View
369
Download
0
Category
Tags:
Preview:
Citation preview
1
Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi Masa Tua.
ABSTRACT
Fahri, Muhammad.2012. Psychological Well-being Elderly in the face of Old
Age.
Advisor 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si
Advisor 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si
Keywords: Psychological Well-being, Elderly, Religiosity
Individuals who have entered the age clearly want a feeling of comfort, in
the face of the changes that occurred in the elderly include physical problems,
economy, social, psychological when individuals face the old, feeling like comfort
in old age is more to self-acceptance period under his parents, with sincere
feelings and accept the situation. This study used a qualitative research design, the
study subjects consists of three elderly individuals, that 68 to 75 years old, which
is still active at age of being parents, the methods of data collection are by
interviewing and observing . The analysis of the data in this study is using the
technique of content analysis
The research concludes that the influence of Psychological well-being is the
extent to which elderly individuals prepare themselves during the pre elderly, and
the second is led to feel of gratitude and surrender to Allah SWT, for elderly
individuals who do not have time to prepare beforehand. Individual self-
acceptance is needed for the elderly in old age individuals would face physical
problems, economy, social, psychological, with gratitude and surrender to Allah
SWT for a state that can not be met and will bring a sense of calm when
undergoing the remnants of her life. The existence of aspects of religiosity and
happiness will have a positive impact on the health of individuals so as to reduce
and prevent stress response. Submission to Allah as well as individual self-
acceptance is a measure that can increase the sense of personal significance. The
emergence of the feeling of wanting meant for others it will be able to influence
the formation of psychological well-being of the elderly in the face of old age.
2
Fahri, Muhammad.2012. Psycological Well-being Lansia Dalam Menghadapi
Masa Tua.
Pembimbing 1: Dra. Festa Yumpi. M.Si
Pembimbing 2: Iin Ervina S.Psi. M.Si
INTISARI
Individu yang telah memasuki usia lanjut jelas menginginkan perasaan
nyaman, dalam menghadapi perubahan yang terjadi dimasa usia lanjut antara lain
permasalahan fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang terjadi ketika individu
menghadapi masa tua, perasaan ingin kenyamanan di usia lanjut lebih kepada
penerimaan diri dalam kondisi masa tuanya, yaitu dengan perasaan ikhlas dan
menerima keadaan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif, dengan subjek penelitian terdiri dari tiga individu lanjut usia, berusia 68
sampai 75 tahun, yang tetap aktif diusia tuanya, metode pengambilan data dengan
metode wawancara dan observasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis isi (content analisis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa yang mempengaruhi Psycological
well-being lanjut usia adalah seberapa jauh individu mempersiapkan diri pada saat
pra lanjut usia, dan yang kedua memunculkan perasaan syukur dan pasrah kepada
Allah SWT, bagi individu lanjut usia yang tidak sempat mempersiapkan diri
sebelumnya. Penerimaan diri individu usia lanjut sangat dibutuhkan karena pada
usia tua individu akan menghadapi permasalahan fisik, ekomomi, sosial,
psikologis, dengan bersyukur dan pasrah kepada Allah SWT atas keadaan yang
tidak dapat terpenuhi akan dapat memunculkan perasaan tenang ketika menjalani
sisa-sisa kehidupannya. Adanya aspek religiusitas dan kebahagiaan akan memiliki
dampak positif bagi kesehatan individu sehingga dapat mengurangi dan mencegah
respon stress. Kepasrahan kepada Allah SWT serta penerimaan diri individu
merupakan ukuran yang dapat meningkatkan rasa kebermaknaan pribadi.
Munculnya perasaan ingin berarti bagi orang lain justru akan dapat mempengaruhi
terbentuknya Psycological well-being para lanjut usia dalam menghadapi masa
tuanya.
Kata Kunci : Psycological Well-being, Lanjut Usia, Religiusitas
Pengantar
Lanjut usia merupakan istilah
tahap akhir dari proses penuaan atau
juga bisa disebut sebagai akhir dari
rentang hidup manusia. Laslett
(Caselli dan Lopez,1996) menyatakan
bahwa menjadi tua (aging)
merupakan proses perubahan
psikologis secara terus menerus yang
dialami manusia pada semua
tingkatan umur dan waktu, sedangkan
usia lanjut (old age) adalah istilah
untuk tahap akhir dari proses penuaan
tersebut.
3
Menurut kriteria yang
ditetapkan oleh WHO seseorang
yang dikategorikan berusia lanjut
apabila telah memasuki usia di atas
60 tahun. Pada masa ini individu
mengalami proses menua (aging),
proses tersebut merupakan proses
alami yang disertai dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis
dan sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Partini (2011), Di
negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Kanada, Belanda, Australia,
Swedia, dan beberapa negara Eropa
lainnya yang angka harapan hidup
penduduknya relative lebih tinggi dari
pada negara-negara berkembang,
menggunakan batasan usia 65 tahun
sebagai batas terbawah untuk
kelompok penduduk usia lanjut, agak
berbeda dengan Asia, termasuk
Indonesia yang menggunakan batasan
usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut
tentu tidak bisa dielakkan oleh
siapapun khususnya bagi yang di
karuniai umur panjang. Yang bisa di
lakukan hanyalah menghambat proses
menua agar tidak terlalu cepat, karena
pada hakikatnya adalah disaat proses
penuaan akan terjadi proses
kemunduran atau penurunan. Tidak
semua para lansia yang memiliki anak
dapat hidup bersama dan
mendapatkan perawatan dari keluarga
terutama anak dan cucu pada saat
lanjut usia, sebab ada beberapa faktor,
yang membuat individu lanjut usia
tidak mendapatkan perawatan dari
keluarga seperti: tidak memiliki
keturunan, punya keturunan tetapi
telah meninggal lebih dulu, anak tidak
mau direpotkan untuk mengurus
orang tua, anak terlalu sibuk dan
sebagainya. Maka Panti Werda
merupakan salah satu alternatif bagi
para lanjut usia untuk mendapatkan
perawatan dan pelayanan secara
memadai, mengingat bahwa Panti
Werdha adalah unit pelaksana teknis
kegiatan pelayanan sosial kepada
lansia untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka secara layak melalui
pemberian penampungan yaitu
penempatan lansia di dalamnya,
jaminan hidup seperti makanan dan
pakaian, pemeliharaan kesehatan,
pengisian waktu luang termasuk
rekreasi, bimbingan sosial, mental
serta agama, sehingga mereka dapat
menikmati hari tuanya dengan diliputi
ketentraman lahir dan batin
(Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial & Direktorat Bina
Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2004).,
akan tetapi hal ini tidak seratus persen
akan diterima oleh para lanjut usia
secara lapang, hidup di panti bukan
merupakan pilihan terbaik, bahkan
sebaliknya menjadi pilihan pahit yang
kadang menyedihkan. Hal tersebut
dapat di lihat berdasarkan hasil
wawancara awal sebagai berikut :
“Awalnya tinggal dirumah
sendiri campur sama saudara, tapi
keponakannya saya jahat, setiap hari
menangis-setiap hari menangis, semua
yang saya kerjakan selalu salah,
terkadang saya rindu sama anak saya,
tapi anak saya tinggal di kalimantan
hapenya tidak bisa dihubungi, kata
orang-orang pindah, sebenarnya ingin
besama keluarga tapi setelah di pikir-
pikir lagi lebih baik disini, dari pada
di rumah nanti seperti itu lagi, kalau
4
anak saya tahu pasti tidak
mengijinkan saya disini. (I, 09 April
2012)
Pada umumnya para lanjut usia
seringkali merasakan penempatan
mereka di panti sebagai bentuk
pengasingan dan pemisahan dari kasih
sayang keluarga, terutama bagi lansia
yang masih mempunyai anak dalam
kondisi hidup berkecukupan.
Hal tersebut dapat di lihat dari
wawancara sebagai berikut:
“Saya hasil semua
menyekolahkan anak-anak, ini
kemarin saya telepon “inget salah
bagaimanapun saya ini orang tuamu
bukan bapak barumu mudah-
mudahan kamu tergugah hatimu,
terbuka hatimu hari raya mendatang
tengoklah bapak” baru kemari saya
telepon, iya pak iya. Mudah mudah
dalam hati saya ya! Mendoakan
semoga banyak rezeki, selamat dan
tengoklah bapak di hari raya, semoga
terbuka tergugah hatinya. Belum
pernah saya masuk sini hampir dua
tahun, keluarga saya tidak ada yang
ada yang datang anak-anak saya tidak
ada yang datang, bayangkan saja jika
saya pikirkan berat, tapi tidak saya
pikirkan, saya membawa diri saya
sendiri” (Y,02 Mei 2012)
Nilai moral dan agama yang
mengharuskan anak berbakti pada
kedua orang tua yang masih kuat
mengakar pada masyarakat, sehingga
menjadi beban tersendiri bagi para
lanjut usia yang justru akan
memunculkan perasaan negatif,
perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih,
perasaan dendam, marah dan
sebagainyasehingga perasaan tersebut
akan menimbulkan depresi, bahkan
memunculkan tindakan - tindakan
yang irasional.
