View
232
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 1/21
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus kecil yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang ditandai dengan demam lebih
dari tujuh hari, gangguan pencernaan dan penurunan kesadaran.
Salmonella typhi atau juga dikenal sebagai salmonella enterica serotipeTyphi, merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang yang hanya
ditemukan pada manusia. Penyakit ini ditandai dengan demam persisten lebih
dari tujuh hari, nyeri perut, anoreksia berat, gangguan konstipasi, diare, dan
delirium.
Kurang lebih 500 kasus demam tifoid ditemukan setiap tahunnya di
USA, kebanyakan kasus penyebarannya diperoleh dari perjalanan luar negeri
yang melibatkan anak-anak, remaja dan orang tua. Penyakit serupa tapi lebih
ringan adalah yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A.
Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemis yang tersebar
luas, diperkirakan 800/100.000 penduduk tiap tahun menderita demam tifoid.
Penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, terutama pada musim panas.
Penderita demam tifoid adalah semua umur, tetapi kebanyakan diderita
pada anak besar yang berusia 5-9 tahun. Hal ini disebabkan anak pada usia ini
lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah. Demam tifoid lebih sering
diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan, dengan perbandingan 2 :
1. laki-laki biasanya lebih sering mengkonsumsi makanan di luar rumah dan
kurang menjaga kebersihan makanan sehingga lebih banyak menderita demam
tifoid.
Penularan demam tifoid dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, mulai
saat seseorang mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar, dimana
makanan itu tidak bersih sehingga dapat membawa kuman Salmonella typhi
masuk kedalam tubuh. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 2/21
2
tercemar, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber
penularan tersering di daerah non endemik.
Demam tifoid lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang
terutama daerah tropis, dimana penyediaan air bersih belum memadai dan
sanitasi lingkungan masih buruk serta sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
yang masih rendah. Akibatnya insidensi penyakit ini di daerah berkembang
masih akan tetap tinggi.
I.2 TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan penulisan ini terutama bagi penulis semoga bisa menjadikan bahan
penambah wawasan di bidang ilmu kedokteran khususnya bidang kajian
demam tifoid sehingga dapat penulis terapkan dalam klinis.
2. Mampu memahami dan mendiskripsikan demam tifoid serta
penanganannya.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 3/21
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalamsel fagosit mononuklear dari hati, limfa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah sebagai berikut
demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik
maupun klinis adalah sama dengan dengan demam tifoid namun biasanya
lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis.
Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A,
paratyphi B (Salmonella Schotsmuelleri) dan paratyphi C (Salmonella
Hirschfeldii).
II.2 SEJARAH
Pada tahun 1829 Pierre Louis (Perancis) mengeluarkan istilah typhoid
yang berarti seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata
Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami
demam disertai kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William
Word Gerhard dari Philadelphia dapat membedakan tifoid dari typhus. Pada
tahun 1880 Eberth menemukan Bacillus typhosus pada sediaan histologi yang
berasal dari kelenjar limfe mesenterial dan limpa. Pada tahun 1884 Gaffky
berhasil membiakkan Salmonella typhi, dan memastikan bahwa penularannya
melalui air dan bukan udara.
Pada tahun 1896 Widal mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis
penyakit demam tifoid. Pada tahun yang sama Wright dari Inggris dan Pfelfer
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 4/21
4
dari Jerman mencoba vaksinasi terhadap demam tifoid. Pada era 1970 dan
1980 mulai dicoba vaksin oral yang berisi kuman hidup yang dilemahkan dan
vaksin suntik yang berisi Vi kapsul polisakarida. Pada tahun 1848 Woodward
dkk di Malaysia menemukan bahwa kloramfenikol adalah efektif untuk
pengobatan demam tifoid.
II.3 EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di
berbagai negara sedang berkembang. Penyakit ini dikenal mempunyai gejaladengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari
150/100.000/tahun di amerika selatan dan 900/100.000/tahun di asia. Umur
penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19
tahun mencapai 91% kasus, 20.000 diantaranya dengan kematian, dimana
kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.
