View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA :
PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY
OLEH:
ILLINIA AYUDHIA RIYADI
H14080003
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
ILLINIA AYUDHIA RIYADI. Early Warning System Krisis Utang di
Indonesia: Pendekatan Business Cycle Theory (dibimbing oleh DENIEY ADI
PURWANTO).
Sejak tahun 1998 hingga 2009, kondisi anggaran pendapatan belanja
negara (APBN) Indonesia selalu mengalami budget deficit dalam rangka
membiayai program pembangunan. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut,
pemerintah mengandalkan berbagai sumber pembiayaan sumber yang berasal dari
perbankan dalam negeri, privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi, dana
penerbitan obligasi negara, dan pinjaman luar negeri.
Dari beberapa sumber pembiayaan yang ada, porsi terbesar untuk
menutupi defisit anggaran yang terjadi berasal dari obligasi negara. Proporsi
pembiayaan defisit anggaran yang sebagian besar berasal dari dana penerbitan
obligasi pada akhirnya menyebabkan pemerintah memutuskan untuk
meningkatkan penawaran obligasi di pasar sekuritas secara terus menerus. Selama
periode Agustus 2004 hingga Agustus 2010, kepemilikan asing terhadap SBN
menunjukkan trend yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa
ketergantungan pemerintah semakin kuat terhadap pihak asing dalam hal
memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran yang
terjadi. Dengan demikian, akumulasi utang luar negeri Indonesia terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Secara substansi, utang luar negeri merupakan sumber pembiayaan uang
digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi di suatu negara. Pembiayaan yang
bersumber dari utang luar negeri ini harus dikelola dengan baik dan dialokasikan
untuk kegiatan investasi sektor riil yang produktif sehingga dapat memberikan
rate of return yang tinggi di kemudian hari. Alokasi penggunaan utang luar negeri
untuk kegiatan yang tidak produktif tanpa pengawasan yang baik dapat
menyebabkan terjadinya krisis utang seperti yang saat ini melanda negara-negara
di kawasan Uni Eropa (European Union/EU).
Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh negara-negara di kawasan Uni
Eropa, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dalam
jumlah yang besar perlu diwaspadai sedini mungkin. Suatu sistem deteksi dini
perlu untuk dibangun agar pemerintah dapat memperkirakan periode waktu
kemungkinan terjadinya krisis utang secara tepat. Hal ini penting bagi pemerintah
sehingga dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang
bersifat antisipastif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat menjadi Coincident, Leading, dan Lagging Indicators dalam rangka
menyusun instrumen deteksi dini terjadinya krisis utang di Indonesia. Selain itu,
akan diidentifikasi sistem bekerjanya faktor-faktor tersebut sebagai instrument
sistem suatu deteksi dini.
Pada penelitian ini, pembangunan early warning system krisis utang di
Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan business cycle theory. Data
yang digunakan adalah data sekunder dengan periode bulanan dari bulan Januari
1998 hingga Desember 2011. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang
berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel.
Dalam rangka memperoleh kandidat Coincident, Leading, dan Lagging
Indicators, maka dilakukan tiga tahap seleksi terhadap 111 variabel
makroekonomi yang berhasil dikumpulkan. Adapun tiga tahap seleksi tersebut
adalah uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi silang (cross
correlation test), dan uji granger causality (granger causality test). Dari tahap
seleksi tersebut, diperoleh hasil bahwa terdapat 8 variabel yang menjadi kandidat
Coincident Indicator, yakni suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank
Asing dan Campuran, suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank
Umum, laju inflasi Indonesia, ekspor barang Amerika Serikat (free on board
price), harga komoditi mentah pertanian dunia, SBI 1 bulan, interest rate spread,
dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sementara itu, kandidat Leading
Indicator yang diperoleh sebanyak 6 variabel, yaitu suku bunga LIBOR 6 bulan,
laju inflasi Jepang, M2/Cadangan Devisa, Loan to GDP, LQ 45, dan Nominal
Effective Exchange Rate. Adapun kandidat Lagging Indicators terdiri dari suku
bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero, suku bunga
pinjaman berjangka 24 bulan (rupiah) di Bank Umum, Import Merchandise
Constant (US$ Dollar), dan Local Equity Market Index. Melalui proses trial and
error, maka diperoleh kombinasi variabel terbaik dalam penyusunan Coincident
Debt Index, Leading Debt Index, dan Lagging Debt Index. Komponen penyusun
Coincident Debt Index terbaik adalah interest rate spread (59 persen), suku bunga
simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum (23 persen), suku bunga
pinjaman untuk modal kerja (rupiah) berjangka 6 bulan di Bank Umum(10 persen)
dan SBI 1 bulan (8 persen). Komponen penyusunan Leading Debt Index yang
dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR 6 bulan (54 persen), laju
inflasi Jepang (42 persen), dan variabel M2/Cadangan Devisa (2 persen) serta
Nominal Effective Exchange Rate (2 persen). Adapun komponen penyusun
Lagging Debt Index adalah dari suku bunga pinjaman modal kerja rupiah yang
diberikan Bank Persero (42 persen), suku bunga pinjaman rupiah berjangka 24
bulandi Bank Umum (50 persen), Import Merchandise Constant (4 persen), dan
Local Equity Market Index (3 persen).
Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya krisis
utang di Indonesia pada periode waktu mendatang sangatlah dipengaruhi oleh
faktor eksternal seperti suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini
membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka
kecil (small open economy) yang masih rentan terhadap goncangan
makroekonomi global.
Model early warning system yang terbentuk dari penelitian ini dapat
bekerja dengan cukup baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis
utang di Indonesia meskipun proses kaliberasi terhadap variabel-variabel
penyusunnya masih perlu dilakukan secara berkala.
EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA :
PENDEKATAN BUSINESS CYCLE
Oleh
ILLINIA AYUDHIA RIYADI
H14080003
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA:
PENDEKATAN BUSINESS CYCLE
Nama : Illinia Ayudhia Riyadi
NIM : H14080003
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Deniey Adi Purwanto, MSE
NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2012
Illinia Ayudhia Riyadi
H14080003
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Illinia Ayudhia Riyadi lahir pada tanggal 9 Februari 1991
di Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Slamet
Riyadi, M.Sc, dan Dra. Ani Widiastuti. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa
hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Islam Panglima Besar
Jenderal Soedirman, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 103 Jakarta dan lulus
tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 39 Jakarta dan
lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan
penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan
pola pikir, sehingga bisa menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan
Kota Jakarta tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur USMI dan diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
kegiatan organisasi sebagai staf pelaksana divisi DNA (Discussion and Analysis)
Himpunan Profesi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) IPB.
Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten dosen di Departemen Ilmu Ekonomi
IPB dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan responsi mata kuliah Ekonomi
Umum, Teori Mikroekonomi I, dan Teori Makroekonomi dari tahun 2010 hingga
sekarang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah ”Early Warning System Krisis Utang di Indonesia:
Pendekatan Business Cycle Theory”. Krisis utang merupakan topik yang sangat
menarik dan hangat menjadi perbincangan karena saat ini tengah terjadi krisis
utang yang melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa sehingga menimbulkan
guncangan bagi perekonomian secara global, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini sebagai upaya
menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang melalui pembangunan early
warning system di Indonesia. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE, yang telah memberikan bimbingan
baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga
dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran
dari para peserta pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua penulis,
yaitu Bapak Ir. Slamet Riyadi, M.Sc, dan Ibu Dra. Ani Widiastuti atas dukungan
material maupun spiritual yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis juga
berterimakasih kepada kakak dan adik penulis, yaitu Arief Nugroho Riyadi, SH,
dan Gliddheo Algifariyano Riyadi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
rekan-rekan sejawat mahasiswa IE 45 atas dukungan moral yang diberikan kepada
penulis selama ini, khususnya teman-teman dalam satu kelompok bimbingan
skripsi, yaitu Ayu Budiarti, Oktya Setya Pratidina, Dhany Subangun, dan Teuku
Arif Pahlevi. Tak lupa, ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada para
sahabat mahasiswa IE 45 yang selalu menemani penulis selama empat tahun
menuntut ilmu bersama di IPB, yaitu Fiona Rebecca Hutagaol, Lusiana Manik,
Shanty Nathalia, Henny Prischilia, Hairul, Diyah Nugraheni dan Masyitha
Mutiara. Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak
lain yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2012
Illinia Ayudhia Riyadi
H14080003
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................12
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................13
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................14
1.5 Ruang Lingkup..............................................................................14
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................15
2.1 Tinjauan Konsep dan Teori...........................................................15
2.1.1 Teori Siklus Bisnis......................................................15
2.1.2 Model Early Warning System.....................................16
2.1.3 Definisi Business Cycle..............................................18
2.1.4 Tahapan Business Cycle.............................................19
2.1.5 Business Cycle Indicators...........................................20
2.1.6 Leading Economic Indicators dan Peramalan
Aktivitas Ekonomi......................................................22
2.2 Penelitian Terdahulu.....................................................................24
2.3 Kerangka Pemikiran.....................................................................38
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data..................................40
3.2 Metode Analisis............................................................................40
3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicator...42
3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators…….45
3.3 Definisi Operasional…………………………………………..56
IV. HASIL DAN PEMBAHAHASAN
4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia........................59
4.2 Penyusunan Early Warning System..............................................65
4.2.1 Identifikasi Variabel-variabel yang menjadi
Leading, Lagging, dan Coincident Indicator...............66
4.2.2 Penyusunan Composite Coincident,
Leading dan Lagging Debt Index…............................108
4.3 Pembahasan Hasil Penyusunan Early Warning System…….…118
4.3.1 Analisis Hasil Early Warning System Secara Empiris..118
4.3.2 Operasionalisasi dan Pengelolaan
Early Warning System di Indonesia…..........................122
4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan
Utang Luar Negeri Indonesia…....................................126
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................129
5.2 Saran...........................................................................................130
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….131
LAMPIRAN…………………………………………………………………...134
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Kelebihan Masing-masing Model Early Warning System...............................17
2.2 Kekurangan Masing-masing Model Early Warning System............................18
2.3 Leading Indicators Krisis Nilai Tukar dan Alasan Ekonomi…………….…..28
2.4 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu......................................................................30
2.5 Periode Waktu Pelaksanaan Debt Rescheduling
Atas Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia.............................................37
4.1 Nilai Net Resource Flow Indonesia Periode Tahun 2006-2011......................63
4.2 Kombinasi Terbaik Penyusun
Coincident Debt Index Beserta Bobotnya.......................................................109
4.3 Kombinasi Terbaik Penyusun
Leading Debt Index Beserta Bobotnya..........................................................112
4.4 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan
Pergerakan LDI Mendahului CDI………….…………………………...….113
4.5 Kombinasi Terbaik Penyusun
Lagging Debt Index Beserta Bobotnya...........................................................115
4.6 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan
Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index ............117
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Besarnya Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Periode 1998 hingga 2009 (dalam miliar rupiah).............................................1
1.2 Proporsi Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran
Pendapatan Belanja Negara Periode Tahun 2011..............................................2
1.3 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Domestikyang Dimiliki Bukan
Penduduk (Asing) Periode Tahun 2006 Hingga 2011 (dalam Juta Dollar).......4
1.4 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Pemerintah Per Triwulan Keempat
Periode 1999 Hingga 2010 (dalam juta USD)...................................................5
1.5 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta
Per Kuartal Keempat Periode 1999 hingga 2010 (dalam juta USD).................6
2.1 Bagan Kerangka Pemikiran..............................................................................39
3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System......................................55
4.1 Debt To Export Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011……………….60
4.2 Debt Service Ratio Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011…………....61
4.3 Pergerakan Coincident Debt Index (CDI)
Seiring Dengan Variabel Debt to GDP..........................................................110
4.4 Pergerakan Leading Debt Index (LDI)
Mendahului Coincident Debt Index (CDI).....................................................112
4.5 Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt Index..............116
4.6 Perbandingan Pergerakan Coincident Debt Index (CDI)
Dengan Kurs Rupiah Terhadap Dollar...........................................................118
4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index
Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang.......................123
4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index
Dalam Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang.......................124
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Variabel yang digunakan dalam penelitian…………………...……….……134
2. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Coincident Indicator......................138
3. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Leading Indicator..........................141
4. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Lagging Indicator..........................144
5. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Coincident Indicator…148
6. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Leading Indicator…….152
7. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Lagging Indicator…….158
8. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Coincident Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….162
9. Perhitungan Composite Coincident Debt Index…………………………....164
10. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Leading Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….171
11. Perhitungan Composite Leading Debt Index……………………………....174
12. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Lagging Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA………………….………….181
13. Perhitungan Composite Lagging Debt Index……………………………....183
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan
ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk
membiayai berbagai program pembangunan yang direncanakan. Oleh karena itu,
kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget
deficit, yakni kondisi dimana jumlah anggaran belanja lebih besar daripada
pendapatannya. Adapun besarnya defisit anggaran yang dialami Indonesia selama
kurun waktu 13 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Sumber: Bank Indonesia, 2011 diolah
Gambar 1.1. Besarnya Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode
1998 hingga 2009 (dalam miliar rupiah)
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 hingga 2011,
besarnya defisit anggaran yang terjadi menunjukkan trend yang terus meningkat.
Pada periode tahun 1999, besarnya defisit anggaran sempat mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan tahun 1998, kemudian terus mengalami kenaikan
2
hingga mencapai angka defisit anggaran sebesar 40.485 miliar rupiah pada tahun
2001. Defisit anggaran yang begitu besar di tahun 2001 tersebut merupakan
dampak akibat krisis moneter yang terjadi di tahun 1998. Pada periode tahun 2002
hingga 2008, besarnya defisit anggaran berfluktuasi hingga mencapai angka
tertinggi di tahun 2011. Defisit anggaran pada tahun tersebut mencapai angka
124.656 miliar rupiah.
Besarnya defisit anggaran yang terjadi ditutupi baik dari pembiayaan dalam
negeri maupun luar negeri dengan proporsi tertentu. Adapun besarnya porsi
pembiayaan dalam maupun luar negeri untuk menutupi defisit anggaran yang
terjadi pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.
Sumber : Bank Indonesia Indonesia, 2011, diolah
Gambar 1.2 Proporsi Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan
Belanja Negara Periode Tahun 2011
Gambar 1.2 menunjukkan bahwa untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi
selama periode tahun 2005 hingga 2010, pemerintah mengandalkan sumber
pembiayaan yang berasal dari perbankan dalam negeri, privatisasi, penjualan aset
3
program restrukturisasi, dana penerbitan obligasi negara, dan pinjaman luar
negeri.
Dari beberapa sumber pembiayaan yang ada, porsi terbesar untuk menutupi
defisit anggaran yang terjadi berasal dari obligasi negara yakni sebesar 74 persen.
Dana penerbitan obligasi baru digunakan secara efektif dan menjadi instrumen
utama pembiayaan APBN sejak tahun 2005. Hal ini menunjukan betapa
pentingnya dana penerbitan obligasi pemerintah sebagai andalan demi
terlaksananya kebijakan ekspansi fiskal dengan pola deficit budget yang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia selama ini.
Proporsi pembiayaan defisit anggaran yang sebagian besar berasal dari dana
penerbitan obligasi pada akhirnya menyebabkan pemerintah memutuskan untuk
meningkatkan penawaran obligasi di pasar sekuritas secara terus menerus. Dana
dari penerbitan obligasi ini kemudian digunakan untuk beberapa hal, di antaranya
adalah refinancing utang lama yang jatuh tempo dan refinancing dilakukan
dengan utang baru yang mempunyai term dan condition yang lebih baik.
Ditinjau dari kepemilikannya, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dapat
dibedakan menjadi tiga, yakni obligasi yang dimiliki oleh pihak bank, non-bank,
dan asing. Adapun data mengenai posisi kepemilikan asing atas obligasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1.3.
4
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah
Gambar 1.3 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Domestik yang Dimiliki
Bukan Penduduk (Asing) Periode Tahun 2006 Hingga 2011
(dalam Juta Dollar)
Gambar 1.3 menunjukkan bahwa kepemilikan asing terhadap SBN menunjukkan
trend yang terus meningkat selama periode Agustus 2004 hingga Agustus 2010.
Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pemerintah semakin kuat
terhadap pihak asing dalam hal memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk
menutupi defisit anggaran yang terjadi. Porsi kepemilikan asing terhadap SBN
yang terus meningkat perlu diwaspadai sebab hal tersebut berdampak pada jumlah
utang luar negeri pemerintah yang semakin besar. Apabila penerbitan SBN dan
kepemilikan asing terhadap SBN tersebut tidak dibatasi, maka kondisi ini akan
memicu semakin besarnya jumlah utang luar negeri pemerintah sehingga tidak
menutup kemungkinan, di masa mendatang, pemerintah akan terjerat krisis utang
yang akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Defisit APBN yang terjadi menuntut adanya sumber pembiayaan untuk
menutupinya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pembiayaan yang
5
berasal dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau multilateral maupun
SBN yang dimiliki oleh asing. Pembiayaan dari luar negeri yang semakin
meningkat berdampak pula semakin besarnya posisi utang luar negeri pemerintah.
Secara keseluruhan, posisi utang luar negeri pemerintah juga mengindikasikan
adanya potensi krisis utang yang mungkin melanda Indonesia di waktu
mendatang. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 1.4.
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah
Gambar 1.4 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Pemerintah Per Triwulan
Keempat Periode 1999 Hingga 2010 (dalam juta USD)
Gambar 1.4 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1999 hingga 2010, posisi
utang luar negeri pemerintah menunjukkan trend yang terus meningkat. Hal ini
mengindikasikan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin menunjukkan
ketergantungan yang semakin besar terhadap pembiayaan dari pihak asing, berupa
pinjaman bilateral atau multilateral maupun dari dana hasil penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) yang kemudian dimiliki oleh pihak asing. Kondisi
ketergantungan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kesehatan
6
keuangan pemerintah apabila terjadi guncangan (shock) sebagai dampak
ketidakpastian lingkungan perekonomian global yang terjadi saat ini. Jika
ketergantungan yang semakin kuat tersebut terus terjadi dalam periode waktu
yang lama, maka tidak menutup kemungkinan bila di masa yang akan datang
pemerintah akan terjerat krisis utang seperti yang dialami negara-negara Uni
Eropa saat ini.
Utang luar negeri Indonesia selain dimiliki oleh sektor publik, juga dimiliki
oleh sektor swasta. Sektor swasta yang memiliki utang luar negeri ini mencakup
sektor lembaga keuangan (bank dan nonbank) serta sektor bukan lembaga
keuangan. Adapun posisi utang luar sektor swasta dapat dilihat pada Gambar 1.5.
Sumber : Bank Indonesia, 2011,diolah
Gambar 1.5 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Per Kuartal
Keempat Periode 1999 hingga 2010 (dalam juta USD)
Gambar 1.5 menunjukkan bahwa posisi utang luar negeri pihak swasta
menunjukkan trend yang terus meningkat selama periode tahun 1999 hingga
2010. Posisi utang luar negeri sektor swasta mencapai nilai tertinggi pada periode
tahun 2011 yakni mencapai 106.114 juta USD. Utang luar negeri tersebut
7
mencakup pinjaman, utang dagang, serta surat utang yang diterbitkan luar negeri
dan dalam negeri yang dimiliki bukan oleh penduduk. Apabila jumlah utang luar
negeri sektor swasta terus meningkat dari waktu ke waktu tanpa diiringi
peningkatan produktivitas sektor riil dalam negeri, maka pada jangka panjang
sektor swasta akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran kembali utang-
utang tersebut yang akan berdampak pada terjadinya guncangan perekonomian.
Secara substansi, utang luar negeri merupakan sumber pembiayaan uang
digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi di suatu negara. Kegiatan investasi
sangat penting untuk dilakukan di suatu negara demi menggiatkan perekonomian
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Kegiatan tersebut
membutuhkan dana dalam jumlah yang cukup besar, sehingga di beberapa negara
tertentu sumber pembiayaan dalam negeri yang tersedia, misalnya dari tabungan
domestik, tidak mampu mencukupi kebutuhan dana investasi yang akan
dilakukan. Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan tersebut, maka utang luar
negeri dilakukan. Adanya utang luar negeri ini menimbulkan kewajiban bagi
negara debitur untuk mengembalikan utang tersebut beserta bunganya di masa
mendatang. Oleh karena itu, pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri
ini harus dikelola dengan baik dan dialokasikan untuk kegiatan investasi sektor
riil yang produktif sehingga dapat memberikan rate of return yang tinggi di
kemudian hari. Hal ini penting untuk mendukung kemampuan likuiditas negara
debitur dalam melakukan pembayaran kembali atas jumlah pokok dan bunga dari
utang luar negeri tersebut, sehingga negara debitur akan terhindar dari jeratan
krisis utang seperti yang melanda Uni Eropa saat ini.
8
Penggunaaan utang luar negeri yang dialokasikan untuk kegiatan yang tidak
produktif tanpa pengawasan yang baik dapat menyebabkan terjadinya krisis utang
seperti yang saat ini melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa (European
Union/EU). Krisis utang yang berdampak sistemik tersebut diawali dengan
kondisi gagal bayar yang dialami negara Yunani. Hal ini disebabkan karena
ketiadaan pengawasan yang ketat dalam alokasi penggunaan utang luar negeri di
negara tersebut. Defisit APBN Yunani mencapai 13,6 persen dari produk
domestik bruto (PDB). Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum dalam
Maastricht Treaty (Undang-Undang Dasar anggota Uni Eropa), yang menyatakan
bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki defisit APBN maksimum
3 persen dari PDB nya. Defisit APBN yang dialami Yunani tersebut selanjutnya
dibiayai dari dari dana yang bersumber dari penerbitan obligasi oleh pemerintah
sehingga menyebabkan utang luar negeri Yunani terus terakumulasi mencapai 172
persen dari PDB per Juni 2011. Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum
dalam Maastricht Treaty yang menyatakan bahwa negara-negara anggota Uni
Eropa harus memiliki total utang luar negeri maksimum 60 persen dari PDB nya
(Quéré, Bénassy dan Boone, 2010).
Dana yang bersumber dari penerbitan obligasi pemerintah sebagian besar
digunakan untuk berbagai program yang sifatnya konsumtif dan pembiayaan
sosial bagi masyarakat Yunani. Dana tersebut tidak digunakan untuk membiayai
kegiatan investasi produktif, sehingga tidak memberikan dampak multiplier effect
yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Yunani sehingga tidak memberikan rate of
return bagi pemerintah. Akibatnya, pada saat sebagian besar obligasi pemerintah
9
mengalami jatuh tempo pada periode bulan Mei tahun 2010, pemerintah Yunani
mengalami kesulitan likuiditas sehingga terjadi kondisi gagal bayar yang dialami
negara tersebut. Kondisi krisis utang yang dialami Yunani tersebut memicu
terjadinya krisis perbankan di kawasan Uni Eropa. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar pemegang obligasi Yunani adalah bank-bank di negara-negara Uni
Eropa. Dengan demikian, krisis utang Yunani berdampak luas dan sistemik
terhadap perekonomian negara-negara lain di kawasan Uni Eropa. Oleh karena
itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa memutuskan melakukan bail
out dengan menggelontorkan dana sebesar 14.5 miliar Euro dalam rangka
melakukan pembayaran atas obligasi-obligasi pemerintah Yunani yang jatuh
tempo tersebut. Jumlah itu masih akan ditambah dengan komitmen dari IMF dan
tambahan dana talangan dari Uni Eropa untuk membayar utang-utang jatuh tempo
lainnya (Arghyrou dan Tsoukalas, 2010).
Selain Yunani, bank-bank di negara kawasan Uni Eropa juga banyak yang
memegang obligasi-obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah negara Irlandia,
Italia, Portugal, dan Spanyol. Meskipun hanya Yunani yang mengalami gagal
bayar dan membutuhkan restrukturisasi untuk pembayaran obligasi-obligasi yang
telah jatuh tempo tersebut, namun kondisi gagal bayar dan restrukturisasi meluas
terjadi pada beberapa negara lainnya. Hal ini memicu terjadinya krisis perbankan
dengan dampak lebih besar. Kondisi ini berakibat buruk pada perekonomian
negara-negara Uni Eropa sehingga secara keseluruhan, kawasan tersebut
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2009 hingga saat ini.
10
Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh negara-negara di kawasan Uni
Eropa, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dalam
jumlah yang besar perlu diantisipasi sedini mungkin. Suatu sistem deteksi dini
perlu untuk dibangun agar pemerintah dapat memperkirakan periode waktu
kemungkinan terjadinya krisis utang secara tepat. Hal ini penting bagi pemerintah
sehingga dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang
bersifat antisipatif. Dengan adanya impelementasi kebijakan-kebijakan ekonomi
secara tepat, maka diharapkan krisis utang dapat diantisipasi dengan baik
sehingga mengurangi kemungkinan dampak sistemik yang terjadi secara meluas
akibat krisis utang tersebut.
Berdasarkan data yang telah ditunjukkan sebelumnya, terlihat bahwa
komposisi utang luar negeri pemerintah dan swasta menunjukkan trend yang terus
meningkat pada tiap periodenya. Hal ini mengakibatkan akumulasi utang luar
negeri Indonesia dalam jumlah yang besar. Kondisi tersebut dapat meningkatkan
eksposur bagi perekonomi Indonesia apabila terjadi guncangan ekonomi yang
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal perekonomian global. Guncangan tersebut
dapat mengarahkan perekonomian Indonesia pada kondisi krisis utang luar negeri.
Hal ini disebabkan karena adanya guncangan eksternal dapat meningkatkan
eksposur utang luar negeri. Eksposur utang luar negeri yang berlebihan dapat
memberikan tekanan depresiatif terutama karena faktor sentimen negatif. Utang
luar negeri yang tidak terkendali dan bermasalah secara berkepanjangan (misalnya
harus melalui proses rescheduling berulang-ulang) akan meningkatkan premi
risiko dan biaya pinjaman yang pada akhirnya akan menurunkan credit rating dan
11
memberi tekanan pada nilai tukar. Depresiasi rupiah akan memberikan tekanan
terhadap inflasi melalui pass through effect, sehingga akan mengurangi dampak
positif depresiasi rupiah terhadap transaksi berjalan (current account). Padahal,
peningkatan surplus transaksi berjalan sangat diperlukan untuk menutupi
kewajiban pembayaran utang luar negeri. Dengan demikian, jelas bahwa risiko
yang ditimbulkan akibat ketidakmampuan pembayaran utang luar negeri akan
berimplikasi negatif pada aspek moneter berupa tekanan terhadap nilai tukar dan
mengancam stabilitas makroekonomi secara keseluruhan yang bahkan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang dapat terjadi akibat krisis
utang luar negeri, maka perlu adanya suatu sistem deteksi dini yang dapat
menandai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Terdapat dua fungsi
utama dalam suatu sistem deteksi dini. Pertama adalah mengantisipasi terjadinya
krisis utang luar negeri dan yang kedua adalah mengantisipasi dampak akibat
krisis utang luar negeri. Fungsi pertama berperan sebagai pertimbangan
pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan antisipatif agar krisis yang
diprediksi akan terjadi, dapat dihindari. Fungsi kedua adalah jika kemudian krisis
utang luar negeri tidak terhindarkan, maka sistem deteksi dini ini berperan sebagai
dasar pertimbangan merumuskan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan
serta antisipasi penyebaran dampak krisis. Dengan demikian, pembangunan
sistem deteksi dini ini menjadi sangat penting sebagai peringatan kemungkinan
terjadinya krisis utang di Indonesia.
12
1.2 Permasalahan
Kondisi APBN Indonesia selalu mengalami defisit sehingga membutuhkan
pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut. Sejak tahun 2005, sumber utama
pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut berasal dari penerbitan obligasi. Dari
waktu ke waktu, porsi kepemilikan obligasi semakin besar dikuasai oleh pihak
asing. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa salah satu sumber
pembiayaan APBN utama adalah utang luar negeri. Bila kondisi ini terus
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, maka utang luar negeri
pemerintah akan terakumulasi dalam jumlah yang besar.
Utang luar negeri pihak swasta juga menunjukkan trend yang terus meningkat
dari waktu ke waktu. Peningkatan eksposur juga terjadi seiring dengan semakin
kurangnya pengawasan terhadap alokasi penggunaan utang luar negeri sektor
swasta tersebut. Berbagai kegiatan perekonomian yang digerakkan sektor swasta
sebagian besar didanai dari pembiayaan utang luar negeri. Kondisi tersebut
semakin menguatkan indikasi adanya ketergantungan Indonesia terhadap sumber
pembiayaan dari pihak asing dalam bentuk utang luar negeri. Hal ini akan
menyebabkan perekonomian Indonesia semakin rentan terhadap perubahan
eksternal yang terjadi. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bila di
masa mendatang Indonesia bisa mengalami krisis utang luar negeri. Oleh karena
itu, sangatlah penting untuk mengembangkan suatu mekanisme deteksi
kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar
langkah-langkah preventif dan antisipatif dapat segera diimplementasikan untuk
membenahi perekonomian secara keseluruhan supaya terhindar dari krisis utang
yang mungkin melanda Indonesia.
13
Berdasarkan uraian di atas, maka penting artinya bagi Indonesia untuk
memiliki suatu sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Oleh karena itu,
permasalahan yang akan diteliti adalah :
1. Apa saja indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident, Leading dan
Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia?
2. Bagaimana rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early warning
system krisis utang di Indonesia?
3. Apa saja kebijakan yang diperlukan dalam rangka menghindari dan
menanggulangi terjadinya krisis utang di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah :
1. Untuk menentukan indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident,
Leading dan Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di
Indonesia
2. Untuk menentukan rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early
warning system krisis utang di Indonesia
3. Untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam
rangka menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis utang di
Indonesia
14
1.4 Manfaat
Secara khusus, manfaat yang dapat diperoleh melalui skripsi yang membahas
penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Manfaat bagi penulis, yakni dapat mengembangkan pemahaman dan
kemampuan dalam menganalisis fenomena ekonomi, khususnya dalam hal ini
krisis utang yang mungkin melanda Indonesia pada periode waktu mendatang.
2. Manfaat bagi pengambil kebijakan, yakni dapat dengan segera merancang dan
mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang tepat dalam rangka
memperkuat perekonomian dari sisi fiskal. Pemerintah diharapkan secara tepat
dapat menggunakan sistem deteksi dini ini untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya krisis utang di masa mendatang. Langkah kebijakan pemerintah
yang tepat waktu dan sasaran sangat penting untuk dilakukan untuk
mengantisipasi krisis utang di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, dilakukan proses seleksi terhadap berbagai macam
variabel ekonomi dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di
Indonesia. Variabel ekonomi yang diseleksi mencakup variabel makroekonomi
domestik dan variabel makroekonomi global selama periode bulan Januari 1990
hingga Desember 2011.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Konsep dan Teori
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sistem deteksi dini
kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia pada waktu mendatang dengan
didasarkan pada berbagai teori dan konsep ekonomi yang berkaitan satu sama
lain. Teori dan konsep yang mendasari penelitian ini sangat terkait dengan
variabel utang pemerintah dan variabel-variabel makroekonomi lainnya yang
berkaitan satu dengan lainnya. Pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori
terkait dengan utang pemerintah merupakan hal yang penting karena menjadi
dasar dalam penetapan masalah yang dibahas dalam penelitian. Selain itu,
penggunaan konsep dan teori yang tepat juga sangat berperan dalam upaya
memperoleh validitas dan reabilitas data yang tinggi dalam penelitian yang
dilakukan. Adapun teori dan konsep ekonomi terkait dengan utang luar negeri
yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan pada sub bab selanjutnya berikut
ini.
2.1.1 Teori Siklus Bisnis
Teori Siklus Bisnis menyatakan bahwa fluktuasi dalam perekonomian dapat
terjadi akibat adanya guncangan pada salah satu variabel makroekonomi tertentu.
Misalnya saja bila terjadi guncangan terhadap kemampuan dalam memproduksi
barang dan jasa, maka hal tersebut dapat mengubah tingkat output dan
kesempatan kerja alamiah. Guncangan ini tidak diinginkan, namun tidak dapat
16
dihindari. Begitu guncangan terjadi, GDP, kesempatan kerja, dan variabel-
variabel makroekonomi lain akan berfluktuasi.
Guncangan yang terjadi pada suatu variabel makroekonomi tertentu berdampak
pula pada terjadinya perubahan dalam defisit anggaran pemerintah. Hal tersebut
terjadi secara otomatis untuk menanggapi perekonomian yang berfluktuasi.
Sebagai ilustrasi, ketika perekonomian mengalami resesi, pendapatan akan turun,
sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak menjadi berkurang.
Tingkat laba yang diperoleh juga menurun, sehingga perusahaan membayar lebih
sedikit pajak pendapatan. Kondisi resesi ini juga berdampak pada semakin
meningkatnya jumlah masyarakat yang bergantung pada bantuan pemerintah,
sehingga pengeluaran pemerintah juga mengalami peningkatan secara signifikan.
