View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
KAJIAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN
PEMODELAN CELLULAR AUTOMATA DAN PENGARUHNYA
TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAHAN DI KABUPATEN
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Geografi (S.Geo)
Oleh:
Dinda Putri Rahmadewi
NIM. 3211415023
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
PERNYATAAN
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus bergerak”
(Albert Einstein)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua
dan keluarga yang selalu memberikan doa, nasehat,
dan dukungan untuk terselesainya skripsi ini.
“Dreams never hurt anybody if he keeps working right behind the dream to
make as much of it come real as he can.”
(F.W. Woolworth)
vi
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian atau skripsi ini yang berjudul “Kajian Perubahan Penutup lahan dengan
Pemodelan Cellular Automata dan Pengaruhnya Terhadap Suhu Permukaan
Lahan di Kabupaten Semarang”.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan progam
studi Geografi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang dan untuk memperoleh gelar Sarjana Geografi (S.Geo).
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, dengan
kerendahan dan ketululusan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menempa ilmu di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si selaku Ketua Jurusan Geografi dan dosen
penguji yang selalu memberikan nasehat yang membangun bagi skripsi ini.
vii
4. Bapak Wahid Akhsin BNS, S.Pd, M.Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran membangun dan kesabaran dalam membimbing skripsi ini.
5. Bapak Fahrudin Hanafi, S.Si., M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas
kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan serta kepercayaan dalam
proses penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi yang telah membekali
penulis dengan ilmu dan pengetahuan melalui proses pembelajaran.
7. Alumni Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang yang telah senantiasa
membantu memberikan arahan dan saran pada skripsi ini.
8. Seluruh keluarga dan saudara atas kesabaran dan dukungan yang senantiasa
selalu diberikan baik secara materiil maupun non-materiil.
9. Teman-teman Geografi Angkatan 2015 yang selalu memberikan bantuan
dalam penelitian di lapangan.
10. Serta semua pihak lain yang mendukung penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan
imbalan dari Allah SWT yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca, masyarakat, dan peneliti-peneliti
selanjutnya.
Semarang, 1 Agustus 2019
Penulis
viii
SARI
Rahmadewi, Dinda Putri. 2019. Kajian Perubahan Penutup lahan dengan
Pemodelan Cellular Automata untuk Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten
Semarang. Jurusan Geografi FIS UNNES. Pembimbing Fahrudin Hanafi, S.Si,
M.Sc.
Kata Kunci : Citra Satelit, Cellular Automata, Multitemporal, Persebaran,
Perubahan Penutup lahan, Suhu Permukaan Lahan
Peningkatan penduduk mendorong terjadinya perubahan penutup lahan. Hal
tersebut telah terjadi di beberapa daerah salah satunya Kabupaten Semarang. Luas
lahan pertanian mengalami penurunan sejak tahun 2011 hingga 2016 dari
60.439,96 ha menjadi 59.872,49 ha dan berubah menjadi lahan non pertanian
(lahan terbangun) (BPS, 2017).Perubahan penutup lahan dari lahan bervegetasi
menjadi lahan terbangun dapat mempengaruhi distribusi spasial suhu permukaan
lahan. Meningkatnya suhu permukaan lahan akan meningkatkan suhu udara juga.
Fakta menunjukkan adanya anomali suhu udara mencapai 0,8°C lebih tinggi dari
suhu periode normal (26,1°C) pada tahun 2016 (BMKG, 2019).
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Memetakan dan menganalisis persebaran
suhu permukaan lahan dan perubahan penutup lahan di Kabupaten Semarang pada
tahun 2003, 2008, 2013, dan 2018; 2) Menganalisis hubungan antara perubahan
penutup lahan dengan suhu permukaan lahan di Kabupaten Semarang; 3)
Mengetahui persebaran suhu permukaan lahan di Kabupaten Semarang untuk 10
tahun ke depan.
Populasi dalam penelitian ini adalah suhu permukaan dan penutup lahan di
Kabupaten Semarang. Metode pengambilan sampel menggunakan pedoman dari
BIGdan teknik penentuan sampel per penutup lahan menggunakan metode
proporsionated stratified samplingdengan total 116 sampel. Metode pengumpulan
data dengan observasi, survei, dan wawancara.Teknik pengolahan data suhu
permukaan lahan diperoleh dari proses ekstraksi saluran termal band 6 dan band
10 citra Landsat 7 dan 8 dengan memasukkan algoritma dari USGS dan Coll et al.
Pengolahan data penutup lahan diperoleh dari hasil klasifikasi dengan metode
supervised-maximum likehood. Sedangkan untuk memprediksi penutup lahan
menggunakan metode Markov Chainpada Cellular Automata. Teknik analisis data
menggunakan analisis spasial, deskriptif kualitatif, dan deskriptif kuantitatif
dengan metode regresi linear sederhana dan uji T.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan penutup lahan
didominasi oleh konversi hutan menjadi lahan pertanian.Peningkatan terjadi pada
lahan terbangun sebesar 18,56% pada tahun 2028.Sedangkan untuk suhu
permukaan lahan didominasi oleh suhu 28,6°C -29,6°C dan 30,6°C -31,6°C. Hasil
uji T pada masing-masing penutup lahan antara lain, hutan sebesar 51,1%, lahan
pertanian sebesar 56,6%, lahan terbuka sebesar 33,1%, semak belukar sebesar
43,3%, dan lahan terbangun sebesar 28,5% terhadap perubahan suhu permukaan
lahan. Saran dalam penelitian ini adalah perlunya memperhatikan kontrol
perubahan pada masing-masing jenis penggunaan dan menggunakan nilai
emisivitas dari NDVI bagi peneliti berikutnya agar hasil lebih baik.
ix
ABSTRACT
Rahmadewi, Dinda Putri. 2019. Study of Land Cover Change with Cellular
Automata Modeling and The Effect to Land Surface Temperature in Semarang
Regency. Geography Department Faculty of Social Science Semarang State
University. Adviser Fahrudin Hanafi, S.Si, M.Sc.
Keyword : Satellite Imagery, Cellular Automata, Multitemporal,
Distribution, Land Cover Change, Land Surface Temperature
The increase in population can affect land cover change. This has happened
in several areas, one of which is Semarang Regency. The area of agricultural land
has decreased from 2011 to 2016 from 60,439.96 ha to 59,872.49 ha and turned
into non-agricultural land (built-up land) (BPS, 2017). Changing land cover from
vegetated land to built-up land can affect the spatial temperature distribution land
surface. Rising of land surface temperatures will also increase air temperatures.
The fact is the anomalous air temperatures reach 0.8°C higher than normal period
temperatures (26.1 ° C) in 2016 (BMKG, 2019).
This study aims to: 1) Maping and analyzing the distribution of land surface
temperature and land cover changes in Semarang Regency on 2003, 2008, 2013,
and 2018; 2) Analyzing the relationship between changes in land cover and land
surface temperature in Semarang Regency; 3) Knowing the distribution of land
surface temperature in Semarang Regency for the next 10 years.
The population in this study is the surface temperature and land cover in
Semarang Regency. The sampling method uses guidelines from BIG and the
technique of determining samples per land cover uses the proportional stratified
sampling method with a total of 116 samples. Data collection method is by
observation, survey, and interview. The technique of processing land surface
temperature data is obtained from the process of extracting the band 6 and band
10 thermal channels of Landsat 7 and 8 images by incorporating algorithms from
USGS and Coll et al. Data processing of land cover is obtained from the
classification results using the supervised-maximum likehood method.
Meanwhile, to predict land cover using the Markov Chain on Cellular Automata.
Data analysis techniques using spatial analysis, descriptive qualitative, and
quantitative descriptive with simple linear regression methods and T test.
The results showed that the pattern of change in land cover was dominated
by the conversion of forests into agricultural land. The increase occurred in built
land by 18.56% in 2028. While for land surface temperature was dominated by
temperatures of 28.6 ° C -29.6 ° C and 30.6 ° C -31.6 ° C. T test results on each
land cover include, forest by 51.1%, agricultural land by 56.6%, open land by
33.1%, shrubs by 43.3%, and built-up land by 28.5% % of changes in land surface
temperature. Suggestions in this study are the need to pay attention to the control
of changes in each type of use and use the value of the emissivity of NDVI for
subsequent researchers so that results are better.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
PRAKATA ....................................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................. viii
ABSTRACT ...........................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................
1.5. Batasan Istilah .............................................................................
1
4
4
5
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Teoritis ........................................................................
2.1.1. Penutup Lahan .........................................................................
8
8
xi
2.1.2. Klasifikasi Penutup Lahan .......................................................
2.1.3. Perubahan Lahan ......................................................................
2.1.4. Penginderaan Jauh ....................................................................
2.1.5. Sistem Penginderaan Jauh ........................................................
2.1.6. Suhu Permukaan Lahan.............................................................
2.1.7. Citra Satelit Landsat..................................................................
2.1.8. Klasifikasi Citra .......................................................................
2.1.9. Sistem Informasi Geografis (SIG) ...........................................
2.1.10. Cellular Automata..................................................................
2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ........................................
2.2.1. Persamaan Dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu .......
2.3. Kerangka Berpikir .......................................................................
8
10
11
12
15
15
18
19
20
22
24
25
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian .........................................................................