Berdasarkan data sensus WHO tahun 1994, kurang lebih 17 juta kasus
dilaporkan per tahun diseluruh dunia. 7 juta kasus diantaranya terdapat di
Asia, 4 juta kasus di Afrika dan 0,5 juta kasus di Amerika latin, 600.000
diantaranya menyebabkan kematian. Insidensi secara keseluruhan sebesar
0,5% diseluruh dunia, tetapi insidensi tertinggi sebesar 2% ditemukan di titik
tertentu seperti Indonesia dan Papua New Guinea, di negara ini demam tifoid
menempati 5 besar penyakit yang menyebabkan kematian.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (natural
reservoir ). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat
mengeksrekesikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam
jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar
tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam
air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi
S.typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah
dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 5/21
5
II.4 ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri
Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora
serta bersifat fakultatif anaerob.
Kuman ini dapat hdup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit, serta mati pada suhu 70°C maupun oleh
antiseptik. Sampai saat ini kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Ohne Hauch; tidak menyebar) merupakan somatik antigen atau berasal dari tubuh S.typhi, terdiri dari zat komplek liposakarida
(oligosakarida).
2. Antigen H (Hauch; menyebar) yang berasal dari flagel atau rambut getar
S.typhi ( flagelar antigen) , terdiri dari protein.
3. Antigen Vi (envelope antigen) yang berasal dari simpai S.typhi, terdiri dari
polisakarida. Berfungsi melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Antigen O dan H dapat digunakan untuk membantu diagnosis demam tifoid,
sedang antigen K dipakai untuk mendeteksi karier atau pembawa kuman
S.typhi. S.typhi mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. S.typhi juga
dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi (aglutinin). Ada tiga spesies utama yaitu :
1. Salmonella Typi (satu serotip)
2. Salmonella Choleraesius (satu serotip)
3. Salmonella Entereditis (lebih dari 1500 serotip)
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 6/21
6
II.5 PATOGENESIS
Penularan demam tifoid terjadi apabila seseorang memakan makanan
atau minumam yang tercemar kuman S.typhi. sumber infeksi adalah penderita
demam tifoid, penderita dalam stadium penyembuhan atau karier kronis.
Kuman S.typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang
tercemar. Kuman dapat menimbulkan infeksi bila mencapai jumlah 105 - 109.
sebagian kuman mati oleh asam lambung saat melewati lambung. Kuman
yang tidak mati akan masuk ke ileum terminalis melalui mikrovilli danmenuju ke pembuluh limfe plaque peyeri yang ada di ileum terminalis yang
mengalami hipertrofi. Selanjutnya kuman menembus lamina propia , masuk
aliran limfe dan mencapai klenjar limfe mesenterial yang juga mengalami
hipertrofi. Setelah melewati pembuluh limfe ini kuman masuk ke pembuluh
darah melalui ductus thoracicus, selanjutnya menyebabkan bakterimia primer
dan asimtomatis. Hal ini terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk. Selanjutnya
ditelan oleh fagosit mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri
dalam sel sehingga menimbulkan penyakit.
Kuman mengikuti aliran darah sistem portal dari usus dan mencapai hati.
Selanjutnya kuman bersarang di hati, limpa, plaque peyeri dan sistem
retikuloendotelial lainnya. Kemudian kuman akan kembali menuju pembuluh
darah dan terjadi bakterimia sekunder yang memulai fase klinik infeksi. Pada
fase ini menyebarkan endotoksin ke seluruh tubuh, sehingga timbul gejala dari
demam tifoid. Fase ini terjadi pada hari ke 5-9 dari pertama kali kuman masuk
kedalam tubuh.
Kemampuan kuman untuk menginvasi sel mononuklear dan
memperbanyak diri dalam sel menentukan kemungkinan terjadinya bakterimia
sekunder. Ketiadaan antibodi bakterisid memungkinkan kuman untuk
difagositosi dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada
faktor mikroba yang menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada
imunitas yang diaktifkan oleh sel limfosit T individu yang terinfeksi, yang
berada dibawah kendali genetik.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 7/21
7
Ketergantungan dosis pada penyakit klinik tampaknya ekstraseluler dan
intraseluler yang didapat. Jika jumlah bakteri intraseluler melampaui, diatur
oleh keseimbangan antara perbanyakan diri bakteri pada pertahanan ambang
batas kritis, bakterimia sekunder terjadi dan menimbulkan invasi pada kelenjar
empedu dan bercak Peyeri pada usus halus. Bakterimia yang menetap menjadi
penyebab demam yang menetap pada tifoid klinis, sementara reaksi radang
terhadap invasi jaringan menentukan pola pengungkapan klinis ( kolesistesis,
perdarahan usus, perforasi ). Dengan invasi kelenjar empedu dan bercak
Peyeri, kuman kembali masuk kedalam lumen usus, dan dapat ditemukan pada
biakan feses pada awal minggu kedua penyakit klinis.
Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif. Endotoksin
lipopolisakarida pada Salmonella typhi dapat menyebabkan demam,
leukopenia, dan gejala sistemik lain, tetapi kejadian gejala ini pada individu
yang dibuat toleran terhadap endotoksin menunjang peranan untuk faktor lain,
seperti sitokin yang dilepaskan dari fagosit mononuklear yang terinfeksi, yang
dapat memperantarai peradangan.
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal
tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus
dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokoin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
Pada demam tifoid terjadi respons imun humoral maupun selular baik di
tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimna
mekanisme imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupuneliminasi
terhadap Salmonella typhi tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan bahwa
imunitas selular lebih berperan.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 8/21
8
II.6 MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Akibatnya lebih sulit
untuk menegakan diagnosis demam tifoid pada anak terutama makin muda
umur penderita seperti tifoid kongenital maupun tifoid pada bayi bila hanya
berpegang pada gejala atau tanda-tanda klinis.
Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi,secara garis
besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokan:
-
Demam satu minggu atau lebih- Gangguan saluran pencernaan
- Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyait infeksi
akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang
meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala/tanda klinis makin jelas,
berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limfa, perut
kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang
berat.
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-
rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam sangat bervariasi, dari gejal klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai berat sehingga harus
dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi
dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit. Pada era pemakaian antibiotik belum sperti saat ini, penampilan
demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder
temperature chart yang ditandai dengan deman timbul insidius, kemudian
naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir
minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-
4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi
seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 9/21
9
orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat
sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam
sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat;
seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penuruna
kesadaran mulai apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri
kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam
tinggi akan tampak toksid/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita
demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang
masukkan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam
tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh obstipasi, kemudian disusul
episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah
sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala meteorismus,
berbeda dengan buku bacaan barat, pada anak Indonesia lebih banyak
dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.
Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat
dengan tanda-tanda antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal,
dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih
kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel,
sehingga papila lebih prominen.
Rose spot suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan
ukuran 2-4 µm sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas
dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada
anak Indonesia. Rose spot lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan
awal minggu kedua. Merupakan satu nodul kecil sedikit menonjol dengan
berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan, roseola ini merupakan
embolikuman dimana didalamnya mengandung kuman salmonella.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 10/21
10
malaria.pembesaran linpa pada demam tifoid tidak progresif dengan
konsistensi lebih lunak.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Pada umumnya
bersifat fatal, tetapi pernah dilaporkan tifoid dapat lahir hidup sampai
beberapa hari dengan gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorum.
Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa serta
kelainan patologis pada usus tidak didapatkan, hal ini menjelaskan bahwa
pada tifoid kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat
menimbulkan gejala-gejala sepsis pada janin. Kejadiannya sering mendadak
disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang-kejang dan tanda-tanda
ransangan meningen. Pada pemeriksaan darah terlihat leukositosis (20.000-
25.000/mm), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan
penyakitnya lebih pendek, lebih bervariasi, sering tidak melebihi 2 minggu,
angka kematian yang tinggi (12,5%), diagnosis ditegakkan dengan
ditemukannya kuman salmonella typhi dalam darah dan feses.
II.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam,
gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan
kesadaran. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada
dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah
pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada
urin dan feses, kemungkinan keberhasilan kebih kecil. Biakan spesimen yang
berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil
positif didpat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasisf,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum.
Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan
memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan
waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 11/21
11
test positif 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif
tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O
aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4
kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (karier). Banyak
peneliti mengemukakan bahwa uji serologik widal kurang dapat dipercaya
sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat
timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah
positif.
Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antibodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S.typhi dalam
darah, serum dan urin bahkan DNA S.typhi dalam darah dan feses. Walaupun
menunjukkkan hasil yang baik namun sampai sekarang tidak salah stupun
dipakai secara luas. Sampai sekarang belum adanya pemeriksaan yang dapat
menggantikan uji serologi Widal.