Penemuan kasus bunuh diri
yang di lakukan Dokter AKBP (Pur)
Sabaroedin, 71 Tahun, yang di
temukan dalam posisi gantung diri di
kamarnya besar dugaan kejadian
tersebut adalah kesengajaan korban,
karena sebelum kejadian korban
dengan alasan kesehatan
memulangkan para pembantu rumah
tangga yang biasa membantunya
dirumah. (Jawa Pos, 2012).
Hal tersebut memberikan
gambaran mengenai tindakan irasional
yang terjadi dimasa usia lanjut, namun
perasaan irasional itu dapat di hindari,
yaitu dengan cara menerima kekuatan
dan kelemahan diri apa adanya,
sehingga dapat memunculkan perasaan
bahagia, mempunyai kepuasan hidup
dan tidak ada gejala-gejala depresi
yang disebut dengan Psycological
Well-being.
Menurut Martin dan Poland
(1980), penyesuaian diri merupakan
proses mengatasi permasalahan
lingkungan yang berkesinambungan.
Santrock (1998) juga menyatakan
bahwa untuk mencapai penyesuaian
diri yang baik bagi lansia adalah
dengan berusaha mencapai
psychological well-being. Bradburn
(dalam Santrock, 1998)
mendefinisikan psychological well-
being sebagai kebahagiaan dan
penerimaan diri sendiri sehingga
mendapatkan suatu kepuasan diri
dengan apa yang dimiliki yang dapat
diketahui melalui beberapa dimensi
antara lain lingkungan, hubungan
5
positif dengan orang lain, tujuan
hidup, serta penerimaan diri. Kondisi
tersebut sangat dipengaruhi fungsi
psikologis yang positif seperti:
penerimaan diri, mampu menjalin
relasi sosial yang positif, memiliki
tujuan hidup yang jelas,
mengembangkan diri, penguasaan
lingkungan dan otonomi. Hal tersebut
di atas merupakan fonomena yang
penting sehingga peneliti tertarik
untuk mendalami dan mengungkap
fenomena Psycologycal Well-being
pada lansia dalam menghadapi masa
tua.
Tinjauan Pustaka
A. Psychological Well-Being
Carol D Ryff (dalam Keyes,
1995), yang merupakan penggagas
teori Psychological Well-Being yang
selanjutnya disingkat dengan PWB
menjelaskan istilah psychological
well-being sebagai pencapaian penuh
dari potensi psikologis seseorang dan
suatu keadaan ketika individu dapat
menerima kekuatan dan kelemahan
diri apa adanya, memiliki tujuan
hidup, mengembangkan relasi yang
positif dengan orang lain, menjadi
pribadi yang mandiri, mampu
mengendalikan lingkungan, dan terus
bertumbuh secara personal. Konsep
Ryff berawal dari adanya keyakinan
bahwa kesehatan yang positif tidak
sekedar penakit fisik namun
kesejahteraan psikologis terdiri dari
adanya kebutuhan untuk merasa baik
secara psikologis (psychologically-
well).
Psychological well-being
merupakan suatu konsep yang
berkaitan dengan apa yang dirasakan
individu mengenai aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari serta mengarah
pada pengungkapan perasaan -
perasaan pribadi atas apa yang
dirasakan oleh individu sebagai hasil
dari pengalaman hidupnya.
Menurut Ryff (dalam Ryff
1989) gambaran tentang karakteristik
orang yang memiliki kesejahteraan
psikologis merujuk pada pandangan
Rogers tentang orang yang berfungsi
penuh fully-functioning person,
pandangan Maslow tentang aktualisasi
diri self actualization, pandangan Jung
tentang individuasi, konsep Allport
tentang kematangan, juga sesuai
dengan konsep Erikson dalam
menggambarkan individu yang
mencapai integrasi dibanding putus
asa. psychological well-being dapat
ditandai dengan diperolehnya
kebahagiaan, kepuasan hidup dan
tidak adanya gejala-gejala depresi.
Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff,
1995) kebahagian hapiness merupakan
hasil dari kesejahteraan psikologis dan
merupakan tujuan tertinggi yang ingin
dicapai oleh setiap manusia.
Ryff menyebutkan bahwa
psychological well-being terdiri dari
enam dimensi, yaitu penerimaan
terhadap diri sendiri, memiliki
hubungan yang positif dengan orang
lain, kemandirian, penguasaan
terhadap lingkungan, memiliki tujuan
dan arti hidup serta pertumbuhan dan
perkembangan yang berkelanjutan.
Selain itu, setiap dimensi dari
psychological well-being menjelaskan
tantangan yang berbeda yang harus
6
dihadapi individu untuk berusaha
berfungsi positif Ryff (1995).
Dapat disimpulkan bahwa
Psychological Well-Being adalah
kondisi individu yang ditandai dengan
adanya perasaan bahagia, mempunyai
kepuasan hidup dan tidak ada gejala-
gejala depresi.
Kondisi tersebut dipengaruhi
adanya fungsi psikologis yang positif
seperti penerimaan diri, relasi sosial
yang positif, mempunyai tujuan hidup,
perkembangan pribadi, penguasaan
lingkungan dan otonomi.
B. Teori Perkembangan Usia
Lanjut
1. Teori Penyesuaian Diri Lansia
Penyesuaian diri terhadap
pekerjaan dan keluarga bagi orang
usia lanjut adalah sulit karena
hambatan ekonomis yang sekarang
ini memainkan peran penting
daripada masa sebelumnya.
Walaupun ada bantuan keuangan
dari pemerintah dalam bentuk
jaminan kesehatan, jaminan sosial,
dan pembagian keuntungan secara
bertahap yang diperoleh dari dana
pensiun, dan dari perusahaan,
mereka kadang-kadang tidak
sanggup mengatasi berbagai
problem yang mereka hadapi
Hurlock (1992).
C. Masalah Yang Di Hadapi
Usia Lanjut
Masalah yang pada umumnya
dihadapi oleh usia lanjut dapat
dikelompokkan ke dalam (1) masalah
Ekonomi, (2) masalah Sosial budaya,
(3) masalah Kesehatan dan (4)
masalah Psikologis.
1) Masalah Ekonomi
Usia lanjut di tandai dengan
menurunnya produktivitas kerja,
memasuki masa pensiun atau
berhentinya pekerjaan utama. Hal ini
berakibat pada menurunnya
pendapatan yang kemudian terkait
dengan pemenuhan hidup sehari-hari,
seperti sandang pangan, papan,
kesehatan, rekreasi dan kebutuhan
sosial.
2) Masalah Sosial.
Memasuki masa tua di tandai
dengan berkurangnya kontak sosial,
baik dengan anggota keluarga, anggota
masyarakat maupun teman kerja
sebagai akibat terputusnya hubungan
kerja karena pensiun. Disamping itu
kecenderungan meluasnya keluarga
inti atau keluarga batih (nucleus
family) dari pada keluarga luas
(extended family) juga akan
mengurangi kontak sosial usia lanjut.
3) Masalah Psikologis
Masalah psikologis yang
dihadapi usia lanjut pada umumnya
meliputi :
Kesepian, terasing dari
lingkungan, ketidak berdayaan,
perasaan tidak berguna, kurang
percaya diri, ketergantungan,
keterlantaran, terutama bagi usia lanjut
yang miskin, post power syndrome dan
sebagainya.
1. Pengertian Religiusitas
7
Kata religi berasal dari bahasa
latin religio yang akar katanya adalah
religere yang berarti mengikat. Religiusitas juga dapat
dikatakan sebagai kesadaran akan
hidup yang lebih baik berdasarkan
pada nilai-nilai yang terkandung
didalam ajaran agamanya. Sitanggang
(2003), menyatakan bahwa manusia
religius adalah manusia yang
mempunyai hati nurani serius, taat,
saleh dan teliti menurut norma atau
ajaran agama Islam.
Hasil
Laporan Pelaksanaan.
Penelitian dilaksanakan mulai
tanggal 02 Mei 2012 sampai dengan
tanggal 25 Juli 2012dengan proses
pengambilan data sebagai berikut :
Tabel 2.
Intensitas Pertemuan Dengan
Subjek
Peneliti membagi subjek
penelitian dalam tiga kategori yaitu:
a. Subjek 1 sebagai Lansia yang tidak
memiliki perencanaan menghadapi
masa tua sehingga harus tinggal di
Panti Werda.
b. Subjek 2 memiliki kualitas hidup
yang lebih baik namun kurang
optimal dalam mempersiapkan diri
menghadapi masa tua.
c. Subjek 3 adalah lansia yang
memiliki perencanaan yang
matang untuk menghadapi masa
tua.
Penelitian ini membahas
mengenai Psychological Well-being
lansia dalam menghadapi masa tua.
Berdasarkan metode-metode yang
telah dilakukan, telah didapatkan
beberapa temuan-temuan penelitian
dan dijelaskan dalam beberapa tema
penting yang muncul. Adapun tema-
tema yang muncul adalah :
1. Penerimaan Diri (Self-
Acceptance)
Dalam penelitian ini tema
penerimaan diri ini muncul sebagai
bentuk sikap positif individu serta
sebagai bentuk kemampuan untuk
mengatasi respon-respon stress
berkaitan dengan pengaruh fisik dan
lingkungan sekitar, menjadi tua
merupakan hal yang wajar dalam
kehidupan manusia, maka dengan
begitu tidak dapat dipungkiri bahwa
semua makhluk akan mengalami
penuaan atau menjadi tua, sehingga
dengan adanya proses menerima
keadaan diri merupakan awal dari
tercapainya kualitas hidup di masa tua.
