View
19
Download
0
Category
Tags:
Preview:
DESCRIPTION
bbbbb
Citation preview
Skenario B Blok 15 2012
Anamnesis
Andi, 6 years-old boy, brought by his mother to the hospital with complaints of decreased
hearing and discharge from his left ear. These complaints happened everytime Andi
suffered from cough and runny nose. His mother said that Andi was only 3 years-old when
his left ear excreted fluid for the first time.
Physiscal Examination
General examination: N=86x/m, RR=20x/m, Temp=36,7oC
Ear, Nose, Throat Examination
Otoscopy:
Right ear: Auricula : within normal limit
EAC : within normal limit
Tymphanic membrane : normal
Left ear : Auricula : within normal limit
EAC : liquid (+)
Tymphanic membrane : central perforation
Rhinoscopy:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+)
Oropharynx:
Normal pharynx, tonsils: T1-T1, hyperemic, detritus (+)
Audiometric Examination
Left ear:
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB
Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
Right ear:
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
Air conduction : 5 10 10 5 5 dB
I. Klarifikasi Istilah
1. Decreased hearing : hilangnya pendengaran, sebagian atau seluruhnya
2. Cough : ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara
dari paru-paru
3. Discharge (from his left ear): ekskresi atau substansi yang dikeluarkan oleh telinga kiri
4. Runny nose : Rinorrhea; berlebihnya produksi sekret atau mucus oleh
kelenjar mukosa hidung
5. EAC : External Auditory Canal atau eksternal akustic meatus;
saluran yang menghubungkan telinga luar dan tengah
6. Auricula : Telinga kecil; bagian dari telinga yang terletak di luar
kepala
7. Membran timpani : suatu membran yang terdapat di telinga tengah yang
berfungsi untuk menggetarkan suara
8. Detritus : bahan particular yang dihasilkan dengan disintegrasi
substansi atau jaringan
9. Tonsil T1-T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior-1/4 jarak pilar
anterior uvula
10. Central perforation : Subtotal; letak perforasi di sentral atau parasentral
membran timpani, seluruh tepi perforasi masih mengandung
sisa membran timpani
11. Hyperemic mucosa : mukosa mengalami edema atau peradangan (kemerahan)
12. Bone conduction : Konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui
tulang tengkorak
13. Air conduction : Konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui
saluran auditorius eksternal dan telinga tengah
II. Identifikasi Masalah
1. Andi, laki-laki, 6 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan penurunan pendengaran
dan adanya cairan dari telinga kiri, yang terjadi setiap Andi menderita batuk dan pilek.
2. Ibu Andi mengatakan, Andi berumur 3 tahun ketika ada cairan dari telinga kiri untuk
yang pertama kali.
3. Hasil pemeriksaan fisik Andi.
4. Hasil pemeriksaan audiometri Andi.
III. Analisis Masalah
1. a. Bagaimana anatomi dari telinga?
Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam.
Lebih jauh dipaparkan di sintesis
b. Bagaimana fisiologi dari telinga (pendengaran dan keseimbangan)?
Telinga selain sebagai organ pendengaran, juga berfungsi sebagai organ keseimbangan
manusia.
Fisiologi telinga sebagai organ pendengaran dan keseimbangan, dipaparkan di sintesis
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan fungsi pendengaran pada kasus?
Pada kasus, penurunan fungsi pendengaran termasuk tuli konduktif. Tuli konduktif
adalah tuli yang terjadi ketika gelombang suara terhalang jalan masuknya, dari lubang
telinga dan gendang telinga menuju koklea dan saraf auditori.
Etiologi
Telinga luar: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,
osteoma liang telinga
Telinga tengah: tuba katar/ sumbatan tuba auditori, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran
Pada kasus, penurunan fungsi pendengaran disebabkan infeksi pada saluran pernafasan
atas yang menjalar ke telinga tengah melalui tuba auditori dan selanjutnya terjadi
infeksi di telinga tengah (Otitis media).
Mekanisme pada kasus
Infeksi saluran pernafasan atas sumbatan tuba Eustachius fungsi pencegahan
invasi bakteri ke dalam telinga tengah rendah terjadi proses peradangan hingga
stadium perforasi perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong menurun
energi getar berkurang tidak menimbulkan gerak pada cairan
perilimfadanendolinmfa yg adekuat gangguan pendengaran konduksi telinga
tengah
d. Bagaimana etiologi dan mekanisme keluarnya cairan dari telinga pada kasus?
