View
54
Download
0
Category
Tags:
Preview:
DESCRIPTION
Demam
Citation preview
GejalaPenyakit
Malaria Tifoid Dbd
Demam √(intermitten) √(remitten) √(siklik)
Anorexia √ √ √
Mual, mutah √ √ √
Nyeri kepala √ √ √
Berkeringat √ √ _
Endemik (papua) √ _ _
DIFERENSIAL DIAGNOSIS KASUS DEMAM
Tabel differensial diagnosis Skenario A
Tabel differensial diagnosis Skenario B
GejalaPenyakit
Demam Thypoid Malaria Hepatitis A
Perempuan 15 tahun √ √ √
Demam 3 hari √ √ √
Mual muntah √ √ √
Nafsu makan Berkurang √ √ √
Sakit kepala √ √ √
Demam berkurang pada
pagi hari√ - -
Air kecil agak
kekuningan√ - √
Tidak buang air besar
selama 2 hari terakhir√ - -
Riwayat makan √ - -
Tabel differensial diagnosis Skenario B
GejalaPenyakit
Malaria Tifoid Dbd
Demam √(intermitten) √(remitten) √(siklik)
Anorexia √ √ √
Mual, mutah √ √ √
Nyeri kepala √ √ √
Endemik (mamuju) √ _ _
MALARIA
Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.
Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-
laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor
yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah:
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
Masa Inkubasi
Plasmodium Masa Inkubasi (hari)
P. Falciparum 9-14 (12)
P. Vivax 12-17 (15)
P. Ovale 16-18 (17)
P. Malariae 18-40 (28)
Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles betina.
Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah
selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan
P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,
tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi.
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah
demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11).
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)(4,12).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12).
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan:
Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-
muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita
merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah
3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
Demam (≥37,5oC)
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:
Temperature rectal ≥40oC.
Nadi capat dan lemah.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg
pada anak-anak.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali
permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1
tahun.
Penurunan kesadaran.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda-tanda dehidrasi.
Tanda-tanda anemia berat.
Sklera mata kuning.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah
tepi. Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan
tes >1:20 dinyatakan positif.
Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,
pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk
pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di
Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria
lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah
diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan
siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang
bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina.
a. Pengobatan malaria falciparum
Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin
dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis
tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal
penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-
masing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur.
Har
i
Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1
bln
2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th
I
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3
II
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
III
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria
falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh
parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh
gametosit yang berada di dalam darah(3).
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini
pertama tidak efektif.
Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin
Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr
(dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari),
tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th
I
Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2
II-VII
Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
* : dosis diberikan per kgBB
** : 2x50 mg doksisiklin
*** : 2x100 mg doksisiklin
b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
Lini pertama: Klorokuin+Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria
vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium
aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh
hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25
mg/kgBB/hr (selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.
Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th
I
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
II
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
III
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian
obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan
tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh. Pengobatan tidak
efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:
Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau
Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau
timbul kembali setelah hari ke-14.
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari
ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua: Kina+Primakuin
Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB
(selama 14 hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan
golongan umur sebagai berikut:
Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Hari Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1
bln
2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th
1-7 Kina * * 3x½ 3x1 3x2 3x3
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1*: dosis diberikan per kgBB
Pengobatan malaria vivax yang relaps
Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang
ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis
total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis
berdasarkan golongan umur.
Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps
Hari Jenis obat
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11
bln
1-4 th 5-9 th 10-14
th
≥ 15 th
1
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
2
Klorokuin ¼ ½ - 2 3 3-4
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
3
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
14-14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2
C. Pengobatan malaria malariae
Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB.
Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae.
Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita.
Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae
Hari Jenis obat
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11
bln
1-4 th 5-9 th 10-14
th
≥ 15 th
I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan
kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan
kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat
diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan
untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral,
maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan
parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan
d. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3).
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi
maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan
dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin,
maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax
dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut
diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali.(3).
Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin
Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)
<1 ¼
1-4 ½
5-9 1
10-14 1½
>14 2
Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan(3).
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai
50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ(3).
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.
DEMAM TIFOID
PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit
ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah.
