioredoxin-binding Protein-2 in

Cancer and Metabolic Syndrome. Free Radical Biology and Medicine, 2007; 43; 861-868.

Mates JM, Francisca M, Sanchez-Jimenez: Role of Reactive Oxygen Species in Apoptosis:

Implications for Cancer Therapy. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology

32 (2000) 157-170.

Murphy MP. How Mitochondria Produce reactive Oxygen Species. Biochem J.2009 Jan 1; 417

(Pt 1): 1-13.

Page 105: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

85

Nielsen F, Mikhelsen BB. Plasma Malondialdehyde as Biomarker for Oxidative Stress:

Reference Interval and Effects of Life-Style Factors. Clinical chemistry 43:7, 1209-1214

(1997).

O’Connor D, Bate J, Wade R, Clack R, Dhir S. Infection-Related Mortality in Children With

Acute Lymphoblastic Leukemia: an Analysis of Infectious Deaths on UKLLA 2003. Blood

2014.124: 1056-1061.

O’Connor, Boneva RS. Infectious Etiologies of Childhood Leukemia: Plausibility and

ChLLAenges to Proof. Environ Health Perspect. 2007 Jan; 115 (1): 146-150.

Olaniyi JA, Anifowose A, Akinloye O, Awosika EO, Rahamon SK, Arinola GO: Antoixidant

Level of Acute Leukemia Patients in Nigeria. AJOL 2011 vol 3 no.3.

Papageorgiou M, Stiakaki E, Dimitrieu H. Cancer Chemotherapy Reduces Plasma Total

Antioxidants Capacity in Children with Malignancies. Leuk Res 2005; 29: 11-16.

Perez JCJ, Gonzalez O et al. Assesment of Nutritional Status in Children With Acute

Lymphoblastic Leukemia in Northern Mexico: A 5-Year Experience. Pediatr Blood Cancer

2008; 50: 506-508.

Pham-Huy LA, Hua He, Pham-Huy C. Free Radicals, antioxidants in Disease and Health. Int J

Biomed sci. 2008 Jun; 4(2): 89-96.

Poli, G.; Biasi, F.; Chiarpotto, E. Oxidative stress and cell signaling. Curr. Med. Chem. 2004,

11,1163–1182.

Pyatt D, Hays S. a review of The Potential Association Between Childhood Leukemia and

Benzene. Chem Biol Interact. 2010 Mar 19; 184 (1-2): 151-64.

Page 106: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

86

Rasool M, Farooq S, Malik A, Shaukat A. Assesment of Circulating Biochemical markers and

Antioxidative Status in Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA) and Acute Myeloid Leukemia

(AML) Patients. Saudi Journal of Biological Sciences 2015; 22: 106-111.

Rebecca J, Kinsey S. Haemotological Disorders in Down Syndrome. Elsevier August 2009 (8):

377-380.

Reuter S, Gupta SC, Chaturvedi MM, Aggarwal BB. Oxidative stress, inflammation, and cancer:

how are they linked? Free Radic Biol Med 2010, 49:1603–1616.

Sanchez AM, Panana EMF. Infectious Etiology of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia,

hypotheses and Evidence. ISBN 978-953-51-0990-7, Published: April 17, 2013.

Sharma A, Rajappa M, Saxena A, Sharma M. Antioxidant status in advanced cervical cancer

patients undergoing neoadjuvant chemoradiation. Br J Biomed Sci. 2007; 64(1):23-7.

Soulier J, Cortes J. Introduction to The Review Series on Acute Lymphoblastic Leukemia. Blood

2015; 125: 3965-3966.

Stephen P, Hunger MD, Mullighan CG. Acute Lymphoblastic Leukemia in Children. N England

J Med 2015; 37: 1541-52.

Tasian SK, Loh ML, Hunger P. Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia: Integrating

Genomics into therapy. Cancer. 2015 Oct 15; 121 (20): 3577-3590.

Tom Strachan, Andrew P Read (1999). Human Molecular Genetics. University of Newcastle,

University of Manchester (2 ed.) (Wiley-Liss). p. Figure 2.10. Cell division by mitosis.