Perlunya pertimbangan dalam
menghadapi masa pensiun, dengan
penerimaan terhadap sesuatu yang
akan terjadi pada masa tua akan
menjadi pondasi dalam terbentuknya
penerimaan diri para usia lanjut.
Perubahan yang terjadi di masa usia
lanjut akan semakin telihat seiring
8
dengan bertambahnya usia, sehingga
akan memunculkan keterbatasan ruang
gerak dari para usia lanjut, keinginan
menjaga yang berlebihan dari keluarga
dan anak-anak justru menjadi
hambatan bagi para usia lanjut untuk
beraktifitas dengan nyaman. “Ada yang masih potensial ada yang
non potensial, yang potensial itu yang sek
waras, masih bisa kerja, kadang-kadang
masih bisa bantu keluarganya, kalau punya
usaha buat apa misalnya buat kue, di jual bisa
buat sangu cucunya! Atau bisa bantu-bantu
misalnya nyapu-nyapu atau apa!”
(Subjek3.2.22/07/2012)
Hal itu dikuatkan dari
peryataan subjek yang mengatakan
dengan adanya pembatasan kegiatan
yang diperkenankan untuk individu
yang memasuki masa tua justru perlu
di pertimbangkan lagi karena pada
dasarnya para usia lanjut mengerti
mana-mana saja hal yang masih
mampu dikerjakan dan apa yang tidak
mampu dikerjakan. Sehingga akan
lebih tepat jika mengijinkan para usia
lanjut untuk beraktifitas. Karena
walaupun individu usia lanjut secara
usia sudah tua, namun masih memiliki
semangat, keinginan bahkan ambisi
untuk berbuat sesuatu seperti yang
yang dinyatakan oleh salah satu
subjek; lah ini..ini.. sangking sayangnya
emane, sayangnya! Anaknya cucunya kumpul
ya! Ndak boleh kerja! Ini malah ini, kan orang
tua itu! Ya orang sama punya semangat,
punya keinginan,ambisi walau kecil-kecil ya
pingin nyambut gawe!(Subjek3.2.22/07/2012).
a. Permasalahan Fisik
Munculnya permasalahan
mengenai keadaan fisik akan dialami
oleh individu usia lanjut karena
keadaan tersebut merupakan sebuah
proses alamiah yang ditandai dengan
perubahan dalam siklus kehidupan,
diawali dengan proses kelahiran,
kemudian semakin dewasa,
selanjutnya semakin tua kemudian
menderita berbagai penyakit dan
akhirnya meninggal dunia (Partini
2011) Pernyataan subjek mengenai
keadaan fisik memasuki masa tua,
subjek mengatakan bahwa ketika
memasuki masa tua masalah fisik
merupakan merupakan masalah yang
pasti terjadi :
Memasuki masa usia lanjut
penurunan fisik sangat dirasakan,
namun dengan adanya pandangan
positif dalam memaknai hal tersebut
akan dapat menentukan
kesejahteraannya.
Kenyataannya bahwa dengan
bertambahnya usia akan dapat
mempengaruhi keberfungsian organ
tubuh sepertinya dapat dibenarkan
seperti yang dialami subjek dalam
penelitian ini yang tiba-tiba
mengalami sakit ketika mengonsumsi
makanan tertentu, yang pada usia
sebelumnya tidak subjek alami,
sehingga wajar apabila di usia tua
subjek merasakan adanya
permasalahan berkaitan dengan
fisiknya. Hal itu senada dengan
pernyataan Samino (dalam Partini
2011) proses menua didefinisikan
sebagai akumulasi secara progresif
dari berbagai perubahan patofisologis
organ tubuh yang berlangsung seiring
dengan berlalunya waktu dan seiring
meningkatkan kemungkinan terserang
penyakit atau kematian. Anggapan
9
masa tua sebagai masa ketidak
berdayaan secara fisik merupakan
anggapan yang justru akan
memperburuk kualitas hidup para usia
lanjut. pada dasarnya masa tua itu
sendiri merupakan masa
mempertahankan kehidupan agar
tetap sehat terjaga, terhindar dari
penyakit, sehingga tidak menyulitkan
orang lain.
b. Permasalahan Ekonomi
Pada usia lanjut lansia akan
memasuki masa pensiun atau
berhentinya pekerjaan utama. Hal itu
ditandai dengan menurunnya
pendapatan yang kemudian terkait
dengan pemenuhan hidup sehari-hari,
seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan, rekreasi dan kebutuhan
sosial.
Pada sebagian para usia lanjut
karena kondisi yang ada tidak
memungkinkan untuk produktif lagi,
penghasilannya berkurang bahkan
tidak mempunyai penghasilan sama
sekali. Pernyataan subjek mengatakan
bahwa terjadi penurunan penghasilan
yang subjek alami ketika memasuki
masa usia pensiun, seperti hilangnya
insentif yang itu dapat mengurangi
penghasilan yang subjek dapatkan.
Penghasilan usia lanjut yang
hanya mengandalkan dari gaji pensiun
akan dirasa tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan lain selain
kebutuhan pokok. Hal tersebut akan
berbeda apabila para usia lanjut
memiliki penghasilan yang
mencukupi, atau para usia lanjut yang
memiki perencanaan keuangan, seperti
yang direncanakan oleh salah satu
subjek dalam penelitan ini dengan
kebiasaannya mengatur pengeluaran
bulanannya dan membaginya sesuai
kebutuhan. Berbeda lagi pada subjek
yang kurang merencanakan atau
sudah merencanakan tetapi tidak
berhasil menyebabkan mereka harus
tetap bekerja untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya. Para lanjut usia
yang tidak berpenghasilan ataupun
berpenghasilan tetapi tidak dapat
memenuhi bekutuhannya, akan
menghadapi masalah besar dimasa
tuanya. Seperti yang dialami oleh
subjek penelitian ini yang mengalami
penurunan penghasilan, dan
penghasilan tersebut tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan sewaktu-
waktu dan mendadak.
Hal ini sejalan dengan saran
yang diberikan pakar keuangan bagi
individu yang telah memasuki masa
pra-usia lanjut untuk mempersiapkan
diri dengan menciptakan “passive
income” atau penghasilan yang
diperoleh secara pasif, seperti
memiliki rumah yang disewakan,
memiliki saham, memiliki tabungan
deposito, memiliki usaha yang
dijalankan orang lain yang semuanya
itu dapat memberikan
pendapatan/penghasilan tanpa harus
bekerja lagi. Partini (2011). Bagi
subjek yang memiliki perencanaan
sebelum pensiun, tidak terlalu
merasakan masalah dalam kondisi
keuangannya, karena dengan
mempersiapkan passive income yang
subjek miliki di masa usia lanjut dapat
menjadi penopang ekonomi subjek
tanpa harus bekerja.
10
Seperti memilki Kamar kost,
adanya kartu asuransi dapat mengatasi
pesoalan yang berkaitan dengan
masalah kesehatan. Ketika subjek
memasuki masa usia lanjut subjek
tidak merasa terbebani dan dapat
memenuhi kebutuhan lain seperti
halnya rekreasi dan kebutuhan sosial
lainnya. Pada dasarnya manusia selalu
ingin yang terbaik, ingin berkembang
mengoptimalkan diri, bagaimana
dengan lansia yang tidak
mepersiapkan “passive income” atau
penghasilan yang diperoleh secara
pasif. Tentu akan mengalami
permasalahan dalam menyambung
kehidupannya. Yang pertama dengan
mensyukuri nikmat yang telah
diberikan Tuhan, dan tidak
memaksakan diluar kemampuan diri.
Supanjar (dalam Partini 2011) bahwa
orang Jawa memiliki pandangan hidup
yang: enpan papan, kala mangsa,
(tahu waktu) duga praduga, agak
tangguh, adanya kesesuaian antara
lambe lan ati kesesuaian antara kata
dan perbuatan yang kesemuanya itu
secara kualitatif telah dijunjung tinggi
(bawa laksana). Misalnya : orang
Jawa mampu nalar (berfikir analitis)
bahwa hidup itu betapapun juga
kekurangan yang ada di dalamnya,
harus kita terima dengan penuh rasa
syukur dengan kata lain “nrimo ing
pandhum” merupakan salah satu
kuncinya, sehingga dengan pandangan
ini orang Jawa tidak menuntut yang
bukan-bukan yang menyebabkan
orang selalu tegang. Untuk mengatasi
hal tersebut maka keberadaan Panti
Werda sangat dibutuhkan karena
dengan adanya lembaga tersebut para
orang tua yang tidak memiliki anak,
punya anak tetapi tidak mau
direpotkan, dapat terbantu untuk
memenuhi kebutuhannya, namun pada
kenyataannya jumlah jaminan sosial
dari pemerintah masih terbatas
sehingga masih banyak yang belum
terjamah dan belum mampu memenuhi
bebutuhan para usia lanjut.
