View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
87 | P a g e
PENGARUH PENGAWASAN FUNSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI
KARANTINA PERTANIAN WILAYAH BANTEN
Fathurroman
Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten
Indar Riyanto
Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten
Rachmat Irfanto
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten
Abstract:
This study aims to determine the effect of functional supervision on employee performance. The
population in this study were civil servants at the Agriculture Quarantine Office of Banten Province,
namely as many as 25 employees in the Administration and Finance field, who came from the Agriculture
Quarantine Center Class II Cilegon as many as 13 people and the Soekarno Hatta Airport Agricultural
Quarantine Center 12 people. Analysis tools used descriptive statistics, simple regression analysis and
partial tests. The results of hypothesis testing show functional supervision has a positive effect on
employee performance.
Keywords: functional supervision, employee performance
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja
pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil Balai Karantina Pertanian Provinsi
Banten, yaitu sebanyak 25 pegawai bidang Administrasi dan Keuangan, yang berasal dari Balai Karantina
Pertanian Kelas II Cilegon sebanyak 13 orang dan Balai Besar Karantina Pertanian Bandara Soekarno
Hatta sebanyak 12 orang. Alat analisis yang digunakan statistik deskriptif, analisis regresi sederhana dan
uji parsial. Hasil uji hipotesis menunjukkan pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap kinerja
pegawai.
Kata kunci: pengawasan fungsional, kinerja pegawai.
PENDAHULUAN
Dalam era reformasi yang tengah bergulir
sekarang ini maka Insatnsi Pemerintah tengah
mendapat sorotan dari berbagai lapisan
masyarakat. Bukan saja terhadap
kesempurnaan kelembagaan, sikap dan kinerja
aparatnya serta pelayanan aparat pada
masyarakat.
Disamping itu dalam era reformasi terlihat
adanya indikasi bahwa tuntutan masyarakat
menjadi demikian luas dan kompleks, bahkan
terjadi kecenderungan adanya tuntutan yang
diluar batas kemampuan aparatur pemerintah.
Pada sektor lain juga sering kali didapati
kualitas kerja aparat pemerintah tidak sesuai
dengan harapan, baik dari sisi kualitas maupun
kuantitasnya. Dari sisi kualitas didapati hasil
kerja yang tidak memuaskan baik dari isi
maupun kemasan hasil kerja. Dari sisi
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
88 | P a g e
kuantitas didapati keluaran (output) hasil
pekerjaan tidak sesuai jumlahnya dengan apa
yang ditargetkan dari dokumen perencanaan.
Berbagai upaya penyempurnaan kinerja
aparat pemerintah terus diupayakan dan
ditumbuh kembangkan, salah satu bentuk
konkrit dari upaya itu dengan dibuatnya
Undang-Undang Nomor : 28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas dari KKN. Pada intinya semua
upaya itu menurut kedisiplinan aparatur dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
agar terwujud adanya sikap dan perilaku
disiplin, adalah melalui pengawasan. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa
pengawasan menjaga dan mengusahkan agar
pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan, artinya pengawasan berupaya agar
tidak terjadi penyelewengan, penyimpangan
serta bentuk in-disipliner lainnya.
Perlu diingat bahwa pengawasan tidak
mencari siapa yang salah, akan tetapi mencari
apa yang salah untuk kemudian dicari solusi
pemecahannya, agar tujuan yang ditetepkan
tercapai sebagimana mestinya. Dari uraian-
uraian tersebut jelas bahwa pengawasan
berupa mewujudkan adanya sikap dan
perilaku disiplin dari seluruh aparat
pemerintah sebagai pelaksana tugas-tugas
umum pemerintah dan tugas-tugas
pembangunan yang secara langsung berada di
tengah-tengah masyarakat.
Mengingat fenomena tersebut merupakan
masalah yang luas cakupannya, maka banyak
sekali faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja pencapaian target tersebut, antara lain
perencanaan, pengawasan, kompensasi
pegawai, motivasi, pengorganisasian dan lain-
lain. Namun dari hasil pengamatan terdapat
faktor pengawasan yang berpengaruh cukup
dominan, dimana kedua faktor tersebut dapat
berpengaruh positif dan negatif.
Pengelolaan sumber daya manusia terkait
dan mempengaruhi kinerja organisasional
dengan cara menciptakan nilai atau
menggunakan keahlian sumber daya manusia
yang berkaitan dengan praktek manajemen
dan sasarannya cukup luas, tidak hanya
terbatas pegawai operasional semata, namun
juga meliputi tingkatan manajerial. Sumber
daya manusia sebagai penggerak organisasi
pemerintah banyak dipengaruhi oleh perilaku
para pesertanya (partisipannya) atau aktornya.
Keikutsertaan sumber daya manusia dalam
organisasi diatur dengan adanya pemberian
wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan
wewenang dan tanggung jawab yang harus
dicapai pegawai dengan standar atau tolak
ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh
pegawai dan atasan. Pegawai bersama atasan
masing-masing dapat menetapkan sasaran
kerja dan standar kinerja yang harus dicapai
serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya
dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.
Peningkatan kinerja pegawai secara
perorangan akan mendorong kinerja sumber
daya manusia secara keseluruhan, yang
direfleksikan dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan
penilaian kinerja merupakan suatu hal yang
tidak dapat dipisahkan dengan organisasi/
instansi. Dukungan dari tiap manajemen yang
berupa pengarahan, dukungan sumber daya
seperti, memberikan peralatan yang memadai
sebagai sarana untuk memudahkan
pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam
pendampingan, bimbingan, pelatihan serta
pengembangan akan lebih mempermudah
penilaian kinerja yang obyektif.
Faktor penilaian obyektif memfokuskan
pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya
dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas,
kehadiran, prosentase target capaian dan
sebagainya. Sedangkan faktor-faktor
subyektif cenderung berupa opini seperti
menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian
diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif
seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan
bila didukung oleh kejadian-kejadian yang
terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-
faktor tersebut diatas maka dalam penilaian
kinerja harus benar-benar obyektif yaitu
dengan mengukur kinerja karyawan yang
sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku
yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
89 | P a g e
pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif
akan memberikan feed back yang tepat
terhadap perubahan perilaku ke arah
peningkatan produktivitas kinerja yang
diharapkan.
Zweig dalam Prawirosentono (2011),
menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah
proses penilaian hasil kerja yang akan
digunakan oleh pihak manajemen untuk
memberi informasi kepada para karyawan
secara individual, tentang mutu hasil
pekerjaannya dipandang dari sudut
kepentingan perusahaan. Dalam hal ini,
seorang karyawan harus diberitahu tentang
hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang
atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk
berperilaku baik atau memperbaiki serta
mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.
Sumber daya manusia yang berbakat,
berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau
bekerja sama dalam tim akan menjadi kunci
keberhasilan organisasi. Karena itu pimpinan
harus dapat menetapkan sasaran kerja yang
akan menghasilkan karyawan yang berkualitas
tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif.
Penetapan target-target spesifik dalam kurun
waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif
tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan
pengembangan diri untuk menguasai
pengetahuan dan keahlian yang diperlukan
untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi
yang makin baik.
Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku
dalam organisasi dengan membuat ukuran
kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Standar penilaian kinerja suatu organisasi
harus dapat diproyeksikan kedalam standar
kinerja para karyawan sesuai dengan unit
kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan
secara terus menerus agar tujuan organisasi
dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk
itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja
secara periodik yang berorientasi pada masa
lalu atau masa yang akan datang.
Badan Karantina Pertanian Wilayah
Banten yang terdiri dari Balai Karantina
Pertanian Kelas II Cilegon dan Balai Besar
Karantina Pertanian Bandara Soekarno Hatta,
sebagai salah satu unit kerja di lingkungan
Kementerian Pertanian menyadari bahwa
pengawasan pegawai sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja. Dari hasil pengamatan
sementara yang penulis lakukan terlihat bahwa
terlihat adanya pegawai yang belum dapat
menyelesaikan pekerjaansesuai target
keluaran dalam dokumen perencanaan.
Capaian target kinerja utama hanya mencapai
95,85% dari target 100%, dengan kinerja input
(penyerapan anggaran) sebesar 89,94%.
Selain itu, Penumpukan realisasi anggaran
sebesar 31,23% di triwulan ke-empat atau
15,76% di bulan Desember Tahun 2016
menjadi potret Balai Karantina Pertanian
Kelas II Cilegon dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) – Balai
Karantina Pertanian Kelas II Cilegon tahun
2016. Karenanya, pengawasan fungsional dari
aparat Satuan Pengawasan Intern sangat
dibutuhkan, minimal untuk mengurangi beban
penumpukan realisasi anggaran di akhir
tahun. Berasumsi dari hal tersebut penulis
menganggap bahwa faktor pengawasan
fungsional sangat berpengaruh terhadap
pencapaian target kinerja.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan
fungsional pegawai bagian keuangan dan
akuntansi pada Badan Karantina Pertanian
Wilayah Banten?
2. Bagaimanakah kinerja pegawai bagian
keuangan dan akuntansi pada Badan
Karantina Pertanian Wilayah Banten?
3. Seberapa besar pengaruh pengawasan
fungsional terhadap kinerja pegawai bagian
keuangan dan akuntansi pada Badan
Karantina Pertanian Wilayah Banten?
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pelaksanaan
pengawasan fungsional pegawai bagian
keuangan dan akuntansi pada Badan
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
90 | P a g e
Karantina Pertanian Wilayah Banten.
2. Untuk mengetahui kinerja pegawai bagian
keuangan dan akuntansi pada Badan
Karantina Pertanian Wilayah Banten.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh
pengawasan fungsional terhadap kinerja
pegawai bagian keuangan dan akuntansi
pada Badan Karantina Pertanian Wilayah
Banten.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Memperkaya khazanah ilmu ekonomi
khususnya ilmu manajemen yang mampu
menjelaskan pengaruh pengawasan
fungsional terhadap kinerja pegawai bagian
keuangan dan akuntansi pada Balai
Karantina Pertanian Kelas II Cilegon
sehingga diharapkan dapat diterima
sebagai dokumen ilmiah yang berguna
untuk pengembangan ilmu Akuntansi
Manajemen.
2. Diharapkan dapat berguna juga untuk
menjadi rujukan aktual bagi para peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan
penelitian yang terkonsentrasi pada studi
tentang masalah pengawasan pengaruhnya
terhadap kinerja.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengawasan
Pengawasan merupakan mekanisme
manajemen yang menjalankan fungsi sebagai
pengontrol seluruh kegiatan organisasi agar
tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan
dari rencana yang ditetapkan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Handayaningrat (2012: 143)
yang menyatakan: “Maksud pengawasan
untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, ketidaksesuaian,
penyelewengan dan lainya yang tidak sesuai
dengan tugas dan wewenang yang telah
ditentukan”
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris
disebut “controlling”. Dikembalikan dalam
bahasa Indonesia artinya kata ini beragam.
Tetapi dalam penulisan skripsi ini Penulis
hanya menggunakan istilah “pengawasan”.
Meski beragam makna yang dilekatkan
dalam istilah ini, pada dasarnya rumusan para
ahli mengenai pengawasan umumnya sama.
Selanjutnya di bawah ini akan diberikan
beberapa pengertian di bidang pengawasan
yang diberikan oleh para ahli.
Dalton E.Mc.Farland seperti dikutip
Handayaningrat (2012: 143), memberikan
definisi pengawasan yaitu:
”Suatu proses dimana pimpinan, ingin
mengetahui apakah hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya
sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau
kebijakasanaan yang telah ditentukan".
Sejalan dengan itu adalah pendapat
Soekarno (2014:107) yang menyatakan :
“Pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus
dikerjakan agar apa yang diselenggarakan
sejalan dengan rencana”.
Kedua pengertian pengawasan tersebut,
terdapat kesamaan yang menyoroti pengertian
pengawasan dari aspek yang sama yaitu
pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pengertian lain diberikan oleh Sujamto
(2014:18) yang mengutip pendapat Goerge
R.Terry, yang menyatakan:
“Pengawasan adalah untuk menentukan
apa yang ingin dicapai, mengadakan evaluasi
atasnya dan mengambil tindakan-tindakan
korektif bila diperlukan untuk menjamin agar
hasilnya sesuai dengan rencana”.
Masih dalam buku yang sama, mengutip
pendapat Henry Fayol (Sujamto, 2014:18)
yang berpendapat:
“Pengawasan terdiri dari pengujian
apakah segala sesuatu berlangsung sesuai
dengan rencana yang ditentukan, dengan
instruksi yang telah diberikan dan dengan
prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia
bertujuan menemukan kelemahan-kelemahan
dan kesalahan-kesalahan dengan maksud
untuk memperbaiki dan mecegah terulangnya
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
91 | P a g e
kembali”.
Sejalan dengan itu, Silalahi (2014:175)
mengutip Herbert G. Hicks, medefinisikan
pengawasan sebagai berikut:
“Berhubungan dengan (1) perbandingan
kejadian-kejadian dengan rencana-rencana
dan (2) melakukan tindakan-tindakan koreksi
yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang
menyimpang dari rencana”
Dari tiga pengertian diatas, dapat
diartikan, pengawasan bertujuan agar
pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan
dapat dipantau pelaksanaannya, hingga bila
ada penyimpangan atau kesalahan dapat
dikoreksi atau diperbaiki agar pelaksanaan
sesuai dengan rencana semula.
Proses Pengawasan
Proses Penentuan Standar
Penentuan ukuran-ukuran yang
dipergunakan sebagai dasar penentuan tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Dalam hal harus ditentukan ukuran-ukuran
keberhasilan dari suatu kegiatan.
Proses Evaluasi dan Proses Penilaian
Melakukan pengukuran terhadap realita
yang telah terjadi, kemudian dibandingkan
dengan ukuran-ukuran standar yang telah
ditentukan. Pengukuran dan penilaian adalah
merupakan proses evaluasi, atau sering juga
disebut proses verifikasi. Dari proses evaluasi
atau verifikasi akan ditemukan adanya tingkat
pencapaian tujuan serta terjadinya
penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan
yang telah ditentukan.
