13
B.lIlk: 1 HC'\ C.lh.lng Matraruan [YI\Yl.EMBAGArrfTEOLOGI ]t\K'!\If!:4) 1'\0 ',42 J02 263;' 2. B,mk 1\1A.'lDlHI (.ah..mg Cikrru (LEf\lBAGA PERGURUAN TINGGITEOWfJI), No. 1~3 00(1 :;(,25 4.H Septemmy Eucharistia Lakawa. TheD. Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta Jakarta. 2 Maret 2020 ~ untuk rnenjadi pembicara dalam kegiatan VIVEKA dengan judul "Iman dan Kebudayaan: Menuju Kristen Nusantara" yang diselenggarakan pada 11 Maret 2020. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Dosen Tetap dan Wakil Ketua 4 Bidang Relasi Publik Jakarta [abatan Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan: Nama Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D. SURATTUGAS No. : 079a/Ketua/I1I/2020 Hal : Penugasan Mewakili STFTJakarta [alan Proklamasi 27 [akarta 10320. lndonesia Tel. T62-21-3904237 Fax. +62-21-39060% Email: [email protected] http://wvvw.sttjakarta.ac.id/ &f.~ SEKOLAH TINGGI FILSAFAT ~~ THEOLOGI JAKARTA "..... (SEKOLAH TI NGG [ TEOLOGl JAKARTA)

SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

B.lIlk: 1 HC'\C.lh.lng Matraruan [YI\Yl.EMBAGArrfTEOLOGI ]t\K'!\If!:4) 1'\0 ',42 J02 263;'2. B,mk 1\1A.'lDlHI (.ah..mg Cikrru (LEf\lBAGA PERGURUAN TINGGITEOWfJI), No. 1~300(1 :;(,25 4.H

Septemmy Eucharistia Lakawa. TheD.

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Jakarta. 2 Maret 2020

~

untuk rnenjadi pembicara dalam kegiatan VIVEKA dengan judul "Iman dan Kebudayaan:

Menuju Kristen Nusantara" yang diselenggarakan pada 11Maret 2020. Demikian surat ini

dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Dosen Tetap dan Wakil Ketua 4 Bidang Relasi Publik Jakarta[abatan

Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan:

Nama Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D.

SURATTUGAS

No. : 079a/Ketua/I1I/2020

Hal : Penugasan Mewakili STFTJakarta

[alan Proklamasi 27[akarta 10320. lndonesiaTel. T62-21-3904237Fax. +62-21-39060%Email: [email protected]://wvvw.sttjakarta.ac.id/

&f.~ SEKOLAH TINGGI FILSAFAT~~ THEOLOGI JAKARTA

"..... (SEKOLAH TI NGG [ TEOLOGl JAKARTA)

Page 2: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

1

Iman dan Kebudayaan:

Menuju Kristen Nusantara

Binsar Jonathan Pakpahan

[email protected]

KONTEKS INDONESIA DAN KEBERAGAMANIstilah Kristen Nusantara bukanlah sebuah kata yang baku. Kita mungkin sudah

pernah mendengar istilah Islam Nusantara sebagai cara organisasi Nadhlatul Ulama di 2015

untuk menyatukan berbagai tafsir yang muncul yang selalu didominasi oleh gaya mengikutiperspektif Arab atau Timur Timur Tengah. Istilah Islam Nusantara kemudian diperkuat

dengan dukungan pemerintah yang secara notabene menginginkan sebuah wajah

kehidupan keagamaan di Indonesia yang bisa saling menerima dan mengakui. Perbedaantafsir dan cara beribadah (fikh) menjadi dasar dari kerinduan NU untuk mengembalikan

posisi kekuatan ulama lokal yang mengedepankan persatuan bangsa daripada kembalinya

penafsiran kepada versi yang berkiblat ke Arab Saudi. Para cendekiawan moderat kemudianberusaha mendefinisikan apa arti menjadi Islam dalam konteks Indonesia. Sejak 2015, NU,

kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri

tawasut (moderat), rahmah (pengasih), anti-radikal, inklusif dan toleran.1 Kemunculan IslamNusantara juga membawa polemik tersendiri karena pada 2017 pemerintah Indonesia juga

mulai bergerak dan melawan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan membubarkan mereka

melalui UU Ormas. HTI kemudian dinyatakan sebagai organisasi terlarang melalui penolakan

Kasasi HTI di Februari 2019.