Keberadaan lembaga
kesejahteraan sosial usia lanjut ini,
kiranya dapat direspon positif oleh
subjek yang tidak memiliki
perencanaan ekonomi, atau mengalami
masalah yang tidak baik dengan
saudara dan anak-anaknya ketika di
usia tua.
c. Permasalahan Sosial
Memasuki masa tua ditandai
dengan berkurangnya kontak sosial,
baik dengan anggota keluarga, anggota
masyarakat maupun teman kerja akibat
terputusnya hubungan kerja karena
pensiun disamping itu tatanan sosial
masyarakat kini mengarah kepada
tatanan masyarakat yang indi
vidualistik (Partini 2011) tetapi pada
kenyataannya masih ada individu usia
lanjut yang tetap berinteraksi dengan
baik terhadap lingkungan sosialnya,
sejalan dengan kodrat manusia sebagai
makhluk sosial yang dalam hidupnya
selalu membutuhkan orang lain.
Seperti keterangan subjek yang
memiliki aktifitas kelompok
kemasyarakatan setelah pensiun,
sehingga dapat mengurangi perasaan
terkucilkan dari lingkungan.
11
Cara yang dilakukan tersebut
seperti membentuk kelompok-
kelompok Karang Werdha,
perkumpulan pensiunan adalah untuk
menciptakan kontak sosial yang
merupakan kebutuhan para usia lanjut.
Bagi subjek yang tinggal di Lembaga
Kesejahteraan Sosial Usia lanjut juga
memiliki cara tersendiri untuk tetap
menunjukkan keberadaannya dengan
membagi keterampilannya kepada
teman-temannya dan bercanda
bersama-sama.
Perasaan senang dengan
berkegiatan di usia tua dapat
mengurangi pikiran-pikiran irasional.
Subjek menghabiskan hari-harinya
untuk sekedar berjumpa dan
berbincang dengan rekan-rekannya,
karena subjek beranggapan bahwa
dengan cara berjumpa dengan rekan-
rekannya akan memunculkan perasaan
senang. Subjek berusaha untuk tetap
menjalin hubungan dengan rekan-
rekannya, bahkan berekreasi bersama
untuk menyenangkan diri di masa
tuanya. Hal itu sejalan dengan
pernyataan Ancok (1993) yang
menyatakan bahwa upaya
menghimpun kelompok usia lanjut
dalam wadah kegiatan,
memungkinkan mereka berbagi rasa
dan menikmati hidup.
d. Masalah Psikologis 1. Kesepian (Loneliness)
Kesepian adalah perasaan
terasing, tersisihkan terpencil dari
orang lain.
Kesepian yang dialami
seseorang adalah gejala umum,
namun kesepian yang dialami oleh
para usia lanjut lebih terkait
kontak sosial atau berkurangnya
kontak sosial baik anggota
keluarga atau masyarakat akibat
terputusnya hubungan kerja. Hal
terlihat dengan pernyataan subjek
1 yang mengaku menjalani
kehidupan masa tua tanpa anak-
anak dirasakan sangat berat, yang
akhirnya mengharuskan subjek
berada di Panti Werdha saat ini,
ditambah lagi anaknya sampai
saat ini belum pernah menjenguk
atau sekedar menghubungi subjek
saja belum pernah khususnya anak
perempuannya. “Trus saya mungkin ada yang
ndak disenangi oleh anak-anak
mengurangi.. mengurangi keharmonisan
ya! karena kawin dua, tapi sebelumnya
itu bukan terus kawin dua enggak! Ada
masalah sesuatu yang tidak cocok bagi
pribadi saya! (Subjek 1.2.12/07/2012)
Namun apabila individu
usia lanjut dapat mengatasi
permasalahan tersebut dengan
kegiatan maka rasa kesepian tidak
akan terlalu dirasakan sehingga
akan dapat mengatasi rasa
kesepian tersebut dengan baik,
yaitu dengan cara mencari
kegiatan-kegiatan seperti
pembuatan kerajinan, memasak
dan mengundang orang lain,
menerapkan hobi, dan lain-lain.
12
“sepi maksudnya itu ya! Iya ndak
juga alhamdulilah. Disini ada anak kost
disini kebetulan kosong! Anak kost PJKA
kapan hari itu ada empat! Kalau ada
kelebihan kue diberi jadi kalau anak kost
disini mesti senangnya! Sering-sering
kan dapat berkat! Kan tidak termakan
semua! Pokoknya yang saya tidak bisa
makan bangsanya ketan lemper! Itu tak
taruk di anak-anak sana! Saya paling
ambil nogo sarinya! (Subjek
3.1.17/07/2012)
Cara untuk menghilangkan
perasaan sepi adalah dengan
kegiatan yang menghasilkan
interaksi dengan orang lain.
“kadang-kadang saya buat
makanan, sapa tak undang-tak undang!
Kalau makan bersama kan enak! Kan sepi
Cuma dua orang ini” (Subjek
3.1.17/07/2012)
2. Keberfungsian Penuh (Fully
functioning)
Meyakini bahwa tujuan
kehidupannya adalah bersyukur
kepada Allah SWT dengan
keberadaannya di UPT-Kesejahteraan
Sosial Usia lanjut Kabupaten Jember,
karena masih banyak para lansia yang
lain masih harus mengadu nasib tanpa
kepastian diluar Panti untuk
melanjutkan kehidupannya. Merasa
senang dan bangga ketika melihat
anak-anaknya berhasil termasuk orang
orang yang dulu pernah dibantunya
kini telah berhasil.
Serta berharap dapat menjalani
kehidupannya dengan penuh
kepasrahan diusia subjek yang
semakin menua, dan ingin
melanjutkan sisa kehidupannya tanpa
harus memikirkan masalah yang
dihadapi hingga berlarut-larut.
Merasakan keraguan ketika subjek
meninggal nanti, apakah ada yang
mengakui subjek sebagai keluarga.
“Saya itu menderita batin Tapi saya
punya cara lain untuk menghapus penderitaan
saya! Yaitu dengan cara lain cari kesibukan!
Ndak mikiri itu percuma merusak badan.
Alhamdulillah! Tidak ada keluhan apa!
Pasrah! Saja! Yaitu ada hubungan dengan
terserah apa adanya! Kalau saya pikirkan
secara mendalam terpukul Bapak! Menangis!
Terbukti dengan kesabaran dan ketabahan
Alhamdulillah disehatkan lah ! Yang utama
itu! Walaupun di sini terjamin, kalau pikiran
selalu anu! Akhirnya fisiknya menurun.
Mungkin pikiran saya tidak ngelambyar
mungkin ya stress! Saya punya jalan untuk
membawa dirinya sendiri!“
“iya sudah jelas itu! Akhirnya
hubungannya kedinasan. Masalah keluarga
anak saya perwira kalau bisa rusak
jabatannya, iya kalau yang perempuan terima
kalau ndak terima nambah dendam ini
ceritanya! Jadi begitulah korban untuk anak!
Biar saya begini ndak pa-pa! Saya sudah
bersyukur saja! Kalau jamannya nabi,
bersyukur saja! Sedang pada jamannya nabi
saja 63 tahun Cuma yang saya sesalkan anak
saya belum sempat melihat saya! Karena pada
saat saya nanti dipanggil, saya itu dikuburkan
dimana? …sesuai dengan hati saya! Kuburkan
saya disebelahnya atau dilokasi yang sama
atau disebelahnya makam Bapak saya hal ini
sudah saya katakan pada pak RW! Jadi saya
diterima sepenuhnya! Biar bisa diumumkan.
Sini sudah siap anu! Ambulan, kan ada Hp
sewaktu-waktu bisa ngasih keputusan.
Saya anu ya! Supaya tidak merepotkan.
Itu saja! Dan diumumkan di masjid biar ada
yang datang sudah itu saja! Sudah kesana
kalau anak saya itu datang! Biar di situ saja!
Inikan sama saja dengan amanah!”
13
Subjek menginginkan
kejelasan pada saat subjek meninggal
nanti, dapat diakui sebagai warga
ditempat asalnya, perasaan subjek
sekarang seperti terlantar atau tidak
memiliki kejelasan dalam struktur
keluarga.
Subyek menginginkan
pemakaman didekat tempat makam
orang tuanya dengan harapan dapat
diakui sebagai keluarga dan memiliki
status keluarga yang jelas. Sedangkan
subjek 2 memiliki tujuan hidup untuk
senantiasa mengembangkan diri dan
ingin selalu berpikir optimis, lebih
menyesuaikan dengan keadaan serta
tidak menyesali apa yang ada di masa
lalu agar tidak membebani pikiran di
usia sekarang. “ya sebagai manusia kita itu harus
optimis! Bahwa nantinya ini upaya yang saya
lakukan ini bisa tercapai itu! Gitu aja! Yang
jelas kalau dengan masa muda, eh.. masa
anak, masa remaja, masa dewasa, terus masa
tua itu kan lain, lagi pula kita jangan terlalu
anu, jangan terlalu anu! Di pikirkan contoh
saya saya lihat anak muda sekarang! Bisa beli
sepeda motor anu! Jaman saya dulu kok tidak
bisa jangan terpikirkan dulu! Jadi saya tetap
pada komitmentnya! Saya ingin hidup! Sehat
sejahtera, dan tetap kita beribadah pada
Allah.. jadi tidak usah macem-macem ya
menyesuaikan dengan lingkungan yang ada!