Udensi KU, Paul BT. Dual Effect of Oxidative Stress on Leukemia Cancer Induction and

Treatment. Journal of Experimental & Clinical Cancer Research (2014) 33:106.

V. Singh, P. S. Ghalaut, S. Kharb, G.P. Singh. Lymphocyte Glutathione Levels in Acute

Leukemia. Clinica Chimica Acta 285 (1999) 85-89.

Page 107: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

87

Valko M, Moncol J, Leibfritz D. Free radicals and Antioxidants in Normal Physiological

Functions and Human Disease. The International journal of Biochemistry and Cell Biology,

2007; 39: 44-84.

Vishal, R.T.; Sharma, S.; Mahajan, A.; Bardi, G.H. Oxidative Stress: A Novel Strategy in Cancer

Treatment. JK Sci. 2005, 7, 1–3.

Wei Q, Frazier ML, Levin B. DNA repair: a double edge sword. J Natl Cancer Inst. 2000; 92:

440-441.55.

World Health Organization. IARC Classifies Radiofrequency Electromagnetic Fields As Possibly

Carcinogenic to Humans. International agency for Research on Cancer, May 31, 2011.

Xavier AC, Taub JW. Acute Leukemia in Children With Down Syndrome. Haemotologica July

2010 95: 1043-1045.

Yanada M: Time To Tune The Treatment of Ph+ LLA. Blood. 125 (24): 3674-5.

Yayasan Onkologi Anak Indonesia. www.yoaifoundation.org.

Yoshikawa T, Naito Y: What is Oxidative Stress ?. JMAJ 45(7): 271–276, 2002.

Yumin Chen, Paiboon Jungsuwadee, Mary Vore1, D. Allan Butterfield, and Daret K. St. Clair.

Collateral Damage in Cancer Chemotherapy: Oxidative Stress in Nontargeted Tissues.

Molecular Interventions. July 2007. Volume 7, issue 3.

Zakhary MM dkk. Malondialdehyde and Nitric Oxide as Biomarkers for Oxidative Stress and

Response to Treatment in Pediatric Acute Lymphoblastic Leukaemia. Asian Journal of

Biochemical and Pharmaceutical Research. Issue 3 (vol. 7) 2017.

Zuckerman T, Rowe JM: Pathogenesis and Prognostication in Acute Lymphoblastic Leukemia.

PMC 2014 Jul 6: 59.

Page 108: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

88

LAMPIRAN 1 NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN

DARI SUBJEK PENELITIAN (INFORMASI UNTUK SUBJEK)

KADAR MALONDIALDEHID SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI FASE INDUKSI

PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Assalamualaikum wr.wb./selamat pagi ibu/bapak, saya dr. Nia Krisdiantari, residen dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Wahidin Sudirohusodo, yang akan melayani

ibu/bapak.

Saya akan memaparkan sedikit mengenai leukemia limfoblastk akut pada anak.

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang yang

ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dimana penyebab timbulnya penyakit ini masih

belum diketahui secara pasti. Gejala yang muncul dapat berupa demam, pucat dan perdarahan.

Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan sumsum tulang yang

memperlihatkan proliferasi klonal dan juga penimbunan yang terjadi pada sel darah.

Penatalaksanaan dari leukemia limfoblastik akut ini terdiri dari kemoterapi dan terapi suportif

seperti pemberian transfusi darah dan antibiotika. Kemoterapi diberikan berdasarkan jenis

leukemia apakah bersifat standard risk atau kah high risk dengan berbagai kombinasi sitostatika.

Baik leukemia maupun kemoterapi ini dapat menghasilkan oksidan darah yang disebut

Malondialdehid. Kadar yang meningkat dari malondialdehid ini dapat dijadikan prognosis

perjalanan penyakit selanjutnya.

Page 109: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

89

Pengukuran kadar malondialdehid pada penelitian ini, menggunakan darah anak. Apabila

ibu/bapak menyetujui anaknya diikutkan dalam penelitian ini, ibu/bapak dipersilahkan

menandatangani lembar persetujuan penelitian yang sudah dipersiapkan.