Otore adalah sekret/cairan yang keluar dali liang telinga. Cairan yang keluar dari telinga
harus diperhatikan sifat-sifatnya karena dapat mendukung diagnosis, misal jernih atau
purulen, mengandung darah atau tidak, berbaukah, pulasatil atau non-pulsasi. Gejala
penyerta yang lain juga harus di perhatikan, seperti adanya ganguan pendengaran,
tinitus dan otalgia (nyeri telinga).
Sekret yang keluar dapat purulen, mukoid atau mukopurulen, sekres\t seperti ini
menandai adanya infeksi pada telinga. Sekret dapat pula jernih yang bisa disebabkan
oleh berbagai jenis dermatosis meatus akustikus externa atau mungkin sekret yang
jernih itu berasal dari cairan otak (serebrospinalis). semua tipe otore ini dapat
mengandung darah, bisa masif karena trauma dan berbagai neoplasma. Sekret dapat
tidak berbau dan berbau sangat busuk (biasanya pada kolesteatoma). Biasanya sekret ini
non-pulsatil, tetapi bila berada di bawah tekanan hebat di celah ruang telinga tengah,
maka ia akan berpulsasi.
Etiologi
Keluarnya cairan dari telinga pasti dikarenakan infeksi, adapun jalur masuknya mikroorganisme penginfeksi tersebut dapat dibedakan menjadi:
- Infeksi telinga oleh bakteri yang berasal dari meatus auditorius eksterna, misal karena berenang
- Infeksi yang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran napas atas
Mekanisme pada kasus
Infeksi saluran pernafasan atas sumbatan tuba Eustachius letak anatomi tuba
Eustachius pada anak lebih horizontal fungsi pencegahan invasi ke dalam telinga
tengah rendah terjadi proses peradangandi telinga tengah terdapat tekanan negatif
di telinga tengah dan gambaran retraksi membran timpani (stadium oklusi tuba
eustachius) pembuluh darah di membran timpani melebar dan hiperemis (stadium
hiperemis) terbentuk eksudat serosa dan edema hebat pada sel epitel superficial
(stadium supurasi) tekanan telinga tengah meningkat iskemia akibat penekanan
kapiler nekrosis membran timpani membran timpani ruptur keluar cairan
dari telinga tengah ke telinga luar
e. Bagaimana etiologi dan mekanisme batuk dan pilek pada kasus?
Etiologi
• Infeksi 100 Rinovirus berbeda
• Infeksi Myxovirus
• Virus Coixsackie
• Virus Echo
• Menurunnya daya tahan tubuh
• Terjadi infeksi sekunder oleh Staphylococcus, Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Streptococcus group A.
Mekanisme pada kasus
Udara yang terkontaminasi virus terhirup partikel virus tersaring oleh vibrissae,
silia, dan palut lendir terjadi reaksi inflamasi sel goblet mensekresikan palut
lendir lebih banyak dan arteri maksilaris interna berdilatasi penumpukan cairan
pada rongga hidung transpor mukosiliar sekret bergabung di dekat
infundibulum etmoid menuju tepi bebas prosesus unsinatus menuju
anteroposterior orifisium tuba eustachius transpor aktif berlanjut pada skuamosa
nasofaring dan jatuh ke bawah dengan gaya gravitasi dan proses menelan dinding
nasofaring dan orofaring hiperemis batuk
f. Mengapa penurunan fungsi pendengaran dan keluarnya cairan hanya dari telinga kiri?
Tidak ada alasan yang pasti hanya terjadi pada telinga kiri, tetapi bisa disebabkan
karena beberapa faktor, seperti:
1. Data epidemiologi menunjukkan tuli konduksi sering unilateral.
2. Bakteri yang paling banyak menginfeksi nasofaring adalah aerob (Staphylococcus
dan Streptococcus) sehingga cenderung ke telinga yang sudah perforasi, yang mendapat
suplai oksigen lebih banyak dari dunia luar.
Mengingat telinga tengah telah mengalami perforasi sejak 3 tahun yang lalu, untuk fase
inflamasi dan infeksi selanjutnya bakteri akan lebih menyukai menginvasi telinga kiri
terus-menerus.