Dengan kondisi diri ya ada! Jangan terlalu
berangan –angan yang terlalu muluk-
muluk!”( Subjek 2.2.19/07/2012)
Subjek 3 mengatakan “Jangan
sampai tidak punya harapan, sudah
tuapun kita harus mempunyai
harapan, ya supaya sehat!” di masa
usia lanjut seseorang diharuskan untuk
memiliki harapan agar dapat menjalani
kehidupan ini lebih terarah.
Subjek 3 memiliki tujuan
hidup untuk berbagi kebahagiaan
dengan individu seusia agar dapat ikut
berbahagia menikmati masa usia lanjut
dengan penuh perasaan senang,
menyenangkan diri sendiri dengan
kegiatan-kegiatan dan mendoakan
anak-anak yang terbaik, mencapai
kebahagiaan dialam Akhirat. …Nah sekarang tinggal
menyenangkan diri! Menyenangkan orang-
orang sekitar. Menyenangkan orang-orang
tua, kan menyenangkan jika ada arisan, ada
simpan pinjam, ada hiburan dengan kumpul-
kumpul kita, senam ada. (
Subjek3.2.17/07/2012) “… Di kehidupan kedua itu
ditempatkan di tempat yang diridhoi Allah, itu
harapannya! Tapi harapan duniawi mungkin
ya anak! Kalau doanya itu di beri
pengampunan. Mudah-mudahan dosa yang
sengaja maupun yang tidak diberi
pengampunan. Ditunjukkan kejalan yang
diridhoi, keluarganya begitu rizkinya
dilancarkan, itu harapan untuk anak-anak!
Karena kalau saya gini rezeki ini untuk amal-
amal yang diridhoi Allah, ndak lupa dengan
orang lain juga!”(Subjek 3.2.22/07/2012)
1. Keyakinan Pribadi Dan
Religiusitas
Keyakinan dan upaya dapat
dilakukan demi mencapai
kebahagiaan batiniah yaitu
membuat keadaan itu bukan
sebagai masalah tetapi merupakan
rangkaian dari perjalanan
kehidupan. Permasalahan fisik
akan terjadi pada usia lanjut
sehingga perlu diperhatikan agar
tidak memaksakan diri.
Beraktifitas dengan cara mengatur
pola kegiatan yang disesuaikan
dengan keadaan fisik, tetap
berusaha mencari cara untuk
14
mengurangi penyakit dan tetap
dapat beraktifitas seperti biasa. “Tetap.. walau sudah tua tetep,
tapi kita harus menyadari, dengan fisik
yang demikian itu jangan terlalu apa ya?
Terlalu berat gitu, apabila bekerja yang
terlalu berat akibatnya ya!
Kembalinya pada kita sendiri
jadi sesuai kemampuannya itu,
kemampuan diri sendiri, kemampuan
saya. (Subjek 2.1.04/07/2012)
Keyakinan inidividu usia
lanjut atas penerimaan diri yang
dialami merupakan salah satu cara
penyelesaian dalam mengatasi
permasalahan diusia lanjut dengan
cara meyakini kegiatan-kegiatan
yang akan mempengaruhi
kesehatan ketika memasuki usia
lanjut. Menyadari penurunan fisik
dimasa usia lanjut, dengan cara
meyakini akan pentingnya aktifitas
dalam usia lanjut dapat mendorong
usia lanjut untuk tetap beraktifitas.
Meyakini akan pentingnya
perasaan senang akan
mempengaruhi kesehatan para usia
lanjut, akan memunculkan usaha
para usia lanjut untuk melakukan
aktivitas yang disenanginya agar
dapat mengatasi keadaan
kesehatan yang semakin menurun
pada usia lanjut. Keadaan yang
memunculkan perasaan senang
akan selalu dipertahankan agar
senantiasa mendapatkan
kebahagiaan dalam mejalani
kehidupannya.
Keyakinan religiusitas
adalah hubungan keyakinan antara
manusia dengan sang Pencipta.
Keyakinan itu timbul
apabila individu meyakini adanya
kekuatan lain yang mempengaruhi
kehidupan individu selain usaha
dari individu itu sendiri. Pada usia
tua pemasalahan akan senantiasa
muncul dan keadaan itu akan
menjadi persoalan yang tidak
menyenangkan bagi para usia
lanjut, seperti penurunan fisik,
keadaan ekomomi dan keadaan
sosial, namun dengan
menyerahkan diri pada sang
pencipta dan perasaan pasrah serta
bersyukur kepada Tuhan akan
meningkatkan perasaan tenang dan
nyaman dalam menjalani
kehidupan di usia tua. Menerima keadaan yang
terjadi sebagai sebuah kenikmatan
yang harus disyukuri dengan cara
beribadah kepada Allah SWT
adalah cara yang dilakukan subjek
untuk menerima keadaan
keterbatasannya di usia lanjut.
Senantiasa berharap untuk menjadi
pribadi lebih baik dengan
meningkatkan ibadah dan berdoa
serta bermanfaat bagi orang lain
dan anak-anak tanpa menyesali
keadaan yang telah terjadi “ya ndak ada, hanya ingin anak-
anak itu bahagia! Ndak ada kepingin opo
itu ndak ada! Cuma anak-anak doanya
semoga selalu bahagia! Rukun.
Kerjaannya bisa meningkat! Kalau saya
sendiri berdua minta kesehatan, biar bisa
melihat cucu! Kalau masih sehat kan bisa
jalan-jalan.” (Subjek 3.1.17/07/2012)
15
Bentuk dari ketidak
berfungsian penuh apabila para usia
lanjut mengalami perasaan-perasaan
ketidak bermaknaan dan perasaan
irasional seperti pernyataan salah satu
subjek dalam penelitian ini antara lain:
2. Perasaan Ketidakberdayaan /
Tidak Berguna
Subjek 1 merasa dirinya tidak
berguna karena saat ini Subjek 1 tidak
memiliki pensiun, hubungan
keluarganya berantakan anaknya tidak
mau menemui subjek hingga sekarang: “bagaimana untuk menceritakannya,
karena yang utama itu adalah penuh pasrah
itu apa, jadi tanggung jawab kepada diri saya
sendiri itu bagaimana ya? Sepertinya tidak
terpikirkan, seperti muluk-muluklah percuma,
mungkin karena umur ya, hanya kepasrahan
dan syukur, mau apa orang saya boleh
dikatakan bau tanah” (Subjek1.1.13/06/2012).
a. Keterlantaran
Subjek 1 merasakan
perasaan ditelantarkan ketika
tinggal bersama menantunya di
Palu, subjek 1 merasa tidak
diperhatikan meskipun secara
fasilitas sudah terpenuhi namun
perhatian dari anak, jauh lebih
bermakna dari pada fasilitas yang
terpenuhi. Kebutuhan akan
perhatian dari anak-anak dan
saudara terdekat merupakan
sebuah kebutuhan para usia lanjut
dalam menjalani kehidupan
dalam masa tuanya.
“… Memang tersiksalah!
Masak tinggal ngecok saja pakai
magic jar itu! tapi ikannya di toko
cuma ada telor, mie selama dua
tahun itu banyak lika liku dalam
perasaan. Ada yang ngomong kanan
kiri itu! barusan ada anak mantunya
lewat sini pak! Saya ndak tahu ya!
Orang yang cerita! Kok nggak
singgah yo! Hanya dalam hati saja.”
… ada yang ngomong
barusan lewat sini itu orang lain
yang bicara! Itu ada penyesalan
dalam hati saya. Kok sampai hati
begini lo! Trus pada saat saya
mengharapkan. Saya kan susah ya!
Kalau mau makan ada kok tinggal
ambil tinggal anu kok! cuman itu –itu
tok ya telor! Mie telor mie! Kan
pelayanan itu ndak ada ya! Jadi
menderita batin saya itu! bukan
pekerjaan pekerjaan sudah jelas
repot! Orang tempat strategis
melayani orang foto copy! Melayani
orang lain-lain. Kelihatannya ndak
susah, semuanya terpenuhi! Seperti
bos! Saya ndak pernah pakai kumuh!
Orang terpenuhi semuanya serba
mesin. Tapi tersiksa saya itu jadi
saya menderita batin. di tambah lagi
anak saya datang! Saya tahu. Ndak
tahu sendiri tapi tahu dari omongan,
kenapa tidak melihat saya? Akhirnya
berat saya di situ akhirnya saya
timbul perasaan ndak kerasan. Saya
kok di perlakukan seperti kacung
sepertinya! Ndak punya gaji! Karena
orang tua di percayakan! Percaya
gitu lo! Ndak punya gaji itu ndak
ada! Namanya orang tua terhadap
anak ndak ada gaji
(Subjek1.2.12/07/2012)
Subjek 1 memutuskan
untuk pergi karena keadaan
tersebut pada dasarnya
manusia akan menghindari
keadaan yang tidak
menyenangkan selama individu
tersebut masih memiliki daya.