3.2. Populasi Dan Sampel ..................................................................
3.2.1. Teknik Penentuan Titik Sampel ...............................................
3.2.2. Prosedur Pengukuran Sampel ..................................................
3.2.3. Jadwal Kegiatan Penelitian ......................................................
3.3. Sumber Data Dan Pengumpulan Data .........................................
3.3.1. Sumber Data .............................................................................
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data .......................................................
3.4. Teknik Pengolahan Data .............................................................
3.4.1. Koreksi Geometrik ...................................................................
3.4.2. Koreksi Radiometrik ................................................................
27
28
29
31
32
32
32
35
36
36
38
xii
3.4.3. Koreksi Atmosferik .................................................................
3.4.4. Pengolahan Citra Satelit Untuk Suhu Permukaan Lahan .........
3.4.5. Pengolahan Citra Satelit Untuk Penutup Lahan .......................
3.4.6. Proses Pengolahan Pemodelan Penutup Lahan Dengan
Cellular Automata ..................................................................
3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................
3.6. Diagram Alir Penelitian ..............................................................
39
40
44
46
47
50
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ............................................ 51
4.1.1. Topografi ................................................................................. 53
4.1.2. Iklim ........................................................................................ 55
4.1.3. Kondisi Kependudukan ............................................................ 56
4.2. Hasil Dan Pembahasan ............................................................... 58
4.2.1. Penutup Lahan Kabupaten Semarang Tahun 2003, 2008,
2013, Dan 2018 ......................................................................
58
4.2.2. Hasil Prediksi Cellular AutomataPerubahan Penutup Lahan
Tahun 2028.............................................................................
67
4.2.3. Suhu Permukaan Lahan Di Kabupaten Semarang Tahun
2003, 2008, 2013, Dan 2018 ..................................................
71
4.2.4. Pengaruh Jenis Penutup Lahan Terhadap Perubahan Suhu
Permukaan Lahan ...................................................................
86
4.2.5. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Perbedaan Suhu
Permukaan di Kabupaten Semarang .......................................
91
xiii
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 93
5.2. Saran ........................................................................................... 93
Daftar Pustaka ................................................................................................... 95
Lampiran-Lampiran .......................................................................................... 101
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Penutup Lahan ........................................................... 9
Tabel 2.2. Spesifikasi Landsat 7 dan Landsat 8 ............................................ 17
Tabel 2.3. Penelitian-Penelitian Terdahulu.................................................. 22
Tabel 3.1. Total Sampel Minimal (TSM) Berdasarkan Skala Peta .............. 29
Tabel 3.2. Jumlah Sampel Setiap Penutup Lahan ......................................... 30
Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan Penelitian ......................................................... 32
Tabel 3.4. Kerangka Matriks Kesalahan ...................................................... 45
Tabel 4.1. Rata-Rata Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan di Kabupaten
Semarang Tahun 2017 ................................................................
56
Tabel 4.2. Rata-Rata Suhu Udara Tahunan Kabupaten Semarang Stasiun
Getas Tahun 2003, 2008, 2013, dan 2018 ..................................
56
Tabel 4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Semarang Tahun
2003, 2008, 2013, dan 2017 ........................................................
57
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Datang Pergi di Kabupaten Semarang Tahun
2012-2015 ....................................................................................
57
Tabel 4.5. Luas Perubahan Penutup lahan di Kabupaten Semarang 2003,
2008, 2013, dan 2018 ..................................................................
59
Tabel 4.6. Luas Perubahan Penutup lahan Kabupaten Semarang Tahun
2018-2028 ....................................................................................
68
Tabel 4.7. Perbandingan Luas Lahan Terbangun Hasil Persamaan Linear
dengan Luas Lahan Terbangun Hasil Olah Citra dan CA Tahun
2008, 2018, dan 2018 ..................................................................
69
xv
Tabel 4.8. Data Suhu Permukaan Lahan Berdasarkan Jenis Penutup Lahan
Per Jam .......................................................................................
72
Tabel 4.9. Luas Perubahan Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten
Semarang Tahun 2003..................................................................
75
Tabel 4.10. Luas Perubahan Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten
Semarang Tahun 2008..................................................................
77
Tabel 4.11. Luas Perubahan Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten
Semarang Tahun 2013..................................................................
79
Tabel 4.12. Luas Perubahan Suhu Permukaan Lahan di Kabupaten
Semarang Tahun 2018..................................................................
80
Tabel 4.13. Perhitungan Regresi Linier Perubahan Nilai Piksel Lahan
dengan Perubahan Nilai Piksel Suhu Permukaan Lahan .............
89
Tabel 4.14. Perubahan Penutup lahan (Hutan, Lahan Pertanian, Semak
Belukar) dan Kontribusi Kenaikan/Penurunan Suhu Permukaan
Lahan ...........................................................................................
90
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pola Pantulan Objek Utama di Permukaan Bumi .................... 13
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ........................................ 26
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian .............................................................. 27
Gambar 3.2. Peta Lokasi Titik Sampel Penelitian ......................................... 30
Gambar 3.3. Hasil Koreksi Geometrik .......................................................... 37
Gambar 3.4. Hasil Koreksi Radiometrik ....................................................... 38
Gambar 3.5. Hasil Koreksi Atmosferik ........................................................ 40
Gambar 3.6. Bagan Diagram Alir Penelitian ................................................ 50
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Semarang ................................... 52
Gambar 4.2. Peta Ketinggian Kabupaten Semarang ...................................... 54
Gambar 4.3. Grafik Luas Perubahan Penutup lahan di Kabupaten Semarang
2003, 2008, 2013, dan 2018 .....................................................
59
Gambar 4.4. Peta Penutup lahan Kabupaten Semarang Tahun 2003 ............ 61
Gambar 4.6. Hutan Produksi di Kabupaten Semarang .................................. 63
Gambar 4.7. Peta Penutup lahan Kabupaten Semarang Tahun 2008............. 64
Gambar 4.8. Peta Penutup lahan Kabupaten Semarang Tahun 2013 ............ 65
Gambar 4.9. Peta Penutup lahan Kabupaten Semarang Tahun 2018 ............ 66
Gambar 4.10. Semak belukar yang tumbuh di area hutan sengon Ungaran
Timur..........................................................................................
67
Gambar 4.12. Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk dengan Peningkatan
Luas Lahan Terbangun Tahun 2008, 2018, dan 2028 ...............
69
xvii
Gambar 4.13. Peta Prediksi Penutup lahan Kabupaten Semarang Pada Tahun
2028 ..........................................................................................
70
Gambar 4.14. Pengambilan sampel suhu permukaan lahan di lapangan ......... 72
Gambar 4.15. Grafik Perubahan Suhu Permukaan Lahan Setiap Penutup
Lahan per Jam ...........................................................................
73
Gambar 4.16. Hasil Perhitungan Regresi Suhu Citra dengan Suhu Lapangan
Menggunakan SPSS.25 .............................................................
73
Gambar 4.17. Grafik Hubungan Antara Suhu Permukaan Lahan Olah Citra
dengan Suhu Permukaan Lahan di Lapangan ...........................
74
Gambar 4.18. Peta Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Semarang Tahun
2003 ...........................................................................................
82
Gambar 4.19. Peta Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Semarang 2008
...................................................................................................
83
Gambar 4.20. Peta Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Semarang Tahun
2013 ..........................................................................................
84
Gambar 4.21. Peta Suhu Permukaan Lahan Kabupaten Semarang Tahun
2018 ...........................................................................................
85
Gambar 4.22. Pengaruh Jenis Penutup lahan Terhadap Suhu Permukaan
Lahan .........................................................................................
87
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Observasi Penutup lahan di Lapangan .......................... 101
Lampiran 2. Hasil Survei Suhu Permukaan Lahan di Lapangan ................ 110
Lampiran 3. Beberapa Hasil Wawancara Narasumber ............................... 119
Lampiran 4. Data Atmosphere Correction Parameter Calculator ............. 129
Lampiran 5. Data BMKG .......................................................................... 133
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Coffusion Matrix ..................................... 134
Lampiran 7. Pembuatan Peta Penutup lahan .............................................. 136
Lampiran 8. Pembuatan Peta Suhu Permukaan Lahan .............................. 140
Lampiran 9. Pembuatan Cellular Automata Prediksi Penutup lahan Tahun
2028 ........................................................................................
143
Lampiran 10. T tabel .................................................................................... 150
Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian ................................................................ 151
Lampiran 12. Surat Rekomendasi Penelitian ............................................... 152
Lampiran 13 Foto Dokumentasi .................................................................. 153
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setiap aktivitas manusia selalu tak lepas dari pemanfaatan lahan. Hal tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat material
maupun spiritual (Juhadi, 2007). Namun seiring berjalannya waktu, pemanfaatan
lahan menjadi tidak terkendali dan menyebabkan perubahan penutup lahan.
Menurut Muta’ali dkk (2012), hal ini terjadi karena tingginya tekanan penduduk
terhadap ketersediaan lahan yang sebenarnya memiliki luas terbatas. Tekanan
penduduk tidak selalu berasal dari penduduk asli suatu wilayah namun juga
penduduk pendatang seperti halnya dalam penelitian Kusrini dkk (2011) yang
mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah penduduk pendatang justru memiliki
korelasi dengan signifikansi lebih tinggi daripada penduduk asli terhadap
perubahan lahan.