3. Telah dilakukan pengobatan tidak adekuat, mengakibatkan fase kronis
g. Bagaimana hubungan fungsi pendengaran yang menurun, keluarnya cairan dari
telinga dengan batuk dan pilek?
Infeksi pada saluran pernafasan atas (batuk dan pilek) mikroorganisme menyebar ke
telinga melalui tuba Eustachius inflamasi tekanan udara di telinga tengah kurang
baik pendengaran menurun progresivitas penyakit peningkatan tekanan telinga
tengah/ inflamasi membran timpani perforasi sentral membran timpani
pendengaran menurun >> + eksudat dapat keluar melalui perforasi membran timpani
h. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ini?
Hubungan usia dengan kejadian kasus, anak-anak lebih berisiko terkena OM, karena:
Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas; contohnya batuk pilek) lebih
mudah menyebar ke telinga tengah.
Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang
besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri
dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah
lewat saluran Eustachius.
Sedangkan, jenis kelamin tidak memiliki arti yang spesifik.
2. a. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan penyakit ini dapat terulang kembali?
Otitis media akut (OMA) dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi
kurang) atau higiene buruk.
b. Bagaimana progresivitas penyakit ini jika tidak ditangani sejak 3 tahun yang lalu?
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah perkembangan dari otitis media akut
(OMA) yang terlambat ditangani. Terdapat dua jenis otitis media supuratif kronis
(OMSK), yaitu OMSK benigna (tipe aman) dan OMSK maligna (tipe bahaya) yang
dibedakan dari letak perforasi pada membran timpani. Pada kasus, pasien menderita
OMSK tipe benigna diamana letak perforasi membran timpani terletak di tengah atau
sentral, peradangan hanya terjadi sebatas mukosa saja. Tetapi, apabila pasien menderita
OMSK tipe maligna yang perforasinya terdapat pada marginal atau atik, peradangan
dapat terjadi juga pada tulang temporal yang akan menyebabkan paresis N.fasialis atau
labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, thrombophlebitis
sinus lateralis, meningitis, serta abses otak.
3. a. Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi, rinoskopi anterior, dan orofaring?
Pemeriksaan otoskopi, rinoskopi anterior, dan orofaring akan dijelaskan lebih lanjut
pada sintesis
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
1. Otoskopi telinga kiri
- Adanya cairan di meatus akustikus eksterna (liang telinga): merupakan sekret yang
berasal dari telinga tengah akibat rupturnya membran timpani
- Terjadi perforasi sentral di membran timpani: perforasi terjadi di daerah sentral dan
mengenai pars tensa. Terjadi pada OMSK benigna, peradanganterbataspadamukosasaja,
tidakmengenaitulang.
2. Rinoskopi anterior
- Mukosa hiperemis: akibat reaksi radang di mukosa hidung. Infeksi saluran
pernapasan atas (batuk dan pilek) mempengaruhi membran mukosa hidung
reaksi radang sekresi mediator inflamasi (histamin, leukotrien, prostaglandin)
vasodilatasi pembuluh darah mukosa hiperemis
- Adanya sekret: akibat reaksi radang di mukosa hidung sehingga meningkatkan
aktivitas sel goblet mukus
3. Orofaring
- Hiperemis: infeksi saluran pernapasan atas (batuk dan pilek) mempengaruhi
membran mukosa faring reaksi radang sekresi mediator inflamasi (histamin,
leukotrien, prostaglandin) vasodilatasi pembuluh darah mukosa hiperemis
- Detritus: merupakan hasil dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yag
terlepas, akibat terjadinya proses inflamasi di tonsil.
4. a. Bagaimana cara pemeriksaan audiometri?
Cara pemeriksaan audiometri akan dijelaskan lebih lanjut pada sintesis
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan audiometri?
Telinga Kiri :
Frekuensi 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz
Konduksi
tulang (BC)
5 10 5 10 10 dB
Konduksi
udara (AC)
45 50 45 45 50 dB
Pada hasil audiometri telinga kiri didapatkan bahwa AC > 25 dB, sedangkan BC <25 dB
dan terdapat gap (selisih AC dan BC > 10 dB), maka dapat disimpulkan bahwa telinga
kiri mengalami tuli konduksi.