16
3. Otonomi (Autonomy)
Ketiga subjek menunjukan
kemampuan kemandiran dan
kemampuan untuk menentukan
sendiri dan kemampuan untuk
mengatur tingkah laku, seperti halnya
tidak terlalu terganggu dengan
kondisi fisik di masa tua, menurut
pengakuan salah satu subjek yang
merasa tidak mengalami keluhan
fisik yang serius sehingga subjek
masih mampu untuk tetap aktif
diusia tuanya. “Iya saya ini tidak mau diam
orangnya, tapi bukannya saya waktu itu
buang-buang waktu begitu saja, dari pada
begini lebih baik saya cuci pakaian,
sepertinya begitu, kecuali saya memang
kurang sehat kalau saya kurang sehat, saya
langsung saja tiduran. (Subjek
1.1.13/06/2012)
Subjek 3 keluhan fisik tidak
terlalu terasa karena pola hidup dan
kebiasaan subjek 3 dapat mengurangi
gejala-gejala gangguan fisik ketika
memasuki masa usia lanjut. Seperti
dengan senam, jalan dan
mengkonsumsi obat herbal.
“endak.. alhamdulillah saya tidak
pernah! Tiap pagi soalnya senam mas!
Saya! Saya senam sendiri, senam sendiri
maksudnya senam sendi, senam ini, senam
itu senam yang ringan –ringan, jalan
begitu!” (Subjek 3.1.13/06/2012)
“Saya mau ngomong ini takut
nanti habis ngomong malah sakit! Saya ini
tidak pernah kena asam urat! Ya senam itu
wes! Aku percaya sama minum sirup pace!
(Subjek 3.2.22/07/2012)
Mengatur pola makan yang
sehat juga merupakan upaya
mensejahterakan pribadi pada usia
lanjut karena jika tidak dibiasakan
sejak awal akan lebih sulit
dibandingkan yang sudah dibiasakan.
Pikun atau gejala lupa pada usia tua
pasti akan terjadi sehingga sering
digambarkan seseorang yang pelupa,
bila suatu ketika orang mengalami
gejala tidak mampu mengingat itu
merupakan hal wajar karena pada usia
berapapun akan mengalaminya , gejala
–gejala lupa ini semakin terlihat pada
usia lanjut. Kebiasaan seperti menulis,
menghitung, membaca buku, dapat
mengurangi kepikunan itu seperti
pengakuan subjek 3.
“Ya ojok gampang stress, ojok
ngrasani orang! Ojok membicarakan orang
lain. Trus masih senang hitung-hitung ya itu
ibu punya kebiasaan mencatet itu tadi
untungnya jadi masih sering mengitung, dan
harus sering menulis senang membaca
(Subjek 3.2.22/07/2012)
Pada dasarnya manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi dengan orang lain, tetapi
ketergantungan kepada orang lain
merupakan beban yang berat bagi para
lansia, utamanya bagi individu usia
lanjut yang masih bisa melakukan
aktivitas.
Subjek 3 Selama subjek masih
dapat beratifitas subjek akan tetap
tidak ingin tergantung. Bergantung
pada orang lain merupakan beban,
seperti contohnya rumah, individu usia
lanjut jauh lebih senang jika tinggal
dirumah sendiri dibandingkan tinggal
dirumah anak maupun menantu.
Individu usia lanjut akan merasa bebas
untuk melakukan segala kegiatan
apabila berada di rumah sendiri.
17
“Selama masih sehat lebih enak
tinggal di rumah, kenapa? Karena di
rumah sendiri itu mungkin karena ada
nostalgia, merasa bagaimana membuat
rumah ini, karena kegiatannya sehari-hari
sampai pojok-pojoknya hafal. Jadi senang!
Ada saudara saya itu dia sudah
pensiun suaminya sudah meninggal,
rumahnya balik papan sek terus! Ya ndak
seneng! Itu tinggal sendiri kalau saya ada
suami, pagi-pagi saya telfon, kok ndak di
angkat ? jalan-jalan, kalau jenuh jalan.
Sendiri jen sendiri! Tapi sek seneng dek
omahe dewe! Banyak ya orang seperti itu!
tapi kalau sudah ndak sehat ya saya
sendiri kalau di rumah sendiri iya ya
harus! Enak atau tidak apa kata anaknya
jadi pada umumnya begitu!”
(Subjek.3.2.22/07/2012).
4. Tujuan Hidup (Purpose In Life)
Individu yang mempunyai
rasa keterarahan dalam hidup,
mempunyai perasaan bahwa
kehidupan saat ini dan masa lalu
mempunyai keberartian, memegang
kepercayaan yang memberikan tujuan
hidup, dan mempunyai target yang
ingin dicapai dalam hidup, maka ia
dapat dikatakan mempunyai dimensi
tujuan hidup yang baik. Seperti yang
ditunjukkan oleh subjek 3 dalam
mengatur keuangan secara terperinci,
ketika masih bekerja memberikan
kebiasaan positif kepada subjek
ketika harus menghadapi masa
pensiun, sehingga subjek tidak perlu
berhutang ketika membutuhkannya
untuk keperluan-keperluan mendadak,
seperti menikahkan anak-anaknya dan
memberangkatkan subjek dan
suaminya untuk Umroh.
“Terus begitu sekolah lanjut-lanjut punya
gajian juga begitu langsung terperinci, jadi
kalau dapat gajian itu sudah terperinci untuk
arisan, untuk ini untuk dana sosial kalau ibu
dulu soalnya gajinya Rp. 500,- dana sosialkan
2½ % x 500 sendirikan ini. Taruh di omplong,
kalau ada orang ngemis aku ambilkan itu”
(Subjek 3.1.17/07/2012)
…Nah sekarang tinggal menyenangkan
diri! Menyenangkan orang-orang sekitar.
Menyenangkan orang-orang tua, kan
menyenangkan jika ada arisan, ada simpan
pinjam, ada hiburan dengan kumpul-kumpul
kita, senam ada. Orang –orang kok
mengatakan ibu ini kok jalan enteng! Karena
itu karena ndak ada beban, tapi namanya
orang hidup ini ada masalah ya! Pasti ada
masalah! Tapi tidak terus di pikir ada kalanya
saya taruh, jadi enteng! (Subjek
3.2.22/07/2012)
Kebiasaan subjek 2 pada saat
belum memasuki masa pensiun yang
senang berkegiatan, dapat mendorong
subjek untuk tetap berkegiatan hingga
subjek merasa tidak mampu lagi.
5. Perkembangan Pribadi
(Personal Growth)
Memasuki masa tua ditandai
dengan berkurangnya kontak sosial,
baik dengan anggota keluarga, anggota
masyarakat maupun teman kerja akibat
terputusnya hubungan kerja karena
pensiun disamping itu tatanan sosial
masyarakat kini mengarah kepada
tatanan masyarakat yang
individualistik (Partini 2011) namun
pada kenyataannya ada individu usia
lanjut yang tetap berinteraksi dengan
baik terhadap lingkungan sosialnya,
sejalan dengan kodrat manusia sebagai
makhluk sosial yang dalam hidupnya
selalu membutuhkan orang lain.
18
Cara yang dilakukan adalah
membentuk kelompok-kelompok
Karang Werdha, perkumpulan
pensiunan dengan maksud agar terjalin
kontak sosial yang positif. Seperti
keterangan subjek 2 yang memiliki
aktifitas kelompok kemasyarakatan
setelah pensiun, akan dapat
mengurangi perasaan terkucilkan dari
lingkungan.
“iya tidak langsung berhenti, ya
Alhamdulillah begitu pensiun terus ada yang
ngajak untuk kegiatan-kegiatan lansia-lansia
sampai sekarang. (Subjek 2.1.04/07/2012)
Bagi subjek yang tinggal di
Lembaga Kesejahteraan Sosial Usia
lanjut juga memiliki cara tersendiri
untuk tetap menunjukkan
keberadaannya dengan membagi
keterampilannya kepada teman-
temannya dan bercanda bersama-sama.
Subjek mencari kegiatan dan
mengajarkan keterampilan dengan
cara mempraktekannya, dari pada
sekedar duduk-duduk, dapat
digunakan untuk membuat
keterampilan yang tidak membutuhkan
banyak tenaga namun menghasilkan.
Subjek ingin memberikan contoh pada
orang lain, tanpa harus memaksa.
Subjek merasa harus pasrah,
serta bertanggung jawab terhadap diri
sendiri. Subjek tidak berpikir yang
muluk-muluk, karena subjek merasa
usianya sudah dekat dengan kematian,
sehingga subjek merasa untuk
memenuhi diri dengan rasa kepasrahan
dan syukur.