Perubahan penutup lahan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
keseimbangan ekosistem dan iklim (Southworth, 2004). Suhu permukaan lahan
adalah salah satu komponen fisik yang terdampak. Perubahan penutup lahan dapat
meningkatkan dan menurunkan nilai suhu permukaan. Hal tersebut dikarenakan
setiap objek pada suatu lahan memiliki kemampuan menerima, menyerap, dan
memancarkan sinar matahari yang berbeda. Suhu permukaan akan mengalami
peningkatan pada lahan yang rendah vegetasinya dan begitu sebaliknya.
Kabupaten Semarang merupakan salah satu daerah yang mengalami
peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan data statistik,
penduduk Kabupaten Semarang tahun 2016 adalah 1,014 juta jiwa dengan
1
2
kepadatan penduduk sebanyak 1.081 jiwa/km2 (BPS, 2017). Angka tersebut dapat
tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata kepadatan penduduk
secara nasional yang hanya 127 jiwa/km2.
Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong terjadinya konversitata guna
lahan untuk menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Semarang. Pada
periode 2011 hingga 2016, luas lahan pertanian mengalami penurunan 0,94% dari
60.439,96 menjadi 59.872,49 ha dan luas lahan non pertanian justru meningkat
1,64% mencapai 35.148,18 ha (BPS, 2017). Kondisi ini diperparah oleh
tumbuhnya potensi ekonomi baru dan menarik pihak pelaku ekonomi untuk
membangun pusat-pusat ekonomi baru sebagaimana data dari Badan Pusat
Statistik (2017) yang menunjukkan meningkatnya jumlah industri dari 116 pada
tahun 2010 menjadi 160 pada tahun 2017.
Bertambahnya jumlah penduduk juga akan memperlihatkan pola perubahan
suatu lahan, seperti lahan terbangun. Pangi dkk (2017) menyebutkan bahwa
perubahan lahan terbangun di Kabupaten Semarang mengarah ke bagian selatan
dengan rata-rata perubahan adalah 20 ha/tahun. Hal ini menunjukkan adanya
mobilitas penduduk yang mengarah ke wilayah yang merupakan kawasan lindung
seperti hutan karena kawasan tersebut masuk ke dalam daerah lereng Gunung
Telomoyo dan Gunung Merbabu. Perkembangan lahan terbangun pada daerah
tersebut dapat menyebabkan berkurangnya hutandan meningkatkan suhu
permukaan lahan. Di perkotaan, fenomena ini dikenal dengan istilah kutub panas
(Adiyanti, 1993 dalam Sobirin dan Fatimah, 2015). Kutub panas adalah keadaan
dimana vegetasi yang ada telah digantikan dengan material-material
pembangunan seperti beton dan aspal sehingga tanah akan lebih banyak menyerap
3
panas dan memantulkannya. Kondisi ini tak lagi menjadi permasalahan kota saja,
namun juga di tingkat kabupaten. Hal ini dikarenakan pola pembangunan yang
hampir mirip dengan kota karena letak Kabupaten Semarang yang berbatasan
langsung dengan ibukota Provinsi Jawa Tengah yaitu Kota Semarang.
Mulai berkembangnya aktivitas pembangunan di Kabupaten Semarang
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu permukaan lahan yang variatif,
tergantung pada jenis penutup lahan yang ada di permukaan. Peningkatan suhu
permukaan lahan dapat memicu terjadinya bencana alam, salah satunya
kekeringan. Fakta menunjukkan bahwa tahun 2016 menjadi tahun terpanas
sepanjang sejarah karena anomali suhu udara mencapai 0,8°C sehingga
menyebabkan kekeringan di beberapa tempat (BMKG, 2019). Hal ini dikarenakan
suhu permukaan lahan merupakan salah satu komponen dari iklim mikro yang
dapat mempengaruhi suhu dan kelembapan di udara (Sanger dkk, 2016).
Studi tentang suhu permukaan lahan berdasarkan perubahan penutup lahan
dapat dilakukan dengan penginderaan jauh. Perubahan suhu permukaan lahan
dapat diduga menggunakan citra satelit, sebagaimana yang dilakukan Li et al
(2013) dengan menggunakan saluran TIR (Thermal Infrared) dari sensor satelit
dan algoritma khusus. Perubahan yang terjadi dapat diolah dengan menggunakan
data multitemporal agar menghasilkan nilai yang variatif. Menurut Wang et al
(2016), hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan perbedaan distribusi spasial-
temporal yang signifikan dapat diamati. Interpretasi secara multitemporal juga
lebih efisien dibandingkan dengan pengukuran secara manual sepenuhnya di
lapangan karena dapat meminimalisir biaya dan menghemat waktu pengukuran
serta mencakup area yang luas.
4
Data perubahan penutup lahansebelum tahun aktual dan pada tahun aktual
juga dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan penutup lahan 10 tahun
ke depan menggunakan metode Cellular Automata. Metode ini bekerja dengan
prinsip nilai suatu sel akan berubah pada kurun waktu tertentu sebagai pengaruh
dari sejumlah sel tetangganya (Susilo, 2011). Pemodelan spasial seperti ini dapat
memudahkan pemerintah untuk memantau, mengantisipasi, dan merencanakan
kembali pembangunan agar menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan citra
Landsat 7 dan Landsat 8 dengan alasan citra Landsat memiliki band visible
sekaligus band thermal yang dapat dengan resolusi 30 meter dan 60/100 meter
yang dapat digunakan untuk memperoleh hasil penutup lahan dan estimasi suhu
permukaan lahan lebih jelas. Selain itu, citra Landsat juga dapat menjangkau
wilayah yang luas seperti Kabupaten Semarang (144.700 ha).
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana persebaran perubahan penutup lahandan suhu permukaan lahan
di Kabupaten Semarang pada tahun 2003, 2008, 2013, dan 2018?
2. Adakah pengaruh antara perubahan penutup lahan terhadap perubahan
suhu permukaan lahan di Kabupaten Semarang?
3. Bagaimana persebaran penutup lahan di Kabupaten Semarang untuk 10
tahun ke depan?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan usaha untuk menemukan kebenaran suatu ilmu
pengetahuan, tujuan dalam penelitian ini adalah:
5
1.3.1. Memetakan dan menganalisis persebaran perubahan penutup lahan dan
suhu permukaan lahan di Kabupaten Semarang pada tahun 2003, 2008,
2013, dan 2018.
1.3.2. Menganalisis pengaruh antara perubahan penutup lahan terhadap perubahan
suhu permukaan lahan di Kabupaten Semarang.
1.3.3. Mengetahui persebaran penutup lahan di Kabupaten Semarang untuk 10
tahun ke depan.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Memberikan wawasan dan informasi serta referensi bahan
kepustakaan bagi para mahasiswa terutama jurusan geografi terkait
dengan pemetaan multitemporal.
2. Menjadikan penelitian sebagai penelitian dasar yang dapat
dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk dikembangkan ke penelitian
lebih lanjut.
1.4.2. Manfaat Praktis
1.4.2.1.Bagi pemerintah
Membantu pemerintah atau lembaga terkait untuk mengkaji
permasalahan yang terjadi di lingkungan Kabupaten Semarang dan
menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
6
1.4.2.2.Bagi masyarakat
Memberikan sosialisasi dan wawasan baru kepada masyarakat
mengenai dampak perubahan penutup lahan dan kondisi suhu di masa
sekarang agar masyarakat dapat memanfaatkan lahannya kembali dengan
bijak, baik, dan ramah lingkungan.
1.5. Batasan Istilah
1.5.1. Penutup Lahan
Penutup lahan menurut Badan Standarisasi Nasional (2010) adalah
tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati merupakan suatu
hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia yang dilakukan pada
jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan,
ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut.
1.5.2. Suhu Permukaan Lahan
Suhu permukaan lahan atau Land Surface Temperature (LST)
didefinisikan sebagai suhu pada permukaan tanah meliputi tanah terbuka
atau kosong dan suhu permukaan kanopi vegetasi yang ada pada tanah yang
ditumbuhi tanaman padat (Khandelwal et al, 2018). Persebaran suhu
permukaan lahan dalam penelitian ini berdasarkan penutup lahan.
1.5.3. Citra Satelit
Citra satelit adalah gambaran atau rekaman permukaan bumi
(daerah/objek yang diteliti) sebagai hasil dari liputan sensor pada wahana
7
satelit dan tersusun dari piksel-piksel. Citra satelit yang digunakan adalah
citra satelit Landsat 7 dan 8. Band thermal pada Landsat 7 dan Landsat 8
masing-masing memiliki resolusi spasial yang berbeda yakni 60 m dan 100
m. Untuk mengatasi perbedaan resolusi spasial ini dilakukan dengan cara
resize data kedua citra.
1.5.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan teknik terkait perolehan
informasi tanpa kontak langsung dengan objek yang dikaji (Budiyanto dan
Gunawan, 2018). Data dari penginderaan jauh didapatkan dari wahana
(satelit) diruang angkasa yang telah dilengkapi sensor dengan fungsi
masing-masing.
1.5.5. Multitemporal
Multitemporal merupakan cara interpretasi citra satelit dengan
menggunakan waktu perekaman yang berbeda-beda. Pada penelitian ini
menggunakan citra satelit pada tahun 2003, 2008, 2013, dan 2018.
1.5.6.Cellular Automata (CA)
Cellular Automata dalam Sistem Informasi Geografis adalah
pemodelan untuk mengetahui kedinamisan suatu objek/fenomena, dimana
kedinamisan diartikan sebagai suatu wujud perubahan (Paramitha, 2011).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Teoritis
2.1.1. Penutup Lahan
Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan
dengan cara diolah agar menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan
manusia (Sudarmanto dkk, 2014). Menurut FAO (1976), lahan dapat diartikan
suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi
dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk
didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik masa lalu maupun
sekarang.