Derajat ketulian telinga kiri = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000Hz
4
Nilai : 0-25 dB = normal
>25 – 40 dB = tuli ringan
>40 – 55 dB = tuli sedang
>55 – 70 dB = tuli sedang berat
>70 – 90 dB = tuli berat
>90 dB = tuli sangat berat
Derajat ketulian telinga kiri pasien = (50 + 45 + 45 + 50 dB) : 4 = 47,5 → tuli konduksi
derajat sedang.
Telinga Kanan
Frekuensi 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz
Konduksi
tulang (BC)
5 5 10 5 5 dB
Konduksi
udara (AC)
5 10 10 5 5 dB
Pada hasil audiometri telinga kanan AC dan BC < 25 dB, maka telinga kanan normal,
tidak ada kelainan.
5. Apa saja diagnosis banding dari kasus ini?
OMSK Benigna OMSK Maligna
1. Perforasi
2. Sekret
3. Proses radang
4. Kolesteatoma
5. Komplikasi
Sentral
- Banyak
– Profus
Mukosa
Tidak ada
Jarang
- Marginal
- Atik
- Sedikit
- Foetor
- Mukosa
- Tulang
Ada
Berbahaya dan fatal
6. Bagaimana cara penegakan diagnosis untuk kasus ini dan apa diagnosis kerja pada kasus
ini?
a. Anamnesis
1. Nama, umur, tempat tinggal
2. Keluhan utama (Pada kasus berupa kehilangan/berkurangnya pendengaran dan
keluarnya cairan dari telinga)
3. Keluhan Penyerta (Pada kasus sedang mengalami batuk dan pilek (Infeksi Saluran
Pernapasan Atas)
4. Riwayat Penyakit (Pada kasus pertama kali terkena pada umur 3 tahun setiap
mengalami batuk dan pilek)
5. Riwayat perjalanan penyakit
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum (Kesadaran, suhu tubuh, denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan
darah)
2. Keadaan khusus (Telinga (menggunakan otoskop) berupa gangguan berupa perforasi
membran timpani dan keluarnya sekret, Hidung (menggunakan rhinoskop) berupa
hiperemis mukosa dan rhinorrhea, dan Tenggorokan berupa tonsilitis, mukosa
hiperemis, atau detritus
c. Pemeriksaan tambahan
1. Audiometri
2. Rinne Test, Swabach test, atau Weber test
DIAGNOSIS KERJA= Tuli Konduksi yang disebabkan oleh Otitis Media
Supuratif Kronik
7. Apa saja etiologi dan faktor risiko untuk kasus ini?
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
Eustachius saat infeksi saluran pernafasan atas. Organisme-organisme dari meatus
auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus,
B.coli dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridans
(Streptococcus A hemolitikus, Streptococcus B hemolitikus dan Pneumococcus.
8. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom,
tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data
yang tersedia.
9. Bagaimana patogenesis dari kasus ini?
Lebih lanjut dijelaskan di sintesis
10. Apa saja manifestasi klinis dari kasus ini?
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin
lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum.
11. Bagaimana penatalaksaan untuk kasus ini?
a. Kuratif dan Suportif
- Obat pencuci telinga, larutan H2O3 3% selama 3-5 hari. Jangan diberikan terus-
menerus dari 1 atau 2 minggu
- Antibiotik secara oral golongan penisilin, ampisilin, eritromisin.
o Ampisilin dosis 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis
o Eritromisin 40 mg/kgBB/hari
- Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setela observasi selama 2 bulan,
maka dilakukan miringoplasti atau tampanoplasti
- Obati sumber infeksi
b. Preventif
- Hindari sumber infeksi saluran napas atas (untuk mencegah invasi kuman melalui
tuba Eustachius)
- Jangan berenang (mengurangi kemungkinan masuknya bakteri melalui meatus
auditorius eksterna)