Dari penjelasan singkat di atas kita bisa melihat bahwa pemerintah Indonesia

memberikan preferential treatment terhadap siapa aliran yang dianggapnya boleh berada diIndonesia, dan mana yang tidak. Tentu, sebagai sebuah negara, Indonesia berhak mengatur

kedaulatannya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, apakah pemerintah

berhak mengatur keberadaan Lembaga keagamaan sedemikian jauh? Siapa yang berhakmenentukan apa pemahaman atau tafsir keagamaan yang benar, pemerintah atau Lembaga

keagamaan sendiri?

Berangkat dari terminologi Islam Nusantara yang mempromosikan nilai Islam yang

moderat, pengasih, anti-radikan, inklusif dan toleran; bisakah kita memiliki sebuah nilai

1 Heyder Affan, “Polemik di balik istiIah 'Islam Nusantara'” dalam BBC News Website, 15 Juni 2015,https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150614_indonesia_islam_nusantara diakses pada11 Maret 2020.

Page 3: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

2

kekristenan Nusantara? Apakah kita bisa menentukan, di tengah keberagaman budaya yang

ada di Indonesia, budaya seperti apa yang bisa kita integrasikan dengan nilai kekristenan,dan budaya apa yang harus kita nyatakan sudah menyimpang dari kekristenan? Bisakah kita

bicara mengenai wajah kekristenan yang bisa saling menerima?

Kekristenan di IndonesiaKetika kita bicara mengenai kekristenan nusantara, kita segera akan dipertemukan

dengan kondisi gereja di Indonesia yang beragam. Indonesia memiliki sejarah pembagiankekristenan yang dilakukan oleh Lembaga misi, misalnya daerah timur menjadi milik Katolik,

Protestan mengambil bagian tengah (GPI, dsb), dan beberapa badan misi lain mengambil

porsi di bagian Barat Indonesia. Berbagai Lembaga misi yang datang kemudian memilikiwarisan tradisi masing-masing, yang bahkan sampai sekarang masih belum diubah oleh

gereja-gereja.

Gereja yang menjadi pewaris tradisi Barat harus mengingat bahwa ketika kekristenan

datang, banyak budaya lokal yang dianggap sebagai budaya kafir atau sinkretis. Beberapa

kebudayaan bahkan hilang tanpa jejak karena dihapus oleh gereja. Belakangan ini, semangatuntuk menemukan kembali nilai kekristenan yang Indonesia muncul kembali dengan

meneliti perkembangan teologi kontekstual di Indonesia. Saya akan kembali ke isu ini di

bagian berikutnya.

Dalam pertumbuhannya, gereja-gereja di Indonesia memiliki 7 dewan gereja yang

mengaku berada dalam aras nasional. Yang pertama adalah Persekutuan Gereja-gereja di

Indonesia (PGI), Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI), PersekutuanGereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII), Bala Keselamatan, Gereja Baptis

Indonesia, Gereja Advent hari ke tujuh, dan Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa Indonesia

(PGTI). Empat lembaga terakhir sebenarnya mewakili denominasi tertentu, namunmenetapkan dirinya untuk berada dalam level nasional.

Pada tahun 2020, PGI memiliki 91 sinode gereja anggota,2 sementara PGPI memiliki81 sinode gereja anggota,3 dan PGLII memiliki 92 sinode gereja anggota (83 anggota sinode

gereja aktif dan organisasi gerejawi).4 Ada tiga sinode gereja yang menjadi anggota dari

ketiga organisasi ekumenis di atas, yaitu Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja GerakanPentakosta (GGP), dan Gereja Tuhan di Indonesia. Perpecahan gereja terjadi di semua tipe

gereja, dan banyak gereja baru muncul dari ketidakpuasan atas gereja yang lama.

2 PGI website http://www.pgi.or.id., diakses pada 20 April 2014.3 PGPI website http://www.pgpi-news.org/index.php?option=com_content&view=article&id=10:nama-

sinode-gereja-anggota-pgpi&catid=3:organisasi-pgpi&Itemid=3, diakses pada 23 Juli 2013.4 Lihat PGLII website http://www.pglii.net/DATA%20ANGGOTA%20PGLII%202011-2015.htm,

diakses pada 23 Juli 2013.