Proses Perbaikan
Tahap mencari jalan keluar untuk
mengambil langkah-langkah tindakan korelasi
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi.
Jenis-Jenis Pengawasan
Agar dapat dipahami makna dan tujuan
pengawasan dengan lebih lengkap pada bagian
berikut akan penulis uraikan jenis-jenis dan
macam-macam pengawasan yang
dikemukakan oleh para ahli.
Macam-macam pengawasan dapat
dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan
aspek yang menjadi perhatian utamanya.
Sarwoto (2015 : 99) memberikan pendapat,
bahwa jenis pengawasan berdasarkan titik
pandangnya yaitu:
Dilihat dari segi bidang kerja atau objek
yang diawasi : pengawasan-pengawasan di
bidang penjualan, produksi, pembiayaan,
perbekalan, kualitas, anggaran belanja,
pemasaran dan sebagainya.
Dilihat dari segi subjek atau petugas
pengawasan: pengawasan intern, ekstern,
formal, informal dan sebagainya.
Dilihat dari segi waktu pengawasan:
pengawasan-pengawasan preventif, represif,
tengah berprosesnya pengawasan dan
sebagainya.
Dilihat dari segi-segi lainya: pengawasan-
pengawasan umum, khusus, langsung, tidak
langsung, mendadak, teratur, terus-menerus,
menurut kekecualian dan sebagainya”.
Sedangkan (Siagian, 2010: 198-204).
memberikan pendapatnya mengenai jenis-
jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan
sebagai berikut:
Pengawasan Melekat
Bahwa efektifitas manajerial seseorang
yang menduduki jabatan pimpinan, tanpa
mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran
kepemimpinan itu sangat tergantung pada
kemampuannya melakukan pengawasan
melekat disamping kemampuannya
menyelenggarakan berbagai fungsi organik
manajerial lainnya.
Pengawasan Fungsional
Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat
pengawasan yang terdapat dalam suatu instasi
tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh
aparat pengawasan yang berada diluar suatu
instansi meskipun masih dalam lingkungan
pemerintah.
Pengawasan oleh Lembaga Konstitusional
Dalam Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia terdapat dua lembaga
konstitusional yang turut melakukan
Pengawasan yang dapat dikatakan politis.
Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan
yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
92 | P a g e
dalam lingkungan Negara Republik Indonesia.
Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat,
yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini
dalam arti yang seluas-luasnya juga
melakukan kegiatan Pengawasan.
Pengawasan Sosial
Dalam masyarakat yang menganut paham
demokrasi, partisipasi masyarakat dalam
mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan
saja dibenarkan, tetapi juga didorong. Salah
satu bentuknya ialah dengan turut serta
mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas
umum pemerintahan seperti dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat dan
penyelenggaraan berbagai kegiatan
pengaturan dan juga dalam menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan pembangungan dalam
segala segi kehidupan negara dan bangsa.
Pengawasan Fungsional
Menurut Revrisond Baswir (2012:118)
dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan
Indonesia” definisi pengawasan secara umum
adalah:
“Segala kegiatan dan tindakan untuk
menjamin agar penyelenggaraan suatu
kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta
rencana yang telah digariskan”
Sedangkan pengertian pengawasan
menurut Abdul Halim (2012:145) yaitu :
“pengawasan adalah suatu proses kegiatan
penilaian terhadap objek pengawasan kegiatan
tertentu dengan tujuan untuk memastikan
apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek
pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah
sesuai dengan yang telah ditetapkan”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengawasan bukan berupa pemeriksaan tetapi
pengawasan yang lebih mengarah untuk
menjamin pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan. adapun pengertian pengawasan
fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No 20 tahun 2002 tentang
pertimbangan dan pengawasan atas
penyelenggara pemerintah daerah
mengemukakan bahwa:
“Pengawasan fungsional adalah
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga
atau badan atau unit yang mempunyai tugas
dan fungsi melakukan pengawasan melalui
pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan
penilaian”
Pengertian pengawasan fungsional
menurut Abdul Halim (2002:351) menyatakan
sebagai berikut : “Segala kegiatan dan bentuk
tindakan untuk menjamin agar pelaksanaan
suatu kegiatan berjalan dengan sesuai dengan
rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah
ditetapkan”
Menurut Baldrik Siregar dan Bonni
Siregar (Susmanto, 2012:351) pengawasan
fungsional adalah : “Pengawasan oleh aparatur
pengawasan fungsional adalah pengawasan
oleh instansi independen dari unsur yang
diawasi seperti Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Inspektorat
Jenderal Departemen, Unit Pengawasan
Lembaga Negara dan Inspektorat Wilayah.”
Secara khusus tujuan pengawasan
fungsional menurut Abdul Halim (2012:306)
adalah : Menilai ketaatan terhadap perundang
– undangan yang berlaku.
Menilai apakah kegiatan berjalan dengan
pedoman akuntansi yang berlaku
Menilai apakah yang dilaksanakan secara
ekonomis, efisien dan efektif.
Mendeteksi adanya kecurangan.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas,
jelas bahwa penekanan dari pengawasan lebih
pada upaya untuk mengenali penyimpangan
atau hambatan didalam pelaksanaan kegiatan
tersebut disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah
baik pusat maupun daerah. Bila ternyata
kemudian ditemukan adanya penyimpangan
atau hambatan diharapkan agar dapat segera
dideteksi atau diambil tindakan koreksi
sehingga pelaksanaan kegiatan yang
bersangkutan diharapkan masih dapat
mencapai tujuan sebagaimana yang telah
direncanakan sebelumnya.
Kinerja
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
93 | P a g e
Menurut Mario Teguh (2014), Kinerja
adalah kemampuan seseorang menghasilkan
sesuatu bagi organisasi. Sedangkan menurut
Ambar Teguh dan Rosidah (2003) kinerja
seseorang merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha dan kesempatan yang
dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Secara definitif Bernardin dan Russel
(2015) menjelaskan kinerja merupakan
catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan
selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja
suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan
jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai
atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian
kinerja disini tidak bermaksud menilai
karakteristik individu tetapi mengacu pada
serangkaian hasil yang diperoleh selama
periode waktu tertentu.
Sedangkan Dwiyanto (2013) menyatakan
bahwa : “Kinerja dalam organisasi merupakan
jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Para pegawai
negeri sipil sering tidak memperhatikan
kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu
jadi serba salah. Terlalu sering para pegawai
tidak mengetahui betapa buruknya kinerja
telah merosot sehingga organisasi dalam suatu
instansi pemerintahan menghadapi krisis yang
serius”.
Kinerja menurut Simamora (2015:78)
mengacu kepada kadar pencapaian tugas-
tugas yang membentuk sebuah pekerjaan
pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik
pegawai memenuhi persyaratan sebuah
pekerjaan. Sering disalahtafsirkan sebagai
upaya (effort), yang mencerminkan energi
yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi
hasil.
