View
89
Download
9
Category
Tags:
Preview:
DESCRIPTION
fermentasi
Citation preview
VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK
SAPI (KPS) DI BANDUNG
SKRIPSI
FITRIA BUNGA YUNITA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
RINGKASAN
FITRIA BUNGA YUNITA. D14204085. 2008. Verifikasi Penerapan GMP dan SSOP Melalui Pengujian Produk pada Unit Pengolahan Yogurt di Salah Satu Koperasi Peternak Sapi (KPS) di Bandung. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si.
Perhatian konsumen terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsinya terus meningkat. Konsumen akan selalu menuntut suatu produk yang aman, berkualitas, praktis untuk disiapkan dan disajikan, serta enak rasanya dengan harga yang terjangkau. Titik tolak kegiatan suatu usaha industri pangan harus berdasarkan pada permintaan konsumen akan suatu produk pangan. Pertumbuhan industri pangan yang pesat akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk–produk pangan dengan mutu terjamin dan harga yang bersaing. Pangan yang aman dan bermutu baik dapat dihasilkan jika dalam proses pengolahannya dilakukan secara benar, yaitu benar dalam proses penerimaan bahan baku, proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan produk.
Kegiatan magang dilaksanakan di salah satu Koperasi Peternak Sapi (KPS) di daerah Bandung selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9 Juli 2007 sampai 31 Agustus 2007. Tujuan dari magang penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pengolahan yogurt serta bagaimana penerapan standar sanitasi di unit pengolahan yogurt tersebut. Pemeriksaan internal penerapan good manufacturing practices (GMP) dan sanitasi dilakukan dengan cara inspeksi proses produksi yang sedang berlangsung dan kegiatan lain yang mendukung proses seperti proses pencucian dan penyimpanan alat. Proses verifikasi secara organoleptik juga dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerapan kegiatan sanitasi tersebut. Prosedur pengujian produk yaitu dengan cara mengambil sampel yogurt dalam satu batch produksi yang sama, kemudian disimpan selama 28 hari pada suhu 5-10oC. Pengujian sampel produk yogurt dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian sampel dilaksanakan pada tanggal 7 September 2007 sampai 5 Nopember 2007. Peubah yang diuji meliputi sifat kimia, viskositas, dan mikrobiologi yang diuji setiap 7 hari sekali untuk mengetahui kualitas produk yang disimpan hingga waktu kadaluarsanya. Hasil pengujian terhadap sampel yogurt dibahas secara deskriptif dengan mengacu pada ketentuan SNI 01-2981-1992.
Standar tentang praktek higiene yang disyaratkan pemerintah yaitu dikenal dengan GMP, yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/Menkes/SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan dan sanitation standard operational procedures (SSOP), belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh unit pengolahan yogurt yang menjadi subjek penelitian ini. Penyediaan fasilitas sanitasi, misalnya wastafel (tempat untuk mencuci tangan) yang belum dilengkapi dengan sabun pencuci tangan serta alat pengeringnya, proses penyimpanan bahan baku dengan penyimpanan bahan agak berbahaya (deterjen/pembersih) meskipun berbeda rak, serta penggunaan air yang kualitasnya belum teruji. Hasil verifikasi yang dilakukan terhadap aspek sanitasi menunjukkan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
bahwa kesadaran karyawan tentang sanitasi yang harus diterapkan pada proses pengolahan bahan pangan masih rendah. Prinsip higiene karyawan seperti kebersihan tangan pekerja yang mengolah dan memproduksi pangan sangat penting, demikian pula penggunaan seragam khusus untuk mengolah makanan, penutup kepala, masker saat melakukan produksi kurang mendapat perhatian dari pengurus unit pengolahan. Mutu produk yang dihasilkan oleh unit pengolahan hingga waktu kadaluarsanya sangat menurun. Berdasarkan hasil pengujian, produk hanya mampu bertahan hingga 1 minggu penyimpanan dengan suhu simpan 5-10oC (suhu penjualan pada agen-agen), yang seharusnya yogurt dapat bertahan hingga 3 minggu penyimpanan pada kondisi suhu yang sama.
Kata-kata Kunci: verifikasi organoleptik, GMP, SSOP, pengujian produk, yogurt
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ABSTRACT
Verification of GMP and SSOP Application By Final Product Examination on Processing Unit Yogurt in KPS Bandung
Yunita F. B., R. R. A. Maheswari, T. Suryati
Good manufacturing practices (GMP) and sanitation standard operating procedures (SSOP) are an integral component of process control and are often the first step in implementation of food safety regulation. The objective of this study was to asses the effectiveness of GMP and SSOP used in yoghurt processing unit of KPS (Koperasi Peternak Sapi). The method used were being participate on process, interview, collecting data, field observation, verification the application of sanitation process and product examination. The verification result showed that sanitation principle like washing hand before and after doing work or wearing the processing uniform have not optimally been applied by the employee. The sanitation facilities, such as washbasin, was not used well. Result of the final product examination showed that, for microbiological quality aspect of yoghurt after 7th day of storage was very descend. Keywords: organoleptic verification, GMP, SSOP, final product examination, yoghurt
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK
SAPI (KPS) DI BANDUNG
FITRIA BUNGA YUNITA
D14204085
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK
SAPI (KPS) DI BANDUNG
Oleh
FITRIA BUNGA YUNITA
D14204085
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 Juni 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari., DEA. Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 131 671 595 NIP. 132 159 706
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir Luki Abdullah, M.Agr.Sc. NIP. 131 955 531
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sulaiman Ros dan Ibu Sri Wardhani.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Kalierang III
Bumiayu. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di
SLTP Negeri 1 Bumiayu dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun
2004 di SMU Negeri 1 Bumiayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program
studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan IPB, penulis pernah
menjabat sebagai Ketua Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Produksi
Ternak (HIMAPROTER) dengan masa jabatan 2005-2006, dan aktif di beberapa
kepanitiaan didalam dan diluar Fakultas Peternakan. Penulis pernah menjadi asisten
praktikum pada mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu di Bagian IPT
Perah untuk tahun ajaran 2007-2008. Penulis juga pernah menjadi reporter untuk
program magang Majalah FOODREVIEW Indonesia periode Februari-Mei 2008.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, Sang Maha dari segalanya, yang telah memberikan nikmat yang tak terkira
dan hanya dengan pertolongan serta karunia dan rahmat-Nya skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan Salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW,
atas perjuangan dan amanah yang tak pernah padam hingga akhir zaman.
Magang penelitian di salah satu koperasi peternak sapi di Bandung ini Penulis
lakukan untuk mempelajari proses pengolahan yogurt serta mempelajari penerapan
standar sanitasi di unit pengolahan yogurt tersebut. Proses pengolahan yang benar
serta penerapan standar sanitasi yang maksimal akan menghasilkan suatu produk
dengan kualitas yang tinggi.
Penulis menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam penyampaian
materi di skripsi ini, namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk semua kalangan civitas akademika IPB.
Bogor, Juli 2008
Penulis
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
PENDAHULUAN........................................................................................ 1
Latar Belakang................................................................................... 1 Tujuan.............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
Verifikasi pada Kegiatan Sanitasi...................................................... 3 Verifikasi secara Organoleptik................................................ 4 Verifikasi Menggunakan ATP (Adenosine Triphosphate) Bioluminescence .................................................................. 4 Tes Mikrobiologi................................................................... 5
Good Manufacturing Practices (GMP).............................................. 5 Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ....................... 13 Yogurt .............................................................................................. 17
METODE..................................................................................................... 20
Lokasi dan Waktu ............................................................................. 20 Materi ............................................................................................... 20 Prosedur ........................................................................................... 20
Kegiatan Magang .................................................................. 20 Pengujian Produk .................................................................. 21
KEADAAN UMUM LOKASI ..................................................................... 25
Koperasi Peternak Sapi (KPS) di Bandung........................................ 25 Struktur Organisasi Koperasi ............................................................ 26
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 27
Proses Pembuatan Yogurt ................................................................. 27 Bahan Baku Pembuatan Yogurt............................. ................. 27 Proses Penerimaan Susu............................. ............................ 28 Proses Pemanasan Susu......................................................... 30 Proses Penambahan Bahan Pemanis ...................................... 30 Proses Pendinginan Susu....................................................... 30
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Proses Inokulasi Kultur Starter............................. .................. 31 Proses Inkubasi ..................................................................... 31 Proses Penambahan Essens/Flavor ........................................ 31 Proses Pengemasan ............................................................... 31 Proses Penyimpanan Produk Akhir (Yogurt)........................... 32
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)............................. 32 Lokasi dan Lingkungan Pabrik............................. .................. 32 Bangunan dan Ruangan Pengolahan ...................................... 33 Fasilitas Sanitasi.................................................................... 34 Peralatan Produksi................................................................. 35 Kesehatan dan Kebersihan Karyawan............................. ........ 36 Penyimpanan......................................................................... 36 Mutu Produk akhir ................................................................ 37 Laboratorium dan Pemeriksaan ............................................. 43 Kemasan............................. ................................................... 43 Keterangan Produk (Labeling)............................................... 43 Alat Transportasi................................................................... 43 Manajemen dan Pengawasan ................................................. 43
Penerapan Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ...... 44 Keamanan Air............................. ........................................... 44 Pencegahan Kontaminasi Silang............................................ 45 Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan .. 45 Pemeliharaan Fasilitas Sanitasi (Pencuci Tangan) di Ruang Pengolahan............................................................................ 46 Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan............................. ..... 46 Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk........................... 46 Kontrol Kesehatan Pegawai................................................... 46 Pencegahan Hama Pabrik ...................................................... 47
Verifikasi Penerapan GMP dan SSOP............................................... 51 Analisis Penerapan Prinsip-prinsip Sanitasi ........................... 51 Pengujian Produk .................................................................. 51
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 58
Kesimpulan....................................................................................... 58 Saran ................................................................................................ 58
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 60
LAMPIRAN................................................................................................. 63
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Yogurt (SNI 01-2981-1992)..................................... 18
2. Daftar Aspek GMP dan SSOP yang akan Dikaji........................... 21
3. Analisis Proses Pembuatan Yogurt ............................................... 29
4. Rekapitulasi Hasil Analisis terhadap Aspek GMP ........................ 38
5. Rekapitulasi Hasil Analisis terhadap Aspek SSOP ....................... 48
6. Analisis Sifat Kimia dan Viskositas Yogurt selama Penyimpanan 54
7. Jumlah Mikroorganisme Yogurt selama Penyimpanan ................. 56
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Proses Pemanasan Susu dan Proses Filling Yogurt.......................... 30
2. Ruang Pengemasan ......................................................................... 32
3. Lokasi KPS dan Kondisi Jalan ke KPS............................................ 33
4. Kondisi Jendela, Ventilasi, Lampu Penerangan, dan Langit-langit... 34
5. Kondisi Ruang Pemasakan dan Fasilitas Sanitasi ............................ 35
6 Mixer dan Sealer Cup...................................................................... 36
7. Ruang Penyimpanan Produk Akhir dan Ruang Inkubasi.................. 37
8. Alat Distribusi Produk..................................................................... 44
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi Koperasi Peternak Sapi di Bandung................. 64
2. Denah Koperasi Peternak Sapi di Bandung..................................... 65
3. Diagram Alir Proses Mencuci Tangan yang Baik dan Benar........... 66
4. Desain Pengingat Visual untuk Selalu Mencuci Tangan Bagi Pekerja 67
5. Contoh Form Audit checklist GMP di Unit Pengolahan Yogurt KPS 68
6. Pedoman Cara Produksi yang Baik (GMP) Yogurt......................... 74
7. Pedoman Prosedur Sanitasi (SSOP) Yogurt.................................... 87
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perhatian konsumen terhadap nilai gizi dan keamanan pangan produk yang
dikonsumsinya terus meningkat. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar
tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, cemaran fisik, dan bahan kimia yang
membahayakan kesehatan. Keamanan pangan, permasalahan dan dampak
penyimpangan mutu, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah sebagai
pengatur dan penetap kebijakan, serta industri sebagai penghasil dan pengolah
makanan. Implementasi suatu sistem mutu pangan harus dilakukan oleh pemerintah
dan industri untuk mengatasi masalah keamanan pangan tersebut.
Produsen harus bertanggungjawab terhadap pangan yang diproduksinya. Hal
ini dilakukan untuk menjamin pangan yang aman bagi konsumen dan untuk
memenuhi persyaratan tentang kebersihan dan keamanan dalam memproduksi suatu
produk pangan. Produksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak
cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga
diperlukan adanya penerapan suatu sistem jaminan mutu yang baik.
Standar tentang keamanan pangan dikembangkan oleh Komisi Codex
Alimentarius yang dibentuk oleh FAO dan WHO. Pedoman penerapan GMP telah
diakui secara internasional sebagai suatu standar industri pangan dalam menjamin
keamanan dan kelayakan pangan yang diproduksinya. Prinsip penerapan GMP yaitu
suatu cara dalam menjalankan, mengendalikan, mengawasi pelaksanaan proses
produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan produk ditangan
konsumen/siap dikonsumsi dengan tujuan untuk memberikan jaminan dari produsen
ke konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman dan layak konsumsi. Berbeda
dengan GMP, SSOP atau SOP (standard operational procedures) sanitasi
mengandung uraian prosedur yang akan dilakukan dalam unit pengolahan berkaitan
dengan kegiatan pre-operasi dan operasi sanitasi untuk mencegah kontaminasi
produk secara langsung.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi susu segar di Indonesia
selain Jawa Timur. Banyak tantangan yang dihadapi sentra seperti penanganan,
pengolahan, dan pemasaran susu segar. Susu merupakan bahan pangan bergizi tinggi,
namun sangat rentan terhadap pengaruh mikrobiologi (kontaminasi mikroba), kimia
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
(residu antibiotik), maupun fisik (bulu, debu atau kotoran lain) terutama pasca
pemerahan. Program peningkatan produksi susu harus sejalan dengan program
peningkatan mutu dan keamanannya. Berbagai pedoman peningkatan keamanan dan
mutu susu sudah dilakukan di berbagai peternakan sapi perah di Indonesia, antara
lain peningkatan higiene dan sanitasi kandang maupun peralatan serta pendinginan
dan pengolahan susu, namun implementasinya menghadapi kendala seperti masih
rendahnya kesadaran untuk berpraktek higiene dan minimnya peralatan dan
perlengkapan untuk menangani susu tersebut. Pendekatan lintas sektoral dari hulu
sampai hilir harus terus dilakukan untuk mempertahankan mutu susu segar dan
olahannya.
Tujuan
Magang penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh pengalaman
bekerja pada suatu industri pengolah pangan hasil ternak, mengetahui gambaran
nyata dari dunia kerja, meningkatkan wawasan dan keterampilan, mengapliksikan
ilmu yang diperoleh untuk mengobservasi, menganalisis dan memecahkan masalah
yang ada dalam industri tersebut.
Secara khusus magang penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses
produksi yang dilakukan oleh unit pengolahan yogurt di KPS daerah Bandung.
Magang penelitian ini bertujuan pula untuk menganalisis aspek penerapan GMP dan
SSOP unit pengolahan, melakukan verifikasi terhadap penerapan aspek kegiatan
sanitasi, melakukan pengujian produk untuk mengetahui mutu produk hingga batas
kadaluarsa serta menganalisis dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
penerapan GMP, SSOP dan mutu produk di unit pengolahan yogurt KPS.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TINJAUAN PUSTAKA
Verifikasi pada Kegiatan Sanitasi
Kepastian tentang efektivitas pelaksanaan kegiatan sanitasi memerlukan suatu
sistem monitoring yang meliputi pelibatan proses verifikasi dan validasi. Verifikasi
dan validasi sanitasi merupakan proses yang berbeda. Pada verifikasi,
pengawas/penjamin mutu membuat kepastian atau keputusan dengan segera bahwa
sanitasi efektif pada proses utama, sedangkan dalam validasi adalah menetapkan
bahwa proses efektif untuk periode waktu tertentu (Cramer, 2006). Verifikasi
mengandung pengertian mengaplikasikan metode, prosedur, tes dan evaluasi-
evaluasi lainnya sebagai tambahan atas kegiatan pemantauan yang dilakukan secara
periodik untuk pihak perusahaan (internal) maupun secara eksternal oleh auditor
independen untuk memastikan efektivitas pelaksanaan kontrol proses (Kemala,
2003), sedangkan verifikasi menurut Kadarisman dan Muhandri (2006) adalah
tindakan yang dilakukan untuk menilai bahwa segala aktifitas yang dilaksanakan
telah berada pada jalur yang benar.
Kegiatan sanitasi merupakan basic (dasar) dari sistem keamanan dan kualitas
pangan. Tanpa adanya proses sanitasi di suatu industri pengolahan pangan,
sepertinya tidak ada yang diharapkan untuk mencapai suatu hasil yang maksimal.
Sanitasi juga merupakan komponen yang vital dari sistem keamanan pangan
terintegrasi dengan keterkaitan yang sangat kuat dengan beberapa sistem atau
peraturan (regulatory) yang telah ada, kualitas, hazard analysis critical control point
(HACCP), good manufacturing practices (GMP), dan pest control (Cramer, 2006).
Sistem sanitasi belum sempurna tanpa adanya proses verifikasi efektivitas
penerapannya. Proses verifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari cara yang
paling sederhana, relatif mahal hingga cara yang paling mahal dan sangat kompleks
atau rumit. Prosedur verifikasi yang jauh dari mahal dan mudah untuk
diimplementasikan yaitu pemeriksaan secara visual/organoleptik dari kondisi
lingkungan pengolahan terhadap sanitasi setelah dan sebelum operasi. Inspeksi
sebelum operasi secara organoleptik dibutuhkan sebagai bagian dari SSOP, dan tidak
ada persyaratan secara regulatory untuk menambahkan alat investigasi lainnya.
Pengukuran ATP (adenosine triphosphate)/bioluminescense sangatlah efektif, yaitu
merupakan suatu alat yang relatif mahal yang banyak digunakan oleh industri pangan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
untuk verifikasi dan memberikan hasil yang cepat tentang efektivitas proses sanitasi.
Pengujian mikrobiologis juga merupakan cara yang digunakan oleh perusahaan
untuk memverifikasi dan memvalidasi proses sanitasi (Cramer, 2006).
Verifikasi secara Organoleptik
Metode verifikasi ini melibatkan semua indera dengan pengecualian indera
perasa dan pendengar. Proses verifikasi yang dilakukan adalah inspeksi alat, secara
nyata menggunakan indera penglihatan untuk mencari indikasi dari bahan makanan
yang tertinggal pada alat, seperti adanya lemak, sisa adonan, atau tergantung dari
produk yang sedang diolah oleh industri pangan tersebut. Inspeksi terhadap fasilitas
area pengolahan juga dilakukan, seperti kecukupan intensitas lampu pada ruang
pengolahan. Proses inspeksi yang efektif tergantung dari monitor yang dilakukan
oleh departemen sanitasi, dengan quality assurance (QA) yang melakukan verifikasi
sebelum lembaga eksternal di luar perusahaan yang melakukan inspeksi (Cramer,
2006).
Verifikasi Menggunakan ATP (Adenosine Triphosphate) Bioluminescense
Bioluminescense merupakan teknologi yang telah digunakan secara sukses
oleh industri pangan beberapa tahun yang lalu. Prinsip kerja dari bioluminescense
berdasarkan adanya ATP yang merupakan hasil metabolisme dari sel.
Mikroorganisme mengandung ATP, berbeda dengan produk pangan yang berasal
dari sumber nonmikrobiologi, mengingat materi inorganik tidak memiliki ATP.
Penggunaan alat pengukur ATP, yang disebut sebagai luminometers, didasarkan dari
reaksi yang terjadi antara ATP dan bahan kimia luciferase yang dapat memproduksi
cahaya. Cahaya yang keluar, diukur dengan alat, dalam lumens, mengindikasikan
level dari ATP yang ada. Proses evaluasi dari ATP dimulai dengan mengidentifikasi
alat dengan nomor atau bar code dan dengan hasil dari metode swab. Alat ini juga
dapat mengindikasikan adanya mikroorganisme, karena bakteri merupakan
organisme hidup yang memiliki level ATP yang berbeda-beda, jadi alat ini dapat
membaca ATP yang ada pada bakteri, juga bahan organik seperti daging, lemak, dan
lainnya atau kombinasi keduanya (Cramer, 2006).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tes Mikrobiologi
Tes secara mikrobiologis dilakukan untuk memperoleh nilai real dari
monitoring yang telah dilakukan terhadap kondisi alat dan lingkungan yang telah
bersih, meskipun hal tersebut dapat dan telah dilakukan dengan menggunakan ATP
luminometer. Tes mikrobiologi ini dilakukan dengan metode yang sudah sering
dilakukan yaitu metode swab (oles). Alat dan lingkungan yang dianggap telah
dibersihkan di-swab. Hasil dari tes ini dapat mengkonfirmasikan efektivitas dari
program sanitasi yang sedang berjalan. Tujuan utama dari tes ini adalah untuk
mengumpulkan data agar dapat melaksanakan proses verifikasi untuk sanitasi. Hasil
dari tes dapat digunakan untuk mengidentifikasikan setiap bagian alat yang sulit
untuk dibersihkan. Data seharusnya juga dapat digunakan untuk menentukan apakah
prosedur pembersihan terpenuhi, apakah pelatihan tambahan untuk pelaku sanitasi
diperlukan, apakah dokumen GMP terpenuhi atau mungkin perlu dilakukan revisi,
dan apakah karyawan membutuhkan pelatihan penyegaran. Data juga dapat
digunakan untuk meningkatkan penampilan produk selama penyimpanan (Cramer,
2006).
Good Manufacturing Practices (GMP)
Good manufacturing practices (GMP) adalah persyaratan minimum sanitasi
dan pengolahannya yang diperlukan untuk memastikan diproduksinya pangan yang
aman dan sehat. GMP menjadi salah satu pre-requisite program atau program
persyaratan dasar dalam penerapan sistem HACCP, yang menjamin praktek
pencegahan terhadap kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak aman.
