View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
OPTIMASI PROSES SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI SERENTAK DALAMPEMBUATAN BIOETANOL DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN
METODE RESPON PERMUKAAN
(Skripsi)
Oleh
BIMBI AYU RISTIYA NINGSIH
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRACT
OPTIMIZATION SIMULTANEOUS SACCHARIFICIATON ANDFERMENTATION CONDITION FOR BIOETHANOL PRODUCTION FROM
OIL PALM TRUNK USING RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
By
BIMBI AYU RISTIYA NINGSIH
Oil palm trunk is an agroindustrial solid waste containing high lignocellulose components
consisting of 38,5% cellulose, 17,1% hemicellulose, and 25,6% lignin. It is potentially as a
raw material for the production of second generation bioethanol. The objective of this study
was to determine optimum conditions of simultaneous saccharification and fermentation for
bioethanol production from oil palm trunk using Response Surface Methodology (RSM).
Three independent variables which applied in this study were oil palm trunk concentration,
cellulose enzyme concentration, and fermentation duration. After drying and milling, oil
palm trunk powder was pretreated by soaking in 1 M NaOH solution at 121oC for 15
minutes. After filtering the solution, the residual holocellulose was analyzed as initial
holocellulose level. The holocellulose with a concentration of 5,0%, 7,5%, and 10,0% was
saccharified with cellulose enzyme at concentrations of 25, 30, and 35 FPU.
Saccharification was carried out at 50oC, pH 5, and 150 rpm for 18 hours. After
saccharification, the small partial was taken and analyzed to determine the content of initial
reducing sugar. After cooling up to 38oC, the solution was added S.cereviceae as starter and
incubated for 48, 72, and 96 hours. After fermentation, the pulp was analyzed as final
holocellulose level, while the filtrate was analyzed for final ethanol and reducing sugar
level. SSF optimum condition occur when 4,9% oil palm trunk was saccharified with 21,6
FPU cellulose enzyme and fermented for 120 hours. This condition produced maximum
ethanol (2,23%).
Keywords : Bioethanol, Oil Palm Trunk, SSF, Respon Surface Methodology
ABSTRAK
OPTIMASI PROSES SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI SERENTAK DALAMPEMBUATAN BIOETANOL DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN
METODE RESPON PERMUKAAN
Oleh
BIMBI AYU RISTIYA NINGSIH
Batang kelapa sawit (BKS) merupakan limbah padat agroindustri yang mengandung
komponen lignoselulosa tinggi yang terdiri atas 38,5% selulosa, 17,1% hemiselulosa, dan
25,6% lignin. Oleh karena itu, BKS berpotensi sebagai bahan baku untuk produksi
bioetanol generasi kedua. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kondisi optimum
pada produksi bioetanol dari batang kelapa sawit dengan metode sakarifikasi dan fermentasi
serentak (Simultaneous Saccharificiaton And Fermentation) untuk mendapatkan yield
produk yang maksimum dengan tiga variabel bebas yaitu konsentrasi substrat batang kelapa
sawit, konsentrasi enzim selulase, lama waktu fermentasi. Rancangan percobaan yang
digunakan untuk menentukan kondisi optimum masing-masing variabel adalah metode
respon permukaan atau response surface methodology (RSM). Setelah proses pengeringan
dan penggilingan, batang kelapa sawit diberi perlakuan awal dengan cara direndam dalam
larutan NaOH 1 M pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah perlakuan awal, ampas
dianalisis untuk menentukan kadar holoselulosa awalnya. Holoselulosa dengan konsentrasi
5%, 7,5% dan 10 % yang dihasilkan dari proses perlakuan awal kemudian disakarifikasi
dengan 25, 30 dan 35 FPU enzim selulase. Proses sakarifikasi dilakukan pada suhu 50 °C,
pH 5,0, dan goyangan 150 rpm selama 18 jam. Setelah proses sakarifikasi, sampel diambil
sedikit dan disaring, filtratnya dianalisis untuk menentukan kandungan gula reduksi
awalnya. Gula reduksi yang dihasilkan dari tahap sakarifikasi selanjutnya difermentasi
dengan menambahkan S. cereviceae sebagai starter, kemudian diinkubasi pada suhu 38oC,
selama 48, 72, dan 96 jam. Setelah proses fermentasi selesai, ampas dianalisis kadar
holoselulosa akhir, sedangkan filtratnya dianalisis kadar etanol dan gula reduksi akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum SSF dapat terjadi apabila konsentrasi
substrat batang kelapa sawit yang digunakan sebesar 4,9% dengan konsentrasi enzim
selulase 21,6 FPU difermentasi selama 120 jam dapat menghasilkan kadar etanol maksimal
yaitu sebesar 2,23%.
Kata kunci : Bioetanol, Batang Kelapa Sawit, SSF, Response Surface Methodology
OPTIMASI PROSES SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI SERENTAK DALAMPEMBUATAN BIOETANOL DARI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN
METODE RESPON PERMUKAAN
Oleh
BIMBI AYU RISTIYA NINGSIH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Negara Tulang Bawang, Kecamatan
Bungamayang, Lampung Utara pada tanggal 05 April 1994. Penulis merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suryadi dan Ibu
Sukartiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK YP
PG Bungamayang pada tahun 2000, Sekolah Dasar di SDS PG Bungamayang
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di SMP PG Bungamayang pada
tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Seputih Agung pada
tahun 2012.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur SNMPTN
Undangan. Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tematik di Desa Ramsai, Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan selama
40 hari dan Praktik Umum (PU) di PTPN VII Distrik Bungamayang, Lampung
Utara selama 30 hari. Penulis selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten
praktikum Mata Kuliah Teknologi Bioproses Tahun Ajaran 2015 – 2016.
Selama di perguruan tinggi, penulis pernah meraih dana hibah
kewirausahaan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K)
tahun 2015 sebagai anggota dan dana hibah penelitian dalam Program Kreatifitas
Mahasiswa Penelitian (PKM-P) tahun 2015 sebagai ketua yang diselenggarakan
oleh Dikti. Penulis juga pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu
menjadi anggota bidang kemuslimahan di Forum Diskusi Islam Fakultas
Pertanian (FOSI FP) periode 2013 – 2014. Penulis juga pernah aktif di Wirausaha
Tim Juice THP periode 2012 – 2013. Pada periode 2013 – 2014, penulis
dipercaya sebagai bendahara di Wirausaha Tim Juice THP, serta sebagai
sekertaris pada periode 2014 – 2015.
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan kuasa-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung atas apa yang telah diberikan kepada penulis.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung atas nasehat dan apa yang telah
diberikan kepada penulis.
3. Bapak Ir. Sutikno, M. Sc., Ph. D., selaku pembimbing pertama sekaligus
pembimbing akademik penulis atas kesempatan, bimbingan, saran, nasehat,
arahan, dan terutama kesabaran yang telah dicurahkan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini dan selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan THP
FP Unila.
4. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku pembimbing kedua atas kesediaanya
memberikan bimbingan, arahan, saran dan selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P selaku penguji atas masukan dan saran yang
diberikan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
ii
6. Suami tercinta (Dwi Susanto), buah hatiku (Lavenia Zahrana Nafeeza DS),
ibundaku (Sukartiningsih), bapak (Suryadi) dan kakak (Pompi Aryont dan
Aryo Bayu Putro), serta keluarga besar atas cinta, kasih sayang, do’a,
kesabaran, dan motivasi yang kalian curahkan kepada penulis.
7. Wanita- wanita super di “RAS Management” ( Cila, Citra, Widia, Dian, Devi,
Laila, Riska, Meilan, Nia) dan teman-teman seperjuangan Teknologi Hasil
Pertanian Angkatan 2012 atas kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, dan
semangatnya selama ini, serta kakak-kakak dan adik-adik atas kebersamaan
dan persahabatan.
Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan diridhoi oleh Allah SWT. Amiin ya roobal’alamin.
Bandar Lampung, Februari 2017
Penulis
Bimbi Ayu Ristiya Ningsih
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian........................................................................... 5
1.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 5
1.4 Hipotesis........................................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Bakar Minyak..................................................................... 10
2.2 Bioetanol ....................................................................................... l1
iv
2.3 Batang Kelapa Sawit ..................................................................... 14
2.4 Hidrolisis dan Fermentasi Serentak............................................... 16
2.5 Respon Surface Methodology (RSM) ........................................... 19
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 23
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 23
3.3 Metode Penelitian.......................................................................... 24
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 25
3.4.1 Persiapan Bahan ......................................................... 263.4.2 Perlakuan Awal Batang Kelapa Sawit ...................... 273.4.3 Persiapan Starter ........................................................ 283.4.4 Optimasi Kondisi SSF................................................ 29
3.5 Pengamatan .................................................................................. 32
3.5.1 Analisis Gula Reduksi Dengan Metode Nelson-
Somogyi ..................................................................... 32
3.5.1.1 Penyiapan Kurva Standar ............................. 323.5.1.2 Cara Pembuatan Reagensia ........................... 33
3.5.1.2.1 Reagensia Nelson ....................... 333.5.1.2.2 Reagensian Arsenomolybdat...... 34
3.5.2 Analisis Kadar Etanol dengan Gas Chromatography 34
3.5.3 Analisis Kadar Holoselulosa ..................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Etanol................................................................................... 37
4.2 Kadar Gula Reduksi ....................................................................... 44
4.3 Kadar Selulosa ............................................................................... 48
v
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..................................................................................... 53
5.2 Saran............................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55
LAMPIRAN.................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Faktor, kode, dan taraf kode metode RSM secara faktorial 23
dengan 3 variabel bebas pada proses pembuatan bioetanoldari batang kelapa sawit........................................................................... 25
2. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas .......................... 26
3. Hasil analisis konsentrasi etanol dengan gas chromatography ............... 38
4. Hasil desain respon surface ..................................................................... 39
5. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadar etanol ......... 39
6. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadargula reduksi.............................................................................................. 47
7. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadar selulosa ...... 50
8. Hasil pengukuran kadar kadar gula reduksi setelah sakarifikasibatang kelapa sawit .................................................................................. 63
9. Hasil pengukuran kadar gula reduksi setelah fermentasibatang kelapa sawit .................................................................................. 64
10. Hasil pengamatan kadar holoselulosa batang kelapa sawit sebelumsakarifikasi dan fermentasi secara serentak ............................................. 66
11. Hasil pengamatan kadar holoselulosa batang kelapa sawit setelahsakarifikasi dan fermentasi secara serentak ............................................ 67
12. Persentase holoselulosa batang kelapa sawit ........................................... 68
13. Data uji aktifitas enzim sellulase ............................................................. 69
14. Tabel konversi proses sakarifikasi dan fermentasi serentak.................... 71
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tahapan proses produksi bioetanol generasi kedua ............................ 12
2. Tahapan proses pembuatan etanol dengan menggunakanmetode SSF .......................................................................................... 16
3. Jenis CCD............................................................................................. 21
4. Diagram alir persiapan bahan baku...................................................... 27
5. Perlakuan awal batang kelapa sawit..................................................... 28
6. Tahap pembuatan starter S. cereviciae................................................. 30
7. Tahap optimasi kondisi sakarifikasi dan fermentasi serentak.............. 31
8. Analisis holoselulosa............................................................................ 36
9. Permukaan respon kadar etanol sebagai fungsi dari konsentrasi enzimselulase dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (3 dimensi).................................. 41
10. Permukaan respon kadar etanol sebagai fungsi dari konsentrasi enzimselulase dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (2 dimensi).................................. 41
11. Response optimization.......................................................................... 42
12. Permukaan respon kadar gula reduksi sebagai fungsi dari konsentrasisubstrat dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (3 dimensi).................................. 47
viii
13. Permukaan respon kadar gula reduksi sebagai fungsi dari konsentrasisubstrat dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (2 dimensi).................................. 48
14. Permukaan respon kadar selulosa sebagai fungsi dari konsentrasi enzimselulase dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (3 dimensi).................................. 50
15. Permukaan respon kadar selulosa sebagai fungsi dari konsentrasi enzimselulase dengan lama waktu fermentasi pada proses produksi bioetanolbatang kelapa sawit secara serentak (2 dimensi).................................. 51
16. Tahapan proses persiapan bahan.......................................................... 72
17. Tahapan proses perlakuan awal ........................................................... 73
18. Tahapan proses hidrolisis dan fermentasi serentak.............................. 74
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Halaman
1. Data uji kadar gula reduksi awal.............................................................. 63
2. Data uji kadar gula reduksi akhir............................................................. 64
3. Data uji kadar holoselulosa batang kelapa sawit ..................................... 66
4. Persentase hasil analisis holoselulosa batang kelapa sawit ..................... 68
5. Uji aktifitas enzim sellulase (sqzyme cs p-acid cellulase)....................... 69
6. Perhitungan konversi proses sakarifikasi dan fermentasi serentak.......... 71
7. Gambar tahapan proses persiapan bahan ................................................. 72
8. Gambar tahapan proses perlakuan awal .................................................. 73
9. Gambar tahapan proses hidrolisis dan fermentasi serentak ..................... 74
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Sampai saat ini masyarakat masih sangat bergantung pada sumber energi
bahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari fosil. Tingginya tingkat
ketergantungan tersebut membuat ketersediaan sumber energi fosil terus menipis.