Page 4: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

3

Pertumbuhan gereja beraliran pentakostal juga lebih besar daripada gereja tradisional.5

Gereja pentakostal lebih rentan terhadap perpecahan dan pendirian gereja baru, biasanyaberhubungan dengan masalah finansial dan kepemimpinan, meskipun hal ini juga terjadi

pada gereja tradisional.6 Meskipun sinode gereja bertumbuh dalam segi jumlah, persentase

penduduk Indonesia yang beragama Kristen praktis tidak mengalami perubahan yang berartisejak 1970. Menurut statistik 2010, penduduk beragama Islam 87,18%, Protestan 6,96%,

Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, Buddha 0,72% dan Khong Hu Cu 0,05%.7

Secara global, pertumbuhan kekristenan di dunia Selatan (Asia, Afrika, dan AmerikaSelatan) terus meningkat dibanding dunia Utara (Amerika Serikat dan Eropa). China bahkan

diprediksi akan memiliki populasi Kristen terbesar di dunia pada tahun 2030 menurut OMF

Internasional, pada angka 200 juta (pada 1980 ada 3 juta orang Kristen di China, dan pada2010 ada 58 juta). Kekristenan di dunia selatan juga mendapat tempat di pentas ekumenis

dunia. Ke depan, isu-isu teologis global akan menjadi diskusi utama di belahan dunia

selatan, karena itu kita perlu secara strategis memikirkan kualitas pendidikan teologi kita.

World Council of Churches baru saja menyelesaikan pernyataan baru dalam TheChurch: Towards a Common Vision (2016) yang perlu segera kita sikapi mengenai kehidupanekumenis. WCC juga baru mengeluarkan dokumen Child Friendly Churches yang juga

memberi perspektif baru mengenai tanggung jawab gereja dalam pendidikan anak. Isu

lingkungan hidup juga harus menjadi perhatian utama gereja-gereja, terutama dalam eraglobalisasi dan industrialisasi yang mengambil korban lingkungan hidup di sekitar kita. Lalu,

kita juga memiliki tantangan dalam merumuskan teologi kontekstual kita, bagaimana kita

bisa hidup berdampingan dan saling menghargai juga dengan agama lokal seperti parmalim

dan sunda karawitan.

Semua gereja memiliki berbagai tafsir dan model beribadah sendiri. Apakah mungkin

kita memiliki sebuah definisi mengenai apa teologi kekristenan yang paling benar, atauapakah kita sudah menyadari bahwa dalam keberagaman kita tidak bisa lagi mengklaim diri

menjadi yang paling benar sehingga kita mencari nilai yang menjadi titik pertemuan orang

5 P. Lewis, “Indonesia” dalam Ed Van Der Mas dan Stanley Burgess (eds.), The New InternationalDictionary of Pentecostal and Charismatic Movements (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2002), 126-127. LihatJan S. Aritonang dan Karel Steenbrink, History of Christianity in Indonesia (Leiden: Brill, 2012), volume 2, bab 18:‘Evangelical and Pentecostal Churches’.

6 Contohnya, sinode gereja tradisional di Sumatera Utara bertumbuh karena faktor bahasa danbudaya. Lihat Binsar J. Pakpahan, “Holiness and Reconciliation” in Hans-Peter Grosshans and Martin L. Sinaga(eds.), Live Living Stones: Lutheran Reflections on the One Holy, Catholic and Apostolic Church (Minnesota:Lutheran University Press, 2010) pp. 103-111.

7 Bandingkan dengan data tahun 2005, Muslim (87.19%), Kristen (6.20%), Katolik (3.32%), Hindu(2.19%), Buddha (1.07%), http://www.bps.go.id.

Page 5: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

4

Kristen di Indonesia?

Dari data pertumbuhan gereja dan sinode gereja, orang Kristen mulai menghadapi

beberapa tantangan: pendirian rumah ibadah, pembumian teologi, Lembaga Pendidikan dan

lainnya. Kota-kota besar seperti Jakarta membuka horison jemaat untuk melihat realita

berbagai tafsir yang ada di sekitarnya. Jika berbagai jemaat di daerah umumnyamendapatkan pola bergereja sejak zaman misionaris, sekarang mereka bertemu dengan

model lain, seperti alirah Pentakostal, Kharismatik, Ortodoks, dsb.