- Pemeriksaan kesehatan telinga secara berkala
- Pemeliharaan kesehatan lingkungan
c. Rehabilitatif
Menggunakan alat bantu pendengaran bila terjadi gangguan pendengaran
Istirahat yang cukup
Penatalaksanaan akan dijelaskan lebih lanjut pada sintesis
12. Apa saja komplikasi yang bisa ditimbulkan?
Komplikasi dapat terjadi intrakranial dan ekstrakranial
Komplikasi yang bisa ditimbulkan akan dipaparkan pada sintesis
13. Bagaimana prognosis dari kasus ini?
Prognosis dinilai dari usia, jenis kelamin, jenis OMSK, derajat tuli, dan penatalaksanaan
yang diberikan, kelompok menyetujui:
Prognosis ad vitam : Bonam
Prognosis ad fungsionam : Bonam
14. Apa kompetensi dokter umum untuk kasus ini?
Tingkat 3A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan
lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Kelompok menyetujui dokter umum dengan memberikan terapi pendahuluan antibiotik
untuk ISPA yang dialami, dan selanutnya dirujuk ke Spesialis THT-KL.
IV. Hipotesis
Andi, anak laki-laki, 6 tahun, menderita tuli konduksi derajat sedang et causa otitis
media supuratif kronik
V. Kerangka Konsep
VI. Sintesis
1. Anatomi Telinga
a. Telinga Luar
1. Auricula
2. Meatus acusticus externus
b. Telinga tengah
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari
belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan
horizontal. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (none of light).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari
pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf.
Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm.
Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral,
dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
Atap kavum timpani
Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus
temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan
sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama.
Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis,
atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet
ke bulbus vena jugularis4.
Dinding medial
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam.
Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum.
Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus
sigmoid.
Dinding anterior
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng
tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan
sebelum berbelok ke anterior5. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior
dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)
Otot-otot pada kavum timpani
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Saraf Korda Timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus
posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani
memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.
Pleksus Timpanikus
Berasal dari N. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna8.
Saraf Fasial
Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua
komponen yang berbeda, yaitu1 :
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)
yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.
3. Tuba Eustachius
Tuba Eustachius disebut juga
tuba auditor atau tuba
faringotimpani. Bentuknya
seperti huruf S. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar
36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak
dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm1.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius : sebagai ventilasi telinga
4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
c. Telinga dalam
Labirin (telinga
dalam)
mengandung organ
pendengaran dan
keseimbangan,
terletak pada pars
petrosa os
temporal. Labirin
terdiri dari :
Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea.
Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari:
kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin
bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan
diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.
Vestibulum
Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, memisahkan koklea dari
kanalis semisirkularis. Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli )
dimana footplate dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat
pada lateral bawah. Pada dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuk
spheris yang berisi makula sakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf
vestibular inferior. Makula utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada
dinding posterior terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior
berhubungan dengan skala vestibuli koklea.
Kanalis Semisirkularis
Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk
sudut siku sempurna satu sama lain. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis
semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune
sebelum memasuki vestibulum.
Koklea
Terletak didepan vestibulum
menyerupai rumah siput dengan
panjang. Koklea memiliki sumbu
yang disebut modiolus yang
berisi berkas saraf dan suplai
darah dari arteri vertebralis.
Kemudian serabut saraf ini
berjalan ke lamina spiralis ossea
untuk mencapai sel-sel sensorik
organ Corti.
Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina
spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang
yang mengandung perilimfe terbagi dua yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua
skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal
pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan
antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu
membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli
dengan skala media (duktus koklearis).
Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan
ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ
Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus
Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-
organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari
satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar
yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan
horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf
aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut
terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang
dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh
limbus.
Sakulus dan utrikulus
Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya saraf
didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.
Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada
suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus
endolimfatikus, saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang
dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat
makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada
stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena
akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Persarafan
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus
akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion
spirale.
2. Fisiologi Telinga
a. Fungsi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan,
tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius, sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis
- Hantaran udara
Suara aurikula MAE M. Timpani tlg pendengaran (maleus,inkus,stapes)
foramen ovale koklea N.VIII Otak
- Hantaran tulang
Suara tulang mastoid / tulang yang berhubungan dgn mastoid (maleus,inkus,stapes)
for.ovale koklea N.VIII Otak
b. Fungsi vestibuler (Fungsi Keseimbangan)
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan
perifer) serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit,
sendi,otot]). Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan
serebrum. Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular.
Labirin tersusun dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang
berperan sebagai reseptor sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori
pendengaran. Sementara itu, krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi
angular, seperti gerakan berputar, sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi
linear. Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian,
diteruskan ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut.