GMP dibagi menjadi beberapa sub bagian, masing-masing memiliki kebutuhan yang
terperinci dan berhubungan dengan kegiatan pada fasilitas pemrosesan pangan. Sub
bagian GMP tersebut adalah personel, bangunan, distribusi, dan pengukuran cacat
produk (Katsuyama dan Jantschke, 1999). GMP yang direvisi pada tahun 1986
diumumkan secara resmi oleh FDA untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
Federal Food, Drug, and Cosmetic Act (FD&C Act) untuk mencapai pangan yang
bebas dari kontaminasi (Katsuyama dan Jantschke, 1999).
GMP bukanlah sistem mutu yang baru dikenal di Indonesia, karena
Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 telah memperkenalkan GMP melalui
Surat Keputusan Menteri RI No. 23/MenKes/SK/1978 tanggal 24 Januari 1978
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan (CPMB). Pedoman
penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menjelaskan tata cara
memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak konsumsi (Dirjen POM,
1999). GMP mencakup seluruh prinsip dasar dan persyaratan-persyaratan penting
yang harus dipenuhi dalam memproduksi suatu pangan. Tujuan penerapan GMP
adalah untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan (Badan POM RI, 1996).
Ruang lingkup CPMB mencakup cara-cara produksi yang baik sejak bahan
mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-
persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Industri pangan harus memperhatikan
syarat-syarat berproduksi yang baik seperti dalam hal produksi primer dan
pengadaan bahan baku, desain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan
pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan kesehatan karyawan,
pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, laboratorium dan pemeriksaan,
manajemen dan pengawasan, dokumentasi, transportasi, penarikan produk, serta
pelatihan dan pembinaan.
A. Lingkungan Sarana Pengolahan
Lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus terawat baik, bersih, dan bebas
dari tumbuhnya tanaman liar.
1. Lokasi Pabrik
a) Pabrik makanan hendaknya jauh dari lokasi industri yang sudah
mengalami polusi yang mungkin menimbulkan pencemaran yang
membahayakan terhadap makanan.
b) Pabrik makanan tidak berlokasi di daerah yang mudah tergenang air atau
banjir karena sistem pembuangan airnya tidak lancar.
c) Pabrik makanan jauh dari tempat yang merupakan sarang hama dan
binatang pengerat seperti tikus.
d) Pabrik makanan jauh dari daerah yang menjadi tempat pembuangan
sampah padat maupun cair atau jauh dari tempat penumpukan barang
bekas dan daerah kotor lainnya.
e) Pabrik makanan hendaknya jauh dari tempat pemukiman penduduk yang
terlalu padat dan kumuh (Dirjen POM, 1999).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2. Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-
cara sebagai berikut:
a) Sampah dan buangan pabrik lainnya harus dikumpulkan setiap
saat di tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga
tidak menumpuk dan menjadi sarang hama.
b) Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup untuk menghindari bau
busuk dan mencegah pencemaran lingkungan.
c) Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu
dipantau agar tidak mencemari lingkungan.
d) Sistem saluran pembuangan berjalan lancar untuk mencegah
tergenangnya air.
e) Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, serta dilengkapi dengan
sistem drainase yang baik (Dirjen POM, 1999).
B. Bangunan dan Fasilitas Pabrik
Perancangan bangunan, peralatan dan fasilitas sarana pengolahan harus
dilakukan sejak awal agar dapat menjamin bahwa bahan pangan selama dalam
proses pengolahan tidak tercemar. Bahan pencemar datang baik dari bahan-
bahan biologis seperti mikroba dan parasit, atau bahan kimia dan kotoran
lainnya. Tata letak pabrik diatur agar sesuai arus proses pengolahan agar
terhindar dari kontaminasi silang (Dirjen POM, 1999).
1. Ruang Pengolahan
Ruangan cukup luas untuk menempatkan semua peralatan dan bahan,
serta cukup leluasa untuk pergerakan karyawan yang bekerja. Lantai dan
dinding dibuat dari bahan kedap air dan kuat sehingga mudah dibersihkan.
Langit dan dinding harus selalu dalam keadaan bersih. Jendela dan lubang
angin hendaknya dilengkapi dengan kawat kasa yang mudah dicopot dan
dibersihkan untuk mencegah masuknya serangga dan binatang pengerat
yang dapat mencemari makanan (Dirjen POM, 1999).
2. Kelengkapan Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan dibuat nyaman, ventilasi dibuat dalam jumlah yang
cukup sehingga udara segar selalu mengalir ke ruang pengolahan. Sistem
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
aliran udara hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga udara selalu
mengalir dari tempat bersih ke tempat yang kotor, dan tidak sebaliknya
(Dirjen POM, 1999).
3. Gudang (Tempat Penyimpanan)
Bahan baku pangan hendaknya dipisahkan dalam gudang terpisah dari
produk makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Bahan-bahan bukan
pangan seperti bahan pencuci, pelumas, oli, dan lain-lainnya hendaknya
disimpan di dalam gudang khusus. Gudang dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah dibersihkan dan dipelihara agar selalu tetap bersih. Sirkulasi udara
dalam gudang dipertahankan mengalir agar kondisi dalam gudang tetap
segar. Penyimpanan kedalam atau pengeluaran hendaknya mengikuti sistem
FIFO (first in first out), yaitu bahan yang pertama kali masuk kedalam
gudang hendaknya juga keluar pertama kali dari gudang. Oleh karena itu
pencatatan penyimpanan dan pengeluaran barang harus dilakukan secara
rutin. Jika gudang yang digunakan harus bersuhu rendah, misalnya untuk
penyimpanan bahan baku segar, maka suhu gudang harus selalu diperiksa
secara periodik untuk menghindari fluktuasi suhu yang berlebihan (Dirjen
POM, 1999).
C. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan makanan harus dipilih yang mudah dibersihkan dan
dipelihara agar tidak mencemari makanan. Hindari peralatan yang terbuat dari
kayu, karena celah-celah pada permukaan kayu sulit untuk dibersihkan. Gunakan
alat yang terbuat dari bahan-bahan yang kuat seperti aluminium atau baja tahan
karat (stainless steel). Demikian juga peralatan-peralatan yang digunakan untuk
memasak, memanaskan, mendinginkan, membekukan makanan hendaknya
terbuat dari logam seperti aluminium atau baja tahan karat agar suhu proses yang
sudah ditentukan dapat cepat tercapai. Penempatan peralatan disusun sesuai
dengan alur proses pengolahan. Peralatan yang dilengkapi dengan penunjuk
ukuran seperti timbangan, termometer, pengukur tekanan, pengukur aliran udara,
dan sebagainya hendaknya dikalibrasi setiap periode agar data yang diberikannya
teliti (Dirjen POM, 1999).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
D. Fasilitas Sanitasi
Tujuan adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi adalah untuk menjamin bahwa
ruang pengolahan dan ruang lainnya, serta peralatan pengolahan tetap terpelihara
dan tetap bersih (Dirjen POM, 1999).
1. Suplai Air
Air harus berasal dari sumber yang aman dan jumlahnya cukup untuk
memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/pembersihan, pengolahan dan
penanganan limbah. Sumber-sumber air untuk pengolahan harus terpisah,
pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya juga diberi warna yang berbeda
untuk membedakan fungsi airnya. Air yang kontak langsung dengan makanan
harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan pada bahan baku air untuk
air minum (Dirjen POM, 1999).
2. Pembuangan Air dan Limbah
Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang
baik, berupa saluran-saluran air atau selokan yang dirancang dan dibangun
sedemikian rupa sehingga tidak mencemari air bersih dan makanan (Dirjen
POM, 1999).
3. Fasilitas Pencucian dan Pembersihan
Fasilitas pencucian/pembersihan untuk makanan hendaknya dipisahkan
dari fasilitas pencucian/pembersihan peralatan dan perlengkapan lainnya.
Fasilitas dilengkapi dengan sumber air bersih, dan sumber air panas (Dirjen
POM, 1999).
4. Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas yang disediakan seperti tempat mencuci tangan yang dilengkapi
dengan sabun, handuk, atau alat pengering tangan, tempat ganti pakaian
karyawan, toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup
untuk seluruh karyawan. Satu buah toilet untuk 10 karyawan, dan 1 buah lagi
untuk setiap penambahan 25 karyawan. Toilet ditempatkan pada lokasi tidak
langsung berhubungan dengan ruang pengolahan (Dirjen POM, 1999).
5. Penerangan
Sistem penerangan baik melalui penyinaran sinar matahari maupun
melalui lampu-lampu harus memenuhi persyaratan higiene yaitu diatur
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sedemikian rupa sehingga ruang pengolahan cukup terang (Dirjen POM,
1999).
E. Higiene Karyawan
1. Kesehatan Karyawan
Karyawan yang sakit atau diduga membawa penyakit hendaknya
dibebaskan dari pekerjaan yang berhubungan langsung dengan makanan.
Karyawan yang memang sakit hendaknya diistirahatkan (Dirjen POM,
1999).
2. Kebersihan Karyawan
Karyawan yang bekerja harus selalu dalam kondisi bersih, mengenakan
baju kerja serta penutup kepala dan sepatu, dan perlengkapan kerja tersebut
tidak boleh dibawa keluar dari pabrik. Karyawan harus selalu mencuci
tangannya sebelum dan setelah melakukan kerja mengolah makanan,
sesudah keluar toilet/jamban, sesudah menangani bahan mentah atau bahan
kotor, karena dapat mencemari makanan lainnya (Dirjen POM, 1999).
3. Kebiasaan Karyawan yang Jelek
Kebiasaan yang jelek tersebut antara lain merokok, meludah, makan atau
mengunyah, bersin atau batuk. Selama mengolah makanan karyawan tidak
diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan
lainnya yang jika jatuh ke dalam makanan dapat membahayakan konsumen
yang mengkonsumsinya (Dirjen POM, 1999).
F. Penyimpanan
Bahan yang digunakan untuk proses produksi harus disimpan dengan cara
yang baik untuk memudahkan produsen dalam mengambil dan menggunakan
bahan, mempertahankan mutu dan keamanan pangan, mencegah tercemarnaya
makanan oleh bahan lain yang berbahaya, serta mencegah tertukarnya bahan-
bahan yang digunakan (Dirjen POM, 1999).
Bahan produksi dan produk akhir disimpan terpisah dalam ruangan yang
bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya, dan pada
kondisi lain sesuai dengan persyaratan penyimpanan bahan baku dan produk
tersebut. Bahan produksi dan produk akhir ditempatkan sedemikian rupa
sehingga jelas antara bahan/produk yang belum diperiksa dengan yang sudah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
diperiksa, jelas antara bahan yang memenuhi persyaratan dengan ysng tidak
memenuhi persyaratan, serta mengikuti sistem first in first out (FIFO).
Penyimpanan bahan produksi atau produk akhir sebaiknya menggunakan sistem
kartu yang mencantumkan nama bahan/produk, asal bahan (untuk bahan
produksi), tanggal dan kode produksi (untuk produk akhir), tanggal dan jumlah
penerimaan di gudang, tanggal dan jumlah pengolahan dari gudang, sisa akhir,
tanggal pemeriksaan, serta hasil pemeriksaan.
Bahan-bahan berbahaya harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan produksi
dan produk akhir, serta tidak membahayakan karyawan. Wadah, pembungkus,
dan label disimpan secara rapi dan teratur di tempat yang bersih dan terlindung
dari pencemaran agar tidak mencemari makanan atau terjadi kesalahan
penggunaan (BPOM, 1978).
G. Transportasi
Transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari
sumber pencemaran, terlindung dari kerusakan, serta mencegah dari
pertumbuhan mikroorganisme patogen, perusak, dan penghasil racun. Wadah
dan alat transportasi makanan didesain agar tidak mencemari makanan, mudah
dibersihkan, mudah didesinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta
mempertahankan dan memudahkan pengecekkan kondisi penyimpanan. Sedapat
mungkin wadah dan alat transportasi dibedakan penggunaannya untuk makanan
dengan non makanan, jika penggunaannya sama maka perlu dilakukan
pembersihan dan desinfeksi diantara penggunaannya (BPOM, 1978).
H. Laboratorium Pemeriksaan
Laboratorium dalam suatu industri pangan berguna untuk memudahkan
pemeriksaan secara cepat tentang mutu bahan yang diterima dan produk yang
dihasilkan, serta pengecekan silang jika terjadi penyimpangan pada produk yang
ada di pasaran. Setiap pemeriksaan menyebutkan nama makanan, tanggal
pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang diambil, kode
produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan pemeriksa, nama
pemeriksa, dan hal lain yang dianggap perlu. Jika suatu perusahaan belum
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
memiliki laboratorium, dianjurkan untuk memeriksakan produknya ke
laboratorium lain diluar perusahaan (BPOM, 1978).
I. Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan dalam industri pangan harus dalam
kondisi baik, agar dapat mempertahankan mutu makanan didalamnya serta
melindungi makanan terhadap pengaruh luar seperti sinar, panas, kelembaban,
kotoran, benturan, dan lain-lain. Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh
beracun, membentuk/menimbulkan racun, atau menimbulkan penyimpangan
yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan
reaksi dengan produk yang didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan harus
tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran.
Sebelum digunakan bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan
kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan disanitasi apabila penggunaan
kemasan harus dalam kondisi yang aseptik (BPOM, 1978).
J. Mutu Produk Akhir
Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan akan menjamin
mutu dan keamanan produk serta meningkatkan kepercayaan konsumen. Produk
akhir yang dihasilkan seharusnya memenuhi ketentuan standar mutu atau
persyaratan yang ditetapkan dari segi mutu mikrobiologi, fisik, kimia serta tidak
boleh merugikan atau membahayakan kesehatan. Standar mutu atau persyaratan
produk akhir yang belum ada, dapat ditentukan sendiri oleh perusahaan.
Sebelum diedarkan produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia,
atau mikrobiologinya (BPOM, 1978).
K. Keterangan Produk atau Labeling
Keterangan produk dapat berupa label, lot atau batch. Label dalam kemasan
dapat memberikan informasi/keterangan mengenai isi produk didalamnya
sehingga konsumen dapat menangani, mengkonsumsi atau mengolah produk
dengan cara yang benar. Label sebaiknya dibuat dengan ukuran, kombinasi
warna, dan atau bentuk yang berbeda-beda untuk setiap jenis makanan. Lot atau
batch harus mudah diidentifikasi jika perlu dilakukan penarikan produk dan
pergantian stok makanan. Setiap wadah seharusnya diberi tanda nama produsen
dan nomor lot (BPOM, 1978). Selain itu, fungsi label menurut PP no. 69 tahun
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1999 tentang Label dan Iklan Pangan adalah sebagai pemberi informasi tentang
identitas produk sehingga konsumen dapat mengetahui isi produk tanpa harus
membuka kemasan terlebih dahulu. Label juga berfungsi untuk menarik minat
konsumen dan sebagai sarana promosi, serta sebagai sarana komunikasi antar
produsen dan konsumen.
L. Manajemen dan Pengawasan
Kegiatan pengawasan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan
dikembangkan terus untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.
Bergantung dari skala industrinya, dibutuhkan minimal seorang
penanggungjawab jaminan mutu yang mempunyai latar belakang pengetahuan
higiene yang baik untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif
Pemeliharaan dan program sanitasi yang dilakukan di pabrik bertujuan
untuk menjamin bahwa bangunan, fasilitas, dan peralatan pabrik terawat dengan
baik dan selalu dalam keadaan bersih, menjamin pabrik dan produk bebas dari
hama, menjamin penanganan limbah dengan baik, serta memantau efektivitas
prosedur pemeliharaan dan sanitasi. Pabrik, fasilitas, dan peralatannya selalu
dijaga dalam keadaan terawat dan baik. Peralatan yang berhubungan langsung
dengan makanan dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur,
sedangkan peralatan yang tidak berhubungan langsung dengan makanan harus
selalu dalam keadaan bersih (BPOM, 1978).
Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP)
Penerapan sanitasi yang belum maksimal dapat menyebabkan kontaminasi
yang membahayakan, bahkan beberapa kasus dapat mengakibatkan foodborne
disease atau keracunan bahkan kematian. Sumber kontaminan dapat berasal antara
lain dari bahan baku yang digunakan seperti air, peralatan, ruang pengolahan, dan
pekerja. Kegiatan sanitasi berupa SSOP (sanitation standard operational procedure)
digunakan sebagai alat bantu untuk menerapkan GMP dan merupakan sistem
pendukung HACCP atau hazard analysis critical control point dalam penanganan
keamanan pangan (Katsuyama dan Jantschke, 1999).
SSOP atau SOP sanitasi mengandung uraian prosedur yang akan dilakukan
dalam unit pengolahan berkaitan dengan kegiatan pre-operasi dan operasi sanitasi
untuk mencegah kontaminasi produk secara langsung. SSOP dapat menunjang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
keberhasilan dan efektivitas HACCP, menggambarkan prosedur pabrik yang terkait
dengan pengamanan makanan secara saniter dan keberhasilan lingkungan pabrik
serta kegiatan yang dilakukan untuk mencapainya. SSOP setiap pabrik akan berbeda,
dan harus disusun secara tertulis yang setidaknya mengandung prosedur untuk
mencegah terjadinya kontaminasi sebelum dan selama prossesing. Personil juga
bertanggungjawab mengevaluasi efektivitas prosedur dan melakukan tindakan
koreksi atau tindakan pencegahan apabila diperlukan. Beberapa faktor penting dalam
penyusunan SSOP antara lain keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang
kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas
pencucian tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-bahan kontaminan;
pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar; pengawasan
kondisi kesehatan personil; dan menghilangkan hama dari unit produksi (FDA,
1995).
1. Keamanan Air
Air mengandung bermacam-macam bakteri yang berasal dari berbagai
sumber misalnya udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman, atau hewan yang mati,
kotoran manusia atau hewan dan bahan organik lainnya. Cara mudah yang dapat
dilakukan untuk memenuhi syarat mikrobiologi ini adalah memasak air minum
sampai mendidih sebelum diminum. Mengingat pentingnya air dalam industri
pangan, maka beberapa perlakuan sanitasi dan pemurnian air perlu dilakukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu air yang kontak langsung dengan
bahan pangan harus memenuhi persyaratan air minum (Depkes RI, 1998).
2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
a) Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan
harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik
dan tidak mudah terkikis.
b) Cleaning compound dan sanitizing agent yang digunakan untuk
membersihkan peralatan tersebut harus sesuai dengan food compatible dan
tidak beracun.
c) Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus
dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif setiap setelah selesai
produksi.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
d) Sarung tangan dan seragam produksi yang kontak dengan bahan pangan
harus dibuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih, dan
dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi (FDA, 1995).
3. Pemeliharaan Sarana Pencuci Tangan, Sanitasi, dan Toilet
a) Lokasi sanitasi dan tempat cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja
dan area pengolahan.
b) Penyediaan hand cleaning dan mesin pengering tangan.
c) Fasilitas toilet harus cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat
penggantian pakaian kotor (FDA, 1995).
4. Proteksi dari Bahan-Bahan Kontaminan
a) Bahan pangan kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan
bahan pangan harus terlindungi dari cemaran fisik, kimia, dan biologis.
b) Bahan pangan kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan
bahan pangan harus terlindungi dari tetesan, aliran air, dan debu atau
kotoran yang jatuh ke bahan pangan.
c) Gas yang digunakan untuk injeksi pada kemasan atau peralatan harus aman,
dan terdapat proses penyaringan atau treatment untuk mencegah cemaran
bahan pangan, kemasan dan peralatan (FDA, 1995).
5. Pelabelan, Penyimpanan, dan Penggunaan Bahan Toksin yang Benar
a) Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan
terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir.
b) Pengemasan dan penyimpanan mempunyai desain yang meminimumkan
kontaminasi silang dari cemaran fisik, kimia dan biologis (FDA, 1995).
6. Pengawasan Kondisi Kesehatan Karyawan
Pekerja dalam kondisi sakit, luka, yang dapat menjadi sumber kontaminasi
pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk sampai
kondisinya normal (FDA, 1995). Setiap orang yang terkena penyakit, luka
terbuka termasuk bisul, luka kemerahan atau luka infeksi, atau sumber abnormal
lainnya yang dapat menyebabkan kontaminasi harus dikeluarkan sementara dari
proses hingga kondisinya membaik (Cramer, 2006).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
7. Pencegahan Kontaminasi Silang
a) Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan
perlengkapan yang kontak langsung dengan bahan pangan harus dalam
keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena kotoran atau
cemaran.
b) Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan
perlengkapan yang kontak langsung dengan bahan pangan tidak boleh
digunakan jika tercemar dengan bahan baku yang mempengaruhi mutu
produk akhir.
c) Selama pengolahan kondisi peralatan atau perlengkapan produksi harus
tertutup untuk mencegah kontaminasi silang selama proses (FDA, 1995).
8. Menghilangkan dan Pencegahan Hama
Serangga dan binatang pengganggu harus disingkirkan semaksimal
mungkin untuk dapat memproduksi suatu produk pangan yang baik. Bukan
hanya mengganggu dan menjijikkan tetapi binatang-binatang ini juga sering
berperan sebagai pembawa berbagai macam penyakit. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah masuknya binatang pengganggu tersebut ke
lingkungan pabrik menurut Depkes RI (1998) antara lain:
a) menjaga kebersihan pekarangan, seperti rumput dan gulma tidak dibiarkan
tumbuh liar. Barang-barang bekas disusun dan diatur secara rapi;
b) tempat pembuangan sampah rapi dan dibersihkan, dan setiap 24 jam
diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir;
c) ruang pengolahan dibersihkan secara teratur terutama di daerah-daerah
yang tidak terjangkau dan tidak terlihat mata;
d) tempat sampah di ruang pengolahan dibersihkan secara teratur, 1-2 kali
sehari dan tempat sampah hendaknya tertutup;
e) desain konstruksi bangunan hendaknya diperhatikan agar tikus tidak mudah
masuk;
f) pintu masuk dilengkapi dengan penghalang khusus agar tikus atau binatang
pengganggu lainnya tidak dapat masuk;
g) jendela dan lubang angin dilengkapi dengan kawat kasa;
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
h) jika perlu disekitar bangunan pengolahan dipasang perangkap-perangkap
tikus yang dilengkapi dengan umpan racun tikus;
i) jika gangguan binatang-binatang pengerat tersebut sudah parah, maka perlu
dilakukan penyemprotan dengan pestisida, tetapi terlebih dahulu harus
berkonsultasi dengan pihak berwenang.