Perjumpaan ini membuka mata gereja-gereja yang memandang perlu adanya

kesatuan dalam teologi, terutama untuk memandang bagaimana teologi yang merupakan

warisan dari Barat bisa berwajah lokal.

Lembaga Pendidikan TeologiPertumbuhan gereja-gereja juga diikuti oleh pertumbuhan lembaga pendidikan

teologi. Hingga November 2019, ada 345 lembaga pendidikan teologi di Indonesia.8 Merekadidirikan oleh berbagai organisasi, yaitu lembaga ekumenis (mis. STT Jakarta, UKDW

Yogyakarta), denominasi tertentu (mis. STT Baptis, STT Reformed), sinode gereja tertentu

(mis. STT HKBP, STT BNKP Sunderman, STT GKE, STT GBI), gereja tertentu (mis. STT HappyFamily – Surabaya, STT GBI REM - Jakarta), didirikan oleh negara (mis. STAKN Tarutung,

STPAK Manado), atau perorangan (mis. STT Trinity Parapat, STT Lintas Budaya Jakarta).

Semua lembaga ini memiliki teologi dan metode mengajar yang berbeda. Kita juga harus

berpikir mengenai output dari lulusan sekolah-sekolah ini. Banyak dari lulusan yang tidakbisa kembali ke gereja yang sudah mapan, memulai sendiri pekerjaan pelayanannya.

8 Website Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, Kementerian Agama,http://bimaskristen.kemenag.go.id/index.php/dat-kni, diakses pada 2 Oktober 2019.

Page 6: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

5

Sejak tahun 2013, pemerintah Indonesia mulai melakukan evaluasi serius terhadap

semua lembaga pendidikan tinggi.9 Pemerintah mulai menerapkan berbagai aturan yangketat, yang pada akhirnya membuat lembaga-lembaga pendidikan teologi juga berbenah.

Mereka yang tidak memenuhi aturan ini akan ditutup. Sehingga, pada sisi positif,

pemerintah memberi definisi siapa Lembaga Pendidikan yang baik dan bertanggung jawabmengelola sekolahnya. Sampai 2019, ada 342 Prodi S-1 Teologi tercatat di Forlap Dikti. Dari

342, hanya 205 Prodi S-1 Teologi yang (pernah ) memiliki status akreditasi (162 belum

kedaluwarsa), sementara sisanya tidak terakreditasi. Lalu untuk program S-2, ada 175 Prodi

S2 teologi tercatat di Forlap Dikti. Dari mereka semua, hanya 56 Prodi S-2 pernah melakukanakreditasi (53 belum kedaluwarsa). Selanjutnya ada 64 Prodi S-3 teologi yang tercatat di

Forlap Dikti, namun hanya 13 Prodi S-3 Teologi yang (pernah ) memiliki status akreditasi (12

belum kedaluwarsa). Lembaga Pendidikan teologi memberi pengaruh besar terhadappemahaman dan tafsir dalam kekristenan.

Mereka yang memiliki Pendidikan teologi yang baik, dengan kurikulum dan penilaianyang diverifikasi oleh BAN PT umumnya sudah memiliki matakuliah seperti teologi

kontekstual yang membicarakan mengenai perjumpaan kekristenan dan budaya. Itu

sebabnya, pada saat ini kita memiliki beberapa teolog yang peduli terhadap pengembanganteologi kontekstual dari berbagai daerah.

TANTANGAN BERGEREJA DI KONTEKS KERAGAMAN

Teologi KontekstualKesadaran untuk mencari teologi khas lokal, semakin menjadi kebutuhan bagi para

teolog lokal. Teolog di Indonesia, yang notabene banyak lulusan luar negeri, menyadari

betapa berharganya nilai lokal untuk mengembangkan pemahaman kristiani yang tidak

melulu dipengaruhi oleh tradisi Barat.

