View
123
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Farmasi Rumah Sakit
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERFARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
LAPORAN KASUS KLINIKNEUROPATHY DIABETIC
GELOMBANG IPERIODE 19 JANUARI 14 MARET 2015
DISUSUN OLEH :
MUTHMAINNAH NURDINN21114727
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk MenyelesaikanProgram Studi Profesi Apoteker
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERFARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
LAPORAN KASUS KLINIKNEUROPATHY DIABETIC
GELOMBANG IPERIODE 19 JANUARI 14 MARET 2015
MUTHMAINNAH NURDINN 211 14 727
MENYETUJUI :
Koordinator PKPAFarmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Abdul Rakhmat Muzakkir, S.Si.,Apt.NIP. 19851018 201012 1 007
MENGETAHUI :
a.n. Koordinator PKPA Farmasi Rumah Sakit Kepala Instalasi FarmasiProgram Studi Profesi Apoteker Rumah Sakit Universitas HasanuddinFakultas Farmasi UNHAS
Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. Jannatul Mawa, S.Si., Apt.NIP. 19570326 198512 2 001 NIP. 1870205 201012 2 006
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERFARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
LAPORAN KASUS KLINIKNEUROPATHY DIABETIC
GELOMBANG IPERIODE 19 JANUARI 14 MARET 2015
MUTHMAINNAH NURDINN 211 14 727
MENYETUJUI :
Koordinator PKPAFarmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Abdul Rakhmat Muzakkir, S.Si.,Apt.NIP. 19851018 201012 1 007
MENGETAHUI :
a.n. Koordinator PKPA Farmasi Rumah Sakit Kepala Instalasi FarmasiProgram Studi Profesi Apoteker Rumah Sakit Universitas HasanuddinFakultas Farmasi UNHAS
Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. Jannatul Mawa, S.Si., Apt.NIP. 19570326 198512 2 001 NIP. 1870205 201012 2 006
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERFARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
LAPORAN KASUS KLINIKNEUROPATHY DIABETIC
GELOMBANG IPERIODE 19 JANUARI 14 MARET 2015
MUTHMAINNAH NURDINN 211 14 727
MENYETUJUI :
Koordinator PKPAFarmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Abdul Rakhmat Muzakkir, S.Si.,Apt.NIP. 19851018 201012 1 007
MENGETAHUI :
a.n. Koordinator PKPA Farmasi Rumah Sakit Kepala Instalasi FarmasiProgram Studi Profesi Apoteker Rumah Sakit Universitas HasanuddinFakultas Farmasi UNHAS
Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. Jannatul Mawa, S.Si., Apt.NIP. 19570326 198512 2 001 NIP. 1870205 201012 2 006
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur penyusun panjatkan
atas kehadirat Allah SWT, karena atas kesehatan dan kekuatan, serta
hidayah-Nya, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di RS PENDIDIKAN
UNHAS Makassar. Tidak lupa pula penyusun haturkan shalawat serta
salam atas baginda Rasulullah SAW, pelopor pemikir Islam dan uswatun
hasanah bagi sekalian ummatnya.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian
Program Pendidikan Profesi Apoteker pada Fakultas Farmasi, Universitas
Hasanuddin Makassar. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil pengamatan
dan informasi langsung di lapangan selama kegiatan PKPA berlangsung.
Peyusunan laporan ini tidak lepas dari adanya bimbingan, saran,
pendapat, atau perbaikan dari segala pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
2. Ibu Dr. Hj. Latifah Rahman, DESS, Apt., selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt., selaku Koordinator PKPA
Farmasi Rumah Sakit Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin serta dosen pembimbing laporan
PKP Farmasi Rumah Sakit.
iv
4. Ibu Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt selaku pembimbing PKPA Farmasi
Rumah Sakit di RS Pendidikan UNHAS Makassar.
5. Ibu Jannatul Mawa, S.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi di RS
Pendidikan UNHAS Makassar.
6. Bapak Abdul Rakhmat Muzakkir, S.Si., Apt selaku Koordinator PKPA
Farmasi di RS Pendidikan UNHAS Makassar
7. Staf RS Pendidikan UNHAS Makassar yang telah membantu selama
kegiatan PKPA berlangsung hingga selesai.
8. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa serta dukungan
moril.
9. Rekan-rekan peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi
Rumah Sakit Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan, saran, maupun kritik yang
sifatnya membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan laporan
ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya
dalam pengembangan profesi apoteker kedepannya. Amin.
Makassar, Mei 2015
Penyusun
vDAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
I.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
II.1 Terminologi Diabetes Mellitus................................................ 3
II.1.1 Definisi Diabetes Mellitus ............................................. 3
II.1.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus...................................... 4
II.1.3 Komplikasi Diabetes Mellitus.... ................. 5
II.2 Neuropati pada Diabetes....................................................... 5
II.2.1 Definisi dan Klasifikasi Neuropati Diabetes .................. 5
II.2.2 Patofisiologi Neuropati Diabetes .................................. 7
II.2.3 Diagnosis Neuropati Diabetes...................................... 8
II.3 Penatalaksanaan Neuropati pada Diabetes .......................... 9
II.3.1 Prinsip Terapi ............................................................... 9
II.3.2 Daftar Obat untuk Terapi Neuropati ........................... 10
II.3.2 Algoritma Terapi Neuropati ........................................ 12
II.3.3 Deskripsi Obat............................................................ 14
vi
BAB III STUDI KASUS....................................................................... 18
III.1 Profil Penderita ................................................................... 18
III.2 Profil Penyakit..................................................................... 18
III.3 Data Klinik Pasien .............................................................. 20
III.4 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium ............................... 22
III.5 Data Pemeriksaan Penunjang Lainnya .............................. 26
III.6 Profil Pengobatan ............................................................... 27
III.7 Analisa Rasionalitas ........................................................... 30
III.8 Assesment and Plan........................................................... 31
III.9 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi................................... 32
III.10 Uraian Obat ...................................................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 57
BAB V PENUTUP .............................................................................. 69
V.1 Kesimpulan ......................................................................... 69
V.2 Saran .................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 70
LAMPIRAN......................................................................................... 72
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Daftar Obat untuk Manajemen Neuropati ...................................... 10
II.2 Daftar Obat untuk Manajemen Nyeri Neuropati ............................. 11
III.1 Data Klinik Pasien......................................................................... 20
III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium ......................................... 22
III.3 Data Hasil Pemeriksaan Urin Rutin .............................................. 25
III.4 Data Pemeriksaan Sensitifitas Antibiotik ...................................... 25
III.5 Data Pemeriksaan Elektrolit.......................................................... 26
III.6 Profil Pengobatan Pasien ............................................................. 27
III.7 Analisa Rasionalitas ..................................................................... 30
III.8 Assesment and Plan..................................................................... 31
III.9 Data Komunikasi, Informasi dan Edukasi ..................................... 32
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
II.1 Prinsip Dasar dalam Terapi Neuropati pada Diabetes............. 10
1BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolism kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolism karbohidrat, lipid,
dan protein sebagai akibat infusiensi fungsi insulin. Infusiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin
oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurangnya responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (1).
Peningkatan insidensi DM yang eksponensial tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi dari DM baik akut
maupun kronis. Komplikasi akut dapat berupa Ketoasidosis diabetik
(KAD), Koma hiperosmolar hiperglikemik, dan hipoglikemia. Sedangkan
komplikasi kronis bisa berupa retinopati, nefropati, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah perifer, neuropati, diabetic foot (2).
Penderita DM memiliki kemungkinan untuk menderita kerusakan
syaraf temporer maupun permanen dalam tubuhnya. Kerusakan syaraf
terjadi karena berkurangnya aliran darah dan tingginya kadar gula darah,
dan akan menjadi kerusakan permanen apabila kadar gula darah tidak
terkontrol dengan baik. Kerusakan syaraf ini dapat terjadi pada setiap
sistem organ termasuk sistem pencernaan, jantung dan organ seksual.
Pada sebagian penderita, kerusakan syaraf ini tidak menimbulkan gejala
2apa-apa, namun pada sebagian penderita lainnya kerusakan syaraf
karena diabetes ini dapat menimbulkan rasa sakit, kesemutan, bahkan
kebas atau mati rasa pada bagian tangan, lengan, kaki dan jari-jari (3).
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris,
motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif yaitu
di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala
nyeri bahkan mati rasa. Biasanya yang terserang adalah serabut saraf
tungkai atau lengan (3).
Hingga saat ini faktor yang menyebabkan terjadinya neuropati
diabetes belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Gejala tergantung
pada banyak faktor, seperti faktor hiperglikemik dan faktor risiko lain
seperti peningkatan lipid, tekanan darah, merokok, tinggi badan, dan
paparan tinggi terhadap bahan yang berpotensi neurotoksik. Faktor
genetik juga mungkin mengambil peran dalam hal ini (4).
Mengingat terjadinya diabetik neuropati merupakan rangkaian
proses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, maka
pengelolaan dan pencegahan diabetik neuropati, pada dasarnya
merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Bila
diabetik neuropati disertai dengan nyeri diberikan berbagai jenis obat
sesuai dengan tingkatan nyeri dengan harapan untuk menghilangkan
keluhan nyeri tersebut hingga kualitas hidup dapat diperbaiki.
3BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Terminologi Diabetes Mellitus
II.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak
ditularkan (Non-Communicable disease) dan sering ditemukan di
masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang, DM juga sebagai
penyebab kematian 4-5 kali dibanding dengan penyakit lain. Insidensi DM
terus meningkat secara tajam, sampai saat ini tercatat sebanyak 177
penderita diabetes di seluruh dunia dan diperkirakan pada tahun 2025
akan didapatkan penderia diabetes sebanyak 300 juta penderita (5).
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh
terhadap insulin (2).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai
dengan hiperglikemika yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau
4keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular dan
neuropati (6).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
diabetes melitus adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme
dengan multi etiologi yang ditandai dengan hiperglikemia kronis, gejala
polidipsi, poliuri, polifagi, serta kelainan metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak karena terjadi insufisiensi insulin yang disebabkan oleh
defisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans kelenjar pankreas,
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
II.1.2 Patofisiologi Diabetes Melitus
Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II sangat kompleks, pada
awalnya, terjadi kegagalan aksi insulin dalam upaya menurunkan gula
darah, mengakibatkan sel pankreas akan mensekresikan insulin lebih
banyak untuk mengatasi kekurangan insulin. Dalam keadaan ini toleransi
glukosa dapat normal tetapi suatu saat akan terjadi gangguan dan
menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT) dan belum terjadi
diabetes. Apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai
beban glukosa yang terus menerus, sel pankreas dalam jangka waktu
yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan
kadar gula darah, disertai peningkatan glukosa hepatik dan penurunan
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak yang mempengaruhi kadar gula
darah puasa dan pospandrial yang sangat karakteristik pada Diabetes
Melitus Tipe II. Akhirnya sekresi insulin oleh sel pankreas akan
5menurun dan terjadi hiperglikemia yang bertambah berat dan terus
menerus berlangsung (7).