Yogurt
Memfermentasi susu merupakan cara yang murah, mudah dan aman untuk
mengawetkan susu. Yogurt merupakan salah satu susu fermentasi yang cukup
dikenal lama oleh masyarakat. Yogurt adalah susu yang difermentasi
dengan bakteri, merupakan salah satu produk legendaris yang pertama digunakan
oleh sebuah rumah sakit di Mediterania saat terjadi serangan penyakit diare dan
kerusakan sistem pencernaan. Dr.Elias Metchnikoff seorang ahli mikrobiologi dari
Institut Pasteur pada abad ke-19 melaporkan bahwa, yogurt adalah obat mujarab
untuk penyakit jantung dan penurunan kekebalan tubuh, yogurt juga dikenal sebagai
minuman penyembuh berbagai penyakit. Banyak keuntungan yang dapat diambil
dari yogurt, karena aktivitasnya yang dapat membantu memperlancar sistem
pencernaan (Afrianti, 2002).
Yogurt dibuat dengan berbagai variasi komposisi (kandungan lemak dan
bahan kering), baik untuk yogurt jenis plain atau yogurt dengan penambahan suatu
substansi seperti buah, gula, atau gelling agent. Flora esensial dari yogurt adalah
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus delbrueckii spp bulgaricus (Walstra
et al., 1999). Berdasarkan SNI 01-2981-1992, yogurt didefinisikan sebagai produk
yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan
bakteri sampai diperoleh keasaman bau, dan rasa yang khas, dengan atau tanpa
penambahan bahan lain yang diizinkan. Persyaratan mutu yogurt disajikan pada
Tabel 1. Nakazawa dan Hosono (1992) mendefinisikan bahwa yogurt adalah produk
koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus, dengan atau tanpa
penambahan bahan lain yang dizinkan.
Yogurt dikelompokkan menjadi beberapa kategori; a) berdasarkan
kandungan lemak ( terdiri atas yogurt dengan kandungan lemak penuh > 3%; yogurt
dengan kandungan lemak medium 0,5% - 3,0%; dan yogurt yang memiliki
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
kandungan lemak rendah < 0,5% ), b) berdasarkan cara pembuatannya (tipe set dan
stirred yogurt), c) berdasarkan pada penambahan flavor (yogurt plain dan yogurt
berflavor), serta d) berdasarkan proses yang dilakukan terhadap yogurt pasca
inokulasi (Rahman et al., 1992).
Tabel 1. Syarat Mutu Yogurt
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Penampakan Cairan kental/semipadat
Bau Normal/khas
Rasa Khas/asam
Konsistensi Homogen
Lemak (% b/b) Maksimum 3,8
Berat kering tanpa lemak (BKTL) (% b/b) min 8,2
Protein (% b/b) Min 3,5
Abu (% b/b) Maks 1,0
Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (% b/b) 0,5-2,0
Cemaran logam
Timbal (Pb) (mg/kg) Maksimum 0,3
Tembaga (Cu) (mg/kg) Maksimum 20
Timah (Sn) (mg/kg) Maksimum 40
Raksa (Hg) (mg/kg) Maksimum 0,03
Arsen (As) (mg/kg) Maksimum 0,1
Cemaran mikroba
a. Koliform (APM/g) maks 10
b. E. coli < 3
c. Salmonella negatif/gram Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (1992)
Berdasarkan cara pembuatannya, yogurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set
yogurt dan stirred yogurt. Keduanya berbeda dari segi sistem pembuatan dan struktur
fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yogurt adalah yogurt yang diinkubasi
dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau
koagulum yang terbentuk hanya berasal dari aktivitas kultur starter yang digunakan.
Tipe stirred yogurt merupakan yogurt yang difermentasi dengan kultur starter pada
wadah besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah agar produk mudah
dialirkan ke dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk
bukan merupakan hasil dari aktivitas kultur starter, melainkan dari penambahan
stabilizer (Rahman et al., 1992).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pembuatan yogurt pada prinsipnya meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu,
pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Tujuan dilakukannya pemanasan susu adalah
untuk menurunkan populasi mikroba patogen dalam susu dan memberikan kondisi
yang baik bagi pertumbuhan biakan yogurt, mengurangi kadar air susu sehingga
diperoleh yogurt dengan tekstur yang kompak (Kuntarso, 2007). Selain itu
pemanasan susu bertujuan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin)
agar yogurt yang dihasilkan menjadi lebih kental, mengurangi jumlah oksigen dalam
susu agar kultur yogurt yang secara normal yang bersifat mikroaerofilik dapat
tumbuh dengan baik (Tamime dan Robinson, 1985). Rekomendasi suhu pemasakan
susu yaitu 90oC selama 15-30 menit (Buckle et al., 1987). Tahap selanjutnya yaitu
proses pendinginan susu agar suhu susu optimum untuk pertumbuhan kultur starter.
Proses pendinginan susu dilakukan hingga suhu susu mencapai 43oC (Buckle et al.,
1987). Inokulasi kultur starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus dilakukan sebanyak 2% dan dibiarkan pada suhu 43oC selama 3 jam
sampai tercapai keasaman yang dikehendaki 0,85% - 0,90% dan pH 4,0 - 4,5,
kemudian produk didinginkan sampai 5oC untuk dikemas (Buckle et al., 1987).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di salah satu Koperasi Peternak Sapi (KPS) di
daerah Bandung selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 9 Juli 2007 sampai 31 Agustus
2007. Pelaksanaan magang dilaksanakan setiap hari. Pengujian sampel produk yogurt
dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian sampel dilaksanakan
pada tanggal 7 September 2007 sampai 5 Nopember 2007.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian produk antara lain yogurt sweetened
plain, yogurt rasa melon, yogurt rasa durian. Bahan untuk uji kualitas kimia yogurt
yaitu Phenolptalien 1%, kalium oksalat jenuh, formalin 40%, aquades, air hangat,
larutan buffer pH 7, larutan buffer pH 4, H2SO4 91-92%, sedangkan media yang
digunakan untuk uji mikrobiologi yogurt yaitu violet red bile agar (VRBA), deMan
rogose sharp agar (MRSA), buffer peptone water (BPW), plate count agar (PCA),
potato dextrose agar (PDA).
Alat
Alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, biuret, centrifuge, waterbath,
pH meter, gelas piala, rotational viscometer, pipet, tabung Babcock, cawan Petri,
inkubator, autoclave, oven, bunsen, tabung reaksi, gelas ukur.
Prosedur
Kegiatan Magang
Beberapa prosedur yang dilakukan dalam kegiatan magang ini adalah sebagai
berikut:
1) Berpartisipasi secara aktif dalam proses produksi.
2) Wawancara.
3) Observasi lapang.
4) Pengumpulan data saat proses produksi berlangsung pada bulan Juli-Agustus
2007. Pemeriksaan internal penerapan GMP dan SSOP (sanitasi) dilakukan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
dengan cara melakukan inspeksi proses produksi yang sedang berlangsung, dan
kegiatan lain yang mendukung proses seperti proses pencucian dan penyimpanan
alat. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan standar GMP yang telah ada yaitu
berdasarkan Surat Keputusan Menteri RI No. 23/MenKes/SK/1978 tanggal 24
Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan, dan
standar SSOP yang diadopsi dari FDA. Aspek GMP dan SSOP yang akan dikaji
dijabarkan pada Tabel 2.
5) Studi literatur untuk mendukung data yang ada.
6) Verifikasi terhadap aspek utama GMP dan SSOP dilakukan secara organoleptik
berdasarkan Cramer (2006). Verifikasi akan dilakukan terhadap kegiatan
sanitasi, seperti sanitasi karyawan, peralatan pengolahan, dan ruang pengolahan.
Tabel 2. Daftar Aspek GMP dan SSOP yang akan Dikaji
Aspek GMP Aspek SSOP
1. Lokasi dan lingkungan pabrik.
2. Bangunan dan ruangan pengolahan.
3. Fasilitas sanitasi.
4. Peralatan produksi.
5. Mutu produk akhir.
6. Laboratorium pemeriksaan.
7. Kesehatan dan kebersihan karyawan.
8. Kemasan.
9. Labeling.
10. Penyimpanan.
11. Alat transportasi.
12. Manajemen dan Pengawasan.
1. Keamanan air.
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang
kontak dengan bahan pangan.
3. Pencegahan kontaminasi silang.
4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi
dan toilet.
5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan.
6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan
bahan toksin yang benar.
7. Pengawasan kondisi kesehatan personil.
8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan.
Pengujian Produk
Pengujian terhadap mutu yogurt dilakukan selama 28 hari penyimpanan.
Yogurt yang berasal dari satu batch produksi, disimpan pada suhu 5-10oC (suhu
penjualan pada agen-agen). Pengujian dilakukan setiap 7 hari sekali untuk beberapa
peubah pengujian. Hasil pengujian terhadap sampel yogurt dibahas secara deskriptif
dengan mengacu pada ketentuan SNI 01-2981-1992, dengan peubah dan metode
pengujian produk sebagai berikut:
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1. Pengujian terhadap viskositas (Dewan Standardisasi Nasional, 1992),
2. pH (Dewan Standardisasi Nasional, 1992),
3. Total asam tertitrasi (AOAC, 1984),
4. Kadar protein (AOAC, 1984),
5. Kadar lemak (Metode Babcock)
6. Total Plate Count (TPC) (Dewan Standardisasi Nasional, 1992),
7. Jumlah bakteri asam laktat (Dewan Standardisasi Nasional, 1992),
8. Jumlah koliform (Dewan Standardisasi Nasional, 1992),
9. Jumlah kapang khamir (Dewan Standardisasi Nasional, 1992).
Pengujian dilakukan untuk mengetahui sifat kimia, nilai viskositas dan
mikrobiologi produk selama penyimpanan, dengan metode pengujian produk sebagai
berikut:
Pengujian Kadar Protein dengan Titrasi Formol (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml
yogurt dimasukkan ke labu Erlenmeyer. Phenolptalien 1% sebanyak 2-3 tetes dan
0,4 ml kalium oksalat jenuh ditambahkan kedalamnya, kemudian dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda. Banyaknya NaOH yang
digunakan pada titrasi pertama tidak perlu dicatat. Dua ml formalin 40%
ditambahkan, kemudian dihomogenkan hingga warna merah muda hilang. Sampel
dititrasi kembali dengan NaOH 0,1 N, dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (p
ml). Titrasi blanko dibuat dengan cara mencampur 10 ml aquades, 0,4 ml kalium
oksalat jenuh, 2 ml formalin 40%, serta 2-3 tetes phenolptalien 1%. Campuran
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna merah muda
terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH 0,1 N yang terpakai (q ml).
Kadar protein yogurt dapat dihitung dengan rumus:
% kadar protein = (p-q) ml x 1,7
Keterangan: 1,7 sebagai faktor formol susu sapi.
Uji Kadar Lemak Metode Babcock. Sebanyak 17,6 ml susu dimasukkan dalam
tabung Babcock dan ditambahkan H2SO4 91-92% sebanyak 17,5 ml. Tabung
Babcock dimasukkan kedalam sentrifuge selama 1 menit (1200 rpm) dengan suhu
60-70oC, kemudian disentrifuge kembali selama 3 menit (1200 rpm). Setelah
waktunya tercapai, air hangat ditambahkan pada tabung hingga angka 6, lalu
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sentrifuge dilanjutkan selama 1 menit. Setelah disentrifuge, tabung dimasukkan
kedalam waterbath selama 5 menit dengan suhu 60-70oC. Nilai kadar lemak yogurt
sudah dapat dibaca pada skala yang terdapat ditabung babcock.
Pengukuran pH (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Nilai pH ditentukan
dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pada sampel, alat pH meter
yang telah dinyalakan dan distabilkan distandardisasikan terlebih dahulu dengan
larutan buffer pH 4 dan 7 (karena pH yogurt berada pada kisaran 4,0-4,5). Elektroda
yang telah dibersihkan dengan aquadestilata dicelupkan kedalam sampel. Angka pH
pada skala meter menunjukkan nilai pH sampel.
Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer, indikator phenolpthalien 1% sebanyak 2-3 tetes
ditambahkan kedalamnya. Sampel kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH
0,1 N. Titrasi dihentikan apabila telah terjadi perubahan warna merah muda.
Banyaknya NaOH yang digunakan dicatat.
% Asam Laktat = ml NaOH x 0,009 x N NaOH x 100 bobot sampel
Pengukuran Viskositas (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan rotational viscometer (Rion Viscotester
VT-04F) dengan cara memasukkan tangki pemutar dari viskometer kedalam
sejumlah sampel sebanyak 100 ml. Tangki dibiarkan berputar beberapa saat sampai
jarum skala penunjuk berhenti pada skala tertentu. Skala yang terbaca menunjukkan
viskositas dari sampel yang diperiksa dengan satuan desi Pascal Second (dPa.S).
Penghitungan ALTB (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Uji total
mikroorganisme dilakukan dengan metode hitungan cawan TPC (total plate count).
Satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4-P-6) dipipet secara duplo ke
dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml PCA dituang kedalam cawan Petri steril
tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan mengikuti angka delapan.
Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24 jam setelah
media agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan SPC
(Standard Plate Count).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Penghitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (Dewan Standardisasi Nasional,
1992). Satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4-P-6) dipipet secara
duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml MRSA dituang kedalam
cawan Petri steril tersebut, lalu homogenkan dengan cara menggerakkan mengikuti
angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24
jam setelah media agar memadat. Jumlah mikroorganisme ditentukan dengan metode
hitungan cawan dan koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan SPC
(Standard Plate Count).
Penghitungan Koloni Kapang dan Khamir (Dewan Standardisasi Nasional,
1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media PDA. Satu ml dari setiap
pengenceran yang dikehendaki (P-1-P-3) dipipet secara duplo ke dalam cawan Petri
steril. Sebanyak 12-15 ml PDA dituang kedalam cawan Petri steril tersebut, lalu
cawan dihomogenkan dengan cara menggerakkan mengikuti angka delapan. Cawan
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24-48 jam setelah media
agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan SPC (Standard
Plate Count).
Penghitungan Jumlah Koliform (Fardiaz, 1992). Uji total koliform dilakukan
dengan metode hitungan cawan TPC dengan metode tuang. Satu ml dari setiap
pengenceran yang dikehendaki (P-1-P-3) dipupukkan secara duplo kedalam cawan
Petri steril. Sebanyak 10 ml VRBA cair dituang kedalamnya, lalu dihomogenkan
dengan membentuk angka delapan. Media agar dibiarkan hingga memadat. Setelah
media agar memadat sebanyak 5 ml VRBA cair kembali dituang ke atas permukaan
agar yang telah memadat itu, dan diratakan ke seluruh permukaannya untuk
membentuk double layer. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC
selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan SPC. Koloni
koliform yang tumbuh pada media VRBA memiliki karekteristik, berwarna merah
tua dengan diameter 0,5 mm atau lebih dikelilingi areal yang menunjukkan
pengendapan garam bile.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Koperasi Peternak Sapi (KPS)
Peternakan sapi perah di Bandung ini mulanya diperkenalkan oleh bangsa
Belanda sejak satu abad yang lalu. Peternakan tersebut memberikan jalan bagi
bangsa pribumi yang mulanya hanya sebagai pekerja, untuk mulai berternak sapi
perah sendiri. Hal ini yang menyebabkan peternakan sapi perah di daerah tersebut
berkembang pesat. Kebutuhan peternak untuk memasarkan susu secara signifikan
meningkat, dengan bertambahnya jumlah peternak sapi perah. Sejak tanggal 8
Agustus 1971, didirikanlah sebuah koperasi susu yang diprakarsai mula-mula oleh 35
orang peternak. Pendirian koperasi ini didorong oleh keinginan untuk memperkuat
posisi tawar peternak sapi perah akibat harga susu yang diterapkan oleh loper susu
dan swasta yang seringkali tidak memuaskan. Peningkatan jumlah anggota selalu
bertambah setiap tahunnya. Jumlah anggota yang tercatat pada tahun 2006 sebanyak
6.092 peternak dengan kira-kira 4.500 anggota yang aktif dan jumlah populasi sapi
yang mencapai 15.947 ekor.
Wilayah kerja KPS terletak pada daerah dengan ketinggian 1200 meter di atas
permukaan laut. Daerah ini termasuk dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan
kisaran suhu antara 15,6 - 16,8 0C pada musim hujan dan 30,5 - 32,7 0C pada musim
kemarau (rataan suhu mencapai 15 - 18 0C). Curah hujan yang cukup tinggi sekitar
1800 - 2500 mm/tahun serta kondisi geografis yang berbukit menjadikan daerah ini
cocok untuk peternakan sapi perah dan tanaman hortikultura.
Perkembangan KPS lebih mengarah kepada usaha untuk melaksanakan peran
dan fungsi bagi anggotanya dalam hal pelayanan, kelangsungan proses produksi,
pendidikan anggota, kesejahteraan anggota, dan beasiswa. Pelayanan dilakukan oleh
KPS untuk anggotanya dimulai sejak praproduksi susu, dan pelayanan pemeliharaan
kesehatan ternak dengan pemberian obat cacing secara rutin enam bulan sekali.
Kegiatan usaha dan bisnis di KPS antara lain yaitu pemasaran susu segar,
yogurt, terdapat waserda, dan simpan pinjam. Usaha-usaha untuk mengembangkan
koperasi ini pun terus berlanjut sampai sekarang dengan terjalinnya beberapa
kerjasama baik dalam bentuk pemberian pelatihan sumber daya manusia baik untuk
karyawan maupun anggota-anggota KPS, serta penyediaan alat-alat pendukung
dengan pihak asing seperti HVA International Belanda dan Canadian Cooperative
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Association (CCA). Keberhasilan KPS dapat terukur dengan diberikannya
penghargaan Indonesia Cooperative Award dari Kementerian Negara Koperasi dan
UKM dan Majalah SWA pada tahun 2006.
Struktur Organisasi Koperasi
Struktur organisasi KPS terdiri atas pengurus dan badan pengawas. Pengurus
bertugas mengelola koperasi yang dibantu oleh para karyawan, sedangkan badan
pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi.
Rapat anggota tahunan (RAT) memegang kekuasaan tertinggi dalam struktur
organisasi koperasi. Pelaksanaan operasional KPS mendapat binaan dari Departemen
Koperasi dan Dinas Peternakan Tingkat Kabupaten atau Propinsi. RAT dilaksanakan
setahun sekali yang berisi laporan pertanggungjawaban pengurus dalam
melaksanakan tugasnya, menetapkan kebijakan umum dan membuat rencana kerja.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pembuatan Yogurt
Proses pembuatan yogurt secara umum terdiri dari proses pemanasan,
inokulasi kultur starter (Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus),
inkubasi, pengemasan, dan pendinginan. Analisis terhadap proses pengolahan yogurt
di KPS dijabarkan pada Tabel 2.
Bahan Baku Pembuatan Yogurt
Bahan baku pembuatan yogurt mencakup bahan utama, bahan penunjang dan
bahan pengemas. Bahan utama yang diperlukan adalah susu segar, dan kultur starter
(Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus), sedangkan gula dan
essens buah-buahan merupakan bahan baku penunjang. Gelas plastik/cup plastik
berukuran 180 ml digunakan sebagai bahan pengemas.
Bahan Baku Utama. Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat yogurt
adalah susu segar dan kultur starter. Susu segar yang diperoleh dari peternak-
peternak anggota koperasi yang disetorkan melalui TPS dengan waktu penerimaan
pukul 06.00-06.30 WIB. Sebelum proses produksi, dilakukan pengujian terhadap
mutu susu segar meliputi pengujian secara organoleptik, uji alkohol, dan berat jenis
susu. Jika hasil uji memenuhi standar yang ditetapkan oleh koperasi maka susu
diterima sebagai bahan baku utama pembuatan yogurt. Kultur starter merupakan
bahan baku utama yang kedua. Kultur starter jenis bulk yang digunakan adalah
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus.
Bahan Baku Penunjang. Gula sebagai bahan pemanis dan essens/flavor merupakan
jenis bahan baku penunjang. Flavor/essens yang digunakan telah tersertifikasi oleh
supplier, dan mempunyai label food grade. Kedua bahan tersimpan terpisah di ruang
penyimpanan yang berbeda.
Bahan Pengemas. Bahan pengemas digunakan untuk melindungi produk dari segala
macam kerusakan baik kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi. Bahan
pengemas yang digunakan adalah kemasan cup plastik berbahan baku polipropilen
yang bersifat ringan, mudah dibentuk, kekuatan tarik besar, tidak mudah sobek dan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
juga food grade. Kemasan tersebut steril, saat digunakan, aman, tidak mempengaruhi
isi, dan tidak rusak saat didistribusikan. Bahan pengemas dipesan dari supplier yang
telah ditetapkan. Proses sterilisasi bahan pengemas terlebih dahulu dilakukan oleh
koperasi sebelum pengemas dengan cara mengoleskan alkohol pada permukaan
kemasan yang akan digunakan. Penyimpanan bahan pengemas tidak dalam ruang
penyimpanan khusus, tetapi bercampur dengan bahan lain pada rak yang sama di
ruang pengolahan.
Proses Penerimaan Susu
Koperasi menerima susu dari peternak melalui TPS (tempat penampungan
susu) yang telah ditetapkan pada masing-masing TPK (tempat pelayanan koperasi).