Kanalis semisirkularis merupakan alat keseimbangan dinamik dan terangsang oleh
gerakan yang melingkar, sehingga kemana saja arah kepala, asal gerakan itu
membentuk putaran, maka gerakan itu akan tertangkap oleh salah satu, dua atau ketiga
kanalis semisirkularis bersama-sama.
3. Otitis Media Supuratif Kronik
Jenis Otitis Media Supuratif Kronik
1. OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna) = Proses peradangan pada OMSK tipe aman
terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang dan perforasinya terletak
di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan OMSK tipe
maligna yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe ini
terletak di marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma pada OMSK
dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
1. OMSK tipe aktif
OMSK tipe aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif.
1. OMSK tipe tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani terlihat basah atau
kering.
Patogenesis
Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi membrane
timpani yang sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Berdasarkan perubahan mukosa tengah
maka terdapat 5 stadium terjadinya Otitis Media Akut (OMA) yang bila berlangsung
terus-menerus selama 2 bulan dapat menjadi Otitis Media Supuratif Akut (OMSK).
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba yaitu gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya
tekanan negative di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini susah dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (pre-supuratif)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar dilihat.
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani
menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar. Pada stadium ini pasien tampak sangat
sakit,, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila
tekanan pus di kavum tidak berkurang maka terjadi ischemia akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa
dan sub-mukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani tampak sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak
dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka kemungkinan
besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan pus mengalir keluar dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Anaknya yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu
badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan
akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan OMSK benigna
• Obati dahulu sumber infeksi. Pada kasus terjadi Infeksi Saluran Pernafasan Atas,
sehingga diberikan antibiotik spektrum luas secara peroral seperti golongan Penisilin.
Apabila terjadi resistensi penisilin, dapat diberikan golongan Ampisilin atau Eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima. Dilakukan juga kultur untuk menentukan infeksi
virus/bakteri dan biakan dari bakteri untuk menentukan jenis bakteri
• Diberikan juga obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari. Bila sekret berkurang,
lanjutkan dengan Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid
(Jangan diberikan > 1-2 minggu)
• Bila sekret kering namun perforasi tetap ada setelah terapi konservatif setelah
diobservasi 2 bulan, idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki memran timpani, mencegah
komplikasi, atau kerusakan pendengaran.
2. Penatalaksanaan OMSK maligna
Penatalaksanaan OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.
Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.
d. Miringoplasti
Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti
Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan
maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12
bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan kolesteatom.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatom,
sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau
luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi tersebut atau modifikasinya.
Komplikasi
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
4. Tuli konduksi
Terdapat gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh kelainan/penyakit ditelinga
luar dan tengah
Etiologi
Kelainan telinga luar Kelainan telinga tengah
- Atresia liang telinga - Tuba katar
- Sumbatan oleh serumen - Otitis media
- Otitis eksterna sirkumkripta - Otosklerosis
- Osteoma liang telinga - Timpanosklerosis
- Hemotimpanum
- Dislokasi tlg pendengaran
Diagnosa ketulian kuantitatif
TESTES
RINNERINNETES WEBERTES WEBER
TESTES
SWABACHSWABACHDIAGNOSADIAGNOSA
POSITIFPOSITIFTidak adaTidak ada
lateralisasilateralisasi
SamaSama dengandengan
pemeriksapemeriksa
NormalNormal
NEGATIFNEGATIFLateralisasi (+)Lateralisasi (+) ke telinga yangke telinga yang
sakitsakit
MemanjanMemanjangg
Tuli konduksiTuli konduksi
POSITIFPOSITIFLateralisasi (+)Lateralisasi (+) ke telinga yangke telinga yang
sehatsehatMemendekMemendek Tuli sarafTuli saraf
5. Tes Pemeriksaan THT
Otoskopi