II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi perifer :
Anemia normokromi normositik, pada umumnya terjadi karena
supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000 /UI, apabila terjadi abses
piogenik meka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000 /UI
Limfositosis relatif
Trombositopenia
Pemeriksaan serologi :
Serologi Widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4
kali titer fase akut ke fase konvalesens. Biasanya baru positif pada
minggu II
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 12/21
12
Kadar IgM dan IgG (typhi-dot )
Pemeriksaan biakan salmonella : Kultur empedu : Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari
perjalanan penyakit, biakan tinja minggu II, biakan air kemih minggu
III.
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
Pemeriksaan radiologik :
Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti
perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
II.9 KOMPLIKASI
Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3 %, sedangkan
perdarahan usus pada 1-10 % kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya
terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu
pertama. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri
abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri
menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,
defance muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonotis
yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis
yang tidak jelas.
Dilaporkan pada kasus dengan komplikasineurupsikiatri. Sebagian besar
bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor
bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri
dengan prognosis buruk. Penyakit neurologi lain adalah trombosis serebral,
afasia, ataksis serebral akut, tuli, mielitis transversal, neuritis perifer maupun
kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre. Miokarditis
dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T pada
EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 13/21
13
Hepatitis tifosa asimtomayik dapat dijumpai dengan ditandai peningkatan
kadar transaminase. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar
transaminase, kolesistitis akut dapat juga dijumpai, sedang kolesistitis kronik
dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman
(karier).
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri salmonella typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan
pielonefritis dapat merupakan komplikasi. Proteinuria transien sering
dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai
gagal ginjal maupun sindroma nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.
Pneumonia sering pula ditemukan, namun seringkali sebagai akibat infeksi
sekunder oleh kuman lain. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah
trombositopenia, koagulasi intravaskular diseminata, hemolytic uremic
syndrome (HUS), fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai akibat bakterimia
misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan
persendian.
Relaps yang didapat pada 5-10 % kasus demam tifoid era pre antibiotik,
sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul
kembali seminggu setelah penghentian antibiotik. Namun pernah juga
dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalesens, saat pasien tidak demam
akan tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam pengobatan antibiotik.
Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid
sebelumya.
II.10 DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium dini demam tifoid beberapa penyakit kadang-kadang
secara klinis dapat merupakan diagnosis banding yaitu influenza,
gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi
jamur sistemik, bruseleosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 14/21
14
dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia , limfoma dan
penyakit hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.
Diagnosis banding penyakit tifoid dengan demam lebih dari tujuh hari
diantaranya meliputi :
A. penyakit infeksi
Malaria, memiliki gejala klinis panas badan yang berinterval
tergantung jenis malarianya, kadang menggigil, anoreksia, sakit
kepala, nausea, pegal, panas badan tinggi, pembesaran limfa,
anemia. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan hapus darah
tebal, antibodi dengan indirect flouresen antibodi test.
TBC milier, memiliki gejala klinis badan panas, lemah, anoreksis,
sesak, batuk, penurunan berat badan, bisa terjadi komplikasi
meningitis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan LED tes
tuberkulin, foto torax.
Meningitis, memiliki gejala klinis badan panas, kejang penurunan
kesadaran, reflek fisiologis meningkat, reflek patologis ditemukan,
kaku kuduk positif.
Hepatitis kronik aktif, memiliki gejala klinis badab panas, ikterik
B. penyakit non infeksi
Penyakit kolagen, meliputi penyakit rhematoid artritis, sistemik
lupus eritematosus, poliartritis nodusa.
Penyakit keganasan, meliputi hodgkin disease, limfoma,
neuroblastoma.
Keadaan lain, meliputi drug fever, dehidrasi, serum sickness.
II.11 TATALAKSANA
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu :
A. Perawatan
Tujuan dari perawatan adalah mencegah terjadinya komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut minimal
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 15/21
15
tujuh hari bebas demam atau kurang lebih empat belas hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Yang harus
dijaga ; higienes perorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan alat –
alat yang dipakai pasien, pasien dengan kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah pada waktu waktu tertentu. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan
retensi urin.
B. Diet
Pasien pertama kali diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar,
dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Tetapi beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa ( pantang sayuran dengan serat kasar )
dapat diberikan dengan aman. Pemberian vitamin dan mineral untuk
mendukung keadaan pasien.
C. Medikamentosa
Obat pilihan pertama (drug of choice) adalah kloramfenikol. Dosis
yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian
selama 10 sampai 14 hari, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau
penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari. Salah satu
kelemahan koramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun
pada anak hal tersebut jarang dilaporkan.