Subjek 3 sangat senang
berkegiatan karena subjek
mendapatkan kesenangan dalam
kegiatan tersebut hampir setiap
kesempatan dalam usia tuanya subjek
habiskan untuk sekedar berjumpa dan
berbincang dengan rekan-rekannya
karena jelas tidak dapat dipungkiri
bahwa berapapun usianya kebutuhan
manusia untuk bersosialisasi tetap
sama. “…Kegiatannya banyak hanya
minggu keempat saya kosong! Tidak ada
kegiatan istirahat! Dengan kekosongan itu
saya mengunjungi anak saya! Anak saya ada
di Sukodono kalau ke Jakartanya seperti hari
kemarin (Subjek 3.1.17/07/2012)
“Misalnya ingin ngelencer! Makanya
ada tabungan itu! Saya senang! Karena sudah
tua kan anak-anak sudah tidak ada, ndak
punya tanggungan. Jadinya bahwa senang itu
kunci, senang itu kunci bukan apa! Orang tua
itu supaya sehat! Mentalnya khususnya kalau
sehat ya toh!” (Subjek 3.2.22/07/2012)
Ancok (1993) menyatakan
bahwa upaya menghimpun kelompok
usia lanjut dalam wadah kegiatan,
memungkinkan mereka berbagi rasa
dan menikmati hidup. Namun bagi
para usia lanjut yang tidak
mendapatkan kesejahteraan maka
akan memunculkan perasaan tidak
nyaman dan cenderung ingin berontak
dari lingkungannya, atau cenderung
melepas tanggung jawab akibat
ketidak mampuan subjek dalam
memenuhi kewajibannya ketika berada
di usia lanjut. Seperti yang dialami
oleh subjek 1 yang memutuskan untuk
menyerahkan istrinya pada orang
tuanya sebagai jalan pintas untuk
mengurangi perasaan berdosa atau
bahkan melarikan diri.
19
“saya barusan ini memulangkan istri
saya yang kedua ini saya serahkan sama
orang tuanya, ya kalau mau mengikuti mari,
kita lanjutkan. Kita kawin sah, tapi kalau tidak
mau mengikuti ya saya serahkan saja,bukan
karena dugaan tidak senang, atau benci atau
bagaimana. Tapi saling mengerti lah,
berpisah sampai sekian tahun-tahunan begitu
saja saya kan berdosa, kalau anu kan
memberi nafkah kan, dengan jalan pintas istri
saya saya serahkan pada orang tuanya,
supaya tidak ada beban”
Ketidaknyamanan yang
dialami tanpa memperbaiki diri dan
mengembangkan potensi yang dimiliki
dalam menghadapi keadaan yang
dihadapi yaitu dengan menghindari
masalah. Hal yang demikian justru
bukan menyelesaikan masalah tersebut
akibatnya dapat memunculkan
permasalahan baru hal itu yang
dialami subjek.
Metode Penelitian
Fokus Penelitian. Sesuai dengan
judul yang digunakan yaitu
Psychological Well-being Lansia
menghadapi masa tua, maka metode
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian studi
kasus. Menurut Poerwandari (2011)
penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menghasilkan dan mengolah data
yang sifatnya deskriptif, seperti
transkripsi wawancara, catatan
lapangan, gambar, foto rekaman video
dan lain-lain. Dalam
penelitiankualitatif perlu menekankan
pada pentingnya kedekatan dengan
orang-orang dan situasi penelitian,
agar peneliti memperoleh pemahaman
jelas tentang realitas dan kondisi
kehidupan nyata.
Pembahasan Masa tua adalah masa
yang sering dianggap masa tidak
berdaya dan tidak memiliki upaya
untuk menjadi maju, dan melakukan
pergerakan, memang tidak dapat
dipungkiri keadaan yang terjadi para
usia lanjut akan mengalami penurunan
fisik dan lebih mudah terserang
penyakit.
Melakukan olah raga secara
rutin dapat mengurangi efek dari
penurunan fungsi tubuh, melakukan
aktifitas ringan, agar mengeluarkan
keringat, mengatur pola makan serta
menjaga kondisi fisik dengan olah
raga, senam ringan dan
mengkonsumsi minuman herbal akan
dapat mengurangi keadaan tersebut.
Bertambahnya usia jelas akan
mempengaruhi organ tubuh, hal ini
adalah wajar karena usia lanjut
merupakan akumulasi secara progresif
dari berbagai perubahan patofisiologis
organ tubuh yang berlangsung seiring
dengan berlalunya waktu dan seiring
meningkatkan kemungkinan terserang
penyakit atau kematian. Pemeriksaan
secara berkala untuk memantau
keadaan fisik yang dialami sangat
mampu untuk mengurangi resiko
penyakit akibat penurunan organ
tubuh. Salah satu subjek dalam
penelitian ini karena kurangnya
memperhatikan keadaan organ
fisiknya, dapat mengalami penyakit
yang sangat beresiko seperti penyakit
jantung, gangguan hati dan penyakit
berisiko lainnya, meskipun pola hidup
sehat telah diupayakan pada saat
20
memasuki masa usia lanjut, tetap saja
perlu disadari bahwa organ-organ fisik
para usia lanjut akan mengalami
penurunan.
Keadaan ekonomi sangat
mempengaruhi ketika memasuki masa
usia lanjut ditandai dengan
berkurangnya jumlah penghasilan
yang terjadi pada individu yang
memasuki masa usia lanjut hal itu
dikarenakan masuknya usia pensiun
bagi individu yang bekerja.
Menurunnya pendapatan yang
kemudian terkait dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang tetap sama,
bahkan bisa dirasakan sangat kurang
untuk memenuhi kebutuhan ketika
berada dimasa tua, karena kebutuhan
pokok seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan rekreasi dan kebutuhan
sosial masih tetap menjadi kebutuhan
individu termasuk pada mereka yang
telah memasuki masa usia lanjut. Hal
tersebut berkaitan dengan keadaan
fisik individu usia lanjut yang tidak
memungkinkan untuk melakukan
pekerjaan seperti ketika sebelum
pensiun.
Perencanaan sebelum
memasuki masa tua adalah kebutuhan
yang perlu dipersiapkan sejak awal
karena ketika memasuki masa usia
lanjut keadaan tersebut akan menjadi
masalah tersendiri bagi individu yang
tidak mempersiapkannya. Perlunya
perencanaan seperti mengatur pola
keuangan, membiasakan hidup hemat
dan sederhana tentu akan
mensejahterakan para individu pada
saat memasuki usia tua, kerena jika
keadaan seperti itu tidak dibiasakan
sejak dari awal akan jauh lebih sulit
untuk beradaaptasi dengan keadaan
yang terjadi ketika memasuki usia
lanjut. Membiasakan diri untuk
menabung, menciptakan kegiatan-
kegiatan yang menghasilkan
pendapatan tanpa harus melakukan
pekerjaan secara aktif seperti
mengadakan “passive income”
penghasilan yang diperoleh secara
pasif, seperti penghasilan dari kost-
kosan, rumah yang disewakan,
tabungan deposito, atau memiliki
usaha yang dijalankan orang lain
perencanaan seperti itu dapat
membantu memenuhi kebutuhan
individu usia lanjut ketika memasuki
usia tuanya. Jika tanpa adanya
perencanaan dalam hal ekonomi tentu
akan menjadi masalah yang
mengharuskan para usia lanjut untuk
terus bekerja meskipun secara fisik
sudah mengalami penurunan dan
adanya batas usia bekerja dalam setiap
institusi pemerintahan maupun swasta
karena individu usia lanjut dirasa
sudah tidak produktif lagi,
keterbatasan penghasilan yang dimiliki
akan menjadi persoalan apabila tidak
dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan yang ingin dipenuhi. Bagi
individu yang diusia tuanya tidak
memiliki penghasilan tentu akan
membebani individu tersebut dalam
menghadapi kehidupan masa tuanya,
apalagi individu tersebut tidak
memungkinkan bekerja dalam
menyambung hidup hingga akhir usia,
meskipun begitu individu yang
menjadi subjek dalam penelitian ini
senantiasa bersyukur dengan
keterbatasan yang mereka alami
pernyataan tersebut sejalan dengan
21
pendapat Supnajar (dalam Partini
2011) yang mengatakan pandangan
hidup orang jawa adalah “nrimo ing
pandhum” orang jawa memiliki nalar
bahwa hidup betapapun juga
kekurangan yang ada didalamnya,
harus kita terima dengan rasa syukur.
Hubungan relasi sosial yang
dialami para individu usia lanjut dalam
masa tuanya tetap sama dengan
individu disemua tingkatan usia,
perasaan ingin menjalin hubungan
baik dengan rekan sekantor, rekan-
rekan seusianya dan masyarakat luas
terlihat dari kegiatan-kegiatan yang
ditunjukan para lanjut usia dengan
kegiatan-kegiatan pertemuan sesama
pensiunan, membentuk Karang
Werdha atau perkumpulan lansia
dilingkungan masing-masing,
mengikuti kegiatan kemasyarakatan,
keagamaan seperti pengajian dan
kegiatan-kegiatan untuk para lanjut
usia.
Adanya kegiatan yang diikuti
para usia lanjut dalam mengisi
keluangan waktunya akan senantiasa
terjalin hubungan dengan orang lain
khususnya yang seusia sehingga akan
memberikan perasaan senang. Saling
berbagi pengalaman melakukan
aktifitas yang disenangi bersama rekan
seusia seperti menyanyi bersama,
rekreasi, atau sekedar ngobrol dan
bercanda hal tersebut dapat sejenak
melupakan kepenatan dalam
keseharian. Gambaran tersebut sesuai
dengan pendapat Ancok (1993) yang
menyatakan upaya menghimpun lanjut
usia dalam wadah kegiatan
memungkinkan mereka berbagi rasa
dan menikmati hidup.