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, sumber cahaya, otoskop, corong telinga (speculum telinga), aplikator, sendokserumen, pinset siku
o Tehnik pemeriksaan telinga
Pasien:
- Duduk dengan punggung tegak lurus
- Kepala sedikit ke depan
- Kedua kaki di atas lantai dengan tungkai tidak saling menyilang
- Posisi kepala sedikit lebih tinggi dari kepala pemeriksa
- Untuk melihat telinga pasien diputar ke kanan dan ke kiri
Pemeriksa:
- Duduk di sebelah pasien atau berdiri dengan memakai lampu kepala
- Lampu ditaruh di kepala di tengah dahi
- Sinar lampu diatur fokusnya pada jarak 20-30 cm, berdiameter 2-3 cm
- Biasakan memegang telinga dengan menggunakan tangan kiri agar tangan kanan dapat dipergunakan alat lain seperti pinset, dll
- Telinga kanan: pegang dengan tangan kiri,jari I dan II memegang daun telinga
- Telinga kiri: dengan tangan kiri jari I dan II memegang daun telinga, jari III menahan telinga
- Bila banyak terdapat bulu telinga maka dipakai speculum telinga
- Otoskop berguna untuk melihat bagian dalam dengan pembesaran
o Yang dinilai pada pemeriksaan telinga
- Telinga luar
• bentuk daun telinga, nyeri tekan tragus
• nyeri tarik
- Liang telinga, agar lebih lurus dilihat dengan menarik aurikula ke belakang atau ke bawah dan belakang (pada anak)
• serumen, sekret, penyempitan
o Membran timpani
• bentuk (konkaf, menonjol, retraksi)
• landmark—anulus, plica anterior dan posterior, umbo, reflekscahaya
• warna (normal sepertimutiara, hiperemis, kuning)
• keutuhan (intakatauperforasi, ruptur)
Rinoskopi Anterior
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, spekulum hidung (kadang tidak diperlukan pada anak)
o Cara pemeriksaan:
- Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam
- Pada waktu mengeluarkan spekulum jangan ditutup di dalam, supaya bulu hidung tidak terjepit
o Yang dinilai pada pemeriksaan rinoskopi anterior: vestibulum hidung, septum , konka inferior, konka media, konka superior, meatus sinus paranasal, mukosa rongga hidung
Pemeriksaan Orofaring
o Alat-alat pemeriksaan: lampu kepala, spatula lidah
o Cara pemeriksaan
- Posisipasienberadadepansipemeriksa
- Pemeriksa dengan menggunakan lampu kepala, cahaya dari lampu kepala diarahkan ke dalam rongga mulut.
- Lihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.
- Tekan bagian tengah lidah menggunakan spatula, agar dapat melihat bagian-bagian rongga mulut dengan jelas
- Lihat keadaan dindingbelakang faring serta kelenjar limfanya.
- Lihatposisi uvula, palatum, arcusfaring serta gerakannya
- Lihat keadaan tonsil dan ukuran
- Periksa mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.
- Palpasi rongga mulut bila ditemukan adanya massa atau kista dalam rongga mulut.
Pemeriksaan Audiometri
Untuk membuat audiogram diperlukan audiometer
Bagian dari audiometer:
- Tombol pengatur bunyi
- Tombol pengatur frekuensi
- Headphone untuk memeriksa AC (air conduction = hantaran udara)
- Bone conductor untuk memeriksa BC (Bone conduction = hantaran tulang)
Persiapan pasien :
1. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel control ataupun pemeriksa.
2. Benda – benda yang dapat menganggu pemasangan earphone harus disingkirkan, missal anting-anting, kacamata, dan kapas dalam liang telinga.
3. Pemeriksa memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus.
4. Intruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawaban. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
5. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diintruksikan untuk memberI jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.
Penentuan ambang pendengaran :
1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250 Hz
2. Dengan pengeculian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat digunakan untuk telingan satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar 15 dB atau lebih maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf.
3. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudian dinaikkan dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga pasien memberi jawaban.
4. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien member jawaban, maka nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi terdengar.
5. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai suatu modus ayau jawaban tipikal. Biasanya jarang mencapai 3 kali peningkatan.
6. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal, cantumkan symbol-simbol yang sesuai pada audiogram.
7. Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi sebelumya. Misalnya ambang pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz pada intensitas 30-35 dB.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29
Snell, Richard.S. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta : ECG
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Edisi Keenam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Irwan, Abla Ghanie dan Sugianto. 2008. Atlas Berwarna Teknik Pemeriksaan Telinga
Hidung Tenggorok. Jakarta: EGC
Internet
Recommended