Selanjutnya menurut Stoner (2011:406)
Kinerja adalah fungsi dari motivasi, ability
dan role perception. Motivasi adalah
kebutuhan psikologis yang mendorong atau
menggerakkan perilaku seseorang menuju
tercapainya suatu tujuan atau insentif. Ability
adalah semua non motivational attributes yang
dimiliki individu untuk melaksanakan suatu
tugas. Sedang role perception adalah
pemahaman peran atau pemahaman seseorang
atas tugas atau perilaku yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang tinggi.
Yaslis Ilyas (2012 : 65) menyatakan
bahwa: “Kinerja adalah hasil penampilan
karya seseorang atau sekelompok orang baik
kuantitas maupun kualitas dalam dalam suatu
organisasi. kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja
personel, penampilan hasil karya tersebut
tidak terbatas struktural saja tetapi juga
seluruh jajaran personel di dalam organisasi.
Kinerja merupakan penampilan hasil kerja
pegawai baik kuantitas maupun kualitas”.
Kinerja dapat berupa penampilan perorangan
maupun kelompok
The Liang Gie (2015:11) berpendapat
bahwa, “ Kinerja adalah seberapa jauh
tugas/pekerjaan itu dikerjakan/dilakukan oleh
seseorang atau organisasi”. Gie melihat
kinerja didasarkan seberapa besar dilakukan
seseorang atau organisasi.
Prasetya Irawan (2014:588 ) menyatakan
bahwa : “ Kinerja (performance) adalah hasil
kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat
diukur”. Sehingga kinerja merupakan hasil
kerja yang dicapai oleh pegawai dalam
pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran
dan waktu yang telah ditentukan.
Menurut Mangkunegara (2010:67) ,
kinerja adalah sepadan dengan prestasi kerja
actual performance , yang merupakan hasil
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Simanjuntak (2010:376) mendefinisikan
kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil atau “
the degree of complishment ”. Atau dengan
kata lain, kinerja merupakan tingkat
pencapaian tujuan organisasi. Dari definisi
tersebut mengandung pengertian bahwa
melalui kinerja tingkat pencapaian hasil dapat
diukur dan diketahui.
Menurut Simamora (2015:32) , Kinerja
diartikan sebagai pencapaian persyaratan
pekerjaan tertentu yang akhirnya secara
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
94 | P a g e
langsung dapat tercermin dari output yang
dihasilkan. Output yang dihasilkan tersebut
terkait dengan hasil pelaksanaan suatu
pekerjaan yang bersifat fisik/ material maupun
non–fisik/ non material. Sehingga Simamora
berpendapat apabila dikaitkan dengan
organisasi yang menghasilkan produk secara
kuantitas, misalnya pabrik sepatu, rokok,
pengukuran kinerja mudah dilakukan. Tidak
demikian halnya suatu organisasi yang terkait
dengan pekerjaan pelayanan/ jasa dan
mengutamakan kerja tim/ kelompok, kinerja
karyawan secara perorangan agak sulit
diidentifikasi. Lebih lanjut Simamora
menegaskan bahwa untuk mengidentifikasi
kinerja pegawai dapat dilihat dari indikator –
indokator : ( 1 ) kepatuhan terhadap segala
aturan yang telah ditetapkan dalam
perusahaan, ( 2 ) dapat melaksanakan tugas
tanpa kesalahan ( dengan tingkat kesalahan
yang paling rendah ), dan ( 3 ) ketepatan dalam
menjalankan tugasnya.
Stephen P. Robbins (2016 : 218 ) Kinerja
diartikan fungsi dari interaksi antara
kemampuan ( ability ), motivasi ( motivation )
dan keinginan ( obsetion ) atau kinerja = f ( A
x M x O ). Jika ada yang tidak memadai
kinerja akan mempengaruhi secara negatif,
disamping motivasi perlu juga
dipertimbangkan kemampuan dan kapabilitas
untuk menjelaskan dan menilai kinerja
seorang pegawai. Dengan motivasi kerja yang
tinggi akan mempunyai kinerja tinggi dan
sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua faktor yaitu motivasi dan
kemampuan mempunyai hubungan yang
positif.
Hariandja (2012 : 143) menyatakan,
kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/
kegiatan seseorang atau sekelompok dalam
suatu organisasi yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu.
Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang
dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan hasil
pekerjaan atau kegiatan seseorang atau
sekelompok orang yang menjadi wewenang
dan tanggung jawab dalam suatu organisasi.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
hasil pekerjaan atau prestasi kerja seseorang
atau kelompok terdiri dari faktor intern dan
ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi
kinerja karyawan terdiri dari kecerdasan,
keterampilan, kestabilan emosi, motivasi,
persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik
seseorang dan karakteristik kelompok kerja,
dan sebagainya. Sedangkan pengaruh
eksternal antara lain adalah peraturan
ketenagakerjaan, keinginan pelanggan,
persaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh,
kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja dan
kondisi pasar.
Jadi, bisa dikatakan kinerja merupakan
fungsi hasil-hasil pekerjaan yang ada dalam
organisasi/perusahaan yang dipengaruhi oleh
faktor intern dan ekstern dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Sementara itu Hasibuan (2016 : 56)
mengemukakan:
Kinerja atau Performance merupakan hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal,
tidak melanggar hukum, sesuai dengan moral,
dan etika.
Dengan demikian dari beberapa uraian
tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pokok
pemikiran yang terkandung dalam kinerja
adalah “prestasi kerja”. Menurut Bernandin &
Russel (1998), kinerja itu merupakan hasil dari
fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama
satu periode waktu tertentu. Sementara
menurut Sianipar (2000 : 5) kinerja itu dapat
berupa produk akhir (barang dan jasa) atau
berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi,
sarana, dan keterampilan spesifik yang dapat
mendukung tujuan dan sasaran organisasi.
Dimensi-Dimensi Kinerja
Sementara itu Dwiyanto (2013:50)
mengungkapkan bahwa kinerja meliputi dua
dimensi yaitu :
Dimensi Produktivitas, terdiri atas :
Pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
95 | P a g e
waktunya,
Kualitas kerja atau mutu kerja sesuai
dengan yang diharapkan,
Efisiensi dalam berbagai hal, seperti
waktu, biaya, dan sebagainya
Efektif dalam pekerjaan.
Dimensi Responsibilitas, terdiri atas
adanya kegiatan organisasi dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi,
Kebijakan organisasi dilaksanakan dengan
benar,
Kebijakan dan kegiatan organisasi
konsisten dengan kehendak masyarakat
Akurat antara laporan dengan kenyataan di
lapangan.
Dengan demikian berarti bahwa setiap
pegawai harus menyadari bahwa pekerjaan
yang dilakukannya akan membuahkan suatu
hasil. Karena kinerja atau dapat diartikan
sebagai hasil kerja atau kemampuan kerja
yang diperlihatkan oleh seseorang,
sekelompok orang, atau organisasi atas suatu
pekerjaan pada waktu tertentu.