TPK melakukan pengujian terhadap kualitas susu yang meliputi uji alkohol serta
berat jenis susu, kemudian susu dibawa ke koperasi untuk penanganan lebih lanjut,
yaitu penurunan suhu susu menjadi 4oC. Susu yang diterima koperasi dari peternak
akan disetorkan ke industri pengolahan susu (IPS) yang sebelumnya telah
mempunyai kontrak dengan koperasi. Pihak koperasi membeli susu dari peternak
dengan harga yang berbeda-beda sesuai dengan kualitas susu peternak tersebut.
Harga susu berkisar antara Rp 2.600,00-3.000,00/liter, dengan pertimbangan kualitas
susu berdasarkan kadar total solid (TS), jumlah mikroba, dan keadaan titik beku
susu. Pihak koperasi menetapkan kadar TS yang dapat diterima antara 10,86% -
12,00%. Jika kadar TS kurang dari standar yang ditetapkan, peternak akan
mendapatkan denda, sebaliknya jika kadar TS lebih dari standar yang berlaku,
peternak akan mendapatkan bonus dari koperasi. Pihak koperasi menggolongkan
susu menjadi 4 kelompok berdasarkan kandungan jumlah mikrobanya, yaitu B1, B2,
M, dan P. Kelompok B1 dan B2 merupakan kelompok susu yang kandungan
mikrobanya paling sedikit, sehingga koperasi akan memberikan bonus pada peternak.
Sebaliknya, jika susu yang disetorkan termasuk kedalam kelompok M dan P, maka
koperasi akan memberikan denda dan surat peringatan kepada peternak. Hal yang
sama juga diberlakukan untuk batas minimum titik beku susu yang disyaratkan yaitu
-0,520 s/d -0,560oC.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tabel 3. Analisis Proses Pembuatan Yogurt
Kegiatan Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Penerimaan susu
§ Uji kualitas susu meliputi uji berat jenis dan uji alkohol.
§ Koperasi menetapkan standar total solid, titik beku dan jumlah mikroba susu.
§ Jenis susu yang digunakan adalah susu murni (whole milk).
Jenis susu yang digunakan umumnya susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu skim kondensat, susu dengan setengah lemaknya dihilangkan, atau kombinasi dari semuanya (Rahman et al., 1992).
Pemanasan susu
§ Susu dimasak dengan metode batch (double wall).
§ Suhu pemasakan 80-90oC selama 10-15 menit.
Susu dipasteurisasi hingga suhu 90oC selama 15-30 menit (Buckle et al., 1987).
Penambahan bahan pemanis
§ Gula ditambahkan 5 kg pada masing-masing milk can dengan volume 40 liter setelah suhu susu mencapai 80oC.
§ Penambahan gula diawal fermentasi sebanyak 5%-7% (Rahman et al., 1992). § Sukrosa sebanyak 4%-11% dapat
ditambahkan sebelum atau sesudah fermentasi (Buckle et al., 1987).
Pendinginan susu
§ Bak berisi air dingin digunakan sebagai media pendingin.
§ Susu didinginkan hingga 40oC.
§ Suhu pendinginan susu 25-30oC (Rahman et al., 1992). § Susu didinginkan hingga 43oC (Buckle
et al., 1987).
Inokulasi starter
§ Campuran kultur Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasikan.
§ Sebanyak 5% dari volume susu.
§ Sebanyak 2% kultur campuran Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus di inokulasikan (Buckle et al., 1987).
Inkubasi § Suhu 37 - 40oC selama 4 - 6 jam.
§ Inkubasi selama 3 jam pada suhu 43oC
(Buckle et al., 1987). § Inkubasi 45oC selama 5 jam, inkubasi
32oC selama 11 jam, inkubasi 29oC selama 14-16 jam (Rahman et al., 1992).
Pendinginan Produk
§ Proses fermentasi dihentikan dengan menyimpan produk pada suhu <5oC selama 24 jam.
§ Produk didinginkan hingga 5oC (Buckle et al., 1987).
Penambahan flavor
§ Dosis yang digunakan untuk menambahkan flavor (menurut supplier) 1%-5% dari volume produk.
§ Flavor buah dapat ditambahkan sebelum atau sesudah fermentasi sebanyak 4%-11% (Buckle et al., 1987).
Pengemasan § Pengemas cup plastik dengan volume 180 ml.
§ Bahan pengemas jenis plastik polipropilen.
Penyimpanan produk akhir
§ Disimpan dalam freezer bersuhu -2oC.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Syarat-syarat yang sangat ketat diterapkan oleh pihak koperasi untuk
menghasilkan susu segar dengan kualitas yang tinggi, dan untuk meningkatkan harga
jual susu ke IPS. Jika kualitas susu di tingkat peternak sudah bagus, maka susu akan
terjual seluruhnya ke IPS. Pihak koperasi memanfaatkan susu segar yang berlebih
untuk dipasarkan secara langsung kepada masyarakat dan juga untuk diolah lebih
lanjut menjadi produk yogurt yang dijual ke daerah sekitar Bandung.
Proses Pemanasan Susu
Pemanasan susu menggunakan metode batch, yaitu sama prinsipnya seperti
memanaskan susu menggunakan panci doublewall. Milk can yang berisi susu
langsung dimasukkan ke dalam wadah seperti penangas air yang terbuat dari bahan
stainless steel tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can dengan volume
susu sekitar 40 liter. Susu dimasak hingga suhunya mencapai 80-90oC, dan
dipertahankan selama 10-15 menit. Pemanasan susu ini bertujuan untuk membunuh
bakteri patogen pada susu.
Gambar 1. Proses Filling Yogurt (A) dan Proses Pemasakan Susu (B)
Proses Penambahan Bahan Pemanis
Gula diperlukan sebagai penambah citarasa manis dan pengawetan. Setelah
suhu susu mencapai 80oC, gula sebanyak 5 kg per 40 liter susu (12,5%) ditambahkan
pada masing-masing milk can, kemudian dilakukan homogensasi (pencampuran)
dengan cara mengaduknya agar gula larut dan tercampur dengan susu.
Proses Pendinginan Susu
Bak yang berisi air dingin disiapkan untuk digunakan sebagai wadah
pendingin susu. Milk can yang berisi susu yang telah dimasak dimasukkan ke dalam
A B
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
bak pendingin untuk menurunkan suhu susu menjadi 40oC. Proses pendinginan ini
bertujuan untuk memberikan shockthermique bagi mikroba yang tahan panas yang
terkandung dalam susu. Proses pendinginan ini juga sangat dibutuhkan agar kerja
kultur starter yang ditambahkan optimal.
Proses Inokulasi Kultur Starter
Proses inokulasi dilakukan setelah suhu susu mencapai 40oC. Kultur starter
bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasikan
pada susu yang terdapat dalam milk can sebanyak 5% dari volume susu.
Proses Inkubasi
Milk can yang berisi susu yang telah diinokulasi dengan kultur starter
diinkubasi dalam inkubator dengan kapasitas 480 liter dengan suhu 37 - 40oC selama
4 - 6 jam. Setelah waktu inkubasi tercapai, produk langsung dimasukkan kedalam
refrigerator (lemari pendingin) bersuhu <5o C selama 24 jam, untuk menghentikan
proses fermentasi dan agar diperoleh tekstur yogurt yang kompak.
Proses Penambahan Essens/Flavor
Beberapa jenis rasa dari essens/flavor yang digunakan adalah stroberi,
anggur, melon, durian, dan moka. Penambahan essens dilakukan setelah proses
pendinginan. Dosis yang diperbolehkan untuk penambahan essens/flavor ini
(menurut supplier) 1-5% dari volume yogurt. Proses penambahan essens dilakukan
setelah proses pemasakan susu, karena sifat essens yang tidak tahan terhadap panas.
Proses Pengemasan
Proses pengemasan dilakukan di ruang steril. Pengemasan bertujuan agar
produk menjadi higienis serta memenuhi syarat yang telah ditetapkan sehingga aman
untuk dikonsumsi. Produk yang siap kemas ini diisikan kedalam gelas plastik (cup
plastik) berukuran 180 ml. Cup yang telah berisi produk tersebut ditutup dengan
penutup plastik kemudian di-seal dengan menggunakan sealer cup. Proses
pengecekan seal pada kemasan dilakukan untuk memastikan kondisi pengemasan
yang bocor atau tidak. Jika kondisi penutup kemasan baik, maka produk siap
disimpan dingin dan didistribusikan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gambar 2. Ruang Pengemasan
Proses Penyimpanan Produk Akhir (Yogurt)
Produk akhir yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan disimpan terlebih
dahulu di dalam freezer selama 24 jam, agar proses fermentasi produk terhenti dan
agar produk tetap dingin selama dipasarkan serta aman untuk dikonsumsi. Produk
akhir disimpan di ruang yang terpisah dari ruang proses pengolahan. Penyimpanan
dilakukan dalam freezer berkapasitas 1950 cup bersuhu -2oC. Yogurt segar ini (baru
jadi) langsung disimpan dalam freezer yang untuk selanjutnya akan dipasarkan ke
beberapa daerah sekitar Bandung, Subang, Purwakarta dan Indramayu.
Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)
GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana
memproduksi makanan dan minuman yang baik. GMP adalah pedoman yang dikenal
baik oleh sebagian besar negara di dunia, khususnya bagi industri-industri di
Indonesia melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/MenKes/SK/1978. GMP
menurut keputusan Menteri Kesehatan tersebut meliputi: lokasi dan lingkungan
pabrik, bangunan dan ruangan, mutu produk akhir, peralatan produksi, bahan baku,
higiene karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, pelabelan,
wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, transportasi,
dokumentasi/pencatatan, penarikan produk, serta laboratorium dan pemeriksaan.
Secara umum analisis terhadap penerapan GMP dapat dilihat pada Tabel 3.
Lokasi dan Lingkungan Pabrik
Pencemaran makanan dapat terjadi k arena lingkungan sekitar yang kotor.
Industri pangan yang baik dan sehat seharusnya berada di lokasi yang bebas dari
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pencemaran. KPS yang menjadi objek penelitian ini terletak di dalam kompleks
pasar tradisional. Letak koperasi ini berdekatan dengan pemukiman padat penduduk
tetapi jauh dari industri yang terpolusi. Daerahnya bebas genangan air, serta sarana
jalan (Gambar 3) telah dikeraskan dan dibuatkan saluran pembuangan air yang baik.
Lokasi tempat pembuangan sampah dan limbah sementara berada di dekat lokasi
perusahaan.
Bangunan dan Ruangan Pengolahan
Secara umum tata letak pabrik telah sesuai dengan urutan proses, namun
terdapat beberapa proses yang dilakukan pada ruang yang sama. Ruang pemasakan,
pendinginan, dan inokulasi menjadi satu, lalu dilanjutkan dengan ruang inkubasi dan
pengemasan. Penempatan peralatan pengolahan terlihat tidak tertata rapi. Terdapat
penumpukan barang-barang di ruang pengolahan. Ruang pengolahan juga harus
dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan pada saat proses pembersihan dan
pemeliharaan. Sudut pertemuan antara dinding dengan dinding, dan dinding dengan
lantai masih membentuk siku-siku dan tidak melengkung, kondisi ini akan
menyulitkan pada saat pembersihan.
Gambar 3. Lokasi KPS dan Kondisi Jalan ke KPS
Lantai kedua ruang terbuat dari keramik, licin, kedap air, mudah dibersihkan,
memudahkan pengaliran air serta terdapat lubang pembuangan air. Konstruksi atap
terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan berbagai kondisi. Konstruksi langit –
langit terbuat dari bahan internit berwarna terang. Langit langit tersebut memiliki
tinggi 3 m dari permukaan lantai. Pada langit – langit yang terletak di bagian atas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pemanas susu tidak dilapisi cat tahan panas dan masih dapat menyerap air. Hal ini
akan menyebabkan langit – langit tersebut menjadi rentan rapuh dan rusak, sehingga
bisa menjadi sumber kotaminasi fisik jika susu tidak tertutup rapat. Pintu terbuat dari
kayu, membuka kearah dalam sehingga akan mempersempit ruangan dan
menyebabkan pemanfaatan ruangan menjadi tidak optimal. Jendela disertai ventilasi
(Gambar 4) dengan kawat kasa terdapat satu di ruang pemasakan susu. Sirkulasi
udara di ruang pemasakan tidak terlalu lancar. Panasnya suhu udara saat proses
pemasakan, menyebabkan pintu ruang pemasakan dibuka saat proses berlangsung.
Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena memperbesar peluang kontaminasi saat
proses produksi. Ruangan sebaiknya dilengkapi dengan alat pengatur sirkulasi udara.
Penerangan menggunakan lampu berpenutup (Gambar 4). Lampu digunakan hanya
pada ruang pengemasan dan intensitasnya cukup untuk menerangi saat proses
berlangsung.
Gambar 4. Lampu Penerangan dan kondisi Langit-Langit (A), Kondisi Jendela dan Ventilasi (B)
Fasilitas Sanitasi
Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur. Penggunaan air untuk
proses pengolahan dan sanitasi atau pembersihan tidak dibedakan. Air sumur
langsung digunakan untuk proses pengolahan dan belum dilakukan pengujian
terhadap mutu airnya. Letak toilet agak berdekatan dengan ruang pengolahan (3-4
meter). Tersedia dua buah toilet untuk pria dan wanita dan sangat cukup jika hanya
digunakan untuk karyawan pengolahan yang hanya berjumlah 4 orang. Terdapat
wastafel (Gambar 5) untuk mencuci tangan di ruang pengolahan, tetapi tidak
disediakan sabun pencuci tangan, handuk atau sarana lain untuk mengeringkan
tangan serta tempat sampah yang tertutup. Tempat pembilas sepatu (foot dipping)
A B
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
tidak disediakan. Ruang ganti pakaian terpisah dengan ruang produksi tetapi menyatu
dengan ruang penyimpanan bahan baku (flavor, kemasan, dan lainnya). Penyediaan
fasilitas sanitasi yang belum maksimal, kurang dapat mendorong karyawan untuk
selalu berpaktaek higiene selama pengolahan.
Unit pengolahan koperasi telah memiliki sarana pengolah limbah cair.
Sebelum dialirkan ke sungai, limbah cair hasil pengolahan diberi perlakuan terlebih
dahulu yaitu limbah tersebut dialirkan langsung ke septic tank lalu disedot dengan
pompa dan masuk kedalam bak penampungan dengan kedalaman 1 m yang dilapisi:
lapisan batu koral, krikil, ijuk, pasir, kerikil dengan ketebalan masing – masing 20
cm dan bagian atas ditanami tanaman walini. Tanaman walini tersebut berfungsi
untuk mengikat racun, sedangkan lapisan–lapisan yang terbentuk itu berfungsi untuk
menyaring kotoran–kotoran. Penyaringan menyebabkan air yang keluar dari bak
penampungan tersebut menjadi bening dan tidak berbahaya untuk kemudian
langsung dialirkan ke sungai. Limbah padat tidak diolah tetapi langsung dibuang ke
TPA (tempat pembuangan akhir) atau dibakar.
Gambar 5. Ruang Pemanasan Susu (A) dan Fasilitas Sanitasi (B)
Peralatan Produksi
Peralatan di ruang pemasakan susu terdiri atas alat penangas air yang terbuat
dari bahan stainless steel tahan korosif berkapasitas cukup untuk 10 milk can dengan
volume susu masing-masing 40 liter, aman digunakan dan mudah dibersihkan.
Ruang inkubasi (Gambar 7) terdapat inkubator dengan kapasitas 480 liter. Peralatan
pada ruang pengemas terdiri atas frezzer, mixer, sealer (Gambar 6), serta panci dan
milk can sebagai wadah yogurt yang kebersihannya cukup terjaga. Semua peralatan
dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan air bersih dan sabun
(deterjen). Air panas digunakan untuk pembilasan terakhir setelah mencuci peralatan.
A B
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Proses pembersihan atau pencucian sarana pengolahan termasuk peralatannya adalah
proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan keamanan produk
makanan yang dihasilkan oleh suatu produsen pangan.
Kesehatan dan Kebersihan Karyawan
Pakaian harus berganti setiap hari untuk mencegah kontaminasi pada produk.
Karyawan yang bekerja dalam unit pengolahan yogurt dalam keadaan dan kondisi
yang sehat, tetapi tidak ada pemeriksaan berkala yang dilakukan oleh pihak koperasi
terhadap kesehatan karyawan pengolahan. Karyawan yang sakit tidak melakukan
produksi, dan tidak ada recording terhadap kesehatan karyawan. Beberapa praktek-
praktek higiene yang telah dilakukan karyawan di unit pengolahan tersebut antara
lain penggunaan pakaian kerja saat melakukan produksi yaitu jas laboratorium dan
masker, serta sandal khusus yang dikenakan di ruang pengemasan (ruang steril) saat
proses pemasukan yogurt (filling) ke dalam wadah kemasan dan pakaian tersebut
tidak digunakan saat keluar dari ruang pengemasan. Karyawan telah menggunakan
masker saat proses pengemasan, mencuci tangan setelah melakukan suatu
kerja/proses, tidak makan, meludah, bersin, merokok saat melakukan produksi.
Gambar 6. Sealer Cup (A) dan Mixer (B)
Penyimpanan
Ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir dilakukan secara terpisah.
Ruang penyimpanan bahan baku juga tidak dijadikan satu. Antara bahan baku yang
satu dengan yang lainnya disimpan dalam ruang yang berbeda. Sistem
penyimpanannya yaitu first in first out (FIFO), baik untuk penyimpanan bahan baku,
maupun penyimpanan produk akhir.
Ruang penyimpanan bahan baku seperti gula pasir, disimpan dalam gudang
dengan kondisi ruang yang bersih, sirkulasi udara lancar, serta bahan tidak kontak
A B
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
langsung dengan lantai, dinding, maupun langit-langit. Flavor/essens disimpan di rak
dalam ruang pengolahan. Kultur starter disimpan pada refrigerator di ruang
pengolahan. Pencatatan secara khusus tentang penyimpanan (menggunakan sistem
kartu yang berisi; nama bahan, tanggal terima, asal bahan, jumlah penerimaan,
tanggal keluar gudang, sisa akhir dalam kemasan, tanggal pemeriksaan, dan hasil
pemeriksaan) belum dilakukan. Hanya dilakukan pencatatan sederhana mengenai
jumlah barang yang masuk dan keluar. Terdapat bahan yang agak berbahaya
(deterjen, pembersih lantai) yang penyimpanannya disatukan dalam lemari namun
berbeda rak dengan essens/flavor. Bahan baku yang disimpan di ruang produksi
merupakan bahan baku yang digunakan hanya untuk 3 kali produksi. Kemasan dan
label tersimpan rapi di lemari yang sama dengan flavor di ruang pengolahan.
Penyimpanan tidak mencegah bahan dan alat terkotori oleh debu dan pencemar
lainnya. Produk akhir disimpan terpisah dari ruang pengolahan (Gambar 7). Kondisi
ruang penyimpanan cukup bersih, penerangan cukup, ada pencatatan tentang produk
yang masuk dan keluar.
Gambar 7. Ruang Inkubasi (A) dan Ruang Penyimpanan Produk Akhir (B)
Mutu Produk akhir
Pemeriksaan secara organoleptik dilakukan terhadap produk sebelum
dipasarkan. Pemeriksaan secara kimia, fisik, maupun mikrobiologi produk telah
dilakukan di laboratorium di luar koperasi yang terakreditasi, tetapi belum dilakukan
secara terencana (periodik). Prosedur pemeriksaan secara organoleptik dilakukan
dengan cara, pengambilan secara sampling untuk setiap produk yang siap dipasarkan,
kemudian produk disimpan di laboratorium pengujian kulitas susu. Penyimpanan
produk ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi produk yang telah
beredar di pasaran.
A B
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Terhadap Aspek GMP
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Lokasi dan lingkungan pabrik
§ Dekat dengan pemukiman padat penduduk. § Bebas genangan air, serta
sarana jalan telah dikeraskan dan dibuatkan saluran pembuangan air yang baik.
§ Pembuangan sampah dan limbah sementara berada di dekat koperasi.
§ Perusahaan makanan tidak dekat dengan pemukiman penduduk. Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya penumpukkan barang bekas yang dapat menyebabkan munculnya sarang hama. Diperlukan kontrol kebersihan yang sangat ketat untuk menjaga lingkungan sekitar jika kondisi yang terjadi seperti ini.
§ Ketidaksesuaian letak lokasi usaha yang berada di komplek pasar tradisional dan dekat dengan pemukiman penduduk
Fasilitas Sanitasi
§ Sumber air yang digunakan berasal dari air sumur.
§ Belum dilakukan pengujian terhadap mutu airnya.
§ Terdapat wastafel untuk mencuci tangan di ruang pengolahan.
§ Belum disediakan sabun pencuci tangan dan alat pengering tangan.
§ Letak toilet cukup dekat dengan ruang pemasakan.
§ Memiliki sarana pengolah limbah cair.
§ Air yang kontak langsung dengan makanan berbeda dengan air yang digunakan untuk proses pembersihan dan pencucian.
§ Terdapat suplai air panas dan dingin. § Kualitas air untuk proses produksi sama dengan kualitas
air minum. § Penempatan wastafel strategis, dekat dengan tempat
mengolah produk, dilengkapi dengan sabun dan alat pengering tangan.
§ Toilet/jamban letaknya tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi dengan sabun dan alat penunjang lainnya, serta tata tertib penggunaan toilet dan jamban.
§ Terdapat ruang ganti karyawan.
§ Menyediakan instalasi water treatment plant, dengan cara membeli atau berlangganan dengan supplier air yang telah ada, untuk mendapatkan air yang sesuai untuk produksi.
.
Peralatan produksi
§ Sebagian besar peralatan yang digunakan adalah aman, tahan korosif dan mudah dibersihkan.
§ Semua peralatan dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan air bersih dan sabun (deterjen), serta air hangat untuk alat yang sulit untuk dibersihkan.
§ Penempatan alat masih dalam ruang terbuka, belum ada lemari khusus.
§ Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan jenis produksinya, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dilepas, permukaannya berhubungan dengan makanan halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mngelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak mencemari hasil produksi dengan pencemar mudah dibersihkan, didisinfeksi, serta dipelihara.
§ Peralatan yang digunakan telah sesuai.
§ Diperlukan perlindungan khusus (lemari penyimpanan alat) untuk peralatan yang disimpan.
§ Pembuatan SOP pencucian dan pembersihan masing-masing alat.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Bangunan dan ruangan pengolahan
§ Terdapat dua ruang utama, yaitu ruang pemasakan dan ruang pengemasan.
§ Tata letak pabrik telah sesuai dengan urutan proses, namun terdapat beberapa proses yang dilakukan pada ruang yang sama.
§ Luas ruang terbatas. § Penempatan peralatan pengolahan tidak
rapi. § Adanya penumpukkan barang-barang di
ruang pengolahan. § Sudut pertemuan antara dinding dengan
dinding dan dinding dengan lantai masih membentuk siku-siku.
§ Lantai di ruang pemasakan terbuat dari keramik, licin, kedap air, mudah dibersihkan, memudahkan pengaliran air, tetapi ada sebagian lantai dengan kondisi keramiknya pecah.
§ Konstruksi atap terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan berbagai kondisi.
§ Konstruksi langit – langit terbuat dari bahan internit berwarna terang.
§ Terdapat satu jendela dan ventilasi dengan kawat kasa.
§ Pintu terbuat dari kayu. § Pintu ruang pemasakan dibuka saat proses
pemasakan. § Penerangan telah menggunakan lampu
berpenutup di ruang pengemasan. § Sinar matahari digunakan sebagai
penerangan di ruang pemasakan. § Ruang pengemasan dilengkapi dengan
lampu UV.
§ Urutan tata letak pabrik dan peralatan yang digunakan sesuai dengan alur proses.
§ Luas ruang harus sebanding dengan jumlah karyawan, peralatan yang digunakan, dan tingkat kerumitan proses yang berlangsung.
§ Sudut pertemuan dinding dengan dinding dan lantai tidak membentuk siku-siku, sehingga dapat memudahkan saat proses pembersihan.
§ Konstruksi langit-langit, atap, eternit, pintu dan jendela harus terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dibersihkan, dan kuat.
§ Intensitas lampu cukup saat proses berlangsung. § Lampu berpenutup. § Terdapat alat pencegah masuknya hama dan hewan
pengerat ke ruang produksi.
§ Secara keseluruhan tata letak urutan ruang pengolahan telah sesuai dengan urutan proses.
§ Terdapat penempatan barang-barang yang tidak berhubungan dengan pengolahan di ruang produksi.
§ Diperlukan kontrol dan proses pembersihan yang ketat, karena kondisi dinding dan lantai ruang pengolahan.
§ Diperlukan alat pengatur sirkulasi udara untuk mengatasi tingginya suhu di ruang pemasakan saat proses.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Mutu produk akhir
§ Dilakukan pemeriksaan secara organoleptik sebelum produk dipasarkan.
§ Pemeriksaan secara kimia, fisik, maupun mikrobiologi produk dilakukan di laboratorium di luar koperasi yang terakreditasi.
§ Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia, atau mikrobiologi sebelum diedarkan.
§ Pengujian kimia, fisik, dan mikrobiologi produk secara berkala perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi produk.
Laboratorium dan pemeriksaan
§ Unit pengolahan ini belum memiliki laboratorium khusus untuk pengujian produk akhir (yogurt).
§ Perusahaan pengolah pangan memiliki laboratorium pengujian kualitas produk akhir (yogurt).
§ Perusahaan yang belum memiliki laboratorium, dianjurkan untuk memeriksakan produknya ke laboratorium lain diluar perusahaan.
§ Dibutuhkan laboratorium sederhana untuk pengujian produk akhir.
Kemasan
§ Jenis pengemas adalah kemasan cup plastik berbahan baku polipropilen.
§ Kemasan steril saat digunakan, aman, tidak mempengaruhi isi, dan tidak rusak saat didistribusikan.
§ Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, membentuk/menimbulkan racun, atau menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi dengan produk yang didalamnya.
§ Bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan disanitasi.
§ Kemasan disterilisasi dengan menggunakan alkohol. Alkohol digunakan hanya untuk mensterilisasi alat. Kemasan lebih baik disterilkan dengan menggunakan sinar UV.
Keterangan Produk (Labeling)
§ Terdapat nama (merek dagang) produk, jenis flavor produk, tanggal kadaluarsa produk, nama produsen, komposisi produk, berat bersih produk, nomor MD (makanan dalam) serta logo sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).
§ Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1996, label pangan sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produk pihak yang memproduksi atau yang memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.
§ Persyaratan label telah dipenuhi.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Alat transportasi
§ Alat distribusi produk adalah kendaraan roda empat, seperti mobil pribadi.
§ Guncangan-guncangan ketika pendistribusian membuat produk dalam cool box rentan rusak.
§ Sistem pendingin kendaraan (AC) jarang dinyalakan.
§ Manajemen pembersihan mobil diserahkan kepada masing–masing karyawan yang mendistribusikan yogurt.
§ Transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari sumber pencemaran dan terlindung dari kerusakan.
§ Wadah dan alat transportasi dibedakan penggunaannya untuk makanan dengan non makanan.
§ Wadah dan alat transportasi makanan didesain agar tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan, mudah didesinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan memudahkan pengecekan kondisi penyimpanan.
§ Pendingin kendaraan lebih baik dinyalakan, untuk membantu menjaga suhu disekitar cool box tetap rendah.
§ Pembuatan SOP pemakaian dan pembersihan kendaraan.
Kesehatan dan kebersihan karyawan
§ Keadaan dan kondisi karyawan saat bekerja sehat.
§ Pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan oleh koperasi.
§ Karyawan yang sakit tidak melakukan produksi.
§ Recording terhadap kesehatan karyawan belum dilakukan.
§ Makan, minum, merokok, meludah (kebiasaan buruk) saat produksi tidak dilakukan.
§ Karyawan mencuci tangan setelah dan akan melakukan suatu kerja/proses.
§ Hanya karyawan bagian pengemasan saja yang menggunakan jas lab, dan masker saat filling yogurt.
§ Karyawan yang memang sakit diistirahatkan. § Pengecekan kesehatan karyawan sebelum melakukan
proses § Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan. § Karyawan harus selalu mencuci tangannya sebelum dan
setelah melakukan kerja mengolah makanan. § Selama mengolah makanan karyawan tidak
diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya.
§ Karyawan yang bekerja harus selalu dalam kondisi bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu, dan perlengkapan kerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.
§ Recording tentang kesehatan karyawan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan karyawan.
§ Penggunaan baju khusus dan perlengkapannya saat mengolah produk perlu dilakukan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek GMP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Kesesuaian/koreksi Penyimpanan
§ Ruang penyimpanan bahan baku dan produk akhir terpisah.
§ Sistem penyimpanannya yaitu first in first out (FIFO).
§ Kondisi ruang penyimpanan bersih, sirkulasi udara lancar, serta bahan tidak kontak langsung dengan lantai, dinding, maupun langit-langit.
§ Hanya dilakukan pencatatan sederhana mengenai jumlah barang yang masuk dan keluar.
§ Terdapat bahan yang agak berbahaya yang penyimpanannya disatukan dalam lemari namun berbeda rak dengan flavor.
§ Bahan-bahan berbahaya harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan yang lain.
§ Penyimpanan bahan produksi atau produk akhir sebaiknya menggunakan sistem kartu yang mencantumkan nama bahan/produk, asal bahan (untuk bahan produksi), tanggal dan kode produksi (untuk produk akhir), tanggal dan jumlah penerimaan di gudang, tanggal dan jumlah pengolahan dari gudang, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, serta hasil pemeriksaan.
§ Pencatatan lebih lengkap mengenai kondisi bahan dan produk perlu dilakukan.
Manajemen dan pengawasan
§ Ruang produksi kadang-kadang terdapat banyak debu dan kotoran.
§ Alat transportasi yang digunakan untuk distribusi terlihat kurang adanya perawatan.
§ Monitoring terhadap keefektivan proses kegiatan sanitasi baik sanitasi karyawan, alat, dan ruang sangat kurang.
§ Pemeliharaan dan program sanitasi yang dilakukan di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa bangunan, fasilitas, dan peralatan pabrik terawat dengan baik dan selalu dalam keadaan bersih, menjamin pabrik dan produk bebas dari hama, menjamin penanganan limbah dengan baik, serta memantau keefektivan prosedur pemeliharaan dan sanitasi.
§ Pembuatan SOP semua jenis kegiatan dalam proses produksi.
§ Adanya tim khusus yang memantau pemenuhan SOP tersebut oleh karyawan.
§ Kerjasama dari semua karyawan untuk meningkatkan kualitas produk.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Laboratorium dan Pemeriksaan
Unit pengolahan yogurt tidak mempunyai laboratorium khusus untuk
pengujian produk akhir. Koperasi tersebut hanya memiliki laboratorium untuk
pengujian kualitas susu. Pemeriksaan produk akhir dilakukan pada laboratorium di
luar koperasi (swasta) terakreditasi dan belum dilakukan pengujian secara terprogram
namun setiap tahun pasti dilakukan pengujian terhadap kualitas yogurt tersebut.
Kemasan
Jenis pengemas yang digunakan adalah kemasan cup plastik berbahan baku
polipropilen yang bersifat ringan, mudah dibentuk, kekuatan tarik besar, tidak mudah
sobek dan juga food grade. Kemasan tersebut steril, saat digunakan, aman, tidak
mempengaruhi isi, dan tidak rusak saat didistribusikan.
Keterangan Produk (Labeling)
Keterangan yang tertera pada label terdiri dari nama (merek dagang) produk,
jenis flavor (stroberi, melon, anggur, durian, dan moka), tanggal kadaluarsa produk,
nama produsen, komposisi produk, berat bersih produk, nomor MD (makanan
dalam), serta logo sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Alat Transportasi
Alat distribusi produk yang digunakan adalah kendaraan roda empat, seperti
mobil pribadi (Gambar 8). Jaminan produk tetap baik saat pendistribusian sangat
kurang. Guncangan-guncangan ketika pendistribusian membuat produk dalam cool
box rentan rusak. Sistem pendingin kendaraan (AC) jarang dinyalakan dan
kebersihan mobil kurang terjaga. Manajemen pembersihan mobil tidak diatur
perusahaan, tetapi diserahkan kepada masing–masing karyawan yang
mendistribusikan yogurt.
Manajemen dan Pengawasan
Bangunan kurang terpelihara, khususnya pada ruang produksi. Alat
transportasi yang digunakan untuk distribusi terlihat kurang adanya perawatan.
Bagian dalam mobil terdapat banyak debu, dan terlihat sangat tidak rapi. Manajemen
perawatan dan pembersihan mobil tidak diatur oleh unit pengolahan melainkan
diserahkan secara langsung kepada pemegang kunci mobil yang mendistribusikan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
yogurt tersebut. Cool box yang digunakan juga kurang mendapat perhatian dalam hal
pembersihan dan perawatannya. Monitoring terhadap keefektivan proses kegiatan
sanitasi baik sanitasi karyawan, alat, dan ruang sangat kurang.
Gambar 8. Alat Distribusi
Penerapan SSOP (Sanitation Standard Operational Procedure)
Sanitation standard operational procedure (SSOP) merupakan prosedur atau
tata cara yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran
keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang bermutu
tinggi, aman dan tertib. SSOP ini meliputi pelaksanaan sehari-hari yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk dan kemungkinan
terjadinya pencampuran bahan atau produk dengan bahan lain yang tidak harus ada.
Tujuan dari SSOP ini adalah agar setiap karyawan teknis maupun
administrasi dari yang paling bawah sampai yang atas mengerti bahwa program
kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas mutu produk, mengetahui
adanya peraturan GMP yang mengharuskan penggunaan zat-zat tertentu yang
dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi, mengetahui tahapan-
tahapan higiene dan sanitasi dan mengetahui masalah potensial yang mungkin akan
terjadi jika sanitasi tidak dijalankan dengan baik. Analisis penerapan SSOP dapat
dilihat pada Tabel 4.
Keamanan Air
Unit pengolahan yogurt ini tidak memiliki alat pengolah air, sehingga air
yang berasal dari tanah (sumur) langsung digunakan untuk proses, seperti
penggunaan air untuk pencucian alat produksi, dan pembersihan ruang produksi.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Kualitas air belum mengalami pengujian secara laboratorium. Pihak pengolahan
yogurt koperasi perlu untuk mengusahakan adanya suatu penanganan dan
pembersihan air sehingga diperoleh air dengan standar mutu yang diinginkan.
Beberapa tahapan yang dapat dilakukan dalam pengolahan air antara lain tahap
pembersihan, desinfeksi, pengendalian kesadahan, dan tahap penghilangan
komponen-komponen penyimpangan warna, rasa, dan bau. Tahapan-tahapan
penanganan dan pengolahan air itu dapat dilakukan dalam pabrik dengan cara
menyediakan instalasi water treatment plant, atau dengan membeli atau
berlangganan dengan supplier air yang telah ada.
Pencegahan Kontaminasi Silang
Pencegahan kontaminasi silang lebih ditekankan kepada sanitasi karyawan.
Pihak unit pengolahan mewajibkan penggunaan jas lab, penggunaan masker, penutup
kepala, serta sandal pada saat pengolahan. Pembilasan tangan dengan menggunakan
alkohol sebelum melakukan produksi hanya dilakukan pada ruang pengemasan,
sedangkan pada ruang pemasakan susu belum diterapkan. Pencucian dan
pembersihan alat dilakukan segera setelah penggunaan, tetapi sanitasi alat lebih
sering tidak menggunakan air panas pada saat proses pembilasan. Hal ini
memungkinkan proses kontaminasi terjadi pada saat penggunaan alat. Kontaminasi
antara bahan baku dan produk akhir kecil kemungkinan terjadi. Proses penyimpanan
dilakukan terpisah antara bahan baku dan produk akhir dengan kondisi masing-
masing ruang penyimpanan yang cukup terjaga kebersihannya.
Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk produksi sebagian besar
terbuat dari bahan stainless steel yang tahan korosif, seperti milk can untuk memasak
susu, pengaduk, penangas air, wadah tempat menampung yogurt sementara. Alat-alat
tersebut masih dalam kondisi baik dan layak pakai. Kebersihan alat cukup terjaga
saat digunakan. Pencucian dilakukan segera setelah penggunaan dengan
menggunakan sabun pembersih (tidak diketahui jenisnya), dan pembilasan dengan
menggunakan air panas untuk alat yang agak sukar dibersihkan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pemeliharaan Fasilitas Sanitasi (Pencuci Tangan) di Ruang Pengolahan
Fasilitas sanitasi yang disediakan antara lain wastafel untuk mencuci tangan
dan toilet yang letaknya di luar ruang produksi. Fasilitas bak pencuci tangan tidak
dilengkapi dengan sabun pencuci tangan dan alat pengering seperti handuk atau lap
tangan. Tempat sampah tertutup letaknya cukup jauh dari bak cuci tangan.
Proteksi dari Bahan-Bahan Kontaminan
Pencemaran makanan merupakan masalah yang perlu diatasi terutama
pencemaran yang disebabkan oleh benda-benda asing (fisik) seperti straples, tali,
kaca, karet, rambut, kayu, atau batu serta pencemaran yang berasal dari udara yang
misalnya karena adanya penumpukkan sampah. Pencemaran dapat juga disebabkan
oleh faktor biologis, fisik, dan kimia menurut Depkes RI (2004). Kontaminasi
biologi dapat berasal dari bakteri, jamur, dan virus, sedangkan kontaminasi kimia
dapat berasal dari pupuk, pestisida, logam berat, dan lainnya. Perlindungan khusus
terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan belum dilakukan. Bahan baku
essens/flavor, kemasan dan sanitizer disimpan dalam etalase di ruang yang terpisah
dengan ruang produksi. Bahan baku disimpan di dalam gudang yang terpisah dari
ruang proses produk. Monitoring terhadap pencemaran yang mungkin terjadi sangat
jarang dilakukan.
Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk
Pelabelan bahan pangan dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi jenis
produk, tanggal penerimaan, dan tanggal kadaluarsa produk sehingga pemisahan
terhadap bahan pangan dan bahan yang berbahaya (bahan kimia misalnya) lebih
mudah dilakukan. Sistem pelabelan juga berfungsi untuk memudahkan dalam proses
pengontrolan. Unit pengolahan belum menerapkan sistem pelabelan dalam proses
penyimpanan. Sistem penyimpanan yang diterapkan adalah sistem FIFO (first in first
out). Pelabelan khusus belum dilakukan untuk menandai bahan baku selama
penyimpanan (sesuai label dari supplier).
Kontrol Kesehatan Pegawai
Pekerja merupakan sumber kontaminan yang potensial dalam memindahkan
cemaran, maka suatu industri pengolahan pangan harus mengadakan suatu program
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
tentang higiene pekerja. Perlu dilakukan pula kontrol terhadap tata cara pelaksanaan
dan tata tertib pekerja selama berada di lingkungan pengolahan. Kontrol terhadap
kesehatan pegawai juga perlu dilakukan, tidak hanya kepatuhan dalam menjalankan
suatu program kegiatan higiene sanitasi saja (Dirjen POM, 1999).
Unit pengolahan belum melakukan pengecekkan secara berkala untuk
kesehatan karyawan pengolahannya. Catatan tentang kesehatan karyawan juga belum
tersedia. Unit pengolahan menetapkan, karyawan yang sakit tidak boleh melakukan
produksi. Pekerja yang sakit tersebut perlu istirahat sampai penyakitnya benar-benar
telah sembuh.
Pencegahan Hama Pabrik
Pencegahan masuknya hama dapat dilakukan dengan cara menutup lubang-
lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat masuk, memasang kawat kasa
pada jendela, pintu dan ventilasi, mencegah hewan peliharaan masuk ke ruang
produksi. Beberapa cara untuk mencegah adanya serangan hama antara lain menjaga
keadaan di luar dan di dalam pabrik tetap bersih, tidak ada makanan yang berserakan,
dan sarang hama harus dimusnahkan (Dirjen POM, 1998). Ruang pengolahan
didesain tertutup dengan dilengkapi kain kasa pada ventilasi untuk mencegah
masuknya serangga. Penumpukkan barang-barang di ruang inkubasi memungkinkan
serangga kecil seperti kecoa membuat sarang dan dapat mengkontaminasi
lingkungan pengolahan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis Terhadap Aspek SSOP
Aspek SSOP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi
Keamanan air
§ Air yang digunakan adalah air sumur § Unit pengolahan yogurt ini belum
memiliki alat pengolah air. § Kualitas air belum mengalami
pengujian secara laboratorium.
§ Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan bahan baku dan air yang digunakan untuk pencucian alat.
§ Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air untuk minum.
§ Menyediakan instalasi water treatment plant, atau dengan membeli, berlangganan dengan supplier air yang telah ada, untuk mendapat-kan air yang sesuai untuk produksi.
Pencegahan kontaminasi silang
§ Unit pengolahan mewajibkan penggunaan jas lab, penggunaan masker, penutup kepala, serta sandal pada saat pengolahan.
§ Pembilasan tangan dengan alkohol sebelum melakukan produksi hanya dilakukan pada saat pengemasan.
§ Pencucian dan pembersihan alat dilakukan segera setelah peng-gunaan.
§ Bahan baku dan produk akhir disimpan terpisah.
§ Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi.
§ Penggunaan pakaian khusus saat produksi jarang dilakukan.
§ Hanya karyawan bagian pengemasan yang menggunakan jas lab dan masker saat proses. Penutup kepala jarang digunakan.
Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
§ Peralatan dan perlengkapan untuk produksi sebagian besar terbuat dari bahan stainless steel yang tahan korosif.
§ Alat cukup bersih saat digunakan. § Pencucian alat masih dilakukan secara
manual, dan belum ada standar dosis pemakaian sabun pencuci yang digunakan.
§ Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas karat, jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya sisa proses sebelumnya.
§ Pembuatan SOP peng-gunaan dan pencucian untuk masing-masing alat.
§ Alat disimpan dalam suatu lemari khusus penyimpanan alat.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek SSOP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Pemeliharaan fasilitas sanitasi (pencuci tangan) di ruang pengolahan
§ Terdapat wastafel tanpa sabun pencuci tangan dan alat pengering.
§ Belum ada ruang ganti pakaian karyawan.
§ Sarana pencuci tangan di-letakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air mengalir, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup.
§ Fasilitas ganti pakaian disesuai-kan dengan jumlah karyawan.
§ Disediakannya sabun pencuci tangan dan alat pengering.
§ Pembuatan SOP men-cuci tangan yang baik dan benar.
Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
§ Perlindungan khusus terhadap kemasan dan bahan-bahan yang digunakan belum dilakukan.
§ Bahan baku disimpan di dalam gudang yang terpisah dari ruang proses produk.
§ Terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan pengemas atau alat-alat untuk produksi.
§ Terdapat filter dan alat pengatur sirkulasi udara untuk mencegah kontaminan dari udara.
§ Disediakannya lemari penyimpanan bahan pengemas dan alat-alat.
Sistem pelabelan dan penyimpanan produk
§ Unit pengolahan belum me-nerapkan sistem pelabelan untuk menandai bahan baku selama penyimpanan (sesuai label dari supplier).
§ Sistem penyimpanannya meng-gunakan sistem FIFO (first in first out).
§ Penyimpanan belum menggunakan sistem kartu.
§ Pelabelan dapat digunakan untuk bahan-bahan yang berbahaya.
§ Penerapan sistem pe-labelan dan sistem kartu dapat memper-mudah proses pe-nyimpanan dan pe-makaian bahan.
Kontrol kesehatan pegawai
§ Pengecekan rutin untuk kesehatan karyawan pengolahan belum dilakukan.
§ Jika ada karyawan yang sakit, karyawan tersebut tidak melakukan produksi.
§ Kesehatan karyawan perlu dicek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan
§ Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan.