Pusat Riset dan Pengembangan Kementerian ESDM memperkirakan cadangan
energi fosil berupa minyak dan gas bumi Indonesia akan habis pada tahun 2025
(Fazar, 2014). Hal ini dikarenakan fosil bukan merupakan bahan yang dapat
diperbarui, sehingga lama kelamaan akan habis.
Selain cadangan BBM yang semakin menipis, tingkat produksi BBM
Indonesia juga rendah sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen
yang semakin meroket. Sepanjang tahun 2013, produksi BBM rata-rata sebesar
826.000 barel per hari dan pada tahun 2014 sebesar 870 ribu barel per hari
(Dhany, 2013). Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah konsumsi BBM
masyarakat yang tinggi. Jumlah konsumsi BBM pada tahun 2014 sudah mencapai
lebih dari 1,9 juta barel per hari (Khoirul, 2015).
Apabila dilihat dari data produksi dan konsumsi BBM pada kurun waktu 4
tahun terakhir hanya sekitar 44,68% dari total kebutuhan BBM yang dapat
terpenuhi. Artinya kekurangan pasokan BBM tersebut harus dipenuhi dengan
2
impor. Kebutuhan impor BBM ini diperkirakan akan terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang semakin meningkat. Apabila
hal seperti ini tidak segera diatasi maka Indonesia akan mengalami krisis minyak.
Oleh karena itu, untuk mencegah kegiatan impor yang berkelanjutan diperlukan
adanya sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai pengganti
BBM.
Dalam mendukung pengembangan energi alternatif tersebut, pemerintah
telah mencanangkan penggunaan energi alternatif melalui Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32 Tahun 2008 tentang Pentahapan
Kewajiban Pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN), salah satu energi alternatif
yang dikembangkan adalah bioetanol. Pengembangan BBN seperti bioetanol dari
biomassa sebagai sumber bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu
alternatif yang memiliki nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan. Bioetanol
merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena hasil pembakaran
sebagian besar berupa CO2 yang bermanfaat bagi tanaman untuk fotosintesis
(Samsuri dkk, 2011).
Awalnya, bahan baku untuk memproduksi bioetanol yaitu bahan yang
banyak mengandung glukosa atau pati seperti umbi-umbian atau serealia, atau
sering disebut bioetanol generasi pertama (Hayun, 2008; Lennartsson et al, 2014).
Penggunaan bioetanol generasi pertama berpotensi menimbulkan konflik terhadap
kebutuhan bahan pangan bila diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia.
Hal ini disebabkan harga yang masih relatif tinggi karena bahan bakunya juga
digunakan sebagai bahan pangan dan pakan. Untuk mengatasi masalah tersebut
mulai dikembangkanlah bioetanol generasi kedua yang menggunakan bahan baku
3
limbah padat agroindustri yang mengandung lignoselulosa, dan salah satunya
adalah batang kelapa sawit (Komarayati dan Gusmailina, 2010; Wahono et al,
2014). Batang kelapa sawit (BKS) mengandung lignoselulosa tinggi yang terdiri
atas 38,5% selulosa, 17,1% hemiselulosa, dan 25,6 lignin (Septiyani, 2014).
Selain kandungan lignoselulosa yang tinggi, jumlah limbah BKS di
Indonesia juga melimpah. Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia
dengan jumlah produksi minyak sawit 26,0 juta ton pada tahun 2013 (Investor
Daily, 2014), Indonesia juga sebagai penghasil limbah BKS tertinggi di dunia.
Pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan jumlah
rata-rata pohon kelapa sawit sebanyak 136 sampai 180 batang dalam satu hektar
kebun (Inkesa, 2015). Negara lain yang mendekati produksi minyak kelapa sawit
negara kita adalah Malaysia, dengan kisaran jumlah produksi sebesar 17,7 juta ton
minyak (Media Indonesia, 2014). Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang
dimiliki Malaysia hanya sekitar 6 juta Ha (Ramadhani, 2013). Sampai saat ini
pemanfaatan BKS untuk keperluan industri masih terbatas yaitu hanya digunakan
sebagai bahan baku furniture dan papan komposit. Ginting (1995) memanfaatkan
BKS menjadi pati yang selanjutnya dijadikan bahan pangan maupun bahan baku
untuk fermentasi alkohol. Dari hasil penelitian pendahuluan Azemi et al. (1999)
menyatakan pati BKS memiliki potensi untuk menggantikan pati komersial dalam
bidang pangan dan non pangan. Padahal jika dilihat dari tingginya kadar selulosa
BKS dan banyaknya jumlah produksi batang kelapa sawit, maka batang kelapa
sawit sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol
generasi kedua
4
Proses produksi bioetanol dari bahan berlignoselulosa dilakukan melalui
beberapa tahapan. Kandungan polisakarida pada bahan berlignoselulosa
disakarifikasi dengan cepat menjadi monomer-monomer gula yang kemudian
difermentasi menggunakan yeast seperti S. Cereviceae. Secara umum, proses
produksi bioetanol dari bahan berlignoselulosa termasuk batang kelapa sawit
menurut Howard et al. (2003) ada 4 tahap yang harus dilalui; yaitu (1) perlakuan
awal (pretreatment) secara fisik, kimia, atau dan biologi, (2) sakarifikasi polimer
(selulosa, hemiselulosa, lignin) menjadi gula reduksi (heksosa, xylosa), (3)
fermentasi gula oleh mikroba untuk menghasilkan etanol, dan (4) pemisahan dan
pemurnian etanol yang dihasilkan.
Ada dua metode untuk memproduksi bioetanol yang sering digunakan saat
ini yaitu Metode Separated Hydrolysis and Fermentation (SHF) (Lau et al, 2009)
dan Simultaneous Saccharificiaton and Fermentation (SSF) (Wahono et al, 2014).
Pada metode SHF, batang kelapa sawit disakarifikasi dahulu dan kemudian gula
reduksi yang dihasilkan baru difermentasi secara terpisah; sedangkan metode SSF
atau metode sakarifikasi dan fermentasi serentak, proses sakarifikasi dan
fermentasi batang kelapa sawit dilakukan pada wadah dan waktu yang sama.
Secara finansial metode SSF ini lebih menguntungkan karena hanya
membutuhkan satu wadah dan enzim yang digunakan lebih sedikit sehingga biaya
lebih murah. Meskipun metode SSF memberikan banyak keuntungan
dibandingkan dengan metode SHF, namun metode ini masih belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, untuk menghasilkan bioetanol dari batang kelapa
sawit dengan metode SSF, kondisi optimumnya perlu diteliti dan ditemukan.
5
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim selulase, dan
lama waktu fermentasi terhadap kadar gula reduksi, kadar selulosa, dan kadar
etanol pada proses pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit dengan
metode sakarifikasi dan fermentasi serentak.
2. Mendapatkan kondisi optimum proses sakarifikasi dan fermentasi serentak
yang dapat menghasilkan kadar etanol tertinggi dari batang kelapa sawit.
1.3 Kerangka Pemikiran
Batang kelapa sawit (BKS) mengandung lignoselulosa tinggi yang terdiri
atas 38,5% selulosa, 17,1% hemiselulosa, dan 25,6% lignin (Septiyani, 2014).
Selain itu, BKS merupakan bahan lignoselulosa dengan kandungan karbohidrat
yang tinggi (+ 30%) (Primarini, 2012). Menurut Ginting (1995), karbohidrat yang
terkandung dalam BKS 84,98% terdiri atas pati dengan kandungan amilosa
sebesar 37,28%. Pati BKS tersimpan dalam sel-sel parenkim dari jaringan
vaskular kasar yang mengandung persentasi lignin tinggi. Kandungan
lignoselulosa dan karbohidrat yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa BKS
berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol generasi kedua. Namun,
pengembangan bahan berlignoselulosa seperti batang kelapa sawit sebagai bahan
bioetanol masih menemui banyak kendala seperti rendemen bioetanol yang masih
rendah dan proses produksi memerlukan biaya yang tinggi terutama diakibatkan
oleh rendahnya kerja enzim pada substrat akibat sifat kristalinitas selulosa dan
kehadiran zat penghambat (inhibitor) yang dapat mengurangi fermentabilitas
6
selulosa dan hemiselulosa menjadi etanol (Alvira dkk., 2010). BKS yang
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin tidak dapat langsung digunakan
sebagai bahan baku bioetanol. Selulosa terbungkus oleh hemiselulosa dan lignin
dalam struktur yang kokoh yang mengakibatkan selulosa sulit dipecah (Hovart
dan Ari, 2006). Oleh karena itu, diperlukan perlakuan awal (pretreatment) secara
fisik, kimia, dan biologi untuk mendegradasi atau mendekomposisi lignin dengan
tujuan memperlancar reaksi pada proses sakarifikasi dan fermentasi.