II.1.3 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah diabetic ketoacidosis (DKA),
hyperglicemic hyperosmolar state (HHS) dan hipoglikemik. Sedangkan
komplikasi kronik dapat dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi vaskular dan
non vaskular. Pada komplikasi vaskular, dibagi lagi menjadi mikrovaskular
(retinopathy, neuropathy, nephropathy) dan makrovaskular (coronary
artery disease (CAD), peripheral artery disease (PAD), cerebrovascular
disease). Komplikasi non vaskular yaitu berupa gastroparesis, infeksi, dan
perubahan kulit (8)
II.2 Neuropati Pada Diabetes
II.2.1Definisi dan Klasifikasi Neuropati Diabetes
Berdasarkan perjalanan penyakit, neuropati diabetik muncul sebagai
akibat perubahan biokimiawi dimana belum terdapat kelainan patologik
dan masih reversible. Fase itu dikenal dengan neuropati fungsional
(subklinis). Selanjutnya, ketika gejala sudah dapat dikeluhkan oleh pasien
berarti kerusakan sudah melibatkan struktur serabut saraf, namun masih
terdapat komponen yang reversible. Fase itu disebut neuropati struktural
(klinis) (9).
Kerusakan struktural yang dibiarkan begitu saja lama kelamaan akan
mencapai tahap akhir yaitu kematian neuron yang sifatnya irreversible. Di
6sisi lain, berdasarkan serabut saraf yang terkena, neuropati diabetik dibagi
2 yaitu neuropati sensorimotor dan neuropati otonom (9).
a) Neuropati Sensorimotor Kerusakan pada saraf sensori biasanya
pertama kali mengenai akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki
dan sarung tangan (stocking-and-glove distribution). Kerusakan pada
serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi pasien terhadap
sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada serabut
saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan
otot, diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping
itu, pasien dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot
iliopsoas, quadriceps dan adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai
adanya gangguan sensori sesuai segmen L2, L3, dan L4. Sementara
itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan gambaran poliradikulopati.
b) Neuropati otonom umumnya ditemukan pada pasien yang
menderita diabetes jangka lama. Neuropati otonom terjadi pada 40%
kasus setelah menderita DM lebih dari 10 tahun. Pada ekstremitas
bawah, neuropati otonom dapat menyebabkan arteriovenosus
shunting, dan dapat menyebabkan vasodilatasi di arteri-arteri kecil.
Anormalitas pada neuropati otonom juga bertanggung jawab terhadap
penurunan aktivitas kelenjar keringat di kaki. Perubahan ini akan
menyebabkan kulit kering dan timbul fisura yang menjadi predisposisi
terhadap infeksi kaki. Neuropati motorik di kaki menyebabkan
lemahnya otot-otot intrinsik kecil, yang secara klasikal disebut
7intrinsicminus kaki. Hal ini akan memicu adanya ketidakseimbangan
muskular dengan tanda yang khas yaitu fleksi pada plantar kaki.
Kepentingan gangguan otot-otot instrinsik pada caput metatarsal dan
digiti berperan sebagai titik tekanan pada kaki dengan kemungkinan
iritasi dari sepatu atau peralatan lain yang dipakai dikaki, sebagai salah
satu penyebab ulkus kaki diabetik. Pasien diabetik mengalami
kerentanan terhadap abnormalitas musculoskeletal kaki, seperti
neuropati atropi (kaki charcots). Neuropati artropi ditandai dengan
kronik, progresif, proses degeneratif dari 1 atau lebih sendi dan
ditandai dengan pembengkakan, perdarahan, peningkatan suhu,
perubahan tulang dan instabilitas sendi. Polineuropati simetrikal pada
bagian distal merupakan sebuah komplikasi dari diabetes dan
berperan sebagai penyebab utama ulkus kaki diabetes dan berdampak
pada bagian sensorik dan motorik sistem saraf tepi.
II.2.2 Patofisiologi Neuropati Diabetes
Menurut Adam, (9) ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi
pada saraf perifer yaitu :
a) Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada
akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus.
Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena
pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali
dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah.
8b) Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan
sel Schwann. Demielinisasimulai dari nodus ranvier meluas tak teratur
ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena
tidak terjadi kerusakan akson.
c) Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa
tempat ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
II.2.3 Diagnosis Neuropati Diabetes
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau
lebih dari empat kriteria dibawah ini : (9)
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.
4. Fungsi otonomik abnormal
Evaluasi yang perlu dilakukan, diantaranya :
1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti
tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan
filamen mono Semmes-Weinstein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu untuk mengetahui
dengan lebih awal adanya gangguan
4. Hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.
95. Uji untuk diabetic autonomic neuropathy (DAN), diantaranya :
a) Uji komponen parasimpatis dilakukan dengan :
- Tes respon denyut jantung terhadap maneuver Valsava
- Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam
(denyut jantung maksimum-minimum)
b) Uji komponen simpatis dilakukan dengan :
- Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik)
- Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan
diastolik).
II.3 Penatalaksanaan Neuropati Pada Diabetes
II.3.1 Prinsip terapi neuropati diabetes
Seringkali penderita neuropati pada diabetes tidak mendapatkan
terapi, dengan prevalensi sebanyak 39% (11). Pada dasarnya, terapi
neuropati pada diabetes meliputi terapi farmakologis dan non
farmakologis. Prinsip terapi yang harus diperhatikan yakni bukan hanya
efektivitas, tetapi juga efikasi, akses terhadap obat tersebut dan harga
obat.
Prinsip dari terapi farmakologi dari nyeri neuropati diabetik adalah
menurunkan sensitasi periferal, menurunkan aktivitas aktivitas ektopik,
mengurangu sensitasi pusat, menurunkan fasilitasi pusat, dan
meniningkatkan inhibisi pusat. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut :
10
Gambar II.1 Prinsip dasar dalam terapi neuropati pada diabetes (11).
II.3.2 Daftar obat untuk terapi neuropati
Menurut NHS (12), pengobatan farmakologis yang berbeda untuk
nyeri neuropatik terdapat empat kelas obat utama (antidepresan, anti-
epilepsi, analgesik opioid dan pengobatan topikal )
Tabel II.1 Daftar obat untuk manejemen neuropati
Kelas Obat (golongan obat) Nama ObatAntidepresan :Antidepresan trisiklik (TCAs)
AmitriptylineClomipramineDesipramineDosulepin (dothiepin)DoxepinImipramineLofepramineNortriptylineTrimipramine
Antidepresan :Penghambat ambilan kembaliserotonin selektif (SSRIs)
CitalopramFluoxetineParoxetineSertraline
Antidepressants :Penghambat ambilan kembaliserotonin - norepinephrine(SNRIs)
DuloxetineVenlafaxine
11
Lanjutan tabel II.1 Daftar obat untuk manejemen neuropati
(Diambil dari National Institute for Healt and Clinical Excellene, NICE
clinical guideline, Neurophatic pain, 2010).
Meskipun demikian, tidak semua obat tersebut mendapatkan lisensi
untuk digunakan dalam pengobatan manajemen nyeri pada neuropati
diabetes (12).
Tabel II.2 Daftar obat untuk manejemen nyeri pada neuropati
Amitriptyline Tidak berlisensi untuk nyeri neuropatiDuloxetine Berlisensi untuk neuropati yang menyakitkanImipramine Tidak berlisensi untuk nyeri neuropatiLidokain (topikal) Berlisensi untuk neuralgia pasca-herpesNortriptyline Tidak berlisensi untuk nyeri neuropatiPregabalin Berlisensi untuk nyeri neuropati sentral dan periferTramadol Berlisensi untuk nyeri sedang dan berat
(Diambil dari National Institute for Healt and Clinical Excellene, NICE
clinical guideline, Neurophatic pain, 2010).
Kelas Obat (golongan obat) Nama ObatAnti epilepsi ( Anti konvulsan) karbamazepin
GabapentinLamotrigineOxcarbazepinPhenytoinPregabalinSodium valproateTopiramate
Analgesik opioid BuprenorphineCo-codamolKoden fosfatCo-dydramolDihydrocodeineFentanylMorfinOxycodoneTramadol
Pengobatan topical Topical capsaicinTopical lidokain
12
II.3.3 Algoritma Terapi Neuropati
II.3.3.1 Pengobatan lini pertama
Menurut NHS (12), terapi lini pertama yang dapa digunakan untuk
manajemen pada neuropati yakni:
1. Penggunaan amitriptyline secara oral atau pregabalin adalah
pengobatan lini pertama (tapi lihat rekomendasi tabel II.2 untuk orang
dengan neuropati diabetesyang menyakitkan) .Untuk amitriptilin,
dosisnya mulai dari 10 mg per hari, dengan bertahap ke atas titrasi
dengan dosis efektif yang maksimal dan ditoleransi pasien. Dosis tidak
boleh lebih tinggi dari 75 mg per hari (dosis tinggi bias
dipertimbangkan dalam konsultasi dengan layanan spesialis nyeri).
2. Penggunaan pregabalin: mulai dari 150 mg per hari (dibagi menjadi
dua dosis) dengan atas titrasi dengan dosis efektif atau dosis yang
ditoleransi. Dosis tidak lebih tinggi dari 600 mg per hari (dibagi menjadi
dua dosis).
3. Untuk orang dengan neuropati diabetes yang menyakitkan, duloxetine
juga merupakanpengobatan lini pertama. Untuk duloxetine mulai dari
60 mg per hari dengan titrasi atas ke efektif dosis atau maksimum
dosis yang ditoleransi. Dosis tidak boleh lebih tinggi dari 120 mg per
hari.
4. Berdasarkan evaluasi klinis awal dan teratur : Perlu dilihat apakah ada
perbaikan yang memuaskan sehingga didapatkan keputusan untuk
13
meneruskan pengobatan, secara bertahap mengurangi dosis dari
waktu ke waktu jika ada perbaikan yang kontinyu.
II.3.3.2 Pengobatan lini kedua
Menurut NHS (12), apabila pengurangan nyeri tidak tercapai
dengan terapi ini pertama, maka dapat dipertimbangkan penggantian obat
atau kombinasi obat setelah pemberitahuan pada pasien, yakni
1. Jika lini pertama terapi menggunakan amitriptilin, maka terapi dirubah
ke pregabalin
2. Jika terapi pertama menggunakan pregabalin, ganti atau kombinasikan
dengan amitriptilin oral (atau imipramine atau nortriptyline sebagai
alternatif jika amitriptyline pasien tidak dapat mentolerir efek samping,
lihat rekomendasi tabel II.1 ).