Alternatif antibiotik antara lain :
Ampisillin, dosis yang dianjurkan adalah 100-200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian secara oral atau suntikan intravena
selama 10 hari. Ampisillin memberikan respon perbaikan klinis yang
kurang apabila dibandingkan kloramfenikol.
Amoksillin, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 kali pemberian selama 10 hari, memberikan hasil yang setara
dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 16/21
16
Kotrimoksasol (kombinasi trimetophin dengan sulfametoksazol),
diberikan dengan dosis 6 mg/kgBB/hari peroral slama 10 hari,memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol.
Seftriakson, diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB/hari, intravena atau
intra muskular sekali sehari, selama 5 hari. Obat ini memberikan angka
kesembuhan 90 % dan relaps 0-4 %.
Sefiksim, diberikan dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari , per oral dibagi
dalam 2 dosis selama 10 hari. Merupakan alternatif terutama apabila
jumlah leukosist , 2000/µI atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.
Pada kasus demam tifoid berat yang disertai delirium, koma atau
syok, golongan kortikosteroid deksametason dapat diberikan dengan dosis
tinggi 1-3 mg/kgBB/hari secara intravena, dibagi dalam 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang
memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi,
adanya cairan pada peritonium dan udara bebas pada foto abdomen dapat
membantu menegakkan. Laparatomi segera harus dilakukan perfusi usus
disertai penambahan antibiotik metrinidazol dapat memperbaiki prognosis.
Kasuus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai
kasus demam tifoid serangan pertama.
II.12 MONITORING
Terapi
Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari
4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera
kembali di evaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain,
resistensi S.typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah
menegakkan diagnosis.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 17/21
17
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.
II.13 PENCEGAHAN
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi
setinggi 57 oC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57 oC beberapa menit dan
secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara atau daerah tergantung pada baik buruknya
pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat
kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu
menekan angka kejadian demam tifoid.
II.14 VAKSINASI
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,
yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari
Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A,
S. Paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakn
dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya
memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal
pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman
Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (ty-21a) diberikan per oral tiga kali
dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun.
Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun. Pada penelitian
di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan
derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 18/21
18
typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70
% selama 3 tahun.
II.15 PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid bergantung dari umur, keadaan umum,
derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan
tepatnya pengobatan.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 19/21
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Demam tifoid adalah infeksi penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh salmonella typhi, yang ditandai dengan
demam lebih dari tujuh hat\ri, gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran.
2. Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemis, yang tersebar di
mana-mana, dapat ditemukan sepanjang tahun, terutama pada musim
panas.
3. Terapi demam tifoid meliputi terapi medikmentosa, perawatan, bed rest
dan pengaturan diet.
4. Prognosis demam tifoid umumnya baik, prognosis akan memburuk bila
terjadi komplikasi dari demam tifoid.
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 20/21
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Demam Tifoid dalam Panduan Pelayanan Medis Departemen
Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta
Anonim, 2006, Guidelines for Ivestigation and Management of Typhoid
Fever, Maryland Department of Health and Mental Higiene, Inc.
http://EDCP.com
Anonim, 2006, Typhoid Fever, Medineplus Medical Encyclopedia.com, Inc,
http://medineplus.com
Berham, R.E., 2002, Demam Tifoid, dalam Behrman dan Vaughan (eds), Nelson:
Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC, Jakarta
Curtis, T., 2006, Typhoid Fever, eMedicine.com, Inc, http://emedicine.com
Darmowandoyo, W., 2002, Demam Tifoid, dalam Soedarmo, S.S.P., Garna, H.,
Hadinegoro S.R.S. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak ; Infeksi dan
penyakit tropis, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
Eastmon, C., 2006, Typhod Fever and Paratyphoid Fever, netDoctor.co.uk, Inc,
http://netDoctor.co.uk
Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,
Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta
Sunarto. Dkk., 2000, Demam Tifoid, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.
Sardjito, 2nd ed., Cetakan I, Medika Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
7/27/2019 Ref-094 Tyfoid Fever
http://slidepdf.com/reader/full/ref-094-tyfoid-fever 21/21
Tumbelaka, A.R. Dkk., 2004, Demam Tifoid dalam Pusponegoro, H. D. Dkk
(eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st
ed, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta
Bell, M. L., dan Magnussson M., 2005, Demam dalam Schwartz, M. W. (eds),
Pedoman Klinis Pediatri, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Recommended