Sebelumnya, proses sakarifikasi dan fermentasi dalam produksi bioetanol
dilakukan secara terpisah atau biasa disebut Separate Hydrolysis and
Fermentation (SHF). Namun, metode ini masih memiliki kelemahan yaitu
rendemen gula reduksi yang rendah sehingga mempengaruhi rendemen etanol
yang dihasilkan juga rendah (Gauss et al., 1976). Hal ini disebabkan oleh inhibisi
kerja enzim selulase secara kompetitif oleh produk sakarifikasi yaitu selobiosa
yang menghambat Endo dan Exo-glukanase sedangkan glukosa menghambat β-
glukosidase (Oghren et al., 2007). Untuk mengatasi masalah tersebut maka
proses sakarifikasi dan fermentasi dilakukan secara serentak dalam satu biorektor
atau yang biasa disebut metode Simultaneous Saccharificiaton and Fermentation
(SSF) (Rana et al., 2014). Menurut Samsuri (2007), proses SSF akan
menghasilkan kadar etanol lebih tinggi karena monosakarida hasil sakarifikasi
tidak akan kembali lagi menjadi polisakarida karena langsung difermentasi
menjadi etanol. Proses tersebut sangat berfungsi untuk mencegah adanya inhibisi
kerja enzim selulase oleh glukosa dan selobiosa sehingga proses sakarifikasi tetap
optimal dan konsentrasi glukosa tetap rendah. Keuntungan lain dari proses SSF
7
ialah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan peralatan dan investasi biaya
produksi dapat ditekan sebesar 20% (Wingren, 2003).
Kondisi SSF yang optimal pada pembuatan bioetanol dari batang kelapa
sawit belum diketahui. Pada penelitian sebelumnya, kondisi operasi SSF yang
dapat menghasilkan etanol tertinggi yaitu inkubasi pada suhu 35oC selama 96 jam
dengan konsentrasi etanol yang didapat sebesar 5,98 g/L dari konsentrasi substrat
bagas 50 g/L (Adrados dkk, 2005). Pada penelitian Daud et al. (2012)
menunjukkan bahwa fermentasi BKS menggunakan kombinasi 10 % A. niger dan
10 % S. cereviceae dengan waktu fermentasi selama 96 jam menghasilkan 0,31 %
etanol. Selain itu pada penelitian Jung et al. (2011) menunjukkan bahwa etanol
yang dihasilkan dari fermentasi hidrolisat BKS (enzim selulase 60 FPU), yaitu
13,3 g/l atau 0,133 %.
Secara teoritis, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat merupakan
faktor yang penting dalam proses SSF. Konsentrasi substrat yang semakin tinggi
akan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada selulase untuk
membentuk kompleks enzim-substrat pada reaksi sakarifikasi selulosa menjadi
gula-gula sederhana. Namun, dari hasil penelitian Septiyani (2014) apabila
konsentrasi substrat terus ditambahkan melebihi 7,5 % maka kadar gula reduksi
yang dihasilkan tidak akan mengalami peningkatan yang relatif berbeda seperti
pada peningkatan konsentrasi substrat dari 2,5 % dan 5%. Hal tersebut
dikarenakan selulase telah membentuk kompleks enzim-substrat sehingga jika
penambahan konsentrasi substrat terus dilakukan maka substrat tersebut tidak lagi
dapat membentuk kompleks enzim-substrat dan proses sakarifikasi tidak akan
berjalan optimal. Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi juga dapat menjadi
8
inhibitor tidak kompetitif bagi reaksi sakarifikasi enzimatis tersebut. Semakin
tinggi konsentrasi enzim selulase yang digunakan maka kadar gula reduksi yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi
enzim maka substrat yang berikatan dengan lokasi aktif enzim akan semakin
banyak sehingga jumlah produk yang dihasilkan akan semakin banyak.
Selain konsentrasi substrat dan enzim, faktor lain yang mempengaruhi
kondisi proses SSF adalah pH dan waktu. Adrados dkk (2005) melaporkan bahwa
pH 5 merupakan pH optimum untuk kerja enzim selulase dan yeast S.cereviceae.
Hal ini terjadi karena pada pH tersebut enzim selulase dalam kondisi stabil dan
lebih aktif.. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa rata-rata produksi etanol
meningkat dengan bertambahnya waktu inkubasi dalam proses SSF. Namun,
setelah waktu inkubasi selama 48 jam maka etanol yang dihasilkan
peningkatannya tidak signifikan atau cenderung konstan (Samsuri dkk., 2007).
Pada penelitian ini akan dilakukan pencarian kondisi optimum proses
sakarifikasi dan fermentasi serentak pada holoselulosa BKS dengan metode
permukaan respon atau response surface methodology (RSM). Metode RSM
merupakan gabungan dari teknik matematika dan statistika yang digunakan dalam
pemodelan dan analisis dimana respon yang diamati dipengaruhi oleh sejumlah
variabel. Tujuan utama dari metode RSM adalah mendapatkan komposisi taraf
perlakuan yang menghasilkan respon optimum. Secara umum, metode RSM
dapat digambarkan secara visual melalui response surface plot dan contur plot.
Melalui plot tersebut dapat diketahui bentuk hubungan antara respon dengan
variabel bebasnya. Proses optimasi seringkali dilakukan didunia industri sebagai
bentuk upaya meningkatkan mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Selain
9
itu, RSM juga seringkali digunakan dalam upaya meminimalisasi kecacatan suatu
produk dan juga selain pada bidang industri, bidang ilmu pangan, biologi, ilmu
kedokteran dan kesehatan (Myers et al, 1989). Salah satu contoh penerapan
metode RSM yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Nuryanti dan Djati (2008)
yang bertujuan untuk mengoptimasi proses penumbuhan kristal pada suatu
eksperimen kimia.
Pada penelitian Septiyani (2014) kondisi optimum metode SHF batang
kelapa sawit, yaitu sakarifikasi secara enzimatis dengan 30 FPU enzim selulase
pada konsentrasi substrat 7,5% yang diinkubasi pada suhu 50oC selama 18 jam
kemudian difermentasi menggunakan S. ceriviceae dari ragi roti dengan
konsentrasi starter 10 % pada suhu 30oC selama 72 jam. Dengan menggunakan
acuan tersebut, dalam penelitian ini digunakan 25, 30, dan 35 FPU enzim selulase
(SQzyme CS P) dengan konsentrasi substrat BKS 5%; 7,5%; dan 10% yang
difermentasi selama 48, 72, dan 96 jam.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat pengaruh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim selulase, dan lama
waktu fermentasi terhadap kadar gula reduksi, kadar selulosa dan kadar etanol
pada proses sakarifikasi dan fermentasi serentak pada pembuatan bioetanol
dari batang kelapa sawit.
2. Terdapat kondisi optimum sakarifikasi dan fermentasi serentak yang dapat
menghasilkan kadar etanol tertinggi dari batang kelapa sawit.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Bakar Minyak (BBM)
Minyak bumi adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang
mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi.
Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian
besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan
kemurniannya (Anonim, 2014). Minyak bumi yang di eksplorasi dan dikonsumsi
setiap hari lambat laun akan habis, sedangkan proses terbentuknya memakan
waktu jutaan tahun. Saat ini, cadangan minyak Indonesia hanya tinggal sekitar
3,6 miliar barel dan pemakaian minyak bumi mencapai 1,43 juta barel per harinya
(Direktorat Jendral Migas, 2012). Ketidaksesuaian antara cadangan minyak bumi
yang tersedia dengan pemakaiannnya, membuat Indonesia harus mengimpor
minyak bumi sekitar 350 ribu barel per hari (Fajriah, 2014). Karena itu, bukan
tidak mungkin pada tahun-tahun selanjutnya Indonesia akan sangat bergantung
pada impor BBM.
Untuk mengatasi masalah menyusutnya cadangan minyak bumi dan
meningkatnya konsumsi BBM, pemerintah telah melakukan beberapa upaya.
Salah satu upaya dari pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan untuk
11
membatasi pamakaian BBM dan mengurangi BBM bersubsidi. Namun, upaya ini
masih belum dapat dijalankan dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Akhirnya
pemerintah mengeluarkan kebijakan lainnya yaitu mengamanatkan
pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif untuk menggantikan dan
mengurangi ketergantungan BBM. Bahan bakar alternatif tersebut dapat berupa
biofuel seperti, biogas, biodiesel, biobutanol, dan bioetanol yang diproduksi
dengan menggunakan biomassa tanaman sebagai bahan bakunya.
2.2. Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang bermanfaat sebagai bahan
bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak yang lebih ramah lingkungan dan
sifatnya terbarukan yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM (Samsuri et
al., 2007). Bioetanol dianggap lebih ramah lingkungan karena CO2 yang
dihasilkan oleh hasil buangan mesin akan diserap oleh tanaman dan selanjutnya
tanaman tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol sehingga
tidak terjadi akumulasi karbon di atmosfer. Keunggulan lainnya adalah bioetanol
mempunyai angka oktan tinggi 135. Angka oktan premium yang dijual sebagai
bahan bakar hanya 98. Makin tinggi bilangan oktan, bahan bakar makin tahan
untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan kestabilan proses pembakaran
untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses pembakaran dengan daya yang
lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida. Disamping itu,
bioetanol juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah
agroindustri karena limbah tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatannya.
12
Bioetanol merupakan cairan hasil fermentasi gula dari tanaman yang
mengandung pati atau karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Malle
dkk, 2014). Tanaman yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar gula dan karbohidrat
yang tinggi, seperti: tebu, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, dan
pisang (Trisakti dkk, 2015). Bioetanol yang dihasilkan dari bahan-bahan berpati
tersebut biasa dikenal dengan sebutan bioetanol generasi pertama. Namun, karena
bahan baku yang digunakan juga merupakan sumber bahan pangan, maka
bioetanol generasi pertama ini mulai ditinggalkan karena berpotensi dapat
mengganggu kestabilan pasokan pangan. Untuk menghindari hal tersebut, saat ini
mulai dikembangkan bioetanol generasi kedua yang yang memanfaatkan limbah-
limbah padat agroindustri yang mengandung lignoselulosa sebagai bahan bakunya
seperti bagas tebu, jerami padi, tandan kosong kelapa sawit, (Komarayati dan
Gusmailina, 2010). Selain bahan-bahan tersebut, bahan baku bioetanol generasi
kedua yang sudah dapat dikonversi menjadi bioetanol salah satunya adalah batang
kelapa sawit (Septiyani, 2014).