Namun, pencarian mengenai nilai mana yang menjadi nilai asli teologi, atau pesan

yang dibawa oleh Kristus, dan bukan tradisi budaya, menjadi tantangan utama. Salah satucontoh, apakah budaya roti dan anggur yang digunakan dalam Perjamuan Kudus adalah

budaya Timur Tengah, atau bisakah orang Indonesia menggunakan medium yang lebih

kontekstual seperti teh dan singkong? Atau, bisakah orang Batak menggunakan alat musik

9 Ada 189 program studi strata 1 yang terakreditasi per November 2015, namun hanya 5 yangmemperoleh akreditasi A: 3 beraliran Protestan dan 2 Katolik. Ada 164 program strata 1 teologi yangmenerima akreditasi C sejak 2013. Lihat http://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.php, diakses pada 2 Oktober2015.

Page 7: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

6

tradisional dalam gereja, atau bahkan menggunakan alat musik modern seperti alat Band,

atau apakah alat musik gerejawi hanya organ dan piano? Bagaimana cara menentukanmana yang budaya dan mana yang ajaran Kristus sesungguhnya? Apa itu ajaran Kristen

sesungguhnya yang bisa diterjemahkan dalam budaya lokal, atau apakah kita harus

mengutamakan ajaran Kristen Timur Tengah? Dan ketika budaya serta Injil bertemu, siapayang memegang kata akhir? Bagaimana melihat hubungan keduanya?

Sebelum masuk dalam pembahasan, kita harus memberi definisi apa itu kebudayaan.

Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karyamanusia serta meliputi segala perbuatan manusia/sekelompok manusia yang

termanifestasikan dalam nilai-nilai yang berbudi luhur dan bersifat rohani.10 Budaya tidak

bersifat absolut, karena berbagai pemahaman mengenai kebudayaan dan apa konten daribudaya tersebut akan mengalami perubahan,11 yang pada akhirnya menunjukkan sifatnya

yang dinamis.12 Kebudayaan mencakup kesenian, adat, pengetahuan, moral, dan kebiasaan

manusia sebagai anggota masyarakat, dan merupakan bagian dari keberadaan manusia.13

Kebudayaan merupakan produk manusia dalam perjalanan keberadaannya.

Sementara Firman Tuhan, atau Injil, kita yakini sebagai Firman Allah yang datangkepada manusia melalui pewahyuan. Manusia memperoleh nilai moral dan petunjuk hidup

baru dalam hidup mereka melalui Injil. Injil muncul secara spesifik di sebuah lokasi dan

masa, yang kemudian menyebar ke berbagai daerah yang sudah memiliki danmengembangkan kebudayaan mereka. Apa yang akan terjadi ketika Injil berjumpa dengan

kebudayaan?

Helmut Richard NiebuhrHelmut Richard Niebuhr lahir di Wright City, Missouri, pada tahun 1894. Dia menjadi

profesor teologi dan Etika Kristen di Yale University selama 31 tahun, selama segudang

perjalanan studi dan jabatan di tempat-tempat lain. Pada 1949, dia menulis karyanyaberjudul Christ and the Cultures. Buku ini lahir dari semangat penginjilan para misionaris

dan kenyataan bagaimana mereka menemukan budaya lokal yang sudah ada dan berjumpa

dengan Injil.

10 C. A. Peursen, Strategi Kebudayaan terj. Dick Hartoko (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 1, 10-11.11 Peursen, Strategi Kebudayaan, 11.12 Peursen, Strategi Kebudayaan, 11.13 Pandangan Edward Taylor dan C. S. Song dikutip oleh John Campbell-Nelson, Bendalina Souk, dan

Stephen Suleeman (ed.), Mengupayakan Misi Gereja yang Kontekstual: Studi Institut Misiologi Persetia 1992(Jakarta: Perhimpunan Sekolah-sekolah Theologia di Indonesia, 1995), 240.

Page 8: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

7

Niebuhr membangun lima tipologi. Mereka adalah:

1. Kristus bertentangan dengan kebudayaan, Kristus tidak akan sama dengan

budaya yang pagan dan kafir.

2. Kristus berasal dari kebudayaan, adalah paham yang melihat Injil juga lahir dari

sebuah kebudayaan, dan karena itu dia bisa disesuaikan dengan pesan budaya

lokal.

3. Kristus di atas kebudayaan, adalah pesan yang memperlihatkan bahwa Injil lebih

baik dari kebudayaan.