Untuk pasien dengan neuropati diabetes yang menyakitkan :
1. Jika terapi pertama menggunakan duloxetine, ganti dengan amitriptilin
atau pregabalin atau kombinasikan dengan pregabalin
2. jika terapi pertama menggunakan amitriptyline, ganti atau kombinasi
dengan pregabalin.
II.3.3.3 Pengobatan lini ketiga
Menurut NHS (12), apabila terapi untuk mengurangi nyeri tidak
dicapai dengan terapi lini kedua, maka perlu dilakukan rujukan pada
spesialisasi penanganan nyeri pada center yang khusus. Dalam proses
menunggu rujukan, tramadol oral merupakan pertimbangan yang bagus
untuk manajemen sementara, dapat ditammbahkan lidokain topical pada
14
bagian yang nyeri yang terlokalisasi ataupun yang tidak bisa meminum
obat oral
1. Penggunaan tramadol sebagai monoterapi dimulai dari 50-100 mg
tidak lebih dari 4 jam. Dengan dosis maksimal 400mg per hari.
2. Dilarang menggunakan opioid (morfin, oxycodone) untuk terapi tanpa
assessment dari spesialis manajemen nyeri
II.3.3 Deskripsi golongan obat terapi neuropati diabetes
1. Antikonvulsan
Beberapa jenis antikonvulsan direkomendasikan untuk terapi pada
neuropati di diabetes dan telah dibuktikan efektivitasnya dan
keamanannya. Terapi lini pertama yang dianjurkan yakni dengan
menggunakan pregabalin sebagai agen lini pertama karena
efektivitasnya dalam mengurangi rasa nyeri pada pasien,
kemampuannya dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan
mengurangi gangguan tidur (10,13). Rekomendasi ini telah
mendapatkan evidens level A. sedangkan untuk rekomendasi dengan
evidens level B dapat digunakan gabapentin sebagai salah satu terapi
yang lebih terjangkau dan mudah didapatkan. Dimana pregabalin
sendiri tidak menyebar ke semua Negara sehingga susah untuk
didapatkan. Efek samping dari pregabalin yakni sedasi, bingung,
konstipasi, pusing dan kenaikan berat badan (15) sedangkan efek
samping gabapentin yakni pusing, somnolen, mulut kering dan lelah
pada tubuh (13).
15
2. Antidepresan
Antidepresan merupakan salah satu rekomendasi dengan level
evidens B sebagai terapi pada neuropati di diabetes. Amitriptyline
sebagai triyclic antidepresan (TCA) merupakan obat yang menjadi lini
pertama dengan efektivitas dan harga yang lebih terjangkau. Selain itu,
beberapa Negara telah memproduksi amitriptyline sebagai obat
generic yang tersebar dan mudah didapat. Amitriptyline dapat
dikombinasikan dengan pregabalin untuk meningkatkan efikasinya,
namun idak boleh dikombinasikan dengan duloxetine karena mampu
meningkatkan efek toksisitasnya dalam mengakibatkan sindrom
serotonin (14), Efek samping yang sering didapatkan yakni bibir kering
dan somnolen (13). Terapi antidepresan lain seperti venlafaxine dan
duloxetine merupakan serotonin norepinephrine reuptake inhibitors
(SNRIs). Duloxetine memiliki onset yang cepat dan efektif untuk
digunakan pada nyeri yang muncul di malam hari dengan perbaikan
gejala seminggu setelah terapi. Efek sampingnya yakni mual,
somnolen, pusing, penurunan nafsu makan dan bibir kering (10).
Venaflaxine sebagai pilihan lain untuk dikombinasikan dengan
pregabalin untuk meningkatkan efektivitas pada terapi (10). Efek
sampingnya yakni mual dan somnolen. Meskipun demikian, tidak ada
rekomendasi lebih baik penggunaan duloxetine dan venaflaxine karena
kurangnya evidence based medicine research dalam pemakaian obat
tersbut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa SNRIs lebih
16
ditoleransi dibandingkan dengan TCA dengan reaksi antar obat yang
lebih rendah (14).
3. Opioids dan obat Opioid-Like
Opioid merupakan salah satu pilihan untuk terapi neuropati, namun
penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan toleransi sekaligus
berpotensi mengakibatkan ketergantungan (10,13). Opioid juga
digunakan untuk pasien yang telah tidak memiliki respon terhadap
terapi lain (10). Dextromethorphan, morphine sulfate,oxycodone dan
tramadol terbukti mampu menurunkan nyeri pada neuropati diabetes
sebanyak 27%. Tramadol merupakan pilihan dengan resiko
ketergantungn yang rendah namun tidak boleh digunakan pada pasien
epilepsy (10,13).
4. Agen Topikal
Evidence based dengan menggunakan kapsaicin topical mampu
menurunkan rasa nyeri pada neuropati diabetes dengan evidens kelas
I dan II. (10,14). Efek samping yang diakibatkan yakni sensasi seperti
terbakar pada saat kontak dengan air hangat atau panas. Terapi
menggunakan krim lidokain juga dapat digunakan untuk terapi
neuropati pada diabetes dengan evidens kelas III.
5. Terapi Supportif
Pengunaan ALA merupakan salah satu pilihan terapi pada
neuropati yang sedang dikembangkan. ALA merupakan zat yang
17
bersifat antioksidan yang mampu meningkatkan glutation intraseluler
sehingga mencegah kerusakan sel (13)
6. Terapi Kombinasi
Pada terapi neuropati diabetes, seringkali antara satu pasien
dengan pasien lain memiliki respon yang berbeda beda terahadap
terapi yang diberikan. Bisa jadi pasien tidak memiliki perbaikan gejala
dengan pemberian agen single (13).oleh akrena itu, kombinasi
merupakan salah satu pilihan yang baik untuk terapi pada neuropati di
diabetes. Salah satu rekomendasi yang dianjurkan yakni kombinasi
antara penggunaan agen topical diikuti dengan terapi oral (10,14).
Selain itu, dapat digunakan terapi dengan kombinasi dari obat
neuropati diabetes dengan dua mekanisme yang berbeda seperti
penggunaan gabapentin dan morfin sulfat yang mampu meningkatkan
absorbs gabapentin dan menurunkan eliminasinya. Namun perlu
diperhatikan untuk penggunaan pada pasien dengan komorbiditas
lainnya dengan obat statins, beta blockers, sulfonylureas,
levothyroxine,warfarin and loop diuretics (10,14)
18
BAB III
STUDI KASUS
III.1 Profil Penderita
Nama : Ny.A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Nomor rekam medik : 03 33 xx
Cara bayar : BPJS
Ruang inap : Kelas I/ kamar 04
Alamat : Barru
Tanggal masuk rumah sakit : 21 Januari 2015
Tanggal keluar rumah sakit : 09 Februari 2015
III.2 Profil Penyakit
Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil sejak 10
hari yang lalu disertai nyeri pada
bagian perut bagian bawah, keram
pada tungkai kaki
Riwayat penyakit : Riwayat DM 3 tahun yang lalu (tidak
berobat teratur)
Riwayat pengobatan : Sebelumnya pasien masuk rumah sakit
6 hari yang lalu dengan keluhan
yang sama selama 4 hari disertai nyeri
pada perut bagian bawah dan perut
19
membesar. Pasien terpasang kateter
dan baru dibuka saat pasien masuk
rumah sakit lagi (21 januari 2015).
Pasien menerima injeksi insulin 10-10-
10 iu/sc sejak 6 hari yang lalu.
Anamnesis terpimpin : Tidak bisa buang air kecil yang
dirasakan sejak 10 hari yang lalu,
merasakan nyeri pada perut bagian
bawah. Riwayat kencing bernanah 6
hari yang lalu, batuk kadang-kadang
sejak 5 hari yang lalu disertai lendir
dan pernah berobat 6 bulan 3 tahun
yang lalu, pengobatan tuntas tapi tidak
kontrol saat selesai pengobatan
Diagnosa : Diagnosa Utama yaitu retensi urine ec
cystopathy diabetic dan neuropathy
diabetic dan diagnosa sekunder yaitu
ISK, TB paru Post treatment, DM tipe
II underweight, peningkatan enzim
transminase, hipoalbuminemia,
anemia normositik normokron.