§ Unit pengolahan me-lakukan pengecekkan kesehatan karyawan sebelum melakukan proses pengolahan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Aspek SSOP Kondisi di lapang Kondisi seharusnya Keterangan/koreksi Pencegahan hama pabrik
§ Memasang kawat kasa pada jendela dan lubang angin.
§ Ruang pengolahan di desain tertutup.
§ Menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa.
§ Menggunakan filter udara.
§ Penumpukkan barang-barang di ruang inkubasi harus dihindari untuk mencegah munculnya sarang serangga.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Verifikasi Penerapan GMP dan SSOP
Program sanitasi yang berjalan secara efektif memiliki peran penting dalam
mencegah kontaminasi silang dan masuknya bahan asing ke dalam makanan.
Keuntungan lain dari pelaksanaan sanitasi yang efektif adalah dihasilkan produk
yang aman, dengan masa simpan yang lama, serta mencegah terjadinya penurunan
off flavor, bau, dan warna. Proses verifikasi yang dilakukan pada kegiatan magang
ini yaitu dengan cara melakukan inspeksi terhadap penerapan aspek GMP dan SSOP
di unit pengolahan yogurt koperasi. Aspek utama yang akan dibahas yaitu mengenai
kegiatan sanitasi, dimulai dari sanitasi alat, ruang produksi, dan sanitasi karyawan
pengolahan, dengan metode verifikasi secara organoleptik. Pengujian produk selama
produk disimpan dilakukan untuk mengetahui mutu produk hingga batas kadaluarsa
yang ditetapkan.
Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Sanitasi
1) Sanitasi pekerja
Pekerja merupakan sumber dan vektor perpindahan mikroorganisme
dan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi pada produk pangan.
Kesadaran karyawan unit pengolahan terhadap pentingnya kegiatan sanitasi
dalam suatu proses pengolahan masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya
kesadaran untuk mencuci tangan baik setelah melakukan suatu proses
maupun sebelum melakukan sesuatu proses. Tidak diwajibkannya
penggunaan masker di ruang pemasakan susu, saat proses inokulasi dan
inkubasi, tetapi saat proses pengemasan penggunaan masker diwajibkan oleh
pihak unit pengolahan. Pakaian khusus untuk produksi hanya disediakan
untuk karyawan bagian pengemasan produk akhir. Kebiasaan-kebiasaan
buruk karyawan seperti makan, minum, merokok, mengobrol saat proses
tidak terlihat. Pihak pengolahan belum melakukan general check up untuk
kesehatan karyawan pengolahan secara berkala, tetapi dispensasi
(keringanan) diberikan pada karyawan yang sakit untuk tidak melakukan
kegiatan produksi, hingga kondisi karyawan tersebut kembali ke kondisi
normalnya.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2) Sanitasi Peralatan
Peralatan pencucian harus dibersihkan secara teratur, sehingga tujuan
pencucian betul-betul tercapai. Peralatan dan tempat pencucian yang kotor
akan menjadi sumber kontaminasi dan dapat menimbulkan masalah
kemudian hari. Pembersihan peralatan dilakukan segera setelah proses
produksi. Alat dibersihkan dengan menggunakan sabun/deterjen (tidak
diketahui jenisnya), lalu pembilasan terakhir dengan menggunakan air panas.
Pengecekan secara seksama dan teliti belum dilakukan terhadap kebersihan
dari pencucian alat-alat. Peralatan sebagian besar terbuat dari bahan stainless
steel yang tahan korosif, dan tahan lama. Kondisi peralatan saat digunakan
bersih, tetapi belum tentu bebas dari pencemar, karena dilihat dari kondisi
penyimpanan alat-alat tersebut.
3) Sanitasi Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan di unit pengolahan ini terbagi menjadi 2 ruang
utama, yaitu ruang pemasakan susu yang menjadi satu dengan ruang
inokulasi lalu berbatasan dengan ruang inkubasi, dan ruang pengemasan.
Kondisi ruang pemasakan sangat panas selama proses, sirkulasi udara kurang
berjalan karena terbatasnya jumlah jendela dan ventilasi pada ruang ini.
Ruang pemasakan dibuka saat proses berlangsung untuk menekan tingginya
suhu pada ruang saat proses pemasakan. Kebersihan ruang kurang terjaga,
terlihat dari ceceran susu dan gula saat proses berlangsung. Proses
pembersihan segera dilakukan setelah proses inokulasi, dengan cara menyikat
lantai dan dinding untuk menghilangkan sisa-sisa bahan yang tercecer itu.
Terdapat barang-barang seperti sepatu boot, beberapa cool box di ruang
inkubasi yang berbatasan langsung dengan ruang pemasakan. Kondisi ruang
pengemasan lebih baik daripada ruang pemasakan. Ruang pengemasan
dikondisikan aseptis untuk menjaga mutu produk yang dihasilkan. Ruang
memang dikondisikan aseptis, tetapi tidak memungkinkan debu dan kotoran
lain ada pada ruang tersebut dikarenakan belum adanya manajemen
pembersihan secara periodik.
Pengujian produk dilakukan untuk mendukung data hasil analisis
organoleptik berdasarkan efektivititas pelaksanaan sanitasi dari unit pengolahan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dilakukan pengujian umur simpan produk hingga batas kadaluarsa yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mutu produk dapat
bertahan dengan kondisi penerapan sanitasi yang belum maksimal.
Pengujian Produk
Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka
ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah
pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan
mentahnya. Memfermentasi susu merupakan cara yang murah, mudah dan aman
untuk mengawetkan susu, selain meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan
mentahnya (Walstra et al., 1999). Pengujian yang dilakukan terhadap produk yogurt
ini meliputi pengujian secara kimia yaitu terhadap kandungan protein, lemak, total
asam tertitrasi (TAT) dan pH, uji fisik produk yaitu viskositas yogurt, serta uji
mikrobiologi untuk mengetahui kandungan mikroba produk yang disimpan hingga
batas waktu kadaluarsanya. Hasil pengujian terhadap viskositas, sifat kimia dan mutu
mikrobiologi produk dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Kandungan nutrisi pada susu segar sangat mempengaruhi mutu yogurt yang
dihasilkan. Faktor turunan ternak, jenis dan mutu makanan, serta musim merupakan
faktor yang utama yang mempengaruhi komposisi lemak susu (Rahman et al., 1992).
Ketidaksesuaian terhadap spesifikasi mutu bahan baku yang diminta dengan yang
diterima, dapat menyebabkan penurunan mutu produk akhir yang dihasilkan. Bahan
baku yogurt diambil dari susu peternak yang dinilai kurang memenuhi standar yang
ditetapkan oleh pihak koperasi. Seperti misalnya, rendahnya nilai padatan susu,
rendahnya kadar lemak dan kadar protein susu.
Pengujian terhadap sifat fisik dan kimia yogurt dilakukan untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan produk selama penyimpanan. Nilai kadar kemak dari
semua jenis yogurt berkisar antara 2,1% – 3,0%. Terjadi penurunan kadar lemak
yogurt selama penyimpanan, meskipun terdapat juga kenaikan kadar lemak yogurt di
hari penyimpanan ke-28. Penurunan kadar lemak yogurt ini dapat terjadi karena
aktivitas enzim lipolitik. Yuguchi et al. (1992) menyebutkan bahwa aktivitas enzim
lipase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) relatif rendah dan hanya
terjadi perubahan penurunan kadar lemak yang sedikit dibandingkan sebelum
fermentasi. Kadar asam lemak bebas hanya meningkat sedikit selama fermentasi
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
asam laktat, begitu juga asam lemak volatil. Walaupun perubahan yang terjadi sangat
kecil dan kurang berpengaruh terhadap nilai gizi, tetapi sangat penting sebagai
komponen pembentuk flavor dalam fermentasi susu.
Tabel 6. Analisis Sifat Kimia dan Viskositas Yogurt Selama Penyimpanan
Waktu Simpan (hari)
Analisis Tipe Yogurt H-1 H-7 H-14 H-21 H-28 SNI
Kadar Protein (%)
Sweetened Plain 3,82 4,85 - 3,50 2,80 3,5%
Melon 3,63 3,99 - 3,70 2,97 3,5%
Durian 4,59 3,64 - 3,77 2,83 3,5%
Kadar Lemak (%)
Sweetened Plain 2,50 2,80 2,60 2,40 2,95 Max 3,8%
Melon 2,10 2,70 2,70 2,60 2,75 Max 3,8%
Durian 2,50 2,65 2,75 3,00 2,95 Max 3,8%
pH Sweetened Plain 4,10 3,90 3,95 3,90 3,89
Melon 4,00 4,25 4,20 4,17 4,13
Durian 4,10 4,0 3,79 3,74 3,74
Total Asam (%)
Sweetened Plain 0,63 0,98 1,06 1,33 1,20 0,5-2,0
Melon 0,98 1,00 1,20 1,24 1,4 0,5-2,0
Durian 0,92 1,35 1,43 1,47 1,48 0,5-2,0
Viskositas (dPa.S)
Sweetened Plain 3,30 3,50 3,50 3,00 2,60
Melon 3,50 3,70 3,50 3,00 3.30
Durian 3,00 3,00 2,50 3,00 3,00
Kadar protein yang terkandung dalam yogurt dipengaruhi oleh kandungan
awal bahan baku. Semakin tinggi kadar proteinnya maka yogurt yang dihasilkan
akan memiliki kadar protein yang makin tinggi. Rataan nilai kadar protein produk
selama penyimpanan berkisar antara 2,8% - 4,85%. Jika dibandingkan dengan
protein minimal untuk produk yogurt yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 3,5%
(Dewan Standarisasi Nasional, 1992), maka produk ini memiliki nilai kadar protein
yang cukup tinggi. Tingginya kadar protein pada produk bisa disebabkan karena
adanya penambahan protein asal mikroba. Bakteri mengandung protein yang cukup
tinggi, yaitu berdasarkan berat keringnya sekitar 60%-70% (Fardiaz, 1992). Protein
mikroba menyumbangkan 7% dari total protein susu fermentasi.
Nilai pH yogurt masih berkisar antara 4,0-4,2, dengan jumlah total asam
antara 0,63% - 1,48 %. Produk yogurt yang baru terbentuk memiliki pH sekitar 3,65-
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4,4. apabila proses inkubasi dilanjutkan pH yogurt dapat turun hingga mencapai 3,5
(Jay, 2000). Berdasarkan jumlah asam laktat yang terbentuk, produk dinilai
memenuhi SNI mutu yogurt yang disyaratkan. Rataan nilai viskositas produk selama
penyimpanan adalah sebesar 2,5-3,7 dPa.S. Viskositas yogurt umumnya dipengaruhi
oleh koagulasi potein kasein yang terjadi akibat penurunan derajat keasaman karena
proses fermentasi yang menghasilkan asam. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi konsistensi penggumpalan yang baik (merata dan tidak terpisah)
adalah jumlah laktosa susu dan karbohidrat yang akan diubah menjadi asam laktat
oleh bakteri asam laktat serta jumlah protein yang ada.
Pengujian mikrobiologi terhadap produk, dilakukan dengan metode hitungan
cawan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui kandungan mikroba total
(total plate count), kandungan bakteri asam laktat, kandungan kapang khamir, serta
kandungan koliform produk. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel
jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka jasad renik
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dan dihitung tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1992). Metode hitungan
cawan menurut Fardiaz (1992), merupakan metode yang paling sensitif untuk
menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal, yaitu : (1) hanya sel hidup saja
yang dihitung, (2) beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus, (3) dapat digunakan
untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin
berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan yang
spesifik. Metode pemupukan ini bisa digunakan untuk menghitung total populasi
mikroba aerobik pada peralatan atau produk pangan. Metode ini digunakan untuk
menentukan kontaminasi dari udara, air, permukaan peralatan, fasilitas, dan produk
pangan (Marriot, 1997).
Pengujian ini dilakukan dengan melakukan beberapa pengenceran larutan
sampel dengan menggunakan medium yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme. Pengenceran dilakukan berdasarkan perkiraan jumlah mikroba
yang ada pada produk/sampel. Setelah pengenceran, suspensi tersebut dituang
kedalam cawan petri steril (Marrot, 1997). Hasil yang diperoleh dari pengujian ini
adalah jumlah koloni yang tumbuh. Metode ini tidak menunjukkan jenis
mikroorganisme meskipun koloni yang terbentuk berbeda-beda.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tabel 7. Jumlah Mikroba Yogurt Selama Penyimpanan
Waktu Simpan (hari)
Analisis Tipe Yogurt H-1 H-7 H-14 H-21 H-28 SNI
Bakteri Asam Laktat (BAL)
Sweetened Plain 7,78 7,65 7,48 6,92 6,21
Melon 7,78 6,72 6,97 6,48 6,61
Durian 7,48 6,97 6,8 6,66 6,61
TPC Sweetened Plain 8,01 7,43 6,46 8,17 8,39
Melon 7,87 7,11 6,79 6,04 9,45
Durian 8.25 6,88 6,37 7,99 9,40
Kapang Khamir
Sweetened Plain <1 2,18 4,48 6,78 6,78
Melon <1 3,48 5,38 7,18 8,48
Durian <1 3,40 5,41 7,48 8,49
Koliform Sweetened Plain <1 1,08 2,38 2,30 2,78 Maks 10 APM/g
Melon <1 1,20 2,07 2,35 3,19
Durian <1 1,20 2,18 2,36 2,92
Klaim pihak koperasi terhadap produknya adalah yogurt mampu bertahan
hingga 25 hari dengan suhu penyimpanan 5-10oC (suhu penjualan pada agen-agen).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa mutu produk dari segi mikrobiologi sangat
menurun setelah hari ke-7 penyimpanan. Dilihat dari hasil pengujian, mutu produk
dinilai masih layak konsumsi hingga penyimpanan hari ke-7.
Yogurt digolongkan dalam makanan yang aman konsumsi apabila dibuat
secara higienis, sebab pada tingkat keasaman 1,0% (sekitar 1,0% asam laktat)
mikroba patogen seperti Salmonella spp. umumnya inaktif. Demikian juga dengan
grup koliform yang tidak tahan pada pH rendah. Hambatan ini diperkuat dengan
adanya antimikroba yang diproduksi oleh mikroorganisme yang berperan dalam
yogurt (Rahman et al., 1992), meskipun koliform tidak dapat bertahan lebih dari 24
jam pada pH rendah, tetapi koliform dapat ada pada produk dan mengindikasikan
rendahnya higienitas dari tempat produksi, serta kemungkinan juga berasal dari
kontaminasi lain (Lewis dan Dale, 1994). Peralatan basah yang digunakan saat filling
yogurt dimungkinkan menjadi penyebab kontaminasi produk oleh koliform.
Pertumbuhan kapang dan khamir hingga akhir penyimpanan cukup tinggi.
Proses penambahan gula yang tidak disterilkan memungkinkan terjadinya
kontaminasi kapang dan khamir pada produk. Tingginya jumlah pertumbuhan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
kapang dan khamir disebabkan karena kontaminasi yang mungkin bisa terjadi baik
selama proses, penyimpanan, maupun distribusi. Pembuatan yogurt harus dilakukan
secara higienis untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Hal ini dilakukan karena
mikroorganisme perusak seringkali kurang sensitif terhadap faktor-faktor
lingkungan, sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang. Kapang dan khamir
masih dapat tumbuh dan berkembang pada pH rendah dan ditunjang oleh adanya
sukrosa dan glukosa dalam yogurt yang dijadikan sumber energi (Rahman et al.,
1992).
Garcĭa et al. (2004) menyatakan bahwa beberapa spesies dari kapang
diketahui menjadi kontaminan paling utama pada beberapa tipe dairy product (susu
dan produk olahannya). Hal ini sangat relevan terjadi pada produk fermentasi seperti
yogurt dan sour milk, dimana spesies kapang menjadi penyebab utama dari
kerusakan karena rendahnya pH produk. Rendahnya pH merupakan lingkungan yang
baik bagi tempat tumbuhnya kapang. Jika yogurt dibuat dengan kondisi penerapan
GMP yang baik, maka seharusnya yogurt mengandung kurang dari 10 sel/g kapang
dan umur simpan dapat mencapai 3-4 minggu jika suhu penyimpanannya 5oC.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap kegiatan sanitasi yang dilakukan, unit
pengolahan yogurt di KPS ini memerlukan kegiatan pengawasan mutu untuk
keamanan produk yang lebih intensif. Penerapan GMP dan kegiatan sanitasi (SSOP)
di unit pengolahan yogurt koperasi ini dinilai belum maksimal. Prinsip higiene
karyawan seperti kebersihan tangan, serta penggunaan pakaian khusus untuk
melakukan produksi perlu mendapatkan perhatian khusus dari pengurus unit
pengolahan. Kesadaran karyawan tentang sanitasi yang harus diterapkan pada proses
pengolahan suatu bahan pangan perlu ditingkatkan.
Mutu produk yang dihasilkan oleh unit pengolahan yogurt KPS hingga waktu
kadaluarsanya sangat menurun. Berdasarkan hasil pengujian, penurunan mutu
produk yang dihasilkan terjadi 2 minggu lebih cepat dari seharusnya.
Saran
Unit pengolahan harus melakukan pembinaan diantaranya memberikan
pelatihan (training) khusus kepada karyawan pengolahan mengenai prinsip-prinsip
higiene sanitasi yang meliputi higiene karyawan, peralatan pengolahan, serta ruang
pegolahan. Mempunyai prosedur standar pelaksanaan sanitasi yang tertulis. Jika
diperlukan pihak pengolahan dapat menempelkan peringatan-peringatan untuk tetap
menjaga sanitasi di tempat-tempat yang mudah dibaca di ruang pengolahan, seperti
kata-kata mengingatkan untuk selalu mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan
suatu kegiatan. Pihak pengolahan koperasi juga harus menyediakan fasilitas sanitasi
yang dibutuhkan oleh karyawan seperti air bersih, sabun pencuci tangan, serta alat
pengering tangan untuk tetap berpraktek higiene selama pengolahan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, Sang Maha segalanya, Maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan
cinta tak terhingga, hanya dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah memberikan
nikmat yang tak terkira dan hanya dengan pertolongan-Nya lah skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan Salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas
perjuangan dan amanah yang tak pernah padam hingga akhir zaman.
Terimakasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih A. M., DEA. dan Tuti Suryati S.Pt.,
M.Si., selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota skripsi yang telah
meluangkan waktu dan bersabar untuk terus membimbing penulis hingga akhir
penulisan skripsi. Terimakasih untuk Zakiah Wulandari S.Tp., M.Si dan Dr. Ir. Asep
Sudarman MRur. Sc., yang telah bersedia untuk menguji dan memberikan kritik
saran untuk penulis. Terimakasih untuk Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. sebagai
pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis hingga pada tahap akhir
penyelesaian pendidikan strata satu di Fakultas Peternakan IPB.
Kepada keluarga tercinta, Papa dan Mama (telapak kaki surgaku), segala
yang kucapai dan balasan yang akan kudapat dari setiap perbuatan baikku, semuanya
untuk Papa dan Mama. Kakak (Mandhani O.) dan adik (Putri A.) tercinta terima
kasih atas kasih sayang, perhatian dan pengertiannya.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada pihak koperasi
dan semua karyawannya yang telah bersedia bekerjasama dengan penulis, selama
penulis melaksanakan magang. Terimakasih kepada Iyep Komala S.Pt.,
Sukmawijaya Apt. dan Feri C. K., S.Pt. Kepada 15 rekan magang di Lembang,
terimakasih untuk dukungan, semangat, dan kerelaannya untuk berbagi tempat
dengan penulis.
Terimakasih untuk Yongki W. P., Mira H., Etik P. A., Dini M. A. R., Dini P.,
Stefani, Barlianty J., Rindu D. A., Dwi P., dan Siti N. Q. atas kerjasama, perhatian
dan dukungannya. Untuk semua rekan THT 41, terimakasih atas semangat,
kekompakkan, kesenangan, kesedihan, ketulusan, kenangan, pengorbanan, perhatian,
pengertian, doa, kerjasama dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.
Penulis
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. H. 2002. Yogurt sebagai Antidiare dan Antikanker. http://www.pikiran-rakyat.com. [Nopember 2007].
Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Method of Analysis. 16th
Edition. AOAC. Inc., Virginia.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1978. SK Menkes Nomor 23/Menkes /SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01- 2981-1992. Yogurt. BSN, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiyono. UI Press, Jakarta.
Çon, A. H., S. Çakmakçi, A. Çağlar, and H. Y. Gökalp. 1996. Effects of different fruits and storage periods on microbiogical qualities of fruit flavored yogurt produced in Turkey. Journal of Food Protection. 59. (4): 402-406.
Cramer, M. M. 2006. Food Plant Sanitation: design, maintenance, and good manufacturing practices. CRC Press, Boca Raton.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan sanitasi sarana pengolahan pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Peraturan Perundang-undangan di bidang keamanan pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman. SNI 01-2891-1992. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1999. Cara produksi makanan yang baik: bahan pelatihan industri pangan skala kecil/rumah tangga. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Pengolahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Fardiaz, D. 2000. Praktek pengolahan pangan yang baik. Dalam: Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
FDA. 1995. Sanitation, sanitary regulation and voluntary programs. In: Marriot, G. N (ed). Principles of Food Sanitation. 3rd Edition. Chapman and Hall, New York.
Garcĭa, T., B. Mayoral, I. Gonzăles, I. L. Callejă, A. Sanz, P. B. Hernăndez and R. Martĭn. 2004. Anumeration of yeast in dairy product: a comparison of immunological and genetic techniquea. Journal of Food Protection.67. (2): 257-364.
Lewis, M. and R. H. Dale. 1994. Chilled yoghurt and dairy desserts. In: C. M. D. Man and A. A. Jones. Shelf Life Evaluation of Food. Blackie Academies, London.
Jay, J. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers Inc., Gaitensburg, Maryland.
Kadarisman, D., T. Muhandri. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB Press, Bogor.