Tercapainya suatu tujuan organisasi hanya
dimungkinkan karena adanya daya upaya para
pelaku yang terdapat didalam organisasi/
lembaga tersebut. Sebenarnya terdapat
hubungan yang erat antara kinerja dengan
perorangan (individual performance) atau
kinerja lembaga (insitusional lperformance)
mau pun kinerja perusahaan (corporate
performance). Jadi apabila kinerja karyawan
baik maka kemungkinan besar baik pula
kinerja organisasi atau lembaga tersebut.
Kinerja pegawai akan baik bila dia memiliki
keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja
karena diberi upah sesuai dengan perjanjian,
dan mempunyai harapan masa depan yang
lebih baik.
Kinerja yang digunakan tidak hanya ada
pada level top manager saja, tetapi juga harus
ada pada level middle manager dan para
bawahan. Jika hanya para top manager yang
mempunyai kinerja tinggi tetapi bawahan
tidak memiliki kinerja tinggi maka kualitas
pelayanan akan rendah. Hal ini dikarenakan
dalam prakteknya para pelaksana di lapangan
justru adalah para bawahan oleh karena itu
upaya peningkatan kinerja organisasi harus
meliputi keseluruhan level yang ada dalam
suatu organisasi.
Kinerja organisasi atau instansi dapat
dilihat dari sudut makro, sedangkan kinerja
perorangan atau kelompok dapat dilihat dari
sudut mikro dalam sebuah organisasi.
Smith (dalam Sedarmayanti, 2011 : 65)
menyatakan bahwa kinerja merupakan
“…output drive from processes human or
otherwise”. Sementara Hasibuan (2012 : 105)
berpendapat kinerja itu suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam menjalankan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan
atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan
serta waktu.
Kinerja seorang pegawai merupakan
gabungan dari tiga faktor penting yaitu:
Kemampuan dalam minat seseorang
bekerja;
Kemampuan dalam penerimaan atas
penjelasan delegasi tugas;
Peran serta tingkat motivasi seseorang
bekerja.
Dilihat dari sifatnya, kinerja itu bisa
bersifat tangible (konkrit) atau intangible
(abstrak). Kinerja yang bersifat konkrit artinya
hasil kerja yang mudah dan langsung dapat
dilihat, dibuktikan, dan diukur serta kuantitatif
seperti kehadiran, banyaknya hasil kerja,
jumlah produk, jumlah angka penjualan, dan
lain-lain. Sedangkan yang bersifat abstrak
adalah hasil kerja yang tidak dapat dilihat dan
ditentukan melalui suatu proses yang rumit
untuk mengukurnya, seperti: tanggung jawab,
disiplin, loyalitas, dan sebagainya.
Selain dimensi-dimensi di atas, kinerja
memiliki banyak dimensi yang masing-
masing mempunyai arti pentingnya sendiri-
sendiri. Dimensi yang satu tidak lebih penting
dari dimensi yang lainnya. Dalam proses
pengukuran kinerja sebaiknya semua dimensi
itu diukur dan diperlakukan sama. Dimensi
kinerja dari suatu pekerjaan yang lain bisa
berbeda-beda dan tergantung dan uraian
pekerjaan (job description), tetapi masih dapat
ditentukan dimensi-dimensi umum.
Selanjutnya Prawirasentono (2012 : 32)
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
96 | P a g e
menyatakan, kinerja individu maupun kinerja
organisasi itu dapat diukur, dan kinerja
memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Quality of work (kualitas hasil kerja)
2. Promptness (ketepatan kerja)
3. Initiative (prakarsa dalam
menyelesaikan tugas)
4. Capability (kemampuan menyelesaikan
tugas)
5. Communication (menjalin kerja sama
dengan pihak lain).
Adapun menurut Bernandin & Russel
(2012:23), kinerja merupakan catatan yang
dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu
atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Gibson (2011: 43) menyatakan bahwa :
“Dimensi waktu dihubungkan dengan
tujuan dan sasaran organisasi memiliki dua
indikator yang bersifat jangka pendek yang
meliputi: ukuran mengenai produksi
(prodiktive, efficiency dan satisfaction) dan
indikator yang bersifat jangka waktu
menengah yang meliputi penyesuaian
(adaptiveness) dan perkembangan
(development).”
Menurut Anoraga (2015:25), efisien
dalam pekerjaan adalah perbandingan yang
terbaik antara suatu kerja dengan hasil yang
dicapai oleh kerja itu. Pencapaian kinerja yang
lebih baik, dapat dilakukan melalui
pengembangan etos atau budaya kerja.
Selanjutnya menurut Anaroga (2015:25),
etos kerja itu suatu pandangan dan sikap
daripada suatu bangsa atau suatu umat
terhadap kerja, apabila pandangan atau sikap
itu melihat kerja sebagai sesuatu yang luhur
untuk eksistensi manusia maka etos kerjanya
akan tinggi, atau sebaliknya. Oleh karena itu,
untuk menimbulkan pandangan dan sikap
kerja sebagai sesuatu yang luhur, diperlukan
dorongan atau motivasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa,
kinerja merupakan suatu hasil kerja dari
seseorang atau kelompok orang dalam
organisasi yang merupakan performance
(tampilan) orang atau organisasi tersebut
secara keseluruhan, sehingga kinerja akan
memberi suatu ciri khas tertentu yang menjadi
kebanggaan orang atau organisasi tersebut.
Mengingat pentingnya masalah efisiensi
dalam peningkatan prestasi kerja, maka sangat
perlu mengidentifikasi efisiensi kerja. Secara
singkat, Anoraga (2015;29) menyebutkan
sumber energi efisiensi kerja adalah disiplin,
kesadaran diri pribadi pekerja, disamping
adanya keahlian atau keterampilan yang tinggi
dalam melaksanakan pekerjaan, serta
organisasi tempat bekerja dan perlengkapan
kerja.
Dari pengalaman-pengalaman yang
diamatinya, Anoraga (2015:32)
mengemukakan tentang pedoman kerja yang
efisien, yaitu:
1. Bekerja menurut rencana;
2. Menyusun rangkaian pekerjaan menurut
urutan yang tepat;
3. Biasakanlah memulai dan
menyelesaikan pekerjaan dengan
seketika;
4. Jangan melakukan pekerjaan yang
semacam/sejenis;
5. Merubah pekerjaan rutin atau pekerjaan
yang memakai otak menjadi pekerjaan
otomatis;
6. Pakailah tangan untuk bekerja tanpa
bantuan mata;
7. Pembuatan tempat untuk benda-benda
yang diperlukan;
8. Menyimpan benda-benda yang betul-
betul diperlukan;
9. Biasakanlah membuat keputusan
seketika;
10. Pergunakalah catatan untuk membantu
otak;
11. Biasakanlah melimpahkan sebagian
tugas dan wewenang kepada pegawai
bawahannya.
Sementara menurut Hasibuan (2016:13)
terdapat tidak kurang 11 dimensi kinerja yang
bisa diukur, yaitu: 1) kesetiaan; 2) prestasi
kerja; 3) kejujuran; 4) kedisiplinan; 5)
kreativitas; 6) kerjasama; 7) kepemimpinan; 8)
kepribadian; 9) prakarsa; 10) kecakapan; dan
11) tanggung jawab.