4. Kristus dan Budaya adalah berada paradoks, bahwa Injil dan budaya tidak akan

bisa berjalan bersama, sehingga cenderung memisahkan keduanya.

5. Kristus yang mentransformasi kebudayaan memandang semua budaya akan

berubah menjadi lebih baik jika bertemu dengan Kristus.14

Meski sudah ketinggalan zaman, karena melihat Kristus dan kebudayaan sebagai dua

hal yang berbeda, Niebuhr membantu kita untuk bersikap kritis terhadap budaya. Sudah

banyak tulisan terbit untuk melanjutkan pemikiran ini, namun, pada dasarnya lima tipologiini menjadi pola dasar pemikiran untuk melihat relasi budaya dan Injil.

Stephen B. Bevans15

Menurut Bevans, teologi itu harus kontekstual, ia mengatakan:

...Setiap teologi yang sejati adalah teologi yang tidak hanya mengindahkan secara sungguh-sungguh Alkitab dan Tradisi sebagai “pengalaman masa lalu,” tetapi menggubris dengansama-sama seriusnya “pengalaman masa kini”- yakni konteks: berbagai lokasi sosial parateolog, budaya mereka, situasi historis mereka. Intinya ialah bahwa jika teologi benar-benarmerupakan iman yang mencari pemahaman maka sama sekali tidak ada yang namanyateologi umum, teologi “satu ukuran yang cocok untuk semua.”..”teologi” an sich tidak ada;yang ada hanyalah teologi kontekstual. (Bevans 2010, 73)

Teologi harus selalu bersifat kontekstual, karena dia berusaha menerjemahkan apa

makna pesan Kristus bagi masa kini.16 Bevans memberi enam model teologi kontekstual.

14 Sebagai perbandingan lihat A. A. Yewangoe, “Injil dan Kebudayaan: Skema Niebuhr dalamPerspektif Sumba” dalam John Campbell-Nelson (et.al), Mengupayakan Misi Gereja Yang Kontekstual (Jakarta:Persetia, 1992), 201-209.

15 Enam model teologi kontekstual pertama kali dipaparkan dalam buku Model-model TeologiKontekstual, Judul Asli: Models Of Contextual Theology yang diterbitkan pertama kali 1992.

16 Stephen B. Bevans, Teologi dalam Perspektif Global: Sebuah Pengantar (Maumere: PenerbitLedalero, 2010), 229-230.

Page 9: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

8

1. Model budaya tandingan adalah model yang memperlihatkan bahwa Injil adalah

budaya tandingan yang lebih baik. Pesan kekristenan dilihat sebagai petunjukuntuk mengkritik sejarah, lensa untuk menafsir, dan menantang konteks;17

2. Model terjemahan lebih setia kepada model penerjemahan literer.Model inimemberi penekanan pada kesetiaan terhadap Alkitab dan tradisi;18

3. Model antropologis mencari tahu apa pesan melalui bedah antropologis Injil danmembawanya ke masa kini. Caranya, dengan mengetahui kebudayaan kita bisa

menarik pesan Injil sesungguhnya dari dalam kebudayaan; 19

4. Model praksis melihat bahwa pada intinya, pesan Kristus adalah bagaimana kitabersikap dalam hidup sehari-hari, melalui perenungan praksis-refleksi-praksis

dalam siklus berkesinambungan;20

5. Model sintesis adalah menerima semua unsur dan berusaha terbuka dan

mendialogkan mereka untuk mencari pesan sesungguhnya;21

6. Model transendental adalah model yang memperlihatkan pentingnya

pengalaman untuk menafsir pesan Allah. Pengalaman dan pengetahuan tidak

boleh dipisahkan.

17 Stephen B. Bevans, Model-model Teologi Kontekstual (Maumere: Penerbit Ledalero, 2002), 236.18 Bevans, Model-model, 235.19 Bevans, Model-model,106, 110.20 Bevans, Model-model, 127-139, 144.21 Bevans, Model-model, 170, 175.