Bioetanol generasi kedua diproduksi melalui 4 tahap (Gambar 1).
Tahapan tersebut yaitu tahap perlakuan awal, tahap sakarifikasi, tahap fermentasi,
dan tahap destilasi. Tahap perlakuan awal dilakukan untuk memecah dan
menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari
selulosa serta meningkatkan porositas bahan. Rusaknya struktur kristal selulosa
akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemiselulosa
akan turut terurai menjadi senyawa gula sederhana (glukosa, galaktosa, manosa,
heksosa, pentosa, xilosa, dan arabinosa) (Moiser, 2005). Setelah itu dilanjutkan
13
tahap sakarifikasi yang bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa
menjadi gula sederhana. Tahapan selanjutnya adalah proses fermentasi yang
bertujuan untuk mengkonversi gula sederhana menjadi etanol oleh sel-sel
S.cereviceae. Proses ini berjalan ditandai dengan keluarnya gelmbung-gelembung
udara kecil yang merupakan gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi.
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Glukosa Etanol
(Sudarmadji, 1989)
Gambar 1. Tahapan proses produksi bioetanol generasi kedua.Sumber: Knauf dan Moniruzzaman (2004)
Selama proses fermentasi berlangsung diusahakan agar suhu proses tidak
melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4,5-5. Biasanya proses fermentasi
berlangsung kurang lebih selama 2 sampai 3 hari (Komarayati dan Gusmailina,
2010). Tahapan terkahir dalam proses pembuatan bioetanol adalah proses
pemurnian etanol dengan menggunakan proses destilasi. Proses pemurnian
diawali dengan melakukan penyaringan hasil fermentasi untuk memisahkan
larutan hasil fermentasi dari zat pengotor atau residu yang terbentuk selama
S.cereviceae
14
proses fermentasi. Larutan hasil fermentasi masih berupa campuran air dan
etanol, sehingga dilakukan proses destilasi yang bertujuan untuk memisahkan air
dan etanol.
2.3. Batang Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang
serupa dengan nyiur, tetapi tertutup secara sempurna oleh pelepah daun. Batang
kelapa sawit tidak bercabang dan terdiri dari serat dan parenkim. Pohon kelapa
sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 m dan diameter 45-65 cm
diukur dari permukaan tanah. Komposisi kimia batang sawit terdiri atas lignin
18,1%, selulosa 45,9%, hemiselulosa 25,3%, holoselulosa 76,3%, abu 1,1%, dan
alcohol benzene solubility 1,8% (Farhana, 2010).
Pemanfaatan batang kelapa sawit selama ini adalah digunakan sebagai
bahan baku furniture dan papan komposit. Variasi pemanfaatan yang belum
optimal dan belum memiliki nilai ekonomis tinggi membuat para pengusaha
perkebunan sawit belum berkeinginan untuk mengolah lebih lanjut limbah batang
sawit tersebut. Padahal jika dilihat dari tingginya kadar selulosa batang kelapa
sawit sebesar 45,9% dan banyaknya jumlah produksi batang kelapa sawit, maka
batang kelapa sawit sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol generasi kedua. Mengingat menyusutnya cadangan minyak
bumi yang dihadapkan dengan meningkatnya konsumsi BBM, batang kelapa
sawit akan sangat berguna dan bernilai ekonomi tinggi apabila dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bioetanol generasi kedua yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti BBM.
15
Setiap hektar perkebunan kelapa sawit dapat ditanami tanaman kelapa
sawit sebanyak 130 pohon (Mathius et al., 2010) dengan berat masing-masing
batang rata-rata 300-500 kg (Primarini, 2012) dan menurut Dinas Perkebunan
Provinsi Lampung (2010), luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi
Lampung pada tahun 2010 adalah seluas 120.035 Ha sehingga jumlah batang
sawit dari keseluruhan perkebunan sawit di Provinsi Lampung pada tahun 2010
adalah sebanyak 15.604.550 batang. Dengan demikan, jika kadar selulosa batang
kelapa sawit sebesar 45,9 % dan waktu peremajaan tanaman sawit adalah periode
20 tahun maka selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol adalah sebanyak 3.581.244,23 ton per 20 tahun atau 179.062 ton
selulosa per tahun.
Usaha memproduksi bioetanol dari batang kelapa sawit sebelumnya telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Ishihara et al (1990) menghidrolisis batang
kelapa sawit secara enzimatis. Mori et al (2007) telah meneliti potensi batang
kelapa sawit sebagai bahan baku bioetanol. Farhana (2010) menggunakan
Saccharomyces cerevisiae untuk memproduksi bioetanol dari batang kelapa sawit.
Jung et al (2011) memproduksi bioetanol dari batang kelapa sawit dengan amonia
dan enzim selulase. Daud dkk (2012) memproduksi bioetanol dengan
menggunakan proses kraft sebagai perlakuan awal. Primarini (2012)
memanfaatkan batang kelapa sawit untuk memproduksi bioetanol. Septiyani
(2014) telah melakukan optimasi perlakuan awal batang kelapa sawit dan
sakarifikasi holoselulosa batang kelapa sawit secara enzimatis dalam
memproduksi bioetanol.
16
2.4. Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (Simultaneous Saccharificiatonand Fermentation)
Sakarifikasi dan fermentasi serentak (Simultaneous Sacharification and
Fermentation (SSF)) yaitu metode sakarifikasi holoselulosa limbah agroindustri
dan fermentasi hasil sakarifikasi tersebut menjadi bioetanol dilaksanakan
bersamaan dan dalam wadah yang sama (Gambar 2). SSF pertama kali
dikenalkan oleh Takagi et al, 1977. Mikroorganisme yang digunakan pada proses
SSF biasanya adalah jamur penghasil enzim selulase, seperti T. reesei, T. viride
dan khamir S. cereviceae. Suhu optimal proses SSF adalah 38°C, yang
merupakan kombinasi antara suhu optimal sakarifikasi (45–50°C) dan suhu
optimal fermentasi (30°C). Konsentrasi substrat biasanya sekitar 10% (padatan
tidak larut air), dosis enzim 10–20 FPU/g selulosa, dan konsentrasi khamir 1,50–3
g/L selama 72 jam (Septiyani, 2014).
Keuntungan menggunakan SSF yaitu enzim yang digunakan sedikit dan
waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan etanol lebih cepat (Kerstein et al,
2000). Selain itu, polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak
kembali menjadi polisakarida karena monosakarida langsung difermentasi
menjadi etanol. Keuntungan lain yaitu biaya lebih murah karena sakarifikasi dan
fermentasi dilakukan dalam satu wadah, meningkatkan kecepatan sakarifikasi
dengan mengkonversi gula yang terbentuk dari hasil sakarifikasi selulosa yang
menghambat aktivitas enzim selulase, meningkatkan rendemen produk,
mengurangi kebutuhan kondisi steril karena glukosa langsung dikonversi menjadi
etanol dan waktu proses lebih pendek (Sun dan Cheng 2002 dalam Hermiati,
2010). Selain memiliki banyak keuntungan, metode SSF juga memiliki
kelemahan. Kelemahan pada metode ini adalah proses sakarifikasi dan fermentasi
17
masing-masing memiliki rentang suhu optimum yang berbeda. Kondisi optimum
aktivitas enzim selulase terjadi pada pH 4,8 dan suhu 500C (Samsuri et al., 2009),
sedangkan mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi etanol seperti S.
cereviceae memiliki kondisi optimum pada suhu sekitar 300C dan pH 4-5
(Wasungu, 1982) serta membutuhkan sedikit oksigen terutama pada awal
pertumbuhan (Hidayat dkk, 2006). Hal ini dikarenakan sebagian ragi hanya dapat
tumbuh baik pada kondisi suhu 200C ≤ T ≤ 400C. Oleh karena itu, kondisi
optimum enzim dan mikroorganisme seharusnya berdekatan agar proses SSF
dapat berjalan secara maksimal.
Gambar 2. Tahapan proses pembuatan etanol dengan menggunakan metode SSF.Sumber: Olofsson et al., (2008).
Saat ini, para peneliti sudah mulai mengembangkan metode sakarifikasi
dan fermentasi serentak (SSF) dalam memproduksi etanol dari berbagai sumber
bahan baku. Pada penelitian Irna, dkk (2013) memproduksi bioetanol dari ampas
tebu dengan metode SSF didapatkan konsentrasi etanol maksimum 2,11 % dengan
jumlah substrat ampas tebu sebanyak 3,5 g dan lama fermentasi 3 hari. Jumlah
nutrisi dan glukosa yang sesuai dengan jumlah mikroba yang digunakan
18
menjadikan mikroba bekerja dengan baik untuk mengubah glukosa menjadi
etanol. Higgins (1984) menyatakan bahwa kadar glukosa yang baik untuk proses
fermentasi berkisar antara 16 sampai dengan 25 %, yang akan menghasilkan
crude etanol sebesar 6 – 12 %. Apabila terlalu pekat, aktivitas enzim akan
terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lambat disamping itu terdapat sisa
gula yang tidak dapat terpakai dan jika terlalu encer maka kadar etanol yang
dihasilkan rendah. Kadar glukosa yang melebihi konsentrasi 25% dapat
memperlambat proses fermentasi. Pada kadar glukosa 26,67 % akan
menyebabkan terhambatnya perkembangan S.cereviceae pada proses fermentasi
(Erasmus, 2003). Kadar gula dibawah 10% menjadikan fermentasi dapat berjalan
lancar tetapi etanol yang dihasilkan terlalu encer sehingga tidak efisien untuk
didestilasi dan biayanya mahal (Winarno dan Fardiaz, 1992).
Penelitian lain dilakukan oleh Pramita dkk (2014) yang memproduksi
bioetanol dari kulit nanasmenggunakan enzim selulase dan yeast S.cereviceae
dengan metode SSF. Kondisi optimum dari fermentasi kulit nanas dengan
menggunakan metode SSF adalah pada konsentrasi inokulum 10% dan waktu
fermentasi 4 hari dengan kadar etanol yang dihasilkan sebesar 14% (v/v) atau
110,502 mg/ml. Konsentrasi inokulum, waktu fermentasi dan kandungan gula
pada substrat kulit nanas sangat mempengaruhi produk fermentasi yang
dihasilkan. Waktu fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh S.cereviceae
untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol. Semakin lama waktu fermentasi,
kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi, namun setelah kondisi optimum
tercapai kadar etanol akan mengalami penurunan karena substrat yang dikonversi
menjadi produk oleh mikroorganisme telah habis (Azizah, 2012).