Masalah terjadi pada individu
usia lanjut berkaitan dengan
penerimaan diri individu terhadap
keadaan yang dialami sebelumnya, hal
tersebut akan mempengaruhi
pandangan hidup dalam menghadapi
masa tuanya, seperti perasaan kesepian
jauh dari anak-anak, atau memiliki
masalah dengan anak-anak akan
menambah permasalahan dalam
menghadapi masa tua dapat dialihkan
dengan kegiatan-kegiatan atau
berinteraksi dengan orang lain,
mengadakan kegiatan bersama orang
lain akan dapat diterapkan dalam
mengatasi perasaan kesepian dimasa
tua. Perasaan keterlantaran dirasakan
oleh individu yang tinggal di UPT-
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Kabupaten Jember yang merasa
terlantar diusia tuanya karena
pengalaman masa lalunya bersama
anak-anaknya.
Panti Werdha merupakan
tempat untuk dapat menampung
individu yang kurang mempersiapkan
diri menghadapi masa tuanya. Para
lanjut usia yang memiliki hubungan
yang baik dengan orang lain akan
membentuk perasaan toleransi dengan
orang lain, mudah untuk mendapatkan
perhatian dari orang lain, memiliki
banyak rekan, dapat memperbaiki
hubungan dengan orang lain. Perasaan
tidak berdaya tidak berguna akan
muncul pada diri individu yang
memiliki perasaan bersalah dengan
keadaan yang dialami sebelumnya.
Munculnya perasaan tidak
berguna, tidak bisa melakukan apa-apa
akan dapat menghambat individu usia
lanjut dalam menjalani masa tuanya.
22
Upaya yang harus dilakukan adalah
tidak menjadikan masalah tersebut
menjadi berlarut-larut dengan cara
mengerjakan kegiatan-kegiatan lain
yang dapat dilakukan sehingga dapat
meningkatkan perasaan berdaya
didalam dirinya. Kemandirian akan
dimiliki individu usia lanjut apabila
individu ini masih mampu atau dapat
dikatakan masih produktif, sehingga
perasaan ketergantungan merupakan
sebuah beban bagi individu usia lanjut
tersebut, karena selama individu usia
lanjut itu masih mampu beraktifitas
sekecil apapun maka mereka akan
dapat menghindari ketergantungan
dengan orang lain. Bagi individu usia
lanjut yang sering sakit akan
merasakan beban yang berat pada
dirinya. Keinginan individu usia lanjut
untuk tetap mandiri terlihat dari semua
subjek penelitian ini yang tetap tidak
ingin selalu bergantung pada orang
lain atau bahkan sebagai bentuk
penolakan terhadap penyesuaian
lingkungan baru yang akan
menurunkan perasaan nyaman dalam
menjalani kehidupan dimasa tua,
sehingga memilih untuk tetap berada
dilingkungan yang tidak memerlukan
penyesuaian merupakan cara yang
dapat dipilih untuk mencapai
kenyamanan bagi individu usia lanjut.
Harapan hidup individu usia
lanjut tercipta apabila individu tersebut
memiliki perasaan mensyukuri
keadaan dengan perasaan sejahtera
meski hanya pada aspek-aspek tertentu
saja yang dapat terpenuhi seperti
kondisi fisik, keadaan ekonomi dan
interaksi sosialnya.
Memunculkan perasaan
bersyukur dan kepasrahan akan dapat
memunculkan kebermaknaan diri dan
kesejahteraan bagi para usia lanjut
dalam menjalani kehidupan masa
tuanya. Kebahagiaan adalah sebagai
wujud dari keberfungsian penuh
individu yang berkaitan dengan
perasaan keberartian dengan
memberikan kebahagian pada orang
lain. Meningkatkan kualitas diri
dengan aktifitas yang disenanginya,
senantiasa menjalankan ibadah dan
berdoa untuk dirinya sendiri maupun
anak-anaknya, kemudian berpasrah
diri kepada sang pencipta demi
mencapai kebahagiaan yang kekal
dialam akhirat merupakan serangkaian
upaya yang dapat memunculkan
kesejahteraan dalam menjalani
kehidupan dimasa tua.
Skema Psychological Well-
being dalam menghadapi masa tua
23
Penutup.
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti
maka dapat diketahui bahwa gambaran
yang terjadi pada lansia dalam
memasuki usia lanjut menginginkan
perasaan nyaman terhadap perubahan
yang terjadi khususnya permasalahan
fisik, ekomomi, sosial, psikologis yang
terjadi ketika individu menghadapi
masa tua, perasaan ingin berkembang
lebih kepada penerimaan diri terhadap
kondisi saat ini karena anggapan para
usia lanjut lebih pada bagaimana
menyikapi permasalahan sebelumnya
dengan perasaan ikhlas atau dalam arti
bahasa yaitu menerima keadaan
tersebut sebagai masalah dimasa lalu,
yang dipikirkan lagi karena pada
dasarnya setiap manusia pasti
memiliki ma salah termasuk para usia
lanjut, sehingga dapat dikatakan
bahwa yang mempengaruhi
psycological well-being lansia adalah
seberapa jauh individu
mempersiapkan diri dan mampu
memunculkan perasaan keberartian
pada saat menghadapi masa tua, serta
memunculkan perasaan syukur dan
pasrah kepada Allah SWT.
Memunculkan penerimaan diri
sangat dibutuhkan karena pada usia
tua individu akan menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan
keadaan fisik, ekomomi, sosial,
psikologis, sehingga dengan
meningkatkan kualitas diri dan pasrah
pada Allah SWT atas keadaan yang
tidak dapat terpenuhi akan dapat
memunculkan perasaan tenang dalam
menjalani sisa-sisa kehidupannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa
satu mekanisme coping yang
religiusitas akan mempunyai dampak
positif bagi kesehatan yaitu dapat
mengurangi atau mencegah respon
stress. Kepasrahan kepada Allah SWT
merupakan ukuran yang dapat
menangkap aspek religiusitas untuk
meningkatkan rasa kebermaknaan
secara pribadi. Perasaan ingin berarti
bagi orang lain merupakan kebutuhan
yang ingin tetap terpenuhi untuk
memunculkan kebermaknaan pribadi
ketika individu usia lanjut menjalani
sisa-sisa kehidupannya, sehingga
dengan adanya perasaan berdaya dan
berarti bagi orang lain ketika ditengah-
tengah penurunan yang terjadi di usia
tua justru akan dapat menciptakan
psycological well-being para lanjut
usia dalam menjalani kehidupanya di
masa tua.
Daftar Pustaka
Bungin,(2007). Metode kualitatif:
Aktualisasi metodologi kearah
ragam varian konteporer.
Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Djamaludin Ancok,1993.
Persiapanmenyongsongmanula
darisegipsikologi.
Makalahdalam seminar sehari.
Feldman, R. S. (2005). Development
across the life span – 4th ed.
New Jersey : Pearson Prentice
Hall
Hurlock,(1980). Psikologi
perkembangan suatu
pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Edisi Kelima.
Ciracas, Jakarta : Erlangga.
24
Mutiara, (2003). karakteristik
penduduk lanjut usia di
Sumatera
UtaraTahun1990.http://library.
usu.ac.id/download/fkm/fkmern
a%20mutiara.pdf 08/04/12
Nugroho, (2009). Komunikasi dalam
perawatan gerontik. Jakarta.
Mappiare, (1983), Psikologi
orang dewasa.Surabaya :
Usaha Nasional.
Moleong, L. (2006). Metode penelitian
kualitatif edisi revisi.
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Papalia, D.E., Sterns, H. L.,
Feldman, R. D., Cameron, C. J. 2002.
Adult development and aging –
2nd ed. New York :
McGrawHill
Partini, (2011), Psikologiusialanjut.
Yogyakarta: GadjahMada
University Press.
Poerwandari, K. 2011. Pendekatan
kualitatif untuk penelitian
perilaku-manusia.Jakarta :
LPSP3 Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Poerwanti, E. 1998. Dimensidimensi
riset ilmiah.Malang :
PusatPenerbitanUniversitas
Muhamadiyah.
Rusman, 2008, Pesantrenlansia
ramadhan jilid 2 1429H-
2008M:“MembangunOptimesm
e di Usia lanjut”. Malang :
Forum Kajian Bina Muslim
Kaffah.
Ryff, C. D. 1989. Happiness is
everything, or is it?
Explorations on the meaning of
psychological well-being.
Joumal of personality and
social psychology, 57, 1081-
1092.
Ryff, C. D. 1991. Possible selves in
adulthood and old age: A tale
of shifting horizons.
Psychology and Aging, 6, 286-
295.
Ryff, C. D.,Keyes, C. L. M. 1995. The
structure of psychological-
well-being revisited. Journal of
Personal and Social
Psychology, 69, 719-727.
Santrock W. John. 1995, Life span
development perkembangan
masa
hidup. jilid 2, Jakarta :
Erlangga.
Sugiyono. (2005). Metode penelitian
kuantitatif, kualitatif dan R
&D. Bandung: Alfabeta.
Recommended