2.1.2 Model Early Warning System (EWS)
Model Early Warning System (EWS) merupakan suatu model yang digunakan
untuk mengantisipasi apakah dan kapan suatu negara dipengaruhi oleh krisis dan
ketidakstabilan ekonomi. Model ini dibangun terkait dengan siklus perekonomian
khususnya pada saat krisis keuangan yang terjadi seperti di Eropa (1992-1993),
Turki (1994), Amerika Latin (1994-1995) dan Asia (1997-1998). EWS pada
siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam
kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan.
Menurut Nasution (2007), pendekatan metode untuk model EWS dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Macroeconometric model dan time series analysis
17
2. Business cycle analysis
Kedua pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, di antaranya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System
Sumber : InterCafe (2007)
Macroeconometric Model &Time Series
Model
Business cycle analysis (Composite
Leading & Coincident Indicators)
Pembentukan model didasarkan pada teori
ekonomi dan diestimasi berdasarkan
prinsip-prinsip ekonometrika
Data tersedia lebih cepat (timeliness)
dan high frequency (monthly basis).
Berdasarkan model dapat dilakukan
simulasi dengan berbagai skenario
Tidak ada hubungan fungsional
antara leading dengan coincident
index maupun reference series,
sehingga tidak diperlukan proyeksi
atau pengasumsian nilai variable
bebas.
Model dapat menjelaskan hubungan antar
variabel secara kuantitatif
Leading index dapat memberikan
deteksi dini (early warning system)
tentang arah pergerakan
perekonomian secara gregat baik
level maupun laju pertumbuhannya.
Dengan kata lain, metode ini dapat
memberikn signal tentang
kemungkinan terjadinya turning-
point dalam beberapa periode
mendatang.
18
Tabel 2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System
Macroeconometric Model &Time Series
Model
Business cycle analysis (Composite
Leading & Coincident Indicators)
Pembentukan model dengan frekuensi tinggi
seringkali sulit karena keterbatasan data
Komponen pembentuk indeks dipilih
berdasarkan judgment, studi literatur
serta statistical test. Sehingga,
beberapa ahli mengatakan metode ini
atheoritical.
Untuk membuat proyeksi nilai-nilai variabel
eksogen harus terlebih dahulu
diprediksi/diasumsikan. Kesalahan dalam
prediksi ini akan terbawa secara kumulatif
dalam proyeksi nilai variabel endogen.
Tidak dapat digunakan untuk mebuat
simulasi dengan berbagai skenario
serta tidak dapat menunjukkan
variabel ekonomi dalam bentuk
persamaan matematika.
Sumber : InterCafe (2007)
2.1.3 Definisi Business Cycle
Burns dan W. Mitchel dalam bukunya Business Cycle Analysis yang terbit
tahun 1946 berpendapat bahwa business cycle terjadi pada orientasi pasar
ekonomi dan terlibat sepanjang waktu, tapi tidak berakibat secara berkala dari
ekspansi dan kontraksi dalam sebagian besar kegiatan ekonomi. Business cyle
adalah suatu jenis fluktuasi ekonomi yang terjadi pada suatu kegiatan ekonomi
agregat di suatu negara. Suatu siklus terdiri dari ekspansi yang terjadi pada waktu
bersamaan dalam berbagai kegiatan ekonomi, demikian pula resesi dan kontraksi
yang muncul ke dalam fase ekspansi pada siklus selanjutnya. Perubahan urutan ini
terjadi secara berulang tetapi tidak pada waktu-waktu tertentu. Durasi dari suatu
siklus bisnis bisa bervariasi, mulai lebih dari satu tahun hingga sepuluh atau dua
belas tahun. Siklus bisnis ini tidak bisa dibagi ke dalam siklus-siklus dengan
karakter serupa yang lebih pendek (Zhang dan Zhuang, 2002).
19
Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), siklus bisnis
mengacu pada kegiatan ekonomi secara agregat yang titik utamanya yaitu
menyatukan pergerakan dari banyak variabel ekonomi atau proses pada banyak
siklusnya tersebut. Beberapa ada yang menjadi lead dan ada yang menjadi lag.
Mereka cenderung untuk selalu bergerak bersama sehingga tidak bisa dihilangkan
menjadi single aggregate.
2.1.4 Tahapan Business Cycle
Definisi klasik business cycle oleh NBER memiliki dua fase, yaitu ekspansi
dan kontraksi. Berakhirnya ekspansi dan dimulainya kontraksi dalam titik puncak
(peak) sebagai waktu yang menandai tingkat yang tertinggi (kulminasi) dari
penurunan secara umum kegiatan perekonomian. Berakhirnya kontraksi dan
dimulainya ekspansi dalam titik trough (lembah) sebagai waktu yang menandai
tingkat tertinggi dari peningkatannya. Dalam siklus perekonomian, terdapat empat
tahapan business cycle, yaitu :
1. Masa depresi (depression), yaitu suatu periode penurunan permintaan agregat
yang cepat dan diiringi rendahnya tingkat output dan pengangguran yang
tinggi secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah
2. Masa pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat yang
diiringi peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran
3. Masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan
kemudian melewati taraf output yang terus menerus (PDB Potensial) pada saat
puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat pengangguran tenaga kerja penuh
20
dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingkat
harga-harga umum (inflasi)
4. Masa resesi (recession), yaitu suatu masa dimana permintaan agregat menurun
yang mengakibatkan penurunan kecil dari output dan tenaga kerja, seperti
yang terjadi pada tahap awal.Seiring dengan hal ini, maka akan muncul masa
depresi.
2.1.5 Business Cycle Indicators
Business Cycle Indicators (BCI) merupakan salah satu bentuk indikator yang
biasa digunakan untuk meramalkan keadaan ekonomi di masa depan atau trend
ekonomi. Indikator ekonomi mempunyai dampak besar terhadap pasar, bagaimana
mengetahui, menginterpretasi dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal
yang sangat penting bagi para pelaku ekonomi.
Setiap indikator harus memenuhi beberapa aturan kriteria, dimana ada tiga
kategori timing indicator yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang
dihasilkannya, yaitu coincident, leading, dan lagging. Variabel-variabel ekonomi
yang termasuk dalam setiap jenis indikator bisa berbeda-beda untuk tiap negara,
baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dikarenakan perbedaan
sistem dan kondisi ekonomi yang dianut suatu negara, respon dari setiap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di masing-masing negara, dan lain
sebagainya.
21
Coincident, Leading dan Lagging Indicators yang dihasilkan dari pendekatan
business cycle memiliki fungsi dan karakteristik masing-masing. Adapun
penjelasan mengenai ketiga indikator tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Coincident Indicators
Coincident Indicators memiliki ketepatan waktu dengan variabel reference
yang menunjukkan business cycle-nya. Bila dilihat dari pergerakan siklusnya,
Coincident Indicators bergerak seiring dengan variabel reference. Keduanya
secara grafis bergerak bersamaan, bila siklus variabel reference berada di titik
puncak, maka siklus dari Coincident Indicators berada di titik puncak pula, begitu
juga sebaliknya.
2. Leading Indicators
Time series yang dipilih cenderung bergerak lebih dulu dari variabel reference
dan Leading Indicators-nya juga mencapai perputaran pergantian poin terlebih
dahulu terhadap posisi business cycle (puncak dan lembah). Oleh karena itu,
Leading Indicators ini cikal bakal dari early warning system.
Series-nya lebih sensitif dan volatile daripada Coincident Indicators, serta
banyak dari mereka yang memiliki trend yang sangat lemah. Leading Indicators
jarang kehilangan banyak resesi tapi indikator tersebur memiliki lebih banyak
fluktuasi daripada Coincident Indicators.
3. Lagging Indicators
Lagging Indicators menguatkan pergerakan dari Coincident dan Leading
Indicators. Indikator ini dapat memeratakan dari kedua indikator lainnya. Bila
dilihat dari siklus pergerakannya, Lagging Indicators bergerak mengikuti variabel
22
reference. Oleh karena itu, Lagging Indicators kurang berpengaruh dalam
pembagunan early warning system. Hal ini disebabkan karena pergerakan
indikator ini hanya memprediksi dampak penyebaran akibat terjadinya suatu
fenoma ekonomi yang menjadi fokus penelitian.
Coincident, Leading dan Lagging Indicators merupakan instrumen yang
penting dalam pembangunan suatu early warning system. Dalam upaya
mendapatkan kemungkinan sinyal-sinyal yang benar dan lebih kuat dalam
mengurangi kesalahan, maka perlu disusun suatu indeks gabungan. Composite
Index lebih baik daripada Individual Index, karena dalam business cycle tidak ada
pembuktian dari rantai tunggal dalam menjawab permasalahan yang terjadi , yaitu
gejala-gejala resesi atau ekspansi. Dengan adanya Composite Index, maka
kemampuan prediksi potensial dalam Leading Indicators akan semakin optimal.
2.1.6 Leading Economic Indicators dan Peramalan Aktivitas Ekonomi
Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI) pertama kali dirintis pada
tahun 1920-an oleh Badan Statistik Amerika, yang dikenal dengan Bureau of
Economic Research (NBER). Pada saat itu, ilmu ekonometrika masih belum
berkembang, sehingga metode penyusunan LEI pun lebih bersifat analisis
deskriptif. Selain itu, karena keterbatasan dalam penyusunannya, LEI hanya
disajikan dalam bentuk tabel angka-angka statistik. Pada masa itu, terdapat LEI
saja dan belum memiliki composite index.
Pada perkembangan selanjutnya, LEI mengalami kemajuan yang begitu pesat
dalam berbagai penelitian yang dilakukan. Indikator ini mulai dikaitkan dengan
23
berbagai teori ekonomi yang relevan untuk menyusun suatu EWS yang lebih
akurat. Salah satu teori ekonomi yang kini mulai banyak dikaitkan dengan LEI
untuk keperluan pembangunan EWS adalah teori siklus bisnis (business cycle).
Pembentukan LEI dengan pendekatan siklus bisnis mulai banyak
dikembangkan didasarkan atas perhatian pada shock yang banyak terjadi berasal
dari faktor internal maupun eksternal. Shock tersebut menyebabkan terjadinya
fluktuasi (volatilitas) dalam perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi
tersebut akan mengakibatkan naik atau turunnya aktivitas perekonomian. Perilaku
naik turunnya (rebounds dan declines, atau recoveries dan recessions)
perekonomian seringkali berulang pada masa-masa sesudahnya dan membentuk
suatu siklus. Karena sifatnya yang terus berulang, maka adanya deteksi dini atau
peramalan siklus perekonomian menjadi sangat penting, baik bagi pemerintah
mapupun dunia usaha dalam rangka perencanaan dan formulasi kebijakan di
bidang ekonomi serta pengambilan keputusan bisnis.
Dalam analisis business cycle, dikenal tiga indikator komposit, yaitu Leading,
Coincident, dan Lagging Indicators. Selain ketiga indikator komposit tersebut,
dalam analisis business cycle terdapat pula reference series yang merupakan
variabel untuk menggambarkan kondisi perekonomian secara keseluruhan seperti
Debt to GDP, PDB, inflasi, nilai tukar, saham, indeks produksi industri, dan
sebagainya. Coincident Indicators merupakan variabel yang menggambarkan
kondisi perekonomian saat ini dan bergerak seiring dengan reference series.
Leading Indicators merupakan variabel yang menggambarkan keadaan ekonomi
dalam beberapa bulan ke depan dan bergerak mendahului coincident indicators
24
maupun reference series. Lagging Indicators adalah variabel yang mengikuti (lag)
pergerakan Coincident maupun Leading Indicators. Dari ketiga indikator tersebut,
Leading Indicators mendapatkan perhatian khusus karena fungsinya yang mampu
memberikan deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan
perekonomian secara keseluruhan.
Sejak awal perkembangannya, analisis business cycle ini terutama
penyusunan Leading Indicators sangat populer dalam mendeteksi siklus
perekonomian. Penyusunan Leading Indicators memerlukan data dengan
frekuensi yang tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan frekuensi dan time
series yang panjang. Oleh karena itu, penggunaannya masih sangat terbatas untuk
penelitian yang dilakukan di negara berkembang. Hal ini disebabkan karena
ketersediaan data di negara berkembang pada umumnya masih belum
terdokumentasi dengan baik.
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat begitu banyak penelitian yang dilakukan dari waktu ke waktu
untuk memberikan penilaian terhadap suatu negara mengenai kemungkinan
terjadinya krisis utang. Lembaga pemeringkat utang internasional menilai
kemungkinan terjadinya krisis utang di suatu negara tertentu melalui
kemampuannya dalam membayar kembali obligasi. Namun, dalam studi-studi
selanjutnya, penilaian terhadap kemungkinan terjadinya krisis utang di suatu
negara dapat dikaitkan dengan GDP per kapita, inflasi, utang eksternal,
25
pembangunan ekonomi dan sejarah negara tersebut (Cantor& Packer, 1996; Lee,
1993).
Pada penelitian lebih lanjut, mulai dikembangkan early warning system
(EWS) yang bertujuan untuk menghasilkan suatu sinyal yang dapat mendeteksi
kesulitan pembayaran kembali utang suatu negara (debt repayment). Hampir
semua literatur studi menyatakan bahwa EWS yang dibentuk pada suatu
penelitian tertentu dapat digunakan untuk mendeteksi krisis utang pada suatu
negara dalam jangka waktu satu tahun sebelumnya. Waktu yang lebih panjang
memang berdampak pada lebih sedikit kegagalan, karena semakin panjang waktu
signaling, semakin panjang pula waktu untuk mengambil langkah-langkah
antisipatif untuk menghindari terjadinya krisis utang (Berg & Pattillo 1999;
Kamin, 1999; Kumar et al., 2003).
Bussière and Fratzscher (2002) menunjukkan metode penentuan panjang
waktu yang optimal dalam sinyal peringatan dini. Dalam upaya untuk menaksir
kecukupan dari suatu EWS, kemungkinan prakiraan biasanya ditransformasikan
ke dalam peramalan dan dibandingkan denan indikator EWS yit. Untuk tujuan
tersebut, pembuat keputusan harus menggunakan suatu cut-off atau probabilitas
threshold λ yang konsisten dengan besarnya kehilangan fungsi yang terjadi.
A.-M. Fuertes, E. Kalotychou (2007) berupaya menyusun suatu model EWS
yang optimal dalam upaya mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis utang di
negara-negara OECD dengan cara mengeksplorasi hubungan antara EWS dengan
fungsi objektif pembuat keputusan. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan
tersebut memiliki dua komponen utama. Pertama, adanya unsur preferensi
26
pembuat keputusan (dirumuskan dalam bentuk loss function dan risk-aversion
parameter) yang digabungkan ke dalam pengujian optimal dari classifier dan
penilaian dari peramalan sampel. Kedua, penelitian ini berupaya menginvestigasi
kombinasi peramalan yang dilakukan. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah
logit M dan logit R, K-Clustering, serta pendekatan ketiga menggunakan
kombinasi keduanya (menginvestigasi tentang forecast combining). Pokok
permasalahan pada fungsi objektif dan kombinasi peramalan masih kurang
dibahas dalam berbagai literatur, sehingga penelitian ini lebih menekankan pada
kedua hal tersebut.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi pembuat
keputusan mempengaruhi pemilihan dari metodologi peramalan dan pengujian
optimalnya. LOGIT-M menunjukkan non-parametric (clustering) dan judgmental
(LOGIT-R) classifier dengan menghasilkan false alarms yang lebih sedikit. Lebih
lanjut, ditemukan bahwa dua classifier menguasai LOGIT-M dalam kehilangan
kegagalan yang lebih sedikit.
Untuk keperluan pembentukan early warning system yang akurat, maka dalam
penelitian ini dilakukan pemilihan variabel-variabel yang dianggap sesuai.
Pemilihan variabel-variabel tersebut didasarkan pada pendekatan LOGIT-M dan
K-clustering sehingga diperoleh sepuluh variabel terpilih. Adapun variabel yang
terpilih tersebut adalah sebagai berikut.
1. volatilitas pertumbuhan ekspor dan rasio neraca perdagangan terhadap GDP
(menjadi sinyal bagi aktivitas ekonomi eksternal);
27
2. rasio total utang luar negeri terhadap GDP, rasio official debt terhadap total
debt, dan rasio kredit IMF terhadap ekspor (menjadi sinyal bagi aktivitas
external credit exposure)
3. credit to private sector/GDP, pertumbuhan GDP, volatilitas pertumbuhan
GDP, dan nilai tukar riil (menjadi sinyal untuk menggambarkan kondisi
domestik)
4. trade/GDP (menjadi sinyal mata rantai perekonomian global)
Goldstein, Kaminsky, dan Reinhart (2000) juga telah mengupayakan
pembentukan suatu early warning system dengan pendekatan leading indicators.
Adapun perbedaannya dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut
dilakukan untuk membangun alat deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis nilai
tukar. Dalam penelitian tersebut, telah ditetapkan beberapa leading indicator baku
yang digunakan sebagai acuan utama dalam pembuatan model EWS sebagaimana
terlihat pada Tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Leading Indicators Krisis Nilai Tukar dan Alasan Ekonomi
Leading Indicators Alasan Ekonomi
NERACA PERDAGANGAN
Keseimbangan neraca perdagangan /
Investasi lokal kotor
-Ekspor
-Impor
Nilai tukar efektif riil
Nilai tukar terhadap US Dollar
Keseimbangan Neraca Perdagangan/
Pendapatan Regional Bruto
Ekspor yang melemah dan
pertumbuhan impor yang berlebihan
dan nilai tukar yang terlampau kuat
dapat memperburuk neraca
perdagangan, dan dalam sejarah sangat
berkaitan dengan terjadinya krisis
keuangan dibanyak negara. Kelemahan
eksternal dan nilai tukar yang
terlampau kuat dapat juga
menyebabkan kerawanan sektor
perbankan seperti kehilangan daya
kompetisi di pasar eksternal yang dapat
menimbulkan krisis keuangan,
kegagalan bisnis, dan penurunan
kualitas pinjaman. Akhirnya, krisis
perbankan dapat menyebabkan krisis
keuangan.
NERACA KEUANGAN
Simpanan di BIS/cadangan devisa
Perbedaan tingkat suku bunga di dalam
negeri dengan Amerika
Kewajiban asing atau harta pihak asing
di sektor perbankan
Cadangan Devisa
-M2/cadangan devisa
-Aliran modal jangka pendek/GDP
-Hutang luar negeri jangka
pendek/cadangan devisa
Dengan terjadinya globalisasi dan
integrasi sektor keuangan, masalah
neraca keuangan dapat membuat suatu
negara menjadi mudah terkena
guncangan. Perwujudan masalah
neraca keuangan dapat berupa
penurunan cadangan devisa, hutang
luar negeri jangka pendek yang
berlebihan, jatuh tempo pinjaman dan
keridakseimbangan nilai tukar, pelarian
modal ke luar negeri
SEKTOR KEUANGAN
-Deposito/M2
-Kredit dalam negeri/GDP
-Perbedaan tingkat suku bunga
deposito
-Pinjaman/deposito
-M1/PDB
-Pengganda M2
-Deposito di bank-bank komersial
-Tingkat suku bunga domestik
Krisis keuangan dan perbankan
berkaitan erat dengan terjadinya
pertumbuhan kredit yang sangat cepat
terkait dengan kebijakan ekspansi
moneter di banyak negara, sementara
terjadinya penyusutan deposito
perbankan, tingginya tingkat suku
bunga dalam negeri, dan besarnya
tingkat suku bunga deposito sering
merupakan suatu gambaran terjadinya
kesulitan dan masalah di sektor
perbankan
SEKTOR RIIL
-Indeks Harga Konsumen
-Indeks Pembangunan Industri
Terjadinya resesi dan kenaikan harga
yang drastis sering mendahului
terjadinya krisis perbankan dan krisis
29
-Indeks Harga Saham Gabungan keuangan.
SEKTOR FISKAL
-Kredit BI kepada sektor pemerintahan
-APBN terhadap PDB
-Pengeluaran pemerintah/GDP
-Kredit bersih ke sektor publik/GDP
Terjadinya defisit yang besar pada
APBN, dapat memicu memburuknya
posisi neraca keuangan yang akhirnya
dapat menekan nilai tukar.
EKONOMI GLOBAL
-Harga minyak dunia
-Nilai tukar riil antara US Dollar $
dengan Yen Jepang
-Tigkat suku bunga federal
-Pertumbuhan ekonomi Amerika
Krisis ekonomi yang terjadi di luar
negeri dapat menyebar pada
perekonomian dalam negeri. Tingginya
harga minyak dunia merupakan suatu
pertanda bahaya bagi neraca keuangan
dan dapat menyebabkan terjadinya
krisis di dalam negeri. Tingginya
tingkat suku bunga dunia sering
menjadi penyebab terjadinya pelarian
modal ke luar negeri. Untuk beberapa
negara Asia Timur, terjadinya
penurunan nilai tukar Yen Jepang
terhadap Dollar Amerika dapat
menyebabkan nilai tukar mata uang
domestik terhadap Dollar Amerika juga
tertekan.
Sumber : Juzhong Zhuang.
BIS= Bank International Settlement M1=Narrow Money
M2=Broad Mone CPI=Consumer Price Index
GDI=Gross Domestic Investment GDP=Gross Domestic Product
Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan untuk menganalisis
indikator-indikator variabel makroekonomi yang mungkin dapat menjadi sinyal
kemungkinan terjadinya krisis finansial. Dalam berbagai penelitian tersebut,
pengukuran kemungkinan terjadinya krisis finansial didasarkan pada analisis
terhadap krisis nilai tukar, krisis perbankan, dan krisis utang. Adapun hasil dari
penelitian tersebut disajikan pada dalam Tabel 2.4.
30
Tabel 2.4 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Indikator Interpretasi CC BC DC Referensi
External
Sector
(Current
Account)
Nilai tukar riil Ukuran untuk perubahan daya
saing internasional dan proksi
untuk lebih dari (bawah)
penilaian.Nilai tukar riil yang
overvalued adalah diduga dapat
memperbesar probabilitas
terjadinya krisis financial.
+ + Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Kamin
et al. (2001);
Edison
(2003);
Dermirg¨uc¸-
Kunt and
Detragiache
(2000);
Eichengreen
and Arteta (2000)
Pertumbuhan
ekspor
Indikator yang menunjukkan
terjadinya kehilangan daya saing
pada pasar dunia internasional
market. pasar. Penurunan
pertumbuhan ekspor dapat
disebabkan oleh terlalu tinggi
mata uang domestik dan
karenanya indicator ini menjadi
proxy untuk terjadinya mata uang
yang overvalue. Di sisi lain, jika
pertumbuhan ekspor melambat
karena alasan yang tidak terkait
untuk nilai tukar, ini dapat
menyebabkan tekanan devaluasi.
- - Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo (1999);
Edison
(2003); Marchesi
(2003)
Pertumbuhan
Impor
Lemahnya sektor eksternal adalah
bagian dari krisis mata uang.
Besar pertumbuhan impor dapat
mengakibatkan memburuknya
transaksi berjalan sudah sering
berhubungan dengan krisis mata
uang
+ Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
31
Terms of
Trade
Peningkatan dalam Terms of
Trade (ToT) harus memperkuat
posisi dari neraca pembayaran
suatu negara dan karenanya
menurunkan probabilitas krisis.
Kemunduran dari ToT
dapat mendahului terjadinya
krisis mata uang.
- - - Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Kamin
et al. (2001);
Dermirg
¨uc¸-Kunt and
Detragiache
(2000);
Lanoie and
Lemarbre
(1996)
Rasio Current
Account
terhadap GDP
Kenaikan rasio ini umumnya
dikaitkan dengan aliran modal
masuk secara besar-besaran yang
diintermediasi oleh sistem
finansial domestik dan dapat
memfasilitasi harga asset dan
credit boom. Peningkatan surplus
pada current diperkirakan akan
menunjukkan kemampuan untuk
mendevaluasi dan dengan
demikian untuk menurunkan
kemungkinan krisis.
- - - Berg and Pattillo
(1999); Kamin et
al.
(2001);
Eichengreen
and Arteta (2000);
Lanoie and
Lemarbre
(1996); Marchesi
(2003)
External
Sector
(Capital
Account)
Rasio M2
terhadap
cadangan
devisa
Menangkap sejauh mana
kewajiban sistem perbankan
didukung oleh cadangan devisa.
Dalam hal krisis mata uang, tiap
individu mungkin terburu-buru
untuk mengkonversi deposito
mereka dari mata uang domestik
ke mata uang asing, sehingga
rasio ini menangkap kemampuan
pusat bank untuk memenuhi
tuntutan mereka.
+
+
Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Kamin
et al. (2001);
Edison
(2003);
Dermirg¨uc¸-
Kunt and
Detragiache
(2000);
Eichengreen and
Arteta (2000)
32
Pertumbuhan
Cadangan
Devisa
Penurunan cadangan devisa
merupakan indikator yang handal
sebuah mata uang
di bawah tekanan devaluasi.
Penurunan cadangan belum tentu
diikuti oleh devaluasi, bank
sentral mungkin bisa berhasil
dalam mempertahankan-
pasak, menghabiskan jumlah
besar cadangan dalam proses.
Pada sisi lain, runtuh mata uang
yang paling didahului oleh
periode meningkatkan upaya-
upaya untuk mempertahankan
nilai tukar, yang ditandai dengan
penurunan cadangan devisa. Total
nilai cadangan devisa juga
digunakan sebagai indikator
kesulitan keuangan negara
berurusan dengan
pembayaran kembali utang
- - Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo (1999);
Edison
(2003); Marchesi
(2003)
Financial
Sector
Pertumbuhan
M1 dan M2
Indikator-indikator ini merupakan
ukuran likuiditas. Tingginya
tingkat pertumbuhan ini mungkin
menunjukkan kelebihan likuiditas
yang mungkin menjadi alasan
untuk melakukan serangan
spekulatif terhadap mata uang
sehingga mengarah ke krisis mata
uang.
+ Kamin et al. (2001)
M2 money
multiplier
Sebuah indikator yang terkait
dengan liberalisasi finansial.
Peningkatan yang besar pada
money multiplier dapat dijelaskan
oleh adanya penurunan besarnya
persyaratan cadangan.
+ Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
33
Rasio utang
domestik
terhadap GDP
Pertumbuhan kredit domestik
yang sangat tinggi dapat
berfungsi sebagai indikator kasar
dari kerapuhan sistem perbankan.
Rasio ini biasanya terbit di
tahap awal krisis perbankan. Ini
mungkin bahwa krisis
terungkap, bank sentral dapat
menyuntik uang ke bank untuk
memperbaiki situasi keuangan
mereka.
+ + Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003);
Dermirg¨uc¸-
Kunt and
Detragiache
(2000);
Eichengreen
and Arteta (2000)
Excess real
M1
Balance
Kebijakan moneter yang longgar
dapat menyebabkan krisis mata
uang.
+ Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
Tingkat bunga
riil dalam
negeri
(domestik)
Tingkat bunga riil dapat dianggap
sebagai proksi dari liberalisasi
keuangan
di mana proses liberalisasi itu
sendiri cenderung mengarah pada
tingginya
tingkat bunga riil domestik.
Tingginya suku bunga
menandakan bahwa likuiditas
ditingkatkan untuk
mengantisipasi terjadinya
serangan spekulatif.
+ + Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003);
Dermirg¨uc¸-
Kunt and
Detragiache
(2000)
Lending and
deposit
rate spread
Kenaikan indikator ini atas
beberapa tingkat ambang
mungkin mencerminkan
penurunan risiko kredit
+
Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
Simpanan
Bank
Komersial
Penurunan dalam hal kualitas
kredit
Bank domestik melakukan
tindakan pengambilan uang
simpanannya secara bersama-
sama dan pelarian modal terjadi
sebagai awal terjadinya krisis
- Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
34
Rasio
Cadangan
Bank terhadap
Aset Bank
Guncangan makroekonomi yang
merugikan kemungkinan besar
sedikit mengarah pada terjadinya
krisis di negara dimana system
perbankan nya bersifat likuid.
- Dermirg¨uc¸-Kunt
and
Detragiache (1997)
Domestic real
and public
sector
Rasio
Keseimbangan
Fiskal
Terhadap GDP
Defisit yang lebih tinggi
diprediksi dapat meningkatkan
probabilitas krisis, karena
terjadinya defisit meningkatkan
kerentanan terhadap guncangan
dan kepercayaan investor
+ Dermirg¨uc¸-Kunt
and
Detragiache
(2000);
Eichengreen and
Arteta (2000)
Rasio Utang
Publik
Terhadap GDP
Tingginya utang diprediksi dapat
meningkatkan kerentanan
terhadap pembalikan
dalam arus masuk modal dan
maka untuk meningkatkan
kemungkinan krisis.
+ + + Kamin et al.,
(2001);
Lanoie and
Lemarbre
(1996);
Eichengreen
and Arteta (2000)
Pertumbuhan
Produksi
Industri
Resesi sering mendahului
terjadinya krisis keuangan
- Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
Perubahan
Dalam Harga
Saham
Ledakan harga aset yang
gelembung sering mendahului
krisis keuangan.
- Kaminsky et al.
(1998); Berg and
Pattillo
(1999); Edison
(2003)
Tingkat Inflasi Tingkat inflasi mungkin terkait
dengan tingkat bunga nominal
yang tinggi
dan mungkin menjadi sautu
proksi terhadap terjadinya
kesalahahan penanganan ekonomi
sehingga berpengaruh negative
terhadap ekonomi dan sistem
perbankan
+ + Dermirg¨uc¸-Kunt
and
Detragiache
(1997);
Lanoie and
Lemarbre
(1996); Marchesi
(2003)
35
GDP Per
Kapita
Negara berpendapatan tinggi
kemungkinannya kecil untuk
melakukan penjadwalan ulang
utang mereka dibandingkan
dengan negara-negara miskin
karena biaya penjadwalan ulang
akan cenderung lebih berat bagi
ekonomi yang lebih maju.
Kemerosotan kegiatan ekonomi
domestik diprediksi dapat
meningkatkan kemungkinan
terjadinya krisis perbankan.
- - Dermirg¨uc¸-Kunt
and
Detragiache
(1997);
Eichengreen and
Arteta (2000);
Lanoie
and Lemarbre
(1996);
Marchesi (2003)
Pertumbuhan
Tabungan
Nasional
Tabungan nasional yang tinggi
diprediksi dapat menurunkan
kemungkinan dilakukannya
penjadwalan hutang
- Lanoie and
Lemarbre
(1996)
Global
Economy
Pertumbuhan
Harga Minyak
Dunia
Harga minyak yang tinggi terkait
dengan terjadinya resesi
+ Edison (2003)
Tingkat Bunga
Amerika
Serikat
Peningkatan suku bunga
Internasional sering dikaitkan
dengan terjadinya aliran modal
keluar
+ + Edison (2003);
Kamin
et al. (2001);
Eichengreen
and Arteta
(2000)
Pertumbuhan
PDB OECD
Pertumbuhan output yang lebih
tinggi asing harus memperkuat
ekspor dan dengan demikian
mengurangi kemungkinan krisis.
- - Edison (2003);
Kamin
et al. (2001);
Eichengreen
and Arteta
(2000) Catatan: CC, BC dan DC merupakan krisis mata uang, krisis perbankan, dan krisis utang, masing-
masing. Positif (negatif) diharapkan tanda berarti bahwa nilai (rendah) yang tinggi indikator
menyebabkan probabilitas yang lebih tinggi dari krisis.
36
Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan berbagai pendefinisian
berbeda atas interpretasi kondisi krisis utang yang melanda suatu negara. Secara
khusus, suatu negara dikategorikan sedang mengalami krisis utang bila negara
tersebut melakukan perjanjan penjadwalan ulang pembayaran utang atau negosiasi
(debt rescheduling agreement or negotiation). Ada beberapa penelitian yang
menggunakan kombinasi dari beberapa definisi krisis utang, dan ada juga
penelitian yang menggunakan suatu peristiwa atau pengukuran tertentu dari debt
rescheduling yang dilakukan suatu negara. Sebagai contoh, penelitian yang
dilakukan Berg and Sachs (1988), Lee (1991), Balkan (1992), Lanoie and
Lemarbre (1996), and Marchesi (2003), mendefinisikan krisis utang hanya
menggunakan konsep debt rescheduling yang dilakukan suatu negara.
Penggunaan konsep debt rescheduling ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
secara tepat kapan periode waktu suatu negara tertentu melakukan penjadwalan
ulang atas pembayaran utang luar negerinya.
Dengan menggunakan klasifikasi tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
Indonesia pernah mengalami krisis utang. Hal ini didasarkan pada terjadinya debt
rescheduling yang dilakukan Indonesia pada periode waktu tertentu sebagaimana
ditampilkan pada Tabel 2.5.
37
Tabel 2.5 Periode Waktu Pelaksanaan Debt Rescheduling Atas Pembayaran
Utang Luar Negeri Indonesia
Periode Waktu Debt Rescheduling
Desember 1966 Pembayaran utang publik dan non-
publik dijadwal ulang pada tingkat
pasar yang sesuai dengan profil
pembayaran kembali berdasarkan hasil
negosiasi
Oktober 1967 Pembayaran utang publik dan non-
publik dijadwal ulang pada tingkat
pasar yang sesuai dengan profil
pembayaran kembali berdasarkan hasil
negosiasi
Oktober 1968 Pembayaran utang publik dan non-
publik dijadwal ulang pada tingkat
pasar yang sesuai dengan profil
pembayaran kembali berdasarkan hasil
negosiasi
April 1970 Pembayaran utang publik dan non-
publik dijadwal ulang pada tingkat
pasar yang sesuai dengan profil
pembayaran kembali berdasarkan hasil
negosiasi
Juni 1998 Kerangka kesepakatan untuk
melakukan restrukturisasi atas utang
swasta sebesar 80,23 miliar USD.