19
2.5 Respon Surface Methodology (RSM)
Response surface methodology (RSM) adalah sekumpulan teknik
matematika dan statistika yang berguna untuk mengembangkan, meningkatkan,
dan mengoptimalkan proses, yang mana beberapa faktor (variabel independen)
dapat mempengaruhi respon dan mendapatkan model hubungan antara variabel
bebas dan respon serta mendapatkan kondisi proses yang menghasilkan respon
yang optimum (Radojkovic et al. 2012). Ide dasar metode ini adalah
memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai
optimal dari suatu respon. Metode ini pertama kali diajukan sejak tahun 1951 dan
sampai saat ini telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun
aplikasi industri. Misalnya, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti
dapat mengetahui nilai variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai
variabel respon menjadi optimal. Dengan metode ini dapat diketahui model
empirik yang menyatakan hubungan antara variabel-variabel independen dengan
variabel respon, serta dapat diketahui nilai variabel-variabel independen yang
menyebabkan nilai variabel respon menjadi optimal. Kelebihan dari metode RSM
ini adalah memperoleh level-level faktor yang membuat percobaan optimal,
namun dengan meminimalkan unit percobaan dengan menggunakan rancangan
percobaan dan optimasi menggunakan pendugaan persamaan respon yang
dihasilkan, sehingga dapat menghemat biaya eksperimen.
Desain yang umum digunakan dalam RSM adalah Central Composite
Design (full factorial) dan Box-Behnken Design (fractional factorial). Pemodelan
dalam RSM ditunjukkan dengan regresi linier yang mengekspresikan hubungan
antara variabel respon dengan faktor. Model RSM dianalisis dengan 2 tahap
20
pemodelan. Tahap pemodelan pertama yaitu model orde satu. Titik optimal pada
model orde satu dapat dianalisis dengan uji kecukupan model (lack-of-fit).
Hipotesis nol pada uji lack-of-fit mengindikasikan bahwa tidak terdapat lack-of-fit
sehingga model yang diuji sudah layak (sesuai). Apabila pada model orde satu
mengandung lack-of-fit, maka model orde satu akan diubah ke model orde dua.
Apabila tidak terdapat lack-of-fit, maka eksperimen harus dijalankan lagi dengan
level yang lebih tepat dengan memasuki prosedur steepest ascent (Montogmery,
2001). Persamaan untuk model orde satu dan orde dua dapat dilihat pada
persamaan berikut ini :
= + ( + ℇ)Keterangan :
: konstanta dalam regresi: variabel independen (faktor): variabel dependen (respon).: faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon, i = 1,
2, …, k.ℇ : komponen residual(error) yang bersifat random dan terdistribusisecara identik dan saling bebas (Independent IdenticallyDistributed–IID) dengan distribusi normal pada nilai rataan 0dan varian σ2. Secara matematis dinyatakan dengan ℇ ≈ IIDNormal (0,σ2).
Selanjutnya pada keadaan mendekati respon, model order dua atau
lebih biasanya disyaratkan untuk mendekati respon karena adanya lengkungan
(curvature) dalam permukaannya. Dalam banyak kasus, model order dua yang
dinyatakan dengan:
ỳ = + ( ˆ ) + ( ˆ ) + ( ˆ , i < )
21
Estimasi dapat dilakukan dengan operasi matriks. Persamaan untuk
mengestimasi dalam regresi terdapat pada persamaan :
= (x’x)-1 x’y
Keterangan:: konstanta dalam regresi
y : matriks variabel responx : matriks transpose variabel independen
Desain yang paling terkenal untuk mencocokkan model orde dua yaitu
dengan Central Composite Design (CCD). Berdasarkan jarak star(axial) pointnya,
ada tiga macam CCD, yaitu CCC (Circumscribed), CCI (inscribed) dan CCF
(Face-Center).
Gambar 3. Jenis CCDSumber : Isnaini dkk (2012).
Analisis regresi pada RSM dilakukan dengan uji hipotesis secara serentak
dan individual. Uji serentak adalah uji secara keseluruhan. Uji individual
dilakukan masing–masing faktor. Hipotesis nol pada analisis regresi menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh dari faktor yang diuji terharap variabel respon yang
dipilih. Titik optimum yang diestimasi oleh level yang ditentukan saat
eksperimen biasanya berada jauh dengan titik optimum sebenarnya. Pergeseran
level faktor dilakukan untuk mencari titik optimum yang sebenarnya. Metode
tersebut dikenal dengan metode steepest ascent atau steepest descent. Metode
steepest ascent adalah prosedur memindahkan level faktor dengan tujuan untuk
22
memaksimalkan respon. Metode steepest descent digunakan untuk meminimalkan
respon. Titik stasioner dicari setelah membangun model orde dua. Titik stasioner
merupakan lokasi dimana nilai respon adalah maksimum, minimum, atau pelana.
Titik stasioner dapat diketahui dengan rumus matriks pada persamaan berikut ini :
XS = – B-1 b
Keterangan: XS : titik stasioner
B-1 : invers matriks B
b : matriks koefisien regresi orde 1
B merupakan matriks bujursangkar dengan elemen diagonalnya adalah
koefisien kuadratik. Koefisien diluar koefisien kuadratik adalah koefisien regresi
orde pertama yang dibagi dengan 2.
23
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin
Pertanian Jurusan Teknik Pertanian, Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Analisis Hasil
Pertanian, dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Januari
sampai dengan Mei 2016.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah biomassa limbah agroindustri berupa
batang kelapa sawit, enzim selulase (SQzyme CS P-acid cellulase), ragi roti S.
ceriviceae (merk: Fermipan, produksi PT. Sangra Ratu Boga), dextrose, bacto
pepton (Oxoid), bubuk agar, dan yeast extract (Oxoid) (Diperoleh dari Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, FP Unila). Bahan kimia yang digunakan adalah
natrium karbonat anhidrat, natrium kalium tartarat, natrium bikarbonat, natrium
sulfat, CuSO4.5H2O, asam sulfat pekat, arsenomolibdat (Medica), alkohol 70%,
24
air suling, asam sitrat, natrium sitrat, dan NaOH 1 M (Diperoleh dari Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, FP Unila).
Alat-alat yang digunakan antara lain shaker waterbath (Precision
Scientific), Gas Chromatography, mikropipet 1000µL (Thermo Scientific,
Finnpipette F3), timbangan 4 digit (Mattler M3000 Swiszerlan), hammer mill (40
mesh), hot plate (Cimerec3), centrifuge (Thermo Electron Corporation, Model
IEC Centra CL2, made in China), autoklaf (WiseclaveTM), oven (Philip Harris
Ltd), spektrofotometer (Thermo Scientific Genesys 20), vortex (Termolyne Maxi
Mix plusTM), inkubator (Heraeus D-6450 Hanau) alumunium foil, kertas saring,
serta peralatan gelas seperti corong, erlenmeyer, labu ukur, pipet, gelas ukur,
beaker glass, dan tabung reaksi.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam rancangan percobaan metode respon
permukaan (Response Surface Methodology) untuk menentukan nilai optimum
pada percobaan pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit. Percobaan
disusun dalam bentuk 23 faktorial dengan 3 variabel bebas yang dicobakan yaitu
konsentrasi substrat (X1), konsentrasi enzim selulase (X2), lama waktu fermentasi
(X3) dengan variable responnya adalah kadar gula reduksi, kadar etanol, dan kadar
selulosa dengan satuan percobaan terdiri atas 8 unit percobaan faktorial, 6 ulangan
center point dan 6 pengaruh kuadrat. Optimasi kondisi sakarifikasi dan fermentasi
serentak dilakukan dengan berbagai konsentrasi substrat (5%, 7,5%, dan 10%)
dan konsentrasi enzim (25, 30, dan 35 FPU), serta lama waktu fermentasi (48, 72,
dan 96 jam). Faktor, kode dan taraf kode perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1 dan
25
rancangan percobaan pada penelitian ini dengan desain percobaan 23 dapat dilihat
pada Tabel 2. Data hasil percobaan dianalisis dengan perangkat lunak Minitab
versi 17 (Iriawan dan Astuti, 2006). Model persamaan kondisi optimum dengan
desain faktorial 23 untuk kadar etanol adalah:
Y = 0 + 1X1+ 2X2 + 3X3 + 12X1X2 +13X1X3+ 23X2X3+11X21 +22X
22 +
33X2
3
Tabel 1. Faktor, kode, dan taraf kode metode RSM secara faktorial 23 dengan 3
variabel bebas pada proses pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit
No. Faktor KodeTaraf Kode
-α-1,68
Rendah-1
Tengah0
Tinggi+1
+ α+1,68
1Konsentrasi substrat(%)
X1 2,5 5 7,5 10 12,5
2Konsentrasi enzimselulase (FPU)
X2 21,6 25 30 35 38,4
3Lama waktufermentasi (jam)
X3 24 48 72 96 120
Keterangan:α = ∜(2^k )k = jumlah faktor atau variabel bebasjadi α = ∜(2^3 ) = 1,682- α = x – (titik tengah) x
(titik tengah – titik terendah)+ α = x – (titik tengah) x
(titik tengah – titik tertinggi)
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku,
perlakuan awal (pretreatment) bahan baku secara basa dan optimasi tahap
sakarifikasi dan fermentasi secara serentak. Parameter yang diamati adalah kadar
gula reduksi awal, kadar gula redusi akhir, kadar etanol akhir, dan kadar selulosa
26
akhir. Data diolah menggunakan program Minitab 17 untuk mendapatkan bentuk
permukaan respon dan plot kontur serta analisis keragaman dari respon penelitian.