EPIDEMIOLOGI
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di
Indonesia dari tahun 1981 samp[ai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan
jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19,596 menjadi 26.606 kasus.
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan; di daerah rural ( jawa barat ) 157 kasus per 100.000
penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat den gan penyediaan
air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan
sampah yamg kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari
seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun
1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.
PATOGENESIS
Masuknya kuman salmonella typhi ( S. typhi ) dan salmonella paratyphi
( S. paratyphi ) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagai kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons
imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel epitel ( terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu , berkembang
biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen
usus . sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi sistemik seperti demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental,
dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan ( S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ ). perdar ahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
GAMBARAN KLINIS
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sanagat bervariasi dari ringan sampai yang berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri oto, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya di
dapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu ke dua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah,
tepid an ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Roseolae jarang ditemukaan pada orang Indonesia.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu
pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan
hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju
endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur
organisme. Samapai sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam
penegakkan diagnostik. Selain uji widal, terdapat beberapa metode
pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta
memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih baik dari antara lain uji TUBEX,
Typhidot dan dipstik.
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi. Pada
uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi
dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Maksud uji tes widal adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :
a) Agglutinin O (dari tubuh kuman)
b) Agglutinin H (flagella kuman)
c) Agglutinin Vi (sampai kuman)
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan
aglutinin H. pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih
lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk
menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
1). Pengobatan dini dengan antibiotik
2). Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid
3). Waktu pengambilan darah
4). Daerah endemic atau non-endemik
5). Riwayat vaksinasi
6). Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi
bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau
vaksinasi
7). Factor teknik pemeriksaan antara laboratorium, akibat aglutinasi
silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex. Hasil
positif uji TUBEX ini menunjukkan terdapat infeksi salmonellae
serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi
oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Interpretasi hasil uji Tubex
Skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjuk
infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat
disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila
masih meragukan
lakukan pengulangan
beberapa hari
kemudian.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi
tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi
tifoid
Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot di
dapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD,
yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S. typhi
pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan anti IgM
(sebagai control), Reagen deteksi yang mengandung antibody anti IgM
yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum
diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji.
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotic. Bila pasien sebelum dilakukan kultur
darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media
biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila
darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang
diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam
media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibody
dalam darah pasien. Antibody (agglutinin) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin
semakin meningkat.
PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Pemberian antimokroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman.
Istirashat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan
untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di
tempat seperti makan, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam
proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang
akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan
proses penyembuhan akan menjadi lama.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk
mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut :
1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat
diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari
bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena
hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Dari pengalaman obat ini dapat mednurunkan demam rata-rata 7,2 hari.
2) Tiamfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata
menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
3) Kotrimoksazol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet
mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan
selama 2 minggu.
4) Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini menurunkan demam
lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan
berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
5) Sefalosporin generasi ke 3. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4gram
dalam dekstrosa 100cc diberikan selama 3 hingga 5 hari.
6) Golongan fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan
aturan pemberiannya :
a) Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
7) Azitromisin. Dosis 2 x 500 mg.
8) Kortikosteroid. Pewngguan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid
atau demam tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 3 x 5 mg.
Catatan :
Jangan mudah memberi golongan quinolon, bila dengan obat lain masih bisa
diatasi.
· Jangan mudah memberi Kloramfenikol bagi kasus demam yang belum pasti
demam tifoid, mengingat komplikasi Agranulositotis.
· Tidak semua demam dengan leukopeni adalah Demam Tifoid
· Demam < 7 hari tanpa leukositosis pada umumnya adalah infeksi virus,
jangan beri kloramfenikol.
TATALAKSANA KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :
Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pancreatitis.
Komplikasi ekstra-intestinal
- Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
- Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID,
thrombosis.
- Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
- Komplikasi hepatobelier : hepatitis, kolesistitis.
- Komplikasi ginjal :glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
- Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis.
- Komplikasi neuropsikiatrik / tifoid toksik.
KOMPLIKASI INTESTINAL
Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi ( terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu
usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah
maka terjadi perdarahan.