Katsuyama, A. M. and M. Jantschke. 1999. Sanitation standard operating procedures. In: K. E. Stevenson and D. T. Bernard. HACCP – A Systematic Approach to Food Safety (3rd Edition). The Food Processor Institute, Washington DC.
Kemala, C. 2003. Verifikasi Implementasi sistem HACCP dalam usaha peningkatan mutu keamanan produk di PT Arnotts Indonesia, Bekasi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Kuntarso, A. 2007. Pengembangan teknologi pembuatan low-fat fruity bio-yogurt (Lo-Bio F). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marriot, N. G. 1997. Essential of Food Sanitation. Chapman and Hall, New York.
Menteri Negara Sekretaris Negara. 1999. PP No. 69 Tahun 1999. Tentang label dan iklan pangan. Menteri Negara Sekretaris Negara, Jakarta.
Nakazawa, Y. and A. Hasono. 1992. Function of Fermented Milk : Challange for The Health Science. New York: Elsevier Applied Science.
Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantri, dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. PAU - Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Tamime, A. Y. and R.K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press, New York.
Walstra, P., T. J. Geurts, A. Noomen, A. Jellema, and M. A. J. S. Van Boekel. 1999. Dairy Technology. Marcel Decker Inc., New York.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Yuguchi, H., T. Croto and S. Okonogi. 1992. Fermented milks, lactic drinks and intestinal microflora. In: Nakazawa, Y. dan A. Hosono (Editors). Function of Fermented Milk. Challenge for The Health Science. Elsevier Applied Science, New York.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
LAMPIRAN
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
64
Lampiran 1. Struktur Organisasi Koperasi Peternak Sapi di Bandung
M. Peltek & SDM M. Usaha & Keuangan
Ass. Manajer
Unit penanganan Susu
Unit Pel. Umum Unit HR & GA Unit ADM, Keuangan
Unit Perkreditan
SU Produk
si
Pembukuan SU Quality Control
SU. Pertokoan
SU PAD
SU Makter
SU Personalia
SU. Sekretariat
Pembelian SU. S/P
SU. Kendaraan
Sie. Montir Sie. Supir
SU. Penyuluhan
Anggota
SU. Keswan IB
Sie. Peny. Menular
Sie. IB/Keswan
SU. Satpam
Gudang
Kasir Inventaris
SU. Pembibitan
SU. S/P
SU. Pertokoan
Anggota Garis Komando Garis Pelayanan Garis Konsultasi Garis Pengawasan
RAT
Pengurus Pengawas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
65
Lampiran 2. Denah Koperasi Peternak Sapi (KPS) di Bandung
k Parkir
Keterangan:
a. Limbah b. Gudang c. Kantor d. Ruang Pengolahan Yogurt e. Laboratorium Kualitas susu f. Ruang Penyuluhan g. Kamar susu h. Aula bawah i. Satpam j. IB dan Keswan k. Bengkel
a
a
b c
d
e
f
g
h
i
j
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
66
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Mencuci Tangan yang Baik dan Benar
Basahi tangan
Beri sabun cair & gosok 15 detik
Bilas tangan dengan air
Gosok punggung tangan, sela-sela jari dan kuku
Tutup keran (gunakan siku atau tisu)
Keringkan tangan (hand dryer atau tisu)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
67
Lampiran 4. Desain Pengingat Visual untuk Selalu Mencuci Tangan Bagi Pekerja
PEKERJA HARUS
SELALU MENCUCI TANGANNYA
SEBELUM MELANJUTKAN PROSES PRODUKSI
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
68
Lampiran 5. Contoh Form Audit checklist GMP di Unit Pengolahan Yogurt KPS
FORM AUDIT GMP
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 1. Kondisi Lingkungan Sekitar Perusahaan/Pabrik
A. Lokasi Pabrik 1. Jauh dari daerah industri yang berpolusi 2. Tidak ada genangan air (daerah banjir) 3. Bebas dari sarang hama 4. Jauh dari tempat pembuangan sampah/limbah 5. Jauh dari pemukiman penduduk yang padat/kumuh 6. Jauh dari daerah penumpukan barang bekas 7. Terpisah dari rumah/tempat tinggal B. Sarana Jalan 1. Diaspal/disemen (dikeraskan) 2. Dibuat saluran pembuangan air `2. Bangunan dan Ruangan A. Desain dan tata letak ruangan 1. Ruangan pokok (tempat produksi) & ruangan pelengkap
(administrasi & pelayanan karyawan terpisah)
2. R. pokok luas sesuai peralatan, jenis kapasitas produksi dan jumlah karyawan
3. R. pokok memiliki tata letak sesuai urutan proses 4. R. pelengkap cukup luas sesuai jumlah karyawan 5. R. pelengkap memiliki tata letak sesuai urutan kegiatan B. Konstruksi Lantai (ruang pokok) 1. Rapat/kedap air 2. Tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya 3. Halus, tidak licin & mudah dibersihkan (tdk keramik tapi semen
yang dihaluskan).
4. Memudahkam pengaliran air, ada lubang pembuangan, penahan bau
5. Pertemuan lantai dan dinding tidak membentuk sudut siku – siku dan tidak menyerap air.
C. Konstruksi dinding/pemisah ruangan (ruangan pokok) 1. Pertemuan dinding dengan dinding tidak siku – siku, tidak
menyerap air, mudah dibersihkan
D. Konstruksi atap Dari bahan yang tahan lama, tahan air, tidak bocor, tidak larut air
dan tidak mudah pecah
E. Konstruksi langit-langit 1. Tidak mudah terkelupas, tidak berlubang, tidak retak 2. Tahan lama, mudah dibersihkan 3. Tinggi minimal 3 m 4. Permukaan halus, warna terang 5. Diatas pasteurizer tidak menyerap air, dilapis cat tahan panas F. Konstruksi pintu 1. Dari bahan yang tahan lama, kuat, dan tidak mudah pecah 2. Permukaan halus, rata, warna, terang, mudah dibersihkan, untuk
toilet tidak mudah menyerap air
3. Untuk ruang pengolahan pintu membuka keluar G. Konstruksi Jendela 1. Bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah 2. Permukaan halus, warna terang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
69
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 3. Tinggi minimal 1 m, mudah dibuka/tutup, tidak terlalu rendah 4. Tidak terlalu banyak & tidak terlalu lebar 5. Mudah dibersihkan 6. Dilengkapi kasa pencegah serangga yang mudah dilepas &
dibersihkan
H. Penerangan 1. Dari lampu atau cahaya matahari cukup menerangi seluruh
ruangan, tidak remang-remang
2. Lampu berpenutup I. Ventrilasi dan pengatur suhu 1. Menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan
2. Dapat mengatur suhu yang diperlukan 3. Tidak mudah mencemari hasil produksi melalui udara yang
dialirkan
4. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan
3. Fasilitas Sanitasi A. Sarana penyediaan air 1. Sumber air, pipa pengaliran, penampungan, water treatment
dalam kondisi baik
2. Air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih 3. Air tidak untuk konsumsi dan tidak kontak dengan makanan
mempunyai sistem terpisah dengan air minum
B. Sarana pembuangan air dan limbah 1. Saluran dan tempat pembuangan bahan buangan cair 2. Tempat buangan padat 3. Konstruksi harus mencegah kontaminasi silang C. Sarana toilet 1. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan 2. Dilengkapi dengan bak cuci tangan 3. Diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus
mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet
D. Sarana higiene karyawan i) Sarana cuci tangan 1. Ditempatkan di tempat – tempat yang diperlukan, misalnya di
tempat pintu masuk ruangan pokok
2. Dilengkapi dengan air mengalir, sabun atau detergen, handuk atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah tertutup
3. Disediakan dalam jumlah yang cukup Untuk 1 – 30 orang = 1 buah, 31 – 60 orang = 2 buah, untuk penambahan 30 orang tambah 1 buah
ii) Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan iii) Fasilitas ganti pakaian
- Jumlah disesuaikan - Tempat penyimpanan pakaian kerja dan pakaian luar
terpisah
4. Peralatan produksi 1. Permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak
berlubang, tidak mengelupas, tidak menyerap air, tidak berkarat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
70
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 2. Tidak mengkontaminasi (mikroorganisme, logam, minyak
pelumas & bahan bakar lain)
3. Mudah dibersihkan , didesinfeksi 4. Tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan/dilepaskan 5. Tata letak peralatan
- Mudah dalam perawatan, pembersihan - Diletakkan sesuai urutan proses
6. Wadah untuk sampah dan bahan berbahaya - Diberi tanda (untuk sampah dan bahan berbahaya), ditutup
dan terpisah
5. Persyaratan bahan 1. Bahan untuk produksi tidak boleh merugikan/membahayakan
konsumen
2. Bahan untuk produksi sesuai spesifikasi yang ditetapkan 3. Sebelum digunakan dilakukan pemeriksaan organoleptik, fisik,
kimia, biologi (mikrobiologi)
4. Bahan tambahan harus mendapat izin depkes 5. Stok bahan harus FIFO (first in first out) 7. Produk akhir 1. Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau persyaratan
yang ditetapkan menteri dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan
2. Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi
8. Laboratorium dan pemeriksaan 1. Untuk setiap pemeriksaan bahan baku, bahan tambahan, bahan
penolong dan produk akhir seharusnya disediakan pedoman pemeriksaan yang menyebutkan :
a. Nama makanan b. Tanggal pembuatan c. Tanggal pengambilan contoh d. Jumlah contoh yang diambil e. Kode produksi f. Jenis pemeriksaan yang dilakukan g. Kesimpulan pemeriksaan h. Nama pemeriksa i. Hal lain yang dianggap perlu 2. Bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium dianjurkan
untuk memeriksakan produknya di laboratorium lain di luar perusahaan
9. Karyawan A. Kesehatan karyawan 1. Karyawan dalam keadaan sehat 2. Karyawan yang sakit atau menunjukkan gejala sakit tidak boleh
mengolah/kontak dengan makanan
3. Diperiksa dan diawasi secara berkala B. Kebersihan karyawan 1. Selalu menjaga kebersihan badan 2. Mengenakan pakaian kerja dan perlengkapannya (penutup
kepala, sarung tangan, sepatu pekerja)
3. Pakaian dan perlengkapan pekerja tidak boleh dibawa keluar pabrik
4. Luka kecil ditutup plester, luka besar diistirahatkan 5. Karyawan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat : - Sebelum memulai mengolah makanan/produk
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
71
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 - Sesudah keluar toilet/jamban - Sesudah menangani bahan mentah/terkontaminasi C. Kebiasaan karyawan Meninggalkan kebiasaan yang dapat mencemari makanan
selama bekerja (mengunyah, makan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk, memakai perhiasan)
10 Wadah dan Pembungkus A. Wadah dan pembungkus makanan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1. Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya terhadap pengaruh dari luar
2. Tidak berpengaruh terhadap isi 3. Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur
yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan
4. Tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan peredaran
5. Tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen B. Sebelum digunakan wadah harus : 1. Dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi 2. Steril bagi jenis produk yang akan diisi secara aseptik. 11. Keterangan produk (pelabelan) A. Persyaratan label 1. Memenuhi Persyaratan menurut PP no. 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan
2. Dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan bentuk yang berbeda untuk setiap jenis makanan (memudahkan pembedaan).
B. Identifikasi Lot Setiap wadah diberi tanda nama produsen dan nomor lot 12 Penyimpanan A. Penyimpanan bahan dan produk 1. Bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir disimpan
terpisah dalam ruang yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udara dan suhu yang sesuai.
2. Bahan tambahan disimpan sesuai label 3. Penyimpanan bahan mentah sebaiknya tidak langsung
menyentuh lantai, tidak menempel pada dinding, jauh dari langit – langit untuk mencegah sarang hama
4. Produk akhir juga mencantumkan : - Nama produk - Tanggal produksi - Kode produksi - Tanggal terima di ruang simpan - Tanggal keluar dari ruang simpan - Jumlah keluar dari ruang simpan - Sisa akhir - Tanggal pemeriksaan - Hasil pemeriksaan
B. Penyimpanan bahan berbahaya Disimpan terpisah dan diawasi agar tidak mencemari bahan
produksi, produk akhir serta tidak membahayakan karyawan
C. Penyimpanan Wadah 1. Wadah disimpan rapi 2. Wadah disimpan di tempat yang bersih dan terlindungi dari
pencemaran
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
72
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 D. Penyimpanan Label Disimpan rapi dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam
penggunaannya
E. Penyimpanan Peralatan Produksi Peralatan yang sudah dibersihkan dan di sanitasi disimpan
sedemikian rupa agar terlindungi dari debu, kotoran, atau pencemaran lainnya.
13. Pemeliharaan 1. Bangunan Bangunan dan bagian – bagiannya harus dipelihara dan
dikenakan tindak sanitasi secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik.
2. Pencegahan masuknya binatang Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga,
binatang pengerat, unggas dan binatang lainnya ke dalam bangunan
3. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat Menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.
Penggunaanya harus hati – hati dan harus dijaga serta dibatasi sedemikian rupa hingga tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir
4. Buangan - Buangan padat harus dikumpulkan untuk dikubur, dibakar,
atau diolah sehingga aman
- Buangan air harus diolah dahulu sebelum dialirkan keluar - Buangan gas harus diatur sedemikian rupa, sehingga tidak
mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
5. Alat dan perlengkapan - Alat dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan
makanan, harus dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir
- Alat dan perlengkapan yang tidak berhubungan langsung dengan makanan, harus selalu dalam keadaan bersih
- Alat pengangkutan dan pemindahan barang dalam bangunan unit produksi harus bersih dan tidak boleh merusak barang yang diangkut atau dipindahkan, baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong maupun produk akhir
- Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk itu baik fisik, maupun mutunya, sampai ketempat tujuan.
14. Transportasi A. Persyaratan umum 1. Makanan selalu dalam keadaan terlindungi selama transportasi 2. Jenis wadah & alat transportasi yang digunakan tergantung dari
jenis makanan & kondisi yang dikehendaki selama transportasi
B. Persyaratan wadah & alat transport di desain agar : 1. Tidak mencemari makanan 2. Mudah dibersihkan jika perlu didesinfeksi 3. Memisahkan makanan dari bahan – bahan non pangan 4. Melindungi makanan dari kontaminasi seperti debu dan kotoran
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
73
Penilaian No Parameter
0 1 2 3 4 C. Pemeliharaan peralatan transportasi 1. Wadah dan alat transport untuk makanan selalu dijaga dalam
keadaan bersih, baik dan terawatt
2. Jika digunakan untuk bahan makanan & non pangan maka diantara penggunaannya perlu dibersihkan/didesinfeksi
3. Jika menggunakan wadah dan alat pengangkutan jumlahnya besar didesain agar tidak bercampur antara bahan makanan & non pangan
Sub Total TOTAL
Petunjuk pengisian
1. Isi bagian kolom penilaian dengan memberi tanda √ pada kolom penilaian untuk: Nilai 0 = penyimpangan yang terjadi 0% Nilai 1 = penyimpangan yang terjadi 1% – 25% Nilai 2 = penyimpangan yang terjadi 26% – 50% Nilai 3 = penyimpangan yang terjadi 51% – 75% Niali 4 = penyimpangan yang terjadi > 75%
2. Hitung kalkulasi pada kolom sub total yang menyatakan penilaian keseluruhan terhadap GMP dengan cara
n ∑ i = 1 n
(n = jumlah poin pertanyaan sub prinsip GMP)
3. Tingkat keparahan kondisi GMP dapat diketahui dari jumlah nilai keseluuhan 0 - 209 : ringan 210 - 419 : sedang 420 - 628 : berat 630 - 629 : kritis
Mengetahui
(Manajemen)
Tim Audit
( )
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
74
Lampiran 6. Pedoman Cara Produksi yang Baik (GMP)
CARA PRODUKSI YANG BAIK (GMP) DALAM PEMBUATAN YOGURT
BOGOR 2008
Oleh: Fitria Bunga Yunita
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
75
KATA PENGANTAR
Yogurt merupakan salah satu produk susu fermentasi dengan rasa asam dan manis. Di beberapa negara yogurt dikenal dengan nama yang berbeda-beda, misalnya Jugurt (Turki), Zabady (Mesir, Sudan), Dahee (India), Cieddu (Italia), dan Filmjolk (Skandinavia). Negara dengan konsumsi yogurt tinggi antara lain Belanda, Swiss, Perancis, Finlandia, Denmark, Jerman, Austria, dan Jepang. Di Indonesia, yogurt mulai banyak dipasarkan di supermarket dalam bentuk minuman encer hingga kental yang dikemas di dalam botol plastik. Pada umumnya untuk menambah daya tarik dan kesehatan, ke dalam yogurt ditambahkan flavor buah-buahan.
Pembuatan yogurt harus dilakukan secara higienis untuk menghindari terjadinya
kontaminasi. Hal ini dilakukan karena mikroorganisme perusak seringkali kurang sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan, sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang. Setiap produsen pengolahan yogurt memiliki konsep yang kurang lebih sama dalam proses produksinya, tetapi tidak semua produsen yogurt menerapkan cara berproduksi yang baik (GMP).
Pembuatan buku saku panduan cara berproduksi yogurt ini, diharapkan dapat
dijadikan pedoman yang baik dan benar bagi produsen yogurt. Dengan demikian, produsen dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SNI 01-2981-1992 tentang yogurt.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan buku saku
ini. Namun demikian penulis berharap semoga buku saku ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan. Bogor, Juni 2008 Penyusun
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
76
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup GMP dalam pembuatan yogurt ini meliputi bangunan dan fasilitas sanitasi, peralatan produksi, higiene karyawan, penyimpanan dan distribusi, serta pengendalian proses. Prosedur Umum GMP Yogurt KPS 1. Bangunan dan Fasilitas § Melengkapi bangunan dengan fasilitas untuk personel, mencakup ruang istirahat,
toilet, dan fasilitas cuci tangan. § Ruang produksi dibagi menjadi beberapa area berdasarkan tingkat higienitasnya,
yaitu high, medium, atau low. § Ventilasi disesuaikan dengan volume dan aktivitas produksi. § Diperlukan alat pengatur sirkulasi udara untuk mengatasi tingginya suhu di ruang
pemanasan saat proses. § Menyediakan lampu UV untuk sterilisasi ruangan. § Melakukan pengecekan kondisi bangunan dan fasilitas secara berkala. § Memperbaiki bangunan dan fasilitas yang rusak.
2. Utilitas
2.1. Air § Memasang water treatment plant atau berlangganan pada supplier yang telah
ada. § Melakukan pengecekan terhadap penggunaan air untuk kegiatan produksi
dan pencucian/pembersihan. 2.2. Listrik
§ Melakukan pengecekan keamanan peralatan kelistrikan seperti kabel, stop kontak, saklar dan lainnya secara berkala.
§ Melakukan perbaikan terhadap peralatan kelistrikan yang dapat menimbulkan bahaya.
2.3. Pengelolaan lingkungan § Membuang air sisa proses pencucian. § Mengelola limbah padat sisa bahan kemasan dan peralatan. § Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Peralatan Produksi § Peralatan yang kontak langsung dengan bahan baku terbuat dari bahan yang tara
pangan (food grade), tahan korosi dan tidak bereaksi dengan bahan kimia. § Menyediakan rak atau lemari khusus penyimpan alat-alat produksi. § Melakukan pembersihan peralatan secara berkala dan teratur dengan menggunakan
sabun pembersih atau sanitaiser yang tepat. § Melakukan pengecekan kondisi peralatan secara berkala dan teratur. § Penggunaan sanitaiser yang aman untuk karyawan dan alat.
4. Kontrol Proses Produksi § Setiap karyawan dilengkapi dengan perlengkapan kerja (seragam, jas lab, masker,
penutup kepala, dan sepatu boot) untuk setiap proses. § Mengecek kondisi kelengkapan dan kesehatan karyawan sebelum melakukan
produksi. § Mengecek kebersihan alat sebelum digunakan untuk produksi. § Pembersihan tempat dan peralatan produksi sebelum melakukan produksi. § Melakukan pengecekan fungsi di setiap unit produksi. § Mengecek kondisi bahan baku yang akan digunakan secara teratur.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
77
§ Mengecek kondisi wadah atau kemasan (penampakan dan bau) yang digunakan untuk mengemas yogurt.
§ Pembersihan ruang produksi segera setelah proses produksi selesai. § Pembersihan peralatan produksi setelah digunakan. § Monitoring terhadap kesesuaian pelaksanaan prosedur dalam pengolahan yogurt.
5. Dokumentasi § Pencatatan pada setiap aktivitas proses produksi oleh setiap karyawan untuk
pengendalian mutu. § Membuat rekaman dari hasil-hasil pencatatan. § Analisis dan evaluasi terhadap dokumen atau rekaman dilakukan secara berkala
(misalnya per bulan). § Membuat kesimpulan berdasarkan hasil evaluasi.
6. Penyimpanan dan Distribusi § Penyimpanan bahan baku dan produk akhir harus terpisah. § Pengeluaran produk untuk distribusi mengikuti sistem FIFO (first in first out) yaitu
barang yang pertama masuk adalah barang yang pertama dikeluarkan. § Disediakannya lemari khusus tempat penyimpanan sementara bahan baku di ruang
pengolahan. § Penyimpanan terpisah untuk bahan pembersih dan bahan baku produksi. § Dokumentasi untuk setiap barang yang masuk dan keluar. § Manajemen pembersihan yang berkala dan teratur untuk cool box dan mobil yang
digunakan. § Selama distribusi, diusahakan seminimum mungkin terkontaminasi oleh bahan
lain. § Pengecekan kondisi produk, jika waktu distribusi lebih dari 5 jam. § Me-recall produk jika diketahui tidak memenuhi syarat.
7. Pengendalian Proses dan Pengujian Kualitas § Memeriksa air untuk proses produksi secara fisik, kimiawi, dan sensori setiap hari
sebelum proses dimulai. § Memeriksa kualitas bahan baku utama dan penunjang yang digunakan. § Mengecek kualitas kultur starter sebelum digunakan secara teratur. § Mengecek kondisi kebersihan alat sebelum digunakan untuk berproduksi. § Memeriksa produk akhir secara fisik, kimiawi, dan sensori setiap hari setelah
proses produksi selesai, pemeriksaan meliputi kesesuaian berat bersih produk dan tanggal kadaluarsa produk.