Tabel 2. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas (Iriawan dan
Astuti, 2006)
Run
Konsentrasi substrat(X1)
Konsentrasi enzimselulase (X2)
Lama waktu fermentasi(X3)
TarafKode
(%) TarafKode
(FPU) TarafKode
(Jam)
1 -1 5 -1 25 -1 482 1 10 -1 25 -1 483 -1 5 1 35 -1 484 1 10 1 35 -1 485 -1 5 -1 25 1 966 1 10 -1 25 1 967 -1 5 1 35 1 968 1 10 1 35 1 969 -1,682 2,5 0 30 0 72
10 1,682 12,5 0 30 0 7211 0 7,5 -1,682 21,6 0 7212 0 7,5 1,682 38,4 0 7213 0 7,5 0 30 -1,682 2414 0 7,5 0 30 1,682 12015 0 7,5 0 30 0 7216 0 7,5 0 30 0 7217 0 7,5 0 30 0 7218 0 7,5 0 30 0 7219 0 7,5 0 30 0 7220 0 7,5 0 30 0 72
Keterangan :-1,682 = titik terendah perlakuan-1 = titik rendah perlakuan0 = titik tengah perlakuan+1 = titik tinggi perlakuan1,682 = titik tertinggi perlakuan
3.4.1. Persiapan Bahan
Batang kelapa sawit dipotong menjadi ukuran kecil (5-10 cm), kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari langsung. Batang
kelapa sawit kemudian digiling sampai dengan ukuran 40 mesh menggunakan alat
27
hammer mill. Bubuk batang kelapa sawit selanjutnya dikeringkan dengan oven
suhu 105oC selama 2 jam dan disimpan pada kondisi kering sebelum digunakan
(Samsuri et al.., 2007). Diagram alir persiapan bahan baku dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 4. Diagram alir persiapan bahan bakuSumber : Samsuri, et al.., 2007
3.4.2. Perlakuan Awal Batang Kelapa Sawit
Perlakuan awal dengan menggunakan basa dilakukan dengan
menggunakan metode Sutikno dkk (2010). Bubuk batang kelapa sawit ditimbang
sebanyak 15 g dimasukan dalam erlenmayer ukuran 500 mL, kemudian
ditambahkan larutan NaOH 1 M sebanyak 300 mL. Setelah itu, dihomogenisasi
menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 3 menit dan dipanaskan
dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu, sampel disaring
Batang kelapa sawit
Pengecilan ukuran menjadi 5-10cm
Pengeringan di bawah sinar matahari
Pengecilan ukuran dengan alat hammer millsampai ukuran 40 mesh
Pengeringan dengan oven suhu 105oC selama 2 jam
Bubuk batang kelapa sawit 40 mesh
28
dan dibilas menggunakan air suling sebanyak 4000 mL. Kemudian bagian padat
(holoselulosa) dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan dan
kemudian digunakan sebagai substrat pada SSF.
Gambar 5. Perlakuan awal batang kelapa sawitSumber : Sutikno, dkk (2010)
3.4.3 Persiapan Starter
Pembuatan starter S. cereviceae dilakukan menurut metode yang diuraikan
oleh Scholar dan Benedidikte (1999) dan Suh et al., (2007). Sebanyak 3,5 g
media YPD Agar (1% yeast extract, 2% pepton, 2% dextrose dan 2% agar)
Bubuk batang kelapa sawit 15 g dimasukkan dalamerlenmeyer 500 mL
Penambahan larutan NaOH 1 M sebanyak 300 mL
Pemanasan dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit
Penyaringan dan pembilasan mengunakan air sulingsebanyak 4000 mL
Pengeringan dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan
Holoselulosa BKS
Filtrat
Homogenisasi menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 3 menit
29
dilarutkan dalam 50 mL aquadest dan dihomogenkan menggunakan hotplate dan
magnetic stirer hingga larutan menjadi bening. Larutan media YPD Agar tersebut
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Media YPD yang telah
disterilisasi dituang ke dalam tabung reaksi ukuran 20 mL masing-masing
sebanyak 10 mL dan didinginkan dalam keadaan miring hingga memadat pada
kondisi steril. Satu gram tepung ragi roti dilarutkan dalam 10 ml aquadest dan
dihomogenkan menggunakan vortex, kemudian satu loop larutan ragi digoreskan
pada media agar YPD miring, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC untuk
mengaktifkan ragi. Dua lop koloni yeast dari media miring diinokulasikan pada
50 mL media cair yang mengandung 5% YPD dan kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 48 jam (Gambar 6).
3.4.4. Optimasi Kondisi Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak
Pembuatan bioetanol dari batang kelapa sawit dengan metode sakarifikasi
dan fermentasi serentak dilakukan menurut metode Dowe dan McMillan (2008)
yang dimodifikasi. Ditimbang sampel untuk beberapa konsentrasi (4 g, 6 g, dan 8
g) dimasukkan ke dalam tabung erlemeyer 250 mL, ditambahkan media nutrisi
(yeast extract 1% (b/v) dan pepton 2% (b/v)) dan buffer sitrat 0,05 M sebanyak
67,2 mL pH 5.0, kemudian disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit.
Setelah sampel dingin sampai suhu kamar, substrat ditambah enzim selulase
sebanyak 12,8 mL untuk beberapa konsentrasi berbeda (25, 30, dan 35 FPU).
Sampel tersebut diinkubasi selama 18 jam dalam shaker waterbath dengan
kecepatan 150 rpm pada suhu 50oC kemudian didinginkan sampai suhu kamar.
Selanjutnya, sampel yang telah di sakarifikasi ditambahkan starter S. cerevisiae
30
dengan konsentrasi 10% (b/v), diinkubasi pada suhu 38oC dengan goyangan 150
rpm selama beberapa jam (48, 72, dan 96 jam). Setelah inkubasi, kadar gula
reduksi ditentukan dengan spektrofotometer dan konsentrasi bioetanol dalam
substrat ditentukan dengan GC.
Gambar 6. Tahap pembuatan starter S.cereviceae
Pendinginana media YPD dalam keadaan miring hingga memadat padakondisi steril
Penuangan media YPD 10 mL yang telah disterilisasi ke dalam tabungreaksi ukuran 20 mL
Pelarutan media YPD Agar sebanyak 3,25 gramdalam 50 mL aquadest dan dihomogenisasi
Kultur kerja
Sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
Inkubasi selama 48 jam, suhu 30o C
Inkubasi selama 48 jam, suhu 30o C
Inokulasi dua loop yeast pada 50 ml media cair YPD 5%
Penggoresan larutan ragi pada media miring YPD
31
Gambar 7. Tahap optimasi kodisi sakarifikasi dan fermentasi serentak
Bubuk holoselulosa BKS
(5%; 7,5%; 10% (b/v))
Sampel dimasukkan dalamerlenmeyer ukuran 250 mL
Pendinginan ( T : ruang )
Sterilisasi (suhu 121o C, 15 menit)
Media nutrisi(yeast extract 1%(b/v) dan pepton2% (b/v)) danbuffer sitrat 0,05 Msebanyak 67,2 mL
12,8 mL enzimselulase (25, 30,
dan 35 FPU)
Inkubasi dalam shaker waterbath dengankecepatan 150 rpm (18 jam, suhu 50oC)
Pendinginan (T : ruang)Starter S.cerevisiae10 %(b/v)
Inkubasi (suhu 38oC, goyangan 150 rpm )selama beberapa jam (48,72, dan 96 jam)
Analisis kadar gula reduksiawal
Filtrat SSFAnalisis kadarbioetanol
Analisis kadar gulaReduksi akhir
Ampas
Analisis kadarselulosa
32
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu kadar gula reduksi
hidrolisat batang kelapa sawit (Metode Nelson – Somogyi dalam Sudarmadji,
1984), kadar gula reduksi setelah fermentasi, kadar etanol akhir , serta kadar
selulosa akhir (Chesson dalam Datta, 1981).
3.5.1. Analisis Gula Reduksi Dengan Metode Nelson – Somogyi
Filtrat dari hasil sakarifikasi dan fermentasi batang kelapa sawit yang
mempunyai kadar gula reduksi disiapkan. Sampel tersebut diambil sebanyak 0,1
mL dan diencerkan dengan menambahkan aquades sebanyak 9,9 mL kedalam
tabung reaksi. 0,5 mL filtrat pengenceran dimasukkan dalam tabung reaksi dan
ditambahkan reagensia Nelson sebanyak 0,5 mL, selanjutnya diperlakukan seperti
pada penyiapan kurva standar di bawah. Jumlah gula reduksi ditentukan dengan
mengukur absorbansi sampel pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
540 nm. Data absorbansi tersebut dikonversi ke konsentrasi gula reduksi dengan
memasukkan data absorbansi ke persamaan kurva standar (Y=ax+b) dengan Y
adalah absorbansi sampel dan X adalah kadar gula reduksinya.
3.5.1.1. Penyiapan kurva standar
Larutan glukosa standar dibuat dengan melarutkan 10 mg glukosa anhidrat
dalam 100 mL aquades dan dilakukan 6 pengenceran sehingga diperoleh larutan
glukosa dengan konsentrasi sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/100 mL. Tabung
reaksi yang bersih sebanyak 5 tabung reaksi disiapkan, masing-masing diisi
33
dengan 1 mL larutan glukosa standar tersebut di atas. Satu tabung diisi 1 mL air
suling sebagai blanko, ditambahkan ke dalam masing-masing tabung di atas 1 mL
reagensia Nelson, dan dipanaskan semua tabung pada penangas air mendidih
selama 20 menit. Diambil semua tabung dan didinginkan bersama-sama dalam
gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25°C. Setelah
dingin 1 mL reagensia Arsenomolybdat ditambahkan dan dikocok sampai semua
endapan CuSO4 yang ada larut kembali. Setelah semua endapan CuSO4 larut
sempurna, 7 mL air suling ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan
dihomogenisasi. Absorbansi masing-masing larutan tersebut ditera pada panjang
gelombang 540 nm. Kurva standar dibuat untuk menunjukkan hubungan antara
konsentrasi glukosa dan absorbansi (Sudarmadji et al, 1984).
3.5.1.2. Cara pembuatan reagensia
3.5.1.2.1 Reagensia Nelson
Reagensia Nelson A dapat dibuat dengan melarutkan 12,5 gram Natrium
karbonat anhidrat, 12,5 gram garam rochelle, 10 gram natrium bikarbonat dan 100
gram natrium sulfat anhidrat dalam 350 mL air suling. Kemudian diencerkan
sampai 500 mL. Reagensia Nelson B dibuat dengan cara dilarutkan 7,5 gram
CuSO4. 5H2O dalam 50 mL air suling dan ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat.
Reagensia Nelson dibuat dengan cara dicampur 25 bagian Reagensia Nelson A
dan 1 bagian Reagensia Nelson B. Pencampuran dikerjakan pada setiap hari akan
digunakan.
34
3.5.1.2.2 Reagensia Arsenomolybdat
Sebanyak 25 gram Ammonium molybdat dilarutkan dalam 450 mL air
suling dan ditambahkan 25 mL asam sulfat pekat. Kemudian, dilarutkan pada
tempat yang lain 3 gram Na2HASO4. 7H2O dalam 25 mL air suling. Larutan
dituang ke dalam larutan yang pertama disimpan ke dalam botol berwarna coklat
dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Reagensia ini baru dapat
digunakan setelah masa inkubasi tersebut, reagensia ini berwarna kuning.
3.5.2 Analisis Kadar Etanol dengan Gas Chromatography (GC)
Kolom yang digunakan adalah Carbowax Chromosorb W.HP 80/100 mesh
dengan kondisi operasi suhu mula-mula 55oC kemudian dinaikkan 4oC per menit
selama 3 menit. Selanjutnya dinaikkan lagi 32oC per menit sehingga suhu kolom
menjadi 120oC. Tekanan gas pembawa (N2) 1,7 kg/cm2, tekanan gas pembawa
(H2) 1,6 kg/cm2 dan tekanan udara 0,19 kg/cm2. Injektor Hawlett Packard syringe
10 mL dengan volume injeksi 1 mL (Masykuri, 2001).