20
III.3 Data Klinik Pasien
Berdasarkan pemeriksaan terhadap pasien oleh dokter, maka diperoleh data klinik pasien seperti pada tabel III.1 :
Tabel III.1 Data klinik Pasien
NoDATA
KLINIK
HASIL PENGAMATAN
21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2
1 Tekanan darah(mmHg)120/
70
140/
80
100/
60
100/
60
110/
70
140/
90
110/
70
140/
80
110/
70
130/
80
130/
80
140/
80
130/
70
140/
100
110/
80
110/
70
120/
70
120/
80
120/
70
120/
80
2 Pernapasan(kali/menit) 20 20 22 18 20 18 20 20 20 20 20 20 20 24 20 24 20 20 20 20
3 DenyutNadi(kali/menit) 77 70 82 100 78 80 84 84 84 80 88 88 100 88 88 84 96 82 80 80
4 SuhuBadan (C) 36,7 36 37,5 37 36,3 36 36,3 36,5 36,4 36 36 36,5 36,3 38,1 36,5 36,7 36,6 36,5 36 36
5 Batuk/Lendir putih +/+ +/+ - - +/+ +/ + +/+ /+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ + /+ /+ /+ /- /- /- /-
Ket : (+) = ada keluhan = gejala berkurang(-) = tidak dialami
21
Lanjutan Tabel III.1 Data Klinik Pasien
NoDATA
KLINIK
HASIL PENGAMATAN
21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2
6 Susah tidur - - - - - - - - + - - - + - - - - - - -
7 Lemah + - - - + - - + + - - - - - - - - - - -
8 Nyeri kepala + + + + + + + - - - - - - - - - - - - -
9 BAB Sulit - Sulit - - - - - Sulit - - Sulit - - - - - -
10 BAK SULIT JIKA TIDAK TERPASANG KATETER, BLADDER TRAINING MAX 2 JAM
11 Sakit perut bagianbawah + - + - - - - + - - - - - - - - - - - -
12 Nyeri pada tungkaikaki + + + + + - + + - + + + - - - - - - - -
13 Keram padatungkai kaki + + + + + + + + + + + + + + + + - - + +
Ket : (+) = ada keluhan(-) = tidak ada keluhan
22
III.4 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan spesimen darah maka diperoleh
data hasil pemeriksaan laboratorium seperti pada tabel III.2
Tabel III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Ket :
Warna biru = menurun
(-) = tidak dilakukan pemeriksaan
No. Pemeriksaan Nilai NormalHasil Pemeriksaan
21/1 28/1 6/2
1 WBC 4,0-11,0x103/mm3 7,40 7,29 7,44
2 RBC 4,5-5,5x106/mm3 4,01 3,51 2,07
3 HGB 12,0-16,0 g/dL 10,9 9,6 8,64 HCT 40,0-50,0 % 34,2 30,6 28,15 MCV 80-100 fl 85,3 87,2 81,56 MCH 27,0-34,0 pg 27,2 27,4 28,07 MCHC 31,0-36,0 g/dL 31,9 31,4 30,68 PLT 150-450x103/mm3 332 266 4379 RDW-SD 37,0-54,0 fl 44,9 48,0 52,3
10 RDW-CV 10,0-15,0 % 14,4 15,1 16,011 PDW 10-18 fl 9,5 9,0 8,412 MPV 6,00-13,0 fl 8,9 8,5 8,313 P-LCR 13-43 % 15,5 13,4 11,014 PCT 0,170-0,350 % 0,29 0,23 0,3615 NEUT 50,0-70,0x103/ml - - 69,516 LYMPH 20-40 % - - 14,417 MONO 2-8 % - - 12,918 ALBUMIN 3,5-5 g/dL 2,4 2,7 3,0
23
Lanjutan tabel III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Ket :
Warna merah = meningkat
(-) = tidak dilakukan pemeriksaan
No. Pemeriksaan NilaiNormalHasil Pemeriksaan
21/1 22/1 27/1 30/1 6/2
19. SGOT 14,0 - - -
30. Anti HCV Negatif - (-) - - -
31. Sputum BTA 1x Negatif - - (-) - -
32. Sputum BTA 2 x Negatif - - (-) - -
33. Sputum BTA 3 x Negatif - - (-) - -
24
Lanjutan tabel III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Ket :
Warna biru = menurun
Warna merah = meningkat
No Pemeriksaan NilaiNormal WaktuHasil Pemeriksaan
22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1
34. GDP 70 110mg/dL Pagi 110 221 245 250 226 62 67 226 189 76
35. GDS 80-180mg/dL Siang 305 260 338 293 207 318 207 166 208 166
Malam 290 229 339 296 193 235 193 233 230 233
Pemeriksaan NilaiNormal WaktuHasil Pemeriksaan
1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2
GDP 70 110mg/dL Pagi 59 61 176 153 146 143 168 198 191
GDS 80-180mg/dL Siang 177 242 171 144 144 167 244 146
Malam 236 123 188 159 158 144 222 188
25
Tabel III.3 Data Hasil Pemeriksaan Urin Rutin
Ket :
Warna merah = meningkat
Tabel III.4 Pemeriksaan Sensitifitas Antibiotik
No Sensitif Intermediet Resisten1 Fosfomycin Gentamycin Oxaciclin2 Piperacilin Azitromycin Cefazolin3 Erytromycin Novobiocin Nitroforontoin4 Meropenem Ciprofloxacin Ceftriaxone5 Linezolid Amikasin6 Chlaritromycin7 Sulbactam Ampicillin8 Imipenem9 Doxycillin10 Levofloxacin
Pada pewarnaan Gram ditemukan adanya gambaran bakteri
yang berbentuk coccus. Hassil kultur identifikasi bakteri dan tes
biokimia ditemukan bakteri Streptococcus Sp.
No Pemeriksaan Nilai RujukanHasil
(22/1/2015)Hasil
(7/2/2015)36. Blood Negatif +++ (250 RBC/uL) Negatif37. Bilirubin Negatif Negatif Negatif
38. Urobilinogen Normal Normal Negatif
39. Keton Negatif Negatif Negatif
40. Protein Negatif +++ (300 mg/dL) Negatif41. Nitrit Negatif Negatif Negatif
42. Glukosa Negatif + (250 mg/dL) Negatif43. pH 4,5 8,0 8,0 6,0
44. SG (BJ) 1,005 -1,035 1,015 1,010
45. Leukosit Negatif +++ (500/ui) ++ (75 WBC/ui)46. Vit C Negatif Negatif Negatif
26
Tabel III.5 Data Pemeriksaan Elektrolit
Ket :
Warna biru = menurun
III.5 Data Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Hasil Radiologi ( Tanggal 21 januari 2015)
Kesan : Echo parenkim kedua ginjal meningkat suspek nefropathy ,
cystitis, dan ascites.
No. Pemeriksaan Nilai NormalHasil Pemeriksaan
21/1 22/1
1 Na 136-145 mmol/L 134 1342 Cl 97-111 mmol/L 95 1073 K 3,5-5,1 mmol/L 3,4 3,7
27
III.6 Profil Pengobatan Pasien
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinik, maka diperoleh data pengobatan profil pasien selama dirumah sakit.
Tabel III.6 Profil Pengobatan Pasien
No Nama obat Kekuatan AturanpakaiTanggal dan Waktu Pemberian Obat (Januari Februari 2015)
21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/21 Asering infus 500 mL 20 tpm 2 RL infus 500 mL 20 tpm - - - - - - - - - - - - - - - - - - -3 Alpentin kaps(gabapentin) 100 mg / 24 jam - 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 06 064 Maxiliv kaps 50 mg / 24 jam 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 -5 Urispas tab 200 mg / 12 jam - - - - - - 0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618
0618 06
6Novorapid(aspartinsulin)
10-10-10 1218
061218
061218
061218
061218
- - - - - - - - - - - - - - -
14-14-14 - - - - -061218
061218
061218
- - - - - - - - - - - -
16-16-12 - - - - - - - -06-18
061218
06-18
06-18
061218
06-18
06-18
06--
06--
061218
06-18
-
7 Levemir 0-0-8 / 24 jam(Sc) - - - - - 22 TUNDA 22 22 TUNDAKet : = Obat Diberikan
(-) = Obat tidak diberikanWaktu pemberian obat = Pukul 06.00, 12.00, 18.00, 19.00, dan 22.00
28
Lanjutan tabel III.6 profil pengobatan pasien
No Nama obat Kekuatan AturanpakaiTanggal dan Waktu Pemberian Obat (Januari Februari 2015)
21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2
8 Ambroxol tab 30 mg / 8 jam 1218061218
061218
061218
061218
061218
0612,18
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
06
9 N-Ace Nebu 100mg/ml / 8 jam - - - - - - - - -061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
-
10 Ciprofloxacinvial 0,2 g/24 jam(IV) - - - - - - - - 19 19 - - - - - - - - - -
11 Levofloxacininfus 0,5 g/ 24 jam
(IV) - - - - - - - - - - 19 19 19 19 19 19 19 - - -
12 Vip Albumincaps 500 mg2 caps /8 jam
1218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
06
13 NeurobionAmpulTotal5000mcg
/24 jam(Iv) 19 19 19 19 - - - - - - - - - - - - - - - -
14 Mecobalaminkapsul 500 mg / 8 jam - - - - - - - - - - - - -061218
061218
061218
061218
061218
061218
06
15 Vit. C tablet 50 mg / 8 jam - - - - - - - - -061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
06
Ket : (-) = Obat tidak diberikanWaktu pemberian obat = Pukul 06.00, 12.00, 18.00, 19.00, dan 22.00
29
Lanjutan tabel III.6 profil pengobatan
No Namaobat KekuatanAturanpakai
Tanggal dan Waktu Pemberian Obat (Januari Februari 2015)21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/1 27/1 28/1 29/1 30/1 31/1 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2 6/2 7/2 8/2 9/2
16 Vit B-comtablet
Vit B1 2 mg, VitB2 2 mg,Vit B6 2 mg,Nikotinamida 20mg, KalsiumPantotenat 10mg
/ 8 jam - - - - - - - - -061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
061218
06
17 Zinctablet 20 mg / 24 jam - - - - - - - - - 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
18 Laxoberon drop 7,5 mg/ml10 tetesPRN - 22 - 22 - - - - - 22 - 22 - - - - - - - -
Ket : (-) = Obat tidak diberikanWaktu pemberian obat = Pukul 06.00, 12.00, 18.00, 19.00, dan 22.00
30
III.7 Analisa RasionalitasBerdasarkan atas profil pengobatan pasien, maka dapat dianalisa
rasionalitas dari pengobatan seperti pada tabel III.6
Tabel III.7 Analisa Rasionalitas
No. Nama ObatRasionalitas
Indikasi Obat Dosis AturanPakaiPende
ritaCara
PemberianLama
Pemberian
1 Asering infus500 ml R R R R R R R
2 Ringer Laktatinfus 500 ml R R R R IR R R
3 Alpentinkapsul 100 mg R R R R R R R
4 Maxiliv kapsul50 mg R R R R R R R
5 Uripas tablet200 mg R R R R R R R
6 Novorapid R R R R R R R7 Levemir R R R R R R R
8 Ambroxoltablet 30 mg R R R R R R R
9 N-Ace Nebu100 mg/ml R R R R R R R
10 Ciprofloxacinvial 0,2 g R R R R IR R R
11 Levofloxacininfus 0,5 g R R R R R R R
12 Vip Albuminkapsul 500 mg R R R R R R R
13 Vit. C tablet R R R R R R R
14 NeurobionInjeksi 5000 R R R R R R IR
15 Mecobalaminkapsul 500 mg R R R R R R R
16 Vit B comptablet R R R R R R R
17 Zinctablet 20 mg R R R R R R R
18Laxoberan
drop7,5 mg/ml
R R R R R R R
Ket :
R = Rasional
IR = Irrasional
31
III.8 Assesment and PlanDari analisa rasionalitas yang ada, dapat diberikan assessment
and plan terhadap problem medik yang ada seperti pada tabel III.7
Tabel III.8 Data Assesment and Plan
ProblemMedik Terapi DRPs Rekomendasi Monitoring
KondisiLemah /
kekuranganelektrolit
InfusRinger Laktat
Dapatmenyebabkanketoasidosis padapasien DM
Sebaiknyadiganti denganterapi lain untukmemenuhikebutuhanelektrolit pasien
Kondisi pasienyang lemah,pemeriksaannilai elektrolit.
ISK CiprofloxacinVial
0,2 gr
Penggunaan obatantibiotik tanpamelihat hasilsensitivitasantibiotik (tgl 29januari 2015),dimana pasienintermediet denganantibiotik tersebutdan baru digantisetelah 2 haripenggunaanantibiotik tersebut
Sebaiknyapemilihanantibiotikberdasarkanhasil sensitivitasantibiotik
Pemeriksaanurin rutin
Anemia Neurobioninjeksi 5000
Pemberianneurobion ygdiberhentikantanpa ada vitaminpengantisedangkan pasienmasih mengalamianemia.
Sebaiknyadiberikansuplemenpenambah zatbesi
PemeriksaanNilai RBC,HGB, HCT.