September 1998 Jatuh Tempo Utang dari 6Agustus 1998
hingga 31 Maret 2000
April 2000 Pembayaran utang non-publik dan
publik dijadwal ulang kembali pada
tingkat pasar yang sesuai
April 2002 Pembayaran utang non-publik dan
publik dijadwal ulang kembali pada
tingkat pasar yang sesuai
Sumber : Marcheisie, 2003
38
2.3 Kerangka Pemikiran
Berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia menimbulkan adanya
kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
Fenomena-fenomena tersebut di antaranya adalah adanya kecenderungan
Penelitian ini menekankan pada upaya pembentukan suatu sistem deteksi dini
yang dapat mengukur kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia secara
tepat. Dalam upaya pembentukan alat deteksi dini tersebut, digunakan pendekatan
leading economic indicators (LEI). Pendekatan tersebut digunakan berdasarkan
suatu pemikiran bahwa pada suatu perekonomian global, variabel-variabel
ekonomi saling trekait satu sama lain. Dengan demikian, bila terjadi suatu shock
(guncangan) pada salah satu variabel, maka hal tersebut akan berpengaruh pada
variabel lain. Shock tersebut dapat berupa guncangan internal maupun
eksternal.yang berdampak pada fluktuasi ekonomi. Adanya fluktuasi yang terjadi
kemungkinan memiliki pola berulang sehingga dapat membentuk suatu siklus
yang disebut dengan siklus bisnis (business cycle).
Berdasarkan alur pemikiran seperti yang diuraikan sebelumnya, maka
kerangka pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
39
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Fenomena yang terjadi :
•Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan eksternal (utang luar negeri)
untuk menutupi defisit anggaran
•Kecenderungan peningkatan posisi utang luar negeri sektor publik (pemerintah)
• Kecenderungan peningkatan posisi utang luar negeri sektor swasta
MENIMBULKAN KEKHAWATIRAN TERJADINYA KRISIS
UTANG DI INDONESIA PADA PERIODE WAKTU MENDATANG
Pembangunan early warning system (EWS)
dengan pendekatan business cycle analysis
•trade/GDP
•nilai tukar
•tingkat inflasi
•cadangan devisa
•dan lain-lain
•Tabungan
Masyarakat
•Tabungan Nasional
•Konsumsi
Rumah Tangga
Dapat dibentuk Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging Debt Index
Teori Ricardian
Tentang Utang
Teori Siklus
Bisnis Teori Keynesian
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan
deret waktu bulanan. Data tersebut akan dikumpulkan dari berbagai sumber,
seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IMF dan sumber-sumber publikasi
lainnya. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel, sebagaimana yang terlampir
pada Lampiran 1.
3.2 Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis (business cycle
analysis). Dalam prosesnya, pengolahan data akan dilakukan dengan
menggunakan Eviews 6.
Penyusunan leading indicator merupakan adopsi dari analisis business cycle
yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari
analisis business cycle adalah bahwa shock (guncangan) yang berasal dari internal
maupun eksternal menyebabkan volatilitas (fluktuasi) aktifitas perekonomian.
Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus (business
cycle) perekonomian dimana pergerakan naik dan turunnya aktivitas
perekonomian tersebut berada dalam level absolut.
Untuk menjelaskan turning point dari terjadinya fenomena krisis utang di
Indonesia, maka penelitian ini menggunakan variabel ekonomi rasio utang luar
41
negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (debt to GDP ratio).
Varibel ekonomi ini digunakan sebagai reference series karena mampu
memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara, sehingga dapat
menggambarkan tingkat indebtness suatu negara.
Adapun nilai threshold variabel ekonomi debt to GDP ratio yang digunakan
untuk menggambarkan terjadinya krisis utang mengacu pada ketentuan dari salah
satu lembaga keuangan internasional, yaitu IMF (International Monetary Fund).
IMF menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan menghadapi beban utang
yang tinggi bila variabel ekonomi debt to GDP ratio mencapai nilai yang lebih
tinggi dari 60 persen.
Dengan mengamati pergerakan variabel makroekonomi terhadap reference
series, maka dapat ditentukan apakah variabel tersebut termasuk Coincident,
Leading atau Lagging Indicators. Suatu variabel makroekonomi dikategorikan
sebagai Leading Indicator bila memiliki pergerakan yang mendahului reference
series, sehingga variabel tersebut dapat menggambarkan kondisi perekonomian
apakah berpotensi mengalami krisis utang dalam beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, suatu variabel dikategorikan sebagai Lagging Indicator apabila
pergerakannya (lag) mengikuti reference series. Apabila suatu variabel
makroekonomi bergerak seiring dengan reference series sehingga mampu
menggambarkan kondisi perekonomian saat ini, maka variabel tersebut
dikategorikan sebagai Coincident Indicator.
42
3.2.1 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators
Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan
analisis business cycle adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data Sekunder
Adapun tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data-
data sekunder yang dipelukan dari berbagai sumber. Idealnya, jumlah data yang
diperlukan dapat mencapai ratusan variabel. Variabel-variabel tersebut
diperkirakan dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging
index. Data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan
frekuensi tinggi (data bulanan) agar dapat diperoleh hasil yang baik. Kriteria
pemilihan variabel harus dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara
statistika.
2. Disagregasi Data
Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan metode
Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal ini
dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau
kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan.
3. Mengisolir Pengaruh Musiman
Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh musim
sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Pada banyak negara, faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti pada
peristiwa hari raya (lebaran, natal, tahun baru atau lainnya) maupun musim yang
ekstrem (musim hujan, kemarau, dingin, dan panas). Untuk kasus Indonesia,
43
selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor yang bergerak seperti Idul Fitri
dan Tahun Baru Imlek.
4. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident , Leading dan Lagging Indicators
Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident, Leading dan
Lagging Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suat
variabel menjadi kandidat Leading Indicators, yaitu dengan pendekatan grafis, uji
granger causality, dan uji cross-correlation. Oleh karena Leading Indicators
bergerak mendahului reference series, maka kandidat Leading Indicators secara
visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series.
Adapun kriteria penentuan Leading Indicators berdasarkan uji cross
correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang
cukup jauh. Pada uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan
kausalitas yang sifatnya satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian
koefisien korelasi antara reference series dengan variabel-variabel yang
diperkirakan akan menjadi Leading Indicators dilakukan secara terpisah-pisah
untuk masing-masing periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari
kandidat Leading Indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara
reference series dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula
halnya jika kita ingin mencari kandidat Leading Indicators 6 dan 12 bulan.
Sebaliknya, karena sifatnya yang bergerak sejalan kandidat Coincident Indicators
secara grafis haruslah berjalan sejalan dengan variabel reference dengan korelasi
tinggi di sekitar lag nol. Causality antara Coincident Indicators dan variabel
reference haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek.
44
5. Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt
Index (LDI)
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan
Leading Debt Index (LDI) dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap
keempat dengan cara menggabungkan (compose) variabel-variabel kandidat.
Akan tetapi, karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi
berbeda-beda, maka penyusunan indeks tanpa terlebih dahulu dilakukan
standardisasi data bisa mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang
terbentuk. Untuk menghindari distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi
terhadap semua komponen siklikal yang diturunkan dari variabel-variabel
kandidat serta reference series. Pada prinsipnya, proses standardisasi diarahkan
agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama.
Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk
mendapatkan Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) terbaik
dilakukan dengan cara trial-error. Indikator baiknya Coincident Debt Index
didasarkan pada persamaan pergerakannya dengan variabel reference, sementara
untuk LDI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference
Series.
Setiap indikator atau variabel untuk pembentuk CDI dan LDI terbaik
tersebut memilki bobot tertentu yang mencerminkan tingkat kemiripan pola antara
variabel tersebut dengan indeks yang terbentuk. Dari ketiga indeks tersebut,
Leading Debt Index lebih menarik perhatian, karena dapat memberikan deteksi
dini (early warning system) tentang kemungkinan terjadinya krisis utang di
45
Indonesia secara agregat. Sementara Coincident Debt Index dapat memberikan
gambaran tentang kondisi beban utang Indonesia yang terjadi saat ini.
3.2.2 Metode Penyusunan Early Warning Indicators
Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning
Indicators dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Metode Cubic-Spline
Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang
tahunan. Dalam penyusunan Leading Indicator, data yang digunakan umumnya
berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan,
maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode
khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode Cubic-
Spline.
2. X12-ARIMA
Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu seringkali
mengganggu pergerakan siklikal. Oleh karena itu, hal tersebut perlu dihilangkan
terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA
karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman
(seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasi-
fluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (xt, t=1,2,...,n) dan dipisahkan
dari trend cycle component (Ct), trading day component(Dt), dan flukutuasi
46
irregular (It). Komponen musiman atau seasonal (St) dapat didefinisikan sebagai
variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. Ct
mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan
faktor-faktor jangka panjang lainnya. Dt adalah variasi yang ditunjukkan pada
komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, It adalah variasi residual. Banyak
variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungn
multiplicative (xt=CtDtSt) dan lainnya berbentuk additivr (xt=Ct+Dt+St+It).
Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend
cycle dan komposisi irregular.
X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk
mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun
multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen Ct, Dt, St, ataupun It.
Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya
digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi
multiplicative seasonal times series, xt dapat dituliskan menjadi :
ø(B)Φ(Bs)(1-B)
d (1-B
s)D xt = θ (B)Ө (B
s)at
dimana :
B adalah operator lag (Bxt=xt-1)
s adalah periode musiman,
ø(B) = (1 - ø1B -...- øpBp) adalah operator non seasonal autoregressive (AR),
Φ(B) = (1 - Φ1Bs -...- ΦPB
Ps) adalah operator seasonal AR,
θ(B) = (1 - ø1B -...- øqBq) adalah operator non seasonal moving average (MA),
Φ(Bs) = (1 - Φ1B
s -...- ΦQB
Qs) adalah opeartor seasonal moving average
……………………………………… (3.1)
47
ats i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ2.(1 – B)
d (1 – B
s)D mengimplikasikan
perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika d=D=0
(tidak ada perbedaan), maka pada umunya dilakukan perhitungan kembali xt pada
persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu : dengan
xt-μ dimana μ = E[xt].
3. Cross Correlation
Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah variabel-
variabel ekonomi dan keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan dengan
reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators, atau
Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan
Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators (CLI).
Korelasi silang (cross correlation) antara dua variabel, katakan x dan y dapat
dihitung :
dan
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi adalah 12 periode atau
selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators
…………….. (3.2)
(3.3)
48
maka nilai rxy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode
pengujian.
Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji cross correlation (korelasi silang)
adalah dengan melihat korelasi tinggi pada lag yang cukup jauh. Pemilihan
kandidat lagging berdasarkan korelasi tertinggi pada lead yang cukup jauh.
Sementara itu, penetuan kandidat coincident dilakukan dengan melihat korelasi
tertinggi pada lead dan lag nol.
4. Granger Causality Test
Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunanaan metode
ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama
dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen
LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka
panjang. Kemudian, dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon
komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Uji
granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag, yaitu
1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut
diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan mewakili
keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk
mengetahui perbandingan tingkat spesifikasi pada lag yang semakin jauh. Dengan
pengujian ini, dapat diperoleh variable-variabel yang tergolong sebagai leading
indicators. Granger Causality Test dilakukan untuk melihat adanya hubungan
sebab-akibat (kausalitas) dan arah kausalitas di antara variabel-variabel yang
digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga
49
kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel, yakni variabel
reference dan variabel tertentu yang diuji (misalnya variabel X), yaitu :
1.) Variabel reference menyebabkan (granger cause) variabel X
2.) Variabel X menyebabkan (granger cause) variabel reference
3.) Variabel reference dan variabel X memiliki hubungan timbal balik yang terjadi
apabila variabel reference menyebabkan variabel X dan pada saat yang bersamaan
variabel X juga menyebabkan variabel reference .
Dengan menggunakan Granger Causality Test, maka dapat diketahui apakah
antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas di
antara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas (P value) yang dihasilkan
menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang
secara konvensional disepakati adalah jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen,
maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan.
Kriteria kandidat leading pada granger causality ini adalah adanya hubungan
kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel X
menyebabkan (granger cause) variabel reference. Sementara itu, kriteria kandidat
lagging didasarkan pada adanya hubugan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh
yang menunjukkan bahwa variabel reference menyebabkan (granger cause)
variabel X. Adapun pemilihan kandidat Coincident Indicators dilihat dari adanya
hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol.
5. Metode Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading
Debt Index (LDI)
Setelah berbagai data variabel makroekonomi yang tersedia dikelompokkan ke
dalam kandidat Coincident Indicator, Leading Indicator dan Lagging Indicator,
50
langkah selanjutnya adalah menyusun composite CI dan LI dengan prosedur
sebagai berikut :
Untuk setiap variabel, lakukan perhitungan :
1. Hitung perubahan persentase simetris month-on-month (MoM) untuk setiap
variabel atau komponen dengan rumus :
xt = 200* (Xt-Xt-1)/(Xt-Xt-1) ...................................................................(3.4)
dimana Xt adalah nilai observasi komponen X pada waktu t. Jika satuan
pengukuran untuk komponen X berupa presentasi (seperti suku bunga), maka
month-on-month dihitung dengan formula :
xt = (Xt-Xt-1)............................................................................................(3.5)
2. Lakukan adjustement terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini
dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua
komponen. Adjustement tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a) Hitung standard deviation MoM change dari setiap komponen
(misalkan = σx)
b) Hitung inverse dari σx (misalkan wx = 1/σx)
c) Jumlahkan semua wx (misalkan = k)
d) Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen dengan
rumus:
rx = (1/k)*wx .....................................................................................(3.6)
Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung
dengan rumus :
mt = rx*xt .........................................................................................(3.7)
51
3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan = it
4. Lakukan adjustment terhadap it untuk menyamakan volatilitas dengan
reference series; untuk Coincident Economic Indicator (CEI)
menggunakan reference series yakni debt to GDP, serta untuk Leading
Economic Indicator (LEI) dan Lagging Economic Indicator menggunakan
reference series CEI atau reference series debt to GDP.
5. Hitung angka preliminary leading dan Coincident Debt Index dengan
menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya
dihitung dengan menggunakan rumus :
It = It-1 * (200 + it) / (200-it) ..................................................................(3.8)
Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI terbaik diperoleh
dengan cara trial and error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan
pergerakannya dengan debt to GDP (reference series), sementara untuk LI
didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI.
6. Penentuan Turning Point Coincident, Leading dan Lagging Debt Index
dengan Metode Bry Boschan Procedure
Setelah proses seleksi selesai dilakukan, maka selanjutnya variabel-variabel
yang menjadi kandidat Coincident, Leading dan Lagging Indicators akan melalui
suatu proses perhitungan sehingga dihasilkan suatu indeks bagi masing-masing
indikator tersebut.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan turning point pada ketiga indeks
yang dihasilkan, yakni Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging
Debt Index. Penentuan turning points dimaksudkan untuk menetapkan waktu
(bulan dan tahun) dimana ketiga indeks tersebut mengalami pembalikan dari fase
52
ekspansi ke kontraksi atau sebaliknya. Penentuan turning points ini penting untuk
menyusun kronologi siklus bisnis di Indonesia.
Adapun metode yang digunakan untuk melakukan penentuan turning point
tersebut adalah metode Bry Boschan Procedure. Metode ini telah dikembangkan
sejak lama oleh NBER dan masih digunakan secara luas hingga saat ini.
Secara visual, grafik Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident
Debt Index dengan selang waktu tertentu. Selang waktu Leading Debt Index
bergerak mendahului Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara
akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari
kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Leading Debt Index
mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu
kemungkinan terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal pada system
deteksi dini yang telah dibuat. Dengan demikian, pihak pengambil kebijakan
memiliki waktu dalam periode tertentu untuk merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari
kemungkinan terjadinya krisis utang.
Adapun Lagging Debt Index secara visual pergerakan grafiknya mengikuti
Coincident Debt Index. Selang waktu Lagging Debt Index bergerak mengikuti
Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung
rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut.
Perbedaan rata-rata selang waktu Lagging Debt Index mendahului Coincident
Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu dampak penyebaran
(contagion effect) akibat terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal. Dengan
53
demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki waktu dalam periode tertentu
untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam
rangka menghindari dampak penyebaran secara luas terhadap perekonomian
secara agregat akibat terjadinya krisis utang yang tidak dapat terhindarkan lagi.
Pengujian secara grafis dengan metode Bry Boschan Procedure ini diawali
dengan penentuan titik puncak (peak) dan lembah (trough) pada grafik dari
masing-masing indeks yang telah dihasilkan. Penentuan titik puncak (peak) dan
lembah (trough) tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan
mengingat langkah ini akan memudahkan penentuan selang waktu perbedaan
antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt
Index. Titik puncak suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks
tersebut mencapai nilai tertinggi, sedangkan titik lembah suatu indeks ditentukan
pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai terendah. Suatu
indeks tertentu dikatakan memiliki satu siklus bila pada rentang periode tertentu
memiliki satu titik puncak dan satu titik lembah.
Metode Bry Boschan Procedure menetapkan bahwa jarak perbedaan waktu
antara titik puncak terhadap lembah (peak to trough) atau titik lembah terhadap
puncak (trough to peak) dalam satu siklus minimal enam bulan. Bila suatu
variabel memiliki lebih dari satu siklus dalam rentang periode tertentu, ditetapkan
pula bahwa jarak antar titik puncak (peak to peak) atau antar titik lembah (trough
to trough) minimal lima belas bulan.
54
Setelah menetapkan peak dan trough dari masing-masing indeks, maka selang
waktu perbedaan pergerakan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index
terhadap Coincident Debt Index dapat dihitung secara tepat.
55
Gambar 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System
Pengumpulan variabel/data sekunder
Data hasil seleksi
1. Berdasarkan ketersediaan data
2. Kriteria ekonomi
3. Kriteria statistik
Kompilasi
Data
Data siap digunakan
Metode :
1. Disagregasi data (Cubic Splines) Generating
Data
Metode :
1. Cross-Correlation Test
2. Granger Causality Test
Seleksi Kandidat
Composite Index
Kandidat Leading Indicators Kandidat LaggingIndicators Kandidat Coincident Indicators
Coincident Debt Index Leading Debt Index Lagging Debt Index
Penyusunan
Composite
Index
Metode Indeksasi
Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA
Metode Bry
Boschan Procedure
Metode Bry
Boschan Procedure Metode Bry
Boschan Procedure
Penentuan Turning Point dan Perbedaan Selang Waktu
Antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt
Index dan Lagging Debt Index
56
3.3 Definisi Operasional
Adapun beberapa definisi operasional yang penting untuk dipahami dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Utang luar negeri Indonesia adalah posisi kewajiban aktual penduduk
Indonesia kepada bukan penduduk pada suatu waktu, tidak termasuk
kontinjen, yang membutuhkan pembayaran kembali bunga dan/atau pokok
pada waktu yang akan datang.
2. Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah
pusat, terdiri dari utang bilateral atau multilateral, fasilitas kredit ekspor
(FKE), utang komersial, dan leasing, termasuk pula Surat Berharga Negara
(SBN) (yang diterbitkan di luar maupun di dalam negeri) yang dimiliki oleh
bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang
berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri SBSN jangka
panjang (Ijarah Fixed Rate/IFR) dan Global Sukuk.
3. Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia
dalam rangka mendukung neraca pembayran dan cadangan devisa. Termasuk
dalam utang luar negeri Bank Indonesia adalah kewajiban dalam bentuk
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimiliki oleh bukan penduduk serta
simpanan (deposits) bukan penduduk di Bank Indonesia.
4. Pendapatan Negara dan Hibah adalah seluruh penerimaan negara yang terdiri
dari Penerimaan Dalan Negeri dan Hibah.
57
5. Belanja Negara adalah seluruh pengeluaran negara berupa belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah.
6. Surplus adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang
lebih besar dari belanja negara.
7. Defisit adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang
lebih rendah dari belanja negara.
8. Total Pembiayaan adalah pembiayaan yang dapat diterima/dibentuk untuk
menutupi defisit yang terjadi/membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Pembiayaan mencakup transaksi penjualan asset negara,
penerimaan pinjaman pemerintah dari luar negeri dan dalam negeri, dan
rekening-rekening pemerintah.
9. Balance of Payment (BoP) atau Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) adalah
catatan transaksi ekonomu yang terjadi antara penduduk dengan bukan
penduduk Indonesia pada suatu periode waktu tertentu.
10. Transaksi berjalan mencakup ekspor dan impor barang, jasa, pendapatan, serta
transfer berjalan. Transaksi finansial meliputi investasi langsung, investasi
portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya di luar cadangan devisa
dan kredit/pinjaman IMF yang disajikan sebagai komponen sendiri.
11. Transaksi ekspor dan impor barang masing-masing dikelompokkan atsa
ransaksi ekspor dan impor migas dan nonmigas.
12. Cadangan devisa resmi Indonesia (Indonesian official reserve assets)
merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedua bagi dan berada di
bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk membiayai
58
ketidakseimbangan neraca pembayaran, melakukan intervensi pasar, dalam
rangka memelihara kestabilan nilai tukar, dan/atau tujuan lainnya (antara lain
menjaga ketahan perekonomian daan nilai tukar serta sebagai bantalan
terhadap net kewajiban Indonesia).
13. Hak Tarik Khusus (Special Drawing Rights – SDR) merupakan cadangan
devisa internasional yang diciptakan oleh IMF untuk menambah cadangan
devisA negara anggota dan secara periodik dialokasikan kepada anggota
secara proporsional sesuai dengan kuotanya. Walaupun tidak memiliki jangka
waktu jatuh tempo, anggota IMF yang menerima alokasi SDR tersebut
memiliki kewajiban untuk embayar kembali saat keluar dari keanggotaan
IMF.
14. Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar
negeri, termasuk fee.
15. Debt Service Ratio adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar
negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara.
16. Debt to Export Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap penerimaan
hasil ekspor suatu negara.
17. Debt to GDP Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap Produk
Domestik (PDB) suatu negara.
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Utang Luar Negeri Indonesia
Dilihat dari sisi komposisi dan distribusinya, posisi utang luar negeri
Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Kondisi ini perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang luar negeri yang tidak
terkendali dapat berdampak buruk dan memicu terjadinya krisis utang di
Indonesia. Sejauh ini, mulai tahun 2001 hingga kini, kemampuan dalam
melakukan pembayaran utang luar negeri (solvabilitas) Indonesia menunjukkan
kondisi yang terus membaik. Hal ini dapat dilihat dari indikator debt to GDP yang
menunjukkan trend terus menurun dari tahun 2001 hingga kini.
Selain mengacu kepada debt to GDP, penilaian solvabilitas Indonesia juga
dapat dilihat dari indikator debt to export. Ukuran ini dihitung dari rasio posisi
utang luar negeri secara keseluruhan terhadap penerimaan ekspor yang diperoleh
suatu negara. Dari tahun 2006 hingga 2011 saat ini, debt to export Indonesia
menunjukkan trend yang mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
60
Sumber : Bank Indonesia, 2011
Gambar 4.1 Debt To Export Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa indikator debt to export Indonesia
menunjukkan trend yang terus menurun selama periode waktu tersebut. Debt to
export merupakan indikator yang merefleksikan kapasitas pembayaran kembali
utang luar negeri (debt repayment capacity) suatu negara. Nilai debt to export
Indonesia yang masih berada pada kisaran di bawah 200 persen menunjukkan
bahwa profil utang luar negeri Indonesia dari tahun 2006 hingga 2011 masih
dinilai aman. Meskipun demikian, nilai debt to export Indonesia sempat mencapai
angka tertinggi yakni 121,8 persen pada tahun 2009. Namun, kondisi itu terjadi
lebih disebabkan karena penurunan penerimaan ekspor Indonesia sebagai dampak
krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika pada tahun 2008, bukan karena
terjadi peningkatan utang luar negeri Indonesia secara signifikan. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa sejauh ini kondisi beban utang luar negeri
Indonesia masih dinilai aman dan tidak berpotensi mengalami masalah
61
solvabilitas sehingga mampu menyelesaikan berbagai kewajiban terkait
pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia sesuai tenggat waktu (grace
period) yang disepakati sebelumnya.
Meskipun solvabilitas Indonesia dinilai baik dan tidak berpotensi mengalami
krisis utang yang ditandai dengan kondisi gagal bayar, namun posisi utang luar
negeri yang terus meningkat tetap saja menimbulkan beban tersendiri bagi negara
akibat beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunganya dari tahun ke tahun.
Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai beban pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri dan bunga yang harus ditanggung suatu negara adalah
nilai debt service ratio (DSR). Nilai ini merupakan rasio besarnya pembayaran
cicilan pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan ekspor suatu
negara. Adapun nilai DSR Indonesia selama periode tahun 2006 hingga 2011
dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Sumber : Bank Indonesia, 2011
Gambar 4.2 Debt Service Ratio Indonesia Periode Tahun 2006 Hingga 2011
62
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai DSR Indonesia memiliki trend yang
cenderung menurun selama periode tahun 2006 hingga 2011, meskipun nilai DSR
ini sempat mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 23,2 persen. Nilai DSR
merefleksikan beban penerimaan ekspor yang harus dialokasikan untuk
pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Suatu negara dianggap
memiliki profil utang luar negeri yang aman apabila nilai DSR nya berada di
bawah 25 persen. Dengan demikian, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang
luar negeri sempat memberikan beban yang besar terhadap penerimaan ekspor
Indonesia pada tahun 2006 karena DSR di tahun tersebut mencapai 25 persen.
Kondisi DSR Indonesiadapat dikatakan cukup rawan karena nilainya yang
hampir mendekati batas aman 25 persen. Hal ini terjadi sebagai dampak
akumulasi total utang luar negeri Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke
tahun sehingga memberikan tekanan yang besar terhadap penerimaan ekspor
Indonesia. Padahal, jika posisi utang luar negeri Indonesia terkendali, maka
potensi penerimaan ekspor Indonesia dapat dialokasikan untuk mendukung
pembangunan ekonomi di dalam negeri demi meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara luas.
Terjadinya peningkatan posisi utang luar negeri Indonesia tidak terlepas dari
dilakukannya penarikan utang luar negeri baru secara terus menerus dari tahun ke
tahun. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur aliran utang luar
negeri (debt flow) adalah Net Resource Flow (NRF). Nilai NRF diperoleh dengan
cara menghitung selisih besarnya penarikan terhadap pembayaran utang luar
negeri. Adapun nilai NRF Indonesia dapat dilihat pada
63
Tabel 4.1 Nilai Net Resource Flow Indonesia Periode Tahun 2006-2011
Tahun
Total Penarikan
ULN Baru
(Dollar)
Pembayaran Pokok & Bunga
ULN Indonesia (Dollar)
Net Resource
Flow (Dollar)
2006 28.677.000.000 38.933.100.000 -10.256.100.000
2007 33.267.000.000 36.652.160.000 -3.385.160.000
2008 46.149.000.000 44.926.000.000 1.223.000.000
2009 47.344.000.000 41.380.000.000 5.964.000.000
2010 53.626.000.000 54.347.000.000 -721.000.000
2011 95.312.000.000 63.592.000.000 31.720.000.000
Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006 hingga 2011, nilai
NRF Indonesia bervariasi. Pada tahun 2008, 2009, 2011, NRF Indonesia
menunjukkan nilai yang positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total
penarikan utang luar negeri baru lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan
pokok dan bunganya sehingga likuiditas dalam perekonomian dalam negeri
cenderung positif. Hal inilah yang menyebabkan pada periode tersebut posisi
utang luar negeri Indonesia mengalami trend yang terus meningkat.
Sementara itu, pada periode tahun 2006, 2007, dan 2010, NRF Indonesia
menunjukkan nilai yang negatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total
pembayaran cicilan pokok dan bunga lebih besar dibandingkan penarikan utang
luar negeri baru. Secara teoritis, nilai NRF yang negatif akan berdampak pada
penurunan akumulasi utang luar negeri Indonesia. Namun, fakta dan data yang
ada menunjukkan bahwa pada periode tersebut, posisi utang luar negeri Indonesia
terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa utang
luar negeri baru yang ditarik Indonesia tidak digunakan untuk pembiayaan
aktivitas produktif sehingga tidak memberikan rate of return yang tinggi. Nilai
64
NRF yang negatif akibat pembayaran cicilan pokok dan bunga yang lebih besar
dibandingkan penarikan utang luar negeri baru hanya menyebabkan likuiditas
dalam perekonomian menjadi negatif. Hal ini perlu diwaspadai karena kurangnya
likuiditas dalam negeri akan berpengaruh buruk terhadap prospek investasi
sehingga penciptaan output nasional akan mengalami penurunan.
Pengelolaan utang luar negeri Indonesia saat ini masih begitu buruk. Hal ini
disebabkan karena pengelolaan tersebut masih belum dilakukan secara terpusat.
Institusi yang mencatat pelaporan penerimaan utang luar negeri tersebut adalah
Bank Indonesia. Sementara itu, alokasi penggunaan utang luar negeri tersebut
direncanakan dan dilaksanakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). Adapun institusi yang bertanggung jawab dalam
melakukan pembayaran kembali cicilan pokok dan bunga utang luar negeri
tersebut adalah Kementerian Keuangan. Pengelolaan utang luar negeri yang
dilakukan secara tidak terpusat ini menyebabkan penilaian efisiensi atas alokasi
penggunaannya tidak dapat terukur dengan baik. Besarnya imbal hasil (rate of
return) yang diperoleh dari penggunaan sumber pembiayaan utang luar negeri iu
tidak dapat diketahui secara akurat. Oleh karena itu, penyelewengan penggunaan
utang luar negeri tersebut sangat berpotensi untuk terjadi sehingga hanya
menimbulkan kerugian dan menambah beban pembayarannya.
Pengelolaan utang luar negeri yang masih dilakukan secara terpisah
menyebabkan alokasi penggunaannya tidak tercatat secara sistematis. Dalam
laporan APBN, tidak terdapat rincian mengenai bidang, program, kegiatan dan
jenis pengeluaran apa yang sumber pembiayaannya bersumber dari utang luar
65
negeri. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya penilaian untuk mengukur tingkat
efisiensi dan efektivitas penggunaan utang luar negeri dalam mendukung
pembangunan ekonomi di Indonesia.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sejauh ini profil utang luar negeri
Indonesia masih menunjukkan kondisi yang aman. Namun, seiring dengan
semakin besarnya beban pembayaran cicilan pokok dan bunganya, maka utang
luar negeri tersebut berpotensi menimbulkan polemik bagi perekonomian
Indonesia secara agregat. Dengan demikian, pada periode mendatang potensi
terjadinya krisis utang di Indonesia sangatlah besar sehingga perlu dibangun suatu
early warning system yang mampu memprediksi kemungkinan terjadinya krisis
tersebut secara akurat.
4.2 Penyusunan Early Warning System
Penyusunan suatu sistem deteksi dini yang baik sangatlah ditentukan oleh
ketepatan dalam menentukan variabel-variabel makroekonomi yang menjadi
kandidat leading, lagging, dan coincident indicators. Penentuan kandidat tersebut
diperoleh dari hasil seleksi terhadap 111 variabel makroekonomi dengan periode
bulanan yang telah berhasil dikumpulkan. Proses seleksi tersebut dilakukan
berdasarkan tiga uji yang ditetapkan, yakni uji secara grafis dengan prosedur Bry
Boschan, cross correlation test, dan granger causality test. Dari hasil yang
diperoleh berdasarkan ketiga uji tersebut, maka selanjutnya suatu variabel
makroekonomi tertentu dapat ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat, atau
Coincident, Leading, dan Lagging indicators.
66
4.2.1 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident,
Leading, dan Lagging Indicator
Leading Debt Index merupakan instrumen terpenting dalam pembangunan
early warning system krisis utang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pergerakan indeks ini memiliki kemampuan dalam memprediksi kondisi beban
utang luar negeri yang dialami oleh Indonesia pada periode waktu mendatang.
Oleh karena itu, dalam pembangunan early warning system ini, penyusunan
Leading Debt Index menjadi salah satu perhatian utama di samping coincident dan
Lagging Debt Index.
Dalam rangka menyusun Coincident, Leading dan Lagging Debt Index, maka
penentuan variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading, dan
Lagging Indicator menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini
disebabkan karena Coincident, Leading dan Lagging Debt Index yang terbentuk
disusun oleh kandidat-kandidat tersebut dengan bobot tertentu.Oleh karena itu,
proses seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang menjadi kandidat
tersebut perlu dilakukan secara cermat dan akurat.
Proses seleksi dilakukan berdasarkan dua uji statistik yang dilakukan, yakni uji
cross correlation dan granger causality. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan
ketiga uji tersebut, maka selanjutnya suatu variabel makroekonomi tertentu dapat
ditentukan apakah termasuk sebagai kandidat Coincident, Leading, atau Lagging
Indicators.