§ Melakukan pengujian secara berkala dan teratur terhadap bahan baku yang digunakan dan produk akhir yang dihasilkan (minimal 3 bulan sekali).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
78
Diagram Alir Prosedur Pembersihan Peralatan Besar dan Tetap
Pembersihan secara manual kotoran-kotoran besar yang terlihat
Penyemprotan/perendaman dengan senyawa pembersih pada suhu 54oC-71oC
Penggosokan jika diperlukan untuk menghilangkan kotoran
Pembilasan menggunakan air panas 82oC atau lebih
Biarkan kering
Jika ingin digunakan, bilas kembali dengan air panas (82oC)
Diagram Alir Prosedur Pembersihan Alat-alat Kecil
Perendaman alat-alat kecil dalam larutan pembersih bersuhu 53oC sekitar 15-30 menit
Penyikatan jika diperlukan untuk melepas kotoran yang menempel
Pembilasan dengan air panas (82oC)
Desinfektan dapat diaplikasikan dengan cara penyemprotan dan perendaman (klorin 100 ppm, iodine 25 ppm, quat 200 ppm)
Biarkan kering
Jika ingin digunakan, bilas kembali dengan air panas (82oC)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
85
Tabel 1. Ringkasan Cara Produksi Yogurt KPS No Tahapan Proses Prosedur 1. Penanganan raw milk
(susu) untuk proses § Dilakukan sampling terlebih dahulu untuk mengecek kondisi susu. Jika kualitas masih baik susu digunakan sebagai bahan
baku yogurt, jika tidak lapor kepada manajer pengolahan untuk menindaklanjuti proses selanjutnya. § Dokumentasi terhadap jumlah susu yang digunakan.
2. Penanganan terhadap bahan pemanis (gula)
§ Mengecek kondisi gula sebelum digunakan. Jika kualitas masih baik gula digunakan sebagai bahan baku yogurt, jika tidak lapor kepada manajer pengolahan untuk menindaklanjuti proses selanjutnya.
§ Sterilisasi gula sangat diperlukan untuk mencegah kontaminasi silang. § Pembuatan sirup gula dengan cara memanaskan gula dan air dengan perbandingan 1:1 merupakan salah satu langkah
sterilisasi terhadap bahan pemanis (gula). § Menggunakan takaran yang tepat saat penambahan. § Dokumentasi terhadap banyaknya gula yang digunakan.
3. Penanganan terhadap kultur starter
§ Penyegaran kultur starter dilakukan sehari sebelum proses produksi. § Pengujian terhadap aktivitas kultur starter secara rutin perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kontaminan oleh
mikroba lainnya maupun bakteriophage. Pengujian meliputi kecepatan pembentukan asam, uji diasetil, dan uji pembentukan gas.
§ Menggunakan perbandingan yang tepat saat inokulasi § Dokumentasi terhadap kondisi dan jumlah starter yang digunakan.
4. Penanganan terhadap essens
§ Mengecek kondisi essens sebelum digunakan. Jika kualitas masih baik essens digunakan sebagai bahan penunjang yogurt, jika tidak lapor kepada manajer pengolahan untuk menindaklanjuti proses selanjutnya.
§ Penggunaan essens dengan takaran yang tepat.
5. Penanganan bahan pengemas
§ Memastikan kemasan steril dari supplier. § Kemasan dapat disterilkan dengan menggunakan sinar UV. § Sterilisasi kemasan dengan menggunakan desinfektan seperti alkohol tidak dianjurkan.
.6. Proses pemanasan § Penggunaan dan monitoring suhu dan waktu yang konsisten saat pemanasan susu. Suhu 90oC selama 15-30 menit direkomendasikan untuk pasteuisasi susu dalam pembuatan yogurt.
§ Karyawan menggunakan seragam kerja, terutama penutup kepala saat proses. § Milk can atau panci pemanas tidak dibiarkan terbuka saat proses berlangsung.
7. Proses penambahan § Monitoring terhadap suhu pemanasan jika gula ingin ditambahkan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
86
bahan pemanis. § Penambahan gula dilakukan sebelum proses pasteurisaasi jika gula yang ditambahkan belum mengalami proses pemanasan. Hal ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada gula.
§ Penambahan bahan pemanis dapat dilakukan setelah proses pasteurisasi jika gula telah mengalami proses pemanasan terlebih dahulu (gula dibuat menjadi sirup gula).
8. Proses pendinginan § Proses pendinginan harus segera dilakukan untuk memberikan perlakuan tiba-tiba pada mikroba termodurik (tahan panas)
yang tidak mati saat poses pemanasan. § Suhu susu didinginkan hingga sekitar 40oC. Suhu ini merupakan suhu optimum pertumbuhan kultur starter.
9. Proses inokulasi § Proses inokulasi yang dilakukan secara aseptis dapat memberikan dampak positif bagi produk akhir yang dihasilkan.
10. Proses inkubasi § Monitoring terhadap suhu dan waktu inkubasi.
11. Proses penambahan citarasa (essens)
§ Memastikan kondisi ruang telah steril sebelum essens ditambahkan. Ruang dapat disterilkan dengan menggunakan sinar UV. § Mengecek kebersihan kondisi peralatan yang digunakan untuk proses pencampuran essens. § Takaran yang tepat dalam pemberian essens.
12. Proses pengemasan § Memastikan kondisi kemasan steril dan siap digunakan. § Memastikan kondisi ruang telah steril sebelum digunakan untuk mengemas produk. Ruang dapat disterilkan dengan
menggunakan sinar UV. § Mengecek kondisi peralatan yang digunakan untuk mengemas, kondisi peralatan bersih dan tidak basah. § Personel menggunakan pakaian lengkap saat proses seperti seragam kerja, masker, penutup kepala, dan sarung tangan yang
steril untuk memperkecil peluang kontaminasi produk.
13. Proses pendinginan dan distribusi
§ Monitoring terhadap suhu pendinginan selama produk disimpan. § Manajemen pembersihan frezzer dari bunga es dan ceceran yogurt yang berkala dan teratur. § Manajemen pembersihan cool box dengan menggunakan sabun pembersih yang tepat setelah cool box digunakan untuk
mendistribusikan produk. § Manajemen pembersihan mobil distribusi dari debu dan kotoran secara berkala dan teratur.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
87
Tabel 2. Beberapa Jenis Sanitizer yang Banyak Digunakan untuk Sanitasi Alat dan Pekerja
No Jenis Sanitaiser Kelebihan Kelemahan Keterangan 1. Panas
§ uap (93oC-5 menit/77oC-15 menit) dan air panas (> 80oC-20 menit)
§ udara kering panas
§ Panas dapat menembus celah kecil. § Tidak korosif. § Tidak meninggalkan residu.
§ Tidak selektif terhadap mikroba tertentu.
§ Untuk sanitasi peralatan pengolahan pangan baik alat kecil atau besar.
2. Radiasi ultra violet (UV) - waktu kontak lebih dari 2 menit.
§ Membunuh mikroorganisme termasuk virus yang kontak langsung dengan sinar tersebut.
§ Digunakan untuk sanitasi kemasan dan ruangan.
3. Senyawa Kimia: § Senyawa klorin
1. Klorin (100-200 ppm Cl2)
2. Klorin (25 ppm Cl2)
§ Tidak mahal § Efektif terhadap berbagai
mikroorganisme, spora, virus. § Tidak dipengaruhi oleh kesadahan air. § Digunakan untuk sanitasi air § Tidak membentuk film (lapisan) § Tahan lama, dan lebih stabil. § Aktif terhadap semua mikroba kecuali
spora dan bakteriophage. § Efektif terhadap beberapa virus. § Tidak dipengaruhi kesadahan air tinggi. § Non-korosif § Tidak menyebabkan iritasi kulit § Pada keadaan asam, pembentukan film
§ Tidak tahan lama, tidak stabil selama
penyimpanan dengan adanya sinar dalam larutan, dan dengan adanya bahan organik pada bahan pangan.
§ Mengendap dalam air yang mengandung besi.
§ Pengaruh iritasi terhadap kulit § Korosif terhadap aluminium dan
stainless steel, hipoklorit bersifat korosif daripada klorin organik.
§ Tidak aktif terhadap spora dan
bakteriophage seperti halnya hipoklorit.
§ Relatif mahal harganya. § Tidak boleh digunakan pada suhu
melebihi 49oC (120oF). § Meninggalkan bekas warna pada
permukaan berpori dan beberapa jenis
Pada umumnya senyawa klorin yang digunakan akan membentuk asam hipoklorat (HOCl) pada larutan. HOCl ini akan membasmi mikroba. Pembentukan HOCl tergantung pada pH, antara 4-5 pembentukannya akan optimal. Bila pH bervariasi, maka efektivitas klorin sebagai desinfektan tidak optimum. Bila pH < 5, larutan klorin menjadi korosif. Klorin tidak korosif pada pH 6-7,5 dan mempunyai kadar HOCl yang tinggi untuk membunuh kuman. Jika pH klorin naik, efektivitas desinfektan berkurang karena jumlah HOCl juga berkurang.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
88
dapat dicegah. § Konsentrasi larutan dapat diukur dengan
cara yang mudah. § Kontrol secara visual (warna
menunjukkan kekuatan germisida) § Daya penetrasi baik. § Tidak meninggalkan spot jika kering.
plastik. § Sangat dipengaruhi oleh air yang
sangat alkali (basa) atau sisa larutan deterjen alkali.
§ Efektivitas bakterisidal menurun dengan meningkatkan pH (paling efektif pada pH 3,0).
§ Senyawa amonium
quartener § Tidak beracun, tidak berbau, tidak
berwarna, tidak korosif dan tidak merusak kulit.
§ Stabil terhadap panas, dan relatif stabil terhadap adanya bahan organik.
§ Aktif pada kisaran pH yang luas. § Aktif terhadap berbagai mikroba,
termasuk mikroba termodurik (tahan panas)
§ Kemampuan penetrasi baik. § Dapat dikombinasikan dengan bahan
pembasah anionik untuk membentuk sanitaiser deterjen.
§ Efisiensi germisidal bervariasi dan selektif.
§ Destruksi lambat terhadap koliform dan psikotrofik gram positif.
§ Tidak efektif untuk membunuh spora dan virus.
§ Mahal harganya. § Membentuk lapisan film pada
permukaan. § Tidak dapat digunakan dengan
deterjen anionik dan air sadah.
§ Larutan ini cenderung melekat pada permukaan. Oleh karena itu diperlukan pembilasan yang seksama setelah disinfeksi dengan larutan ini.
§ Dianjurkan agar digunakan pada konsentrasi 200-12 mg/l.
§ Kelompok iodofor § Tidak mengiritasi tangan pada konsentrasi yang direkomendasikan.
§ Berwarna merah (amber) jika masih aktif, sehingga memudahkan pengamatan.
§ Tidak cepat bereaksi dengan kotoran-kotoran organik.
§ Kelemahan iodin bila dibandingkan dengan Cl adalah menyebabkan warna pada plastik epoksi, PVC, dan permukaan alat lain.
§ Memucatkan warna makanan berpati, § Mahal harganya. § Menguap pada suhu diatas 49oC. § Tidak efektif terhadap spora.
§ Merupakan sanitaiser yang mengandung iod dan surfaktan anionik.
§ Senyawa aktif yang memiliki sifat antibakteri adalah I2.
§ Aktif pada pH asam (3,0). § Banyak digunakan untuk
mensanitasi tangan pekerja. § Konsentrasi yang digunakan
adalah larutan 15% iodium tincture selama 90 detik, larutan 5% iodium tincture selama 60 detik, larutan 7% iodium tincture
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
89
selama 15 detik
§ Deterjen 1. Deterjen alkali
(basa)
2. Deterjen asam (asam organik dan anorganik)
§ Dengan lemak deterjen alkali
membentuk sabun, dengan protein deterjen alkali akan membentuk senyawa terlarut yang mudah dihilangkan dengan pencucian menggunakan air.
§ Menghilangkan kotoran berupa deposit
atau endapan kerak seperti endapan kalsium (Ca) magnesium (Mg).
§ Mengandung asam 0,5% dengan pH < 2,5.
§ Tidak korosif (deterjen asam organik), dan aman dikulit.
§ Penyebab karat pada aluminium dan
kaleng. § Sangat korosif dan juga berbahaya jika
bersinggungan dengan kulit (deterjen asam anorganik).
Beberapa jenis deterjen alkali: soda kostik, soda abu, seskuikarbonat, boraks, meta silikat, dan lainnya. § Beberapa jenis deterjen asam
anorganik: hidroklorida (HCl), sulfat (H2SO4), nitrat (HNO3), dan phosphate (H3PO4).
§ Beberapa jenis deterjen asam organik: asam-asam astetat, hidroksiasetat, laktat, glukonat, sitrat, dan levulinat.
§ Surfaktan
1. Surfaktan anionik (alkohol sulfat, hidrokarbon sulfat)
2. Surfaktan kationik 3. Surfaktan nonionik
§ Memiliki pH netral. § Bisa digunakan bersama-sama dengan
deterjen asam atau basa. § Memiliki kemampuan sebagai senyawa
antibakteri sehingga bisa berfungsi sebagai sanitizer.
§ Deterjen yang baik bagi lemak. § Dapat digunakan bersama-sama dengan
senyawa anionik dan kationik.
§ Tidak bisa digunakan dengan
surfaktan kationik § Bukan merupakan senyawa pembasah
yang baik. § Sedikit dipengaruhi oleh kesadahan
air.
§ Surfaktan atau senyawa pembasah, merupakan senyawa yang tidak bersifat korosif dan umumnya dapat mengemulsi dan mendispersi lemak, minyak, dan pigmen. Senyawa ini bekerja menembus kotoran yang ada sampai permukaan peralatan, sehingga mampu membasahi permukaan.
§ Beberapa jenis surfaktan antara lain: polietenoksieter, kondensat etilen oksida-asam lemak, kondensat amin-asam lemak.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
90
§ Sekuestran (terdiri dari kelompok senyawa fosfat dan senyawa organik)
§ Membentuk senyawa kompleks dengan garam-garam atau logam yang mengendap pada permukaan alat sehingga menjadi larut dalam air
§ Bergantung pada tingkat kesadahan air yang digunakan dalam pembersihan.
Beberapa jenis sekuestran antara lain: tetrasodium pirophosphat (TSPP), sodium tripoliphosphat (TPP), calgon, quadrofos, sodium asam pirophosphat (SAPP), garam sodium (EDTA).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
85
Tabel 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Sanitaiser Faktor Sanitaiser yang direkomendasikan dengan
urutan prioritas Target Mikroorganisme Spora bakteri Bakteriophage Koliform Bakteri garam (-) psikotrof Sel vegetatif bakteri gram (+) Virus Kondisi/sifat air Air sadah Air dengan kandungan besi tinggi Sanitasi air (water treatment) Air minum Obyek yang akan disanitasi Peralatan aluminium Tangan pekerja Peralatan, segera sebelum digunakan Perlalatan yang akan disimpan Dinding Permukaan berpori, berwarna putih Ruangan Wadah pengemas Atmosfer (fogging) Sifat-sifat lain Harga murah Korosif Stabilitas Stabilitas dalam larutan Stabilitas terhadap suhu.
Klorin Klorin, asam-amino Hipoklorit, iodofor Klorin Quartener, iodofor, klorin Klorin, iodofor, asam-amino Asam-anion, hipoklorit, iodofor Iodofor Klorin Ozon Iodofor, quartener Iodofor Iodofor, klorin Quartener Quartener, klorin Klorin, quartener, Sinar UV Sinar UV, H2O2 Klorin, iodofor, quartener Klorin Klorin Quartener Iodofor, quartener, asam-amino Asam-amino, quartener
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
86
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan sanitasi sarana pengolahan pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio Press,
Bogor.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
87
Lampiran 7. Pedoman Prosedur Sanitasi (SSOP) Yogurt
PROSEDUR OPERASI STANDAR SANITASI (SSOP) PEMBUATAN YOGURT KPS
BOGOR 2008
KATA PENGANTAR
Oleh: Fitria Bunga Yunita
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
88
Kegiatan sanitasi merupakan basic (dasar) dari sistem keamanan dan kualitas
pangan. Tanpa adanya proses sanitasi di suatu industri pengolahan pangan, sepertinya tidak ada yang diharapkan untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Sanitasi juga merupakan komponen yang vital dari sistem keamanan pangan. GMP akan berjalan secara maksimal jika pelaksanaan kegiatan sanitasi berjalan lancar.
Pembuatan buku saku panduan pelaksanaan kegiatan sanitasi ini, diharapkan dapat
dijadikan pedoman yang baik dan benar bagi produsen yogurt. Dengan demikian, produsen dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SNI 01-2981-1992 tentang yogurt.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan buku saku
ini. Namun demikian penulis berharap semoga buku saku ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan. Bogor, Juni 2008 Penyusun
RUANG LINGKUP
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
89
SSOP merupakan prosedur untuk memelihara kondisi sanitasi yang biasanya berhubungan dengan seluruh fasilitas produksi/bisnis pangan atau area dan tidak terbatas pada step tertentu atau CCP. Praktek sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene pekerja. Prosedur Umum SSOP Yogurt KPS 1. Keamanan Air § Memastikan saluran air yang kontak dengan bahan pangan dan air yang digunakan
untuk proses pembersihan terpisah. § Monitoring secara berkala terhadap air yang digunakan. § Monitoring yang harus dilakukan jika air yang digunakan berasal dari air PAM
adalah mengecek hasil analisis kualitas air PAM tersebut. Evaluasi dan pastikan bahwa air benar-benar dari PAM.
§ Monitoring yang dilakukan jika menggunakan air sumur adalah melakukan pengujian kualitas air melalui laboratorium pengujian pangan terakreditasi, paling tidak dilakukan 1 tahun sekali.
§ Dokumentasi untuk setiap hasil yang didapatkan. 2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan. § Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak langsung dengan produk harus
terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik, tidak korosif, tidak menyerap, inert, dan tidak mudah terkikis.
§ Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan produk harus segera dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif setiap setelah selesai produksi untuk mencegah terbentuknya lapisan biofilm.
§ Pembersihan dengan menggunakan cleaning compound dan sanitizing agent dengan jenis dan konsentrasi yang sesuai dengan produk.
§ Penempatan peralatan diatur sehingga memudahkan dalam penggunaan. 3. Pencegahan Kontaminasi Silang
a. Pencegahan kontaminasi silang dari personel § Mensanitasi tangan dengan cara mencuci tangan yang baik dan benar dengan
menggunakan sabun. § Menggunakan perlengkapan personel yang lengkap selama melakukan proses,
seperti sarung tangan, masker, hair net dan baju seragam produksi. § Perlengkapan tersebut tidak digunakan di luar ruang produksi. § Karyawan harus selalu memastikan bahwa tangan dan bagian tubuh lainya
dalam kondisi yang bersih. b. Pencegahan kontaminasi silang dari bahan mentah § Pemisahan dalam menangani bahan mentah dan produk jadi. § Penyimpanan terpisah bahan baku dan produk akhir.
c. Pencegahan kontaminasi silang dari bahan pengemas. § Kemasan harus steril sebelum digunakan.
4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet § Perbaiki dan mengisi bahan perlengkapan toilet dan tempat pencuci tangan § Menjaga kebersihan fasilitas sanitasi yang ada. § Monitoring terhadap kelengkapan dan kebersihan fasilitas sanitasi.
5. Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
90
§ Monitoring terhadap bahan-bahan yang berpotensi menimbulkan toksin. § Monitoring terhadap kualitas air yang digunakan untuk melakukan produksi. § Proses penyimpanan yang baik dan benar untuk alat, dan bahan kemasan.
6. Pelabelan, Penyimpanan, dan Penggunaan Bahan Toksik yang Benar § Menerapkan sistem pelabelan dalam proses penyimpanan bahan baku dan produk
akhir. § Menyimpan bahan kimia terpisah dengan bahan lainnya, mengelompokannya sesuai
dengan nama dan jenisnya. § Pelabelan yang jelas dan mudah dibaca serta dimengerti oleh setiap karyawan untuk
bahan kimia yang toksik dan berbahaya. § Mengatur penempatan bahan-bahan tersebut dalam posisi yang mudah dicapai dan
tidak membahayakan. 7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil § Memonitoring kondisi kesehatan karyawan yang dapat menyebabkan kotaminasi. § Membuat dokumentasi tentang riwayat kesehatan karyawan. § Pemeriksaan kondisi karyawan sebelum melakukan produksi. § Melarang karyawan yang sakit untuk melakukan produksi.
8. Pemberantasan Hama § Menyimpan peralatan yang tidak berhubungan dengan proses produksi secara teratur
penempatannya agar tidak menjadi sarang hama. § Semua peralatan dicuci bersih sebelum disimpan agar tidak menjadi tempat hidup
dan sumber makanan bagi hama. § Menggunakan tempat sampah yang berpenutup dan dibersihkan minimal 1 kali
sehari, serta penempatannya yang tidak menggangu aktivitas karyawan. § Bagian yang sulit dibersihkan, seperti sudut antara dua sisi dinding atau antara
dinding dan lantai harus dibersihkan dengan cermat. § Lantai dan dinding tidak bercelah untuk menghindari terbentuknya sarang hama
baru. § Lantai ruang produksi harus bebas genangan air. § Tidak terdapat celah pada jendela dan pintu, untuk mencegah masuknya hama. § Pemasangan kawat kasa pada jendela, dan lubang angina serta memudahkan dalam
proses pembersihannya. § Monitoring terhadap kebersihan lingkungan sekitar ruang poduksi, seperti lorong
dan halaman di sekitar ruang produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
91
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan sanitasi sarana pengolahan
pangan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio Press,
Bogor.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Recommended