Pengertian penutup lahan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor
7645 (2010) adalah tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati
merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia yang
dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi,
perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut. Penutup lahan juga
didefinisikan sebagai salah satu komponen pendukung sistem kehidupan dimana
semakin baik jenis penutup lahan semisal vegetasi maka dapat diasumsikan bahwa
kawasan tersebut memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Fauzi dkk,
2016).
2.1.2. Klasifikasi Penutup Lahan
Klasifikasi penutup lahan merupakan upaya pengelompokan berbagai jenis
penutup lahan ke dalam sistem tertentu dan menjadi pedoman dalam proses
8
9
interpretasi citra penginderaan jauh (Lillesand, T. M. dan Kiefer, 1994). Hingga
sekarang, di Indonesia sendiri sistem pengklasifikasian penutup lahan masih
belum tegas. Setiap lembaga di Indonesia seperti Badan Informasi Geospasial
(BIG), Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KemenKLH),
BAPPENAS, dan lembaga-lembaga di tingkat daerah memiliki klasifikasi
penutup lahan yang berbeda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Namun, ada suatu sistem klasifikasi yang bersifat multiguna dimana sistem
klasifikasinya didasarkan pada data citra satelit. Danoedoro (2006) merumuskan
suatu sistem klasifikasi baru yang untuk menjadikan klasifikasi tersebut sebagai
acuan dasar dari setiap lapisan baik lembaga pemerintah maupun peneliti yang
memuat penutup lahan berserta penutup lahan. Sistem klasifikasi ini dibagi
menjadi beberapa tingkatan dan disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dalam
peruntukan penelitiannya. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat memilih sendiri
klasifikasi mana yang akan digunakan. Klasifikasi ini dibedakan menjadi enam
dimensi, yaitu dimensi spektral, spasial, temporal, ekologis, fungsi sosial-
ekonomi, dan politis/legal.
Tabel 2.1. Klasifikasi Penutup Lahan
Strata Klasifikasi penutup lahan
Versatile Land use Classification Klasifikasi hasil modifikasi
S1 Badan air Perairan
S21 Vegetasi kerapatan tinggi (Block coverage) Hutan
S22 Lahan pertanian Lahan pertanian
S232 Rerumputan Semak belukar
S3 Lahan terbuka Lahan terbuka
S4 Lahan terbangun Lahan terbangun
Sumber: Danoedoro, 2006 dengan modifikasi
10
Dimensi spasial digunakan pada penelitian ini dengan sedikit modifikasi
untuk lebih memfokuskan ke penutup lahan jenis apa saja kira-kira yang berubah
dan disesuaikan dengan lokasi penelitian.
2.1.3. Perubahan Lahan
Penutup lahan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor
alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa
aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh
lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian besar perubahan
penutup lahanpada sebidang lahan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup (Sudadi dkk, 1991).
Menurut Kusrini dkk (2011) perubahan penutup lahan didefinisikan sebagai
suatu peralihan bentuk dan lokasi dari penutup lahan lama menjadi bentuk
penutup lahan yang baru dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan penutup lahan dapat meningkatkan albedo dan kekasaran
permukaan. Kondisi perubahan penutup lahan akan mengikuti arus pembangunan
dimana akan mulai muncul permukiman dan industri-industri baru (Sobirin dan
Fatimah, 2015). Hal ini lah yang akan memperburuk kondisi lingkungan dimana
distribusi iklim lokal dan regional mengalami perubahan dalam prosesnya, salah
satunya berasal dari pembakaran-pembakaran limbah ataupun proses pengolahan
bahan baku di industri.
11
2.1.4. Penginderaan Jauh
Suwargana (2008) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai teknologi
untuk mengidentifikasi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak
langsung dengan obyek tersebut. Pernyataan tersebut diperluas oleh Lillesand et al
(1993) yang menyebutkan penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.Biasanya teknik ini menghasilkan
beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna
membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi,
kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1996).
Pemanfaatan penginderaan jauh menggunakan data citra satelit dapat
mendeteksi berbagai objek di daratan maupun perairan yang mana disesuaikan
dengan karakteristik resolusi dan fungsi dari masing-masing citra satelit. Beberapa
citra resolusi rendah seperti NOAA, Terra, dan Aqua umumnya digunakan untuk
pemantauan cuaca, kebakaran lahan, kekeringan, dan zonasi tangkapan ikan. Citra
resolusi menengah seperti Landsat dan SPOT digunakan untuk invetarisasi
sumber daya alam. Sementara itu, citra resolusi tinggi seperti IKONOS dan
Quickbird digunakan untuk mendukung tata ruang wilayah dengan data lebih
detail, diantaranya untuk memantau perubahan lahan, suhu permukaan darat dan
laut, ekstraksi data curah hujan, dan lain-lain.Penginderaan jauh juga
dimanfaatkan oleh Andana (2015) dengan menggunakan data citra satelit Landsat
8 untuk melakukan pemetaan areal tanam hortikultura. Hal serupa juga dilakukan
12
Lubis dkk (2017) dengan memanfaatkan citra Landsat TM untuk memetakan
sumber daya terumbu karang daerah pesisir.
2.1.5. Sistem penginderaan jauh
Secara umum, penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu sistem yang
digunakan untuk merekam data mengenai permukaan bumi berdasarkan
pengukuran yang dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan sistem satelit.
Data penginderaan jauh dihasilkan dari rekaman obyek muka bumi oleh sensor.
Data tersebut dapat memberikan banyak informasi melalui ekstraksi data ataupun
proses interpretasi (Ghozali, 2016).
Komponen-komponen sistem penginderaan jauh menurut Pambudi dkk
(2011) terdiri atas:
1.4.1. Sumber radiasi
Sumber radiasi dalam hal ini adalah sinar matahari. Karena menggunakan
sinar matahari, maka perekaman data hanya dapat dilakukan pada pagi
sampai sore hari, kecuali perekaman data yang dilakukan dengan sensor
inframerah panas yang pengukurannya dilakukan berdasarkan perbedaan
temperatur, sehingga dapat juga dilakukan pada malam hari.
1.4.2. Sensor.
Sensor adalah bagian dari wahana satelit yang berfungsi menerima energi
radiasi dari obyek yang direkam. Sensor bersifat optik, analog, atau spektral.
Data yang direkam berupa gambar berbentuk foto atau data digital yang
direkam dalam pita magnetik.
1.4.3. Jalur transmisi
13
Dalam sistem ini, transmisi dilakukan melalui atmosfer. Selain bersifat
sebagai penghantar energi matahari, atmosfer juga dapat menimbulkan
gangguan pada data yang direkam.
1.4.4. Sasaran atau obyek
Sasaran merupakan suatu daerah yang direkam citra satelit yang ada di
permukaan bumi.
Ada tiga kelompok utama obyek permukaan bumi yang dapat dideteksi oleh
sensor yaitu: air, tanah, dan vegetasi. Ketiga obyek tersebut memancarkan energi
elektromagnetik dengan kemampuan berbeda, tergantung pada karakteristik
masing-masing citra satelit.
Gambar 2.1. Pola Pantulan Objek Utama di Permukaan Bumi
Sumber: Ashraf et al,2011
Berdasarkan pola pantulannya, Ashraf et al, (2011) air mempunyai pola
pantulan naik pada panjang gelombang hijau dan kemudian pantulan berkurang
dan mendekati nol pada gelombang inframerah, sementara itu tanah mempunyai
kecenderungan mempunyai pola pantulan yang terus naik ke arah inframerah
tengah dan vegetasi mempunyai pola pantulan naik pada gelombang merah dan
inframerah dekat.
14
Interaksi pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima oleh sensor
dan dikirim ke stasiun penerima di bumi berupa data kumpulan titik-titik cahaya
yang disebut piksel. Kemudian piksel-piksel tersebut tersusun membentuk suatu
kumpulan gambar cahaya yang disebut citra (image) sehingga piksel dapat
diartikan sebuah sebuah titik elemen paling kecil pada citra satelit. Landsat 7
memiliki resolusi radiometrik 8 bit maka intensitas pantulan akan diubah menjadi
citra dengan 28 = 256 tingkat dan Landsat 8 memiliki resolusi radiometrik 16 bit
maka intensitas pantulan akan diubah menjadi citra dengan 216= 65.536 tingkat.
Artinya, citra Landsat 7 memiliki nilai piksel antara 0-255 dan Landsat 8
memiliki nilai piksel antara 0-65.535. Pada layar komputer, piksel akan terlihat
sebagai warna kelabu. Tingkatan warna dari putih ke kelabu hingga hitam disebut
greyscale, tergantung pada level energi yang terdeteksi. Pada Landsat 7, nilai
digital angka 0 ditandai dengan warna hitam, nilai antara 0 dan 255 ditandai
warna tingkat kelabu (greyscale) dan nilai 255 ditandai dengan warna putih
sedangkan pada Landsat 8, warna kelabu menandai nilai 0-65.535 dan warna putih
menandakan nilai 65.535 (Suwargana, 2013).
Citra Landsat 7 dan Landsat 8 memiliki fungsi band yang berbeda-beda.