67
4.2.1.1 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Coincident
Indicator
Coincident Indicator (CI) adalah indikator siklus bisnis yang pergerakannya
seiring dengan variabel yang menjadi acuan (reference series). Indikator ini dapat
memberikan gambaran tentang situasi ekonomi saat ini (current economic
situation). Kandidat CI diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa
analisis korelasi silang (cross correlation) dan granger causality. Berdasarkan
analisis korelasi silang, kandidat CI diperoleh dengan melihat korelasi paling
tinggi pada lag dan lead nol. Meskipun demikian, suatu variabel dapat
dipertimbangkan untuk diklasifikasikan sebagai kandidat Coincident Indicator
jika hasil uji korelasi silang yang dilakukan menunjukkan adanya nilai korelasi
tertinggi pada lead atau lag dengan ukuran kurang dari enam. Adapun kriteria
Coincident Indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat
hubungan kausalitas dua arah yang signifikan dari variabel-variabel yang diuji
dengan variabel acuan debt to GDP pada lag yang cukup jauh. Tingkat
signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari
0,05 (alpha = 5 persen).
Uji secara statistika dengan cross correlation test dan granger causality test
merupakan hal yang juga penting dilakukan dalam melakukan penyeleksian
variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Berdasarkan
seleksi yang dilakukan dengan menggunakan kedua uji statistik tersebut, pada
akhirnya diperoleh hasil berupa enam variabel yang menjadi kandidat Coincident
Indicators. Adapun keenam variabel tersebut disertai dengan hasil ujinya masing-
masing dapat disimak sebagai berikut.
68
1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing
dan Campuran (Kode : Var38)
Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan
Campuran merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident
Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian
statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality.
Adapun hasil seleksi melalui ketiga tahap pengujian tersebut dapat disimak pada
uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga
pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran. Berdasarkan hasil
uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai
kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 1
terhadap reference variabel debt to GDP dimana ukuran lag tersebut kurang dari
6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP)
dengan variabel suku bunga suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank
Asing dan Campuran dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.7894 pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan
Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio
utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun
demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang
dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident
69
Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal
kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran dapat dikategorikan sebagai
kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku
bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran.
Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel
ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya
hubungan kausalitas dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan
sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank
Asing dan Campuran dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri
Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger
Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1,
3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada
Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
70
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan
kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian granger
causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan
sebab akibat antara variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank
Asing dan Campuran dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference.
Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah)
dari Bank Asing dan Campuran merupakan kandidat Coincident Indicator bagi
penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Merujuk pada hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah
dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal
kerja (rupiah) dari Bank Asing dan Campuran sebagai kandidat Coincident
Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum
(Kode: Var62)
Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum
merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal
ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang
dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi
melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga
simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji korelasi
71
silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat
Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead dan lag 0
terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara
variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan
rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.7486 pada lead dan lag 0. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di
Bank Umum bergerak seiring dengan variabel reference yakni rasio utang luar
negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian,
berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum
dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di
Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku
bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji
granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai
kandidat Coincident Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas
dua arah signifikan yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara
variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum dengan
variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk
72
domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji
granger causality tersebut dapat disimak Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan
spesifikasi lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian
granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3,6, dan 12 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya
hubungan sebab akibat antara variabel suku bunga simpanan Rupiah berjangka 6
bulan di Bank Umum dengan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil
ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di
Bank Umum merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem
deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari kedua uji statistik yang telah
dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah
berjangka 6 bulan di Bank Umum sebagai kandidat Coincident Indicators yang
bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
73
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76)
Variabel laju inflasi Indonesia merupakan salah satu variabel yang menjadi
kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua
tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua pengujian tersebut dapat disimak
pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel laju inflasi
Indonesia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa
variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki
korelasi paling tinggi pada lag 1 terhadap reference variabel debt to GDP dimana
ukuran lag tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel
reference series (debt to GDP) dengan variabel laju inflasi Indonesia dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.4335 pada lag 1. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) dari Bank Asing dan
Campuran bergerak sebulan lebih awal mendahului variabel reference yakni rasio
utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Meskipun
demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag yang kurang
dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident
Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Indonesia dapat
dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia.
74
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju
inflasi Indonesia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan
bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena
menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel laju inflasi
Indonesia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality
dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan
12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan
kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian dengan
spesifikasi lag 6 menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah
dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel laju inflasi Indonesia, tetapi
tidak sebaliknya. Adapun hasil pengujian granger causality yang dilakukan
dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas
75
dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel
laju inflasi Indonesia dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference.
Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia merupakan kandidat
Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya
krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Indonesia sebagai kandidat
Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94)
Variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan salah satu
variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada
hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross
correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap
pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel harga
komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka
dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident
Indicator karena memiliki korelasi paling tinggi pada lead 5 terhadap reference
variabel debt to GDP dimana ukuran lead tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji
korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel
harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dilihat pada output e-views berikut.
76
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar -0.7352 pada lead 5. Tanda negatif yang muncul
pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa variabel harga
komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif
atau berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel harga komoditi
mentah pertanian dunia memiliki pergerakan yang mengikuti variabel reference
yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP)
dengan selang waktu 5 bulan. Meskipun begitu, variabel ini masih dapat
dipertimbangkan sebagai kandidat Coincident Indicator karena nilai korelasi
tertingginya berada pada lead yang kurang dari 6. Dengan demikian, berdasarkan
hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel harga komoditi mentah pertanian dunia dapat dikategorikan sebagai
kandidat Coincident Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel harga
komoditi mentah pertanian dunia. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka
dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident
Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan
yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga
komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang
luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian
Granger Causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag,
77
yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat
disimak pada Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian
granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kausalitas satu arah. Adapun pengujian granger causality yang
dilakukan dengan spesifikasi 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas
dua arah yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel harga
komoditi mentah pertanian dunia dengan variabel debt to GDP. Hasil ini
menyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia merupakan
kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan
terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel harga komoditi mentah pertanian dunia
sebagai kandidat Coincident Indicators yang bergerak seiring dengan variabel
debt to GDP.
78
5. Variabel SBI 1 Bulan
Variabel SBI 1 bulan merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat
Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap
pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat
disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel SBI 1 bulan. Berdasarkan
hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi
sebagai kandidat Coincident Indicators karena memiliki korelasi paling tinggi
pada lag 2 terhadap variabel reference yaitu debt to GDP dimana ukuran lag
tersebut kurang dari 6. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference
(debt to GDP) dengan variabel SBI 1 bulan dapat dilihat pada output e-views
berikut.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.7378 pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel SBI 1 bulan bergerak dua bulan lebih awal mendahului variabel reference
yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP).
Meskipun demikian, karena nilai korelasi tertingginya berada pada ukuran lag
yang kurang dari 6, maka variabel ini dapat tetap dipertimbangkan sebagai
kandidat Coincident Indicator. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross
correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel SBI 1 bulan
79
dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident Indicator krisis utang di
Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel SBI 1
bulan. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa
variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena
menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel SBI 1 bulan
dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap
produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality dilakukan
dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun
hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara
kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger causality yang
dilakukan dengan spesifikasi lag 3 dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kausalitas dua arah yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara
80
variabel SBI 1 bulan dengan variabel debt to GDP sebagai variabel reference.
Hasil ini menyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan merupakan kandidat Coincident
Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis
utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel SBI 1 bulan sebagai kandidat Coincident
Indicators yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
6. Interest Rate Spread (Lending Rate Minus Deposit Rate) (Kode : Var102)
Variabel interest rate spread merupakan salah satu variabel yang menjadi
kandidat Coincident Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua
tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat
disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel interest rate spread.
Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini
terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicator karena memiliki korelasi paling
tinggi pada lead dan lag 0 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil
uji korelasi silang antara variabel debt to GDP dengan variabel interest rate
spread dapat dilihat pada output e-views yang terdapat di Lampiran 5.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar -0.7209 pada lead dan lag 0. Tanda negatif
81
yang muncul pada hasil cross correlation test tersebut mengindikasikan bahwa
variabel interest rate spread dengan variabel debt to GDP berkorelasi negatif atau
berbanding terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel ini memiliki
pergerakan yang seiring dengan debt to GDP. Dengan demikian, berdasarkan
hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel interest rate spread dapat dikategorikan sebagai kandidat Coincident
Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel interest
rate spread. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan
bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators karena
menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah signifikan yang
mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate
spread dengan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian Granger Causality
dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan
12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views
di Lampiran 5.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas dua arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
82
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1, tidak terdapat hubungan kausalitas antara kedua variabel yang diuji.
Sementara itu, pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag
12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara kedua
variabel yang diuji. Adapun pengujian granger causality yang dilakukan dengan
spesifikasi lag 3 dan 6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah
yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel interest rate
spread dengan variabel debt to GDP. Hasil ini menyatakan bahwa variabel
interest rate spread merupakan kandidat Coincident Indicator bagi penyusunan
sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel interest rate spread sebagai kandidat
Coincident Indicator yang bergerak seiring dengan variabel debt to GDP.
4.2.1.2 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Leading
Indicators
Leading Indicators (LI) merupakan indikator business cycle analysis yang
pergerakannya mendahului variabe acuan (reference series). Indikator ini
merupakan indikator komposit yang paling banyak mendapatkan perhatian,
karena kemampuannya sebagai early warning indicators untuk melakukan
peramalan kondisi perekonomian ke depan. Dengan kata lain, Leading Indicators
memiliki kemampuan dalam melakukan peramalan tentang perubahan yang
83
terjadi pada periode mendatang serta dapat memprediksi siklus perekonomian.
Siklus perekonomian yang dimaksud yakni terkait dengan kapan periode
terjadinya kondisi perekonomian yang mencapai puncak (peak), masih berlanjut
(steady), mulai menurun (contraction), sampai titik terendah (trough), dan
kembali naik (expansion). Early Warning System (EWS) pada siklus
perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka
perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan.
Dalam pembangunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia, penyusunan
Leading Indicators menjadi suatu bagian yang sangat penting karena indikator ini
akan mampu memberikan prakiraan secara akurat mengenai bagaimana kondisi
beban utang Indonesia pada periode waktu mendatang. Leading indicators
tersebut akan mampu melakukan peramalan tentang perubahan beban utang yang
dialami Indonesia yang terjadi sehingga dapat membantu untuk memprediksi
secara dini kemungkinan Indonesia menghadapi krisis utang pada periode waktu
ke depan.
Menurut Nasution (2007), kandidat LI diperoleh dengan bantuan peralatan
statistika yakni analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji granger
causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat LI diperoleh dengan
melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Kriteria leading
indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan
kausalitas satu arah signifikan pada lag yang cukup jauh yang mengindikasikan
bahwa variabel yang diuji mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang
luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Tingkat
84
signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasny harus lebih kecil dari 0,05
(alpha=5 persen).
Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang
menjadi kandidat Leading Indicators, maka dilakukan ketiga tahap pengujian
terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni uji
korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada akhirnya
diperoleh enam variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Leading Indicators.
Adapun keenam variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat disimak pada
uraian berikut ini.
1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan
Variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan salah satu variabel yang
menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui
dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan
granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut
dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku
bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat
dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators
karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 8 terhadap reference variabel debt
to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to
GDP) dengan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat dilihat pada output e-
views di Lampiran 3.
85
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.486 pada lag 8. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel suku bunga LIBOR 6 bulan bergerak mendahului variabel reference
yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP).
Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan dapat
dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Uji secara statistik juga dilakukan dengan menggunakan granger causality test
terhadap variabel suku bunga LIBOR 6 bulan. Berdasarkan hasil uji granger
causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat
Leading Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah
signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR 6 bulan
mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality
dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan
12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
86
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang
dilakukan dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kausalitas satu arah dimana variabel debt to GDP mengakibatkan variabel suku
bunga LIBOR 6 bulan. Sementara itu, pengujian granger causality yang
dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel suku bunga LIBOR
6 bulan mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series. Hasil ini
menyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan kandidat
Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya
krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan pada hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah
dilakukan, maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga LIBOR 6 bulan
sebagai kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to
GDP.
2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66)
Variabel laju inflasi Jepang merupakan salah satu variabel yang menjadi
kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua
tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat
disimak pada uraian berikut ini.
87
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabellaju inflais
Jepang. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa
variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki
korelasi paling tinggi pada lag 11 terhadap reference variabel debt to GDP.
Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP)
dengan variabel laju inflasi Jepang dapat dilihat pada output e-views yang terdapat
di Lampiran 3.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.2207 pada lag 11. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel laju inflasi Indonesia bergerak mendahului variabel reference yakni rasio
utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan
demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel laju inflasi Jepang dapat dikategorikan sebagai
kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel laju
inflasi Jepang. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan
bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena
menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel acuan, yakni
rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to
88
GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa
spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality
tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3,6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas baik searah maupun dua arah. Sementara itu, pengujian
granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel
laju inflasi Jepang mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai reference series.
Hasil ini menyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang merupakan kandidat
Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya
krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel laju inflasi Jepang sebagai kandidat
Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
89
3. Variabel M2/Cadangan Devisa
Variabel M2/Cadangan Devisa merupakan salah satu variabel yang menjadi
kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua
tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat
disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel
M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat
dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators
karena memiliki korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel
debt to GDP. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series
(debt to GDP) dengan variabel M2/Cadangan Devisa dapat dilihat pada output e-
views di Lampiran 3.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.2109 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel M2/Cadangan Devisa bergerak mendahului variabel reference yakni rasio
utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan
demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa dapat dikategorikan sebagai
kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
90
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel
M2/Cadangan Devisa. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat
dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators
karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel M2/Cadanan Devisa mengakibatkan variabel acuan,
yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto
(debt to GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan
beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger
causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan
kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 12
menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah dimana varaibel debt to GDP
signifikan mengakibatkan variabel M2/Cadangan Devisa. Sementara itu,
pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel M2/Cadangan Devisa mengakibatkan variabel debt to
91
GDP sebagai reference series. Hasil ini menyatakan bahwa variabel
M2/Cadangan Devisa merupakan kandidat Leading Indicator bagi penyusunan
sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel M2/Cadangan Devisa sebagai kandidat
Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
4. Loan to GDP (Kode : Var105)
Variabel Loan to GDP merupakan salah satu variabel yang menjadi
kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua
tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger
causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat
disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel Loan to GDP.
Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini
terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki korelasi paling
tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP. Adapun hasil uji
korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel
Loan to GDP dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 3.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.5039 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel Loan to GDP bergerak mendahului variabel reference yakni rasio utang
luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian,
92
berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Loan to GDP dapat dikategorikan sebagai kandidat Leading
Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Loan to
GDP. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa
variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan
adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel
Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri
Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger
causality dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3,
6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output
e-views di Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki hubungan
kausalitas baik searah maupun dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan
dengan spesifikasi lag 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua
93
arah di antara kedua variabel yang diuji. Sementara itu, pengujian granger
causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1 dan 6 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel
Loan to GDP mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference.
Hasil ini menyatakan bahwa variabel Loan to GDP merupakan kandidat Leading
Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis
utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel Loan to GDP sebagai kandidat Leading
Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107)
Variabel LQ 45 merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Leading
Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian
statistik yang dilakukan, uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil
seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut
ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel LQ 45. Adapun
hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan
variabel LQ 45 dapat dilihat pada output e-views sebagaimana yang tercantum di
Lampiran 3.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar -0.2920 pada lead 6. Tanda negatif yang muncul
94
ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yang diuji saling berkorelasi negatif.
Hasil ini menunjukkan bahwa variabel LQ 45 bergerak mengikuti variabel
reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to
GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel LQ 45 tidak dapat dikategorikan sebagai
kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia. Namun, variabel ini dapat
tetap dipertimbangkan sebagai kandidat Leading Indicator berdasarkan hasil yang
diperoleh dari kedua uji lainnya.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel LQ 45.
Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel
ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena menunjukkan adanya
hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel LQ 45
mengakibatkan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP). Pengujian granger causality
dilakukan dengan menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan
12. Adapun hasil uji granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views
di Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
95
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1, 3, 6 dan
12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel LQ 45 mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai
variabel reference. Hasil ini menyatakan bahwa variabel LQ 45 merupakan
kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan
terjadinya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel LQ 45 sebagai kandidat Leading
Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111)
Variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan salah satu variabel
yang menjadi kandidat Leading Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi
melalui dua tahap pengujian yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan
granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut
dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Nominal Effective
Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji korelasi silang, maka dapat dinyatakan
bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators karena memiliki
korelasi paling tinggi pada lag 12 terhadap reference variabel debt to GDP.
96
Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP)
dengan variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat dilihat pada output e-
views di Lampiran 3.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.2129 pada lag 12. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel Nominal Effective Exchange Rate bergerak mendahului variabel
reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (debt to
GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate dapat
dikategorikan sebagai kandidat Leading Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel Nominal
Effective Exchange Rate. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat
dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Leading Indicators
karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel Loan to GDP mengakibatkan variabel acuan, yakni
rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to
GDP). Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa
spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality
tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 6.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
97
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3, 6, dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki
hubungan kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan
spesifikasi lag 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah
signifikan yang mengindikasikan variabel Nominal Effective Exchange Rate
mengakibatkan variabel debt to GDP sebagai variabel reference. Hasil ini
menyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate merupakan
kandidat Leading Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan
terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel Nominal Effective Exchange Rate sebagai
kandidat Leading Indicators yang bergerak mendahului variabel debt to GDP.
Dari hasil seleksi yang dilakukan dengan menggunakan ketiga uji
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada akhirnya diperoleh
enam variabel yang menjadi kandidat Coincident Indicators. Pada tahap
selanjutnya, keenam variabel tersebut akan mengalami proses pembobotan dalam
rangka pembentukan Leading Debt Index yang merupakan instrument terpenting
dalam pembangunan early warning system karena pergerakannya yang mampu
memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
98
4.2.1.3 Identifikasi Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Lagging
Indicators
Lagging Indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan
Coincident maupun Leading Indicators. Sama halnya dengan Leading dan
Coincident Indicators, kandidat Lagging diperoleh dengan bantuan peralatan
statistik berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan granger
causality. Berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat Lagging Indicators
diperoleh dengan melihat korelasi paling tinggi pada lead yang cukup jauh.
Kriteria coincident indicators berdasarkan uji granger causality yakni dengan
melihat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang mengindikasikan bahwa
variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia terhadap produk
domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel yang diuji. Tingkat
signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih kecil dari
0,05 (alpha=5 persen).
Dalam rangka melakukan seleksi untuk memperoleh variabel-variabel yang
menjadi kandidat Lagging Indicators, maka dilakukan dua tahap pengujian
statistic terhadap 111 variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan, yakni
uji korelasi silang dan granger causality. Dari tahap seleksi tersebut, pada
akhirnya diperoleh empat variabel yang ditetapkan sebagai kandidat Lagging
Indicators. Adapun keempat variabel tersebut beserta hasil pengujiannya dapat
disimak pada uraian berikut ini.
99
1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank
Persero (Kode : Var 34)
Variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank
Persero merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator.
Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistik yang
dilakukan, yaitu uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi
melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Uji korelasi silang secara statistik dilakukan terhadap variabel suku bunga
pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Adapun hasil uji
korelasi silang antara variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel
suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat
dilihat pada output e-views di Lampiran 4.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.8297 pada lead 2. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero
bergerak mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap
produk domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji
cross correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku
bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero dapat
dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.
100
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap suku bunga
pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero. Berdasarkan hasil uji
granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai
kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas
satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi
utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP),
mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang
diberikan Bank Persero. Pengujian granger causality dilakukan dengan
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji
granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views sebagaimana yang
tercantum dalam Lampiran 7.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan
kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 3, 6,
dan 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan
yang mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference
101
mengakibatkan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang
diberikan Bank Persero. Hasil ini menyatakan bahwa variabel suku bunga
pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero merupakan kandidat
Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya
krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah)
yang diberikan Bank Persero sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak
mengikuti variabel debt to GDP
2. Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 24 Bulan di Bank
Umum (Kode : Var 64)
Variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum
merupakan salah satu variabel yang menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini
didasarkan pada hasil seleksi melalui dua tahap pengujian statistic yang
dilakukan, yakni uji cross correlation dan granger causality. Adapun hasil seleksi
melalui kedua tahap pengujian tersebut dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel suku bunga simpanan
rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Adapun hasil uji korelasi silang antara
variabel reference series (debt to GDP) dengan variabel suku bunga simpanan
rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dilihat pada output e-views di
Lampiran 4.
102
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar 0.6063 pada lead 4. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum bergerak
mengikuti variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk
domestik bruto (debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross
correlation yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga
simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dapat dikategorikan sebagai
kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel suku
bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Berdasarkan hasil uji
granger causality, maka dapat dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai
kandidat Lagging Indicators karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas
satu arah signifikan yang mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi
utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (debt to GDP),
mengakibatkan variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank
Umum. Pengujian granger causality dilakukan dengan menggunakan beberapa
spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji granger causality
tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
103
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1
dan 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan
variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum. Hasil
ini menyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24 bulan
di Bank Umum merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem
deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel suku bunga simpanan rupiah berjangka 24
bulan di Bank Umum sebagai kandidat Lagging Indicators yang bergerak
mengikuti variabel debt to GDP.
3. Imports Merchandise Constant (US$, millions) (Kode : Var97)
Variabel import merchandise constant merupakan salah satu variabel yang
menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui
dua tahap pengujian statistic yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan
granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut
dapat disimak pada uraian berikut ini.
104
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel import merchandise
constant. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to
GDP) dengan variabel import merchandise constant dapat dilihat pada output e-
views di Lampiran 4.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar -0.6870 pada lead 6. Tanda negatif yang muncul
ini mengindikasikan bahwa kedua variabel yan diuji berkorelasi negatif. Hasil ini
menunjukkan bahwa variabel import merchandise constant bergerak mengikuti
variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto
(debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel import merchandise constant
dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap variabel import
merchandise constant. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat
dinyatakan bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators
karena menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel import
merchandise constant. Pengujian granger causality dilakukan dengan
105
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji
granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 3, 6 dan 12, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji tidak memiliki
hubungan kausalitas. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi lag 1
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah. Hasil dari uji granger
causality ini menyatakan bahwa variabel import merchandise constant bukan
merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan sistem deteksi dini
kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel import merchandise constant sebagai
kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP.
4. Local Equity Market Index (US$)
Variabel Local Equity Market Index merupakan salah satu variabel yang
menjadi kandidat Lagging Indicator. Hal ini didasarkan pada hasil seleksi melalui
dua tahap pengujian statistik yang dilakukan, yakni uji cross correlation dan
granger causality. Adapun hasil seleksi melalui kedua tahap pengujian tersebut
dapat disimak pada uraian berikut ini.
a. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation Test)
Selain melakukan uji secara grafis dengan prosedur Bry Boschan, uji korelasi
silang secara statistik juga dilakukan terhadap variabel Local Equity Market
Index. Adapun hasil uji korelasi silang antara variabel reference series (debt to
106
GDP) dengan variabel suku bunga pinjaman modal kerja (rupiah) yang diberikan
Bank Persero dapat dilihat pada output e-views di Lampiran 4.
Berdasarkan tampilan output e-views tersebut, dapat dilihat bahwa korelasi
yang paling tinggi adalah sebesar -0.6950 pada lead 6. Tanda negatif ini
menunjukkan bahwa kedua variabel yang diuji berkorelasi negatif. Hasil ini
menunjukkan bahwa variabel Local Equity Market Index bergerak mengikuti
variabel reference yakni rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto
(debt to GDP). Dengan demikian, berdasarkan hasil uji cross correlation yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Local Equity Market Index
dapat dikategorikan sebagai kandidat Lagging Indicator krisis utang di Indonesia.
b. Uji Granger Causality (Granger Causality Test)
Selain dengan menggunakan cross correlation test, uji secara statistik juga
dilakukan dengan menggunakan granger causality test terhadap Local Equity
Market Index. Berdasarkan hasil uji granger causality, maka dapat dinyatakan
bahwa variabel ini terseleksi sebagai kandidat Lagging Indicators karena
menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel acuan, yakni rasio posisi utang luar negeri Indonesia
terhadap produk domestik bruto (debt to GDP), mengakibatkan variabel Local
Equity Market Index. Pengujian granger causality dilakukan dengan
menggunakan beberapa spesifikasi lag, yakni lag 1, 3, 6, dan 12. Adapun hasil uji
granger causality tersebut dapat disimak pada output e-views di Lampiran 7.
Tampilan granger causality tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang disepakati yaitu
107
lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola yang menunjukkan
penolakan hipotesis nol yang ditandai dengan nilai probabilitas yang besarnya
kurang dari tingkat signifikansi yang disepakati.
Berdasarkan pengujian granger causality yang dilakukan dengan spesifikasi
lag 1 dan 6, diperoleh hasil bahwa kedua variabel yang diuji memiliki hubungan
kausalitas dua arah. Adapun pengujian yang dilakukan dengan spesifikasi 3
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah signifikan yang
mengindikasikan variabel debt to GDP sebagai variabel reference mengakibatkan
variabel Local Equity Market Index. Hasil ini menyatakan bahwa variabel Local
Equity Market Index merupakan kandidat Lagging Indicator bagi penyusunan
sistem deteksi dini kemungkinan terjaidnya krisis utang di Indonesia.
Berdasarkan hasil seleksi yang diperoleh dari ketiga uji yang telah dilakukan,
maka dapat dinyatakan bahwa variabel Local Equity Market Index sebagai
kandidat Lagging Indicators yang bergerak mengikuti variabel debt to GDP.
Dari tahap seleksi yang dilakukan dengan menggunakan uji secara grafis
maupun statisik, maka diperoleh empat variabel kandidat Lagging Indicator, yaitu
variabel suku bunga pinjaman rupiah untuk modal kerja yang diberikan Bank
Persero, suku bunga simpanan rupiah berjangkan 24 bulan di Bank Umum, import
merchandise constant dan Local Equity Market. Pada tahap selanjutnya, keempat
variabel tersebut akan melalui proses pembobotan dalam rangka pembentukan
Lagging Debt Index.
108
4.2.2 Penyusunan Composite Coincident, Leading dan Lagging Debt Index
Dari langkah sebelumnya, telah diperoleh enam variabel yang menjadi
kandidat Leading Indicator dan enam variabel yang menjadi kandidat Coincident
Indicator. Selanjutnya, akan disusun suatu composite index yang merupakan
penggabungan dari variabel-variabel kandidat tersebut. Proses penggabungan
(compose) variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index
(CI) dan Leading Debt Index (LI) terbaik dilakukan dengan cara trial-error.
Indikator baiknya Coincident Debt Index didasarkan pada persamaan
pergerakannya dengan Reference Series, sementara untuk LI didasarkan pada
kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series.
Sebelum melalui proses perhitungan dalam rangka memperoleh Coincident
Debt Index, keenam variabel yang terseleksi sebagai kandidat Coincident
Indicators perlu mengalami proses penyesuaian dari faktor musiman (seasonal
adjustmen). Hal ini dilakukan agar variabel tersebut merepresentasikan nilai yang
tidak dipengaruhi oleh kondisi musiman seperti Tahun Baru China ataupun Hari
Raya Idul Fitri. Dengan demikian, pergerakan variabel-variabel tersebut tidak
akan menimbulkan missleading dalam mendeskribsikan kondisi beban utang luar
negeri Indonesia. Adapun hasil seasonal adjustment yang dilakukan terhadap
keenam variabel yang telah terseleksi sebagai kandidat Coincident Indicators
dapat disimak pada Lampiran 8.
4.2.2.1 Penyusunan Coincident Debt Index (CDI)
Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun CDI tersebut adalah
sebagai berikut :
109
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change
2. Adjustment MoM
3. Penjumlahan Adjustment MoM (it)
4. Adjustment it
5. Perhitungan Prelimanary Leading
(perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9)
Composite CDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan
berbagai kemungkinan variabel kandidat coincident indicator sampai terbentuk
grafik CI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi
CDI terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kombinasi Terbaik Penyusun Coincident Debt Index Beserta
Bobotnya
Kode Nama Variabel Bobot
Var38 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Yang
Diberikan Bank Asing dan Campuran 9,65%
Var62 Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank
Umum 23,78%
Var103 SBI 1 Bulan
7,76%
Var102 Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) 58,81%
Total 100,00%
Kombinasi penyusunan CDI sebagaimana yang terlihat di Tabel 4.2 merupakan
kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian secara visual melalui
grafik yang memperlihatkan bahwa grafik CDI tersebut bergerak seiring variabel
reference yaitu debt to GDP sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3.
110
Gambar 4.3 Pergerakan Coincident Debt Index (CDI) Seiring Dengan
Variabel Debt to GDP
Gambar 4.3 menunjukkan grafik CDI yang memiliki beberapa titik lembah dan
puncak. Pergerakan grafik CDI tersebut merefleksikan kondisi beban utang luar
negeri yang dihadapi oleh Indonesi selama periode waktu pengamatan dimana
pergerakannya seiring dengan variabel reference debt to GDP
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa variabel interest rate spread
(selisih suku bunga pinjaman dengan suku bunga simpanan) memberikan
kontribusi sebesar 58,81 persen terhadap penyusunan Coincident Debt Index.
Hasil ini menunjukkan bahwa grafik interest rate spread memiliki pola kemiripan
yang besar terhadap grafik CDI yang terbentuk. Hasil ini mengindikasikan
pergerakan grafik variabel interest rate spread dapat merefleksikan kondisi beban
utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia.
4.2.2.2 Penyusunan Leading Debt Index (LDI)
Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi,
diperoleh hasil bahwa terdapat enam variabel yang dapat dijadikan sebagai
Debt to GDP
CDI
Per
senta
se D
ebt
To G
DP
Coin
ciden
t D
ebt
Index
111
kandidat Leading Indicator. Keenam variabel tersebut selanjutnya mengalami
seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman
yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran
10.
Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Leading Debt Index melalui
proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa
tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun LDI tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change
2. Adjustment MoM
3. Penjumlahan Adjustment MoM (it)
4. Adjustment it
5. Perhitungan Prelimanary Leading
(Perhitungan Leading Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran
11)
Composite LDI terbaik diperoleh secara trial-error dengan mengombinasikan
berbagai kemungkinan variabel kandidat leading indicator sampai terbentuk grafik
LDI terbaik. Setelah melalui proses trial-error, maka diperoleh kombinasi LDI
terbaik berikut ukuran bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3.
112
Tabel 4.3 Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Debt Index Beserta
Bobotnya
Kode Nama Variabel Bobot
Var07 LIBOR 6 bulan 54%
Var66 Laju Inflasi Jepang 42%
Var96 M2/Cadangan Devisa 2%
Var111 Nominal Effective Exchange Rate 2%
Total 100%
Kombinasi penyusunan Leading Debt Index sebagaimana yang terlihat pada
Tabel 4.3 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian
secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Leading Debt
Index tersebut bergerak lebih awal mendahului Coincident Debt Index
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Pergerakan Leading Debt Index (LDI) Mendahului Coincident
Debt Index (CDI)
Lea
din
g D
ebt
Index
Coin
ciden
t D
ebt
Index
CDI
LDI
113
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa grafik LDI memiliki 3 titik lembah dan 3 titik
puncak yang mendahului titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki grafik
CDI. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan terhadap LDI maupun CDI
berdasarkan metode Bry Boschan Procedure. Pergerakan grafik LDI yang
mendahului CDI mengindikasikan bahwa LDI memiliki kemampuan dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang yang dihadapi Indonesia di
periode waktu mendatang.
Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap
CDI maupun LDI, maka selang waktu pergerakan LDI mendahului CDI dapat
dihitung secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan LDI
Mendahului CDI
Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik CDI dan LDI, maka diperoleh
hasil bahwa grafik LDI bergerak mengikuti CDI dengan selang waktu rata-rata 11
bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini,
maka kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi pada
kurun waktu 11 bulan sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bukti empiris bahwa beban utang
Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh besarnya suku bunga LIBOR 6 bulan dan
laju inflasi negara Jepang. Hasil ini menunjukkan bahwa grafik dari kedua
Nama
Variabel Trough Peak Trough Peak Trough Peak
Leading
Debt Index Apr-93 Jan-95 Feb-96 Jun-97 Jun-98 Mar-00
Coindicent
Debt Index Apr-94 Jul-95 Aug-96 Sep-98 Aug-99 Apr-01
Selang
Waktu 12 bulan 6 bulan 6 bulan 15 bulan 14 bulan 13 bulan
114
variabel tersebut memiliki pola kemiripan yang besar terhadap grafik LDI yang
terbentuk. Hal ini mengindikasikan pergerakan grafik dari kedua variabel tersebut
memiliki kemampuan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya perubahan
kondisi beban utang luar negeri yang ditanggung oleh Indonesia pada periode
waktu mendatang.