Keith Davis, dkk. (2016:66),
menyebutkan dimensi-dimensi lain yang
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
97 | P a g e
belum disebutkan di atas, yaitu;
dependentability, attitude, dan attendance.
Dimensi-dimensi tersebut dapat dijadikan
indikator penilaian dalam melakukan
pengukuran kinerja. Kinerja yang tidak diukur
tidak akan memberikan informasi apa-apa,
akan tetapi kinerja yang diukur pun tidak akan
mendatangkan sesuatu yang kontra produktif
jika pengukurannya mengandung
diskriminasi, ketidak adilan, subjektivitas dan
ketertutupan.
Dalam membangun kinerja, orang bisa
berprestasi karena adanya interaksi dua hal,
yaitu; motivasi dan intelektual. Dalam
pelaksanaanya, kinerja yang diharapkan bisa
terwujud, jika ada pengarahan dan dukungan
manajemen, ada evaluasi, umpan balik
mengenai kinerja yang dicapai, ganjaran dan
pengakuan publik atas kinerja yang bisa
dibuktikan.
Indikator dan Penilaian Kinerja
Sementara itu Yudoyono (2013:31) pun
mengemukakan indikator penilaian kinerja,
yaitu: Konsistensi pencapaian tujuan;
Produktivitas; Kualitas pelayanan;
Responsivitas; Responsibilitas;
Akuntabilitas; dan Kualitas perlindungan
masyarakat.
Ada enam hal dikemukakan oleh Davis
(dalam Triguno, 2014:54) yang harus
dihindari dalam mengukur kinerja, yaitu:
1. Hello effect; yaitu ketika satu positif
atau negative dari yang dinilai
mempengaruhi penilaian si penilai
terhadap keseluruhan hasil penilaian.
2. Error of Central Tendency; yaitu jika
penilaian cenderung memberikan
pilihan pada option-option yang
mendekati netral.
3. Leniancy and Strictness Biases; yaitu
jika penilaian cenderung marah atau
pelit da dalam melakukan penilaian.
4. Cross Cultural Biases; yaitu jika
perbedaan budaya menyebabkan
kesalahan di dalam melakukan
penilaian.
5. Personal Prejudice; yaitu jika
prasangka-prasangka penilai, baik
positif maupun negative terhadap
aspek-aspek yang dinilai
mempengaruhi penilaian.
6. Regency Effect; yaitu kesan terakhir
memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap keseluruhan penilaian.
Kinerja tidak berada pada suasana vacuum
dan tidak berdiri sendiri. Kinerja selalu
merupakan hasil bentukan beberapa faktor dan
kualitas serta keberadaannya selalu tergantung
pada faktor-faktor tersebut. Tanpa faktor-
faktor tersebut tidak mungkin ada kinerja.
Faktor-faktor berbeda tidak mungkin
menghasilkan kinerja yang sama dan begitu
pula sebaliknya. Dengan demikian kinerja
pegawai dapat disimpulkan sebagai hasil kerja
pegawai yang diukur melalui beberapa faktor
atau dimensi yang disebutkan di atas atau
dengan kata lain kinerja pegawai adalah hasil
kerja yang dapat dilihat dari keahlian dan
kemampuan seseorang dalam mencapai suatu
tujuan dan sasaran organisasi dimana ia
bekerja.
Untuk memahami tentang pegawai
sebagai individu dalam sebuah organisasi
(organisasi pemerintah) maka perlu
dikemukakan beberapa konsep yang berkaitan
dengan pegawai tersebut. Keberadaan
manusia di dalam suatu organisasi atau
perusahaan baik perusahaan negara maupun
swasta pada hakekatnya sebagai faktor
esensial untuk mewujudkan tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi maupun perusahaan
yang bersangkutan.
Penilaian kinerja (Performance
Appraisal) pada dasarnya merupakan salah
satu faktor kunci guna mengembangkan suatu
organisasi secara efektif dan efisien, karena
adanya kebijakan atau program penilaian
prestasi kerja, berarti organisasi telah
memanfaatkan secara baik atas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang ada dalam organisasi.
Untuk keperluan penilaian kinerja pegawai
publik, diperlukan adanya informasi yang
relevan dan reliabel tentang prestasi kerja
masing-masing individu. Di samping
informasi yang lengkap, informasi juga
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
98 | P a g e
diharapkan berkualitas dan valid, artinya
mampu menggambarkan kinerja pegawai
secara baik. Disamping itu informasi tersebut
juga diperlukan untuk perencanaan karir bagi
mereka masing-masing. Penyediaan informasi
secara akurat, lengkap dan valid hanya dapat
dilakukan jika ada sistem pengorganisasian
informasi secara baik. Dengan demikian untuk
kebutuhan penilaian kinerja juga
membutuhkan management information
system (MIS).
Penilaian kinerja individual sangat
bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
organisasi secara keseluruhan. Melalui
penilaian tersebut, maka dapat diketahui
bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari
kinerja. Dengan demikian data-data ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan baik pada level makro
organisasional, maupun level mikro
individual.
Robert Bacal (2012) menyatakan bahwa
Evaluasi kinerja atau penilaian kinerja
bukanlah manajemen kinerja, evaluasi kinerja
hanyalah merupakan sebagian saja dari sistem
manajemen kinerja. Sedangkan Manajemen
kinerja sendiri merupakan sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan dan
dilakukan dalam kemitraan antara seorang
pegawai dengan penyelia langsungnya. Proses
ini meliputi kegiatan membangun harapan
yang jelas serta pemahaman mengenai
pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan
sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah
bagian yang semuanya harus diikutsertakan,
kalau sistem manajemen kinerja ini hendak
memberikan nilai tambah bagi organisasi,
pemimpin, dan pegawai.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja seseorang sangat dominan
dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi,
sedangkan kemampuan dan motivasi tersebut
dapat dipengaruhi oleh lingkungan antara lain
: pola atau bentuk pekerjaan, pengawasan,
hubungan kerja, kepuasan, kondisi tempat
bekerja, latihan dan penilaian yang
didalamnya juga ada pemimpin.
Sebagian besar literatur mengenai masalah
kinerja memusatkan perhatian kepada enam
faktor eksternal yang menentukan tingkat
kinerja (prestasi kerja seorang pegawai).
Faktor penentu itu adalah lingkungan, perilaku
manajemen, desain jabatan, penilaian kinerja,
umpan balik dan administrasi pengupahan (A
Dale Timpe, 2014)
Lingkungan kerja yang menyenangkan
mungkin menjadi pendorong bagi para
pegawai untuk menghasilkan kinerja puncak
(Robert C Mill dalam A Dale Timpe (1988)).
Barangkali kesalahan paling serius yang
dilakukan pada saat memutuskan apa yang
akan dievaluasi adalah dengan menganggap
bahwa kinerja itu unidimensional yakni bahwa
semua individu adalah pelaksana baik,
pelaksana buruk, atau diantara keduanya.