Keterangan :
DRPs : Drug related problems
32
III.9 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
FORM PEMBERIAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI OBAT
Nama : Ny. A Ruang Perawatan : Kelas I
No. RM : 03 33 xx Alamat : Barru
Diagnosa : Retensi urine c cystopathy diabetic dan neuropathy
diabetic
Berdasarkan visite yang dilakukan kepada pasien maka konseling
yang dapat diberikan seperti terdapat pada tabel III.7
Tabel III.9 Data Pemberian Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Kepada Pasien/Keluarga
No Masalah/Keluhan Rekomendasi dan kegiatan visite
1. Pasien mengeluh keram pada
tungkai kaki, perut bagian
bawah yang terasa sakit dan
sulit untuk berkemih
Menyarankan diet gula karena diabetes
yang komplikasi sehingga nyeri pada
tungkai kaki, konfirmasi kepatuhan
pasien meminum obatnya, menjelaskan
obat alpentin untuk nyeri pada tungkai
kaki, dan melakukan bladder training tiap
hari maksimal 2 jam
INSTALASI FARMASI RS. UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
33
Lanjutan tabel III.9 Data Pemberian Komunikasi, informasi dan edukasi(KIE)
No Masalah/Keluhan Rekomendasi dan kegiatan visite
2. Nafsu makan berkurang dan
nyeri pada bagian genital
yang terpasang kateter
Menyarankan agar makan dengan
teratur dan di bantu dengan
mengonsumsi buah-buahan,
menyarankan agar tidak terlalu
banyak goyang agar tidak merasa
nyeri pada bagian genital yang
terpasang kateter dan menyarankan
agar mengkonsultasikan kepada
dokter atau perawat untuk dilakukan
pemeriksaan pada bagian genital
(kemungkinan kateter sebaiknya
diganti.
34
35
III.10 Uraian Obat
1. Ambroxol tablet (6, 15)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung ambroxol hidroklorida 30 mg
b. Mekanisme kerja
Ambroxol mempunyai sifat mukokinetik dan sekretolitik. Ambroxol
meningkatkan pembersihan sekresi yang tertahan pada saluran
pernapasan dan menghilangkan mucus statis, memudahkan
mengencerkan dahak.
c. Indikasi
Penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi
bronchial yang abnormal, khususnya pada eksaserbasi dan
bronchitis kronis, bronchitis asmatik, dan asma bronkial
d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap ambroxol
e. Dosis dan aturan pakai
Dewasa : sehari 3 kali 1 tablet, anak-anak 5-12 tahun : sehari 3 kali
tablet. Dosis dapat dikurangi menjadi 2 kali sehari, untuk
pengobatan yang lama. Harus diminum sesudah makan
f. Efek samping
Ambroxol umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang
ringan pada saluran perncernaan dilaporkan pada beberapa pasien.
Reaksi alergi.
36
g. Interaksi obat
Kombinasi ambroxol dengan obat-obatan lain dimungkinkan,
terutama yang berhubungan dengan sediaan yang digunakan
sebagai obat standar untuk sindroma bronchitis (glikosida jantung,
kortikosteroid, bronkospasmolitik, diuretic dan antibiotik)
h. Peringatan dan perhatian
Pemakaian pada kehamilan trisemester pertama tidak dianjurkan.
Pemakaian selama menyusui keamanannya belum diketahui dengan
pasti
2. Asering infus (17,19)
a. Komposisi
Tiap 500 ml asering infus mengandung NaCl 3 g, KCl 0,3 g, CaCl2
0,10 g, Na asetat 1,9 g
b. Mekanisme kerja
Larutan isotonik ini dapat menyediakan konsentrasi ion-ion
ekstraseluler mendekati kondisi fisiologi tubuh yang penting yang
diindikasikan untuk pengobatan deplesi yang mungkin timbul akibat
beberapa kondisi seperti gastroenteritis, diabetik ketoasidosis, ileus,
dan asites
c. Indikasi
Terapi pengganti cairan yang hilang secara akut. Pengobatan
asidosis yang dihubungkan dengan dehidrasi dan kehilangan ion
alkali dari tubuh.
37
d. Kontraindikasi
Penderita gagal jantung kongestif, kerusakan ginjal, edema paru
yang disebabkan oleh retensi natrium dan hiperproteinemia.
Penderita hipernatremia, hiperkloremia, hiperkalemia, hiperhidrasi.
e. Efek samping
Demam, infeksi pada tempat injeksi, thrombosis pada vena atau
flebitis pada tempat injeksi, hipervolemia
f. Peringatan dan perhatian
Pasien hipertensi, toksemia, hamil, usia lanjut anak. Jangan
diberikan bersama dengan transfuse darah. Penggunaan jangka
lama, monitor serum ionogram, air, dan keseimbangan asam basa.
3. Alpentin kapsul (17)
a. Komposisi
Tiap kapsul mengandung 100 mg gabapentin
b. Mekanisme kerja
c. Indikasi
Terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang parsial dengan
generaalisasi sekunder pada pasien yang tidak dapat dikendalikan
dengan antikonvulsan standar atau intoleran terhadap dosis
terapeutik obat tersebut. Untuk terapi kejang parsial sederhana dan
kompleks, terutama kejang tonik-klonik umum sekunder.
38
d. Dosis dan aturan pakai
Dewasan dan anak > 12 tahun : 900 1800 mg/hari. Hari ke-1 : 300
mg 1x/hari. Hari ke-2 : 300 mg 2x/hari. Hari ke-3 : 300 mg 3x/hari.
Selnjutnya dosis dapat ditingkatkan sampai dengan 1200 mg/hari
diberikan dalam 3 dosis terbagi. Peningkatan dosis lebih lanjut dapat
dilakukan dengan peningkatan sebesar 300 mg/hari, diberikan
dalam 3 dosis terbagi. Maksimal : 2400 mg/hari.
e. Efek samping
Somnolen, pusing, ataksia, lelah, nistagmus, sakit kepala, tremor,
mual, muntah, diplopia, ambliopia, dan rinithis.
f. Interaksi obat
Biovaibilitas berkurang dengan simetidin
g. Peringatan dan perhatian
Hentikan secara bertahap selama minimal 1 minggu. Dapat
menganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.
Hamil, laktasi, dan anak dibawah 12 tahun
4. Ciprofloxacin Serbuk (6,17)
a. Komposisi
Tiap 200 mg serbuk mengandung ciprofloxacin 200 mg
b. Mekanisme kerja
Ciprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrase
bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap bakteri
39
gram positif maupun negatif. Ciprofloksasin ini dapat digunakan
untuk infeksi sistemik. Bentuk double helix DNA harus dipisahkan
menjadi 2 utas DNA pada saat akan berlangsungnya replikasi dan
transkripsi. Pemisahan ini selalu akan mengakibatkan terjadinya
puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim
DNA girase (topoisomerase II) yang kerjanya menimbulkan negatif
supercoiling. Golongan fluorokuinolon menghambat verja enzim DNA
girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Mekanisme resistensi
melalui plasma seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak
dijumpai pada golongan kuinolon, namun dapat terjadi dengan
mekanisme mutasi pada DNA atau membran sel kuman.
c. Indikasi
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang
peka terhadap Ciprofloksasin (enterobacteriaceae: E. coli, Klebsiella,
Enterobacter, Proteus; Shigella; Salmonella; H. influenza, Vibrio, B.
catarrhalis) antara lain pada : infeksi saluran kemih termasuk
prostatitis, uretritis dan servitis gonore, infeksi saluran cerna,
termasuk demam tifoid dan paratifoid, infeksi saluran nafas, kecuali
pneumonia dan streptokokus, infeksi kulit dan jeringan lunak, serta
infeksi tulang dan sendi.
d. Kontraindikasi
Anak dibawah 18 tahun, ibu hamil dan laktasi
40
e. Dosis dan aturan pakai
Vial untuk dewasa dengan infeksi ginjal tak terkomplikasi, ISK atas
dan bawah 100 mg 2 kali / hari. GO akut dan sistisis akut tak
terkomplikasi 100 mg dalam infuse tunggal. Infeksi lain 200 mg 2 kali
sehari.
f. Efek samping
Mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, dispepsia, nyeri
abdomen, kembung, anoreksia, disfagia, pusing, kemerahan,
pruritus, demam akibat obat,reaksi anafilaksis/anafilaktoid, nefritis
interstisial, gagal ginjal, poliuria, retensi urin, pendarahan uretra,
asidosis, hepatitis, eosinofilia, leukositopenia, anemia, peningkatan
sementara enzim transminase, fosfatase alkalin, urea darah,
kreatinin dan bilirubin, ikterus kolestatik, dan hiperglikemia.
g. Interaksi obat
Obat obat seperti tizanidin, teofilin, kafein, siklosporin, fenitoin,
gliburid, warfarin, dan derivatnya, probenesid, metotreksat, dan
AINS. Pemberian bersama teofilin maka akan meningkatkan kadar
teofilin dalam darah sehingga menimbulkan efek samping teofilin
sehingga kadar teofilin harus dimonitor, jika tidak bisa maka
penggunaan ciprofloxacin harus dihindari. Kenaikan kadar kreatinin
serum sementara terlihat pada pemberian bersama siklosporin.
Pemberian bersama dengan antikoagulan oral dapat
memperpanjang waktu perdarahan.
41
h. Peringatan dan perhatian
Gangguan ginjal, diketahui atau diduga mengalami gangguan system
saraf pusat yang dapat mempermudah kejang atau membuat
ambang kejang lebih rendah. Dapat mempengaruhi kemampuan
mengemudi atau menjalankan mesin.
5. Laxoberon drop (17)
a. Komposisi
Tiap 1 ml mengandung natrium pikosulfat 7,5 mg
b. Mekanisme kerja
Sebagai pencahar yang bekerja local karena adanya gugus
triarylmethane, dimana gugus ini akan diaktifkan oleh bakteri yang
kemudian akan merangsang mukosa usus besar, sehingga
menormalkan peristaltis usus besar. Untuk keadaan dimana
diperlukan buang air besar yang lebih mudah.
c. Indikasi
Untuk kondisi yang membutuhkan defekasi
d. Kontraindikasi
Obstruksi ileus, menjalani bedah akut atau kondisi abdomen
misalnya apendistis akut, penyakit inflamasi usus besar akut dan
dehidrasi berat
e. Dosis dan aturan pakai
Dewasa dan anak > 10 tahun : 10 20 tetes pada malam hari, anak
4-10 tahun : 5-10 tetes pada malam hari.