4.2.2.3 Penyusunan Lagging Debt Index
Dari hasil seleksi yang dilakukan terhadap 111 variabel makroekonomi,
diperoleh hasil bahwa terdapat empat variabel yang dapat dijadikan sebagai
kandidat Lagging Indicators. Kempat variabel tersebut selanjutnya mengalami
seasonal adjustment dengan X-12 ARIMA untuk menghilangkan faktor musiman
yang ada. Adapun hasil dari X-12 ARIMA tersebut dapat dilihat pada Lampiran
12.
Selanjutnya, dilakukan penyusunan composite Lagging Debt Index melalui
proses penggabungan dengan beberapa tahapan tertentu. Adapun beberapa
tahapan yang perlu dilakukan untuk menyusun Lagging Debt Index tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change
2. Adjustment MoM
3. Penjumlahan Adjustment MoM (it)
4. Adjustment it
5. Perhitungan Prelimanary Leading
(Perhitungan Lagging Debt Index secara lengkap dapat disimak pada Lampiran
13).
115
Composite Lagging Debt Index terbaik diperoleh secara trial-error dengan
mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat lagging indicator
sampai terbentuk grafik Lagging Debt Index terbaik. Setelah melalui proses trial-
error, maka diperoleh kombinasi Lagging Debt Index terbaik berikut ukuran
bobotnya sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Kombinasi Terbaik Penyusun Lagging Debt Index Beserta
Bobotnya
Kode Nama Variabel Bobot
Var34 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang
Diberikan Bank Persero 42%
Var64 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) Di Bank Umum-
24 Bulan 50%
Var97 Imports Merchandise, constant US$, millions 4%
Var81 Local equity market index valued in US$ terms 3%
Total 100%
Kombinasi penyusunan Lagging Debt Index sebagaimana yang terlihat pada
Tabel 4.5 merupakan kombinasi yang terbaik. Hal ini didasarkan pada penilaian
secara visual melalui grafik yang memperlihatkan bahwa grafik Lagging Debt
Index tersebut bergerak mengikuti Coincident Debt Index sebagaimana yang
terlihat pada Gambar 4.5.
116
Gambar 4.5 Pergerakan Lagging Debt Index Mengikuti Coincident Debt
Index
Gambar 4.5 terlihat bahwa grafik Lagging Debt Index memiliki 3 titik lembah
dan 3 titik puncak yang mengikuti titik-titik lembah maupun puncak yang dimiliki
grafik Coincident Debt Index. Penentuan titik puncak dan lembah dilakukan
terhadap Lagging Debt Index berdasarkan metode Bry Boschan Procedure
Pergerakan grafik Lagging Debt Index yang mengikuti Coincident Debt Index
mengindikasikan bahwa Lagging Debt Index memiliki kemampuan dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya penyebaran dampak secara meluas akibat
kondis krisis utang yang dihadapi Indonesia terhadap variabel-variabel
makroekonomi lainnya secara keseluruhan.
Berdasarkan penentuan titik peak dan trough yang dilakukan baik terhadap
Coincident Debt Index maupun Lagging Debt Index, maka selang waktu
pergerakan Lagging Debt Index mengikuti Coincident Debt Index dapat dihitung
secara akurat, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Laggin
g D
ebt
Index
Coin
ciden
t D
ebt
Index
Coincident Debt Index
Lagging Debt Index
117
Tabel 4.6 Perhitungan Selang Waktu Perbedaan Pergerakan Lagging Debt
Index Mengikuti Coincident Debt Index
Berdasarkan perhitungan peak dan trough grafik Coincident Debt Index dan
Lagging Debt Index, maka diperoleh hasil bahwa grafik Lagging Debt Index
bergerak mengikuti Coincident Debt Index dengan selang waktu rata-rata 13
bulan. Dengan demikian, melalui pengamatan terhadap pergerakan grafik LDI ini,
maka dampak penyebaran (contagion effect) terhadap variabel-variabel
makeroekonomi lain akibat terjadinya krisis utang di Indonesia dapat dicegah
pada kurun waktu 13 bulan sebelumnya.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil bahwa variabel suku bunga
simpanan rupiah berjangka 24 bulan di Bank Umum dan suku bunga
pinjamanmodal kerja (rupiah) yang diberikan Bank Persero memberikan
kontribusi yang besar terhadap pembentukan Lagging Debt Index. Hal ini
menunjukkan bahwa pola grafik kedua variabel tersebut memiliki kemiripan yang
besar terhadap pergerakan grafik Lagging Debt Index. Dengan demikian,
pergerakan kedua variabel itu dapat merefleksikan periode waktu kemungkinan
terjadinya contagion effect akibat terjadinya krisis utang di Indonesia.
Nama
Variabel Trough Peak Trough Peak Trough Peak
Coindicent
Index Apr-94 Jul-95 Aug-96 Sep-98 Aug-99 Apr-01
Lagging
Index Nov-94 May-96 Jan-98 May-99 Apr-01 Jun-02
Selang
Waktu 7 bulan 10 bulan 17 bulan 8 bulan 20 bulan 14 bulan
118
4.3 Pembahasan Hasil Penyusunan Early Warning System
4.3.1 Analisis Hasil Early Warning System Secara Empiris
Penyusunan hasil early warning sytem menghasilkan tiga instrumen penting,
yakni Coincident, Leading, dan Lagging Debt Index. Adapun instrumen yang
digunakan untuk mendeskripsikan kondisi beban utang luar negeri Indonesia
adalah Coincident Debt Index. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.58, salah
satu titik puncak Coincident Debt Index tercapai pada periode bulan September
1998. Kondisi ini terjadi tidak terlepas dari pengaruh krisis nilai tukar yang
melanda negara-negara di Asia secara luas, termasuk Indonesia. Hal ini
sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Perbandingan Pergerakan Grafik Coincident Debt Index dengan
Kurs Rupiah Terhadap Dollar
Gambar 4.6 bahwa rupiah mengalami depresiasi yang begitu hebat sejak periode
bulan Juni 1998. Kepercayaan terhadap mata uang rupiah semakin menurun,
sehingga terjadi capital outflow secara besar-besaran pada periode waktu tersebut.
Coin
ciden
t D
ebt
Index
Kurs
Rupia
h T
erh
adap
Doll
ar
Kurs Rupiah Terhadap Dollar
Coincident Debt Index
119
Hal ini berdampak pada beban utang luar negeri Indonesia semakin besar yang
digambarkan dari titik puncak grafik Coincident Debt Index pada periode bulan
September 1998. Kondisi ini semakin parah sehingga menyebabkan kurangnya
likuiditas dalam perekonomian dan berakibat pada kenaikan suku bunga dalam
negeri secara signifikan.
Terjadinya capital outflow dalam jumlah besar pada akhirnya berdampak pada
kurangnya likuiditas dalam perekonomian secara signifikan. Kondisi ini
menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga SBI
3 bulan sehingga berdampak pada suku bunga simpanan dalam negeri yang juga
mengalami kenaikan. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan
untuk menarik minat investor luar negeri agar tetap menginvestasikan dana
mereka di Indonesia sehingga likuiditas dalam negeri akan terjaga dan nilai rupiah
tidak akan mengalami depresiasi lebih buruk lagi. Hal ini penting bagi pemerintah
agar solvabilitas Indonesia tetap dalam kondisi baik sehingga mampu membayar
cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pada periode tersebut.
Kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga dalam
negeri juga memiliki tujuan lainnya yakni untuk meredam tingginya lonjakan
inflasi yang terjadi pada periode krisis tersebut. Meskipun demikian, kebijakan
yang dilakukan pemerintah tersebut pada akhirnya kurang efektif dan tidak
berhasil menahan capital flight yang terjadi sehingga hanya menambah beban
biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang menaikkan suku bunga SBI 3 bulan berdampak
pada tingginya suku bunga simpanan dalam negeri melebihi suku bunga
120
pinjamannya. Hal ini menyebabkan interest rate spread Indonesia menunjukkan
nilai negatif dan mencapai titik trough pada periode November 1998 dimana
periode tersebut bertepatan dengan tercapainya titik peak variabel reference debt
to GDP yang menandakan terjadinya masalah solvabilitas Indonesia. Dengan
demikian, karena variabel interest rate spread, suku bunga simpanan, suku bunga
pinjaman, dan suku bunga SBI 3 bulan merupakan komponen penyusun
Coincident Debt Index dengan bobot yang cukup besar, maka peningkatan
variabel-variabel tersebut menyebabkan nilai Coincident Debt Index mencapai
puncaknya pada periode bulan September 1998.
Titik puncak Coincident Debt Index pada bulan September 1998 selain
dipengaruhi oleh krisis nilai tukar yang melanda Asia, juga disebabkan karena
pada periode tersebut hampir sebagian besar utang luar negeri Indonesia mencapai
jatuh tempo secara bersamaan. Kondisi ini semakin menambah beban utang luar
negeri Indonesia yang semakin diperparah dengan kesulitan likuiditas
perekonomian dalam negeri akibat capital flight yang terjadi secara besar-besaran.
Selain Coincident Debt Index, penyusunan early warning system ini juga
menghasilkan instrumen Leading Debt Index. Indeks ini merupakan instrumen
yang penting karena pergerakannya mampu memprediksi kemungkinan terjadinya
krisis utang di Indonesia secara akurat.
Berdasarkan gambar 4.59, diketahui bahwa Leading Debt Index ini memiliki
beberapa titik puncak dan lembah. Salah satu titik puncaknya terjadi pada periode
bulan Juni 1997. Pergerakan Leading Debt Index yang mencapai titik puncaknya
pada periode tersebut telah memberikan sinyal yang kuat bahwa akan terjadi krisis
121
utang di pada selang waktu 15 bulan kemudian (ditandai dengan Coincident Debt
Index yang mencapai titik puncak).
Tercapainya titik puncak Leading Debt Index pada periode bulan Juni 1997
banyak dipengaruhi oleh dinamika pergerakan variabel suku bunga LIBOR 6
Bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini disebabkan karena kedua variabel tersebut
merupakan komponen penyusun Leading Debt Index dengan bobot yang cukup
besar.
Variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan memiliki beberapa titik puncak dan
lembah. Salah satu titik puncak variabel ini tercapai pada periode bulan April
1997. Titik puncak yang terjadi pada periode tersebut menjadi sinyal kuat
terjadinya beban utang luar negeri Indonesia yang semakin besar pada selang
waktu 19 bulan kemudian. Suku bunga LIBOR 6 Bulan yang mencapai titik
puncak di bulan April 1997 mengindikasikan terjadinya penurunan likuiditas
sumber pendanaan di pasar uang internasional pada periode waktu tersebut. Oleh
karena suku bunga LIBOR banyak digunakan sebagai acuan dalam penentuan
suku bunga utang luar negeri, maka peningkatan suku bunga LIBOR akan
berdampak pada semakin besarnya devisa yang harus dialokasikan untuk
melakukan pembayaran bunga utang.
Pergerakan suku bunga LIBOR memberikan pengaruh yang besar terhadap
kondisi beban utang luar negeri yang harus ditanggung oleh Indonesia. Hal ini
disebabkan karena cukup besar jumlah utang luar negeri Indonesia yang
pembayaran bunganya ditetapkan berdasarkan floating interest rate. Semakin
tinggi suku bunga LIBOR, maka semakin besar pula beban pembayaran utang luar
122
negeri Indonesia, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, peningkatan suku
bunga LIBOR 6 bulan yang mencapai titik puncaknya pada periode April 1997
berdampak pada semakin besarnya beban utang luar negeri Indonesia pada kurun
waktu 19 bulan kemudian, tepatnya bulan November 1998.
Selain variabel suku bunga LIBOR 6 Bulan, pergerakan Leading Debt Index
yang mencapai titik puncak di periode Juni 1997 juga dipengaruhi oleh variabel
laju inflasi Jepang. Variabel ini mencapai titik puncaknya pada periode bulan
Agustus 1997 akibat krisis nilai tukar yang melanda Asia, termasuk Jepang. Pada
periode tersebut, mata uang yen juga mengalami depresiasi yang hebat sehingga
berdampak pada kemunduran perekonomian di negara tersebut. Hal ini ditandai
dengan inflasi yang terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, pergerakan
laju inflasi Jepang telah memberikan sinyal yang kuat dalam memprediksi kondisi
beban utang luar negeri yang harus ditanggung Indonesia.
4.3.2 Operasionalisasi dan Pengelolaan Early Warning System Krisis Utang
di Indonesia
Dengan menggunakan instrumen Leading Debt Index yang dihasilkan dari
penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya krisis utang
di Indonesia dapat diprediksi pada periode 11 bulan sebelumnya. Prediksi tersebut
dapat dilakukan dengan mengobservasi pergerakan Leading Debt Index yang
dihasilkan. Adapun skematik operasionalisasi early warning system krisis utang di
Indonesia dapat dijelaskan pada Gambar 4.7.
123
Gambar 4.7 Skematik Penggunaan Instrumen Leading Debt Index Dalam
Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang
Pada Gambar 4.7, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada
periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik
CDI. Terjadinya krisis utang di periode t tersebut telah dapat diprediksi 11 bulan
sebelumnya. Ketika grafik LDI menunjukkan tanda-tanda pergerakan yang
mengalami peningkatan, maka saat itu sinyal peringatan kemungkinan terjadinya
krisis utang perlu diwaspadai. Sebelum LDI ini mencapai titik puncaknya pada
periode 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang, maka kebijakan yang bersifat
preventif dan antisipatif harus segera diimplementasikan untuk mengendalikan
beban utang luar negeri Indonesia. Hal ini perlu dilakukan secara cermat dan
akurat untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
Selain dengan instrumen LDI, operasionalisasi early warning system krisis
utang di Indonesia juga dilakukan dengan menggunakan instrumen Lagging Debt
Index. Dengan menggunakan instrumen Lagging Debt Index yang dihasilkan dari
penyusunan early warning system ini, maka kemungkinan terjadinya contagion
effect akibat krisis utang di Indonesia dapat dicegah pada periode 13 bulan setelah
124
terjadinya krisis utang. Prediksi tersebut dapat dilakukan dengan mengobservasi
pergerakan Lagging Debt Index yang dihasilkan. Adapun skematik
operasionalisasi early warning system krisis utang di Indonesia dapat dijelaskan
pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Skematik Penggunaan Instrumen Lagging Debt Index Dalam
Operasionalisasi Early Warning System Krisis Utang
Pada Gambar 4.8, dimisalkan bahwa krisis utang di Indonesia akan terjadi pada
periode waktu t yang ditunjukkan dengan tercapainya titik puncak pada grafik
CDI. Dampak dari terjadinya krisis utang di periode t tersebut akan menyebar
secara luas ke variabel-variabel makroekonomi lainnya dalam kurun waktu 13
bulan. Hal ini direfleksikan dengan tercapainya titik puncak grafik Lagging Debt
Index pada periode 13 bulan setelah terjadinya krisis. Oleh karena itu, selama
periode 13 bulan setelah terjadinya krisis, perlu dilakukan sejumlah kebijakan
tertentu yang diimplementasikan dalam rangka mencegah penyebaran contagion
effect secara meluas akibat terjadinya krisis utang.
125
Model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini sudah cukup
baik untuk digunakan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di
Indonesia pada kurun waktu 5 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan model early
warning system dengan instrument utama Leading Debt Index ini disusun oleh
leading indicators yang memiliki rentang waktu yang cukup panjang, yakni dari
periode bulan Januari 1990 hingga Desember 2011. Dengan demikian, siklus
bisnisnya tidak akan banyak mengalami perubahan secara signifikan karena durasi
suatu siklus bisnis bisa berlangsung lebih dari sepuluh sampai dua belas tahun.
Meskipun model early warning system yang terbentuk dalam penelitian ini
sudah cukup baik, namun proses kaliberasi tetap perlu dilakukan secara berkala
tiap lima tahun sekali. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya perubahan komponen penyusun Coincident, Leading, maupun Lagging
Debt Index akibat perubahan struktur perekonomian Indonesia. Misalnya saja,
ketika model early warning system debt crises dibuat pada saat ini, variabel laju
inflasi Jepang merupakan kandidat leading indicator yang pergerakannya
memberikan sinyal kuat terhadap kondisi beban utang luar negeri Indonesia.
Namun, tidak menutup kemungkinan pada kurun waktu 5 tahun mendatang,
pergerakan variabel ini tidak lagi mampu memprediksi kondisi beban utang luar
negeri Indonesia. Oleh karena itu, proses kaliberasi sangat penting untuk
dilakukan agar sinyal yang dihasilkan dari model early warning system ini selalu
akurat dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.
126
4.3.3 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Utang Luar Negeri Indonesia
Melalui operasionalisasi early warning system dengan menggunakan
instrument Leading Debt Index, maka periode kemungkinan terjadinya krisis
utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan sebelumnya. Dengan demikian,
pemerintah beserta instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 11 bulan untuk
mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan menghindari
terjadinya krisis utang di Indonesia.
Dalam upaya penyelematan untuk menghindari kemungkinan terjadinya krisis
utang di Indonesia, maka pemerintah perlu menerapkan suatu paket kebijakan
yang efektif, cepat dan tepat. Hal ini disebabkan karena pemerintah hanya
memiliki waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang di Indonesia. Dengan
demikian, diperlukan implementasi sejumlah kebijakan yang tidak mengandung
time lag maupun decision lag.
Sejumlah kebijakan dapat diimplementasikan oleh pemerintah pada kurun
waktu 11 bulan sebelum terjadinya krisis utang. Salah satu kebijakan yang dapat
dilakukan yakni dengan melakukan debt rescheduling atau penjadwalan kembali
periode waktu pembayaran utang. Untuk melakukan debt rescheduling ini, perlu
dilakukan negosiasi yang kuat dengan pihak kreditur agar pengajuan
perpanjangan tenggat waktu pembayaran utang dapat disetujui sehingga utang
luar negeri Indonesia memiliki masa jatuh tempo (grace periode) yang lebih
lama. Kebijakan ini penting untuk dilakukan agar utang luar negeri Indonesia
tidak jatuh tempo pada periode bersamaan yang dapat berpotensi menyebabkan
terjadinya krisis utang di Indonesia.
127
Selain kebijakan debt rescheduling, pemerintah juga dapat melakukan
kebijakan debt swap. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menukar
kewajiban pembayaran utang luar negeri dengan hal-hal lain yang diinginkan oleh
pihak kreditur untuk dilakukan oleh Indonesia. Pemerintah dapat bernegosiasi
dengan pihak kreditur agar Indonesia dapat membayar utang luar negeri melalui
peningkatan komitmen pelestarian hutan lindung. Apabila kebijakan debt swap
tersebut disepakati dengan pihak kreditur, maka beban utang luar negeri Indonesia
akan berkurang sehingga kemungkinan terjadinya krisis utang dapat dihindari.
Kebijakan debt cutting juga merupakan salah satu alternatif kebijakan yang
dapat ditempuh oleh pemerintah selama periode 11 bulan sebelum terjadinya
krisis utang di Indonesia. Kebijakan debt cutting merupakan kebijakan dimana
pemerintah bernegosiasi kepada pihak kreditur untuk menyetujui pemotongan
jumlah nominal utang luar negeri yang harus dibayar oleh Indonesia. Kebijakan
debt cutting ini memang merupakan kebijakan yang kurang popular. Perlu adanya
negosiasi dan alasan kuat yang dikemukakan pemerintah dalam pengajuan
permohonan debt cutting ini.
Instrumen lain yang digunakan dalam operasionalisasi early warning system
krisis utang di Indonesia adalah Lagging Debt Index. Pergerakan Lagging Debt
Index ini memberikan sinyal penyebaran contagion effect akibat terjadinya krisis
utang di Indonesia. Melalui operasionalisasi early warning system dengan
menggunakan instrument Lagging Debt Index, maka diketahui bahwa dampak
akibat terjadinya krisis utang di Indonesia akan meluas dalam kurun waktu 13
bulan setelah terjadinya krisis tersebut. Dengan demikian, pemerintah beserta
128
instansi terkait lainnya memiliki waktu selama 13 bulan setelah krisis untuk
mengimplementasikan suatu paket kebijakan khusus dengan tujuan mencegah
dampak contagion effect yang semakin meluas akibat krisis utang yang terjadi.
Apabila krisis utang terjadi di Indonesia, maka likuiditas perekonomian akan
terganggu sehingga berdampak pada aktivitas perekonomian yang semakin
menurun. Kondisi ini akan berdampak luas dan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, selama periode 13 bulan setelah terjadinya krisis,
pemerintah perlu merumuskan suatu kebijakan dengan tujuan untuk meredam
dampak terjadinya krisis utang terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun salah
satu kebijakan yang dapat diimplementasikan yakni dengan menyalurkan dana
bantuan jaminan sosial kepada masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan agar
masyarakat tidak terlalu merasakan shock yang besar akibat terjadinya krisis utang
di Indonesia.
129
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh enam kandidat yang
menjadi leading indicators dan delapan kandidat coincident indicators dalam
rangka penyusunan sistem deteksi dini kemungkinan terjadinya krisis utang di
Indonesia. Penyusunan Composite Leading Debt Index dilakukan secara trial and
error dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga
diperoleh bentuk Leading Debt Index yang terbaik dalam memprediksi beban
utang luar negeri Indonesia di periode waktu mendatang. Demikian pula
penyusunan Composite Coincident Debt Index dilakukan secara trial and error
dengan mengombinasikan berbagai kemungkinan variabel kandidat hingga
diperoleh bentuk Coincident Debt Index yang terbaik dalam menggambarkan
beban utang luar negeri Indonesia di periode saat ini. Komponen penyusunan
Leading Debt Index yang dianggap terbaik adalah variabel suku bunga LIBOR 6
bulan (54 persen), laju inflasi Jepang (42 persen), dan variabel M2/Cadangan
Devisa (2 persen) serta Nominal Effective Exchange Rate (2 persen). Sedangkan
komponen penyusun Coincident Debt Index terbaik adalah interest rate spread
(59 persen), suku bunga simpanan rupiah berjangka 6 bulan di Bank Umum (23
persen), suku bunga pinjaman untuk modal kerja (rupiah) berjangka 6 bulan di
Bank Umum(10 persen) dan SBI 1 bulan (8 persen).
130
Melalui penggunaan instrument Leading Debt Index yang merupakan bagian
dari operasionalisasi early warning system yang telah terbentuk ini, maka
kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia dapat diprediksi 11 bulan
sebelumnya. Dengan demikian, pemerintah dapat mengimplementasikan
kebijakan tertentu untuk menghindari terjadinya krisis utang, di antaranya dengan
melakukan debt rescheduling, debt swap dan debt cutting.
Pergerakan Instrumen Lagging Debt Index sebagai bagian dari
operasionalisasi early warning system memberikan sinyal bahwa dampak akibat
terjadinya krisis utang di Indonesia akan menimbulkan contagion effect dalam
kurun waktu 13 bulan setelah terjadinya krisis tersebut. Dalam rangka meredam
shock yang dialami oleh masyarakat akibat dampak krisis utang yang terjadi,
maka pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan berupa penyaluran dana
bantuan sosial agar tingkat kesejahteraan tetap terjaga.
5.2 Saran
Adapun beberapa saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut :
1. Untuk melengkapi penelitian ini, diperlukan perhitungan diffusion index
(menggambarkan proporsi komponen CI dan LI yang mengalami kenaikan).
2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan menggunakan variabel reference
yang berbeda, menambah variabel penyusun reference series dan
memperpanjang periode series data yang digunakan agar diperoleh indeks
peramalan yang lebih baik.
131
DAFTAR PUSTAKA
Abiad, Abdul. 2003. “Early Warning System : A Survey and Regime-Switching
Approach”. IMF Working Paper, No. 03/32
Andrew Berg dan Jeffrey Sachs. 1988. "The Debt Crisis: Structural Explanations
of Country Performance," NBER Working Papers 2607, National Bureau
of Economic Research, Inc
Arghyrou, Michael G. dan John D. Tsoukalas. 2010. “The Greek Debt Crisis :
Likely Cause, Mechanics and Outcomes”. Cardiff Economics Working
Papers, E2010/3
Arifin, Sjamsul dan D.E. Rae. 2008. Manajemen Pinjaman Luar Negeri Swasta
Indonesia: Pelajaran Berharga Dari Krisis Keuangan Indonesia. Elex
Media Komputindo, Jakarta
Balkan, E.M. 1992. “Political Instability, Country Risk and Probability of
Default”. Applied Economics, 24(9): 999-1008
Basri, Y. Z. dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan
Utang Luar Negeri. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Benazir, A. D. 2008. Analisis Leading Dan Coincident Indicators Pergerakan
Kurs di Indonesia : Pendekatan Business Cycle Analysis [Skripsi].
Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor
Berg, A. dan C. Patillo. 1999. “Predicting Currency Crises: The Indicators
Approach and An Alternative”. Journal of International Money and
Finance. 18(4): 561-586
Berg, A. dan J. Sachs. 1988. “The Debt Crisis Structural Explainations of Country
Performance”. Journal of Development Economics, 29(3): 271-306
Bhattacharyay, Biswa, et all. 2009. “Early Warning System for Economic and
Financial Risks in Kazakhstan”. CESIFO WORKING PAPER, No. 2832
Burkart, O. dan V. Coudert. 2002. “Leading Indicators of Currency Crises for
Emerging Countries. Emerging Market Reviews, 3(2): 107-133
Bussiere, Matthieu and Marcel Fratzscher. 2002. Towards A New Early Warning
System Of Financial Crises. European Central Bank
Bustelo, P. 2000. “Novelties of Financial Crises In The 1990s and The Search for
New Indicators”. Emerging Market Reviews, 1(3): 229-251
132
Cantor, R., dan Packer, F. 1996. “Determinants and Impact of Sovereign Credit
Rating”. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review 10:
1-15
Cencini, Alvaro and Bernard Schmitt. 1991. External Debt Servicing: A Vicious
Circle. Pinter Publishers Limited, London
Ciarlone, A. dan G. Trebeschi. 2006. “A Multinomial Approach to Early Warning
System for Debt Crises”. Emerging Market Review, 6: 376-395
Departemen Akuntansi Umum Singapura. 2011. Singapore Government
Borrowings. Accountant-General’s Department, Singapore
Dreher, A., Bernard, H., and Volker, K. 2005. Is There a Causal Link Between
Currency and Debt Crises?. Thurgauer Wirtschaf Institute
Edison, H. J. (2003), “Do indicators of financial crises work? An evaluation of an
early warning system”. International Journal of Finance and Economics,
8(1): 11–53.
Fuertes, A.M. dan Kalotychou, E. 2007. “Optimal Design Of Early Warning
System for Sovereign Debt Crises”. International Journal of Forecasting,
23(1): 85-100
InterCAFE. 2007. Materi Penyusunan Leading dan Coincident Indicators. Bogor
Tambunan, Tulus. 2003. An Early Warning System For Indonesia With Signal
Approaach. Thailand Development Research Institute
Lanoie, P. dan S. Lemarbre. 1996. “Three Approaches to Predict The Timing and
Quantity of LDC Debt Rescheduling”. Applied Economics, 28(2): 241-246
Lee, S.H. 1991. “Ability and Willingness to Service Debt As Explaination for
Commercial and Official Rescheduling Cases”. Journal of Banking and
Finance, 15(1): 5-27
Lestano, Jan Jacobs and Gerard H. Kuper. 2003. An early-warning system for six
Asian countries. Department of Economics, University of Groningen
Kamin, S.B. 1999. “The Current International Financial Crisis: How Much Is
New?”. Journal of International Money and Finance 18: 501-514
Kaminsky, G.L., S. Lizondo, and C.M. Reinhart . 1998. Leading indicators of
currency crisis, IMF Staff Papers 45/1, International Monetary Fund,
Washington, D.C.
133
Kibritcioglu, B., B. Kose dan G. Ugur. 1999. A Leading Indicators Approach to
The Predictabiluty of Currency Crises: The Case of Turkey. (General
Directorate of Economic Research, Ankara. Turkey)
Kumar, Kuldeep dan Haynes, John D. 2003. “Forecasting Credit Ratings Using
An ANN and Statistical Techniques”. International Journal Of Business
Studies, 11(1): 91-108
Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi (Macroeconomics). Edisi Kelima.
Erlangga, Jakarta
Marchesi, S. 2003. “Adoption of An IMF Programme and Debt Rescheduling”.
Journal of Development Economics, 70(2): 403-423
Nasution, D. 2007. “Penyusunan Coincident dan Leading Economic Indicators”.
Materi Presentasi InterCAFE. Bogor
Permatasari, Ery. 2008. Membangun Leading dan Coincident Indicators untuk
Inflasi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut
Pertanian Bogor
Reinhart, Carmen M., Kenneth S. Rogoff dan Miguel A. Savastano. 2003. “Debt
Intolerance”. Brookings Papers on Economic Activity 34: 1-74
Singgalingging, Hotbin. 2001. Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia dan
Permasalahannya. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia, Jakarta
Su, Chi Wei, Hsu Ling Chang, Meng Nan Zhu and Zhang Qiao. 2010. “An
Evaluation of Leading Indicators of Currency Crises”. African Journal of
Business Management, 4(15): 3321-3331
Sugema, Iman. 2001. “Utang Luar Negeri: Good Time Friend, Bad Time Enemy”.