Keikutsertaan anak ibu/bapak dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan, karena

itu ibu/bapak bisa menolak ikut atau berhenti tanpa takut akan kehilangan hak untuk mendapat

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh anakibu/bapak. Bila ibu/bapak setuju berpartisipasi

dalam penelitian ini, maka diharapkan dapat menandatangani formulir persetujuan (terlampir).

Untuk mengetahui secara mendetail mengenai penelitian ini atau ada hal-hal yang belum jelas,

dapat menghubungi saya dengan nomor telepon 085399368662.

Semua data dari penelitian ini akan dicatat dan dipublikasikan tanpa membuka data

pribadi anak ibu/bapak. Data pada penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan dalam file

manual maupun elektronik, diaudit dan diproses serta dipresentasikan pada :

Forum ilmiah Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-Unhas

Publikasi pada jurnal ilmiah dalam maupun luar negri.

Sesudah membaca dan mengerti penjelasan yang kami berikan, besar harapan kami

ibu/bapak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Atas waktu dan kerjasama nya kami

mengucapkan terima kasih.

Wassalam.

Tanda tangan/identitas peneliti :

Nama : Nia Krisdiantari

Alamat : Perumahan Bumi Tamalanrea Permai Blok M no 6 Makassar. Telepon : 085399368662

Page 110: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

90

LAMPIRAN 2: CARA KERJA PEMERIKSAAN MALONDIALDEHID

Pemeriksaan MDA dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Tiap subjek penelitian diambil sampel darah sebanyak 1 ml, sampel darah ini kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi antikoagulan (EDTA). Tabung

reaksi dibolak balik sehingga tercampur sempurna, kemudian di diamkan selama 30

menit di 4°C (dalam es).

2. Sentrifuge pada 400 rpm selama 10 menit.

3. Dengan hati-hati plasma diambil dengan pipet mikro.

4. 700 mikroliter plasma darah campur:

- 200 mikroliter larutan SDS,

- 50 mikroliter larutan BHT,

- 50 mikroliter larutan EDTA,

- 1500 mikroliter larutan asam asetat,

- 1500 mikroliter TBA.

5. Campuran kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100°C selama 60 menit.

6. Kemudian campuran diangkat dan didinginkan dalam bak es.

7. Sentrifugasi dengan kecepatan 2335 rpm selama 10 menit.

8. Absorbansi supernatan diukur dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

532 nm.

9. Lakukan check sample secara duplikat, nilai absorbansi kemudian di konversikan ke

dalam mikro mol/liter.

10. Kadar MDA ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Kadar MDA sampel =

(absorbansi sampel : absorbansi standard) x kadar MDA standard.

Page 111: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

DATA DASAR PENELITIAN

no Inisial RM Umur Jeniskelamin

gizi SR/HR MDASebelum

kemoterapi

MDASesudah

kemoterapi1 AV 756462 3 tahun 5 bulan P kurang SR 1,207 40,2 5,12 FA 789214 15 tahun 9 bulan L baik HR 1,267 45,3 5,73 WD 749133 5 tahun 1 bulan L buruk SR 0,355 5,0 3,44 HH 771240 10 tahun L buruk HR 0,394 5,8 4,45 AM 776345 11 tahun 5 bulan L lebih HR 0,272 3,2 5,46 MS 737402 6 tahun 11 bulan L baik HR 0,908 21,5 7,27 MM 776129 3 tahun 2 bulan L kurang SR 0,483 7,8 3,78 MI 787047 3 tahun 8 bulan L baik HR 0,332 4,5 12,19 DB 771968 13 tahun 2 bulan P baik HR 0,356 4,9 15,9