Pada Landsat 7 pengolahan data penutup lahan diperoleh dari hasil klasifikasi
supervised band 3, band 2, dan band 1. Sedangkan, pada Landsat 8 menggunakan
band 4, band 3, dan band 2. Pengolahan suhu permukaan lahan pada Landsat 7
menggunakan saluran termal yang ada pada band 6 sedangkan pada Landsat 8
menggunakan band 10 atau band 11.
15
2.1.6. Suhu Permukaan Lahan (Land Surface Temperature)
Menurut Earth Observatory NASA, suhu permukaan daratan atau land
surface temperature (LST) adalah panas permukaan bumi yang menyentuh di
lokasi tertentu (dari titik pandang satelit, permukaan adalah apa saja yang terlihat
melalui atmosfer ke tanah, berupa rumput di halaman, atap bangunan atau daun-
daun pada kanopi tanaman hutan) (Sobirin dan Fatimah, 2015). Khandelwal et al
(2018) mendefinisikan suhu permukaan lahan atau Land Surface Temperature
(LST) sebagai suhu pada permukaan tanah meliputi tanah terbuka atau kosong dan
suhu permukaan kanopi vegetasi yang ada pada tanah yang ditumbuhi tanaman
padat.
Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu
objek. Suhu diukur pada tingkat permukaan dan dapat dianggap sebagai suhu kulit
tanah. Namun, permukaan bumi masih jauh dari permukaan yang homogen.
Permukaan bumi terdiri dari bahan yang berbeda dan bentuk lahan yang bervariasi
yang merumitkan estimasi suhu permukaan (Becker dan Li, 1990).
Suhu permukaan lahan yang berasal dari satelit citra thermal infrared (TIR)
adalah variabel kunci untuk memahami dampak urbanisasi yang disebabkan
perubahan penutup lahan (Chen et al, 2006 dalam Peng Fu, 2016). Urbanisasi
dapat mengakibatkan perubahan nilai piksel dari kondisi vegetasi padat dengan
suhu rendah menjadi vegetasi jarang dengan suhu tinggi (Deng dan Wu, 2013).
2.1.7. Citra Satelit Landsat
Landsat merupakan suatu hasil program satelit sumberdaya bumi yang
dikembangkan oleh NASA (The National Aeronautical and Space
16
Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Landsat diluncurkan
pada tanggal 22 Juli 1972 sebagai ERTS-I (Earth Resources Technology Satellite-
I). Ada beberapa generasi satelit Landsat yang dibuat Amerika, namun sekarang
sudah tidak beroperasi lagi. Landsat 5 diluncurkan pada tanggal 1 Maret 1984
dengan membawa sensor TM (Thematic Mapper) yang mempunyai resolusi
spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor TM (Thematic Mapper)
mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 saluran spektral. Band 1, 2,
dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5, dan 7 adalah inframerah dekat dan
infra merah menengah, serta band 6 adalah inframerah termal yang mempunyai
resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 185 x 185 km pada
permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang
sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km.
Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 April 1999. Landsat 7 membawa
sebuah sensor yang di-upgrade bernama Enhanced Thematic Mapper Plus
(ETM+). Sensor ETM+ dikembangkan dengan kemampuan spektral dan spasial
yang hampir mirip dengan sensor TM dengan tambahan sebuah band pankromatik
pada resolusi 15-meter dan band termal dengan resolusi yang lebih tajam 60-120
meter. Umur operasi satelit Landsat 7 adalah 5 tahun.
Citra Landsat 7 harus diperbaiki terlebih dulu gambarnya sebelum
digunakan karena terdapat strip atau garis hitam yang menutupi kenampakan
obyek di permukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pada sensor karena
sudah melebihi masa waktunya sehingga kenampakan yang terekam kurang
maksimal. Salah satu alternatif dari kasus ini adalah dengan metode gap and fill.
Konsep umum metode ini adalah dengan menggabungkan antara citra satelit yang
17
terkena strip dengan citra satelit lainnya sebagai pengisi strip tersebut. Citra
pengisi yang digunakan harus citra yang tidak tertutup dengan awan dan memiliki
tanggal perekaman yang berdekatan.
Pada tanggal 23 Desember 2005, OSTP (Office of Science and Technology
Policy) dari Gedung Putih Amerika Serikat mengisukan suatu penyelesaian
memorandum strategi satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission). Satelit
LDCM tersebut akan mengumpulkan data permukaan bumi yang mirip dengan
Landsat sebelumnya dan menjadi cikal bakal Landsat 8 (Barbara et al, 2007 dalam
Sitanggang et al, 2010).
Tabel 2.2. Spesifikasi Landsat 7 dan Landsat 8
Band/ Kanal
Landsat 8 Landsat 7
Panjang
gelombang
Resolusi
(m)
Panjang
gelombang
Resolusi
(m)
1 Band 1 (Biru) 0.43-0.45 30 0.45-0.515 30
2 Band 2 (Hijau) 0.45-0.51 30 0.525-0.605 30
3 Band 3 (Merah) 0.53-0.59 30 0.63-0.69 30
4 Band 4 (NIR 1) 0.64-0.67 30 0.75-0.90 30
5 Band 5 (NIR 2) 0.85-0.88 30 1.55-1.75 (SWIR 1) 30
6 Band 6 (SWIR 1) 1.57-1.65 30 10.4-12.5 (Termal) 60
7 Band 7 (SWIR 2) 2.11-2.29 30 2.09-2.35 30
8 Band 8 (Pankromatik) 0.50-0.68 15 0.52-0.9 15
9 Band 9 (Sirus) 1.36-1.68 30
10 Band 10 (Termal 1) 10.60-11.19 100
11 TIRS 10 (Termal 2) 11.50-12.51 100
Sumber: Lapan, 2015
18
Citra Landsat 7 dan Landsat 8 memiliki Band Infrared Thermal yaitu pada
band 6 (Landsat 7) dan band 10 dan 11 (Landsat 8). Saluran yang akan digunakan
pada penelitian adalah band 6 dan band 10.
2.1.8. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra dilakukan dengan menggolongkan masing-masing piksel
pada citra ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan nilai kecerahan pada piksel.
Secara digital, klasifikasi citra dibedakan menjadi dua, antara lain sebagai berikut:
1.) Klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised)
Klasifikasi tidak terbimbing merupakan proses pengelompokan piksel-
piksel pada citra menjadi beberapa kelas menggunakan analisa clustering
(Indarto, 2009). Menurut Jaya (2015), clustering adalah suatu teknik
klasifikasi atau identifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk
mengelompokan piksel ke dalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam
suatu set kategori yang disusun.Klasifikasi ini bersifat otomatis karena
penutup lahan akan dikelompokkan secara default oleh software yang
digunakan.
2.) Klasifikasi terbimbing (Supervised)
Klasifikasi terbimbing adalah proses klasifikasi penutup lahan yang ada
dengan menentukan kelas-kelas perwakilan atau training area terlebih
dahulu. Training area juga tidak boleh sembarangan dan harus representatif.
Proses selanjutnya, komputer akan mengklasifikasikan Penutup lahan
berdasarkan acuan dari training area yang telah ditentukan. Pada penelitian
ini menggunakan klasifikasi supervised karena melibatkan peneliti dalam
19
proses menginterpretasikan objek yang akan digunakan sebagai sampel
training.
2.1.9. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis
komputer yang menggabungkan antara unsur geografis dan informasinya
berbentuk data atribut yang digunakan untuk mengolah, memanipulasi,
menganalisa, memperagakan, dan menampilkan data spasial untuk menyelesaikan
masalah (Fernando, 2012 dalam Kosasi, 2014). Teori ini didukung oleh Murai S
dalam Prayitno (2000) bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) juga
berkontribusi dalam pengambilan keputusan suatu perencanaan dan
pengelolaanlahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota,
bahkan pelayanan umum.
Data yang dapat diolah dalam SIG meliputi data spasial dan non-spasial.
Data spasial berbentuk data raster dan vektor yang biasanya didapatkan dari data
citra satelit, peta rupa bumi, dan foto udara sedangkan data non-spasial didapatkan
dari data atribut berupa data-data statistik (angka) maupun teks.
Sebagaimana telah disebutkan, penyusunan informasi atau peta-peta dengan
SIG tidak bisa dipisahkan dari citra satelit penginderaan jauh. Citra satelit
merupakan data masukan dalam analisis spasial dalam SIG, selain itu SIG juga
menawarkan banyak banyak manfaat bagi sistem pengolahan citra satelit seperti
proses analisis dan tampilan kartografis. Peranan yang ditawarkan SIG dalam
menyusun informasi antara lain sebagai berikut:
1.) Input data
20
2.) Pembuatan peta
3.) Manipulasi data
4.) Manajemen data
5.) Analisis query
6.) Mevisualisasikan hasil, baik dalam bentuk peta, grafik, maupun sistem
informasi.
2.1.10. Cellular Automata
Cellular Automata (CA) adalah model yang awalnya dipahami oleh Ulam
dan Von Neumann pada tahun 1940 untuk membuat kerangka kerja formal untuk
menyelidiki suatu perilaku kompleks (Paramitha, 2011). Pendapat lain dari Baja S
(2012, dalam Fitriana dkk, 2017), menjelaskan bahwa cellular automata adalah
pemodelan spasial secara sederhana yang memanfaatkan data olahan dari SIG
(Sistem Informasi Geografis). Deep dan Saklani (2014) menarik suatu kesimpulan
dari penelitiannya bahwa Cellular Automata (CA) dapat menggabungkan
komponen spasial dengan aturan-aturan sederhana, mudah, dinamis dan
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan komputasi.