Metode analisis yang digunakan dalam mengukur kadar etanol sampel
batang kelapa sawit adalah metode standar tunggal. Metode standar tunggal yaitu
teknik analisis yang hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbansi larutan standar (Asta) dan
absorbansi larutan sampel (Asmp) diukur dengan menggunakan GC.
35
Metode ini menggunakan prinsip hukum Beer, sehingga diperoleh :
Astd/Cstd = Csmp/Asmp
Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
3.5.3 Analisis Holoselulosa
Setengah gram sampel hasil pretreatment basa yang sudah dikeringkan
hingga berat konstan dimasukan dalam erlenmeyer 250 mL. Sebanyak 75 mL
aquadest ditambahkan kemudian sampel direndam selama 2 jam pada suhu 1000C
dan disaring dengan kertas saring sambil dibilas dengan aquades hingga filtrat
menjadi bening. Kertas saring dan residu dikeringkan hingga berat konstan.
Berat konstan tersebut dikurangi dengan berat kertas saring awal disebut berat A.
Residu berat A dimasukan ke Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 75 mL
H2SO4 1 N, direndam selama 2 jam dalam suhu 1000C. Larutan disaring dan
dibilas dengan aquadest ±150 mL hingga filtrat kembali menjadi jernih. Residu
dan kertas saring kemudian dikeringkan hingga berat konstan. Berat konstan
tersebut dikurangi berat kertas saring awal disebut berat B.
Residu berat B dimasukan dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan
H2SO4 72% sebanyak 5 mL dan disimpan pada suhu ruang selama 4 jam. Setelah
itu, 75 mL H2SO4 1 N ditambahkan dan direndam selama 2 jam pada suhu 1000C
lalu disaring dengan kertas saring sambil dibilas aquadest ±150 mL sampai filtrat
jernih. Residu dan kertas saring dikeringkan hingga berat konstan. Berat konstan
dikurangi dengan berat kertas saring awal disebut berat C(Gambar ). Perhitungan
kadar komponen holoselulosa yang terukur dari berat A, B, C dilakukan
berdasarkan metode TAPPI T264 cm tes standar-97 (TAPPI, 2007).
36
Kadar holoselulosa dapat dihitung dengan rumus :
Kadar Hemiselulosa = A – B x 100%Berat sampel
Kadar Selulosa = B – C x 100%Berat sampel
Gambar 8. Analisis holoselulosa (Chesson dalam Datta 1981 yang dimodifikasi)
0,5 gram sampel BKS hasil fermentasidimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL
Pemanasan di penangas air suhu 100oC selama 2 jam
Penyaringan dengan ketras saring dan pembilasandengan aquades 150 mL hingga filtrat jernih
Pemanasan di penangas air suhu 100oC selama 2 jam
Penyaringan dengan ketras saring dan pembilasandengan aquades 150 mL hingga filtrat jernih
Penyimpanan dalam suhu ruang selama 4 jam
Penyaringan dengan ketras saring dan pembilasandengan aquades 150 mL hingga filtrat jernih
Pemanasan di penangas air suhu 100oC selama 2 jam
Filtrat
Filtrat
Filtrat
Residu (berat A)
H2SO4 1 N75 mL
Residu (berat C)
Residu (berat B)H2SO4 72%
75 mL
H2SO4 1 N75 mL
Aquadest75 mL
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Lama waktu fermentasi sangat berpengaruh pada semua variabel respon pada
proses produksi bioetanol dari batang kelapa sawit, sedangkan konsentrasi
enzim selulase hanya berpengaruh pada kadar etanol akhir dan konsentrasi
substrat hanya berpengaruh pada kadar gula reduksi dengan model persamaan
statistika yang dihasilkan yaitu ŷ = 0,47 + 0,303 x1 – 0,156 x2 + 0,0427 x3 –
0,00869 x12 + 0,00475 x2
2 + 0,00015 x32 – 0,00325 x1x2 – 0,00123 x1x3 –
0,001764 x2x3.
2. Kondisi optimum SSF terjadi apabila konsentrasi substrat batang kelapa sawit
yang digunakan sebesar 4,9% dengan konsentrasi enzim selulase 21,6 FPU
difermentasi selama 120 jam dapat menghasilkan kadar etanol maksimal yaitu
sebesar 2,23%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan pada penelitian selanjutnya
dilakukan optimasi proses sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan
menggunakan kombinasi enzim selulase dengan enzim sellobiose agar proses
54
konversi selulosa dapat lebih optimal hingga mendapatkan kadar gula yang
dihasilkan jauh lebih tinggi dan kadar etanol juga diharapkan jauh lebih tinggi.
55
DAFTAR PUSTAKA
Adrados, B.P, P. Choteborska, M. Galbe, dan G. Zacchi. 2005. Etanol Productionfrom Non—strach Carbohydrates of Wheat Bran. Bioresource Technology.96: 843-850.
Alvira, P, E. Tomas-Pejo, M. Ballestro, M.J Negro. 2010. PretreatmentTechnologies for An Efficient Bioethanol Production Process Based onEnzymatic Hydrolysis : A review. J. Bioresource Technology. 101: 4851-4861.
Ambriyanto, K. S,. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Aerob PendegradasiSelulosa dari Serasah Daun Rumput Gajah (Pennisetum purpureumschaum). Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Anonim. 2014. Pengertian Minyak Bumi.http://www.bimbingan.org/pengertianminyak- bumi.html Diakses pada 9September 2014 pukul 20.00 WIB.
Azemi M, Noor M, Dos AMM., Islam MD, Myemensingh., dan Mehat NA. 1999.Physico-Chemical Properties of Oil Palm Trunk Stratch. 51: 293-301.
Azizah. 2012 Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, DanProduksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey DenganSubtitusi Kulit Nenas. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
Bulawayo, B. 1996. Ethanol Production by Fermentation of Sweet-Stem ShorgumJuice Using Various Yeast Strains. Would Journal Microbiology &Biotechnology. 12: 357-360.
Datta, R. 1981. Acidogenic Fermentation of Lignocellulose-Acid Yield andConversion of Components. J. Biotechnology and Bioengineering. ExxonResearch and Engineering Company. Linden, New Jersey. 23: 2167-2170.
Daud, M., W. Syafi’i, dan K. Syamsu. 2012. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq) Menjadi Biotanol Dengan Perlakuan PendahuluanMenggunakan Proses Kraf. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
56
Dhany, R.R. 2013. Produksi Minyak 2013 dibawah Target.http://finance.detik.com/read/2013/12/30/170811/2454329/1034/realisasi-produksi-minyak-2013-di-bawah-target Diakses pada 5 September 2014pukul 20.00 WIB.
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2010. Pertumbuhan Areal Kelapa SawitMeningkat. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html. Diakses pada tanggal 24 November 2015.
Direktorat Jendral Migas. 2012. Produksi Minyak Bumi.http://www.migas.esdm.go.id. Diakses pada tanggal 11 September 2014pukul 19.00 WIB.
Dowe N dan McMillan JD. 2008. SSF Experimental Protocols — LignocellulosicBiomass Hydrolysis and Fermentation. National Renewable EnergyLaboratory. Report no. NREL/TP-510-42630.
Erasmus, D. J. Genome- wide expression analysis: Metabolic adaption ofS.Cereviceae to high sugar stress. FEMS Yeast Research. 3: 375-399.
Fajriah, L.R. 2014. Kebutuhan BBM RI. Lily Rusna Fajriahhttp://ekbis.sindonews.com/read/898365/34/kebutuhan-bbm-ri-2-2-jutabarel- hari di-2020 diakses pada 10 September 2014 pukul 20.00 WIB.
Farhana, N. 2010. Study On Bioethanol Production From Oil Palm Trunk (OPT)Sap by Using Saccharomyces cerevisiae Kyokai NO.7 (ATCC 26422).Universiti Malaysia Pahang. Malaysia.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor
Fazar, 2014. Saatnya Lepas Ketergantungan Bahan Bakar Fosil.http://mediacenter.riau.go.id/read/9602/saatnya-lepas-ketergantungan-bahan-bakar-fosil.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015
Gauss, W.F., S. Suzuki., dan M, Takagi. 1976. Manufacture of Alcohol fromCelulosic Materials Using Plural Ferments. BioResearch Center CompanyLimited.
Ginting, S. 1995. Sisat-sifat Pati Batang Kelapa Sawit dalam Bentuk DerivatAsetat dan Derivat Berikatan Silang Fosfat pada Berbagai pH. UniversitasGajah Mada. Yogyakarta
Hapsari, M.A dan A. Pramasinta. 2013. Pembuatan Bioetanol Dari SingkongKaret (Manihot glaziiovii) Untuk Bahan Bakar Kompor Rumah TanggaSebagai Upaya Mempercepat Konversi Minyak Tanah Ke Bahan BakarNabati. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (2): 240-245.
57
Hayun A., 2008. Prioritas Pengembangan Energy Alternative Biofuel diIndonesia. http://mmt.its.ac.id/library/wp-content/uploads/2008/12/4-anggara-hayuna.Pdf. Diunduh pada tanggal 11 September 2014.
Hermiati, E., C. Mangunwidjaj, T. Sunarti, O. Suparno, B. Prasetya. 2010.Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi. JurnalLitbang Pertanian. 24 pp.
Hidayat, N., M. C. Pradaga dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi.Yogyakarta.
Higgins, A. Raymond. 1984. Engineering Metallurgy. Part I, 5th Edition. Hodderand Stoughton. London.
Hovart., Ari L. 2006. Solubility of Stucturally Complicated Materials : I. Wood. J.Phys. Chem. Ref Data. 35(1). Didalam Yuanisa,A., K. Ulum., A.K.Wardani. Pretreatment Lignoselulosa Batang Kelapa Sawit SebagaiLangkah Awal Pembuatan Bioetanol Generasi Kedua: Kajian PustakaPretreatment Of Oil Palm Trunk Lignocellulose As First Step To ProduceSecond. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (4):1620-1626.
Howard, R.L., E. Abotsi, J.V. Rensburg, dan S. Howard. 2003. LignocelluloseBiotechnology: Issue Of Bioconversion And Enzyme Production. African.Journal Of Biotechnology. 21(2): 602-619.
Inkesa. 2015. Estimasi Pendapatan Kelapa Sawit.http://www.investasikelapasawit.com/estimasi-pendapatan/. Diakses padatanggal 26 Mei 2015.
Investor Daily, 2014.Gapki: Industri Sawit Masih Berprospek Cerah.http://www.investor.co.id/agribusiness/gapki-industri-sawit-masih-berprospek-cerah/79087. Dikases pada 10 September 2014.
Iriawan, N dan S. P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan MudahMenggunakan Minitab 14. Andi. Yogyakarta. 295 hlm.