10 MG 783666 10 tahun 3 bulan L lebih HR 0,411 6,2 8,911 AO 762651 9 tahun 10 bulan L baik HR 0,373 5,4 12,912 AG 760684 2 tahun 11 bulan P kurang SR 0,467 7,4 14,513 AN 756998 11 tahun 1 bulan L kurang HR 0,346 4,8 9,614 SG 768621 2 tahun 8 bulan L baik HR 0,928 22,4 5,715 DT 754154 2 tahun10 bulan L buruk SR 1,210 40,4 4,116 HR 785035 16 tahun 1 bulan L baik HR 0,330 4,4 6,317 MD 745251 3 tahun 8 bulan P baik HR 0,350 4,9 41,018 ME 792187 4 tahun P buruk HR 0,333 4,5 43,119 CE 758220 8 tahun 11 bulan P baik SR 0,411 6,2 4,120 AA 769456 5 tahun 10 bulan P kurang SR 0,2 1,6 6,221 RE 739884 4 tahun 4 bulan P buruk HR 0,333 4,5 43,122 AD 762598 3 tahun 9 bulan P baik SR 0,305 3,9 14,623 CL 757434 7 tahun 2 bulan P kurang SR 0,333 4,5 4,024 NS 732376 6 tahun 10 bulan P baik SR 0,531 8,9 4,125 ML 790777 4 tahun 6 bulan L baik SR 0,320 4,2 21,426 JS 790120 17 tahun 1 bulan L baik HR 0,330 4,4 6,327 BC 776574 2 tahun L buruk SR 1,785 117,5 7,928 NA 799151 2 tahun 8 bulan P baik SR 0,336 4,6 6,9

Page 112: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTY... · pasien LLA yang dirawat di Departemen llmu ... Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

29 AF 704819 6 tahun 7 bulan L baik HR 0,494 8,0 4530 MM 802241 6 tahun L buruk HR 0,424 6,5 10,531 SR 802713 6 tahun 8 bulan L kurang HR 0,516 8,5 7,432 KN 748391 1 tahun 11 bulan P kurang HR 0,475 7,6 4,233 AH 747239 6 tahun 11 bulan L buruk SR 0,677 12,8 3,634 AS 796365 12 tahun 6 bulan L baik HR 0,893 8,6 20,635 FQ 751350 3 tahun L kurang SR 0,533 9,4 9,036 FK 720017 3 tahun 5 bulan L kurang SR 0,299 10,1 3,837 FF 759375 4 tahun P kurang HR 0,438 6,8 4,438 ZI 773464 3 tahun 11 bulan P buruk HR 0,254 3,4 2,839 MN 807618 5 tahun 1 bulan L kurang HR 0,433 6,7 11,040 MR 803052 7 tahun 5 bulan L buruk HR 0,66 3,9 12,341 AB 773337 2 tahun 9 bulan L baik SR 0,436 6,7 3,642 AJ 774763 3 tahun 10 bulan L baik SR 0,414 6,2 13,743 NS 793712 10 tahun 3 bulan P baik HR 0,437 6,7 5,344 SY 754942 3 tahun 10 bulan P baik SR 0,321 4,2 4,345 AA 801589 9 tahun L buruk SR 0,906 8,5 6,746 AR 793809 5 tahun 6 bulan L baik SR 0,588 3,8 2,747 AP 727375 3 tahun 3 bulan P baik SR 1,267 13,0 10,648 RB 793017 14 tahun 1 bulan P baik HR 0,284 4,8 10,849 AD 788232 14 tahun 8 bulan P baik HR 0,327 13,4 17,250 AZ 784153 4 tahun 6 bulan L baik SR 0,373 4,8 10,851 WL 810069 7 tahun 2 bulan P buruk SR 0,456 7,2 3,452 AI 780023 4 tahun 6 bulan L buruk SR 0,484 5,6 2,453 ZA 790124 11 bulan L baik HR 0,333 11,0 9,254 FG 783540 2 tahun 4 bulan L baik SR 0,772 10,3 7,855 ZH 794888 3 tahun 10 bulan P baik SR 0,532 5,4 7,356 AC 791384 7 tahun 5 bulan L buruk HR 0,68 10,9 19,357 AL 784479 9 tahun 11 bulan L baik HR 0,732 12,0 9,158 HA 787195 3 tahun 6 bulan P kurang SR 0,56 5,8 3,759 NL 793769 6 tahun L baik SR 0,426 6,9 9,560 LN 790280 1 tahun 11 bulan L baik SR 1,21 7,6 4,2