Data dalam Cellular Automataterdiri dari susunan sel-sel (grid), dan
masing-masing diatur sedemikian rupa sehingga hanya diperbolehkan berada di
salah satu dari beberapa keadaan. Keadaan suatu Cellular Automata (CA)
sepenuhnya dipengaruhi oleh variabel yang dimiliki tiap sel. Cellular Automata
(CA) bekerja mengoperasikan nilai data raster yang didefinisikan ke dalam data
binari atau diskrit dan dipengaruhi oleh ketetanggaan dan waktu sebelumnya
(Yudarwati dkk, 2016).
21
Cellular system dapat didefinisikan juga sebagai suatu koleksi tersusun
dari unsur-unsur serupa yang disebut cell. Struktur ini diberikan oleh pilihan dari
bentuk pixel atau biasa disebut lattice. Beberapa lattice adalah 1 dimensi, 2
dimensi dan 3 dimensi. Sel-sel tetangga (neighborhoods) merupakan bagian
penting yang merepresentasikan kesatuan cell yang berinteraksi langsung dengan
pusat cell. Ketetanggaan (neighborhood) artinya perubahan lahan pada satu piksel
akan dipengaruhi oleh jenis lahan pada piksel tetangganya.
Menurut Liu (2009), Cellular Automata terdiri dari 5 unsur, antara lain
sebagai berikut:
1) Sel (Cell), merupakan unit dasar spasial dalam ruang seluler. Sel tersebut
diatur dalam spatial tessellation, yaitu sebuah grid dua dimensi dari sel
merupakan bentuk yang paling umum dari celullar automata yang digunakan
dalam permodelan pertumbuhan perkotaan dan alih fungsi lahan .
2) Kondisi (State), adalah mendefinisikan atribut dari suatu sistem. Setiap sel
hanya dapat mengambil satu kondisi dari serangkaian kondisi pada waktu
tertentu. Dalam studi ini, kondisi mewakili jenis penutup lahan.
3) Ketetanggaan (neighborhood), yang merupakan serangkaian sel yang saling
berinteraksi.
4) Aturan transisi (Transition Rules), adalah mendefinisikan bagaimana respon
perubahan suatu sel dalam menanggapi kondisi saat ini dan kondisi
tetangganya.
5) Waktu (time-step), adalah suatu variabel yang menentukan dimensi waktu
yang digunakan selama proses perhitungan dan kalkulasi yang didasarkan
22
pada proses celullar automata. Waktu disini dapat juga didefinisikan sebagai
periode iterasi.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa pustaka yang dirujuk oleh peneliti dalam
melakukan penelitian:
Tabel 2.3. Penelitian-Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Penulis/
Tahun
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Pemetaan Sebaran
Suhu Penutup
lahan
Menggunakan
Citra Landsat 8 di
Pulau Batam
Rohana Sari,
(2018)
Mengetahui
sebaran suhu
penggunaan
lahan pada
bulan April
2018
Menggunakan
pemanfaatan
dan pengolahan
data citra satelit
melalui tahapan:
pemotongan,
koreksi
radiometrik,
geometrik, dan
ekstraksi suhu
permukaan
tanah.
Suhu minimum di
Pulau Batam 0-
16,8°C dikarenakan
terdapat awan pada
citra. Suhu
maksimum berkisar
sebesar 23,6-
29,2°C. Daerah
bervegetasi
memiliki suhu
16.8-22.4°C.
Permukiman
memiliki suhu
23,6-29,2°C.
Daerah perairan
memiliki suhu
16,8-22,4°C.
Perbedaan suhu
setiap daerah
dipengaruhi oleh
23
banyaknya
pembangunan,
aktivitas manusia,
dan lahan terbuka
hijau.
2. Pendeteksian
Kerapatan
Vegetasi dan
Suhu Permukaan
Menggunakan
Citra Landsat
Studi Kasus :
Jawa Barat
Bagian Selatan
dan Sekitarnya
Sukristiyanti
dan Dyah
Marganingrum
( 2009)
Mengetahui
dan
menjelaskan
kemampuan
citra Landsat
untuk
mendapatkan
informasi data
kerapatan
vegetasi dan
suhu
permukaan
lahan
Melakukan
pengolahan citra
untuk
transformasi
indeks vegetasi
dengan NDVI.
Teknik analisis
menggunakan
analisis spasial
Indeks vegetasi
NDVI ternyata
mampu
mempresentasikan
kerapatan kanopi di
berbagai jenis
penggunaan lahan.
Informasi sebaran
suhu permukaan
hasil deteksi tidak
selalu
mencerminkan
sebaran kerapatan
vegetasinya.
3. Pemanfaatan
Citra Satelit dan
Sistem Informasi
Geografis untuk
Pengembangan
RTH Berdasarkan
Estimasi Suhu
Permukaan
Daratan di Kota
Pekalongan.
Tridha
RidhoFariz,
(2016)
Mengetahui
kondisi
persebaran
RTH dan
persebaran
suhu
permukaan
daratan di Kota
Pekalongan.
Pendekatan
deskriptif
kualitatif dengan
berbagai
pengolahan data
citra satelit.
Suhu permukaan
tinggi dipengaruhi
oleh tutupan lahan
berupa lahan
terbangun.
Pengembangan
RTH akan lebih
efektif jika
dilakukan pada
daerah dengan suhu
tertinggi.
24
4. Detection of
urban expansion
and land surface
temperature
change using
multi-temporal
landsat images
Shenmin
Wang, Ma,
Ding, & Liang,
(2016)
Mendeteksi
proses
ekspansi urban
dan variasi
LST selama 30
tahun terakhir.
Menggunakan
algoritma dalam
klasifikasi
berdasarkan
teori statistik
(indeks)
Alasan utama
mengkonversi
lahan adalah
peningkatan
populasi dan
bidang ekonomi.
Peningkatan
urbanisasi juga ikut
meningkatkan LST.
5. Effects of
landscape
composition and
pattern on land
surface
temperature:
An urban heat
island study in the
megacities of
Southeast Asia
Ronald C,
Estoque., Yuji,
Murayama,(
2017)
Mengetahui
dan
menganalisis
hubungan LST
dan pola
spasial ruang
hijau di
Bangkok dan
Jakarta.
Menggunakan
pengolahan
penginderaan
jauh dengan
koreksi
radiometrik,
atmosferik, dan
ekstraksi LST
Ditemukan korelasi
kuat antara rata-
rata LST dan
densitas air
(positif) dan ruang
hijau (negatif)
sepanjang gradien
perkotaan-pedesaan
dari tiga kota, yang
menggambarkan
profil khas UHI
2.2.1.Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
terdahulu. Persamaannya adalah penelitian ini memiliki fokus obyek yang sama
dengan penelitian terdahulu yaitu suhu permukaan lahan dan penutup lahan.
Selain itu penelitian ini juga memiliki tujuan yang sama yakni mengetahui
hubungan antara suhu permukaan lahan dengan Penutup lahan. Namun terdapat
beberapa perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu:
25
1.) Penelitian ini menggunakan pendekatan secara multitemporal sehingga dan
rentang waktu yang jauh untuk mengetahui perubahan suhu permukaan lahan
dan penutup lahannya. Sedangkan pada penelitian terdahulu, ada penelitian
yang hanya berfokus pada penutup lahan ataupun suhu permukaan lahan saja
dan tidak menggunakan data multitemporal.
2.) Pemodelan prediksi penutup lahan masih jarang diteliti di Indonesia. Padahal
hal ini dapat digunakan untuk membantu dan merencanakan pembangunan
masa depan terutama dalam penyusunan RTRW Daerah.
2.3. Kerangka berpikir
Kabupaten Semarang merupakan daerah yang mengalami peningkatan jumlah
penduduk setiap tahun. Kondisi tersebut tidak sepadan dengan jumlah
ketersediaan lahan yang semakin terbatas sehingga mengakibatkan perubahan
penutup lahan dengan karakteristik variatif dan tidak terkendali. Perubahan
penutup lahan yang terjadi akan mempengaruhi nilai suhu permukaan lahan,
terutama pada lahan bervegetasi karena penyerapan terhadap panas berkurang.
Oleh karena itu, pemetaan penutup lahan dan suhu permukaan lahan secara
multitemporaldilakukan untuk menjelaskan pola perubahan yang terjadi di
Kabupaten Semarang pada tahun 2003 hingga 2018. Setiap jenis penutup lahan
memiliki besar pengaruh yang berbeda-beda pada nilai suhu permukaan. Besar
pengaruh dapat diidentifikasi melalui analisis regresi dengan uji T (parsial).
Penyusunan peta-peta tersebut memanfaatkan data citra satelit Landsat 7 dan
Landsat 8. Data penutup lahan diperoleh dari hasil klasifikasi menggunakan band
visible dan data suhu permukaan lahan diperoleh dari hasil ekstraksi band termal.
26
Data raster penutup lahan tahun 2008 dan 2018 yang dihasilkan dapat digunakan
untuk memodelkan kembali penutup lahan tahun 2028 dengan metode cellular
automata.Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada kerangka alur berpikir di bawah ini:
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
93
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Jenis penutup lahan yang mendominasi wilayah Kabupaten Semarang pada
rentang tahun 2003 hingga 2018 adalah hutan. Sedangkan untuk suhu
permukaan lahan didominasi oleh suhu 28,6°C -29,6°C dan 30,6°C -31,6°C.