Irna, C., E. Mardiah, dan Z. Chaidir. 2013. Produksi Bioetanol Dari Ampas TebuDengan Metoda Simultan Sakarifikasi Dan Fermentasi. Jurnal KimiaUnand (ISSN No. 2303-3401). 2: 3.
Ishihara, T., F.A. Putri, A.R. Ismail, dan K.C. Khoo. 1990. EnzymaticSaccharification Of Oil Palm Trunks. Journal of Tropical Forest Science3: 356–360.
Isnaini, N., A. F. Hadi, dan B. Juliyanto. 2012. Model Permukaan Respon PadaPercobaan Faktorial (Response Surface Models At Factorial Experiment).Majalah Ilmiah Matematika Dan Statistika. 12: 24-32.
58
Jung, Y., I. Kim., J. Kim, K. Oh., J. Han,, I. Choi dan K. Kim. 2011. EthanolProduction From Oil Palm Trunks Treated With Aqueous Ammonia AndCellulase. J. Bioresource Technology. 102: 7307-7312.
Khaira, F.Z., E. Yenie, dan S.R Muria. 2015. Pembuatan Bioetanol Dari LimbahTongkol Jagung Menggunakan Proses Simultaneous Saccharification AndFermentation Dengan Variasi Konsentrasi Enzim Dan Waktu Fermentasi.JOM Fteknik. 2 (2).
Khoirul, I. 2015. Hulu Migas: Produksi 849.000 Barel, Konsumsi 1.9 Juta Barel.http://www.kompasiana.com/issonkhairul/hulu-migas-produksi-849-000-barel-konsumsi-1-9-juta-barel_54f34d5b745513a02b6c6fec. Diakses padatanggal 28 Mei 2015.
Knauf, M. and M. Moniruzzaman. 2004. Lignocellulosic biomass processing: Aperspective. International Sugar Journal. 106(1263): 147- 150.
Komarayati, S. dan Gusmailina. 2010. Prospek Bioetanol Sebagai PenggantiMinyak Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Lau, M.W., C.Gunawan, dan B.E. Dale. 2009. The Impacts Of Pretreatment OnThe Fermentability Of Pretreated Lignocellulosic Biomass: AComparative Evaluation Between Ammonia Fiber Expansion And DiluteAcid Pretreatment. J. Biotechnology For Biofuels. 2:30.
Lennartsson, P.R., P. Erlandsson, dan M.J Taherzadeh. 2014. Integration of TheFirst and Second Generation Bioethanol Processes and The Importance ofBy Product. J. Bioresource Technology 165:2-8.
Maemunah,S. 2005. Aplikasi Enzim Selulase Dari Trichoderma ressei QM 9414Untuk Peningkatan Produksi Etanol Dari Singkong Melalui ProsesSaakrifikasi Dan Fermentasi Simultan. ITB. Bandung.
Malle, D., I.B.D. Kapelle, dan F. Lopulalan. 2014. Pembuatan Bioetanol dariLimbah Air Kelapa Sawit Melalui Proses Fermentasi. Ind. J. Chem. Res. 2:155-159.
Mangunwidjaja, D dan Suryani.A. 1994. Technology Bioproses. PenebarSwadaya. Jakarta.
Masykuri. 2001. Identifikasi Mikroorganisme yang Memfermentasikan SusuKerbau Lumpur Menjadi Didih. Journal Pengembangan PeternakanTropis. Edisi Khusus Seminar Nasional Ruminansia. 297 – 306 pp.
Mathius, I-W. 2010. Produk Samping Industri Kelapa Sawit dan TeknologiPengayaan Bahan Pakan Sapi yang Terintegrasi. Didalam: Fagi, A.M. DanSubandryo dan I-W. Rusastra. Sistem Integrasi Ternak Tanaman Padi,Sawit dan Cacao. LIPI Press. Jakarta. 65-103 pp.
59
Myers, Raymond H., C.D. Montgomery, dan M. C. Anderson-Cook. 2009.Response Surface Methodology Process and Product Optimazation usingDesign Experiments, Third edition. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Media Indonesia.2014.Indonesia Produsen Kelapa Sawit Terbesar.http://www.kemenperin.go.id/artikel/1075/Indonesia-Produsen-Kelapa-Sawit-Terbesar. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015.
Montgomery, Douglas C. 2001. Design and Analisis of Experiments 5th Edition.John Wiley & Sons, Inc. New York.
Mosier, N., C. Wyman., B. Dale., R. Elander., Y.Y. Lee., M. Holtzapple., dan M.Ladisch. 2005. Features Of Promising Technologies For Pretreatment OfLignocellulosic Biomass. J. Bioresource Technol. 96 : 673-686.
Mori, Y, Ryohei, T., Sojitz, M., Nor, M., Yusuf, M. dan Sulaiman O. 2007.Potential of Oil Palm Trunk As a Source For Ethanol Production. JapanInternational Research Center for Agricultural Sciences.
Nuryanti dan Djati H Salimy. 2008. Metode Permukaan Respon Dan AplikasinyaPada Optimasi Eksperimen Kimia. Risalah Lokakarya Komputasi dalamSains dan Teknologi Nuklir. 373-391 pp.
Ohgren, K., R. Bura., J. Saddler., dan G. Zacchi. 2007. Effect Of HemicelluloseAnd Lignin Removal On Enzymatic Hydrolysis Of Steam Pretreated CornStover. J. Bioresource Technology. 98 : 2503-2510.
Olofsson, K., Bertilsson, dan M. Liden G. 2008. A Short Review on SSF- AnInteresting Process Option For Ethanol Production From LignocellulosicFeedstock. BioMed Central Ltd.http://www.biotechnologyforbiofuels.com/content/1/1/7.
Pramita, D.L., E. Yenie, dan S.R Muria. 2014. Pembuatan Bioetanol Dari KulitNenas Menggunakan Enzim Selulase Dan Yeast S.Cereviceae DenganProses Simutaneous Saccharification And Fermentation Terhadap VariasiKonsentrasi Inokulum Dan Waktu Fermentasi. JOM Unri. 1(1).
Primarini, D. 2012. Penerapan Teknologi Kilang Nabati Kelapa Sawit : ProduksiBioetanol dari Batang Pohon Kelapa Sawit Tua. Badan Pengkajian DanPenerapan Teknologi. Lampung.
Purba, D.E.H., I.E. Suprihatin, dan A.A.I.A.M Laksmiwati. 2016. PembuatanBioetanol dari Kupasan Kentang (Solanum tuberosum L.) dengan ProsesFermentasi. J.Kimia. 10 (1): 155-160.
Radojkovic, M., Zekovic, Z., Jokic, S., and Vidovic, S., (2012), Determination ofOptimal Extraction Parameters of Mulberry Leaves Using ResponseSurface Methodology (RSM), Romanian Biotechnological Letters. 17(3):7295–7308 .
60
Ramadani, S. 2013. Produksi CPO Malaysia Lebih Banyak.http://economy.okezone.com/read/2013/12/21/320/915699/jangan-panas-dulu-kalau-produksi-cpo-malaysia-lebih-banyak. Diakses pada tanggal 28Mei 2015.
Rana, V., A. D. Eckard., dan B. K. Ahring. 2014. Comparison of SHF and SSF ofWet Exploded Corn Stover And Loblolly Pine Using In-House Enzymes
Produced From T. reesei RUT C30 and A. saccharolyticus. SpringerPlus2014. 3 (1) : 516.
Rochani, A., S. Yuniningsih, dan Z. Ma’sum. 2016. Pengaruh Konsentrasi GulaLarutan Molases Terhadap Kadar Etanol Pada Proses Fermentasi. J. RekaBuan . Universitas Tribhuwana Tunggadewi.1:1.
Samsuri, M., Gozan M., Mardias., Baiquni, M., Hermansyah, H., Wijanarko, A.,Prasetya, B., Nasiki, M. 2007. Pemanfaatan Hemiselulosa Bagas UntukProduksi Ethanol Dari Bagas Melalui Skarifikasi Dan FermentasiSerempak Dengan Enzim Xylanase. Makara seri Teknologi. 17-24 pp.
Samsuri, M., M. Gozan., B. Prasetya., dan M. Nasikin. 2009. Hydrolysis OfBagassae By Cellulose And Xylanase For Bioethanol Production InSimultaneous Saccharification and Fermentation. Jurnal of Appl andIndustrial Biotech at Tropical Region 2.
Septiyani, R. 2014. Optimasi Proses Perlakuan Awal dan Hidrolisis BatangKelapa Sawit dalam Produksi Bioetanol. Univeristas Lampung. BandarLampung.
Sudarmadji, S., Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa untuk BahanMakanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Stenberg K, M. G., Guido Zacchi.2000. The Influence Of Lactic Acid FormationOn The Simultaneous Saccharification And Fermentation (SSF) OfSoftwood To Ethanol. Enzyme and Microbial Technology. 26(2). 71-79.
Sutikno., Hidayati, S., Nawansih, O., Nurainy, F., Rizal, S., Marniza., dan Arion,R. 2010. Tingkat Degradasi Lignin Bagas Tebu Akibat Perlakuan BasaPada Berbagai Kondisi.http://blog.unila.ac.id/sutiknounila/category/research-activities.Diaksespada tanggal 5 September 2014 pada pukul 19.20 WIB.
Takagi, M., Abe, S., Emert, G.H., Yata, N. 1977. A method for Production ofEtanol Directly from Selulosa using selulosa and Yeast. Proceedings ofBioconversion Symposium. Delhi. 551-571 pp.
Teugjas, H. dan Valjamae, P. 2013. Product inhibition of cellulases studiedwith14 C-labeled cellulose substrates. J. Biotechnology for Biofuels. 6:104.
61
Trisakti, B., Y. Br Silitonga, dan Irvan. 2015. Pembuatan Bioetanol Dari TepungAmpas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi SertaRecycle Vinnase (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu, DanWaktu Hidrolisis). J. Teknik Kimia USU. 4 (3).
Wahono, S.K., Darsih, C., Rosyida, V.T., Maryana, R., dan Pratiwi, D. 2014.Optimization of Cellulose Enzyme in the Simultaneous Saccharificationand Fermentation of Sugarcane Bagasse on the Second-GenerationBioethanol Production Technolog. Energy Procedia.. 47: 268 – 272.
Wasungu, K. 1982. Growth Characteristics Of Baker's Yeast In Ethanol.Biotechnol Bioeng. 24 : 1125–1134.
Wingren, A., M. Galbe., dan G. Zacchi. 2003. Techno-Economic Evaluation ofProducing Ethanol From Softwood: Comparison of SSF and SHF andIdentification of Bottlenecks. J. Biotecnol. 19 (4) : 1109-1117.
Xiao Z, Zhang X, Gregg DJ dan Saddler JN. 2004. Effects of sugar inhibition oncellulases and beta-glucosidase during enzymatic hydrolysis of softwoodsubstrates. J. Biochem Biotechnol: 26: 113-116.
Recommended