Sebuah skala tidak dapat menggambarkan
secara memadai kemajemukan kinerja semua
pegawai. Terdapat beragam dimensi kinerja,
banyak diantaranya yang tidak berhubungan.
Seseorang mungkin sangat tinggi pada satu
dimensi, namun rendah pada dimensi lainnya.
Supaya organisasi berfungsi secara efektif,
orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar
masuk dan bertahan di dalam organisasi,
mereka harus melakukan tugas-tugas peran
mereka dengan cara yang andal, dan mereka
harus memberikan kontribusi spontan dan
perilaku inovatif yang berada di luar tugas
formal mereka. Tiga perilaku dasar itu
hendaknya disertakan dalam penilaian kinerja.
Menurut Dwiyanto (2013:50)
memberikan beberapa indikator tentang
Kinerja :
Produktivitas
Karaktaristik-karaktaristik kepribadian
individu yang muncul dalam bentuk sikap
mental dan mengandung makna keinginan dan
upaya individu yang selalu berusaha untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya.
Kualitas layanan
Banyak pandangan negatif yang terbentuk
mengenai organisasi public, muncul karena
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
99 | P a g e
layanaan yang diterima dari organisasi publik.
Dengan demikian kepuasan dari masyarakat
bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja
organisasi publik.
Responsivitas
kemampuan organisasi untuk mengenali
dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Responsivitas perlu dimasukan ke dalam
indicator kinerja karena menggambarkan
secara langsung kemampuan organisasi
pemerintah dalam menjalankan misi dan
tujuannya.
Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah
pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan
kebijakan organisasi,baik yang eksplisit
maupun implisit.
Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjukkan pada
berapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada pejabat politik
yang dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini,
konsep akuntabilitas publik dapat digunakan
untuk melihat berapa besar kebijakan dan
kegiatan organisasi publik itu konsisten
dengan kehendak masyarakat banyak.
METODE PENELITIAN
Populasi danTehnik Penarikan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah
pegawai negeri sipil Balai Karantina Pertanian
Provinsi Banten, yaitu sebanyak 25 pegawai
bidang Administrasi dan Keuangan, yang berasal
dari Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon
sebanyak 13 orang dan Balai Besar Karantina
Pertanian Bandara Soekarno Hatta sebanyak 12
orang.
Penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel yang disebut metode
sensus. Artinya seluruh anggota populasi
dijadikan sampel. Namun, untuk menjaga
objektivitas penelitian maka pimpinan dan
peneliti tidak diikutsertakan sebagai sampel.
Dengan demikian, jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 25 pegawai.
Sebagian pakar mengatakan, bila populasi lebih
kecil atau sama dengan 100, maka sebaiknya
diambil semuanya sebagai sampel. Bila populasi
> 100, minimal diambil 25-30%. Bila
populasinya berlapis-lapis (berstrata), maka tiap
strata diambil secara proporsional menurut
presentasenya. (Prasetya Irawan, 2015: 183).
Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas, yaitu : Pengawasan
Fungsional (X)
2. Variabel Terikat, yaitu : Kinerja Pegawai
(Y)
Instrumen dan Pengukuran
1. Pengawasan Fungsional diukur berdasarkan
pengawasan dari Jaaftar dan Sumiati (2016;
33) dengan menggunakan 13 item
pernyataan. Masingmasing item pernyataan
menggunakan skala Likert satu sampai lima.
Angka satu mewakili sangat tidak setuju dan
angka lima mewakili sangat setuju.
2. Kinerja Pegawai menurut Dwiyanto
(2013;50-51), melalui beberapa indikator
kinerja dengan menggunakan 8 item
pernyataan. Masing-masing item pernyataan
menggunakan skala Likert satu sampai lima.
Angka satu mewakili mewakili sangat tidak
setuju dan angka lima mewakili sangat
setuju.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Instrumen Penelitian
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian
atas data penelitian yang telah diperoleh melalui
penyebaran kuesioner kepada 25 responden.
Pengujian data ini mencakup uji validitas dan uji
reliabiltas dengan tujuan agar penulis tidak
mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
gambaran keadaan yang sebenarnya terjadi.
pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan
dengan menggunakan program Statistical
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
100 | P a g e
Product & Service Solution (SPSS) for windows
versi 22.0.
Hasil Pengujian Terhadap Validitas Variable
X dan Y
Validitas digunakan untuk menunjukkan
sejauh mana alat pengukur tersebut mampu
mengukur apa yang akan diukur untuk mencari
nilai validitasnya dari sebuah item, maka
digunakan korelasi skor item dengan total item-
item tersebut.
Uji validitas terdiri dari 13 pertanyaan
untuk variabel X (Pengawasan Fungsional) dan
8 pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja). Untuk
mengukur validitas setiap butir digunakan
analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap
butir dengan skor total yang merupakan skor
jumlah tiap skor butir.
Dalam memberikan interpretasi terhadap
koefisien korelasi, item yang mempunyai
korelasi dengan kriterium (skor total) serta
korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item
tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk
dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,3
jadi jika korelasi antar butir dan skor butir
kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid.
Hasil uji validitas untuk masing - masing
variable dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah
ini.
Tabel 1. Validitas
Perta
nyaan
Corrected item -
Total Correlation
Signif
ikansi Hasil
Pengawasan Fungsional
1 0,406 0,3 Valid
2 0,531 0,3 Valid
3 0,566 0,3 Valid
4 0,444 0,3 Valid
5 0,526 0,3 Valid
6 0,338 0,3
Tidak
Valid
7 0,624 0,3 Valid
8 0,771 0,3 Valid
9 0,555 0,3 Valid
10 0,603 0,3 Valid
11 0,618 0,3 Valid
12 0,512 0,3 Valid
13 0,624 0,3 Valid
Kinerja
1 0,634 0,3 Valid
2 0,789 0,3 Valid
3 0,654 0,3 Valid
4 0,594 0,3 Valid
5 0,742 0,3 Valid
6 0,680 0,3 Valid
7 0,747 0,3 Valid
8 0,457 0,3 Valid
. Berdasarkan tabel 1 di atas, korelasi
antara masing-masing indikator menunjukkan
hasil yang siginifikan yaitu di atas nilai kritis 0,3
hanya satu pertanyaan nomor 6 yang tidak valid,
sehingga pada uji berikutnya tidak ikut sertakan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator pertanyaan untuk variabel x
(Pengawasan Fungsional) adalah valid.
Sedangkan untuk variabel kinerja korelasi antara
masing-masing indikator menunjukkan hasil
yang siginifikan yaitu di atas nilai kritis 0,3. Jadi
dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja)
adalah valid.
Hasil Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen yang digunakan
untuk menunjukkan sampai sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
dilakukan dua kali atau lebih.
Dari hasil pengujuan diperoleh nilai
Cronbach's Alpha sebesar 0,808 dan 0,814
sebagaimana tampak pada tabel 2 berikut;
Tabel 2. Reliabilitas Variabel Cronbach's Alpha
Pengawasan Fungsional 0,808
Kinerja 0,814
Uji Analisis Statistik
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji
apakah data yang telah terkumpul berdistribusi
normal. Pada dasarnya normalitas sebuah data
daat dikenali atau dideteksi dengan melihat
persebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari
grafik histogram dari residualnya.