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
KOMPLIKASI EKSTRA-INTESTINAL
Komplikasi Hematologi
Komplikasi hematologi berupa trombositopenia, hipofibrinio-genemia,
peningkatan prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time,
peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravascular
diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang di jumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S. typhi dari pada
S. paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid,
virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik,
parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam
tifoid kenaikan enzim transminase tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin ( untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus ).
Pankreatisis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pancreatitis
sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri,
cacing, maupun zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amylase dan
lipase serta ultrasonografi/CT-Scan dapat membantu diagnosis penyakit ini
dengan akurat.
PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat
demam tifoid, menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun Negara,
mendatangkan devisa Negara yang bersal dari wisatawan mancanegara karena
telah hilangnya predikat Negara endemic dan hiperendemik sehingga mereka
tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata.
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene
dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan
insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan
sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut
(diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai
transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman dan
makanan.
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah
vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang
kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral.
Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta
direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang
demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan
pekerja laboratorium
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh
karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian
supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan
diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.
DEMAM BERDARAH
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak.
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemic. Daerah endemic DBD pada umunya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umunya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara missal, abatisasi missal, serta penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus.
Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD) dan dengue shock syndrome (DSS).
EPIDEMIOLOGI
Di banyak Negara tropis, virus dengue sangat endemic. Di Asia, penyakit ini sering menyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua Negara di asia Tenggara. Sejak tahun 1981, virus ini ditemukan di Queensland, Australia.
Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provindi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan januari dan februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena DBD dengan kematian 322 penderita.
Ada empat serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Serotype DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah stau serotype akan menimbulkan kekebalan terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak untuk serotype yang lain. Keempat jenis serotype tersebut semuanya terdapat di Indonesia. Di daerah endemic DBD, seseorang dapat terkena infeksi semua serotype virus pada waktu yang bersamaan.
Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, Amerika Serikat melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya di tutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau dan kuning (ilustrasi computer). Protein amplop tersebut dinamaprotein E yang berfungsi melindungi bahan genetic di dalamnya.
ETIOLOGI DAN PENULARAN
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae.
Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypty ( di daerah perkotaan ) dan Aedes albopictus ( di daerah pedesaan ).
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypty adalah :
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak
mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air, tempat minum burung, dan lain-lain,
Jarak terbang kurang lebih 100m Nyamuk betina bersifat “multiple biters” ( menggigit beberapa orang
karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpidah tempat), Tahan lama suhu panas dan kelembaban tinggi.
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah salama satu minggu.
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya kan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sma sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang di berbagai wilayah yang ada naymuk penularannya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjjadi infektif seumur hidup.
Factor yang mempengaruhi morbiditas dan mortilitas penyakit DBD antara lain :
Imunitas penjamu Kepadatan populasi nyamuk Transmisi virus dengue Virulensi virus Keadaan geografis setempat
Pathogenesis
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibody, selanjutnya akan terbenntuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Kompleks antigen-antobodi tersebut akan melepas zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan
mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, bercak darah), saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), dan organ vital ( jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan
adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan
spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak
dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.
GEJALA DAN TANDA
Pasien penyakit DBD pada umunya disertai dengan tanda-tanda berikut :
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas2. Manifestasi perdarahan dengan tes rumple leede (+), mulai dari peteki (+)
sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah atau bercak darah hitam.
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normsl : 150.000-300.00 uL), hematokrit meningkat (normal pria < 45, wanita <40)
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar ( DSS, dengue shock syndrome )
Kriteria diagnosis (WHO, 1997)
a. Kriteria klinis1. Demam tinggi mendadak dan berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari2. Terdapat manifestasi perdarahan3. Pembesaran hati4. Syok
b. Kriteria laboratories1. Trombositopenia ( < 100.000/mm3)2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat > 20%)
Seseorang dinyatakan menderita penyakit DBD bila minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue.