Page 10: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

9

ANTARA INTEGRASI ATAU MULTIKULTURAL

Kita melihat bahwa partai politik konservatif di Eropa belakangan ini semakin

memiliki popularitas. Jika tadinya Belanda dan Jerman membebaskan orang mana sajauntuk tinggal di sana, sekarang mereka mewajibkan siapa pun yang masuk untuk belajar

menjadi “Belanda” atau “Jerman”. Sementara itu, Amerika Serikat yang tadinya sangat

menghargai keberagaman di bawah Presiden Barack Obama menutup diri di bawahPresiden Donald Trump.

Indonesia juga memiliki tantangannya, bagaimana cara mengelola perbedaan, antarapemahaman Injil Kristus dan kebudayaan. Pada ahirnya kita berada persimpangan untuk

menentukan apakah kita hendak memiliki satu nilai yaitu kekristenan Nusantara, atau

mempertahankan semua keberagaman dan menyatukannya dalam pesan utama Kristus. Hal

ini tidak mudah untuk dilakukan karena keduanya memiliki kelebihan dan kekuranganmasing-masing.

Pola integrasi mengandaikan bahwa Injil dan kebudayaan akan terintegrasi ke dalamnilai global, yaitu kekristenan yang memiliki rasa nusantara. Keuntungan dari pola ini adalah

kita semua memiliki kepastian mengenai apa nilai kekristenan yang benar, kekurangannya

adalah kita tidak boleh keluar dari nilai yang sudah ditentukan. Pola integrasi mengandaikansemua orang yang masuk harus menyesuaikan diri dengan nilai yang sudah ada sebelumnya.

Inilah kelebihan sekaligus kekurangan nilai integrasi.

Pola multikultural mengandaikan setiap tafsir boleh hidup karena mereka memiliki

kebenarannya masing-masing. Kita hanya bisa menghargai perbedaan, meski terhadap

mereka yang tidak bisa menerima perbedaan. Kekuatan pola ini adalah bahwa semua tafsirmenjadi benar, namun kekurangannya adalah kita tidak tahu mana yang paling benar.

Model Islam Nusantara yang ditawarkan oleh NU, sekaligus dasar Pancasila negara

Indonesia sebenarnya memperlihatkan model integrasi yang dianut Indonesia. Apakah Injiljuga bisa seperti itu di bumi Indonesia? Saya menutup makalah ini dengan sebuah kutipan

dari Alkitab yang selalu membawa saya ke perenungan:

1 Korintus 9:19-23

9:19 Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba darisemua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. 9:20 Demikianlahbagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orangYahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yanghidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat,

Page 11: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

10

supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. 9:21 Bagiorang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidakhidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena akuhidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup dibawah hukum Taurat. 9:22 Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yanglemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telahmenjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dariantara mereka. 9:23 Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagiandalamnya.

Page 12: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATMEMBERI MATERI KURSUS TEOLOGI VIVEKA DI STFT JAKARTA DENGAN MATERI:IMAN DAN KEBUDAYAANJAKARTA, 11 MARET 2020STFT Jakarta mengadakan kursus teologi berseri yang dinamai VIVEKA. Dalam kursusini peserta akan mengikuti 10 sesi pembinaan topik tertentu dalam teologi. Kali ini,tema yang diberikan adalah Iman dan Ilmu-ilmu lain. Saya memberi sesi mengenairelasi iman dan kebudayaan.Dalam penyampaian terhadap 40 peserta kursus, saya menjelaskan relasi teologikontekstual, kekristenan, perspektif globalis dan lokal, serta plus minus KristenNusantara. Peserta tampak antusias, karena mereka banyak mengajukan pertanyaanrelevan, yang sesuai dengan bidang pekerjaan mereka masing-masing.Demikian laporan saya sampaikan,Jakarta 12 Maret 2020Binsar J. Pakpahan, Ph.D

Page 13: SURATTUGASrepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/...2020/03/11  · kemudian pemerintah Indonesia mulai mempromosikan Islam Nusantara dengan ciri tawasut (m oderat),

Agustinus Setiawidi, Th.D.Wakil Ketua I STFTJakarta

Bidang Akademik

yang diselenggarakan pada 11 Maret 2020di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi JakartaJalan Proklamasi 27 Jakarta Pusat 10320

Iman dan Kebudayaan: KristenNusantara

sebagai Pembicara dalam kegiatanViveka Semester Genap 2020/2021

dengan judul

Binsar J. Pakpahan, Ph.D.Diberikan Kepada

SERTIFIKAT