Pola perubahan penutup lahan didominasi oleh konversi hutan menjadi lahan
pertanian.
2. Hubungan antara perubahan penutup lahan dengan perubahan suhu
permukaan lahan memiliki pengaruh signifikan dan berkorelasi positif dengan
nilai 0,655 (kuat). Hasil uji T pada masing-masing penutup lahan
menunjukkan hampir setiap jenis penutup lahan memiliki pengaruh signifikan
kecuali perairan. Pengaruh hutan sebesar 51,1%, lahan pertanian sebesar
56,6%, lahan terbuka sebesar 33,1%, semak belukar sebesar 43,3%, dan lahan
terbangun sebesar 28,5% terhadap perubahan suhu permukaan lahan.
3. Jenis lahan terbangun mengalami peningkatan sebesar 18,56% ditandai
dengan pertumbuhan lahan terbangun baru yang padat di Kecamatan
Tengaran, Kecamatan Ungaran Timur, Kecamatan Bancak, dan Kecamatan
Kaliwungu. Suhu permukaan lahan pada tahun 2028 diperkirakan mengalami
kenaikan ± 0,07°C.
5.2. Saran
1. Pengolahan prediksi penutup lahan dapat lebih dikembangkan dengan
metode lain seperti ANN (Artificial Neural Network). Pada pengolahan,
93
94
perlu memperhatikan kontrol perubahan pada masing-masing jenis
penutup lahan agar mendapatkan hasil yang lebih representatif. Faktor-
faktor pendorong yang menjadi variabel selain jalan utama bisa
ditambahkan seperti faktor kepadatan penduduk, pusat pertumbuhan
daerah, jarak dengan ibukota, dan lain-lain yang bisa disesuaikan dengan
karakteristik lokasi penelitian. Nilai iterasi harus diperhatikan, karena
semakin tinggi iterasi maka semakin tinggi pula akurasinya, dan
sebaliknya.
2. Emisivitas pada estimasi suhu permukaan lahan dapat diperoleh dari NDVI
agar hasil lebih baik.
3. Bagi pemerintah terutama BAPPEDA Kabupaten Semarang, penelitian ini
dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penentuan penutup lahan
ke depan terutama dalam penyusunan RTRW Kabupaten Semarang dan
dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembangunan daerah.
95
DAFTAR PUSTAKA
Amiri, Reza, Qihao Weng, Abbas Alimohammadi, S. K. A. (2009). Spatial-
Temporal Dynamics of Land Surface Temperature in Relation to Fractional
Vegetation Cover and Land Use/Cover in the Tabriz Urban Area, Iran.
Remote Sensing of Environment, 113, 2606–2617.
Amrillah, Dede., Eko Kusratmoko., S. (2018). Model Spasial Perubahan
Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Swasembada Padi.
Majalah Geografi Indonesia, Vol.32, No, 33–39.
Andana, E. K. (2015). Pengembangan Data Citra Satelit Landsat-8 untuk
Pemetaan Area Tanaman Hortikultura dengan Berbagai Metode Algoritma
Indeks Vegetasi (Studi Kasus: Kabupaten Malang dan Sekitarnya). Prosiding
Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII.
Ardhitama, Aristya., Yusni Ikhwan S., N. (2017). Analisis Pengaruh Konsentrasi
Gas Rumah Kaca Terhadap Kenaikan Suhu Udara Di Kota Pekanbaru dan
Kota Padang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 11 (1).
Ardiansyah. (2015). Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI
5.1 dan ENVI LiDAR. Jakarta selatan: Lasbig Inderaja Islim.
As-syakur, A. R. (2011). Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali.
ECOTROPHIC, Volume 6.
Ashraf, M. A., Maah, M., & Yusoff, I. (2011). Introduction to Remote Sensing of
Biomass. In Principles of Applied Remote Sensing. London: Springer.
https://doi.org/10.5772/16462
Badan Standarisasi Nasional. SNI 764:2010 Tentang Klasifikasi Penutup Lahan
(2010). Jakarta.
Becker, F., & Li, Z.-L. (1990). Becker F, Li Z. Towards a local split window
method over land surfaces. International Journal of Remote Sensing.
International Journal of Remote Sensing - INT J REMOTE SENS (Vol. 11).
https://doi.org/10.1080/01431169008955028
BMKG. (2019). Ekstrem Perubahan Iklim _ BMKG.
BPS. (2016). Kabupaten Semarang Dalam Angka 2016. Retrieved from
https://semarangkab.bps.go.id/
BPS. (2017). Kabupaten Semarang Dalam Angka 2017. Retrieved from
https://semarangkab.bps.go.id/
BPS. (2018). Kabupaten Semarang Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik.
Kabupaten Semarang.
Budhyastoro, T., Sidik Haddy T., R. L. W. (2006). Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analisisnya. (A. D. Kurnia, Undang., Fahmuddin A., A. Adimihardja., Ed.).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. Retrieved from
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/sifat fisik
tanah1.pdf
96
Budiarti, Y. (2017). Hubungan Antara Persebaran Suhu Permukaan Dengan
Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman Menggunakan Citra Landsat 8
OLI/TIRS Image. Universitas Negeri Yogyakarta.
Budiyanto, E., & Gunawan, T. (2018). Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis untuk Penilaian Kerentanan dan Risiko Pencemaran Air Tanah
Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul. Disertasi. Universitas
Gadjah Mada).
Chrysoulakis, N., Abrams, M., Feidas, H., & Arai, K. (2010). Comparison of
atmospheric correction methods using ASTER data for the area of Crete,
Greece. International Journal of Remote Sensing, 31(24).
Danoedoro, P. (2006). Versatile Land-Use Information For Local Planning In
Indonesia: Contents, Extraction Methods And Integration Based On
Moderate- And Highspatial Resolution Satellite Imagery. University of
Queensland.
Deep, S dan Saklani, A. (2014). Urban Sprawl Modeling Using Cellular
Automata. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 17
(2), 179–187.
Deng, C., & Wu, C. (2013). Examining the impacts of urban biophysical
compositions on surface urban heat island: A spectral unmixing and thermal
mixing approach. Remote Sensing of Environment (Vol. 131).
https://doi.org/10.1016/j.rse.2012.12.020
Destriana, N. (2013). Pengaruh Struktur Vegetasi Terhadap Iklim Mikro Di
Berbagai Land Use Di Kota Jakarta. Institut Pertanian Bogor.
Effendy, S. (2007). Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island
Wilayah JABODETABEK. IPB Bogor.
Ekadinata, A., Zulkarnain M.T., Widayati A., Dewi S., Rahman S., V. N. M.
(2012). Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di Indonesia Tahun
1920, 2000, dan 2005. Brief No 29. Bogor, Indonesia: World Agroforestry
Center-ICRAF, SEA Regional Office. 6p.
Estoque, Ronald C., Yuji, Murayama., S. W. M. (2017). Effects of landscape
composition and pattern on land surface temperature: An urban heat island
study in the megacities of Southeast Asia. Science of the Total Environment,
577, 349–359.
Fardani, S. (2012). Pengaruh Proporsi Penambahan Komos BioPA dan Mulsa
Jerami Terhadap Serapan Hara Na, Mg Serta Kandungan Klorofil Tanaman
Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L) yang Ditanam di Kawasan Pantai
Pandansari Bantul. ePrint@UNY. Universitas Negeri Yogyakarta. Retrieved
from https://eprints.uny.ac.id/8190/
Fariz, T. (2016). Pemanfaatan Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis untuk
Pengembangan RTH Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di Kota
Pekalongan. Jurnal Geo Image, 5(1).
Fauzi, Rio M., Joko Nugroho R., R. H. (2016). Analisa Perubahan Penutupan
Lahan Pada Kawasan Lindung Gunung Naning Kabupaten Sekadau Provinsi
97
Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, Vol.4 (4), 520–526.
Fikri, F. A. (2018). Estimasi Nilai Outgoing Longwave Radiation (OLR) Landsat
8 OLI/TIRS di Provinsi Jambi. Institut Pertanian Bogor.
Fitriana, A. L., Subiyanto, S., & Firdaus, H. S. (2017). Model Cellular Automata
Markov Untuk Prediksi Perkembangan Fisik Wilayah Permukiman Kota
Surakarta Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip,
6(4), 246–253.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. (1976). A Framework
for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32, Rome, 72 pp.
Ghozali, A. dan S. (2016). Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis Untuk Zonasi Kerawanan Banjir di DAS Kalikemuning,
Kabupaten Sampang, Madura. Jurnal Bumi Indonesia, Volume 5,.
Gustin, O., L. M. J. (2011). Pemetaan Suhu Permukaan Tanah dan Vegetasi
Sebagai Data Pendukung Kebijakan Reboisasi. Institute Teknologi
Surabaya.
Hanggoro, W. (2011). Pengaruh Intensitas Radiasi Saat Gerhana Matahari Cincin
Terhadap Beberapa Parameter Cuaca. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika,
Volume 12, 137–144.
Indarto. (2009). Identifikasi dan Klasifikasi Peruntukan Lahan Menggunakan
Citra ASTER. Media Teknik Sipil, Volume IX.
Jaya. (2015). Analisis Citra Digital Prespektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor.
Juhadi. (2007). Pola-Pola Pemanfaatan Lahan Dan Degradasi Lingkungan Pada
Kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi, 4(1), 11–24.