Setelah tergigit nyamuk pembawa virus, masa inkubasi akan berlangsung antara 3
sampai 15 hari sampai gejala demam dengue muncul. Gejala demam dengue akan
diawali oleh perasaan menggigil, nyeri kepala, nyeri saat menggerakan bola mata
dan nyeri punggung. Kesakitan pada tungkai dan sendi akan terjadi beberapa jam
sejak gejala demam dengue mulai dirasakan. Suhu tubuh akan meningkat dengan
cepat mencapai 40oC dengan detak nadi yang normal serta tekanan darah yang
cenderung turun. Bola mata akan tampak kemerahan. Kemerahan juga tampak
pada wajah yang dengan cepat akan menghilang. Kelenjar pada leher dan
tenggorokan terkadang ikut membesar.
Demam dan gejala lain dari demam dengue akan berlangsung selama 2 hari yang
kemudian diikuti oleh penurunan suhu yang cepat dengan diiringi oleh produksi
keringat yang meningkat. Periode penurunan suhu ini biasanya berlangsung
sehari, selanjutnya suhu tubuh akan meningkat lagi dengan cepat. Saat ini seluruh
tubuh pasien akan kemerahan kecuali pada wajah.
Demam dengue umumnya menyerang orang yang kekebalan tubuhnya sedang
menurun. Demam berdarah dengue atau DBD merupakan demam dengue dengan
derajat yang lebih berat. Perbedaan yang paling utama adalah pada demam dengue
tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan
demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan
pada kulit, penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan
dari gusi, hidung, usus dan lain lain. Bila tidak ditangani segera, demam berdarah
dengue dapat menyebabkan kematian.
PENGOBATAN
Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan supportif.
Bertujuan untuk mengganti volume plasma yang hilang.
mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam.
Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.
Pengobatan lain : Antipiretik : Paracetamol, kompres untuk membantu menurunkan
demam. Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol.
Oksigen Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
TATA LAKSANA PENGOBATAN DBD
Sifat : simptomatik dan suportifTujuan prinsip : Mengganti volume plasma yang hilang Perbaiki keadaan umum
1. Mengganti volume plasmaA. DBD tanpa renjatan
Minum banyak 1,5-2 liter / 24 jam IvfD, bila :
o Muntah teruso Intake tidak terjamino Hematokrit meningkat
Ringer laktat : 10 ml / kgBB / jam+/- 3x BB (kg) tetes/menit dosis dehidrasi sedang
Kelebihan ringer laktat : Hampir menyamai konsentrasi cairan ekstraseluler Mengandung basa ( laktat ) Mudah di dapat
B. DBD dengan renjatan : DSS
DBD III DBD IVIvfD RL IvfD RL
20 ml / kgBB / jam Guyut 20 ml / kgBB / jam
10 ml / kgBB / jam
5 ml / kgBB / jam
24 – 48 jam
2. Pengobatan lain Antipiretik ( parasetamol )
Kompres hiperpireksia Antikonvulsan kejang
Diazepam / Phenobarbital Oksigen renjatan Transfusi darah
Perdarahan massif gastrointestinal melena / hematemesisTersembunyi
Kortikosteroid : ensefalografi
DBD DENGAN RENJATAN
15 – 30 menit
1 jam
Belum teratasi
teratasi
DBD : IV RL : Guyer / bolus 100-200 ml
DBD III : RL : 20 ml/kgBB/jam
renjatan
RL : 10 ml/kgBB/jam+ plasma pengganti 10-20 ml/kgBB/jam(Max : 20-30 cc/kgBB)
teratasi
1 jam
Belum teratasi
46 JAM
48 jam
PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik. Kematian
dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi
pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh
sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih.
Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada
sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
PENCEGAHAN
a. Pembersihan jintik Program pemberantasan srang nyamuk Larvasidasi Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada
tempat air kolam.b. Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelabu Mmemnggunakan obat nyamuk
renjatan
Perawatan khusus
KU baik ( sesuai keperluan )
RL = D X 5 % = 1:1
5-7 ml/kgBB/jam
RL : 10 ml/kgBB/jam
Tidak melakukan kebiasaan beresiko (tidur siang, menumpukkan baju)
Penyemprotanc. Penanggulangan KLB:
Penemuan dan pertolongan penderita Penyuluhan PSN dengan gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Menimbun) Fogging (pengasapan) Abatisasi atau larvasidasi
Recommended