AGRIMEDIA, 7(1): 30-35
Quéré, Agnès Bénassy dan Laurence Boone. 2010. “Eurozone Crisis: Debts,
Institutions and Growth”. LA LATTRE DU CEPII, No. 300
Zhang, W. and J. Zhuang. 2002. “Leading Indicators of Business Cycle in
Malaysia and Philippines”. ERD Working Paper No. 32
LAMPIRAN
134
LAMPIRAN
Lampiran 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian
Kode Nama Variabel Sumber
Var01 M2 (Uang Beredar Luas) Bank Indonesia
Var02 M1 Bank Indonesia
Var03 Uang Kuasi Bank Indonesia
Var04 Aktiva Luar Negeri Bersih Bank Indonesia
Var05 Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat Bank Indonesia
Var06 Suku Bunga LIBOR 3 bulan Bank Indonesia
Var07 Suku Bunga LIBOR 6 bulan Bank Indonesia
Var08 Suku Bunga LIBOR 1 tahun Bank Indonesia
Var09 US Prime Rates Bank Indonesia
Var10 Japan Prime Rates Bank Indonesia
Var11 Produk Domestik Bruto (berdasarkan harga konstan) Bank Indonesia
Var12 Pengeluaran Konsumsi Total Bank Indonesia
Var13 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Bank Indonesia
Var14 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Bank Indonesia
Var15 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Bank Indonesia
Var16 Perubahan Stok Bank Indonesia
Var17 Ekspor Barang dan Jasa Bank Indonesia
Var18 Impor Barang dan Jasa Bank Indonesia
Var19 Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang Dimiliki Bukan Penduduk Bank Indonesia
Var20 Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang Dimiliki Perseorangan Bank Indonesia
Var21 Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang dimiliki Pemerintah Pusat Bank Indonesia
Var22 Posisi Giro Rupiah Bank Umum yang dimiliki Perusahaan Asuransi Swasta Bank Indonesia
Var23 Kurs Tengah Mata Uang AUD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var24 Kurs Tengah Mata Uang CAD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var25 Kurs Tengah Mata Uang CHF Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var26 Kurs Tengah Mata Uang GBP Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var27 Kurs Tengah Mata Uang HKD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var28 Kurs Tengah Mata Uang JPY-100 Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var29 Kurs Tengah Mata Uang MYR Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var30 Kurs Tengah Mata Uang SGD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var31 Kurs Tengah Mata Uang USD Terhadap Rupiah di Bank Indonesia Bank Indonesia
Var32 Posisi Simpanan Masyarakat (Rupiah) di Bank Umum&BPR Bank Indonesia
Var33 Posisi Simpanan Masyarakat (Valas) di Bank Umum&BPR Bank Indonesia
Var34
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank
Persero Bank Indonesia
135
Var35
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan Bank
Persero Bank Indonesia
Var36 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan BPD Bank Indonesia
Var37 Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan BPD Bank Indonesia
Var38
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank
Asing dan Campuran Bank Indonesia
Var39
Suku Bunga Pinjaman Rupiah (Investasi) Rupiah Yang Diberikan Bank
Asing dan Campuran Bank Indonesia
Var40 Posisi Simpanan Berjangka (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan BPR Bank Indonesia
Var41
Posisi Simpanan Berjangka 1 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan
BPR Bank Indonesia
Var42
Posisi Simpanan Berjangka 3 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan
BPR Bank Indonesia
Var43
Posisi Simpanan Berjangka 6 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan
BPR Bank Indonesia
Var44
Posisi Simpanan Berjangka 12 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan
BPR Bank Indonesia
Var45
Posisi Simpanan Berjangka 24 bulan (Rupiah Dan Valas) Bank Umum Dan
BPR Bank Indonesia
Var46 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 1 Bulan Bank Indonesia
Var47 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 3 Bulan Bank Indonesia
Var48 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 6 Bulan Bank Indonesia
Var49 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 12 Bulan Bank Indonesia
Var50 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Persero - 24 Bulan Bank Indonesia
Var51
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 1
Bulan Bank Indonesia
Var52
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 3
Bulan Bank Indonesia
Var53
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 6
Bulan Bank Indonesia
Var54
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 12
Bulan Bank Indonesia
Var55
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Pemerintah Daerah - 24
Bulan Bank Indonesia
Var56
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 1
Bulan Bank Indonesia
Var57
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 3
Bulan Bank Indonesia
Var58
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 6
Bulan Bank Indonesia
Var59
Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Asing dan Campuran - 12
Bulan Bank Indonesia
Var60 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 1 Bulan Bank Indonesia
Var61 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 3 Bulan Bank Indonesia
Var62 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 6 Bulan Bank Indonesia
Var63 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 12 Bulan Bank Indonesia
Var64 Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 24 Bulan Bank Indonesia
Var65 Laju Inflasi Amerika Serikat Bank Indonesia
Var66 Laju Inflasi Jepang Bank Indonesia
Var67 Laju Inflasi Jerman Bank Indonesia
Var68 Laju Inflasi Inggris Bank Indonesia
136
Var69 Laju Inflasi Italia Bank Indonesia
Var70 Laju Inflasi Perancis Bank Indonesia
Var71 Laju Inflasi Kanada Bank Indonesia
Var72 Laju Inflasi Korea Selatan Bank Indonesia
Var73 Laju Inflasi Hongkong Bank Indonesia
Var74 Laju Inflasi Taiwan Bank Indonesia
Var75 Laju Inflasi Singapura Bank Indonesia
Var76 Laju Inflasi Indonesia Bank Indonesia
Var77 Laju Inflasi Malaysia Bank Indonesia
Var78 Laju Inflasi Thailand Bank Indonesia
Var79 Laju Inflasi Filipina Bank Indonesia
Var80 Local equity market index of Indonesia (valued in Rupiah) World Bank
Var81 Local equity market index of Indonesia (valued in Dollar) World Bank
Var82 Total Reserve Indonesia World Bank
Var83 Total Reserve USA World Bank
Var84 Stock Markets USA (dollar) World Bank
Var85 Exports Merchandise USA, World Bank
Var86 Imports Merchandise USA World Bank
Var87 Industrial Production USA World Bank
Var88 Agriculture, 2005=100, nominal$ World Bank
Var89 Agr: Food, 2005=100, nominal$ World Bank
Var90 Crude oil, avg, spot, $/bbl, nominal$ World Bank
Var91 Energy, 2005=100, nominal$ World Bank
Var92 Gold, $/toz, nominal$ World Bank
Var93 Palm oil, $/mt, nominal$ World Bank
Var94 Agr: Raw materials, 2005=100, nominal$ World Bank
Var95 Penerimaan Perpajakan Bank Indonesia
Var96 M2/Cadangan Devisa Bank Indonesia
Var97 Merchandise Imports of Indonesia, insurance and freight basis (c.i.f.) basis World Bank
Var98 Merchandise Exports Indonesia, insurance and freight (f.o.b) basis World Bank
Var99 Merchandise Exports USA, insurance and freight (f.o.b) basis World Bank
Var100 Merchandise Imports of USA, insurance and freight basis (c.i.f.) basis World Bank
Var101 Real Effective Exchange Rate World Bank
Var102 Interest rate spread (lending rate minus deposit rate, %) World Bank
Var103 SBI 1 Bulan Bank Indonesia
Var104 Private Saving to GDP Bank Indonesia
Var105 Loan to GDP Bank Indonesia
Var106 IHSG
Bursa Efek
Jakarta
Var107 LQ 45 Bursa Efek
137
Jakarta
Var108 Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Bank Indonesia
Var109 Nilai Ekspor Indonesia ke Jepang Bank Indonesia
Var110 Harga Beras Internasional Bangkok World Bank
Var111 Nominal Effective Exchange Rate World Bank
138
Lampiran 2. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Coincident Indicator
1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing
dan Campuran (Kode : Var38)
2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode :
Var62)
139
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76)
4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94)
140
5. Variabel SBI 1 Bulan (Kode : Var103)
6. Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) (Kode : Var102)
141
Lampiran 3. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Leading Indicator
1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan (Kode : Var07)
2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66)
142
3. Variabel M2/Cadangan Devisa (Kode : Var 96)
4. Loan to GDP (Kode : Var105)
143
5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107)
6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111)
144
Lampiran 4. Hasil Cross Correlation Test Kandidat Kandidat Lagging
Indicator
1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank
Persero (Kode : Var 34)
2. Variabel Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum -
24 Bulan (Kode : Var 64)
145
3. Imports Merchandise constant (US$, millions) (Kode : Var97)
4. Local equity market index (valued in US$ terms) (Kode : Var81)
146
Lampiran 5. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Coincident
Indicator
1. Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah) Dari Bank Asing
dan Campuran (Kode : Var38)
147
2. Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6 Bulan di Bank Umum (Kode :
Var62)
148
3. Variabel Laju Inflasi Indonesia (Kode : Var76)
149
4. Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia (Kode : Var 94)
150
5. Variabel SBI 1 Bulan (Kode : Var103)
151
6. Interest rate spread (lending rate minus deposit rate) (Kode : Var102)
152
Lampiran 6. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Leading
Indicator
1. Suku Bunga LIBOR 6 Bulan (Kode : Var07)
153
2. Variabel Laju Inflasi Jepang (Kode : Var66)
154
3. Variabel M2/Cadangan Devisa (Kode : Var 96)
155
4. Loan to GDP (Kode : Var105)
156
5. Variabel LQ 45 (Kode : Var107)
157
6. Nominal Effective Exchange Rate (Kode : Var111)
158
Lampiran 7. Hasil Pengujian Granger Causality Test Kandidat Laggging
Indicator
1. Suku Bunga Pinjaman (Modal Kerja) Rupiah Yang Diberikan Bank
Persero (Kode : Var 34)
159
2. Variabel Suku Bunga Simpanan Berjangka (Rupiah) di Bank Umum - 24
Bulan (Kode : Var 64)
160
3. Imports Merchandise constant (US$, millions) (Kode : Var97)
161
4. Local equity market index (valued in US$ terms) (Kode : Var81)
162
Lampiran 8. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Coincident Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah)
Yang Diberikan Bank Asing dan Campuran Sebelum dan Sesudah
Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 6
Bulan di Bank Umum Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12
ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
163
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Harga Komoditi Mentah Pertanian Dunia
Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir
Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel SBI 1 Bulan Sebelum dan Sesudah
Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
164
Lampiran 9. Perhitungan Composite Coincident Debt Index
Periode mt var38 mt var62 mt var103 mt var102 it 200+it 200-it It
Jan-90
Feb-90 -0.02898 -0.05583 -0.01729 0.0419 -0.0602 199.9398 200.0602 99.93981
Mar-90 -0.02898 -0.05816 -0.0172 0.039192 -0.06515 199.9349 200.0651 99.87472
Apr-90 -0.01932 -0.07677 -0.01707 0.035131 -0.07803 199.922 200.078 99.79683
May-90 -0.00966 -0.06514 -0.01689 0.029716 -0.06197 199.938 200.062 99.735
Jun-90 0.057963 0.002326 -0.01666 0.022947 0.066572 200.0666 199.9334 99.80142
Jul-90 0.048303 0.009306 -0.0164 0.014824 0.056035 200.056 199.944 99.85735
Aug-90 0.135248 0.123301 -0.01609 0.005348 0.24781 200.2478 199.7522 100.1051
Sep-90 -0.01932 0.141912 -0.01573 -0.00548 0.101378 200.1014 199.8986 100.2067
Oct-90 0.106266 0.116322 -0.01533 -0.01767 0.189592 200.1896 199.8104 100.3968
Nov-90 -0.00966 0.160524 -0.01489 -0.0312 0.104774 200.1048 199.8952 100.5021
Dec-90 0.096606 0.223337 -0.0144 -0.0461 0.259452 200.2595 199.7405 100.7632
Jan-91 0.086945 0.193094 -0.01414 -0.04511 0.220796 200.2208 199.7792 100.9859
Feb-91 -0.00966 0.160524 -0.01368 -0.05794 0.079241 200.0792 199.9208 101.0659
Mar-91 0.33812 0.535079 -0.0133 -0.06737 0.79253 200.7925 199.2075 101.8701
Apr-91 0 0.169829 -0.01299 -0.07339 0.083447 200.0834 199.9166 101.9551
May-91 -0.11593 -0.00233 -0.01276 -0.076 -0.20702 199.793 200.207 101.7443
Jun-91 -0.0483 0.127954 -0.01261 -0.0752 -0.00816 199.9918 200.0082 101.736
Jul-91 0 -0.07212 -0.01253 -0.071 -0.15565 199.8444 200.1556 101.5778
Aug-91 0 0.030244 -0.01253 -0.06338 -0.04567 199.9543 200.0457 101.5314
Sep-91 -0.25117 -0.22334 -0.01261 -0.05235 -0.53948 199.4605 200.5395 100.9851
Oct-91 0.106266 -0.10934 -0.01276 -0.03792 -0.05376 199.9462 200.0538 100.9308
Nov-91 -0.00966 -0.06514 -0.01299 -0.02008 -0.10787 199.8921 200.1079 100.822
Dec-91 -0.00966 -0.04188 -0.0133 0.001171 -0.06366 199.9363 200.0637 100.7579
Jan-92 0 -0.06747 -0.01342 0.03242 -0.04847 199.9515 200.0485 100.709
Feb-92 -0.00966 -0.05351 -0.0137 0.054616 -0.02225 199.9778 200.0222 100.6866
Mar-92 -0.02898 -0.03955 -0.01387 0.07435 -0.00805 199.992 200.008 100.6785
Apr-92 0 -0.04653 -0.01393 0.091621 0.031158 200.0312 199.9688 100.7099
May-92 0 -0.10934 -0.0139 0.10643 -0.01681 199.9832 200.0168 100.693
Jun-92 -0.09661 -0.14191 -0.01375 0.118776 -0.1335 199.8665 200.1335 100.5586
Jul-92 -0.05796 -0.05351 -0.01351 0.128659 0.003682 200.0037 199.9963 100.5624
Aug-92 -0.01932 -0.11632 -0.01315 0.136079 -0.01272 199.9873 200.0127 100.5496
Sep-92 -0.05796 -0.1582 -0.01269 0.141037 -0.08782 199.9122 200.0878 100.4613
Oct-92 -0.0483 -0.12795 -0.01213 0.143532 -0.04486 199.9551 200.0449 100.4162
Nov-92 -0.03864 -0.13493 -0.01147 0.143564 -0.04148 199.9585 200.0415 100.3746
Dec-92 -0.06762 -0.08375 -0.01069 0.141134 -0.02093 199.9791 200.0209 100.3536
Jan-93 -0.01932 -0.15354 -0.00959 0.114242 -0.06821 199.9318 200.0682 100.2852
Feb-93 -0.02898 -0.07445 -0.00879 0.109018 -0.0032 199.9968 200.0032 100.282
Mar-93 -0.06086 -0.1233 -0.00806 0.103462 -0.08876 199.9112 200.0888 100.193
165
Apr-93 0.023185 -0.06514 -0.05167 0.097574 0.003948 200.0039 199.9961 100.1969
May-93 0 -0.07212 -0.05233 0.091356 -0.03309 199.9669 200.0331 100.1638
Jun-93 -0.06086 -0.04653 -0.08513 0.084805 -0.10772 199.8923 200.1077 100.056
Jul-93 -0.05893 -0.06049 -0.15543 0.077923 -0.19692 199.8031 200.1969 99.85911
Aug-93 -0.09081 -0.06979 -0.10154 0.07071 -0.19143 199.8086 200.1914 99.66814
Sep-93 -0.10144 -0.09306 0.129655 0.063166 -0.00167 199.9983 200.0017 99.66647
Oct-93 0.019321 -0.114 0.045301 0.05529 0.005917 200.0059 199.9941 99.67237
Nov-93 -0.03091 -0.114 -0.01328 0.047082 -0.1111 199.8889 200.1111 99.56169
Dec-93 -0.03768 -0.10702 -0.05389 0.038543 -0.16004 199.84 200.16 99.40248
Jan-94 0.016423 -0.09306 0 0.022377 -0.05426 199.9457 200.0543 99.34856
Feb-94 -0.04734 -0.08608 -0.04843 0.012931 -0.16891 199.8311 200.1689 99.18089
Mar-94 -0.00097 -0.08608 0.018745 0.002909 -0.06539 199.9346 200.0654 99.11606
Apr-94 0.00483 -0.02792 0.021088 -0.00769 -0.00969 199.9903 200.0097 99.10646
May-94 0.015457 -0.00698 0.073419 -0.01886 0.063037 200.063 199.937 99.16895
Jun-94 0.008695 0.023264 0.02187 -0.03061 0.02322 200.0232 199.9768 99.19198
Jul-94 0.026084 0.034896 0.058579 -0.04293 0.076628 200.0766 199.9234 99.26802
Aug-94 0.028016 0.053508 0.014059 -0.05583 0.039752 200.0398 199.9602 99.30749
Sep-94 0.007728 0.069793 0.053112 -0.06931 0.061328 200.0613 199.9387 99.36841
Oct-94 0.037676 0.062814 0.034366 -0.08336 0.051501 200.0515 199.9485 99.4196
Nov-94 -0.02222 0.039549 0.014059 -0.09798 -0.06659 199.9334 200.0666 99.35341
Dec-94 0.04154 0.074446 0.021088 -0.11318 0.023892 200.0239 199.9761 99.37716
Jan-95 0.069556 0.062814 0.047644 -0.11624 0.063776 200.0638 199.9362 99.44055
Feb-95 0.035744 0.102363 0.047644 -0.12991 0.055846 200.0558 199.9442 99.4961
Mar-95 0 0.123301 0 -0.14146 -0.01816 199.9818 200.0182 99.47803
Apr-95 0.049269 0.083752 0 -0.15091 -0.01789 199.9821 200.0179 99.46024
May-95 0.03671 0.086078 0 -0.15825 -0.03546 199.9645 200.0355 99.42498
Jun-95 0.021253 0.100037 0 -0.16348 -0.04219 199.9578 200.0422 99.38304
Jul-95 -0.00676 0.088404 0 -0.1666 -0.08495 199.915 200.085 99.29865
Aug-95 -0.00773 0.090731 0 -0.1676 -0.0846 199.9154 200.0846 99.21467
Sep-95 0.00483 0.051181 0 -0.1665 -0.11049 199.8895 200.1105 99.10511
Oct-95 0.002898 0.025591 0 -0.16329 -0.1348 199.8652 200.1348 98.9716
Nov-95 -0.00869 0.018611 0 -0.15797 -0.14806 199.8519 200.1481 98.82518
Dec-95 0.02705 0.009306 0 -0.15054 -0.11419 199.8858 200.1142 98.71239
Jan-96 -0.00386 -0.01163 -0.0906 -0.10827 -0.21437 199.7856 200.2144 98.50101
Feb-96 -0.01256 -0.00698 0 -0.09675 -0.11629 199.8837 200.1163 98.38653
Mar-96 -0.00483 0.002326 0 -0.08324 -0.08575 199.9143 200.0857 98.3022
Apr-96 0.005796 0.002326 0 -0.06775 -0.05963 199.9404 200.0596 98.2436
May-96 -0.01159 0.004653 0 -0.05028 -0.05722 199.9428 200.0572 98.18741
Jun-96 -0.02222 -0.00233 0 -0.03082 -0.05536 199.9446 200.0554 98.13306
Jul-96 0 0.011632 0 -0.00937 0.002261 200.0023 199.9977 98.13528
Aug-96 -0.02319 -0.00233 0 0.014057 -0.01145 199.9885 200.0115 98.12404
166
Sep-96 -0.0029 -0.00233 0 0.03947 0.034245 200.0342 199.9658 98.15765
Oct-96 -0.00676 -0.00233 0 0.066866 0.057778 200.0578 199.9422 98.21438
Nov-96 -0.01449 -0.00698 0 0.096247 0.074777 200.0748 199.9252 98.28785
Dec-96 -0.01159 -0.02559 0 0.127612 0.090429 200.0904 199.9096 98.37677
Jan-97 -0.02319 -0.02326 0.585791 0.082653 0.621994 200.622 199.378 98.99058
Feb-97 -0.02995 -0.03955 0 0.10451 0.035013 200.035 199.965 99.02524
Mar-97 -0.01932 -0.03257 0 0.114875 0.062984 200.063 199.937 99.08763
Apr-97 0.033812 -0.04653 0 0.113748 0.101032 200.101 199.899 99.18779
May-97 0.006762 -0.04188 0 0.101129 0.066016 200.066 199.934 99.25329
Jun-97 -0.03478 -0.03722 0 0.077019 0.005018 200.005 199.995 99.25827
Jul-97 0.042506 -0.02792 0 0.041416 0.056005 200.056 199.944 99.31388
Aug-97 1.2665 0.060487 0 -0.00568 1.321308 201.3213 198.6787 100.6348
Sep-97 -0.33812 0.093057 0 -0.06427 -0.30933 199.6907 200.3093 100.324
Oct-97 -0.1565 0.067466 0 -0.13434 -0.22338 199.7766 200.2234 100.1002
Nov-97 -0.06569 0.002326 0 -0.21592 -0.27928 199.7207 200.2793 99.82101
Dec-97 -0.33136 0.067466 0 -0.30898 -0.57287 199.4271 200.5729 99.2508
Jan-98 0.938041 0.079099 0 -0.33814 0.679 200.679 199.321 99.92701
Feb-98 0.230888 0.141912 0.156211 -0.42244 0.106571 200.1066 199.8934 100.0336
Mar-98 0.216397 0.265213 1.796425 -0.48648 1.79155 201.7915 198.2085 101.8419
Apr-98 0.296579 0.041876 0.390527 -0.53028 0.198707 200.1987 199.8013 102.0445
May-98 0.552584 0.583934 0.624843 -0.55381 1.207551 201.2076 198.7924 103.2842
Jun-98 0.158433 0.458307 0 -0.55709 0.059649 200.0596 199.9404 103.3458
Jul-98 0.203838 0.867759 0.559235 -0.54012 1.090715 201.0907 198.9093 104.4792
Aug-98 0.256971 0.772375 0.412397 -0.50289 0.938855 200.9389 199.0611 105.4648
Sep-98 0.221227 0.888697 -0.4452 -0.4454 0.21932 200.2193 199.7807 105.6963
Oct-98 -0.10047 0.395493 -0.66858 -0.36766 -0.74122 199.2588 200.7412 104.9158
Nov-98 -0.33812 0.237296 -0.74669 -0.26967 -1.11718 198.8828 201.1172 103.7502
Dec-98 -0.44922 -0.12097 -0.86697 -0.15142 -1.58858 198.4114 201.5886 102.115
Jan-99 -0.15457 -0.24428 0.078886 0.025528 -0.29443 199.7056 200.2944 101.8148
Feb-99 -0.02029 -0.26987 0.061703 0.149311 -0.07914 199.9209 200.0791 101.7342
Mar-99 -0.06666 -0.46529 0.007811 0.258374 -0.26576 199.7342 200.2658 101.4642
Apr-99 -0.11496 -0.31639 -0.32882 0.352716 -0.40746 199.5925 200.4075 101.0516
May-99 -0.39995 -0.46761 -0.55377 0.432338 -0.98899 199.011 200.989 100.0572
Jun-99 -0.58929 -0.69793 -0.56861 0.497239 -1.35859 198.6414 201.3586 98.70697
Jul-99 -0.54389 -0.74678 -0.39365 0.547419 -1.13691 198.8631 201.1369 97.59111
Aug-99 -0.29272 -0.3606 -0.0578 0.582879 -0.12823 199.8718 200.1282 97.46605
Sep-99 -0.08984 -0.17448 -0.00469 0.603618 0.334606 200.3346 199.6654 97.79272
Oct-99 -0.05023 -0.19542 0.004686 0.609637 0.368668 200.3687 199.6313 98.15392
Nov-99 -0.02512 -0.96314 -0.00859 0.600935 -0.39592 199.6041 200.3959 97.76608
Dec-99 1.01919 -0.33966 -0.07967 0.577513 1.177377 201.1774 198.8226 98.92397
Jan-00 -1.19308 -0.20007 -0.06014 0.420127 -1.03317 198.9668 201.0332 97.90718
167
Feb-00 -0.03864 -0.0884 -0.01093 0.381503 0.243521 200.2435 199.7565 98.14589
Mar-00 -0.0454 -0.0349 -0.00859 0.342397 0.253504 200.2535 199.7465 98.39501
Apr-00 -0.01739 -0.02559 -0.00234 0.30281 0.257487 200.2575 199.7425 98.64869
May-00 -0.03864 -0.06747 0.01484 0.262741 0.171472 200.1715 199.8285 98.81799
Jun-00 0.016423 -0.01396 0.098413 0.22219 0.323068 200.3231 199.6769 99.13776
Jul-00 0.03188 0 0.093726 0.181158 0.306765 200.3068 199.6932 99.44234
Aug-00 -0.00386 0.03257 0.002343 0.139645 0.170694 200.1707 199.8293 99.61223
Sep-00 -0.08984 0.027917 0.004686 0.09765 0.04041 200.0404 199.9596 99.65249
Oct-00 0 0.023264 0.009373 0.055174 0.087811 200.0878 199.9122 99.74004
Nov-00 0.008695 0.093057 0.032023 0.012216 0.145991 200.146 199.854 99.88575
Dec-00 0.052167 0.034896 0.02968 -0.03122 0.08552 200.0855 199.9145 99.97121
Jan-01 -0.01449 0.055834 0.016402 -0.0335 0.024246 200.0242 199.9758 99.99545
Feb-01 0.008695 0.088404 0.003905 -0.07186 0.029144 200.0291 199.9709 100.0246
Mar-01 0.037676 0.137259 0.061703 -0.10466 0.131981 200.132 199.868 100.1567
Apr-01 0.115927 0.076772 0.039834 -0.1319 0.100637 200.1006 199.8994 100.2575
May-01 -0.03574 0.037223 0.018745 -0.15357 -0.13335 199.8667 200.1333 100.1239
Jun-01 0.090809 0 0.024994 -0.16969 -0.05388 199.9461 200.0539 100.07
Jul-01 0.056997 -0.01861 0.040615 -0.18024 -0.10124 199.8988 200.1012 99.96875
Aug-01 0.015457 0.053508 0.039053 -0.18523 -0.07722 199.9228 200.0772 99.89159
Sep-01 0.042506 0.06514 -0.00781 -0.18466 -0.08483 199.9152 200.0848 99.80689
Oct-01 -0.00676 0.069793 0.000781 -0.17853 -0.11472 199.8853 200.1147 99.69245
Nov-01 0.010627 0.062814 0.001562 -0.16684 -0.09184 199.9082 200.0918 99.60094
Dec-01 -0.01836 0.039549 0.001562 -0.14959 -0.12683 199.8732 200.1268 99.47469
Jan-02 -0.01063 0.034896 -0.05389 -0.08925 -0.11887 199.8811 200.1189 99.35651
Feb-02 0.034778 0.009306 -0.00547 -0.06718 -0.02856 199.9714 200.0286 99.32814
Mar-02 0.008695 -0.02559 -0.00781 -0.04584 -0.07055 199.9295 200.0705 99.25809
Apr-02 -0.07825 -0.05816 -0.01172 -0.02525 -0.17337 199.8266 200.1734 99.08615
May-02 0.013525 -0.04188 -0.08592 -0.00539 -0.11966 199.8803 200.1197 98.96765
Jun-02 -0.08405 -0.02326 -0.03124 0.013726 -0.12483 199.8752 200.1248 98.84419
Jul-02 0.007728 -0.04188 -0.01406 0.032104 -0.0161 199.9839 200.0161 98.82828
Aug-02 -0.03768 -0.08608 -0.0453 0.049742 -0.11931 199.8807 200.1193 98.71043
Sep-02 -0.05023 -0.08608 -0.08826 0.066642 -0.15793 199.8421 200.1579 98.55466
Oct-02 -0.08308 -0.08143 -0.00937 0.082801 -0.09108 199.9089 200.0911 98.46494
Nov-02 -0.02029 -0.07677 -0.00312 0.098222 -0.00196 199.998 200.002 98.46301
Dec-02 -0.02705 -0.0791 -0.01015 0.112903 -0.0034 199.9966 200.0034 98.45966
Jan-03 -0.00193 -0.03955 -0.01875 0.107174 0.046947 200.0469 199.9531 98.5059
Feb-03 0.001932 -0.02559 -0.03515 0.119416 0.06061 200.0606 199.9394 98.56562
Mar-03 -0.07825 -0.06747 -0.06561 0.129959 -0.08137 199.9186 200.0814 98.48545
Apr-03 -0.03671 -0.04886 -0.02656 0.138802 0.026681 200.0267 199.9733 98.51173
May-03 -0.03188 -0.0884 -0.04843 0.145945 -0.02276 199.9772 200.0228 98.48931
Jun-03 -0.07632 -0.09771 -0.07108 0.151389 -0.09372 199.9063 200.0937 98.39705
168
Jul-03 -0.06859 -0.13493 -0.03359 0.155133 -0.08198 199.918 200.082 98.31642
Aug-03 -0.04154 -0.1233 -0.01484 0.157177 -0.0225 199.9775 200.0225 98.2943
Sep-03 -0.03574 -0.14657 -0.01953 0.157522 -0.04431 199.9557 200.0443 98.25075
Oct-03 -0.03478 -0.14424 -0.01406 0.156167 -0.03691 199.9631 200.0369 98.2145
Nov-03 -0.03478 -0.14889 0.000781 0.153113 -0.02978 199.9702 200.0298 98.18526
Dec-03 -0.01449 -0.22334 -0.01406 0.148359 -0.10353 199.8965 200.1035 98.08366
Jan-04 -0.00676 -0.14424 -0.03515 0.121669 -0.06448 199.9355 200.0645 98.02044
Feb-04 -0.02898 -0.114 -0.02968 0.114368 -0.05829 199.9417 200.0583 97.96332
Mar-04 -0.03381 -0.08143 -0.00469 0.106219 -0.0137 199.9863 200.0137 97.94989