42
f. Efek samping
Jarang : rasa tidak nyaman pada abdomen, iritasi kolon, hipokalemia,
diare
g. Interaksi obat
Diuretic, adrenokortikosteroid, glikosida jantung, antibiotic
berspektrum luas.
h. Peringatan dan perhatian
Penggunaan jangka lama atau dosis tinggi, anak, hamil, dan laktasi
6. Levemir flexpen 3 ml (15, 17, 19)
a. Komposisi
Setiap 1 ml mengandung insulin detemir 100 unit
b. Indikasi
DM tipe 1
c. Dosis dan aturan pakai
0,2-1 u/kgBB/hari, diberikan secara SK pada bagian perut atau paha
1-2 x/hari. Cara penyuntikan tarik bagian kulit bersama lemak
kemudian injeksikan sejumlah unit kebagian yang ditarik, jika pasien
gemuk posisi jarum tegak lurus 90o namun jika pasien kurus
posisikan jarum agak miring 45o. Diberikan sebelum atau sesudah
makan, baik diberiakan sebelum pasien tidur untuk kerja panjang.
d. Farmakologi
Levemir adalah insulin kerja panjang. Levemir merupakan insulin
eksogen yang diberikan sebagai insulin pengganti akibat tidak
43
adanya insulin endogen yang di eksresikan oleh pankreas.
Mekanisme kerjanya dalam menurunkan kadar gula darah sama
dengan insulin endogen.
e. Efek samping
Hipoglikemik
f. Perhatian
Dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien untuk
menentukan per unit yang digunakan sekali suntik agar tidak terjadi
efek yang tidak dikehendaki. Perhatian diberikan pada kondisi infeksi
dan demam, hipoalbuminemia berat, ibu hamil dan menyusui.
g. Interaksi
Obat antidiabetik oral, MAOI, penyekat non selektif, ACE inhibitor,
salisilat, alkohol, tiazid, glukokortoid, hormon tiroid, simpatomimetik
, hormon pertumbuhan, danazol, oktreotid/lanreotid dapat
meningkatkan atau menurunkan efeknya.
7. Levofloxacin infus (6, 16, 17)
a. Komposisi
Tiap 100 ml mengandung levofloxacin 500 mg.
b. Mekanisme kerja (22)
Mekanisme kerja dari levofloxacin adalah melalui penghambatan
topoisomerase type II DNA gyrase, yang menghasilkan
penghambatan replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Levofloxacin
didistribusikan ke seluruh tubuh dalam konsentrasi yang tinggi dan
44
penghambatan replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Levofloxacin
didistribusikan ke seluruh tubuh dalam konsentrasi yang tinggi dan
berpenetrasi ke dalam jaringan paru-paru dengan baik. Konsentrasi
dalam jaringan paru-paru biasanya lebih tinggi 2-5 kali dari
konsentrasi dalam plasma, dan berkisar antara 2,4 sampai 11,3 g/g
selama 24 jam setelah pemberian tunggal dosis oral 500 mg.
c. Indikasi
Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme dengan kondisi
sebagai berikut : sinusitis maksilari akut, bronchitis kronik
eksaserbasi akut, pneumonia nosocomial, infeksi kulit dan struktur
kulit terkomplikasi, infeksi kulit dan struktur kulit tidak terkomplikasi,
prostatis kronik yang disebabkan oleh bakteri, infeksi saluran kemih
terkomplikasi dan infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi.
d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap levofloxacin, antimikroba golongan quinolone
atau komponen lainnya yang terkandung dalam produk ini, pasien
dengan epilepsy, sejarah gangguan tendon yang berkaitan dengan
pemberian fluorokuinolon
e. Dosis dan aturan pakai
>50 ml/menit 1 x 250 mg/24 jam 1 x 500 mg/24 jam, 50-20 ml/menit,
19-10 ml/menit Dosis awal 250 mg kemudian 125 mg/24 jam.Dosis
awal 500 mg kemudian 250 mg/24 jam, -
45
haemodialisis CAPD* Dosis awal 250 mg kemudian 125 mg/48 jam
Dosis awal 500 mg kemudian 125 mg/24 jam
f. Efek samping
Mual, diare, sakit kepala, konstipasi, insomnia, pusing, muntah, nyeri
abdomen, dispepsia, kulit kemerahan, pneumonitis, syok anafilaktik,
reaksi anafilaktoid disphonia.
g. Interaksi obat
1. Tidak ada data mengenai interaksi kuinolon IV dengan antasid
oral, sukralfat, multivitamin, metal kation. Tidak ada kuinolon
yang sebaiknya diberikan bersama dengan larutan yang
mengandung kation multivalent
2. Pemberian bersamaan dari NSAID dengan kuinolon termasuk
levofloxacin, dapat meningkatkan resiko stimulasi SSP dan
konvulsi seizure
3. Obat antidiabetes bias menyebabkan gangguan glukosa darah,
termasuk hiperglikemik dan hipoglikemik sehingga monitoring
glukosa darah disarankan bila kedua obat ini diberikan secara
bersama-sama
4. Levofloxacin dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosis. Oleh karena itu, bisa memberikan hasil negative
palsu dalam diagnosis bakteri pada tuberculosis.
46
8. Maxiliv kapsul (17)
a. Komposisi
Tiap kapsul mengandung lecithin 715 mg, providing
phosphatidylcholine 250 mg, schisandra chinensis extract 50 mg,
silybum marianum (milk thistle) extract 100 mg, providing silymarin
70 mg, dan -lipoic acid 50 mg
b. Indikasi
Membantu memelihara fungsi hati
c. Dosis dan aturan pakai
1-2 kapsul 3 kali / hari sesudah makan
d. Efek samping
Ruam kulit. Jarang kulit : rasa tidak nyaman pada gangguan
gastrointestinal, seperti diare, mual.
e. Interaksi obat
Pasien yang sedang menggunakan obat hipoglikemik
9. Mecobalamin kapsul (17)
a. Komposisi
Tiap kapsul mengandung mecobalamin 500 mg
b. Indikasi
Terapi neuropathy perifer
c. Dosis dan aturan pakai
Dewasa : 1500 mg/hari dibagi dalam 3 dosis
47
d. Efek samping
Mual, hilangnya nafsu makan, diare dan gangguan gastrointestinal
lain
10. Neurobion injeksi (17)
a. Komposisi
Tiap 3 ml mengandung vitamin B1 : 100 mg, vitamin B6 : 100 mg,
dan vitamin B12 : 5000 mcg
b. Indikasi
Menghasilkan efek analgesic dan regenerasi saraf untuk terapi
gangguan system saraf perifer pada polineurotitis, neuralgia,
skiatika, dan sindrom bahu-lengan, lumbago-lumbalgia, neuralgia
interkostal, kelumpuhan otot wajah, neuropathy diabeticum, neuritis
optic, rasa kebas pada ekstremitis
c. Dosis dan aturan pakai
1 ampul/hari melalui injeksi intramuscular intragluteal dalam
d. Interaksi obat
Efek obat mengalami penurunan jika diberikan bersama levedopa
11. Novorapid flexpen 3 ml (17)
a. Komposisi
Setiap 1 ml mengandung insulin aspart 100 IU.
b. Indikasi
Terapi diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2
48
c. Kontraindikasi
Hipeglikemik
d. Dosis dan aturan pakai
Dosis Novorapid individu dan ditentukan atas dasar saran dokter
sesuai dengan kebutuhan pasien. Biasanya harus digunakan dalam
kombinasi dengan insulin intermediate acting atau insulin long-
acting yang diberikan setidaknya sekali sehari. Kebutuhan insulin
individu pada orang dewasa dan anak-anak biasanya antara 0,5
dan 1,0 U / kg / hari. Perawatan makan terkait 50-70% dari
kebutuhan ini dapat diberikan oleh Novorapid dan sisanya oleh
insulin intermediate-acting atau insulin long-acting. Tidak ada
penelitian telah dilakukan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun
e. Efek samping
Hipoglikemik
f. Interaksi obat
Obat hipoglikemik oral, oktreotid, MAOI, penyekat alfa adrenergik
non selektif, inhibitor ACE, salisilat, alkohol, steroid anabolik,
kontrasepsi oral, tiazid, glukortioid, hormon tiroid, simpatomimetik,
denazol.
g. Peringatan dan perhatian
Penyakit atau obat yang dapat memperlambat absorpsi makanan
dan/meningkatkan kebutuhan insulin. Pengurangan jadwal makan,
aktivitas fisik yang berat, preparat yang mengandung metakresol
49
yang dapat menyebabkan alergi. Dapat mengganggu kemampuan
mengemudi dan menjalankan mesin. Hamil.
12. N-Ace nebulizer (17, 21)
a. Komposisi
Setiap 1 ml Mengandung 100 mg N-acetylcysteine
b. Mekanisme kerja
Mengurangi ketebalan sekresi lendir pada paru; melindungi hati
dengan memelihara atau memulihkan tingkat glutathione atau
dengan bertindak sebagai substrat alternatif untuk konjugasi dan
dengan demikian detoksifikasi, acetaminophen menjadi tidak
reaktif.
c. Indikasi
Sebagai terapi tambahan untuk pasien dengan sekresi lendir yang
tidak normal, kental dalam kondisi seperti penyakit p
bronkopulmonalis kronis (emfisema kronis, emfisema bronkitis,
bronkitis asma kronis, tuberkulosis, bronkiektasis dan amiloidosis
utama paru-paru), penyakit bronkopulmonalis akut (pneumonia,
bronkitis, tracheobronchitis),
d. Kontraindikasi
Sensitivitas terhadap asetilsistein
e. Dosis dan aturan pakai
Nebuliser 1 ampul 1-2 kali per hari 300 mg/3 ml.
50
f. Efek samping
Takikardia, hipotensi, gatal-gatal, kulit kemerahan, urtikaria, mual
muntah,
g. Interaksi obat
NAC dapat diberikan bersamaan dengan bronkodilator umum,
vasokonstriktor, dan lain-lain. Ketika pengobatan local NAC dan
antibiotic diperlukan, disarankan untuk memberikan obat secara
terpisah karena ketidakcocokan antara NAC dan antibiotic
13. Ringer laktat infus (18)
a. Komposisi
Setiap 500 ml ringer laktat mengandung Natrium Laktat 3,1 g, NaCl
6 g, KCl 0,3 g, CaCl2 0,2 g.
b. Mekanisme kerja
a. Merupakan larutan isotoni Natrium Klorida, Kalium Klorida,
Kalsium Klorida dan Natrium Laktat yang komposisinya mirip
dengan komposisi tubuh.
b. Merupakan cairan pengganti pada kasus-kasus kehilangan
cairan ekstraseluler.
c. Merupakan larutan non-koloid, mengandung ion-ion yang
terdistribusi kedalam cairan intravaskuler dan interstisial.
c. Indikasi
Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
51
d. Kontraindikasi
Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
e. Dosis dan aturan pakai
Diberikan secara intravena, disesuaikan dengan kondisi penderita.
Untuk 24 tpm, diperlukan ( 3 botol/ hari).1 tetes = 0.05 ml, 1 menit
= 24 x 0.05 ml = 1.2 ml/menit. 1 jam= 72 ml, 1 hari= 1728 ml.
f. Efek samping
Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara
pemberiannya, termasuk timbulnya demam, infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat
penyuntikan, ekstravasasi.
g. Peringatan dan perhatian
Hati-hati diberikan pada penderita dengan kerusakan hati.