Gambar 1. Histogram
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
101 | P a g e
Berdasarkan hasil uji yang tertuang dalam
tampilan chart diatas kita dapat melihat grafik
histogram maupun grafik plot. Dimana grafik
histogram memberikan pola distribusi yang
melenceng ke kanan yang artinya adalah data
berdistribusi normal.
Analisis Regresi Sederhana
Analisis regresi linier sederhana adalah
hubungan secara linear antara satu variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y).
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan
antara variabel independen dengan variabel
dependen apakah positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen
apabila nilai variabel independen mengalami
kenaikan atau penurunan.. Data yang digunakan
biasanya berskala interval atau rasio.
Rumus regresi linear sederhana sebagi berikut:
Y’ = a + bX
Keterangan:
Y’ = Variabel dependen (nilai yang
diprediksikan)
X = Variabel independen
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan
ataupun penurunan)
berikut tabel hasil penelitian analisis regresi
sederhana :
Tabel 3
Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -4.342 3.658
-1.187
.247
Pengawasan .703 .075 .890 9.355 .000
a. Dependent Variable: Kinerja
Persamaan regresinya sebagai berikut:
Y’ = a + bX
Y’ = -4,342 + 0,703X
Angka-angka ini dapat diartikan sebagai
berikut:
Konstanta sebesar -4,342; artinya jika
Pengawasan (X) nilainya adalah 0, maka Kinerja
(Y’) nilainya negatif yaitu sebesar -4,342.
Koefisien regresi variabel Pengawasan
(X) sebesar 0,703; artinya jika Pengawasan di
tingkatkan, maka Kinerja (Y) akan mengalami
peningkatan sebesar 0,703. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan positif antara
Pengawasan dengan kinerja, semakin
meningkatnya pengawasan maka semakin
meningkatkan kinerja pegawai.
Dari hasil uji t di atas dapat diketahui nilai t
hitung sebesar 9.355. Karena t hitung sudah
ditemukan, maka selanjutnya kita melihat nilai t
tabel. Adapun rumus dalam mencari t tabel
adalah :
a = 0,05 derajat kebebasan (df) = n-2 = 25 - 2 =
23. Nilai 0,05 ; 23 jika dilihat pada t tabel yaitu
sebesar 2.06866. dilihata dari uji hipotesis
terlihat t hitung sebesar 9.355 lebih besar dari >
2.06866, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha
diterima dan H0 ditolak berarti ada pengaruh
yang signifikan dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Yang
berarti bahwa ada pengaruh Pengawasan
Fugsional (X) terhadap Kinerja (Y).
Untuk melihat Besarnya Pengaruh
Variabel X Terhadap Variabel Y
Tabel
Pengaruh Variabel X terhadap Y Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .890a .792 .783 1.73594
Sumber : data primer yang diolah 2017 SPSS versi 22.0
Dari hasil olah data diatas dapat diketahui
nilai R Square sebesar 0.792 . Nilai ini
mengandung arti bahwa pengaruh Pengawasan
Fungsional (X) terhadap Kinerja (Y) adalah
sebesar 79,2 % sedangkan sisanya sebesar 20,8
% Kinerja dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak diteliti.
Berdasarkan hasil analisis data dan
pengkajian hipotesis, Pengawasan Fungsional
(X) berpengaruh positif terhadap Kinerja (Y)
dengan total pengaruh sebesar 79,2 % . Pengaruh
positif ini bermakna semakin meningkatnya
pengawasan fungsional maka akan berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja pegawai.
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian dilakukan pada Kantor Balai
Karantina Pertanian Kelas II Cilegon dan Balai
Besar Karantina Pertanian Soekarno- Hatta,
yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai
dengan bulan Juli 2017. Dengan mengambil
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236
102 | P a g e
judul "Pengaruh Pengawasan Fungsional
Terhadap Kinerja Pegawai Karantina Pertanian
Wilayah Banten" dari hasil Uji statistik
mendapatkan kesimpulan bahwa Pengawasan
Fungsional berpengaruh positif terhadap Kinerja
dengan total pengaruh sebesar 79,2 % . Dengan
Pengaruh positif ini bermakna semakin
meningkatnya pengawasan fungsional maka
akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
pegawai sebagai berikut :
1. Dapat mendukung tercapainya kinerja
organisasi
2. Meningkatnya kinerja dalam pencapaian
target
3. Meningkatnya standar kualitas kerja
4. Meningkatnya ketaatan pegawai terhadap
peraturan perundang-undangan yang
mempengaruhi waktu penyelesaian
pekerjaan
5. Meningkatnya kemampuan pegawai
dalam berkomunikasi dan berinteraksi
sehingga meningkatkan waktu
penyelesaian pekerjaan.
6. Menciptakan kepemimpinan yang kuat
yang dapat meningkatkan kinerja
sehingga meningkatkan pencapaian target
kerja.
7. Terciptanya lingkungan kerja yang
kondusif
8. Perencanaan dan pelaksaanaan sesuai
degan output yang ingin di hasilkan
9. Komunikasi yang harmonis antara atasan
dan bawahan
10. Jabatan sesuai dengan kompetensi
pegawai
Saran
Dari beberapa kesimpulan yang telah
penulis kemukakan, maka penulis akan
memberikan saran. Penulis berharap saran ini
dapat dijadikan sebagai bahan masukan.
Adapun saran yang dapat penulis berikan
yaitu :
1. Penerapan Pegawasan dapat dijadikan
sebagai momentum untuk memperbaiki
diri organisasi.
2. Diusahakan agar ada upaya tegas dari
pimpinan terhadap pegawainya untuk
melaksanakan pengawasan terhadap
pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Erlangga, Jakarta
Bungin, Burhan. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group
Dessler, Grey. 2011. Manajaemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT. Indeks
Ghozali, Imam, 2011, Structural Equation
Modeling Metode Alternatif Dengan
Partial Least Square (PLS) Edisi 3.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Handoko, T.Hani. 2010. Manajemen Personalia
dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Hasibuan, Malayu SP 2010. Manajemen Sumber
Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Luthans, Fred. 2010. Perilaku Organisasi. Edisi
10. Yogyakarta: Andi.
Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2011.
Manajemen Sumber Daya Manusia,
Bandung: PT.Remaja Rosda Karya
Prayitno, Dwi. 2010. Paham Analisa Statistik
Data dengan SPSS. Cetakan Pertama.
MediaKom, Yogyakarta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. ALFABETA,
Bandung
Robbins, Stephen P. 2010. Prinsip-prinsip
Perilaku Organisasi. Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga
Robbins, S.P dan Judge, Timothy A. 2015.
Perilaku Organisasi. Edisi 16. Jakarta:
Salemba Empat.
Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Bandung: Refika Aditama.
Siagian, Sondang P, 2011, Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
Cetakan kesembilan belas
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen.
Bandung : Alfabeta
Tika, Moh. Pabundu. (2010). Budaya Organisasi
dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi
Aksara. Jakarta.
Recommended