Apr-04 -0.0058 -0.0791 -0.00703 0.097222 0.005298 200.0053 199.9947 97.95508
May-04 -0.02608 -0.02326 -0.00078 0.087378 0.03725 200.0372 199.9628 97.99158
Jun-04 -0.00097 0.002326 0.001562 0.076687 0.079609 200.0796 199.9204 98.06962
Jul-04 -0.01063 0.016285 0.001562 0.065148 0.072368 200.0724 199.9276 98.14062
Aug-04 -0.01642 0.062814 0.000781 0.052761 0.099933 200.0999 199.9001 98.23874
Sep-04 0.058929 0.044202 0.001562 0.039526 0.14422 200.1442 199.8558 98.38052
Oct-04 -0.06859 0.023264 0.001562 0.025445 -0.01832 199.9817 200.0183 98.3625
Nov-04 -0.01063 0.016285 0 0.010515 0.016173 200.0162 199.9838 98.37841
Dec-04 -0.01352 0.013959 0.001562 -0.00526 -0.00327 199.9967 200.0033 98.3752
Jan-05 -0.01352 -0.00931 -0.00078 -0.01945 -0.04306 199.9569 200.0431 98.33284
Feb-05 0.026084 0.037223 0.000781 -0.03497 0.029121 200.0291 199.9709 98.36148
Mar-05 -0.03188 0.025591 0.000781 -0.04937 -0.05488 199.9451 200.0549 98.30752
Apr-05 0.018355 -0.05816 0.020307 -0.06266 -0.08216 199.9178 200.0822 98.22678
May-05 0.012559 0.002326 0.019526 -0.07484 -0.04043 199.9596 200.0404 98.18708
Jun-05 0.015457 0 0.023432 -0.08591 -0.04702 199.953 200.047 98.14092
Jul-05 0.024151 0.041876 0.018745 -0.09587 -0.0111 199.9889 200.0111 98.13002
Aug-05 0.045405 0.034896 0.079668 -0.10472 0.05525 200.0552 199.9448 98.18426
Sep-05 0.214465 0.132607 0.038272 -0.11246 0.272887 200.2729 199.7271 98.45255
Oct-05 0.049269 0.141912 0.078105 -0.11908 0.150205 200.1502 199.8498 98.60055
Nov-05 0.079217 0.179135 0.097632 -0.1246 0.231387 200.2314 199.7686 98.82896
Dec-05 0.059896 0.181462 0.039053 -0.129 0.151409 200.1514 199.8486 98.97871
Jan-06 -0.00097 0.23497 0 -0.10512 0.128888 200.1289 199.8711 99.10636
Feb-06 -0.01159 0.120974 0 -0.10615 0.003236 200.0032 199.9968 99.10957
Mar-06 -0.01642 0.093057 0 -0.10491 -0.02828 199.9717 200.0283 99.08155
Apr-06 -0.01352 0.023264 0 -0.10142 -0.09168 199.9083 200.0917 98.99075
May-06 0.001932 0 -0.01953 -0.09566 -0.11326 199.8867 200.1133 98.8787
Jun-06 -0.04251 -0.02559 0 -0.08764 -0.15574 199.8443 200.1557 98.72482
Jul-06 -0.0029 -0.02792 -0.01953 -0.07736 -0.12771 199.8723 200.1277 98.59883
Aug-06 -0.01932 -0.04188 -0.03905 -0.06482 -0.16507 199.8349 200.1651 98.4362
Sep-06 -0.06762 -0.06281 -0.03905 -0.05001 -0.2195 199.7805 200.2195 98.22037
Oct-06 -0.01352 -0.06049 -0.03905 -0.03294 -0.14601 199.854 200.146 98.07706
Nov-06 -0.07535 -0.06514 -0.03905 -0.01361 -0.19316 199.8068 200.1932 97.8878
169
Dec-06 -0.03574 -0.06514 -0.03905 0.007979 -0.13196 199.868 200.132 97.75871
Jan-07 -0.05603 -0.10004 -0.01953 0.020031 -0.15556 199.8444 200.1556 97.60676
Feb-07 -0.03864 -0.10934 -0.01953 0.040271 -0.12724 199.8728 200.1272 97.48264
Mar-07 0.009661 -0.11865 -0.01953 0.056895 -0.07162 199.9284 200.0716 97.41285
Apr-07 -0.01836 -0.09306 0 0.069905 -0.04151 199.9585 200.0415 97.37242
May-07 -0.01836 -0.06979 -0.01953 0.079298 -0.02838 199.9716 200.0284 97.3448
Jun-07 -0.02898 -0.0442 -0.01953 0.085077 -0.00763 199.9924 200.0076 97.33737
Jul-07 0 -0.04653 -0.01953 0.087239 0.021184 200.0212 199.9788 97.35799
Aug-07 -0.00097 -0.04653 0 0.085787 0.038292 200.0383 199.9617 97.39528
Sep-07 0.018355 -0.04653 0 0.080718 0.052545 200.0525 199.9475 97.44647
Oct-07 0.014491 -0.00931 0 0.072035 0.07722 200.0772 199.9228 97.52174
Nov-07 0.005796 -0.01396 0 0.059735 0.051573 200.0516 199.9484 97.57205
Dec-07 -0.00193 -0.01163 -0.01953 0.043821 0.01073 200.0107 199.9893 97.58252
Jan-08 -0.0058 -0.00698 0 0.01458 0.001804 200.0018 199.9982 97.58428
Feb-08 -0.01546 -0.00698 -0.00547 -0.00267 -0.03057 199.9694 200.0306 97.55445
Mar-08 0.000966 -0.00465 0.002343 -0.01764 -0.01899 199.981 200.019 97.53593
Apr-08 0.086945 0 0.002343 -0.03034 0.058951 200.059 199.941 97.59344
May-08 -0.03671 0.016285 0.024994 -0.04075 -0.03618 199.9638 200.0362 97.55814
Jun-08 0.043473 0.034896 0.032804 -0.04889 0.062286 200.0623 199.9377 97.61892
Jul-08 0.028982 0.067466 0.039053 -0.05474 0.080757 200.0808 199.9192 97.69779
Aug-08 0.03671 0.081425 0.003905 -0.05832 0.063719 200.0637 199.9363 97.76006
Sep-08 0.089843 0.165177 0.033585 -0.05962 0.228984 200.229 199.771 97.98417
Oct-08 0.116893 0.083752 0.099194 -0.05864 0.241198 200.2412 199.7588 98.22079
Nov-08 0.072454 0.109342 0.020307 -0.05538 0.146722 200.1467 199.8533 98.36501
Dec-08 0.001932 0.086078 -0.03202 -0.04984 0.006143 200.0061 199.9939 98.37105
Jan-09 -0.01159 0.051181 -0.10388 -0.02754 -0.09183 199.9082 200.0918 98.28076
Feb-09 -0.03091 0.013959 -0.05936 -0.02013 -0.09645 199.9036 200.0964 98.18602
Mar-09 -0.0029 -0.03955 -0.0414 -0.01314 -0.09698 199.903 200.097 98.09084
Apr-09 -0.03671 -0.0349 -0.04843 -0.00656 -0.12659 199.8734 200.1266 97.96674
May-09 -0.02705 -0.06049 -0.02656 -0.00039 -0.11448 199.8855 200.1145 97.85465
Jun-09 -0.01739 -0.06747 -0.02343 0.005368 -0.10292 199.8971 200.1029 97.75399
Jul-09 -0.03574 -0.06979 -0.01875 0.010714 -0.11357 199.8864 200.1136 97.64304
Aug-09 -0.03188 -0.0791 -0.01015 0.015648 -0.10548 199.8945 200.1055 97.54009
Sep-09 -0.02222 -0.09306 -0.00781 0.02017 -0.10292 199.8971 200.1029 97.43976
Oct-09 -0.01352 -0.05583 0.000781 0.02428 -0.0443 199.9557 200.0443 97.3966
Nov-09 -0.0029 -0.05816 -0.00156 0.027978 -0.03464 199.9654 200.0346 97.36287
Dec-09 -0.04251 -0.08143 -0.00078 0.031265 -0.09345 199.9066 200.0934 97.27193
Jan-10 -0.03768 -0.06514 -0.00078 0.031782 -0.07182 199.9282 200.0718 97.2021
Feb-10 -0.02898 -0.05118 -0.00312 0.034763 -0.04852 199.9515 200.0485 97.15494
Mar-10 -0.00193 -0.01396 -0.01093 0.037851 0.011025 200.011 199.989 97.16565
Apr-10 -0.01932 -0.03955 -0.00547 0.041045 -0.02329 199.9767 200.0233 97.14302
170
May-10 -0.01449 -0.02326 0.007811 0.044345 0.0144 200.0144 199.9856 97.15701
Jun-10 -0.01449 -0.01163 -0.00312 0.047751 0.018504 200.0185 199.9815 97.17499
Jul-10 0.003864 0 0.018745 0.051264 0.073874 200.0739 199.9261 97.24681
Aug-10 -0.00097 -0.00233 0 0.054883 0.051591 200.0516 199.9484 97.29699
Sep-10 -0.02512 -0.00465 0 0.058609 0.028838 200.0288 199.9712 97.32505
Oct-10 -0.01449 0.004653 0 0.062441 0.052603 200.0526 199.9474 97.37626
Nov-10 0.011593 0.013959 0 0.066379 0.09193 200.0919 199.9081 97.46582
Dec-10 -0.0029 0.037223 0 0.070423 0.104748 200.1047 199.8953 97.56797
Jan-11 -0.07632 -0.05816 0 0.072582 -0.0619 199.9381 200.0619 97.50759
Feb-11 -0.00966 0.011632 0.019526 0.076387 0.097885 200.0979 199.9021 97.60309
Mar-11 0.010627 0.023264 0 0.079847 0.113737 200.1137 199.8863 97.71416
Apr-11 0.000966 0.004653 0 0.08296 0.088579 200.0886 199.9114 97.80075
May-11 -0.00386 0.006979 0 0.085727 0.088842 200.0888 199.9112 97.88768
Jun-11 0.012559 0 0 0.088148 0.100707 200.1007 199.8993 97.98631
Jul-11 0 -0.00233 0 0.090224 0.087897 200.0879 199.9121 98.07248
Aug-11 -0.02029 0.002326 0 0.091953 0.073993 200.074 199.926 98.14507
Sep-11 -0.01932 0.055834 0 0.093337 0.12985 200.1299 199.8701 98.27259
Oct-11 -0.01063 0.006979 -0.01953 0.094375 0.071201 200.0712 199.9288 98.34259
Nov-11 -0.01642 -0.01163 -0.03905 0.095067 0.027959 200.028 199.972 98.37009
Dec-11 -0.01449 -0.04188 0 0.095413 0.039046 200.039 199.961 98.40851
171
Lampiran 10. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Leading Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga LIBOR 6 Bulan Sebelum dan
Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor
Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel M2/Cadangan Devisa Sebelum dan Sesudah
Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
172
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Loan to GDP Sebelum dan Sesudah
Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel LQ 45 Sebelum dan Sesudah Mengalami
Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
173
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami
Proses X-12 ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Nominal Effective Exchange Rate Sebelum
dan Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor
Musiman
174
Lampiran 11. Perhitungan Composite Leading Index
Periode mt Var07 mt Var66 mt Var96 mt Var111 it 200+it 200-it It
Jan-90
Feb-90 0.031975 0.04618 0.104368 -0.00758 0.174947 200.1749 199.8251 100.1751
Mar-90 0.010923 0.063966 0.150208 -0.00624 0.218856 200.2189 199.7811 100.3946
Apr-90 -0.08232 -0.14863 0.149451 -0.00775 -0.08926 199.9107 200.0893 100.305
May-90 -0.00982 -0.13243 0.133209 -0.00549 -0.01453 199.9855 200.0145 100.2904
Jun-90 -0.25653 -0.10003 0.083639 -0.00678 -0.2797 199.7203 200.2797 100.0103
Jul-90 -0.0599 -0.03748 0.078701 -0.00678 -0.02547 199.9745 200.0255 99.98485
Aug-90 0.017544 0.023951 0.071216 -0.00918 0.103533 200.1035 199.8965 100.0884
Sep-90 0.051852 0.098217 0.069754 -0.00846 0.211359 200.2114 199.7886 100.3002
Oct-90 -0.05219 0.149117 0.058747 -0.00166 0.154019 200.154 199.846 100.4548
Nov-90 -0.13739 0.1755 0.118205 -0.01392 0.142402 200.1424 199.8576 100.5979
Dec-90 -0.04422 0.141166 0.086026 -0.01311 0.169854 200.1699 199.8301 100.769
Jan-91 -0.06926 0.04423 0.337545 -0.00612 0.306397 200.3064 199.6936 101.0782
Feb-91 -0.28593 -0.02329 -0.24412 -0.00739 -0.56073 199.4393 200.5607 100.513
Mar-91 -0.23091 -0.06328 -0.00893 -0.00955 -0.31267 199.6873 200.3127 100.1992
Apr-91 -0.1629 -0.05904 0.057473 -0.00581 -0.17028 199.8297 200.1703 100.0287
May-91 -0.1112 -0.06022 -0.01516 -0.00798 -0.19456 199.8054 200.1946 99.83431
Jun-91 0.034299 -0.05011 -0.01141 -0.00737 -0.03458 199.9654 200.0346 99.79979
Jul-91 0.026238 -0.02847 0.062883 -0.00275 0.0579 200.0579 199.9421 99.85759
Aug-91 -0.18051 -0.01235 0.00985 -0.00786 -0.19088 199.8091 200.1909 99.66716
Sep-91 -0.11017 -0.00152 0.001931 -0.00478 -0.11453 199.8855 200.1145 99.55308
Oct-91 -0.16109 -0.01915 -0.01787 -0.0048 -0.20292 199.7971 200.2029 99.35127
Nov-91 -0.27937 -0.04574 -0.07431 -0.00768 -0.4071 199.5929 200.4071 98.94763
Dec-91 -0.21884 -0.10448 -0.01786 -0.00441 -0.3456 199.6544 200.3456 98.60626
Jan-92 -0.11098 -0.14944 0.001068 -0.00549 -0.26484 199.7352 200.2648 98.34546
Feb-92 0.022999 -0.15536 0.061659 -0.01034 -0.08104 199.919 200.081 98.26579
Mar-92 0.114567 -0.0763 -0.06677 -0.00147 -0.02998 199.97 200.03 98.23633
Apr-92 -0.13757 0.041512 -0.0342 -0.00563 -0.13589 199.8641 200.1359 98.10293
May-92 -0.13354 0.093729 -0.04767 -0.00471 -0.0922 199.9078 200.0922 98.01253
Jun-92 -0.03848 0.034134 0.025046 -0.00232 0.018385 200.0184 199.9816 98.03055
Jul-92 -0.22894 -0.08275 -0.04795 -0.00447 -0.36411 199.6359 200.3641 97.67426
Aug-92 -0.02245 -0.11647 -0.01154 -0.0006 -0.15105 199.8489 200.1511 97.52683
Sep-92 -0.10109 -0.0125 0.092959 -0.00413 -0.02475 199.9752 200.0248 97.50269
Oct-92 0.057532 0.159278 0.057348 -0.00852 0.265641 200.2656 199.7344 97.76204
Nov-92 0.142164 0.227267 0.002117 -0.0092 0.362349 200.3623 199.6377 98.11692
Dec-92 -0.00468 0.121583 0.032906 -0.00033 0.14948 200.1495 199.8505 98.2637
Jan-93 -0.05566 -0.13064 -0.03818 -0.00173 -0.22621 199.7738 200.2262 98.04167
Feb-93 -0.07033 -0.28246 0.05556 0.001246 -0.29598 199.704 200.296 97.75191
175
Mar-93 -0.06234 -0.30675 0.004589 -0.00145 -0.36595 199.634 200.366 97.39484
Apr-93 -0.02968 -0.16056 -0.04221 -0.00516 -0.23761 199.7624 200.2376 97.1637
May-93 0.022346 -0.05667 0.057286 -0.00474 0.018223 200.0182 199.9818 97.18141
Jun-93 0.02786 0.047854 0.012663 -0.00609 0.082283 200.0823 199.9177 97.2614
Jul-93 0.027559 0.109442 0.0313 -0.00733 0.160968 200.161 199.839 97.41809
Aug-93 -0.00313 0.148925 0.029008 -0.00623 0.168572 200.1686 199.8314 97.58245
Sep-93 -0.02411 0.122728 -0.001 -0.00715 0.090464 200.0905 199.9095 97.67076
Oct-93 -0.00517 0.027188 0.007752 0.002385 0.032159 200.0322 199.9678 97.70218
Nov-93 0.029759 -0.03734 0.070625 0.001574 0.064614 200.0646 199.9354 97.76533
Dec-93 0.016996 -0.07453 0.027628 -0.00303 -0.03293 199.9671 200.0329 97.73314
Jan-94 0.009543 -0.06571 0.02129 -0.00688 -0.04176 199.9582 200.0418 97.69233
Feb-94 0.209837 -0.06123 0.021607 -0.01015 0.160062 200.1601 199.8399 97.84882
Mar-94 0.154245 -0.04243 -0.04576 -0.00576 0.060297 200.0603 199.9397 97.90784
Apr-94 0.150397 -0.03288 0.156241 -0.0039 0.269853 200.2699 199.7301 98.1724
May-94 0.264385 -0.04228 0.026751 -0.00624 0.242615 200.2426 199.7574 98.41087
Jun-94 -0.02362 -0.09421 -0.01745 -0.00465 -0.13992 199.8601 200.1399 98.27327
Jul-94 0.156425 -0.14138 0.043729 -0.00697 0.051809 200.0518 199.9482 98.3242
Aug-94 0.044269 -0.14364 -0.06625 -0.00393 -0.16955 199.8304 200.1696 98.15763
Sep-94 0.143183 -0.12327 -0.00524 -0.00816 0.006512 200.0065 199.9935 98.16402
Oct-94 0.199714 0.152533 -0.00083 -0.00381 0.347603 200.3476 199.6524 98.50583
Nov-94 0.120648 0.150959 -0.0955 -0.0045 0.171602 200.1716 199.8284 98.67502
Dec-94 0.414379 0.104795 0.098919 -0.0036 0.614495 200.6145 199.3855 99.28324
Jan-95 0.004996 -0.04186 0.069152 -0.00234 0.029947 200.0299 199.9701 99.31298
Feb-95 -0.0981 -0.12464 0.043758 -0.00415 -0.18313 199.8169 200.1831 99.13127
Mar-95 -0.0707 -0.1299 -0.04161 -0.00181 -0.24403 199.756 200.244 98.88965
Apr-95 -0.1404 -0.04529 -0.0151 -0.01 -0.21079 199.7892 200.2108 98.68142
May-95 -0.12278 0.006739 0.000285 -0.00466 -0.12042 199.8796 200.1204 98.56266
Jun-95 -0.14032 0.038556 0.009303 -0.0097 -0.10216 199.8978 200.1022 98.46202
Jul-95 -0.04368 0.025078 -0.04222 -0.00819 -0.06901 199.931 200.069 98.39409
Aug-95 0.082011 0.00917 0.051864 -0.00958 0.133464 200.1335 199.8665 98.5255
Sep-95 -0.01323 -0.03425 0.002459 -0.00783 -0.05285 199.9472 200.0528 98.47345
Oct-95 -0.00651 -0.08082 0.014091 -0.00769 -0.08092 199.9191 200.0809 98.3938
Nov-95 -0.08208 -0.10145 0.009191 -0.00796 -0.1823 199.8177 200.1823 98.21459
Dec-95 -0.08032 -0.0718 0.056351 -0.0053 -0.10107 199.8989 200.1011 98.11538
Jan-96 -0.0401 0.004076 0.014721 0.004491 -0.01682 199.9832 200.0168 98.09888
Feb-96 -0.15204 0.052764 -0.09993 -0.01261 -0.21182 199.7882 200.2118 97.89131
Mar-96 0.101739 0.070192 -0.00942 -0.00561 0.156902 200.1569 199.8431 98.04502
Apr-96 0.052682 0.040413 0.034128 -0.00407 0.12315 200.1231 199.8769 98.16584
May-96 0.036716 0.01829 0.013518 -0.01274 0.055787 200.0558 199.9442 98.22062
Jun-96 0.05131 -0.01212 0.005751 0.006539 0.051475 200.0515 199.9485 98.27119
Jul-96 0.032025 -0.02283 0.009425 -0.00575 0.012867 200.0129 199.9871 98.28383
176
Aug-96 -0.01819 -0.01538 0.007422 -0.0115 -0.03765 199.9623 200.0377 98.24684
Sep-96 0.050982 0.038211 0.029604 0.01438 0.133178 200.1332 199.8668 98.37777
Oct-96 -0.08365 0.101442 0.019872 -0.00884 0.028827 200.0288 199.9712 98.40613
Nov-96 -0.04368 0.12334 -0.07891 -0.00836 -0.00761 199.9924 200.0076 98.39865
Dec-96 0.00459 0.067391 -0.05792 -0.00675 0.00731 200.0073 199.9927 98.40584
Jan-97 0.093501 -0.02168 -0.03602 -0.00435 0.031454 200.0315 199.9685 98.4368
Feb-97 0.045504 -0.04945 0.01311 -0.00721 0.001946 200.0019 199.9981 98.43871
Mar-97 0.028107 0.028786 -0.02075 -0.00715 0.02899 200.029 199.971 98.46725
Apr-97 0.055453 0.184153 -0.04787 -0.01194 0.179794 200.1798 199.8202 98.64445
May-97 0.007556 0.272065 -0.05086 -0.00823 0.220524 200.2205 199.7795 98.86223
Jun-97 -0.07649 0.263629 0.053663 -0.00779 0.233015 200.233 199.767 99.09286
Jul-97 -0.05952 0.128824 -0.11335 -0.09971 -0.14376 199.8562 200.1438 98.9505
Aug-97 -0.00339 0.027182 -0.14649 -0.2591 -0.3818 199.6182 200.3818 98.57343
Sep-97 0.017596 -0.07132 -0.24425 -0.12259 -0.42056 199.5794 200.4206 98.15974
Oct-97 0.040988 -0.10686 0.033777 -0.19065 -0.22275 199.7773 200.2227 97.94133
Nov-97 0.029326 -0.11407 -0.00653 0.011508 -0.07977 199.9202 200.0798 97.86324
Dec-97 0.020657 -0.03313 -0.09948 -0.38391 -0.49587 199.5041 200.4959 97.37916
Jan-98 -0.03494 0.072683 -1.14712 -1.26572 -2.3751 197.6249 202.3751 95.09346
Feb-98 -0.03148 0.102786 0.53928 0.333755 0.944337 200.9443 199.0557 95.99572
Mar-98 -0.01209 -0.00609 0.090379 0.058637 0.13083 200.1308 199.8692 96.12139
Apr-98 -0.00829 -0.21637 -0.04343 0.053619 -0.21447 199.7855 200.2145 95.91546
May-98 -0.0329 -0.33836 -0.52316 -0.46715 -1.36158 198.6384 201.3616 94.61833
Jun-98 -0.01904 -0.33449 -0.31457 -0.55389 -1.22198 198.778 201.222 93.46912
Jul-98 -0.02877 -0.16589 0.029245 0.197 0.031585 200.0316 199.9684 93.49865
Aug-98 -0.0179 -0.04079 0.249301 0.25673 0.447336 200.4473 199.5527 93.91784
Sep-98 -0.141 0.079647 -0.01052 0.062898 -0.00898 199.991 200.009 93.90941
Oct-98 -0.13245 0.128298 0.502242 0.580583 1.078669 201.0787 198.9213 94.92788
Nov-98 0.042975 0.145709 0.060487 0.059574 0.308745 200.3087 199.6913 95.22141
Dec-98 -0.01144 0.064745 -0.12621 -0.14368 -0.21658 199.7834 200.2166 95.01541
Jan-99 0.021838 -0.08553 -0.16891 -0.17295 -0.40554 199.5945 200.4055 94.63086
Feb-99 0.044822 -0.17208 0.088729 0.050208 0.011683 200.0117 199.9883 94.64192
Mar-99 -0.07917 -0.16584 -0.11526 0.012782 -0.34749 199.6525 200.3475 94.31362
Apr-99 -0.02431 -0.05223 0.092466 0.057437 0.073367 200.0734 199.9266 94.38284
May-99 0.006098 0.022286 0.046207 0.019867 0.094457 200.0945 199.9055 94.47203
Jun-99 0.111182 0.072284 0.263763 0.310227 0.757456 200.7575 199.2425 95.19033
Jul-99 0.099514 0.055941 -0.07007 -0.04353 0.041854 200.0419 199.9581 95.23018
Aug-99 0.106486 0.030942 -0.17 -0.1642 -0.19677 199.8032 200.1968 95.04299
Sep-99 0.088912 -0.04454 -0.14248 -0.16955 -0.26767 199.7323 200.2677 94.78893
Oct-99 0.131168 -0.12524 0.305515 0.340567 0.652005 200.652 199.348 95.40898
Nov-99 0.015806 -0.15808 -0.09812 -0.11167 -0.35207 199.6479 200.3521 95.07367
Dec-99 0.0499 -0.09777 0.122103 0.072546 0.146774 200.1468 199.8532 95.21331
177
Jan-00 0.047955 0.034888 -0.03356 -0.0666 -0.01731 199.9827 200.0173 95.19683
Feb-00 0.038384 0.110597 -0.10173 -0.02761 0.019637 200.0196 199.9804 95.21552
Mar-00 0.092591 0.108579 -0.05756 -0.01235 0.13126 200.1313 199.8687 95.34059
Apr-00 -0.00425 0.019122 -0.03879 -0.09652 -0.12044 199.8796 200.1204 95.22583
May-00 0.188747 -0.03633 -0.09307 -0.13533 -0.07598 199.924 200.076 95.1535
Jun-00 0.016355 -0.06748 -0.01812 -0.03025 -0.09949 199.9005 200.0995 95.05888
Jul-00 -0.10711 -0.04658 -0.10013 -0.04448 -0.29831 199.7017 200.2983 94.77573
Aug-00 -0.03267 -0.02395 0.133197 0.130443 0.207027 200.207 199.793 94.97215
Sep-00 -0.02616 0.028181 -0.14005 -0.08549 -0.22352 199.7765 200.2235 94.7601
Oct-00 0.04626 0.080777 -0.09864 -0.07864 -0.05024 199.9498 200.0502 94.7125
Nov-00 0.092935 0.104115 -0.00561 -0.03355 0.157887 200.1579 199.8421 94.86216
Dec-00 -0.16375 0.069172 0.027975 -0.01852 -0.08513 199.9149 200.0851 94.78144
Jan-01 -0.44646 -0.00732 0.110426 0.040076 -0.30328 199.6967 200.3033 94.49442
Feb-01 -0.18775 -0.04631 -0.04532 -0.06981 -0.34919 199.6508 200.3492 94.16503
Mar-01 -0.25677 -0.03106 -0.03925 -0.10104 -0.42811 199.5719 200.4281 93.76276
Apr-01 -0.24311 0.009806 -0.14694 -0.2151 -0.59535 199.4046 200.5954 93.2062
May-01 -0.21935 0.009238 0.047841 0.078138 -0.08413 199.9159 200.0841 93.12782
Jun-01 -0.14876 -0.06139 -0.02231 -0.05187 -0.28434 199.7157 200.2843 92.8634
Jul-01 -0.0596 -0.1175 0.171594 0.317982 0.312471 200.3125 199.6875 93.15402
Aug-01 -0.08849 -0.0963 0.177813 0.112193 0.105214 200.1052 199.8948 93.25208
Sep-01 -0.31594 0.086773 -0.17711 -0.1433 -0.54958 199.4504 200.5496 92.74099
Oct-01 -0.28523 0.302905 0.00441 -0.06611 -0.04402 199.956 200.044 92.70017
Nov-01 -0.13372 0.373685 0.022887 -0.02141 0.241442 200.2414 199.7586 92.92426
Dec-01 -0.04759 0.170289 0.091894 -0.00827 0.206317 200.2063 199.7937 93.11618
Jan-02 -0.05503 -0.21951 0.008094 0.009757 -0.25669 199.7433 200.2567 92.87747
Feb-02 0.077173 -0.42833 0.062437 0.017929 -0.27079 199.7292 200.2708 92.6263
Mar-02 0.121606 -0.36841 0.087947 0.079572 -0.07928 199.9207 200.0793 92.55289
Apr-02 -0.07994 -0.0528 0.072506 0.054218 -0.00602 199.994 200.006 92.54731
May-02 -0.05235 0.121897 0.037417 0.080358 0.187324 200.1873 199.8127 92.72084
Jun-02 -0.04495 0.142626 -0.02055 0.007503 0.084629 200.0846 199.9154 92.79934
Jul-02 -0.08153 0.007044 -0.14776 -0.03708 -0.25932 199.7407 200.2593 92.55901
Aug-02 -0.04595 -0.05272 0.053093 0.037325 -0.00825 199.9917 200.0083 92.55137
Sep-02 -0.00506 -0.03901 -0.02304 -0.02552 -0.09263 199.9074 200.0926 92.46567
Oct-02 -0.02507 0.047615 0.002284 -0.00334 0.021493 200.0215 199.9785 92.48555
Nov-02 -0.09898 0.097217 0.060476 0.033926 0.092643 200.0926 199.9074 92.57127
Dec-02 -0.04738 0.109232 -0.09028 -0.00284 -0.03127 199.9687 200.0313 92.54233
Jan-03 -0.00051 0.065354 0.015307 -0.00091 0.07924 200.0792 199.9208 92.61569
Feb-03 -0.04078 0.031117 -0.00335 -0.01188 -0.02489 199.9751 200.0249 92.59264
Mar-03 -0.01977 -0.01178 0.029737 -0.00499 -0.0068 199.9932 200.0068 92.58635
Apr-03 -0.01843 -0.04108 0.015646 0.038323 -0.00555 199.9945 200.0055 92.58121
May-03 -0.04864 -0.05492 0.031256 0.071729 -0.00057 199.9994 200.0006 92.58068
178
Jun-03 -0.05372 -0.03103 -0.01042 0.001941 -0.09323 199.9068 200.0932 92.49441
Jul-03 -0.01154 0.017648 -0.05878 -0.02714 -0.07981 199.9202 200.0798 92.42062
Aug-03 0.049687 0.040989 0.012612 -0.00127 0.102021 200.102 199.898 92.51495
Sep-03 0.003584 0.02605 0.00655 0.040418 0.076603 200.0766 199.9234 92.58585
Oct-03 0.015861 -0.01829 -0.00732 -0.00669 -0.01644 199.9836 200.0164 92.57062
Nov-03 0.003747 -0.03905 -0.01438 -0.0292 -0.07888 199.9211 200.0789 92.49763
Dec-03 0.003436 -0.02735 0.020113 0.025526 0.021724 200.0217 199.9783 92.51773
Jan-04 0.00948 0.017813 -0.03834 -0.02346 -0.03452 199.9655 200.0345 92.4858
Feb-04 -0.0238 0.04725 0.028244 -0.01312 0.038576 200.0386 199.9614 92.52148
Mar-04 0.015473 0.061969 -0.05468 -0.01073 0.012036 200.012 199.988 92.53262
Apr-04 0.04526 0.051778 -0.00316 -0.02833 0.065547 200.0655 199.9345 92.59329
May-04 0.105932 0.028874 -0.06339 -0.10369 -0.03228 199.9677 200.0323 92.56341
Jun-04 0.163581 0.014503 0.050569 -0.02593 0.202718 200.2027 199.7973 92.75124
Jul-04 0.039712 0.005492 0.019568 0.054473 0.119245 200.1192 199.8808 92.86191
Aug-04 -0.01938 -0.00016 -0.02073 -0.00951 -0.04979 199.9502 200.0498 92.81569
Sep-04 0.075086 -0.00371 0.019058 0.019525 0.109964 200.11 199.89 92.91781
Oct-04 0.110385 -0.00593 0.022565 0.022497 0.149519 200.1495 199.8505 93.05684
Nov-04 0.167293 -0.00733 -0.00141 0.014366 0.172923 200.1729 199.8271 93.2179
Dec-04 0.125903 0.043504 -0.02477 -0.05757 0.087069 200.0871 199.9129 93.2991
Jan-05 0.114506 -0.0486 0.019421 0.001383 0.086713 200.0867 199.9133 93.38004
Feb-05 0.156456 -0.05449 0.000524 -0.02056 0.081932 200.0819 199.9181 93.45657
Mar-05 0.089079 -0.06629 0.035009 -0.04115 0.016649 200.0166 199.9834 93.47214
Apr-05 0.036263 -0.06551 0.041647 -0.015 -0.0026 199.9974 200.0026 93.46971
May-05 0.026254 -0.05256 0.047266 0.015118 0.036079 200.0361 199.9639 93.50344
Jun-05 0.053342 -0.00896 0.022573 -0.03535 0.031602 200.0316 199.9684 93.53299
Jul-05 0.055987 0.034992 0.082742 -0.01316 0.160563 200.1606 199.8394 93.68329
Aug-05 0.086426 0.04848 0.047023 -0.02848 0.153454 200.1535 199.8465 93.82716
Sep-05 0.108415 0.001216 0.029961 -0.02827 0.11132 200.1113 199.8887 93.93167
Oct-05 0.087358 -0.07222 -0.0499 0.023742 -0.01102 199.989 200.011 93.92132
Nov-05 0.161153 -0.09799 -0.00225 0.023682 0.084596 200.0846 199.9154 94.00081
Dec-05 0.116715 -0.04151 -0.01832 0.025658 0.082547 200.0825 199.9175 94.07843
Jan-06 0.056327 0.088599 0.062363 0.049222 0.256511 200.2565 199.7435 94.32006
Feb-06 0.130105 0.173277 0.062593 0.03231 0.398285 200.3983 199.6017 94.69648
Mar-06 0.083143 0.203908 -0.13797 0.032163 0.181245 200.1812 199.8188 94.86826
Apr-06 0.057058 0.149056 -0.04402 0.041549 0.203642 200.2036 199.7964 95.06165
May-06 -0.0134 0.105512 -0.11481 -0.06662 -0.08931 199.9107 200.0893 94.97679
Jun-06 0.067009 0.041839 0.126369 -0.02041 0.214811 200.2148 199.7852 95.18103
Jul-06 -0.01819 -0.02333 0.003419 0.049974 0.011872 200.0119 199.9881 95.19233
Aug-06 -0.07276 -0.06913 -0.03519 0.014957 -0.16212 199.8379 200.1621 95.03813
Sep-06 0.053633 -0.07692 -0.04734 -0.0238 -0.09442 199.9056 200.0944 94.94843
Oct-06 -0.03596 -0.04687 0.198436 0.002025 0.117626 200.1176 199.8824 95.06018
179
Nov-06 -0.03759 -0.03592 -0.05267 0.006274 -0.11991 199.8801 200.1199 94.94626
Dec-06 0.086311 -0.04424 0.007114 0.01694 0.066129 200.0661 199.9339 95.00907
Jan-07 0.119781 -0.06178 -0.03871 -0.01738 0.001904 200.0019 199.9981 95.01088
Feb-07 0.004166 -0.06469 -0.05424 -0.01762 -0.13238 199.8676 200.1324 94.88519
Mar-07 -0.05402 -0.04291 -0.00341 0.000411 -0.09992 199.9001 200.0999 94.79043