Kalinda, I. O. P., Bandi Sasmito, A. S. (2018). Analisis Pengaruh Koreksi
Atmosfer Terhadap Deteksi Land Surface Temperature Menggunakan Citra
Landsat 8 di Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip, Volume 7,N.
Khandelwal, S., Goyal, R., Kaul, N., & Mathew, A. (2018). Assessment of Land
Surface Temperature Variation due to Change in Elevation of Area
Surrounding Jaipur, India. Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Science, 21(1), 87–94. https://doi.org/10.1016/j.ejrs.2017.01.005
Kosasi, S. (2014). Sistem Informasi Geografis Pemetaan Tempat Kost Berbasis
Web. 172 CSRID Journal, Vol.6 No.3, 171–181.
Kristianingsih, Lilik., Wijaya A. P., Sukmono, A. (2016). Analisis Pengaruh
Koreksi Atmosfer Terhadap Estimasi Kandungan Klorofil-A Menggunakan
Citra Landsat 8. Jurnal Geodesi Undip, 5(4).
Kumar, K. Sundara., Dr.P. Udaya Bhaskar., D. K. P. (2015). Application of Land
Change Modeller For Prediction of future Land Use Land Cover A Case
Study of Vijayawada City. International Journal of Advanced Technology in
Engineering and Science, Vol. No. 3(1).
Kusrini, Suharyadi, & Hardoyo, S. R. (2011). Perubahan Penggunaan Lahan Dan
Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.
98
Majalah Geografi Indonesia, 25(1), 25–40.
Lal, Rattan., M. K. S. (2005). Principles Of Soil Physics. Columbus, Ohio, U.S.A:
Marcel Dekker, INc.
Li, Z. L., Tang, B. H., Wu, H., Ren, H., Yan, G., Wan, Z., … Sobrino, J. A.
(2013). Satellite-Derived Land Surface Temperature: Current Status and
Perspectives. Remote Sensing of Environment.
Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. (1994). Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., Dulbahri, & Susanto. (1993). Penginderaan Jauh
dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Liu, Y. (2009). Modelling Urban Devwlopment with Geographical Information
Systems and Cellular Automata. New York: CRC Press.
Lo, C. P. (1996). Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan Bambang Purbaweso.
Jakarta: UI-PRESS.
Lubis, Muhammad Z., Oktavianto Gustin., Wenang Anurogo., Husnul Kausarian.,
Kasih Anggraini., A. H. (2017). Penerapan Teknologi Penginderaan Jauh di
Bidang Pesisir dan Lautan. Oseana, XLII, Nomo, 56–64.
Marganingrum, S. dan D. (2009). Pendeteksian Kerapatan Vegetasi dan Suhu
Permukaan Menggunakan Citra Landsat Studi Kasus : Jawa Barat Bagian
Selatan dan Sekitarnya. Jurnal Riset Geologi Dan Pertambangan, Jilid 19 n,
15–24.
Muta’ali, L., Kinasih, S. S. K., & Sumini. (2012). Daya Dukung Lingkungan
untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi (BPFG), Universitas Gadjah Mada.
Octavianti, Angelia., Muliadi., A. (2018). Estimasi Intensitas Radiasi Matahari di
Wilayah Kota Makassar. Prisma Fisika, 152–159.
Pal, S., Ziaul, S. (2017). Detection of land Use and Land Cover Change and Land
Surface Temperature in english Bazar Urban Center. The Egyptian Journal
of Remote Sensing and Space Sciences, 20, 125–145.
Pambudi, L., Hidayatno, A., & Isnanto, R. (2011). Identifikasi Luas Bencana
Tsunami Dengan Menggunakan Segmentasi Citra. Universitas Diponegoro.
Pangi, P., Muharar Ramadhan., K. Dwi A., I. (2017). Pola Perkembangan Ruang
di Kabupaten Semarang dengan Memanfaatkan Data Citra Landsat. Jurnal
Pengembangan Kota, Volume 5 N, 58–68.
Paramitha, B. A. P. (2011). Model Cellular Automata untuk Prediksi
Perkembangan Wilayah Menggunakan Citra Penginderaan Jauh Resolusi
Menengah (Studi Kasus Wilayah Kedungsepur). Tesis. Universitas Gajah
Mada.
Peng Fu, Q. W. (2016). A Time Series Analysis of Urbanization Induced Land
Use and Land Cover Change and Its Impact on Land Surface Temperature
With Landsat Imagery. Remote Sensing of Environment, 175, 205–214.
99
Prayitno. (2000). GIS Workbook Terjemahan (Shinji Murai). Jakarta: Buana
Khatulistiwa.
Purwantara, S. (2015). Studi Temperature Udara Terkini di Wilayah di Jawa
Tengah dan DIY. Geomedia, volume 13.
Putra, Kusuma Arfina., Abdi Sukmono., B. S. (2018). Analisis Hubungan
Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Suhu Permukaan Terkait Fenomena
Urban Heat Island Menggunakan Citra LANDSAT (Studi Kasus: Kota
Surakarta). Jurnal Geodesi Undip, Volum 7, N, 22–31.
Rakhmawati, Elina R., Sriyono., D. L. S. (2014). Analisis Pola Sebaran
Permukiman Berdasarkan Topografi di Kecamatan Brangsong Kabupaten
Kendal. Geo Image, 3 (2).
Rutoto, S. (2007). Pengantar Metodologi Penelitian. (FKIP, Ed.). Universitas
Muria Kudus.
Sampurno, Rizky M., A. T. (2016). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan
Citra Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang.
Jurnal Teknotan, Vo.10 No.2.
Sanger, Y. Y. J., Rogi, Y. E. X., & Rombang, J. (2016). Pengaruh Tipe Tutupan
Lahan Terhadap Iklim Mikro Di Kota Bitung. Agri-SosioEkonomi Unsrat,
12(November), 105–116.
Sari, R. (2018). Pemetaan Sebaran Suhu Penggunaan Lahan Menggunakan Citra
Landsat 8 di Pulau Batam. Jurnal Integrasi, 10(1).
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (1st ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setyawan, A. K., S. R. (2018). Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan
Kesesuaiannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Rejang Lebong Berbasis Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.
Teknik Perencanaan Wilayah Kota, Vol 7 (3), 165–178.
Sitanggang, Gokmaria., Domiri, D. D., Carolita, I., Noviar, H. (2010). Model
Spasial Indeks Luas Daun (Ild) Padi Menggunakan Data Tm-Landsat Untuk
Prediksi Produk Padi. Jurnal Penginderaan Jauh, 6(3), 36–49.
Sobirin dan Fatimah, R. (2015). Urban Heat Island Kota Surabaya. Jurnal
Geoedukasi, Voulme IV.
Southworth, J. (2004). Assessment of Landsat TM Band 6 Thermal Data For
Analysing Land Cover in Tropical Dry Forest Region. International Journal
of Remote Sensing, 25)4), pp.
Sudadi, U.D., Baskoro, P.T., Munibah, K., Barus, B. dan D. (1991). Kajian
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Sungai dan
Penurunan Kualitas Lahan di sub DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan
Model Simulasi Hidrologi. Bogor.
Sudarmanto, A., Buchori, I., & Sudarno. (2014). Perbandingan Infiltrasi Lahan
Terhadap Karakteristik Fisik Tanah, Kondisi Penutupan Tanah Dan Kondisi
Tegakan Pohon Pada Berbagai Jenis Pemanfaatan Lahan. Jurnal Geografi,
100
Departement Of Geography, Universitas Negeri Semarang, 11(1), 1–13.
Sugiyono, A. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: AFABETA CV.
Sukresno, Bambang., Denarika Jatisworo., D. W. K. (2018). Analisis Multilayer
Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa. Bali.
Susilo, B. (2011). Pemodelan Spasial Probabilistik Integrasi MArkov Chain dan
Cellular Automata untuk Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Skala
Regional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Gea, Vol. 11, N.
Suspidayanti, Leni., Sunaryo, D.K., S. S. S. (2019). Perbandingan Metode
Estimasi Suhu Permukaan Daratan Menggunakan Emisivitas Berdasarkan
Klasifikasi dan NDVI (Studi Kasus: Kota Malang). Institut Teknologi
Malang.
Suwargana, N. (2008). Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data
Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal
Penginderaan Jauh, 5, 64–74.
Suwargana, N. (2013). Resolusi Spasial , Temporal dan Spektral Pada Citra
Satelit Landsat , Spot dan Ikonos. Jurnal Ilmiah Widya, 1(2).
Taofiqurrohman, A. (2011). Citra Modis Resolusi 250 Meter Untuk Analisis
Konsentrasi Sedimen Tersuspensi Di Perairan Berau Kalimantan Timur.
Jurnal Akuatika, 2(2).
Triyanti. (2008). Pola Suhu Permukaan Kota Semarang Tahun 2001 dan 2006.
Universitas Indonesia.
Wang, S., Ma, Q., Ding, H., & Liang, H. (2016). Detection of Urban Expansion
and Land Surface Temperature Change Using Multi-temporal Landsat
Images. Resources Conservation and Recycling (Vol. 128).
https://doi.org/10.1016/j.resconrec.2016.05.011
Yudarwati, Rani., Santun R. P. S., K. M. (2016). Arahan Pengendalian Perubahan
Penggunaan Lahan Menggunakan Markov Cellular Automata Di Kabupaten
Cianjur. Jurnal Tata Loka, Volume 18, 211–221.
Recommended