14. Urispas tablet (7)
a. Komposisi
Setiap tablet salut selaput mengandung flavoxate hidroklorida 200
mg
b. Indikasi
Penderita overactive bladder, gejala antara lain :
Urge incontinence/urgensi (begitu terasa ingin miksi harus segera
ke toilet kalau terlambat ngompol), disuria, nokturia
52
c. Kontraindikasi
Obstruksi mekanik saluran urin bawah atau saluran cerna (missal
akibat tumor), ileus, obstruksi pylorus, lesi intestinal, achalasia,
pendarahan gastrointestinal.
d. Dosis dan aturan pakai
Dosis dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 200 mg, sehari 3-4
kali, dosis diturunkan sejalan dengan berkurangnya gejala.
e. Efek samping
Reaksi alergi pernah dilaporkan, mulut kering jaraang terjadi,
obstipasi mungkin timbul karena efek spasmolitik pada saluran
cerna, sakit kepala, nausea, vertigo, ngantuk, palpitasi pernah
dilaporkan.
f. Peringatan dan perhatian
Bila ada keluhan ngantuk dan penglihatan kabur jangan
mengendarai kendaraan, hati-hati penggunaan pada penderita
suspect glaucoma, keamanan pada anak dibawah 12 tahun belum
diketahui, pada wanita hamil bila tidak jelas kebutuhannya angan
diberikan, dan hindari pada wanita menyusui,
15. Vitamin B comp tablet (16, 17)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung Vitamin B1 2 mg, B2 2 mg, B6 2 mg,
Nikotinamida 20 mg, Kalsium Pantotenat 10 mg
53
b. Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati kekurangan vitamin B kompleks.
Mensuplasi kebutuhan vitamin B kompleks yang penting untuk
metabolisme kabohidrat dan protein dalam tubuh.
c. Farmakokinetik
Vitamin B kompleks diserap melalui saluran pencernaan dan
diekskresikan melalui urin.
d. Efek samping
Piridoksin dapat menyebabkan neuropatik sensorik atau sindrom
neuropati. Tiamin tidak mnimbulkan efek toksik bila kelebihan
tiamin cepat diekskresi lewat urin.
e. Interaksi obat
Kolkisin dapat mengganggu absorpsi vitamin B12.
16. Vitamin C tablet (16, 17)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 50 mg vitamin C
b. Indikasi
Untuk mengobati kekurangan vitamin C. Vitamin C bekerja menjaga
keutuhan fungsi jaringan mesodermal yaitu kolagen, tulang, gigi,
dan pembuluh darah. Membantu penyerapan zat besi.
c. Farmakodinamik
Vitamin C dibutuhkan untuk memetabolisme karbohidrat, protein
dan sintesis lemak. Sintesis kolagen juga membutuhkan vitamin C
54
untuk endotel kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan jaringan dan
jaringan osteoid dari tulang.
d. Farmakokinetik
Vitamin C diabsorbsi dengan mudah melalui saluran
gastrointestinal dan didistribusikan di seluruh cairan tubuh. Ginjal
akan mengekskresikan vitamin C seluruhnya, hampir tanpa ada
perubahan.
e. Interaksi Obat
Vitamin C dalam dosis besar dapat menurunkan efek antikoagulan
oral. Kontrasepsi oral dapat menurunkan konsentrasi vitamin C
dalam tubuh. Merokok menurunkan kadar vitamin C serum.
17. Vip Albumin kapsul
a. Komposisi
Setiap kapsul mengandung ekstrak ikan gabus (Ophiocepalus
striatus) 500 mg.
b. Indikasi
Meningkatkan daya tahan tubuh, Meningkatkan kadar Albumin &
Hb, Mempercepat proses penyembuhan luka pasca operasi,
Menghilangkan udem (pembengkakan), Mempercepat proses
penyembuhan penyakit seperti: kanker, TBC, diabetes, HIV,
Preeclampsia, sindrom neprotik, Nutrisi tambahan bagi lansia, ibu
hamil & anak-anak.
55
c. Dosis dan aturan pakai
Dosis : 3 x sehari 2 kapsul
Pasca operasi, hipoalbumin & luka bakar : 3 x sehari 4 kapsul
18. Zinc tablet (17, 20)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung Zink sulfat 7 hidrat 88,0 mg yang setara
dengan zink 20,0 mg.
b. Mekanisme kerja
Zink didistribusikan keseluruh tubuh. Di dalam plasma sebagian
besar zink terikat pada protein terutama pada albumin. Ekskresi
zink terutama melalui feses sejumlah kurang lebih 2/3 dari asupan
zink. Sekitar 2% diekskresi di urin.
c. Indikasi
Pemberian zink secara rasional adalah pada pasien dengan
defisiensi zink. Defisiensi ini terjadi akibat asupan yang tidak cukup
misalnya pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis, dan gizi
buruk dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
d. Efek samping
Toksisitas zink secara oral pada orang dewasa dapat terjadi akibat
asupan zink > 150 mg/hari ( 10 kali dosis yang direkomendasikan)
dalam jangka panjang. Dosis tinggi zink dalam jangka panjang
dapat menurunkan konsentrasi lipoprotein dan absorpsi tembaga.
56
e. Interaksi obat
Jika digunakan bersama dengan Fe, disarankan menggunakan zink
beberapa jam sebelum atau sesudahnya.
57
BAB IV
PEMBAHASAN
Studi kasus pasien ny. A dengan diagnosa Retensi urine ec
cystopathy diabetic dan neurophaty diabetic dianalisa berdasarkan status
rekam medik, konseling dan visite kepada pasien selama pasien dalam
perawatan di ruang kelas I RSP Unhas Makassar. Data yang diperoleh
diambil sejak pasien ny. A masuk Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
Makassar yakni sejak tanggal 21 januari 2015 hingga 09 februari 2015.
Selanjutnya dilakukan analisa rasionalitas terhadap terapi yang diberikan
pada pasien dan pemberian rekomendasi atau solusi dari permasalahan
yang didapatkan.
Pasien BPJS dengan inisial Ny. A masuk rumah sakit pada
tanggal 21 januari 2015 melalui IGD dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil sejak 10 hari disertai nyeri pada bagian perut bagian bawah, keram
pada tungkai kaki, nyeri pada kepala, batuk dan kadang-kadang berlendir
putih, serta pasien terpasang kateter. Untuk menegakkan diagnosa pasien
tersebut dilakukan pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil pemeriksaan foto thorax diperoleh hasil yaitu adanya kesan
echo parenkim kedua ginjal meningkat suspek nefropathy, cystitis, dan
ascites. Adapun pemeriksaan data klinik pasien 120/70, nadi 77x/manit,
dan Pernafasan 20x/menit.
Pasien Ny. A masuk dengan diagnosa retensi urine ec cystopathy
diabetik terpasang kateter atas dasar sulit buang air kecil, pasien tidak
58
bisa merasakan jika ingin buang air kecil, disertai perut membengkak
pada bagian bawah (3,9); neurophaty diabetic atas dasar keluhan nyeri
dan keram pada kedua kaki dan memiliki riwayat DM sekitar 5 tahun (3,9);
menderita DM tipe 2 non obesitas berdasarkan riwayat DM dan
pemeriksaan laboratorium GDS : 220 gr/dL dan HbA1C : >14.0 % (21);
terjadi peningkatan enzim transminase atas dasar hasil pemeriksaan
laboratorium SGOT : 92 /L dan SGPT : 52 /L; anemia atas dasar hasil
pemeriksaan Hb : 10,9 g/dL, HCT : 34,2 %; dan pasien mengalami
hipoalbuminemia berdasarkan hasil pemeriksaan albumin 2,4 g/dl.
Adapun tujuan terapi dari penyakit retensi urine ec cystopathy
diabetik dan neurophaty diabetik ini untuk meminimalisir hingga
menghilangkan timbulnya gejala, mengurangi sensitisasi perifer,
mengurangi aktivitas ektopik, menurunkan sensitisasi sentral, menurunkan
proses fasilitasi sentral, meningkatkan inhibisi sentral dan meningkatkan
kualitas hidup (10).
Penanganan pertama yang dilakukan kepada pasien saat masuk
IGD pada tanggal 21 januari 2015 yaitu penggantian catheter lama
dengan yang baru dengan alasan pasien sulit berkemih (retensi urin ec
cystopathy diabetic) dimana dilakukan bladder training maksimal 2 jam
serta pemberian infus ringer laktat dimaksudkan sebagai asupan nutrisi,
cairan pembawa, dan sebagai penyeimbang cairan elektrolit tubuh
mengingat kondisi pasien yang lemah saat masuk rumah sakit. Namun
pemberian infus ringer laktat tidak direkomendasikan pada pasien DM
59
karena akan menyebabkan ketoasidosis sehingga akan menyebabkan
kondisi pasien semakin parah sehingga, sehingga terapi pemberian infus
ringer laktat dianggap kurang rasional karena tidak tepat penderita.
Kemudian pada tanggal 22 januari 2015 pemberian infus ringer laktat
dihentikan dan diganti dengan infus asering dengan kecepatan 20 TPM
dengan tujuan untuk mengatasi kondisi pasien yang lemah dan dehidrasi
berdasarkan pemeriksaan laboratorium nilai elektrolit pasien yang berada
dibawah normal ( Na : 134 mmol/L, Cl : 95 mmol/L, dan K : 3,4 mmol/L)
dan harus segera diberikan infus asering untuk mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta memenuhi kebutuhan kalori
pasien, sehingga pemilihan terapi infus asering dianggap rasional.
Penanganan diabetes mellitus pada pasien digunakan insulin
dimana, bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah dengan
menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi
glukosa hepatik (6). Pemilihan insulin novorapid (Short action) untuk
pengobatan pasien Ny.A dengan diagnosa diabetes mellitus tipe II non
obese. Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien DM Tipe
1. Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan
oleh pasien DM tipe 2 karena prevalensi DM tipe 2 jauh lebih banyak
dibandingkan DM tipe 1. Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien
dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk
(A1c > 7,5 % atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL) (22).
60
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium nilai GDS pada tanggal 22
januari 2015 yaitu pada siang hari : 305 mg/dL dan malam hari : 290
mg/dL serta pemeriksaan HbA1C diatas 14,0 %, sehingga pasien
membutuhkan insulin untuk mengatasi penyakit DM tipe II-nya dengan
pertimbangan tersebut pemilihan terapi insulin novorapid dianggap telah
rasional.
Berdasarkan hasil pemeriksaan GDP pada tanggal 23 26 januari
2015 mengalami peningkatan >200 mg/dL, sehingga pasien diberikan
kombinasi insulin levemir (Long action). Levemir merupakan insulin
eksogen yang diberikan sebagai insulin pengganti akibat tidak adanya
insulin endogen yang di eksresikan oleh pankreas. Insulin levemir
diberikan pada penderita DM tipe 1, namun levemir juga dapat diberikan
pada pasien DM tipe 2 jika nilai HBA1c > 7 % dan GDP >200 mg/dL (22).