Apr-07 -0.01846 -0.01234 -0.04293 0.011594 -0.06213 199.9379 200.0621 94.73155
May-07 -0.06374 -0.00206 -0.01705 0.036845 -0.046 199.954 200.046 94.68798
Jun-07 -0.09129 -0.02795 -0.02833 -0.02723 -0.17481 199.8252 200.1748 94.5226
Jul-07 -0.04737 -0.04736 -0.0574 -0.03995 -0.19208 199.8079 200.1921 94.34122
Aug-07 0.019898 -0.02736 -0.00306 -0.00357 -0.01409 199.9859 200.0141 94.32793
Sep-07 0.092766 0.074723 -0.01691 0.03558 0.18616 200.1862 199.8138 94.50369
Oct-07 -0.18495 0.171784 0.030703 0.001368 0.01891 200.0189 199.9811 94.52157
Nov-07 -0.14162 0.18426 -0.06863 -0.04778 -0.07377 199.9262 200.0738 94.45187
Dec-07 0.087973 0.025051 0.000417 0.003423 0.116864 200.1169 199.8831 94.56231
Jan-08 -0.47662 -0.19762 0.023475 0.015386 -0.63538 199.3646 200.6354 93.96339
Feb-08 -0.51196 -0.28033 0.080002 0.032037 -0.68025 199.3197 200.6803 93.32636
Mar-08 -0.15235 -0.11487 -0.05987 -0.03016 -0.35725 199.6427 200.3573 92.99355
Apr-08 0.060057 0.243483 0.036702 -0.00344 0.336801 200.3368 199.6632 93.30728
May-08 -0.02626 0.450102 0.010277 -0.0229 0.411214 200.4112 199.5888 93.69176
Jun-08 0.066071 0.449701 -0.02132 0.016475 0.510925 200.5109 199.4891 94.17168
Jul-08 0.014463 0.18936 -0.03413 0.015414 0.185112 200.1851 199.8149 94.34617
Aug-08 -0.00506 0.006071 0.054885 0.027544 0.083438 200.0834 199.9166 94.42492
Sep-08 0.202043 -0.15309 0.065536 -0.06278 0.051712 200.0517 199.9483 94.47376
Oct-08 0.28937 -0.22169 0.005775 -0.25416 -0.1807 199.8193 200.1807 94.3032
Nov-08 -0.69084 -0.26914 -0.13462 -0.14928 -1.24388 198.7561 201.2439 93.13743
Dec-08 -0.23163 -0.22902 0.144925 0.188379 -0.12734 199.8727 200.1273 93.01891
Jan-09 -0.23921 -0.12359 -0.03948 -0.07247 -0.47475 199.5252 200.4748 92.57834
Feb-09 0.051831 -0.07308 -0.01865 -0.08704 -0.12694 199.8731 200.1269 92.4609
Mar-09 -0.07105 -0.09974 -0.05293 0.029245 -0.19449 199.8055 200.1945 92.28125
Apr-09 -0.17752 -0.18884 0.11139 0.126706 -0.12826 199.8717 200.1283 92.16297
May-09 -0.02979 -0.23196 0.000905 0.054977 -0.20587 199.7941 200.2059 91.97342
Jun-09 -0.10872 -0.21436 0.046399 0.03135 -0.24534 199.7547 200.2453 91.74805
Jul-09 -0.09742 -0.12213 0.050667 0.022032 -0.14685 199.8532 200.1468 91.61342
Aug-09 -0.06902 -0.0533 -0.00428 0.012298 -0.1143 199.8857 200.1143 91.50877
Sep-09 -0.06908 0.00605 -0.06823 0.044798 -0.08646 199.9135 200.0865 91.42968
Oct-09 -0.0473 0.04207 -0.02757 0.035593 0.002794 200.0028 199.9972 91.43224
Nov-09 -0.04616 0.075913 0.026708 0.009316 0.065778 200.0658 199.9342 91.4924
Dec-09 -0.0301 0.093737 0.009373 0.023663 0.096675 200.0967 199.9033 91.58089
Jan-10 -0.02018 0.087763 -0.11771 0.017637 -0.03249 199.9675 200.0325 91.55114
Feb-10 -0.00542 0.085908 0.051898 -0.00141 0.130975 200.131 199.869 91.67112
Mar-10 0.00381 0.080393 0.051185 0.028546 0.163933 200.1639 199.8361 91.82153
180
Apr-10 0.028172 0.068542 -0.15241 -0.00311 -0.0588 199.9412 200.0588 91.76755
May-10 0.091751 0.057186 0.094276 -0.03862 0.204592 200.2046 199.7954 91.95549
Jun-10 0.041197 0.043648 0.007166 0.039615 0.131626 200.1316 199.8684 92.07661
Jul-10 -0.00729 0.028079 -0.04493 0.007367 -0.01678 199.9832 200.0168 92.06116
Aug-10 -0.07371 0.013676 -0.06917 0.00893 -0.12027 199.8797 200.1203 91.9505
Sep-10 -0.03455 0.000588 -0.06227 0.002981 -0.09325 199.9068 200.0932 91.8648
Oct-10 -0.01818 -0.01265 -0.0752 0.004452 -0.10157 199.8984 200.1016 91.77154
Nov-10 -0.01187 -0.02728 0.012499 0.003838 -0.02281 199.9772 200.0228 91.75061
Dec-10 0.009515 -0.04476 -0.04303 0.012838 -0.06544 199.9346 200.0654 91.69059
Jan-11 0.006122 -0.04196 0.0612 -0.00534 0.020017 200.02 199.98 91.70895
Feb-11 0.002759 -0.02616 -0.09859 0.013075 -0.10892 199.8911 200.1089 91.60911
Mar-11 -0.00668 0.025778 -0.02894 0.026306 0.016464 200.0165 199.9835 91.62419
Apr-11 -0.01728 0.106329 -0.07929 0.010815 0.020576 200.0206 199.9794 91.64305
May-11 -0.02199 0.165048 -0.0581 0.010608 0.095571 200.0956 199.9044 91.73067
Jun-11 -0.00427 0.194407 -0.02641 -0.01715 0.146571 200.1466 199.8534 91.86522
Jul-11 0.007233 0.13506 -0.00177 0.009416 0.149935 200.1499 199.8501 92.00307
Aug-11 0.030309 0.037987 0.018376 -0.0086 0.078073 200.0781 199.9219 92.07492
Sep-11 0.046846 -0.05743 0.10027 -0.02002 0.069673 200.0697 199.9303 92.1391
Oct-11 0.038941 -0.09534 0.059599 -0.01498 -0.01177 199.9882 200.0118 92.12825
Nov-11 0.070011 -0.06951 0.002247 -0.03936 -0.03662 199.9634 200.0366 92.09452
Dec-11 0.036043 -0.01307 0.081159 0.016148 0.120284 200.1203 199.8797 92.20536
181
Lampiran 12. Perbandingan Grafik Variabel Kandidat Lagging Indicator
Sebelum dan Sesudah Melalui X-12 ARIMA
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Pinjaman Modal Kerja (Rupiah)
Yang Diberikan Bank Persero Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12
ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Suku Bunga Simpanan Rupiah Berjangka 24
Bualn di Bank Umum Sebelum dan Sesudah Mengalami Proses X-12
ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
182
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Import Merchandise Sebelum dan Sesudah
Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor Musiman
Sebelum Mengalami Proses X-12 ARIMA Sesudah Mengalami X-12ARIMA
Perbandingan Grafik Variabel Local Equity Market Index Sebelum dan
Sesudah Mengalami Proses X-12 ARIMA Untuk Mengisolir Faktor
Musiman
183
Lampiran 13. Perhitungan Composite Lagging Debt Index
Periode mt 34 mt 64 mt 97 mt 81 it 200+it 200-it It
Jan-90
Feb-90 -0.1272 0.0952 0.3971 0.0818 0.4469 200.4469 199.5531 100.4479
Mar-90 -0.1272 -0.0451 0.0545 0.0797 -0.0381 199.9619 200.0381 100.4097
Apr-90 -0.2968 -0.0851 -0.0167 0.0777 -0.3210 199.6790 200.3210 100.0879
May-90 -0.0424 -0.0351 0.0745 0.0757 0.0728 200.0728 199.9272 100.1608
Jun-90 0.0000 -0.1202 -0.3478 0.0739 -0.3941 199.6059 200.3941 99.7668
Jul-90 -0.0424 -0.1002 0.0932 0.0721 0.0227 200.0227 199.9773 99.7895
Aug-90 0.1272 0.0351 -0.2298 0.0705 0.0029 200.0029 199.9971 99.7925
Sep-90 0.5937 0.0551 -0.4910 0.0689 0.2267 200.2267 199.7733 100.0189
Oct-90 0.1272 0.0901 0.7704 0.0674 1.0552 201.0552 198.9448 101.0799
Nov-90 0.1272 0.1152 -0.1488 0.0659 0.1595 200.1595 199.8405 101.2413
Dec-90 0.3392 0.0250 0.2592 0.0645 0.6880 200.6880 199.3120 101.9402
Jan-91 1.5690 0.1052 -0.4162 0.0632 1.3212 201.3212 198.6788 103.2960
Feb-91 -1.1450 0.1252 0.3971 0.0634 -0.5592 199.4408 200.5592 102.7200
Mar-91 0.3817 0.6961 0.0545 0.0265 1.1588 201.1588 198.8412 103.9172
Apr-91 0.3817 0.0300 -0.0167 0.0921 0.4871 200.4871 199.5129 104.4247
May-91 0.0848 -0.4007 0.0745 -0.1111 -0.3524 199.6476 200.3524 104.0573
Jun-91 0.0000 0.5559 -0.3478 -0.2316 -0.0234 199.9766 200.0234 104.0330
Jul-91 0.0000 -0.0701 0.0932 -0.4810 -0.4580 199.5420 200.4580 103.5576
Aug-91 0.0000 0.0601 -0.2298 -0.1224 -0.2921 199.7079 200.2921 103.2556
Sep-91 -1.0177 0.0351 -0.4910 -0.6617 -2.1354 197.8646 202.1354 101.0739
Oct-91 0.0848 0.1102 0.7704 -0.5786 0.3868 200.3868 199.6132 101.4657
Nov-91 0.0848 -0.2304 -0.1488 0.2399 -0.0545 199.9455 200.0545 101.4104
Dec-91 1.2298 0.0050 0.2592 0.1360 1.6300 201.6300 198.3700 103.0770
Jan-92 -0.0848 0.2204 0.3200 0.0835 0.5391 200.5391 199.4609 103.6342
Feb-92 -1.1450 -0.3706 -0.0258 0.3412 -1.2002 198.7998 201.2002 102.3978
Mar-92 0.0000 0.2154 -0.3773 -0.0865 -0.2484 199.7516 200.2484 102.1437
Apr-92 0.0424 0.0401 0.2773 -0.0741 0.2857 200.2857 199.7143 102.4359
May-92 -0.0424 -0.0901 -0.1212 0.2264 -0.0273 199.9727 200.0273 102.4079
Jun-92 -0.0848 0.0100 -0.2040 0.2801 0.0013 200.0013 199.9987 102.4093
Jul-92 0.0000 -0.0351 -0.0164 -0.1158 -0.1672 199.8328 200.1672 102.2383
Aug-92 -0.0848 -0.0200 0.0711 -0.1307 -0.1644 199.8356 200.1644 102.0703
Sep-92 0.0424 -0.0351 0.1040 -0.1449 -0.0336 199.9664 200.0336 102.0360
Oct-92 -0.0424 0.2304 -0.3839 0.0336 -0.1622 199.8378 200.1622 101.8706
Nov-92 -0.1272 -0.3355 0.5225 -0.1880 -0.1283 199.8717 200.1283 101.7400
Dec-92 -0.1272 -0.1553 0.1774 -0.2756 -0.3806 199.6194 200.3806 101.3535
Jan-93 -0.0848 -0.1102 -0.1031 0.0052 -0.2929 199.7071 200.2929 101.0571
Feb-93 -0.1272 -0.0501 -0.3662 0.2166 -0.3269 199.6731 200.3269 100.7273
184
Mar-93 -0.1569 -0.1703 0.0856 0.0826 -0.1590 199.8410 200.1590 100.5673
Apr-93 -0.0806 -0.1052 0.1788 0.0117 0.0047 200.0047 199.9953 100.5720
May-93 -0.1145 -0.0801 -0.2521 0.2052 -0.2415 199.7585 200.2415 100.3294
Jun-93 -0.1145 -0.1603 0.5258 0.3059 0.5570 200.5570 199.4430 100.8898
Jul-93 -0.2205 0.1803 -0.0208 0.0098 -0.0513 199.9487 200.0513 100.8381
Aug-93 -0.1103 -0.3155 -0.5766 0.2768 -0.7256 199.2744 200.7256 100.1090
Sep-93 -0.1696 -0.4858 0.9393 0.3161 0.6000 200.6000 199.4000 100.7115
Oct-93 -0.0721 -0.1502 -0.4003 -0.0200 -0.6426 199.3574 200.6426 100.0663
Nov-93 -0.1569 -0.0250 -0.0685 0.2945 0.0441 200.0441 199.9559 100.1104
Dec-93 0.1357 -0.4457 -0.0594 0.1545 -0.2149 199.7851 200.2149 99.8955
Jan-94 -0.1018 -0.2354 -0.1841 0.3418 -0.1794 199.8206 200.1794 99.7164
Feb-94 -0.0382 0.0701 0.4356 -0.1087 0.3589 200.3589 199.6411 100.0749
Mar-94 -0.2078 -0.2554 0.3064 -0.3738 -0.5306 199.4694 200.5306 99.5453
Apr-94 -0.2035 -0.0100 -0.4409 -0.3372 -0.9917 199.0083 200.9917 98.5630
May-94 -0.0848 -0.1302 0.3672 0.0520 0.2042 200.2042 199.7958 98.7645
Jun-94 -0.0170 -0.2504 -0.2592 0.0384 -0.4882 199.5118 200.4882 98.2835
Jul-94 -0.0170 0.1853 0.1750 -0.1628 0.1805 200.1805 199.8195 98.4612
Aug-94 -0.0466 -0.1452 0.1474 0.1928 0.1484 200.1484 199.8516 98.6074
Sep-94 -0.0297 0.6410 -0.1566 0.2025 0.6572 200.6572 199.3428 99.2575
Oct-94 -0.0975 -0.6561 0.3954 -0.1056 -0.4638 199.5362 200.4638 98.7982
Nov-94 -0.6743 0.0751 -0.0528 -0.0795 -0.7314 199.2686 200.7314 98.0782
Dec-94 0.3774 0.0701 0.3055 -0.3857 0.3673 200.3673 199.6327 98.4391
Jan-95 0.3392 -0.0501 -0.4401 -0.1038 -0.2548 199.7452 200.2548 98.1886
Feb-95 0.0721 -0.2103 0.4693 0.0664 0.3975 200.3975 199.6025 98.5797
Mar-95 -0.0254 0.0851 -0.0953 -0.1062 -0.1418 199.8582 200.1418 98.4400
Apr-95 0.1272 -0.2654 -0.1200 -0.1027 -0.3610 199.6390 200.3610 98.0854
May-95 0.0297 -0.2154 0.1690 0.2228 0.2061 200.2061 199.7939 98.2877
Jun-95 -0.0212 0.0901 0.4800 0.2540 0.8030 200.8030 199.1970 99.0801
Jul-95 0.0466 0.0751 -0.2758 0.0900 -0.0640 199.9360 200.0640 99.0167
Aug-95 0.0382 0.0200 0.4246 -0.0722 0.4107 200.4107 199.5893 99.4241
Sep-95 0.0763 0.3005 -0.0996 -0.1576 0.1197 200.1197 199.8803 99.5432
Oct-95 0.0466 0.0601 -0.3993 0.0173 -0.2753 199.7247 200.2753 99.2695
Nov-95 -0.0212 0.2103 -0.0107 -0.1665 0.0120 200.0120 199.9880 99.2814
Dec-95 0.0254 0.2254 -0.1949 0.2076 0.2635 200.2635 199.7365 99.5434
Jan-96 -0.0042 0.0901 0.3033 0.2953 0.6845 200.6845 199.3155 100.2271
Feb-96 0.0212 -0.1653 -0.2022 0.2623 -0.0839 199.9161 200.0839 100.1430
Mar-96 0.0212 0.0451 0.2327 -0.0959 0.2031 200.2031 199.7969 100.3466
Apr-96 -0.0466 0.0401 0.3630 0.1858 0.5423 200.5423 199.4577 100.8922
May-96 -0.0085 0.0351 0.2261 0.0097 0.2624 200.2624 199.7376 101.1573
Jun-96 -0.1187 0.1202 -0.1584 -0.1308 -0.2877 199.7123 200.2877 100.8667
Jul-96 -0.0551 0.0401 -0.3034 -0.1068 -0.4253 199.5747 200.4253 100.4386
185
Aug-96 0.0382 -0.0050 -0.1757 -0.1693 -0.3119 199.6881 200.3119 100.1259
Sep-96 -0.0127 0.0100 0.0810 0.1121 0.1904 200.1904 199.8096 100.3167
Oct-96 0.0085 0.0150 -0.1339 0.1376 0.0273 200.0273 199.9727 100.3441
Nov-96 0.0382 0.0300 0.3081 0.1585 0.5348 200.5348 199.4652 100.8822
Dec-96 -0.0339 -0.4107 -0.1029 0.1069 -0.4406 199.5594 200.4406 100.4387
Jan-97 0.0085 0.4357 0.5256 0.1448 1.1146 201.1146 198.8854 101.5644
Feb-97 0.0254 0.0451 -0.3108 0.0424 -0.1979 199.8021 200.1979 101.3636
Mar-97 -0.0382 -0.0751 0.3717 -0.1495 0.1089 200.1089 199.8911 101.4740
Apr-97 -0.0678 0.0050 -0.2049 -0.1375 -0.4053 199.5947 200.4053 101.0636
May-97 0.0170 -0.4457 0.0973 0.0338 -0.2977 199.7023 200.2977 100.7632
Jun-97 0.0721 0.3406 -0.2967 0.1768 0.2927 200.2927 199.7073 101.0585
Jul-97 -0.0551 -0.0952 0.2516 -0.0993 0.0021 200.0021 199.9979 101.0606
Aug-97 1.1746 0.0000 -0.4668 -0.7457 -0.0378 199.9622 200.0378 101.0224
Sep-97 0.6022 0.2304 0.0788 -0.6362 0.2752 200.2752 199.7248 101.3008
Oct-97 -0.1018 -0.1803 0.0309 -0.5972 -0.8483 199.1517 200.8483 100.4451
Nov-97 0.0551 -0.1102 -0.2359 -0.3733 -0.6643 199.3357 200.6643 99.7801
Dec-97 -1.0093 0.0100 -0.0977 -1.4050 -2.5020 197.4980 202.5020 97.3144
Jan-98 0.6827 -0.0851 -0.3626 -1.7598 -1.5249 198.4751 201.5249 95.8417
Feb-98 -0.1357 0.0401 -0.2354 0.5977 0.2667 200.2667 199.7333 96.0976
Mar-98 0.4834 0.3255 -0.2278 -0.0321 0.5491 200.5491 199.4509 96.6268
Apr-98 0.4834 -0.2454 -0.9044 0.4727 -0.1937 199.8063 200.1937 96.4398
May-98 0.9584 0.4557 0.3487 -1.2854 0.4774 200.4774 199.5226 96.9014
Jun-98 0.1908 -0.2103 0.2019 -0.9581 -0.7757 199.2243 200.7757 96.1526
Jul-98 0.0933 0.2154 0.5636 0.4526 1.3249 201.3249 198.6751 97.4350
Aug-98 0.8396 -0.2103 -0.4788 -0.2130 -0.0624 199.9376 200.0624 97.3742
Sep-98 0.3901 -0.1402 -0.0916 -0.9880 -0.8297 199.1703 200.8297 96.5696
Oct-98 0.2544 0.2805 0.4141 0.8636 1.8127 201.8127 198.1873 98.3361
Nov-98 0.1272 0.1302 -0.0535 1.1404 1.3443 201.3443 198.6557 99.6671
Dec-98 -1.5690 0.0200 0.1498 0.3466 -1.0526 198.9474 201.0526 98.6235
Jan-99 1.6581 0.3205 -1.0515 -0.0385 0.8885 200.8885 199.1115 99.5036
Feb-99 -0.0127 0.0200 0.3961 -0.2450 0.1584 200.1584 199.8416 99.6614
Mar-99 -0.2926 0.7011 -0.0543 -0.1467 0.2076 200.2076 199.7924 99.8685
Apr-99 0.1654 0.0150 0.2170 0.6105 1.0079 201.0079 198.9921 100.8802
May-99 -0.2502 0.0901 -0.2225 1.1328 0.7503 200.7503 199.2497 101.6399
Jun-99 -0.4453 -0.5509 -0.1786 0.6709 -0.5039 199.4961 200.5039 101.1290
Jul-99 -0.7251 -0.3105 0.0962 0.0862 -0.8533 199.1467 200.8533 100.2698
Aug-99 -0.4071 -0.2704 -0.0461 -0.6973 -1.4209 198.5791 201.4209 98.8552
Sep-99 -0.3605 0.0050 0.0294 -0.5842 -0.9102 199.0898 200.9102 97.9594
Oct-99 -0.0424 0.2504 -0.2033 0.5235 0.5282 200.5282 199.4718 98.4782
Nov-99 -0.4792 -0.4507 -0.0434 0.3388 -0.6346 199.3654 200.6346 97.8553
Dec-99 1.6708 1.0667 0.2242 0.0174 2.9792 202.9792 197.0208 100.8147
186
Jan-00 -2.1542 -2.9699 0.3472 0.0292 -4.7478 195.2522 204.7478 96.1392
Feb-00 -0.0085 -0.0300 -0.0841 -0.4058 -0.5284 199.4716 200.5284 95.6325
Mar-00 -0.3223 0.8113 0.0219 -0.1601 0.3509 200.3509 199.6491 95.9687
Apr-00 -0.0551 -0.0351 0.2712 -0.2971 -0.1161 199.8839 200.1161 95.8573
May-00 -0.2502 0.0851 0.0665 -0.4821 -0.5807 199.4193 200.5807 95.3023
Jun-00 -0.2756 -0.4307 0.1456 -0.4101 -0.9709 199.0291 200.9709 94.3815
Jul-00 0.2968 0.0050 0.2935 -0.0545 0.5409 200.5409 199.4591 94.8934
Aug-00 -0.4877 0.5609 0.6655 0.1390 0.8778 200.8778 199.1222 95.7300
Sep-00 0.0339 0.0000 0.0994 -0.4103 -0.2769 199.7231 200.2769 95.4653
Oct-00 0.0212 -0.0451 0.0571 -0.3382 -0.3050 199.6950 200.3050 95.1746
Nov-00 -0.0042 0.0050 0.0912 -0.1436 -0.0516 199.9484 200.0516 95.1255
Dec-00 0.5046 0.0100 -0.0255 -0.1555 0.3337 200.3337 199.6663 95.4434
Jan-01 -0.5810 0.8814 -0.1677 -0.0387 0.0941 200.0941 199.9059 95.5332
Feb-01 -0.0170 0.1202 0.3080 0.2588 0.6700 200.6700 199.3300 96.1755
Mar-01 0.0127 0.0451 -0.1836 -0.5784 -0.7043 199.2957 200.7043 95.5005
Apr-01 0.0212 -0.0100 -0.2577 -0.5830 -0.8295 199.1705 200.8295 94.7116
May-01 0.0424 -0.0050 0.0223 0.1466 0.2063 200.2063 199.7937 94.9072
Jun-01 0.0085 -0.0050 -0.2118 0.3328 0.1244 200.1244 199.8756 95.0254
Jul-01 0.0382 -0.2003 -0.5059 0.3444 -0.3236 199.6764 200.3236 94.7183
Aug-01 0.0382 0.7112 -0.3591 0.4954 0.8857 200.8857 199.1143 95.5609
Sep-01 0.0382 0.0601 -0.4496 -0.1865 -0.5378 199.4622 200.5378 95.0484
Oct-01 0.0806 0.2554 0.0774 -0.6659 -0.2525 199.7475 200.2525 94.8086
Nov-01 0.0212 0.0401 0.1747 -0.2341 0.0019 200.0019 199.9981 94.8105
Dec-01 0.0000 -0.0250 -0.0314 0.0325 -0.0239 199.9761 200.0239 94.7878
Jan-02 -0.0297 0.0701 0.2547 0.4021 0.6973 200.6973 199.3027 95.4511
Feb-02 -0.0127 -0.0050 0.1019 0.3569 0.4411 200.4411 199.5589 95.8731
Mar-02 -0.0254 0.0150 0.0872 0.2877 0.3644 200.3644 199.6356 96.2231
Apr-02 0.0000 -0.0150 0.0117 0.5617 0.5584 200.5584 199.4416 96.7619
May-02 0.0127 -0.0250 0.2483 0.1048 0.3408 200.3408 199.6592 97.0923
Jun-02 0.0424 -0.0150 0.0238 0.1136 0.1648 200.1648 199.8352 97.2524
Jul-02 -0.0212 0.0050 0.1266 -0.3749 -0.2645 199.7355 200.2645 96.9955
Aug-02 -0.0212 -0.0901 0.1121 -0.1378 -0.1371 199.8629 200.1371 96.8626
Sep-02 -0.0042 0.0651 -0.0514 -0.2793 -0.2698 199.7302 200.2698 96.6016
Oct-02 -0.0170 -0.0100 0.4163 -0.5376 -0.1482 199.8518 200.1482 96.4585
Nov-02 0.0042 0.0000 -0.0740 0.0961 0.0264 200.0264 199.9736 96.4840
Dec-02 -0.0551 -0.0100 -0.1374 0.4024 0.1999 200.1999 199.8001 96.6770
Jan-03 0.0085 -0.0250 -0.3400 -0.0966 -0.4532 199.5468 200.4532 96.2399
Feb-03 -0.0254 0.0000 -0.0731 -0.0758 -0.1744 199.8256 200.1744 96.0722
Mar-03 -0.0042 0.0050 -0.0317 -0.0293 -0.0602 199.9398 200.0602 96.0144
Apr-03 -0.0297 0.0000 -0.1031 0.4396 0.3068 200.3068 199.6932 96.3094
May-03 -0.0254 -0.0100 -0.0830 0.4395 0.3210 200.3210 199.6790 96.6191
187
Jun-03 -0.1018 -0.0050 -0.1803 0.3154 0.0283 200.0283 199.9717 96.6464
Jul-03 -0.1696 -0.4808 0.0785 -0.0204 -0.5923 199.4077 200.5923 96.0757
Aug-03 -0.2799 0.1252 0.0076 -0.1775 -0.3245 199.6755 200.3245 95.7644
Sep-03 -0.0891 0.0150 0.1513 0.4012 0.4784 200.4784 199.5216 96.2237
Oct-03 -0.1272 -1.9432 0.0625 0.3252 -1.6827 198.3173 201.6827 94.6180
Nov-03 -0.1442 0.7713 -0.0077 -0.1229 0.4965 200.4965 199.5035 95.0889
Dec-03 -0.1442 0.6010 0.0940 0.1918 0.7425 200.7425 199.2575 95.7976
Jan-04 -0.0636 -0.0801 0.6489 0.4988 1.0039 201.0039 198.9961 96.7642
Feb-04 -0.0382 -0.3005 -0.0309 0.0114 -0.3582 199.6418 200.3582 96.4182
Mar-04 -0.0636 -0.4407 -0.2101 -0.1536 -0.8680 199.1320 200.8680 95.5849
Apr-04 -0.0594 -1.0567 0.1337 0.2330 -0.7493 199.2507 200.7493 94.8713
May-04 -0.1145 -0.1553 -0.2870 -0.3197 -0.8765 199.1235 200.8765 94.0434
Jun-04 -0.1484 -1.3823 0.6432 -0.2348 -1.1223 198.8777 201.1223 92.9939
Jul-04 -0.0466 -0.1502 0.2139 0.3679 0.3849 200.3849 199.6151 93.3526
Aug-04 -0.0636 -0.1753 -0.3017 -0.1130 -0.6536 199.3464 200.6536 92.7444
Sep-04 -0.0509 0.1402 0.2129 0.2826 0.5848 200.5848 199.4152 93.2884
Oct-04 -0.0254 -0.3155 -0.0807 0.2245 -0.1971 199.8029 200.1971 93.1046
Nov-04 -0.0339 -0.0150 -0.2018 0.3235 0.0728 200.0728 199.9272 93.1724
Dec-04 -0.0806 -0.0801 1.1591 0.1177 1.1161 201.1161 198.8839 94.2182
Jan-05 0.0000 -0.0851 -0.8008 0.1579 -0.7280 199.2720 200.7280 93.5348
Feb-05 -0.0170 0.0050 0.1159 0.0780 0.1819 200.1819 199.8181 93.7051
Mar-05 -0.0254 0.7312 0.4790 0.0672 1.2520 201.2520 198.7480 94.8856
Apr-05 0.0170 -0.7663 -0.0477 -0.1231 -0.9200 199.0800 200.9200 94.0166
May-05 -0.0212 -0.0050 -0.1270 -0.0146 -0.1678 199.8322 200.1678 93.8590
Jun-05 0.0127 0.0851 -0.1379 0.1652 0.1252 200.1252 199.8748 93.9766
Jul-05 -0.0127 -0.0050 -0.1018 0.0455 -0.0740 199.9260 200.0740 93.9071
Aug-05 -0.0042 0.1002 0.1616 -0.1403 0.1172 200.1172 199.8828 94.0172
Sep-05 0.4113 0.2905 -0.4064 -0.2384 0.0571 200.0571 199.9429 94.0709
Oct-05 0.1230 0.5860 0.2454 0.0604 1.0147 201.0147 198.9853 95.0303
Nov-05 0.0551 0.4908 -0.7975 -0.0592 -0.3108 199.6892 200.3108 94.7354
Dec-05 0.0509 0.9816 0.7714 0.3797 2.1836 202.1836 197.8164 96.8269
Jan-06 0.0339 -0.1502 -0.4828 0.3196 -0.2794 199.7206 200.2794 96.5567
Feb-06 0.0297 -0.0351 0.2777 0.0950 0.3673 200.3673 199.6327 96.9119
Mar-06 0.0127 0.0401 -0.3837 0.1665 -0.1645 199.8355 200.1645 96.7527
Apr-06 -0.0466 0.0100 0.1614 0.3901 0.5149 200.5149 199.4851 97.2521
May-06 -0.0085 0.0050 0.1750 -0.0057 0.1659 200.1659 199.8341 97.4136
Jun-06 -0.0212 -0.0300 0.7003 -0.4352 0.2138 200.2138 199.7862 97.6221
Jul-06 -0.0042 -0.0300 -0.5450 0.1619 -0.4174 199.5826 200.4174 97.2155
Aug-06 -0.0042 0.0100 0.0615 0.2359 0.3032 200.3032 199.6968 97.5106
Sep-06 -0.0212 -0.0501 0.3414 0.1106 0.3807 200.3807 199.6193 97.8825
Oct-06 -0.0466 -0.0601 -0.6062 0.1094 -0.6035 199.3965 200.6035 97.2936
188
Nov-06 -0.0085 -0.0751 0.8994 0.2432 1.0590 201.0590 198.9410 98.3294
Dec-06 -0.0636 -0.1803 -0.7392 0.1805 -0.8027 199.1973 200.8027 97.5433
Jan-07 -0.0678 0.0050 0.5356 -0.0218 0.4509 200.4509 199.5491 97.9841
Feb-07 -0.0382 -0.0451 -0.5232 -0.0622 -0.6686 199.3314 200.6686 97.3311
Mar-07 -0.0933 -0.0150 0.5264 -0.0323 0.3858 200.3858 199.6142 97.7074
Apr-07 -0.0551 -0.0100 -0.1650 0.3115 0.0813 200.0813 199.9187 97.7868
May-07 -0.0678 -0.0050 0.4660 0.1612 0.5544 200.5544 199.4456 98.3304
Jun-07 -0.1442 0.0150 -0.2418 0.0225 -0.3485 199.6515 200.3485 97.9884
Jul-07 0.0000 -0.0050 -0.0950 0.2679 0.1679 200.1679 199.8321 98.1531
Aug-07 0.1187 -0.2103 0.2569 -0.2612 -0.0960 199.9040 200.0960 98.0589
Sep-07 -0.2714 -0.0300 -0.0568 0.2541 -0.1041 199.8959 200.1041 97.9569
Oct-07 -0.0933 -0.0401 -0.2933 0.5407 0.1141 200.1141 199.8859 98.0687
Nov-07 -0.0170 -0.0200 0.4691 0.0674 0.4995 200.4995 199.5005 98.5597
Dec-07 -0.0721 -0.1452 -0.3899 0.0788 -0.5284 199.4716 200.5284 98.0404
Jan-08 0.0212 -0.1703 1.5594 -0.1294 1.2809 201.2809 198.7191 99.3042
Feb-08 -0.0254 -0.1502 0.1988 0.2169 0.2400 200.2400 199.7600 99.5429
Mar-08 -0.0509 -0.0651 -0.3359 -0.2890 -0.7408 199.2592 200.7408 98.8081
Apr-08 -0.0254 -0.0501 0.4106 -0.2331 0.1019 200.1019 199.8981 98.9089
May-08 -0.0254 -0.0300 -0.3879 0.1830 -0.2604 199.7396 200.2604 98.6517
Jun-08 -0.0254 0.0050 0.1138 -0.1244 -0.0311 199.9689 200.0311 98.6211
Jul-08 0.0127 0.0200 0.0143 -0.1550 -0.1079 199.8921 200.1079 98.5147
Aug-08 0.0594 -0.0100 -0.0385 -0.1911 -0.1802 199.8198 200.1802 98.3373
Sep-08 0.1187 -0.0501 0.1570 -0.4362 -0.2106 199.7894 200.2106 98.1305
Oct-08 0.2248 -0.1052 0.4525 -1.0251 -0.4530 199.5470 200.4530 97.6870
Nov-08 0.1611 -0.1052 -0.4165 -0.9386 -1.2992 198.7008 201.2992 96.4260
Dec-08 0.0382 -0.3956 -0.3575 0.2886 -0.4264 199.5736 200.4264 96.0157
Jan-09 -0.0085 -0.0150 -0.2844 0.1403 -0.1677 199.8323 200.1677 95.8549
Feb-09 -0.0466 -0.1502 -0.1781 -0.3324 -0.7074 199.2926 200.7074 95.1792
Mar-09 -0.0127 0.0200 0.0022 0.1380 0.1475 200.1475 199.8525 95.3197
Apr-09 -0.0297 0.0050 -0.0097 0.6915 0.6571 200.6571 199.3429 95.9482
May-09 -0.0424 0.2304 0.2200 0.6367 1.0446 201.0446 198.9554 96.9557
Jun-09 -0.0509 0.1152 0.0020 0.3152 0.3814 200.3814 199.6186 97.3263
Jul-09 0.0042 0.0000 0.2505 0.2059 0.4606 200.4606 199.5394 97.7756
Aug-09 -0.0382 0.0551 0.2864 0.4154 0.7187 200.7187 199.2813 98.4808
Sep-09 -0.0212 0.0000 -0.2443 0.1281 -0.1373 199.8627 200.1373 98.3457
Oct-09 -0.0127 -0.0501 0.3250 0.2098 0.4720 200.4720 199.5280 98.8109
Nov-09 -0.0424 0.0100 -0.4332 -0.0621 -0.5277 199.4723 200.5277 98.2909
Dec-09 -0.1145 0.0200 0.7194 0.0976 0.7226 200.7226 199.2774 99.0037
Jan-10 -0.2460 -0.7112 -0.0783 0.1706 -0.8648 199.1352 200.8648 98.1512
Feb-10 -0.0127 -0.0952 0.3170 -0.1580 0.0512 200.0512 199.9488 98.2014
Mar-10 0.2587 0.4958 0.1299 0.2236 1.1080 201.1080 198.8920 99.2955
189
Apr-10 -0.0466 -0.0751 -0.0422 0.2213 0.0573 200.0573 199.9427 99.3525
May-10 -0.0806 -0.3005 -0.4975 -0.2154 -1.0940 198.9060 201.0940 98.2714
Jun-10 -0.0212 0.1903 0.7899 0.0921 1.0511 201.0511 198.9489 99.3099
Jul-10 0.0339 -0.0451 0.0231 0.1638 0.1758 200.1758 199.8242 99.4846
Aug-10 0.1187 0.2855 -0.2136 0.0443 0.2349 200.2349 199.7651 99.7185
Sep-10 -0.1866 -0.3355 -0.8164 0.2146 -1.1239 198.8761 201.1239 98.6040
Oct-10 0.0127 0.2805 0.7696 0.2140 1.2768 201.2768 198.7232 99.8710
Nov-10 -0.0254 -0.0601 0.2553 0.0156 0.1853 200.1853 199.8147 100.0563
Dec-10 -0.0466 -0.1252 -0.1852 -0.1209 -0.4779 199.5221 200.4779 99.5792
Jan-11 -0.0170 -0.1102 0.0459 -0.1687 -0.2499 199.7501 200.2499 99.3306
Feb-11 -0.0127 0.0801 -0.1959 -0.0334 -0.1619 199.8381 200.1619 99.1699
Mar-11 -0.5555 -0.0501 0.3186 0.2039 -0.0832 199.9168 200.0832 99.0875
Apr-11 -0.0127 -0.0952 -0.0325 0.2209 0.0806 200.0806 199.9194 99.1674
May-11 -0.0254 -0.1853 0.0295 0.0749 -0.1064 199.8936 200.1064 99.0619
Jun-11 -0.0297 -0.0601 0.1178 -0.0299 -0.0019 199.9981 200.0019 99.0600
Jul-11 0.4665 -0.0050 -0.0039 0.1992 0.6568 200.6568 199.3432 99.7128
Aug-11 -0.0042 -0.2704 -0.1454 -0.0885 -0.5086 199.4914 200.5086 99.2069
Sep-11 -0.0424 -0.0451 0.3077 -0.2522 -0.0320 199.9680 200.0320 99.1752
Oct-11 -0.0170 -0.0100 0.0248 -0.1045 -0.1067 199.8933 200.1067 99.0695
Nov-11 -0.0254 -0.0250 -0.0434 0.0966 0.0027 200.0027 199.9973 99.0722
Dec-11 -0.0170 -0.1152 0.2353 -0.0085 0.0946 200.0946 199.9054 99.1660
Recommended