Penggunaan levemir ditunda pada tanggal 27-28 januari 2015 dengan
alasan hasil pemeriksaan nilai GDP pasien mengami penurunan
(hipoglikemik) yaitu 62 mg/dL dan 67 mg/dL. Hal ini mungkin diakibatkan
pasien yang melakukan diet gula sangat rendah. Selanjutnya pada
tanggal 29-30 januari 2015 terjadi kembali peningkatan nilai GDP > 200
mg/dL, sehingga insulin levemir kembali diberikan. Pada tanggal 31
januari 2015 hassil pemeriksaan nilai GDP ny. A telah normal, namun
terjadi penurunan kembali pada tanggal 1-2 februari 2015, maka
pemberian insulin levemir ditunda dan pada tanggal 3-9 februari 2015
terlihat hasil pemeriksaan nilai GDP berada < 200 mg/dL sehingga
61
pemberian insulin levemir diberhentikan dimana pasien diajarkan terapi
non farmakologi dengan cara diet rendah gula. Berdasarkan penangan
penyakit DM pasien diatas, maka pemilihan terapi insulin levemir
dianggap telah rasional.
Pemilihan terapi untuk pengobatan nyeri dan keram pada
neuropaty diabetic pasien menggunakan alpentin dengan aturan pakai
sekali sehari 100 mg diberikan pada pagi hari pada tanggal 22 januari
2015. Pemilihan jenis obat ini karena alpentin mengandung gabapentin
yang merupakan jenis antikonvulsan yang direkomendasikan (lini
pertama) untuk mananjemen nyeri pada pasien neuropati diabetes dan
salah satu terapi yang lebih terjangkau serta mudah didapatkan (12,13).
Dosis yang digunakan adalah 100 mg/hari dengan pertimbangan umur
pasien yang tergolong lansia dan melihat efek samping dari obat yaitu
menyebabkan rasa kantuk (sedasi) (23), oleh karena itu pemilihan terapi
alpentin sudah rasional. Namun, pasien ny.A masih merasakan nyeri dan
keram pada tungkai kakinya, sehingga pasien diberikan terapi suportif
lainnya untuk mengatasi penyakit neuropati diabetiknya. Terapi yang
diberikan yaitu mecobalamin (tanggal 3 9 februari 2015) tiga kali sehari
500 mg. Mecobalamin digunakan untuk terapi neuropati perifer yang
mengalami defisiensi vitamin B12 (13). Mecobalamin merupakan koenzim
yang mengandung vitamin B12 yang ikut berpartisipasi dalam reaksi
transmetilasi. Mecobalamin adalah homolog vitamin B12 yang paling aktif
di dalam tubuh. Mecobalamin bekerja memperbaiki jaringan syaraf yang
62
rusak, mempercepat pembelahan eritroblast dan sintesis heme sehingga
memperbaiki status darah pada anemia (24). Penggunaan kombinasi
terapi alpentin dan mecobalamin memberikan efektifitas yang baik,
dimana hilangnya nyeri pada tungkai kaki dan berkurangnya rasa keram
pada tungkai kaki. Berdasarkan hal tersebut, maka pemilihan terapi
mecobalamin dianggap rasional.
Pasien juga diberikan terapi untuk mengatasi gangguan fungsi hati
dimana terjadi peningkatan enzim transminase . Terapi yang diberikan
yaitu maxiliv 50 mg sekali sehari (tanggal 21 januari 8 ferbruari 2015)
dengan landasan pasien mengalami gangguan fungsi hati yang
didasarkan pada pemeriksaan diatas normal pada nilai SGOT ( 92 u/L)
dan SGPT (52 u/L). Penggunaan maxiliv dengan tujuan membantu
memelihara fungsi hati serta sebagai terapi supportif (antioksidan) pada
pengobatan neuropati diabetes, dimana kandungan maxiliv yaitu Alpha
lipoic acid merupakan zat yang bersifat antioksidan yang mampu
meningkatkan glutation intraseluler sehingga mencegah kerusakan sel
(13,14), dimana diketahui pada pasien neuropati terjadi kerusakan sel
yang menyebabkan terjadinya nyeri pada penderita. Berdasarkan alasan
penggunaan tersebut maka terapi dengan menggunakan maxiliv dianggap
rasional.
Terapi awal yang diberikan untuk mengatasi keluhan batuk
berlendir pasien ny.A yaitu ambroxol 30 mg diberikan tiga kali sehari pada
tanggal 21 januari - 9 januari 2015, dimana ambroxol digunakan untuk
63
penyakit saluran nafas akut dan kronis yang disertai sekresi bronkial yang
abnormal dengan sifat mukokinetik dan sekretolitiknya. Ambrokxol
meningkatkan sekresi lendir yang tertahan pada saluran pernapasan dan
menghilangkan lendir statis, dan memudahkan pengenceran dahak (17).
Berdasarkan alasan penggunaan tersebut, maka terapi dengan ambroxol
dianggap sudah rasional. Gejala batuk berlendir pasien Ny.A tidak
mengalami penurunan, sehingga pada tanggal 30 januari - 8 februari 2015
pengobatan batuk berlendir pasien dikombinasi dengan N-Acetylcystein
nebulizer 100 mg/ml tiap 8 jam. N-Ace digunakan untuk terapi penyakit
saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya sekret mukoid dan
mukopurulen, dimana mekanisme kerja dari obat ini sebagai mukolitik
yang memecah ikatan disulfida pada dahak (15). Adapun dosis yang
digunakan adalah dosis rendah 100 mg/ml tiap 8 jam karena adanya
terapi kombinasi dengan ambroxol. Selama pemberian terapi kombinasi
ambroxol dan N-Ace terjadi penurunan gejala batuk dan lendir/dahak
sudah tidak ada, sehingga pemberian N-Ace pada tanggal 9 februari 2015
dihentikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pemilihan terapi N-
Ace dianggap rasional.
Penanganan pertama anemia pada pasien Ny. A berdasarkan
hasil laboratorium HGB dibawah normal yaitu 10,9 g/dL dan nilai HCT juga
dibawah normal yaitu 34,2 g/dL dengan diagnosa anemia, maka pasien
diberikan injeksi neurobion (tanggal 21 - 24 januari 2015) dengan
kandungan vitamin B1 ( 100 mg), B6 (100 mg), dan B12 (5000 mcg) yang
64
diperlukan untuk membentuk sel darah merah. Namun lama pemberian
dari injeksi neurobion dianggap kurang rasional karena pemberian obat
dihentikan pada tanggal 25 januari 2015 sedangkan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium nilai HGB dan HCT masih mengalami
penurunan menandakan pasien masih mengalami anemia, sebaiknya jika
injeksi neurobion dihentikan, maka sebaiknya diberikan penambah zat
besi lainnya.
Dari data laboratorium pada tanggal 21 januari 2015, nilai albumin
mengalami penurunan (albumin : 2,4 g/dL) mengindikasikan adanya
hipoalbuminemia. Keadaan hipoalbuminemia dapat memicu penumpukan
cairan pada ekstrasel. Pada profil pengobatan diberikan vip albumin
kapsul untuk mengatasi hipoalbuminemia. Dosis yang digunakan 3 kali
sehari 1000 mg (tiap 8 jam), dosis ini sebagai suplemen nutrisi untuk
menaikkan kadar albumin. Oleh karena itu, terapi dengan vip albumin
dianggap rasional. Disarankan pemantauan kadar serum albumin untuk
melihat perubahan albumin berdasarkan terapi yang telah diberikan.
Pasien ny. A dengan diagnosa mengalami retensi urin karena
pengaruh diabetes dimana terjadi penurunan sensasi BAK (gangguan
bladder), sehingga pasien dilakukan pemasangan kateter untuk
mempermudah pengeluaran urin dan dilakukan bladder training maximal 2
jam sehari. Namun cara tersebut tidak mampu mengatasi gangguan
bladder pasien, sehingga pada tanggal 27 januari 2015 diberikan terapi
menggunakan obat urispas dengan aturan pakai dua kali sehari 200 mg.
65
Urispas mengandung flavoxate hidroklorida yang digunakan untuk
penderita gangguan bladder (miksi yang tidak terkendali) (17) secara
langsung bekerja sebagai spasmolitik pada otot polos saluran kemih.
Dosis yang digunakan adalah dosis rendah yaitu 200 mg / tiap 12 jam
dengan alasan pasien merupakan pasien lansia, selain itu juga tetap
dilakukan terapi non farmakologi yaitu bladder training maximal 2 jam
dengan pemasangan kateter untuk membantu peningkatan sensasi BAK.
Oleh karena itu, pemilihan terapi dengan urispas dianggap sudah rasional.
Penanganan diagnosa pasien mengalami infeksi saluran kemih
berdasarkan hasil pemeriksaan specimen urin yaitu dengan pemberian
ciprofloxacin pada tanggal 29-30 januari 2015. Ciprofloxacin digunakan
untuk terapi infeksi saluran kemih dengan menghambat aktifitas DNA
gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri
gram positif maupun gram negatif. Adapun pemilihan obat antibiotik
ciprofloxacin tanpa melihat hasil pemeriksaan kultur yang keluar pada
tanggal 29 januari 2015 dimana ciprofloxacin sudah intermediet dengan
bakteri streptococcus sp, jadi fungsi atau kerja ciprofloxacin kurang efektif.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka terapi dengan ciprofloxacin
dianggap kurang rasional karena tidak tepat penderita. Pada tanggal 31
januari 2015 6 februari 2015 antibiotik ciprofloxacin diganti dengan
levofloxacin karena antibiotik sebelumnya (ciprofloxacin) sudah
intermediet. Levofloxacin digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih.
Levofloxacin merupakan isomer optik dari ofloxacin dengan spektrum
66
antibakteri luas, aktif terhadap bakteri gram positif seperti, Enterococcus
faecalis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneuminiae,
Streptococcus dan aktif terhadap bakteri gram negative, seperti
Enterobacter cloacae, Esherichia coli, Haemophilus influenza, dan para-
influenzae. Levofloxacin ini bekerja dengan cara menghambat
Topoisomerase IV enzim DNA gyrase (keduanya adalah topoisomerase
tipe II) yang diperlukan untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Pada
tanggal 7 februari 2015 pemberian levofloxacin dihentikan dan dilakukan
pemeriksaan urin rutin. Dari hasil pemeriksaan urin rutin terjadi penurunan
infeksi pada saluran kemih yang ditandai dengan negatif pada
pemeriksaan darah, protein, glukosa pada urin dan terjadi pe
Recommended